glaukoma fakoanafilaktik
DESCRIPTION
glaukoma fakoanafilaktikTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut WHO (2004), glaukoma kini merupakan penyebab kedua kebutaan
secara global, setelah katarak.1 Riskesdas (2007) menyebutkan bahwa prevalensi
nasional glaukoma sebesar 0,5% dan prevalensi di Indonesia sebesar 4,6 ‰. Prevalensi
penyakit ini di Sumatera Utara sebesar 0,6‰.2
Glaukoma didefinisikan sebagai sekelompok penyakit yang memiliki
karateristik umum neuropati optik bersamaan dengan hilangnya fungsi penglihatan
dengan atau tanpa peningkatan tekanan intraokular.3,4 Glaukoma terbagi atas glaukoma
sudut terbuka atau tertutup serta menjadi primer dan sekunder.3 Salah satu jenis
glaukoma sudut terbuka sekunder yaitu glaukoma fakoanafilaksis, yang merupakan
glaukoma akibat induksi lensa.3
Menurut AAO (2011-2012) glaukoma fakoanafilaksis (lens induced uveitis
atau yang sekarang dikenal dengan glaukoma fakoantigenik) merupakan penyakit yang
jarang dimana pasien menjadi lebih peka terhadap protein lensanya sendiri setelah
operasi atau trauma penetrasi, sehingga terjadi inflamasi granulomatosa.5 Inflamasi ini
diinisiasi oleh protein lensa yang dilepaskan melalui kapsul lensa yang ruptur. Pada
mata normal, sedikit sekali jumlah protein lensa yang bocor melalui kapsul lensa. Mata
tampaknya memiliki toleransi imunologi terhadap sejumlah kecil antigen lensa.
Namun, pelepasan protein lensa dalam jumlah besar ke kamera okuli anterior dapat
mengganggu toleransi imunologi dan dapat memicu reaksi inflamasi berat.6
Insidensi fakoanafilaksis tidak diketahui. Insidensi fragmen lensa yang
berpindah secara posterior selama fakoemulsifikasi sekitar 0,3-18%. Penyakit ini lebih
sering terjadi pada orang tua, dengan puncak insidensi dekade keenam sampai ketujuh,
kecuali adanya katarak traumatik dan komplikasi terkait, yang lebih mugnkin terjadi
pada orang muda. Pada penyakit ini tidak memiliki predileksi jenis kelamin dan suku
bangsa.7
Onset penyakit ini terjadi berhari-hari sampai berminggu-minggu setelah luka
atau operasi.6 Papaconstantinou et al (2009) menyebutkan bahwa interval waktu antara
1
trauma dan onset inflamasi sekitar 24 jam sampai 14 hari.8 Gambaran klinisnya cukup
bervariasi, tetapi kebanyakan pasien mengalami mata merah, nyeri dengan kemosis,
serta reaksi inflamasi kamera okuli anterior sedang dengan sel, flare, dan keratik
presipitat pada endotelium kornea dan permukaan lensa anterior.5,6 Selain itu, dapat
ditemukan vitritis tingkat rendah, pembentukan sinekia, dan sisa material lensa pada
kamera okuli anterior.6,8 Secara patologis, reaksi granulomatosa ditandai dengan sel
polimorfonuklear, epiteloid, dan sel giant yang mengelilingi material lentikular8.
Meskipun mungkin terjadi, neuropati optik glaukomatosa tidak umum terjadi
pada glaukoma fakoantigenik. Glaukoma fakoantigenik diobati secara medis dengan
kortikosteroid dan supresan aqueous yang digunakan untuk mengurangi inflamasi dan
tekanan intraokular. Jika pengobatan medis tidak berhasil, sisa material lensa harus
diangkat.5 Operasi diperlukan untuk mengangkat semua sisa material lensa termasuk
kapsul lensa dan lensa intraokular.9 Dalam makalah ini akan dijelaskan lebih lanjut
mengenai glaukoma fakoanafilaksis.
1.2. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah glaukoma fakoanafilaksis ini adalah sebagai
berikut:
1. Sebagai salah satu tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu
Kesehatan Mata di RSU Pirngadi Medan
2. Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis dan
pembaca, terutama mengenai glaukoma fakoanafilaksis.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi
Mata merupakan organ yang terdiri dari tiga lapisan atau tunika, yaitu lapisan
fibrosa terluar (jaringan ikat) membentuk kornea dan sklera; lapisan vaskular medial
(uvea); dan lapisan neural terdalam yaitu retina.10 Uvea (traktus uveal) terbagi atas 3
bagian yaitu iris, badan siliari, dan koroid (mulai dari depan hingga belakang).11
2.1.1. Iris
Iris merupakan perpanjangan anterior dari badan siliari, yang tampak sebagai
permukaan datar dengan apertura bulat terletak di sentral yaitu pupil. Iris terletak dekat
dengan permukaan anterior lensa, yang membagi ruang anterior dari ruang posterior,
dimana masing-masing mengandung aqueous humor.12
Gambar 2.1. Iris.11
Iris mengandung dua lapisan, yaitu
Lapisan stroma mesodermal anterior13 Dalam stroma iris terdapat otot
sfingter dan dilator.12
Lapisan epitel berpigmen ektodermal posterior. Lapisan posterior bersifat
opak dan melindungi mata terhadap cahaya yang berlebihan. Permukaan
anterior lensa dan lapisan berpigmen sangat dekat dengan pupil sehingga
mereka gampang membentuk adesi pada inflamasi.13
2.1.2. Badan Siliari
3
Badan siliari membentang ke depan mulai dari ujung anterior koroid sampai ke
akar iris (sekitar 6mm). Badan ini terdiri dari zona anterior yang bergelombang, pars
plikata (2mm), dan zona posterior yang rata, pars plana (4mm). Prosesus siliari timbul
dari pars plikata. Ada dua lapisan epitel siliari yaitu lapisan internal tidak berpigmen,
yang mewakili perpanjangan anterior dari neuroretina, dan lapisan berpigmen
eksternal, yang mewakili perpanjangan epitel pigmen retina. Prosesus siliari dan epitel
siliari yang menutupinya bertanggung jawab untuk pembentukan aqueous humor.10,12
Ligamentum suspensorium, zonula, membentang dari pars plana dan interval antara
prosesus siliari ke kapsul lens.13
Gambar 2.2. Badan Siliari.11
Otot siliari bertanggung jawab untuk akomodasi.13 Otot siliari terdiri dari
kombinasi serabut saraf longitudinal, sirkular, dan radial. Fungsi serabut sirkular ini
adalah untuk berkontraksi dan berelaksasi serabut zonular, yang berasal di lembah
antara prosesus siliari. Ini mengubah tegangan pada kapsul lensa, yang memberikan
lensa fokus yang bervariasi untuk objek dekat dan jauh di bidang visual. Serat
longitudinal otot siliari masuk ke dalam anyaman trabekula untuk mempengaruhi
ukuran pori-porinya.12
2.1.3. Koroid
Koroid merupakan segmen posterior dari traktus uvea, antara retina dan sklera.
Koroid terdiri dari tiga lapisan pembuluh darah koroid yaitu besar, sedang, dan kecil.
Semakin dalam pembuluh darah terletak di koroid, maka semakin besar lumennya.
Bagian internal pembuluh darah koroid dikenal dengan koriokapilari. Koroid dibatasi
4
secara internal oleh membran Bruch dan secara eksternal oleh sklera. Ruang
suprakoroid terletak antara koroid dan sklera. Koroid melekat erat secara posterior ke
pinggir nervus optikus. Secara anterior, koroid bergabung dengan badan siliari.12
Koroid mengatur suhu dan memberikan makanan terhadap lapisan terluar retina.13
2.1.4. Kamera Okuli Anterior
Kamera okuli anterior dibatasi oleh endotelium kornea secara anterior;
anyaman trabekula di bagian perifer, sebagian badan siliari, dan akar iris; permukaan
iris anterior dan area pupil lensa anterior di bagian posterior. Pusat kamera okuli
anterior lebih dalam dibanding perifer. Sudut bilik mata depan terbentuk di bagian
perifer kamera okuli, dimana korneosklera dan uvea bertemu.14
Struktur sudut kamera okuli anterior
Struktur dimana aqueous lewat secara kolektif dinamakan dengan aparatus
filtrasi, terdiri dari anyaman trabekula dan kanal Schlemm. Struktur dan taji sklera
menempati area yang terletak di internal corneoscleral junction yang dikenal sebagai
sulkus sklera interna.14
Taji sklera terletak di tepi posterior sulkus sklera internal. Bagian posterior taji
sklera merupakan tempat melekatnya tendon serabut otot siliar longitudinal, sedangkan
banyak lembaran anyaman trabekula menempel pada aspek anterior taji, sehingga
kolagen dari taji bersambung dengan trabekula.14
Anyaman trabekula mengelilingi kamera okuli anterior. Anyaman tersebut
terdiri dari lembaran datar yang berlubang., dengan tiga sampai lima lembaran di
apeks. Anyaman terbagi atas dua bagian yaitu korneosklera dan uvea. Anyaman
korneosklera merupakan daerah terluar; lembarnya melekat pada taji sklera. Lembaran
dalam, yang terletak di dalam taji dan melekat pada stroma siliar dan serabut otot
longitudinal, membuat anyaman uvea. Kedua anyaman ini sedikit berbeda dalam
struktur, korneasklera seperti lembaran, sedangkan uveal seperti tali.14
5
Gambar 2.3. Sudut kamera okuli anterior.14
Kanal Schlemm merupakan pembuluh darah sirkular dan dianggap sebagai
saluran vena, meskipun biasanya mengandung aqueous humor daripada darah. Kanal
ini terletak di luar anyaman trabekula dan anterior taji sklera. Dinding eksternal kanal
terletak berlawanan dengan limbus sklera, dan dinding internal terletak berlawanan
dengan trabekula dan taji sklera. Lumen dilapisi oleh sel endotel, banyak sel ini
dihubungkan oleh zonula okludens. Sel-sel endotel memiliki membran basal yang
tidak lengkap. Lubang-lubang dan vesikel pinositik di membran sel dapat menjadi
jalan dari aliran aqueous humor. Area yang memisahkan lapisan sel endotel kanal dari
anyaman trabekula disebut lapisan kribriform atau jaringan jukstakanalikular.14
2.2. Aliran Aqueous Humor
Aqueous humor memberikan nutrisi untuk struktur yang mengelilinginya,
terutama kornea dan lensa.10,14 Aqueous humor memberikan metabolit, terutama
oksigen dan glukosa, kepada kornea avaskular dan lensa.14 Ini diproduksi oleh
epithelium pars plikata badan siliari dan disekresi ke dalam kamera okuli posterior dari
prosesus siliari.11,14 Kapiler besar badan siliar memiliki banyak lubang, yang
memfasilitasi pergerakan senyawa ke dalam dan luar darah. Transpor aktif dan sekresi
memindahkan senyawa dari stroma melalui epitelium. Epitelium tidak berpigmen,
khususnya menyekresi komponen aqueous humor secara aktif ke dalam kamera okuli
posterior.11
6
Blood aqueous barrier secara selektif mengatur senyawa yang disekresikan
sebagai aqueous humor. Kapiler badan siliar yang berlubang membuat senyawa
tersebut keluar dari darah. Namun, junction zonular ketat dari epitelium tidak
berpigmen mencegah molekul lewat dari antara sel, memaksa senyawa tersebut
melewati sel untuk masuk ke kamera okuli posterior. Salah satu senyawanya adalah
protein. Kandungan protein dalam aqueous humor lebih sedikit dibandingkan di darah.
Protein melewati pembuluh siliar dengan mudah melalui lubang-lubang tetapi tidak
masuk ke kamera okuli posterior karena adanya tight junction barrier dari epitelium
tidak berpigmen.11
Kemudian, lewat antara iris dan lensa dan masuk ke kamera okuli anterior melalui
pupil. (lihat gambar di bawah ini).14 Aqueous melewati ruang antara anyaman uveal.
Dalam jumlah yang relatif sedikit (sekitar 5-35% total aliran) melewati ruang jaringan
ikat yang mengelilingi kumpulan otot siliari. Cairan ini bergerak ke dalam rongga
suprakoroidalis dan diserap ke dalam vena siliari anterior dan vena vorteks. Sisa
aqueous bergerak ke lubang anyaman korneosklera yang lebih sempit dan melalui
jaringan jukstakanalikular dan lapisan endotel ke kanal Schlemm. Dalam bagian
histologis, banyak sel-sel endotel yang melapisi dinding dalam kanal ditemukan
mengandung vakuola besar.14
Vakuola rupanya membuka dan menutup secara intermiten, dan menciptakan
saluran transien, transelular, searah yang menyediakan sarana untuk mengangkut
molekul besar, seperti protein melintasi endotel. Aliran terjadi hanya ke kanal. Volume
aqueous humor lebih banyak yang berdifusi secara pasif ke kanal Schlemm. Spekulasi
terbaru menunjukkan bahwa tight intercellular junction dapat merespon terhadap
perubahan kondisi fisiologis (seperti efek agen farmakologis) dengan memodifikasi
permeabilitas mereka dan meningkatkan kemudahan di mana air mengalir ke dalam
kanal.14
Dinding internal kanal Schlemm mengandung sejumlah evaginasi, yang
memanjang ke dalam jaringan jukstakanalikular menuju anyaman trabekular. Saluran
kolektor internal ini dapat bercabang dan berfungsi untuk meningkatkan luas
permukaan kanal. Endoteliumnya selalu dipisahkan dari ruang trabekular oleh
selembar jaringan. Sel endotel yang melapisi dinding eksternal kanal Schlemm
7
dihubungkan oleh zonula okludens dan tidak mengandung vakuola. Sektar 25-35
saluran konektor eksternal bercabang dari dinding luar kanal Schlemm dan mengalir ke
pleksus sklera dalam atau pleksus vena intrasklera, yang mengalir ke vena episklera
dan konjungtiva. Vena aqueous (Ascher), yang langsung melewati vena episklera,
memberikan jalan lain dari kanal.14
Gambar 2.4. Aliran aqueous humor.1
Gambar 2.5. Bagan aliran aqueous humor.15
2.3. Glaukoma
2.3.1. Definisi
8
Glaukoma didefinisikan sebagai sekelompok penyakit yang memiliki
karateristik umum neuropati optik bersamaan dengan hilangnya fungsi penglihatan
dengan atau tanpa peningkatan tekanan intraokular.3,4 Tiga faktor yang menentukan
tekanan intraokular adalah sebagai berikut꞉3
Tingkat produksi aqueous humor oleh resistensi badan siliar terhadap
aliran aqueous di trabecular meshwork – Schlemm’s canal system
Lokasi resistensi tertentu umumnya diduga berada di juxtacanalicular
meshwork
Kadar tekanan vena episklera
Secara tradisional, glaukoma diklasifikasikan menjadi sudut terbuka atau
tertutup dan menjadi primer dan sekunder. Berdasarkan definisinya, glukoma primer
tidak terkait dengan gangguan sistemik atau okular diketahui yang menyebabkan
meningkatnya resistensi terhadap aliran aqueous atau penutupan sudut. Glaukoma
primer biasanya mempengaruhi kedua mata. Sebaliknya, glaukoma sekunder terkait
dengan gangguan mata atau sistemik yang bertanggung jawab atas menurunnya aliran
aqueous. Penyakit yang menyebabkan glaukoma sekunder sering bersifat asimetris
atau unilateral. Salah satu jenis glaukoma sudut terbuka sekunder yaitu glaukoma
fakoanafilaksis, yang merupakan glaukoma akibat induksi lensa.3
Menurut AAO (2011-2012) glaukoma fakoanafilaksis (lens induced uveitis
atau yang sekarang dikenal dengan glaukoma fakoantigenik) merupakan penyakit yang
jarang dimana pasien menjadi lebih peka terhadap protein lensanya sendiri setelah
operasi atau trauma penetrasi, sehingga terjadi inflamasi granulomatosa.5,16
2.3.2. Epidemiologi
Glaukoma menjadi penyebab kebutaan yang semakin penting seiring dengan
bertambahnya populasi dunia. Statistik baru yang dikumpulkan oleh WHO pada tahun
2002, dan diterbitkan pada edisi Buletin WHO tahun 2004, menunjukkan bahwa
glaukoma kini menjadi penyebab kedua kebutaan secara global, setelah katarak.
Bagaimanapun, glaukoma mungkin merupakan sebuah tantangan kesehatan yang lebih
besar dibandingkan katarak karena kebutaannya bersifat ireversibel.1 Menurut
9
Riskesdas (2007) prevalensi nasional glaukoma adalah 0,5% dan prevalensi di
Indonesia sebesar 4,6 ‰. Prevalensi penyakit ini di Sumatera Utara sebesar 0,6‰.2
Insidensi fakoanafilaksis tidak diketahui. Insidensi fragmen lensa yang
berpindah secara posterior selama fakoemulsifikasi sekitar 0,3-18%. Penyakit ini lebih
sering terjadi pada orang tua, dengan puncak insidensi dekade keenam sampai ketujuh,
kecuali adanya katarak traumatik dan komplikasi terkait, yang lebih mugnkin terjadi
pada orang muda. Pada penyakit ini tidak memiliki predileksi jenis kelamin dan suku
bangsa.7
2.3.3. Patofisiologi dan Patogenesis
Inflamasi ini diinisiasi oleh protein lensa yang dilepaskan melalui kapsul lensa
yang ruptur. Pada mata normal, sedikit sekali jumlah protein lensa yang bocor melalui
kapsul lensa. Mata tampaknya memiliki toleransi imunologi terhadap sejumlah kecil
antigen lensa. Namun, pelepasan protein lensa dalam jumlah besar ke kamera okuli
anterior dapat mengganggu toleransi imunologi dan dapat memicu reaksi inflamasi
berat.6
Protein lensa dapat menginisiasi sensitisasi imunologi hanya setelah memasuki
aqueous humor. Hal ini terjadi karena berbagai faktor, yaitu protein lensa terisolasi
dari sirkulasi fetus di awal kehidupan embrionik, lensa yang tidak dipersarafi, dan
lensa dewasa benar-benar avaskular. Namun, imunopatogenesis glaukoma anafilaksis
belum terlalu dipahami.7
Lensa merupakan struktur epitel seperti yang berasal dari ektoderm primitif.
Berdasarkan kapasitasnya untuk memproduksi alfa kristalin, epitel lensa dapat menjadi
sangat antigenik. Konsentrasi protein dalam lensa lebih tinggi daripada setiap jaringan
lain di tubuh.7
Halbert et al menemukan bahwa protein lensa mungkin bersifat autoantigenik
ketika protein ini keluar dari posisi mereka di kapsul lensa. Setiap kelompok protein
kristalin dari serabut kortikal lensa mengandung sejumlah subtipe dengan karakteristik
antigenik yang berbeda. Protein lensa autolog merupakan antigen bersifat lemah, tetapi
kristalin yang difraksinasi jauh lebih efektif dalam merangsang respon antibodi. Proses
konversi dari protein kristalin larut menjadi tidak larut selama proses penuaan lensa
10
juga dapat mengakibatkan meningkatnya efek antigenik protein dari katarak matur
atau hipermatur.7
Istilah fakoanafilaksis mungkin tidak cocok karena tidak terdapat bukti adanya
reaksi anafilaksis klasik yang diperantarai oleh imunoglobin E (IgE) tipe 1.
Imunopatogenesis lens-induced uveitis diyakini merupakan hasil autosensitisasi protein
lensa. Setelah terjadi robekan kapsul lensa dan sensitisasi protein lensa, timbul sebuah
fenomena yang dimediasi oleh kompleks imun, yang dapat ditransfer melalui serum
hiperimun. Reaksi hipersensitivitas tipe II, III, dan IV mungkin terlibat dalam
patogenesis. Kebocoran protein lensa dengan atau tanpa mengalirnya protein serum
dari pembuluh darah uvea dapat menghambat aliran trabekular sehingga terjadinya
glaukoma sekunder.7
Obstruksi anyaman trabekula dapat terjadi akibat akumulasi sel darah putih
(makrofag dan limfosit T yang teraktivasi) atau agregasinya. Ini dapat menyebabkan
sinekia anterior perifer dan berikutnya dapat terjadi glaukoma sudut tertutup. Selain
itu, obstruksi juga dapat terjadi akibat debris inflammatori (seperti protein, fibrin,
protein dengan berat mokelul tinggi) dan dari partikel lensa. Protein ini meningkatkan
viskositas aqueous, yang dapat berkontribusi terhadap meningkatnya tekanan
intraokular.7
Penyakit yang paling mungkin disebabkan oleh berubahnya toleransi terhadap
protein lensa dan bukan sebagai akibat adanya fenomena penolakan terhadap bahan
asing. Jenis reaksi imunologis spesifik pada glaukoma fakoanafilaksis dapat bervariasi
pada semua pasien, dan mungkin tergantung pada jenis operasi atau cedera, jumlah
lensa yang ada di rongga vitreus, dan status imunologi sebelumnya pasien dan mata.7
2.3.4. Diagnosis
Onset penyakit ini terjadi berhari-hari sampai berminggu-minggu setelah luka
atau operasi.6 Papaconstantinou et al (2009) menyebutkan bahwa interval waktu antara
trauma dan onset inflamasi sekitar 24 jam sampai 14 hari.8 Periode laten antara onset
dan manifestasi klinis dilaporkan dapat terjadi setahun atau lebih.17 Gambaran
klinisnya cukup bervariasi, tetapi kebanyakan pasien mengalami mata merah, nyeri
dengan kemosis, serta reaksi inflamasi kamera okuli anterior sedang dengan sel, flare,
dan keratik presipitat pada endotelium kornea dan permukaan lensa anterior.5,6 Selain
11
itu, dapat ditemukan vitritis tingkat rendah, pembentukan sinekia, dan sisa material
lensa pada kamera okuli anterior.6,8 Secara patologis, reaksi granulomatosa ditandai
dengan sel polimorfonuklear, epiteloid, dan sel giant yang mengelilingi material
lentikular8,16. Meskipun mungkin terjadi, neuropati optik glaukomatosa tidak umum
terjadi pada glaukoma fakoantigenik.8
Gambar 2.6. Pasien dengan tekanan intraokular meningkat setelah operasi katarak ditemukan adanya sisa material lensa.7
Gambar 2.7. Gambaran klinis khas dengan adanya sisa material lensa setelah operasi katarak. Material kortikal putih gampang dilihat di ruang pupil.7
Gambar 2.8. pasien dengan meningkatnya tekanan intraokular persisten setelah operasi katarak ditemukan memiliki sisa material lensa dan tingkat inflamasi rendah. Sisa material lensa tampak di
retroiluminasi pada pandangan ke bawah.7
12
Gambar 2.9. Sisa fragmen lensa di rongga vitreus posterior. Material lensa berwarna keputihan yang menghalangi fundus.7
2.3.5. Diferensial Diagnosis
Glaukoma fakolitik tidak memiliki presipitat keratik, yang tidak serupa dengan
glaukoma uveitis (seperti yang terlihat di glaukoma fakoanafilaktik).3
2.3.6. Penatalaksanaan
Glaukoma fakoanafilaksis diobati secara medis dengan kortikosteroid dan
supresan aqueous yang digunakan untuk mengurangi inflamasi dan tekanan
intraokular.5,16 Selain itu, mungkin termasuk siklopegia dapat diberikan. Pengobatan
harus disesuaikan dengan individu dan respon. Usia pasien, status imun, dan toleransi
terhadap efek samping harus selalu diperhitungkan.7
Sikloplegia topikal dapat merusak atau mencegah pembentukan sinekia
posterior, menstabilkan blood-aqueous barrier yang menyebabkan
berkurangnya kebocoran protein plasma, meningkatkan aliran
uveosklera, dan meredakan sedikit nyeri spasme siliari. Semakin kuat
reaksi inflamasi, semakin sering atau kuat dipakai sikloplegia. Contoh
sikloplegia adalah siklopentolat, sulfas atropine, homatropin, dan
skopolamin. Siklopentolat hidroklorida 0,5%, 1%, 2% menghambat otot
badan siliari dan otot sfingter iris dari stimulasi kolinergik, sehingga
menyebabkan midriasi dan sikloplegia.7
Kortikosteroid menghambat pembentukan asam arakidonat dari
prekursor membran sel dengan cara menghambat kerja fosfolipase A2,
siklooksigenase dan lipoksigenase. Steroid topikal tetes diberikan dalam
dosis mulai dari sekali sehari sampai per jam. Obat ini juga diberikan
dalam bentuk salep. Kortikosteroid periokular umumnya diberikan
dalam injeksi bila diperlukan efek yang lebih lama atau bila pasien tidak
13
patuh atau kurang responsif terhadap pemberian topikal. Prednisolon
oftalmikus mengobati inflamasi akut setelah operasi mata. Selain itu,
juga menurunkan neovaskularisasi corneal, mensupresi migrasi leukosit
polimorfonuklear dan mengurangi permeabilitas kapiler yang
meningkat.7
NSAID biasanya menghalangi pembentukan siklooksigenase. Obat ini
sangat berguna untuk pengobatan edema macular sistoid dan inflamasi
segmen anterior. Sifat anestesi mereka meningkatkan kenyamanan
pasien. NSAID dapat digunakan bersama dengan kortikosteroid. Salah
satu obat yang sering digunakan adalah diklofenak untuk mata. 7
Agen penurun tekanan intraokular digunakan untuk menurunkan
tekanan intraokular. Aqueous suppressant diindikasikan. Beta bloker,
alfa agonis, dan inhibitor karbonik anhidrase digunakan untuk
menurunkan tekanan.
o Beta bloker menurunkan produksi aqueous humor oleh epitel
iliari, sehingga menurunkan tekanan intraokular. Beta bloker ini
menurunkan pembentukan aqueous sebesar 24-48%. Selain itu,
juga dapat menurunkan kardiak output, frekuensi jantug dan
tekanan darah, menghambat reseptor beta adrenergic di bronkus
dan bronkiolus, dan memiliki sedikit atau tidak ada efek pada
ukuran pupil dan akomodasi. Contohnya timolol maleat 0,25-
0,5% . 7
o Agen alfa2 adrenergik yang merupakan inhibitor poten produksi
aqueous dengan menurunkan sebesar 35-40%. Selain itu, juga
dapat meningkatkan aliran uveosklera. Contohnya brimonide
tartrat 0,2%.
o Karbonik anhidrase merupakan sulfonamide nonbakteriostatik
yang menghambat enzim karbonik anhidrase (seperti
dorzolamid, brinzolamid topikal, metazolamid sistemik, dan
asetazolamid). Kerjanya adalah dengan menurunkan kecepatan
produksi aqueous humor. Dorzolamide 2% diberikan secara
14
topikal. Inhibisi karbonik anhidrase di prosesus siliari
menurunkan sekresi aqueous humor, kemungkinan dengan
menurunkan pembentukan ion bikarbonat dengan reduksi
transpor sodium dan cairan. Asetazolamid digunakan untuk
pengobatan tambahan glaukoma. Obat ini dapat menurunkan
produksi aqueous humor sebesar 20-40% tanva adanya
perubahan signifikan pada fasilitas aliran. Efek maksimal
tampak 2-4 jam setelah administrasi oral dan 10-15 menit
setelah administrasi intravena.7
Jika pengobatan medis tidak berhasil, sisa material lensa harus diangkat.5,15
Operasi diperlukan untuk mengangkat semua sisa material lensa termasuk kapsul lensa
dan lensa intraokular.9 Situasi paling sering yang menyebabkan penyakit ini adalah
ruptur kapsul posterior dengan hilangnya fragmen lensa ke dalam rongga vitreus
selama fakoemulsifikasi. Pengangkatan sisa fragmen lensa dengan vitrektomi pars
plana dapat mengembalikan fungsi visual yang baik dan mencegah banyak komplikasi
pada pasien ini.7
Operasi pengangkatan sisa material lensa mungkin diperlukan tergantung pada
derajat inflamasi, ukuran sisa partikel lensa, dan adanya peningkatan tekanan
intraokular. Observasi diindikasikan ketika fragmen lensa kecil dan inflamasi dapat
dikendalikan. Beberapa penelitian menunjukkan tidak adanya keuntungan awal
operasi, sehingga ahli bedah dapat mengobati pasien secara konservatif dan kemudian
merujuk pasien ke dokter bedah vitrektomi setelah periode observasi tepat dan terapi
medis, kecuali pasien mengalami ablasi retina, tekanan intraokular yang terlampau
tinggi, atau beberapa kondisi lain dimana operasi segmen posterior lebih diindikasikan
secara darurat.7
Vitrektomi lengkap harus dilakukan sebelum adanya pergeseran lensa, dan
tidak adanya vitreus ke luka atau struktur anterior lain harus dikonfirmasi pada saat
menutup luka. Rekomendasi dari ahli bedah retina adalah untuk menempatkan IOL ke
dalam ruang posterior jika terdapat penyokong kapsular yang memadai dan untuk
menempatkan lensa kamera okuli anterior jika terdapat penyokong kapsular yang tidak
adekuat pada saat operasi katarak. Jika mata dibiarkan afakia pada saat operasi
15
katarak, insersi IOL sekunder mungkin dapat dilakukan pada saat vitrektomi pars
plana. IOL yang dijahit dengan fiksasi transsklera dapat meningkatkan risiko lepasnya
retina, endoftalmitis, dan edema makula sistoid.7
2.3.7. Komplikasi
Komplikasi paska operasi terkait dengan vitrektomi termasuk edema kornea,
glaukoma, uveitis persisten, edema makula sistoid, ablasio retina, dan endoftalmitis.
Komplikasi sama berhubungan denagn operasi katarak yang rumit dan dapat terjadi
sebelum dan sesudah vitrektomi pars plana.7
2.3.8. Prognosis
Ketajaman visual akhir setelah vitrektomi untuk sisa fragmen lensa adalah
20/50 atau lebih baik dalam 60-70% pasien dan lebih buruk dari 20/200 pada 10-15%
pasien dalam 2 penelitian retrospektif besar.7 Ablasio retina merupakan penyebab
utama dari hasil visual yang buruk dalam pengobatan sisa fragmen lensa. Frekuensi
ablasi retina lebih tinggi pada mata dimana digunakan fakofragmentasi ultrasonik
(24%) dibandingkan dengan yang tidak digunakan (12%), meskipun tidak terdapat
perbedaan statistik secara signifikan.7
BAB 3
KESIMPULAN
16
Istilah glaukoma mengacu pada sekelompok penyakit yang memiliki
karateristik umum neuropati optik bersamaan dengan hilangnya fungsi penglihatan
dengan atau tanpa tingginya tekanan intraokular Secara tradisional, glaukoma
diklasifikasikan menjadi sudut terbuka atau tertutup dan menjadi primer dan sekunder.
Menurut AAO (2011-2012) glaukoma fakoanafilaksis (lens induced uveitis
atau yang sekarang dikenal dengan glaukoma fakoantigenik) merupakan penyakit yang
jarang dimana pasien menjadi lebih peka terhadap protein lensanya sendiri setelah
operasi atau trauma penetrasi, sehingga terjadi inflamasi granulomatosa. Inflamasi ini
diinisiasi oleh protein lensa yang dilepaskan melalui kapsul lensa yang ruptur. Pada
mata normal, sedikit sekali jumlah protein lensa yang bocor melalui kapsul lensa. Mata
tampaknya memiliki toleransi imunologi terhadap sejumlah kecil antigen lensa.
Namun, pelepasan protein lensa dalam jumlah besar ke kamera okuli anterior dapat
mengganggu toleransi imunologi dan dapat memicu reaksi inflamasi berat.
Insidensi fakoanafilaksis tidak diketahui. Insidensi fragmen lensa yang
berpindah secara posterior selama fakoemulsifikasi sekitar 0,3-18%. Penyakit ini lebih
sering terjadi pada orang tua, dengan puncak insidensi dekade keenam sampai ketujuh,
kecuali adanya katarak traumatik dan komplikasi terkait, yang lebih mugnkin terjadi
pada orang muda. Pada penyakit ini tidak memiliki predileksi jenis kelamin dan suku
bangsa.
Onset penyakit ini terjadi berhari-hari sampai berminggu-minggu setelah luka
atau operasi. Gambaran klinisnya cukup bervariasi, tetapi kebanyakan pasien
mengalami mata merah, nyeri dengan kemosis, serta reaksi inflamasi kamera okuli
anterior sedang dengan sel, flare, dan keratik presipitat pada endotelium kornea dan
permukaan lensa anterior. Selain itu, dapat ditemukan vitritis tingkat rendah,
pembentukan sinekia, dan sisa material lensa pada kamera okuli anterior. Secara
patologis, reaksi granulomatosa ditandai dengan sel polimorfonuklear, epiteloid, dan
sel giant yang mengelilingi material lentikular.
Meskipun mungkin terjadi, neuropati optik glaukomatosa tidak umum terjadi
pada glaukoma fakoantigenik. Glaukoma fakoantigenik diobati secara medis dengan
kortikosteroid dan supresan aqueous yang digunakan untuk mengurangi inflamasi dan
17
tekanan intraokular. Jika pengobatan medis tidak berhasil, sisa material lensa harus
diangkat. Operasi diperlukan untuk mengangkat semua sisa material lensa termasuk
kapsul lensa dan lensa intraokular.
DAFTAR PUSTAKA
18
1. Kingman, S. 2004. Glaucoma is Second Leading Cause of Blindness
Globally. Bulletin of the World Health Organization 82(11)꞉ 811-90.
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan,
Republik Indonesia. 2008. Laporan Nasional 2007 Riset Kesehatan Dasar
2007. Depkes RI. pXIV-V; 117-8.
3. American Academy of Opthalmology. 2012. Chapter 1 Introduction to
Glaucoma꞉ Terminology, Epidemiology, and Heredity. In꞉ Basic and
Clinical Science Course Section 10 Glaucoma. p3-5.
4. Eva, P.R., Whitcher, J.P. 2007. Chapter 11 Glaucoma. In꞉ Vaughn &
Asbury’s General Ophthalmology 17th Edition. Mc Graw Hill- Lange.
5. American Academy of Opthalmology. 2012. Chapter 4 Open Angle
Glaucoma. In꞉ Basic and Clinical Science Course Section 10 Glaucoma.
p108-10.
6. American Academy of Opthalmology. 2012. Chapter 5 Pathology. In꞉
Basic and Clinical Science Course Section 11 Lens and Cataract. p67.
7. Graham, R.H. 2012. Phacoanaphylaxis. Available from ꞉
http://emedicine .medscape.com/article/1211403-overview#showall.
[Accessed 8th November 2012].
8. Papaconstantinou, D. et al. 2009. Lens-induced Glaucoma in the Elderly.
Clinical Interventions in Aging 4꞉ 331-6.
9. Shaarawy, T.M., Sherwood, M.B., Hitchings, R.A., Growston, N.G. 2009.
Section4 Types of Glaucoma. In꞉ Glaucoma Volume One Medical
Diagnosis & Therapy. China꞉ Saunders. p420. Available from꞉
http://books.google.co.id/books?
id=9s19F2ToKocC&pg=PA419&lpg=PA419&dq=phacoanaphylactic+gla
ucoma&source=bl&ots=hUjLnn_Alr&sig=cE1uYqsZhgkVT4SU9mnHM
K3bCEo&hl=id&sa=X&ei=CM2dUN7lJobYrQfXjIH4Bw&ved=0CEMQ
6AEwAjgU#v=onepage&q=phacoanaphylactic%20glaucoma&f=false.
[Accessed 8th November 2012].
10. Remington, A. 2005. Chapter 1 Visual System. In: Clinical Anatomy of
the Visual System. USA: Elsevier Inc p1.
19
11. Remington, A. 2005. Chapter 3 Uvea. In: Clinical Anatomy of the Visual
System. USA: Elsevier Inc p34-49.
12. Eva, P.R., Whitcher, J.P. 2007. Chapter 1 Anatomy and Embryology of
The Eye. In꞉ Vaughn & Asbury’s General Ophthalmology 17th Edition. Mc
Graw Hill- Lange.
13. Lang, G.E., Lang, G.K. 2000. Chapter 8 Uveal Tract (Vascular Pigmented
Layer). In: Lang,G.K. Opthalmology A Short Textbook. New York:
Thieme. p199-201.
14. Remington, A. 2005. Chapter 6 Aqueous and Vitreus Chambers. In:
Clinical Anatomy of the Visual System. USA: Elsevier Inc p103-9
15. Khurana, A.K. 2003. Chapter 9 Glaucoma. In ꞉ Comprehensive
Ophthalmology Fourth Edition. New Delhi꞉ New Age International (P)
Ltd. p208.
16. Stamper, R.L., Lieberman, M.F., Drake, M.V. 2009. Part 4 Clinical
Entities Chapter 18 Secondary Open Angle Glaucoma. In꞉ Becker-
Shaffer’s Diagnosis and Therapy of the Glaucomas. China꞉ Mosby
Elsevier. p273.
17. Gressel, M.G. 2006. Chapter 54A Lens-Related Glaucomas. In꞉ Duane’s
Ophthalmology on CD-ROM. Lippincott Williams & Wilkins. Available
from꞉ http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/pages/v3
/v3c054a.html. [Accessed 8th November 2012].
20