glaukoma fakomorfik indahpermata.unsri-06
TRANSCRIPT
Telaah Ilmiah
GLAUKOMA FAKOMORFIK
Disusun Oleh:
Indah Permata N.I.
(54061001037)
Pembimbing :
Dr. Rusdianto, SpM
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2010
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Peningkatan tekanan intraokular dapat dicetuskan oleh lensa kristalin melalui
beberapa mekanisme yang kemudian merupakan penyebab signifikan glaukoma
sekunder. Walaupun glaukoma yang disebabkan oleh lensa cenderung lebih umum terjadi
pada negara-negara berkembang yang warga negaranya mempunyai akses yang lebih
kecil untuk mendapatkan perawatan pembedahan, namun dapat juga terjadi pada negara-
negara maju yang individunya, oleh karena berbagai macam penyebab, menderita katarak
matur yang kemudian menjadi hipermatur.1-3
Glaukoma fakomorfik merupakan glaukoma sekunder sudut tertutup, yang
dikarenakan lensa intumesen. Peningkatan ketebalan lensa oleh karena progresivitas
katarak, membuat lensa menjadi intumesen secara cepat, atau katarak traumatika dapat
berakibat pada hambatan dan sudut tertutup.4
Pada mata dengan pembentukan katarak lebih lanjut, lensa menjadi bengkak atau
intumesen. Pengurangan progresif terjadi pada sudut iridokorneal. Pada mata yang seperti
itu, glaukoma dengan hambatan pupil dikarenakan oleh perubahan pada ukuran dan posisi
permukaan anterior lensa. Sudut tertutup merupakan akibat dari mekanisme terhalangnya
pupil, atau karena diafragma lensa-iris yang salah penempatannya (luksasio).5
Walaupun tidak ada statistik epidemiologi resmi mengenai glaukoma fakomorfik,
glaukoma sudut tertutup yang dikarenakan katarak hipermatur lebih umum terjadi pada
negara dengan tingkat prevalensi katarak yang lebih tinggi namun metode
pembedahannya belum cukup siap. Glaukoma dapat terjadi pada ras apapun, jenis
kelamin apapun, dan lebih sering ditemukan pada pasien usia lanjut dengan katarak
senilis, namun juga dapat terjadi pada pasien usia muda yang menderita katarak
traumatika atau katarak intumesen yang berkembang secara cepat.5
II. Tujuan
Telaah ilmiah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai
glaukoma fakomorfik.
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI
1. Anatomi Lensa
Pada manusia, lensa mata bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah, tembus
pandang, dengan diameter 9 mm, dan tebal sekitar 5 mm. Lensa terdiri dari kapsul, epitel
lensa, korteks dam nukleus. Ke depan, lensa berhubungan dengan cairan bilik mata, ke
belakang berhubungan dengan badan kaca. Di belakang iris, lensa digantung pada
prosesus siliaris oleh zonula Zinii (ligamentum suspensorium lentis), yang melekat pada
ekuator lensa, serta menghubungkannya dengan korpus siliare. Zonula Zinni berasal dari
lamina basal epitel tidak berpigmen prosesus siliare. Zonula Zini melekat pada bagian
ekuator kapsul lensa, 1,5 mm pada bagian anterior dan 1,25 pada bagian posterior.6
Permukaan lensa pada bagian posterior lebih cembung daripada permukaan
anterior. Di sebelah anterior lensa terdapat humor akuous dan di sebelah posteriornya
terdapat korpus vitreus. Lensa diliputi oleh kapsula lentis, yang bekerja sebagai membran
semipermeabel, yang melalukan air dan elektrolit untuk makanannya. Di bagian anterior
terdapat epitel subkapsuler sampai ekuator.5
Di kapsul anterior depan terdapat selapis epitel subkapsular. Epitel ini berperan
dalam proses metabolisme dan menjaga sistem normal dari aktivitas sel, termasuk
biosintesa dari DNA, RNA, protein dan lipid.6
Substansi lensa terdiri dari nukleus dan korteks, yang terdiri dari lamel-lamel
panjang yang konsentris. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan
bertambahnya usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-
kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari
lamellae konsentris yang panjang. Tiap serat mengandung inti, yang pipih dan terdapat di
bagian pinggir lensa dekat ekuator, yang berhubungan dengan epitel subkapsuler. Serat-
serat ini saling berhubungan di bagian anterior. Garis-garis persambungan yang terbentuk
dengan persambungan lamellae ini akan berbentuk seperti huruf {Y} dilihat dengan
slitlamp. Bentuk {Y} ini tegak di anterior dan terbalik di posterior (huruf Y yang
terbalik).6
Sebanyak 65% bagian dari lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein (kandungan
protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa
ada di jaringan tubuh lainnya. Protein lensa terdiri dari water soluble dan water insoluble.
Water soluble merupakan protein intraseluler yang terdiri dari alfa (α), beta (β) dan delta
(δ) kristalin, sedang yang termasuk dalam water insoluble adalah urea soluble dan urea
insoluble. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain.
Seperti telah disinggung sebelumnya, tidak ada reseptor nyeri, pembuluh darah atau saraf
di lensa.6
2. Fungsi lensa
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Supaya hal ini
dapat dicapai, maka daya refraksinya harus diubah-ubah sesuai dengan sinar yang datang
sejajar atau divergen. Perubahan daya refraksi lensa disebut akomodasi. Hal ini dapat
dicapai dengan mengubah kelengkungan lensa terutama kurvatura anterior.5
Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi,
menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai
ukurannya yang terkecil; dalam posisi ini, daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas
cahaya pararel akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot
siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik
kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh daya biasnya. Kerjasama
fisiologik antara korpus siliaris, zonula dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke
retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan refraksi
lensa perlahan-lahan akan berkurang.3
Pada fetus, bentuk lensa hampir sferis dan lemah. Pada orang dewasa lensanya
lebih padat dan bagian posterior lebih konveks. Proses sklerosis bagian sentral lensa,
dimulai pada masa kanak-kanak dan terus berlangsung secara perlahan-lahan sampai
dewasa dan setelah ini proses bertambah cepat dimana nukleus menjadi lebih besar dan
korteks bertambah tipis. Pada orang tua lensa menjadi lebih besar, lebih gepeng, warna
kekuning-kuningan, kurang jernih dan tampak sebagai grey reflex atau senile reflex, yang
sering disangka katarak, padahal salah. Karena proses sklerosis ini, lensa menjadi kurang
elastis dan daya akomodasinya pun berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia, dan
biasanya dimulai pada umur 40 tahun.5
Gambar 1. Histologi sudut bilik mata
3. Sudut Kamera Anterior
Sudut kamera anterior terletak pada persambungan kornea perifer dan akar iris. Ciri-ciri
anatomi utama sudut ini adalah garis schwalbe,jalinan trabekular yang terletak diatas kanalis
Schlemm, dan taji-taji sklera.
Garis schwalbe menandai berakhirnya endotel cornea, jaringan trabekular berbentuk
segitiga pada potongan melintang, yang dasarnya mengarah ke korpus siliaris. Garis ini
tersusun dari lembar-lembar berlobang jaringan kolagen dan elastik, yang membentuk suatu
filter dengan memperkecil ukuran pori ketika mendekati canalis schelemm. Bagian dalam
jalinan ini, yang menghadap ke anterior, dikenal dengan jaringan uvea; bagian luar, yang
berada di dekat canalis schlemm disebut jalinan korneosklera. Serat-serat longitudinal otot
siliaris menyisip ke dalam jaringan trabecular tersebut. Taji sclera merupakan penonjolan
sclera ke arah dalam diantara corpus siliaris dan kanalis schlemm, tempat iris dan korpus
siliaris menempel. Saluran – saluran eferen dari kanalis schlemm ( sekitar 300 saluran
pengumpul dan 12 vena aquaeous) berhubungan dengan sistem vena episklera.
Sudut kamera anterior tersebut terletak pada persambungan kornea perifer dan akar
iris. Mata secara optik dapat disamakan dengan sebuah kamera fotografi biasa. Media
refraksi mata terdiri dari kornea, humor akueus (cairan bilik mata), permukaan anterior dan
posterior lensa, badan kaca (korpus vitreum).
Sudut kamera terdiri dari sudut kamera anterior dan posterior. Sudut kamera anterior
dan posterior merupakan sistem drainase aliran keluar humor akueus untuk menjaga
keseimbangan tekanan intraokular. Sudut kamera anterior terletak pada persambungan
kornea perifer dan akar iris. Ciri-ciri anatomi utama sudut ini adalah garis schwalbe, jalinan
trabekular yang terletak diatas kanalis Schlemm, dan taji-taji sklera. Sudut kamera posterior
terletak dibelakang kamera okuli anterior, dibatasi oleh permukaan belakang iris, korpus
siliar,dan lensa. Kamera okuli posterior dilewati oleh zonula zinii atau ligamentum
suspensorium lentis, dan berhubungan dengan kamera okuli anterior melalui celah
melingkar antara pupil dan lensa. Kamera okuli anterior dan posterior berisi humor akuos
yang menjaga keseimbangan tekanan intra okular (TIO).
4. Fisiologi Humor Akuos
Humor akueus adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera anterior dan posterior
mata. Volumenya adalah sekitar 250 L, dan kecepatan pembentukannya yang bervariasi di
urnal, adalah 1,5-2 L/menit. Tekanan osmotik sedikit lebih tinggi daripada plasma.
Komposisi humor akuos serupa dengan plasma kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi
askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih tinggi dan protein, urea,dan glukosa yang lebih rendah.
5. Pembentukan dan Aliran Humor Akuos
Humor akuos diproduksi oleh korpus siliaris. Ultra-filtrat plasma yang dihasilkan di
stroma prosessus siliaris dimodifikasi oleh fungsi sawar dan prosesus skretorius epitel siliaris.
Setelah masuk ke kamera okuli posterior, humor akuos mengalir melalui pupil ke kamera
anterior lalu ke jalinan trabekular di sudut kamera anterior. Selama periode ini terjadi
pertukaran diferensial komponen-komponen dengan darah di iris. Peradangan atau trauma
intraokular menyebabkan peningkatan konsentrasi protein. Hal ini disebut humor akuos
plasmoid dan sangat mirip dengan serum darah.
6. Aliran Keluar Humor Akuos
Jalinan/jala trabekular terdiri dari berkas-berkas jaringan kolagen dan elastik yang
membentuk suatu saringan dengan ukuran pori-pori semakin mengecil sewaktu mendekati
kanalis Schlemm. Kontraksi otot siliaris melaui insersinya ke dalam jalinan trabekula
memperbesar ukuran pori-pori di jalinan tersebut sehingga kecepatan drainase humor akuos
juga meningkat. Aliran humor akuos ke dalam kanalis Schlemm tergantung pada
pembentukan saluran-saluran transelular siklik di lapisan endotel. Saluran eferen dari kanalis
Schlemm (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena akuos) menyalurkan cairan ke dalam
sistem vena. Sejumlah kecil humor akuos keluar dari mata antara berkas otot siliaris dan
lewat sela-sela sklera (cairan uveoskleral).
Resistensi utama terhadap aliran keluar humor akuos dari kamera anterior adalah
lapisan endotel saluran Schlemm dan bagian-bagian jalinan trabekular di dekatnya—bukan
dari sistem pengumpul vena. Tetapi tekanan di jaringan vena episklera menentukan batas
minimum tekanan intraokular yang dicapai oleh terapi medis.
Gambar 2. Sudut Bilik Mata
BAB III
GLAUKOMA FAKOMORFIK
Definisi
Glaukoma fakomorfik, seperti yang digambarkan oleh terminologinya (fako: lensa; morfik:
bentuk) merupakan glaucoma yang berkembang sekunder dikarenakan oleh perubahan bentuk lensa.
Glaukoma sudut tertutup yang dapat terjadi secara akut, subakut, ataupun kronik oleh karena katrak
matur atau intumesen.3
Patofisiologi
Pada mata dengan pembentukan katarak lebih lanjut, lensa menjadi bengkak atau intumesen.
Pengurangan progresif terjadi pada sudut iridokorneal. Pada mata yang seperti itu, glaukoma dengan
terhalangnya pupil dikarenakan oleh perubahan pada ukuran dan posisi permukaan anterior lensa.
Sudut tertutup merupakan akibat dari mekanisme terhalangnya pupil, atau karena diafragma lensa-
iris yang salah penempatannya (luksasi).5
Angka Kejadian
Walaupun tidak ada statistik epidemiologi resmi mengenai glaukoma fakomorfik, glaukoma
sudut tertutup yang dikarenakan katarak hipermatur lebih umum terjadi pada negara dengan tingkat
prevalensi katarak yang lebih tinggi namun metode pembedahannya belum cukup siap. Glaukoma
dapat terjadi pada ras apapun, jenis kelamin apapun, dan lebih sering ditemukan pada pasien usia
lanjut dengan katarak senilis, namun juga dapat terjadi pada pasien usia muda yang menderita
katarak traumatika atau katarak intumesen yang berkembang secara cepat.5
Gejala dan Tanda-tanda5
Pasien yang menderita glaukoma fakomorfik mengeluh nyeri yang akut, pandangan kabur,
melihat bayangan seperti pelangi (halo) disekitar cahaya, mual, dan muntah.
Pasien secara umum mengalami penurunan visus sebelum episode akut dikarenakan adanya
riwayat katarak.
Tingginya tekanan intraokuler (TIO) lebih dari 35 mmHg
Pupil mid dilatasi, ireguler.
Edema kornea
Injeksi konjungtiva dan silier
Bilik mata depan yang dangkal
Pembesaran lensa dan letak lensa yang lebih ke depan
Pembentukan katarak yang tidak equal pada kedua mata
Penyebab5
Beberapa faktor predisposisi glaukoma fakomorfik adalah:
o Katarak intumesen
o Katarak traumatika
o Perkembangan katarak senilis yang cepat
Glaukoma fakomorfik lebih umum terjadi pada mata hiperopik yang kecil dengan lensa yang
besar/cembung dan sudut bilik mata yang dangkal.
Serangan akut sudut tertutupnya dapat dicetuskan oleh dilatasi pupil pada penerangan yang
suram. Dilatasi menjadi midposisi merelaksasikan iris perifer sehingga menjadi terdorong ke
depan, berkontak dengan jaringan trabekular, mengakibatkan terhalangnya pupil. Sudut
tertutup juga dapat difasilitasikan oleh penekanan yang berasal dari posterior lensa dan
pembengkakan lensa.
Kelemahan zonular yang merupakan akibat dari ekfoliasi, trauma atau faktor usia juga
berperan dalam menyebabkan glaucoma fakomorfik.
BAB IV
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan glaukoma fakomorfik bertujuan untuk menurunkan tekanan intraokuler secara
cepat untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada saraf optik, kornea, dan untuk menjegah
terbentuknya sinekia. Penurunan tekanan intraokuler penting dalam mempersiapkan tindakan
iridotomi laser, yang dapat memulihkan terhalangnya pupil yang mengakibatkan glaukoma.7
Penatalaksanaan inisial harus ditujukan pada pemulihan sudut tertutupnya yaitu dengan beta-
blocker, alpha 2-adrenergic agonists, dan carbonic anhydrase inhibitor.
Penatalaksanaan sekunder dimuali dengan iridotomi laser untuk memulihkan terhalangnya
pupil.
o Prosedur ini merupakan rute pengganti bagi akuos yang terjebak pada bilik posterior
untuk dapat masuk ke bilik anterior, memunginkan iris untuk lepas tidak menyumbat
jaringan trabekuler. Dapat digunakan laser argon dan Nd:YAG.
o Iridektomi laser kadang memulihkan serangan akut sudut tertutup, tapi bilik anterior
tetap dangkal. Sehingga mata rentan untuk kembali mengalami serangan sudut
tertutup; maka, ekstraksi katarak harus dilakukan.
Gonioskopi berguna setelah iridektomi dilakukan untuk penilaian retrospektif sudut bilik
mata. Jika sudut bilik terlihat melebar, maka mekanisme terhalangnya pupil yang cenderung
mengakibatkan tekanan intraokuler meningkat, dan iridektomi laser merupakan terapi efektif
untuk kasus tersebut. Jika sudut tidak terlalu dalam secara signifikan, lensa intumesen atau
terdorongnya lensa ke depan merupakan faktor penyebabnya, dan pasien harus ditatalaksana
dengan ekstraksi katarak. Jika sudut tertutup tidak pulih dengan iridotomi laser, maka perlu
dipertimbangkan sindroma iris plateau sebagai diagnosis bandingnya.7
Pembedahan7
Iridotomi laser secara sementara menghentikan serangan akut hambatan pupil, tapi, pada
sebagian besar pasien glaukoma fakomorfik, dibutuhkan ekstraksi katarak. Iridotomi laser
harus dilakukan ketika midriasis karena pembedahan dapat mengeksaserbasi serangan.
Metode ekstrakapsular digunakan dalam ekstraksi kataraknya. Trabekulektomi sering
dikombinasikan dengan ekstraksi katarak.
Pembedahan pada mata nanophtalmik bukanlah prosedur pilihan; laser iridektomi perifer dan
iridoplasty dengan terapi medis adalah yang dibutuhkan. Mata nanophtalmik kecil dengan
bilik mata depan yang dangkal dan hiperopia sedang sampai tinggi. Pada pasien-pasien
seperti ini, ekstraksi katarak sering memiliki robekan koroid dan badan siliar dengan robekan
retina regmatogen.
Medikamentosa7
Tujuan dari farmakoterapi bagi glaukoma fakomorfik adalah untuk mengurangi morbiditas dan untuk
mencegah komplikasi.
Carbonic anhydrase inhibitors (Acetazolamide, Dorzolamide)
Carbonic anhydrase merupakan enzim yang banyak ditemukan pada jaringan tubuh,
termasuk mata. Mengkatalisis reaksi reversibel sehingga karbon dioksida menjadi terhidrasi dan
asam karbonar menjadi terdehidrasi. Dengan memperlambat pembentukan ion bikarbonat dengan
mengurangi secara berurutan transport sodium dan cairan, maka dapat menghambat anhidrase
karbonat pada badan silier di mata. Efek tersebut mengurangi sekresi akuos humor, kemudian
menurunkan tekanan intraokuler
Alpha-adrenergic agonists (Apraclonidine)
Menurunkan TIO dengan mengurangi produksi akuos humor.
Agen Hiperosmotik (Isosorbide, Mannitol)
Menurunkan TI) dengan membentuk gradien osmotik antara cairan okuler dan plasma. Tidak
untuk penggunaan jangka panjang.
Prostaglandin (Bimatoprost, Travoprost, Unoproston, Latanoprost)
Menurunkan TIO, dengan memperbesar aliran akuos humor.
Beta-blockers (Levobunolol, Timolol)
Mengurangi produksi akuos humor.
BAB V
KESIMPULAN
Glaukoma fakomorfik merupakan glaukoma sekunder yang disebabkan oleh kelainan pada lensa,
dapat menyerang ras apapun, baik laki-laki maupun perempuan. Glaukoma fakomofik mudah terjadi
pada pasien dengan katarak matur. Katarak matur dapat mengakibatkan sudut bilik mata tertutup dan
mengakibatkan glaukoma fakomorfik, sedangkan katarak hipermatur dapat mengakibatkan glaukoma
fakolitik.
Pasien yang menderita glaukoma fakomorfik mengeluh nyeri yang akut, pandangan kabur,
melihat bayangan seperti pelangi (halo) disekitar cahaya, mual, dan muntah. Pasien secara umum
mengalami penurunan visus sebelum episode akut dikarenakan adanya riwayat katarak.
Glaukoma fakomorfik lebih umum terjadi pada mata hiperopik yang kecil dengan lensa yang
besar/cembung dan sudut bilik mata yang dangkal. Serangan akut sudut tertutupnya dapat dicetuskan
oleh dilatasi pupil pada penerangan yang suram.
Penatalaksanaan glaukoma fakomorfik bertujuan untuk menurunkan tekanan intraokuler secara
cepat untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada saraf optik, kornea, dan untuk menjegah
terbentuknya sinekia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pradhan D, Hennig A, Kumar J, et al. A prospective study of 413 cases
of lens-induced glaucoma in Nepal. Indian J Ophthalmol 2001;49(2):
103-7.
2. Rao SK, Padmanabhan P. Capsulorhexis in eyes with phacomorphic
glaucoma. J Cataract Refract Surg 1998;24(7):882-4.
3. Prajna NV, Ramakrishnan R, Krishnadas R, et al. Lens induced
glaucomas—visual results and risk factors for final visual acuity. Indian J Ophthalmol
1996;44(3):149-55.
4. Vaughan DG, Asbury T. Lensa. Oftalmologi Umum, Edisi 14, Alih Bahasa Tambajong J,
Pendit UB. Widya Medika. Jakarta, 2000 : 175,183-4.
5. Wijana, Nana S.D, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke-6, Penerbit Abadi Tegal, Jakarta,
1993 : 190-196.
6. Ilyas, Sidarta, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke-2, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 1998 : 209-210.
7. Glaucoma Phacomorphic http://emedicine.medscape.com/article/1204917-media