ikan terbang

33
MAKALAH IKAN TERBANG (Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Zoologi Vertebrata yang diampu oleh Sumiyati Sa’adah, M.Si.) Disusun Oleh: LINDA LISTIANA (1122060050) Kelas B PROGRAM PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

Upload: linda-listiana

Post on 20-Jan-2015

543 views

Category:

Education


0 download

DESCRIPTION

Tugas Akhir Zoologi Vertebrata Makalah Ikan Terbang

TRANSCRIPT

Page 1: Ikan Terbang

MAKALAH

IKAN TERBANG

(Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Zoologi Vertebrata yang

diampu oleh Sumiyati Sa’adah, M.Si.)

Disusun Oleh:

LINDA LISTIANA (1122060050)

Kelas B

PROGRAM PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2014

Page 2: Ikan Terbang

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Shalawat serta

salam senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Karena atas

berkat rahmat, dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

Dalam pembuatan makalah ini, penulis mengangkat materi dengan judul

“Ikan Terbang”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas pada mata

kuliah zoologi vertebrata. Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari

bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Disamping itu penulis menantikan saran-

saran positif, demi perbaikan makalah berikutnya.

Akhirnya, penulis berdoa semoga makalah ini bermanfaat dan membawa

berkah, Amin.

Bandung, 13 Mei 2014

Penulis

i

Page 3: Ikan Terbang

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................i

DAFTAR ISI ................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..........................................................................................1

B. Rumusan Masalah .....................................................................................1

C. Tujuan Pembahasan ..................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Karakteristik ikan terbang..........................................................................3

B. Habitat dan sebaran geografis ikan terbang...............................................6

C. Tingkah laku dan reproduksi ikan terbang.................................................7

D. Populasi ikan terbang...............................................................................10

E. Makanan dan predator ikan terbang.........................................................11

F. Manfaat dari ikan terbang........................................................................12

G. Upaya untuk menjaga kelestarian dari ikan terbang................................15

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..............................................................................................17

B. Saran ........................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................18

ii

Page 4: Ikan Terbang

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ikan terbang (Exocoetidae) merupakan salah satu sumber daya ikan kecil

yang mempunyai ciri khusus berupa kemampuan untuk dapat terbang di atas

permukaan air. Ikan terbang menghuni lapisan permukaan perairan tropis dan

subtropis dari samudera Pasifik, Hindia, Atlantik dan laut-laut disekitarnya. Paling

sedikit telah diketahui 18 species ikan terbang yang tersebar di perairan Indonesia.

Ikan terbang banyak dijumpai di perairan timur Indonesia, di antaranya

adalah Selat Makassar, Laut Flores, Laut Natuna, Laut Aru, Laut Arafura Papua,

bagian utara Sulawesi Utara, perairan Bali dan Jawa Timur, pantai barat Sumatera

Barat, Laut Halmahera, Laut Banda, perairan Sabang (Banda Aceh) dan laut utara,

Papua.

Pemanfaatan ikan terbang yang tidak terkendali telah mengancam

kelestarian ikan terbang sehingga dalam rangka pemulihannya diperlukan suatu

rencana pengelolaan dan konservasi agar pemanfaatan ikan terbang dapat

berlangsung secara berkelanjutan.

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk mengambil topik

tentang keunikan ikan terbang dan upaya untuk menjaga kelestariannya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang akan

dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana karakteristik ikan terbang?

2. Bagaimana Habitat dan sebaran geografis ikan terbang?

3. Bagaimana tingkah laku dan reproduksi ikan terbang?

4. Bagaimana populasi ikan terbang?

5. Apa sajakah makanan dan predator ikan terbang?

6. Apa manfaat dari ikan terbang?

7. Apa saja upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga kelestarian dari ikan

terbang?

1

Page 5: Ikan Terbang

C. Tujuan Penulisan

Selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Zoologi Vertebrata, penulisan

makalah ini bertujuan untuk mengetahui :

1. Karakteristik ikan terbang

2. Habitat dan sebaran geografis ikan terbang

3. Tingkah laku dan reproduksi ikan terbang

4. Populasi ikan terbang

5. Makanan dan predator ikan terbang

6. Manfaat dari ikan terbang

7. Upaya untuk menjaga kelestarian dari ikan terbang

2

Page 6: Ikan Terbang

BAB II

PEMBAHASAN

A. Karakteristik Ikan Terbang

1. Taksonomi dan Ciri – ciri Ikan Terbang

Sistematika ikan terbang pertama kali ditulis oleh Linneaus pada

tahun 1758, khususnya spesies Exocoetus volitans. Sampai pada

pertengahan abad-19, penelitian lebih banyak pada aspek taksonomi dan

anatomi, setelah itu mulai dipelajari aspek biologi lainnya dari ikan terbang.

Ikan terbang (Exocoetidae) mempunyai delapan genus, yaitu Cheilopogon

(30 spesies), Cypselurus (11 spesies), Exocoetus (2 spesies), Fodiator (2

spesies), Hirundichthys (7 spesies), Oxyporhampus (3 spesies),

Parexocoetus (3 spesies), dan Prognichthys (4 spesies).

Namun, revisi taksonomi ikan terbang memisahkan genus Cypselurus

dan Cheilopogon (Syahailatua, 2004a & 2006), serta memindahkan

beberapa spesies ke genus yang lain, sehingga spesies-spesies yang umum

dikenal di Indonesia mengalami pergantian nama ilmiahnya, seperti

Cypselurus oxycephalus menjadi Hirundichthys oxycephalus (Syahailatua,

2006).

Ikan terbang berdasarkan jumlah sayapnya dikelompokkan dalam dua

kategori, yaitu (a) kelompok dua sayap yaitu mempunyai satu pasang sayap

dada seperti Exocoetus dan Vodiator, dan (b) kelompok empat sayap yaitu

mempunyai satu pasang sayap dada dan satu pasang sayap ventral yang

panjang seperti Cypselurus dan Hirundichthys. Ikan terbang yang bersayap

empat ukurannya lebih besar daripada ikan yang bersayap dua. Ikan terbang

dewasa dapat mencapai panjang 150-500 mm . Di Indonesia ukuran paling

umum 200 mm ( Hirundichthys oxycephalus), dan yang paling panjang 300

mm ( Cypselurus poecilopterus) (Hutomo et al., 1985).

Spesies ikan terbang secara umum memiliki ciri berupa bentuk tubuh

yang bulat memanjang seperti cerutu ( oblong), agak mampat pada bagian

3

Page 7: Ikan Terbang

samping. Bagian atas tubuh dan kepala berwarna gelap, bagian bawah tubuh

mengilap, hal ini dimaksudkan untuk menghindari pemangsa baik dari air

seperti ikan lumba -lumba maupun dari udara, yaitu burung pemakan ikan.

Kedua rahangnya sama panjang. Memiliki duri-duri lemah pada sirip dorsal

berjumlah 10-12, sirip anal berjumlah 11-12, dan sirip pektoral sebanyak

14-15, dengan sirip pertama tidak bercabang. Sirip pektoral panjang yang

diadaptasikan untuk melayang. Sirip ventral panjang atau pendek, tertancap

pada bagian abdominal dengan enam buah duri lemah yang bercabang. Sirip

ekor bercagak dengan bagian bawah lebih panjang. Garis lateral terletak

pada bagian bawah tubuh (Hutomo et al., 1985).

Menurut Syahailatua (2004a), ikan terbang memiliki beberapa nama

lokal, di antaranya adalah ikan siloar (Binuangeun), ikan terbang (Ternate

dan Palabuhanratu), antoni (Minahasa, Sangir, Talaud, Bitung), tuing-tuing

(Bugis), torani (Makassar), tourani (Mandar).

Klasifikasi taksonomi ikan terbang Cheilopogon katoptron adalah

sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Osteichthyes

Subkelas : Actinopterygii

Ordo : Beloniformes

Famili : Exocoetidae

Genus : Cheilopogon

Spesies : Cheilopogon katoptron

4

Page 8: Ikan Terbang

2. Keragaman Spesies Ikan Terbang

Hutomo et al. (1985) pernah merangkum sekitar 53 spesies ikan

terbang di dunia, masing-masing 17 spesies di Samudera Atlantik, 11

spesies di Samudera Hindia dan 40 spesies di Samudera Pasifik. Di

Samudera Pasifik, mencatat sekitar 50-60 spesies. Publikasi terakhir yang

dilaporkan di bagian tengah Pasifik terdapat 6 genus-genus dan 31 spesies,

yaitu Cheilopogon 14 spesies, Cypselurus 7 spesies, Exocoetus 3 spesies,

Hirundichthys 3 spesies dan Prognichthys 2 spesies. Wilayah khatulistiwa

mempunyai jumlah spesies lebih banyak dan semakin ke selatan atau ke

utara jumlah spesiesnya semakin sedikit (Hutomo et al., 1985). Di sebelah

barat Luzon (Filipina) ikan terbang didominasi oleh Hirundichthys

oxcycephalus (Dalzell, 1993) dan beberapa spesies lain, yaitu Cypselurus

poecilopterus, Cheilopogon nigricans, Cheilopogon cyanopterus,

Paraexocoetus brachypterus, dan Hirundichthys rondeletti.

Dari 18 spesies ikan terbang yang ada di perairan Indonesia, 15

diantaranya telah dikoleksi oleh Lembaga Oseonologi Nasional-LIPI. Dari

15 spesies ini 12 spesies berada di genus Cypselurus (Hutomo et al., 1985).

Khusus diperairan Selat Makassar dan Laut Flores diidentifikasi 3 genus

dan 11 spesies, yaitu Cypselurus oxycephalus, C. oligolepis, C.

poecilopterus, C. altipennis, C. speculiger, C. ophisthopus, C. nigricans, C.

swainson, Cypselurus sp, Evolantia micropterus, dan Proghnichthys sealei

(Nessa et al., 1977). Menurut Ali (1981), yang paling dominan di Laut

Flores Sulawesi Selatan adalah C. oxycephalus dan C. poecilopterus.

Informasi tentang keragaman spesies ikan terbang di beberapa wilayah

perairan atau wilayah penangkapan di Indonesia sangat kurang. Di seluruh

Indonesia, Hutomo et al. (1985) pernah merangkum jumlah spesies ikan

terbang di Indonesia sekitar 18 spesies namun belum menunjukkan

keragaman berdasarkan wilayah penyebaran atau wilayah penangkapan. Di

Selat Makassar dan Laut Flores (Sulawesi Selatan), Nessa et al. (1977)

mengidentifikasi sekitar 11 spesies ikan terbang yaitu Hirundichthys

oxycephalus, Cypselurus altipennis, Cypselurus speculiger, Cypselurus

5

Page 9: Ikan Terbang

oligolepis, Cypselurus ophisthopus, Cypselurus nigricans, Cypselurus

poecilopterus, Cypselurus swainson, Cypselurus sp. Evolantia micropterus,

dan Proghnithys sealei.

Selat Makassar didominasi oleh spesies ikan terbang Hirundichthys

oxycephalus atau Cypselurus oxycephalus yang dikenal dengan nama lokal

torani atau tuing-tuing (Nessa et al., 1977; Ali, 1981).

B. Habitat Dan Sebaran Geografis Ikan Terbang

Ikan terbang merupakan ikan pelagis kecil yang menghuni lapisan

permukaan perairan (laut) tropis dan subtropis pada kedalaman 0-20 m. Ikan

ini tersebar pada Samudera Pasifik, Hindia, Atlantik dan laut di sekitarnya.

Sebaran dari ikan ini dibatasi oleh isotherm 20°C. Jumlah spesies terbanyak

terdapat di wilayah khatulistiwa, makin ke utara dan selatan makin sedikit

spesiesnya. Terdapat 5 hingga >20 spesies ikan terbang ditemukan di bagian

tengah Samudera Pasifik (Oseania), 12-13 spesies ditemukan di perairan pulau-

pulau Hawaii, perairan pantai Australia dihuni oleh 10 spesies, perairan

Selandia Baru oleh 6 spesies, sedangkan di pantai Amerika bagian Samudera

Pasifik dilaporkan ditemukan lebih dari 12 spesies (Hutomo et al.,1985).

Samudera Pasifik merupakan daerah yang kaya ikan terbang dengan

sekitar 40 spesies yang menghuninya, terutama di perairan Indonesia, Filipina,

Jepang bagian selatan dan Oseania. Dengan kata lain, perairan ini merupakan

pusat penyebaran ikan terbang (Hutomo et al.,1985).

6

Page 10: Ikan Terbang

Ikan terbang banyak dijumpai di perairan timur Indonesia, di antaranya

adalah Selat Makassar, Laut Flores, Laut Natuna, Laut Aru, Laut Arafura

Papua, bagian utara Sulawesi Utara, perairan selatan Bali dan Jawa Timur,

pantai barat Sumatera Barat, Laut Halmahera, Laut Banda, perairan Sabang

(Banda Aceh) dan laut utara Papua.

Menurut Sihotang (2004), ikan terbang di Sulawesi Selatan melakukan

ruaya untuk keberhasilan penetasan telur dan ketersediaan makanan anaknya.

Ruaya pemijahan ini memiliki pengaruh langsung terhadap proses rekruitmen

dan mortalitas. Ikan terbang bukan tipe ikan peruaya jarak jauh, ikan ini hanya

beruaya dekat pantai dan kearah laut. Ikan terbang merupakan spesies ikan

oseanodrom, artinya ikan yang seluruh daur hidupnya berada di laut, memijah

di laut, mulai dari telur, kemudian menetas menjadi larva, lalu juvenil, dan

dewasa di laut. Gambar berikut menyajikan sebaran geografi ikan terbang di

Indonesia (Syahailatua, 2006).

Menurut Hutomo et al. (1985), distribusi ikan terbang di perairan

Indonesia terdapat di wilayah perairan bagian barat maupun bagian timur

Indonesia. Beberapa wilayah perairan yang merupakan wilayah distribusi ikan

terbang di Indonesia antara lain Selat Makassar, Laut Flores, Laut Banda, Laut

Sulawesi, Laut Maluku, Laut Sawu, Teluk Tomini dan Laut Jawa.

C. Tingkah Laku Dan Reproduksi Ikan Terbang

1. Tingkah Laku Ikan Terbang

Ikan terbang tergolong ikan pelagis kecil, hidup di permukaan laut,

termasuk perenang cepat, dapat tertarik oleh cahaya pada malam hari, dan

mampu meluncur keluar dari permukaan air dan melayang di udara.

Kecepatan renang ikan terbang 35-40 mil per jam dan dapat mencapai 100

m dalam waktu kurang lebih 10 detik.

Penelitian mekanisme terbang ikan ini telah diteliti dengan bantuan

alat fotografi (Stroboscopic filming) untuk pengembangan ilmu pengetahuan

aerodinamika. Tingkah laku ikan terbang diuraikan oleh, bahwa sirip dan

gelembung gas mempunyai peranan keseimbangan di udara. Sirip dada

7

Page 11: Ikan Terbang

(pectoral fin) yang lebar berfungsi sebagai alat keseimbangan terutama

pengaruh grativasi. Sirip ekor sebagai alat pendorong ketika akan mulai

terbang (taxing flight). Sirip dada dikendalikan oleh otot-otot aerobik

masing-masing, otot lateral membuka sayap dan otot medial melipat sayap.

Dalam proses terbang, pertama-tama ikan berenang mendekati

permukaan air dengan sayap terlipat, kemudian keluar dari permukaan laut

dengan dengan sudut 30o dari permukaan air, sayap dibuka lalu melakukan

taxing flight sekitar 5 -25m. Pada saat taxing flight, sirip ekor berputar

setengah lingkaran sebanyak 50-70 kali/detik untuk menimbulkan dorongan,

kemudian ikan lepas dari permukaan air dan terbang dengan kecepatan

sekitar 72 km/jam. Setelah mencapai jarak 50m dengan ketinggian sekitar 8

m ikan mulai turun dan ekornya masuk terlebih dahulu ke dalam air.

Kemudian ekor kembali mendorong untuk melakukan terbang ulang. Dalam

waktu 30 detik akan menempuh jarak sekitar 400 m setelah melalui

beberapa kali terbang. Tingkah laku ini bertujuan untuk menghindar dari

predator dan gangguan kapal, serta untuk menghemat energi dalam

pencarian makanan. Berdasarkan kemampuan terbang ini, maka ikan

terbang dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok monoplanes dan

biplanes. Kelompok monoplanes seperti genus Exocoetus, terbang ke udara

tanpa meluncur di permukaan air terlebih dahulu dan dapat menempuh jarak

kurang lebih 20 m. Ikan terbang monoplanes ini memiliki kemampuan

terbang yang relatif lebih rendah dibandingkan kelompok ikan terbang

bersayap empat (biplanes). Kelompok biplanes memiliki cara terbang lebih

sempurna sebagaimana ditemukan pada spesies-spesies dari genus

Cypselurus (Hutomo et al., 1985)

2. Reproduksi Ikan Terbang

Dalam proses mempertahankan eksistensinya, masing-masing spesies

mempunyai strategi reproduksi. Strategi reproduksi adalah semua pola dan

ciri khas reproduksi yang diperlihatkan oleh individu dari suatu spesies

termasuk sifat bawaan yang kompleks, misalnya ukuran atau umur pertama

8

Page 12: Ikan Terbang

matang gonad, diameter telur, ukuran gamet, dan sebagainya. Tingkat

kematangan gonad dapat diketahui melalui pengamatan morfologi dan

histologi gonad.

a. Nisbah Kelamin Ikan Terbang

Nisbah kelamin atau sex rasio merupakan perbandingan jumlah

ikan jantan dengan ikan betina dalam suatu populasi dan kondisi ideal

untuk mempertahankan suatu spesies adalah 1:1 (50 % jantan & 50 %

betina), namun seringkali terjadi penyimpangan dari pola 1:1, hal ini

disebabkan oleh adanya perbedaan tingkah laku ikan yang suka

bergerombol, perbedaan laju mortalitas dan pertumbuhan. Dalam ruaya

ikan untuk memijah, perubahan nisbah kelamin terjadi secara teratur.

Pada awalnya ikan jantan lebih dominan kemudian berubah menjadi 1:1

diikuti dengan dominansi ikan betina. Perubahan ini terjadi pada saat

menjelang dan selama pemijahan.

b. Tingkat Kematangan Gonad Ikan Terbang

Menurut Effendie (2002), Tingkat Kematangan Gonad (TKG)

adalah tahap-tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah

ikan memijah Dalam proses reproduksi, sebelum terjadi pemijahan,

sebagian hasil metabolisme tertuju untuk perkembangan gonad. Gonad

akan bertambah besar dengan semakin bertambah besar ukurannya.

Ukuran panjang ikan saat pertama kali matang gonad berhubungan

dengan pertumbuhan ikan dan faktor lingkungan yang memengaruhinya

terutama ketersediaan makanan, oleh karena itu ukuran ikan pada saat

pertama kali matang gonad tidak selalu sama (Effendie, 2002). Akibat

adanya kecepatan tumbuh ikan muda yang berasal dari telur yang

menetas pada waktu yang bersamaan akan mencapai matang gonad pada

umur yang berlainan. Pada umumnya ikan jantan mencapai matang

gonad lebih awal daripada betina, baik selama hidupnya maupun satu kali

musim pemijahan.

9

Page 13: Ikan Terbang

Menurut Lagler et al. (1977), faktor yang memengaruhi ikan

pertama kali matang gonad adalah spesies, umur, ukuran dan sifat

fisiologis ikan dalam hal kemampuan adaptasi. TKG dapat ditentukan

melalui 2 cara, yaitu secara morfologis dan histologis. Secara morfologis,

yaitu dilihat dari bentuk, panjang, berat, warna dan perkembangan isi

gonad. Secara histologis, yaitu dengan melihat anatomi perkembangan

gonadnya.

c. Diameter Telur

Menurut Hoar (1957), ovarium yang mengandung telur masak

berukuran sama semua (merata) menunjukkan waktu pemijahan yang

pendek, sebaliknya waktu pemijahan yang panjang dan terus menerus

ditandai oleh banyaknya ukuran yang berbeda di dalam ovarium.

Semakin meningkatnya TKG menyebabkan semakin besar pula diameter

telurnya (Effendie, 2002). Menurut Tamsil (2000), telur yang berukuran

besar mempunyai kemampuan untuk menyangga kehidupan embrio yang

ada di dalamnya dan menopang kehidupan larva sebelum mendapatkan

makanan dari luar.

D. Populasi Ikan Terbang

Hasil penelitian struktur populasi ikan terbang masih sangat terbatas

termasuk di Indonesia. Di Indonesia, Fahri (2001) melaporkan ikan terbang

Selat Makassar, Teluk Manado, dan Teluk Tomini masing-masing terpisah

secara genetik sehingga ikan terbang digolongkan bukan peruaya jauh.

Informasi terakhir dilaporkan oleh Ali (2005), ikan terbang Laut Flores

dengan ikan terbang Selat Makassar secara fenotipe (morfometrik) masing-

masing merupakan sub-populasi yang berbeda. Kelompok ikan terbang Laut

Flores dan Selat Makassar mempunyai hubungan kekerabatan atau jarak

genetik yang jauh. Ikan terbang Laut Flores mempunyai keragaman

morfometrik individu lebih rendah dibanding Selat Makassar. Penangkapan

berlebihan ikan terbang di Laut Flores kemungkinan menyebabkan kehilangan

10

Page 14: Ikan Terbang

individu dan potensi genetik lebih besar, sehingga mempunyai heterozigositas

lebih rendah dibanding ikan terbang Selat Makassar.

Selanjutnya, Ali (2005) melaporkan adanya perbedaan fenotipe antara

kelompok ikan terbang yang tertangkap di sekitar perairan Takalar, Pare-Pare

dan Majene. Sifat segregasi sub-populasi ikan terbang Laut Flores dan Selat

Makassar sangat berbahaya terhadap risiko overfishing dan kepunahan, karena

penangkapan berlebihan pada satu sub-populasi daerah tertentu sulit digantikan

oleh rekrutmen dari sub-populasi daerah lain, karena ikan terbang tergolong

bukan peruaya jarak jauh. Penurunan populasi ikan terbang di Selat Makassar

akibat kelebihan penangkapan menyebabkan beberapa nelayan berhenti atau

mencari daerah penangkapan lain di luar Selat Makassar, seperti di perairan

Maluku dan Papua. Sifat segregasi sub-populasi ikan terbang pada wilayah

perairan tertentu perlu dipertimbangkan di dalam perencanaan dan

pengelolaan, seperti sub-populasi ikan terbang di Selat Makassar dan sub-

populasi ikan terbang di Laut Flores memerlukan perencanaan dan pengelolaan

terpisah. Pemisahan sub-populasi ikan terbang Hirundichthys affinis di wilayah

perairan tengah barat Atlantik secara genetik. Melalui analisis DNA, terdapat

tiga sub-populasi ikan terbang Hirundichthys affinis yang berbeda, yaitu satu

sub-populasi berlokasi di sebelah timur Karibia, satu di sebelah selatan Antilen

Belanda, dan satu lagi di sebelah timur laut Brazil.

E. Makanan Dan Predator Ikan Terbang

Menurut Effendie (2002), ikan dikelompokkan berdasarkan makanannya,

yaitu sebagai pemakan plankton, pemakan tumbuhan air, pemakan dasar,

pemakan detritus, pemakan daging dan pemakan campuran. Berdasarkan

kepada jumlah variasi dari macam-macam makanan tadi, ikan dapat dibagi

menjadi euryphagic yaitu ikan pemakan bermacam-macam makanan,

stenophagic yaitu ikan pemakan makanan yang macamnya sedikit atau sempit

dan monophagic, yaitu ikan yang makanannya terdiri dari satu macam

makanan saja.

11

Page 15: Ikan Terbang

Ketersediaan makanan di suatu perairan (meliputi jumlah dan kualitas

makanan serta kemudahan mendapatkan makanan tersebut) merupakan faktor

yang memengaruhi besarnya populasi ikan di perairan tersebut. Ketersediaan

makanan di suatu perairan dipengaruhi oleh kondisi biotik dan abiotik

lingkungan, seperti suhu, cahaya, ruang hidup dan luas permukaan (Effendie,

2002).

Ali (1981) mengatakan bahwa ikan terbang dari spesies Hirundichthys

oxycephalus di Laut Flores memakan plankton yang dikelompokkan dalam tiga

kelompok, yaitu algae, Crustacea dan Chaetognatha. Kelompok makanan yang

mempunyai nilai indeks bagian terbesar ( index of preponderance) adalah

crustasea (70,93%) yang terdiri dari Copepoda, Cladocera, Decapoda,

Mysidacea dan Amphipoda yang merupakan makanan utama, kemudian

kelompok makanan algae (20,69%) yang terdiri dari Coscinodiscus,

Chaetoceros, Rhizosolenia, Thalassiosira, dan Planktoniella, serta kelompok

Chaetognatha (8,38%) terdiri dari Sagitta (Gambar 2.3). Predator yang banyak

memangsa ikan terbang di antaranya lumba-lumba, ikan tuna, ikan cakalang,

dan ikan layaran.

F. Manfaat Ikan Terbang

Hasil penelitian tentang potensi dan tingkat pemanfaatan ikan terbang di

Indonesia juga masih terbatas pada wilayah perairan Sulawesi Selatan (Selat

Makassar dan Laut Flores). Di perairan Sulawesi Selatan potensi hasil

maksimum lestari (MSY) telah mengalami penurunan (Ali et al., 2004a).

Penurunan potensi lestari dari tahun ke tahun menjadi indikator terjadinya

overfishing akibat tidak adanya pengelolaan.

Penurunan potensi MSY ikan terbang di perairan Sulawesi Selatan juga

ditunjukkan oleh beberapa hasil penelitian terdahulu yaitu antara tahun 1975-

1979 sebesar 12.293 ton (Dwiponggo et al., 1983), kemudian antara tahun

1987-1991 sebesar 6.066 ton/tahun (Nessa et al., 1993), dan antara tahun 1991-

2002 sebesar 5.770 ton/tahun. Kejadian ini menunjukkan antara tahun 1975-

1979 dan 1991-2002 terjadi penurunan potensi lestari sekitar 47 %. Penurunan

12

Page 16: Ikan Terbang

potensi MSY dalam tempo 27 tahun adalah merupakan refleksi dari

kemerosotan populasi ikan terbang akibat penangkapan berlebihan.

Penurunan secara kuantitatif seperti potensi lestari dapat menjadi kriteria

kategori resiko ancaman kepunahan spesies. Kriteria kemerosotan secara

kuantitatif populasi populasi 50 % dalam tempo 10 tahun dapat dikategorikan

berbahaya ( endangered), penurunan ini tidak termasuk pengurangan 50 % dari

populasi virtual sebagai pemanfaatan MSY dalam manajemen perikanan.

Produksi ikan terbang di Provinsi Bali yang dilaporkan oleh Dinas

Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali (2006) dari tahun 1998-2004 secara

berurutan, yaitu 983 ton; 1.790 ton; 969 ton; 426 ton; 468 ton; 5.111 ton dan

4.990 ton, dengan kenaikan produksi rata-rata per tahun 163,3 %. Daerah

penangkapan ikan terbang mulai dari bagian utara Bali sampai ke Selat Bali.

Nelayan jaring ikan terbang terkonsentrasi di perairan Pemuteran, Kabupaten

Buleleng. Di Bali, pada umumnya hasil tangkapan ikan terbang hanya

dimanfaatkan dan dipasarkan oleh penduduk sekitar (non-ekspor), baik dalam

kondisi segar maupun yang dibuat ikan asap.

Ikan terbang yang diasap di Desa Sririt, Pemuteran, Kabupaten Buleleng,

Provinsi Bali

Nelayan di Makassar rajin berburu telur ikan terbang karena harga

jualnya yang cukup tinggi. Satu kilogramya saja, nelayan bisa menjual dengan

harga sekitar 200 sampai 500 ribu rupiah. Itu pun jika dijual di Negara sendiri

13

Page 17: Ikan Terbang

saja. Kadang, beberapa nelayan memiliki kenalan pengusaha eksportir dimana

mereka mampu mengekspor telur-telur ikan tersebut dengan harga yang lebih

menguntungkan lagi.

Ikan terbang umumnya bertelur pada sekiar bulan April sampai

September. Pada musim telur ini, setiap nelayan bisa mendapatkan telur ikan

hingga puluhan bahkan ratusan telur ikan terbang segar dalam satu kali

pelayaran. Padahal, nelayan hanya perlu sekitar 2-3 hari untuk sekali berlayar.

Maka, dapat dibayangkan betapa besar keuntungan yang diperoleh para

nelayan tersebut jika mereka rajin berlayar pada musim ini. Di musim tersebut,

omset perdagangan telur ikan terbang di Makassar dapat mencapai miliaran

rupiah per harinya.

Menjadi “nelayan telur ikan terbang” di Makassar merupakan profesi

yang sangat umum di daerah pesisir. Pada awalnya dulu, hanya ada satu orang

saja yang menjadi nelayan semacam itu di sana, yaitu seorang warga Makassar

peranakan Cina. Karena orang tersebut sukses besar, maka banyak warga lain

yang mengikuti caranya.

Di Negara-negara Asia

Timur, telur ikan terbang banyak

digunakan pada sushi. Warnanya

yang oranye terang tampak cerah

dan menggugah selera. Untuk

membuat sushi, telur ikan terbang

tidak perlu dimasak terlalu lama.

Wajar saja, karena orang Jepang

kebanyakan memang menyukai ikan mentah untuk sushi.

Sementara itu, di Makassar sendiri, masyarakat setempat pun punya cara

sendiri untuk memasaknya, salah satunya yaitu dibuat acar. Untuk

membuatnya, mula-mula telur ikan terbang tersebut direbus sampai matang.

Namun, jangan sampai terlalu matang karena akan mencerai beraikan ikatan

antar telurnya. Setelah itu, rebusan telur ini dapat dicampur dengan berbagai

macam bumbu dan pelengkap, kemudian disajikan dalam keadaan hangat.

14

Page 18: Ikan Terbang

Seperti halnya produk makanan lain, telur ikan terbang mengandung

protein yang tinggi. Selain itu, telur ikan terbang juga mengandung banyak

Omega 3 yang sangat baik bagi otak. Itulah sebabnya orang Jepang sangat

gemar mengkonsumsi makanan yang satu ini.

G. Upaya Untuk Menjaga Kelestarian Dari Ikan Terbang

Kebutuhan akan rencana pengelolaan perikanan merupakan sesuatu hal

yang mutlak dalam usaha perikanan terutama perikanan tangkap, karena

eksploitasi perikanan dengan cara-cara yang tidak bijaksana akan sangat

berdampak negatif bagi sumberdaya perikanan. Dalam Lokakarya Nasional

Perikanan Ikan Terbang di Makassar, 20-21 September 2005, telah disepakati

bahwa ikan terbang sangat perlu dilindungi dari kondisi tangkap lebih (over-

exploitation), yaitu dengan membuat suatu Rencana Pengelolaan Perikanan

(RPP). Namun data dan informasi dari seluruh Indonesia belum dapat

memenuhi kebutuhan RPP, sehingga diprioritaskan bagi wilayahwilayah yang

telah memiliki data dan informasi yang cukup lengkap untuk memulai

membuat RPP. Untuk itu, telah disepakati bahwa RPP ikan terbang akan

dimulai untuk wilayah Selat Makassar dan Laut Flores. Pertimbangan dalam

memilih kedua wilayah laut ini untuk mewujudkan RPP ikan terbang, yaitu

keanekaragaman jenis ikan terbang yang tinggi, kecenderungan produksi

perikanan yang menurun dalam 30 tahun terakhir, dan kelengkapan data dan

informasi yang sudah dikompilasi.

ALI (2006) telah merangkum beberapa pemikiran dan hasil diskusi

tentang RPP untuk wilayah Selat Makassar dan Laut Flores dalam bentuk visi,

misi dan strategi. Visi dari RPP tersebut adalah terwujudnya pengelolaan

sumberdaya ikan terbang yang optimal dan lestari untuk kesejahteraan

masyarakat, terutama masyarakat nelayan/pesisir. Sedangkan misi RPP yang

telah disusun adalah :

1. Melindungi, mengelola, mendayagunakan sumberdaya ikan terbang secara

rasional, terpadu dan berkelanjutan dengan menjaga keseimbangan antara

pemanfaatan dan pelestarian;

15

Page 19: Ikan Terbang

2. Mengembangkan pengelolaan kooperatif antar semua fihak pemangku

kepentingan dengan mempertimbangkan prioritas ekonomi nasional,

kebutuhan masyarakat lokal, kelestarian sumberdaya, selain

mempertimbangkan kepentingan regional;

3. Meningkatkan kesadaran dan kerjasama pemangku kepentingan di dalam

pengelolaan sumberdaya ikan terbang, dan mengembangkan pola

pengelolaan berbasis masyarakat;

4. Mengembangkan mekanisme dan landasan pengelolaan berdasarkan data

ilmiah tentang potensi, bentuk-bentuk pemanfaatan lestari dan

pendayagunaan berlandaskan daya dukung sumberdaya.

Untuk dapat mewujudkan visi dan misi ini menjadi kenyataan, maka

diperlukan beberapa strategi, antara lain:

1. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman para pemangku kepentingan akan

pentingnya pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan sumberdaya ikan

terbang;

2. Meningkatkan program penelitian untuk mengembangkan ilmu pengetahuan

dan teknologi yang dibutuhkan dalam pengelolaan dan konservasi ikan

terbang yang berkelanjutan serta peningkatan nilai tambah;

3. Mengembangkan pusat studi dan sistem informasi perikanan ikan terbang;

dan

4. Mengembangkan kapasitas kelembagaan pengelolaan, keterpaduan, dan

keterlibatan pihak pemangku kepentingan.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

16

Page 20: Ikan Terbang

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ikan terbang

memiliki struktur unik untuk mendukung kemampuan terbangnya. Ikan terbang

juga memiliki potensi pemanfaatan yang tinggi terutama telurnya sehingga

banyak dieksploitasi dan mengancam keberadaan ikan terbang di alam.

Untuk itu perlu diadakan Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) dari

penangkapan ikan terbang ini sebagai upaya untuk melestarikan dan menjaga

keberadaan ikan terbang di alam.

B. Saran

Sebagai khalifah di bumi sangatlah penting untuk mengelola dan

menjaga kelestarian makhluk hidup di bumi ini termasuk ikan terbang. Jika

ikan terbang diekploitasi secara berlebihan oleh manusia maka akan sangat

mungkin terjadi kepunahan, karena ikan terbang juga memiliki predator alami

di habitatnya.

Mengingat keterbatasan sumber dan referensi dari pembendaharaan

pustaka penulis dan kekurangan penulisan, maka penulis menyarankan kepada

pembaca untuk mencari referensi yang lain dan jangan pernah puas atas ilmu

yang telah didapat.

Daftar Pustaka

17

Page 21: Ikan Terbang

Ali, S. A. (1981). Kebiasaan Makan, Pemijahan, Hubungan Berat Panjang dan

Faktor Kondisi Ikan Terbang Cypselurus oxycephalus (Bleeker) di Laut Flores,

Sulawesi Selatan, Makassar. Tesis Pascasarjana UNHAS : 49 hlm.

Ali, S. A. (2005). Kondisi Sediaan dan Keragaman Populasi Ikan Terbang,

Hirundichthys oxycephalus (Bleeker, 1852) di Laut Selat Makassar. Makassar.

Disertasi Pascasarjana UNHAS.

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali (2006). Laporan Tahunan Program

Pengembangan Sumberdaya Perikanan Tangkap. Denpasar : 76 hlm.

Dwiponggo,, A. T. Sujastami., dan S. Nurhakim. (1983). Pengkajian Potensi dan

Tingkat Pengusahaan Perikanan Torani di Perairan Sulawesi Selatan. Laporan

Penelitian Perikanan Laut, 25 : 1 – 12.

Effendie, M. I. (2002). Biologi Perikanan. Yogyakarta : Yayasan Pustaka

Nusantara : 163 hlm.

Fahri, S. (2001). Keragaman Genetik Ikan Terbang, Cypselurus poisthopus di

Perairan Teluk Mandar, Teluk Manado dan Teluk Tomini Sulawesi Selatan.

Bogor : Program Pasca Sarjana IPB : 53 hlm.

Hutomo, M., Burhanudin, dan S. Martosewojo. (1985). Sumber Daya Ikan

Terbang. Jakarta : Lembaga Oseanologi Nasional-LIPI.

Nessa, M. N., H. Sugondo, J. Andarias dan A. Rotentondok. (1977). Studi

Pendahuluan Terhadap Perikanan Ikan Terbang di Selat Makassar . Lontara :

Lembaga Pangabelat Makassar, 13 : 643-669.

Sihotang, S. (2004). Pengembangan Perikanan Ikan Terbang (Cypselurus spp.) di

Sulawesi Selatan. Bogor : Disertasi Program Pasca Sarjana – IPB : 286 hlm.

Syahailatua, A. (2004a). Ikan Terbang antara Marga Cypselurus dan

Cheilopogon. Oseana, 19 : 1 – 7.

Syahailatua, A. (2006). Perikanan Ikan Terbang di Indonesia : Riset Menuju

Pengelolaan. Oseana, 19 : 21 – 31.

18