kumpulan jurnal biologi

64
77 INDUKSI AUXIN TERHADAP AKTIVITAS AUTOTROFIK BIBIT ANGGREK BOTOL PADA LINGKUNGAN EX-VITRO I Gede Ketut Adiputra Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Hindu Indonesia, Jl. Sangalangit, Tembau, Penatih, Denpasar. ABSTRAK Auxin adalah zat pengatur tumbuh yang ditemukan pertama kali dan memegang peran kunci dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Dalam kultur jaringan, pemberian senyawa ini telah diketahui dapat meningkatkan perkembangan eksplant menjadi tanaman baru yang utuh. Auxin ditambahkan secara eksogen kedalam media yang mengandung sukrosa, mikro dan makro nutrien, vitamin dan mioinositol. Bagi explant, senyawa organik digunakan sebagai substrat untuk biosintesis molekul pertumbuhan. Akan tetapi, pada tanaman yang utuh, senyawa organik tersebut adalah produk dari aktivitas autotrofiknya. Oleh karena itu pertumbuhan explant menjadi callus dan akhirnya menjadi plantlet dapat dikatakan merupakan pertumbuhan heterotrofik, terutama pada fase awal morfogenesis. Dalam teknik kultur jaringan, sukrosa dan auxin tetap diberikan selama tanaman berada dalam botol kultur sehingga aktivitas heterotrofik dapat tetap berlangsung sampai tanaman ditransplantasi ke lingkungan ex-vitro. Kegiatan heterotrofik berkepanjangan tersebut dapat menjadi penyebab rendahnya aktivitas autotrofik plantlet setelah transplantasi ke lingkungan ex-vitro. Untuk mengembalikan pertumbuhan autotrofik, beberapa perlakuan perlu diberikan agar tanaman cukup kuat menghadapi lingkungan baru ex-vitro. Paper ini membahas beberapa perlakuan terutama kemungkinan perlunya pemberian auxin setelah plantlet dipindahkan ke lingkungan baru ex-vitro. Kata kunci: Auxin, autotrofik, anggrek, ex-vitro. ABSTRACTS Auxin is firstly invented growth regulator and plays a central role during plant growth and development. Addition of this growth regulator in cell and tissues culture has been known to enhance cell development. In this culture, the auxin is added exogenously into media containing sucrose, micro and macro nutrient, vitamin and myo-inositol. For the growth of explants, organic compounds added into the growth medium are used as nutrient. So, it is synthesized to produce macromolecules required during morphogenesis. In theory, an autotrophic organism synthesizes organic compounds from inorganic nutrient taken up via the root or leaves system. So, development of explants into callus and eventually plantlet is therefore can be viewed as heterotrophic activity, since it takes up sucrose as nutrient for growth rather than inorganic. In tissues or cell culture, media continuously contain organic compound, even after plantlet has produced chlorophyll. This media enable the plantlet to maintain it heterotrophic activity. However after transplantation, the prolonged heterotrophic activity can make the plants to have a low autotrophic activity. So, in order to resume autotrophic activity and enhanced viability, some treatments are required. This paper discuss some of the treatments particularly the possibility of auxin addition after transplantation of plantlet into a new ex-vitro environment. Key word; Auxin, autotrophic, orchid, ex-vitro

Upload: gani

Post on 24-Apr-2015

1.592 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kumpulan Jurnal Biologi

77

INDUKSI AUXIN TERHADAP AKTIVITAS AUTOTROFIK BIBITANGGREK BOTOL PADA LINGKUNGAN EX-VITRO

I Gede Ketut AdiputraProgram Studi Biologi, FMIPA, Universitas Hindu Indonesia,

Jl. Sangalangit, Tembau, Penatih, Denpasar.

ABSTRAKAuxin adalah zat pengatur tumbuh yang ditemukan pertama kali dan memegang peran

kunci dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Dalam kultur jaringan, pemberiansenyawa ini telah diketahui dapat meningkatkan perkembangan eksplant menjadi tanamanbaru yang utuh. Auxin ditambahkan secara eksogen kedalam media yang mengandungsukrosa, mikro dan makro nutrien, vitamin dan mioinositol. Bagi explant, senyawa organikdigunakan sebagai substrat untuk biosintesis molekul pertumbuhan. Akan tetapi, pada tanamanyang utuh, senyawa organik tersebut adalah produk dari aktivitas autotrofiknya. Oleh karenaitu pertumbuhan explant menjadi callus dan akhirnya menjadi plantlet dapat dikatakanmerupakan pertumbuhan heterotrofik, terutama pada fase awal morfogenesis. Dalam teknikkultur jaringan, sukrosa dan auxin tetap diberikan selama tanaman berada dalam botol kultursehingga aktivitas heterotrofik dapat tetap berlangsung sampai tanaman ditransplantasi kelingkungan ex-vitro. Kegiatan heterotrofik berkepanjangan tersebut dapat menjadi penyebabrendahnya aktivitas autotrofik plantlet setelah transplantasi ke lingkungan ex-vitro. Untukmengembalikan pertumbuhan autotrofik, beberapa perlakuan perlu diberikan agar tanamancukup kuat menghadapi lingkungan baru ex-vitro. Paper ini membahas beberapa perlakuanterutama kemungkinan perlunya pemberian auxin setelah plantlet dipindahkan ke lingkunganbaru ex-vitro.

Kata kunci: Auxin, autotrofik, anggrek, ex-vitro.

ABSTRACTSAuxin is firstly invented growth regulator and plays a central role during plant

growth and development. Addition of this growth regulator in cell and tissues culturehas been known to enhance cell development. In this culture, the auxin is addedexogenously into media containing sucrose, micro and macro nutrient, vitamin andmyo-inositol. For the growth of explants, organic compounds added into the growthmedium are used as nutrient. So, it is synthesized to produce macromolecules requiredduring morphogenesis. In theory, an autotrophic organism synthesizes organiccompounds from inorganic nutrient taken up via the root or leaves system. So,development of explants into callus and eventually plantlet is therefore can be viewedas heterotrophic activity, since it takes up sucrose as nutrient for growth rather thaninorganic. In tissues or cell culture, media continuously contain organic compound,even after plantlet has produced chlorophyll. This media enable the plantlet to maintainit heterotrophic activity. However after transplantation, the prolonged heterotrophicactivity can make the plants to have a low autotrophic activity. So, in order to resumeautotrophic activity and enhanced viability, some treatments are required. This paperdiscuss some of the treatments particularly the possibility of auxin addition aftertransplantation of plantlet into a new ex-vitro environment.Key word; Auxin, autotrophic, orchid, ex-vitro

Page 2: Kumpulan Jurnal Biologi

78

Widya Biologi Vol. 02 No. 02 Oktober 2011 ISSN : 2086-5783

PENDAHULUANTumbuhan yang bernilai ekonomi tinggi tetapi

sulit berkembang biak secara alami biasanyadikembangkan dengan teknik kultur jaringan.Anggrek adalah salah satu jenis tanaman yangsulit berkembang biak secara alami tetapi memilikinilai ekonomi tinggi. Pengembangan tanaman inimenjadi bibit melalui tehnik kultur jaringan telahbanyak berhasil, tetapi menumbuhkan bibit botolpada lingkungan ex-vitro menjadi tanamandewasa masih menemukan banyakpermasalahan. Bibit yang dikembangkan denganteknik kultur jaringan ini biasanya memilikikemampuan autotrofik yang rendah (Daisy danWijayani, 1994). Rendahnya kemampuanautotrofik menyebabkan tanaman tidak memilikibahan organik yang cukup untuk pertumbuhankarena laju sintesis senyawa ini dari senyawaanorganik sangat rendah.

Disamping kelemahan autotrofik, kondisikhusus yang digunakan untuk mengembangkanbibit dengan teknik kultur jaringan ini dapatmenghasilkan tanaman yang abnormal, baikmorfologi, anatomi maupun fisiologi. Kondisi-kondisi khusus tersebut antara lain, penggunaanbotol yang tertutup rapat, pemberian zat pengaturtumbuh dan pemberian karbohidrat (Mineo,1990, Deasy dan Wijayani, 1994). MenurutPospisilova (1999), tanaman yang tumbuh dalambotol yang tertutup rapat mengakibatkan dauntidak memiliki lapisan pelindung yang cukuptebal. Apabila tanaman ini kemudian dipindahkanke lingkungan ex-vitro maka penguapan yangberlebih tidak dapat ditahan. Selanjutnyadikatakan bahwa pemberian hormon untukmenumbuhkan bibit secara invitro dapatmenghasilkan tanaman yang abnormal. Tanamanini akan mudah rusak pada lingkungan ex-vitro.Disamping pemberian hormon, pemberiankarbohidrat pada bibit botol juga dapatmenghasilkan tanaman yang mudah rusak karenaserangan bakteri. Kelemahan-kelemahantanaman yang dikembangkan dengan teknikkultur jaringan, seperti yang dikemukakan olehPospisilova tersebut, menunjukkan bahwa

penelitian lanjutan perlu dilakukan agar hasilpengembangan bibit secara invitro dapatditumbuhkan menjadi tanaman dewasa yangproduktif. Hal ini terutama karena regenerasisebuah sel atau jaringan tanaman menjaditanaman utuh yang baru hampir tidak mungkindilakukan tanpa pemberian kondisi-kondisikhusus.

Teknik kultur jaringan merupakan upayamelakukan transformasi sistem yang ada padatanaman sehingga sel atau jaringan yang terisolasidapat tumbuh menjadi tanaman yang utuh (http://www.oup.com/uk/orc/bin/9780199282616/ch02.pdf). Karena sel atau jaringan tersebutterisolasi maka segala kebutuhan untukpertumbuhannya mesti disediakan dalam media,termasuk karbohidrat, hormon, asam amino danunsur hara anorganik. Pada proses transformasiini terjadi pengubahan sel vegetatif sedemikianrupa sehingga terbentuk sel baru yang dapatberkembang menjadi tanaman utuh.Perbanyakan tumbuhan ini meniru mekanismepembentukan embrio dari tubuh induk tanaman.Pengubahan sebuah sel vegetatif menjadikumpulan sel yang terorganisir sebagai individubaru memerlukan adanya zat pengatur tumbuhyang berfungsi untuk mengubah jalurmorfogenesis pada tanaman. Misalnya, sel yangtidak lagi melakukan differensiasi dirangsanguntuk melakukan differensiasi kembali denganpemberian sitokinin atau auksin. Sitokininberfungsi untuk merangsang sintesis DNA danmempercepat pembelahan sel, sedangkan auksindiperlukan untuk merangsang pemanjangan sel(Mineo, 1990). Pemberian gula juga perludilakukan karena sel yang terisolasi danditempatkan dalam botol belum mampumensintesa karbohidrat karena beberapa faktorseperti tidak adanya penyediaan CO2 ataupunperangkat fotosintesis. Kondisi-kondisi khususyang harus disediakan ini mengakibatkantanaman memiliki variasi morfologi, anatomimaupun fisiologi (Papisilova 1999). Paper inimembahas beberapa perlakuan invitro untukmenumbuhkan bibit tanaman dan perlunya

Page 3: Kumpulan Jurnal Biologi

79

pemberian perlakuan khusus pada lingkungan ex-vitro agar bibit tersebut dapat tumbuh menjaditanaman yang produktif

PEMBAHASAN

Peran auxin dalam pertumbuhan danperkembangan tanaman

Auxin adalah hormon tumbuhan yangditemukan pertama kali. Senyawa ini memegangperan kunci dalam pertumbuhan, perkembangandan respon tumbuhan terhadap perubahanlingkungan (Tromas & Perrot-Rechenmann,2010). Menurut Vieten at al. (2007), padaproses morfogenesis, auxin melakukanpengaturan baik pada fase embryogenesis,organogenesis, differensiasi jaringanpengangkutan, pemeliharaan meristem akarmaupun pertumbuhan trofik. Selanjutnyadikatakan bahwa peran yang dimiliki oleh auxinini dijalankan dengan cara memicu perubahanprogram pembangunan melalui pemberianinformasi vektorial pada jaringan. Secara lebihrinci, mekanisme yang dilakukan oleh auxin untukmengubah program pembangunan diuraikan olehRobert & Friml (2009). Menurut peneliti ini,auxin diproduksi pada bagian pucuk tanamanyaitu pada daun muda dan kuncup bunga.Senyawa ini selanjutnya ditransportasikan keakar atau bagian lain tanaman melalui beberapajalur translokasi, terutama sistem pembuluh danjalur transport interselluler. Pada sel tujuan,akumulasi auxin differential kemudian terjadi danditerima serta diinterpretasi oleh inti yangmengatur ekspresi gen dan perencanaan kembalinasib sel (Robert & Friml, 2009). Kemampuanauksin untuk melakukan perubahan ekspresi genmengakibatkan senyawa ini menjadi sangatpenting dalam upaya mengaktifkan kembali selyang telah menghentikan proses differensiasi.

Dalam teknik kultur jaringan, sel tanamanyang dikembangkan menjadi tanaman baruumumnya telah menghentikan proses differensiasi.Pada kondisi media yang sesuai, sel eksplantberkembang melalui beberapa tahap. Pada tahap

awal, sel eksplant tumbuh menjadi sel kalussetelah diinduksi oleh hormon pertumbuhanterutama auxin (Siwach et al. 2011). Kumpulansel ini kemudian berkembang menjadi plantletsetelah pembentukan plb (protocorm like body).Plb ini memiliki tingkat perkembangan sepertiembrio, sehingga disebut juga embrio somatik(Rianawati et al. 2009). Berbeda dengan embriopada biji yang terbentuk melalui fusi sel telur dansperma dan dirancang untuk berkembangmenjadi embrio, embrio somatik ini berkembangdari sel somatik yang memperoleh kompetensiuntuk dapat merespon signal embriogenik danmemulai pembangunan embrio (Pasternak et al.2002). Pada teknik kultur jaringan, pertumbuhanembrio somatik diinduksi dengan penambahanauxin sintetik NAA (Utami et al. 2007). Denganpemberian zat pengatur tumbuh BAP (sitokinin)dan 2,4-D (auxin), plb ini kemudian dapat tumbuhmenjadi plantlet (Rianawati et al. 2009).Morphogenesis dalam kultur jaringan ini disebutjuga dengan proses 3 langkah (Komal, 2011).

Walaupun individu baru yang terbentuk(plantlet) telah memiliki organ yang lengkap,tetapi tanaman kecil ini masih memiliki aktivitasautotropik yang rendah (Daisy & Ari Wijayani,1994) dan jaringan pengangkutan lemah(Robinson et al. 2009). Kelemahan sistem yangterjadi pada tanaman ini merupakan akibatsamping dari kondisi yang digunakan untukmenumbuhkan tanaman secara invitro. Kondisikhusus ini sesungguhnya tidak sesuai dengansistem yang autotrof yang mengubah senyawaanorganik menjadi senyawa organik. Secaraskematis, sumber nutrisi untuk pertumbuhanembrio pada biji dan pertumbuhan sel somatikpada kultur jaringan digambarkan pada Gambar1. Pada gambar ini nampak bahwa pertumbuhaninvitro menggunakan sumber organik yang tidakdibuat sendiri (exogenous), sedangkan tanamanyang dikembangkan dari biji menggunakansenyawa organik yang dibuat sendiri(endogenous) untuk pertumbuhan. Sumbernutrisi yang berbeda ini dapat berpengaruh padajalur metabolisme yang bekerja melalui

Induksi Auxin Terhadap Aktivitas Autotrofik Bibit Anggrek .... I Gede Ketut Adiputra

Page 4: Kumpulan Jurnal Biologi

80

Widya Biologi Vol. 02 No. 02 Oktober 2011 ISSN : 2086-5783

mekanisme keseimbangan substrat dan produk.Apabila pemberian substrat terlalu banyak makatanaman utuh yang dihasilkan akan memilikivariasi dari tanaman normal baik anatomi,morfologi maupun fisiologi. Oleh karena itu, bibittanaman hasil kultur jaringan masih memerlukanpenyempurnaan, terutama setelah transplantasike lingkungan ex-vitro. Jadi, sebelum tanamandapat dibudidayakan dalam lingkungan alami ex-vitro, hasil kultur jaringan masih memerlukanperlakuan yang memungkinkan proses fisiologisberjalan normal dalam kondisi yang sangatberbeda dengan lingkungan invitro.

Fisiologi dan morfologi bibit hasil kulturjaringan Pada fase awal pertumbuhan ex-vitro,tanaman hasil kultur jaringan nampaknya masihbersifat heterotrofit, yaitu lebih menyukai senyawaorganik exogenous dari pada memproduksisendiri secara autotrof. Sifat heterotrofit ini dapatterjadi karena kondisi pertumbuhan yang adaketika masih berada dalam lingkungan kulturjaringan. Mulai dari menabur eksplant sampaiterbentuknya plantlet, media tanam selalumengandung senyawa organik yang seharusnyadiproduksi oleh tumbuhan itu sendiri secaraautotrofik (Gambar 1).

Page 5: Kumpulan Jurnal Biologi

81

Senyawa organik tersebut antara lain; vitamin,hormon, mioinositol dan sukrosa (Daisy & AriWijayani 1994). Pemberian senyawa organikeksogenous ini kemungkinan ikut berperansebagai sinyal untuk mengarahkan kegiatanmorfogenesis dan mengakibatkan terjadinyapenurunan kemampuan daerah meristematikuntuk menumbuhkan jaringan yang berfungsiuntuk mengimpor hasil fotosintesis dari perangkatfotosintesis seperti kloroplas. Penurunanpertumbuhan jaringan ini selanjutnyamempengaruhi aktivitas enzim yang terdapatdalam perangkat fotosintesis. Secara teori,apabila produk suatu enzim melebihi titikkesetimbangan, maka aktivitas enzim tersebutakan mengalami hambatan umpan-balik.Mekanisme hambatan inilah yang kemungkinanterjadi pada tanaman ketika masih berada didalam botol kultur. Oleh karena itu, setelahditransplantasi ke lingkungan yang alami di luarbotol, bibit ini memiliki kemampuan yang sangatrendah untuk menghasilkan senyawa organiksecara autotrof.

Masalahnya adalah bagaimana menginduksitanaman ini agar perangkat fotosintesis danjaringan pengangkutan cukup banyak tersediaagar biosintesis autotrofik menjadi meningkat.Mengingat pengaturan pertumbuhan ditentukanoleh auxin, yang memiliki peran kunci dalampertumbuhan dan perkembangan terutama akibatperubahan lingkungan (Tromas & Perrot-Rechenmann, 2010), maka perbaikan aktivitasautotrofik bibit anggrek botol ini nampaknyamasih memerlukan auxin eksogenous untukmenyempurnakan pertumbuhan autotrofiknya.Namun demikian, pemberian auxin juga bukantanpa masalah. Senyawa ini diperlukan dalamjumlah yang sangat rendah dan harus memilikiproporsi yang sesuai dengan senyawa lain agarpertumbuhan autotrofik dapat berlangsung(Albert at al. 1983).

Perbanyakan tanaman anggrek Tanaman angrek dapat dikembangkan baiksecara tradisional (ex-vitro) maupun secara

modern (in-vitro). Pengembangan bibit secaratradisional umumnya tidak menggunakansenyawa organik eksogenous sebagai sumbernutrisi. Sebaliknya, penyediaan nutrisi baikorganik, anorganik bahkan hormon pertumbuhansangat penting jika ingin memperbanyak tanamanmenggunakan teknik modern kultur jaringan(Daisy & Wijayani, 1994; Rianawati et al. 2009).Untuk perbanyakan tanaman anggrek denganteknik kultur jaringan, bahan tanaman dapatberupa biji atau berupa bagian vegetatif tanaman.Biji dan bagian vegetatif sebagai bahan tanamanyang dikembangkan dengan cara modern inimemiliki perbedaan jalur morfogenesis. Biji telahmemiliki embrio sedangkan bagian vegetatiftanaman tidak memiliki embrio. Oleh karena itu,jika bahan tanaman diambil dari bagian selsomatik maka pekerjaan yang diperlukan adalahmulai dari menumbuhkan kalus, embrio somatikdan akhirnya menumbuhkan plantlet (Gambar 1).Walaupun dapat menghasilkan banyak tanamanbaru, setiap sel dapat menjadi tanaman baru,tetapi persyaratan teknis yang harus dipenuhisangat tinggi. Keberhasilan teknik modern initergantung tidak hanya dari alat dan bahanlaboratorium, tetapi juga ketrampilan teknisi yangmenangani.

Biji adalah alat reproduksi, memiliki embrioyang dihasilkan dari fusi sel telur dan spema.Oleh karena sel gamet, telur dan sperma, iniberasal dari dua organisme yang berbeda, makatanaman yang dihasilkan memiliki sifat yangmerupakan gabungan dari sifat induknya. Padateknik kultur jaringan dikatakan bahwa tanamanyang dihasilkan dari biji ini biasanya tidak seragam(Rianawati et al. 2009). Untuk mendapatkantanaman yang seragam maka pemakaian selsomatik lebih disukai dari pada menggunakan biji.Akan tetapi, untuk dapat menjadi tanaman utuh,sel somatik harus melakukan perubahan programpembangunan dari sel vegetatif, kalus, embriosomatik, plantlet hingga menjadi tanaman dewasa(Gambar 1). Dari segi praktis di lapangan,perubahan program memerlukan penangananyang jauh lebih rumit, memerlukan pemberian

Induksi Auxin Terhadap Aktivitas Autotrofik Bibit Anggrek .... I Gede Ketut Adiputra

Page 6: Kumpulan Jurnal Biologi

82

Widya Biologi Vol. 02 No. 02 Oktober 2011 ISSN : 2086-5783

auxin, senyawa organik, anorganik dan kondisiyang aseptik.

Kemampuan awal yang harus dimiliki selsomatik ekplant untuk dapat tumbuh menjadikalus adalah kemampuan menggunakan nutrientyang disediakan dalam media kultur. Untuktujuan ini, sel somatik tersebut kemungkinanmengarahkan differensiasi untuk pengembanganjaringan yang berfungsi untuk menyerap sumbernutrisi organik eksogenous. Tanpa kemampuanini, sel tidak dapat tumbuh karena sumber karbonhanya berasal dari lingkungan yaitu media kultur.Akan tetapi, setelah terbentuk kloroplas, yaitupada fase plb (Utami et al. 2007, Rianawati etal. 2009), morfogenesis mungkin masih tetapdiarahkan untuk pengembangan jaringan yangmemiliki fungsi sama, disamping karena jumlahkloroplast masih sedikit, senyawa organikeksogenous masih tersedia dan tidak ada lapisanyang menutup import senyawa organikeksogenous. Hal ini berbeda dengan biji (dikotil)yang dikembangkan secara ex-vitro, embrioberkembang dalam 2 kutub secara berimbang.Senyawa organik yang tersedia secaraendogenous disiapkan untuk dapatmengembangkan pertumbuhannya ke keduakutub tersebut dan ketika persediaan ini habis,tanaman telah memiliki jaringan yang berfungsiuntuk menyerap senyawa anorganik dan jaringanyang berfungsi untuk menyalurkan hasilfotosintesis. Sebaliknya, pada tanaman yangdikembangkan secara invitro, kutub pertumbuhandapat sangat bervariasi (Rao danNarayanaswami 2006). Menurut peneliti ini,potensi pertumbuhan bervariasi menurut nutrisiyang diberikan, dapat membentuk akar, daun,embrio bipolar dan plantlet. Pada tanaman yangdikembangkan dengan medium MR yang diberiBAP 0.4 mg/l dan 2.4-D 0.2mg/l, sel-sel dapatdiinduksi untuk menumbuhkan kotiledon,primordia tunas dan akar (Rianawati et al. 2009).Induksi tunas juga terjadi pada tanaman yangdikembangkan dengan media NP ditambah 2 mg/L NAA (Utami et al. 2007). Penelitian yangdilakukan pada anggrek terrestrial Bletia

purpurea menemukan bahwa perkecambahanbiji tidak tergantung pada nutrient, tetapiperkembangan lanjutan hanya dapat terjadi padamedia Vacint-Went (Dutra et al 2008). Variasipertumbuhan tanaman invitro ini kemudianmenyebabkan bibit botol memiliki variasikesiapan jaringan pengangkutan. Hal ini tidakterjadi pada pengembangan bibit secara ex-vitrokarena sumber nutrisi organik telah disiapkanpada kotiledon dan redistribusinya diatur secaraterprogram dalam DNA. Program ini sangatspesifik menurut spesies dan calon jaringan yangberfungsi untuk menyalurkan nutrisi organik telahterbentuk bahkan ketika masih dalam biji.

Secara teori, jika persediaan makanancadangan telah habis, tanaman telah memiliki akaryang cukup untuk memperoleh nutrientanorganik. Sebaliknya, perkembangan jaringanpengangkutan pada tanaman yangdikembangkan dengan kultur jaringan,nampaknya jauh lebih lambat dan sangattergantung pada komposisi nutrient dan posisiexplant terhadap nutrient. Mekanisme adaptasistruktur dengan demikian sangat diperlukan olehbibit tanaman invitro karena pembentukan daundan akar tidak diimbangi oleh peningkatanjaringan pengangkutan sehingga pengambilannutrient anorganik untuk disintesa menjadisenyawa organik endogenous menjadi sangatsulit. Kesulitan adaptasi juga dapat terjadikarena pemanfaatan nutrient organik eksogenoustetap berlangsung walaupun akar dan daun telahterbentuk (Gambar 2). Akibatnya adalah akarmenjadi tidak memiliki sink strength yang cukuptinggi bagi produks fotosintesis yang dibuatdidaun. Produk fotosintesis kemudian tidakdapat mengalami floem loading dan menjadipenghambat umpan-balik bagi enzim fotosintesis.Kesulitan lain adalah bahwa tanaman yangdikembangkan secara invitro biasanya memilikidaun yang lemah secara anatomi (Robinson etal. 2009). Menurut peneliti ini, daun dari tanamanyang dikembangkan secara invitro memilikijaringan floem yang sangat sedikit. Besarkemungkinan bahwa lambatnya pertumbuhan

Page 7: Kumpulan Jurnal Biologi

83

jaringan floem ini disebabkan oleh lemahnyainduksi jalur pertumbuhan jaringan floem daridaun karena sukrosa didapat sebagian besar darinutrient secara eksogenous (Gambar 2).

Lambatnya pengembangan jaringan floem inidapat menjadi penyebab lemahnya aktivitasautotrofik pada bibit anggrek botol. Strukturfloem yang sedikit tidak memungkinkanterjadinya pengangkutan yang banyak sehinggaorgan fotosintesis tidak memproduksi hasilfotosintesis dalam jumlah yang besar. Produkfotosintesis yang rendah tidak cukup kuat untukmembantu induksi pertumbuhan floem yangekstensif. Walaupun faktor yang menjadipenyebab atau menjadi akibat tidak jelas, upayaperbaikan aktivitas autotropik tanaman invitrosetelah berada pada lingkungan ex-vitro dapatdiupayakan melalui peningkatan aktivitas enzimfotosintesis dan peningkatan pertumbuhanjaringan pengangkutan.

Hubungan Kerja Auxin, Sukrosa dan UnsurHara Mineral Pada Pertumbuhan Tanaman

Tumbuhan utuh adalah organisme autotrof,bekerja sebagai pengubah senyawa anorganikmenjadi senyawa organik. Berbeda denganeksplant yang harus ditumbuhkan denganpemberian berbagai senyawa organik,pertumbuhan tanaman utuh hanya memerlukanunsur hara anorganik. Pada tanaman utuh inisumber energi berasal dari matahari, bukan darinutrient yang diserap dari lingkungan. Unsur haraanorganik ini, akan diserap melalui akar dan

disintesa menjadi senyawa organik sesuai dengankebutuhan pertumbuhan. Masalah penting padapemberian senyawa anorganik ini adalah bahwaakumulasi mineral pada jaringan dapatmenyebabkan hambatan fisiologis dan padatingkat tertentu dapat mengakibatkan keracunan.Sebaliknya, apabila unsur hara ini tidak tersediadalam jumlah yang cukup maka senyawa organikyang dibutuhkan tidak dapat disintesa.

Unsur hara mineral telah lama dikenal mampumempengaruhi aktivitas autotrofik yaitumenyusun senyawa organik dari senyawaanorganik (Gardner, Pearce dan Mitchell 1991).Penelitian yang dilakukan pada beberapatanaman (yang dikembangkan secara ex-vitro)menunjukkan bahwa unsur hara sangatmenentukan laju fotosinthesis maupunpertumbuhan. Misalnya, defisiensi unsur harafosfor pada tanaman menyebabkan terjadinyapenurunan aktivitas fotosintesis (Sawada et al.1982, Terry dan Ulrich 1973). Kekuranganunsur hara N mengakibatkan terjadinyapenurunan assimilasi carbon (Gastal dan Lemaire2002). Pada tanaman tomat, Kanai et al. (2007)menemukan bahwa pengurangan ketersediaanunsur hara pottasium menyebabkan aktivitasfotosintesis menurun. Sedangkan pada tanamanbarley ditemukan bahwa kekurangan unsur harasulfur menyebabkan laju pertumbuhan menurun(Adiputra dan Anderson 1995). Hasil penelitiantersebut jelas membuktikan bahwa unsur haraanorganik menentukan aktivitas autotrofik padatanaman. Permasalahannya adalah apakah

Induksi Auxin Terhadap Aktivitas Autotrofik Bibit Anggrek .... I Gede Ketut Adiputra

Page 8: Kumpulan Jurnal Biologi

84

Widya Biologi Vol. 02 No. 02 Oktober 2011 ISSN : 2086-5783

tanaman utuh yang dikembangkan secara kulturjaringan dan memiliki variasi perkembanganjaringan pengangkutan, memberi respon yangsama terhadap unsur hara anorganik yangdiberikan.

Berbeda dengan tanaman yangdikembangkan secara ex-vitro, bibit tanamanyang dikembangkan secara invitro ditemukanmemiliki jaringan floem yang sedikit (Robinsonet al 2009) dan aktivitas autotrofik yang rendah(Daisy dan Wijayani 1994). Kedua kelemahanyaitu struktur dan fisiologi ini kemungkinanmemiliki hubungan sebab-akibat. Pada kondisiinvitro, translokasi produk fotosintesis dari dauntidak banyak terjadi karena sumber karbontersedia secara eksogenous. Sedikitnya eksporhasil fotosintesis dari daun ini mengakibatkanpertumbuhan jaringan pengangkutan dari daunke bagian tanaman lainnya tidak perlu memilikidaya angkut yang tinggi. Akibatnya adalah hasilfotosintesis yang diproduksi di daun sulitdidistribusikan dan dapat menjadi penghambatumpan-balik bagi enzim fotosintesis. Hambatan,yang berlangsung lama dan menjadi represor bagigen yang mengkode penghasilan enzimfotosintesis, akan mengubah prilakumorfogenesis. Perubahan prilaku ini terutamaterjadi pada sistem penyerapan unsur hara.Misalnya akar pada tanaman invitro yangseharusnya berfungsi untuk menyerap nutrientanorganik, tetapi karena tidak memperolehpenyediaan hasil fotosintesis dari daun maka akanmengubah morfogenesis untuk dapat berfungsisebagai jaringan penyerap nutrient organikeksogenous. Sumber organik eksogenous inikemudian disintesa menjadi molekul strukturaldan fungsional pada tumbuhan tersebut dandigunakan untuk pertumbuhan. Sebaliknya, daunyang seharusnya menjadi sumber senyawaorganik bagi pertumbuhan akar akan berubahfungsi menjadi tempat penyerapan unsur harakarena akar tidak menyediakan unsur hara iniuntuk disintesa menjadi senyawa organik di dalamdaun. Kemungkinan ini, walaupun kecil, dapatterjadi terutama karena pada media tersedia

sukrosa dan hormon auxin yang bekerja samasebagai signal morfogenesis (Hammond andWhite 2008).

Pada biji anggrek, pertumbuhan embriomenjadi tanaman dewasa tergantung dari sukrosaeksogenous, yang terdapat pada media, karenabiji anggrek tidak memiliki sediaan makanancadangan. Pada proses penumbuhan biji anggrekini menjadi tanaman utuh, senyawa organikeksogenous menjadi sinyal untuk mengarahkanpertumbuhan jaringan transport. Padaprakteknya, posisi biji anggrek terhadap mediadapat sangat bervariasi dan hampir tidak mungkinuntuk mengatur bahwa calon akar harus beradadidalam media dan calon daun berada diluarmedia. Oleh karena itu, baik calon akar maupuncalon daun memiliki peluang yang sama untukbersentuhan dengan media dan menyerap nutrienteksogenous yang diperlukan, baik organikmaupun anorganik untuk pertumbuhan. Padatingkat ini terjadi permasalahan yaitu bagian manadari embrio yang menyerap unsur hara anorganikdan bagian mana yang menyerap senyawaorganik. Hal ini sangat berbeda dengan bijitanaman yang memiliki bahan makanancadangan. Sebelum embrio mengambil unsurhara dari luar, bahan makanan disalurkan daritempat penyimpanan untuk pertumbuhan akar,daun maupun jaringan pengangkutan. Topografidari saluran penyedia makanan cadangan initerletak antara calon akar dan calon daun.Walaupun berada didalam media (persemaian)calon akar maupun calon daun tidak pernahbersentuhan dengan sukrosa atau auxineksogenous yang dapat mengubah programpembangunan jaringan apakah akar maupundaun. Jadi pada biji yang memiliki persediaanmakanan cadangan, program pembangunanjaringannya tidak pernah terganggu oleh auxinataupun sukrosa eksogenous. Hal yangsebaliknya terjadi pada tanaman yangdikembangkan menggunakan teknik kulturjaringan. Sukrosa dan auxin eksogenous memangsengaja diberikan untuk mengubah programpembangunan agar terjadi proses redifferensiasi.

Page 9: Kumpulan Jurnal Biologi

85

Tanpa proses ini, sel somatik dari explant tidakakan pernah tumbuh menjadi tanaman baru yangutuh. Secara skematis, perbedaan sumber nutrisiyang digunakan untuk pertumbuhan embrio bijidan embrio somatik (plb) dapat dilihat padagambar 3.

Gambar 3. A. Pemberian auxin dan sukrosaeksogenous akan mengubah programpembangunan jaringan dari sel somatis keindividu baru. B. Embrio yang tumbuh hanyadari sediaan makanan cadangan tidak mengalamiperubahan program pembangunan yang telahdirancang secara genetis melalui fusi sel telur dansperma.

Persoalannya adalah bagaimana sukrosadan auxin eksogenous tersebut memberi signalagar akar dan daun yang terbentuk memilikijaringan penghubung (xylem dan floem) yangkuat. Jika hal ini dapat dilakukan, maka akardengan mudah menyalurkan unsur hara dan daunjuga tidak kesulitan menyalurkan hasilfotosintesis. Akan tetapi, penyediaan auxin dansukrosa pada media tidak terjadi melaluimekanisme pengaturan produksi dan redistribusiyang terprogram secara genetik sehingga tidaktersedia aturan sampai tahap mana redifferensiasiharus dilakukan. Pada teknik invitro ini, jumlahauxin dan sukrosa yang tersedia hanya tergantungpada formula yang digunakan. Sebagaipembanding dapat dilihat mekanisme produksidan distribusi auxin pada tanaman autotrof.

Dalam tubuh tanaman ini auxin diproduksi melaluimekanisme genetik dalam pucuk daun ataukuncup bunga sehingga sesuai dengan rencanapertumbuhan dan perkembangan tanaman. Auxinini selanjutnya didistribusikan ke sel tujuan,diterima dan diinterpretasi untuk memproduksienzim juga melalui mekanisme genetik sehinggasesuai dengan rencana pertumbuhan danperkembangan sel tujuan. Pada teknik kulturjaringan mekanisme genetik ini tidak ada terutamapada jumlah yang harus disediakan sebelumdistribusi. Hampir tidak mungkin menyediakanauxin dan sukrosa pada media menggunakanmekanisme yang sama seperti pucuk tanamanmenyediakan auxin atau sukrosa. Pengaturanproduksi melalui mekanisme genetik ini dapatdigambarkan sbb: Fase pucuk atau kuncupberlangsung pada periode tertentu sebelummemasuki fase dewasa. Dua fase ini memilikimekanisme fisiologi yang berbeda yaitu mula-mula menjadi pengimport sukrosa ketika masihdalam fase kuncup tetapi kemudian memproduksisendiri setelah menjadi daun dewasa. Apabiladaun memproduksi auxin hanya pada fase pucuk(Robert and Friml 2009), maka berarti bahwaproduksi auxin hanya terjadi ketika daunmengimport sukrosa dan tidak terjadi setelahdaun memproduksi sukrosa. Perubahan fisiologidaun dari produsen auxin ke produsen sukrosatentu melalui mekanisme genetis karena enzimyang terlibat dalam proses fisiologi itu tidak dapat

Induksi Auxin Terhadap Aktivitas Autotrofik Bibit Anggrek .... I Gede Ketut Adiputra

Page 10: Kumpulan Jurnal Biologi

86

Widya Biologi Vol. 02 No. 02 Oktober 2011 ISSN : 2086-5783

dihasilkan tanpa melibatkan gen. Periodeperalihan produksi auxin dan sukrosa pada pucukini akan berakibat pada perubahan waktupenyediaan auxin untuk pertumbuhan akar.Periode ini nampaknya cukup signifikan untukmempengaruhi arah pembangunan jaringan dandikenal sebagai apikal dominan (Suyitno 2006).Pada teknik kultur jaringan, mekanisme dominansipucuk ini nampaknya belum banyakdiperhatikan. Sukrosa dan auxin disediakansecara bersamaan sehingga ketika sel menjadiimportir auxin dia juga importir sukrosa. Tanpamekanisme genetik ini, morfogenesis dapatberlangsung tetapi banyak yang tidak sesuaidengan rencana dasar pertumbuhan danperkembangan tanaman. Mekanismepenyediaan sukrosa untuk pertumbuhan plbmenjadi plantlet juga dapat berpengaruh padarendahnya kapasitas jaringan transport pada bibithasil kultur jaringan ini. Pada tanaman yangdikembangkan dengan biji, nutrient organik untukpertumbuhan embrio diimport atas permintaanembrio itu sendiri. Embrio mengeluarkan hormongibberelin untuk menginduksi enzim yang dapatmemecah bahan makanan cadangan. Setelahmenjadi molekul sederhana, bahan makanandiserap untuk pertumbuhan akar atau daun.Tanaman ini baru akan memproduksi auxinsetelah pucuk tanaman terbentuk. Bersama samahasil fotosintesis, auxin disalurkan untukpengembangan sistem perakaran. Jadi sistemperakaran dikembangkan oleh auxin melaluisaluran floem yang telah terbentuk dan fungsional.Jadi pada tanaman ini, tidak terjadipengembangan akar tanpa saluran pengangkutandari daun. Pada teknik kultur jaringan,perencanaan pembangunan jaringan ini menjadiagak kacau. Pada komposisi hormon yangdiberikan, sel kalus hanya tumbuh menjadi akardan pada komposisi lain hanya tumbuh menjadidaun (Albert et al. 1983). Sangat besarkemungkinan pada komposisi lainnya, kalus akanmembentuk akar dan daun tetapi tidak memilikijaringan pengangkutan yang menghubungkanakar dan daun secara fungsional. Keadaan ini

telah ditemukan oleh Robinson (2009) bahwajaringan pengakutan pada tanaman yangdikembangkan dengan kultur jaringan sangatlemah. Hal ini diperkuat oleh temuan sebelumnyabahwa orientasi pertumbuhan jaringan dalamkultur sangat ditentukan oleh jenis nutrient (Raodan Narayanaswami 2006).

Jika auxin dan sukrosa eksogenous secarakontinu mengarahkan pembangunan jaringan(Hammond and white 2008) untuk dapatmenyerap senyawa organik eksogenous,misalnya sampai melewati fase pembentukanorgan fotosintetik, maka fungsi organ fotosintetiksebagai produsen senyawa organik akan menjadisangat lemah. Penyebab utamanya adalah karenasenyawa organik yang digunakan untukpertumbuhan diserap dari media kultur dan tidakdari organ fotosintetik. Hal inilah yang menjadipersoalan ketika plantlet kemudian dipindahkankelingkungan ex-vitro. Pada lingkungan ex-vitroini, tempat penyerapan senyawa organik sukrosasegera tertutup sementara penyerapan danpengangkutan senyawa anorganik melaluijaringan xylem sangat sedikit. Walaupun tanamandapat memproduksi senyawa organik untukmengganti senyawa organik yang sebelumnyadiimport, tetapi karena jumlahnya tidak banyakdan jaringan penyalurannyapun masih lemah,maka bibit tanaman hasil kultur jaringan inimemerlukan penanganan khusus untuk dapattumbuh menjadi tanaman dewasa. Penangananini terutama untuk memperbaiki jaringanpengangkutan agar hasil fotosintesis maupununsur hara dapat tersalur sesuai denganperencanaan pertumbuhan dan perkembangantanaman. Pemberian unsur hara yang sesuaikebutuhan sangat diperlukan, karena nutrientdapat mempengaruhi pertumbuhan jaringan (Raodan Narayanaswami 1972). Pemberian auxinpundapat dipertimbangkan karena senyawa ini dapatmenginduksi enzim untuk mengarahkanpertumbuhan morfogenesis (Robert dan Friml2009).

Variasi pemberian unsur hara dan auxin padalingkungan ex-vitro untuk memperbaiki

Page 11: Kumpulan Jurnal Biologi

87

pertumbuhan jaringan pengangkutan adalahsangat mungkin karena kedua senyawa initermasuk molekul kecil dan dapat melakukantransport intercelluler. Dengan tidak tersedianyasukrosa eksogenous, perlakuan ini sangatmungkin dapat meningkatkan aktivitasfotosintesis yang diikuti oleh pengembanganjaringan floem dan diikuti oleh pengembanganjaringan xylem yang mengangkut unsur hara dariakar.

Tergantung pada jenis tanaman dan kondisilingkungan, perbaikan jaringan penghubungantara akar dan daun atau sebaliknya, perludilakukan untuk meningkatkan aktivitas autotrofikbibit dari kultur jaringan. Kajian tentang variasipemberian senyawa anorganik (tanpa senyawaorganik eksogenous) mungkin sangatbermanfaat, demikian juga modifikasi faktorlingkungan lainnya. Pada anggrek epifit,modifikasi fungsi dapat terjadi apabila tanamanmenghadapi kondisi kekeringan. Pada tanamanini terjadi mobilisasi senyawa glucomannan untukmempertahankan metabolisme sehingga bahayakekeringan dapat dikurangi (Stancato et al.2001). Pada tanaman Arabidopsis thaliana,kekeringan diatasi dengan meningkatkanproduksi aquaporin (Sade et al. 2010). Padakondisi kekurangan unsur hara, tanaman biasanyamerespon dengan peningkatan pertumbuhan akarbaru (Cooper and Clarkson 1989, Hammondand White 2008). Pada mekanisme adaptasi ini,tanaman nampaknya meningkatkan pertumbuhansuatu struktur untuk mengatasi kekurangan baikair maupun unsur hara. Adaptasi struktur sangatmungkin juga terjadi pada daun apabila tanamankekurangan produksi hasil fotosintesis. Tanamanakan meningkatkan pertumbuhan perangkatfotosintesis apabila keperluan akan sukrosa untukpertumbuhan naik. Akan tetapi, untuk dapatterjadinya mekanisme adaptasi struktur ini, bahanbangunannya harus tersedia dalam jumlah yangcukup. Misalnya, untuk perbanyakan akarketika unsur hara kurang maka pasokan sukrosauntuk pertumbuhan ini harus cukup. Sebaliknya,

apabila perangkat fotosintesis seperti klorofilharus diperbanyak karena keperluan hasilfotosintesis meningkat maka bahan penyusunklorofil seperti nitrogen harus tersedia dalamjumlah yang cukup. Faktor mana yang pertamaharus diperbaiki agar masalah aktivitas autotrofikbibit kultur jaringan dapat diatasi. Apakahmeningkatkan produksi sukrosa untukmeningkatkan pertumbuhan akar ataumeningkatkan penyediaan unsur hara untukperbaikan perangkat fotosintesis. Penulismenduga bahwa kedua hal ini dapat dilakukansecara bersamaan. Peningkatan produksisukrosa untuk pertumbuhan akar dapat dilakukanmelalui peningkatan supply air dan CO2. Padaanggrek yang tergolong tanaman CAM,produksi hasil fotosintesis ditemukan naik apabilatanaman ditumbuhkan dengan kadar CO2 yangdinaikkan dan dapat meningkatkan pertumbuhanterutama pertumbuhan akar (Sok Siam Gouk etal. 1999). Kenaikan aktivitas fotosintesis olehpemberian CO2 yang tinggi pada anggrek CAMini hampir sama dengan kenaikan fotosintesisyang terjadi pada tanaman Triticum aestivumyang ditumbuhkan secara ex-vitro (Mulhollandet al. 1997). Apabila penyediaan unsur haradinaikkan maka biosintesis perangkat fotosintesisakan naik. Akan tetapi hal ini baru akan terjadiapabila unsur hara tersebut bisa mencapai daun.Walaupun tidak sesuai dengan fungsi strukturpada organ tanaman, pemberian unsur hara lewatdaun adalah alternatif karena jaringan pembuluhdari akar ke daun belum kuat. Pemberian unsurhara pada fase awal pertumbuhan diluar botoltentu harus dilakukan dengan sangat hati-hatikarena akumulasi ion yang terlalu tinggi dapatmenjadi toksik bagi tanaman (Flower dan Yeo1986), atau dapat terjadinya induksi abscisc acidyang mengakibatkan tanaman menghentikanpertumbuhan (Bensen et al.1988). Upayaperbaikan pertumbuhan jaringan pengangkutandapat dilakukan melaui mekanisme seperti padagambar 4.

Induksi Auxin Terhadap Aktivitas Autotrofik Bibit Anggrek .... I Gede Ketut Adiputra

Page 12: Kumpulan Jurnal Biologi

88

Widya Biologi Vol. 02 No. 02 Oktober 2011 ISSN : 2086-5783

KESIMPULANBibit tanaman yang dihasilkan melalui kultur

jaringan memiliki variasi anatomi, morfologi danfisiologi. Walaupun variasi ini tidak seluruhnyaberakibat pada rendahnya viabilitas bibit,penyempurnaan perlu dilakukan baik anatomimaupun fisiologi. Penyempurnaan morfogenesis,sama seperti pertumbuhan invitro, dapatdilakukan melalui pemberian zat pengatur tumbuhauxin, sedangkan penyempurnaan fisiologis dapatdilakukan melalui pengaturan pemberian kondisilingkungan.

Dengan membaiknya struktur anatomitanaman maka penyerapan unsur hara danredistribusi hasil fotosintesis akan makin tinggiyang akhirnya akan mempertinggi aktivitasautotrofik pada tanaman. Hasil fotosintesistersedia dalam jumlah yang lebih tinggi selanjutnyasangat penting untuk pertumbuhan tanamansampai fase reproduksi. Akan tetapi karenakondisi lingkungan yang diperlukan untuk suatu

spesies adalah spesifik, maka perbaikan kondisilingkungan hanya berlaku pada spesies tertentusaja.

DAFTAR PUSTAKAAdiputra IGK and Anderson JW. 1995. Effect

of sulphur nutrition on redistribution ofsulphur in vegetative barley. Physiol.Plant. 95: 643-650.

Albert B, Bray D, Lewis L, Raff M, Robert K,Watson JD. l983. Molecular Biology ofthe cell. Garland Publishing, Inc. NewYork and London.

Bensen RJ, Boyer JS and Mullet JE. 1988.Water deficit-induced changes in Abscisicacid Growth, Polysomes, and TranslatableRNA in Soybean hypocotyls. PlantPhysiol 88, 289-294.

Cooper HD and Clarkson DT 1989. Cycling ofamino-nitrogen and other nutrientsbetween shoots and roots in cereals-apossible mechanism integrating shoot and

Page 13: Kumpulan Jurnal Biologi

89

root in the regulation of nutrient uptake.J. Exp. Bot. 40:753-762.

Daisy P. Sriyanti Hendaryono dan Ari Wijayani1994. Teknik kultur jaringan,pengenalan dan petunjuk perbanyakantanaman secara vegetatif- modern.Penerbit Kanisius.

Dutra D, Johnson TR, Kauth PJ, Stewart SL,Kane ME and Richardson L. 2008.Asymbiotic seed germination, in vitroseedling development, and greenhouseacclimatization of the threatened terrestrialorchid Bletia purpurea. Plant Cell, Tissueand Organ Culture Volume 94, Number1, 11-21, DOI: 10.1007/s11240-008-9382-0

Flower TJ dan Yeo AR. 1986. Ion Relations ofPlants Under Drought and Salinity.Australian Journal of Plant Physiology13(1) 75. doi:10.1071/PP9860075

Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991.Fisiologi Tanaman Budidaya. PenerbitUniversitas Indonesia.

Gastal F and Lemaire G. 2002. N uptake anddistribution in crops: an agronomical andecophysiological perspective. J. Exp.Bot. 53, No. 370: 789-799.

Hammond JP and White PJ. 2008. Sucrosetransport in the phloem: integrating rootresponses to phosphorus starvation.Journal of Experimental Botany, vol.59, No.1, pp. 93-109.

Kanai S, Ohkura K, Adu-Gyamfi JJ, Mohapatra,PK, Nguyen NT, Saneoka H and FujitaK. 2007. Depression of sink activityprecedes the inhibition of biomassproduction in tomato plants subjected topotassium deficiency stress. Journal ofExperimental Botany 58(11):2917-2928

Komal R 2011. One step method of plantletregeneration in Trichosanthes dioicaRoxb.: An approach towards cost effectiveand shorter protocol. African Journalof Biotechnology Vol 10 (1), pp. 9-12).

Mineo L. 1990. Plant Tisssue culturetechniques. Department of Biology,Lafayette College, Easton, Pennsylvania18042.

Mulholland BJ, Craigon J, Black CR, Colls JJ,Atherton J, Landon G. 1997. Impact ofelevated atmospheric CO2 and O3 on gasexchange and chlorophyll content in springwheat (Triticum aestivum L). Journal ofexperimental Botany, vol. 48, No. 315,pp. 1853-1863.

Pospisilova J, Ticha I, Kadlecek P, Haisel D andPlzakova S. 1999. Acclimatization ofmicropropagated plants to ex-vitrocondition. Biologia Plantarum 42 (4): 481-497.

Pasternak TP, Prinsen E, Ayaydin F, MiskolcziP, Potters G, Asard H, Onckelen HA,Dudits D, and Fehér A 2002. The role ofauxin, pH, and stress in the activation ofembryogenic cell division in leaf protoplast-derived cells of alfalfa. Plant Physiol, Vol.129, pp. 1807-1819.

Rao, P. S. and Narayanaswami, S. 1972.Morphogenetic Investigations in calluscultures of Tylophora indica. PhysiologiaPlantarum, 27: 271–276. doi: 10.1111/j.1399-3054.1972.tb03613.x

Rianawati S, Purwito A, Marwoto B, Kurniati Rdan Suryanah. 2009. EmbriogenesisSomatik dari Eksplan Daun AnggrekPhalaenopsis sp L. J. Agron. Indonesia37 (3) : 240 – 248.

Robert HS & Friml J 2009. Nature ChemicalBiology 5, 325 – 332. doi:10.1038/nchembio.170

Robinson JP, Britto SJ and Senthilkumar S.2009. Comparative Anatomical Studieson Emilia zeylanica C. B. Clarke with invitro Regenerated Plants. Middle-EastJournal of Scientific Research 4 (3):140-143

Sade N, Gebresadiks M, Seligmann R,Schwartz A, Wallach R andn MoshelionM. 2010. The role of tobacco aquaporin1

Induksi Auxin Terhadap Aktivitas Autotrofik Bibit Anggrek .... I Gede Ketut Adiputra

Page 14: Kumpulan Jurnal Biologi

90

Widya Biologi Vol. 02 No. 02 Oktober 2011 ISSN : 2086-5783

in improving water use efficiency, hydraulicconductivity, and yield production undersalt stress. Plant Physiology, Vol. 152,pp. 245–254,

Sawada S, Igarashi T and Miyachi S. 1982.Effect of nutritional level of phosphate onphotosynthesis and growth studied withsingle, rooted leaf of dwarf bean. Plantand Cell Physiology 23: 27-33.

Siwach P, Grower K and Gill AR 2011. Theinfluence of plant growth regulator, explantnature and sucrose concentration on invitro callus growth of Thevetia peruviana.Asian Journal of Biotechnology 3 (3):280-292. DOI: 10.3923/ajbkr.2011.280292.

Sok Siam Gouk, Jie He and Choy Sin Hew 1999.Changes in photosynthetic capability andcarbohydrate production in an epiphyticCAM orchid plantlet exposed to super-elevated CO2. Environmental andexperimental Botany 41: 219-230.

Stancato GC, Mazzafera P, Buckeridge MS.2001. Effect of a droght period on themobolisation of non-structuralcarbohydrates, photosynthetic efficiency

and water status in an epiphytic orchid.Plant Physiology and Biochemistry39:1009-1016. Doi: 10.1016/S0981-9428(01)01321-3.

Suyitno AI.2006. Petunjuk PraktikumFisiologi Tumbuhan Lanjut. ProgramStudi Biologi-Jurdik Biologi, FMIPA,Universitas Negeri Yogyakarta.

Terry N and Ulrich A. 1973.Effect ofphosphorus deficiency on thephotosynthesis and respiration of leavesof sugar beet.

Tromas A, Perrot-Rechenmann C 2010. Recentprogress in auxin biology. C. R. Biologies333 297–306. Elsevier Masson SASdoi:10.1016/j.crvi.2010.01.005

Utami ESW, Sumardi I, Taryono, Semiarti E2007. Pengaruh á-naphtaleneacetic acid(NAA) terhadap embriogenesis somatikanggrek bulan Phalaenopsis amabilis (l.)bl. Biodiversitas,volume 8, nomor 4 : 295-299

Vieten A, Sauer M, Brewer PB, Friml J.2007.Molecular and cellular aspects of auxin-transport-mediated development. TrendsPlant Sci.12(4):160-8

Page 15: Kumpulan Jurnal Biologi

91

INVENTARISASI JENIS MOLUSCA DI DANAU TAMBLINGAN, BALI

Ni Made SuartiniJurusan Biologi FMIPA Universitas Udayana

Email: [email protected]

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis Molusca di danau Tamblingan, Bali.Pengambilan sampel Molusca dilakukan pada bulan Pebruari 2004. Stasiun dibuat mengelilingidanau dan pengambilan sampel dilakukan dari pinggir menuju ke tengah danau sampai padakedalaman 2 m. Identifikasi sampel dilakukan dengan acuan Butot (1955), Jutting (1956),Pennak (1989) dan membandingkan dengan koleksi yang ada di Laboratorium Malakologi,Puslit Biologi-LIPI Cibinong. Ditemukan enam spesies molusca dimana Anodonta woodianamerupakan spesies dengan kepadatan tertinggi dan dijumpai hampir di setiap stasiun.

Kata kunci: jenis, moluska, danau Tamblingan, Anodonta woodiana

ABSTRACTThis research was aimed to investigate Mollusks species in Lake Tamblingan, Bali.

For this research, samples were collected in February 2004 from sampling stationslocated between sites that close to the edge of the lake towards the centre part of thelake which is 2 m in depth. Samples were identified based on procedure by; Butot(1955), Jutting (1956), Pennak (1989) and it were also compared with specimens thatavailable in Malacology Lab, Research Centre for Biology, Indonesian Institute ofScience (LIPI), Cibinong. This study found 6 species of Mollusks in the lake. Amongthe species, Anodonta woodiana was found to have the highest density and was ob-served in almost all sampling stations.

Key words: species, mollusk, Lake Tambingan, Anodonta woodiana

PENDAHULUAN

Danau mempunyai manfaat penting bagimasyarakat yaitu sebagai sumber air untukkeperluan rumah tangga, usaha pertanian,perkebunan, peternakan dan perikanan. Selainitu, danau juga digunakan sebagai obyek wisataalam, tempat dilaksanakannya pendidikan danpenelitian. Bagi masyarakat Bali, selain fungsitersebut di atas, danau juga mempunyai fungsisosial budaya yaitu sebagai bagian dari rituskeagamaan yang sudah turun temurun(Bappedalwil II, 1998). Danau Tamblingan merupakan salah satusumber perairan tawar yang terletak padaketinggian 1100 m dari permukaan laut berada

di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng, Bali.Danau ini merupakan danau vulkano tektonikdengan luas permukaan air 1,15 km2, kedalamanmaksimum 40,5 m dan kedalaman rata-rata 23,5m. Menurut Kayane (1992) dalam Delinom etal. (1997), fluktuasi air danau Tamblingan padamusim panas adalah 0,69 m dan pada musimhujan 0,3 m. Perairan tawar mempunyai beranekaragamjenis hayati, salah satunya adalah anggota dariphylum Molusca. Menurut Suwignyo et al(1998), Molusca merupakan hewan yang sangatberhasil menyesuaikan diri untuk hidup dibeberapa tempat dan cuaca. Kebanyakandijumpai di laut dangkal, beberapa padakedalaman sampai 7000 m, beberapa di airpayau, air tawar dan darat.

Page 16: Kumpulan Jurnal Biologi

92

Widya Biologi Vol. 02 No. 02 Oktober 2011 ISSN : 2086-5783

289600 289800 290000 290200 290400 290600 290800 291000 291200

9085600

9085800

9086000

9086200

9086400

9086600

9086800

9087000

9087200

9087400

Da bau Ta mbl ingan

Sengon

Br.Asahmunduk

Danau

Pemukiman pendudukJalan RayaJalan Setapak

Stasiun Pengambilan Sampel

115 05'30''115 06'00''

08 15'0

0''

08 15'30''

08 16'0

0''

I

I I II I

IV

V

VI

V II

VIII

IX

X

Permukiman penduduk

lokasi

Berkaitan dengan hal di atas maka untukmenambah informasi keanekaragaman hayati didanau Tamblingan perlu kiranya dilakukan suatupenelitian untuk mengungkap lebih lanjutkeberadaan Molusca yang merupakan salah satusumber keanekaragaman hayati yang terdapat didanau tersebut.

BAHAN DAN METODEWaktu dan Tempat Penelitian

Pengambilan sampel moluska dilakukan didanau Tamblingan Provinsi Bali pada bulanPebruari 2004. Identifikasi dilakukan diLaboratorium Malakologi, Puslit Biologi-LIPICibinong. Analisis kualitas air di LaboratoriumAnalitik Fakultas MIPA Universitas Udayanasedangkan analisis substrat dilakukan diLaboratorium Tanah, Fakultas Pertanian Univer-sitas Udayana.

Pengambilan SampelStasiun dibuat mengelilingi danau danpengambilan sampel dilakukan dari pinggir (batastepi air danau) menuju ke tengah danau sampaipada kedalaman 2 m. Pada daerah pinggir

sampai kedalaman 50 cm, pengambilan sampeldilakukan dengan kwadran ukuran 1 m x 1 mdan kedalaman berikutnya dengan “Ekman grab”(30 cm x 30 cm).

Setiap habitat pada setiap stasiundiidentifikasi kondisi lingkungannya (terbuka atautertutup), substrat (pasir, lumpur, batu, kerikil dansebagainya) serta diukur faktor fisika kimiawi dantekstur substrat lingkungan perairan.

Sampel Molusca yang diambil dipisahkandari substrat dengan menggunakan saringanbentos kemudian diawetkan dengan alkohol70%.

Pemilahan dan Pengamatan Morfologi Pemilahan Molusca dilakukan berdasarkanjenis yang diperoleh di setiap stasiun serta dihitungjumlah individunya. Identifikasi sampel dilakukandengan acuan Butot (1955), Jutting (1956),Pennak (1989) serta membandingkan dengankoleksi yang ada di Laboratorium Malakologi,Puslit Biologi-LIPI Cibinong.

Gambar 1. Stasiun pengambilan sampel di danau Tamblingan

Page 17: Kumpulan Jurnal Biologi

93

HASIL DAN PEMBAHASANKisaran Parameter Fisika-KimiawiPerairan Parameter fisika-kimiawi perairan padaumumnya berada pada kisaran yang diperlukanuntuk kehidupan biota perairan (Tabel 1).

Kisaran suhu di danau Tamblingan masihberada pada kisaran suhu untuk kehidupanplankton. Menurut Odum (1993), kisaran suhuuntuk kehidupan plankton adalah 200 C-300 C.Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwadanau Tamblingan mempunyai suhu yangmendukung kehidupan Molusca karena di danautersebut plankton masih dapat hidup. Secaraumum diketahui bahwa plankton merupakanmakanan Molusca. Kisaran suhu berada pada kisaran dimanaMolusca masih dapat hidup tetapi suhu tersebutmerupakan batas suhu minimum yang dibutuhkanuntuk kelangsungan hidupnya. Pada batas suhuminimum, reproduksi maupun pertumbuhan yangterjadi pada Molusca menjadi rendah.Rendahnya tingkat reproduksi dan pertumbuhanmerupakan salah satu faktor yang menyebabkankepadatan Molusca di danau tersebut menjadirendah. Hart & Fuller (1974) menyatakan bahwasuhu berpengaruh terhadap kwalitas reproduksiGastropoda air tawar. Pada umumnya pH masih berada padakisaran pH yang disukai oleh biota perairan yaitu7-8,5 (Effendi, 2003). Anggota kelompok

Molusca umumnya lebih menyukai perairan yangbersifat basa. Keong Lymnaeidae menyukai PH>7 (Pennak 1989), terlihat dari ditemukannyaLymnaea rubiginosa di danau Tamblingansedangkan kerang memerlukan pH 5,6-8,3 (Hart& Fuller, 1974), terlihat dari ditemukannyaAnodonta woodiana. Nilai kekeruhan dapat dikatakan cukup baikkarena nilai kekeruhan 5-30 NTU masih baikuntuk kehidupan biota perairan sedangkan nilaikekeruhan kurang dari 5 NTU akan lebih baikbila didukung faktor fisika dan kimiawi lainnyadi perairan tersebut. Kandungan oksigen terlarut terlihat masihmampu mendukung kehidupan Molusca karenabeberapa anggotanya seperti A. woodianamemerlukan kisaran oksigen terlarut untukkehidupannya sekitar 3,8-12,5 mg/l (Suwignyo,1975).

Tekstur Substrat Tekstur substrat terdiri atas tipe lempung,lempung berdebu, lempung berpasir, lempung liatberdebu, lempung liat berpasir, liat, pasirberlempung dan pasir.. Dari semua tipe tekstursubstrat tersebut sebagian besar mempunyaifraksi pasir dan debu lebih tinggi dibandingkandengan fraksi liat. Kondisi tekstur substrat seperti di atas dapatdikatakan sesuai dengan kehidupan Moluscakarena Molusca pada umumnya menyukai

Inventarisasi Jenis Molusca Di Danau Tamblingan, Bali Ni Made Suartini

Tabel 1. Kisaran parameter fisika-kimiawi di danau Tamblingan

Parameter Nilai

Suhu (oC) 22 - 24,5

pH 7,99 - 8,30

Kekeruhan (NTU) 0 - 14,86

Oksigen terlarut (mg/l) 7,40 - 8,08

Kebutuhan oksigen biokimiawi (mg/l) 3,50 - 4,85

Page 18: Kumpulan Jurnal Biologi

94

Widya Biologi Vol. 02 No. 02 Oktober 2011 ISSN : 2086-5783

substrat tersebut. Keong Melanoidestuberculata banyak ditemukan di perairanbagian tepi yang dangkal dan berlumpur (Duggan,2002). Menurut Suwignyo (1975) A. woodianamenyukai perairan dengan substrat lumpurdengan sedikit pasir. Adanya substrat lumpur danjuga pasir merupakan salah satu faktor yangmendukung kehadiran A. woodiana.

Jenis dan Kepadatan MoluskaDitemukan 6 jenis Molusca yang termasuk

Kelas Gastropoda dan Bivalvia dengan jumlahindividu yang berbeda pada setiap stasium sepertitercantum pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Jumlah individu tiap jenis yang diperolehberkisar antara 1-59 (Tabel 3). StasiunVIIjumlahnya paling sedikit karena stasiun tersebut

kurang mendukung untuk kehidupan Moluscaterlihat dari kondisi stasiun yang kotor dengansampah plastik, bekas botol air kemasan danairnya kelihatan sedikit berbusa. Kondisi stasiunseperti itu karena daerah tersebut merupakantempat memancing. Disamping itu, stasiuntersebut juga mendapat cukup naungan sehinggasuhunya paling rendah dibandingkan denganstasiun lainnya. Pada suhu rendah tingkatreproduksi serta perkembangan akan menurun.Hart & Fuller (1974) menyatakan bahwa suhuberpengaruh terhadap kualitas reproduksi Gas-tropoda air tawar. L. rubiginosa ditemukan hanya pada stasiunI dan II yang tumbuhan airnya lebih beragamtermasuk di dalamnya adalah teratai. MenurutMarsetiyowati (1983) spesies tersebut sering

Page 19: Kumpulan Jurnal Biologi

95

ditemukan menempel pada daun teratai dan jugadi dasar perairan. C. javanica hanya ditemukan di stasiun I danIII yang daerahnya terbuka dengan substratlumpur. Hal tersebut disebabkan C. javanicamenyukai perairan dengan substrat lumpur dansedikit berpasir ( Djajasasmita, 1993) danbiasanya jenis tersebut hidup dengan caramembenamkan sebagian atau seluruhcangkangnya di dalam lumpur (Marsetiyowati,1983). P. canaliculata ditemukan dengan telurnyayang menempel pada tumbuhan air.Ditemukannya jenis tersebut karena mempunyaiadaptasi yang baik dan juga didukung olehkemampuannya memakan semua yang ada dilingkungan atau bersifat polifagus (Ghesquiere,2003). A. woodiana merupakan jenis denganjumlah individu terbanyak karena jenis tersebutdapat melangsungkan siklus hidupnya denganbaik. Hal tersebut dipengaruhi oleh kesesuaianfaktor lingkungan untuk kelangsungan hidupnyadan adanya ikan nila yang diperlukan sebagaiinang untuk penempelan larvanya. Sistem hidrologi danau juga didugamempengaruhi jumlah jenis yang ditemukan.Danau Tamblingan merupakan danau tertutupyaitu tidak mempunyai aliran air masuk (inlet) dankeluar (outlet) alami, berbeda dengan danau lainseperti danau Ranau (Sulastri et al., 1999) dandanau Poso (Marwoto, 2000) yaitu dikelilingibanyak sungai yang bermuara ke dalam pearairandanau. Aliran sungai yang masuk ke perairandanau biasanya mengandung detritus yangmerupakan sumber makanan bagi hewanpemakan detritus. Dengan tidak adanya inlet didanau Tamblingan maka tidak ada masukanunsur hara dari luar danau. Disamping itu, daerahinlet maupun outlet umumnya lebih dangkal danumum diketahui bahwa Molusca lebih menyukaiperairan yang dangkal. Di danau Poso, genusMelanoides dan Thiara umumnya banyakditemukan di daerah inlet, outlet dan perairandanau yang dangkal.

KESIMPULAN Ditemukan enam jenis Molusca yangtermasuk kelas Gastropoda dan Bivalvia.Anodonta woodiana merupakan jenis dengankepadatan tertinggi dan dijumpai hampir di setiapstasiun.

SARANDiperlukan kajian lebih luas tentang potensi

danau sebagai kawasan konservasi maupunekoturisme termasuk pemanfaatan sumber biotayang ada di danau tersebut.

UCAPAN TERIMAKASIHTerimakasih diucapkan kepada Dr. Ir. M.F.

Rahardjo, DEA dan Dra. Ristiyanti M. Marwoto,MSi yang telah memberikan banyak masukandalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA[Bappedalwil II] Badan Pengendalian Dampak

Lingkungan Wilayah II. 1998. Norma danProgram Danau Lestari Provinsi Dati IBali.

Butot LJM. 1955. The Mollusc Fauna ofPanaitan (Prinseneiland). Land andFrehwater Molluscs. Treubia 23 (1) : 69-135.

Delinom RM, M Djuwansah , MS Siregar. 1997.Hydrological Behaviour of Lake Beratan,Lake Buyan and Lake Tamblingan:A Wa-ter Balance Approach. Di dalam: Interna-tional Hydrology Programme. Proceed-ing Workshop on Ecosystem Approachto Lake and Reservoir Management;Kuta-Bali, 22-25 July 1997. Hlm. 37-46

Djajasasmita M. 1993. Catatan TentangMoluska di Sawah-Sawah Sekitar Bogor:Komposisi Jenis, Potensi dan Peranannya.Jurnal Biologi Indonesia 1(1): 48-53.

Duggan IC. 2002. First Record of a Wild Popu-lation of the Tropical Snail Melanoidestuberculata in New Zealand Natural Wa-ters. New Zealand Journal of Marineand Freshwater Research. 36:825-829.

Inventarisasi Jenis Molusca Di Danau Tamblingan, Bali Ni Made Suartini

Page 20: Kumpulan Jurnal Biologi

96

Widya Biologi Vol. 02 No. 02 Oktober 2011 ISSN : 2086-5783

Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air. BagiPengelolaan Sumber Daya Alam danLingkungan Perairan. Kanisius.Yogyakarta.

Ghesquiere S. 2003. Apple Snails(Ampullariidae). Ecology. http://w w w. a p p l e s n a i l s . n e t / c o n t e n t /ecology.php [17 Apr 2004].

Hart Jr CW, SLH Fuller. 1974. Pollution Ecol-ogy of Freshwater Invertebrates. Aca-demic Press. New York and London.

Jutting BWSS. 1956. Systematic Studies on theNon-Marine Mollusca of the Indo-Aus-tralian Archipelago. Treubia 28 (2) : 259-477

Marwoto RM dan M Djajasasmita. 1986.Moluska di Perairan Tepi DanauSingkarak Sumatra Barat: Komposisi danKepadatan Jenisnya. Berita Biologi.3(6):292-295.

Marsetiyowati R. 1983. Moluska di Kolam-Kolam Kebun Raya Bogor. BuletinKebun Raya. 6 (2):39-42.

Marwoto RM. 2000. Keong Air Tawar SukuThiaridae di Danau Poso dan StudiMorfologi, Anatomi Marga Tylomelaniadari Danau Poso, Sulawesi Tengah(Moluska:Gastropoda:Caenogastropoda)[tesis]. Program Studi Biologi, ProgramPascasarjana Universitas Indonesia.Jakarta.

Odum EP. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. EdisiKetiga. Gajah Mada University Press.Yogyakarta.

Pennak RW. 1989. Fresh-Water Invertebratesof the United States. Protozoa to Mol-lusca. Third Edition. John Wiley & Sons,Inc. New York.

Sulastri, M Badjoeri, Y Sudarso dan MS Stawal.1999. Kondisi Fisik- Kimia dan BiologiPerairan Danau Ranau Sumatra Selatan.Limnotek. 6(1): 25-38.

Suwignyo S, B Widigdo, Y Wardianto dan MKrisanti. 1998. Avertebrata Air. Jilid 2.Institut Pertanian Bogor, FakultasPerikanan dan Ilmu Kelautan . Bogor.

Suwignyo P. 1975. Kijing Taiwan Suatu SumberProtein Baru di Indonesia. BIOTROP/TA/75/173.

Page 21: Kumpulan Jurnal Biologi

97

PENGARUH SUPLEMENTASI SOMATOTROPIN TERHADAPPERUBAHAN BOBOT BADAN TIKUS BETINA USIA

ENAM BULAN DAN SATU TAHUN

Ni Wayan SudatriJurusan Biologi, FMIPA Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran Bali

Email : [email protected]

ABSTRAKDengan bertambahnya usia, wanita biasanya mengalami perubahan komposisi tubuh yaitubertambahnya lemak tubuh dan menurunnya masa otot. Hal ini dikarenakan menurunnyasekresi somatotropin yang berperan dalam lipolisis dan anabolisme protein. Rancanganpercobaan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Faktorial dengan empatfaktor yaitu dosis, lama penyuntikan, umur, dan waktu pembedahan. Dosis somatotropinyang digunakan adalah 0 mg, dan 9 mg/kg bobot badan. Lama penyuntikan adalah 3 minggudan 6 minggu. Umur tikus terdiri atas enam bulan dan satu tahun, serta waktu pembedahanyaitu setelah akhir periode penyuntikan somatotropin dan 2 minggu setelah penghentianpenyuntikan somatotropin. Kombinasi antarfaktor tersebut menjadi 2 x 2 x 2 x 2 = 16. Masing-masing kelompok terdiri atas 3 ulangan sehingga jumlah tikus coba menjadi 3 x 16 = 48 ekor.Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi somatotropin dosis 9 mg/kg bobot badanmeningkatkan bobot badan tikus betina usia enam bulan dan satu tahun karena terjadinyapeningkatan anabolisme protein.

Kata kunci: bobot badan, tikus betina, somatotropin

ABSTRACTWhen woman is getting older, chemical composition of her body is changed where fat depositincreased, while muscles masses decreased. These changes is believed to occur because ofdecreasing in somatotropin secretion. The somatotropin compound plays an important role inlipolysis and protein anabolism. In order to examine the effect of somatotropin, this presentstudy used female rats as experimental organism. In this study, factorial design was employedwhich consisting of 4 factors, namely doses, duration of injection, age and dissection time.Somatotropin doses were 0 and 9 mg/kg body weight, duration of injection were 3 and 6weeks, rats age were 6 and 12 months, dissections time were just after the termination ofinjection using somatotropin and 2 weeks afterward. Combinations of these factors generated16 combinations and since replicate for each group was 3, total number of rat required forthis study become 48 rats. This study showed that supplementation of 9 mg/kg body weightincreased body weight of those 6 and 9 month female rat. It is concluded that the increasedin body weight is attributed by increasing protein anabolism.

Key words: body weight, female rats, somatotropin

PENDAHULUANPada wanita, semakin bertambahnya usia

biasanya ditandai oleh semakin bertambahnyabobot badan dan perubahan komposisi tubuh.

Komposisi lemak tubuh cenderung meningkatdibandingkan komposisi otot tubuh. Hal initerjadi akibat penurunan kadar somatotropindalam tubuh yang berperan dalam anabolisme

Page 22: Kumpulan Jurnal Biologi

98

Widya Biologi Vol. 02 No. 02 Oktober 2011 ISSN : 2086-5783

protein dan liposilis lemak. Penurunan produksihormon ini menyebabkan distribusi lemak dibagian perut pada wanita bertambah seiringdengan meningkatnya umur (Veldhuis et al.2005).

Hormon pertumbuhan atau growth hormone(GH) yang juga disebut somatotropin merupakanprotein kecil yang mengandung sekitar 191 asamamino dalam satu rantai yang mempunyai beratmolekul 22.005. Somatotropin merangsangpertumbuhan semua jaringan tubuh yang mamputumbuh. Somatotropin meningkatkanpertambahan ukuran sel dan meningkatkanmitosis bersama peningkatan jumlah sel. Sebagaicontoh adalah peningkatan pertambahan beratbadan tikus yang disuntik dengan hormonpertumbuhan/somatotropin setiap hari, dibandingdengan yang sama sekali tidak mendapat hormonpertumbuhan (Guyton 1995).

Somatotropin dihasilkan oleh pituitari anteriorterutama oleh kelompok sel-sel asidofilkhususnya sel-sel somatotrof. Pada tikus betina,sel somatotrof dan sel mammotrof jumlahnyaberimbang, namun pada tikus jantan jumlah selsomatotrof jauh lebih banyak dari sel mammotrof(6:1). Ratio inilah mungkin yang menyebabkanukuran jantan jauh lebih besar dari betina padasemua spesies (Bolander 1994).

Pada masa pertumbuhan, ketikapertumbuhan berlangsung cepat, kadarsomatotropin sangat tinggi. Sejalan denganbertambahnya usia, kadar somatotropin dalamtubuh terus menurun. Keberadaan somatotropinini setelah masa pertumbuhan diperlukan untukmenjaga kesehatan fisik dan mental secara umumseperti untuk perbaikan jaringan, penyembuhan,penggantian sel-sel yang rusak, untuk produksienzim, untuk menjaga fungsi otak, menjagakesehatan rambut, kuku, dan lain sebagainya.Setelah umur 20 tahun, produksi somatotropinmenurun 14% setiap 10 tahun. Setelah umur 60tahun, produksi somatotropin menurun 75% ataulebih (Bengtsson et al. 2000).

Somatotropin atau hormon pertumbuhandiketahui mempunyai efek dasar pada berbagai

proses metabolisme tubuh. Somatotropinmeningkatkan kecepatan sintesis protein dalamsemua sel tubuh, menurunkan penggunaankarbohidrat di seluruh tubuh, meningkatkanmobilisasi lemak dan penggunaan lemak untukenergi serta merangsang produksi IGF-1 di hatiuntuk memacu pertumbuhan tulang (Guyton1995).

Pada babi yang disuntik dengansomatotropin, katabolisme protein dan efisiensimakanan meningkat serta daging yang dihasilkanmempunyai kadar lemak yang sangat rendah(Bush et al 2002; Davis et al. 2004).Sementara itu, pada manusia terapi dengansomatotropin dapat meningkatkan masa otot,kekuatan fisik, menurunkan kelelahan,menurunkan kadar lemak (terutama lemakperut), meningkatkan kekuatan tulang, membuatkulit tampak lebih muda, fungsi seks meningkat,fungsi hati, ginjal, limpa, dan otak menjadi lebihsehat (Klatz & Kahn 1998). Berdasarkaninformasi di atas, maka penelitian pengaruhsuplementasi sumatotropin pada dosis, waktupemberian dan umur tikus yang berbeda perludipelajari lebih lanjut untuk untuk mengetahuiperubahan bobot badan pada tikus betina.

BAHAN DAN METODEPenelitian dilakukan di kandang percobaan

FKH IPB, Laboratorium Fisiologi danFarmakologi FKH IPB mulai bulan November2005 sampai dengan Maret 2006. Hewan cobayang digunakan dalam penelitian ini adalah 48ekor tikus betina strain Wistar yang terdiri ataskelompok umur enam bulan (24 ekor) dan satutahun (24 ekor) yang dibeli dari Balai PengujianObat dan Makanan, Departemen Kesehatan,Jakarta.

Rancangan percobaan yang digunakandalam penelitian ini adalah Rancangan Faktorialdengan 4 faktor yaitu dosis, lama penyuntikan,umur dan waktu pembedahan. Dosissomatotropin yang digunakan adalah 0 mg, dan9 mg/kg berat badan . Lama penyuntikan adalah3 minggu dan 6 minggu. Umur tikus percobaan

Page 23: Kumpulan Jurnal Biologi

99

Pengaruh Suplementasi Somatotropin Terhadap Perubahan .... Ni Wayan Sudatri

Page 24: Kumpulan Jurnal Biologi

100

Widya Biologi Vol. 02 No. 02 Oktober 2011 ISSN : 2086-5783

terdiri atas enam bulan dan satu tahun sertawaktu pengambilan contoh yaitu satu hari dan 2minggu setelah penyuntikan dihentikan.Kombinasi antarfaktor tersebut menjadi 2 x 2 x2 x 2 = 16. Masing-masing kelompok terdiri atas3 ulangan sehingga jumlah tikus coba menjadi :3x 16 = 48 ekor. Pada kelompok yang disuntikdengan somatotropin selama 3 minggu setelahsinkronisasi disampling sebagian dan dibiarkansebagian untuk disampling 2 minggu kemudian.Begitu juga dengan kelompok yang disuntikselama 6 minggu, setelah disinkronisasi disamplingsebagian, setengahnya lagi disampling 2 minggukemudian. Pada setiap pembedahan jumlah tikusyang dibedah adalah 12 ekor untuk pengambilandata yang lain.

Sebelum diberi perlakuan, semua hewancoba diaklimatisasikan terlebih dahulu di dalamkandang percobaan selama satu minggu. Selamapemeliharaan hewan coba diberi makan peletstandar dan minum air keran secara ad libitum.Sebelum diberi perlakuan semua tikus betinaditimbang bobot awalnya. Penyuntikansomatotropin dilakukan secara intramuskuler (im)sesuai dengan rancangan percobaan. Selesaiperlakuan semua tikus betina ditimbang bobotakhirnya, sehingga diperoleh perubahan bobotbadan dengan mengurangkan bobot akhirdengan bobot awal hewan coba. Untuk

mengetahui perubahan bobot badannya, bobotbadan tikus juga ditimbang setiap minggu selamaperlakuan maupun yang dibiarkan selama duaminggu tanpa perlakuan baru dibedah.

Data yang didapatkan dianalisis secarastatistika dengan ANOVA GLM memakaiprogram Minitab 11 for Windows dan bilaterdapat perbedaan yang nyata atau sangat nyataakan dilanjutkan dengan uji Duncan

HASIL DAN PEMBAHASANBobot badan awal tikus betina ini

dipengaruhi oleh umur. Tikus betina yang berumur1 tahun mempunyai bobot badan awal yang lebihbesar dari tikus betina umur 6 bulan (Tabel 1).

Tikus yang berumur 6 bulan maupun tikusyang berumur 1 tahun sama–samamemperlihatkan peningkatan bobot badan(P<0.01) selama penyuntikan somatotropin(Tabel 2 dan Gambar 1). Peningkatan bobotbadan ini dipengaruhi oleh dosis somatropin danlama penyuntikan. Dosis somatotropin dan lamapenyuntikan serta antara dosis somatotropin danwaktu sampling setelah penghentian penyuntikansomatotropin ternyata saling berinteraksi dalammempengaruhi penambahan bobot badan. Umurdan dosis somatotropin sangat signifikan(P=0.000) dalam meningkatkan bobot akhirtikus.

Gambar 1. Rataan bobot badan yang diamati selama 8 minggu

Page 25: Kumpulan Jurnal Biologi

101

Peningkatan bobot badan tikus padakelompok yang disuntik somatotropin baik yangberumur 1 tahun maupun 6 bulan disebabkanoleh peningkatan laju sintesis protein danmeningkatnya penggunaan lemak sebagai sumberenergi yang terlihat dari analisis proksimat karkasbahwa kadar protein lebih tinggi dari kadarlemaknya (Eddy 2006). Hal senada juga telahdilaporkan oleh Davis et al. (2004) dan Bush etal. (2002) yang menyatakan bahwa pemberiansomatotropin eksogen meningkatkan sintesisprotein. Bartke (2005) juga melaporkan bahwapenurunan masa otot, peningkatan jaringanadiposa, dan tanda-tanda penuaan lainnyadisebabkan oleh penurunan sekresi somatotropindari pituitari. Beberapa perubahan tersebut dapatdiperbaiki dengan terapi somatotropin/GH.

KESIMPULANSuplementasi somatotropin dosis 9 mg/kg

bobot badan meningkatkan bobot badan tikusbetina usia enam dan satu tahun karena terjadipeningkatan sintesis protein.

SARANDisarankan untuk melakukan penelitian

dengan umur tikus lebih dari satu tahun (lebih tua)dan melakukan analisis kadar lemak dan kadarprotein untuk mengetahui peningkatan kadarprotein atau lemaknya.

UCAPAN TERIMA KASIHPenulis mengucapkan banyak terima kasihkepada Bapak Prof. Dr. Wasmen Manalu danIbu Dr. Nastiti Kusumorini yang telah banyakmemberikan masukan sehingga penelitian inidapat berjalan dengan lancar. Penulis jugamengucapkan banyak terima kasih kepada LemlitUnud atas bantuan dana yang diberikan melaluiDana Dosen Muda.

DAFTAR PUSTAKA

Bartke A. 2005. Minireview: role of the growthhormone/insulin-like growth factor systemin mammalian aging. Endocrinology 146:3718–3723.

Bengtsson BA, Gudmundur J, Stephen MS,Helen S, Peter HS. 2000 Treatment ofgrowth hormone deficiency in adults . JClin Endocrinol Metabol 85: 933-942.

Bolander FF. 1994. Molecular Endocrinology.USA: Academic Press, Inc. Hlm 23-30

Bush JA, Guoyao Wu, Suryawan A, Hanh V,Nguyen, Teresa AD. 2002. Somatotropininduced amino acid conservation in pigsinvolves differential regulation of liver andgut urea cycle enzyme activity. J Nutr 132:59-67.

Davis TA, Bush JA, Vann RC, Suryawan A,Kimball SR, Burrin DG. 2004.Somatotropin regulation of proteinmetabolism in pigs. J Anim Sci 82: 207– 210.

Eddy L. 2006. Suplementasi somatotropinuntuk memperbaiki tampilan fisiologistikus jantan usia enam bulan dan satutahun (Tesis). Bogor: ProgramPascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Guyton AC.1995. Fisiologi Manusia danMekanisme Penyakit. Edisi III. Petrus A,penerjemah; Jakarta: EGC.Terjemahandari: Text Book of Medical Physiology.

Klatz R, Kahn C. 1998. Grow Young with hGH.New York, USA: Harper Perennial.

Veldhuis JD , Erickson D, Mielke K, Farty SL,Daniel M. Keenal, Cyril YB. 2005.Distinctive inhibitory mechanisms of ageand relative visceral adiposity on growthhormone secretion in pre andpostmenopausal woman studied underhypogonal clamp. J Clin EndocrinolMetabol 87: 5160-5167.

Pengaruh Suplementasi Somatotropin Terhadap Perubahan .... Ni Wayan Sudatri

Page 26: Kumpulan Jurnal Biologi

102

Widya Biologi Vol. 02 No. 02 Oktober 2011 ISSN : 2086-5783

EFEKTIVITAS TANAMAN HIAS Sansevieria lorentiiDALAM MENYERAP POLUTAN TIMBAL (Pb)

Ni Luh SurianiJurusan Biologi Fakultas MIPA Unud, Kampus Bukit Jimbaran-Bali

[email protected]

ABSTRAKTujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas dan kandungan polutan timbal

(Pb) pada tanaman Sanseviera Lorentii yang dipergunakan sebagai tanaman hias jalan.Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium analitik Universitas Udayana. Penentuankandungan logam berat Pb pada tanaman Sanseviera lorentii ditentukan dengan teknikkurva kalibrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan logam berat Pb padaSanseviera lorentii yang ditaruh pada lokasi yang berbeda selama 1 bulam semuanyamengalami peningkatan masing-masing daearah. Padangsambian (58.31 µg/g) denganefektifitas 19,22% kemudian disusul oleh daerah Sesetan ( 56.13 µg/g ) dengan efektifitas18,63% dan terendah daerah Tabanan (20.5 µg/g) dengan efektifitas 7,72% . Adanya perbedaankandungan Pb diketiga lokasi disebabkan oleh faktor kepadatan lalu lintas.

Kata kunci:, Sanseviera lorentii, logam berat Pb.lalu lintas

ABSTRACTThis research was aimed to see the effectiveness of Sansevieria plants to take up

Pb emitted into the air by vehicles in highways Denpasar-Tuban and Denpasar-Tabananby placing Sansevieria plants in Sesetan and Padangsambian. Other Sansevieriaplants, as control, were placed in a remote area, i.e. Munduk Paku village, Penebel,Tabanan. Concentration of Heavy metal (Pb), in the leaves of Sanseviera plants, weremeasured in analitical laboratories, Udayana University. This study showed that thehighest Pb content was found in plants located in Padangsambian (58.31 µg/g), followedby plants located in Sesetan (56.13µg/g) and the lowest Pb content was found inplants located in Munduk Paku village. Effectiveness of Sansevieria to take up Pbwas 19.22%, 18.63% and 7.72% for Padangsambian, Sesetan and Munduk Paku,respectively. This study concluded that different content of Pb in plants is attributed bythe level of traffic density.

Key words, Sanseviera lorentii, heavy metal Pb, traffic

PENDAHULUANDi Indonesia, nama sanseviera lebih dikenal

dengan nama lidah mertua. Dulu tanaman hias inihanya dipandang sebelah mata dan dianggaptidak bermanfaat kecuali sebagai tanaman pagar.Tetapi sejak ditemukan jenis-jenis baru yangmemiliki variasi warna dan corak daun.Sanseviera mulai diperhatikan orang(Purwanto.A.W, 2006) Sanseviera memiliki

keunggulan yang jarang ditemukan pada tanamanlain, yaitu sangat resisiten terhadap polutan danbahkan mampu menyerapnya. Hal inidikarenakan Sanseviera mengandung bahanaktif pregnane glikosid yang mampu mereduksipolutan menjadi asam organik, gula, danbeberapa senyawa asam amino.

Badan antariksa Amerika Serikat, NASA,menunjukkan bahwa daun Sanseviera mampu

Page 27: Kumpulan Jurnal Biologi

103

menyerap 107 jenis unsur berbahaya di udara;diantaranya karbon monoksida dan timbal.Timbal merupakan logam berat yang sangatberbahaya. Daya racunnya dapat menyebabkanperadangan pada mulut, diare, anemia, mual,sakitperut serta kelumpuhan (Saeni, 1999). Pb seringditambahkan pada bensin yang berfungsi sebagaianti letup pada kendaraan bermotor. Kendaraanbermotor sangat besar andilnya didalammenyumbang polutan Pb. Tujuan dilaksanakanpenelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitasdan kandungan polutan timbal (Pb) pada tanamanSanseviera lorentii yang dipergunakan sebagaitanaman hias jalan. Manfaat yang diharapkandari penelitian ini adalah memberikan informasikepada masyarakat bahwa tanaman hiasSanseviera lorentii selain digunakan sebagaitanaman hias juga dapat digunakan sebagaitanaman penyerap polutan Pb

BAHAN DAN METODEPenelitian ini dilakukan di Laboratorium

Analitik Universitas Udayana Kampus BukitJimbaran Bali selama 2 bulan. Bahan yangdigunakan dalam penelitian ini berupa tanamanSansiviera lorentii, Asam sulfat pekat, asamnitrat, dan aquadest. Alat-alat yang digunakandalam penelitian ini adalah oven, timbangananalitik, penumbuk, hot plate, labu takar , AAS,dan alat-alat lain yang diperlukan. Sampel diambildi daerah Renon sebanyak 15 pot. Kemudianditaruh pada tiga lokasi penempatan sampel.Masing-masing lokasi ditaruh 5 pot. Masing-masing lokasi tersebut adalah: Lokasi pertamadi Desa Munduk Paku , Penebel Tabananmerupakan kontrol karena sedikit kendaraannya.Lokasi kedua di Desa Padang Sambian,Denpasar Barat, yang merupakan daerah denganlalu lintas kendaran padat, dan lokasi ketiga didaerah Sesetan, Denpasar Selatan yang jugadengan lalu lintas kendaraan padat.

Sebelum sampel tanaman ditaruh di ketigalokasi, sampel diambil secara komposit untukdianalisis logam berat Pb-nya di Laboratoriumuntuk mengetahui kandungan Pb awal (Ho).

Kemudian sampel ditaruh selama 1 bulan dimasing-masing lokasi yang telah ditentukan.Setelah satu bulan sampel di masing-masinglokasi dianalisis lagi kandungan logam Pb-nyauntuk mengetahui kandungan logam berat Pbakhir. Sampel dipotong kecil-kecil masing-masingsebanyak 0,5 kg dimasukkan ke dalam kantongkertas. Kemudian dikeringkan dalam oven 110oC, sampai beratnya konstan. Selanjutnya sampelditumbuk dan ditimbang sebanyak 0,3 g dandimasukkan ke dalam labu destruksi. Kemudianditambahkan asam sulfat secara hati-hati. Larutandipanasi secara perlahan-lahan sampai larutanberwarna hitam, lalu ditetesi larutan asam nitratpekat sebanyak 10 sampai 20 tetes sampailarutan berwarna jernih (kekuningan) . Kemudianlarutan didinginkan dan diencerkan denganaquades sampai 25 ml kemudian dikocok. Lalularutan disaring sehingga diperoleh filtrat. Filtrattersebut dianalisis dengan AAS.

Data kemudian disajikan dalam bentuk tabel,untuk melihat perbandingan efektifitas kandunganlogam berat Pb pada masing-masing lokasi yangditunjukkan oleh histogram.

HASIL DAN PEMBAHASANHasil penelitian menunjukkan bahwa ada

peningkatan kandungan logam berat Pb setelahditaruh selama sebulan di tiga lokasi yaitu lokasiyang kepadatan lalu lintasnya rendah yangdianggap kontrol (daerah Munduk Paku,Senganan, Penebel, Tabanan) dan lokasi yangkepadatan lalu lintasnya tinggi yaitu daerahDenpasar (Padangsambian dan Sesetan). Secararinci mengenai hasil rata-rata Pb di tiga lokasidisajikan pada Tabel 1.

Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwaterjadi peningkatan kandungan rata-rata Pb. Pbtertinggi terjadi di daerah Padangsambian (58.31µg/g), kemudian disusul oleh daerah Sesetan (56.13 µg/g ) dan terendah daerah Tabanan (20.5µg/g). Hal ini disebabkan oleh faktor kepadatanlalu lintas. Mengingat daerah Padangsambian danSesetan merupakan daerah yang tergolong lalulintas padat dan daerah Tananan tergolong lalu

Efektivitas Tanaman Hias Sansevieria Lorentii Dalam Menyerap Polutan Timbal (Pb) Suriani

Page 28: Kumpulan Jurnal Biologi

104

Widya Biologi Vol. 02 No. 02 Oktober 2011 ISSN : 2086-5783

lintas tidak padat. Hal ini didukung oleh hasilpenelitian Bumi Tunjungan (2011), bahwa padadaerah yang padat lalu lintas kandungan Pb diudara juga tinggi, karena adanya penambahanPb pada bahan bakar premium yang berfungsisebagai anti letup pada kendaraan dan sepedamotor.

Tingginya penyerapan logam Pb padatanaman Sansiviera lorentii, (Tabel 1)disebabkan karena tanaman Sansiviera lorentii,mampu menyerap polutan secara optimal.Kemampuan menyerap ini mungkin disebabkanoleh fakta morfologi ataupun fisiologi. Secaramorfologi, Sansiviera memiliki tekstur daun yangkasar dan tebal sehingga sangat resisten terhadappolutan (Whika FD, 2010). Secara fisiologi,tanaman ini mengandung bahan aktif pregnaneglikosid yang mampu mereduksi polutan menjadiasam organik, gula, dan beberapa senyawa asamamino (Trubus XXXVI, 2006). Namun demikianmenurut Ekawati dkk (2009) masing-masingjenis tanaman Sansiviera memiliki daya serapterhadap racun yang berbeda-beda, dimanaSansiviera lorentii memiliki daya serap terhadapracun paling tinggi dan tidak menunjukkankerusakan organ tanaman. Sansiviera juga

mampu menyerap ratusan racun di udara. BadanNASA international menggunakan tanamanSansiviera sebagai tanaman peredam radiasinuklir dengan cara menanam 100 hektar tanamanSansiviera di sekitar badan nuklir (BumiTunjungan, 2011). Tanaman Sansiviera jugadiminati oleh Negara Jepang yang menggunakantanaman ini sebagai tanaman dalam ruangan yangdapat menetralisir racun-racun yang ada dalamruangan. Kemampuan sansiviera ini merupakankeuntungan bagi Indonesia karena sampai saatini Indonesia tercatat sebagai pengeksporterbesar Sansiviera ke Negara Jepang.

Untuk melihat perbandingan efektifitaspenyerapan logam berat Pb pada masing-masinglokasi penelitian maka data disajikan dalambentuk grafik (Gambar 2).

Data pada Gambar 2 memperlihatkan bahwaefektifitas penyerapan Pb tertinggi terdapat padasampel yang diletakkan di daerahPadangsambian (19.22%). Karena di daerah iniberdasarkan hasil survey kepadatan lalu lintasnyatinggi dan peletakan sampel dekat sekali denganjalan raya. Hal ini juga didukung oleh penelitianEkawati dkk (2010) bahwa efektifitaspenyerapan sansiviera terhadap logam Pb

Page 29: Kumpulan Jurnal Biologi

105

sangat dipengaruhi oleh kepadatan lalu lintas.Karena semakin padat lalu lintas maka Pb yangdilepas oleh kendaraan bermotor ke udarasemakin tinggi. Sehingga efektifitas penyerapansansiviera terhadap logam berat Pb semakintinggi. Hal ini didukung oleh Novirina H (2007)dan Faizin (2005) bahwa semakin padat lalulintas maka logam Pb yang diserap oleh tanamandari udara juga semakin tinggi. Sansiviera dapatdijadikan sebagai filter udara, sehingga udaramenjadi bersih dan sehat (Trubus XXXVI,2006).Bumi Tunjungan (2011) menyatakan bahwa 5helai daun Sansiviera dapat membersihkanruangan yang berukuran 100m3.

KESIMPULANDari hasil penelitian ini dapat disimpulkan;

terjadi peningkatan kandungan logam berat Pbpada tanaman hias Sansiviera lorentii setelahditaruh selama 1 bulan di lokasi yang padat lalulintas. Kandungan Pb tertinggi ditemukan didaerah Padangsambian (58.31 µg/g), disusuldaerah Sesetan (56,13 µg/g) dan lokasi yangjarang lalu lintas yaitu daerah Tabanan (20,5 µg/g µg/g ). Efektifitas Penyerapan logam berat Pboleh tanaman Sansiviera lorentii tertinggiterdapat di daerah Padangsambian 19,22 %sisusul oleh daerah Sesetan 18,63 % danterendah terdapat di daerah Tabanan 7,72 %.Efektifitas penyerapan logam berat Pb olehtanaman Sansiviera lorentii sangat dipengaruhioleh kepadatan lalu lintas.

DAFTAR PUSTAKAAlmatsier. 2000. Ilmu Gizi.PT. Gramedia.Bumi Tunjungan. 2011. Sanseivera Tanaman

Penyerap Racun.Available at : http://www.bumitunjungan.blogsport.com/2011/01

Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem MakhlukHidup. UI-PRES.

Deny. 2011. Kandungan logam berat Pb dan Cdpada Sayuran Wortel dan Sawi Hijau.Hasil Penelitian.

Ekawati dkk.2009. Tanggapan PertumbuhanSanseivera Sanseivera spp TerhadapLogam berat Pb. Hasil Penelitian.

Faizin. 2005. Kandungan Logam Berat Pb padaTanaman Hias Sanseivera HasilPenelitian

Kohar dkk. 2004. Studi Kandungan LogamBerat Pada Taaman Kangkung. Jurnal

MakaraSain Vol 8 no 3Novirina.H.2007. Kajian Efektifitas Tanaman

Dalam Menyerap Kandungan Pb diUdara. Jurnal Rekayasa Perencanaan.Vol.3.No 2.

Saeni,M. 2000. Kimia Lingkungan.. Diktat. PAUIPB Bogor. Tidak Dipublikasikan.

Sudarmaji dkk. 2006. Toksikologi Logam BeratB-3 dan Dampaknya terhadapKesehatan. Jurnal KesehatanLingkungan.Vol.2 No 2.

Suriani. 2008. Kualitas Air Mangrove DitinjauDari Sitaf Fisik-Kimia Di Hutan

Mangrove Patung Ngurah Rai TubanDenpasr Selatan Bali. Jurnal Ilmu

Lingkungan. Ecotrophic. ISSN 1907-5626.Unud.

Suriani dan Susun.2010. Uji Kandungan LogamBerat Pb dan Cd pada Buah Apel LokalRum Biuty dan Buah Apel Import Fuji yangBeredar di Kota Denpasar. LaporanPenelitian .

Susun dan Suriani. 2010. Bioremediasi LogamBerat Pb dan Cd pada LimbahPencelupan dengan Tanaman Air. LaporanPeneltian.

Sutyawathi.2011. Kandungan Logam Berat PadaBayam Cabut. Hasil Penelitian

Trubus XXXVI. 2006. Sisk Building Syndrome.Tanaman Penyerap Racun. Jakarta.

Whika FD. 2010. Uji Anatomi dan MolekulerSanseivera trifasciata. JurnalMatematika, Sains dan Teknologi Vol. 11.No.2.

Efektivitas Tanaman Hias Sansevieria Lorentii Dalam Menyerap Polutan Timbal (Pb) Suriani

Page 30: Kumpulan Jurnal Biologi

106

Widya Biologi Vol. 02 No. 02 Oktober 2011 ISSN : 2086-5783

EFEKTIVITAS HASIL FRAKSINASI EKSTRAK DAUNSEMBUNG DELAN (Sphaerantus indicus L.) DALAM

MENGHAMBAT PERTUMBUHAN Alternaria sp. dan Phytopthora sp.

Ida Bagus Gede DarmayasaFakultas MIPA Jurusan Biologi Universitas Udayana

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas hasil fraksinasi ekstrak daun Sembung

Delan (Sphaeranthus indicus L.) dalam menghambat pertumbuhan jamur Alternaria spdan Phytopthora sp. Fraksi ekstrak diperoleh dengan menggunakan metode KromatografiKolom dan kromatografi lapis tipis. Untuk mendapatkan fraksi aktif dalam menghambatpertumbuhan kedua jenis jamur yang diujikan digunakan moteda modifikasi Kirby Bauertahun 1986.Hasil penelitian menunjukkan, ekstrak kasar Sembung Delan dapat menghambat pertumbuhanjamur Alternaria sp. dan Phytopthora sp. Berdasarkan analisis statistik ada perbedaanyang signifikan (P<0,05) antara kontrol dengan perlakuan konsentrasi ekstrak yang diberikan.Rata-rata pertumbuhan koloni jamur yang diujikan mengalami penurunan dengan semakinmeningkatnya konsentrasi. Dari 17 fraksi yang diperoleh melalui fraksinasi, hanya fraksi IX(dilarutkan dengan hexan : etil asetat) membentuk 3 spot dengan nilai Rf berturut-turut 0,7;0,78; dan 0,86 dan fraksi X dengan pengembang yang sama dengan fraksi X membentuk 4spot dengan masing-masing nilai Rf 0,58; 0,74; 0,78, dan 0,84. menunjukkan hasil positifdalam menghambat pertumbuhan kedua jenis jamur yang diujikan.

Kata Kunci: Fraksinasi, Sembung Delan, Alternaria sp. dan Phytopthora sp.

ABSTRACTThis study was aimed to investigate the effectiveness of fractionized sembung delan leafextract to inhibit the growth of 2 fungi species, Alternaria sp. and Phytophthora sp. Methodsemployed to fractionize the extract was column and thin layer chromatography and 17 fractionswere obtained from leaf extract of sembung delan. Effect of this fractionized extract onfungi growth was measured using modification method by Kirby Bauer (1986).This study showed that the growth of both Alternaria sp. and Phytophthora sp. wereinhibited by leaf extract of sembung delan. In this study, the growth of its colony was founddecreasing when concentration of extract applied into media was increasing and relative tothe growth of control, the growth of fungi treated with leaf extract was significantly lower(p<0.05). Among those 17 fractions, only 2 fractions were showing spots, i.e. fraction no. 9and 10. Although fractions no. 9 and no.10 using a same solvent (Hexane: ethyl acetate),there was 3 spots found in fraction 9 and 4 sport was found in fraction 10. Rf values for thespots were 0.7, 0.78 and 0.86 for fraction no. 9 and 0.58, 0.74, 0.78 and 0.84 for fraction no.10. These values indicated a positive effect of the extract in inhibiting growth for those twofungi species.

Key words: Fractionation, Sembung Delan, Alternaria sp. dan Phytophthora sp.

Page 31: Kumpulan Jurnal Biologi

107

PENDAHULUANIndonesia sebagai negara agraris selalu berupayauntuk meningkatkan hasil usaha pertanian. Salahsatu dari sektor pertanian yang cukupmendapatkan perhatian dari pemerintah adalahusaha perkebunan hortikultural, karenakebutuhan akan hasil tanaman tersebut terusmeningkat seiring dengan pertambahan jumlahpenduduk. Dalam meningkatkan produksitanaman hortikultural, berbagai upaya telahdilakukan, diantaranya adalah mengendalikanhama dan penyakit pada tanaman tersebut.

‘Beberapa jenis jamur dapat menyebabkanpenyakit pada tanaman hortikultur. Tanaman yangterserang oleh jamur dapat menunjukkan gejalatanaman menjadi tidak sehat sampaimenimbulkan kematian. Diantara jenis jamuryang sering menyerang tanaman sayuran adalahdari genus Altenaria yang dapat menimbulkanbercak-bercak (nekrosis) pada daun(Semangun,1996). Tanaman yang diserang antaralain kacang tanah kedelai, sorgum, ubi jalar danlain-lain (Agrios, 1996). Dan dari genusPhytoptora dapat menyebabkan Late blightpada beberapa jenis tanaman (Agrios, 1996).Phytopthora sp. dapat menyebabkan penyakitrebah semai yang sangat merugikan. Sebagianbesar genotip kacang hijau koleksi Balitkabirentan terhadap patogen ini, dan serangantertinggi terlihat pada stadium awal pertumbuhandan mampu mengurangi populasi tumbuhan(Hardaningsih, 2011). Beberapa species darigenus Phytopthora merupakan penyebabpenyakit yang penting pada bidang kehutanan danjuga dapat menyerang tanaman hias (Sierra etall, 2010).

Usaha pengendalain penyakit tanaman yangdisebabkan oleh jamur yang dilakukan oleh petanimasih bertumpu pada penggunaan fungisidasintetis. Penggunaan pestisida sisntetis yangkurang bijak dalam arti penggunaan yang tidaksesuai dengan aturan dan cara pemakaian yangtidak tepat dapat menyebabkan timbulnyaberbagai dampak negatif, seperti keseimbanganmikroba dalam tanah terganggu, terjadinya

resistensi pada jamur patogen, terbunuhnyamikroba non target, kesuburan tanah lambat launakan menurun dan residunya yang tidak mudahterurai sering mencemari air, udara, tanah danmanusia (Nordland dkk., 1981; Girsang, 2009).Untuk mengurangi penggunaan pestisida sintetis,dan dalam mengembangkan pertanian organikperlu dilakukan usaha untuk mencari tumbuhanyang memiliki potensi yang dapat dikembangkansebagai pestisida nabati.

Indonesia merupakan suatu negara yangterletak di daerah tropis, kaya akan berbagai jenistumbuhan. Tumbuhan tersebut kemungkinandapat digunakan sebagai bahan dalampembuatan fungisida nabati. Data penelitianmengenai tumbuhan yang memiliki kemampuansebagai pestisida nabati sangat terbatas. Olehkarena itu dalam penelitian ini dicoba, secara In-vitro salah satu jenis gulma yaitu tumbuhanSembung Delan (Sphaeranthus indicus L).untuk dilihat kemampuannya dalam menghambatpertumbuhan Alternaria sp. dan Phytopthorasp.

Sembung Delan (Sphaeranthus indicus L)sebagai salah satu jenis tumbuhan liar yangterdapat di areal persawahan, memiliki aromayang khas dan dianggap sebagai gulma padi(Soerjani, dkk., 1987). Tumbuhan tersebuttermasuk dalam famili Composittae (Robinson,1995). Hasil penelitian yang pernah dilaporkanbahwa tanaman tersebut telah mampumenghambat pertumbuhan beberapa jenisbakteri seperti bakteri Pseudomonassolanacearum penyebab busuk layu padatanaman tomat (Darmayasa, 2006). Darmayasa(2008) melaporkan ekstrak daun SembungDelan juga memiliki kemampuan dalammenghambat pertumbuhan bakteri Eschericiacoli dan Staphylococcus aureus.

MATERI DAN METODEMetode Ekstraksi

Daun Sembung Delan yang telah dikeringanginkan, diblender sampai menjadi bentuktepung, kemudian ditimbang sebanyak 200 g,

Efektivitas Hasil Fraksinasi Ekstrak Daun Sembung Delan (Sphaerantus Indicus L.) .... Darmayasa

Page 32: Kumpulan Jurnal Biologi

108

Widya Biologi Vol. 02 No. 02 Oktober 2011 ISSN : 2086-5783

dan dimaserasi tiga kali dengan 2 L metanol.Maserasi pertama dilakukan selama 72 jampada suhu kamar dan maserasi berikutnya selama24 jam. Filtrat yang diperoleh melalui penyaringanhasil maserasi diuapkan dengan vaccum rotaryevaporator pada suhu 40oC untuk memisahkansolven dan ekstrak (Harborne, 1996 ; Gunawanet all, 2008). Ekstrak kasar yang diperolehdiencerkan dengan methanol 99,9% sehinggadidapat konsentrasi 100 ppm, 1000 ppm dan10.000 ppm.

Bioasai Ekstrak Kasar Daun SembungDelan terhadap Beberapa Jamur PatogenPada Tanaman

Penelitian ini menggunakan jamur Alternariasp. dan Phytopthora sp. yang diperoleh dari stokkultur Jurusan Hama dan Penyakit TumbuhanFakultas Pertanian Universitas Udayana. Jamurtersebut diremajakan dengan caramenginokulasikan masing-masing jamur denganmenggunakan ose steril ke dalam cawan petriyang telah berisi media Potato Dextrose Agar(PDA), dan diinkubasikan selama 6 hari padasuhu kamar. Koloni yang tumbuh siap digunakanuntuk uji daya hambat.

Potensi daya hambat ekstrak kasarSembung Delan dilakukan dengan cara memipet1 mL masing-masing konsentrasi ekstrak kasardituangkan ke dalam masing-masing cawan petriyang telah diberi label, dituangkan 10 mL mediaPDA (suhu 40oC), digoyang secara simultansampai merata, dan biarkan memadat. Kolonijamur uji yang telah disiapkan dengan diameter0,5 mm diletakkan ditengah masing-masingcawan petri yang telah berisi campuran mediadengan konsentarsi ekstrak daun SembungDelan. Koloni jamur yang diinokulasi padacawan petri yang berisi campuran media denganpelarut methanol berperan sebagai kontrol.Semua cawan petri tersebut selanjutnyadiinkubasi pada suhu kamar selama 4 hari. Dayahambat ekstrak daun sembung delan ditentukandengan mengukur diameter koloni jamur yang

tumbuh pada cawan petri yang telah berisicampuran media dengan konsentrasi ekstrak.Dengan cara yang sama dilakukan pengulangansebanyak 3 kali dan hasilnya dirata-ratakan. Datayang diperoleh dianalisis dengan menggunakananalisys of variance(Steel dan Torrie, 1993).

Kemampuan daya hambat masing-masingfraksi ekstrak kasar daun Sembung Delandilakukan dengan menggunakan modifikasimetode Kirby Bauer tahun 1986, yaitu dengancara hasil fraksi ekstrak kasar daun SembungDelan didepositkan pada 2 kertas cakramkemudian diletakkan masing-masing denganjarak 1 cm sisi kiri dan kanan dari koloni jamuruji (Hewitt and Stephenl. 1986; Anonim, 2011).Hasil positif ditujukkan oleh tidak tumbuhnyajamur disekitar kertas cakram setelah jamurdiinkubasi selama 4 hari pada suhu kamar.

Metode FraksinasiEkstrak kasar daun Sembung Delan

difraksinasi menggunakan Kolom Kromatografidan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Sebanyak11,47 g ekstrak kasar dilarutkan dalam 60 mLmetanol : aceton (1 :1) ditambahkan 10 gr silicagel (Wako gel c – 300, particel size 40 – 75ìm),lalu dievaporasi. Ekstrak kasar yang telahberbentuk kristal dimasukkan ke dalam colomnyang panjangnya mencapai 60 cm dengandiameter 3 cm, dimana colomn tersebutsebelumnya diisi 90 g silica gel dalam 300 mL n– hexana. Untuk mendapatkan fraksi dari ekstrakkasar, selanjutnya colomn dilewati eluent dengantingkat kepolaran yang berbeda yaitu hexan,10% ethyl acetate dalam hexane, 30% acetatedalam hexane, 50% acetate dalam hexane, ethylacetate, 5% methanol dalam ethyl acetate, 10%methanol dalam ethyl acetate, 20% metaholdalam ethyl acetate.

Setiap evluent yang melewati colomn,ditampung sebanyak 50 mL. Tampungan Idianggap sebagai fraksi satu dan hasil tampunganberikutnya sebagai fraksi ke dua dan seterusnya.Berat masing-masing fraksi diperoleh setelah hasiltampungan I dan seterusnya dievaporasi.

Page 33: Kumpulan Jurnal Biologi

109

Selanjutnya masing-masing fraksi dilarutkandalam 2 mL metanol aceton lalu di KLT denganplate KLT berukuran 10 cm x 10 cm (KeiselGel 60 F245). Fraksi yang menunjukkan tandapemisahan senyawa yang sama pada plate KLT,kemudian digabung menjadi satu fraksi .

HASILBerdasarkan uji In-vitro Ekstrak daun

Sembung Delan terhadap pertumbuhan jamurAlternaria sp. dan Phytopthora sp. pada mediaPDA diperoleh hasil positif. Rata-rata diameterkedua koloni jamur yang diujikan mengalamipenurunan dengan semakin meningkatnyakonsentrasi ekstrak yang diberikan. Padakonsentrasi 10000 ppm diameter koloni jamuralternaria sp sebesar 1,13 cm jauh lebih keciljika dibandingkan dengan kontrol yang hanyadiberikan pelarut metanol yaitu sebesar 3,53 cm.Bahkan pada perlakuan dengan konsentrasi10000 ppm ekstrak daun Sembung Delan tidakterjadi pertumbuhan jamur phytopthora sp. yangdiujikan pada media PDA. Data selengkapnyadisajikan pada tabel 1.

Sebanyak 17 fraksi diperoleh dari fraksinasiekstrak daun Sembung Delan denganmenggunakan metode kolom kromatograsi. Dari17 fraksi tersebut, hanya fraksi IX dan Xmemberikan hasil positif (Tabel 2). Pemisahan

KLT dengan pengembang hexan : etil asetatterlihat fraksi IX membentuk 3 spot dengan nilaiRf berturut-turut sebesar 0,7; 0,78; dan 0,86sedangkan fraksi X dengan pengembang yangsama dengan fraksi X membentuk 4 spot denganmasing-masing nilai Rf sebesar 0,58; 0,74; 0,78,dan 0,84.

PEMBAHASANEkstrak kasar daun Sembung Delan

memberikan hasil positif dalam menghambatkedua jenis jamur yang diujikan. Hal ini berartibahwa ekstrak daun Sembung Delanmengandung bahan aktif yang mampumenghambat pertumbuhan baik jamur Altenariasp maupun Phytopthora sp. Menurut Robinson(1995) Sembung Delan termasuk dalam familiCompositae mengandung senyawa ester asamasetilenat, hidrokarbon asetelina dan alkohol.Namun dalam hal ini belum dapat dipastikansenyawa mana yang berperan sebagai fungisida.Naim (2004) dan Sukaraga (2010) menyatakantanaman yang mengandung Flavonoid sepertifenol dapat menyebabkan denaturasi proteindan apabila terjadi pada membran sel jamurdapat mengakibatkan terjadinya gangguantransport bahan-bahan baik dari luar maupundari dalam sel. Berdasarkan hasil analisis statistikmenunjukan jenis jamur dan konsentrasimemberikan pengaruh yang nyata (P<0,05)

Efektivitas Hasil Fraksinasi Ekstrak Daun Sembung Delan (Sphaerantus Indicus L.) .... Darmayasa

Page 34: Kumpulan Jurnal Biologi

110

Widya Biologi Vol. 02 No. 02 Oktober 2011 ISSN : 2086-5783

terhadap pertumbuhan diameter koloni jamuryang diujikan. Rata-rata diameter pertumbuhankoloni kedua jamur yang diujikan mengalamipenurunan dengan semakin meningkatnyakonsentasi ekstrak yang diberikan. Besar kecilnyadaya hambat ekstrak tanaman sangat mungkinditentukan oleh jenis senyawa aktif, konsentrasibahan aktif dan jenis mikroorganisme uji.Menurut Mustika dan Racmat (1993)konsentrasi suatu bahan yang berfungsi sebagaiantimikroba merupakan salah satu faktor penentubesar kecil kemampuannya dalam menghambatpertumbuhan mikroba yang diuji. Lingga danRustama (2005) juga menyatakan semakin tinggikonsentrasi suatu bahan antimikroba makasemakin tinggi pula kemampuannya dalammenghambat pertumbuhan mikroba tersebut.Pada tabel 1 dapat dilihat rata-rata diameterpertumbuhan koloni jamur Alternaria sp. lebihbesar jika dibandingkan dengan pertumbuhanjamur Phythoptora sp. pada pemberiankonsentrasi ekstrak yang sama. Perbedaan inimengindikasikan Alternaria sp lebih resisten jikadibandingkan dengan jamur Phythoptora sp.Perbedaan struktur dan proses fisiologis mungkinmerupakan penyebab terjadinya perbedaan

dalam merespon adanya senyawa aktif yangterkandung dalam daun Sembung Delan. Nesterat all (2007) menyatakan bahwa respon jamurterhadap fungisida dipengaruhi oleh perbedaanspecies jamur yang diujikan. Bahan yang bersifatanti fungi dapat mengganggu fungsi membranplasma, sintesis dinding sel dan mengganguproses terjadinya pembelahan sel.

Fraksi IX dan Fraksi X menunjukkan hasilpositif dari 17 fraksi yang diperoleh. Hal iniberarti kedua fraksi tersebut mengandungsenyawa fungitoksik yang mampu menghambatpertumbuhan Alternaria sp. dan Phytopthorasp. Hasil pemisahan Kromatografi Lapis Tipis(KLT) dari Fraksi IX dan X masing-masingmembentuk 3 spot dan 4 spot. Perbedaan jarakspot dari hasil KLT baik pada fraksi IX dan Xmenunjukkan ada senyawa yang berbeda yangterkandung dalam masing-masing fraksi. Dalampenelitian ini belum diketahui senyawa mana darihasil pemisahan tersebut mampu menghambatpertumbuhan jamur yang diujikan. MenurutMetreux dan Raskin (1993) bahwa salah satusenyawa yang dihasilkan oleh tumbuhan yangdapat bersifat sebagai fungitoksik yang mampumengambat germinasi jamur adalah senyawa

Page 35: Kumpulan Jurnal Biologi

111

fenolik. Senyawa tersebut secara alamidiproduksi oleh tumbuhan akibat tanggapanumum tumbuhan terhadap seranganmikroorganisme. Suprapta (2001) menyatakanada beberapa jenis senyawa yang dapat berfungsisebagai antijamur yang dihasilkan oleh tumbuhanseperti: saponin, sianogenik glikosida danglukosinolat. Dilimartha (2001) pernahmelaporkan bahwa senyawa glikosida yangterkandung pada daun Sembung Besar (Blumeabalsimifera) dapat berfungsi sebagai senyawaantijamur. Hal ini belum dipastikan apakahsenyawa glikosida yang terkandung pada daunSembung Besar juga terdapat pada daunSembung Delan, sehingga perlu dilakukanpenelitian lebih lanjut untuk mengetahui senyawayang dapat berfungsi sebagai fungisida.

KESIMPULANEkstrak kasar daun Sembung Delan yang diujisecara in vitro pada media PDA mampumenghambat pertumbuhan jamur Alternaria sp.dan jamur Phytopthora sp. Ada perbedaan yangsignifikan antara kontrol dengan perlakuankonsentrasi ekstrak kasar yang diberikan. Hanyafraksi IX dan fraksi X dari 17 fraksi yangdiperoleh mampu menghambat pertumbuhankedua jenis jamur yang diujikan.

UCAPAN TERIMA KASIHPada kesempatan ini penulis menyampaikan

ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. DewaNgurah Suprapta, MSc. dan Prof. Dr. Ir.Nyoman Arya, M.Agr.(Alm) atas bantuanfasilitas dan bimbingannya serta kepada Ir. AnakAgung Gede Raka Dalam, MSc. (Hort) ataskoreksinya sehingga tulisan ini dapatdiselesaikan.

KEPUSTAKAANAgrios, G.N. 1996. Plant Patology. Third

Edition. Academic Press, INC. Santiago.California.

Anonim, 2011. Sensitibilitas Test Metode Kirby-Bauer. http//eema-kharisma Blog spot.

Com/2011/senstibilitas-test metodeKirby-bauer.html.

Dalimartha, S..2001. Atlas Tumbuhan ObatIndonesia. Penerbit Trubus Agriwidya.

Darmayasa, I.B.G. 2006. Daya HambatFraksinasi Ekstrak Daun Sembung Delan(Sphaeranthus indicus, L) TerhadapPseudomonas solanacearum L.Penyebab Penyakit Layu pada TanamanTomat. J. Bumi Lestari.6. hal 24..

Darmayasa, I.B.G.. 2008. Daya HambatFraksinasi Ekstrak Daun Sembung Delan(Sphaeranthus indicus, L) TerhadapBakteri Eschericia coli danStaphylococcus aureus. J.Bio.12 hal. 74.

Girsang, W.2009. Dampak Negatif PenggunaanPestisida. At. http//usitani;wordpresscom/2009/02/26/dampak-negatif-penggunaan-pes t i s ida .Opened:2882011

Harborne, J.B. 1996. Metode Fitokimia. Edisike dua. Terjemahan Kosasih padmawinatadan Inang Soedira. Penerbit ITB Bandung1996.

Hewitt, W., V. Stephen. 1989. MicrobiologicalAssay. Academic Press. INC. SanDiago,New York.

Hardaningsih, S. 2010. PatogenitasPhytopthora sp. Pada Beberapa GenotifKacang Hijau dan ProspekPengendaliannnya MenggunakanTrichoderma spp. at.http//www. Peipti-komdas sulsel,org/wp-content/up louds/2011/6/7/-Hardiningsih-phatogenitas-phytopthora pdf.

Lingga, M.A.,MM. Rustama. 2005. UjiAktibakteri dari ekstrak Air dan EtanolBawang Putih (Allium sativum L.)Terhadap Bakteri Gram Negatif dan GramPositif yang Diisolasi dari Udang Dodol(Metapenaeus monoceros), UdangLobster (Panilirus sp), dan Udang Rebon(Mysis dan Acetes). Jurusan Biologi FMIPA Universitas Padjajaran Bandung.

Efektivitas Hasil Fraksinasi Ekstrak Daun Sembung Delan (Sphaerantus Indicus L.) .... Darmayasa

Page 36: Kumpulan Jurnal Biologi

112

Widya Biologi Vol. 02 No. 02 Oktober 2011 ISSN : 2086-5783

Metraux, JP., I. Raskin. 1993. Rule of Phenoliccsin Plant Disease Resistance. Wiley- Liss .INC.

Mustika, I., A.S. Rachmat. 1993. EfikasiBeberapa Macam Produk Cengkeh danTanaman Lain terhadap Nematoda Lada.Proceeding Seminar Hasil PenelitianDalam Rangka Pemanfaatan Pestisida.Bogor. hal. 49.

Naim, R. 2004. Senyawa Antimikroba dariTanaman. Available at:http://www.kompas.com.opened : 021210

Nester, E.W., Denise, G. A., C Evans, Jr. MarthaT. N. 2007. Microbiology. Fifth Edition.Higher Education.

Nordland, D.A., L.J. Richard, W. L. Joe. 1981.Smiochemicals Their Role in Pest Control.A Wiley-Interscience Publication NewYork .

Robinson, T.. 1995. Kandungan OrganikTumbuhan Tinggi Edisi ke Dua.Penerjemah K. Padmawinata. PenerbitITB Bandung.

Semangun, H.. 1991. Penyakit-penyakitTanaman Pangan di Indonesia. GadjahMada University Press. Yogyakarta.

Sierra, A.P., M. León, L. A. Álvarez, S. Alaniz,M. Berbegal, J. García-Jiménez, and P.Abad-Campos. 2010 Outbreak of a NewPhytophthora sp. Associated with SevereDecline of Almond Trees in Eastern Spain.At. http//nature barkley edu/cotf/pdf/montly report/May 2010/P/neiderhausseri2010pdf.

Soerjani, M., A.J.G.H. Kostermans T. Gembong.1987. Weed of Rice in Indonesia. BalaiPustaka. Jakarta.

Stee, R.G.D. and J.H.Torrie.1993. Prinsip danProsedur Statistika Suatu PendekatanBiometrik. Penerjemah BambangSumantri.PT. Gramedia PustakaUtama:Jakarta.

Sukaraga, I W. 2010. Aktivitas AntijamurEkstrak Rimpang Lengkuas (Alpiniagalanga) Dalam MenghambatPertumbuhan Mucor sp yangmengkontaminasi Produk Abalone Kering(Haliotis asinina) Tesis ProgramMagister. PS. Bioteknologi UniversitasUdayana. hal. 70.

Suprapta, D.N.. 2001. Senyawa Antimikrobadan Pertahanan Tumbuhan TerhadapInfeksi Jamur. Agritop 20. hal. 42 .

Page 37: Kumpulan Jurnal Biologi

113

PENGARUH PAPARAN ASAP ROKOK TERHADAP KADARKLOROFIL PADA DAUN TANAMAN CAM, Sansevieria trifasciata

I Gusti Ayu Made Dwi Lestari, I Gede Ketut AdiputraProgram Studi Biologi, FMIPA, Universitas Hindu Indonesia,

Jl. Sanggalangit, Tembau, Penatih, Denpasar

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh paparan asap rokok terhadap kadarklorofil daun tanaman CAM (Sansevieria trifasciata). Penelitian ini dilakukan menggunakanrancangan faktorial, dimana variabel bebas pertama adalah jumlah rokok dan variabelbebas kedua adalah waktu pemanenan sample. Pemberian paparan dilakukan menggunakanmodel percobaan pulse-chase yaitu pemberian asap rokok selama 30 menit (pulse) danmengukur pengaruhnya setelah pemberian paparan (chase). Kadar klorofil diukur denganspektrofotometer menggunakan metode Wintermans dan De Mots, dengan pelarut alkohol96 %. Hasil pengukuran dianalisis dengan ANAVA dua arah kemudian diuji lanjut denganuji HSD Tukey pada taraf signifikansi 5%. Segera setelah pulse, kadar klorofil ditemukanmenurun, akan tetapi kadar klorofil ini kemudian meningkat dengan cepat pada periodeselanjutnya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa tumbuhan CAM Sansevieria tidak banyakmengalami kerusakan oleh senyawa toksik yang dihasilkan oleh asap rokok karena periodepenyerapan toksin tersebut terjadi ketika tanaman sedang tidak aktif melakukan fotosintesis.

Kata kunci : Asap rokok, kadar klorofil, tanaman CAM

ABSTRACTThis research was aimed to see the effects of cigarette smoke on chlorophyll contentin leaf of CAM plant (Sansevieria trifasciata). This research was designed usingfactorial design, where the first factor was the number of cigarette producing smokeand the second factor was sampling time. Experimental model employed for thisresearch was pulse-chase experiment inwhich smoke of lited cigarette was exposedto Sansevieria plants (pulse) and the effect of this exposure on chlorophyll contentwere then observed after the pulse (chase). Chlorophyll content in the leaves wasextracted using ethanol 96% ( Wintermans and De Mots) and its absorbances weremeasured using spectrophotometer. Data was analized using two way analysis ofvariant followed by HSD Tukey in 5% confidence level. Just after the pulse, chlorophyllcontent was decreased, but the chlophyll were then quickly increased in the ensuingperiod. This research concluded that CAM plant Sansevieria was only slightly affectedby toxic compound produced by smoking because the period of toxin uptake wasoccurred when the plants was not active photosynthetically.

Keyword: cigarette smoke, chlorophyll content, CAM plant

Page 38: Kumpulan Jurnal Biologi

114

Widya Biologi Vol. 02 No. 02 Oktober 2011 ISSN : 2086-5783

PENDAHULUANTanaman lidah mertua atau yang lebih dikenal

dengan nama Sansevieria merupakan jenistanaman CAM sukulen dari famili Agavaceae.Sebagai tanaman CAM, Sansevieria membukastomata pada malam hari untuk menyerap CO2.Senyawa CO2 ini kemudian diubah menjadi asammalat dan disimpan dalam tanaman sampaikeesokan harinya ketika fotosintesis mulai terjadi.Pada proses ini, CO2 dilepas kembali untukdisintesa menjadi senyawa organik dalam siklusCalvin.

Tanaman Sansevieria memiliki kemampuanuntuk menyerap polutan yang ada di sekitarnya.Menurut Pramono (2008), satu pohon tanamanS. trifasciata “laurentii” yang telah memiliki daun4-5 helai dapat menyegarkan kembali udaradalam ruangan yang luasnya 20 m2. Disampingitu, menurut penelitian yang dilakukan olehNASA (National Aeronautics and SpaceAdministration) Sansevieria dikatakan mampumenyerap 107 unsur polutan berbahaya yangterdapat di udara (Anonim 2008). Oleh karenaitu, Sansevieria dapat dimanfaatkan untukmenanggulangi polusi udara yang terdapat padaruangan. Misalnya, penempatan Sansevieriasangat bermanfaat pada ruang yangterkontaminasi asap rokok untuk menyerap racunyang terdapat pada asap rokok tersebut.Sebagaimana telah diketahui bahwa asap rokokmengandung bahan kimia yang sebagian besarbersifat toksik diantaranya adalah nikotin, tar,karbon monoksida, hidrogen sianida,formaldehida, ammonia, fenol, NO2 dan lain-lain(Kabo 2008). Menurut Organisasi KesehatanDunia (WHO), senyawa toksik ini dapatmenyebabkan berbagai penyakit baik bagiperokok maupun bukan perokok (Susana et al.,2003).

Walaupun Sansevieria dikatakan mampumenyerap polutan, tetapi mekanisme fisiologiyang menyebabkan tanaman ini tidak mengalamikerusakan akibat polutan masih belum jelas.Pada beberapa penelitian ditemukan bahwa

polusi udara dapat merusak proses fisiologi padatanaman. Misalnya, Kadar klorofil pada tanamanditemukan mengalami penurunan setelahditempatkan pada daerah yang kadar polutannyatinggi (Anggarwulan dan Solichatun 2007;Rahayu 1995; Rantung 2006; Roziaty 2009).Oleh karena klorofil sangat penting bagi tanamanuntuk melakukan aktivitas autotrofik, penurunankadar klorofil ini pada tanaman dapatmengakibatkan menurunnya penghasilan bahanorganik untuk pertumbuhan. Oleh karena itu,kemampuan menanggulangi polusi oleh tanamanSansivieria menjadi pertanyaan, terutama apakahtanaman CAM Sansevieria ini memilikiperbedaan fisiologis sehingga mampu terhindardari kerusakan yang diakibatkan oleh polutantersebut.

Berbeda dengan Sansevieria, jenis tanamanyang dilapokan mengalami kerusakan akibatpolutan ini memiliki struktur daun yang berbeda.Pada penelitian yang dilakukan oleh Anggarwulandan Solichatun (2007), tanaman yang digunakanadalah Plantago major dan Phaseolus vulgarisyang merupakan tanaman C3, memiliki strukturdaun yang tipis. Demikian juga tanaman yangdigunakan oleh Rahayu (1995), Roziaty (2009)dan Rantung (2006), memiliki struktur daun yangtipis (sengon dan angsana). Selain itu, tanamanyang dilaporkan mengalami kerusakan ini hampirsemuanya mengambil CO2 pada siang hari yaituketika tanaman sedang aktif melakukanfotosintesis. Apabila pengambilan CO2 tersebutdisertai dengan masuknya bahan toksik daripolutan, maka juga berarti bahwa bahan toksikmemasuki tanaman ketika tanaman sedang aktifmelakukan fotosintesis. Pada kondisi ini, klorofilmengalami degradasi karena polutan dapatsecara langsung terlibat dalam proses fisiologitanaman yang kemudian diekspresikan dalamgangguan pertumbuhan. Oleh karena itu padatanaman tersebut, polutan menyebabkanperubahan pada tingkatan biokimia sel kemudiandiikuti oleh perubahan fisiologi pada tingkatindividu hingga tingkat komunitas tanaman(Siregar, 2005).

Page 39: Kumpulan Jurnal Biologi

115

Diduga bahwa struktur daun dan mekanismepengambilan CO2 pada tanaman CAMmenentukan kemampuan tanaman untuk resistenterhadap polutan. Oleh karena itu, padapenelitian ini kadar klorofil pada daun Sansevieriadiukur setelah tanaman ini diberi paparan asaprokok pada malam hari.

BAHAN DAN METODEPenelitian ini dilakukan pada bulan Agustus

2011, di Laboratorium Biologi, FMIPA UNHIDenpasar. Penelitian dirancang menggunakanmodifikasi rancangan eksperimen pulse-chase(Adiputra dan Anderson 1992; Budhi et al.,1990; Thorpe 1984). Metode pulse-chase yaitumemberikan sejumlah senyawa selama periodewaktu ke dalam tumbuhan kemudian mengamatipengaruhnya setelah pemberian tersebut. Jumlahsenyawa atau asap yang diberikan selamaperiode pulse bervariasi dari tanpa batang rokok(R0) , 1 batang rokok (R1), 3 batang rokok(R2), dan 5 batang rokok (R3).. Periode pulseadalah periode selama rokok masih menyala(mengeluarkan asap). Pengaruh dari paparanasap rokok kemudian diamati selama periodechase yaitu 30 menit setelah pemaparan (T0); 3hari setelah pemaparan (T1), 6 hari setelahpemaparan (T2), dan 9 hari setelah pemaparan(T3). Dari kedua periode perlakuan tersebutdiperoleh 16 kombinasi perlakuan antara lain:(T0R0, T0R1, T0R2, T0R3), (T1R0, T1R1,T1R2, T1R3), (T2R0, T2R1, T2R2, T2R3),(T3R0, T3R1, T3R2, T3R3) masing-masingdiulang dua kali, sehingga diperoleh 32 satuanpercobaan dengan pengukuran absorbans secaraduplo (dua kali pengukuran). Sampel penelitianyang digunakan adalah Sansevieria trifasciatavar. laurentii dengan warna daun, tinggi daundan komposisi tanah yang seragam. Tanaman inidiperoleh di kawasan penjualan tanaman hias diDenpasar.

Pemaparan asap rokok dilakukan padapukul 21.00 wita, mengingat Sansevieriamerupakan jenis tanaman CAM (Taiz dan Zeiger2011). Rokok yang digunakan dalam pemaparan

asap rokok adalah rokok jenis kretek (nonfilter),merk “tali jagat” dengan kandungan nikotinsebanyak 2,7 mg dan tar sebanyak 43 mg.Pemaparan dilakuakan dengan menempatkanrokok yang menyala tepat di sisi tanaman.Selanjutnya, tanaman disungkup sesuai dengankombinasi perlakuan. Penempatan tanaman didalam sungkup plastik diberi jarak 15 cm antartanaman.

Sampel yang diambil setelah pemaparanadalah daun yang paling muda, ditimbangsebanyak 2 gram kemudian ditempatkan padawadah plastik dan ditambahkan alkohol 96%sebanyak 20 ml. Keesokan harinya, rendamandaun digerus dengan mortal dan alu kemudianditambahkan kembali alkohol 96% sebanyak 20ml. Selanjutnya, dicentrifuge dengan kecepatan1200 rpm selama 5 menit. Filtrat kemudiandiukur absorbansinya pada 649 dan 665 nmdengan menggunakan spektrofotometer (ApelPD 303S) mengikuti metode yang dikemukakanWintermans dan De Mots (Aminot dan Rey2000; Anonim 2011). Nilai absorbansi yangdiperoleh, dikonversikan dengan rumus yangdikemukakan Wintermans dan De Mots yangdikutip oleh Susiyanti dkk., (2007).Klorofil a = (13,7 x ë665) – (5,76 x ë649)

= ìg klorofil ml-1

Klorofil b = (25,8 x ë649) – (7,60 x ë665)= ìg klorofil ml-1

Total klorofil = Klorofil a + klorofil b.Data yang diperoleh dianalisis dengan

ANAVA dua arah dengan pengolahan datamenggunakan program SPSS statistic versi17.0. Kemudian diuji lanjut dengan uji HSDTukey pada taraf signifikansi 5%.

HASILPengukuran yang dilakukan, segera setelah

pemaparan dengan 1, 3 dan 5 batang rokok,menunjukkan terjadinya penurunan kadar klorofilpada daun Sansevieria baik pada klorofil a, bmaupun total klorofil (Gambar 1, 2 dan 3). Padapengukuran ini, kadar klorofil a pada daun yangdiberi paparan 1, 3 dan 5 batang rokok masing-

Pengaruh Paparan Asap Rokok Terhadap Kadar Klorofil .... Dwi Lestari dan Adiputra

Page 40: Kumpulan Jurnal Biologi

116

Widya Biologi Vol. 02 No. 02 Oktober 2011 ISSN : 2086-5783

masing adalah 72,2, 69,8 dan 84,8 % relatifkontrol (Gambar 1). Sementara itu, klorofil bditemukan sebanyak 63,3, 59,6 dan 73,7% relatifkontrol untuk R1, R2 dan R3 (Gambar 2).Sedangkan untuk klorofil total, kadar relatifkontrol ditemukan sebanyak 65,5, 64,0 dan78,4%, masing-masing untuk R1, R2, R3(Gambar 3).

Kadar klorofil a pada daun yang diberipaparan asap rokok ini kemudian mengalamikenaikan, tetapi daun yang digunakan sebagaikontrol mengalami penurunan kadar klorofil.Relatif terhadap kadar yang ditemukan pada T0,kadar klorofil yang ditemukan pada T1 masing-masing naik sebanyak 18.0, 0.9 dan 5.3% untukR1, R2 dan R3. Akan tetapi kadar klorofil yangditemukan pada kontrol justru mengalamipenurunan sebanyak 15% (Gambar 1). Kejadianseperti ini juga ditemukan pada klorofil b(Gambar 2) dan total klorofil (Gambar 3), yaitukadar klorofil pada daun yang diberi paparanasap rokok mengalami kenaikan sedangkan padakontrol justru terjadi penurunan kadar klorofil.

Pengukuran yang dilakukan 6 hari setelahpemaparan (T2) menunjukkan bahwa kadarklorofil pada daun yang diberi paparan terus naiksedangkan pada kontrol ditemukan kadar yangpaling rendah diantara semua kadar yang diukur(Gambar 1,2,3). Daun yang diberi paparan 5dan 1 batang rokok, pada T2 ditemukan memilikikadar yang hampir sama dengan kadar klorofilyang mula-mula ditemukan pada kontrol. Akantetapi pada T2, kadar klorofil pada kontrol inihanya 68.3% dari kadar klorofil mula-mula padaT0. Jadi sampai hari ke-6 setelah pemaparan,perubahan kadar klorofil ditemukan berlawananantara kontrol dan daun yang diberi paparan asaprokok.

Berbeda dengan periode 3 hari pertama dankedua, kadar klorofil pada periode 3 hari ketigaditemukan mengalami kenaikan pada hampirsemua perlakuan. Pada hari ke-9, kadar klorofila pada R3 telah mencapai jumlah yang jauhmelebihi kadar klorofil T0 pada kontrol yaitusebanyak 125%. Untuk klorofil b, ditemukankadar sebanyak 133% (relatif kadar klorofil pada

Gambar 1. Grafik hasil pengukuran kadar klorofil a (ìg klorofil ml-1). Ï%, daun Sansevieriayang digunakan sebagai kontrol; %, daun Sansevieria yang diberi paparan 1 batang rokok;²%,

daun Sansevieria yang diberi paparan 3 batang rokok; *, daun Sansevieria yang diberi paparan 5batang rokok; T0, pemanenan segera setelah paparan; T1, pemanenan 3 hari setelah paparan;

T2, pemanenan 6 hari setelah paparan; T3, pemanenan 9 hari setelah paparan.

Page 41: Kumpulan Jurnal Biologi

117

Pengaruh Paparan Asap Rokok Terhadap Kadar Klorofil .... Dwi Lestari dan Adiputra

Gambar 2 Grafik hasil pengukuran kadar klorofil b (ìg klorofil ml-1). Ï%, daun Sansevieriayang digunakan sebagai kontrol; %, daun Sansevieria yang diberi paparan 1 batang rokok;²%,

daun Sansevieria yang diberi paparan 3 batang rokok; *, daun Sansevieria yang diberi paparan 5batang rokok; T0, pemanenan segera setelah paparan; T1, pemanenan 3 hari setelah paparan;

T2, pemanenan 6 hari setelah paparan; T3, pemanenan 9 hari setelah paparan.

. Gambar 3 Grafik hasil pengukuran kadar klorofil total (ìg klorofil ml-1). Ï%, daun Sansevieriayang digunakan sebagai kontrol; %, daun Sansevieria yang diberi paparan 1 batang rokok;²%,

daun Sansevieria yang diberi paparan 3 batang rokok; *, daun Sansevieria yang diberi paparan 5batang rokok; T0, pemanenan segera setelah paparan; T1, pemanenan 3 hari setelah paparan;

T2, pemanenan 6 hari setelah paparan; T3, pemanenan 9 hari setelah paparan.

Page 42: Kumpulan Jurnal Biologi

118

Widya Biologi Vol. 02 No. 02 Oktober 2011 ISSN : 2086-5783

T0 dari kontrol), sedangkan untuk total klorofilditemukan sebanyak 139%. Jadi walaupunkadar klorofil pada daun yang diberi paparanmula-mula lebih rendah dari kontrol, tetapisetelah 9 hari kadarnya menjadi jauh lebih tinggi

PEMBAHASANPada kondisi penelitian yang dilakukan dan

dengan asumsi bahwa kadar klorofil sebelumpemaparan adalah sama pada semua tanaman,maka hasil penelitian ini menunjukkan bahwakadar klorofil sangat sensitif terhadap pemberianpaparan. Adanya penurunan kadar klorofilsegera setelah pemaparan menunjukkan bahwasebagian molekul klorofil yang ada pada daunmengalami penguraian menjadi suatu senyawayang tidak memiliki warna yang dapat dideteksisecara spectrofotometri. Karakteristik dari hasilpenguraian ini terutama adalah berbentuk suatusenyawa yang tidak dapat menyerap sinar padapanjang gelombang 665 atau 649 nm. Klorofilyang terurai ini kemungkinan berada pada suatulokasi yang paling dekat dengan stomata.Sebagai mana telah diketahui bahwa tanamanCAM membuka stomata pada malam hari danmenutup stomatanya pada siang hari. Ketikadaun tanaman ini diberi paparan pada malam hari,maka konsentrasi asap rokok dan senyawatoksik yang dikandungnya adalah paling tinggipada lingkungan ekstra selluler dari sel-seltanaman yang berlokasi dekat stomata.Konsentrasi yang tinggi ini akan menyebabkanperubahan kesetimbangan kimia antaralingkungan ekstra selluler dengan lingkungan intraselluler pada sel-sel tersebut. Baik CO2 maupuntoksin kemudian masuk kedalam sel danmenyebabkan terurainya molekul klorofil menjadisenyawa yang tidak dapat menyerap sinar padapanjang gelombang 665 dan 649 nm. Akantetapi karena paparan diberikan hanya selama30 menit, kerusakan klorofil tidak terjadi padasel-sel yang berlokasi didaerah yang lebih jauh.Hal ini dapat disebabkan oleh karena pada malamhari CO2 tidak langsung diangkut ke kloroplast,melainkan direduksi menjadi asam malat danselanjutnya melalui transport pasif dibawa kevakuola (Herrera 2009). Senyawa toksik yang

masuk kedalam daun bersama CO2 inikemungkinan juga diangkut kedalam vakuola.Pada saat CO2 kemudian dilepaskan ke siklusCalvin, senyawa toksik selanjutnya dapatmengalami reaksi dengan pregnane glikosid(Lingga 2008) untuk dapat berubah menjadibahan yang dapat dimanfaatkan. Jadi walaupunklorofil pada daun Sansevieria juga dapat rusakakibat polusi, tetapi karena jalur metabolismeCO2 terjadi secara tidak langsung melalui vakuolamaka kerusakan klorofil yang lebih luas dapatdihindarkan. Hal ini jelas nampak dari datapenelitian yang dilaporkan (Gambar 1,2,3) yangmenunjukkan bahwa kadar klorofil terusmengalami kenaikan. Data ini berbeda denganpenelitian yang dilakukan pada tanaman yangmelakukan penyerapan CO2 ketika fotosintesissedang aktif. Misalnya, Anggarwulan danSolichatun (2007), meneliti kadar klorofil padatanaman Plantago major dan Phaseolusvulgaris menemukan bahwa kadar klorofilmengalami penurunan. Demikian juga penelitianyang dilakukan oleh Rahayu (1995) yangmenemukan bahwa kadar klorofil pada daunsengon (Paraserianthes falcataria) jugamenurun setelah ditempatkan di tepi jalan rayayang padat lalu lintas.

Faktor lain yang juga dapat mengakibatkanperbedaan pengaruh polutan pada klorofil adalahperbedaan periode paparan. Penelitian, yangdilakukan baik oleh Anggarwulan dan Solichatun(2007) maupun oleh Rahayu (1995),menggunakan metode durasi paparan yangpanjang yaitu sampai lebih dari satu bulan. Akantetapi, penelitian yang dilakukan pada Sansevieriamenggunakan metode paparan durasi pendek(pulse) yaitu hanya selama 30 menit. Klorofilpada daun yang terpapar polutan dalam jangkawaktu yang lama dapat mengalami kerusakanyang luas baik pada penguraian molekul maupunpada luasnya jaringan yang dipengaruhi. Olehkarena itu, paparan yang panjang ini dapat terlihatsecara visual berupa klorosis. Hal inimenunjukkan bahwa klorofil telah terurai menjadisenyawa lain dan tidak mengalami sintesakembali menjadi klorofil pada sel yang sama.Sebaliknya, klorofil yang terpapar polutan dalam

Page 43: Kumpulan Jurnal Biologi

119

jangka pendek akan terurai menjadi molekul laintetapi molekul ini dapat disintesa kembali menjadiklorofil setelah effect toksik dari paparan tersebutdapat diatasi. Hal ini jelas terlihat pada daunSansevieria yang diberi paparan asap rokok.Daun ini tidak menunjukkan gejala klorosis dankadar klorofil segera naik setelah paparantersebut dihentikan pada periode tanpa paparanasap rokok (chase).

Disamping metode durasi paparan,perbedaan prilaku sintesis klorofil juga dapatterjadi akibat perbedaan struktur morfologis danmekanisme fisiologis pada tanaman. DaunSansevieria dan daun tanaman yang digunakanpada penelitian oleh Anggarwulan dan Solichatun(2007) maupun oleh Rahayu (1995) memilikiketebalan yang sangat berbeda. DaunPhaseolus vulgaris, Plantago major ataupunParaserianthes falcataria jauh lebih tipis daripada daun Sansevieria. Disamping itu, sebagaitanaman CAM, daun Sansevieria memilikimekanisme penyerapan CO2 yang berbeda.Tanaman ini membuka stomata pada malam haritetapi menutup stomata pada siang hari.Penyerapan polutan pada malam hari dapatmemiliki implikasi biokimia yang berbeda denganpenyerapan polutan pada siang hari. Pada sianghari, semua tanaman mengaktifkan enzimphotosintesis untuk memanen energi sinarmatahari. Untuk dapat berlangsungnya reaksipemanenan energi matahari ini maka semuakondisi lingkungan harus sesuai dengan kondisiyang diperlukan agar enzim fotosintesis bisa aktif.Apabila pada siang hari ini terjadi penyerapanpolutan maka kondisi yang diperlukan untukaktivitas enzimatis dapat berubah dan selanjutnyamenghambat pemanenan energi sinar matahariyang sangat diperlukan untuk mensintesa bahanpenyusun klorofil. Hambatan ini selanjutnyamenyebabkan hambatan sintesis klorofil danpada kondisi yang lebih serius daun tanaman inikemudian mengalami klorosis. Akan tetapisebaliknya jika penyerapan polutan dilakukanpada malam hari, seperti pada tanamanSansevieria, effect toksik tidak mempengaruhiaktivitas pemanenan energi karena fotosintesis

sedang tidak aktif. Effect toksik ini akanditanggulangi oleh tanaman tanpa menggangukondisi lingkungan yang seharusnya disediakanuntuk aktivitas fotosintesis. Apabila gangguantersebut dapat diatasi pada periode tanpafotosintesis ini, maka aktivitas fotosintesis dapatberlangsung dengan normal. Oleh karena itu,sintesis bahan yang diperlukan untuk menyusunmolekul klorofil menjadi tidak terganggu. Hal inijelas nampak pada penelitian yang dilaporkan iniyaitu kadar klorofil pada periode chase dapatmeningkat sampai 139% dari kadar klorofil awal.Hal ini berarti bahwa polutan yang diserap dapatmenjadi nutrisi bagi tanaman Sansevieria danbukan menghambat sintesis klorofil. Hal inidiperkuat juga oleh data (Gambar 1, 2, 3) bahwatanaman yang disungkup tanpa pemberian asaprokok (kontrol) segera menguraikan klorofilnyadan klorofil ini tidak dapat disintesa kembalisampai periode 6 hari. Sungkup yang diberikanpada tanaman ini, menurut Gardner et al. (1991)menyebabkan terjadinya penurunan konsentrasiCO2 di udara. Sesuai dengan pendapat Gardnerdkk (1991) ini, tanaman Sansevieria yang diberisungkup akan mengalami kekurangan sumberkarbon untuk sintesis bahan penyusun klorofil.Jadi, kadar CO2 yang tinggi pada tanaman yangdiberi paparan asap rokok berpengaruh positifuntuk biosintesis klorofil.

KESIMPULANBerdasarkan hasil penelitian dan analisis

data, maka dapat disimpulkan bahwa tanamanSansevieria dapat menanggulangi polusi udaramelalui mekanisme fisiologis tanaman CAM yaitumenyerap polutan pada saat fotosintesis tidaksedang aktif.

SARANPerlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk

mengetahui batas toksik daun tanaman CAM(Sansevieria trifasciata) terhadap paparanpolutan asap rokok dan membandingkan responfisiologisnya dengan tanaman yang membukastomata pada siang hari seperti tanaman C3 danC4.

Pengaruh Paparan Asap Rokok Terhadap Kadar Klorofil .... Dwi Lestari dan Adiputra

Page 44: Kumpulan Jurnal Biologi

120

Widya Biologi Vol. 02 No. 02 Oktober 2011 ISSN : 2086-5783

DAFTAR PUSTAKAAdiputra, I.G.K. dan J.W. Anderson. 1992.

Distribution and redistribution of sulphurtaken up from nutrient solution duringvegetative growth in barley. PhysiologiaPlantarum 85. Copenhagen.

Aminot, A., dan F. Rey. 2000. Standardprocedure for the determination ofchlorophyll a by spectroscopic methods.ICES Techniques in Marine EnvironmentalSciences. Available from http://www.google.com/. (Akses: 27 Februari2011).

Anggarwulan, E. dan Solichatun. 2007. KajianKlorofil Dan Karotenoid Plantago MajorL. Dan Phaseolus Vulgaris L. SebagaiBioindikator Kualitas Udara. JurnalBiodiversitas. Vol. 8. No. 4.

Anonim 2008. Galeri Sansevieria. Cetakan ke-1. Penebar Swadaya. Jakarta.

Anonim. 2011. Pengukuran Kadar KlorofilMenggunakan spektrofotometer (Spektronik20). Available at: http://www.scribd.com/doc4452625/laporan-pengukuran-kadar-klorofil. (Akses: 18Februari 2011).

Budhi, I.M., I.M. Sumer, I.N.T. Wiartha danI.G.M. Adioka. 1990. Ilmu FarmasiKedokteran. Lab. Farmasi Kedokteran.Fakultas Kedokteran. UniversitasUdayana.

Gardner, P.F., R.B. Pearce dan R.L. Mitchell.1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.Cetakan 1. Universitas Indonesia (UI-Press).Terjemahan Susilo, H. Jakarta.

Harrera A. 2009. Crassulacean acid metabolismand fitness under water deficit

stress: if not for carbon gain, what is facultativeCAM good for?. Annals of Botany 103:645–653, doi:10.1093/aob/mcn145.

Kabo, P. 2008. Mengungkap pengobatanpenyakit jantung koroner. PT GramediaPustaka Utama. Jakarta.

Lingga, L.W. 2008. Sansevieria. PT GramediaPustaka Utama. Jakarta.

Pramono, S. 2008. Pesona Sansevieria. PTAgromedia Pustaka. Jakarta.

Rahayu, W.F.L. 1995. Analisis Jumlah Klorofildan Kandungan Logam Berat Pb dalamJaringan Daun Akibat Pencemaran LaluLintas. Manusia dan LingkunganNomor 5 Th II.

Rantung, J. L. 2006. Dampak Polusi Udara PadaPohon Angsana (Pterocarpus indicusWilld). Eugenia 12 (2). Fakultas PertanianUNSRAT. Manado. Available from:http://www.google.com/. (Akses: 18 Juli2011).

Roziaty, E. 2009. Kandungan Klorofil, StrukturAnatomi Daun Angsana (Pterocarpusindicus Willd.) dan Kualitas Udara Ambiendi Sekitar Kawasan Industri Pupuk PT.PUSRI di Palembang. Institut PertanianBogor.

Available from: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/4373/. (Akses: 18 Juli 2011).

Siregar E.B.M. 2005. Pencemaran Udara,Respon Tanaman dan Pengaruhnya PadaManusia. Jurnal. Jurusan Pertanian.Medan. USU. Available from: http://reposi tory.usu .ac . id /b i t s t ream/123456789/1095/3/05001255.pdf.txt.(Akses: 27 April 2011) .

Susiyanti, G.A. Wattimena, M. Surahman, A.Purwito dan D.A. Santosa. 2007.Transformasi Tanaman Tebu (cv. PSJT94-41) dengan Gen Fitase MenggunakanAgrobacterium tumefaciens GV 2260(pBinPI-IIEC). Bul. Agron. (35) (3).

Susanna, D., B. Hartono, H. Fauzan. 2003.Penentuan Kadar Nikotin Dalam AsapRokok. Jurnal Kesehatan. Vol. 7, No.2.

Taiz, L., E. Zeiger. 2011. Photorespiration inCAM plants. Plant Physiology Online,Fifth Edition. Available from: http://5 e . p l a n t p h y s . n e t / a r t i c l e . p h p ?ch=8&id=400/. (Akses: 28 April 2011).

Thorpe, N. O. 1984. Cell Biology. John Wiley& Sons Inc. Canada.

Page 45: Kumpulan Jurnal Biologi

121

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG AIRDI HUTAN MANGROVE SUWUNG KAUH DENPASAR

I Gusti Ngurah Bagus Ary Eka Putra, Ni Ketut Ayu Juliasih, I Nyoman ArsanaProgram Studi Biologi FMIPA UNHI, Jl. Sangalangit, Tembau Denpasar, Bali

ABSTRAKTelah dilakukan penelitian dengan judul Keanekaragaman Jenis burung Air di Hutan Mangrove

Suwung Kauh Denpasar dengan tujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis burung air. Penelitiandilakukan dengan metode jelajah pada tiga jalur pengamatan. Sepanjang jalur pengamatan, diamatijenis burung air dengan membuat daftar seri jenis burung air yang tampak sepanjang jalur pengamatan.Setiap jenis baru dicatat hingga mencapai sepuluh jenis, kemudian dibuat daftar baru lagi. Jenis yangsama tidak boleh dicatat dua kali dalam satu daftar, tetapi dicatat dalam daftar jenis berikutnya. Darihasil penelitian terdapat 21 jenis burung air yang termasuk ke dalam Famili Alcedinidae ada 4 jenisyaitu Alcedo coerulescens, Halcyon sancta, Halcyon chloris dan Halcyon cynoventris, FamiliArdeidae ada 8 jenis yaitu Ardeola speciosa,Ardea purpurea, Butorides striatus, Egretta garzetta,Egretta intermedia, Egretta alba, Bulbucus ibis dan Nycticorac nycticorax, Famili Anatidae,Phalacrocoracidae dan Rallidae masing-masing 1 jenis secara berurutan yaitu Anas superciliosa,Phalacrocorax melanoleucos dan Amaurornis phoenicurus, dan Famili Scolopacidae ada 6 jenisyaitu Actitis hypoleucos, Arenaria interpres, Tringa glareola, Tringa nebularia, Tringa totanusdan Xenus cinireus. Keanekaragaman jenis burung air tergolong rendah. Burung air didominasi olehburung air pemakan ikan (piscivora), dengan aktivitas tertinggi yang dilakukan adalah mencari makan.Kata kunci : Keanekaragaman, Burung Air, Mangrove, Suwung Kauh.

ABSTRACTA research was performed in Mangrove forest, located in Suwung Kauh Denpasar, to

collect data on species of aquatic bird living or visiting the sites. Method employed wasexploration in three observation pathways. Species of birds observed in the explorationpathways were documented using a list of serial bird species. A new observed species werecollected until the number of species in the list was 10 new species. One species were notdocumented twice in one list of species, but were documented in the second list. This researchfound that total species of aquatic bird visiting the area was 21 and all of which were belongto 6 families i.e. Alcedinidae, Ardeidae, Anatidae, Phalacrocoracidae, Rallidae andScolopacidae. The number of species found for each family was varied. There were 4 speciesbelong to Alcedinidae; Alcedo coerulescens, Halcyon sancta, Halcyon chloris and Halcyoncynoventris, 8 species belong to Ardeidae; Ardeola speciosa, Ardea purpurea, Butorides striatus,Egretta garzetta, Egretta intermedia, Egretta alba, Bulbucus ibis and Nycticorac nycticorax.Only one species was found in each family of Anatidae, Phalacrocoracidae and Rallidae, i.e.Anas superciliosa, Phalacrocorax melanoleucos and Amaurornis phoenicurus. There were 6species of birds found belong to Scolopacidae, i.e. Actitis hypoleucos, Arenaria interpres,Tringa glareola, Tringa nebularia, Tringa totanus and Xenus cinireus. This diversity of birdsfound in the sites is categorized as low, dominated by fish eating birds (piscivora) and it mainactivity was feeding.Key words: Diversity, Aquatic birds, Mangrove, Suwung Kauh.

Page 46: Kumpulan Jurnal Biologi

122

Widya Biologi Vol. 02 No. 02 Oktober 2011 ISSN : 2086-5783

PENDAHULUANIndonesia dikenal sebagai salah satu negara

megadiversitas burung bersama sembilan negaralainnya yaitu Kolombia, Peru, Brasil, Ekuador,Venezuela, Bolivia, India, Malaysia, dan Cina(Primack, 1998). Keanekaragaman jenis burungyang dimiliki Indonesia sebanyak 1519 jenis,merupakan negara urutan ke tiga di dunia(Primack, 1998), dan merupakan negara yangmemiliki jenis burung endemik terbanyak di duniayaitu 381 jenis (Sujatnika, 1995).

Salah satu jenis burung adalah burung air.Burung air merupakan sekelompok burung yangsecara ekologis bergantung kepada kawasanperairan (lahan basah) sebagai tempat merekamencari makan dan atau berbiak, berukurankecil atau sedang dengan berbagai bentuk danukuran paruh yang disesuaikan dengankeperluannya untuk mencari dan memakanmangsanya (Howes et al., 2003).

Burung air dapat digunakan sebagaibioindikator perubahan kualitas lingkungan(Buckley & Buckley, 1976), karena burung airsangat peka terhadap polusi dan penurunankondisi makanannya. Burung air memiliki peranekologis yaitu berperan penting dalam pertukaranenergi antara kehidupan daratan dan perairan,sehingga burung tersebut turut menentukandinamika produktivitas pada lahan basah. Burungair menyediakan sejumlah pupuk alami bagivegetasi pantai dan daerah-daerah yang lebihtinggi, dan vegetasi tersebut berfungsi sebagaistabilisator lingkungan pantai terhadap pengaruherosi. Dengan cara demikian, kehadiran burungair tersebut juga dapat mempercepat suksesi yangterjadi di lahan basah.

Burung air banyak ditemukan di kawasanhutan mangrove Suwung Kauh Denpasar.Kawasan ini sering dimanfaatkan sebagai habitatuntuk mencari makan, berkembang biak atauberistirahat. Burung-burung yang dapat dijumpaidi hutan mangrove umumnya burung yang tinggaldan bersarang di hutan mangrove serta burungyang berasal dari habitat lain yang mengunjungikawasan mangrove untuk mencari makanataupun beristirahat (Arifin, 2003).

Hutan mangrove Suwung Kauh, PemoganDenpasar mempunyai luas sekitar 1.373,5 Hadan telah ditetapkan sebagai Taman Hutan Raya(Tahura) berdasarkan SK Menteri Kehutananpada tahun 1993 dengan nama Taman HutanRaya (Tahura) Ngurah Rai Bali. Tahura NgurahRai terletak pada muara sungai Tukad Badungdan Tukad Mati yang merupakan sungai utamadi Kota Denpasar dan Kabupaten Badung.Hutan mangrove di Taman Hutan Raya NgurahRai Bali ini menjadi kawasan hutan mangroveterbaik di Indonesia, bahkan sekawasan Asia(BPDAS, 2011).

Namun demikian, kondisi hutan mangroveTahura Ngurah Rai terus mengalami tekanan yangbersifat antropogenik seperti pemanfaatan kayumangrove untuk keperluan kayu bakarmasyarakat sekitar lokasi, alih fungsi lahan,adanya sampah (terutama sampah plastik) baikyang berasal dari pengunjung yang datang kelokasi maupun sampah kiriman dari sungai TukadBadung, serta polusi air terutama akibat aktivitasdi Pelabuhan Benoa maupun Pusat Listrik TenagaDiesel (PLTD). Disamping itu sedimentasi yangdibawa bersama aliran sungai tukad badung danTukad Mati menjadikan kawasan ini terusmengalami tekanan.

Tekanan terhadap kawasan tersebut padagilirannya akan bermapak pula pada keberadaanburung air yang aktif di kawasan tersebut.Kondisi tersebut perlu dipantau secaraberkesinambungan untuk mengetahui keberadaanburung air tersebut. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui keanekaragaman jenis burung air diHutan Mangrove Suwung Kauh Denpasar.

BAHAN DAN METODEPenelitian ini dilaksanakan di Hutan

Mangrove Suwung Kauh Denpasar Bali. daribulan Agustus sampai dengan September 2011.Pengamatan dilakukan pada waktu pagi hari daripukul 06.00-08.00 WITA dan sore hari padapukul 16.00-18.00 WITA.

Secara arbitrary kawasan hutan mangrovedibagi menjadi tiga jalur penelitian yaitu; Jalur I

Page 47: Kumpulan Jurnal Biologi

123

mulai dari kantor MIC menuju Pond Heron,kemudian menuju King Fisher Road sampai diRedshank Hut, dilanjutkan menuju WhimbrelHut kembali ke kantor MIC melewatiMucronata Trail. Waktu yang dibutuhkansekitar 2 jam dan pada setiap titik dilakukanpengamatan selama 20 menit. Jalur II dimulai darikantor MIC menuju Pond Heron Hut, kemudianmenuju Little Eggret Tower melalui SesbaniaRoad dan Lumnitzera Trail, kemudian kembalike kantor MIC melalui Mucronata Trail. Waktuyang dibutuhkan sekitar 2 jam dan pada setiaptitik dilakukan pengamatan selama 20 menit. JalurIII dimulai dari kantor MIC menuju Pond HeronHut terus ke Mucronata Trail, Thespesia Trail,Aegiceras Trail, dan sampai di Tern Hut dankembali ke kantor MIC. Waktu yang dibutuhkansekitar 2,5 jam dan pada setiap titik dilakukanpengamatan selama 25 menit.

Pada tiap jalur pengamatan, data diambilketika dalam penjelahan pengamat milihat objekyang diamati dengan mendokumentasikan,mencatat jenis burung yang tampak sertajumlahnya. Pengamatan dilakukan serentak diketiga jalur dengan melibatkan masing-masing 2orang pengamat. Pencatatan hasil pengamatandilakukan dengan menggunakan metode sensusMackinnon et al., (1994) yaitu dengan membuatsuatu seri daftar jenis burung air yang tampak/berada di lokasi atau disepanjang jalan menujulokasi berikutnya selama waktu pengamatan.Setiap jenis baru dicatat hingga mencapai 10jenis, kemudian dibuat daftar baru lagi. Jenis yangsama tidak boleh dicatat dua kali dalam satudaftar, tetapi dicatat dalam daftar jenisberikutnya.

Identifikasi burung air merujuk pada Howeset al. (2003) dan Mackinnon et al. (1994).Pengamatan dilakukan meliputi morfologi burungair seperti; bentuk dan ukuran tubuh, paruh, dankaki, warna bulu pada tubuh, paruh, dan kaki,ciri-ciri khas yang tampak, serta suara yangdihasilkan. Data yang dicatat meliputi jenisburung, jumlah individu dan aktivitas.

Data yang diperoleh kemudian dianlisis untukmenentukan komposisi jenis (melalui pendekatanjenis dominan, subdominan dan tidak dominan),status keberadaan jenis burung berdasarkan PPNo 7 tahun 1999 tentang Pengawetan JenisTumbuhan dan Satwa, Indeks keanekaragamanjenis (H’) yang dihitung berdasarkan formulaShannon-Wiener ( Ludwig & Reynolds, 1988),indeks kemerataan (Index of Evennes) yangdihitung menggunakan formula Pielou ( Ludwig& Reynolds,1988) dan Index dominansi yangdihitung dengan formula simpson’s (Odum,1993). Kriteria dominansi yakni : dominansi 0 –2% termasuk dalam katagori jenis tidakdominan, 2 – 5% katagori jenis sub-dominan,dan >5% termasuk dalam katagori jenisdominan.

Penggolongan burung berdasarkan jenispakannya didasarkan pada MacKinnon (1993)yang menggolongkan jenis burung menjadi tujuhkelompok yaitu pemakan serangga(insectivora), pemakan buah (frugivora),pemakan daging (carnivora), biji (granivora),ikan (piscivora), nektar (nectarivora) danbagian tumbuhan lain seperti daun, kuncup, bungadan/atau batang (herbivora).

HASIL DAN PEMBAHASANDari hasil penelitian ditemukan sebanyak 21

jenis burung air yang mencakup 6 famili dikawasan Hutan Mangrove Suwung KauhDenpasar. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa4 jenis yang termasuk dalam anggota FamiliAlcedinidae, Famili Ardeidae ditemukan palingbanyak yakni 8 jenis, enam jenis merupakananggota Famili Scolopacidae sedangkan yangtermasuk anggota Famili Anatidae,Phalacrocoracidae, Rallidae diwakili olehmasing-masing hanya satu jenis. Jenis-jenisburung air yang ditemukan di lokasi penelitiandicantumkan pada Tabel 1.Famili Alcedinidae dan Ardeidae dari GenusEgretta merupakan burung yang dilindungimenurut PP No. 7 Tahun 1999, dan famili yanglain belum diketahui. Burung jenis Halcyon

Keanekaragaman Jenis Burung Air Di Hutan Mangrove Suwung Kauh Denpasar ... Ary Eka Putra et al

Page 48: Kumpulan Jurnal Biologi

124

Widya Biologi Vol. 02 No. 02 Oktober 2011 ISSN : 2086-5783

sancta dari Famili Alcedinidae merupakan jenisburung migran dari Australia (Sarwa et al., 2005)dan kelompok burung dari Famili Scolopacidaeseluruhnya merupakan burung migran ( Howeset al., 2003; Hiroyuki & Trisia, 2003). Burungmelakukan migrasi karena keadaan lingkungansekitarnya yang tidak cocok. Pada musim dingin,selain suhu udara yang turun drastis juga makananbagi burung-burung tersebut mulai habis danmenghilang. Untuk itu burung-burung tersebutharus mencari daerah baru jika ingin tetapbertahan hidup (Anonim, 2007).

Berdasarkan kehadirannya pada saatpengamatan, jenis burung air yang selalu dijumpaiadalah anggota Famili Alcedinidae, Ardeidae, danScolopacidae (Tabel 2, Tabel 3 dan Tabel 4).Burung tersebut merupakan burung air yangsering ditemukan di lokasi pengamatan, jenisEgretta garzetta dari Famili Ardeidaemerupakan burung air dengan jumlah relatif lebihbanyak dibandingkan jenis burung air lain yangterdapat di lokasi pengamatan. Anggota FamiliArdeidae dan Scolopacidae serta Rallidaeumumnya dijumpai di sekitar aliran sungai hutanmangrove dan tepi pantai saat mencari makan.Sedangkan anggota Famili Alcedinidae,Phalacrocoracidae dijumpai saat bertengger(istirahat) di atas pohon mangrove.

Jenis burung yang hanya satu kali terlihat daritiga kali pengamatan di seluruh jalur adalahCangak Merah (Ardea purpurea), Itik Gunung(Anas superciliosa) dan Cekakak Jawa(Halcyon cynoventris). Ardea purpurea danHalcyon cynoventris terlihat sedang bertenggerdi atas pohon mangrove, masing-masing dijumpaipada lokasi yang berbeda, sedangkan Anassuperciliosa sedang berenang di tepi pantai.Jenis burung air terbanyak dari tiga jalur penelitianadalah dari jenis Egretta garzetta dengan jumlah70 ekor dan terkecil adalah dari jenis Halcyonchloris dan Ardea purpurea masing-masing 1ekor (Tabel 2, Tabel 3 dan Tabel 4). Hal inidikarenakan burung Egretta garzetta memilikikebiasaan mencari makan secara berkelompok.Hal ini merupakan salah satu upaya perlindungan

diri saat mencari makan. Pembentukankelompok pada saat makan bertujuan untukmengusik mangsa yang bersembunyi di dalamlumpur (Sibuea et al., 1995). Ancaman yangpaling besar terhadap keberadaan burung airadalah adanya konversi lahan ataupengalihfungsian habitat burung air menjaditempat lain.

Sebagian kawasan hutan mangrove telahmengalami konversi lahan untuk pembangunan,misalnya di Pelabuhan Benoa dan BandaraNgurah Rai. Pengalihfungsian lahan akan sangatberpengaruh terhadap ketersediaan makananserta perubahan fungsi ekosistem. Hilangnyahabitat alami akan mengakibatkan hilangnyakeanekaragaman makanan yang merupakanpendukung kehidupan burung air ( Howes et al.,2003).

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada saatpenelitian, jumlah jenis burung air paling banyakadalah pada Jalur III, sebanyak 16 jenis burungair dari 6 famili, Jalur I sebanyak 11 jenis burungair dari 4 famili dan Jalur II sebanyak 9 jenisburung air dari 4 famili (Gambar 1).

Famili dengan jumlah jenis burung yang palingbanyak adalah dari Famili Ardeidae sejumlah 8jenis, kemudian Famili Scolopacidae ( 6 jenis ),Alcedinidae ( 4 jenis ), Anatidae, Rallidae danPhalacrocoracidae masing-masing sebanyak 1jenis (Gambar 2).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa IndeksKeanekaragaman Jenis (H’) burung air tertinggidi Hutan Mangrove Suwung Kauh Denpasaradalah pada Jalur I sebesar 2,25 dan terkecilpada Jalur II sebesar 1,70. Sedangkan IndeksKemerataan (E) tertinggi juga terdapat pada JalurI sebesar 0,96 dan terendah pada Jalur IIIsebesar 0,77. Sedangkan nilai Indeks Dominansitertinggi adalah pada Jalur II dengan nilai sebesar0,3145 (Tabel 5). Tingginya nilai IndeksKeanekaragaman pada Jalur I, karena daerahini memiliki spesies yang beragam dengan jumlahmasing-masing spesies merata serta lingkunganyang mendukung seperti memiliki aliran sungai,variasi pohon beragam, pada saat surut terendah

Page 49: Kumpulan Jurnal Biologi

125

Keanekaragaman Jenis Burung Air Di Hutan Mangrove Suwung Kauh Denpasar ... Ary Eka Putra et al

Page 50: Kumpulan Jurnal Biologi

126

Widya Biologi Vol. 02 No. 02 Oktober 2011 ISSN : 2086-5783

Gambar 1. Grafik Perbandingan Jumlah Jenis danFamili Burung Air Pada Setiap JalurPenelitian

Gambar 2 Jumlah Jenis Burung Air Pada Setiap Famili

Page 51: Kumpulan Jurnal Biologi

127

masih tergenangi oleh dibandingkan 2 jalur yanglainnya. Menurut Barus (2004) menyatakan suatukomunitas dikatakan mempunyaikeanekaragaman spesies yang tinggi apabilaterdapat banyak spesies dengan jumlah individumasing-masing spesies yang relatif merata.Menurut indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wiener (Krebs, 1978) dengan katagori nilaiindeks keanekaragaman 0<H’<2,302 adalahrendah, 2,302<H’<6,907 adalah sedang danH’>6,907 adalah tinggi, maka keanekaragamanyang diperoleh pada tiga jalur penelitian yangberkisar antara 1,70 sampai 2,25 dapatdigolongkan rendah. Rendahnyakeanekaragaman jenis burung air pada ketiga

jalur karena kelimpahan individu tiap jenis tidakmerata. Menurut Odum (1993)keanekaragaman jenis tidak hanya berartibanyaknya jenis, tetapi juga kemerataan darikelimpahan individu tiap jenis. Dari data padaTabel 4.8, Indeks Kemerataan (E) tertinggi padaJalur I sebesar 0,96 dan terendah pada Jalur IIIsebesar 0,77. Indeks kemerataan pada Jalur IIIterendah karena ditemukan spesies yangmendominasi yaitu Egretta garzetta sebesar41,38%. Burung ini mendominasi pada Jalur Ikarena pada saat penelitian burung jenis Egrettagarzetta sering ditemui mencari makan secaraberkelompok.

Keanekaragaman Jenis Burung Air Di Hutan Mangrove Suwung Kauh Denpasar ... Ary Eka Putra et al

Page 52: Kumpulan Jurnal Biologi

128

Widya Biologi Vol. 02 No. 02 Oktober 2011 ISSN : 2086-5783

Indeks Kemerataan (E) yang diperoleh dari 3jalur penelitian berkisar antara 0,77 sampai 0,96dengan Indeks Kemerataan (E) tertinggi padaJalur I sebesar 0,96 dan terendah pada Jalur IIIsebesar 0,77. Rendahnya nilai kemerataan padaJalur III karena ditemukan spesies yangmendominansi yaitu Egretta garzetta. MenurutKrebs (1985), menyatakan Indeks Kemerataan(E) berkisar 0 – 1. Indeks Kemerataan yangtinggi menunjukkan bahwa pembagian jumlahindividu pada masing-masing spesies merata dansebaliknya jika Indeks Kemerataan semakin kecilmaka kemerataan suatu populasi akan semakinkecilKomposisi jenis burung yang termasuk dalamkatagori dominan, sub-dominan dan tidakdominan pada setiap jalur penelitian ditunjukkanpada Tabel 6. Sedangkan jenis-jenis burung airyang termasuk dalam kategori dominan, sub-dominan dan tidak dominan dapat ditampilkanpada Tabel 7. Terlihat bahwa jenis yang palingdominan dari ketiga jalur adalah Kuntul Kecil (Egretta garzetta) dari Famili Ardeidae.

Terdapat 7 kelompok burung berdasarkanjenis pakannya yaitu burung pemakan serangga(insectivora), pemakan biji (granivora),pemakan daging (carnivora), pemakan buah(frugivora), pemakan nektar (nectarivora),pemakan ikan (piscivora) dan pemakan bagiantumbuhan lainnya (herbivora) (Mackinnon,1993).

Secara umum jenis burung air dilokasi penelitiandidominasi oleh jenis burung air pemakan ikan(piscivora) sebesar 85%, jenis lain yaitupemakan serangga (insectivora) sebesar 15%.Adanya ketersediaan bahan makanan merupakanpenyebab kemelimpahan burung air pada suatulokasi penelitian. Beberapa kelompok burung airdapat hidup bersama dan lestari hingga saat inidisebabkan karena telah berhasil menciptakanrelung yang khusus bagi dirinya sendiri untukmengurangi kompetisi atas kebutuhan sumberdaya dan sebagai bentuk adaptasi terhadapkondisi lingkungan. Pada lokasi yang samatampak burung air dari jenis yang berbedamencari makan bersama, ini dapat terjadi karenaperbedaan pola dan cara memperoleh mangsaseperti Egretta alba yang mencari makan dipantai ketika surut dengan cara berjalanmengamati mangsa lalu menangkapnyasedangkan Arenaria interpres mencari makanketika pantai surut dengan cara membalik-balikkan batu mencari mangsanya.

Kelompok burung dari Famili Alcedinidaememiliki kebiasaan tersendiri dalam hal mencarimakan. Burung dari Famili Alcedinidae biasanyabertengger di akar, dahan atau ranting pohonmangrove dekat sungai mengawasi mangsanya,dan ketika mangsa terlihat, dengan cepat burungtersebut akan terbang dan menukik ke dalam airmenangkap mangsanya. Sedangkan jenisArenaria interpres dari Famili Scolopacidae,

Page 53: Kumpulan Jurnal Biologi

129

Keanekaragaman Jenis Burung Air Di Hutan Mangrove Suwung Kauh Denpasar ... Ary Eka Putra et al

Page 54: Kumpulan Jurnal Biologi

130

Widya Biologi Vol. 02 No. 02 Oktober 2011 ISSN : 2086-5783

sesuai dengan nama Inggrisnya Ruddy Tunrstonmencari makan dengan membalik-balikan batudi tepi pantai.Besarnya peranan Hutan Mangrove SuwungKauh Denpasar sebagai tempat mencari makanbagi berbagai jenis burung air, maka perlu adanyaperlindungan atau usaha konservasi lainnyaterhadap kawasan tersebut dari semua ancamanyang dapat mengganggu atau merusak kawasanini.

KESIMPULANTerdapat 21 jenis burung air yang termasuk

ke dalam Famili Alcedinidae, Ardeidae, Anatidae,Phalacrocoracidae, Rallidae dan Scolopacidae.Famili Alcedinidae ada 4 jenis yaitu Alcedocoerulescens, Halcyon sancta, Halcyon chlorisdan Halcyon cynoventris, Famili Ardeidae ada8 jenis yaitu Ardeola speciosa,Ardea purpurea,Butorides striatus, Egretta garzetta, Egrettaintermedia, Egretta alba, Bulbucus ibis danNycticorac nycticorax, Famili Anatidae ada 1jenis yaitu Anas superciliosa, FamiliPhalacrocoracidae ada 1 jenis yaituPhalacrocorax melanoleucos, Famili Rallidaeada 1 jenis yaitu Amaurornis phoenicurus, danFamili Scolopacidae ada 6 jenis yaitu Actitishypoleucos, Arenaria interpres, Tringaglareola, Tringa nebularia, Tringa totanus danXenus cinireus.

Keanekaragaman jenis burung air di HutanMangrove Suwung Kauh Denpasar tergolongrendah. Burung air didominasi oleh burung airpemakan ikan (piscivora), dengan aktivitastertinggi yang dilakukan adalah mencari makan.

UCAPAN TERIMA KASIHPada kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih kepada Bapak I Komang Sumertadan Ibu Ida Ayu Komang Yuliasih dari staffMangrove Information Center (MIC), yang telahmembimbing pelaksanaan penelitian di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Mengenal Satwa Migran.Available at: http://www.slideshare.net/khatulistiwa/ mengenal-satwa-migran.(Diakses tanggal 6 September 2011).

Arifin.A. 2003. Hutan Mangrove Fungsi danManfaatnya. Kanisius. Yogyakarta.

Balai Pengeloalaan Daerah Aliran Sungai(BPDAS). 20011. Denpasar.

Barus, T.A. 2004. Pengantar Limnologi StudiTentang ekosistem Air Daratan. USUPress. Medan.

Buckley, P.A, and Buckley, F.G. 1976.Guidelines for Protection andManagement of Colonially NestingWaterbirds. Boston Massachusetts: NorthAtlantic Regional Office National ParkService

Hiroyuki, H., dan Trisia W. 2003. Study on Birdin The Mangrove Information Center.Mangrove Information Project. JICA Bali.Indonesia.

Howes, J., D. Bakewell, dan Y. Rusila-Noor.2003. Panduan Studi Burung Pantai.Bogor: Wetlands International-IndonesiaProgramme.

Krebs, C.J. 1978. Ecology: The experimentalAnalysis of Distribution and Abundance.Second Edition. Institute of AnimalResource Ecology. The Univercity ofBritrish Columbia.

Krebs, C.J. 1985. Ecology. Third Edition. NewYork: Harper & Row Publisher. Hlm: 523.

Ludwig, T.A. dan J.F. Reynolds. 1988.Statistical Ecology. A Primer onMethods and Computing. John Wileyand Sons. New York.

MacKinnon, J. 1993. Panduan LapanganPengenalan Burung-Burung di Jawadan Bali. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Page 55: Kumpulan Jurnal Biologi

131

MacKinnon, J.,K. Phillips dan B. van Ballen.1998. Burung-burung di Sumatera,Jawa, Bali dan Kalimantan (TermasukSabah, Sarawak dan BruneiDarussalam) [LIPI-Seri PanduanLapangan]. Bogor: Puslitbang Biologi-LIPI.

Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. EdisiKetiga. Universitas Gajah Mada.Yogyakarta.

Primack, R.B. 1998. Essentials ofConservation Biology. ed. SinauerAssociates, Sunderland: xii + 660 hlm.

Sarwa, I.Nym., I.A.Km.Yuliasih,I.Nym.Sumerta.I.Wyn.Suparta. 2005.Pedoman Pengamatan Burung di MIC.Penerbit MIC. Denpasar.

Sibuea, T.Th, Y. Rusila-Noor, M.J. Silvius, danA. Susmianto. 1995. Burung Bangau,Pelatuk Besi dan Paruh Sendok diIndonesia. Panduan untuk JaringanKerja. Jakarta: PHPA & WetlandsInternational-Indonesia Programme.

Sujatnika, P. Jepson., T.R. Soehartono, M.J.Crosby, Ani Mardiastuti. 1995.Conserving Indonesian Biodiversity: TheEndemic Bird Area Approach. BirdLifeInternational Indonesia Programme.Bogor.

Keanekaragaman Jenis Burung Air Di Hutan Mangrove Suwung Kauh Denpasar ... Ary Eka Putra et al

Page 56: Kumpulan Jurnal Biologi

132

Widya Biologi Vol. 02 No. 02 Oktober 2011 ISSN : 2086-5783

PEMANFAATAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum)DAN KAYU MANIS (Cinnamomum burmanii Bl.) SEBAGAISUPLEMEN RAGI DALAM PROSES FERMENTASI TAPE

Ni Made Susun ParwanayoniJurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran Bali

ABSTRAKPenelitian pemanfaatan ekstrak bawang putih dan kayu manis sebagai suplemen ragi dalam prosesfermentasi tape telah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahanekstrak bawang putih (Allium sativum) dan kayu manis (Cinnamomum burmanii Bl.) sebagaisuplemen ragi terhadap kadar gula dan produksi alkohol pada tape. Serta untuk mendapatkankonsentrasi ekstrak bawang putih dan kayu manis yang paling tepat sebagai suplemen ragi untukmenghasilkan kadar gula dan alkohol paling tinggi.Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari kombinasi perlakuan4% ekstrak kayu manis dan 2 % ekstrak bawang putih (BA1), 4% ekstrak kayu manis dan 4 %ekstrak bawang putih (BA2), 4% ekstrak kayu manis dan 6 % ekstrak bawang putih (BA3), dankontrol yaitu tanpa penambahan ekstrak (B0A0). Masing-masing kombinasi perlakuan ditambahkanragi NKL. Pelaksanaan penelitian meliputi : Pembuatan ekstrak bawang putih dan kayu manis.Pembuatan ragi dengan berbagai konsentrasi ekstrak bawang putih dan kayu manis, pengujian ragidalam fermentasi tape dan pengamatan kadar gula reduksi, kadar alkohol, pH serta rasa tape padahari ke 3 dan 13.Hasil penelitian menunjukkan penambahan ekstrak bawang putih dan kayu manis sebagai suplemenragi dapat mempengaruhi kadar gula dan alkohol pada tape. Penambahan 4% ekstrak bawang putihdan 4% ekstrak kayu manis dapat menghasilkan kadar gula dan alkohol paling tinggi yaitu masing-masing 6,62% dan 10,02%.

Kata kunci : Ekstrak bawang putih dan kayu manis, fermentasi, gula, ethanol.

ABSTRACTA study was conducted to examine the effect of garlic and cinnamon extract on fermentation.Aims of this study were to find out whether these two extract increase sugar and ethanolproduction during fermentation. Experimental design employed in this study was completelyrandomized design with 4 combinations: BA1, 4 % Cinnamon extract: 2 % Garlic extract;BA2, 4% Cinnamon extract: 4% Garlic extract; BA3, 4% Cinnamon extract: 6% Garlic extractand B0A0, Control without extract. Combination of these extract were then added NKL yeastseparately. This study found that addition of garlic and Cinnamon extract increased sugarand ethanol production during fermentation. The highest sugar and alcohol content producedin this study was 6.62% and 10.02%. This sugar and alcohol content were found in “tape”that was fermented with NKL yeast containing 4% Cinnamon and 4% Garlic extract.

Key words: Cinnamon and Garlic extract, fermentation, sugar, ethanol

PENDAHULUANMasyarakat Indonesia telah lama mengenal

ragi yang biasanya dimanfaatkan dalampembuatan tape. Ragi tape dibuat dari tepung

beras, ditambah rempah-rempah tertentu sebagaisuplemen yang berfungsi untuk menstimulasi danmenghambat pertumbuhan mikroorganismetertentu dalam ragi. Kualitas ragi sulit

Page 57: Kumpulan Jurnal Biologi

133

dipertahankan selama produksi dan dalamjangka waktu yang lama, karena perbedaankondisi bahan suplemen dan faktor lingkungansaat pembuatan ragi. Penggunaan suplemenrempah-rempah dalam bentuk serbuk yangkonsentrasinya tidak tepat dan konstan dapatmenyebabkan kualitas ragi yang dibuat tidakpasti atau tetap sehingga mempengaruhi rasa dankualitas tape. Ketetapan daya peragian akan lebihterjamin, bila pada ragi digunakan suplemenrempah-rempah dalam bentuk ekstrak dengankonsentrasi yang tepat dan konstan. Pemanfaatanbawang putih dan kayu manis sebagai suplemenragi dalam bentuk ekstrak dengan konsentrasiyang berbeda, dapat mempengaruhi kadar guladan alkohol pada tape (Kasmidjo, 1990).

Penelitian bertujuan untuk mengetahuipengaruh penambahan ekstrak bawang putih dankayu manis sebagai suplemen ragi terhadapkadar gula dan produksi alkohol pada tape,serta untuk mendapatkan konsentrasi ekstrakbawang putih dan kayu manis yang paling tepatsebagai suplemen ragi untuk menghasilkankadar gula dan alkohol paling tinggi.Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan olehmasyarakat pembuat tape atau industri kecil,sehingga kualitas tape dapat lebih ditingkatkan.Peningkatan kualitas tape akan dibarengi denganpeningkatan nilai jual, sehingga tape tradisionaldaerah Bali mampu bersaing dengan jenismakanan dari daerah lain. Disamping itu hasilpenelitian ini juga dapat dimanfaatkan oleh pabrikragi agar lebih memperhatikan dalampenambahan suplemen pada proses pembuatanragi, sehingga ragi yang dihasilkan memilikikualitas yang lebih tinggi.

BAHAN DAN METODEPenelitian dilakukan di Laboratorium Analitik

Universitas Udayana Kampus Bukit JimbaranBali, dari bulan Juni sampai Agustus 2008.

Rancangan yang digunakan dalam penelitianini adalah rancangan acak lengkap (RAL),dengan perlakuan sebagai berikut: konsentrasiekstrak bawang putih (A) dengan 3 level

konsentrasi yaitu 2% (A1), 4% (A2) dan 6%(A3) yang dikombinasikan dengan konsentrasiekstrak kayu manis (B) dengan 1 levelkonsentrasi yaitu 4%, dan sebagai kontrol ataupembanding digunakan ragi komersial NKLtanpa ada penambahan ekstrak bawang putihdan kayu manis. Kombinasi perlakuan dalampenelitian adalah : BA1, BA2, BA3 dan B0A0(kontrol untuk pembanding). Dengan demikianterdapat 4 kombinasi perlakuan dengan 4pengulangan, sehingga dalam penelitian initerdapat 16 unit percobaan.Masing-masing kombinasi perlakuanditambahkan atau dicampur dengan ragi NKL(berat 5 gr), kemudian dicetak dan diinkubasiselama 3 hari pada suhu kamar, setelah itudikeringkan. Ragi yang telah kering masing-masing ditaburkan pada beras ketan hitam yangtelah dimasak, dengan perbandingan 1 kg berasketan hitam : 1 butir ragi (berat 5 gr), dan masing-masing dimasukkan ke dalam kantong plastikdan diinkubasi pada suhu kamar. Pengamatandilakukan pada hari ke 3 dan 13 setelahdiinokulasi dengan ragi, meliputi : kadar gulareduksi, kadar alkohol, pH dan rasa tape

Data dianalisis secara statistik denganANOVA (Analisis of Variance) dandiaplikasikan dengan program MINITAB forwindows versi 12. Apabila dari uji ANOVAdiperoleh hasil yang berbeda nyata (p < 0,05),maka uji dilanjutkan dengan uji perbandinganberganda pada taraf uji 5% (Gomez dan Gomez,1995).

HASIL DAN PEMBAHASANHasil penelitian menunjukkan terdapat

perbedaan kadar gula antar perlakuan baik padapengamatan hari ke 3 maupun hari ke 13. Rata-rata kadar gula hasil pengamatan pada hari ke3 lebih tinggi dibandingkan dengan kadar gulapada pengamatan hari ke 13. Analisis statistikmenunjukkan penambahan ekstrak bawang putihdan kayu manis sebagai suplemen ragimemberikan pengaruh yang berbeda nyataantar perlakuan (p<0,05). Pada pengamatan hari

Pemanfaatan Ekstrak Bawang Putih (Allium Sativum) Dan Kayu Manis .... Susun Parwanayoni

Page 58: Kumpulan Jurnal Biologi

134

Widya Biologi Vol. 02 No. 02 Oktober 2011 ISSN : 2086-5783

ke 3 kadar gula tertinggi 6,62 % terdapat padaperlakuan BA2, yang menunjukkan hasil berbedanyata dengan perlakuan BA1, BA3 maupundengan kontrol. Sedangkan pada pengamatanhari ke 13 kadar gula tertinggi hanya 0,26%terdapat pada perlakuan yang sama (Tabel 1 ).Tabel 1. Rata-rata kadar gula reduksi (%) tapeyang diamati pada hari ke 3 dan 13.

Tingginya kadar gula reduksi pada perlakuanBA2 disebabkan karena pada perlakuan(kombinasi antara 4 % ekstrak kayu manis dan4% ekstrak bawang putih) dapat menstimulirmikroorganisme yang diinginkan pada ragi yaitujamur atau kapang amilolitik yang berperanan didalam pembentukan gula, sehinggapertumbuhannya pada perlakuan ini lebih optimaldibandingkan dengan perlakuan lainnya. Dengandemikian konversi gula dari pati akanberlangsung secara lancar (Anonim, 2008 ;Atmodjo, 2006).

Ekstrak bawang putih dan kayu manismengandung senyawa aktif dan bersifatbakteriostatis dapat menghambatmikroorganisme tertentu yang tidak diinginkandan menstimulir mikroorganisme yang diinginkanpada ragi (Sumanti, 2008). Menurut Lestario(1998) dalam Siswanto (2000), penambahankombinasi rempah-rempah dalam konsentrasitertentu dapat menghambat dan memacu jamuramilolitik maupun khamir sehingga gula danalkohol yang dihasilkan berbeda-beda. Selamaproses fermentasi, jamur atau kapang akanmenghasilkan enzim alfa amilase, beta amilase

dan glukoamilase yang dapat mengubah amillumatau pati menjadi gula. Tingginya kadar gula padaperlakuan BA2 terutama pada hari ke 3ditunjukkan juga dengan rasa tape yang sangatmanis, pada perlakuan BA1 dan BA0 memilikirasa asam agak manis, dan pada perlakuan BA3rasanya pahit asam. Sedangkan padapengamatan hari ke 13 semua tape memiliki rasapahit dan asam

Analisa statistik menunjukkan terdapatperbedaan kadar alkohol antar perlakuan. Rata-rata kadar alkohol pada pengamatan hari ke 13lebih tinggi dari pengamatan hari ke 3. Pada harike 3 kadar alkohol tertinggi hanya 4,50% yangterdapat pada perlakuan BA3, sedangkan padapengamatan hari ke 13 kadar alkohol tertinggi10,02% terdapat pada perlakuan yang berbeda(BA2) (Tabel 2).

Tingginya kadar alkohol pada perlakuan BA2terutama pada pengamatan hari ke 13disebabkan oleh adanya aktivitas sel-sel khamiryang pada perlakuan ini dapat tumbuh secaraoptimal dibandingkan dengan perlakuan yanglain, sehingga gula dapat dirubah lewat jalurmetabolisme sel-sel khamir menjadi alkohol.Pada Tabel 2 dapat dilihat pengamatan hari ke 3pada perlakuan BA2 memiliki kadar alkoholpaling rendah dengan kadar gula paling tinggi.Tingginya kadar gula pada hari ke 3 ini jugamenyebabkan alkohol yang terbentuk pada harike 13 menjadi paling tinggi. Sedangkan rendahnyakadar alkohol pada hari ke 3 disebabkan karenaalkohol pada hari ke 3 belum terbentuk secara

Page 59: Kumpulan Jurnal Biologi

135

maksimal dan baru akan terbentuk lebihmaksimal setelah hari ke 5 (Sumanti, 2008 ;Toharisma, 1999)

Atmodjo (2006) menyatakan dalamfermentasi tape suhu merupakan salah satufaktor yang sangat berpengaruh terhadapproduksi alkohol. Pada suhu kamar (30oC) sel-sel khamir akan mengkonversi gula secaramaksimal menjadi alkohol, sehingga semakinlama waktu fermentasi alkohol yang terbentuksemakin banyak dan kadar gulanya semakinmenurun. Tetapi pada suhu yang lebih tinggi ataulebih rendah dari suhu kamar tidak semua gulayang tersedia dirubah menjadi alkohol.Penurunan kadar gula pada pengamatan hari 13disebabkan oleh terhambatnya pertumbuhanjamur atau kapang amilolitik yang disebabkanoleh semakin tingginya kandungan alkohol danasam-asam organik yang terbentuk, sertasemakin rendahnya pH.

Hasil penelitian menunjukkan pH padaperlakuan BA3 berbeda nyata dengan perlakuanBA2, BA1 dan B0A0 (kontrol) baik padapengamatan hari ke 3 maupun hari ke 13). Phterendah terjadi pada perlakuan BA3 baik padapengamatan hari ke 3 maupun hari ke 13 (Tabel3).

Berdasarkan data hasil penelitian pada Tabel3 semakin lama waktu fermentasi nilai pHsemakin menurun. Hal ini disebabkan karenapada proses fermentasi umumnya akan terjadipeningkatan ion hidrogen di dalam medium.Peningkatan ion hidrogen secara alami terjadioleh adanya pembentukan senyawa asam, sepertiasam asetat dan asam piruvat lewat jalurperubahan metabolisme amilum ke gula danakhirnya menjadi alkohol (Anonim, 2008).

Pemanfaatan Ekstrak Bawang Putih (Allium Sativum) Dan Kayu Manis .... Susun Parwanayoni

Page 60: Kumpulan Jurnal Biologi

136

Widya Biologi Vol. 02 No. 02 Oktober 2011 ISSN : 2086-5783

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkanbahwa:1. Penambahan ekstrak bawang putih (Allium

sativum) dan kayu manis (Cinnamomumburmanii Bl.) sebagai suplemen ragi dalamfermentasi tape dapat mempengaruhi kadargula dan alkohol pada tape.

2. Penambahan 4% ekstrak bawang putih(Allium sativum) dan 4% ekstrak kayumanis (Cinnamomum burmanii Bl.) dapatmenghasilkan kadar gula dan alkohol palingtinggi yaitu masing-masing 6,62% dan10,02%.

SARANPerlu dilakukan penelitian lebih lanjut

dengan menggunakan suplemen rempah dansumber pati yang berbeda terutama terhadapproduksi alkohol, mengingat prospek produksialkohol secara fermentasi di masa yang akandatang sangat baik dikarenakan alkohol banyakdibutuhkan untuk pabrik farmasi, petro kimia danbahkan saat ini dikembangkan bioetanol ataubioalkohol sebagai bahan bakar nabati.

UCAPAN TERIMA KASIHPenulis mengucapkan terima kasih kepada

Lembaga Penelitian Universitas Udayana yangtelah mendanai keseluruhan penelitian ini. Ucapanterima kasih juga disampaikan kepada staf diLaboratorium Analitik yang telah banyakmemberi petunjuk dan membantu dalam analisissampel.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008. Mikrobiologi dan Biokimia Tape.Available at : http : // Permimalang,wordprees.com / 2008 / 04 / 11/Mikrobiologi dan Biokimia Tape

Atmodjo, P.K. 2006. Pengaruh Variasi BerasKetan (Oryza sativa Var. Glutinosa L.)dan Suhu Fermentasi Terhadap ProduksiAlkohol. Jurnal Biota.Fakultas BiologiUniversitas Atmajaya. Yogyakarta. Vol. XI(III) : 152-158.

Gomez, K.A. dan Gomez, A.A. 1995. ProsedurStatistik untuk Pertanian. Diterjemahkanoleh Syamsuddin, E. dan Baharsyah, J.S.Universitas Indonesia Prees. Jakarta.

Kasmidjo, R.B. 1999. Pembuatan danPemanfaatan Ragi. Pusat Antar UniversitasPangan dan Gizi. Universitas GadjahMada. Yogyakarta.

Sumanti, 2008. Fermentasi. http : // endick,wordprees.com.

Siswanto. 2000. Aktivitas Mikroflora dalamFermentasi Tape. Fakultas Biologi UGM.Yogyakarta. Tesis Tidak Dipublikasikan.

Toharisman, A. 1999. Biokonversi fraksi GulaReduksi menjadi Etanol Menggunakan S.cerevisiae. Jurnal Biosains Vol IV : 1-10.

Page 61: Kumpulan Jurnal Biologi

137

Page 62: Kumpulan Jurnal Biologi

138

Widya Biologi Vol. 02 No. 02 Oktober 2011 ISSN : 2086-5783

PEDOMAN PENULISAN NASKAH JURNAL BIOLOGI

1. Naskah dapat berupa hasil penelitian atau kajian pustaka yang belum pernah dipublikasikansebelumnya.

2. Penulisan dapat dilakukan dalam bahasa Indonesia maupun bahasa inggris. Tiap artikel antara10 sampai 15 halaman termasuk Tabel dan Gambar (foto, bagan, peta, grafik, histogram,sketsa atau diagram).

3. Penyerahan naskah publikasi kepada redaksi dilakukan dalam bentuk hard copy (cetakan)rangkap dua ( 2 eksemplar) dan CD Drive.

4. Abstrak dibuat dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, tidak lebih dari 200 kata. Apabilapenulisan dilakukan dalam Bahasa Indonesia maka abstrak dalam Bahasa Indonesia ditulisterlebih, kemudian abstrak dalam Bahasa Inggris, dan sebaliknya.

5. Setelah penulisan abstrak, harap disertakan kata kunci (key word) maksimum lima kata.6. Nama penulis tanpa gelar akademik dan alamat instansi ditulis lengkap.7. Penulisan naskah publikasi dilakukan menurut uraian sebagai berikut:

a. Program : MS window (windows)b. Font : Time New Roman size 12.c. Abstrak ditulis dengan huruf italic dalam satu spasi.d. Isi publikasi ditulis dengan huruf tegak dalam 1,5 spasi.e. Daftar pustaka ditulis dengan huruf biasa dalam satu spasi.f. Margin: kiri 3,5 cm; kanan, atas dan bawah masing-masng 3 cm, ukuran kertas HVS A4.

8. Penulisan dibuat dengan format sebagai berikut:a. Naskah hasil penelitian terdiri atas: Judul, nama penulis, alamat penulis, Abstrak, Abstract,

Pendahuluan, Bahan dan Metode, Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan, Saran dan UcapanTerima Kasih (jika ada) serta Daftar Pustaka.

b. Naskah kajian pustaka terdiri atas; Judul, Nama Penulis, Abstrak, Abstract, Pendahuluan.Pembahasan, Kesimpulan, Saran, dan Ucapan Terima Kasih (jika ada) serta Daftar Pustaka.

9. Dalam mengutif pendapat orang lain, dipakai sistem nama penulis dan tahun.10. Kepustakaan disusun menurut abjad nama penulis tanpa nomor urut.

contoh penulisan kepustakaan : a. Buku : Ludwig, T.A. dan J.F. Reynolds. 1988. Statistical Ecology. A Primer on Methods

and Computing. John Wiley and Sons. New York. b. Karangan dalam buku (bab dalam buku):

Myers, N. 1995. Tropical Deporestration: Population, Proverty and Biodiversity. In:Swanson. T.M.(ed.). The Economic and Ecology of Biodiversity Decline. UK.Cambridge University Press.

c. Jurnal : McGuinness, K.A. 1997. Seed Predation in a Tropical Mangrove Forest: a test ofThe Dominance-Predation Model in Northern Australia. Journal of Tropical Ecology 13:293 –302.

d. Prosiding : Arsana, I.N. 2003. Kesesuaian Habitat komunitas Kepiting (Brachyura :Ocypodidae dan Sesarmidae) di Kawasan Teluk Lembar, Lombok Barat. Prosiding SeminarNasional Limnologi, Perhimpunan Biologi Indonesia Cabang Jogjakarta. Hal.133- 138

e. Skripsi, tesis atau disertasi : Tolangara, A. 2002. Analisis Gradien pada Komunitasmangrove di Segara Anakan Cilacap Jawa Tengah. (Tesis). Universitas Gadjah Mada.Jogjakarta.

11. Setiap grafik, histogram, sketsa dan gambar agar diberi nomor urut, judul yang singkat tetapijelas dan satuan yang dipakai.

12. Hasil yang sudah ditulis dalam tabel tidak perlu diulang dalam bentuk lain (grafik atau histogram).

Page 63: Kumpulan Jurnal Biologi

139

Vol. 02 No.02 Oktober 2011 ISSN No.2086-5783

WIDYA BIOLOGI

DEWAN REDAKSI

KetuaI Nyoman Arsana

SekretarisI Putu Sudiartawan

AnggotaEuis Dewi Yuliana, Ni Ketut Ayu Juliasih, Ni Luh Gede Sudaryati, I Wayan Suarda, Israil Sitepu

Redaktur Ahli (Peer Riview)Prof. Dr. I Dewa Made Tantera Keramas,MSc (Program Pasca Sarjana UNHI)

Dr. I Gede Ketut Adiputra (Program Studi Biologi UNHI)Dr. I Wayan Suana, S.Si.,M.Si ( Program Studi Biologi UNRAM)

Jurnal Widya Biologi, (ISSN No. 2086-5783) diterbitkan oleh Program Studi Biologi FakultasMatematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Hindu Indonesia Denpasar, sebagai wadahinformasi ilmiah bidang biologi baik yang berupa hasil penelitian ataupun kajian pustaka

Jurnal Widya Biologi menerima naskah dari dosen, peneliti, mahasiswa maupun praktisi yang belumpernah diterbitkan dalam publikasi lain dengan ketentuan seperti tercantum pada bagian belakangjurnal ini.

LanggananJurnal Widya Biologi terbit dua nomor dalam satu tahun (Maret dan Oktober). Langganan untuk satutahun (termasuk ongkos kirim) sebagai berikut:

1. Lembaga.Institusi : Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah)2. Individu/Pribadi : Rp. 75.000,- (tujuh puluh Lima ribu rupiah)3. Mahasiswa : Rp. 30.000,- (tiga puluh ribu rupiah)

Pembayaran dapat dilakukan dengan cara: a) Pembayaran langsung, b) wesel pos. Salinan buktipembayaran (b) harap dikirimkan ke redaksi.

Alamat RedaksiProgram Studi Biologi FMIPA UNHI

Jl Sangalangit, Tembau-Penatih, Denpasar, BaliE-mail : [email protected]

Page 64: Kumpulan Jurnal Biologi

INDUKSI AUXIN TERHADAP AKTIVITAS AUTOTROFIKBIBIT ANGGREK BOTOL PADA LINGKUNGAN EX-VITROI Gede Ketut Adiputra ..................................................................................................... 77-90

INVENTARISASI JENIS MOLUSCA DI DANAU TAMBLINGAN, BALINi Made Suartini ............................................................................................................. 91-96

PENGARUH SUPLEMENTASI SOMATOTROPIN TERHADAP PERUBAHANBOBOT BADAN TIKUS BETINA USIA ENAM BULAN DAN SATU TAHUNNi Wayan Sudatri .......................................................................................................... 97-101

EFEKTIVITAS TANAMAN HIAS Sansevieria lorentii DALAMMENYERAP POLUTAN TIMBAL (Pb)Ni Luh Suriani ............................................................................................................. 102-105

EFEKTIVITAS HASIL FRAKSINASI EKSTRAK DAUN SEMBUNG DELAN(Sphaerantus indicus L.) DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHANAlternaria sp. dan Phytopthora sp.Ida Bagus Gede Darmayasa ......................................................................................... 106-112

PENGARUH PAPARAN ASAP ROKOK TERHADAP KADAR KLOROFILPADA DAUN TANAMAN CAM, Sansevieria trifasciataI Gusti Ayu Made Dwi Lestari, I Gede Ketut Adiputra .................................................. 113-120

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG AIR DI HUTAN MANGROVESUWUNG KAUH DENPASARI Gusti Ngurah Bagus Ary Eka Putra, Ni Ketut Ayu Juliasih, I Nyoman Arsana .............. 121-131

PEMANFAATAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum)DAN KAYU MANIS (Cinnamomum burmanii Bl.) SEBAGAI SUPLEMEN RAGIDALAM PROSES FERMENTASI TAPENi Made Susun Parwanayoni ....................................................................................... 132-136

WIDYA BIOLOGI

Vol. 02 No 02 Oktober 2011 ISSN No.2086-5783

DAFTAR ISI