lansia

Upload: sanjaya-dev

Post on 30-Oct-2015

49 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

  • 87

    TINGKAT STRES LANSIA DI PANTI WREDHA PUCANG GADING SEMARANG

    Yeniar Indriana, Ika Febrian Kristiana, Andrewinata A. Sonda, Annisa Intanirian

    Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro

    Jl. Prof Sudharto. SH, Kampus Tembalang, Semarang, 50275

    [email protected] ; [email protected]

    Abstrak

    Tingkat stres lansia penghuni panti merupakan menjadi fenomena yang menarik untuk diteliti. Gambaran mengenai

    tingkat stres dan faktor-faktor penyebab atau sumber stres bagi lansia di panti akan dapat memberikan manfaat bagi

    peneliti dan pihak-pihak di sekitar lansia untuk membantu mereka menjalani masa tua dengan sukses. Tingkat stres

    lansia panti diukur dengan asesmen stress yang diadaptasi dari sub bagian asesmen stres yang sudah tervalidasi yaitu

    Stress Assessment Tools : A self assessment Health Promotion Program Work Life staff Alameda-USA, sub bagian

    asesmen ke-2 dan ke-3 tentang sumber-sumber stres dan perubahan hidup. Subjek penelitian sejumlah 32 lansia Panti

    Wredha Pucang Gading Semarang menunjukkan tingkat stres yang tinggi dengan skor di atas 150 dengan 81,25%

    menunjukkan keluhan berat dan 18,75% menunjukkan keluhan sedang. Faktor-faktor yang menyebabkan stres bagi

    para lansia Panti Wredha ini dalam urutan 5 besar antara lain : perubahan dalam aktivitas sehari-hari, perubahan dalam

    perkumpulan keluarga, kematian pasangan, kematian anggota keluarga, dan perubahan dalam pilihan maupun

    kuantitas olahraga maupun rekreasi, dan perubahan dalam pekerjaan.

    Kata kunci: lansia, tingkat stress, Stress Assessment Tools

    PENDAHULUAN

    Kondisi kehidupan yang penuh dengan

    tantangan membawa muatan tersendiri dalam

    mempengaruhi kondisi individu baik kondisi

    fisiologis maupun psikologis. Bahasan tentang

    stres semakin marak seiring dengan banyaknya

    keluhan dan penyakit fisik maupun psikologis

    yang sebenarnya sebagai respon stres itu

    sendiri. Stres menurut Robert S. Fieldman

    merupakan proses menilai sebagai suatu yang

    mengancam, menantang ataupun

    membahayakan dan individu merespon

    peristiwa itu pada level fisiologis, emosional,

    kognitif, dan tingkah laku. Memang stres tidak

    semata disebabkan oleh pengaruh lingkungan

    atau eksternal tetapi bagaimana pribadi

    individu juga menentukan dalam kondisi ini.

    Stres sebagai suatu respon memiliki

    karakteristik meliputi respons fisiologis,

    strategi koping dan adaptasi. Respons

    fisiologis bersifat otomatis menurut Selye

    (dalam Bell dkk, 1996) misal detak jantung

    meningkat, pengeluaran adrenalin, keringat

    dingin, dll. Strategi koping adalah perpaduan

    antara fungsi dari faktor individu dan

    situasional, meliputi melarikan diri dari

    stressor, serangan fisik atau verbal, dan

    kompromi. Pada dasarnya ada dua kategori

    strategi koping, yaitu aksi langsung atau

    berfokuskan pada masalah, misal mencari

    informasi, melarikan diri/menghindari stresor,

    mencoba memindahkan atau menghentikan

    stresor, dan paliatif atau berfokuskan emosi,

    misal menggunakan mekanisme pertahanan

    diri seperti penyangkalan, rasionalisasi, reaksi

    formasi, penggunaan obat-obatan, dan

    relaksasi. Adaptasi terjadi ketika stimulus

  • 88 Jurnal Psikologi Undip Vol. 8, No. 2, Oktober 2010

    aversif muncul berulang kali dan respon stres

    terhadap stresor menjadi makin lemah dan

    bertambah lemah. Proses berikutnya setelah

    adaptasi adalah terjadi aftereffects, yaitu akibat

    jangka panjang setelah stresor berhenti.

    Respon stres tersebut selain bergantung pada

    pribadi individu juga bergantung pada apa-apa

    yang menyebabkan stres atau disebut dengan

    sumber stres (stresor). Stresor antara lain: dari

    (1) dalam diri melalui penilaian dari kekuatan

    motivasional yang melawan bila seseorang

    mengalami konflik; (2) di dalam keluarga yang

    bersumber dari interaksi di antara para anggota

    keluarga seperti perselisihan dalam masalah

    keuangan, kehadiran anggota keluarga baru;

    (3) di dalam komunitas melalui interaksi

    subjek di luar lingkungan keluarga melengkapi

    sumber-sumber stres, misalnya pengalaman

    stres anak di sekolah.

    Stresor yang menghampiri individu akan

    dipersepsi dan tentu akan dimaknai berbeda

    antara individu satu dengan yang lain sehingga

    respon yang dihasilkan pun akan berbeda.

    Proses mempersepsi dan memaknai stresor ini

    melibatkan proses mental (kognisi) dan

    pengalaman-pengalaman individu dalam

    kehidupannya. Hal ini menjelaskan secara

    eksplisit bahwa perbedaan usia akan

    mempengaruhi persepsi dan pemaknaan

    individu terhadap stres. Hal yang menarik

    dilihat adalah bagaimana tingkat stres

    berdasarkan usia, salah satunya tingkat stres

    pada orang usia lanjut atau lansia.

    Lanjut usia menurut UU RI no 13 tahun 1998

    adalah mereka yang telah memasuki usia 60

    tahun ke atas (Indriana, 2008, h.3). Banyak

    istilah yang dikenal masyarakat untuk

    menyebut orang lanjut usia, antara lain lansia

    yang merupakan singkatan dari lanjut usia.

    Istilah lain adalah manula yang merupakan

    singkatan dari manusia lanjut usia. Apapun

    istilah yang dikenakan pada individu yang

    telah memasuki usia 60 tahun ke atas tersebut

    tidak lebih penting dari realitas yang dihadapi

    oleh kebanyakan individu usia ini. Mereka

    harus menyesuaikan dengan berbagai

    perubahan baik yang bersifat fisik, mental,

    maupun sosial. Perubahan-perubahan dalam

    kehidupan yang harus dihadapi oleh individu

    usia lanjut khususnya berpotensi menjadi

    sumber tekanan dalam hidup.

    Keberadaan panti untuk menampung para

    lansia di Indonesia merupakan salah satu

    bentuk perhatian pemerintah pada kelompok

    usia ini. Lansia yang tinggal dipanti memiliki

    latar belakang kehidupan dan alasan yang

    berbeda-beda. Latar belakang, alasan, dan

    kondisi yang saat ini di panti masing-masing

    memberikan sumbangan sebagai stresor atau

    sumber stres dialami para lansia panti. Tentu

    sumbangan stres dari masing-masing stresor

    tersebut akan berbeda bergantung pada faktor

    individu itu pula. Besar kecilnya sumbangan

    stres dari stresor yang mengelilingi kehidupan

    lansia panti akan memberikan variasi

    terhadap tingkat stres yang dialami. Tingkat

    tekanan atau stress yang dialami individu usia

    lanjut yang tinggal di panti ini menjadi

    menarik untuk diteliti. Harapannya setelah

    mengetahui tingkat stres lansia panti akan

    dapat menjadi landasan dalam menciptakan

    program-program intervensi dalam

    peningkatan kesejahteraan orang-orang lanjut

    usia dalam melewati akhir kehidupan mereka.

    Stres

    Definisi stres

    Deskripsi tentang stress awalnya dikemukakan

    oleh Canon melalui penelitiannya tentang

    respon fight-or-fight pada tahun 1932. Canon

    berpendapat bahwa ketika organisme

    merasakan adanya suatu ancaman, maka

    secara cepat tubuh akan terangsang dan

    termotivasi melalui sistem saraf simpatetik dan

    endokrin. Respon fisiologis ini mendorong

    organisme untuk menyerang atau melarikan

    diri (dalam Bart Smet, 1994, h.107).

    Stres menurut Fieldman merupakan proses

    menilai sebagai suatu yang mengancam,

    menantang atau membahayakan dan individu

  • Indriana, Kristiana,Sonda, dan Intinarian: Stres Lansia di Panti Wredha Pucang Gading Semarang 89

    merespon peristiwa itu pada level fisiologis,

    emosional, kognitif, dan tingkah laku.

    Sedangkan menurut Charles Spielberg (1979)

    mendefinisikan stres sebagai interaksi antara

    kemampuan koping seseorang di satu pihak

    dan tuntutan orang lain pihak. Pendapat yang

    lain dikemukakan oleh Hans Selye (1976)

    menyatakan stres sebagai sebuah respon non-

    spesifik dari tubuh sebagai suatu tuntutan.

    Jadi, dapat disimpulkan bahwa stress

    merupakan tekanan atau tuntutan pada

    organisme untuk beradaptasi atau

    menyelaraskan diri dengan lingkungan

    sehingga memiliki efek fisik dan psikis serta

    dapat menimbulkan perasaan positif maupun

    negatif. Pada batasan tertentu, stres sehat

    untuk diri kita. Stres membantu kita untuk

    tetap aktif dan waspada . Akan tetapi, stres

    yang sangat kuat atau berlangsung sangat lama

    dapat melebihi kemampuan kita untuk

    mengatasi (coping ability) dan menyebabkan

    distres emosional seperti depresi atau

    kecemasan, atau keluhan fisik seperti

    kelelahan dan sakit kepala.

    Istilah stres perlu dibedakan dengan distres.

    Istilah distres mengacu pada penderitaan fisik

    atau mental. Jadi, distres adalah suatu

    keadaan kesakitan atau penderitaan secara

    fisik atau psikologis.

    Gejala-gejala stres

    a) Ada sejumlah gejala stres yang bisa dideteksi secara mudah yaitu:

    b) Gejala fisiologik, meliputi: denyut jantung bertambah cepat, banyak berkeringat

    (terutama keringat dingin), pernafasan

    terganggu, otot terasa tegang, sering ingin

    buang air kecil, sulit tidur, gangguan

    lambung dan seterusnya,

    c) Gejala psikologik, meliputi : resah, sering merasa bingung, sulit berkonsentrasi, sulit

    mengambil keputusan, tidak enak

    perasaan kewalahan (exhausted) dan

    sebagainya.

    d) Tingkah laku, meliputi : berbicara cepat sekali, menggigit kuku, menggoyang-

    goyangkan kaki, tics, gemetaran, berubah

    nafsu makan (bertambah atau berkurang)

    dan seterusnya.

    Stresor

    Sumber stres dapat berubah-ubah, sejalan

    dengan perkembangan manusia tetapi kondisi

    stress juga dapat terjadi di setiap saat

    sepanjang kehidupan. Stresor merupakan

    semua faktor yang mempengaruhi timbulnya

    stress yang mengganggu keseimbangan dalam

    tubuh. Sumber-sumber stres (dalam Bart Smet,

    1194, h.115-121),

    a) Dari dalam diri: stres juga akan muncul dalam seseorang melalui penilaian dari

    kekuatan motivasional yang melawan bila

    seseorang mengalami konflik. Konflik

    merupakan sumber utama stres.

    b) Di dalam keluarga: stres dapat bersumber dari interaksi di antara para anggota

    keluarga seperti perselisihan dalam

    masalah keuangan, kehadiran anggota

    keluarga baru. Smet (1994) menemukan

    ada beberapa stresor dalam keluarga, yaitu

    perselisihan dalam masalah keuangan,

    perasaan saling acuh tak acuh, perbedaan

    yang tajam dalam menentukan tujuan,

    kebisingan karena suara radio, televisi

    atau tape yang dinyalakan dengan suara

    keras sekali, keluarga yang tinggal di

    lingkungan yang terlalu sesak, dan

    kehadiran adik baru. Stresor lain dalam

    keluarga adalah kehilangan anak yang

    disayangi akibat bencana alam, kesakitan

    atau kecelakaan, kematian suami atau

    istri.

    Burr dan Klein (1994) menemukan ada

    enam stresor dalam stres keluarga, yaitu

    perekonomian keluarga menjadi bangkrut,

    anak mengalami cacat fisik atau mental

    sehingga harus di rawat di rumah sakit,

    remaja yang sulit dididik sehingga harus

    dibawa ke psikiater, anak yang mengalami

    penyempitan otot, ketidaksuburan

    pasangan suami dan istri, perubahan peran

    dalam rumah tangga.

  • 90 Jurnal Psikologi Undip Vol. 8, No. 2, Oktober 2010

    c) Di dalam komunitas: interaksi subjek di luar lingkungan keluarga melengkapi

    sumber-sumber stress, misalnya

    pengalaman stress anak di sekolah.

    Sedangkan beberapa pengalaman stress

    orangtua bersumber dari lingkungan

    kerjanya. Faktor lingkungan yang lain

    adalah lingkungan fisik seperti kebisingan

    dan suhu.

    Macam-macam stresor antara lain :

    a) Stresor biologis: panas, dingin, nyeri, masuknya organism, trauma fisik,

    kesulitan eliminasi, kekurangan makan,

    dan lain-lain.

    b) Stresor psikologis: kritik yang tidak dapat dibenarkan, kehilangan, ketakutan, krisis

    situasi, dan lain sebagainya.

    c) Stresor sosial: isolasi atau diasingkan, status sosial dan ekonomi, perubahan

    tempat tinggal atau tempat kerja,

    bertambahnya anggota keluarga, dan lain

    sebagainya.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi tanggapan

    terhadap stressor

    Setiap individu memberikan respon yang

    berbeda terhadap stresor yang sama. Hal ini

    tergantung pada :

    a) Diri individu: kepribadian yang baik akan mudah beradaptasi dalam menghadapi

    stressor. Sedangkan pangalaman membuat

    individu matang dalam mengambil

    keputusan untuk mengatasi stres.

    b) Hakikat stresor: makna stresor bagi individi, lingkup stresor, durasi dan

    jumlah stresor, berat atau ringannya

    stresor.

    Tingkat stres pada Lanjut Usia (Lansia)

    Orang lanjut usia adalah sebutan bagi mereka

    yang telah memasuki usia 60 tahun ke atas.

    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

    13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut

    usia Bab I pasal 1, yang dimaksud dengan

    lanjut usia adalah seseorang yang telah

    mencapai usia 60 tahun ke atas. Lanjut usia

    potensial adalah lanjut usia tidak potensial

    adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari

    nafkah sehingga hidupnya bergantung pada

    bantuan orang lain.

    Lanjut usia potensial biasanya hidup di rumah

    sendiri atau tidak tinggal di Panti Wredha.

    Mereka masih mampu bekerja dan mencari

    nafkah baik untuk dirinya sendiri maupun

    keluarganya. Lanjut usia tidak potensial

    membutuhkan bantuan orang lain dalam

    memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

    Bagi yang masih memiliki keluarga, maka

    mereka bergantung pada keluarganya. Bagi

    yang tidak lagi memiliki keluarga, bahkan

    hidupnya terlantar, biasanya menjadi penghuni

    Panti Wredha yang berada di bawah naungan

    Departemen Sosial. Segala kebutuhan

    hidupnya menjadi tanggung jawab Panti

    Wredha dan biasanya mereka tinggal di sana

    sampai akhir hidupnya.

    Pada waktu seseorang memasuki masa usia

    lanjut, terjadi berbagai perubahan baik yang

    bersifat fisik, mental, maupun sosial. Jadi,

    memasuki usia lanjut tidak lain adalah upaya

    penyesuaian terhadap perubahan-perubahan

    tersebut. Sebagai proses alamiah,

    perkembangan manusia sejak periode awal

    hingga masa usia lanjut merupakan kenyataan

    yang tidak bisa dihindari. Perubahan-

    perubahan menyertai proses perkembangan

    termasuk ketika memasuki masa usia lanjut.

    Ketidaksiapan dan upaya melawan perubahan-

    perubahan yang dialami pada masa usia lanjut

    justru akan menempatkan individu usia ini

    pada posisi serba kalah yang akhirnya hanya

    menjadi sumber akumulasi stress dan frustasi

    belaka (Indriana, 2008, h.5).

    Pada akhirnya, stres pada lansia dapat

    didefinisikan sebagai tekanan yang

    diakibatkan oleh stresor berupa perubahan-

    perubahan yang menuntut adanya penyesuaian

    dari lansia. Tingkat stres pada lansia berarti

    pula tinggi rendahnya tekanan yang dirasakan

    atau dialami oleh lansia sebagai akibat dari

  • Indriana, Kristiana,Sonda, dan Intinarian: Stres Lansia di Panti Wredha Pucang Gading Semarang 91

    stresor berupa perubahan-perubahan baik fisik,

    mental, maupun sosial dalam kehidupan yang

    dialami lansia.

    Adapun perubahan fisik yang menjadi

    indikator penentu dalam tingkat stres individu,

    dalam hal ini lansia antara lain: panas, dingin,

    nyeri, masuknya organisme, trauma fisik,

    kesulitan eliminasi, dan kekurangan makan.

    Perubahan mental atau psikologis yang

    menjadi indikator antara lain: kritik yang tidak

    dapat dibenarkan, kehilangan, ketakutan, serta

    krisis situasi. Sedangkan perubahan sosial

    sebagai stresor dan penentu tingkat stres pada

    lansia antara lain: isolasi atau diasingkan,

    status sosial dan ekonomi, perubahan tempat

    tinggal atau tempat kerja, dan bertambahnya

    anggota keluarga.

    METODE

    Identifikasi Variabel

    Variabel yang akan diteliti pada penelitian ini

    adalah tingkat stress pada lansia yang tinggal

    di panti. Tingkat stres merupakan variabel

    bebas yang akan dilihat dan dianalisa

    variasinya.

    Definisi Operasional

    Definisi operasional dari variabel dalam

    penelitian ini adalah sebagai berikut:

    Tingkat stres dilihat dari banyak sedikitnya

    stressor yang menghampiri dan dirasakan

    oleh individu baik stressor fisik/biologis,

    mental/psikologis, dan sosial. Semakin

    banyak stresor yang menghampiri individu

    dan dirasakan sebagai tekanan oleh individu

    dalam penelitian ini lansia maka semakin

    tinggi pula tingkat stres pada lansia begitu

    pula sebaliknya.

    Populasi dan Sampling

    Menurut Azwar (2001, h.77) populasi

    merupakan sekelompok subjek yang akan

    dikenai generalisasi hasil penelitian.

    Sekelompok subjek yang akan dikenai

    generalisasi tersebut terdiri dari sejumlah

    individu yang setidak-tidaknya mempunyai

    ciri atau karakteristik yang sama.

    Populasi yang akan menjadi sumber data

    penelitian ini adalah lansia yang tinggal di

    Panti Wredha Pucang Gading Semarang. Alasan pengambilan Panti Wredha Pucang

    Gading adalah dengan pertimbangan sebagai

    berikut:

    a) Panti Wredha Pucang Gading merupakan Panti Wredha yang bernaung

    di bawah Departemen Sosial RI sehingga

    para lansia yang tinggal di panti adalah

    lansia yang hampir sebagian besar latar

    belakangnya atau alasan tinggal di panti

    lebih dikarenakan adanya tekanan di luar

    dirinya.

    b) Untuk memudahkan dan meminimalisasi kesalahan generalisasi hasil penelitian

    dengan mengambil kancah penelitian yang

    jelas dan terfokus.

    Populasi dalam penelitian adalah warga yang

    memenuhi karakteristik sebagai berikut:

    a) Lansia yang tinggal di Panti Wredha Pucang Gading Semarang

    b) Lansia yang masih mampu berkomunikasi dalam arti masih mampu bertukar

    informasi verbal dengan orang lain

    c) Tidak mengalami gangguan psikologis

    yang berat

    Metode Pengumpulan Data

    Metode pengumpulan data yang digunakan

    dalam penelitian ini adalah skala psikologi,

    yaitu alat ukur yang mengukur aspek atau

    atribut psikologis melalui indikator-indikator

    perilaku yang diterjemahkan dalam item-item

    pernyataan atau pertanyaan. Menurut Azwar

    (2003, h.4) skala sebagai alat ukur psikologis

    mempunyai karakteristik, yaitu :

    a) Stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung

    mengungkap atribut yang hendak diukur,

  • 92 Jurnal Psikologi Undip Vol. 8, No. 2, Oktober 2010

    melainkan mengungkap indikator perilaku

    dari atribut yang bersangkutan.

    b) Berisi banyak item sehingga kesimpulan baru dapat diambil apabila semua jawaban

    sudah direspon.

    c) Respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban benar atau salah. Semua

    jawaban dapat diterima sepanjang

    diberikan secara jujur dan sungguh-

    sungguh.

    Alat ukur dalam penelitian ini adalah skala

    stres yang diadaptasi dari Stress Assessment Tools : A self assessment Health Promotion

    Program Work Life staff Alameda-USA. Adaptasi dilakukan dengan mengambil dua

    sub asesmen yang berisi stresor atau hal-hal

    yang menimbulkan stress dimana dalam sub

    asesmen ini menilai tingkat keluhan individu

    atas stresor personal, keluarga, dan komunitas

    serta stresor dari hal-hal yang mengubah

    kehidupan dengan tingkatan poin yang sudah

    ditetapkan. Stresor yang berasal dari hal-hal

    yang mengubah kehidupan beberapa itemnya

    disesuaikan dengan latar belakang dan

    kondisi lansia di panti. Penentuan tingkat

    stress lansia dilihat dari kategori keluhan dan

    total poin yang diperoleh dari skala tersebut.

    Metode Analisa Data

    Analisa data dalam penelitian ini

    dimaksudkan untuk melihat tingkat atau

    frekuensi tinggi rendahnya stres lansia yang

    tinggal di panti. Adapun analisa data

    dilakukan dengan statistik deskriptif. Statistik

    deskriptif digunakan untuk membantu

    memaparkan (menggambarkan) keadaan yang

    sebenarnya (fakta) dari satu sampel penelitian

    deskriptif. Penelitian deskriptif tidak untuk

    menguji suatu hipotesis.

    Prosedur dan Pelaksanaan Penelitian

    Berdasarkan pertimbangan karakteristik lansia

    di panti dan tujuan penelitian yaitu untuk

    mengetahui tingkat stres lansia di panti serta

    sumber-sumber penyebabnya, adaptasi

    terhadap asesmen stres di lakukan dengan

    mengambil dua sub bagian asesmen Stress Assessment Tools : A self assessment Health

    Promotion Program Work Life staff Alameda-

    USA. Sub bagian yang digunakan adalah sub bagian asesmen ke-2 dan ke-3 tentang hal

    maupun peristiwa yang dirasa sebagai

    penyebab stress dan mengubah kondisi

    kehidupan dalam 1 tahun terakhir.

    Penelitian di lakukan selama 1,5 bulan

    dimulai dari awal Bulan Mei hingga

    pertengahan/minggu ke-2 Bulan Juni dengan

    memanfaatkan jadwal kunjungan ke panti

    yaitu setiap hari Jumat. Penelitian di lakukan dengan menanyakan aitem-aitem pernyataan

    dalam alat ukur pada subyek penelitian

    kemudian mencatat apapun jawaban yang

    diberikan oleh subjek. Jawaban yang

    diberikan tersebut kemudian dikategorikan

    dalam poin penilaian sesuai alat ukur. Subjek

    penelitian berjumlah 32 lansia laki-laki dan

    perempuan yang memenuhi karakteristik

    populasi penelitian.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Dari hasil penelitian yang dilakukan untuk

    meneliti tingkat stres lansia di panti serta

    peristiwa apa sajakah yang dialami dan

    menimbulkan stres dalam waktu satu tahun

    terakhir pada lansia yang bertempat tinggal di

    Panti Wredha menunjukkan, bahwa perubahan

    dalam perkumpulan keluarga selama mereka

    tinggal dipanti menjadi salah satu

    permasalahan yang paling banyak dialami

    lansia dan dirasa menyebabkan stres.

    Perubahan dalam perkumpulan keluarga

    menjadi pilihan kedua yang merupakan

    permasalahan yang menimbulkan stres pada

    lansia yang tinggal dipanti wreda, lalu diikuti

    dengan masalah yang lainnya. Keterangan

    selengkapnya dapat dilihat pada tabel 1.

  • Indriana, Kristiana,Sonda, dan Intinarian: Stres Lansia di Panti Wredha Pucang Gading Semarang 93

    Tabel 1. Frekuensi pemilihan aitem

    asesmen 3

    Item Frekuensi

    1 23 (III)

    2 10

    3 22

    4 15

    5 11

    6 8

    7 6

    8 14

    9 21(V)

    10 18

    11 3

    12 17

    13 26 (I)

    14 0

    15 22 (IV)

    16 14

    17 19

    18 17

    19 25 (II)

    20 16

    21 16

    Keterangan :

    I. Perubahan dalam aktivitas sehari-hari II. Perubahan dalam perkumpulan keluarga

    III. Kematian pasangan IV. Kematian anggota keluarga & perubahan

    dalam pilihan maupun kuantitas olahraga

    maupun rekreasi

    V. Perubahan dalam pekerjaan

    Perubahan dalam aktivitas sehari-hari yang

    menjadi salah satu faktor yang banyak dipilih

    sebagai penyebab stres Mereka merasakan

    perbedaan yang terjadi selama mereka tinggal

    dipanti dengan keadaan mereka sebelumnya.

    Aktivitas mereka yang semula bekerja dan

    sekarang sebagai pengangguran, terlebih

    ketika mereka mulai mengalami kemunduran

    fisik yang dirasakan sebagai beban seperti

    penglihatan yang mulai menurun, dan penyakit

    yang diderita. Ketika kemunduran fisik mereka

    menyebabkan mereka berada dipanti, hal

    tersebut dirasakan amat berat bagi mereka dan

    terkadang mereka menyesalkan kondisi saat

    ini, sehingga mereka menjadi stres karena

    merasa sudah tidak dapat berbuat apa-apalagi.

    Mereka yang dulu terbiasa bekerja dan

    memiliki penghasilan sekarang hanya berdiam

    diri di panti dan tidak memiliki penghasilan

    lain kecuali uang yang diperoleh dari panti.

    Kesediaan mereka mengikuti kegiatan di panti

    disebabkan karena keharusan bukan karena

    ingin. Perubahan dalam aktivitas sehari-hari

    dapat berkaitan pula dengan keberadaan

    keluarga bagi mereka. Dimana perubahan

    dalam perkumpulan keluarga merupakan

    penyebab stres pula bagi mereka.

    Keluarga menjadi salah satu faktor yang

    berperan dalam menyebabkan stres bagi lansia

    panti. Keberadaan keluarga dirasakan sangat

    penting bagi mereka. Hal tersebut dapat dilihat

    dari latar belakang keberadaan para lansia

    hingga tinggal di Panti Wredha. Seperti

    beberapa kasus yang terjadi pada lansia panti.

    Beberapa diantara mereka merasa terbuang,

    menjadi sampah masyarakat, tidak berarti lagi

    dengan kondisi fisik yang semakin melemah.

    Mereka merasa dicampakkan oleh

    keluarganya, bahkan bagi beberapa lansia yang

    semula hidup dengan keluarganya mereka

    merasa tidak betah lagi berada di dunia ini dan

    mempertanyakan keberadaan mereka ini untuk

    siapa, lain halnya dengan lansia yang memang

    dari semula tidak memiliki keluarga sama

    sekali, mereka memang menyayangkan hidup

    mereka yang sebatang kara akan tetapi

    keberadaan teman sesama lansia dipanti

    membuat mereka merasa ada keluarga baru

    akan tetapi terkadang mereka pun merindukan

    keberadaan keluarganya sebelum mereka

    hidup sendiri.

    Kematian pasangan menjadi penyebab stres

    no.3 yang dirasakan oleh para lansia panti.

    Mereka merasa hidup sendiri dan tak berarti.

    Pada beberapa kasus yang terjadi di panti

    wredha, hampir semua lansia menceritakan

    bahwa pasangan mereka merupakan semangat

    hidup mereka dan ada beberapa lansia yang

    memilih untuk tidak menikah kembali setelah

    kematian pasangan mereka. Mereka mencoba

    bertahan hidup untuk anak-anak mereka

  • 94 Jurnal Psikologi Undip Vol. 8, No. 2, Oktober 2010

    ataupun bagi mereka yang tidak memiliki anak

    mereka memilih untuk menyibukan diri

    mereka dengan pekerjaan untuk

    menghilangkan kesedihan. Kesendirian di

    masa lanjut membuat beberapa lansia merasa

    putus asa dan mempertanyakan keberadaan

    mereka di dunia, dan mereka hanya tinggal

    menunggu panggilan Sang Ilahi untuk hidup

    lebih tenang. Pada tabel 2 disajikan data

    lengkap dari asesmen 2 dan asesmen 3.

    Tabel 2. Data asesmen 2 dan asesmen 3

    Subjek Total nilai

    Asesmen 2

    Total nilai

    Asesmen 3

    1 5 320

    2 6 423

    3 4 334

    4 7 420

    5 11 251

    6 17 373

    7 8 299

    8 1 314

    9 7 274

    10 6 373

    11 5 312

    12 6 213

    13 5 299

    14 9 437

    15 8 463

    16 8 349

    17 4 387

    18 8 370

    19 10 497

    20 4 369

    21 1 405

    22 3 265

    23 7 369

    24 2 347

    25 1 429

    26 5 294

    27 3 445

    28 2 488

    29 3 321

    30 1 212

    31 8 318

    32 14 431

    Pada waktu seseorang memasuki masa usia

    lanjut, terjadi berbagai perubahan baik yang

    bersifat fisik, mental, maupun sosial. Jadi,

    memasuki usia lanjut tidak lain adalah upaya

    penyesuaian terhadap perubahan-perubahan

    tersebut. Sebagai proses alamiah,

    perkembangan manusia sejak periode awal

    hingga masa usia lanjut merupakan kenyataan

    yang tidak bisa dihindari. Perubahan-

    perubahan menyertai proses perkembangan

    termasuk ketika memasuki masa usia lanjut.

    Indriana menyatakan bahwa ketidaksiapan dan

    upaya melawan perubahan-perubahan yang

    dialami pada masa usia lanjut justru akan

    menempatkan individu usia ini pada posisi

    serba kalah yang akhirnya hanya menjadi

    sumber akumulasi stres dan frustasi belaka

    (2008, h.5).

    Hal yang menarik adalah bagaimana

    perubahan ini dipersepsikan berbeda-beda oleh

    individu sehingga memunculkan dinamika

    dalam respon emosi, sosial, dan perilaku

    penyesuaian. Persepsi yang berbeda

    memunculkan respon yang berbeda salah

    satunya respon yang terkategori stress.

    Peristiwa-peristiwa kehidupan dan berbagai

    perubahan yang dialami para lansia penghuni

    panti baik yang telah maupun sedang dialami

    tidak jarang dirasakan sebagai beban dan

    tekanan dalam hidup. Kenyataan ini didukung

    oleh data penelitian yang diperoleh bahwa

    sejumlah 26 dari 32 lansia panti atau sebesar

    81,25 % subyek mengeluhkan menghadapi

    peristiwa-peristiwa kehidupan yang berat.

    Kategori keluhan berat tersebut didukung oleh

    data dari Tabel 3 dimana seluruh subjek

    tergolong dalam kondisi stres. Hal ini

    menunjukkan bahwa seluruh subyek penelitian

    yaitu lansia di panti Wredha Pucang Gading

    Semarang mengalami stres yang tinggi dengan

    skor yang dihasilkan lebih dari 150.

  • Indriana, Kristiana,Sonda, dan Intinarian: Stres Lansia di Panti Wredha Pucang Gading Semarang 95

    Tabel 3. Tingkat stres penghuni panti

    wredha

    Asessmen 3

    Total Score Frekuensi Kategori

    212 1 Stres

    213 1 Stres

    251 1 Stres

    265 1 Stres

    274 1 Stres

    294 1 Stres

    299 2 Stres

    312 1 Stres

    314 1 Stres

    318 1 Stres

    320 1 Stres

    321 1 Stres

    334 1 Stres

    347 1 Stres

    349 1 Stres

    369 2 Stres

    370 1 Stres

    373 2 Stres

    387 1 Stres

    405 1 Stres

    420 1 Stres

    423 1 Stres

    429 1 Stres

    431 1 Stres

    437 1 Stres

    445 1 Stres

    463 1 Stres

    488 1 Stres

    497 1 Stres

    Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat

    stress lansia yang tinggal di panti. Ketika

    berbicara tentang faktor yang mempengaruhi

    tingkat stres, kita tidak bisa lepas dari sumber-

    sumber penyebab stres atau yang biasa

    disebut dengan stresor. Stresor merupakan

    semua faktor yang mempengaruhi timbulnya

    stress yang mengganggu keseimbangan dalam

    tubuh (dalam Bart Smet, 1194, h.115-121).

    Hal-hal yang dirasakan oleh sebagian besar

    lansia di panti sebagai penyebab stres antara

    lain perubahan dalam aktivitas sehari-hari,

    peubahan dalam perkumpulan keluarga,

    kematian pasangan, kematian anggota

    keluarga dan perubahan dalam pilihan maupun

    kuantitas olahraga maupun rekreasi, dan

    perubahan dalam pekerjaan. Kelima peristiwa

    tersebut berurutan sebagai sumber stres lansia

    di panti.

    Bahwa inti dari kesuksesan di masa lansia

    adalah kemampuan untuk beradaptasi

    terhadap berbagai perubahan dan peristiwa

    hidup yeng membawa perubahan ternyata

    belum bisa dilakukan oleh seluruh lansia

    subyek penelitian ini Tingkat strss yang tinggi

    menunjukkan ketidakmampuan mereka dalam

    menyesuaikan terhadap berbagai perubahan

    tersebut. Tanggung jawab selanjutnya berada

    pada caregivers atau pihak-pihak di sekitar

    lansia atara lain pengurus panti, keluarga,

    teman-teman, maupun helper untuk

    membantu para lansia panti menjalani masa

    tuanya dengan sukses atau dengan kata lain

    mampu beradaptasi dengan berbagai

    perubahan sehingga meminimalkan stress

    yang dialami. Ketika lansia mampu menerima

    dan menyesuaikan diri dengan berbagai

    peristiwa yang mengubah kehidupannya

    maka hal ini berarti pula tingkat stres yang

    dialami akan menurun.

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh

    maka dapat disimpulkan bahwa tingkat stres

    yang dialami lansia penghuni Panti Wredha

    Pucang Gading Semarang tergolong tinggi

    dengan skor total dari 32 subyek semuanya di

    atas 150. Stresor atau faktor-faktor penyebab

    stress 5 besar berurutan antara lain perubahan

    dalam aktivitas sehari-hari, peubahan dalam

    perkumpulan keluarga, kematian pasangan,

    kematian anggota keluarga dan perubahan

    dalam pilihan maupun kuantitas olahraga

    maupun rekreasi, dan perubahan dalam

    pekerjaan.

    Berdasarkan hasil penelitian ini maka

    beberapa saran yang direkomendasikan antara

    lain sebagai berikut:

    a) Bagi lansia Penerimaan diri terhadap berbagai

    peristiwa hidup baik terdahulu maupun

    sekarang perlu terus diasah dan

    ditingkatkan karena penerimaan ini

  • 96 Jurnal Psikologi Undip Vol. 8, No. 2, Oktober 2010

    merupakan kunci dalam beradaptasi dan

    mengurangi tekanan.

    b) Bagi Pihak Panti Lansia perlu dibantu dalam beradaptasi

    dengan diri dan lingkungannya sekarang

    (panti) melalui penyediaan dan

    peningkatan layanan-layanan baik

    psikologis, medis, maupun sosial.

    Pemilahan lansia-lansia berdasarkan

    kemampuan psikologis terutama perlu

    diperbaiki dengan tidak mencampurkan

    lansia yang memiliki kemampuan

    psikologis bagus dengan yang tidak dalam

    satu bangsal.

    c) Bagi Pemerintah Panti Wredha Pucang Gading sebagai

    badan sosial milik pemerintah sebaiknya

    memberikan pelayanan dan fasilitas yang

    semakin optimal agar para lansia tetap

    berdaya.

    d) Bagi peneliti selanjutnya Penelitian akan semakin dirasakan

    manfaatnya jika diperluas kancah

    penelitian misalnya pada lansia yang

    tinggal di rumah atau di luar panti

    sehingga diperoleh gambaran yang lebih

    kaya dan lengkap tentang stres pada

    lansia.

    DAFTAR PUSTAKA

    Azwar, S. (1994). Seleksi Item dalam

    Penyusunan Skala Psikologi. Buletin

    Psikologi, Tahun II. No 2 Desember

    1994

    ______. (2001). Metode Penelitian. Yogyakarta:

    Pustaka Pelajar Offset.

    ______. (2003). Penyusunan Skala Psikologi.

    Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset

    Blackburn, J.A. & Dulmus, C.N. (2007).

    Handbook of Gerontology: Evidence-

    Based Approach to Theory, Practice,

    and Policy. New Jersey: John & Willey

    Sons.

    Boyle, G. (2005). The Role of Autonomy in

    Explaining Mental ill-Health and

    Depression among Older People in

    Long Term Care Setting. Journal of

    Ageing and Society, 25, 731-748.

    Davidson, G.D. & Neale, J.M. (2001).

    Abnormal Psychology: eight edition.

    Boston: Willey & sons.

    Erwin J. Tan, M.D, dkk. (April 2010).

    Marketing Public Health Through Older Adult

    Volunteering : Experience Corps as a Social

    Marketing Intervention. American Journal of

    Public Health, 100 (4).

    Indriana, Y. (2008). Gerontologi: Memahami

    Kehidupan Usia Lanjut. Semarang: Penerbit

    Universitas Diponegoro.

    Minichiello, V. & Coulson, I (editors). (2005).

    Contemporary Issues in Gerontology

    Promoting Positive Aging, Crows Nest: Allen

    & Unwin.

    Monks, Knoersm Haditono, S.R. (1998).

    Psikologi Perkembangan: pengantar dari

    berbagai bidang. Yogyakarta: UGM Press.

    Nevid, dkk. (2006). Psikologi Abnormal jilid I,

    Jakarta: Penerbit Erlangga.

    Veenhoven, R. (2008). Healthy Happiness:

    effects of Happiness on Physical Health and

    The Consequences for Preventive Health Care.

    Journal Happiness Study, 9, 449-469.

    Wilmoth, J.M. & Ferraro, K., F (editors).

    (2007). Gerontology Perspectives and

    Issues. New York: Springer Publishing

    Company, LLC