lap akhir produktivitas primer

31
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi bagi ekosistem merupakan proses pemasukan dan penyimpanan energi dalam ekosistem. Pemasukan energi dalam ekosistem seperti pemindahan energi cahaya menjadi energi kimia oleh produsen. Penyimpanan energi dalam ekosistem seperti penggunaan energi oleh konsumen dan mikroorganisme. Laju produksi makhluk hidup dalam ekosistem disebut sebagai produktivitas primer (Sumawidjaja, 1979). Besarnya produktivitas primer suatu perairan mengindikasikan besarnya ketersediaan nutrien terlarut (Pitoyo dan Wiryanto, 2001). Produktivitas primer berperan dalam reduksi karbondioksida dengan menggunakan atom hidrogen dari air untuk menghasilkan gula sederhana. Molekul gula sederhana akan membentuk molekul organik yang lebih kompleks dengan menggunakan energi matahari yang ditangkap klorofil. Laju sintesis bahan organik dan perubahan produktivitas primer dapat dihitung dengan teknik pengukuran laju fotosintesis yang didasarkan pada reaksi fotosintesis. Produktivitas primer dapat diketahui pada laju produksi oksigen, laju penggunaan karbon atau air maupun perubahan konsentrasi bahan organik yang terbentuk dalam sistem perairan tersebut (Sumawidjaja, 1979). Oleh karena itu dilakukan 1

Upload: rakhmat-hasan-darmawan

Post on 04-Jan-2016

32 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lap Akhir Produktivitas Primer

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Produksi bagi ekosistem merupakan proses pemasukan dan penyimpanan

energi dalam ekosistem. Pemasukan energi dalam ekosistem seperti pemindahan

energi cahaya menjadi energi kimia oleh produsen. Penyimpanan energi dalam

ekosistem seperti penggunaan energi oleh konsumen dan mikroorganisme. Laju

produksi makhluk hidup dalam ekosistem disebut sebagai produktivitas primer

(Sumawidjaja, 1979). Besarnya produktivitas primer suatu perairan

mengindikasikan besarnya ketersediaan nutrien terlarut (Pitoyo dan Wiryanto,

2001).

Produktivitas primer berperan dalam reduksi karbondioksida dengan

menggunakan atom hidrogen dari air untuk menghasilkan gula sederhana.

Molekul gula sederhana akan membentuk molekul organik yang lebih kompleks

dengan menggunakan energi matahari yang ditangkap klorofil. Laju sintesis bahan

organik dan perubahan produktivitas primer dapat dihitung dengan teknik

pengukuran laju fotosintesis yang didasarkan pada reaksi fotosintesis.

Produktivitas primer dapat diketahui pada laju produksi oksigen, laju penggunaan

karbon atau air maupun perubahan konsentrasi bahan organik yang terbentuk

dalam sistem perairan tersebut (Sumawidjaja, 1979). Oleh karena itu dilakukan

praktikum untuk mengukur produktivitas primer pada perairan danau kampus C

Universitas Airlangga.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada praktikum pengukuran produktivitas primer

sebagai berikut:

1. Berapa nilai produktivitas primer perairan danau Kampus C Universitas

Airlangga?

2. Apa faktor-faktor yang memengaruhi produktivitas primer perairan danau

Kampus C Universitas Airlangga?

1

Page 2: Lap Akhir Produktivitas Primer

1.3 Tujuan Praktikum

Tujuan pada praktikum pengukuran produktivitas primer sebagai berikut:

1. Mengetahui nilai produktivitas primer perairan danau Kampus C Universitas

Airlangga.

2. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi produktivitas primer perairan

danau Kampus C Universitas Airlangga

2

Page 3: Lap Akhir Produktivitas Primer

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Produktivitas Primer

Produktivitas primer suatu ekosistem didefinisikan sebagai jumlah energi

yang diserap dan kemudian disimpan  oleh organisme-organisme produsen

melalui kegiatan fotosintesis dan kemosintesis dalam suatu periode waktu

tertentu. Energi disimpan dalam bentuk zat-zat organik yang dapat digunakan

sebagai bahan makanan oleh organisme heterotrofik (Sumawidjaja, 1979).

Produktivitas primer menjadi mata rantai makanan yang memegang peranan

penting bagi sumberdaya ekosistem. Energi akan mengalir dalam ekosistem

perairan dimulai dengan fiksasi oleh tumbuhan hijau melalui proses fotosintesis.

Zat hara yang tersedia khususnya nitrogen dan fosfor  yang meningkat merupakan

faktor kimia perairan yang dapat mempengaruhi produktivitas primer disamping

faktor fisik cahaya matahari dan temperatur (Wibisono, 2005).

Jumlah seluruh bahan organik yang terbentuk dalam proses produktivitas

disebut produktivitas perairan kotor atau produktivitas total. Sebagian dari

produktivitas total digunakan tumbuhan untuk kelangsungan proses-proses hidup

yang secara kolektif seperti respirasi. Sebagian dari produktivitas primertotal yang

tersedia bagi pemindahan atau pemanfaatan oleh organisme lain. Produktivitas

primer bersih adalah istilah yang digunakan bagi jumlah sisa produktivitas primer

kotor yang sebagian digunakan oleh tumbuhan. Produktivitas primer kotor yang

sebagian digunakan oleh tumbuhan untuk respirasi yang tersedia bagi tingkatan-

tingkatan tropik lain (Nybakken, 1992).

2.2 Faktor-faktor Produktivitas Primer

Faktor-faktor yang memengaruhi produktivitas primer perairan meliputi

kekeruhan, suhu, derajat keasaman, penetrasi cahaya, dan kadar oksigen terlarut.

Penjelasan dari setiap faktor sebagai berikut:

2.2.1 Suhu

Suhu merupakan faktor fisik yang sangat memengaruhi kondisi suatu

sistem perairan. Suhu dapat memengaruhi proses fotosintesis pada tumbuhan dan

3

Page 4: Lap Akhir Produktivitas Primer

proses fisiologi hewan, khususnya derajat metabolisme dan siklus reproduksinya.

Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan

laut, sirkulasi udara, penutupan awan, aliran dan kedalaman dari badan air.

Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi di badan

air. Suhu yang tinggi pada perairan dapat meningkatkan metabolisme dan aktivitas

organisme perairan. Jika metabolisme dan aktivitas organisme perairan tinggi

maka laju fotosintesis akan tinggi sehingga nilai produktivitas primer menjadi

tinggi (Barus, 2004).

2.2.2. Derajat Keasaman

Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion hidrogen

dalam perairan. Nilai pH dapat menggambarkan tingkat keasaman atau kebasaan

suatu perairan. Perairan dapat dikatakan bersifat netral jika pH=7, bersifat asam

jika pH>7, dan bersifat basa jika nilai pH<7 (Effendi, 2003). Organisme akuatik

dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran

toleransi antara asam lemah dan basa lemah. pH yang ideal bagi kehidupan

organisme akuatik umumnya berkisar antara 7-8,5. Kondisi perairan yang bersifat

sangat asam maupun sangat basa akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa

logam berat yang bersifat toksik. Hal tersebut akan membahayakan kelangsungan

hidup organisme di perairan. Jika organisme perairan sedikit maka produktivitas

primer juga akan rendah (Barus, 2004).

2.2.3. Penetrasi Cahaya

Cahaya matahari merupakan salah satu faktor fisika yang memegang

peranan penting dalam perubahan produktivitas primer. Jika kedalaman penetrasi

cahaya yang menembus air diketahui, maka dapat ditentukan interval kedalaman

proses asimilasi tumbuhan terjadi. Energi cahaya matahari digunakan dalam

proses fotosintesis diserap oleh pigmen klorofil dan diubah menjadi energi kimia

sehingga terbentuk bahan organik sebagai hasil akhir fotosintesis. Cahaya yang

tampak kemudian dipantulkan terutama pada panjang gelombang hijau dan secara

keseluruhan radiasi matahari yang aktif dalam fotosintesis sebesar 40% (Effendi,

2003).

Nilai penetrasi cahaya sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya. Jika

tingkat intensitas cahaya tinggi maka nilai penetrasi cahaya akan tinggi dan laju

4

Page 5: Lap Akhir Produktivitas Primer

fotosintesis juga akan tinggi. Laju fotosintesis yang tinggi akan menyebabkan

nilai produktivitas primer tinggi. Sebaliknya, jika tingkat intensitas cahaya rendah

maka penetrasi cahaya akan rendah dan laju fotosintesis juga akan rendah. Laju

fotosintesis yang rendah akan menyebabkan produktivitas primer rendah (Barus,

2004).

2.2.4 Kekeruhan

Kekeruhan sebagai intensitas kegelapan didalam air yang disebabkan oleh

bahan-bahan yang melayang. Kekeruhan perairan umumnya disebabkan oleh

adanya partikel-partikel suspensi seperti tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik

terlarut, bakteri, plankton dan organisme lainnya. Kekeruhan perairan

menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya

yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam

air (Wibisono, 2005). Kekeruhan perairan sangat dipengaruhi oleh keberadaan

padatan tersuspensi, zat-zat terlarut, partikel- partikel dan warna air. Pengaruh

kandungan lumpur dapat mengakibatkan tingkat kecerahan perairan danau

menjadi rendah sehingga dapat menurunkan nilai produktivitas pada perairan

(Nybakken, 1992).

2.2.5 Oksigen Terlarut

            Oksigen terlarut adalah gas oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen

terlarut dalam perairan merupakan faktor penting sebagai pengatur metabolisme

tubuh organisme untuk tumbuh dan berkembang biak. Semakin tinggi kadar

oksigen terlarut maka semakin pesat pula perkembangbiakan organisme sehingga

produktivitas primer menjadi tinggi. Sumber oksigen terlarut dalam air berasal

dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer, arus atau aliran air melalui air hujan

serta aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton. Difusi oksigen

atmosfer ke air bisa terjadi secara langsung pada kondisi air diam atau terjadi

karena pergolakan massa air akibat adanya gelombang atau angin. Difusi oksigen

dari atmosfer ke perairan berlangsung relatif lambat terjadi pergolakan massa air

atau gelombang (Barus, 2004).

Kondisi oksigen terlarut pada perairan danau lebih banyak dihasilkan oleh

fotosintesis alga dan tanaman air yang terdapat pada zona epilimnion dan zona

litoral. Zona epilimnion adalah lapisan bagian atas perairan yang memiliki suhu

5

Page 6: Lap Akhir Produktivitas Primer

relatif konstan. Zona litoral adalah daerah dangkal perairan yang dasarnya dapat

disentuh oleh penetrasi cahaya. Keberadaan oksigen terlarut di perairan sangat

dipengaruhi oleh suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer. Kadar

oksigen akan berkurang dengan semakin meningkatnya suhu, ketinggian, dan

berkurangnya tekanan atmosfer (Salmin, 2005). 

2.3 Metode Penentuan Oksigen

Oksigen terlarut merupakan hasil sampingan dari fotosintesis, sehingga

ada hubungan erat antara produktifvitas dengan oksigan yang di hasilkan oleh

tumbuhan. Metode penentuan oksigen sangat cocok dalam menentukan

produktivitas primer ekosistem perairan, dengan fitoplankton sebagai

produsennya. Metode penentuan oksigen terlarut dengan menggunakan botol

gelap dan botol terang sering digunakan walau hasilnya terbatas pada botol.

Sampel pada metode penentuan oksigen terlarut tidak dibatasi ukuran dan dapat

diukur setiap saat, namun ada kemungkinan terjadi persinggungan oksigen di

atmosfer dan di dalam air. Hasil data metode penentuan oksigen terlarut dapat

diketahui menggunakan pembacaan kurva oksigen per satuan waktu (Pitoyo dan

Wiryanto, 2001).

2.4 Metode Titrasi Winkler

Metode titrasi Winkler secara umum banyak digunakan untuk menentukan

kadar oksigen terlarut. Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri dengan

reagen. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnSO4

dengan NaOH-KI, sehingga akan terjadi endapan MnO2. Endapan MnO2 akan

larut dan membebaskan molekul iodium (I2) dengan menambahkan H2SO4 atau

HCl. Molekul iodium (I2) yang terbebas ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium

yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat

(Na2S2O3) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji) (Salmin, 2005).

Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut:

MnSO4 + NaOH Mn(OH)2 + 2 NaSO4

Mn(OH)2 + O2 2 MnO2 + 2 H2O

MnO2 + 2 KI + 2 H2O Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH

6

Page 7: Lap Akhir Produktivitas Primer

I2 + 2 Na2S2C3 Na2S4O6 + 2 NaI

Hal yang perlu diperhatikan dalam titrasi iodometri ialah penentuan titik

akhir titrasinya, standarisasi larutan tiosulfat dan pembuatan larutan standar

kalium bikromat yang tepat. Pengukuran kadar oksigen terlarut dengan mengikuti

prosedur penimbangan kalium bikromat dan standarisasi tiosulfat secara analitis,

akan diperoleh hasil yang lebih akurat. Kandungan oksigen terlarut pada metode

titrasi Winkler dapat dihitung dengan melihat volume titran natrium tiosulfat (V

Na2S2O3) (Salmin, 2005). Perhitungan oksigen terlarut dengan metode titrasi

Winkler dapat menggunakan rumus pada persamaan (1) (Hanafi, 2013).

OT = a.N.8000

50-(V-2)/V

Keterangan:

OT = Oksigen terlarut (mg O2/L)

A = Volume titran natrium tiosulfat (mL)

N = Normalitas larutan natrium tiosulfat (ek/L)

V = volume botol Winkler (mL)

7

(1)

Page 8: Lap Akhir Produktivitas Primer

(Halaman ini sengaja dikosongkan)

8

Page 9: Lap Akhir Produktivitas Primer

BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Tempat dan Waktu

Praktikum ekologi umum dilakukan di danau Kampus C, Universitas

Airlangga dan di ruang laboratorium 122 Fakultas Sains dan Teknologi,

Universitas Airlangga. Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 10 April

2015, pukul 06.00-14.30 WIB.

Gambar 1. Lokasi Pengambilan Sampel (Anonim1, 2015)

Keterangan:

A = Lokasi pengambilan sampel (danau kampus C Universitas Airlangga)

Gambar 2. Lokasi Analisis Oksigen Terlarut (Sumber: Anonim2, 2015)

9

Page 10: Lap Akhir Produktivitas Primer

Keterangan:

B = Laboratorium ruang 122

3.2 Alat dan Bahan

Pada praktikum pengukuran produktivitas primer bahan yang digunakan

yaitu sampel air danau, reagen titrasi Winkler (MnSO4, NaOH-KI, H2SO4),

sedangkan alat yang digunakan yaitu 1 botol blanko, 1 botol gelap, 1 botol terang,

1 secchi disk, 1 termometer raksa, 1 meteran ukuran 100 m, 1 GPS, 1 statif, 2

klem, 1 buret ukuran 50 ml untuk titrasi tiosulfat, 3 pipet volume, 1 pipet tetes, 1

gelas ukur ukuran 50 ml, 1 erlenmeyer ukuran 250 ml, 1 botol polietilen, tali rafia,

karet gelang, kantong plastik hitam, plastik, gunting, isolasi/lakban, penggaris

ukuran 30 cm, label, masker, dan sarung tangan lateks panjang.

3.3 Cara Kerja

Cara kerja pada praktikum pengukuran produktivitas primer, sebagai

berikut: suhu air danau diukur menggunakan termometer raksa. Penetrasi cahaya

diukur menggunakan secchi disk. Panjang tali secchi disk yang terkena air diukur

menggunakan meteran. Lokasi sampling atau koordinat titik sampling dilihat

menggunakan GPS. Sampel air danau diambil perlahan untuk mencegah aerasi

(adanya gelembung) ke dalam botol blanko. Mulut botol ditutup dengan

menggunakan plastik lalu diikat dengan menggunakan karet gelang. Sampel pada

botol blanko dikunci atau diawetkan dengan menggunakan reagen MnSO4,

NaOH-KI, dan H2SO4 pekat. Penguncian dilakukan dengan cara: sampel yang

sudah ada di dalam botol blanko ditambahkan 1 ml MnSO4 dan 1 ml larutan

NaOH-KI. Botol dikocok hingga terjadi penggumpalan. Gumpalan dibiarkan

mengendap selama 10 menit, setelah mengendap ditambahkan 2 ml H2SO4. Botol

dikocok dengan hati-hati hingga semua endapan larut dan warna larutan berubah

menjadi kuning.

Botol terang dan botol gelap diisi sampel air danau dengan cara diambil

perlahan untuk mencegah aerasi (adanya gelembung). Mulut kedua botol ditutup

dengan menggunakan plastik lalu diikat dengan menggunakan karet gelang.

Lakban dililitkan pada botol gelap secara menyeluruh. Tali rafia diikatkan pada

10

Page 11: Lap Akhir Produktivitas Primer

botol terang dan botol gelap. Panjang tali rafia diukur sesuai dengan panjang tali

secchi disk yang terkena air. Botol terang dan botol gelap yang sudah diikat

dimasukkan ke dalam danau. Ujung lain tali rafia tersebut diikatkan pada pohon di

pinggir danau. Lokasi pengambilan sampel diberi penanda. Botol blanko dibawa

ke ruang laboratorium 122 untuk dilakukan titrasi Winkler. Data yang didapatkan

dicatat dan dihitung. Botol terang dan botol gelap diambil setelah dibiarkan

selama 8 jam, lalu dilakukan penguncian dengan reagen MnSO4, NaOH-KI, dan

H2SO4 pekat. Cara penguncian dilakukan seperti perlakuan pada sampel di botol

blanko. Botol terang dan gelap dibawa ke ruang laboratorium 122 untuk dilakukan

titrasi Winkler. Data tersebut dibandingkan dengan data yang diperoleh dari

sampel botol blanko. Skema kerja dapat dilihat pada gambar 3.

Suhu air danau diukur menggunakan termometer raksa Penetrasi cahaya diukur menggunakan secchi disk Panjang tali secchi disk yang terkena air diukur menggunakan

meteran Lokasi sapling atau koordinat titik sampling dilihat menggunakan

GPS

Sampel air danau diambil perlahan untuk mencegah aerasi (adanya gelembung) ke dalam botol blanko

Mulut botol ditutup dengan menggunakan plastik lalu diikat dengan menggunakan karet gelang

Sampel pada botol blanko dikunci atau diawetkan dengan menggunakan reagen MnSO4, NaOH-KI, dan H2SO4 pekat

Sampel yang sudah ada di dalam botol blanko ditambahkan 1 ml MnSO4 dan 1 ml larutan NaOH-KI

Botol dikocok hingga terjadi penggumpalan

11

Produktivitas primer

Botol blanko

Botol blanko

Page 12: Lap Akhir Produktivitas Primer

Gumpalan dibiarkan mengendap selama 10 menit, setelah mengendap ditambahkan 2 ml H2SO4

Botol dikocok dengan hati-hati hingga semua endapan larut dan warna larutan berubah menjadi kuning

Botol blanko dibawa ke ruang laboratorium 122 untuk dilakukan titrasi Winkler

Data yang didapatkan dicatat dan dihitung

Botol terang dan botol gelap diisi sampel air danau dengan cara diambil perlahan, untuk mencegah aerasi (adanya gelembung)

Mulut kedua botol ditutup dengan menggunakan plastik lalu diikat dengan menggunakan karet gelang

Lakban dililitkan pada botol gelap secara menyeluruh Tali rafia diikatkan pada botol terang dan botol gelap Panjang tali rafia diukur sesuai dengan panjang tali secchi disk

yang terkena air Botol terang dan botol gelap yang sudah diikat dimasukkan ke

dalam danau Sisi lain tali rafia tersebut diikatkan pada pohon di pinggir danau Lokasi pegambilan sampel diberi penanda Setelah 8 jam botol terang dan botol gelap diambil, lalu dilakukan

penguncian dengan reagen MnSO4, NaOH-KI, dan H2SO4 pekat Cara penguncian dilakukan seperti perlakuan pada sampel di botol

blanko Data tersebut dibandingkan dengan data yang diperoleh dari sampel

botol blanko

Gambar 3. Pengukuran Produktivitas Primer

BAB IV

12

Hasil

Botol blanko

Botol terang dan botol gelap

Page 13: Lap Akhir Produktivitas Primer

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Hasil praktikum pengukuran produktivitas primer sebagai berikut:

4.1.1 Data

Data hasil pengamatan dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Volume Titran Na2S2O3

Botol TitrasiVolume Total Titran (V2-V1)

V1 V2 TotalBlanko Pertama 25,6 ml 28,1 ml 2,5 ml

Kedua 1 ml 3,7 ml 2,7 mlGelap Pertama 0,7 ml 5 ml 4,3 ml

Kedua 5 ml 9,5 ml 4,5 mlTerang Pertama 19,9 ml 27,2 ml 7,3 ml

Kedua 23,6 ml 31,4 ml 7,8 ml4.1.2 Analisis Data

Analisis data praktikum pengukuran produktivitas primer sebagai berikut:

4.1.2.1 Pengukuran Oksigen Terlarut

Jumlah Oksigen Terlarut (OT) dapat dihitung menggunakan rumus pada

persamaan (1).

BotolOksigen Terlarut

Titrasi Pertama Titrasi Kedua Rata-rataBlanko OT = a.N.8000

50. ((V-2)/V) = 2,5.0,0037.8000

50.((250-2)/250) = 1,49 mg O2/L

OT = a.N.8000 50.((V-2)/V)

= 2,7.0,0037.8000 50.((250-2)/250) = 1,61 mg O2/L

OT = OT I + OT II 2

= 1,49 + 1,61 2

= 1,55 mg O2/L

Gelap OT = a.N.8000 50. ((V-2)/V) = 4,3.0,0037.8000 50.((250-2)/250) = 2,57 mg O2/L

OT = a.N.8000 50. ((V-2)/V)

= 4,5.0,0037.8000 50.((250-2)/250) = 2,68 mg O2/L

OT = OT I+ OT II 2 = 2,57 + 2,68

2 = 2,62 mg O2/L

Terang OT = a.N.8000 50. ((V-2)/V) = 7,3.0,0037.8000 50.((250-2)/250) = 4,36 mg O2/L

OT = a.N.8000 50. ((V-2)/V)

= 7,8.0,0037.8000 50.((250-2)/250) = 4,65 mg O2/L

OT = OT I + OT II 2

= 4,36 + 4,65 2

= 4,5 mg O2/L

4.1.2.2 Respirasi Komunitas Plankton (R)

13

Page 14: Lap Akhir Produktivitas Primer

Besarnya respirasi komunitas plankton dapat dihitung menggunakan

rumus:

R = I – D

= 1,55 – 2,62

= -1,07 mg O2/L

4.1.2.3 Produksi Primer Kotor (NPP)

Besarnya produksi primer kotor dapat dihitung menggunakan rumus:

NPP = L – I

= 4,5 – 1,55

= 2,95 mg O2/L

4.1.2.4 Produksi Primer Bersih (GPP)

Besarnya produksi primer bersih dapat dihitung menggunakan rumus:

GPP = L – D

= 4,5 – 2,62

= 1,88 mg O2/L

4.1.2.5 Nilai Produktivitas Primer (PP)

Besarnya nilai produktivitas primer dapat dihitung menggunakan rumus:

PP = NPP – GPP

= 2,95 – 1,88

= 1,07 mg O2/L

4.2 Pembahasan

Praktikum pengukuran produktivitas primer bertujuan untuk mengetahui

nilai produktivitas primer perairan danau kampus C Universitas Airlangga serta

mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi produktivitas primer perairan danau

kampus C Universitas Airlangga. Metode yang digunakan pada pengukuran

produktivitas primer ini adalah metode penentuan oksigen terlarut. Praktikum ini

terbagi menjadi 2 proses, yaitu proses penanaman sampel dan proses titrasi.

Proses penanaman sampel dilakukan di danau kampus C Universitas Airlangga

pada koordinat S: 07˚16.199’ dan E: 112˚46.930’. Proses penanaman sampel

dimulai dengan pengambilan sampel pada pukul 06.30 WIB. Sampel diambil

dengan 3 botol yang berbeda, yaitu botol blanko, botol terang, dan botol gelap.

14

Page 15: Lap Akhir Produktivitas Primer

Langkah yang dilakukan sebagai berikut: pengukuran dilakukan

menggunakan termometer untuk mengetahui suhu perairan dan diperoleh data

suhu air danau tersebut 30˚C. Pengukuran kedalaman penetrasi cahaya lalu

dilakukan menggunakan secchi disk Hasil pengukuran tersebut menunjukkan

bahwa kedalaman penetrasi cahaya pada koordinat yang telah ditentukan adalah

26,9 cm. Pengukuran kedalaman penetrasi cahaya tersebut dilakukan untuk

mengetahui kedalaman danau yang dapat ditembus oleh cahaya, dengan demikian

dapat diketahui bahwa pada kedalaman 26,9 cm masih dapat terjadi proses

fotosintesis. Sampel air diambil dan dimasukkan ke dalam botol winkler. Sampel

air tersebut kemudian dikunci menggunakan reagen MnSO4, NaOH-KI, serta

H2SO4 agar kadar oksigen terlarut dalam botol tersebut tetap stabil saat dilakukan

proses titrasi. Botol winkler ini berfungsi sebagai botol blanko yang digunakan

sebagai acuan atau pembanding jumlah oksigen terlarut dari botol gelap dan botol

terang.

Botol gelap dan botol terang diisi dengan air sampel danau kampus C

Universitas Airlangga. Pengambilan sampel tersebut dilakukan didalam air untuk

mencegah terjadinya aerasi. Botol gelap yang berisi air sampel ditutup dengan

plastik hitam untuk mencegah cahaya masuk ke dalam botol agar tidak terjadi

fotosintesis didalamnya. Botol terang ditutup dengan plastik bening agar cahaya

dapat masuk ke dalam botol dan terjadi fotosintesis didalamnya. Kedua botol

tersebut lalu diberi label agar dapat dibedakan dengan botol kelompok lain. Botol-

botol tersebut kemudian diikat dengan tali rafia dengan panjang lebih dari 26,9 cm

agar dapat diikat pada pohon di tepi danau. Penanaman kedua botol dilakukan

dengan memasukkan botol tersebut ke dalam air dengan kedalaman 26,9 cm. Hal

ini dilakukan karena kedalaman penetrasi cahaya pada danau tersebut 26,9 cm,

sehingga diharapkan terjadi proses fotosintesis pada kedalaman tersebut. Tali rafia

diikatkan pada pohon agar botol berada pada kedalaman yang tetap. Sampel

dibiarkan selama kurang lebih 8 jam agar terjadi fotosintesis. Sampel yang

terdapat pada botol winkler dititrasi setelah botol gelap dan botol terang ditanam.

Titrasi tersebut dilakukan untuk mengetahui kadar oksigen terlarutnya.

Sampel air pada botol gelap dan botol terang yang telah ditanam selama 8

jam dititrasi untuk mengukur kadar oksigen terlarut yang terkandung. Hasil kadar

15

Page 16: Lap Akhir Produktivitas Primer

oksigen terlarut yang diperoleh sebagai berikut: botol blanko 1,55 mg O2/L, botol

gelap 2,62 mg O2/L, dan botol terang 4,5 mg O2/L. Terdapat kesalahan pada botol

gelap, seharusnya urutan kadar oksigen terlarut mulai dari terendah adalah botol

gelap, botol blanko, kemudian botol terang. Hal ini disebabkan karena proses

fotosintesis pada botol terang terjadi lebih sempurna, sedangkan pada botol gelap

proses fotosintesis terhalang oleh plastik hitam yang digunakan untuk menutup

botol tersebut. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar oksigen terlarut

pada botol gelap lebih tinggi daripada botol blanko. Penyebab terjadinya

kesalahan tersebut diperkirakan karena plastik penutup botol kurang gelap,

sehingga memungkinkan cahaya tetap dapat menembus plastik dan terjadi

fotosintesis didalamnya meskipun dalam intensitas kecil. Botol gelap

dikondisikan agar terjadi proses respirasi, namun karena terdapat cahaya yang

menembus botol maka proses respirasi terhambat oleh proses fotosintesis yang

terjadi.

Data oksigen terlarut tersebut digunakan untuk melakukan perhitungan

besarnya respirasi komunitas plankton, produktivitas primer kotor, dan

produktivitas primer bersih. Nilai respirasi komunitas plankton pada danau

kampus C Universitas Airlangga adalah -1,07 mg O2/L. Pada perhitungan ini

diperoleh hasil minus, karena terjadi kesalahan data oksigen terlarut pada botol

gelap sehingga berpengaruh pada nilai respirasi komunitas plankton. Nilai

produktivitas primer kotor pada danau kampus C Universitas Airlangga adalah

2,95 mg O2/L. Nilai tersebut merupakan total energi yang diasimilasi oleh

ekosistem danau dalam interval waktu 8 jam. Nilai produktivitas primer bersih

danau kampus C Universitas Airlangga adalah 1,88 mg O2/L. Nilai tersebut

merupakan total energi yang terkumpul dalam biomassa autotrof, yaitu total

energi yang diasimilasi oleh organisme yang melakukan fotosintesis dalam

ekosistem danau (Campbell, 2004). Nilai produktivitas primer danau kampus C

Universitas Airlangga adalah 1,07 mg O2/L. Nilai tersebut merupakan

pengurangan antara nilai produktivitas primer kotor dengan nilai produktivitas

primer bersih.

Nilai produktivitas primer danau kampus C Universitas Airlangga dapat

dikatakan cukup tinggi karena koordinat yang dipilih berdasarkan kedalamannya

16

Page 17: Lap Akhir Produktivitas Primer

merupakan zona limnetik, yaitu lapisan permukaan perairan terbuka dimana sinar

matahari dapat menembus zona ini. Zona tersebut juga didominasi oleh

fitoplankton dan ikan yang berenang bebas. Berdasarkan distribusi suhunya,

koordinat yang dipilih termasuk zona epilimnion yaitu kawasan bersuhu hangat.

Fotosintesis terjadi dengan baik pada zona epilimnion. Hal ini disebabkan karena

intensitas cahaya matahari yang menembus zona tersebut cukup tinggi (Soegianto,

2005).

Nilai produktivitas primer pada danau kampus C Universitas Airlangga

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu, kedalaman penetrasi cahaya,

kekeruhan, dan kadar oksigen terlarut. Suhu berpengaruh terhadap produktivitas

primer perairan karena suhu berpengaruh pada proses fotosintesis tumbuhan.

Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi di badan

air. Suhu yang tinggi pada perairan dapat meningkatkan metabolisme dan aktivitas

organisme perairan sehingga produktivtas primer juga meningkat (Barus, 2004).

Kedalaman penetrasi cahaya memengaruhi nilai produktivitas primer

danau. Semakin dalam penetrasi cahaya suatu perairan maka semakin banyak

cahaya yang masuk dalam perairan, sehingga memungkinkan terjadinya

fotosintesis dengan baik. Kekeruhan juga merupakan faktor yang berpengaruh,

karena kekeruhan berpengaruh terhadap intensitas cahaya yang masuk dalam

perairan. Perairan yang keruh menyebabkan cahaya yang masuk dalam air sedikit,

sehingga berakibat pada terhambatnya proses fotosintesis. Sebaliknya, perairan

yang tidak terlalu keruh, menyebabkan intensitas cahaya yang dapat menembus

perairan cukup tinggi, sehingga proses fotosintesis berjalan dengan baik. Oksigen

terlarut juga merupakan faktor yang memengaruhi produktivitas primer danau

kampus C Universitas Airlangga, karena oksigen terlarut merupakan suatu

cerminan atau acuan terhadap produktivitas primer perairan. Semakin tinggi kadar

oksigen terlarut perairan maka semakin tinggi pula nilai produktivitas primer

perairan tersebut.

(Halaman ini sengaja dikosongkan)

17

Page 18: Lap Akhir Produktivitas Primer

BAB V

SIMPULAN

5.1 Simpulan18

Page 19: Lap Akhir Produktivitas Primer

Simpulan pada praktikum pengukuran produktivitas primer sebagai

berikut:

1. Nilai produktivitas primer perairan danau kampus C Unair adalah 1,07 mg

O2/L.

2. Faktor-faktor yang memengaruhi nilai produktivitas primer danau kampus C

Universitas Airlangga adalah suhu, kedalaman penetrasi cahaya, dan

kekeruhan, serta kadar oksigen terlarut.

(Halaman ini sengaja dikosongkan)

19

Page 20: Lap Akhir Produktivitas Primer

DAFTAR PUSTAKA

Anonim1. 2015. Universitas Airlangga Kampus C. https://www.google.co.id/maps/place/Universitas+Airlangga+Kampus+C/@-7.2692364,112.7835123,206m/data=!3m1!1e3!4m2!3m1!1s0x2dd7fa2160d0876f:0x4b76831de0adddad?hl=en

20

Page 21: Lap Akhir Produktivitas Primer

Anonim2. 2015. Universitas Airlangga Kampus C. https://www.google.co.id/maps/place/Universitas+Airlangga+Kampus+C/@-7.2661629,112.7838185,207m/data=!3m1!1e3!4m2!3m1!1s0x2dd7fa2160d0876f:0x4b76831de0adddad?hl=en

Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. Medan: USU Press.

Campbell, N. A. 2002. Biologi (terjemahan), Edisi kelima Jilid 3. Jakarta: Erlangga.

Effendi. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Yogjakarta: Kanisius.

Hanafi, H. 2013. Air Limbah. Jakarta : Buana.Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama.Pitoyo, A. dan Wiryanto. 2001. Produktivitas Primer Perairan Waduk Cengklik

Boyolali. Surakarta: FMIPA Universitas Sebelas Maret. Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)

Sebagai Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualiatas Perairan. Jakarta: Pusat Penelitian Oseanografi Jakarta.

Sumawidjaja, K. 1979. Limnologi. Bogor: Fakultas Perikanan IPB Soegianto, A. 2005. Ilmu Lingkungan : Sarana Menuju Masyarakat

Berkelanjutan. Surabaya: Airlangga University Press. Wibisono, W.S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Jakarta: PT Grasindo.

21