landasan teoritis pelatihan sebagai bentuk pendidikan...
TRANSCRIPT
23
BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Pelatihan Sebagai Bentuk Pendidikan Bagi Orang Dewasa
1. Pengertian Pelatihan (Training)
Pelatihan merupakan wahana yang sangat penting untuk
meningkatkan potensi sumber daya manusia pada era globalisasi yang
penuh tantangan dan perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat
cepat. Sudah pasti akan ketinggalan apabila seseorang tidak berusaha
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan. Untuk itu peningkatan
sumber daya manusia perlu ditingkatkan melalui pendidikan dan
latihan (training). Disadari atau tidak bahwa dalam penempatan tenaga
kerja tidak dapat menjamin sesorang berhasil menjalankan/
melaksanakan tugasnya. Harapan di lapangan pekerjaan menuntut
kemampuan seorang pegawai dapat menjalankan fungsinya sebaik
mungkin.
Perkembangan dan pertumbuhan ilmu pengetahuan yang terlihat
semakin besarnya tingkat deversifikasi (keanekaragaman) tenaga kerja,
bentuk organisasi dan persaingan global yang semakin meningkat
maka perlu adanya pendidikan/pelatihan (training) agar dapat
memenuhi tuntutan dari lapangan pekerjaan. Berikut beberapa
pengertian pelatihan (training) menurut: Rivai dan Sagala, (2010:211):
“Pelatihan sebagai bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku dalam relatif singkat dengan metode yang lebih mengutamakan pada praktik dari pada teori.
24
Pelatihan secara singkat didefinisikan sebagai suatu kegiatan untuk meningkatkan kinerja saat ini dan kinerja di masa mendatang”.
Pengertian tersebut mengandung makna bahwa pelatihan
sebagai bagian pendidikan dalam waktu relatif singkat untuk
meningkatkan kinerja serta mengutamakan praktik dari pada teori.
Menurut Kamil, (2010:3) mengemukakan bahwa yang dimaksud
dengan pelatihan adalah:
“Istilah pelatihan merupakan terjemahan dari kata training dalam Bahasa Inggris. Secara harfiah arti kata training adalah “train” yang berarti: (1) memberi pelajaran dan praktik (give teaching and practice), (2) menjadikan berkembang dalam arah yang dikehendaki (couse to grow in a required direction), (3) persiapan (preparation), dan (4) praktik (practice).
Pelatihan merupakan terjemahan training mengandung arti
memberikan pelatihan dan praktik kearah perkembangan yang
dikehendaki oleh pelatih agar yang dilatih memiliki/mempunyai
kesiapan secara pratik.
Definisi pelatihan menurut Edwin B. filippo dalam Kamil,
(2010:3) mengemukakan bahwa: ‘training is the act of increasing the
knowladge and skill of an employee for doing a particular job’
(pelatihan adalah tindakan meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan seorang pegawai untuk melaksanakan pekerjaan
tertentu). Definisi pelatihan ini diartikan sebagai upaya peningkatan
keterampilan terhadap pegawai yang berjutuan agar dapat
melaksanakan tugas/pekerjaan tertentu.
25
Pelatihan menurut Simamora dalam Kamil (2010:3)
mengartikan: ‘Pelatihan sebagai serangkaian aktivitas yang dirancang
untuk meningkatkan keahlian-keahlian, pengetahuan, pengalaman,
ataupun perubahan sikap seseorang individu’. Pelatihan menurut
Simamora diartikan sebagi aktivitas yang dirancang untuk
meningkatkan pengetahuan, pengalaman dan keterampilan agar
individu dapat berubah sikapnya. Pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa pelatihan (taining) adalah cara atau perbuatan
melatih.
Definisi pelatihan menurut para tokoh di atas, istilah pelatihan
itu mengandung unsur kegiatan/proses untuk meningkatkan keahlian
dengan maksud orang yang dilatih dapat melakukan pekerjaan sesuai
dengan kebutuhan di lapangan secara efektif dan efisien.
Kegiatan pelatihan memberikan keuntungan (deviden) kepada
pegawai dan lembaga, berupa keahlian dan keterampilan selanjutnya
menjadi aset bagi lembaga atau institusi. Melalui pelatihan pegawai
akan bertambah pengetahuan dan keterampilan begitu pula bagi
lembaga atau institusi dalam rangka memenuhi tuntutan profesi.
Namun kegiatan pelatihan bukan suatu solusi secara universal (umum)
yang dapat memenuhi semua kebutuhan lembaga atau institusi. Hal
yang perlu diperhatikan adalah perencanaan, tugas yang efektif,
pemilihan yang tepat, penempatan personil serta kegiatan-kegiatan lain
juga menjadi bahan pertimbangan dalam pelatihan.
26
Kegiatan pelatihan adalah bentuk pendidikan, pelatihan pada
pembahasan ini dimaksudkan untuk menjelaskan pengertian yang
berhubungan dengan pendidikan bagi orang dewasa. Serta proses
belajar yang dilandasi kerangka pikir khusus tentang pendidikan orang
dewasa. Pendidikan yang akan diuraikan dalam bab ini mengenai
pengertian pendidikan orang dewasa (andragogik) dan pendidikan
bagi anak (pedagogik). Mengapa pendidikan bagi anak dicantumkan
dalam bab ini? Karena untuk memberikan perbedaan antara kedua
macam pendidikan tersebut.
2. Pengertian Pendidikan Orang dewasa
Konsep pendidikan orang dewasa dirumuskan sebagai suatu
proses yang membangun keinginan untuk bertanya dan belajar secara
berkesinambungan berlangsung sepanjang hidup. Menurut Pannen
dalam Suprijanto (2009) bahwa pendidikan orang dewasa berhubungan
dengan bagaimana untuk mengarahkan diri sendiri yang dimulai dari
bertanya dan mencari jawabanya sendiri.
Pengertian andragogi berasal dari dua kata dalam Bahasa
Yunani, yakni andra berarti orang dewasa dan agogos berarti
memimpin. Definisi andragogi kemudian dirumuskan sebagai "suatu
seni dan ilmu untuk membantu orang dewasa belajar," Supriadi
(Andragogik Sebuah Konsep Teoritik:2006). Lebih lanjut Suprijanto
(2009:11) menyatakan bahwa:
“Pendidikan orang dewasa (andragogy) berbeda dengan pendidikan anak-anak (paedagogy). Pendidikan berlangsung
27
dalam bentuk identifikasi dan peniruan, sedangkan pendidikan orang dewasa berlangsung dalam bentuk pengarahan diri sendiri untuk memecahkan masalah”.
Menurut pendapat tersebut dapat penulis simpulkan bahwa
pendidikan bagi anak adalah proses pendidikannya mengandung unsur
identifikasi dan peniruan yang lebih menonjol, tetapi kalau pendidikan
bagi orang dewasa adalah pendidikan yang timbul dari dalam diri
sendiri bagaimana merefleksi diri tentang sesuatu yang belum
diketahui dengan jalan bertanya pada diri sendiri dan jawabannya
dicari sendiri oleh yang bersangkutan.
Terdapat perbedaan yang jelas antara pendidikan bagi anak-anak
dengan pendidikan bagi orang dewasa jika ditinjau dari segi umur
anak-anak masih memiliki ketergantungan dengan orang yang lebih
dewasa. Sedangkan orang dewasa dapat bertanggung jawab sendiri,
tidak selalu tergantung orang lain, berani mengambil resiko, dan berani
mengambil keputusan dalam kegiatan pembelajaran.
Pengertian pendidikan orang dewasa menurut UNESCO dalam
Lanuardi dalam Suprijanto (2009:12) mengemukakan:
“Keseluruhan proses pendidikan yang akan diorganisasikan, apapun isi, tingkatan, metodenya; baik formal atau tidak, yang melanjutkan ataupun menggantikan pendidikan semula di sekolah, akademi atau universitas serta latihan kerja, yang membuat orang dianggap dewasa oleh masyarakat mengembangkan kemampuan memperkaya pengetahuannya, meningkatkan kualifikasi teknis atau profesionalnya, dan mengakibatkan perubahan pada sikap dan perilakunya dalam perspektif rangkap perkembangan pribadi secara utuh dan partisipasi dalam pengembangan sosial, ekonomi, dan budaya yang seimbang dan bebas”.
28
Menurut pendapat Bryson dalam Supriyadi (2009:13)
nenyatakan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan orang dewasa
adalah: “semua aktivitas pendidikan yang dilakukan oleh orang dewasa
dalam kehidupan sehari-hari yang hanya menggunakan sebagian waktu
dan tenaganya untuk mendapatkan tambahan intelektual.”
Kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan
orang dewasa adalah pendidikan yang ditempuh oleh orang dewasa
untuk menambah atau memperkaya ilmu pengetahuan yang digunakan
untuk menunjang peningkatan kualitas kenerja secara profesional
maupun secara sosial. Pendidikan dapat dilakukan pada jenjang formal
ataupun non formal.
1) Ciri-Ciri Pendidikan Orang Dewasa
Cara belajar orang dewasa berbeda dengan anak-anak, oleh
karena itu proses pembelajarannya harus memperhatikan ciri-ciri
belajar orang dewasa. Menurut Soedomo dalam Suprijanto
(2009:45) menyatakan bahwa ciri-ciri belajar orang dewasa adalah
sebagai berikut:
“(1) menginginkan timbulnya pertukaran pendapat, tuntutan dan nilai-nilai, (2) menginginkan terjadi komunikasi timbal balik, (3) suasanan belajar yang diharapkan adalah suasana belajar yang menyenangkan dan menantang, (4) mengutamakan peran pesrta didik, (5) orang dewasa akan belajar bila pendapatnya dihormati, (6) belajar orang dewasa bersifat unik, (7) perlu adanya saling percaya antara pembimbing dan peserta didik, (8) orang dewasa umumnya mempunyai pendapat yang berbeda, (9) orang dewasa mempunyai kecerdasan yang beragam, (10) kemungkinan terjadi berbagai cara belajar, (11) orang dewasa belajar ingin mengetahui kelebihan dan kekurangannya, (12) orientasi
29
belajar orang dewasa berpusat pada kehidupan nyata, dan (13) motivasi belajar dari dirinya sendiri”.
Menurut Lunandi dalam Suprijanto (2009:45)
menyatakan tentang keadaan belajar orang dewasa secara
psikologis:
(1) belajar adalah suatu pengalaman yang diinginkan oleh orang dewasa itu sendiri, (2) orang dewasa belajar bila bermanfaat bagi dirinya, (3) belajar bagi orang dewasa kadang-kadang merupakan proses yang menyakitkan, (4) belajar bagi orang dewasa adalah hasil mengalami sesuatu, (5) proses belajar bagi orang dewasa adalah khas, (6) sumber bahan belajar terkaya bagi orang dewasa berada pada diri orang itu sendiri, (7) belajar adalah proses emosional dan intelektual sekaligus, dan (8) belajar adalah hasil kerja sama antara manusia.
Kedua pendapat tersebut di atas mengandung maksud,
bahwa ciri-ciri pendidikan orang dewasa adalah:
1) Motivasi belajar yang paling kuat timbul dari dalam diri
sendiri.
2) Orientasi belajar bagi orang dewasa keuntungan diri, dan
berorientasi pada kehidupan nyata. Jadi pabila
menguntungkan bagi dirinya motivasinya akan lebih kuat.
3) Orang dewasa mau belajar jika pendapatnya dihormati.
4) Ingin mengetahui kelebihan dan kelemahan sesuatu yang
dipelajari.
5) Perlu adanya saling mempercayai antara pembimbing
dengan peserta didik.
30
6) Mengharapkan belajar yang menyenangkan dan menantang
kreatifitas.
7) Sumber belajar yang paling banyak berada pada diri
sendiri. Maksudnya sesuatu yang akan dipelajari tergantung
seberapa banyak pertanyaannya dan solusiaanya
pemecahannya tergantung bagaimana kreatifitas orang
dewasa tersebut.
8) Belajar bagi orang dewasa adalah hasil mengalami sesuatu.
Jadi pengertian ini maksudnya adalah hasil belajar orang
dewasa itu karena adanya proses kegiatan yang ia lakukan,
sehingga pengalaman itu menjadi miliknya yang akan
melekat dalam dirinya.
9) Belajar bagi orang dewasa bersifat unik. Proses belajar
dikatakan unik karena setiap orang dewasa memiliki cara
sendiri-sendiri untuk memperoleh pengetahuan.
10) Mungkin terjadi komunikasi timbal balik. Komunikasi
timbal balik yang dimaksudkan adalah, terjadi dialog
interaktif antara pembimbing dengan peserta didik.
11) Belajar adalah proses emosional dan intelektual sekaligus.
Maksudnya bahwa belajar itu menuju perubahan tingkah
laku serta memperoleh ketrampilan dan pengetahuan secara
langsung dan berasamaan.
31
2) Maksud Pendidikan Orang Dewasa
Maksud pendidikan bagi orang dewasa adalah sebagai
pembinaan dan pengembangan potensi yang melekat pada diri
manusia, yaitu potensi fisik, proses berfikir, kepekaan akan
rasa, menguatkan kreatifitas (cipta), mengembangkan perilaku
yang baik. Sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan yang dapat dipergunakan dalam tugas keprofesian
dan tugas hidup bermasyarakat, (Suprijanto, 2009).
3. Pengertian Pedagogik
Pedagogik merupakan ilmu yang membahas pendidikan anak
atau ilmu pendidikan anak. Pedagogik adalah ilmu pendidikan yang
dibutuhkan guru, tentunya guru mengajar terhadap anak-anak yang
belum dewasa. Tugas guru bukan hanya mengajar untuk
mennyampaikan atau mentrasformasikan ilmu pengetahuan kepada
anak di sekolah, melainkan guru juga bertugas mengembangkan
kepribadian anak secara terpadu. Sehingga anak memiliki
pengetahuan, keterampilan, serta sikap pribadi yang baik, untuk
menghadapi segala permasalahan hidupnya.
Pengertian pedagogik menurut Langeveld dalam Suprijanto
(2009:2) bahwa yang dimaksud dengan pedagogik adalah: “ilmu
mendidik, lebih menitik beratkan kepada pemikiran, perenungan
pendidikan. Suatu pemikiran bagaimana kita membimbing anak,
mendidik anak.”
32
Pendapat tersebut mengandung arti bahwa pengertian pedagogik
adalah ilmu mendidik tentang bagaimana cara membimbing anak atau
mendidik anak. Sedangkan mendidik sendiri memiliki arti tersendiri,
sebagaimana yang dikemukakan Brojonegoro dalam Suprijanto
(2009:3) bahwa: “mendidik berarti memberi tuntunan kepada manusia
yang belum dewasa dalam pertumbuhan dan perkembangan, sampai
tercapainya kedewasaan dalam arti rohani dan jasmani.” Kemudian
menurut Dewantara dalam Suprijanto (2009:3) berpendapat bahwa
mendidik adalah: “menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada
anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota
masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya.”
Menurut kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
yang disebut mendidik adalah memberikan bimbingan kepada anak
yang belum dewasa agar mencapai perkembangan dan pertumbuhan
kearah kedewasaan secara lahir dan batin, sehingga dapat mencapai
tujuan yang diharapkan.
Arti pendidikan sendiri adalah suatu proses pertumbuhan dan
perkembangan, sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungan
sosial dan lingkungan fisik, berlangsung sepanjang hayat sejak
manusia lahir, Suprijanto (2009). Sedangkan menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dalam Supriyanto (2009:5) menyatakan:
33
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa, dan negara”.
Kesimpulan pengertian pendidikan menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tersebut bahwa yang
dimaksud pendidikan adalah mewujudkan suasana pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya yang
meliputi potensi spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya
untuk hidup bermasyarkat, berbangsa, dan bernegara.
1) Pengertian Anak Didik
Pengertian anak didik, anak didik adalah seorang anak
yang sedang berkembang, memiliki potensi, untuk
mengembangkan potensinya itu seorang anak memerlukan
bimbingan agar dapat menjadi manusia yang lebih dewasa
(Sadulloh:2011).
Menurut Tritaharja dalam Sadulloh (2011:135) ada 4
karakteristik anak didik yaitu:
“Untuk mengembangkan kearah kedewasaan anak ada 4 karakteristik yang dimaksudkan yaitu: a) individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan makhluk yang unik. Anak dari lahir memiliki potensi-potensi yang ingin dikembangkan diaktualisasikan. Untuk mengatualisasikannya membutuhkan bantuan dan bimbingan dari pendidik; b) individu yang sedang berkembang sejak lahir bahkan sejak dalam kandungan, manusia berada dalam proses perkembangan, dan proses
34
melalui suatu rangkaian bertahap, melalui fase tetentu, di mana pada setiap tahap (fase) perkembangan memiliki sifat khusus. Perbedaan perkembangan tersebut harus dipahami oleh pendidik pada tiap fasenya, sehingga atas dasar itu pendidikan dapat mengatur kondisi dan strategi yang relevan dengan kebutuhan anak didik; c) individu yang membutuhkan bimbingan individual dan manusiawi. Dalam proses perkembangannya anak didik membutuhkan bantuan dan bimbingan. Sepanjang anak belum dewasa, ia membutuhkan bantuan dan menggantungkan diri kepada orang dewasa.…; dan d) individu memiliki kemampuan untuk mandiri.Anak didik dalam perkembangannya memiliki kemampuan untuk berkembang kearah kedewasaan. Pada diri anak ada kecenderungan untuk mendekatkan diri , sehingga menimbulkan kewajiban bagi pendidik untuk secara bertahap member kebebasan dan pada akhirnya pendidik mengundurkan diri dari usaha member bantuan kepada anak, apabila anak benar-benar telah mandiri. …”.
Pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
karakteristik anak adalah: Pertama anak sebagai individu yang
memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga
merupakan makhluk yang unik. Anak dari lahir memiliki
potensi-potensi yang ingin dikembangkan atau
diaktualisasikan. Ke dua sebagai individu mengalami
perkembngan sejak mulai dari dalam kandungan dan melalui
fase-fase tertentu, sehingga memiliki potensi masing-masing,
oleh sebab itu pendidikan berdasarkan atas perbedaan tersebut .
Ke tiga individu yang membutuhkan bimbingan individual dan
manusiawi. Dalam proses perkembangannya anak didik
membutuhkan bantuan dan bimbingan dari orang dewasa. Ke
empat individu memiliki kemampuan untuk mandiri. Anak
35
didik dalam perkembangannya memiliki kemampuan untuk
berkembang kearah kedewasaan
2) Ciri-Ciri Anak Didik
Menurut Suardi dalam Sadulloh (2011)
mengungkapkan ciri-ciri anak didik, bahwa anak sejak lahir
dalam keadaan tidak berdaya atau lemah. Untuk dapat bergerak
memerlukan beberapa tahapan dan pertolongan orang dewasa,
kelemahan dan ketidak berdayaan makin lama makin hilang
berkat bantuan orang tuanya. Proses bantuan dan bimbingan ini
disebut pendidikan.
Pendidik harus mengetahui kapan saatnya memberikan
pendidikan dan kapan saatnya memberhentikan, karena apabila
terus-menerus bimbingan diberikan akan berakibat kurang baik
bagi anak didik itu sendiri. Anak didik akan mengalami kurang
percaya diri dalam menghadapi permasalahan.
Anak didik adalah makhluk yang ingin berkembang,
suatu contoh bahwa mereka ingin berkembang: bahwa
kelemahan dan ketidakberdayaan saat bayi berangsur-angsur
akan hilang dan ini menjadi motor yang sangat penting
sehingga ia ingin berkembang. Kelemahan dan
ketidakberdayaan inilah yang menjadi alasan untuk
berkembang dan ingin mengetahui hal-hal yang berada di luar
dirinya. Pendidik harus menyadari hal ini bahwa setiap peserta
36
didik ingin mengetahui banyak hal, pada tahap ini memang
ternyata bahwa semua individu itu memiliki potensi untuk
berkembang.
Ciri yang berikutnya dari seorang anak didik adalah
ingin menjadi diri sendiri, hal ini sangat penting apabila
seorang pendidik tidak mengajarkan atau mendidik agar anak
didiknya nantinya menjadi diri sendiri. Mengapa harus seperti
itu? Karena apabila anak didik tidak dibentuk menjadi diri
sendiri nantinya akan menjadi manusia yang selalu mengikuti
kehendak orang lain, tidak mempunyai kemauan yang kuat,
tidak mempunyai daya juang untuk meraih cita-cita.
4. Perbedaan antara Pendidikan dan Pelatihan
Bila dikaji lebih dalam pendidikan dengan pelatihan
sebenarnya saling menunjang satu dengan yang lainnya. Sehubungan
dengan kontek keperluan penulisan tesis ini mengungkap tentang
pelatihan maka untuk menghindari kesalahan penafsiran mengenai arti
dan lain sebagainya maka penulis sampaikan perbedaan antara
pendidikan dan pelatihan sebagai berikut:
37
Tabel 2.1 Perbedaan Pendidikan dan Pelatihan
NO PENDIDIKAN PELATIHAN
1 Umumnya berkaitan dengan mempersiapkan calon tenaga kerja yang diperlukan oleh suatu instansi atau organisasi
Berkaitan dengan peningkatan atau keterampilan pegawai yang sudah menduduki suatu pekerjaan atau tugas tertentu
2 Orientasi atau penekanannya pada pengembangan kemampuan umum
Orientasi atau penekanannya pada tugas yang harus dilaksanakan (job orientation)
3 Waktu penyelenggaraan lebih lama
Waktu penyelenggaraan relatif pendek
4 Tenaga pendidiknya lebih banyak
Tenaga pendidiknya lebih sedikit
5 Umumnya peserta belum bekerja
Peserta sudah bekerja
6 Umumnya biaya ditanggung oleh peserta
Biaya ditanggung pihak penyelenggara
7 Kurikulum standar nasional Kurikulum lokal
B. Pendidikan dan Latihan Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Profesi
Guru
1. Upaya Peningkatan Kualitas Profesi Guru
Semangat baru dalam dunia pendidikan di Indonesia untuk
mengangkat profesi keguruan, yang sebelumnya telah
mendeskripsikan sisi kelemahan guru, ternyata hal tersebut menambah
merosotnya mutu pendidikan di Indonesia bila dilihat dari ranking
pendidikan di dunia. Oleh karena itu, tinggi rendahnya pengakuan
profesionalisme guru sangat tergantung pada tingkat pendidikan yang
ditempuhnya. Pengembangan keprofesionalan guru dilakukan
berdasarkan pada kebutuhan institusi, kelompok guru, maupun oleh
38
individu itu sendiri. Menurut Danim dalam Saud (2010)
pengembangan keprofesionalan pada kontek institusi untuk
merangsang, memelihara, serta meningkatkan kualitas staf dalam
menghadapi permasalahan organisasi. Apabila dikaitkan dengan
deskripsi tersebut di atas maka pendidikan dan latihan memiliki tujuan
antara lain:
1. Memenuhi tuntutan lembaga/institusi sehingga dapat memberikan
layanan terhadap masyarakat dengan baik.
2. Mengembangkan keahlian sehinga pekerjaan dapat diselesaikan
secara efektif dan efisien.
3. Mengembangkan pengetahuan sehingga pekerjaan dapat selesai
secara rasional menurut kaidah yang berlaku secara umum.
4. Mengembangkan sikap kearah yang lebih maju.
2. Prinsip-Prinsip Pelatihan
Pelatihan adalah bagian dari pada pembelajaran, oleh karena itu
prinsip pelatihan perlu dirumuskan agar pelatihan dapat berhasil.
Menurut Kamil, (2010:11) ada 12 prinsip umum dalam pelatihan yaitu:
a) prinsip perbedaan individu, b) prinsip motivasi, c) prinsip pemilihan dan pelatihan para pelatih, d) prinsip belajar, e) prinsip partisipasi aktif, f) focus pada batasan materi, g) prinsip diagnosis dan koreksi, h) prinsip pembagian waktu, i) prinsip keseriusan, j) prinsip kerjasama, k) prinsip metoda pelatihan, dan l) prinsip hubungan pelatih dengan pekerjaan atau dengan kehidupan nyata.
Apabila diuraikan satu-persatu prisip-prinsip terbut adalah:
39
a) Prinsip perbedaan individu. Dalam penyelenggaraan pelatihan
harus memperhatikan perbedaan individu baik perbedaan sosial,
pendidikan, bakat, minat, pengalaman, maupun kepribadian.
b) Prinsip motivasi. Untuk meningkatkan agar peserta pelatihan mau
belajar dengan sungguh-sungguh perlu adanya motivasi dari unsur
pemangku kepentingan. Tentunya dengan bertambahnya
pengetahuan dan keterampilan akan meningkatkan kesejahteraan
nantinya.
c) Prinsip pemilihan dan pelatihan para pelatih. Keberhasilan
pelatihan juga ditentukan oleh seorang pelatih, bahwa pelatih yang
menguasai suatu keahlian dan memiliki kemampuan tehnik
menyampaikan materi berpengaruh terhadap pencapaian tujuan
pula.
d) Prinsip belajar. Pembelajaran ada yang dimulai dari apa yang
dikuasai oleh warga belajar, atau dimulai dari yang lebih sederhana
menuju ke hal yang kompleks.
e) Prinsip partisipasi aktif. Untuk mencapai hasil pelatihan harus
dapat membangun aktifitas yang dilatih terlibat secara aktif.
f) Fokus pada batasan materi. Pelatihan hanya difokuskan pada
penguasaan salah-satu bidang keterampilan saja, bukan untuk
penguasaan pengetahuan serta sikap secara menyeluruh.
40
g) Prinsip diagnosis dan koreksi. Pelatihan dilaksanakan untuk
menegakkan diagnostik permasalahan di lapangan untuk
mengoreksi kesalahan atau belum maksimalnya pekerjaan.
h) Prinsip pembagian waktu. Pelatihan diselenggarakan menganut
efektifitas waktu, sehingga pelatihan dilakukan secara singkat.
i) Prinsip keseriusan. Pelatihan harus dilaksanakan dengan
sungguh-sungguh, bukan hanya sekedar kegiatan sambilan
sehingga dilakukan dengan seenaknya.
j) Prinsip kerjasama. Pelatihan akan berhasil dengan baik apabila
kerjasama antar semua unsur dapat terbina dengan baik.
k) Prinsip metoda pelatihan. Metode pelatihan harus bervariasi karena
tidak ada satu metode yang paling baik dalam penyampaian materi
pelatihan. Untuk itu harus dipilih metode yang cocok, dan tentunya
lebih dari satu metode.
l) Prinsip hubungan pelatih dengan pekerjaan atau dengan kehidupan
nyata. Prinsip ini berkenaan dengan kehidupan nyata di masyarakat
sehingga pelatihan diselenggarakan atas kebutuhan di lapangan.
3. Macam- Macam Pelatihan Bagi Guru
Pelatihan yang berhubungan dengan tugas guru di lapangan
tentunya banyak sekali, menyangkut tentang proses pembelajaran,
pembuatan program pembelajaran, bidang studi yang harus dikuasai
oleh guru, macam-macam keteampilan/vokasional, Menurut Allison
41
and Arwady dalam Kamil (on line) http://file.upi.edu, (2010)
mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan model pelatihan adalah:
“Suatu model pelatihan dianggap efektif manakala mampu dilandasi kurikulum, pendekatan dan strategi yang sesuai dengan kebutuhan belajar sasaran didik dan permasalahan-permasalahan yang terjadi di tengah-tengahnya. Untuk itu diperlukan persyaratan khusus dalam membangun sebuah model pelatihan yang efektif dan efesien. Persyaratan tersebut diantaranya adalah kebutuhan belajar peserta pelatihan (sasaran didik, warga belajar dll.) istilah tersebut dalam dunia pendidikan luar sekolah dikenal dengan TNA (Training Needs Assessment), SMA (Subject Matter Analysis) dan ATD (Approaches to Training and Development).
Pengertian tersebut mengemukakan bahwa suatu model
pelatihan dianggap efektif apalila dilandasi oleh kurikulum pelatihan,
menggunakan pendekatan yang cocok, rancangan strategi
pembelajaran, penentuan perseta pelatihan, dan permasalahan yang
aktual. Untuk itu diperlukan asesmen tentang kebutuhan pelatihan
analisa sasaran pokok, menentukan pendekatan dalam pelatihan.
Banyak cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk
pengembangan diri, dapat dilakukan secara perorangan maupun
kelompok, atau dalam suatu sistem yang diatur oleh lembaga. Menurut
Mulyasa dalam Saud (2010:102) menyatakan bahwa: “pengembangan
guru dapat dialakukan dengan cara on the job taraining dan in service
training”. Maksud dari pernyataan tersebut adalah bahwa pembinaan
guru agar dapat berkembang potensinya dapat dilakukan dengan cara
on the job taraining dan in service training atau dilakukan pada
lingkungan kerja sendiri. Sedangkan menurut Castetter dalam Saud
42
(2010:102) menyatakan pengembangan profesi guru dapat dilakukan
melalui lima model pengembangan yaitu:
“Individual guided staff development (pengembangan guru yang dipandu secara individual). Para guru dapat menilai kebutuhan belajar mereka dan mampu belajar aktif serta mengarahkan diri sendiri. Para guru harus dimotivasi saat menyeleksi tujuan belajar berdasar penilaian personil dari kebutuhan mereka. Observation/assessment (observasi atau penilaian). Observasi dan penilaian dari instruksi, menyediakan guru dengan data yang dapat direfleksikan dan dianalisis umtuk tujuan peningkatan belajar siswa. Refleksi guru pada praktiknya dapat ditingkatkan observasi lainnya. Involvement in a development/Improvement process (keterlibatan dalam suatu proses pengembangan/peningkatan). Pembelajaran orang dewasa lebih efektif ketika mereka perlu untuk mengetahui atau memecahkan suatu masalah. Guru perlu untuk memperoleh pengetahuan atau keterampilan melalui keterlibatan pada proses peningkatan sekolah atau pengembangan kurikulum. Training (pelatihan). Ada teknik-teknik dan perilaku-perilaku yang pantas untuk ditiru guru dalam kelas. Guru-guru dapat merubah perilaku mereka dan belajar meniru perilaku. Inquiri (pemeriksaan). Pengembangan profesional adalah studi kerjasama oleh para guru sendiri untuk permasalahan dan isu yang timbul dari usaha untuk membuat praktik mereka konsisten dengan nilai-nilai bidang pendidikan”.
Pengertian tersebut dapat peneliti simpulkan bahwa yang
dimaksud dengan model pengembangan pofesi guru ada lima yaitu
antara lain:
a. Pengembangan guru yang dipandu secara individual, yaitu untuk
pengembangan diri ini para guru aktif mengarahkan dirinya sendiri,
motivasi yang diperlukan berdasarkan kebutuhan oleh guru itu
sendiri.
b. Observasi atau penilaian, yang dimaksud pada pengertian ini adalah
pengembangan guru melalui observasi diri atau penilaian diri yang
43
dijadikan refleksi, kemudian dijadikan sebagai bahan peningkatan
belajar siswa.
c. Keterlibatan dalam suatu proses pengembangan/peningkatan, yaitu
suatu model pengembangan guru dengan melibatkan secara aktif
dalam proses peningkatan sekolah atau pengembangan kurikulum.
d. Pelatihan, yaitu suatu model pengembangan dengan memberikan
contoh perbuatan, keterampilan, atau perilaku yang perlu dicontoh
oleh guru sehingga dapat diterapkan di dalam kelas.
e. Pemeriksaan, yaitu suatu model pengembangan guru dengan cara
bekerja sama antar guru sendiri untuk saling berbagi pendapat /
berbagi pengetahuan untuk meningkatkan kinerja mereka.
Kelima model pengembangan guru tersebut kemudian yang
paling banyak diklakukan oleh lembaga pendidikan adalah model
pelatihan “training” . Untuk pengembangan guru di lingkungan
pendidikan dalam rangka pengembangan kemampuan profesional guru
adalah dengan melakukan penataran (in service training), baik dalam
rangka penyegaran ataupun peningkatan kemampuan (up grading).
Cara yang dilakukan dapat melalui: on the job training, workshop,
seminar, diskusi panel, rapat-rapat, simposium, konferensi dan
sebagainya.
44
C. Pelatihan Untuk Mengembangkan Layanan Pendidikan Kebutuhan
Khusus
Berbagai macam pelatihan untuk mengembangkan layanan
pendidikan berkebutuhan khusus, dari mulai layanan pembelajaran secara
akademik, pengembangan diri, dan layanan kebutuhan khusus bagi peserta
didik. Dalam bab ini peneliti memfokuskan materi pelatihan yang
berkaitan dengan pembahasan penelitian ini, yaitu materi pelatihan tentang
asesmen. Ruang lingkup materi pelatihan ini dalah pengertian asesmen
secara umum dan asesmen pra membaca.
1. Pengertian Asesmen
Pengertian asesmen menurut Lerner, dalam Mulyono, (2003
:46), bahwa:
“a. Asesmen adalah proses yang sistematis dalam mengumpulkan data seorang anak. b. Asesmen adalah suatu proses pengumpulan informasi tentang seorang anak yang akan digunakan untuk membuat pertimbangan dan keputusan yang berhubungan dengan anak tersebut”.
Menurut pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan asesmen adalah upaya pengumpulan data atau
informasi seorang anak yang dipergunakan untuk membuat keputusan
terhadap anak tersebut.
Menurut Herman at.all dalam Mulyono (1995:3) bahwa yang
dimaksud dengan asesmen adalah:
“suatu proses atau upaya formal mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan variabel-variabel prnting pembelajaran
45
sebagai bahan dalam mengambil keputusan oleh guru untuk memperbaiki proses dan hasil belajar siswa”.
Dengan mengkaji pendapat tersebut di atas maka dapat penulis
simpulkan bahwa yang disebut dengan asesmen adalah upaya formal
yang sistematis dilakukan oleh guru untuk menghimpun informasi
berkaitan dengan variabal-variabel dalam pembelajaran sebagai bahan
pengambil keputusan untuk memperbaiki proses belajar. Dalam konteks
pendidikan asesmen berfungsi untuk melihat kemampuan dan kesulitan
yang dihadapi seseorang saat itu, sebagai bahan untuk untuk
menentukan apa yang sesungguhnya dibutuhkan
Berdasarkan informasi hasil asesmen seorang guru akan dapat
menyusun program pembelajaran yang bersifat realistis sesuai dengan
kenyataan obyektif dari anak tersebut. Sebagai contoh dari hasil
assesmen diperoleh informasi bahwa anak itu mengalami kesulitan
dalam hal belajar matematika. Dalam hal ini seorang guru tidak
diharapkan dengan mudah member label bahwa anak itu diskalkuli.
Tetapi selanjutnya guru segera menyusun instrumen asesmen untuk
menemukan hal-hal yang sangat spesifik berkaitan dengan masalah
dalam belajar matematika tersebut. Dengan demikian program
pendidikan didasarkan kepada kebutuhan, dan bukan berdasar
program secara klasikal.
Asesmen adalah sebuah aktivitas pengumpulan informasi,
tujuannya ialah untuk menyediakan berbagai jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan edukasional yang cukup penting, apakah yang berkaitan
46
dengan identifikasi serta penempatan, perencanaan pembelajaran, atau
pengawasan kemajuan siswa serta keefektivan suatu program. Proses
asesmen diawali dengan perencanaan yang teliti dan langkah-langkah
persiapan dan yang paling penting adalah pemilihan alat-alat yang tepat.
Sejumlah alat dipilih untuk asesmen yang akan mempengaruhi
keberhasilan proses pengumpulan data. Asesmen yang tidak akurat
akan menghasilkan informasi yang kurang tepat dan informasi yang
secara potensial cukup berbahaya; alat-alat yang tidak tepat bahkan jika
hasilnya cukup akurat, maka dalam penyediakan jenis informasi yang
dibutuhkan untuk membantu pengambilan keputusan pendidikan juga
kurang tepat.
Ketepatan dari sebuah alat asesmen tergantung pada konteks di
mana alat ini akan dipergunakan. Kualitas asesmen yang kurang baik
akan menghasilkan hasil-hasil yang tidak akurat dan tidak pernah tepat,
sebagian besar alat asesmen menyediakan informasi yang bermanfaat
bagi sejumlah tujuan, bagi sejumlah siswa, pada sejumlah situasi.
Dalam memutuskan manfaat dari sebuah asesmen atau strategi, para
guru pertama-tama harus menjamin kelayakan tekniknya, baru
kemudian menentukan nilainya bagi aktivitas asesmen tertentu.
2. Manfaat Asesmen
Manfaat suatu hasil asesmen, secara spesifik untuk evaluasi
serta penempatan peserta didik berkebutuhan khusus pada program
pendidikan khusus. Fokus pada penggunaan informasi asesmen untuk
47
keputusan-keputusan mengenai identifikasi serta untuk layanan-layanan
pendidikan khusus.
Informasi ini berimplikasi terhadap keputusan-keputusan
pembelajaran jangka panjang seperti keputusan-keputusan yang
diasosiasikan dengan rancangan Program Pendidikan yang
diindividualisasikan (PPI). Bagaimanapun juga, aturan-aturan tidak
berupaya untuk membuat peraturan asesmen kelas serta keputusan-
keputusan pembelajaran sehari-hari yang dihadapi oleh para guru.
Tetapi asesmen tidak memperbolehkan adanya diskriminasi, alat-alat
asesmen harus bebas dari ras serta budaya. Sejumlah tes serta
prosedur-prosedur lainnya harus dipilih berdasarkan hal tersebut, dan
ketelitian serta kehati-hatian harus dilakukan untuk mencegah instruksi
yang bias pada waktu pelaksanaan tes.
Jika seorang peserta didik yang berbahasa asing/bahasa daerah
selain Bahasa Indonesia, maka harus diupayakan untuk menyediakan
alat-alat asesmen yang sesuai dengan bahasa yang dipergunakan oleh
peserta didik. Hal ini tidak hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang
berbicara di luar Bahasa Indonesia namun juga bagi mereka yang cara
komunikasinya tidak mempergunakan bahasa lisan atau bahasa isyarat.
Misalnya, jika peserta didik yang mengalami gangguan pendengaran
melakukan komunikasi lewat bahasa isyarat, maka asesmennya juga
harus dilakukan dengan bahasa isyarat.
48
Alat-alat asesmen tidak boleh melakukan pembedaan
berdasarkan kondisi keterbatasan. Kecuali kalau tujuan asesmen ialah
untuk mempelajari masalah kecacatan, sejumlah tes serta prosedur-
prosedur lainnya harus menghindari persoalan peserta didik. Misalnya,
jika tujuan asesmen ialah untuk mempelajari pencapaian atau prestasi
dalam hal membaca, seorang peserta didik yang mengalami gangguan
kemampuan motorik tidak harus dituntut untuk menulis jawabannya.
Asesmen harus bersifat komprehensif yang tidak mengabaikan
satu aspek saja, sejumlah sumber harus dikonsultasikan untuk
mendapatkan informasi tentang seorang peserta didik. Baik tentang
kesehatan, penglihatan, pendengaran, status sosial serta status
emosional, kecerdasan umum, kemampuan akademik, kemampuan
komunikasi serta kemampuan motorik mungkin perlu dipertimbangkan.
Jika bidang-bidang kebutuhan potensial tersebut dianggap cukup
penting bagi siswa yang tengah dinilai.
Asesmen juga harus bersifat multidisipliner. Tim harus terdiri
dari para profesional yang mewakili beberapa bidang disiplin ilmu,
termasuk sekurang-kurangnya seseorang yang banyak mengetahui
tentang keterbatasan (cacatan) yang diduga diderita oleh seorang siswa.
Alat-alat asesmen harus merupakan alat penilaian yang baik
yang telah divalidasi untuk tujuan yang spesifik di mana alat-alat
tersebut akan dipergunakan. Alat-alat tersebut harus memiliki kualitas
teknis yang cukup untuk menjamin serta memastikan hasil-hasil yang
49
akurat. Jika tujuannya untuk mempelajari pencapaian keterampilan
membaca, maka instrumen yang dipilih harus merupakan penilaian
pencapaian membaca yang cukup valid.
Asesmen juga harus dilakukan oleh para profesional yang
terlatih. Aturan-aturan pelaksanaan, penilaian serta aturan-aturan
interpretasi yang selanjutnya disusun dalam manual asesmen, harus
dilakukan secara cermat dan seksama.
3. Asesmen bagi Guru
Para guru mempergunakan teknik asesmen informal setiap hari
saat mereka mengobservasi perilaku dari seorang peserta didik di dalam
kelas. Atau menilai tugas atau karya seorang peserta didik atau
mewawancarai seorang peserta didik, untuk menemukan sebuah pola
kesalahan atau mewawancarai seorang peserta didik tentang sejumlah
prosedur yang telah dipergunakan.
Keuntungan utama dari teknik asesmen informal ialah untuk
menyesuaikan program pengajaran dengan kebutuhan belajar peserta
didik. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan biro scholastic.com
(1996):
“The assessment used needs to match the purpose of assessing. Formal or standardized measures should be used to assess overall achievement, to compare a student's performance with others at their age or grade, or to identify comparable strengths and weaknesses with peers. Informal assessments sometimes referred to as criterion referenced measures or performance based measures, should be used to inform instruction.The most effective teaching is based on identifying performance objectives, instructing according to these objectives, and then assessing these performance objectives. Moreover, for any objectives not attained, intervention activities to re-teach these objectives are necessary”.
50
Kesimpulan dari pendapat tersebut adalah bahwa asesmen
informal yang dirujuk untuk menilai kinerja serta digunakan untuk
sebuah instruksi dalam pengajaran yang efektif berdasarkan atas
tujuan-tujuan yang telah dirumuskan.
Teknik-teknik tersebut menyediakan informasi tentang tingkat
gambaran terbaru peserta didik, membantu dalam pemilihan tujuan-
tujuan pembelajaran, memperlihatkan atas modifikasi pembelajaran,
mendokumentasikan kemajuan peserta didik, serta menyarankan arah
untuk asesmen lebih lanjut. Dan sesmen menganjurkan terfokus pada
kemampuan peserta didik yang berfungsi sebagai pengujian terstruktur,
penilaian-penilaian informal sangat mendekati kondisi peserta didik di
dalam kelas.
Manfaat asesmen informal tidak hanya untuk mengevaluasi
keberadaan peserta didik namun juga untuk mempelajari seting-seting
pembelajaran serta tugas-tugas pembelajaran. Serta diperbolehkan
menggunakan pendekatan lingkungan terhadap studi kebutuhan khusus.
Sejumlah alat atau instrumen dirancang untuk menjelaskan
kondisi terkini, bukan untuk memprediksi gambaran/keadaan di masa
yang akan datang. Dengan asesmen informal, keberadaan peserta
didik dikaitkan dengan persoalan pembelajaran seperti dengan
rangkaian tugas-tugas pembelajaran dalam kurikulum sekolah.
Sebagian besar alat atau instrumen informal tidak distandarisasikan,
dan sedikit diantaranya menyediakan informasi tentang reliabilitas
51
serta validitas. Jika para guru merancang asesmen informal untuk
digunakan di dalam kelas mereka, harus ada informasi tentang kualitas
pengukuran secara ilmiah yang tersedia, kecuali jika informasi tersebut
dikumpulkan oleh guru itu sendiri.
4. Kreteria untuk Memilih Alat-Alat Asesmen
Untuk menyusun sejumlah atau serangkaian prosedur untuk
mencegah pelaksanaan penilaian serta penempatan yang tidak tepat
maka perlu adanya efektifitas sebuah asesmen. Pernyataan tersebut
sesuai dengan pendapat beberapa penulis dalam tulisannya yang
berjudul efficiency and effectivess in assessment antara lain:
McLoughlin dan Lewis (1986):
“one purpose of the education for all handicapped children act
of 1975, was the establishment of set procedures to guard agains inappropriate assessment and placement practices. as table suggests,this law provides safeguards to prevent reoccurrence of pass abuses. Although appropriate assessment procedures are mandated, it's regulations, and the state laws resulting from it, actual practice may fall short of intended goals. However, special education laws do attempt to describe an exemplary system for assessment of handicapped students”.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk
menjaga penilaian yang tidak tepat dan untuk mencegah terulangnya
kesalahan untuk itu dibuatkan suatu peraturan pendidikan berkebutuhan
khusus sebagai gambaran keteladanan dalam asesmen terhadap peserta
didik berkebutuhan khusus. Menurut Hornby & Laing (2003) dalam
artikel Assessment Survey Report No 1: Efficiency and Effectivitness
in Assessment, http://www4.rgu.ac.uk/files sebagai berikut:
52
“efficiency and effectivess in assessment. To be useful and to satisfy the criteria for being “good”, assessment methods must be both effective and efficient. Thus in evaluating various assessment methods some key questions need to be addressed. These can be listed below under two broad sets of criteria (a) Educational Effectiveness Criteria and (b) Management and Resources Efficiency Criteria”.
Kesimpulan dari pendapat Hornby & Laing untuk
menciptakan suatu alat asesmen yang efektif dan efisien dalam rangka
memenuhi kreteria yang baik perlu adanya pertanyaan kunci yang tepat,
kata kunci itu terletak pada efektivitas pendidikan dan ketenagaan yang
efisien. Sebuah alat yang efisien akan menghasilkan informasi yang
dibutuhkan dengan membutuhkan waktu serta upaya yang minimum.
Pelaksanaan, persiapan yang dilakukan oleh seorang penguji, penilaian
terhadap hasil-hasil asesmen, serta interpretasi data semuanya
merupakan faktor yang harus dipertimbangkan.
Kemudahan dalam penggunaan juga akan mempengaruhi
efisiensi; semakin sulit sebuah prosedur biasanya akan menghabiskan
lebih banyak waktu dan memiliki kemungkinan kekeliruan yang lebih
besar. Sejumlah asesmen dianggap efektif dan efisien jika hasil-
hasilnya sangat menghargai waktu serta upaya pesert didik oleh para
guru. Jika tidak ada penilaian yang tepat untuk sebuah tugas asesmen
untuk menghasilkan sebuah alat yang cukup komprehensif dalam
mengumpulkan informasi yang dibutuhkan, atau sebuah instrumen dan
strategi pengumpulan data yang dapat dimodifikasi agar sesuai dengan
53
tujuan asesmen dan karakteristik peserta didik, maka pembuatan
program pembelajaran kurang sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
5. Observasi, Analisis Kerja, dan Analisis Tugas
Dasar yang dipergunakan untuk asesmen adalah menggunakan
teknik observasi, analisa kerja, dan analisa tugas, jadi seseorang yang
akan melakukan asesmen terhadap peserta didik harus menguasai
teknik tersebut. Seperti pendapat McLoughlin dan lewis (1986:89)
adalah sebagai berikut:
“These are fundamental assessment strategies basic to all types of assessment. Skill in the use of these procedures is critical for any assessment professional. These techniques allow the direct examination of student behaviors, tasks, and settings without the introduction of test tasks. They are more important tools for gathering assessment information in the classroom, where they olso serve as instructional tools”.
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa observasi,
analisis kerja, dan analisis tugas merupakan strategi asesmen yang
mendasar. Untuk itu bagi setiap profesional dalam asesmen harus
menguasai teknik tersebut. Di samping itu juga berfungsi sebagai
pengumpulan informasi dalam penilaian di kelas.
Teknik-teknik tersebut memungkinkan dilakukannya asesmen
langsung terhadap perilaku peserta didik, tugas, serta performen siswa
tanpa meberikan tugas-tugas tes. Teknik-teknik tersebut merupakan
alat yang cukup penting untuk mengumpulkan informasi asesmen di
dalam kelas.
6. Observasi dalam Asesmen
54
Para guru mempergunakan teknik observasi sebagai cara
mengumpulkan informasi yang hasilnya dapat digunakan untuk
pembuatan program pembelajaran, atau sebagai bahan pelengkap
pengumpulan informasi untuk perbaikan belajar peserta didik. Seperti
yang di tuliskan McLoughlin dan lewis tentang observasi (1986:89)
adalah sebagai berikut:
“systematic observation techniques assist the teacher to specify, record, and analyze student behaviors. in the most basic type observation, the teacher simply observes and record all the behaviors a student exhibits during some set time period”.
Pendapat tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut bahwa
teknik observasi merupakan teknik yang sistematik dalam membantu
guru untuk menentukan, merekam, dan menganalisa perilaku siswa.
Dalam pengamatan jenis yang paling dasar, guru hanya mengamati dan
merekam semua perilaku sebuah aktivitas peserta didik selama
beberapa waktu yang ditetapkan oleh guru.
Teknik-teknik observasi yang sistematis membantu seorang
guru untuk menspesifikasi, mencatat, serta menganalisa perilaku siswa
dalam sebagian besar tipe observasi, guru benar-benar mengobservasi
serta mencatat seluruh perilaku yang diperlihatkan oleh seorang siswa
selama periode waktu tertentu. Selain itu sebuah upaya juga dilakukan
untuk identifikasi terhadap setiap kejadian serta setiap konsekuensi dari
setiap perilaku peserta didik, menyediakan informasi tentang
bagaimana setiap kegiatan dalam lingkungan mungkin mempengaruhi
pelayanan pendidikan bagi peserta didik.
55
Langkah berikutnya dalam merencanakan sebuah observasi
ialah menentukan alat. Sejumlah pertanyaan yang harus dijawab
mencakup: Kapan dan di mana observasi akan dilaksanakan?, Berapa
lama periode observasi akan berlangsung dan berapa kali observasi
akan dilakukan?, Siapa yang akan bertindak sebagai observer?,
Bagaimana data observasional akan dicatat? Para guru juga
mempergunakan observasi untuk mempelajari tugas para peserta didik
untuk mendapatkan sebuah contoh dari pekerjaan peserta didik
misalnya: saat ujian tertulis, sebuah soal essay, sebuah karya seni, atau
bahkan sebuah rekaman tanggapan membaca lisan atau diskusi yang
dilakukan di dalam kelas kemudian menganalisanya untuk menentukan
keberhasilan serta bidang di mana peserta didik mungkin memerlukan
bantuan.
7. Pencatatan Hasil Asesmen
Pencatatan asesmen informal terhadap potensi peserta didik
dalam bidang kemampuan di sekolah sebagai bahan perbandingannya
adalah kurikulum. Pencatatan merupakan sebuah alat penyaringan yang
tidak bermaksud untuk mengasesmen penguasaan setiap fakta, konsep
serta sub kemampuan dalam sebuah bidang tertentu. Karena asesmen
hanya menilai kemampuan-kemampuan yang sesuai (representative),
maka sebagai contohnya sebuah pencatatan berbahasa mungkin
menyajikan beberapa fakta persoalan meskipun tidak semuanya,
beberapa fakta pra membaca serta membaca awal serta fakta membaca
56
lanjut. Tujuannya ialah untuk mengidentifikasi pada kemampuan
secara umum peserta didik dalam bidang kurikulum.
Pencatatan mungkin dibuat oleh seorang guru dan guru-guru
harus memahami langkah-langkah yang tercakup dalam perancangan
sebuah pencatatan sehingga sebuah asesmen dapat dibuat, jika sebuah
asesmen yang tepat belum tersedia. Proses pencatan dari asesmen
selanjutnya dipergunakan untuk membuat laporan yang sebelumnya
data disimpulkan dan diinterpetasikan.
8. Iterpretasi, Laporan, dan Menggunakan Data Asesmen
Tahap selanjutnya dalam asesmen adalah menganalisis dan
melaporkan hasil dari keseluruhan asesmen, dalam hal ini adalah
keperluan dari asesmen itu sendiri. Langkahnya melalui proses
identifikasi siswa terhadap kesulitan belajarnya, melanjutkan proses
pengalihtanganan bila diperlukan tenaga ahli lain untuk mendapatkan
data atau penangan khusus, merancangan sebuah Program Pengajaran
Individual (PPI), pengadministrasian hasil asesmen, dan
menginterprestasikan tentang prosesdur asesmen peserta didik.
Proses asesmen diarahkan oleh sebuah kumpulan pertanyaan
asesmen, sebelum pelayanan pendidikan khusus diberikan kepada
peserta didik, tentang: masalah pembelajaran di sekolah, hubungan
dengan kondisi peserta didik, dan kebutuhan pendidikan setiap peserta
didik.
57
Melalui proses dari bagian-bagian tersebut di atas informasi dan
prosedur tersebut untuk memenuhi program pembelajaran. Pertanyaan-
pertanyaan dalam asesmen harus memuat dan melaporkan serta
interpretasi hasilnya harus sesuai tujuan, dan dapat digunakan sebagai:
menyusun kebutuhan akan pendidikan seperti: program tahunan, obyek
pembelajaran, dan layanan pendidikan khusus dan layanan-layanan
yang terkait serta kebutuhan yang diperlukan dalam program
pembelajaran.
9. Pelaporan Hasil Asesmen
Interpretasi dan pelaporan hasil asesmen dipandu oleh sebuah
kumpulan prinsip dasar seperti dibuatkan sebuah format yang
terstruktur. Ketika menganalisis dan melaporkan hasil asesmen, guru
harus mengingat bahwa alasan untuk membuat rujukan adalah
menjawab pertanyaan yang ada dalam pertanyaan asesmen.
Interpretasi dan laporannya sebaiknya berupa tulisan, dan guru
harus memprosesnya di dalam sebuah urutan yang baik untuk
memberikan sebuah gambaran dari masalah-masalah yang dihadapi
oleh peserta didik khususnya dalam belajar.
Komponen-komponen laporan hasil asesmen antara lain:
a. Identifikasi data.
Mengidentifikasi informasi adalah sesuatu yang pokok dan harus
jelas serta menyeluruh. Data itu menyangkut:
58
1) Peserta didik
Nama, alamat, dan nomor telepon. Usia, Tempat/tanggal lahir, Jenis
kelamin, nama orang tua, alamat.
2) Alamat Sekolah
Jenjang pendidikan, kelas, nama sekolah, alamat sekolah, nomor
telepon sekolah, dan nama kepala sekolah, nama guru, tanggal
pengujian, tanggal pelaporan, nama tim penguji.
3) Rujukan Hasil Asesmen.
Hasil asesmen peserta didik dirujuk kepada pembuatan program
pendidikan karena untuk keperluan peserta didik itu sendiri.
Atau alasannya melibatkan masalah pembelajaran misalnya
tentang membaca, menulis, atau berbicara. Para guru, orang tua,
dan pihak lainnya dapat juga terlibat terhadap dalam layanan
terhadap peserta didik yang memerlukan penanganan secara
bersama-sama atau berkesinambungan. Laporan harus ditanda
tangani tim asesmen.
b. Latar belakang peserta didik
Pada bagian ini menerangkan semua informasi tentang latar
belakang kesehatan, pendidikan, dan perilaku sosial peserta didik.
Gunanya untuk melaporkan secara singkat, laporan data yang
signifikan dan spesifik. Laporan data ini dilakukan sebelum asesmen
dimulai untuk menghindari salah pengarahan. Selain itu untuk
menghindari pembuatan asesmen atau interpretasi informasi yang
salah.
59
c. Observasi
Pengamatan perilaku siswa selama asesmen dapat menjadi
data yang sangat relevan. Seorang peserta didik bisa saja diketahui
bahwa dia mengalami gangguan perhatian, ragu-ragu, suka memaksa
teman, suka bertanya, dan lain sebagainya. Perilaku-perilaku
tersebut dapat mengindikasikan strategi belajar sebagaimana respon
mereka terhadap pelaksanaan asesmen nantinya. Kecemasan, lelah,
kesedihan secara emosional, dan faktor lainnya dapat berakibat
dalam hasil asesmen.
Komponen esensial tersebut dapat menyediakan latar belakang
informasi dan kontekstual yang dapat digunakan untuk
menginterpretasikan data asesmen.
d. Penyusunan Laporan
Laporan diperlukan dalam pembahasan data asesmen dan
informasi lainnya diarahkan oleh panduan-panduan asesmen, yang
akan memfasilitasi penggabungan data pada keterampilan-
keterampilan yang berbeda dari berbagai sumber sehingga laporan
lebih lengkap.
e. Kesimpulan dan Rangkuman
Setelah menganalisis dan membahas beberapa masalah
belajar peserta didik, kemudian menyimpulkan aspek –aspek utama
dan menampilkan sebuah pandangan terintegrasi terhadap
kekurangan dan kelebihan peserta didik.
60
Bagian ini bukanlah sebuah pengulangan dari semua aspek
yang telah dibuat, namun, aspek penting dari kemampuan peserta
didikdan ketidakmampuannya harus dimasukkan untuk memberikan
arah yang jelas dalam pembuatan rekomendasi.
Pertama, berikan tanda-tanda keseluruhan dari tingkat fungsi
di semua yang diasesmen, spesifikasikan kekuatan dan kelemahan.
Ke dua, laporkan tingkat kemampuan terkini untuk tiap bagian
secara terpisah, termasuk kelemahan dan kekuatannya. Ke tiga,
sebutkan keterampilan yang sudah dikuasai dan yang belum secara
lebih detail. Ke empat, berikan tanda-tanda hubungan yang baik di
antara berbagai macam masalah dan efek yang mungkin dari
hubungan permasalahan.
f. Rekomendasi
Asesmen ini adalah awal untuk menentukan kejelasan bagi
pelayanan pendidikan khusus atau sebuah asesmen ulang, hasilnya
harus ditransformasikan ke dalam rekomendasi. Ada beberapa
pertimbaangan yang esensial dalam memberikan rekomendasi yang
menghubungkan dengan pertanyaan-pertanyaan asesmen:
kurikulum, pelayanan khusus dan, lingkungan.
Adanya korelasi kebutuhan pendidikan, tujuan program
tahunan, dan sasaran, maka jenis pendidikan khusus dan pelayanan
yang terkait, penempatan pendidikan yang tidak membatasi dan
harus sesuai dengan peserta didik.
61
Rekomendasi tersebut dapat dikonseptualisasikan sebagai
syarat ketika membuat format PPI, hasil asesmen digunakan untuk
membuat: pernyataan tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik,
merumuskan tujuan pembuatan program tahunan dan sasaran
pembelajaran tiap semester, layanan pendidikan yang dibutuhkan,
program pendidikan apabila peserta didik bersekolah di kelas
inklusif, dan jadual untuk proses remedial terhadap peserta didik.
10. Menyiapkan Program Pengajaran Individual (PPI)
PPI seharusnya dirancang dalam forum antar unsur sekolah,
orang tua siswa, dan dewan sekolah sambil menjelaskan hasil asesmen.
Tim perancang PPI harus mencakup seseorang yang mengenal hasil
asesmen, informasi dasar PPI harus juga disiapkana dalam laporan
asesmen. Beberapa komponen PPI dapat diambil secara langsung dari
laporan asesmen, sedangkan aspek lain dari perencanaan diputuskan
dari sebuah kombinasi data asesmen dan faktor-faktor lainnya. Tim
yang merancang PPI harus memikirkan secara serius pada hal-hal yang
spesifik karean data asesmen adalah satu-satunya sumber pengarahan
dalam pembuatan program.
Tahapan-tahapan berikut mengindikasikan bagaimana caranya
untuk membuat elemen-elemen utama dari sebuah PPI dari data
penilaian dan sumber-sumber lainnya: tingkat kemampuan
pendidikan peserta didik pada saat ini, tujuan pembelajaran tahunan,
sasaran program semester, pendidikan khusus yang sesuai dengan
62
peserta didik dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan, alokasi
waktu yang cukup, jadual pelajaran, dan evaluasi dan remedial.
11. Tim Diskusi
Ketika hasil asesmen dilaporkan dan digunakan untuk
merencanakan PPI atau perubahan pembelajaran adalah sebuah
tahapan yang penting. Hasil-hasil asesmen harus dibagi dan
didiskusikan dengan para guru, para professional yang dibutuhkan,
orang tua peserta didik, atau dewan sekolah.
Penjelasan dari hasil asesmen harus dilaporkan ke dalam
forum diskusi, dan di dalam situasi ini mungkin akan banyak
masukan, diupayakan pertemuan ini efektif, agar dalam pembuatan
program belajar dapat maksimal. Konsep yang diuraikan tersebut
adalah mengenai pengertian asesmen informal secara umum serta
teknik melakukan asesmen, pada pembahasan berikut ini adalah
konsep asesmen pra membaca sebagai materi pelatihan untuk
meningkatkan kemampuan guru.
12. Asesmen Pra Membaca
Aspek keterampilan pra membaca terdiri dari dua, yaitu:
1) Kesadaran Linguistik
Unsur kesadaran linguistik yang berpengaruh dalam
keterampilan membaca seperti:
a) Fonem
Kesadaran fonem adalah suatu kelompok suara yang sedikit
berbeda tetapi semuanya dianggap mempunyai fungsi yang
63
sama dengan penutur bahasa atau dialek yang
bersangkutan. Tautan yang serupa tentang kesadaran fonem
diposkan oleh time for learning (2011), Phonemic
Awareness, mendifinisikan fonem adalah sebagai berikut:
“Phonemic awareness deals with the structure of sounds and words. Phonemic awareness is the understanding that words are made up of sounds which can be assembled in different ways to make different words. Once a child has phonemic awareness, they are aware that sounds are like like building blocks that can be used to build all the different words”.
Konsep tersebut menjelaskan bahwasanya persyaratan
untuk membaca diperlukan adanya kesadaran hubungan
antara fonem dalam kata, kesadaran pendengaran terhadap
kata, setelah anak memiliki kesadaran fonem maka anak
dapat menggunakannya untuk membuat kata yang lainnya.
Kesadaran tersebut juga meliputi bunyi fonem pada kata
dan banyaknya bunyi fonem pada kata.
b) Morfem ((kesadaran panjang pendek pada kata)
Morfem adalah suatu rangkaian suara yang terkecil dari
bahasa, dan bahasa merupakan rangkaian dari kata-kata
yang terdiri dari satu, dua morfem atau lebih. Seperti uraian
Lelly dan Ulman dalam Santrock dalam Wibowo
(2008:68):
“ Sebagaimana aturan yang mengatur fonem memastikan urutan suara tertentu terjadi, aturan yang mengatur morfem memastikan bahwa serangkaian
64
suara tertentu terjadi dalam urutan tertentu dan sesuai dengan aturan lainnya”.
Kesimpulan dari pendapat tersebut adalah bahwa
fonem mengatur urutan suara tertentu dan penyesuaian
suara dengan aturan lainnya.
c) Semantik (kesadaran semantik) Semantik berarti makna dari kata atau kalimat, setiap kata
mempunyai ciri semantik sendiri. Dalam linguistik,
semantik merupakan bagian yang dikhususkan untuk
mempelajari arti, seperti yang melekat pada tingkat kata,
frasa, kalimat, dan unit wacana yang lebih luas (teks).
d) Sintaksis (kesadaran sintaksis)
Pengertian sintaksis menurut Kamus Bahasa Indonesia
(Online: 2011) adalah: “pengaturan dan hubungan kata
dengan kata atau dengan satuan lain yang lebih besar; (2)
cabang linguistik tertentu susunan kalimat dan bagiannya;
ilmu tata kalimat; (3) sub-sistem bahasa yang mencakup hal
tersebut”. Pengertian tersebut menjelaskan bahwa ilmu
sintaksis bahasa itu merupakan rangkaian antara kata
dengan kata atau kalimat.
2) Persepsi Visual (Visual Perception)
Wikepedia (2011) “persepsi visual adalah kemampuan untuk
menginterpretasikan informasi dan sekitarnya dari efek cahaya
65
mencapai mata”. Pengertian tersebut mengandung arti bahwa
pengamatan merupakan proses menanggapi informasi melalui
penglihatan. Dalam proses ini melibatkan unsur perhatian,
penafsiran, serta penyimpanan didalam memori.
Persepsi visual ini sangat berperan penting dalam proses belajar
khususnya membaca. Apabila seseorang mengalami gangguan
dalam proses persepsi visual ini maka akan mengalami
hambatan di dalam mengidentivikasi bentuk bidang/ ruang,
huruf, dan kata. Ada empat jenis persepsi visual, antara lain:
a) Visual Diskriminasi (mencocokkan bentuk)
Kemampuan mengamati perbedaan pemandangan, yang
diterapkan pada sebuah gambar yang hampir seruapa tetapi
tidak sama, anak yang siap membaca tentunya dapat
mengelompokkan gambar yang benar-benar sama
bentuknya. Karena apabila diterapkan dalam keterampilan
membaca anak harus bisa membedakan huruf-huruf yang
hampir sama pola maupun bentuknya.
b) Visual Spasial (Mencocokan Bentuk Ruang)
Pengertian kesadaran visual spasial menurut Rochyadi
(2010) adalah sebagai berikut:
”hubungan keruangan (spatial relation), menunjuk
pada persepsi tentang posisi berbagai objek dalam ruang. Dimensi fungsi visual ini mengimplikasikan persepsi tentang tempat suatu objek atau simbol (gambar, huruf, angka) dan hubungan keruangan yang
66
menyatu dengan sekitarnya. Dalam membaca, kata-kata harus dilihat sebagai keseluruhan yang terpisah yang dikelilingi oleh ruang.”.
Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
hubungan spasial bengan membaca adalah kemampuan anak
untuk mepersepsi posisi obyek atau simbul pada suatu
ruangan yang tidak terpisah sehingga dalam membaca antara
kata yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan.
c) Visual Figur and Ground
Pengertian figure and ground ini adalah berfokus pada obyek
dan mengabaikan latar belakang, adalah keterampilan
persepsi dalam memilih detail gambar tanpa kesalahan
walaupun ada latar belakang atau gambar sekitarnya.
Keterampilan ini sangat berguna bagi anak bila dihadapkan
pada informasi visual pada suatu waktu.
d) Visual Memori (ingatan)
Visual memori merupakan bagian dari memori melestarikan
beberapa karakteristik dari indra berkaitan dengan
pengalaman visual. Seperti yang di ungkapkan Farrald &
Schamber dalam Cusimano dalam artikel online (20030
“Students should be able to create visual images of life in the mind of a stimulus, such as words, and once the stimulus is removed, to be able to imagine or remember this picture without help. Various researchers have claimed that as many as eighty percent of all learning takes place through the eye with a visual memory that exists as an important aspect of learning”.
67
Kesimpulan dari pendapat tersebut adalah bahwa peserta
didik harus mampu membuat bayangan dalam pikirannya,
seperti kata, atau gambar setelah kata atau gambar sudah
tidak terlihat lagi, untuk dapat membayangkan atau
mengingat gambar ini tanpa bantuan.
Berbagai peneliti telah menyatakan bahwa sebanyak delapan
puluh persen dari seluruh pembelajaran terjadi melalui mata
dengan memori visual yang ada sebagai aspek penting dalam
belajar.