lap.fix difusifitas
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Maksud dan Tujuan Percobaan
Menentukan koefisien difusivitas integral (DAB) yang merupakan
perbandingan luas dengan waktu dalam satuan cm2/detik dari larutan asam
oksalat yang berbeda.
1.2 Latar Belakang Percobaan
Transfer massa banyak dijumpai dimana – mana, di dalam kehidupan
sehari – hari, di dalam ilmu pengetahuan dan teknik. Contohnya yaitu, asap dari
cerobong asap mengepul ke udara sekeliling dengan jalan difusi. Sama halnya
dengan gula yang dimasukkan ke dalam air the akan melarut dan menyebar di
dalam air teh dengan jalan difusi.
Dengan mengetahui difusivitas ( koefisien difusi ) suatu zat, maka
akan dapat mengetahui kemampuan penyebaran massa zat tersebut ke dalam fase
yang lain atau dalam suatu fase. Semakin besar harga difusivitas suatu zat maka
akan dapat dikatakan zat tersebut mempunyai kemampuan transfer massa yang
besar pula. Dalam industri kimia koefisien difusi berperan dalam perhitungan
waktu proses, yang selanjutnya digunakan dalam perancangan kapasitas alat.
1.3 Teori Dasar
Difusi adalah salah satu bentuk transfer massa yang disebabkan oleh
adanya gaya dorong ( driving force ) yang timbul karena gerakan-gerakan
molekul atau elemen fluida. Difusivitas cairan tergantung pada sifat – sifat
komponen, temperatur serta konsentrasi dari cairan tersebut tetapi dalam
pelaksanaan percobaan ini faktor temperatur diabaikan karena perbedaan
temperatur yang kecil akan menyebabkan perbedaan densitas yang kecil,
sehingga menyebabkan massa tidak berubah.
1
Transfer massa berlangsung secara difusi antara dua fase atau lebih,
kebanyakan dalam operasi pemisahan konstituen dari campuran terdapat dua
fase yang saling bersinggungan yang dinamakan sebagai kontak fase.
Dinamika sistem sangat berpengaruh terhadap kecepatan transfer
massa. Sehingga dalam transfer massa dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1. Difusi molekuler yaitu transfer massa yang disebabkan oleh gerakan molekul
secara acak dalam fluida yang diam atau bergerak secara laminer. Difusi
molekuler juga merupakan difusi yang berhubungan dengan gerakan
molekul-molekul melalui sesuatu zat yang disebabkan oleh tenaga panasnya.
Kecepatan rata-rata molekul tergantung pada suhunya. Molekul bergerak
melalui lintasan yang sangat zig-zag, sehingga kecepatan difusinya, yaitu
jarak bersih yang ditempuh dalam satu arah, hanya merupakan bagian kecil
dari panjang lintasan yang sesungguhnya. Sehingga difusi molekuler berjalan
dengan sangat lambat.
2. Difusi olakan yaitu transfer massa yang terjadi apabila ada suatu fluida yang
mengalir melalui sebuah permukaan dengan aliran turbulen, atau transfer
massa yang dibantu oleh dinamika aliran.
Dalam aliran fluida yang turbulen, mekanisme proses alir yang
meliputi gerakan olakan di initi turbulen tidaklah diketahui sepenuhnya.
Sebaliknya mekanisme difusi molekuler, sekurang-kurangnya untuk gas, sudah
diketahui dengan baik. Oleh karena itu sudah sewajarnya, apabila orang
berusaha untuk melukiskan kecepatan transfer massa melalui tiga zone, yaitu
zone laminer, buffer, dan turbulen seperti pada zone laminer itu sendiri.
Jika ditinjau sebuah gas yang mengalir secara turbulen melalui
sebuah permukaan dalam keadaan tetap, dan pada saat yang sama dalam aliran
tersebut terjadi difusi equimolar arus berlawanan. Komponen A mendifusi dari
permukaan dinding ke badan utama gas, sedangkan komponen B mendifusi dari
badan utama gas ke permukaan dinding.
(Hardjono, 1989)
Dalam mengamati aliran laminer dalam percobaan, prinsip – prinsip
yang harus kita ketahui adalah partikel – partikel fluida mengalir secara teratur
2
dan sejajar dengan sumbu tabung, hal ini dapat dilihat dari besarnya bilangan
Reynold ( Re ) pada aliran fluida tersebut. Sedangkan sifat aliran turbulen
partikel – partikel tidak lagi mengalir secara teratur ( Re > 2000 ).
( Brown, 1950)
Dalam teori kinetik yang disederhanakan sebuah molekul bergerak
secara garis lurus dengan kecepatan yang seragam sampai bertumbukan dengan
molekul lain, maka terjadi perubahan kecepatan baik besarnya maupun arahnya.
Molekul bergerak secara zig – zag namun tetap menuju arah tertentu sesuai
dengan perbedaan konsentrasi yang menyebabkannya. Karena gerakannya
berliku – liku, menyebabkan waktu difusi menjadi lama dengan adanya
penurunan tekanan jumlah tumbukan akan berkurang sehingga kecepatannya
akan bertambah. Demikian pula dengan adanya penambahan temperatur akan
menyebabkan gerakan molekul bertambah cepat.
Mekanisme terjadinya difusi dari sistem biner ( dua komponen )
yang berbeda konsentrasinya dapat digambarkan dengan gambar sebagai
berikut :
CA K CB
Gambar.1 Mekanisme terjadinya difusi dari sistem biner.
Arah difusi dari A ke B pada awalnya mempunyai konsentrasi yang
berbeda, karena adanya fluks massa yaitu banyaknya suatu komponen baik
dalam satu satuan massa atau dalam satuan mol yang melintasi satu satuan luas
permukaan dalam satu satuan waktu, maka konsentrasi massa A akan semakin
berkurang dan konsentrasi B akan bertambah. Apabila proses difusi
3
x = 0 x = Lx x+∆
x
∆x
JAx
│x
JAx│x+∆x
berlangsung dalam waktu yang relatif lama, maka konsentrasi A dan B akan
seimbang atau CA = - CB.
Difusivitas adalah suatu faktor perbandingan yaitu difusivitas massa
atau komponen yang mendifusi melalui komponen pendifusi. Zat yang terlarut
akan mendifusi dari larutan yang konsentrasinya tinggi ke daerah yang
konsentrasinya rendah. Kecenderungan zat untuk mendifusi dinyatakan dengan
koefisien difusi. Koefisien difusi merupakan sifat spesifik sistem yang
tergantung pada suhu, tekanan dan komposisi sistem. DAB adalah koefisien
difusi untuk komponen A yang mendifusi melalui B. Dari hubungan dasar
difusi molekuler yaitu fluks molar relatif terhadap kecepatan rata-rata molar JA.
Yang pertama kali ditemukan oleh Fick untuk sistem isotermal dan isobarik.
Yang dimaksud dengan fluks sendiri adalah banyaknya suatu
komponen, baik dalam satuan massa atau mol, yang melintasi satu satuan luas
permukaan dalam satu satuan waktu. Fluks dapat ditetapkan berdasarkan sutatu
koordinat yang tetap di dalam suatu ruangan, suatu koordinat yang bergerak
dengan kecepatan rata-rata massa, atau suatu koordinat yang bergerak dengan
kecepatan rata-rata molar.
Koefisien difusi dapat dijumpai pada persamaan hukum Fick :
JAx = - DAB
dimana :
JAx : Fluks molar A dalam arah X ( g/cm2.detik )
DAB : Difusivitas massa A melalui B ( cm2/detik )
: Gradien konsentrasi ( mol/Cm4)
Tanda negatif menunjukkan bahwa difusi terjadi dengan arah yang
sejalan dengan penurunan konsentrasi.
Gambar 2. Transfer massa
……………......……………………………... ( 1 )
4
Neraca Massa :
Massa Masuk – Massa Keluar – Massa Yang Bereaksi = Massa Akumulasi.
Persamaan ( 2 ) dibagi dengan A dx, maka :
Bila dalam percobaan digunakan asam oksalat
Konsentrasi asam oksalat mula – mula dalam pipa kapiler adalah CAo pada :
x = x
t = 0
CA = CAo
Konsentrasi asam oksalat dalam pipa kapiler pada waktu t = ~ :
x = x
t = ~
CA = 0
Pada ujung pipa kapiler yang tertutup tidak ada transfer massa :
x = 0
t = t
= 0
Konsentrasi asam oksalat pada ujung kapiler pada setiap saat :
x = L
t = t
CA = CA
……….. ( 2 )
………………………………….……. ( 3 )
5
Penyelesaian persamaan differensial dari persamaan ( 3 ) adalah :
dimana :
CA = Konsentrasi asam oksalat (mol/L)
DAB = Difusivitas asam oksalat (g/cm2.detik)
t = Waktu difusi (menit)
L = Panjang pipa (cm)
Menghitung asam oksalat setelah difusi :
N = CA . V
dN = CA . dV + V . dCA ; CA = tetap
dN = CA . A . dx
N = CA . A . dx
Jumlah asam oksalat mula – mula dalam pipa kapiler adalah :
No = CAo . A . L
Prosentase asam oksalat setelah difusi dalam pipa kapiler adalah :
E = 100%
E = 100%
E = 100%
Persamaan ( 4 ) disubstitusikan ke persamaan ( 5 ), sehingga diperoleh :
E =
....... ( 4 )
......................................................... ( 5 )
................. ( 6 )
6
Untuk DAB yang tetap dan DAB . t/L2 kecil, maka persamaan ( 6 ) dapat didekati
dengan :
E = 100 – 200
100 – E = 200
log ( 100 – E ) = log ( 200 ) + Log
2 log ( 100 – E ) = 2 log ( 200 ) + Log
Sehingga persamaan dapat dibuat grafik hubungan antara Log
terhadap Log ( 100-E ) dan juga persamaan diatas dapat diselesaikan dengan
metode Least Square, dengan persamaan pendekatan secara garis lurus sebagai
berikut :
y = a + b x
dimana :
y = 2 log ( 100 – E )
a = 2 log ( 200 )
x = Log
b = tan α = gradien = 1
dengan :
E = Perbandingan asam oksalat yang tertinggal
t = Waktu (menit)
L = Panjang pipa kapiler (cm)
DAB = Koefisien difusi (g/cm2.detik)
7
BAB II
PELAKSANAAN PERCOBAAN
2.1 Bahan-bahan
a. Air dalam bak difusi sebagai media pendifusi.
b. Larutan asam oksalat ( H2C2O4 ) sebagai zat yang akan ditentukan koefisien
difusivitasnya.
c. Aquadest
d. Larutan NaOH
e. Indikator PP
2.2 Alat-alat
a. Tangki Penampung Air.
b. Kran Pengatur.
c. Bak Difusi.
d. Pipa – pipa kapiler.
e. Alat Suntik.
f. Buret.
g. Erlenmeyer.
h. Corong.
i. Stopwatch.
j. Penggaris.
k. Termometer.
8
2.3 Gambar alat
Gambar 3. Rangkaian alat difusivitas integral
Keterangan gambar:
1. Bak penampung air
2. Kran pengatur aliran
3. Pipa kapiler
4. Bak difusi
5. Outlet
9
3
2.4 Cara Kerja
1. Menentukan Volume Pipa Kapiler, dengan cara :
a. Menimbang berat pipa kosong.
b. Menimbang berat pipa yang telah diisi dengan aquades dan kemudian
menghitung berat aquades.
c. Mengukur panjang pipa.
d. Mengukur suhu aquades.
e. Mencari densitas aquades.
f. Menghitung volume pipa.
2. Mengukur tinggi masing-masing pipa kapiler, dari ujung atas yang terbuka
sampai dasar pipa kapiler yang tertutup dimana masih dapat diisi aquadest.
3. Standarisasi larutan NaOH
Mengambil asam standart 10 ml larutan, kemudian memasukkannya dalam
erlenmeyer dan menambahnya dengan indikator PP, setelah itu dititrasi
dengan larutan NaOH. Kemudian mencatat volume NaOH yang digunakan
untuk titrasi dan melakukanya sebanyak 3 kali.
4. Standarisasi asam oksalat
a. Mengambil 10 ml larutan asam oksalat (X1) kemudian ditambahkan
dengan indikator PP dan menitrasinya dengan larutan NaOH. Kemudian
mencatat volume NaOH yang digunakan sebagai volume NaOH
sebelum difusi.
b. Melakukan hal yang sama untuk asam oksalat (X2).
5. Percobaan difusi
a. Mengisi pipa kapiler dengan asam oksalat dan mengusahakan tidak ada
gelembung udara.
10
b. Menyusun pipa kapiler dalam bak air dengan mengurutkan dari posisi
tertinggi ke rendah, lalu mengalirkan air dan mengatur agar alirannya
laminer. Pada saat air mencapai puncak pipa kapiler waktu dicatat
sebagai t = 0.
c. Mengambil pipa kapiler setiap selang waktu 5 menit secara berurutan.
d. Mengambil asam oksalat yang terdapat pada pipa kapiler dengan
menggunakan jarum suntik, memasukkannya ke dalam erlenmeyer dan
menambahkan aquades hingga volumenya mencapai 10 ml kemudian
menambahkan indikator PP dan menitrasinya dengan NaOH.
e. Percobaan diulangi untuk asam oksalat X2
11
2.5 Diagram Alir Cara Kerja
a. Menentukan volume pipa kapiler
Menimbang berat pipa kapiler kosong
Menimbang berat pipa yang diisi dengan aquades, sehingga bisa diperoleh
berat aquades
Mengukur panjang pipa
Mengukur suhu aquades
Mencari densitas aquades berdasarkan suhu yang telah diukur
Menghitung volume pipa
Setelah menghitung volume pipa, dilanjutkan dengan mengukur
tinggi masing-masing pipa kapiler
12
b. Standardisasi larutan NaOH
Mengambil asam standard 10 ml larutan
Memasukkan asam standard ke dalam erlenmeyer dan menambahkannya
dengan indikator PP
Menitrasi larutan standard dengan larutan NaOH
Mencatat volume NaOH yang digunakan untuk titrasi
Melakukan percobaan sebanyak tiga kali
c. Standardisasi asam oksalat
Memasukkan sebanyak 10 ml larutan asam oksalat (X1) ke dalam erlenmeyer
dan menambahkannya dengan indikator PP
Menitrasi asam oksalat (X1) dengan larutan NaOH
Mencatat volume NaOH yang digunakan untuk titrasi
Melakukan percobaan yang sama untuk larutan asam oksalat (X2)
13
d. Percobaan difusi
Mengisi pipa kapiler dengan asam oksalat (X1) dan mengusahakan tidak ada
gelembung udara
Menyusun pipa kapiler dalam bak air dari posisi tertinggi ke yang terendah
Mengalirkan air dan mengatur agar alirannya laminer
Mencatat sebagai t = 0 pada saat air mencapai puncak pipa kapiler yang
tertinggi
Mengambil pipa kapiler setiap selang waktu 5 menit secara berurutan dari
yang tertinggi ke yang terendah
Mengambil asam oksalat (X1) dalam pipa kapiler dengan jarum suntik dan
memasukkannya ke dalam gelas ukur terlebih dahulu
Menambahkan aquades hingga volumenya mencapai 10 ml
Memasukkan asam oksalat (X1) yang telah dicampur dengan aquades, ke
dalam erlenmeyer
Menambahkan indikator PP, lalu menitrasinya dengan NaOH
Mengulangi percobaan untuk asam oksalat (X2)
14
2.6 Analisis Perhitungan
1. Volume pipa
Dimana : V = Volume pipa (ml)
m = Berat aquadest (gr)
ρ = Densitas aquadest (gr/ml)
2. Menentukan Normalitas NaOH
V1 x N1 = V2 x N2
Dimana : V1 = Volume asam standart (ml)
N1 = Normalitas asam standart (N)
V2 = Volume NaOH (ml)
N2 = Normalitas NaOH (N)
3. Menentukan Normalitas asam oksalat sebelum dan setelah difusi
V1 x N1 = V2 x N2
Dimana : V1 = Volume asam standart (ml)
N1 = Normalitas asam standart (N)
V2 = Volume NaOH (ml)
N2 = Normalitas NaOH (N)
4. Menentukan prosentase asam oksalat
Untuk menentukan prosentase asam oksalat sisa (sebelum dan setelah difusi)
dapat dilihat dari perbedaan normalitas asam oksalat sebelum dan setelah
difusi.
E =
Dimana : E = % sisa asam oksalat
N = Normalitas asam oksalat setelah difusi
No= Normalitas asam oksalat sebelum difusi
15
5. Menentukan Difusivitas
Dapat ditentukan dari rumus:
Yang dijabarkan menjadi:
Persamaan diatas dapat diselesaikan dengan metode Least Square:
y = a + bx
dimana : y = 2 log (100-E)
x = log ( )
b = intercept = 2 log ( )
dengan : E = Perbandingan asam oksalat yang tertinggal
t = waktu
L = panjang pipa kapiler
DAB = koefisien difusivitas
5. Menentukan persen kesalahan
16
BAB III
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Percobaan
3.1.1 Menentukan Volume Pipa Kapiler
- Suhu aquadest : 27 0C
- Densitas aquadest : 0,996513 g/ml
Tabel 1. Volume pipa kapiler
NoPanjang
pipaBerat pipa
kosongBerat pipa
isiBerat
Aquades Volume pipa ( cm ) ( gr ) ( gr ) ( gr ) ( ml )1 10,4 8,2970 10,9369 2,6399 2,652 10,4 8,2481 10,8524 2,6043 2,613 10,6 8,4193 10,0995 2,6802 2,694 10,3 8,2385 10,8368 2,5983 2,61
3.1.2 Standarisasi Larutan NaOH
- Normalitas asam standard = 0,1 N
Tabel 2. Volume asam standart dan Normalitas NaOH
No Volume NaOH( ml )
Volume AsamStandard ( ml )
NormalitasNaOH ( ml )
1 10,3 10 0,097082 10,8 10 0,09259
Volume NaOH rata-rata = 10,55 ml
Normalitas NaOH rata-rata = 0,09484 N
3.1.3 Standarisasi Asam Oksalat
Normalitas NaOH = 0,09484 N
Selang Waktu = 5 menit
Volume asam oksalat = volume pipa kapiler
17
1. Standardidasi asam oksalat X1 (sebelum difusi)
No Volume as. Oksalat (ml) Volume NaOH (ml) N as. Oksalat1234
10101010
6,66,56,46,4
0,052690,061650,060700,06070
N asam oksalat rata-rata = 0,06141 N
Standardisasi asam oksalat X2 (sebelum difusi)
No Volume as. Oksalat (ml) Volume NaOH (ml) N as. Oksalat1234
10101010
5,15
4,95
0,048370,047420,046470,04742
N asam oksalat rata-rata = 0,04742 N
Tabel 3.1. Volume NaOH setelah difusi Asam Oksalat ( X1 )
NoWaktu (menit)
Volume NaOH
sesudah difusi (ml)
Volume Asam
Oksalat (ml)
Normalitas Asam Oksalat setelah
difusi (stlh pengenceran)
( N )
Volum pipa(ml)
Normalitas asam oksalat
stlh difusi (sblm pengenceran)
( N )
1 5 1,5 10 0,01423 2,65 0,053682 10 1,3 10 0,01233 2,61 0,047243 15 1,2 10 0,01138 2,69 0,042314 20 1 10 0,00948 2,61 0,03634
Tabel 3.2.Volume NaOH setelah Difusi Asam Oksalat ( X2 )
NoWaktu (menit)
Volume NaOH (ml)
sesudah difusi (stlh
pengenceran)
VolumAsam
Oksalat (ml)
Normalitas Asam Oksalat setelah difusi
(stlh pengenceran)
Volum pipa( ml )
Normalitas asam oksalat
stlh difusi (sblm
pengenceran)
1 5 1,2 10 0,01138 2,65 0,042952 10 1 10 0,00948 2,61 0,036343 15 0,8 10 0,00759 2,69 0,028214 20 0,5 10 0,00474 2,61 0,01817
18
3.2 Pembahasan
1. Harga normalitas dan harga koefisien difusivitas asam oksalat X1
Harga normalitas asam oksalat X1 sebelum dan setelah difusi dan harga
koefisien difusivitas asan oksalat X1 dapat diperoleh berdasarkan tabel 3.1
Maka diperoleh:
Tabel 4.1 Hubungan Normalitas asam oksalat X1 sebelum dan setelah
difusi dengan persentase sisa asam oksalat
No Waktu(menit)
Normalitas Asam Oksalat ( N ) Persentase sisa asam oksalat ( E% )Setelah Difusi Sebelum Difusi
1 5 0,05368 0,06141 87,412472 10 0,04724 0,06141 76,925583 15 0,04321 0,06141 68,897574 20 0,03634 0,06141 59,76030
Dan dapat dibuat grafik seperti gambar 1.
Gambar 4. Grafik hubungan antara Log (t/L2) dengan 2 Log (100-E) untuk
Asam Oksalat X1
Hubungan antara Log (t/L2) dengan 2 Log (100-E) pada gambar menghasilkan
persamaan dengan metode least square Y = 1,464 + 1,677 x . Dari persamaan yang
19
diperoleh dapat diketahui persen kesalahan sebesar 0,3342 %, dan DAB sebesar 2,32
x 10-4 cm2/detik.
2. Harga normalitas dan harga koefisien difusivitas asam oksalat X2
Harga normalitas asam oksalat X2 sebelum dan setelah difusi dan harga koefisien
difusivitas asam oksalat X2 dapat diperoleh berdasarkan data Tabel 3.2. Maka
diperoleh:
Tabel 4.2 Hubungan Normalitas asam oksalat X2 sebelum dan setelah difusi
dengan persentase sisa asam oksalat
No Waktu(menit)
Normalitas Asam Oksalat ( N ) Persentase sisa asam oksalat ( E% )Setelah Difusi Sebelum Difusi
1 5 0,04295 0,04742 90,573602 10 0,03634 0,04742 76,634333 15 0,02821 0,04742 59,489674 20 0,01817 0,04742 38,31717
Dan dapat dibuat grafik seperti gambar 2.
Gambar 5. Grafik hubungan antara Log (t/L2) dengan 2 Log (100-E) untuk
Asam Oksalat X2
Hubungan antara Log (t/L2) dengan 2 Log (100-E) pada gambar menghasilkan
persamaan dengan metode least square Y = 0,750 + 2,696 x . Dari persamaan yang
20
diperoleh dapat diketahui persen kesalahan sebesar 0,521%, dan DAB sebesar 4,6
x 10-5 cm2/detik.
Percobaan difusivitas bertujuan untuk menentukan koefisien difusivitas cairan
( DAB ). Dimensi difusivitas cairan adalah panjang berpangkat dua dibagi dengan
waktu. Koefisien difusivitas tergantung pada temperatur, tekanan dan komposisi
sistem. Pada percobaan yang telah dilakukan yang berbeda adalah konsentrasi
sistemnya, sedangkan temperatur dan tekanan tetap. Dari percobaan didapat
hubungan antara asam oksalat yang terdifusi dengan waktu difusi, sehingga dengan
persamaan :
Didapat grafik berupa garis lurus yaitu grafik hubungan antara
dengan intercept = 2 log ( ). Perhitungan
konstantanya dengan menggunakan metode Least Square.
Dari percobaan yang telah dilakukan serta dari perhitungan interceptnya
maka harga koefisien difusivitas dapat dicari. Dari percobaan dapat diketahui
bahwa konsentrasi yang besar, maka akan diperoleh harga difusivitas yang besar
pula.
Penggunaan aquades hingga volume larutan asam oksalat yang akan dititrasi
sebanyak 10 ml dimaksudkan untuk mempermudah proses titrasi, karena sedikitnya
asam oksalat yang dapat diambil dari pipa kapiler yang disebabkan oleh kecilnya
volume pipa kapiler.
Dari percobaan diketahui pada konsentrasi yang lebih besar diperoleh harga
difusivitas yang besar pula.
Persen kesalahan sebesar 0,3342 % dan 0,521 %, dikarenakan hal yang paling
utama adalah pada saat titrasi (standarisasi) kurang teliti dan akurat, saat memasang
pipa kapiler kurang sama ketinggiannya sehingga proses difusi berlangsung pada
waktu yang tidak bersamaan antar pipa kapiler.
21
BAB IV
KESIMPULAN
1. Larutan asam oksalat X1 diperoleh N rata-rata sebelum difusi = 0,06141 N dan
sesudah difusi = 0,01185 N. Harga koefisien difusivitas sebesar sebesar
2,32 x 10-4 cm2/detik dengan metode Least Square : Y = 1,464 + 1,677 x
dengan persen kesalahan rata–rata sebesar 0,3342 %.
2. Larutan asam oksalat X2 diperoleh N rata-rata sebelum difusi = 0,04742 N dan
sesudah difusi = 0,0082975 N. Harga koefisien difusivitas sebesar
4,6 x 10-5 cm2 / detik dengan metode Least Square : Y = 0,750 + 2,696 x
dengan persen kesalahan rata – rata sebesar 0,5210 %.
3. Persamaan yang didapat merupakan fungsi linier dari 2 Log (100 – E) vs Log
(t/L2) yang menunjukkan semakin lama waktu operasi difusi maka akan
semakin banyak asam oksalat yang terdifusi ke dalam air.
4. Pada percobaan kami semakin besar normalitas suatu larutan atau senyawa
maka koefisien difusivitasnya semakin besar.
22
DAFTAR PUSTAKA
Hardjono. 1989. “ Diktat Kuliah Operasi Teknik Kimia II “. Hal 1 – 4. Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia. UGM Yogyakarta.
Brown, G.G., 1950, “Unit Operation”, John Willey and Sons, Inc. New York
Mc.Cabe smith,1985. “ Operasi Teknik kimia “. Jilid II. Erlangga. Jakarta.
Perry, R.A, 1973. “ Chemical Engineering Hand Book “. 6th ed. Mc. Graw Hill. Book Company. New York.
Treyball. RE, 1955. “ Mass Transfer Operation “. Mc. Graw Hill Book Company. New York.
23