laoran kasus

63
BAB I PENDAHULUAN Fraktur merupakan keluhan kesehatan yang biasa ditemukan pada kasus ortopedik. Kesalahan dalam penanganan awal fraktur dapat berakibat ke morbiditas jangka panjang dan berpotensial untuk menjadi mortalitas. Fraktur ortopedik biasanya lebih sering ditemukan pada kecelakaan lalu lintas. Pada 2004, trauma akibat kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab kematian nomor 9 terbesar sedunia menurut WHO, dan peringkat ini akan meningkat apabila tidak dilakukan intervensi. Selain daripada di atas, terdapat juga fraktur yang diakibatkan oleh jatuh atau tubrukan biasa, dan kasus fraktur biasa juga ditemukan pada keadaan bencana alam. Fraktur sendiri adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial. Fraktur tidak 1

Upload: kuku-homiiom

Post on 12-Jul-2016

26 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

ortpe, lasus, tgas

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur merupakan keluhan kesehatan yang biasa ditemukan pada kasus

ortopedik. Kesalahan dalam penanganan awal fraktur dapat berakibat ke

morbiditas jangka panjang dan berpotensial untuk menjadi mortalitas. Fraktur

ortopedik biasanya lebih sering ditemukan pada kecelakaan lalu lintas. Pada 2004,

trauma akibat kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab kematian nomor 9

terbesar sedunia menurut WHO, dan peringkat ini akan meningkat apabila tidak

dilakukan intervensi. Selain daripada di atas, terdapat juga fraktur yang

diakibatkan oleh jatuh atau tubrukan biasa, dan kasus fraktur biasa juga ditemukan

pada keadaan bencana alam.

Fraktur sendiri adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi,

tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial. Fraktur tidak selalu

disebabkan oleh trauma berat; terkadang trauma ringan yang berulang dapat

menimbulkan fraktur.

Fraktur stress diakibatkan oleh trauma ringan tetapi terus menerus, seperti

fraktur tibia pada penari balet, atau fraktur fibula pada pelari jarak jauh.

Fraktur patologis adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang sebelumnya

mengalami proses patologis sehingga menyebabkan kelemahan pada struktur

tulang tersebut. Contohnya adalah tumor tulang maligna, miolema multiple, kista

tulang, osteomielitis dan sebagainya. Trauma ringan dapat menimbulkan fraktur

apabila telah mengalami kelemahan pada struktur tulangnya pada kasus ini.

1

Laporan kasus ini dilaporkan karena fraktur patologis sering terjadi

sebagai kasus fraktur yang bukan disebabkan trauma berat akibat kecelakaan.

Berikut ini dilaporkan sebuah kasus fraktur patologis laki-laki berusia 38 tahun

yang dirawat di ruang Tulip RSUD Banjarmasin.

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Fraktur

Fraktur didefinisikan sebagai gangguan dari integritas tulang, meliputi cedera

pada sumsum tulang, periosteum, dan sfot tissue sekitar. Terdapat banyak macam

jenis fraktur tergantung dari jenis klasifikasinya.

Berdasarkan anatomi :

1. Pada diafisis

2. Pada metafisis

3. Pada fisis

4. Pada epifisis

Berdasarkan etiologis :

1. Fraktur traumatik

Fraktur yang terjadi akibat gaya trauma yang besar

2. Fraktur patologis

Fraktur yang terjadi akibat kelemahan struktur tulang sebelumnya karena

kelainan patologis dalam tulang

3. Fraktur stress

Fraktur yang terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu

tempat tertentu

Berdasarkan klinis :

1. Fraktur tertutup

3

Fraktur yang dimana tulang yang mengalami fraktur tidak terhubung

dengan dunia luar

2. Fraktur terbuka

Fraktur yang dimana tulang yang mengalami fraktur terhubung dengan

dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak.

3. Fraktur dengan komplikasi

Fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya malunion, delayed

union, nonunion, infeksi tulang.

Berdasarkan konfigurasi :

1. Fraktur transversal

2. Fraktur oblik

3. Fraktur spiral

4. Fraktur Z

5. Fratur segmental

6. Fraktur kommunitif

7. Fraktur baji

8. Fraktur avulsi

9. Fraktur depresi

10. Fraktur impaksi

11. Fraktur burst

12. Fraktur epifisis

4

Berdasarkan ekstensi :

1. Fraktur total

2. Fraktur tidak total

3. Fraktur buckle

4. Fraktur garis rambut

5. Fraktur green stick

5

Berdasarkan hubungan antar fragmen :

1. Tidak bergeser (undisplaced)

2. Bergeser (displaced), terbagi dalam 6 cara :

i. Bersampingan

ii. Angulasi

iii. Rotasi

iv. Distraksi

v. Over-riding

vi. Impaksi

6

Ketika fraktur terjadi, fraktur tersebut dideskripsikan secara radiografis dan

klinis dengan beberapa faktor berikut :

o Anatomi : Fraktur tersebut dideskripsikan mengenai hubungan tulang

yang terlibat dan lokasinya pada tulang (diafisis, metafisis, fisis dan

epifisis)

o Keterlibatan permukaan artikular : apakah fraktur tersebut melibatkan

intra-artikular?

o Displacement atau pergeseran : apakah fragment fraktur yang distal

bergeser dibanding fragmen fraktur yang proximal?

o Angulasi : deformitas angular didefinisikan berdasarkan derajat

berdasarkan hubungan fragment distal ke fragment proximal atau

dengan hubungan apex proximal dari fragment distal.

o Rotasi : deformitas rotasi dideskripsikan secara klinis dan radigrafis

7

o Pemendekan : apakah fraktur tersebut menyebabkan pemendekan

tulang?

o Fragmentasi : Muller AO ( Arbeitsgemeinschaft für

Osteosynthesefragen [Association for

Osteosynthesis])  Comprehensive Classification of Fractures

menyediakan deskripsi terstandar untuk pola fraktur, sehingga

memudahkan untuk komunikasi mengenai cedera lebih tepat dan

mudah dimengerti.

o Simple fracture adalah spiral, oblik, atau transversal.

o Fraktur multifragmen adalah fraktur yang banyak retakan pada

tulang, sehingga menyebabkan lebih dari 2 fragmen.

o Wedge fracture adalah jenis spiral (enegi kecil) atau bending

(energi besar) dan menyebabkan fragmen fraktur distal dan

proximal tetap bersentuhan satu sama lain.

o Complex Multifragmentary fracture adalah fraktur segmental

atau fraktur dimana tidak ada kontak antara fragmen distal dan

proximal tanpa adanya pemendekan tulang.

o Keterlibatan soft-tissue : apakah fraktur jenis terbuka atau tertutup?

apakah terdapat cedera neurologis dan atau vaskular? apakah terdapat

cedera otot atau tanda-tanda kompartmen sindrom? Gustilo et al

mendeskripsikan fraktur terbuka dalam 3 tipe :

8

o Tipe I : luka kurang dari 1 cm, bersih, dan biasanya diakibatkan

fragmen fraktur yang menembus kulit (misal, inside-out

injury). Ini adalah cedera dengan gaya lemah.

o Tipe II : luka lebih dari 1 cm, kontaminasi minimal, dan tanpa

cedera atau defek yang besar pada jaringan lunakf. Ini juga

dianggap sebagai cedera dengan gaya lemah.

o Tipe III : luka lebih dari 1 cm, dengan gangguan jaringan lunak

yang signifikan/bermakna. Mekanismenya diakibatkan trauma

gaya kuat, sehingga mengakibatkan fraktur tidak stabil dengan

fragmentas yang bervariasi derajatnya. Fraktur tipe II dibagi

lagi menjadi :

IIIA : lukanya memiliki cukup jaringan lunak yang

sehat untuk menutupi tulang tanpa perlu dilakukan flap

local atau flap distant

IIB : Gangguan pada jaringan lunak sangat besar

sehingga perlu dilakukan flap untuk menutupi tulang.

Luka mungkin terkontaminasi dan irigasi atau prosedur

debridement diperlukan untuk membersihkan luka

9

IIIC : semua fraktur terbuka yang terdapat cedera arteri

atau neurologis yang perlu diperbaiki dianggap

langsung sebagai tipe IIC.

2. Epidemiologi

Trauma menyebabkan lebih dari 140.000 kematian tiap tahun di Amerika

Serlunak dan merupakan penyebab tertinggi untuk angka kematian pada

orang yang berusia 1-34 tahun, dan menyebabkan banyaknya yang

kehilangan produktivitas sebelum usia 65 tahun dibanding kasus penyakit

arteri koroner, kanker, dan stroke digabung.

Pada negara yang berpenghasilan menengah ke bawah, jatuh dan

kecelakaan lalu lintas adalah penyebab terbanyak yang menjadi masalah,

lebih banyak daripada penyakit menular seperti Tuberculosis dan HIV.

10

Proporsi masalah dari cedera, berbanding terbalik dibandingkan penyakit

menular atau degeneratif, seperti pada negara dengan pendapatan menengah

seperti China dan Amerika Serlunak.

Insidensi fraktur bersifat multifaktor dan sering berkomplikasi akibat

beberapa faktor seperti usia, jenis kelamin, gaya hidup dan pekerjaan. Pada

Amerika Serlunak, terjadi 5,6 juta fraktur setiap tahunnya, sekitar 2%

insidensi

3. Etiologi

Fraktur terjadi ketika terdapat gaya yang diarahkan ke tulang melebihi dari

kekuatan tulang tersebut. Faktor-faktor baik intrinsik maupun ekstrinsik

sangat penting pada fraktur. Faktor ekstrinsik berupa rasio tulang yang

terkena energi mekanik tersebut dan durasi, arah dan derajat kekuatan yang

diarahkan pada tulang. Faktor intrinsik termasuk kapasitas tulang dalam

menyerap gaya yang diterima, elastisitas, kekuatan, densitas.

Tulang dapat mengalami fraktur sebagai hasil dari trauma secara langsung

atau tidak langsung. Trauma langsung termasuk gaya secara langsung pada

tulang; mekanisme langsung seperti tapping fracture (misal bumper injury),

penetrating fracture (misal cedera luka tembak), dan crush fracture. Trauma

tidak langsung termasuk gaya tenada yang berlangsung jauh dari daerah

fracture seperti pada tekanan (traksi), kompres, dan gaya rotasi.

4. Patofisiologi

Fraktur dapat sembuh dengan 2 mekanisme yang berbeda, tergantung pada

posis dan stabilitas. Penyembuhan primer/langsung dapat terjadi ketika

11

reduksi anatomis dengan kompresi dapat tercapai. Dengan penyembuhan

primer, penyembuhan terjadi secara internal dan tidak terbentuk kalus.

Penyembuhan tidak langsung / sekunder terjadi dengan stabilitas relatif

apabila reduksi anatomis tidak tercapai atau kompresi tidak memungkinkan.

Tipe penyembuhan ini memerlukan pembentukan kalus tulang dan external

remodelling untuk menyambungkan jeda antar tulang.

Fase penyembuhan fraktur meliputi :

Kerusakan jaringan dan pembentukan hematoma

Hematome terbentuk dari darah yang mengalir dari pembuluh

darah yang rusak, hematom dibungkus jaringan lunak disekitarnya

(periosteum dan otot) terjadi dalam 1-2 x 24 jam.

Fase radang dan proliferasi seluler

Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, disekitar

lokasi fraktur sel-sel ini menjadi prekursor untuk osteoblasr dan aktif

tumbuh ke arah fragmen tulang.

12

Fase pembentukan kalus

Osteoblast membentuk kalus/tulang lunak memberikan rigiditas

pada fraktur. Massa kalus terlihat pada X-ray yang menunjukkan

fraktur telah menyatu. terjadi setelah 6-10 hari terjadinya fraktur.

Fase konsolidasi

Kalus mengeras dan terjadi proses konsolidasi. fraktur teraba telah

menyatu, secara bertahap menjadi tulang matur. Terjadi pada minggu

ke-3 - 10 setelah terjadinya fraktur

13

Fase remodeling

Fraktur telah disambungkan oleh tulang yang padat. Terjadi selama

beberapa bulan, atau bahkan beberapa tahun. Pada fase remodeling ini,

perlahan-lahan terjadi resorbsi osteoklas dan osteoblast pada tulang

dan kalus eksterna perlahan-lahan menghilang. Pada kalus bagian

dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sumsum

tulang.

Pada kejadian cedera fraktur, fase yang paling penting dalam

penyembuhan adalah faktor peradangan dan pembentukan hematom. Karena

pada fase ini mekanisme sinyal sel bekerja dan mekanisme inflamasi akan

menarik sel yang diperlukan untuk melakukan respon penyembuhan. Dalam

7 hari, badan akan membentuk jaringan granulasi diantara fragmen fraktur.

Berbagai komponen biokimia akan memerikan sinyal pada substansi terkait

dalam pembentukan soft callus, yang berlangsung selama 2 minggu.

14

Pada saat pembentukan hard callus, proliferasi sel dan diferensiasi mulai

memproduksi osteoblast dan kondroblas pada jaringan granulasi. Osteoblas

dan kondroblas, mensintesiskan matrix organik sel pada tulang yang menyatu

dan kartilago, dan tulang yang baru akan terbentuk. Fase ini memerlukan

waktu 4-16 minggu.

Pada fase terakhir, remodelling, kalus dari tulang yang baru dibentuk akan

diganti dengan tulang lamellar keras, yang disusun secara paralel terhadap

axis dari tulang. Fase terakhir ini akan membuat remodelling pada tulang di

daerah penyembuhan fraktur oleh berbagai sel seperti osteoklas. Ini dapat

terjadi berbulan-bulan atau bertahun-tahun, tergantung dari pasien dan faktor

fraktur.

Faktor pasien meliputi usia, pengobatan, faktor sosial dan nutrisi. Faktor

lain adalah tipe fraktur, derajat trauma, penyakit sistemik dan lokal, dan

infeksi.

Pasien dengan faktor prognosis jelek dalam penyembuhan tulang beresiko

dalam komplikasi penyembuhan tulang seperti nonunion (fraktur tanpa

kemungkinan sembuh), malunion (penyembuhan tulang pada posisi yang

tidak sesuai), osteomielitis, dan nyeri kronik

Faktor Ideal Bermasalah

Usia remaja Dewasa tua

Komorbiditas Tidak ada Multiple medical komorbid

(misal diabetes)

Medikasi Tidak ada NSAID, kortikosteroid

15

Faktor sosial Bukan perokok Perokok

Nutrisi Nutrisi baik Nutrisi jelek

Tipe fraktur Tertutup,

neurovaskular intak

Terbuka dengan suplai darah

jelek

Trauma Single limb Multiple trauma

Faktor lokal Tidak ada infeksi Local infeksi

5. Diagnosis

o Anamnesis

Biasanya penderita datang dengan suatu trauma, baik yang hebat

maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk

menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat,

karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan fraktur

mungkin terjadi di daerah lain. Trauma dapat terjadi karena kecelakaan

lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh dari kamar mandi,

penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan pada pekerja oleh karena

mesin atau karena trauma olahraga.

Pada anamnesis yang mengarahkan kita kepada suatu fraktur

patologis :

 pasien dengan fraktur yang terjadi secara spontan atau pada trauma minor

 pola fraktur yang tidak biasa

 riwayat multipel fraktur sebelumnya

 usia tua

16

 riwayat keganasan atau penyakit metabolik

 riwayat nyeri pada tempat fraktur sebelum terjadi fraktur

faktor risiko seperti merokok maupun eksposure terhadap karsinogen

o Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan adanya :

o tanda-tanda vital yang mungkin merujuk pada shock, tanda-tanda

anemis atau perdarahan

o Kerusakan pada organ-organ lain disekitar tempat terjadinya fraktur

seperti otak, sumsum tulang belakang atau organ dalam rongga thorak,

panggul dan abdomen

o Faktor predisposisi misalnya pada fraktur patologis seperti adanya

kanker, infeksi, kista, osteoporosis.

o Inspeksi (look)

Bandingkan dengan bagian yang sehat

Perhatikan posisi anggota gerak

Keadaan umum penderita secara keseluruhan

Ekspresi wajah karena nyeri

Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan

Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk

membedakan fraktur tertutup dan terbuka

Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan

pemendekan

17

Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-

organ lain

Perhatikan kondisi mental penderita

Keadaan vaskularisasi

o Palpasi (feel)

Krepitasi

Pemeriksaan vaskularisasi pada daerah distal trauma

Pengukuran tungkai untuk melihat perbedaan panjang tungkai

o Pergerakan (move)

Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan

secara aktif dan pasif sendi prosimal dan distal dari tulang yang

mengalami trauma. Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan

menyebabkan nyeri yang hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh

dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkkan

kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.

Selain pemeriksaan fisik standar pada fraktur, diperlukan pemeriksaan

tambahan seperti ada tidaknya massa pada tempat fraktur, keterlibatan

limfonodi regional. Pemeriksaan thyroid, mammae, prostat dan rektum juga

perlu dilakukan untuk mencari kemungkinan tumor primer.

o Penunjang/Radiologis

Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi

serta ekstensi fraktur. Tujuannya :

o Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi

18

o Melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta

pergerakannya

o Menentukan teknik pengobatan

o Untuk menentukan apakah fraktur tersebut baru atau tidak

o Menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler

o Melihat adanya kelainan patologis lain pada tulang

o Melihat adanya benda asing seperti peluru.

Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan prinsip DUA :

o Dua posisi proyeksi

Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas dan di

bawah sendi yang mengalami fraktur

o Dua anggota gerak

Ketika kita mencurigai suatu fraktur patologis akibat metastasis :

Bone survey untuk mencari kemungkinan kelainan pada tempat lain

(metastasis pada tulang yang lain, impending fraktur).

Thorax AP

Bone scans

USG abdomen

Pemeriksaan spesifik : mammografi, IVU, endoscopy

6. Penatalaksanaan

Tujuan umum dalam penanganan fraktur awal adalah mengontrol

perdarahan, pengurangan rasa nyeri, mencegah cedera iskemi-reperfusi, dan

19

menghilangkan potensi sumber kontaminasi (benda asing dan jaringan).

Ketika ini berhasil dilakukan, fraktur harus direduksi dan reduksi selalu

dipertahankan agar mengoptimalisasikan kondisi untuk penyambungan

fraktur dan minimalisasi komplikasi.

Tujuan dari penanganan fraktur adalah menjaga segmen tubuh yang

terkait, ketika disembuhkan dapat kembali lagi ke fungsi yang bisa diperbaiki

semaksimalkan. Ini dapat tercapai bila reduksi fraktur bisa dijaga dengan

teknik imobilisasi yang membantu fraktur untuk sembuh dan di waktu

bersamaan juga membantu untuk fungsi aftercare pasien. Terdapat cara

operatif maupun nonoperatif dalam penatalaksanaan fraktur.

Nonoperatif meliputi casting dan traksi (skin traction atau skeletal

traction)

o Casting

Reduksi tertutup harus dilakukan sedini mungkin untuk fraktur

yang terdapat displaced, pemendekan, atau angulasi. Ini dapat dicapai

dengan penggunaan traksi pada sumbu panjang pada anggota tubuh

yang cedera dan membalikkan mekanisme cedera/fraktur, diikuti

dengan imobilisasi melalui casting atau splinting. Splint dan cast dapat

dibuat dari fiberglass atau plaster.

Reduksi tertutup / closed reduction dikontraindikasikan pada

keadaan :

o Fraktur undisplaced

20

o Apabila terdapat displacement tapi tidak bersifat relevant terhadap

hasil fungsional

o Apabila reduksi mustahil dilakukan (Fraktur comminutive berat)

o Apabila reduksi yang telah tercapai, tapi tak bisa dipertahankan

o Apabila fraktur diakibatkan karena gaya traksi

Traksi

Selama beberapa tahun, traksi telah digunakan untuk penanganan

fraktur dan dislokasi yang tak bisa diterapi dengan casting. Dengan

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mengenai operasi dan

implant ortopedi, traksi mulai jarang digunakan untuk penanganan

dislokasi atau fraktur. Terdapat 2 jenis traksi : skin traction dan

skeletal traction.

Pada skin traction, tape traksi dipasangkan ke kulit dari segment

anggota tubuh yang dibawah fraktur, atau sepatu dari foam yang

dipasangkan secara pas ke kaki pasien. Ketika memasang skin traction,

atau traksi Buck, biasanya 10% dari berat tubuh pasien

direkomendasikan (hingga 5kg). Pada berat lebih dari 5 kg, maka

lapisan superfisial kulit dapat rusak dan iritasi. Karena semua gaya

yang dihasilkan dari traksi ini hilang dan memudar pada struktur

jaringan lunak, traksi ini jarang digunakan sebagai terapi definitif

untuk dewasa, tetapi lebih kepada penanganan sementara sampai terapi

definitif dilakukan.

21

Pada skeletal traction, pin (misal Steinmann pin) diletakkan pada

tulang distal dari fraktur. Pemberat diberikan pada pin ini dan pasien

ditaruh di tempat khusus untuk memfasilitasi traksi dan perawatan.

Traksi jenis ini biasanya digunakan untuk fraktur femur.

Penanganan berdasarkan prinsip AO ada 4, dan ini telah menjadi pedoman

selama beberapa abad :

1. Reduksi anatomis untuk fragmen fraktur : Untuk diafisis, penyusunan

anatomis termasuk panjang, angulasi dan rotasi diperbaiki; fraktur

intra-artikuler butuh reduksi anatomis untuk semua fragmen

2. Fiksasi yang stabil, absolut ataupun relatif untuk memenuhi kebutuhan

biomekanik

3. Menjaga suplai darah ke daerah yang cedera serta jaringan lunak

4. Range of Motion dini dan rehabilitasi

Open Reduction and Internal Fixation (ORIF)

22

Tujuan dari ORIF adalah mengekspose secara adekuat daerah

fraktur dan meminimalisir lepasnya jaringan lunak dan mereduksi

fraktur. Ketika reduksi tercapai, dijaga kestabilannya.

Open reduction yang dimaksud adalah menyusun kembali tulang

yang fraktur ke posisi normal. Internal fixation adalah penggunaan

besi, mur atau plat nruk menjaga tulang yang fraktur tetap stabil dan

mencegah infeksi.

Kirschner wires

Kirschner wires, atau K-wire, umum digunakan sebaga terapi

sementara maupun definitif pada fraktur. Akan tetapi, K-wire hanya

memperbaiki kestabilan dalam susunan tulang, tapi tidak menjaga

kemungkinan terjadinya rotasi, dan sangat lemah terhadap gaya rotasi /

twist. K-wire umumnya digunakan untuk fiksasi tambahan untuk mur

atau plat dan mur yang melibatkan fraktur pada sendi.

23

Ketika K-wire digunakan sebagai fiksasi tersendiri, penggunaan

casting atau splinting digunakan secara bersamaan. Kawat ini dapat

dipasang perkutan atau melalui mekanisme mini-open.

Plat dan mur

Plat dan mur umumnya digunakan untuk penanganan fraktur

artikuler. Penggunaan ini memerlukan reduksi anatomis dari fragmen

fraktur dan membuat ROM dini pada ekstremitas yang terluka. Plat

memberikan tenaga dan stabilitas untuk menetralisasikan tenaga pada

anggota tubuh yang cedera untuk fungsi postoperatif

24

Desain plate bervariasi, tergantung dari regio anatomi dan ukuran

dari tulang dimana plat akan dipasang. Semua plat harus dipasang

dengan pengelupasan jaringan lunak seminimal mungkin.

Terdapat 5 fungsi plat utama:

Buttress (antiglide) plates

Compression plates

Neutralization plates

Tension Band plates

Bridge plates

Buttress plates menguatkan kompresi dan membalas gaya yang

umumnya terjadi pada fraktur yang mengenai metafisis dan epifisis.

Plat ini biasanya digunakan berbarengan dengan fiksasi mur

25

interfragment. Biasanya plat ini difiksasi ke fragmen fraktur yang

terbesar dan tidak harus difiksasi lewat fragmen yang kecil. Untuk

mencapai fungsi yang dibutuhkan, diperlukan plat yang sesuai dengan

fiksasi dan support yang adekuat.

Compression plat melawan gaya bengkokan, jepitan dan torsional

dengan menyediakan kompresi sepanjang letak fraktur via lubang-

lubang di plat. Plat ini biasanya digunakan untuk tulang panjang

seperti fibula, radius, dan ulna, dan pada operasi nonunion atau

malunion.

26

Neutralization plates biasanya digunakan kombinasi dengan fiksasi

mur interfragment. Kompresi mur ini menyediakan penekanan atau

kompresi pada daerah fraktur. Plat nya berfungsi untuk menetralisir

gaya bengkok, jepit dan torsio pada fiksasinya dan meningkatkan

stabilitas konstruksi tulang. Plat ini biasanya digunakan untuk fraktur

yang berhubungan dengan fibula, radius, ulna dan humerus.

Bridge plates bagus digunakan dalam menangani fraktur

multifragmen diafisial atau metafisial. Pemasangan perlu ekstra hati-

hati unruk mendapatkan peraikan pada penyusunan panjang dan rotasi

pada plat ini.

Tension band plates mengubah tenaga tekanan menjadi tenaga

kompresi sehingga menghasilkan stabilitas total.

27

Paku intermedular

Paku intermedular telah digunakan selama beberapa abad yang

lalu. Cara kerjanya seperti splint internal yang membagi beban pada

tulang, dapat bersifat fleksibel atau rigid, terkunci atau tidak. Biasanya

digunakan untuk fraktur tibial dan femoran diafisis, paku ini

memberikan stabilitas relatif untuk menjaga susunan tulang dan

panjangnya, serta membatasi rotasi. Keuntungan teknik ini adalah

minimal invasif, dan ROM dini.

Fiksasi Eksternal

Fiksasi eksternal memberikan stabilisasi dari jauh tanpa

mengganggu struktur jaringan lunak di daerah fraktur. Teknik ini tidak

hanya memberikan stabilitas pada ekstremitas dan menjaga panjang,

28

susunan dan rotasi tulang tanpa perlu casting, tapi juga memudahkan

untuk inspeksi jaringan lunak yang vitas untuk penyembuhan fraktur

serta wound care.

Indikasi untuk fiksasi eksternal :

Fraktur terbuka yang memiliki kerusakan jaringan lunak yang

signifikan

Cedera jaringan lunak

Fraktur pelvis

Fraktur unstable dan severe comminuted

Fraktur yang berhubungan dengan bony deficit

Fraktur berkaitan dengan infeksi atau nonunion

7. Komplikasi

Komplikasi pada cast meliputi pembentukan ulkus tekanan / pressure

ulcer, luka bakar akibat pengerasan plaster dan tromboplebitis. Grup AO

ASIF juga mengomentari imobilisasi cast yang lama atau juga disebut cast

disease dapat menyebabkan gangguan sirkulasi, inflamasi dan penyakit

tulang yang berakhir pada osteoporosis, edema kronik, atrofi soft-tissue, dan

kaku sendi.

Komplikasi pada traksi meliputi pembentukan ulkus, infeksi

pulmo/urinaria, permanent footdrop contractur, palsi nervus peroneal, infeksi

pin traksi dan tromboembolik. Semua ini diakibatkan sedikitnya mobilitas

pasien, atrofi otot, kelemahan dan kaku akibat dari fraktur.

29

Komplikasi dari fiksasi eksternal meliputi infeksi pin traksi, pin lepas atau

rusak, gangguan pada gerak sendi, cedera neurovaskular ketika diletakkan

pin, malalignment karena buruknya penyusunan, delayed union dan

malunion.

Kompartmen sindrom, awalnya dilaporkan oleh von Volkmann pada 1872,

adalah kondisi yang mengancam hidup pasien. Sindrom kompartmen terjadi

ketika tekanan pada jjaringan melebihi tekanan perfusi pada ruang anatomis

tertutup. Kondisi ini dapat terjadi pada berbagai kompartmen seperti tangan,

lengan, abdomen, pantat, paha, dan kaki, tapi umumnya terjadi pada bagian

anterior kompartmen kaki.

Sejarah awal dari kompartmen sindrom dapat berhubungan dengan

nekrosis jaringan, kegagalan fungsi organ dengan kontraktur, dan gagal ginjal

sekunder dengan rhabdomyolisis, yang dapat berakhir dengan kematian bila

tidak diatasi. Kompartmen sindrom dapat terjadi setelah cedera trauma pada

ekstemitas, setelah iskemia dan pada kasus yang jarang, setelah olahraga.

Klinis pasien mengalami nyeri yang luar biasa dan nyeri saat meregangkan

otot secara pasif, serta pallor, parestesi, poikilothermia (temperatur

abnormal). Pulselessness adalah tanda yang biasanya lambat ditemukan pada

kompartmen sindrom.

Kompartmen sindrom dapat diukur secara objektif. Tekanan

intrakompartment lebih dari 30 mmHg atau tekanan diastolik dikurangi

tekanan intrakompartmen yang hasilnya lebih dari 30 mmHG merupakan

30

indikasi untuk dilakukan operasi. Terapi definitif adalah fasciotomi pada

kompartmen yang terkena.

Kebanyakan fraktur patologis dapat menyatu, karena laju deposisi pada

penyembuhan fraktur lebih cepat daripada laju resorbsi penyakit yang

mendasari fraktur tersebut. Fraktur patologis pada osteomielitis tidak akan

menyatu sampai infeksi bisa terkontrol. Pada neoplasma ganas seperti

osteosarkoma, laju deposisi dan resorpsi tulang bisa sama cepat, sehingga

bisa terjadi delayed union dan merupakan suatu indikasi amputasi. Fraktur

patologis akibat metastasis neoplasma pada ekstrimitas biasanya memerlukan

fiksasi internal dikombinasi dengan terapi radiasi dan hormonal.

31

BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. Ahmad

Umur : 38 tahun

No. RMK : 1.18.21.46

Bangsa : Indonesia

Suku : Banjar

Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Sembilang RT 0001

MRS : 1-12-2015

II. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama : Nyeri pada kaki kanan

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Os datang dengan keluhan nyeri pada kaki kanan sejak sekitar 1 minggu

SMRS akibat terjatuh dengan sendirinya saat berjalan. Os mengaku

sejak terjatuh tersebut, kaki os menjadi sangat nyeri jika dibawa berjalan

sehingga os hanya berbaring. Riwayat nyeri yang sama sebelumnya

disangkal. Os mengaku 1 bulan yang lalu dioperasi untuk pengangkatan

32

kanker ginjal sebelah kanan. Karena keluhan tersebut, os berobat ke

RSUD Ulin

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

Hipertensi (-) DM (-) Asma (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga :

Penyakit serupa (-) Hipertensi (-) DM (-) Asma (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Pemeriksaan Umum

1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

2. Kesadaran : Composmentis, GCS : 4-5-6

3. Tanda Vital

Tekanan darah : 120/80

Respirasi rate : 24 x/menit

Nadi : 98 x/menit

Suhu : 37.0o C

B. Pemeriksaan Kepala dan Leher

Umum : Bentuk mesosefali

Rambut : Warna hitam, tipis, distribusi merata

Mata :

- eksoftalmus (-/-)

- konjungtiva pucat (-/-)

- sklera ikterik (-/-)

33

- refleks cahaya (+/+)

Mulut : mukosa pucat (-)

Leher :

- Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening

- Jugular venous pressure tidak meningkat

C. Pemeriksaan Thoraks

Paru

Inspeksi : Gerakan nafas simetris, retraksi (-)

Palpasi : Fremitus vokal simetris, nyeri tekan tidak ada

Perkusi : Sonor (+/+)

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : Iktus dan pulsasi tidak terlihat

Palpasi : Apeks teraba pada ICS V LMK kiri, Thrill (-)

Perkusi : Batas kanan ICS II-IV LPS Dextra

Batas kiri ICS II-IV LMK Sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II tunggal

Murmur tidak ada

D. Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Tampak datar, vena kolateral (-), scar (+) luka post op,

distensi (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Hepar, lien, massa tidak teraba,

34

Perkusi : Timpani

E. Pemeriksaan Ekstremitas

Atas : Akral hangat, edem (-/-), parese (-/-)

Bawah : Akral dingin, edem (-/-), parese (-/-)

Deformitas (+), shortening (+), krepitasi (+)

F. Pemeriksaan Tulang Belakang

G. Pemeriksaan Neurologis

Dalam batas normal, nyeri (-), tidak tampak skoliosis, kifosis, lordosis

H. Status neurologis :

N. VII Kanan Kiri

Motorik Orbitofrontal : baik baik

Motorik Orbicularis : baik baik

N. VIII

Vestibular

Vertigo : (-)

Nistagmus : (-)

Cochlear

Tuli Konduktif : (-)

Tuli Perspeptif : (-)

N. IX, X

Motorik : tidak ada deviasi uvula, arcus faring simetris

Sensorik : refleks muntah (+), refleks menelan (+)

N. XI Kanan Kiri

35

Mengangkat bahu : baik baik

Menoleh : baik baik

N. XII

Pergerakan Lidah : baik, tidak ada deviasi

Atrofi : (-)

Fasikulasi : (-)

Tremor : (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tabel 3.1. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 1-12-2015

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

HEMATOLOGI

Hemoglobin 8.3 14,0-18,0 g/dl

Leukosit 20.6 4,0-10,5 ribu/ul

Eritrosit 3.11 4,50-6,00 Juta/ul

Hematokrit 25.6 42,00-52,00 Vol%

Trombosit 339 150-450 Ribu/ul

RDW-CV 15.2 11,5-14,7 %

MCV-MCH-MCHC

MCV 82,5 80,0-97,0 Fl

MCH 26,6 27,0-32,0 Pg

MCHC 32,4 32,0-38,0 %

Hitung Jenis

Gran % 69.3 50,0-70,0 %

Limfosit % 18.1 25,0-40,0 %

36

Gran # 14.3 2,50-7,00 Ribu/ul

Limfosit # 3.7 1,25-4,00 Ribu/ul

KIMIA

GULA DARAH

Glukosa Darah Sewaktu 94 <200 mg/dL

HATI

SGOT 19 0 – 46 U/l

SGPT 16 0 – 45 U/l

GINJAL

Ureum 51 10 – 50 mg/dL

Creatinin 1,0 0,7 – 1,4 mg/dL

ELEKTROLIT

Natrium 138 135-146 mmol/l

Kalium 4.0 3,4-5,4 mmol/l

Chloride 111 95-100 mmol/l

Tabel 3.2. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 4-12-2015

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

HEMATOLOGI

Hemoglobin 10.9 14,0-18,0 g/dl

Leukosit 2.9 4,0-10,5 ribu/ul

Eritrosit 4.30 4,50-6,00 Juta/ul

37

Hematokrit 35.1 42,00-52,00 Vol%

Trombosit 67 150-450 Ribu/ul

RDW-CV 14.2 11,5-14,7 %

MCV-MCH-MCHC

MCV 81.7 80,0-97,0 Fl

MCH 25.3 27,0-32,0 Pg

MCHC 31.1 32,0-38,0 %

Hitung Jenis

Gran % 66.7 50,0-70,0 %

Limfosit % 16.2 25,0-40,0 %

Gran # 1.91 2,50-7,00 Ribu/ul

Limfosit # 0.5 1,25-4,00 Ribu/ul

KIMIA

GINJAL

Ureum 49 10 – 50 mg/dL

Creatinin 1,4 0,7 – 1,4 mg/dL

ELEKTROLIT

Natrium 141 135-146 mmol/l

Kalium 3.1 3,4-5,4 mmol/l

Chloride 108 95-100 mmol/l

BNO-SEROLOGI

HBs Ag Ultra (VIDAS) 4.47

(reaktif)

N.Reak:<0.13

Reak:>0.13

Ng/ml

38

Foto Thorax tanggal 1-12-2015

V. DIAGNOSA

Pathological fractre ec susp. bone metastasis + anemia + post nefrectomy

renal (D) e.c Ca renal (D)

VI. PENATALAKSANAAN

Operatif: ORIF

Medikamentosa: Pro perbaikan KU

I. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia

Quo ad functionam : dubia

39

Quo ad sanationam : dubia

VII. FOLLOW UP

1-12-2015 (HP-1)

S : Nyeri kaki kanan (+), kaki kanan tidak bisa digerakkan (+) oleh karena nyeri

O : TD : 110/70 N : 98 kali/menit

RR : 24 kali/menit T : 36,9ºC

A : Pathological fractre ec susp. bone metastasis + anemia + post nefrectomy

renal (D) e.c Ca renal (D)

P : O2 2 lpm

IVFD RL 20 tpm

Ceftriaxon 2x1 gr

Ranitidin 2x 1 amp

Ketorolac 3x1 amp

Transfusi 1 PRC/12 jam s/d HB ≥10

2-12-2015 (HP-2)

S : Nyeri kaki kanan (+), kaki kanan tidak bisa digerakkan (+) oleh karena nyeri

Demam (+)

O : TD : 120/70 N : 104 kali/menit

RR : 22 kali/menit T : 38ºC

A : Pathological fractre ec susp. bone metastasis + anemia + post nefrectomy

renal (D) e.c Ca renal (D)

40

P : IVFD RL 20 tpm

Ceftriaxon 2x1 gr

Ranitidin 2x 1 amp

Ketorolac 3x1 amp -> stop, ganti Antrain 3x1 amp

Transfusi 1 PRC/12 jam s/d HB ≥10

3-12-2015 (HP-3)

S : Nyeri kaki kanan (+), kaki kanan tidak bisa digerakkan (+) oleh karena nyeri

O : TD : 120/80 N : 88 kali/menit

RR : 22 kali/menit T : 36.8 oC

A : Pathological fractre ec susp. bone metastasis + anemia + post nefrectomy

renal (D) e.c Ca renal (D)

P : IVFD RL 20 tpm

Ceftriaxon 2x1 gr

Ranitidin 2x 1 amp

Ketorolac 3x1 amp

Transfusi 1 PRC/12 jam s/d HB ≥10

4-12-2015 (HP-4)

S : Nyeri kaki kanan (+), kaki kanan tidak bisa digerakkan (+) oleh karena nyeri

O : TD : 120/70 N : 90 kali/menit

RR : 20 kali/menit T : 36,9ºC

41

A : Pathological fractre ec susp. bone metastasis + anemia + post nefrectomy

renal (D) e.c Ca renal (D)

P : IVFD RL 20 tpm

Ceftriaxon 2x1 gr

Ranitidin 2x 1 amp

Ketorolac 3x1 amp

Transfusi 1 PRC/12 jam s/d HB ≥10

5-12-2015 (HP-5)

S : Nyeri kaki kanan (+), kaki kanan tidak bisa digerakkan (+) oleh karena nyeri

O : TD : 120/80 N : 100 kali/menit

RR : 24 kali/menit T : 37.1 ºC

A : Pathological fractre ec susp. bone metastasis + anemia + post nefrectomy

renal (D) e.c Ca renal (D)

P : O2 2 lpm

IVFD RL 20 tpm

Ceftriaxon 2x1 gr

Ranitidin 2x50mg

Ketorolac 3x1 amp

R/ ORIF elektif

42

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini dilaporkan, laki-laki berusia 38 tahun mendapatkan

perawatan di ruang Tulip RSUD Ulin Banjarmasin. Pasien dirawat dari tanggal 1

Desember 2015. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang, pasien didiagnosis Pathological fracture ec susp. bone metastasis +

anemia + post nefrectomy renal (D) e.c Ca renal (D) direncanakan untuk operasi.

Pada anamnesis didapatkan pasien datang dengan keluhan nyeri pada kaki

kanan yang diakibatkan jatuh di rumah dengan sendirinya. Nyeri yang dirasakan

sangat sakit sehingga pasien tidak bisa berjalan. Pada riwayat penyakit

sebelumnya pasien mengaku ada kanker ginjal pada ginjal sebelah kanan dan telah

dilakukan operasi pengangkatan ginjal pada waktu 1 bulan yang lalu. Pada

pemeriksaan fisik di daerah paha sebelah kanan didapatkan deformitas, serta

shortening. Saat dipalpasi, didapatkan krepitasi. dan ROM pasien aktif tetapi

limited akibat nyeri.

Pasien datang dengan keluhan nyeri yang diakibatkan jatuh, sesuai dengan

permasalahan fraktur yang diakibatkan oleh trauma, baik itu gaya yang besar

maupun gaya yang kecil. Ditambah dengan tanda-tanda yang didapat pada

pemeriksaan fisik mengenai Look, terlihat pemendekan (shortening) dan

deformitas. Pada pemeriksaan Feel, dirasakan adanya krepitasi dan dengan

pemeriksaan Move, ROM pasien aktif tetapi limited akibat rasa nyeri yang

dirasakan pasien.

43

Pada riwayat sebelumnya, pasien pernah mengalami Ca renal dan baru

sebulan yang lalu dilakukan operasi. Pada gambaran rontgen femur dextra, pola

fraktur pada gambaran x-ray bersifat tidak biasa serta fraktur terjadi secara

spontan pada trauma minor. Poin-poin ini mengarahkan pada suatu fraktur

patologis. Pada pasien ini dicurigai sudah terjadi kelemahan pada struktur tulang

akibat dari metastase Ca renal tersebut sehingga sesudah lemah pada struktur

tulangnya, dengan trauma minor seperti jatuh dapat menyebabkan fraktur.

44

BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus seorang laki-laki usia 57 tahun yang

dirawat di ruang Tulip RSUD Ulin Banjarmasin mulai tanggal 1 Desember 2015.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan

pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis Pathological fracture ec susp. bone

metastasis + anemia + post nefrectomy renal (D) e.c Ca renal (D). Pada pasien

kemudian direncanakan operasi ORIF.

45

DAFTAR PUSTAKA

46