labiopalatoschisis.docx

34
BAB I PENDAHULUAN Labiopalatoshizis adalah Suatu kelainan kongenital dimana keadaan terbukanya bibir dan langit –langit rongga mulut dapat melalui palatum durum maupun palatum mole, hal ini disebabkan bibir dan langit-langit tidak dapat tumbuh dengan sempurna pada masa kehamilanPembedahan pada palato dilakukan pada waktu 6 bulan dan 2 tahun, tergantung pada derajat kecacatan. Awal fasilitas penutupan adalah untuk perkembangan bicara. Bibir sumbing dengan atau tanpa celah pada langit-langit, merupakan kelainan kongenital yang paling umum pada kepala dan leher di dunia. Penelitian epidemiologi untuk pencegahan terjadinya bibir sumbing masih sedikit namun teknik bedah untuk mengobatinya banyak dilakukan.Sumbing memiliki frekuensi yang berbeda-beda pada berbagai budaya dan ras sertanegara. Diperkirakan 45% dari populasi adalah non-Kaukasia.Fogh Andersen di Denmark melaporkan kasus bibir sumbing dan celah langit-langit 1,47/1000 kelahiran hidup. Hasil yang hampir sama juga dilaporkan oleh Woolf dan Broadbent di Amerika Serikat serta Wilson untuk daerah Inggris. Neel menemukan insiden 2,1/1000 penduduk di Jepang. Penyebabnya terjadinya bibir sumbing ialah multifaktorial, seperti genetik, nutrisi, lingkungan, bahkan sosial ekonomi. Jumlah penderita bibir sumbing di Indonesia bertambah 3.000- 6.000 setiap tahun atau 1 bayi setiap 1.000 kelahiran. Namun, Labiopalatoschisis I Oleh : Dessy Tri Natalia, S.Ked. 1

Upload: cahyo-wisnugroho

Post on 26-Oct-2015

487 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Labiopalatoschisis

TRANSCRIPT

Page 1: Labiopalatoschisis.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Labiopalatoshizis adalah Suatu kelainan kongenital dimana keadaan terbukanya bibir dan

langit –langit rongga mulut dapat melalui palatum durum maupun palatum mole, hal ini

disebabkan bibir dan langit-langit tidak dapat tumbuh dengan sempurna pada masa

kehamilanPembedahan pada palato dilakukan pada waktu 6 bulan dan 2 tahun, tergantung pada

derajat kecacatan. Awal fasilitas penutupan adalah untuk perkembangan bicara.

Bibir sumbing dengan atau tanpa celah pada langit-langit, merupakan kelainan kongenital

yang paling umum pada kepala dan leher di dunia. Penelitian epidemiologi untuk pencegahan

terjadinya bibir sumbing masih sedikit namun teknik bedah untuk mengobatinya

banyak dilakukan.Sumbing memiliki frekuensi yang berbeda-beda pada berbagai budaya dan

ras sertanegara. Diperkirakan 45% dari populasi adalah non-Kaukasia.Fogh Andersen di

Denmark melaporkan kasus bibir sumbing dan celah langit-langit 1,47/1000 kelahiran hidup.

Hasil yang hampir sama juga dilaporkan oleh Woolf dan Broadbent di Amerika Serikat serta

Wilson untuk daerah Inggris. Neel menemukan insiden 2,1/1000 penduduk di Jepang.

Penyebabnya terjadinya bibir sumbing ialah multifaktorial, seperti genetik, nutrisi,

lingkungan, bahkan sosial ekonomi. Jumlah penderita bibir sumbing di Indonesia bertambah

3.000-6.000 setiap tahun atau 1 bayi setiap 1.000 kelahiran. Namun, jumlah total penderita

bibir sumbing di Indonesia belum diketahui secara pasti. Penderita bibir sumbing dapat

diperbaiki dengan jalan operasi, namun memerlukan biaya yang besar, sedangkan

kesempatan penderita yang menjalani operasi setiap tahunnya hanya sekitar 1.500 orang,

angka ini masih jauh dari idealnya sehingga tindakan-tindakan pencegahan sebaiknya lebih

diutamakan.

Labiopalatoschisis I Oleh : Dessy Tri Natalia, S.Ked. 1

Page 2: Labiopalatoschisis.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Definisi

Labiopalatoshizis atau cleft lip dan cleft palate adalah Suatu kelainan kongenital dimana

keadaan terbukanya bibir dan langit –langit rongga mulut dapat melalui palatum durum

maupun palatum mole, hal ini disebabkan bibir dan langit-langit tidak dapat tumbuh dengan

sempurna pada masa kehamilan..

B.Etiologi

Ada beberapa etiologi yang dapat menyebabkan terjadinya kelainan Labio palatoschizis,

antara lain:

1.      Faktor   Genetik

Merupakan penyebab beberapa palatoschizis, tetapi tidak dapat ditentukan dengan pasti

karena berkaitan dengan gen kedua orang tua. Diseluruh dunia ditemukan hampir 25 – 30 %

penderita labio palatoscizhis terjadi karena faktor herediter. Faktor dominan dan resesif

dalam gen merupakan manifestasi genetik yang menyebabkan terjadinya labio palatoschizis.

Faktor genetik yang menyebabkan celah bibir dan palatum merupakan manifestasi yang

kurang potensial dalam penyatuan beberapa bagian kontak.

Labiopalatoschisis I Oleh : Dessy Tri Natalia, S.Ked. 2

Page 3: Labiopalatoschisis.docx

2. Insufisiensi  zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional, baik kualitas

maupun kuantitas (Gangguan sirkulasi foto maternal).

Zat –zat yang berpengaruh adalah:

-  Asam folat

- Vitamin C

-  Zn

Apabila pada kehamilan, ibu kurang mengkonsumsi asam folat, vitamin C dan Zn dapat

berpengaruh pada janin. Karena zat - zat tersebut dibutuhkan dalam tumbuh kembang organ

selama masa embrional. Selain itu  gangguan sirkulasi foto maternal juga berpengaruh

terhadap tumbuh kembang organ selama masa embrional.

3. Pengaruh obat teratogenik.Yang termasuk obat teratogenik adalah:

1.Obat – obatan yang dapat menyebabkan kelainan kongenital terutama labio palatoschizis.

Obat – obatan itu antara lain :            

Talidomid, diazepam (obat – obat penenang)

Aspirin (Obat – obat analgetika)

 Kosmetika yang mengandung merkuri & timah   hitam (cream pemutih). Sehingga

penggunaan obat pada ibu hamil harus dengan pengawasan dokter.

2.kontrasepsi hormonal

Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi kontrasepsi hormonal, terutama untuk

hormon estrogen yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya hipertensi sehingga

berpengaruh pada janin, karena akan terjadi gangguan sirkulasi fotomaternal.

3.     Faktor lingkungan. Beberapa faktor lingkungan yang dapat menyebabkan Labio

palatoschizis, yaitu:

a.Zat kimia (rokok dan alkohol)

Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi rokok dan alkohol dapat berakibat terjadi kelainan

kongenital karena zat toksik yang terkandung pada rokok dan alkohol yang dapat

mengganggu pertumbuhan organ selama masa embrional.

Labiopalatoschisis I Oleh : Dessy Tri Natalia, S.Ked. 3

Page 4: Labiopalatoschisis.docx

b.Gangguan metabolik

Untuk ibu hamil yang mempunyai penyakit diabetes sangat rentan terjadi kelainan

kongenital, karena dapat menyebabkan gangguan sirkulasi fetomaternal. Kadar gula dalam

darah yang tinggi dapat berpengaruh pada tumbuh kembang organ selama masa embrional.

c. Penyinaran radioaktif

Untuk ibu hamil pada trimester pertama tidak dianjurkan terapi penyinaran radioaktif,

karena radiasi dari terapi tersebut dapat  mengganggu proses tumbuh kembang organ selama

masa embrional.

4. Infeksi, khususnya virus (toxoplasma) dan klamidial . Ibu hamil yang terinfeksi virus

(toxoplasma) berpengaruh pada janin sehingga dapat berpengaruh terjadinya kelainan

kongenital terutama labio palatoschizis.

      Dari beberapa faktor tersebut diatas dapat meningkatkan terjadinya Labio palatoshizis, tetapi

tergantung dari frekuensi dari frekuensi pemakaian, lama pemakaian, dan wktu pemakaian.

Labiopalatoschisis I Oleh : Dessy Tri Natalia, S.Ked. 4

Page 5: Labiopalatoschisis.docx

C.Anatomi Mulut

Batas- batas mulut :

Atas : palatum durum dan molle

Bawah : mandibula, lidah dan struktur lain pada mulut

Lateral ; pipi

Depan : bibir

Belakang : lubang menuju faring

Palatum durum dibentuk oleh sebagian maksila di bagian depan dan os palatinum

dibagian belakang. Tulang dilapisi oleh periosteum dan membrana mukosa.

Palatum molle,dibentuk oleh otot dan jaringan ikat yang dilapisi membrana

mukosa,bersambungan dengan palatum durum dibagian depan.Sedangkan gusi merupakan

bagian mulut yang merupakan tempat melekatnya gigi dan syaraf-syaraf.

Labiopalatoschisis I Oleh : Dessy Tri Natalia, S.Ked. 5

Page 6: Labiopalatoschisis.docx

PERKEMBANGAN EMBRIOLOGI

Untuk dapat memahami terjadinya labio atau palatoschisis,kita harus tahu perkembangan

embriologi normal yang terjadi pada pembentukan wajah,khususnya disekitar bibir dan

langit-langit.

Perkembangan Wajah:

Pada minggu ke 4 dimana panjang embrio 3,5mm,terbentuknya 5 buah primordia sekeliling

mulut primitif atau stomadeum,pada akhir minggu ke 8 muka telah terbentuk lengkap.Lima

buah prosessus yang terbentuk pada wajah adalah :

a.Prosessus frontalis,yang tumbuh dari arah kepala kebawah .prosessus ini merupakan

batas atas stomadeum,pada perkembangan selanjutnya dalam minggu ke 5 dan 6 pada

prosessus ini terbentuk duah buah nasal placoda terbentuk tapak kuda terbuka kearah

stomadeum,kedua plakoda ini dinamakan prosessus nasomedialis dan ateralis yang

kemudian akan membentuk bagian-bagian hidung,bibir atas,gusi dan bagian anterior

palatum,sebelah depan foramen incisivus

b.Sepasang prosessus maksilaris yang merupakan batas superolateral stomadeum.

c.Sepasang prosessus mandibularis yang merupakan batasbawahstomadeum,keduanya

berfungsi digaris tengah pada minggu ke 4 dan selanjutnya berkembang menjadi pipi

bagian bawah,bibir bawah,mandibula,gusi dan gigi geligi.

Teori Perkembangan bibir atas adalah seperti berikut:

1.teori fusi prosessus : Prosessus maksilaris berkembang kearah depan dan garis

tengah,dibawah prosessus nasolateralis menuju dan mendekati prosessus nasomedialis yang

tumbuh lebih cepat kebawah.prosessus nasomedialis kiri dan kanan akan bertemu digaris

tengah pada saat bertemu penonjolan yang mirip jari-jari tangan akan berfusi masing-masing

lapisan epitelnya yang kemudian pecah sehingga lapisan mesoderm dibawahnya akan berfusi

membentuk bibir atas yang normal.fusi ini akan terjadi pada akhir minggu ke 6 samapai awal

minggu ke 7.

Labiopalatoschisis I Oleh : Dessy Tri Natalia, S.Ked. 6

Page 7: Labiopalatoschisis.docx

suatu hipotesa terjadinya sumbing yaitu karena kegagalan fusi antara prosessus maksilaris

dengan prosessus nasomedialis yang lebih lanjut dijelaskan secar skematis oleh Patten:

a. Pertama terjadi pendekatan masing – masing prosessus

b. Setelah prosessus bertemu terjadi regresi lapisan epitel

c. Mesoderm saling bertemu dan mengadakan fusi.

Teori terjadinya labio atau palatoschisis adalah sebagai berikut :

a.Labioschisis : Perkembangan abnormal dari prosessus nasomedialis dan maksilaris

b.palatoschisis : Kegagalan fusi antara 2 prosessus palatina

keterangan gambar: A.Embrio 5 minggu (6mm),B.Embrio 6 minggu (12mm),C.Wajah waktu

lahir: prosessufrontonasalis,prosessus nasaliis medial,prosessus nasalis lateral,mata,prosessus

maksilaris,prosessus mandibularis,prosessus brankiogenik,stomadeum

Labiopalatoschisis I Oleh : Dessy Tri Natalia, S.Ked. 7

Page 8: Labiopalatoschisis.docx

D.Patofisiologi

Sekitar separuh dari semua kasus cleft melibatkan bibir atas dan langit-langit sekaligus.Celah

dapat hanya terjadi pada satu sisi (unilateral) atau pada kedua sisi (bilateral) bibir.Cleft lip

dan cleft palate terbentuk saat bayi masih dalam kandungan.Proses terbentuknya kelainan ini

sudah dimulai sejak minggu-minggu awal kehamilan ibu.

Saat usia kehamilan ibu mencapai 6 minggu, bibir atas dan langit-langit ronggamulut bayi

dalam kandungan akan mulai terbentuk dari jaringan yang berada di keduasisi dari lidah dan

akan bersatu di tengah-tengah. Bila jaringan-jaringan ini gagalbersatu, maka akan terbentuk

celah pada bibir atas atau langit-langit rongga mulut.Sebenarnya penyebab mengapa jaringan-

jaringan tersebut tidak menyatu dengan baik belum diketahui dengan pasti. Akan tetapi faktor

penyebab yang diperkirakan adalah kombinasi antara faktor genetik dan faktor lingkungan

seperti obat-obatan, penyakit atauinfeksi yang diderita ibu saat mengandung, konsumsi

minuman beralkohol ataumerokok saat masa kehamilan.Resiko terkena akan semakin tinggi

pada anak-anak yang memiliki saudara kandungatau orang tua yang juga menderita kelainan

ini, dan dapat diturunkan baik lewat ayahmaupun ibu. Cleft lip dan cleft palate juga dapat

merupakan bagian dari sindroma

penyakit tertentu. Kekurangan asam folat juga dapat memicu terjadinya kelainan ini.Kelainan

sumbing selain mengenai bibir juga bisa mengenai langit-langit dan gusi.Berbeda pada

kelainan bibir yg terlihat jelas secara estetik, kelainan sumbing langit2dan gusi lebih berefek

kepada fungsi mulut seperti menelan, makan, minum, dan bicara.Pada kondisi normal, langit2

menutup rongga antara mulut dan hidung. Pada bayi yanglangit-langitnya sumbing barrier ini

tidak ada sehingga pada saat menelan bayi bisa tersedak.

Kemampuan menghisap bayi juga lemah, sehingga bayi mudah capek pada saatmenghisap,

keadaan ini menyebabkan intake minum/makanan yg masuk menjadi kurangdan jelas berefek

terhadap pertumbuhan dan perkembangannya selain juga mudahterkena infeksi saluran nafas

atas karena terbukanya palatum tidak ada batas antarahidung dan mulut, bahkan infeksi bisa

menyebar sampai ke telinga.

Patofisiologinya antara lain:

a.Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau tulang selama faseembrio

pada trimester I.

Labiopalatoschisis I Oleh : Dessy Tri Natalia, S.Ked. 8

Page 9: Labiopalatoschisis.docx

b.Terbelahnya bibir dan atau hidung karena kegagalan proses nosal medial danmaksilaris

untuk menyatu terjadi selama kehamilan 6-8 minggu.

c.Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan olehkegagalan

penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu.

d. penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7-8 minggu masa kehamilan

E.Klasifikasi.

1. Labioschisis Berdasarkan lengkap atau tidaknya celah yang terbentuk:

Komplit

Inkomplet

2. Berdasarkan lokasi/jumlah kelainan :

a.Unilateral Incomplete Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.

b.Unilateral complete Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir

dan memanjang hingga kehidung.

c.Bilateral complete Apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan

memanjang hingga ke hidung.

Labiopalatoschisis I Oleh : Dessy Tri Natalia, S.Ked. 9

Page 10: Labiopalatoschisis.docx

Klasifikasi yang diusulkan oleh Veau dibagi dalam 4 golongan yaitu :

• Golongan I : Celah pada langit-langit lunak (gambar 1).

• Golongan II : Celah pada langit-langit lunak dan keras dibelakang foramen insisivum

(gambar 2).

Labiopalatoschisis I Oleh : Dessy Tri Natalia, S.Ked. 10

Page 11: Labiopalatoschisis.docx

• Golongan III : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang alveolar dan

bibir pada satu sisi (gambar 3).

• Golongan IV : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang alveolar dan

bibir pada dua sisi (gambar 4).

Gambar 1. A. Celah pada langit-langit lunak saja. B. Celah pada langit-langit lunak dan

keras. C. Celah yangmeliputi langit-langit dan lunak keras juga alveolar pada satu sisi. D.

Celah yang meliputi langit lunak dan keras juga alveolar dan bibir pada dua sisi. (Young &

Greg.

F.MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis dari kelainan labioschisis antara lain

A.Masalah asupan makanan

Asupan makanan merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita labioschisis.

Adanya labioschisis memberikan kesulitan pada bayi untuk melakukan hisapan pada

payudara ibu atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan labioschisis mungkin dapat

meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan tambaha nyang ditemukan adalah reflex

hisap dan reflek menelan pada bayi dengan labioschisis tidak sebaik bayi normal, dan bayi

dapat menghisap lebih banyak udara pada saat menyusui.

Labiopalatoschisis I Oleh : Dessy Tri Natalia, S.Ked. 11

Page 12: Labiopalatoschisis.docx

B.Masalah Dental

Anak yang lahir dengan labioschisis mungkin mempunyai masalah tertentu yang

berhubungan dengan kehilangan, malformasi, dan malposisi dari gigi geligi pada arean dari

celah bibir yang terbentuk 

C.Infeksi telinga

Anak dengan labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita infeksi telinga karena

terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang mengontrol pembukaan dan

penutupan tuba eustachius.

D.Gangguan berbicara

Pada bayi dengan labio-palatoschisis biasanya juga memiliki abnormalitas pada

perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat palatum mole tidak dapat

menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara, maka didapatkan suaradengan kualitas nada

yang lebih tinggi (hypernasal quality of speech). Meskipun telahdilakukan reparasi palatum,

kemampuan otot-otot tersebut diatas untuk menutup ruang/rongga nasal pada saat bicara

mungkin tidak dapat kembali sepenuhnya normal.Anak mungkin mempunyai kesulitan untuk

menproduksi suara/ kata "p, b, d, t, h, k, g, s,sh,and ch", dan terapi bicara (speech therapy)

biasanya sangat membantu.

E.Distorsi nasal sehingga bisa menyebabkan gangguan pernafasan.

Pada Labio skisis 

Distorsi pada hidung

Tampak sebagian atau keduanya

Adanya celah pada bibir

Pada Palato skisis Tampak ada celah pada tekak (unla), palato lunak, keras dan faramen incisive.

Ada rongga pada hidung.

Distorsi hidung

Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksadengan jari 

Kesukaran dalam menghisap/makan.

Labiopalatoschisis I Oleh : Dessy Tri Natalia, S.Ked. 12

Page 13: Labiopalatoschisis.docx

G.Komplikasi

Gangguan bicara dan pendengaran

Terjadinya otitis media berulang,

Infeksi telinga

Gangguan pendengaran

Aspirasi

Distress pernafasan

Resiko infeksi saluran nafas

Pertumbuhan dan perkembangan terhambat serta kekurangan gizi.

H.Pemeriksaan Diagnostik

1.Anamnesa

2.pemeriksaan fisik

3 .Pemeriksaan Laboratorium

 4.pemeriksaan tambahan

1)Foto Rontgen

2)MRI untuk evaluasi abnormal.

Labiopalatoschisis I Oleh : Dessy Tri Natalia, S.Ked. 13

Page 14: Labiopalatoschisis.docx

G.PENATALAKSANAAN

Terapi atau tindakan pada labiopalatoschisis adalah dengan tindakan bedah,operasi ini

berguna untuk memperbaiki bentuk bibir,pada kasus – kasus pada usia manapun,tetapi pada

bayi – bayi semuanya dilakukan pada usia dini,umumnya diusia 3 bulan dengan

memperhatikan rumus Rule Of Ten sebagai berikut:

1.Berat Badan sekurang-kurangnya 10 pon (4,5kg)

2.umurnya sekurang-kurangnta 10 minggu

3.kadar Hb > 10gr%

4.jumlah lekosit <10.000/mm3

Mengunakan cara millard

Pada palatoplasty,Pembedahan pada palato dilakukan pada waktu 6 bulan dan 2 tahun disaat

anak mulai belajar bicara, tergantung pada derajat kecacatan. Awal fasilitas penutupan adalah

untuk perkembangan bicara.

Operasi untuk labioplasty bertujuan untuk penampilan bentuk anatomik serta fungsi yang

mendekati normal,untuk mencapai tujuan tadi perlu diperhatikan beberapa patokan yaitu:

1.memperbaiki cuping hidung agar bentuk dan letaknya simetris

2.memberi bentuk dasar hidung yang baik

3.memperbaiki bentuk dan posisi columella

4.memperbaiki bentuk dan fungsi bibir atas

5.mengisap dan makan tanpa terjadi regurgitasi nasal

6.pertumbuhan gigi yang baik

7.pembicaraan yang normal

8.pendengaran yang norma

Terapi Non-bedah

LabioPalatoschisis merupakan suatu masalah pembedahan, sehingga tidak ada terapi medis

khusus untuk keadaan ini. Akan tetapi, komplikasi dari labiopalatoschisis yakni permasalahan

dari intake makanan, obstruksi jalan nafas, dan otitis media membutuhkan penanganan medis

terlebih dahulusebelumdiperbaiki.

Labiopalatoschisis I Oleh : Dessy Tri Natalia, S.Ked. 14

Page 15: Labiopalatoschisis.docx

3Perawatan Umum Pada Cleft Palatum Pada periode neonatal beberapa hal yang ditekankan

dalam pengobatan pada bayi dengan cleft palate yakni:

a. Intake makanan

Intake makanan pada anak-anak dengan cleft palate biasanya mengalami kesulitan karena

ketidakmampuan untuk menghisap, meskipun bayi tersebut dapat melakukan gerakan

menghisap. Kemampuan menelan seharusnya tidak berpengaruh, nutrisi yang adekuat

mungkin bisa diberikan bila susu dan makanan lunak jika lewat bagian posterior dari cavum

oris. pada bayi yang masih disusui, sebaiknya susu diberikan melalui alat lain/ dot khusus

yang tidak perlu dihisap oleh bayi, dimana ketika dibalik susu dapat memancar keluar sendiri

dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat pasien menjadi

tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan nutrisi menjadi tidak cukup. Botol susu

dibuatkan lubang yang besar sehingga susu dapat mengalir ke dalam bagian belakang mulut

dan mencegah regurgitasi ke hidung. Pada usia 1-2 minggu dapat dipasangkan obturator

untuk menutup celah pada palatum, agar dapat menghisap susu, atau dengan sendok dengan

posisi setengah duduk untuk mencegah susu melewati langit-langit yang terbelah atau

memakai dot lubang kearah bawah ataupun dengan memakai dot yang memiliki selang yang

panjang untuk mencegah aspirasi. (5)

b. Pemeliharaan jalan nafas

Pernafasan dapat menjadi masalah anak dengan cleft, terutama jika dagu dengan retroposisi

(dagu pendek, mikrognatik, rahang rendah (undershot jaw), fungsi muskulus genioglossus

hilang dan lidah jatuh kebelakang, sehingga menyebabkan obstruksi parsial atau total saat

inspirasi (The Pierre Robin Sindrom)

c. Gangguan telinga tengah

Otitis media merupakan komplikasi yang biasa terjadi pada cleft palate dan sering terjadi

pada anak-anak yang tidak dioperasi, sehingga otitis supuratif rekuren sering menjadi

masalah. Komplikasi primer dari efusi telinga tengah yang menetap adalah hilangnya

pendengaran. Masalah ini harus mendapat perhatian yang serius sehingga komplikasi

hilangnya pendengaran tidak terjadi, terutama pada anak yang mempunyai resiko mengalami

gangguan bicara karena cleft palatum.

Labiopalatoschisis I Oleh : Dessy Tri Natalia, S.Ked. 15

Page 16: Labiopalatoschisis.docx

Tehnik pembedahan

Pada labioschisis yang paling sering digunakan adalah tehnik millard

Teknik Millard 

membuat dua flap yang berlawanan dimana pada sisi medial dirotasi ke bawah dari kolumella

untuk menurunkan titik puncak ke posisi normal dan sisi lateraldimasukkan ke arah garis

tengah untuk menutupi defek pada dasar kolumela. Keuntungan dariteknik rotasi Millard

adalah jaringan parut yang terbentuk pada jalur anatomi normal dari collum philtral dan

ambang hidung

Labiopalatoschisis I Oleh : Dessy Tri Natalia, S.Ked. 16

Page 17: Labiopalatoschisis.docx

Operasi celah bibir dua sisi dapat dilakukan untuk celah yang ditulis lokasinya dengancara

otto kriens sebagai CLP/LAHSHAL atau CLP/la---al atau kombinasi lain. Sering

padacheiloraphy bilateral ditemukan keadaan premaksilanya yang sangat menonjol, ini

menyulitkan ahli bedah karena otot-otot bibir tidak bisa secara langsung dipertemukan atau

bila dipaksakanakan terjadi ketegangan dan berakibat jahitan lepas beberapa hari kemudian

Labiopalatoschisis I Oleh : Dessy Tri Natalia, S.Ked. 17

Page 18: Labiopalatoschisis.docx

Terapi pembedahan pada palatoschisis bukanlah merupakan suatu kasus emergensi,

dilakukan pada usia antara 12-18 bulan. Pada usia tersebut akan memberikan hasil fungsi

bicara yang optimal karena memberi kesempatan jaringan pasca operasi sampai matang pada

proses penyembuhan luka sehingga sebelum penderita mulai bicara dengan demikian soft

palatedapatberfungsidenganbaik.

Ada beberapa teknik dasar pembedahan yang bisa digunakan untuk memperbaiki celah

palatum,yaitu:

1. Teknik von Langenbeck

Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh von Langenbeck yang merupakan teknik operasi

tertua yang masih digunakan sampai saat ini. Teknik ini menggunakan teknik flap bipedikel

mukoperiosteal pada palatum durum dan palatum molle. Untuk memperbaiki kelainan yang

ada, dasar flap ini disebelah anterior dan posterior diperluas ke medial untuk menutup celah

palatum.

Labiopalatoschisis I Oleh : Dessy Tri Natalia, S.Ked. 18

Page 19: Labiopalatoschisis.docx

2. Teknik V-Y push-back

Teknik V-Y push-back mencakup dua flap unipedikel dengan satu atau dua flap palatum

unipedikel dengan dasarnya disebelah anterior. Flap anterior dimajukan dan diputar ke medial

sedangkan flap posterior dipindahkan ke belakang dengan teknik V to Y akan menambah

panjangpalatumyangdiperbaiki.

3. Teknik double opposing Z-plasty

Teknik ini diperkenalkan oleh Furlow untuk memperpanjang palatum molle dan membuat

suatu fungsi dari m.levator.

4. Teknik Schweckendiek

Teknik ini diperkenalkan oleh Schweckendiek pada tahun 1950, pada teknik ini, palatum

molle ditutup (pada umur 4 bulan) dan di ikuti dengan penutupan palatum durum ketika si

anak mendekati usia 18 bulan.

5. Teknik palatoplasty two-flap

Diperkenalkan oleh Bardach dan Salyer (1984). Teknik ini mencakup pembuatan dua flap

pedikel dengan dasarnya di posterior yang meluas sampai keseluruh bagian alveolar. Flap ini

kemudian diputar dan dimajukan ke medial untuk memperbaiki kelainan yang ada.

Speech terapi mulai diperlukan setelah operasi palatoplasty yakni pada usia 2-4 tahun untuk

melatih bicara benar dan miminimalkan timbulnya suara sengau karena setelah operasi suara

sengau masih dapat terjadi suara sengau karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang

salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila

setelah palatoplasty dan speech terapi masih didapatkan suara sengau maka dilakukan

pharyngoplasty untuk memperkecil suara nasal (nasal escape) biasanya dilakukan pada usia

4-6 tahun. Pada usia anak 8-9 tahun ahli ortodonti memperbaiki lengkung alveolus sebagai

persiapan tindakan alveolar bone graft dan usia 9-10 tahun spesialis bedah plastic melakukan

operasi bone graft pada celah tulang alveolus seiring pertumbuhan gigi caninus.16

Perawatan setelah dilakukan operasi, segera setelah sadar penderita diperbolehkan minum

dan makanan cair sampai tiga minggu dan selanjutnya dianjurkan makan makanan biasa. Jaga

Labiopalatoschisis I Oleh : Dessy Tri Natalia, S.Ked. 19

Page 20: Labiopalatoschisis.docx

hygiene oral bila anak sudah mengerti. Bila anak yang masih kecil, biasakan setelah makan

makanan cair dilanjutkan dengan minum air putih. Berikan antibiotik selama tiga hari. Pada

orangtua pasien juga bisa diberikan edukasi berupa, posisi tidur pasien harusnya

dimiringkan/tengkurap untuk mencegah aspirasi bila terjadi perdarahan, tidak boleh

makan/minum yang terlalu panas ataupun terlalu dingin yang akan menyebabkan vasodilatasi

dan tidak boleh menghisap /menyedot selama satu bulan post operasi untuk menghindari

jebolnya daerah post operasi.

KOMPLIKASI

Anak dengan palatoschisis berpotensi untuk menderita flu, otitis media, tuli, gangguan bicara,

dan kelainan pertumbuhan gigi. Selain itu dapat menyebabkan gangguan psikososial. 8

Komplikasi post operatif yang biasa timbul yakni:

a. Obstruksi jalan nafas

Seperti disebutkan sebelumnya, obstruksi jalan nafas post operatif merupakan komplikasi

yang paling penting pada periode segera setelah dilakukan operasi. Keadaan ini timbul

sebagai hasil dari prolaps dari lidah ke orofaring saat pasien masih ditidurkan oleh ahli

anastesi. Penempatan Intraoperatif dari traksi sutura lidah membantu dalam menangani

kondisi ini. Obstruksi jalan nafas bisa juga menjadi masalah yang berlarut-larut karena

perubahan pada dinamika jalan nafas, terutama pada anak-anak dengan madibula yang kecil.

Pada beberapa instansi, pembuatan dan pemliharaan dari trakeotomi perlu sampai perbaikan

palatum telah sempurna.

b. Perdarahan

Perdarahan intraoperatif merupakan komplikasi yang potensil terjadi. Karena kayanya darah

yang diberikan pada paltum, Intraoperative hemorrhage is a potential complication. Because

of the rich blood supply to the palate, perdarahan yang berarti mengharukan untuk

dilakukannya transfuse. Hal ini bisa berbahaya pada bayi, yakni pada meraka yang total

volume darahnya rendah. Penilaian preoperative dari jumlah hemoglobin dan hitung

trombosit sangat penting. Injeksi epinefrin sebelum di lakukan insisi dan penggunaa

intraoperatif dari oxymetazoline hydrochloride capat mengurangi kehilangan darah yang bisa

Labiopalatoschisis I Oleh : Dessy Tri Natalia, S.Ked. 20

Page 21: Labiopalatoschisis.docx

terjadi. Untuk menjaga dari kehilangan darah post operatif, area palatum yang mengandung

mucosa seharusnya diberikan avitene atau agen hemostatik lainnya.

c. Fistel palatum

Fistel palatum bisa timbul sebagai komplikasi pada periode segera setelah dilakukan operasi,

atau hal tersebut dapat menjadi permasalahan yang tertunda. Suatu fistel pada palatum dapat

timbul dimanapun sepanjang sisi cleft. Insidennya telah dilapornya cukup tinggi yakni

sebanyak 34%, dan berat-ringannya cleft telah dikemukanan bahwa hal tersebut berhubungan

dengan resiko timbulnya fistula. Fistel cleft palate post operatif bisa ditangani dengan dua

cara. Pada pasien yang tanpa disertai dengan gejala, prosthesis gigi bisa digunakan untuk

menutup defek yang ada dengan hasil yang baik. Pasien dengan gejala diharuskan untuk

terapi pembedahan. Sedikitnya supply darah, terutama supply ke anterior merupakan alasan

utama gagalnya penutupan dari fistula. Oleh karena itu, penutupan fistula anterior maupun

posterior yang persisten seharusnya di coba tidak lebih dari 6-12 bulan setelah operasi, ketika

supply darah telah memiliki kesempatan untuk mengstabilkan dirinya. Saat ini, banyak centre

menunggu sampai pasien menjadi lebih tua (paling tidak 10 tahun) sebelum mencoba untuk

memperbaiki fistula. Jika metode penutupan sederhana gagal, flap jaringan seperti flap lidah

anterior bisa dibutuhkan untuk melakukan penutupan.

d. Midface abnormalities

Penanganan Cleft palate pada beberapa instansi telah fokus pada intervensi pembedahan

terlebih dahulu. Salah satu efek negatifnya adalah retriksi dari pertumbuhan maksilla pada

beberapa persen pasien. Palatum yang diperbaiki pada usia dini bisa menyebabkan

berkurangnya demensi anterior dan posteriornya, yakni penyempitan batang gigi, atau

tingginya yang abnormal. Kontrofersi yang cukup besar ada pada topik ini karena penyebab

dari hipoplasia, apakah hal tersebut merupakan perbaikan ataupun efek dari cleft tersebut

pada pertumbuhan primer dan sekunder pada wajah, ini tidak jelas. Sebanyak 25% pasien

dengan cleft palate unilateral yang telah dilakukan perbaikan bisa membutuhkan bedah

orthognathic. LeFort I osteotomies dapat digunakan untuk memperbaiki hipoplasia midface

yang menghasilkan suatu maloklusi dan deformitas dagu.3

Labiopalatoschisis I Oleh : Dessy Tri Natalia, S.Ked. 21

Page 22: Labiopalatoschisis.docx

e. Wound expansion

Wound expansion juga merupakan akibat dari ketegangan yang berlebih. Bila hal ini terjadi,

anak dibiarkan berkembang hingga tahap akhir dari rekonstruksi langitan, dimana pada saat

tersebut perbaikan jaringan parut dapat dilakukan tanpa membutuhkan anestesi yang terpisah.

f. Wound infection

Wound infection merupakan komplikasi yang cukup jarang terjadi karena wajah memiliki

pasokan darah yang cukup besar. Hal ini dapat terjadi akibat kontaminasi pascaoperasi,

trauma yang tak disengaja dari anak yang aktif dimana sensasi pada bibirnya dapat berkurang

pascaoperasi, dan inflamasi lokal yang dapat terjadi akibat simpul yang terbenam.

g. Malposisi Premaksilar

Malposisi Premaksilar seperti kemiringan atau retrusion, yang dapat terjadi setelah operasi.

h. Whistle deformity

Whistle deformity merupakan defisiensi vermilion dan mungkin berhubungan dengan retraksi

sepanjang garis koreksi bibir. Hal ini dapat dihindari dengan penggunaan total dari segmen

lateral otot orbikularis.

i. Abnormalitas atau asimetri tebal bibir

Hal ini dapat dihindari dengan pengukuran intraoperatif yang tepat dari jarak anatomis yang

penting lengkung

Labiopalatoschisis I Oleh : Dessy Tri Natalia, S.Ked. 22

Page 23: Labiopalatoschisis.docx

H.Prognosis

Kelainan labiopalatoschisis merupakan kelainan bawaan yang dapat

dimodifikasi/ disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir dengan kondisi ini melakukan

operasi saat usia masih dini, dan hal ini sangat memperbaiki penampilan wajah secara

signifikan.Dengan adanya teknik pembedahan yang makin berkembang, 80% anak dengan

labiopalatoschisis yang telah ditatalaksana mempunyai perkembangan kemampuan bicara

yang baik. Terapi bicara yang berkesinambungan menunjukkan hasil peningkatan yang baik

pada masalah-masalah berbicara pada anak labiopalatoschisis.

 

Labiopalatoschisis I Oleh : Dessy Tri Natalia, S.Ked. 23

Page 24: Labiopalatoschisis.docx

BAB III

KESIMPULAN

Labiopalatoshizis adalah Suatu kelainan kongenital dimana keadaan terbukanya bibir dan

langit –langit rongga mulut dapat melalui palatum durum maupun palatum mole, hal ini

disebabkan bibir dan langit-langit tidak dapat tumbuh dengan sempurna pada masa

kehamilan.bibir sumbing dengan atau tanpa celah pada langit-langit, merupakan kelainan

kongenital yang paling umum pada kepala dan leher di dunia. Penelitian epidemiologi untuk

pencegahan terjadinya bibir sumbing masih sedikit namun teknik bedah untuk mengobatinya

banyak dilakukan.Sumbing memiliki frekuensi yang berbeda-beda pada berbagai budaya dan

ras sertanegara. Diperkirakan 45% dari populasi adalah non-Kaukasia.Fogh Andersen di

Denmark melaporkan kasus bibir sumbing dan celah langit-langit 1,47/1000 kelahiran hidup.

Hasil yang hampir sama juga dilaporkan oleh Woolf dan Broadbent di Amerika Serikat serta

Wilson untuk daerah Inggris. Neel menemukan insiden 2,1/1000 penduduk di Jepang.

Penyebabnya terjadinya bibir sumbing ialah multifaktorial, seperti genetik, nutrisi,

lingkungan, bahkan sosial ekonomi. Jumlah penderita bibir sumbing di Indonesia bertambah

3.000-6.000 setiap tahun atau 1 bayi setiap 1.000 kelahiran. Namun, jumlah total penderita

bibir sumbing di Indonesia belum diketahui secara pasti.

Labiopalatoschisis I Oleh : Dessy Tri Natalia, S.Ked. 24

Page 25: Labiopalatoschisis.docx

DAFTAR PUSTAKA

1.Converse JM, hogan VM, McCarthy JG.Cleft Lip And Palate, Introduction.Dalam:

Reconstructive Plastic Surgery, ed. 11, vol. 4. Philadelphia: WBSaunders

2.Nelson. 1993. Ilmu Kesehatan Anak bagian 2. Jakarta; Fajar Interpratama

3.Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, et al. Sumbing Bibir dan Langitan. Dalam :Kapita

Selekta. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.FK UI. 2005.

4. Sjamsuhidajat R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jilid 2. Jakarta :EGC.2005

Labiopalatoschisis I Oleh : Dessy Tri Natalia, S.Ked. 25