lapangan terbang

19
1 PANJANG LANDAS PACU (RUNWAY) Sangat sulit menentukan panjang runway, karena panjang runway tergantung pada banyak faktor, antara lain karakteristik pesawat, lingkungan di bandar udara, dan prestasi pesawat. Karakteristik pesawat yang merupakan faktor utama untuk menentukan panjang runway adalah bobot pesawat. Ada enam macam bobot pesawat yaitu, bobot kosong operasi, muatan, bobot bahan bakar kosong, bobot lerengan maksimum, bobot lepas landas maksimum, dan bobot pendaratan maksimum. Bobot lepas landas maksimum (maximum take off weight) adalah bobot pesawat terbesar, sehingga bobot inilah yang digunakan dalam perancangan landasan dan perkerasan dari suatu bandar udara. Lingkungan di bandar udara yang berpengaruh terhadap panjang runway adalah sebagai berikut: a. Ketinggian. Makin tinggi letak suatu bandar udara, makin panjang runway yang dibutuhkan. Untuk keperluan perancangan, pertambahan panjang runway dibandingkan panjang runway pada ketinggian muka air laut sebesar 7% per 1.000 ft, dirumuskan sebagai berikut: L 1000 h 0,07 Fe (2.1) di mana Fe = koreksi panjang runway akibat ketinggian (ft) h = ketinggian bandar udara terhadap muka laut (ft) L = panjang runway (ft) b. Temperatur. Makin tinggi temperatur, makin panjang runway yang dibutuhkan karena temperatur yang tinggi mencerminkan kerapatan udara yang lebih rendah, yang mengakibatkan hasil daya dorong yang lebih rendah. Besarnya koreksi panjang runway adalah 1% untuk tiap derajat temperatur penunjuk lapangan dikurangi temperatur standar. Temperatur penunjuk lapangan = 3 Ta) - (Tm Ta (2.2) di mana Ta = temperatur rata-rata sehari dari rata-rata sebulan untuk bulan terpanas dalam setahun. Tm = temperatur rata-rata harian maksimum dari rata-rata sebulan pada bulan terpanas dalam setahun.

Upload: astryana

Post on 31-Dec-2015

150 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: lapangan terbang

1

PANJANG LANDAS PACU (RUNWAY)

Sangat sulit menentukan panjang runway, karena panjang runway

tergantung pada banyak faktor, antara lain karakteristik pesawat, lingkungan di

bandar udara, dan prestasi pesawat. Karakteristik pesawat yang merupakan faktor

utama untuk menentukan panjang runway adalah bobot pesawat. Ada enam

macam bobot pesawat yaitu, bobot kosong operasi, muatan, bobot bahan bakar

kosong, bobot lerengan maksimum, bobot lepas landas maksimum, dan bobot

pendaratan maksimum. Bobot lepas landas maksimum (maximum take off weight)

adalah bobot pesawat terbesar, sehingga bobot inilah yang digunakan dalam

perancangan landasan dan perkerasan dari suatu bandar udara.

Lingkungan di bandar udara yang berpengaruh terhadap panjang runway

adalah sebagai berikut:

a. Ketinggian. Makin tinggi letak suatu bandar udara, makin panjang runway

yang dibutuhkan. Untuk keperluan perancangan, pertambahan panjang runway

dibandingkan panjang runway pada ketinggian muka air laut sebesar 7% per

1.000 ft, dirumuskan sebagai berikut:

L1000

h0,07Fe (2.1)

di mana Fe = koreksi panjang runway akibat ketinggian (ft)

h = ketinggian bandar udara terhadap muka laut (ft)

L = panjang runway (ft)

b. Temperatur. Makin tinggi temperatur, makin panjang runway yang dibutuhkan

karena temperatur yang tinggi mencerminkan kerapatan udara yang lebih

rendah, yang mengakibatkan hasil daya dorong yang lebih rendah. Besarnya

koreksi panjang runway adalah 1% untuk tiap derajat temperatur penunjuk

lapangan dikurangi temperatur standar.

Temperatur penunjuk lapangan = 3

Ta)-(TmTa (2.2)

di mana Ta = temperatur rata-rata sehari dari rata-rata sebulan untuk bulan

terpanas dalam setahun.

Tm = temperatur rata-rata harian maksimum dari rata-rata sebulan

pada bulan terpanas dalam setahun.

Page 2: lapangan terbang

2

Temperatur standar dapat ditentukan dengan mengurangi suhu standar pada

permukaan laut yaitu, 15,5C dengan 0,0065 C untuk tiap meter ketinggian

bandar udara di atas muka laut. Kontrol untuk total koreksi akibat ketinggian

dan temperatur tidak boleh lebih dari 35% ( 35%).

c. Kemiringan runway. Kemiringan ke atas membutuhkan runway yang lebih

panjang daripada runway yang rata atau yang kemiringannya ke bawah.

Kriteria rancangan bandar udara menetapkan kemiringan maksimum sebesar

1,5%. Untuk keperluan perancangan bandar udara, FAA menggunakan

kemiringan efektif. Kemiringan efektif didefinisikan sebagai selisih ketinggian

antara titik tertinggi dan terendah pada profil runway sebenarnya dibagi dengan

panjang runway tersebut, besarnya tidak boleh melebihi 1% untuk kategori

pendekatan C, D, E, dan transport. Faktor koreksi (Fs) untuk kemiringan

menurut FAA adalah 10% untuk tiap persen kemiringan efektif bagi runway

untuk pesawat bermesin turbojet dan turbofan, dan 20% untuk pesawat

bermesin piston dan turboprop.

d. Angin permukaan. Ada dua macam angin permukaan yang mempengaruhi

perhitungan panjang runway, yaitu angin haluan (head wind) dan angin buritan

(tail wind). Angin haluan menyebabkan kebutuhan akan runway menjadi lebih

pendek, sedangkan angin buritan sebaliknya. Angin haluan dengan kecepatan 5

knot akan mengurangi panjang runway kira-kira sebesar 3%, sedangkan angin

buritan dengan kecepatan 5 knot akan menambah panjang runway kira-kira

sebesar 7%.

Panjang runway dapat juga dihitung berdasarkan tabel-tabel data prestasi

pesawat menurut FAA, Advisory Circular 150/5325-4. Data lingkungan yang

diperlukan yaitu, ketinggian bandar udara, temperatur, dan kemiringan efektif

runway. Pada prosedur ini, kemiringan efektif runway dianggap nol. Untuk

memperhitungkan kondisi-kondisi sebenarnya, panjang yang didapat dari tabel

ditambah 10% untuk setiap persen dari kemiringan efektif bagi pesawat terbang

yang digerakkan turbin. Tabel didasarkan pada pengaturan sirip sayap pesawat

terbang (flap settings) untuk pendaratan dan lepas landas, serta kondisi runway

yang basah, dengan tidak ada penyesuaian bagi kondisi kering.

Page 3: lapangan terbang

3

2.1.3. Kapasitas Runway

Kapasitas runway adalah jumlah operasi pesawat terbang maksimum

yang dapat dilakukan di atas runway selama jangka waktu tertentu. Kapasitas

runway pada perancangan ini dihitung pada peak hour dengan berdasarkan hasil

repetisi total pergerakan pesawat. Dari kapasitas runway dapat dicari jumlah exit

taxiway dengan menggunakan Gambar 2.3., Gambar 2.4., dan Gambar 2.5. Data

yang dibutuhkan dalam penentuan exit taxiway yaitu, kapasitas runway, komposisi

pesawat terbang yang beroperasi, panjang runway, tipe exit, aturan penerbangan

yang digunakan (VFR = Visual Flight Rules atau IFR = Instrument Flight Rules),

dan tipe operasi yang dilakukan di runway.

Tabel 2.4. berikut ini memberikan penggolongan komposisi pesawat

terbang yang beroperasi pada runway.

Tabel 2.4. Penggolongan Komposisi Pesawat Terbang

Kelas Jenis Pesawat Terbang

A

B

C

D

E

Boeing 707, 747, 720; Douglas DC-8 dan DC-10; Lockhead L-1011

Boeing 727, 737; Douglas DC-9; BACI-11; semua pesawat

perusahaan penerbangan bermesin piston dan turboprop yang besar

Pesawat terbang kecil yang digerakkan propeler untuk perusahaan

penerbangan, seperti Fairchild F-27 dan pesawat jet bisnis

Pesawat penerbangan umum yang digerakkan propeler bermesin

ganda dan beberapa pesawat dengan mesin tunggal yang lebih besar

Pesawat penerbangan umum yang digerakkan propeler bermesin

tunggal Sumber: Planning and Design of Airport, Robert Horonjeff / Francis X. McKelvey

Gambar 2.3. di bawah ini digunakan untuk mendapatkan komposisi

interpolasi jika komposisi pesawat terbang sebenarnya berbeda dari yang

diberikan pada Gambar 2.4.

Page 4: lapangan terbang

4

Sumber: Planning and Design of Airport, Robert Horonjeff / Francis X. McKelvey

Gambar 2.3. Interpolasi Pesawat Kelas B dengan Pesawat Kelas A Ekivalen

Dengan kapasitas runway pada peak hour dan komposisi pesawat terbang

yang telah diinterpolasi, dari Gambar 2.4. didapatkan nilai exit rating. Gambar

2.4. dipakai untuk single runway dalam kondisi VFR dengan operasi-operasi

campuran bagi berbagai komposisi pesawat terbang.

Sumber: Planning and Design of Airport, Robert Horonjeff / Francis X. McKelvey

Page 5: lapangan terbang

5

Gambar 2.4. Kapasitas per Jam untuk Single Runway dalam Kondisi VFR untuk

Operasi Campuran

Jumlah exit didapatkan dengan menggunakan Gambar 2.5. di bawah ini,

untuk tipe exit 90. Data yang dipakai adalah panjang runway dan nilai exit rating.

Sumber: Planning and Design of Airport, Robert Horonjeff / Francis X. McKelvey

Gambar 2.5. Nilai Keluar (Exit Rating) untuk tipe exit 90

2.1.4. Taxiway

Taxiway adalah bagian dari permukaan bandar udara yang digunakan

pesawat terbang untuk geraknya di antara runway dan apron. Kapasitas minimal

taxiway harus sama dengan kapasitas runway.

Rancangan taxiway merupakan faktor penting yang harus ditentukan

bersama-sama dengan rancangan runway dan apron. Taxiway dirancang untuk

menyederhanakan lalu lintas dan runway cepat bebas. Syarat-syarat dalam

perancangan taxiway, yaitu hindari persilangan-persilangan, lurus dan langsung,

dapat dilihat dari menara, meminimalkan waktu pemakaian runway, dan tidak ada

hambatan-hambatan

Karena kecepatan pesawat di taxiway jauh lebih kecil daripada

kecepatan di runway, standar-standar geometrik taxiway tidaklah seketat seperti

Page 6: lapangan terbang

6

untuk runway. Nilai-nilai penting rancangan geometrik taxiway terdapat dalam

Tabel 2.5. di bawah ini.

Tabel 2.5. Standar-standar Geometrik Taxiway, Menurut FAA

Geometrik Taxiway

Kategori Pendekatan

C, D, E, Transport

I II III IV V VI

Lebar perkerasan (ft)

25 35 50* 75 75 100

Lebar daerah aman (ft)

49 79 118 171 197 262

Lebar bahu landasan (ft)

10 10 20 25 35 40

Kemiringan memanjang maksimum (%) 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5

Perubahan kemiringan memanjang 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0

maksimum (%)

Perubahan kemiringan memanjang 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0

kurva transisi per 100 ft (%)

Kemiringan melintang maksimum (%)

1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5

Kemiringan melintang daerah aman 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0

maksimum (%) * 60 ft apabila jarak antara roda depan dan roda utama paling sedikit 60 ft

Sumber: Planning and Design of Airport, Robert Horonjeff / Francis X. McKelvey

Panjang taxiway dibuat agar lalu lintas sedemikian sederhana untuk

menghemat bahan bakar, sedangkan lebar taxiway dibuat lebih kecil daripada

lebar runway, karena kecepatan pesawat di taxiway lebih kecil dibandingkan

dengan kecepatan pesawat di runway. Selain itu, yang harus diperhatikan adalah

jari-jari tikungan pada taxiway. Untuk mencari jari-jari pada tikungan taxiway ini

tersedia tiga cara yang kemudian diambil nilai yang terbesar, yaitu:

Dengan V = 60 mil/jam untuk tipe exit 30, V = 40 mil/jam untuk tipe exit 45,

dan V = 15-20 mil/jam untuk tipe exit 90, maka R dapat dicari memakai

rumus berikut ini.

f15

VR

2

(2.3)

di mana R = jari-jari (ft)

V = kecepatan pesawat saat menuju taxiway (mil/jam)

f = koefisien gesekan antara ban dan perkerasan = 0,13

Selain dari rumus di atas, R dapat langsung ditentukan dengan melihat Tabel

2.6. di bawah ini.

Page 7: lapangan terbang

7

Tabel 2.6. Jari-jari Tikungan Taxiway untuk Pesawat Kategori Transport

Kecepatan di Taxiway (mil/jam) Jari-jari Tikungan Taxiway (ft)

10

20

30

40

50

60

50

200

450

800

1.250

1.800 Sumber: Planning and Design of Airport, Robert Horonjeff / Francis X. McKelvey

Jari-jari minimum R = 120 m untuk bandar udara yang melayani pesawat

dengan mesin turboprop, dan jari-jari minimum R = 180 m untuk bandar udara

yang melayani pesawat dengan mesin turbojet.

Dengan menghitung jarak antara tengah-tengah roda utama ke tepi perkerasan

taxiway, R dapat dicari memakai rumus berikut ini.

S-T2

1

0,388wR

2

(2.4)

di mana R = jari-jari (ft)

w = wheel base atau jarak antara sumbu roda depan dan belakang (ft)

T = lebar taxiway (ft)

S = jarak antara tengah roda utama ke tepi perkerasan taxiway (ft)

Jarak antara tengah-tengah roda utama ke tepi perkerasan taxiway (S) adalah

setengah dari jarak antara roda utama pesawat terbang ditambah jarak

minimum tepi luar roda ke tepi perkerasan pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7. Jarak Minimum Tepi Luar Roda ke Tepi Perkerasan

Kelompok Rancangan Pesawat Jarak (ft)

I

II

III

IV

V

VI

5,0

7,5

10,0

15,0

15,0

20,0 Sumber: Planning and Design of Airport, Robert Horonjeff / Francis X.

McKelvey

Page 8: lapangan terbang

8

2.1.5. Exit Taxiway

Exit taxiway adalah jalan penghubung antara runway dan taxiway. Fungsi

exit taxiway adalah untuk mengurangi pemakaian runway oleh pesawat yang

mendarat.

Exit taxiway dapat ditempatkan tegak lurus (90) atau dengan sudut

lainnya terhadap runway. Sudut belok exit taxiway 60°-90° disebut right angled

exits, 31°-59° disebut angled exits, dan 30° disebut standard high speed exits.

Letak exit taxiway sangat tergantung pada komposisi pesawat, kecepatan

pesawat saat menyentuh landasan, jarak titik sentuh dari ujung landasan,

kecepatan pesawat saat menuju exit taxiway, dan laju perlambatan. Jarak dari

ujung runway sampai ke exit taxiway (SE) dirumuskan sebagai berikut:

SE = jarak titik sentuh dari ujung landasan + D

SE = jarak titik sentuh dari ujung landasan +

2

E2

TD

2a

VV (2.5)

di mana VTD = kecepatan pesawat saat menyentuh landasan (ft/detik)

VE = kecepatan pesawat saat menuju exit taxiway (ft/detik)

a = perlambatan (ft/detik2)

Jarak titik sentuh dari ujung landasan dianggap 1.500 ft untuk pesawat angkutan

udara atau pesawat dalam kelas A, B, dan C, serta 1.000 ft untuk pesawat

penerbangan umum bermesin ganda atau pesawat dalam kelas D dan E.

Berdasarkan kelas pesawat pada Tabel 2.4., VTD = 140 knot untuk kelas A, VTD =

130 knot untuk kelas B dan C, VTD = 95 knot untuk kelas D, dan VTD = 60 knot

untuk kelas E.

Jarak dari ujung runway sampai ke exit taxiway (SE) harus dikoreksi

terhadap ketinggian dan temperatur. Akibat ketinggian, tiap kenaikan 1000 ft dari

muka laut SE naik 3%. Akibat temperatur, SE naik 1,5% untuk tiap kenaikan 10 F

dari 59 F.

Gambar 2.6. di bawah ini menunjukkan salah satu tipe exit dengan sudut

belok 90.

Page 9: lapangan terbang

9

Sumber: Planning and Design of Airport, Robert Horonjeff / Francis X. McKelvey

Gambar 2.6. Exit dengan Sudut Belok 90

2.1.6. Apron

Apron merupakan penghubung antara gedung terminal dengan bandar

udara, yang digunakan untuk tempat berhenti pesawat, menaikkan/menurunkan

penumpang dan barang, tempat pelayanan pesawat terbang misalnya, pengisian

bahan bakar, dan fasilitas-fasilitas lainnya. Apron mencakup daerah parkir

pesawat yang disebut ramp dan daerah untuk menuju ke ramp tersebut. Pada ramp

ini, pesawat diparkir di tempat yang disebut gate.

Luas apron didasarkan pada tiga faktor, yaitu jumlah gate, ukuran gate

dan denah parkir pesawat di tiap gate. Ukuran gate tergantung ukuran pesawat,

turning radius pesawat, dan konfigurasi parkir pesawat.

Seperti halnya dengan fasilitas-fasilitas bandar udara lainnya, jumlah

gate ditetapkan sedemikian sehingga jumlah gerakan pesawat per jam yang telah

ditetapkan lebih dulu dapat ditampung. Jadi, jumlah gate yang dibutuhkan

bergantung pada jumlah pesawat yang harus ditampung selama jam rencana dan

berapa lama pesawat mendiami suatu gate.

Dalam menghitung jumlah gate yang dibutuhkan, langkah-langkah yang

harus diikuti adalah:

Tetapkan kelas pesawat yang harus ditampung dan persentase dari komposisi

tersebut

Tetapkan waktu pemakaian gate untuk tiap kelas pesawat yang didasarkan

pada Tabel 2.8.

Page 10: lapangan terbang

10

Tetapkan volume total rencana per jam dan persentase pesawat yang datang.

Hitung volume total rencana per jam dari kedatangan dengan mengalikan

persentase kedatangan dengan volume total rencana per jam.

Dengan menggunakan rumus jumlah kedatangan, rumus berikut ini

memberikan jumlah gate yang dibutuhkan, yaitu:

U

VTG (2.6)

di mana G = jumlah gate

V = volume desain untuk kedatangan (gerakan/jam)

T = waktu pemakaian gate (jam)

U = faktor pemakaian gate (0,5-0,6 untuk perusahaan penerbangan

yang berbeda dan 0,6-0,8 untuk semua perusahaan penerbangan)

Tabel 2.8. Waktu Pesawat Menempati Gate

Pesawat Waktu Pesawat Menempati Gate (menit)

Kelas A

Kelas B

Kelas C, D, dan E

60

40

30 Sumber: Planning and Design of Airport, Robert Horonjeff / Francis X. McKelvey

Dalam menentukan panjang dan lebar apron untuk sistem frontal pada

parkir pesawat, diberikan rumus sebagai berikut:

Panjang apron = (jumlah gate)(2R) + (jumlah gate)C (2.7)

Lebar apron = L + C + W, untuk 1 taxi lane (2.8)

di mana R = turning radius pesawat (ft)

C = jarak pesawat ke pesawat dan pesawat ke terminal (25-35 ft)

L = panjang pesawat (ft)

W = lebar taxi lane (160 ft untuk pesawat kecil, dan 290 ft untuk

pesawat berbadan lebar)

Jika turning radius pesawat (R) tidak tersedia pada data pesawat, maka rumus di

bawah ini dapat digunakan, yaitu:

R = (wing span/2) + (wheel base/tg 60) (2.9)

Page 11: lapangan terbang

11

Pada Gambar 2.7. berikut ini diberikan gambar apron dengan sistem frontal untuk

parkir pesawat.

Gambar 2.7. Apron dengan Sistem Frontal pada Parkir Pesawat

2.2. Perkerasan Landasan Bandar Udara

Perancangan perkerasan berlaku untuk bandar udara sipil yang besar,

yang melayani pesawat dengan berat kotor lebih dari 30.000 pon. Perancangan

struktur perkerasan terdiri dari tebal total perkerasan dan tebal komponen-

komponennya. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketebalan perkerasan adalah

karakteristik pesawat, volume lalu lintas pesawat, konsentrasi lalu lintas pesawat

pada daerah tertentu, kualitas tanah dasar, dan susunan material perkerasan. Yang

perlu diperhatikan dalam perancangan perkerasan adalah beban pesawat dan

metode perancangan yang ditetapkan oleh ICAO maupun FAA.

Tipe-tipe perkerasan secara umum terbagi atas dua, yaitu perkerasan

fleksibel yang terdiri dari campuran aspal dan agregat bermutu tinggi, dan

perkerasan kaku yang terdiri dari plat beton.

Perkerasan fleksibel terbagi atas lapisan-lapisan berikut ini:

Lapis permukaan (surface), berupa campuran bahan berbitumen, biasanya

aspal, dan agregat yang tebalnya bervariasi dari minimum 3-4 inci sampai 12

inci atau lebih. Fungsi utamanya adalah memberikan permukaan yang rata dan

operasi lalu lintas yang aman, untuk memikul beban-beban yang bekerja dan

pengaruh lingkungan untuk jangka waktu tertentu, dan untuk menyebarkan

beban yang bekerja ke lapisan-lapisan di bawahnya.

Lapis pondasi (base course), dapat terdiri dari material berbutir dengan bahan

pengikat, misalnya dengan semen Portland atau aspal, atau yang tanpa bahan

Page 12: lapangan terbang

12

pengikat. Seperti halnya dengan lapis permukaan, lapis pondasi harus dapat

memikul beban-beban yang bekerja dan menyebarkannya ke lapisan di

bawahnya.

Lapis pondasi bawah (sub-base course), dapat terdiri dari bahan batu yang

dipecah dulu atau yang alamiah, tapi seringkali digunakan bahan sirtu (pasir-

batu) yang tidak dipilih atau bahan yang dipilih dari hasil galian di tempat

pekerjaan. Fungsinya sama seperti untuk lapis pondasi. Harus diingat bahwa

tidak setiap perkerasan fleksibel memerlukan lapis pondasi bawah, sebaliknya

perkerasan yang sangat tebal dapat memiliki beberapa lapis pondasi bawah.

Lapisan tanah dasar (sub grade) , merupakan dasar dari struktur perkerasan dan

dapat berupa timbunan atau galian. Tanah dasar juga menerima beban yang

sama, meskipun pada tingkat yang terendah. Semakin dalam, tegangan ini

makin berkurang, kecuali kalau berlaku kondisi yang tidak biasa seperti kadar

air atau kepadatan yang amat bervariasi terhadap kedalaman. Kemampuan

partikel tanah untuk menahan geser dan deformasi bervariasi menurut

kepadatannya dan kadar kelembaban.

Perkerasan kaku terdiri dari plat beton yang diletakkan di atas lapis

pondasi bawah dari batu pecah atau lapis pondasi bawah yang distabilisasi, yang

diletakkan di atas tanah dasar yang dipadatkan.

2.2.1. Metode Perancangan FAA untuk Perkerasan Fleksibel

Karakteristik kekuatan tanah untuk perancangan perkerasan fleksibel

yang digunakan dalam metode FAA adalah nilai CBR. Parameter-parameter yang

dibutuhkan untuk perancangan perkerasan ini meliputi bobot lepas landas

maksimum pesawat yang menggunakan landasan, konfigurasi roda pendaratan,

volume lalu lintas, dan kualitas tanah dasar. Kurva-kurva perancangan disajikan

secara terpisah untuk single wheel, dual wheel, dual tandem wheel, dan untuk

pesawat berbadan lebar. Langkah pertama adalah menentukan prediksi

keberangkatan tahunan dari setiap tipe pesawat dan mengelompokkannya ke

dalam pesawat berbadan sempit menurut konfigurasi roda pendaratan, dan

berbadan lebar menurut tipe pesawat.

Page 13: lapangan terbang

13

2.2.2. Kajian Keberangkatan Tahunan Ekivalen Mengingat bandar udara melayani berbagai jenis pesawat, maka untuk

menentukan prediksi keberangkatan tahunan dari setiap tipe pesawat, semua

pesawat dikonversikan terhadap pesawat rencana. Pesawat rencana ditetapkan

sebagai pesawat yang membutuhkan tebal perkerasan yang paling besar dan tidak

harus merupakan pesawat yang paling berat yang akan beroperasi di bandar udara

tersebut. Bobot lepas landas maksimum dari setiap pesawat digunakan dalam

prosedur perancangan ini, dan diasumsi 95% dari bobot tersebut dipikul oleh roda

pendaratan utama. Pesawat-pesawat yang beroperasi di bandar udara mungkin

mempunyai konfigurasi roda pendaratan utama yang berbeda dengan konfigurasi

roda pendaratan utama dari pesawat rencana. Gambar 2.8. menunjukkan tipe

konfigurasi roda pendaratan utama.

Single Dual Dual Tandem

Sumber: Pavements, Aerodrome Design Manual

Gambar 2.8. Konfigurasi Roda

Perbedaan konfigurasi roda pendaratan utama tersebut harus

dikonversikan terhadap roda pendaratan utama pesawat rencana, sesuai dengan

faktor konversi yang disajikan dalam Tabel 2.9. berikut ini.

Tabel 2.9. Tabel Konversi Konfigurasi Roda Pendaratan Utama

Konfigurasi Roda Pendaratan Konfigurasi Roda Pendaratan Faktor Konversi

Utama Pesawat Sebenarnya Utama Pesawat Rencana

Single Wheel Dual Wheel 0.8

Dual Tandem Wheel 0.5

Dual Wheel Single Wheel 1.3

Dual Tandem Wheel 0.6

Dual Tandem Wheel Single Wheel 2.0

Page 14: lapangan terbang

14

Dual Wheel 1.7

Double Dual Tandem Wheel Dual Wheel 1.7

Dual Tandem Wheel 1.0 Sumber: Pavements, Aerodrome Design Manual

Keberangkatan tahunan dari pesawat rencana ditetapkan dengan

menjumlahkan keberangkatan tahunan tiap pesawat menurut persamaan berikut:

R2 = repetisi pesawat pada tahun rencana faktor konversi (2.10)

log R1 = log R2 (W2/W1)0,5

(2.11)

di mana R1 = keberangkatan tahunan ekivalen oleh pesawat rencana

R2 = jumlah keberangkatan tahunan oleh pesawat lain

W1 = beban roda pesawat rencana (kg)

W2 = beban roda pesawat lain (kg)

2.2.3. Tebal Perkerasan Fleksibel Prosedur yang digunakan adalah metode perancangan FAA yang baru

(Aerodrome Design Manual, part 3 Pavements, second edition – 1983) di mana

prosedur ini memberikan sedikit perbedaan tebal perkerasan dibandingkan metode

FAA sebelumnya. Prosedur ini menggunakan kurva perancangan perkerasan. Data

yang dibutuhkan yaitu nilai CBR tanah dasar, nilai CBR lapis pondasi bawah,

bobot lepas landas maksimum, dan jumlah keberangkatan tahunan pesawat

rencana. Kurva perancangan tebal lapis permukaan, tebal lapis pondasi bawah dan

total tebal perkerasan untuk pesawat dengan konfigurasi roda dual tandem

disediakan dalam Gambar 2.9. berikut ini.

Page 15: lapangan terbang

15

Sumber: Pavements, Aerodrome Design Manual

Gambar 2.9. Kurva Perancangan Perkerasan Fleksibel, Dual Tandem Gear

Tebal lapis permukaan, lapis pondasi bawah dan total tebal perkerasan untuk

pesawat Airbus A-300-B4 dapat juga dicari berdasarkan Gambar 2.10. berikut ini

Page 16: lapangan terbang

16

Sumber: Advisory Circular 150/5320-6B, Airport Pavement Design and Evaluation, Departement

of Transportation Federal Aviation Administration

Gambar 2.10. Kurva Perancangan Perkerasan Fleksibel Pesawat Airbus A-300-B4

Pada Gambar 2.11. disajikan grafik untuk menentukan tebal minimum lapis

pondasi. Tebal perkerasan minimum lapis pondasi bawah tidak disyaratkan.

Page 17: lapangan terbang

17

Sumber: Pavements, Aerodrome Design Manual

Gambar 2.11. Ketebalan Minimum Lapis Pondasi

Untuk pembacaan nilai tebal perkerasan dengan angka di belakang koma lebih

besar dari 0,5 maka dibulatkan ke atas dan jika lebih kecil dari 0,5 dibulatkan ke

bawah. Untuk keberangkatan tahunan R125.000, tebal lapis permukaan harus

ditambah 1 inci (3 cm) dan total tebal perkerasan ditambah menurut Tabel 2.10.

berikut ini.

Tabel 2.10. Penambahan Total Tebal Perkerasan

Annual Departure Level (R1) Penambahan Total Tebal Perkerasan (%)

50.000 104

100.000 108

150.000 110

200.000 112

Page 18: lapangan terbang

18

Sumber: Pavements, Aerodrome Design Manual

Penyelidikan menunjukkan bahwa lalu lintas pesawat pada umumnya

disebarkan pada daerah lateral dari permukaan perkerasan selama operasi,

demikian juga selama sebagian operasi pada sistem runway sifat-sifat aerodinamik

pesawat akan menurunkan beban perkerasan sebenarnya seperti yang ditunjukkan

pada Gambar 2.12. berikut ini.

1,1 P 0,5 P

P 0,7 P

Sumber: Pavements, Aerodrome Design Manual

Gambar 2.12. Pembebanan dengan beban P

Oleh karena itu, FAA memperbolehkan perubahan tebal perkerasan pada

permukaan yang berbeda sebagai berikut:

Tebal total critical area perkerasan T dan tebal lapis permukaan didapatkan

sesuai yang disyaratkan pada kurva perancangan perkerasan fleksibel.

Tebal 0,9 T digunakan pada non critical area dan berlaku pada lapis pondasi

dan lapis pondasi bawah. Pada bagian transisi dan bagian pinggir yang tipis,

pengurangan hanya berlaku pada lapis pondasi.

Tebal perkerasan 0,7 T adalah batas minimum untuk lapis pondasi, dan tebal

lapis pondasi bawah sebaiknya ditambah atau bervariasi untuk menyediakan

drainase yang baik dari seluruh permukaan tanah dasar.

Page 19: lapangan terbang

19

Sumber: Advisory Circular 150/5320-6B, Airport Pavement Design and Evaluation, Departement

of Transportation Federal Aviation Administration

Gambar 2.13. Potongan Melintang Perkerasan Runway