lansia
TRANSCRIPT
-
87
TINGKAT STRES LANSIA DI PANTI WREDHA PUCANG GADING SEMARANG
Yeniar Indriana, Ika Febrian Kristiana, Andrewinata A. Sonda, Annisa Intanirian
Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro
Jl. Prof Sudharto. SH, Kampus Tembalang, Semarang, 50275
[email protected] ; [email protected]
Abstrak
Tingkat stres lansia penghuni panti merupakan menjadi fenomena yang menarik untuk diteliti. Gambaran mengenai
tingkat stres dan faktor-faktor penyebab atau sumber stres bagi lansia di panti akan dapat memberikan manfaat bagi
peneliti dan pihak-pihak di sekitar lansia untuk membantu mereka menjalani masa tua dengan sukses. Tingkat stres
lansia panti diukur dengan asesmen stress yang diadaptasi dari sub bagian asesmen stres yang sudah tervalidasi yaitu
Stress Assessment Tools : A self assessment Health Promotion Program Work Life staff Alameda-USA, sub bagian
asesmen ke-2 dan ke-3 tentang sumber-sumber stres dan perubahan hidup. Subjek penelitian sejumlah 32 lansia Panti
Wredha Pucang Gading Semarang menunjukkan tingkat stres yang tinggi dengan skor di atas 150 dengan 81,25%
menunjukkan keluhan berat dan 18,75% menunjukkan keluhan sedang. Faktor-faktor yang menyebabkan stres bagi
para lansia Panti Wredha ini dalam urutan 5 besar antara lain : perubahan dalam aktivitas sehari-hari, perubahan dalam
perkumpulan keluarga, kematian pasangan, kematian anggota keluarga, dan perubahan dalam pilihan maupun
kuantitas olahraga maupun rekreasi, dan perubahan dalam pekerjaan.
Kata kunci: lansia, tingkat stress, Stress Assessment Tools
PENDAHULUAN
Kondisi kehidupan yang penuh dengan
tantangan membawa muatan tersendiri dalam
mempengaruhi kondisi individu baik kondisi
fisiologis maupun psikologis. Bahasan tentang
stres semakin marak seiring dengan banyaknya
keluhan dan penyakit fisik maupun psikologis
yang sebenarnya sebagai respon stres itu
sendiri. Stres menurut Robert S. Fieldman
merupakan proses menilai sebagai suatu yang
mengancam, menantang ataupun
membahayakan dan individu merespon
peristiwa itu pada level fisiologis, emosional,
kognitif, dan tingkah laku. Memang stres tidak
semata disebabkan oleh pengaruh lingkungan
atau eksternal tetapi bagaimana pribadi
individu juga menentukan dalam kondisi ini.
Stres sebagai suatu respon memiliki
karakteristik meliputi respons fisiologis,
strategi koping dan adaptasi. Respons
fisiologis bersifat otomatis menurut Selye
(dalam Bell dkk, 1996) misal detak jantung
meningkat, pengeluaran adrenalin, keringat
dingin, dll. Strategi koping adalah perpaduan
antara fungsi dari faktor individu dan
situasional, meliputi melarikan diri dari
stressor, serangan fisik atau verbal, dan
kompromi. Pada dasarnya ada dua kategori
strategi koping, yaitu aksi langsung atau
berfokuskan pada masalah, misal mencari
informasi, melarikan diri/menghindari stresor,
mencoba memindahkan atau menghentikan
stresor, dan paliatif atau berfokuskan emosi,
misal menggunakan mekanisme pertahanan
diri seperti penyangkalan, rasionalisasi, reaksi
formasi, penggunaan obat-obatan, dan
relaksasi. Adaptasi terjadi ketika stimulus
-
88 Jurnal Psikologi Undip Vol. 8, No. 2, Oktober 2010
aversif muncul berulang kali dan respon stres
terhadap stresor menjadi makin lemah dan
bertambah lemah. Proses berikutnya setelah
adaptasi adalah terjadi aftereffects, yaitu akibat
jangka panjang setelah stresor berhenti.
Respon stres tersebut selain bergantung pada
pribadi individu juga bergantung pada apa-apa
yang menyebabkan stres atau disebut dengan
sumber stres (stresor). Stresor antara lain: dari
(1) dalam diri melalui penilaian dari kekuatan
motivasional yang melawan bila seseorang
mengalami konflik; (2) di dalam keluarga yang
bersumber dari interaksi di antara para anggota
keluarga seperti perselisihan dalam masalah
keuangan, kehadiran anggota keluarga baru;
(3) di dalam komunitas melalui interaksi
subjek di luar lingkungan keluarga melengkapi
sumber-sumber stres, misalnya pengalaman
stres anak di sekolah.
Stresor yang menghampiri individu akan
dipersepsi dan tentu akan dimaknai berbeda
antara individu satu dengan yang lain sehingga
respon yang dihasilkan pun akan berbeda.
Proses mempersepsi dan memaknai stresor ini
melibatkan proses mental (kognisi) dan
pengalaman-pengalaman individu dalam
kehidupannya. Hal ini menjelaskan secara
eksplisit bahwa perbedaan usia akan
mempengaruhi persepsi dan pemaknaan
individu terhadap stres. Hal yang menarik
dilihat adalah bagaimana tingkat stres
berdasarkan usia, salah satunya tingkat stres
pada orang usia lanjut atau lansia.
Lanjut usia menurut UU RI no 13 tahun 1998
adalah mereka yang telah memasuki usia 60
tahun ke atas (Indriana, 2008, h.3). Banyak
istilah yang dikenal masyarakat untuk
menyebut orang lanjut usia, antara lain lansia
yang merupakan singkatan dari lanjut usia.
Istilah lain adalah manula yang merupakan
singkatan dari manusia lanjut usia. Apapun
istilah yang dikenakan pada individu yang
telah memasuki usia 60 tahun ke atas tersebut
tidak lebih penting dari realitas yang dihadapi
oleh kebanyakan individu usia ini. Mereka
harus menyesuaikan dengan berbagai
perubahan baik yang bersifat fisik, mental,
maupun sosial. Perubahan-perubahan dalam
kehidupan yang harus dihadapi oleh individu
usia lanjut khususnya berpotensi menjadi
sumber tekanan dalam hidup.
Keberadaan panti untuk menampung para
lansia di Indonesia merupakan salah satu
bentuk perhatian pemerintah pada kelompok
usia ini. Lansia yang tinggal dipanti memiliki
latar belakang kehidupan dan alasan yang
berbeda-beda. Latar belakang, alasan, dan
kondisi yang saat ini di panti masing-masing
memberikan sumbangan sebagai stresor atau
sumber stres dialami para lansia panti. Tentu
sumbangan stres dari masing-masing stresor
tersebut akan berbeda bergantung pada faktor
individu itu pula. Besar kecilnya sumbangan
stres dari stresor yang mengelilingi kehidupan
lansia panti akan memberikan variasi
terhadap tingkat stres yang dialami. Tingkat
tekanan atau stress yang dialami individu usia
lanjut yang tinggal di panti ini menjadi
menarik untuk diteliti. Harapannya setelah
mengetahui tingkat stres lansia panti akan
dapat menjadi landasan dalam menciptakan
program-program intervensi dalam
peningkatan kesejahteraan orang-orang lanjut
usia dalam melewati akhir kehidupan mereka.
Stres
Definisi stres
Deskripsi tentang stress awalnya dikemukakan
oleh Canon melalui penelitiannya tentang
respon fight-or-fight pada tahun 1932. Canon
berpendapat bahwa ketika organisme
merasakan adanya suatu ancaman, maka
secara cepat tubuh akan terangsang dan
termotivasi melalui sistem saraf simpatetik dan
endokrin. Respon fisiologis ini mendorong
organisme untuk menyerang atau melarikan
diri (dalam Bart Smet, 1994, h.107).
Stres menurut Fieldman merupakan proses
menilai sebagai suatu yang mengancam,
menantang atau membahayakan dan individu
-
Indriana, Kristiana,Sonda, dan Intinarian: Stres Lansia di Panti Wredha Pucang Gading Semarang 89
merespon peristiwa itu pada level fisiologis,
emosional, kognitif, dan tingkah laku.
Sedangkan menurut Charles Spielberg (1979)
mendefinisikan stres sebagai interaksi antara
kemampuan koping seseorang di satu pihak
dan tuntutan orang lain pihak. Pendapat yang
lain dikemukakan oleh Hans Selye (1976)
menyatakan stres sebagai sebuah respon non-
spesifik dari tubuh sebagai suatu tuntutan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa stress
merupakan tekanan atau tuntutan pada
organisme untuk beradaptasi atau
menyelaraskan diri dengan lingkungan
sehingga memiliki efek fisik dan psikis serta
dapat menimbulkan perasaan positif maupun
negatif. Pada batasan tertentu, stres sehat
untuk diri kita. Stres membantu kita untuk
tetap aktif dan waspada . Akan tetapi, stres
yang sangat kuat atau berlangsung sangat lama
dapat melebihi kemampuan kita untuk
mengatasi (coping ability) dan menyebabkan
distres emosional seperti depresi atau
kecemasan, atau keluhan fisik seperti
kelelahan dan sakit kepala.
Istilah stres perlu dibedakan dengan distres.
Istilah distres mengacu pada penderitaan fisik
atau mental. Jadi, distres adalah suatu
keadaan kesakitan atau penderitaan secara
fisik atau psikologis.
Gejala-gejala stres
a) Ada sejumlah gejala stres yang bisa dideteksi secara mudah yaitu:
b) Gejala fisiologik, meliputi: denyut jantung bertambah cepat, banyak berkeringat
(terutama keringat dingin), pernafasan
terganggu, otot terasa tegang, sering ingin
buang air kecil, sulit tidur, gangguan
lambung dan seterusnya,
c) Gejala psikologik, meliputi : resah, sering merasa bingung, sulit berkonsentrasi, sulit
mengambil keputusan, tidak enak
perasaan kewalahan (exhausted) dan
sebagainya.
d) Tingkah laku, meliputi : berbicara cepat sekali, menggigit kuku, menggoyang-
goyangkan kaki, tics, gemetaran, berubah
nafsu makan (bertambah atau berkurang)
dan seterusnya.
Stresor
Sumber stres dapat berubah-ubah, sejalan
dengan perkembangan manusia tetapi kondisi
stress juga dapat terjadi di setiap saat
sepanjang kehidupan. Stresor merupakan
semua faktor yang mempengaruhi timbulnya
stress yang mengganggu keseimbangan dalam
tubuh. Sumber-sumber stres (dalam Bart Smet,
1194, h.115-121),
a) Dari dalam diri: stres juga akan muncul dalam seseorang melalui penilaian dari
kekuatan motivasional yang melawan bila
seseorang mengalami konflik. Konflik
merupakan sumber utama stres.
b) Di dalam keluarga: stres dapat bersumber dari interaksi di antara para anggota
keluarga seperti perselisihan dalam
masalah keuangan, kehadiran anggota
keluarga baru. Smet (1994) menemukan
ada beberapa stresor dalam keluarga, yaitu
perselisihan dalam masalah keuangan,
perasaan saling acuh tak acuh, perbedaan
yang tajam dalam menentukan tujuan,
kebisingan karena suara radio, televisi
atau tape yang dinyalakan dengan suara
keras sekali, keluarga yang tinggal di
lingkungan yang terlalu sesak, dan
kehadiran adik baru. Stresor lain dalam
keluarga adalah kehilangan anak yang
disayangi akibat bencana alam, kesakitan
atau kecelakaan, kematian suami atau
istri.
Burr dan Klein (1994) menemukan ada
enam stresor dalam stres keluarga, yaitu
perekonomian keluarga menjadi bangkrut,
anak mengalami cacat fisik atau mental
sehingga harus di rawat di rumah sakit,
remaja yang sulit dididik sehingga harus
dibawa ke psikiater, anak yang mengalami
penyempitan otot, ketidaksuburan
pasangan suami dan istri, perubahan peran
dalam rumah tangga.
-
90 Jurnal Psikologi Undip Vol. 8, No. 2, Oktober 2010
c) Di dalam komunitas: interaksi subjek di luar lingkungan keluarga melengkapi
sumber-sumber stress, misalnya
pengalaman stress anak di sekolah.
Sedangkan beberapa pengalaman stress
orangtua bersumber dari lingkungan
kerjanya. Faktor lingkungan yang lain
adalah lingkungan fisik seperti kebisingan
dan suhu.
Macam-macam stresor antara lain :
a) Stresor biologis: panas, dingin, nyeri, masuknya organism, trauma fisik,
kesulitan eliminasi, kekurangan makan,
dan lain-lain.
b) Stresor psikologis: kritik yang tidak dapat dibenarkan, kehilangan, ketakutan, krisis
situasi, dan lain sebagainya.
c) Stresor sosial: isolasi atau diasingkan, status sosial dan ekonomi, perubahan
tempat tinggal atau tempat kerja,
bertambahnya anggota keluarga, dan lain
sebagainya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tanggapan
terhadap stressor
Setiap individu memberikan respon yang
berbeda terhadap stresor yang sama. Hal ini
tergantung pada :
a) Diri individu: kepribadian yang baik akan mudah beradaptasi dalam menghadapi
stressor. Sedangkan pangalaman membuat
individu matang dalam mengambil
keputusan untuk mengatasi stres.
b) Hakikat stresor: makna stresor bagi individi, lingkup stresor, durasi dan
jumlah stresor, berat atau ringannya
stresor.
Tingkat stres pada Lanjut Usia (Lansia)
Orang lanjut usia adalah sebutan bagi mereka
yang telah memasuki usia 60 tahun ke atas.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut
usia Bab I pasal 1, yang dimaksud dengan
lanjut usia adalah seseorang yang telah
mencapai usia 60 tahun ke atas. Lanjut usia
potensial adalah lanjut usia tidak potensial
adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari
nafkah sehingga hidupnya bergantung pada
bantuan orang lain.
Lanjut usia potensial biasanya hidup di rumah
sendiri atau tidak tinggal di Panti Wredha.
Mereka masih mampu bekerja dan mencari
nafkah baik untuk dirinya sendiri maupun
keluarganya. Lanjut usia tidak potensial
membutuhkan bantuan orang lain dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Bagi yang masih memiliki keluarga, maka
mereka bergantung pada keluarganya. Bagi
yang tidak lagi memiliki keluarga, bahkan
hidupnya terlantar, biasanya menjadi penghuni
Panti Wredha yang berada di bawah naungan
Departemen Sosial. Segala kebutuhan
hidupnya menjadi tanggung jawab Panti
Wredha dan biasanya mereka tinggal di sana
sampai akhir hidupnya.
Pada waktu seseorang memasuki masa usia
lanjut, terjadi berbagai perubahan baik yang
bersifat fisik, mental, maupun sosial. Jadi,
memasuki usia lanjut tidak lain adalah upaya
penyesuaian terhadap perubahan-perubahan
tersebut. Sebagai proses alamiah,
perkembangan manusia sejak periode awal
hingga masa usia lanjut merupakan kenyataan
yang tidak bisa dihindari. Perubahan-
perubahan menyertai proses perkembangan
termasuk ketika memasuki masa usia lanjut.
Ketidaksiapan dan upaya melawan perubahan-
perubahan yang dialami pada masa usia lanjut
justru akan menempatkan individu usia ini
pada posisi serba kalah yang akhirnya hanya
menjadi sumber akumulasi stress dan frustasi
belaka (Indriana, 2008, h.5).
Pada akhirnya, stres pada lansia dapat
didefinisikan sebagai tekanan yang
diakibatkan oleh stresor berupa perubahan-
perubahan yang menuntut adanya penyesuaian
dari lansia. Tingkat stres pada lansia berarti
pula tinggi rendahnya tekanan yang dirasakan
atau dialami oleh lansia sebagai akibat dari
-
Indriana, Kristiana,Sonda, dan Intinarian: Stres Lansia di Panti Wredha Pucang Gading Semarang 91
stresor berupa perubahan-perubahan baik fisik,
mental, maupun sosial dalam kehidupan yang
dialami lansia.
Adapun perubahan fisik yang menjadi
indikator penentu dalam tingkat stres individu,
dalam hal ini lansia antara lain: panas, dingin,
nyeri, masuknya organisme, trauma fisik,
kesulitan eliminasi, dan kekurangan makan.
Perubahan mental atau psikologis yang
menjadi indikator antara lain: kritik yang tidak
dapat dibenarkan, kehilangan, ketakutan, serta
krisis situasi. Sedangkan perubahan sosial
sebagai stresor dan penentu tingkat stres pada
lansia antara lain: isolasi atau diasingkan,
status sosial dan ekonomi, perubahan tempat
tinggal atau tempat kerja, dan bertambahnya
anggota keluarga.
METODE
Identifikasi Variabel
Variabel yang akan diteliti pada penelitian ini
adalah tingkat stress pada lansia yang tinggal
di panti. Tingkat stres merupakan variabel
bebas yang akan dilihat dan dianalisa
variasinya.
Definisi Operasional
Definisi operasional dari variabel dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tingkat stres dilihat dari banyak sedikitnya
stressor yang menghampiri dan dirasakan
oleh individu baik stressor fisik/biologis,
mental/psikologis, dan sosial. Semakin
banyak stresor yang menghampiri individu
dan dirasakan sebagai tekanan oleh individu
dalam penelitian ini lansia maka semakin
tinggi pula tingkat stres pada lansia begitu
pula sebaliknya.
Populasi dan Sampling
Menurut Azwar (2001, h.77) populasi
merupakan sekelompok subjek yang akan
dikenai generalisasi hasil penelitian.
Sekelompok subjek yang akan dikenai
generalisasi tersebut terdiri dari sejumlah
individu yang setidak-tidaknya mempunyai
ciri atau karakteristik yang sama.
Populasi yang akan menjadi sumber data
penelitian ini adalah lansia yang tinggal di
Panti Wredha Pucang Gading Semarang. Alasan pengambilan Panti Wredha Pucang
Gading adalah dengan pertimbangan sebagai
berikut:
a) Panti Wredha Pucang Gading merupakan Panti Wredha yang bernaung
di bawah Departemen Sosial RI sehingga
para lansia yang tinggal di panti adalah
lansia yang hampir sebagian besar latar
belakangnya atau alasan tinggal di panti
lebih dikarenakan adanya tekanan di luar
dirinya.
b) Untuk memudahkan dan meminimalisasi kesalahan generalisasi hasil penelitian
dengan mengambil kancah penelitian yang
jelas dan terfokus.
Populasi dalam penelitian adalah warga yang
memenuhi karakteristik sebagai berikut:
a) Lansia yang tinggal di Panti Wredha Pucang Gading Semarang
b) Lansia yang masih mampu berkomunikasi dalam arti masih mampu bertukar
informasi verbal dengan orang lain
c) Tidak mengalami gangguan psikologis
yang berat
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah skala psikologi,
yaitu alat ukur yang mengukur aspek atau
atribut psikologis melalui indikator-indikator
perilaku yang diterjemahkan dalam item-item
pernyataan atau pertanyaan. Menurut Azwar
(2003, h.4) skala sebagai alat ukur psikologis
mempunyai karakteristik, yaitu :
a) Stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung
mengungkap atribut yang hendak diukur,
-
92 Jurnal Psikologi Undip Vol. 8, No. 2, Oktober 2010
melainkan mengungkap indikator perilaku
dari atribut yang bersangkutan.
b) Berisi banyak item sehingga kesimpulan baru dapat diambil apabila semua jawaban
sudah direspon.
c) Respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban benar atau salah. Semua
jawaban dapat diterima sepanjang
diberikan secara jujur dan sungguh-
sungguh.
Alat ukur dalam penelitian ini adalah skala
stres yang diadaptasi dari Stress Assessment Tools : A self assessment Health Promotion
Program Work Life staff Alameda-USA. Adaptasi dilakukan dengan mengambil dua
sub asesmen yang berisi stresor atau hal-hal
yang menimbulkan stress dimana dalam sub
asesmen ini menilai tingkat keluhan individu
atas stresor personal, keluarga, dan komunitas
serta stresor dari hal-hal yang mengubah
kehidupan dengan tingkatan poin yang sudah
ditetapkan. Stresor yang berasal dari hal-hal
yang mengubah kehidupan beberapa itemnya
disesuaikan dengan latar belakang dan
kondisi lansia di panti. Penentuan tingkat
stress lansia dilihat dari kategori keluhan dan
total poin yang diperoleh dari skala tersebut.
Metode Analisa Data
Analisa data dalam penelitian ini
dimaksudkan untuk melihat tingkat atau
frekuensi tinggi rendahnya stres lansia yang
tinggal di panti. Adapun analisa data
dilakukan dengan statistik deskriptif. Statistik
deskriptif digunakan untuk membantu
memaparkan (menggambarkan) keadaan yang
sebenarnya (fakta) dari satu sampel penelitian
deskriptif. Penelitian deskriptif tidak untuk
menguji suatu hipotesis.
Prosedur dan Pelaksanaan Penelitian
Berdasarkan pertimbangan karakteristik lansia
di panti dan tujuan penelitian yaitu untuk
mengetahui tingkat stres lansia di panti serta
sumber-sumber penyebabnya, adaptasi
terhadap asesmen stres di lakukan dengan
mengambil dua sub bagian asesmen Stress Assessment Tools : A self assessment Health
Promotion Program Work Life staff Alameda-
USA. Sub bagian yang digunakan adalah sub bagian asesmen ke-2 dan ke-3 tentang hal
maupun peristiwa yang dirasa sebagai
penyebab stress dan mengubah kondisi
kehidupan dalam 1 tahun terakhir.
Penelitian di lakukan selama 1,5 bulan
dimulai dari awal Bulan Mei hingga
pertengahan/minggu ke-2 Bulan Juni dengan
memanfaatkan jadwal kunjungan ke panti
yaitu setiap hari Jumat. Penelitian di lakukan dengan menanyakan aitem-aitem pernyataan
dalam alat ukur pada subyek penelitian
kemudian mencatat apapun jawaban yang
diberikan oleh subjek. Jawaban yang
diberikan tersebut kemudian dikategorikan
dalam poin penilaian sesuai alat ukur. Subjek
penelitian berjumlah 32 lansia laki-laki dan
perempuan yang memenuhi karakteristik
populasi penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan untuk
meneliti tingkat stres lansia di panti serta
peristiwa apa sajakah yang dialami dan
menimbulkan stres dalam waktu satu tahun
terakhir pada lansia yang bertempat tinggal di
Panti Wredha menunjukkan, bahwa perubahan
dalam perkumpulan keluarga selama mereka
tinggal dipanti menjadi salah satu
permasalahan yang paling banyak dialami
lansia dan dirasa menyebabkan stres.
Perubahan dalam perkumpulan keluarga
menjadi pilihan kedua yang merupakan
permasalahan yang menimbulkan stres pada
lansia yang tinggal dipanti wreda, lalu diikuti
dengan masalah yang lainnya. Keterangan
selengkapnya dapat dilihat pada tabel 1.
-
Indriana, Kristiana,Sonda, dan Intinarian: Stres Lansia di Panti Wredha Pucang Gading Semarang 93
Tabel 1. Frekuensi pemilihan aitem
asesmen 3
Item Frekuensi
1 23 (III)
2 10
3 22
4 15
5 11
6 8
7 6
8 14
9 21(V)
10 18
11 3
12 17
13 26 (I)
14 0
15 22 (IV)
16 14
17 19
18 17
19 25 (II)
20 16
21 16
Keterangan :
I. Perubahan dalam aktivitas sehari-hari II. Perubahan dalam perkumpulan keluarga
III. Kematian pasangan IV. Kematian anggota keluarga & perubahan
dalam pilihan maupun kuantitas olahraga
maupun rekreasi
V. Perubahan dalam pekerjaan
Perubahan dalam aktivitas sehari-hari yang
menjadi salah satu faktor yang banyak dipilih
sebagai penyebab stres Mereka merasakan
perbedaan yang terjadi selama mereka tinggal
dipanti dengan keadaan mereka sebelumnya.
Aktivitas mereka yang semula bekerja dan
sekarang sebagai pengangguran, terlebih
ketika mereka mulai mengalami kemunduran
fisik yang dirasakan sebagai beban seperti
penglihatan yang mulai menurun, dan penyakit
yang diderita. Ketika kemunduran fisik mereka
menyebabkan mereka berada dipanti, hal
tersebut dirasakan amat berat bagi mereka dan
terkadang mereka menyesalkan kondisi saat
ini, sehingga mereka menjadi stres karena
merasa sudah tidak dapat berbuat apa-apalagi.
Mereka yang dulu terbiasa bekerja dan
memiliki penghasilan sekarang hanya berdiam
diri di panti dan tidak memiliki penghasilan
lain kecuali uang yang diperoleh dari panti.
Kesediaan mereka mengikuti kegiatan di panti
disebabkan karena keharusan bukan karena
ingin. Perubahan dalam aktivitas sehari-hari
dapat berkaitan pula dengan keberadaan
keluarga bagi mereka. Dimana perubahan
dalam perkumpulan keluarga merupakan
penyebab stres pula bagi mereka.
Keluarga menjadi salah satu faktor yang
berperan dalam menyebabkan stres bagi lansia
panti. Keberadaan keluarga dirasakan sangat
penting bagi mereka. Hal tersebut dapat dilihat
dari latar belakang keberadaan para lansia
hingga tinggal di Panti Wredha. Seperti
beberapa kasus yang terjadi pada lansia panti.
Beberapa diantara mereka merasa terbuang,
menjadi sampah masyarakat, tidak berarti lagi
dengan kondisi fisik yang semakin melemah.
Mereka merasa dicampakkan oleh
keluarganya, bahkan bagi beberapa lansia yang
semula hidup dengan keluarganya mereka
merasa tidak betah lagi berada di dunia ini dan
mempertanyakan keberadaan mereka ini untuk
siapa, lain halnya dengan lansia yang memang
dari semula tidak memiliki keluarga sama
sekali, mereka memang menyayangkan hidup
mereka yang sebatang kara akan tetapi
keberadaan teman sesama lansia dipanti
membuat mereka merasa ada keluarga baru
akan tetapi terkadang mereka pun merindukan
keberadaan keluarganya sebelum mereka
hidup sendiri.
Kematian pasangan menjadi penyebab stres
no.3 yang dirasakan oleh para lansia panti.
Mereka merasa hidup sendiri dan tak berarti.
Pada beberapa kasus yang terjadi di panti
wredha, hampir semua lansia menceritakan
bahwa pasangan mereka merupakan semangat
hidup mereka dan ada beberapa lansia yang
memilih untuk tidak menikah kembali setelah
kematian pasangan mereka. Mereka mencoba
bertahan hidup untuk anak-anak mereka
-
94 Jurnal Psikologi Undip Vol. 8, No. 2, Oktober 2010
ataupun bagi mereka yang tidak memiliki anak
mereka memilih untuk menyibukan diri
mereka dengan pekerjaan untuk
menghilangkan kesedihan. Kesendirian di
masa lanjut membuat beberapa lansia merasa
putus asa dan mempertanyakan keberadaan
mereka di dunia, dan mereka hanya tinggal
menunggu panggilan Sang Ilahi untuk hidup
lebih tenang. Pada tabel 2 disajikan data
lengkap dari asesmen 2 dan asesmen 3.
Tabel 2. Data asesmen 2 dan asesmen 3
Subjek Total nilai
Asesmen 2
Total nilai
Asesmen 3
1 5 320
2 6 423
3 4 334
4 7 420
5 11 251
6 17 373
7 8 299
8 1 314
9 7 274
10 6 373
11 5 312
12 6 213
13 5 299
14 9 437
15 8 463
16 8 349
17 4 387
18 8 370
19 10 497
20 4 369
21 1 405
22 3 265
23 7 369
24 2 347
25 1 429
26 5 294
27 3 445
28 2 488
29 3 321
30 1 212
31 8 318
32 14 431
Pada waktu seseorang memasuki masa usia
lanjut, terjadi berbagai perubahan baik yang
bersifat fisik, mental, maupun sosial. Jadi,
memasuki usia lanjut tidak lain adalah upaya
penyesuaian terhadap perubahan-perubahan
tersebut. Sebagai proses alamiah,
perkembangan manusia sejak periode awal
hingga masa usia lanjut merupakan kenyataan
yang tidak bisa dihindari. Perubahan-
perubahan menyertai proses perkembangan
termasuk ketika memasuki masa usia lanjut.
Indriana menyatakan bahwa ketidaksiapan dan
upaya melawan perubahan-perubahan yang
dialami pada masa usia lanjut justru akan
menempatkan individu usia ini pada posisi
serba kalah yang akhirnya hanya menjadi
sumber akumulasi stres dan frustasi belaka
(2008, h.5).
Hal yang menarik adalah bagaimana
perubahan ini dipersepsikan berbeda-beda oleh
individu sehingga memunculkan dinamika
dalam respon emosi, sosial, dan perilaku
penyesuaian. Persepsi yang berbeda
memunculkan respon yang berbeda salah
satunya respon yang terkategori stress.
Peristiwa-peristiwa kehidupan dan berbagai
perubahan yang dialami para lansia penghuni
panti baik yang telah maupun sedang dialami
tidak jarang dirasakan sebagai beban dan
tekanan dalam hidup. Kenyataan ini didukung
oleh data penelitian yang diperoleh bahwa
sejumlah 26 dari 32 lansia panti atau sebesar
81,25 % subyek mengeluhkan menghadapi
peristiwa-peristiwa kehidupan yang berat.
Kategori keluhan berat tersebut didukung oleh
data dari Tabel 3 dimana seluruh subjek
tergolong dalam kondisi stres. Hal ini
menunjukkan bahwa seluruh subyek penelitian
yaitu lansia di panti Wredha Pucang Gading
Semarang mengalami stres yang tinggi dengan
skor yang dihasilkan lebih dari 150.
-
Indriana, Kristiana,Sonda, dan Intinarian: Stres Lansia di Panti Wredha Pucang Gading Semarang 95
Tabel 3. Tingkat stres penghuni panti
wredha
Asessmen 3
Total Score Frekuensi Kategori
212 1 Stres
213 1 Stres
251 1 Stres
265 1 Stres
274 1 Stres
294 1 Stres
299 2 Stres
312 1 Stres
314 1 Stres
318 1 Stres
320 1 Stres
321 1 Stres
334 1 Stres
347 1 Stres
349 1 Stres
369 2 Stres
370 1 Stres
373 2 Stres
387 1 Stres
405 1 Stres
420 1 Stres
423 1 Stres
429 1 Stres
431 1 Stres
437 1 Stres
445 1 Stres
463 1 Stres
488 1 Stres
497 1 Stres
Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat
stress lansia yang tinggal di panti. Ketika
berbicara tentang faktor yang mempengaruhi
tingkat stres, kita tidak bisa lepas dari sumber-
sumber penyebab stres atau yang biasa
disebut dengan stresor. Stresor merupakan
semua faktor yang mempengaruhi timbulnya
stress yang mengganggu keseimbangan dalam
tubuh (dalam Bart Smet, 1194, h.115-121).
Hal-hal yang dirasakan oleh sebagian besar
lansia di panti sebagai penyebab stres antara
lain perubahan dalam aktivitas sehari-hari,
peubahan dalam perkumpulan keluarga,
kematian pasangan, kematian anggota
keluarga dan perubahan dalam pilihan maupun
kuantitas olahraga maupun rekreasi, dan
perubahan dalam pekerjaan. Kelima peristiwa
tersebut berurutan sebagai sumber stres lansia
di panti.
Bahwa inti dari kesuksesan di masa lansia
adalah kemampuan untuk beradaptasi
terhadap berbagai perubahan dan peristiwa
hidup yeng membawa perubahan ternyata
belum bisa dilakukan oleh seluruh lansia
subyek penelitian ini Tingkat strss yang tinggi
menunjukkan ketidakmampuan mereka dalam
menyesuaikan terhadap berbagai perubahan
tersebut. Tanggung jawab selanjutnya berada
pada caregivers atau pihak-pihak di sekitar
lansia atara lain pengurus panti, keluarga,
teman-teman, maupun helper untuk
membantu para lansia panti menjalani masa
tuanya dengan sukses atau dengan kata lain
mampu beradaptasi dengan berbagai
perubahan sehingga meminimalkan stress
yang dialami. Ketika lansia mampu menerima
dan menyesuaikan diri dengan berbagai
peristiwa yang mengubah kehidupannya
maka hal ini berarti pula tingkat stres yang
dialami akan menurun.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh
maka dapat disimpulkan bahwa tingkat stres
yang dialami lansia penghuni Panti Wredha
Pucang Gading Semarang tergolong tinggi
dengan skor total dari 32 subyek semuanya di
atas 150. Stresor atau faktor-faktor penyebab
stress 5 besar berurutan antara lain perubahan
dalam aktivitas sehari-hari, peubahan dalam
perkumpulan keluarga, kematian pasangan,
kematian anggota keluarga dan perubahan
dalam pilihan maupun kuantitas olahraga
maupun rekreasi, dan perubahan dalam
pekerjaan.
Berdasarkan hasil penelitian ini maka
beberapa saran yang direkomendasikan antara
lain sebagai berikut:
a) Bagi lansia Penerimaan diri terhadap berbagai
peristiwa hidup baik terdahulu maupun
sekarang perlu terus diasah dan
ditingkatkan karena penerimaan ini
-
96 Jurnal Psikologi Undip Vol. 8, No. 2, Oktober 2010
merupakan kunci dalam beradaptasi dan
mengurangi tekanan.
b) Bagi Pihak Panti Lansia perlu dibantu dalam beradaptasi
dengan diri dan lingkungannya sekarang
(panti) melalui penyediaan dan
peningkatan layanan-layanan baik
psikologis, medis, maupun sosial.
Pemilahan lansia-lansia berdasarkan
kemampuan psikologis terutama perlu
diperbaiki dengan tidak mencampurkan
lansia yang memiliki kemampuan
psikologis bagus dengan yang tidak dalam
satu bangsal.
c) Bagi Pemerintah Panti Wredha Pucang Gading sebagai
badan sosial milik pemerintah sebaiknya
memberikan pelayanan dan fasilitas yang
semakin optimal agar para lansia tetap
berdaya.
d) Bagi peneliti selanjutnya Penelitian akan semakin dirasakan
manfaatnya jika diperluas kancah
penelitian misalnya pada lansia yang
tinggal di rumah atau di luar panti
sehingga diperoleh gambaran yang lebih
kaya dan lengkap tentang stres pada
lansia.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. (1994). Seleksi Item dalam
Penyusunan Skala Psikologi. Buletin
Psikologi, Tahun II. No 2 Desember
1994
______. (2001). Metode Penelitian. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset.
______. (2003). Penyusunan Skala Psikologi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset
Blackburn, J.A. & Dulmus, C.N. (2007).
Handbook of Gerontology: Evidence-
Based Approach to Theory, Practice,
and Policy. New Jersey: John & Willey
Sons.
Boyle, G. (2005). The Role of Autonomy in
Explaining Mental ill-Health and
Depression among Older People in
Long Term Care Setting. Journal of
Ageing and Society, 25, 731-748.
Davidson, G.D. & Neale, J.M. (2001).
Abnormal Psychology: eight edition.
Boston: Willey & sons.
Erwin J. Tan, M.D, dkk. (April 2010).
Marketing Public Health Through Older Adult
Volunteering : Experience Corps as a Social
Marketing Intervention. American Journal of
Public Health, 100 (4).
Indriana, Y. (2008). Gerontologi: Memahami
Kehidupan Usia Lanjut. Semarang: Penerbit
Universitas Diponegoro.
Minichiello, V. & Coulson, I (editors). (2005).
Contemporary Issues in Gerontology
Promoting Positive Aging, Crows Nest: Allen
& Unwin.
Monks, Knoersm Haditono, S.R. (1998).
Psikologi Perkembangan: pengantar dari
berbagai bidang. Yogyakarta: UGM Press.
Nevid, dkk. (2006). Psikologi Abnormal jilid I,
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Veenhoven, R. (2008). Healthy Happiness:
effects of Happiness on Physical Health and
The Consequences for Preventive Health Care.
Journal Happiness Study, 9, 449-469.
Wilmoth, J.M. & Ferraro, K., F (editors).
(2007). Gerontology Perspectives and
Issues. New York: Springer Publishing
Company, LLC