jurnal biologi edisi khusus

118
Edisi Khusus Volume 3 Jurnal Biology Educ (Sarana Informasi Insan Akade Meningkatkan Hasil Bel Melalui Pengajaran Meto Alida Revoltante Voly L Penerapan Media Gamb Mata Pelajaran Membua Erlinda Meningkatkan Kemamp Pelajaran Mengolah Ma Tata Boga SMK Negeri 8 Lena Sumiati Pangaribu Upaya Meningkatkan Permintaan Reservasi P TPS (Think Pair Share) d Loriati Pinem Penguasaan Komponen Pelajaran IPA di Kelas X Mahdalena Nasution Penerapan Layanan Kon Busana SMK Negeri 8 M Yulsrity Syarlely Penguasaan Kompetensi Learning Mata Pelajaran Ita Novinelly Peningkatan Kemampuan Menggunakan Model Pe Medan Dinarita Sipahutar Perbaikan Hasil Belajar Quantum Teaching Sisw Helena Simatupang Penguasaan Kompetensi Metode Contextual Teac Elianna Pandiangan Implementasi Model P Upaya Peningkatan Has Musriadi & Rubiah Implementasi Pendeka Hidup Sebagai Upaya Aceh Besar Jailani & Herman Penerbit Program Studi Pendid n No. 1 Juli 2014 cation emis, Ilmiah dan Profesional) lajar Siswa Kelas XII Kr Materi Teknik Smoot ode Konvensional dan Simulasi di SMK Negeri 8 Lucy Sihite bar Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Pengena at Pola pada Siswa Kelas XI SMK Negeri 10 Med puan Siswa untuk Kompetensi Dalam Mengo akanan Kontinental Menggunakan Model Think 8 uan Kemampuan Siswa pada Kompetensi Dasar Pelajaran Memproses Reservasi dengan Menggu di Kelas XI AP 4 SMK Negeri 8 Medan TA. 2013 Ekosistem Menggunakan Metode Contextual XII SMK Negeri 10 Medan nseling Kelompok untuk Mengurangi Tingkat Medan i Dasar Teknik Pengolahan Makanan melalui M n Boga Dasar di Kelas X BG 2 SMK Negeri 10 M n Siswa dalam Menentukan Rata-Rata Hitung P embelajaran TPS (Thingk Pair Share) di kelas XII r Membuat Busana Wanita Kompetensi Dasar wa Kelas XI SMK Negeri 10 Medan i Dasar Alat, Bahan, Kosmetika, Pencucian Kulit ching Learning di Kelas X SMK Negeri 10 Medan Pembelajaran Problem Based Learning Pada K sil Belajar Siswa Untuk Pedoman Guru atan Science Technology Society (STS) pad a Peningkatan Life Skill Siswa untuk Pedoman dikan Biologi Universitas Serambi Mek 3 No. 1 Juli 2014 ISSN: 2302-416X thing pada Pelurusan Rambut 8 Medan alan Konstruksi Pola Dasar dan olah Hidangan dari Daging k Pair Share (TPS) Kelas XI Menerima dan Mencatat unakan Model Pembelajaran 3 – 2014 l Teaching Learning Mata Absensi Siswa di Kelas X Metode Contextual Teaching Medan Pelajaran Matematika dengan I Tata Boga 3 SMK Negeri 8 Pengenalan Rok melalui t Kepala dan Rambut Melalui n Konsep Jamur (Fungi) Sebagai da Materi Pokok Lingkungan n Guru di SMP Kabupaten kkah Banda Aceh

Upload: ekhakz-brittzhy

Post on 15-Jan-2016

63 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

biologi

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education

Jurnal Biology Education

Edisi Khusus Volume 3

JurnalBiology Education(Sarana Informasi Insan Akademis, Ilmiah dan Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X

Melalui Pengajaran Metode KonvensionalAlida Revoltante Voly Lucy Sihite

Penerapan Media Gambar DalamMata Pelajaran Membuat PolaErlinda

Meningkatkan Kemampuan Siswa Pelajaran Mengolah MaTata Boga SMK Negeri 8Lena Sumiati Pangaribuan

Upaya Meningkatkan Kemampuan Siswa Permintaan Reservasi Pelajaran MemTPS (Think Pair Share) dLoriati Pinem

Penguasaan Komponen EkosistemPelajaran IPA di Kelas XIIMahdalena Nasution

Penerapan Layanan Konseling Kelompok uBusana SMK Negeri 8 Medan Yulsrity Syarlely

Penguasaan Kompetensi Dasar Teknik Learning Mata Pelajaran Boga Dasar Ita Novinelly

Peningkatan Kemampuan Siswa Menggunakan Model Pembelajaran TPS (Thingk Pair Share)MedanDinarita Sipahutar

Perbaikan Hasil Belajar Membuat Busana Wanita KQuantum Teaching Siswa Kelas XI SMK Negeri 10 MedanHelena Simatupang

Penguasaan Kompetensi Dasar Alat, Bahan, KosMetode Contextual Teaching Learning dElianna Pandiangan

Implementasi Model Pembelajaran Problem Based Learning Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa Untuk Pedoman GuruMusriadi & Rubiah

Implementasi Pendekatan Hidup Sebagai Upaya Peningkatan Aceh BesarJailani & Herman

PenerbitProgram Studi Pendidikan Biologi Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

No. 1 Juli 2014

Biology Education(Sarana Informasi Insan Akademis, Ilmiah dan Profesional)

an Hasil Belajar Siswa Kelas XII Kr Materi Teknik Smoothing Pengajaran Metode Konvensional dan Simulasi di SMK Negeri 8 Medan

ltante Voly Lucy SihitePenerapan Media Gambar Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Pengenalan Konstruksi Pola Dasar Mata Pelajaran Membuat Pola pada Siswa Kelas XI SMK Negeri 10 Medan

Meningkatkan Kemampuan Siswa untuk Kompetensi Dalam MengolahMengolah Makanan Kontinental Menggunakan Model Think Pair Share (TPS) SMK Negeri 8

Sumiati PangaribuanMeningkatkan Kemampuan Siswa pada Kompetensi Dasar Menerima

Permintaan Reservasi Pelajaran Memproses Reservasi dengan Menggunakadi Kelas XI AP 4 SMK Negeri 8 Medan TA. 2013

Penguasaan Komponen Ekosistem Menggunakan Metode Contextual Teaching Learning Mata XII SMK Negeri 10 Medan

pan Layanan Konseling Kelompok untuk Mengurangi Tingkat Absensi Siswa dBusana SMK Negeri 8 Medan

Penguasaan Kompetensi Dasar Teknik Pengolahan Makanan melalui Metode Contextual Teaching ning Mata Pelajaran Boga Dasar di Kelas X BG 2 SMK Negeri 10 Medan

Peningkatan Kemampuan Siswa dalam Menentukan Rata-Rata Hitung Pelajaran Matematika Pembelajaran TPS (Thingk Pair Share) di kelas XII

Perbaikan Hasil Belajar Membuat Busana Wanita Kompetensi Dasar Pengenalan Rok mQuantum Teaching Siswa Kelas XI SMK Negeri 10 Medan

Penguasaan Kompetensi Dasar Alat, Bahan, Kosmetika, Pencucian Kulit Kepala de Contextual Teaching Learning di Kelas X SMK Negeri 10 Medan

Model Pembelajaran Problem Based Learning Pada Konsep Jamur (Fungi) Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa Untuk Pedoman Guru

Pendekatan Science Technology Society (STS) pada Hidup Sebagai Upaya Peningkatan Life Skill Siswa untuk Pedoman Guru

Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Page 1

ISSN: 2302-416X

Kr Materi Teknik Smoothing pada Pelurusan Rambut Negeri 8 Medan

Meningkatkan Hasil Belajar Pengenalan Konstruksi Pola Dasar

SMK Negeri 10 Medan

ntuk Kompetensi Dalam Mengolah Hidangan dari Daging Model Think Pair Share (TPS) Kelas XI

Kompetensi Dasar Menerima dan Mencatat

engan Menggunakan Model Pembelajaran Medan TA. 2013 – 2014

Menggunakan Metode Contextual Teaching Learning Mata

urangi Tingkat Absensi Siswa di Kelas X

elalui Metode Contextual Teaching SMK Negeri 10 Medan

Rata Hitung Pelajaran Matematika dengan II Tata Boga 3 SMK Negeri 8

ompetensi Dasar Pengenalan Rok melalui

metika, Pencucian Kulit Kepala dan Rambut Melalui SMK Negeri 10 Medan

Pada Konsep Jamur (Fungi) Sebagai

pada Materi Pokok Lingkungan

Pedoman Guru di SMP Kabupaten

Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

Page 2: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 2

JURNAL BIOLOGY EDUCATION(Sarana Informasi Insan Akademis, Ilmiah dan Profesional)

Dewan RedaksiKetua : Jailani

Sekretaris : Musriadi

Anggota RedaksiArmi

M. RidhwanEvi Apriana

Burhanuddin AGJalaluddinErdi SuryaMardianaRubiah

Tata UsahaIbrahim

AlmukarramahAzwir

Nurul Akmal

Mitra Bestari :Prof. Aloius Duran Corebina, M.Pd (UM – Malang)Prof. Jamaluddin Idris, M.Pd (IAIN Ar-Raniry)Prof. Murniati AR, M.Pd (Unsyiah)Prof. Dr. Albinus Silalahi, MS (Unimed)Prof. Dr. Abdul Muin Sibuea, M.Pd (Unimed)Dr. Djufri, M.Si (Unsyiah)Dr. Muhibuddin, M.Si (Unsyiah)Dr. Abdullah, M.Si (Unsyiah)

Alamat RedaksiJln. T. Imeum Lueng Bata Universitas Serambi Mekkah

Email : [email protected] Person 08126941472/081360010330

Dicetak di Percetakan CV. Azzam Banda Aceh. Isi diluar tanggung jawab percetakan

Page 3: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 3

JURNAL BIOLOGY EDUCATION(Sarana Informasi Insan Akademis, Ilmiah dan Profesional)

Pedoman Penulisan

1. Artikel di tulis dalam bahasa indonesia atau bahasa inggris, merupakan tulisan orisinil penulis berupa hasil penelitian, gagasan konseptual, kajian dan aplikasi teori serta tinjauan teoritis yang belum pernah dikirim dan dipublikasi di jurnal lain

2. Artikel di ketik dengan program microsoft word pada kertas ukuran kwarto (A4) minimal 10 halaman dan maksimal 15 halaman dengan jarak baris 2 spasi

3. Abstrak di tulis dalam bahasa inggris atau bahasa indonesia. Panjang abstrak 100-150 kata, di tulis dalam satu paragraf dan diketik dalam spasi tunggal

4. Artikel hasil penelitian memuat: judul, nama pengarang ( tanpa gelar akademik). Abstrak bahasa inggris atau bahasa indonesia, kata kunci, pendahuluan, tujuan,metode, hasil, pembahasan, kesimpulan dan saran, daftar rujukan, (berisi pustaka yang dirujuk dalam artikel)

5. Daftar pustaka disajikan mengikuti tata cara seperti contoh berikut dan di urutkan secara alfabetis dan kronologi

Apriana, E., Munandar, A., Rustaman, N.Y., Surtikanti, H.K. (2011). Kawasan Konservasi Aceh dan Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Biologi Konservasi. Prosiding Seminar Nasional Biologi “Meningkatkan Peran Biologi dalam Mewujudkan National Achievement with Global Reach”. Departemen Biologi FMIPA USU Medan. Sabtu, 22 Januari 2011.

Creswell, J.W. (2008). Educational Research Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative and Qualitative Research.Third Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc.

6. Naskah dikirim kealamat sekretariat redaksi Jurnal Biology Education Jln. Tgk. Imuem Lueng Bata Batoh contant person 08126941472/081360010330 atau via internet melalui : email [email protected]

7. Dewan Redaksi akan merespon semua naskah setelah mendapat jawaban dari Dewan Redaksi dan Mitra Bestari

8. Penulis yang artikelnya di muat wajib menjadi pelanggan minimal selama satu tahun, dan memberikan konstribusi biaya cetak catak minimal Rp. 250.000,-dilunasi setelah naskah diperiksa dan di nyatakan publikasi oleh Dewan Redaksi serta penulis yang artikelnya dimuat akan mendapatkan imbalan berupa bukti pemuatan 2 eksampler dan surat keterangan pemuatan yang di tanda tangani oleh Dewan Redaksi

Page 4: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 4

PENGANTAR REDAKSI

Alhamdulillah segala puji bagi Allah swt, dengan taufik dan hidayah-Nya

sehingga Jurnal Biology Education ini dapat menerbitkan Edisi Khusus Volume 3 No.

1. Kemudian selawat dan salam kita sampaikan kepada Rasulullah Nabi Muhammad

Saw yang telah membawa umat manusia dari samudera kebathilan menuju pantai ilmu

pengetahuan serta yang menuntun hati manusia menuju jalan kebenaran dan berakhlakul

karimah.

Tulisan pada edisi khusus ini memuat serangkaian artikel diantaranya

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XII Kr Materi Teknik Smoothing pada

Pelurusan Rambut Melalui Pengajaran Metode Konvensional dan Simulasi di SMK

Negeri 8 Medan, Penerapan Media Gambar dalam Meningkatkan Hasil Belajar

Pengenalan Konstruksi Pola Dasar Mata Pelajaran Membuat Pola pada Siswa Kelas XI

SMK Negeri 10 Medan, Meningkatkan Kemampuan Siswa untuk Kompetensi dalam

Mengolah Hidangan dari Daging Pelajaran Mengolah Makanan Kontinental

Menggunakan Model Think Pair Share (TPS) Kelas XI Tata Boga SMK Negeri 8,

Upaya Meningkatkan Kemampuan Siswa Pada Kompetensi Dasar Menerima dan

Mencatat Permintaan Reservasi Pelajaran Memproses Reservasi dengan Menggunakan

Model Pembelajaran TPS (Think Pair Share) di Kelas XI AP4 SMK Negeri 8 Medan

TA. 2013–2014, Penguasaan Komponen Ekosistem Menggunakan Metode Contextual

Teaching Learning Mata Pelajaran IPA di Kelas XII SMK Negeri 10 Medan, Penerapan

Layanan Konseling Kelompok untuk Mengurangi Tingkat Absensi Siswa di Kelas X

Busana SMK Negeri 8 Medan, Penguasaan Kompetensi Dasar Teknik Pengolahan

Makanan Melalui Metode Contextual Teaching Learning Mata Pelajaran Boga Dasar Di

Kelas X BG 2 SMK Negeri 10 Medan, Peningkatan Kemampuan Siswa dalam

Menentukan Rata-Rata Hitung Pelajaran Matematika dengan Menggunakan Model

Pembelajaran TPS (Thingk Pair Share) Dikelas XII Tata Boga 3 SMK Negeri 8 Medan,

Perbaikan Hasil Belajar Membuat Busana Wanita Kompetensi Dasar Pengenalan Rok

Melalui Quantum Teaching Siswa Kelas XI SMK Negeri 10 Medan, Penguasaan

Kompetensi Dasar Alat, Bahan, Kosmetika, Pencucian Kulit Kepala dan Rambut

melalui Metode Contextual Teaching Learning di Kelas X SMK Negeri 10 Medan.

Page 5: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 5

Jurnal Biology Education ini terbit melibatkan banyak pihak dalam memberi

bimbingan, motivasi, oleh karena itu sudah sepantasnya pada kesempatan ini Tim

Dewan Redaksi menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus dan

ikhlas.

Demikian isi Jurnal Biology Education Edisi Khusus Volume 3 No. 1, Juli 2014

ini, Semoga dengan terbitnya edisi ini memacu para insan akademisi untuk lebih kreatif

dan mengungkapkan suatu ide dan pemikiran secara ilmiah dan profesional dalam

tulisan.

Tim Redaksi

Page 6: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education

Jurnal Biology Education

Jurnal(Sarana Informasi Insan Akademis, Ilmiah dan Profesional)(Sarana Informasi Insan Akademis, Ilmiah dan Profesional)

VOLUME 2

FKIP Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Serambi Mekkah

Jurnal Biology Education

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XMelalui Pengajaran Metode KonvensionalAlida Revoltante Voly Lucy Sihite

Penerapan Media Gambar Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Pengenalan Konstruksi Pola Dasar Mata Pelajaran Membuat Pola pada Siswa Kelas XI Erlinda

Meningkatkan Kemampuan Siswa Pelajaran Mengolah Makanan Kontinental MenggunakanTata Boga SMK Negeri 8Lena Sumiati Pangaribuan

Upaya Meningkatkan Kemampuan Siswa Permintaan Reservasi Pelajaran MemTPS (Think Pair Share) di Kelas XILoriati Pinem

Penguasaan Komponen EkosistemPelajaran IPA di Kelas XII SMK Negeri 10 MedanMahdalena Nasution

Penerapan Layanan Konseling Kelompok uBusana SMK Negeri 8 Medan Yulsrity Syarlely

Penguasaan Kompetensi Dasar Teknik Pengolahan MakananLearning Mata Pelajaran Boga Dasar Ita Novinelly

Peningkatan Kemampuan Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran TPS (Thingk Pair Share)SMK Negeri 8 MedanDinarita Sipahutar

Perbaikan Hasil Belajar Membuat Busana Wanita KQuantum Teaching Siswa Kelas XI SMK Negeri 10 MedanHelena Simatupang

Penguasaan Kompetensi Dasar Alat, Bahan, KosMelalui Metode Contextual Teaching Learning dElianna Pandiangan

Implementasi Model Pembelajaran Problem Based Learning Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa Untuk Musriadi & Rubiah

Implementasi pendekatan science technology society hidup sebagai upaya peningkatan besarJailani & Herman

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education(Sarana Informasi Insan Akademis, Ilmiah dan Profesional)(Sarana Informasi Insan Akademis, Ilmiah dan Profesional)

2 APRIL 2014

Diterbitkan Oleh :FKIP Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Serambi Mekkah

Volume 3 Hal 1-111 Banda Aceh

an Hasil Belajar Siswa Kelas XII Kr Materi Teknik Smoothing pada Pelurusan Rambut Pengajaran Metode Konvensional dan Simulasi di SMK Negeri 8 Medan

ltante Voly Lucy SihitePenerapan Media Gambar Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Pengenalan Konstruksi Pola Dasar

ada Siswa Kelas XI SMK Negeri 10 Medan

Meningkatkan Kemampuan Siswa untuk Kompetensi Dalam Mengolah Hidangan Mengolah Makanan Kontinental Menggunakan Model Think Pair Share (TPS)

Meningkatkan Kemampuan Siswa pada Kompetensi Dasar Menerima Permintaan Reservasi Pelajaran Memproses Reservasi dengan Menggunakan Mode

i Kelas XI AP 4 SMK Negeri 8 Medan TA. 2013 – 2014

Penguasaan Komponen Ekosistem Menggunakan Metode Contextual Teaching Learning Mata SMK Negeri 10 Medan

pan Layanan Konseling Kelompok untuk Mengurangi Tingkat Absensi Siswa d

Penguasaan Kompetensi Dasar Teknik Pengolahan Makanan melalui Metode Contextual Teaching ning Mata Pelajaran Boga Dasar di Kelas X BG 2 SMK Negeri 10 Medan

Peningkatan Kemampuan Siswa dalam Menentukan Rata-Rata Hitung Pelajaran Matematika Pembelajaran TPS (Thingk Pair Share) di kelas X

Perbaikan Hasil Belajar Membuat Busana Wanita Kompetensi Dasar Pengenalan Rok mQuantum Teaching Siswa Kelas XI SMK Negeri 10 Medan

Penguasaan Kompetensi Dasar Alat, Bahan, Kosmetika, Pencucian Kulit Kepala de Contextual Teaching Learning di Kelas X SMK Negeri 10 Medan

Model Pembelajaran Problem Based Learning Pada Konsep Jamur (Fungi) Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa Untuk Pedoman Guru

science technology society (sts) pada materi pokok lingkungan hidup sebagai upaya peningkatan life skill siswa untuk pedoman guru Di smp kabupaten aceh

Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Page 6

(Sarana Informasi Insan Akademis, Ilmiah dan Profesional)(Sarana Informasi Insan Akademis, Ilmiah dan Profesional)

APRIL 2014

FKIP Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Serambi Mekkah

Banda Aceh Juli 2014

ada Pelurusan Rambut Negeri 8 Medan

(1-8)Penerapan Media Gambar Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Pengenalan Konstruksi Pola Dasar

(9-23)Hidangan dari Daging

Model Think Pair Share (TPS) Kelas XI

(24-28)Kompetensi Dasar Menerima dan Mencatat

Model Pembelajaran 2014

(29-38)Menggunakan Metode Contextual Teaching Learning Mata

(39-54)Tingkat Absensi Siswa di Kelas X

(55-62)elalui Metode Contextual Teaching

(63-69)Rata Hitung Pelajaran Matematika

kelas XII Tata Boga 3

(70-77)ompetensi Dasar Pengenalan Rok melalui

(78-85)metika, Pencucian Kulit Kepala dan Rambut

SMK Negeri 10 Medan(86-92

Pada Konsep Jamur (Fungi) Sebagai

(93-101)) pada materi pokok lingkungan

Di smp kabupaten aceh

(102-111)

Page 7: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 7

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XII Kr MATERI TEKNIK SMOOTHING PADA PELURUSAN RAMBUT MELALUI

PENGAJARAN METODE KONVENSIONAL DANSIMULASI DI SMK NEGERI 8 MEDAN

Alida Revaltante Voly Lucy Sihite(Guru SMK Negeri 8 Medan)

ABSTRAK

Pendidikan adalah salah satu sarana paling strategis untuk meningkatkan kualitas pengetahuan dan pendidikan sumber daya manusia. Sejalan dengan ini maka pembangunan pendidikan harus merupakan bagian integral dari pembangunan sumber daya manusia guna mewujudkan bangsa yang maju dan mandiri serta sejahtera. Penelitian ini mengambil tempat di SMK Negeri 8 Medan dan penelitian ini dilakukan semester ganjil Tahun Pembelajaran 2012/2013. Penelitian ini dilakukan kepada siswa kelas XII Kr dengan jumlah siswa 30 orang. Berdasarkan hasil test siswa, 26 siswa dinyatakan telah berhasil walaupun masih terdapat 4 siswa yang dinyatakan belum berhasil. Namun secara klasikal tingkat ketuntutasan belajar siswa dalam belajar sudah mencapai 86,67 % berarti secara keseluruhan siswa dinyatakan sudah tuntas dalam belajar karena kriteria ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai. Dari hasil tes awal yang peneliti lakukan, dapat diketahui hasil belajar siswa kelas XII Kr dalam hal menguasai materi Teknik Smoothing pada Pelurusan Rambut memperoleh nilai rata-rata yakni dari 30 siswa hanya 5 orang yang dinyatakan telah berhasil dan secara klasikal ketuntasan belajar siswa masih mencapai 16,66%.

Kata Kunci : Hasil Belajar Siswa, Metode Konvensional dan Simulasi

PendahuluanPendidikan adalah salah satu

sarana paling strategis untuk meningkatkan kualitas pengetahuan dan pendidikan sumber daya manusia. Sejalan dengan ini maka pembangunan pendidikan harus merupakan bagian integral dari pembangunan sumber daya manusia guna mewujudkan bangsa yang maju dan mandiri serta sejahtera.

Perkembangan mutu pendidikan selalu menjadi perhatian masyarakat luas. Umumnya yang menjadi perhatian masyarakat terhadap pendidikan adalah tentang hasil belajar siswa yang dapat dilihat dari nilai siswa setelah menyelesaikan tes yang diberikan gurunya atau setelah mengikuti ujian semester. Secara umum upaya untuk

memperbaiki mutu hasi belajar Keterampilan di sekolah pada dasarnya dapat dibagi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam individu yang sedang belajar, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu yang sedang belajar.

Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap dikelompokkan menjadi tiga faktor, yaitu faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat. Selanjutnya tentang faktor sekolah yang berpengaruh terhadap belajar siswa terdiri atas metode mengajar, kurikulum, relasi guru, relasi siswa dan siswa disiplin sekolah, keadaan gedung dan tugas rumah. Faktor-faktor yang mempengaruhi

1

Page 8: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 2

terjadinya proses mengajar dan belajar pesawat sederhana adalah peserta didik, pengajar, prasarana dan sarana dan penilaian.

Berdasarkan uraian di atas, hal yang penting dilakukan guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa adalah bagaimana teknik guru membelajarkan siswanya, salah satu diantaranya adalah membuat atau merencanakan teknik pembelajaran pada materi pokoktertentu atau bagian dari sub materi pokok tersebut, karena dengan teknik mengajar yang baik, maka dapat diasumsikan siswa yang belajar akan termotivasi dan guru yang membelajarkan siswanya akan tercapai tujuannya.

Untuk lebih meningkatkan hasil belajar siswa penulis mencoba memilih suatu strategi belajar yang tepat dan dapat meningkatkan kreatifitas siswa dalam belajar dan berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar siswa yakni menggunakan metode konvensional dan metode simulasi dalam belajar materi pokok .

Tujuan Dan manfaat PenelitianSebagai tujuan dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:a. Untuk mengetahui hasil belajar

siswa Kelas XII Kr materi Teknik Smoothing Pada Pelurusan Rambutsebelum diajarkan dengan metode Konvensional dan Simulasi.

b. Untuk mengetahui hasil belajar siswa Kelas XII Kr materi Teknik Smoothing pada Pelurusan Rambutsesudah diajarkan Metode Konvensional.

c. Untuk mengetahui hasil belajar siswa Kelas XII Kr materi Teknik Smoothing Pada Pelurusan Rambutsesudah diajarkan Metode Simulasi.

d. Untuk mengetahui apakah ada peningkatan hasil belajar siswa Kelas XII Kr materi Teknik

Smoothing pada Pelurusan Rambutsesudah diajarkan dengan Konvensional dan Metode Simulasi.

Sebagai mafaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :a. Sebagai masukan bagi guru dan

siswa sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk perencanaan pengembangan perangkat pembelajaran.

b. Sebagai bahan informasi untuk merencanakan pembelajaran dengan menggunakan metode Konvensional dan metodeSimulasi.

Metode MengajarDalam kegiatan belajar mengajar

sampai diperlukan penggunaan strategi penggunaan strategi yang tepat karena strategi yang digunakan merupakan seni dan ilmu untuk membawakan pengajaran di kelas sedemikian rupa sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai secara efektif dan efisien. Sangatlah tepat bila strategi belajar mengajar yang digunakan pada pendidikan sekarang ini adalah strategi dimana siswa terlihat secara maksimal dalam usaha mencari dan menemukan, dalam konteks ini keaktifan belajar siswa lebih menonjol, sedangkan kegiatan guru lebih dominan dalam mengarahkan siswa, membimbingsiswa, memberikan fasilitas yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan melakukan mengajar secara maksimal.

Untuk melaksanakan suatu strategi tertentu diperlukan seperangkat metode pengajaran. Hardjana (1994) mengatakan bahwa metode adalah langkah-langkah, prosedur, cara-cara untuk mencapai sesuatu. Metode berupa urutan langkah-langkah dan tahapan tindakan untuk melaksanakan atau mengerjakan sesuatu secara efisien, lancar dan efektif. Mendatangkan hasil

Page 9: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 3

yang diharapkan. Metode biasanya dirumuskan berdasarkan pengalaman yang sudah teruji atau percobaan yang sudah terbukti benar.

Metode mengajar adalah cara yang digunakan guru dalam mengajar untuk mencapai tujuan pengajaran. Menurut Roestiyah (1991) mengatakan bahwa : “Didalam proses belajar mengajar, guru harus memiliki strategi, agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisien, mengena pada tujuan yang menguasai teknik-teknik penyajian, ataubiasa disebut metode mengajar”.

Surachmad (1986) mengatakan “Seorang guru yang miskin akan metode pencapaian tujuan yang tidak menguasai berbagai teknik mengajar atau tidak mengetahui adanya metode, ia akan berusaha mencapai tujuan dengan jalan yang tidak wajar. Dengan demikian seorang guru harus menguasai berbagai metode mengajar sehingga dapat menarik minat siswa dalam proses belajar mengajar. Dan juga harus mampu memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar yang efektif dan efisien, sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Hal ini jelas dinyatakan oleh Djamarah (1997) yang mengatakan bahwa “dengan menggunakan metode secara akurat guru mampu mencapai tujuan pengajaran”.

Metode KonvensionalMetode pembelajaran

konvensional adalah suatu metode belajar yang dipusatkan pada satu arah. Metode mengajar ini berpusat pada guru atau didominasi oleh guru. Menurut Soedana W (1986: 58) bahwa “Metode konvensional merupakan suatu cara penyampaian informasi dengan lisan kepada sejumlah pendengar, kegiatan ini berpusat pada penceramah dan komunikasi yang terjadi searah”.

Cara belajar seperti ini paling banyak digunakan guna untuk mengajarkan keterampilan. Hal ini di dukung oleh Suherman. E (1993: 243) yang menyatakan “cara mengajarkan Keterampilan yang pada umumnya digunakan pada guru Keterampilanadalah metode konvensional dari pada metode yang lainnya”.

Pada metode konvensional ini siswa belajar dengan mendengarkan penjelasan guru di depan jika guru memberikan latihan soal-soal kepada siswa tersebut.

Adapun keuntungan dari metode ini adalah:a. Dapat menampung kelas yang

berjumlah besarb. Bahan pelajaran atau keterangan

dapat diberikan secara lebih sistematis dengan penjelasan yang monoton.

c. Guru dapat memberikan tekanan pada hal-hal tertentu misalnya yang dianggap penting.

d. Kekurangan atau tidak adanya buku pelajaran dan alat bantu pengajaran, tidak dapat menghambat dilaksanakannya pelajaran dan penjelasan.

Selain keuntungan dari metode ini maka ada beberapa kelemahannya juga, antara lain:e. Pelajaran berjalan membosankan,

sehingga siswa-siswi menjadi pasif, karena tidak ada kesempatan untuk menentukan sendiri konsep yang diajarkan.

f. Kepada konsep-konsep yang diberikan dapat berkibat siswa tidak mampu menguasai bahan yang diajarkan.

g. Pengetahuan yang dipeoleh melalui penjelasan lebih cepat terlupakan

Langkah-langkah pelaksanaan metode konvensional yaitu seperti yang dikatakan oleh Suryosubroto. B (1997: 169) bahwa:

Page 10: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 4

a. Terlebih dahulu diketahui denganjelas dan dirumuskan se-khusus–khususnya mengenai tujuan pembicaraan atau hal yang hendak dipelajari oleh murid-murid.

b. Bahan ceramah kemudian disusun sedemikian hingga1) Dapat mengerti dengan jelas,

artinya setiap pengertian dapat menghubungkan antar guru dengan murid-murid pendengarannya.

2) Menarik perhatian murid-murid

3) Menjelaskan kepada murid-murid bahwa bahan pelajaran yang mreka peroleh berguna bagi kehidupan mereka

c. Menanamkan pengertian yang jelas dimulai dengan iktisar ringkas tentang pokok-pokok yang akan diuraikan. Kemudian menyusun bagian utama penguraian dan penjelasan pokok-pokok tersebut. Pada akhirnya diusulkan kembali pokok-pokok penting yang telah dibicarakan itu.

Metode Simulasi Menurut Roestiyah N. K (1998 :

22) mengatakan : “Dalam pengajaran modern teknik ini telah banyak dilaksanakan, sehingga siswa bisa berperan seperti orang-orang atau dalam keadaan yang dikehendaki”.

Simulasi adalah tingkah laku seseorang untuk berlaku seperti orang yang dimaksudkan, dengan tujuan agar orang itu dapat mempelajari lebih mendalam tentang bagaimana orang itu merasa dan berbuat sesuatu.

Jadi siswa itu berlatih memegang peranan sebagai orang lain.Contohnya : siswa melatih mengajar di depan kelas, berperan sebagai guru, dalam pengajarannya konpeksi, siswa berperan sebagai manager ; pengunting bahan, penjahit, pengepak, pengelola

keuangan dan sebagainya, mereka saling memerankan sekelompok orang yang mengelola konfeksi pakaian.Selanjutnya dalam Rostiyah N. K (1998:22-23)

Teknik simulasi baik digunakan karena:1. Menyenangkan siswa.2. Menggalakkan guru untuk

mengembangkan kreativitas siswa.3. Memungkinkan eksperimen

berlansung tanpa memerlukan lingkungan yang sebenarnya.

4. Mengurangi hal-hal yang verbalitas atau abstrak.

5. Tidak memerlukan pengarahan yang pelik dan mendalam.

6. Menimbulkan semacam interaksi antar siswa, yang memberi kemungkinan.

7. Menimbulkan respon yang positif dari siswa yang lamban/kurang cakap.

8. Menambahkan cara berpikir yang kritis.

9. Memungkinkan guru bekerja dengan tingkat abilitas yang berbeda-beda.

Walaupun teknik ini baik dan memiliki keunggulan, tetapi masih juga mempunyai kelemahan yakni :1. Efektivitas dalam memajukan

belajar siswa belum dapat dilaporkan oleh riset.

2. Terlalu mahal biayanya.3. Banyak orang meragukan hasilnya

karena sering tidak diikutsertakannya elemen-elemen yang penting.

4. Menghendaki pengelompokan yang fleksibel : perlu dan gedung.

5. Menghendaki banyak imajinasi dari guru maupun siswa.

6. Menimbulkan hubungan informasi antara guru dan siswa yang melebihi batas.

7. Sering mendapat kritik dari orang tua karena dianggap permainan saja.

Page 11: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 5

Bila guru mampu mengurangi kelemahan-kelemahan itu, maka pelaksanaan teknik simulasi akan berhasil sekali.

Proses Dalam Pemakaian Metode Simulasi

Dalam tim pengajaran FIP Unimed (2002:87) proses dalam pemakaian metode simulasi adalah :1. Guru memilih sebuah situasi,

masalah atau pemakaian yang tepat dalam membantu kelompok mencapai tujuan instruksional.

2. Mengorganisasikan kegiatan sedemikian rupa sehingga peran dan tanggung jawab setiap pemerannya jelas. Bahan, waktu, serta ruang tempat.

3. Pemberian petunjuk yang jelas untuk siswa yang terlibat dan pencapaian tujuan-tujuan yang ditentukan.

4. Para siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan kegiatan.

5. Memilih pemegang peran atau para pemain.

6. Membantu para pemegang peran atau para pemain mempersiapkan diri.

7. Guru menetapkan alokasi waktuyang disediakan untuk simulasi yang akan disediakan.

8. Pelaksanaan simulasi, selama simulasi guru mensupervisi kegiatan untuk menjamin bahwa peran dan tanggung jawab pemeran terlaksana sesuai dengan motivasi untuk memperbaiki kegiatan sementara kegiatan berjalan.

9. Mengadakan evaluasi kegiatan dan tindak lanjut

Langkah ini mencakup kegiatan :a. Penyampaian kritik dan saran dari

penganut tentang simulasi yang dilaksanakan.

b. Pengungkapan pendapat-pendapat dan saran perorangan.

c. Penyampaian kesimpulan-kesimpulan dan saran dari guru.

d. Kegiatan ulang berdasarkan evaluasi siswa diminta untuk bersimulasi lagi, mungkin dengan perilaku yang sama atau petunjuk siswa yang lain.

Kerangka BerpikirHasil belajar merupakan tingkat

penguasaan terhadap sesuatu yang diperoleh di dalam sesuatu yang berbeda-beda, yakni ada yang memperoleh nilai yang tinggi, sedang dan rendah. Melalui kegiatan belajar secara perlahan akan terjadi perubahan pada individu yang belajar baik perubahan dari segi kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), maupun psikomotorik (ketrampilan). Masing-masing perubahan yang terjadi pada masing-masing individu terhadap suatu keadaan yang lebih baik merupakan keberhasilan belajar yang diperoleh, dimana hasil belajar itu sendiri yang dapat mencerminkan sejauhmana perubahan itu telah terjadi pada diri individu. Hasil belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri individu sebagai hasil dari pengalamannya, namun perubahan dalam diri individu dan jenisnya, karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri individu merupakan perubahan hasil belajar materi Teknik Smoothing Pada Pelurusan Rambut.

Prosedur Dan Pelaksanaan PenelitianPenelitian ini mengambil tempat

di SMK Negeri 8 Medan dan penelitian ini dilakukan semester ganjil Tahun Pembelajaran 2012/2013. Penelitian ini dilakukan kepada siswa kelas XII Kr dengan jumlah siswa 30 orang.

Alat pengumpul data yang digunakan untuk mengumpulkan data

Page 12: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 6

pada penelitian ini adalah test langsung, wawancara dan observasi. Test yang digunakan disesuaikan dengan kurikulum tujuan yang ingin dicapai (TKP) yang diambil dari buku pelajaran Pengetahuan Dan Seni Tata Rambut Modern, sehingga tidak perlu diujicobakan lagi kerena sudah dianggap memenuhi validasi isi. hal ini sesuai dengan yang dikemukakan (Nana Sudjana, 2005:131), “Agar tes memenuhi validasi ini, hal ini bisa dilakukan dengan cara menyusun test yang bersumber dari kurikulum bidang studi yang hendak diukur. Dengan demikian validitas isi tidak memerlukan uji coba dan analisis sattistik. Untuk menjaring data tersebut, peneliti menggunakan alat pengumpul data berupa test dalam bentuk essay sebanyak 3 item

Wawancara yang dilakukan difokuskan kepada hasil test yang dikerjakan siswa. Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan melalui wawancaa diarahkan untuk mengetahui kesulitan siswa.

Observasi yang dilakukan merupakan pengamatan seluruh kegiatan dan perubahan yang terjadi pada saat berlangsungnya tindakan. Pengamatan akan dilakukan oleh guru dengan mengisi lembar observasi .

Tahap-Tahap Penelitian Sesuai dengan jenis penelitian ini

yaitu penelitian tindakan kelas, maka penelitian ini memiliki tahap-tahap penelitian yang berusa suatu siklus sebagai berikut :1. Perencanaan

Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan tindakan adalah:a. Membuat skenario pembelajaran

b. Menyusun tugas-tugas yang digunakan sebagai untuk bentuk bantuan kesulitan belajar

c. Membuat lembar observasi untuk melihat bagaimana kondisi belajar mengajar berlangsung di dalam kelas.

d. Membuat tes hasil belajar.2. Pelaksanaan

Setelah perencanaan disusun dengan matang, maka dilakukan tindakan terhadap kesulitan yang dialami siswa dalam menyelesaikan soal. Pada tahap ini kegiatan belajar mengajar dilakukan oleh peneliti, sedangkan guru yang lain mengamati seluruh kegiatan yang berlangsung. Kegiatan yang dilakukan merupakan pengembangan dan pelaksanaan dari program pengajaran yang telah disusun. Pada akhir tindakan, siswa diberikan test akhir, guna melihat hasil yang telah dicapai oleh siswa setelah pemberian tindakan.3. Observasi

Pada tahap ini, observasi dilakukan saat bersamaan dengan tahap pelaksanaan tindakan. Pada tahap observasi ini, peneliti menggunakan lembar pedoman observasi yang akan diisi langsung oleh guru yang lain .4. Refleksi

Tahap ini dilakukan untuk menganalisa dan memberi arti terhadap data yang diperoleh dan memperjelas data sehingga diambil kesimpulan dari tindakan yang telah dilakukan. Hasil refleksi ini kemudian digunakan sebagai dasar untuk perencanaan siklus berikutnya.

Menurut Yatim Ryanto, 1996:57 prosedur pelaksanan penelitian tindakan kelas dapat digambarkan sebagai berikut.

Page 13: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 7

Gambar : 1. Prosedur Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas.

Pembahasan PenelitianBerdasarkan hasil test siswa, 26

siswa dinyatakan telah berhasil walaupun masih terdapat 4 siswa yang dinyatakan belum berhasil. Namun secara klasikal tingkat ketuntutasan belajar siswa dalam belajar sudah mencapai 86,67 % berarti secara keseluruhan siswa dinyatakan sudah tuntas dalam belajar karena kriteria ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai.

Dari hasil tes awal yang peneliti lakukan, dapat diketahui hasil belajar siswa kelas XII Kr dalam hal menguasai materi Teknik Smoothing Pada Pelurusan Rambut memperoleh nilai rata-rata yakni dari 30 siswa hanya 5 orang yang dinyatakan telah berhasil dan secara klasikal ketuntasan belajar siswa masih mencapai 16,66%.

Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa SMK Negeri 8 Medan dalam materi

Teknik Smoothing Pada Pelurusan Rambut masih tergolong sangat rendah (belum berhasil).

Berdasarkan hasil setelah proses pembelajaran tentang materi Teknik Smoothing Pada Pelurusan Rambut.

Dari data diatas ditemukan, siswa yang memperoleh presentase perolehan nilai (PPH) > 65% sebanyak 18 oang sedangkan siswa yang memperoleh persentase perolehan nilai (PPH) < 65% sebanyak 12 orang dan secara klasikal tingkat ketuntasan belajar siswa masih mencapai 60% (belum tuntas). Hal ini membuktikan bahwa hasil belajar siswa dalam materi Teknik Smoothing Pada PelurusanRambut masih tergolong rendah.

Dari hasil test peneliti merefleksi proses pembelajaran. Dari proses pembelajaran tersebut ditemukan permasalahan antara lain siswa kurang aktif dalam bertanya, siswa kurang aktif dalam pembelajaran, siswa kurang

Permasalahan Alternatif Permasalahan I

Pelaksanaan

Tindakan I

Refleksi I Analisa Data I Observasi I

TE

RS

EL

ES

AIK

AN

SIK

LU

S I

Permasalahan Alternatif Permasalahan II

Pelaksanaan

Tindakan II

Refleksi II Analisa Data II Observasi II

TE

RS

EL

ES

AIK

AN

SIK

LU

S II

Siklus BerikutnyaBelum Terselesaikan

Page 14: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 8

termotivasi dalam belajar, dan penjelasan masih didominasi oleh guru selama proses pembelajaran berlangsung.

Dari hasil refleksi di atas, maka peneliti akan melakukan proses pembelajaran dengan melakukan tindakan-tidnakan guru harus lebih memberikan motivasi pada siswa dalam KBM, mengamati dan membimbing kegiatan siswa, memancing siswa dalam bertanya dan mengemukakan pendapat serta menjelasakan pada siswa materi yang dianggap sulit atau belum dipahami siswa dengan menghadirkan objek yang lebih menarik mudah dipahami. Dan untuk mengetahui kemampuan siswa tersebut dilakukan dengan pemberian test II dan akan dilaksanakan pada siklus berikutnya (Siklus II).

Setelah dilakukan pembelajaran pada siklus II dan dilakukan test diperoleh data hasil test II yang meningkat dari siklus sebelumnya.

Dari data di atas dapat diketahui siswa yang belum tuntas belajar berjumlah 4 orang, memperoleh persentase perolehan nilai (PPH) 64% sedangkan 25 siswa lainnya sudah tuntas dalam belajar (> 65%). Secara klasikal tingkat ketuntasan belajar siswa sudah mencapai 86,67%.

Berarti secara keseluruhan hasil belajar siswa dinyatakan telah berhasil karena kriteria tingkat ketuntasan belajar secara klasikal siswa dikatakan tuntas jika didapat 85% jumlah siswa yang telah mencapai persentase 65%, maka tingkat ketuntasan belajarnya telah tercapai.

Kesimpulan Setelah dilakukan pengamatan

dan analisis data diperoleh simpulan sebagai berikut : a. Dari hasil tes awal diketahui bahwa

hasil belajar siswa kelas XII Kr

dalam materi Teknik Smoothing Pada Pelurusan Rambut tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata nilai keseluruhan siswa sebesar 16,66% atau masih dibawah 65%.

b. Setelah dilakukan pembelajaran pada siklus I dengan menggunakan pembelajaran metode Konvensional, terbukti hasil belajar siswa meningkat dengan rata-rata PKK keseluruhan siswa sebesar 60%.

c. Untuk mencapai hasil yang lebih baik, maka dilaksanakan pembelajaran pada siklus II dengan metode Simulasi ternyata hasil belajar siswa meningkat dengan rata-rata PKK sebesar 86,67%.

d. Peningkatan hasil belajar siswa setelah diberikan perbaikan pengajaran sebanyak dua kali yaitu metode Konvensional dan metode Simulasi secara total adalah 26,67%.

Daftar PustakaAgif, Z., (2006), Penelitian Tindakan

Kelas, CV. Yrama Widya, Bandung

Arikunto, Suhardjono dan Supardi, (2006), Penelitian Tindakan Kelas, Penerbit Bumi Angkasa, Jakarta.

Dahar, R.W., (1989), Teori-teori Belajar, Erlangga, Jakarta

Nurkacana, Wayan., (1986), Evaluasi Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya

Rahardjo, (1999), Pengetahuan Dan Seni Tata Rambut Modern, Insani, ,Jakarta.

Sardiman A.M., (2003), Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, PT. Raja Grafindo Perkasa, Jakarta

Suryosubroto, B., (2000), Proses Belajar Mengajar di Sekolah, PT. Rineka Cipta, Jakarta

Page 15: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 9

PENERAPAN MEDIA GAMBAR DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PENGENALAN KONSTRUKSI POLA DASAR MATA

PELAJARAN MEMBUAT POLAPADA SISWA KELAS XISMK NEGERI 10 MEDAN

Erlinda(Guru SMK Negeri 10 Medan)

ABSTRAKDengan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di sekolah baru-baru ini menuntut siswa untuk bersikap aktif, kreatif, inovatif dan kompetitif dalam menanggapi setiap pelajaran yang diajarkan. Setiap siswa harus dapat memanfaatkan ilmu yang diperolehnya dalam kehidupan sehari-hari, untuk itu setiap pelajaran selalu dikaitkan dengan manfaatnya dalam lingkungan sosial masyarakat. Sikap aktif, kreatif, inovatif dan kompetitif terwujud dengan menempatkan siswasebagai subyek pendidikan. Peran guru adalah sebagai fasilisator dan bukan sumber utama pembelajaran. Rata-rata pengguasaan siswa tentang pokok bahasan pengenalan konstruksi pola dasar badan wanita sebelum dilakukan pembelajaran yaitu sebesar 58,67; kemudian pada siklus I setelah diberikan bimbingan, arahan dan motivasi kepada siswa, rata-rata hasil belajar yang diperoleh siswa meningkat menjadi 70,33 dengan persentase ketuntasan belajar siswa sebesar 76,67% serta pada akhir penelitian (setelah siklus II) rata-rata belajar yang diperoleh siswa meningkat menjadi 82 dengan persentase ketuntasan belajar siswa sebesar 93,33%.

Kata Kunci : Hasil Belajar Siswa, Media Gambar

PendahuluanPendidikan merupakan kebutuhan

sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan di manapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu bersaing, di samping memiliki budi pekerti yang luhur dan moral yang baik.

Selain itu pendidikan juga merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kualitas SDM baik fisik, mental maupun spiritual. Sejalan dengan konsep pendidikan yang dicanangkan oleh PBB bahwa pendidikan ditegakkan oleh 4 pilar, yaitu learn to know, learn to live

together dan learn to be. Pilar pertama dan kedua lebih diarahkan untuk membentuk sense of having yaitu bagaimana pendidikan dapat mendorong terciptanya sumber daya manusia yang memiliki kualitas di bidang ilmu pengetahuan dan keterampilan agar dapat di gunakan untuk meningkatkan kualitas hidup, sehingga mendorong sikap aktif, kreatif, inovatif dan kompetitif di tengah kehidupan masyarakat. Sementara pilar ketiga dan keempat diarahkan untuk membentuk karakter bangsa atau sense of being, yaitu bagaimana harus terus menerus belajar, dan membentuk karakter yang memiliki integritas dan tanggung jawab serta memiliki komitmen untuk melayani sesama. Sense of being ini penting karena sikap dan perilaku seperti ini akan mendidik siswa untuk belajar saling memberi dan

Page 16: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 10

menerima serta belajar untuk menghargai serta menghormati perbedaan atas dasar kesetaraan dan toleransi.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) belakang ini sangat mempengaruhi perkembangan pendidikan, terutama di negara-negara yang sudah maju. Tingkat ilmu pengetahuan dan teknologi yang dicapai suatu bangsa biasanya dipakai sebagai tolak ukur kemajuan bangsa ini, khususnya teknologi informasi sekarang ini telah memberikan dampak positif dalam aspek kehidupan manusia dalam menghadapi tantangan perkembangan teknologi informasi tersebut, bangsa Indonesia perlu memiliki warga yang bermutu atau berkualitas tinggi. Perlu diketahui bahwa kualitas seseorang akan terlihat jelas dalam bentuk kemampuan dan kepribadiannya sewaktu orang tersebut harus berhadapan dengan tantangan atau harus mengatasi suatu masalah sampai masalah tersebut dapat dipecahkan dengan baik. Agar Indonesia memiliki cukup warga yang berkualitas tinggi diperlukan sumber daya manusia yang bermutu tinggi dan mampu berkompetisi secara global, sehingga diperlukan keterampilan yang melibatkan pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif dan kemajuan bekerja sama yang efektif.

Dengan adanya diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di sekolah baru-baru ini menuntut siswa untuk bersikap aktif, kreatif, inovatif dan kompetitif dalam menanggapi setiap pelajaran yang diajarkan. Setiap siswa harus dapat memanfaatkan ilmu yang diperolehnya dalam kehidupan sehari-hari, untuk itu setiap pelajaran selalu dikaitkan dengan manfaatnya dalam lingkungan sosial masyarakat. Sikap aktif, kreatif, inovatif dan kompetitif terwujud dengan

menempatkan siswa sebagai subyek pendidikan.Peran guru adalah sebagai fasilisator dan bukan sumber utama pembelajaran.

Untuk menumbuhkan sikap aktif, kreatif, inovatif dan kompetitif dari siswa tidaklah mudah. Fakta yang terjadi adalah guru dianggap sumber belajar yang paling benar. Proses pembelajaran yang terjadi memposisikan siswa sebagai pendengar ceramah guru. Akibatnya proses belajar mengajar cenderung membosankan dan menjadikan siswa malas belajar. Sikap anak didik yang pasif tersebut ternyata tidak hanya terjadi pada mata pelajaran tertentu saja tetapi pada hampir semua mata pelajaran termasuk mata pelajaran Membuat Pola, sebenarnya banyak cara yang dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Membuat Pola. Salah satunya adalahmenerapkan pembelajaran dengan menggunakan bantuan media. Media pembelajaran merupakan salah satu strategi mengajar yang diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Keberhasilan proses kegiatan belajar mengajar pada pembelajaranmembuat pola dapat di ukur dari keberhasilan siswa yang mengikuti kegiatan tersebut. Keberhasilan itu dapat di lihat dari tingkat pemahaman, penguasaan materi dan hasil belajar siswa.Semakin tinggi pemahaman, penguasaan materi dan hasil belajar maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran.

Berkaitan dengan masalah tersebut, pada pembelajaran membuat pola juga ditentukan keragaman masalah sebagai berikut : 1) keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran masih belum nampak, 2) Para siswa jarang mengajukan pertanyaan, walaupun guru sering meminta agar siswa bertanya jika ada hal-hal yang belum jelas, atau kurang paham, 3)

Page 17: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 11

Keaktifan dalam mengerjakan soal-soal latihan pada proses pembelajaran juga masih kurang, dan 4) Kurangnya keberanian siswa untuk mengerjakan soal di depan kelas. Hal ini menggambarkan efektifitas belajar mengajar dalam kelas masih rendah.

Rendahnya hasil belajar pada mata pelajaran Membuat Polabergantung pada pembelajaran yang dihadapi oleh siswa. Dalam pembelajaran membuat pola guru harus menguasai materi yang di ajarkan dan cara menyampaikannya. Salah satu cara penyampaian pelajaran dengan cara satu arah akan membingungkan siswa, karena siswa akan menjadi pasif (bersifat menerima saja) tentang apa yang dipelajarinya, materi abstrak tidak bermakna, sehingga proses belajar membuat pola membosankan.

Untuk itu penggunaan media dalam suatu proses belajar mengajar sangat diperlukan, karena media mempunyai kelebihan kemampuan teknis yang mampu menyajikan suatu peristiwa secara terpadu akan menyajikan konsep secara utuh dan benar serta menjadi saluran atau perantara dalam menyampaikan pesan. Pesan tersebut hendaknya telah di ubah ke dalam bentuk lambang yang dapat dipahami oleh siswa.Sehingga pesan yang diterima siswa dapat dipahami dengan jelas dan tidak bersifat abstrak.

Dari hasil wawancara peneliti dengan guru kelas XI Busana di SMK Negeri 10 Medan, diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal tentang polamasih sangat rendah. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata hasil yang diperoleh siswa pada tes awal yang diberikan peneliti yang hanya mencapai 57. Penggunaan media sebagai alat dalam proses belajar mengajar sangat membantu guru dalam menyampaikan bahan pelajaran. Konsep-konsep dalam

ilmu membuat pola itu bersifat abstrak, sedangkan peneliti menyadari pada umumnya tingkat pemikiran siswa masih tertuju pada hal-hal yang konkrit. Untuk membantu siswa dalam mengatasi keabstrakan konsep dalam materi, diperlukan media pembelajaran sebagai salah satu sarana untuk mengkomunikasikan materi yang disampaikan kepada siswa.

Tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa penggunaan media pembelajaran sangat minim, hal ini terbukti bahwa guru sering hanya menyampaikan pesan atau isi pelajaran dengan kata-kata semata (verbalisme). Situasi seperti ini dengan mudah dapat mengganggu konsentrasi belajar siswa, apalagi bila kata yang terasa asing atau diluar pengetahuan siswa. Sifat pengalaman, tingkat kemahiran bahasa dan kosa kata yang ada mungkin tidak sama bagi semua siswa. Sehingga berpengaruh juga terhadap pembelajaran yang mereka hadapi di kelas, terutama dalam memahami suatu materi pembelajaran.

Sebaliknya pengajaran akan lebih menarik, siswa bisa gembira belajar atau senang karena mereka merasa tertarik dan mengerti pelajaran yang diterimanya. Belajar yang efektik harus mulai dengan pengalaman langsung atau pengalaman konkret dan menuju kepada pengalaman yang lebih abstrak. Belajar akan lebih efektif jika dibantu dengan alat peraga pengajaran dari pada bila peserta didik belajar tanpa dibantu dengan alat pengajaran

Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan

dapat bermanfaat untuk :1. Menambah wawasan dan

pengetahuan peneliti dalam penggunaan media gambar.

2. Sebagai masukan guru untuk menggunakan media dalam

Page 18: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 12

proses pembelajaran.3. Sebagai masukan kepala sekolah

dalam meningkatkan kualitas (mutu) pendidikan di SMK Negeri 10 Medan.

4. Sebagai bahan pengembangan keahlian dan kelengkapan usul pengembangan karier penulis.

Kerangka TeoritisPengertian Belajar

Belajar berasal dari kata ajar yang berarti suatu perubahan agar memperoleh ilmu kepandaian atau ilmu pengetahuan dengan melatih diri. Menurut Slameto (2003:2) bahwa “Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memahami kebutuhan hidupnya”.

Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup. Salah satu bukti bahwa seseorang belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya.“Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (Psikomotorik), dan yang menyangkut nilai dan sikap (afektif)”(Sadiman A.S, 2006:4).

Menurut Djamarah dan Zein (2002:44), bahwa “belajar pada hakekatnya adalah perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang setelah berakhirnya melakukanaktivitas belajar”. Belajar merupakan tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif dan di dukung oleh fungsi ranah psikomotorik”. Fungsi psikomotorik dalam hal ini meliputi : mendengar, melihat, mengucapkan. Perubahan akibat belajar yang di maksud adalah perubahan yang meliputi kemampuan kognitif, pergerakan dan

afektif, “semua perubahan-perubahan di bidang ini merupakan suatu hasil belajar dan mengakibatkan perubahan dalam sikap dan tingkah laku”.

Secara Sederhana Anthony Robbins (dalam Trianto, 2009) mendefinisikan belajar sebagai proses menciptakan hubunganantara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru. Dari defenisi ini dimensi belajar memuat beberapa unsur yaitu (1) penciptaan hubungan, (2) sesuatu hal (pengetahuan) yang sudah dipahami, dan (3) sesuatu (pengetahuan) yang baru. Jadi dalam makna belajar, bukan berangkat dari sesuatu yang benar-benar belum diketahui (nol), tetapi merupakan keterkaitan dari dua pengetahuan yang sudah ada dan pengetahuan baru.

Thorndike (dalam Hamzah B. Uno, 2007) mengemukakan teorinya bahwa belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan, atau gerakan) dan respons ( yang juga bisa berupa pikiran, perasaan atau gerakan. Jelasnya menurut Thorndike, perubahan tingkah laku dapat berwujud sesuatu yang kongkret (dapat diamati), atau yang nonkonkret (tidak bisa diamati).

Didalam belajar praktik misalnya, perubahan tingkah laku seseorang dapat dilihat secara konkret atau dapat diamati. Pengamatan ini dapat diwujudkan dalam bentuk gerakkan yang dilakaukan terhadap suatu objek yang dikerjakan.Proses belajar mengajar merupakan suatu kegiatan interaksi antara guru dengan siswa.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses yang memungkinkan timbulnya atau berubahnya suatu tingkah sebagai hasil dari pembentukan dari respon utama, dengan syarat bahwa perubahan atau munculnya tingkah baru itu bukan disebabkan adanya

Page 19: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 13

kematangan atau adanya perubahan sementara atau sesuatu hal. Hasil Belajar

Dalam suatu kegiatan belajar-mengajar, terlebih dahulu kita harus membuat rumusan tujuan pembelajaran, hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah tujuan pembelajaran tersebut telah tercapai atau tidak perlu dilakukan pengukuran. Hasan dan Asmawi (1993:2) mengatakan bahwa “pengukuran adalah suatu usaha untuk mengetahui sesuatu sebagaimana adanya”. Pengukuran (penilaian) hasil belajar peserta didik bertujuan untuk melihat kemajuan belajar para peserta didik dalam hal penguasaan materi pengajaran yang telah dipelajarinya sesuai dengan tujuan-tujuan yang ditetapkan.

Suatu proses belajar mengajar dikatakan berhasil adalah apabila hasil belajar siswa tersebut telah sesuai dengan tujuan instruksional khusus dari bahan pelajaran tersebut. Untuk itu diperlukan petunjuk atau indikator keberhasilan belajar siswa berupa daya serap serta perubahan perilaku pada diri siswa (Djamarah dan Zein 2002:119).

Pencapaian tujjuan belajar disebut sebagai hasil belajar. Keberhasilan siswa dalam mengikuti suatu program belajar dapat dilihat dari hasil belajarnya pada program tersebut. Menurut ( Gagne, 1979 ) hasil belajar merupakan keterampilan intelektual strategi belajar invormasi verbal, ketermpilan materi dan sikap. Menurut ( Ryan dan Cooper, 1992 ) hasil belajar dapat diukur dengan (1) jalan pengamatan langsung, (2) Memberikan teskepada siswa sesudah mengikuti mata peljaran, untuk mengukur pengetahuan, keterampilan dan sikap siswa, (3) Penilaian beberapa waktusesudah mata pelajaranselesai, misalnya, penilaian dari keberhasilan

siswa didalam pekerjaan dan kehidupan kelak.

Menurut ( Sudjana, 1992 ), ada tiga unsur yang mempengaruhi dalam proses belajar mengajar. Ketiga unsur tersebut adalah tujuan kompetensi, proses belajar mengajar, dan hasil belajar itu sendiri. Kaitan ketiga komponen tersebut menunjukkan suatu kesatuan yang saling mempengaruhi sebagai suatu sistim. Dalam hal ini proses belajar mengajar mengupayakan tercapainya tujuan pengajaran yang disebut sebagai hasil belajar.

Jadi hasil belajar dapat didefenisikan sebagai hasil atau kemampuan yang dicapai siswa melalui melalui proses belajar mengajar, berdasarkan kepada tujuan kompetensi dasar yang telah ditentukan.

Media Pembelajaran Kata media berasal dari bahasa

latin yaitu “Medium” secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar pesan dari si pengirim ke si penerima pesan. Menurut Arsyad (2003:3) bahwa :”Media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar”.

Media pembelajaran merupakan alat bantu yang memudahkan mencapai tujuan pengajaran. Hal ini dilandasi dengan keyakinan bahwa proses belajar mengajar dengan bantuan media meningkatkan kualitas kegiatan belajar peserta didik dalam tenggang waktu yang lebih lama.

Penggunaan media harus mempertimbangkan beberapa hal, seperti tujuan, kompetensi guru. Media yang lebih menunjang tercapainya tujuan pengajaran tentunya akan lebih diperhatikan, sedangkan media yang kurang menunjang tercapainya tujuan

Page 20: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 14

pengajaran tentunya tidak dipergunakan.

Media pendidikan sebagai salah satu sumber belajar ikut membantu guru memperkaya wawasan peserta didik.Aneka ragam bentuk dan jenis media pendidikan dipergunakan oleh guru menjadi sumber ilmu pengetahuan bagi peserta didik. Dalam menerangkan suatu pelajaran, guru dapat membuat atau membawa gambarnya langsung dihadapan siswa di kelas. Dengan hadirnya gambar tersebut dengan penjelasannya, maka gambar tersebut menjadi sumber belajar (Djamarah dan Zein, 2002:137).

Media adalah suatu ekstensi manusia yang memungkinkannya mempengaruhi orang lain yang tidak mengadakan kontak langsung dengannya Marshal Mcluhan (Trianto,2009). Media pembelajaran adalah sebagai penyampai pesan (the carries of massages) dari beberapa sumber saluran ke penerima pesan ( the receiver of the massages).

Media pendidikan atau alat peraga pengajaran, teaching aids atau audiovisual aids (AVA) adalah alat-alat yang digunakan untuk membantu memperjelas materi pelajaran yang disampaikannya kepada peserta didik dan mencegah terjadinya verbalisme pada diri siswa, (Daryanto, 2013). Belajar akan lebih efektif jika dibantu dengan alat peraga pengajara dari pada siswa belajar tanpa dibantu dengan alat pengajaran.

Media pembelajaran sebagai salah satu sumber belajar yang dapat membantu guru dalam menyalurkan pesan pada siswa sehingga dapat mengatasi kesulitan-kesulitan atau hambatan dalam belajar. Melalui media pembelajaran, perbedaan gaya mengajar, minat, intelegensi, keterbatasan daya indra, cacat tubuh atau hamabatan berupa jarak geografis,

jarak waktu dan lain-lain dapat diatasi dengan pemanfaatan media pembelajaran yang tepat.

Menurut Sadiman A.S. dkk (2006:17), secara umum media pembelajaran mempuyai kegunaan-kegunaan sebagai berikut :1. Memperjelas penyajian pesan agar

tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka)

2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, seperti misalnya : a). objek yang terlalu besar, bisa digantikan dengan realita gambar, film bingkai, film atau model, b). objek yang terlalu kecil dapat dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai atau gambar, c). gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat dapat dibantu dengan timelapse dan high-speed photography, d). kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat rekaman film, video, film bingkai, foto maupun secara verbal, e). objek yang terlalu kompleks (misalnya mesin-mesin) dapat disajikan secara sederhana dengan model, diagram dan lain-lain, dan f). konsep yang terlalu luas (gunung berapi, gempa bumi, iklim dan lain-lain) dapat divisualkan dalam bentuk film, film bingkai, gambar dan lain-lain.

3. Penggunaan media secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak didik. Dalam hal ini media pendidikan berguna untuk : a). menimbulkan gairah belajar, b). memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan, dan c). memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya.

4. Dengan sifat yang unik pada tiap siswa, ditambah lagi dengan

Page 21: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 15

lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa, maka gurumengalami kesulitan jika semua itu harus diatasi sendiri. Hal ini akan lebih sulit jika latar belakang lingkungan guru dan siswa juga berbeda. Masalah ini dapat diatasi dengan adanya media pembelajaran, yaitu dengan kemampuannya dalam:

Media Gambar Media gambar merupakan alat

visual yang mudah di dapat serta media tersebut membuat seseorang mengangkat ide atau gagasan yangterkandung di dalamnya. Dengan jelas,lebih jelas dari pada di ungkapkan dengan kata-kata baik ditulis maupun diungkapkan.

Gambar telah diungkapkan sebagai media untuk mengajar serta dapat digunakan secara terus dengan efektif dan mudah. Di dalam menggunakan media gambar kita harus mengarahkan kepada siswa untuk melihat gambar. (Hamzah, 1998:91) media gambar dapat menggambarkan emosi dan sikap yang keluar sesuatu yang disajikan bersama-sama menurut Sulaiman (1998:32) ada beberapa syarat-syarat media gambar sebagai berikut : a. Gambar harus menarik jelas dan

mudah mengerti b. Media gambar harus benar atau

autentik menggambarkannya harus jelas

Menurut Sadiman (2005:29) dari beberapa kelebihan dan kelemahan media gambar.a. Gambar sifatnya komplit, gambar

lebih realistis menunjukkan pokok masalah dibandingkan dengan media verbal semata

b. Gambar dapat mengatasi ruang dan waktu

c. Media gambar dapat mengatasi pengamatan kita

Menurut Oemar Hamalik, 1986 ( dalam ian43.wordpress.com ) berpendapat bahwa gambar adalah segala sesuatu yang diwujudkan secara visual dalam bentuk dua demensi sebagai curahan perasaan atau pikiran. Sedangkan menurut Arief Sadiman ( dalam ian43.wordpress.com ), Media grafis Visual sebagaimana halnya media yang lain. Media grafis untuk menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan. Saluran yang dipakai menyangkut indera penglihatan. Pesan yang akan disampaikan dituangkan kedalam simbol-simbol komunikasi visual. Simbol-simbol tersebut perlu dipahami benar artinya agar proses penyampaian pesan dapat berhasil dan efisien.

Materi Pelajaran 1. Pola Dasar Badan Wanita

Pola dasar merupakan pedoman untuk pembuatan bermacam-macam pola pakaian, mulai dari pola pakaian bayi sampai orang dewasa. Dirjen Dikdasmen Depdikbud (1984) cara membuat pola dasar tergantung pada system menggambar pola yang digunakan serta berhubunga erat dengan ukuran-ukuran yang diambil secara cermat. Sedangkan menurut Muliawan (1982) disebutkan bahwa Pattern atau pola adalah potongan kain atau kertas yang dipakai sebagai contoh untuk membuat baju ketika bahan digunting

Menurut Pratiwi, (2001) Pola dasar adalah kutipan bentuk badan manusia yang asli atau pola yang belum diubah. Pola dasar merupakan pedoman untuk pembuatan macam-macam pola pakaian mulai dari pakaian anak sampai orang dewasa. Sedangkan pola dasar busana adalah suatu sistim/cara dalam membuat busana yang masih baku belum dirubah sesuai dengan model.

Page 22: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 16

Pola busana harus digambar dengan benar berdasarkan ukuran badan seseorang yang diukur secara cermat, agar hasil jadi busana nantinya sesuai dengan bentuk tubuh sipemakai.

Dalam menjahit atau desain busana, Pola adalah potongan-potongan kertas yang merupakan prototipe bagian-bagian pakaian atau produk jahit menjahit (id.wikipedia.org). Pola dijadikan contoh agar tidak terjadi kesalahan waktu menggunting kain. Selanjutnya Tamimi (dalam okrek.blogspot.com/2010) mengemukakan pola merupakan ciplakan bentuk badan yang biasa dibuat dari kertas, yang nanti dipakai sebagai contoh untuk menggunting pakaian seseorang, ciplakan bentuk badan ini disebut pola dasar.

Disamping itu pola-pola pakaian harus berkwalitas, karena pola yang berkwalitas akan menghasilkan busana yang enak dipakai, indah dipandang dan bernilai tinggi. Menurut (okrek.blogspot.com/2010) kualitas pola pakaian ditentukan oleh beberapa hal, diantaranya adalah :a. Ketepatan dalam mengambil ukuranb. Kemampuan dalam menentukan

kebenaran garis-garis pola, seperti garis lingkar kerung lengan, garis lekuk leher, bahu, sisi, bentuk lengan dan lain sebagainya.

c. Ketepatan memilih kertas untuk pola

d. Kemampuan dan ketelitian memberi tanda dan keterangan setiap bagian-bagian pola

e. Kemampuan dan ketelitian dalam menyimpan dan mengarsipkan pola

Dalam buku pola dasar dan pecah pola busana (2001) dijelaskan pola dasar berdasarkan bagiannya dibagi menjadi 3 (tiga) macam :a. Pola dasar badan (atas), yaitu pola

badan mulai dari bahu atau lehersampai batas pinggang.

b. Pola dasar badan (bawah), yaitu pola badan mulai dari pinggang kebawah sampai lutut atau sampai mata kaki.

c. Pola dasar lengan, mulai dari lengan atas atau bahu terendah sampai siku atau pergelangan tangan atau sampai batas panjang lengan yang diinginkan.

Berdasarkan jenis, pola dasar dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam :a. Pola dasar wanita, adalah pola dasar

yang dibuat berdasarkan ukuran badan wanita dewasa.

b. Pola dasar pria, adalah pola dasar yang dibuat berdasarkan ukuran badan pria dewasa.

c. Pola dasar anak-anak, adalah pola dasar berdasarkan ukuran badan anak-anak.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pola dasar badan wanita adalah pola dasar badan bagian atas mulai dari bahu atau leher sampai batas pinggang yang dibuat berdasarkan ukuran badan wanita dewasa.

2. Pengertian Konstruksi PolaMenurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia (2002) Konstruksi adalah (model, tata letak) suatu bangunan (jembatan, rumah dan sebagainya). Dirjen Dikdasmen Depdikbud (1984) Pola konstruksi adalah pola yang dibuat berdasarkan ukuran badan dan cara-cara tertentu dari pembuatan pola tersebut.Selanjutnya Wielsma (1981) dalam buku Keserasian Busana, men jelaskan bahwa Konstruksi Pola adalah tiap macam pola dasar yang digambar dengan menggunakan sejumlah ukuran dan ukuran tertentu. Maineke (1981) dikemukakan bahwa Konstruksi Pola, adalah pola dasar yang dibuat berdasarkan ukuran badan atau ukuran yang akan memesan/menjahit pakaian tersebut. Sedangakan menurut ( kursusjahityogya.blogspot.com/2013 )

Page 23: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 17

pola konstruksi adalah pola dasar yang dibuat berdasarkan ukuran pemakai yang belum mendapat perubahan-perubahan.

Selanjutnya dikemukakan bahwa pola konstruksi adalah pola dasar yang dibuat berdasarkan ukuran badan sipemakai, dan digambar dengan perhitungan secara matematika sesuai dengan sistim pola konstruksi masing-masing.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Konstruksi Pola adalah pola dasar yang dibuat pada kertas berdasarkan ukuran tubuh seseorang dengan urutan dan ukuran tertentu dan digambar dengan perhitungan secara matematika.

Sebagaimana kita ketahui bahwa didalam kehidupan sehari-hari kita menjumpai bermacam-macam model pakaian, baik pakaian anak-anak mau pun untuk orang dewasa. Pakaian yang beraneka ragam modelnya tersebut dibuat dengan mempergunakan pola pakaian.

Pengetahuan tentang pembuatan pola berkembang seperti pengetahuan lainnya. Misalnya dahulu pola itu dibuat hanya untuk orang lain sedang kan si pembuat pola itu sendiri tidak bisa membuat untuk dirinya. Hal ini disebabkan pola tersebut dibuat langsung diatas badan. Kemudian sekarang setelah pengetahuan bertambah maju, terciptalah pola konstruksi dimana pembuat pola dapat membuat pola untuk dirinya sendiri disamping untuk orang lain.

Kerangka Konseptual

Belajar membuat pola merupakan suatu proses aktif, dimana kondisi belajar berhubungan dengan hasil yang di harapkan. Rendahnya hasil belajar siswa kemungkinan disebabkan rancangan pengajaran yang diberikan olehguru kurang mampu mempengaruhi

minat belajar dalam diri siswa. Siswa cenderung membaca dan menghapal materi pelajaran yang diberikan tidak menghubungkan materi pelajaran dengan lingkungan belajar atau konsep yang telah dipelajari siswa sebelumnya.

Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang di ajarkan adalah dengan menerapkan pembelajaran menggunakan media gambar. Pembelajaran menggunakan media gambar lebih mengutamakan pembelajaran yang interaktif dan dinamis, yang berlangsung secara timbal balik antara guru dengan siswa. Dalam pembelajaran menggunakan media gambar konsep-konsep yang dipelajari dibuat lebih menarik dalam suasana rileks dan santai sehingga siswa lebih berminat dalam belajar. Dengan demikian siswa akan termotivasi dan berminat dalam belajar sehingga pengetahuan yang diperoleh pun dapat bertahan lama.

Penerapan pembelajaran dengan menggunakan media gambar pada pokok bahasan pengenalan konstruksi pola dasar badan wanita dapat dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu tahap pemahaman tentang pola,pengenalan macam-macam konstruksi pola, keterangan tanda pola, membawa siswa ke dalam materi belajar, membuat prediksi, menjelaskan dan tahap menyimpulkan. Di dalam penelitian di harapkan dengan penerapan pembelajaran dengan menggunakan media gambar dapat membantu guru melaksanakan proses pembelajaran. Dimana siswa berperan aktif mencari sumber referensi belajarnya dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar lebih bermakna dalam diri siswa sehingga hasil belajar siswa dalam pengenalan konstruksi pola dasar badan wanita, siswa dapat menjadi lebih baik.

Page 24: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 18

Metode PenelitianTeknik Pengumpulan Data 1. Tes

Salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui kemampuan belajar siswa adalah tes. Dalam penelitian ini tes dibagi atas tes hasil belajar. Tes hasil belajar diberikan untuk mengetahui apakah hasil belajar siswa dalam pembelajaranpengenalan konstrusi pola dasar badan wanita sudah meningkat setelah melalui media gambar macam-macam konstruksi pola dasar badan wanita

2. Obervasi Observasi yang dilakukan merupakan pengamatan terhadap seluruh kegiatan pembelajaran melalui media gambar dan perubahan yang terjadi pada saat dilakukannya pemberian tindakan.

3. WawancaraWawancara dalam penelitian ini bersifat terbuka, yaitu dilakukan secara tidak formal.Wawancara yang di lakukan di fokuskan pada hasil tes yang dikerjakan siswa.Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan melalui wawancara diarahkan untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi siswa dalam mengerjakan tes yang diberikan sebagai tindakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

Teknik Analisis DataAnalisis Data

Untuk mengetahui hasil belajar yang diperoleh siswa dalam membuat pola khususnya pada pembelajaran pengenalan konstruksi pola dasar badan wanita dapat dilihat dari hasil tes yang mereka peroleh pada setiap siklusnya.

Melalui penelitian ini diharapkan hasil belajar siswa meningkat khususnya dalam pembelajaran pengenalan konstruksi pola dasar badan

wanita. Menurut Kamus Bahasa Indonesia sesuatu dikatakan meningkat apabila sesuatu itu bertambah banyak ataupun secara perlahan-lahan bertambah sedikit demi sedikit. Maka dalam penelitian ini hasil belajar siswa dalam pengenalan konstrusi pola dasar badan wanita pada pelajaran membuat pola dikatakan meningkat bila ada pertambahan nilai rata-rata yang diperoleh siswa dari tes yang diberikan pada setiap siklusnya.

Dengan demikian yang menjadi indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah bila belajar siswa dalam mata pelajaran membuat pola meningkat khususnya pelajaran pengenalan konstruksi pola dasar badan wanita, hal ini dapat dilihat dari hasil tes yang diberikan kepada siswa pada setiap siklusnya, dimana pelaksanaan tindakan pada setiap siklusnya yaitu siklus I dan siklus II dilaksanakan sesuai dengan target pencapaian hasil yang ditetapkan peneliti. Untuk siklus I diharapkan siswa memperoleh nilai rata-rata siswa pada tes hasil I mencapai 70. Untuk siklus II diharapkan nilai yang diperoleh siswa dari tes hasil belajar siswa terjadi perubahan ke arah yang lebih baik dengan kata lain hasil belajar siswa semakin meningkat.

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu :a. Tahap mengumpulkan data

Dalam hal ini reduksi data yang dilakukan adalah menyeleksi hal-hal pokok, merangkum dan memfokuskan pada pembedaan hasil atas jawaban siswa dengan kalimat. Kegiatan reduksi ini bertujuan untuk melihat kesalahan jawaban siswa dalam menyelesaikan soal-soal pada pembelajaran pengenalan konstruksi pola dasar badan wanita dan tindakan apa untuk perbaikan yang dilakukan kesalahan tersebut.

Page 25: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 19

b. Tahap penafsiran hasil Tahap ini dilakukan dari hasil data yang telah dikumpulkan. Penafsiran data merupakan tahap memprediksi hasil sementara dari hasil data yang diperoleh. Dengan kata lain tahap ini berbentuk dugaan sementara hasil data yang ada.

c. Penarikan Kesimpulan Dalam kegiatana ini ditarik kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, kesimpulan yang di ambil merupakan dasar bagi pelaksanaan siklus selanjutnya dan perlu tidaknya siklus dilanjutkan atas permasalahan yang di duga.

Teknis Analisis Data Untuk analisis data digunakan

teknik analisis persentase, rumus yang digunakan untuk menghitung persentase adalah :P = 100% (Sudjana, 1989)Dimana :

P = Nilai persentase yang diperoleh F =Frekuensi sampel yang memenuhi N = Frekuensi sampel seluruhnya

100% = Nilai tetapHasil Penelitian

Hasil penelitian ini diperoleh dengan menerapkan pembelajaran

melalui penggunaan media gambar untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok bahasan pengenalan konstruksi pola dasar badan wanita dikelas XI SMK Negeri 10 Medan.Kegiatan yang dilakukan dibagi menjadi dua siklus, yang terdiri dari dua pertemuan. Sebelum dilakukan pembelajaran pada subjek terdahulu diberikan pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa dan setelah pembelajaran pada setiap akhir siklus diberikan posttest.

Sebelum kegiatan belajar mengajar dengan meningkatkan hasil belajar siswa dilakukan, siswa terlebih dahulu diberikan pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa.Nilai rata-rata pretest adalah sebesar 58,67. Kemudian setelah dilakukan kegiatan belajar mengajar dengan meningkatkan hasil belajar siswa diperoleh data untuk setiap akhir siklus yaitu postest I dan posttest II. Pada siklus I diperoleh rata-rata sebesar 70,33dan pada siklus II diperoleh rata-rata nilai postes II siswa sebesar 82. Hasil posttest I dan postest II disajikan dalam tabel 4.1. berikut ini (data lengkap pada lampiran 4,5 dan 6).

Tabel 4.1. Data Hasil Pretest, Postest I dan Postest II

No Tes Hasil Belajar Rata-rata1 Pretest 58,672 Postest I 70,333 Postest II 82

Setelah diperoleh nilai Pretest dan Postest I dan Postest II maka dapat diketahui peningkatan ketuntasan belajar siswa berdasarkan kriteria penentuan tingkat penguasaan siswa,menurut Nurkancana (1989:80). Pada siklus I diperoleh jumlah siswa yang mengalami ketuntasan belajar

sebanyak 23 orang (76,67%) dengan dan kemudian mengalami peningkatan pada siklus II diperoleh jumlah siswa yang mengalami ketuntasan belajar sebanyak 28 orang (93,33%) dari jumlah keseluruhan siswa.

Pada siklus I diperoleh persentase sebesar 76,67% dan kemudian pada

Page 26: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 20

siklus II mengalami peningkatan menjadi 93,33%. Ini menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran denganmenggunakan media gambar berhasil diterapkan pada pokok bahasan menggambar pola dasar badan wanita di kelas XI Busana 1 SMK Negeri 10 Medan.

Menurut Mulyasa (2004:153) bahwa berdasarkan teori belajar tuntas, maka seorang pendidik dipandang tuntas belajar jika ia mampu menyelesaikan menguasai kompetensi atau mencapai tujuan pembelajaran, sedangkan jumlah siswa yang mampu menyelesaikan atau mencapai minimal 70% dan sekurang-kurangnya 85% dari jumlah siswa yang ada di kelas tersebut, maka pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan media gambar telah berhasil diterapkan pada pokok bahasan pengenalan konstruksi pola dasar badan wanita di kelas XI Busana 1 SMK Negeri 10 Medan.

Peningkatan ini diperoleh karena siswa telah diberikan pokok bahasan pengenalan konstruksi pola dasar badan wanita serta diberikan arahan, bimbingan dan motivasi dalam pembelajaran dengan menggunakan media gambar. Hal ini sesuai dengan teori yang diuraikan sebelumnya bahwa siswa akan mudah termotivasi jika apa yang dipelajarinya menarik perhatiannya, relevan dengan kebutuhan siswa, memberi kepuasan dan semakin percaya diri.

Hasil-hasil pengamatan terhadap siswa pada siklus I yaitu : 1) siswa kebanyakan belum mengerti dengan penggunaan media gambar sehingga siswa kebanyakan diam dan kebingungan serta tidak berani mengajukan pertanyaan kepada peneliti, 2) siswa kurang memahami macam-macam konstruksi pola sehingga siswa belum dapat dilakukan kegiatan penggunaan media gambar dalam

proses belajar-mengajar, 3) kebanyakan siswa malu-malu bertanya kepada peneliti, 4) siswa lebih banyak melakukan kegiatan mengamati sementara keterampilan proses yang lain, seperti memprediksi, mengklasifikasi, menyimpulkan dan mengkomunikasikan hanya sedikit siswa yang melakukannya, 5) di saat pembelajaran adanya siswa yang mengganggu siswa lainnya sehingga konsentrasi dan perhatian temannya hilang seketika, dan 6) pada saat para observer mengamati aktivita belajar siswa, siswa sepertinya termotivasi untuk melakukan aktivitas kegiatan keterampilan proses dalam pembelajaran dan ada juga siswa yanghanya diam atau tidak melakukan kegiatan keterampilan proses tetapi sebaliknya malah memperhatikan pada observer dan temannya yang lain saat diamati pada observer.

Hasil dari refleksi peneliti dan pengamat dan pembelajaran diperoleh permasalahan antara lain : 1) kurangnya kemampuan siswa dalam mengobservasi penggunaan alat dan media yang digunakan dalam pembelajaran, 2) kurangnya kemampuan siswa dalam memahami macam-macam konstruksi pola dasar badan wanita sehingga siswa belum dapat melakukan kegiatan penggunaan media gambar dalam proses belajar-mengajar, 3) masih terdapat siswa yang mengganggu siswa lainya saat berlangsung pembelajaran, 4) masih terdapat siswa yang enggan atau malu bertanya kepada guru, 5) kurangnya keberanian siswa dalam memberikan ide atau tanggapan maupun jawaban dari suatu masalah, 6) adanya siswa yang mengerjakan tugas lainnya di luar pelajaran yang diberikan, 7) kurang paham dan mengertinya siswa mengenai kegiatan-kegiatan dalam penggunaan media gambar yang

Page 27: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 21

digunakan dalam kegiatan belajar-mengajar, dan 8) kurangnya konsentrasi siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar di dalam kelas.

Kemudian pada siklus II siswa kemudian diberikan arahan, bimbingan serta motivasi kepada siswa agar dapat melakukan kegiata belajar-mengajar dengan menggunakan media gambar.Berdasarkan hasil dari refleksi pada siklus I, maka pada siklus II peneliti melakukan upaya untuk mengatasi kondisi tersebut. Selanjutnya langkah-langkah yang dilakukan peneliti, yaitu : 1) memotivasi siswa dengan mengingatkan manfaat dan tujuan dari kegiatan-kegiatan dalam penggunan media gambar yang digunakan dalam pembelajaran, 2) memotivasi dan membimbing siswa untuk mendiskusikan setiap pokok bahasan pelajaran yang diberikan dalam kelompok, 3) lebih memperhatikan lagi siswa yang sedang melakukan observasi terhadap media pembelajaran, dengan mengingatkan bahwa setelah pembelajaran siswa akan ditanya lagi tentang penggunaan alat baik secara perorangan maupun kelompok, 4) memotivasi siswa agar tidak enggan atau malu dan memberikan ide atau pendapatnya, 5) menegur siswa yang mengganggu siswa lainnya dan yang mengerjakan tugas diluar pelajaran yang diberikan, dan 6) mengingatkan siswa bahwa setelah pembelajaran siswa akan ditanya lagi tentang pokok bahasan yang baru saja dipelajari baik secara individu maupun kelompok.

Setelah langkah-langkah ini diterapkan pada siklus II (pertemuan 2) dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar tetap dilaksanakan berdasarkan rencana pembelajaran yang telah disusun.Peneliti melaksanakan hasil dari refleksi pada siklus I dan II. Kegiatan siswa pada siklus II yaitu : 1) sudah tidak ada lagi yang mengganggu

siswa lainnya dalam pembelajaran sehingga siswa bisa berkonsentrasi, 2) siswa sudah tidak malu-malu lagi dalam bertanya dan mengemukakan pendapat, 3) sudah tidak ada lagi siswa yang mengerjakan tugas di luar pelajaran yang diberikan, 4) siswa sudah lebih mudah memahami macam-macam konstruksi pola dasar badan wanitadengan penggunaan media gambar seperti tujuan, kegunaan, memprediksi, mengklasifikasi, menyimpulkan dan mengkomunikasikan, 5) pada saat observer mengamati aktivitas belajar siswa sudah tidak malu atau diam dalam melakukan kegiatan observer, siswa semakin lebih aktif dibandingkan pada siklus I, dan 6) siswa sudah berani mengkomunikasikan hasil dari diskusi yangtelah dilakukan.

Pada siklus II dilakukan postestdan diperoleh rata-rata sebesar 82 dan persentase ketuntasan belajar siswa sebesar 93,33, serta ada 28 siswa yang termasuk kriteria belajar tuntas. Peningkatan hasil belajar ini disebabkan karena setelah siklus I di lakukan maka peneliti melakukan refleksi yang akan digunakan untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul pada saat siklus II dilaksanakan.

Dengan adanya refleksi yang dilakukan oleh peneliti maka masalah-masalah pada saat siklus II dapat diatasi, seperti guru lebih memotivasi siswa agar dapat melakukan kegiatan-kegiatan dalam penggunaan media gambar, seperti menyimpulkan dan mengkomunikasikan hasil diskusi, menegur siswa yang membuat kekacauan di kelas dan menegur siswa yang mengerjakan tugas diluar pelajaran. Sehingga dengan adanya refleksi yang dilakukan oleh peneliti maka hasil belajar siswa dapat meningkat.

Page 28: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 22

Pembahasan Hasil PenelitianDari uraian di atas ditemukan

bahwa dengan pengguaan media gambar meningkatkan hasil belajar siswa, karena dengan adanya pembelajaran yang diberikan guru tersebut mampu mempertinggi kualitas pembelajaran yang dilakukan peserta didik dan mempengaruhi keterampilan siswa dalam belajar, meningkatkan motivasi belajar siswa dan hasil belajar kognitif. Selama KBM siswa membuat rangkuman, jadi dilatih untuk merumuskan materi pelajaran di dalam pelajaran dan ini merupakanketerampilan penting dalam belajar. Semua uraian tersebut ternyata juga sejalan dengan hasil-hasil penelitian yang merupakan pembelajaran dengan menggunakan media belajar ini telah berhasil meningkatkan hasil belajar.

Rata-rata pengguasaan siswa tentang pokok bahasan pengenalan konstruksi pola dasar badan wanitasebelum dilakukan pembelajaran yaitu sebesar 58,67; kemudian pada siklus I setelah diberikan bimbingan, arahan dan motivasi kepada siswa, rata-rata hasil belajar yang diperoleh siswa meningkat menjadi 70,33 dengan persentase ketuntasan belajar siswa sebesar 76,67% serta pada akhir penelitian (setelah siklus II) rata-rata belajar yang diperoleh siswa meningkat menjadi 82dengan persentase ketuntasan belajar siswa sebesar 93,33%.

Dari hasil identifikasi terhadap hasil penelitian tersebut, diketahui bahwa :a. Dengan penggunaan media gambar

pada pokok bahasan menggambar pola dasar badan wanita di kelas XI Busana 1 SMK Negeri 10 Medan mampu mempertinggi hasil belajar siswa karena media gambar dapat meningkatkan perhatian dan pengertian siswa terhadap bahan pelajaran.

b. Penggunaan media gambar pada pokok bahasan pengenalan konstruksi pola dasar badan wanita perlu diterapkan oleh guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

Peneliti menyadari bahwa belum sepenuhnya dapat menerapkan pembelajaran dengan menggunakan media gambar dengan baik. Masih ditemukan banyak kelemahan yang dapat berpengaruh terhadap nilai dan hasil belajar peserta didik hal ini mungkin disebabkan karena peneliti masih belum menguasai dengan sepenuhnya penggunaan media gambar dalam penerapannya di sekolah.

KesimpulanBerdasarkan analisis data dan

pembahsan peneliti akan dapat disimpulkan sebagai berikut :1. Pembelajaran dengan menggunakan

media gambar di dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) dapat meningkatkan aktivitas siswa pada pokok bahasan pengenalan konstruksi pola dasar badan wanitadi kelas XI SMK Negeri 10 Medan.

2. Pembelajaran dengan penggunaan media gambar di dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) dapat meningkatnya hasil belajar siswa sebesar 23,33% pada pokok bahasan pengenalan konstruksi pola dasar badan wanita di kelas XI SMK Negeri 10 Medan.

3. Pembelajaran dengan penggunaan media gambar dapat meminimalkan kendala-kendala yang dihadapi di dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) pada pokok bahasan menggambar pola dasar badan wanita di kelas XI SMK Negeri 10 Medan.

Page 29: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 23

DAFTAR PUSTAKAArikunto, S., 1998.Proses Penelitian

Suatu Pendekatan Praktek.Jakarta :Rineka Cipta

Daryanto, 2013. Inovasi Pembelajaran Efektif, Bandung, Penerbit Yrama Widya

Djamarah dan Zain. 2006.Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : PT. Rineka Cipta

Dr. Hamzah B. Uno, 2007. Teori Motivasi dan Pengukurannya, jakarta :PT. Bumi

AksaraGagne, M.R. 1977, The condition of

learning. USA: Holt, Rinehart and Winston Hamalik Oemar. 1985.Media Pendidikan, Bandung :Alumni http://aniqbariroh.blogspot.com/p/konstruksi-pola-dasar.html

http://ian43.wordpress.com/2010/12/17/pengertian-media-gambar/http://kursusjahityogya.blogspot.com/2013/08/dasar.html

http://okrek.blogspot.com/2010/01/membuat-pola-busana-pengertian-pola.html

http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2013/01/media-gambar-dalam-

pembelajaran.htmlhttp://id.wikipedia.org/wiki/Pola_(menj

ahit)Poerwadarminta.1986. Kamus Umum

Bahasa Indonesia.Jakarta : Balai Pustaka

Ryan, Kevin, & Cooper, J.M, 1982. Those who can teach. Boston, Hougthtan

Miffhi CompanySudjana. 1989. Metode Statistika.

Bandung : GramediaSudjana, 1992. Model-model Mengajar

CBSA, Sinar Baru, BandungTrianto, 2009. Mendesain Model

Pembelajaran Inovatif-Progresif, Jakarta :

Kencana Prenada Media Group

Page 30: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 24

MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA UNTUK KOMPETENSI DALAM MENGOLAH HIDANGAN DARI DAGING PELAJARAN MENGOLAH

MAKANAN KONTINENTAL MENGGUNAKAN MODEL THINK PAIR SHARE ( TPS ) KELAS XI TATA

BOGA SMK NEGERI 8

Oleh

Sumiati Pangaribuan(Guru SMK Negeri 8 Medan)

Abstrak

Pendidikan adalah salah satu sarana paling strategis untuk meningkatkan kualitas pengetahuan dan pendidikan sumber daya manusia. Sejalan dengan ini maka pembangunan pendidikan harus merupakan bagian integral dari pembangunan sumber daya manusia guna mewujudkan bangsa yang maju dan mandiri serta sejahtera. Model pembelajaran think pair and share merupakan struktur kegiaran pembelajaran gotong royong. Model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri dan bekerjasama dengan orang lain. Keunggulan lain dari pembelajaran kooperatif ini adalah optimalisasi partisipasi siswa. Setelah melakukan penelitian sebanyak 2 siklus (4 x pertemuan ) dapat disimpulkan bahwa penerapan TPS ( think pair share ) pada pelajaran mengolah makanan kontinental baik secara individual maupun secara klasikal, hal ini dapat juga dilihat dari hasil data rekapitulasi mulai dari siklus I sampai dengan siklus I.

Kata Kunci : Kemampuan Siswa, Model Think Pair Share (TPS)

PendahuluanPendidikan adalah salah satu

sarana paling strategis untuk meningkatkan kualitas pengetahuan dan pendidikan sumber daya manusia.Sejalan dengan ini maka pembangunan pendidikan harus merupakan bagian integral dari pembangunan sumber daya manusia guna mewujudkan bangsa yang maju dan mandiri serta sejahtera.

Perkembangan mutu pendidikan selalu menjadi perhatian masyarakat luas. Umumnya yang menjadi perhatian masyarakat terhadap pendidikan adalah tentang hasil belajar siswa yang dapat dilihat dari nilai siswa setelah menyelesaikan tes yang diberikan gurunya atau setelah mengikuti ujian semester. Secara umum upaya untuk

memperbaiki mutu hasi belajar Keterampilan di sekolah pada dasarnya dapat dibagi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam individu yang sedang belajar, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu yang sedang belajar.

Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap dikelompokkan menjadi tiga faktor, yaitu faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat. Selanjutnya tentang faktor sekolah yang berpengaruh terhadap belajar siswa terdiri atas metode mengajar, kurikulum, relasi guru, relasi siswa dan siswa disiplin sekolah, keadaan gedung dan tugas rumah. Faktor-faktor yang mempengaruhi

Page 31: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 25

terjadinya proses mengajar dan belajar pesawat sederhana adalah peserta didik, pengajar, prasarana dan sarana dan penilaian.

Berdasarkan uraian di atas, hal yang penting dilakukan guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa adalah bagaimana teknik guru membelajarkan siswanya, salah satu diantaranya adalah membuat/ merencanakan teknik pembelajaran pada materi pokok tertentu atau bagian dari sub materi pokok tersebut, karena dengan teknik mengajar yang baik, maka dapat diasumsikan siswa yang belajar akan termotivasi dan guru yang membelajarkan siswanya akan tercapai tujuannya.

Untuk lebih meningkatkan hasil belajar siswa penulis mencoba memilih suatu strategi belajar yang tepat dan dapat meningkatkan kreatifitas siswa dalam belajar dan berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar siswa yakni menggunakan model ( TPS ) Think Pair Share dalam belajar materi pokok .

Manfaat PenelitianAdapun manfaat yang ingin

dicapai dari hasil penelitian ini adalah:1. Sebagai bahan masukkan agar

siswa lebih kreatif lagi dalam menuangkan ide, gagasan serta pikirannya dalam berbicara dan melakukan praktek

2. Memberikan alternatif pilihan penggunaan teknik, sehingga guru lebih kreatif lagi dalam mengembangkan dan menggunakan teknik pembelajaran.

3. Upaya meningkatkan kualitas pembelajaran disekolah yang disajikan tempat penelitian

4. Sebagai bahan usul kenaikan pangkat satu tingkat

Kajian TeoritisHasil belajar merupakan tingkat

penguasaan terhadap sesuatu yang diperoleh di dalam sesuatu yang berbeda-beda, yakni ada yang memperoleh nilai yang tinggi, sedang dan rendah. Melalui kegiatan belajar secara perlahan akan terjadi perubahan pada individu yang belajar baik perubahan dari segi kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), maupun psikomotorik (ketrampilan). Masing-masing perubahan yang terjadi pada masing-masing individu terhadap suatu keadaan yang lebih baik merupakan keberhasilan belajar yang diperoleh, dimana hasil belajar itu sendiri yang dapat mencerminkan sejauhmana perubahan itu telah terjadi pada diri individu. Hasil belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri individu sebagai hasil dari pengalamannya, namun perubahan dalam diri individu dan jenisnya, karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri individu merupakan perubahan hasil belajar materi mengolah makanan dari bahan daging.

Model pembelajaran Think Pair and Share merupakan struktur kegiaran pembelajaran gotong royong. Model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja snediri dan bekerjasama dengan orang lain. Keunggulan lain dari pembelajaran kooperatif ini adalah optimalisasi partisipasi siswa.

Hipotesis TindakanBerdasarkan uraian diatas,

hipotesis tindakan guru ini adalah sebagai berikut : setelah menggunakan model pembelajaran Think Pair and Share dapat meningkatkan keterampilan dalam mengolah masakan dari bahan daging dengan berbagai teknik pengolahan pada mata pelajaran mengolaqh makanan kontinental pada

Page 32: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 26

siswa kelas XI Tata Boga SMK. Negeri 8 Medan Tahun Ajaran 2013/2014.

Teknik Analisa DataAnalisis data penelitian yang akan

dilakukan adalah kualitatif yang berupa pengisian lembar observasi siswa terhadappelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Untuk mengetahui kemampuan mengolah masakan dari daging siswa secara individu berdasarkan observasi dapat digunakan rumus sebagai berikut:(Sujana 2009:133)Pi = persentese hasil pengamatanf = Jumlah skor observasi

n = jumlah skor maksimalHasil pengukuran ketuntasan

kompetensi siswa yang telah ditetapkan oleh SMK. Negeri 8 Medan .Tuntas : Apabila siswa dapat

menguasai ≥ 60 dari indikatorkemampuan

Tidak Tuntas : Apabila siswa dapat menguasai ≤ 60 dari indikator kemampuan.

Dari uraian diatas dapat diketahui siswa yang kurang, cukup. Baik dan sangat baik dalam pembelajaran dapat diketahui dari persentase perbandingan hasil belajar masing-masing individu yaitu dengan ketentuan sebagai berikut :

Kriteria Tingkat Keberhasilan Siswa Dalam % Rentang Nilai ( % ) Kriteria

85% ─100% Sangat Baik75% ─ 84% Baik60% ─ 74% Cukup0% ─ 59% Kurang

Dan untuk menentukan persentase kemampuan siswa secara klasikal dapat dicari dengan rumus:

P = 100%

Dimana:P = Jumlah persentase siswa yang

mengalami perubahanF = Jumlah siswa yang tuntasN = Jumlah siswa keseluruhan

Secara individual dikatakan memiliki kemampuan belajar jika Pi

dan P ≥ 65% dan suatu kelas dikatakan tuntas belajar apabila P ≥ 80%

Pembahasan Hasil PenelitianSetelah melakukan penelitian

sebanyak 2 siklus ( 4 x pertemuan ) dapat disimpulkan bahwa penerapan TPS ( think pair share ) pada pelajaran Mengolah Makanan Kontinental baik secara individual maupun secara klasikal, hal ini dapat juga dilihat dari hasil data rekapitulasi mulai dari siklus I sampai dengan siklus II.

Tabel XVIIRekapitulasi Peningkatan Hasil Observasi Tingkat Kemampuan Mengolah

Makanan Dari Daging Pada Siklus I ( Pertemuan I dan II ) dan Siklus II ( Pertemuan I Dan II )

Nama Siswa Siklus I Pertemuan I

Siklus I Pertemuan II

Siklus II Pertemuan I

Siklus II Pertemuan II

% Kategori % Kategori % Kategori % KategoriAdinda Mayang Sari .

84 % Baik 84 % Baik 86 % Sangat Baik

84% Baik

Ahmad Rafiq 72 % Cukup 72 % Cukup 80 % Baik 75% BaikAjeng Adha 71 % Cukup 71 % Cukup 71 % Cukup 77% Baik

Page 33: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 27

AprilliaArry April Yandi

83 % Baik 83 % Baik 83 % Baik 83% Baik

Arum Sekar Janah

70 % Cukup 70 % Cukup 79 % Cukup 79% Baik

Ayu Sintya 72.5 %

Cukup 72.5 %

Cukup 72.5 %

Cukup 77.5% Baik

Daniel Syahputra T.

86.5 %

Sangat Baik

86.5 %

Sangat Baik

86.5 %

Sangat Baik

89% Sangat Baik

Dewi Novita Sapitri

71 % Cukup 71 % Cukup 71 % Cukup 87% Sangat Baik

Dilla Kurnia Sundari

85 % Sangat Baik

85 % Sangat Baik

85 % Sangat Baik

85% Sangat Baik

Febrianto Fransiskus .

84 % Baik 84 % Baik 84 % Baik 84% Baik

Firdayanti R. Husna

74 % Cukup 74 % Cukup 74 % Cukup 76.5% Baik

Galluh Laras Zaty

71.5 %

Cukup 71.5 %

Cukup 85 % Sangat Baik

77.5% Baik

Ilham Maulana 81 % Baik 81 % Baik 81 % Baik 81% BaikImania Larasati 77.5

%Baik 77.5

%Baik 77.5

%Baik 77.5% Baik

Julia Rahmah 68.5 %

Cukup 68.5 %

Cukup 72.5 %

Cukup 85.5% Sangat BAik

Maisyah Chairani

82 % Baik 82 % Baik 82 % Baik 82% Baik

Mentari Agustina S.

71 % Cukup 71 % Cukup 71 % Cukup 75% Baik

Muhammad Ikhsan

76 % Baik 76 % Baik 76 % Baik 76% Baik

Muhammad Rinaldi

80.5 %

Baik 80.5 %

Baik 80.5 %

Baik 80.5% Baik

Mustika Wardani

82.5 %

Baik 82.5 %

Baik 82.5 %

Baik 82.5% Baik

Nova Zulistya Hasanah

84 % Baik 84 % Baik 84 % Baik 84% Baik

Nurwinda Pratiwi

62 % Cukup 62 % Cukup 76 % Baik 79% Baik

Padema Tampubolon

84 % Baik 84 % Baik 84 % Baik 84% Baik

Puteri Anugrah S.

89 % Sangat Baik

89 % Sangat Baik

89 % Sangat Baik

89% Sangat Baik

Putri Alda Rianto

67 % Cukup 67 % Cukup 79 % Baik 76% Baik

Rizqika Dinda R.

58 % Kurang 80.3 %

Baik 80.5 %

Baik 80.3% Baik

Silvi Yarda 83.5 Baik 83.5 Baik 83.5 Baik 83.5% Baik

Page 34: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 28

% % %Siti Arfah Adinda

85 % Sangat Baik

85 % Sangat Baik

85 % Sangat Baik

85 % Sangat Baik

Siti Nurhalisa 57 % Kurang 76 % Baik 76 % Baik 76% BaikSuci Maylinda 88 % Sangat

Baik88 % Sangat

Baik88 % Sangat

Baik88% Sangat

BaikSyarifah Nur Asyiah

83 % Baik 83 % Baik 83 % Baik 83% Baik

Tari Oktaviani 56 % Kurang 75 % Baik 75 % Baik 75% BaikUmi Syafitri 81.5

%Baik 81.5

%Baik 81.5

%Baik 81.5% Baik

Vinkan Dwi Agustin

84 % Baik 84 % Baik 84 % Baik 84% Baik

Yullia Willdannul A.

57.5 %

Kurang 74% Cukup 74 % Cukup 78% Baik

Jumlah 2564.173.26Cukup

2739.978.28Baik

278979.69Baik

2840.881.17Baik

Rata-rataKategori

Keterangan : Sangat Baik : 85 % - 100 %Baik : 75 % - 84 %Cukup : 60 % - 74 % Kurang : 0 % - 59 %

KesimpulanDari hasil pembahasan yang elah

dikemukakan pada bab-bab sebelumnya serta analisis yang telah ada, maka peneliti peroleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Penggunaan model pembelajaran TPS (Think Pair Share) dapat meningkatkan ketrampilan siswa pada pelajaran mengolah makanan continental di kelas XI Boga SMK. Negeri 8 Medan Tahun Ajaran 2012/2013

2. Penelitian dibagi menjadi II siklus, setiap siklus terdiri dari 2 x pertemuan, peneliti menggunakan analisis data observasi

3. Hasil penelitian berdasarkan observasi yang dilakukan oleh guru

Daftar PustakaAqib, Zainal, Maftuh, M, Sujak,

Kawentar, 2009, Penelitian Tindakan Kelasuntuk Guru SMP, SMA, SMK, Bandung : Yrama Widya

Riyanto, Yatim, 2010 Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi Bagi Guru/Pendidik Dalam Implementasi Pembelajaran Yang Efektif dan Berkualitas, Jakarta: Kencana

Trianto, 2009, Mendesain Model Pembelajaran Inofatif-Progresif, Jakarta: Kencana

Philip Dowell , Andrian Bailey, 1985, The Book Of Ingredients, London

Endah Saraswaty, Dra, 1999/2000, Aneka Masakan Dari Daging, Jakarta

Page 35: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 29

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA PADAKOMPETENSI DASAR MENERIMA DAN MENCATAT

PERMINTAAN RESERVASI PELAJARAN MEMPROSESRESERVASI DENGAN MENGGUNAKAN MODEL

PEMBELAJARAN TPS (THINK PAIR SHARE) DI KELAS XIAP4 SMK NEGERI 8

MEDAN TA. 2013 – 2014

OlehLoriati Pinem

(Guru SMK Negeri 8 Medan)

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi dengan menggunakan model pembelajaran TPS (Think Pair Share) pada kompetensi Memproses Reservasi di kelas XI AP4. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Objek penelitian dalam PTK adalah antusias siswa dalam kegiatan pembelajaran, menyambut tamu, menerima pesanan kamar, menetapkan kamar, pengisian formulir dan menanyakan metode pembayaran tamu sampai pada pemberian konfirmasi kepada tamu . Subjek penelitian sebanyak 32 orang siswa. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah observasi yang dilakukan pada siswa. Berdasarkan observasi hasil penelitian persentase tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi siswa meningkat. dari 32 orang siswa terdapat 10% siswa yang memiliki kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi siswa sangat baik, 13,3% siswa yang memiliki kemampuan baik, 13,3% siswa tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi cukup dan 63,4 %. siswa tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasikurang. Persentase hasil tingkat ketuntasan kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi siswa dari 32 orang siswa pada siklus I pertemuan mencapai 23,3% siswa yang tuntas,dan 76,7% tidak tuntas.Siklus I pertemuan II terdapat 62,86% siswa yang tuntas dan 37,14% siswa yang tidak tuntas. Pada siklus II pertemuan I terdapat 77,14% siswa yang tuntas dan 22,86% siswa yang tidak tuntas sedangkan pada siklus II pertemuan II meningkat menjadi 100% atau 32 orang siswa yang tuntas. Dengan demikiansebagai kesimpulan adalah bahwa penerapan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran TPS ( Think Pair share ) dapat meningkatkan kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi di kelas XI Akomodasi Perhotelan SMK Negeri 8 Medan.

Kata Kunci : Kemampuan Siswa, Model Think Pair Share

PendahuluanBerdasarkan Model Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)khususnya Standar Kompetensi Memeroses Reservasi berorientasi pada

hakikat pembelajaran praktik yang berorientasi pada penanganan penerimaan dan pencatatan permintaan reservasi di hotel. Pada kompetensi dasar Menerima dan memeroses

Page 36: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 30

reservasi, siswa diharapkan mampu menangani prosedur pelaksanaan reservasi di hotel, dimana guru berperan sebagai tamu.

Urutan kegiatan atau prosedur yang harus dilakukan siswa dimulai dengan menyambut dan menawarkan bantuan kepada tamu, sampai pada penetapan atau penentuan jenis kamar sesuai permintaan tamu. Hingga pada pengisian formulir, konfirmasi metode pembayaran dan persiapan kedatangan tamu tiba oleh petugas reservasi (Reservation Clerk).

Dalam proses penanganan permintaan reservasi, penulis hanya memfokuskan pada pencatatan penerimaan reservasi kamar ,kemampuan menetapkan kamar tamu sangat mendukung proses pencatatan permintaan reservasi, Dengan memiliki kemampuan pencatatan dan dokumen pemesanan kamar, maka pelayanan yang diberikan kepada tamu akan maksimal.

Berdasarkan pengalaman di lapangan (empiris) diketahui bahwa kemampuan menetapkan kamar siswa kelas XI AP4 SMK Negeri 8 Medan dalam proses pembelajaran masih rendah. Dari data yang ada menunjukkan dari hasil perolehan nilai tersebut dari jumlah 32 orang siswa, hanya 34,37% (11 siswa) yang mendapat nilai 75 keatas ( kriteria ketuntasan minimal), sedangkan sisanya atau sebanyak 65,625% (21 siswa) mendapat nilai dibawah 7.5. Selain itu, dari tugas sebelumnya yang diberikan oleh guru tidak menampakkan adanyapeningkatan kemampuan pencatatan dan dokumen pemesanan kamar.

Bedasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti mencoba membuat penelitian melalui penelitian tindakan kelas dengan judul “ Upaya Meningkatkan Kemampuan Siswa pada Kompetensi Dasar Menerima dan

Mencatat Permintaan Reservasi Pelajaran Akomodasi Perhotelan dengan Menggunakan Model Pembelajaran TPS (Think Pair Share) di kelas XIAP4 SMK Negeri 8 Medan Tahun Ajaran 2013 / 2014”.

Manfaat PenelitianAdapun manfaat yang ingin

dicapai dari hasil penelitian ini adalah :1. Sebagai bahan masukan agar siswa

lebih kreatif dalam menuangkan ide, gagasan serta fikiran dalam pembelajaran

2. Memberikan alternative pilihan penggunaan teknik mengajar, sehingga guru lebih kreatif dalam mengembangkan dan menggunakan teknik pembelajaran

3. Upaya meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah yang disajikan tempat penelitian

4. Sebagai bahan usul kenaikan pangkat satu tingkat

Kajian TeoritisKemapuan adalah suatu

kecakapan atau potensi yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan suatu tindakan. Kemampuan menunjukan bahwa suatu tindakan dapat dilaksanakan sekarang. Kemampuan adalah kata yang sudah mengalami afiksasi (pengimbuhan) dengan kata dasar mampu berarti sanggup.

Di dalam kamus besar Indonesia, kemampuan berasal dari kata “mampu” yang berarti kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu, dapat, berada, kaya, mempunyai harta berlebihan. Kemampuan adalah suatu kesanggupan, kecakapan, kekuatan dalam melakukan sesuatu. Seseorang dikatakan mampu apabila ia bisa melakukan sesuatu yang ia lakukan.

Menurut Chaplin (2009) ability (kemampuan, kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan) merupakan tenaga

Page 37: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 31

(daya kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan. Sedangkan menurut Robbins (2008) kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktek.

Berbicara oleh Mulgrave dalam Henry Guntur Tarigan (2007:15) adalah suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan – gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan–kebutuhan sang pendengar atau menyimak.

Henry Guntur Tarigan (2007:15) mengatakan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi –bunyi artikulasi atau kata – kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Berbicara merupakan tuntutan kebutuhan hidup manusia.

Adapun faktor faktor yang mempengaruhi kemampuan menetapkan kamar yaitu :a. Faktor fisik yaitu alat ucap untuk

menghasilkan bunyi bahasa, juga organ tubuh yang lain seperti kepala, tangan dan muka pun dimanfaatkan dalam berbicara

b. Faktor psikologis yaitu memberikan andil yang cukup besar terhadap keruntunan informasi yang dibicarakan.

c. Faktor neurologis yaitu jaringan saraf yang menghubungkan otak kecil dengan mulut, telinga dan organ tubuh lain yang ikut dalam aktivitas berbicara.

d. Faktor semantik yaitu yang berhubungan dengan makna setiap symbol bahasa yang diucapkan mewakili maksud tertentu.

e. Faktor linguistik atau penguasaan tentang hal kebahasaan seperti struktur kata dan kalimat sangat berperan akan pembentukan makna dalam kegiatan berbicara. Hal ini ditandai oleh alat ucap seperti kata–

kata harus disusun menurut aturan tertentu agar bermakna.

Pendapat diatas telah jelas, berhasil atau tidaknya anak dalam menetapkan kamar dipengaruhi oleh faktor – faktor tersebut. Faktor yang paling utama mempengaruhi kemampuan menetapkan kamar ketidak mengerti pengetahuan dasar mengenai hotel dan jenis kamar dan kemampuan dalam berkomunikasi berbahasa inggris. Adapun indikator kemampuan menetapkan kamar adalah meliputi aspek kebahasaan dan nonkebahasaan.

Model Pembelajaran TPS ( Think Pair Share)

Tipe think pair share dalam pembelajaran kooperatif pertama kali diperkenalkan oleh Frank Lymn. Tipe ini merupakan tipe yang sangat sederhana dan banyak keuntungan karena dapat meningkatkan partisipasi siswa dan pembentukan pengetahuan oleh siswa. Dalam metode pembelajaran kooperatif, tipe ini termasuk ke dalam pendekatan structural (Trianto, 2007:67). Pendekatan struktur tertentu yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa. Dengan menggunakan suatu prosedur atau struktur tertentu, para siswa dapat belajar dari siswa yang lain dan berusaha untuk mengeluarkan pendapatnya dalam situasi non kompetisi sebelum mengungkapkannya di depan kelas.

Menurut Spencer Kagan (dalam Zainab Aqib 2009:43) menyatakan behwa Think Pair Share menberikan kesempatan kepada siswa memikirkan sendiri jawaban dari pernyataan yang kemudian berdiskusi dengan pasangannya untuk mencapai consensus atas jawaban tersebut dan akhirnya guru meminta siswa untuk berbagi jawaban

Page 38: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 32

yang mereka sepakati kepada semua siswa di kelas.

Model think pair sharemerupakan salah satu dari pembelajaran kooperatif yang mengutamakan kerja sama antar siswa dalam kelompok. Model think pair and share berarti memberikan waktu kepada siswa untuk memberikan jawaban dari pertanyaan atau permasalahan yang akan diberikan guru. Siswa saling membantu dalam menyelesaikan masalah tersebut dengan kemampuan yang dimiliki masing –masing. Sebagai contoh media pembelajaran kartu kata atau kalimat adalah media yang digunakan dalam pembelajaran yang berisi kata atau kalimat tunggal. Media pembelajaran ini berfungsi untuk memudahkan siswa dalam menyelesaikan masalah kelompok. Misalnya guru memberikan sebuah wacana rumpang, setiap siswa, kemudian setiap siswa memikirkan jawaban yang tepat untuk mengisi kata atau kalimat yang hilang tersebut dengan kata atau kalimat yang tepat. Kartu kata dan kartu kalimat yang telah dibagikan dalam setiap kelompok dapat digunakan untuk mengisi kata atau kalimat yang hilang. Siswa saling bekerja sama untuk mengisi wacana rumpang tersebut.

Contoh yang lain adalah guru memberikan siswa kasus dalam pemberian kamar, dimana guru hanya memberitahu jumlah tamu akan datang dengan uraian jenis kelamin. Siswa harus berdikusi untuk menetapkan kamar apa yang cocok untuk tamu tersebut. Dengan demikian siswa akan belajar untuk mengerti jenis kamar berdasarkan bed/ tempat tidur dan menentukan kamar berdasarkan lokasi kamar dalan satu hotel. Dengan demikian siswa tidak hanya mengetahui jenis kamar tapi juga harus mengetahui produk hotel, sehingga dalam menetapkan kamar kepada tamu, siswa

juga harus memperhatikan lokasi kamar yang di inginkan oleh tamu, terutama tamu yang memesan untuk keluarga dan harus dapat menuangkan data ke dalam formulir pemesanan kamar

Langkah Langkah Penggunaan Pembelajaran dengan TPS (Think Pair Share)

Menurut Munawaroh (2005: 31–32) mengemukan langkah langkah dalam pembelajaran kooperatif medel think pair and share adalah berikut ini :1. Berpikir (thinking): guru mengajukan

pertanyaan atau isu atau meteri mengenai mata pelajaran tertentu dan siswa diberi waktu untuk berpikir sendiri mengenai jawaban pertanyaan

2. Berpasangan (pairing): selanjutnya guru meminta kepada siswa untuk berpasangan. Namun, jika tidak memungkinkan, maka kelas dapat berbentuk kelompok dengan anggota empat sampai lima orang. Interaksi selama periode ini dapat menghasilkan jawaban jika suatu pertanyaan telah diajukan atau penyampaian ide bersama.

3. Berbagi ( sharing): pada langkah ini guru meminta pasangan pasangan tersebut atau kelompok tersebut untuk berbagi atau bekerja sama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang telah mereka bicarakan. Langkah ini akan menjadi efektif jika guru berkeliling kelas dari kelompok yang satu ke kelompok yang lain sehingga hampir setengah dari jumlah kelompok di dalam kelas mempunyai kesempatan untuk melaporkan hasil pekerjaannya.

Kerangka BerpikirBerdasarkan deskripsi teoritis

yang telah dikemukakan di atas dapat dikatakan bahwa Pencatatan dan

Page 39: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 33

dokumen pemesanan kamar adalah kemampuan petugas penerima pesanan kamar (reservation clerk) dalam menentukankan perolehan kamar tamu sesuai dengan periode yang diminta, sesuai dengan permintaan tamu. Dalam keseharian reservation clerk selalu di perhadapkan dengan tamu yang memerlukan penanganan kamar saat tamu memesan kamar di hotel, oleh karena itu kemampuan untuk menetapkan kamar sangat di perlukan agar tidak terjadi kelebihan pemesanan kamar (over booking) dan pelayanan kepada tamu berjalan dengan baik serta tamu merasa puas. Beberapa standar kriteria menerima dan mencatat reservasi yang harus dimiliki oleh siswa kelas XI AP4 yaitu, memahami jenis dan fungsi kamar berdasarkan bed, mengetahui jumlah kamar yang tersedia untuk dijual (room available ) berdasarkan jenis kamar per setiap lantai, fasilitas kamar dan pemandangan ( room facilities and viewing) sehingga data pelanggan dapat dicatat pada saat pemesanan secara akurat sesuai permintaan tamu.

Model pembelajaran think pair and share merupakan struktur kegiatan

pembelajaran gotong royong. Model ini memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan lain dari pembelajaran kooperatif ini adalah optimalisasi partisipasi siswa. Model think pair and share ini memberi kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada siswa untuk dikenali dan menunjukan partisipasi mereka kepada Pembelajaran Memeroses Reservasi yang diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menerima dan mencatat permintaan reservasi kamar sehingga tidak terjadi kelebihan pemesanan kamar (over booking) serta anak/siswa dapat memberikan pelayan yang baik terhadap kepuasan tamu

Pembahasan Hasil PenelitianSetelah melakukan penelitian

sebanyak 2 siklus ( 4 x pertemuan ) dapat disimpulkan bahwa penerapan TPS ( think pair share ) pada pelajaran Menerima dan mencatat permintaan reservasi baik secara individual maupun secara klasikal, hal ini juga dapat dilihat dari hasil data rekapitulasi mulai dari siklus I sampai dengan siklus II

.Tabel XVII

Rekapitulasi Peningkatan Hasil Observasi Tingkat Kemampuan Menerima dan Mencatat ReservasiPada Siklus I ( Pertemuan I dan II ) dan Siklus II ( Pertemuan

I Dan II )Nama Siswa Siklus I

Pertemuan ISiklus I Pertemuan

IISiklus II

Pertemuan ISiklus II

Pertemuan II% Kategori % Kategori % Kategori % Kategori

Ade Ray Simalango

71 Cukup 72Cukup 74 % Cukup 74,4% Baik

Agnes Yolanda Erika Dalio

75 Baik 75Cukup 80 % Baik 75% Baik

Alvin Eginta Sembiring

77 Baik 77Cukup 71 % Cukup 77% Baik

Anita Sari Sitanggang

83 Baik 83Baik 83 % Baik 83% Baik

Apriliani 79 Baik 79 Cukup 79 % Cukup 79% BaikAsri Annisya 85 Sangat 85 Sangat 85 % Sangat 85% Sangat

Page 40: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 34

Arsya Baik Baik Baik BaikDedek Mario 71 Cukup 72 Cukup 74 % Cukup 74,4% BaikDelima Fadilla

87Sangat Baik

87Cukup 71 % Cukup 87% Sangat

BaikDesra Uli Lestari Ulu

85Sangat Baik

85Sangat Baik

85 % Sangat Baik

85% Sangat Baik

Dinda Larasati 84 Baik 84 Baik 84 % Baik 84% BaikDinda Paramitha 76.5 Baik 76.5 Cukup 74 % Cukup 76.5% BaikDinda Putri Maharani

77.5 Baik 77.5Cukup 85 % Sangat

Baik77.5% Baik

Dinda Shafa Afina

81 Baik 81Baik 81 % Baik 81% Baik

Dwi Mutia77.5 Baik 77.5

Baik 77.5 %

Baik 77.5% Baik

Felix Christian Sihaloho

85.5Sangat baik

85.5Cukup 72.5

%Cukup 85.5% Sangat

baikKarmelitha Natasya

82Sangat baik

82Baik 82 % Baik 82% Baik

Liza Wida Sindaningsih

75 Cukup 75Cukup 71 % Cukup 75% Baik

Mardinus Hatawa

76Baik

76Baik 76 % Baik 76% Baik

Natasya Ika Putri

85Sangat Baik

85Sangat Baik

85 % Sangat Baik

85% Sangat Baik

Nisha Lovica Tarigan

82.5 Baik 82.5Baik 82.5

%Baik 82.5% Baik

Nova Roulina Br Sihombing

84 Baik 84Baik 84 % Baik 84% Baik

Novi Yanti Cristiani

79 Baik 79Cukup 76 % Baik 79% Baik

Novia Atri Permata

84 Baik 84Baik 84 % Baik 84% Baik

Puspita Habibah89

Sangat Baik

89Sangat Baik

89 % Sangat Baik

89% Sangat Baik

Rama Adelina Sitinjak

76 Baik 76Cukup 79 % Baik 76% Baik

Reka Dayana D Sinaga

80.3 Baik 80.3Baik 80.5

%Baik 80.3% Baik

Rika Dwijayanti83.5 Baik 83.5

Baik 83.5 %

Baik 83.5% Baik

Rini Pratiwi Pandiangan

85Sangat Baik

85Sangat Baik

85 % Sangat Baik

85 % Sangat Baik

Riska Rahmadona

76 Baik 76Baik 76 % Baik 76% Baik

Rizki Ade fitri88

Sangat Baik

88Sangat Baik

88 % Sangat Baik

88% Sangat Baik

Sarah Tisa 83 Baik 83 Baik 83 % Baik 83% Baik

Page 41: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 35

StefaniTazari Putri Afrilyani

75 Baik 75Baik 75 % Baik 75% Baik

Jumlah 2564.173.26Cukup

2739.978.28Baik

278979.69Baik

2840.881.17Baik

Rata-rataKategori

Keterangan : Sangat Baik :85 % - 100 %Baik :75 % - 84 %

Cukup :60 % - 74 % Kurang :0 % - 59 %

Dari data pada tabel rekapitulasi di atas dapat diketahui bahwa rata rata skor peningkatan kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi siswa secara individual terus meningkat selama 2 siklus (4 pertemuan) pada siklus I pertemuan I, persentase rata rata nilai tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi adalah 73,26% (cukup).Pada siklus I pertemuan ke II persentase rata rata

nilai tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi adalah 78,28% (baik).Pada siklus ke II pertemuan I persentase rata rata nilai tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi adalah 79,69% (baik).Pada siklus ke II pertemuan ke II mengalami peningkatan rata rata nilai tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi adalah 81,71% (baik).

Tabel XVIIIRekapitulasi Perubahan Tingkat Kemampuan Menerima dan Mencatat Reservasi

Secara Klasikal Pada Siklus I (Pertemuan I dan II) dan Siklus II(Pertemuan I dan II)

No Kategori SiklusI Pertemuan I

SiklusI Pertemuan II

SiklusII Pertemuan I

Siklus II Pertemuan II

Jlh % Jlh % Jlh % Jlh %1 Sangat

Baik3 10% 5 14.28% 7 20 % 7 20 %

2 Baik 5 13,3% 16 51.43% 17 57.14 %

25 80 %

3 Cukup 5 13,3% 11 34.29% 8 22.86 %

0 0 %

4 Kurang 19 63,4% 0% 0% 0% 0% 0% 0% Jumlah 32 100% 32 100% 32 100% 32 100%

Hasil data diatas pada kemampuan menerima dan mencatat reservasi di siklus I pada pertemuan Idan IImengalami peningkatan, begitu pula di siklus II pada pertemuan I dan II juga mengalami peningkatan yakni sebagai berikut ;

1. Pada Kriteria sangat baik mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar20 % atau7 orang siswa

2. Pada kriteria baik mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar 80 % atau25 orang siswa

3. Sedangkan kriteria cukup dan kurang pada siklus I ke siklus II mengalami

Page 42: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 36

penurunan hingga ) 80%dan tidak ada siswa yang kurang dari batas tuntas (KKM) batas tuntas KKM Akomodasi Perhotelan 7,50

4. Sedangkan untuk criteria kurang mengalami penurunan dari siklus I pada pertemuan II tidak ada siswa yang kurang dalam hal menerima dan mencatat permintaan reservasi.

Pada diagram di atas dapat dilihat tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi siswa secara klasikal pada siklus I dan siklus ke II. Pada siklus I pertemuan I, persentase rata–rata tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi adalah 63,4% (kurang). Pada siklus I pertemuan ke II persentase rata-rata nilai kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi siswa adalah 34,29% ( cukup) dan pada siklus ke II pertemuan I persentase rata-rata nilai kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi siswa adalah 57,14% ( baik ) dan pada siklus ke II pertemuan ke II mengalami peningkatan rata rata nilai tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi siswa mencapai 80% (Baik). Perubahan tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi siswa secara klasikal pada siklus I pertemuan I dari 32 orang siswa tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi 10% sangat baik,13,3% memiliki tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi baik, 13,3 % siswa memiliki tingkat

kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi cukup dan 63,4% siswa memiliki tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi kurang. Pada siklus I Pertemuan ke II dari 32 orang siswa tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi 14,28% sangat baik,51,43% memiliki tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi baik, 34,29 % siswa memiliki tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi cukup dan 0% siswa memiliki tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi kurang.Pada siklus II pertemuan I dari 32 orang siswa tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi 20% sangat baik,57,14% memiliki tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi baik, 22,86 % siswa memiliki tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi cukup dan 0% siswa memiliki tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi kurang. Pada siklus II pertemuan II dari 32 orang siswa tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi 20% sangat baik,80% siswa memiliki tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi baik, 0 % siswa memiliki tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi cukup dan 0% siswa memiliki tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi kurang.

Page 43: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 37

Tabel XIXRekapitulasi Persentase Hasil Tingkat Ketuntasan Kemampuan Menerima

dan Mencatat Reservasi Secara Klasikal Pada Siklus I Dan II

No Tingkat Ketuntasan

Siklus I Pertemuan I

Siklus I Pertemuan II

Siklus II Pertemuan I

Siklus II Pertemuan II

Jlh % Jlh % Jlh % Jlh %1 Tuntas ≥

75%8 23,3% 22 62.86% 24 77.14 % 32 100 %

2 Tidak Tuntas ≤ 75%

24 76,7% 10 37.14% 8 22.86 % 0 0 %

Jumlah 32 100% 32 100% 32 100 % 32 100 %

Dari data tabel diatas dapat disimpulkan bahwa persentasi hasil tingkat ketuntasan kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi sebanyak 8 siswa dari 32 orang siswa pada siklus I pertemuan I sebanyak (23,3%) siswa yang tuntas dan 24 orang siswa (76,7%) tidak tuntas.Pada siklus I Pertemuan ke II terdapat62,86% siswa yang tuntas. Dan 37,14% siswa tidak tuntas. Pada siklus ke II pertemuan I terdapat 77.14 % siswa yang tuntas dan 22.86 % siswa yang tidak tuntas sedangkan siklus II pertemuan ke II meningkat menjadi 100% atau sama dengan 32 orang siswa seluruhnya yang tuntas.

Kesimpulan Dari hasil pembahasan yang elah

dikemukakan pada bab-bab sebelumnya serta analisis yang telah ada, maka peneliti peroleh kesimpulan sebagai berikut:1. Penggunaan Model Pembelajaran

TPS ( think pair share ) dapat meningkatkan ketrampilan siswa pada pelajaran Menerima dan mencatat reservasi di kelas XI AP4SMK Negeri 8 Medan Tahun Ajaran 2013/2014

2. Penelitian dibagi menjadi II siklus, setiap siklus terdiri dari 2 x

pertemuan, peneliti menggunakan analisis data observasi

3. Hasil penelitian berdasarkan observasi yang dilakukan oleh guru: Rata-rata skor peningkatan kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi siswa secara individual terus meningkat selama 2 siklus ( 4 pertemuan ) Pada siklus I pertemuan I, persentase rata – rata tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi adalah 63,4% (kurang). Pada siklus I pertemuan ke II persentase rata - rata nilai kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi siswa adalah 34,29% ( cukup ) dan pada siklus ke II pertemuan I persentase rata - rata nilai kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi siswa adalah 57,14% (baik) dan pada siklus ke II pertemuan ke II mengalami peningkatan rata rata nilai tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi siswa mencapai 80% ( Baik ). Perubahan tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi siswa secara klasikalpada siklus I pertemuan I dari 32 orang siswa tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi 10%

Page 44: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 38

sangat baik,13,3% memiliki tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi baik, 13,3 %siswa memiliki tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi cukup dan 63,4% siswa memiliki tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi kurang. Pada siklus I Pertemuan ke II dari 32 orang siswa tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi 14,28% sangat baik,51,43% memiliki tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi baik, 34,29 % siswa memiliki tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi cukup dan 0% siswa memiliki tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi kurang.Pada siklus II pertemuan I dari 32 orang siswa tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi 20% sangat baik,57,14% memiliki tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi baik, 22,86 % siswa memiliki tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi cukup dan 0% siswa memiliki tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi kurang. Pada siklus II pertemuan II dari 32 orang siswa tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi 20% sangat baik,80% siswa memiliki tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi baik, 0 % siswa memiliki tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi cukup dan 0% siswa memiliki tingkat kemampuan menerima dan mencatat permintaan reservasi kurang. Dan persentase hasil tingkat ketuntasan kemampuan

menerima dan mencatat permintaan reservasi siswa dari 32 orang siswa pada siklus I pertemuan I mencapai 23,3% siswa yang tuntas dan 76,7% siswa tidak tuntas. Pada siklus I pertemuan II terdapat 62,86% siswa yang tuntas dan 37,14% siswa tidak tuntas. Pada siklus II pertemuan I terdapat 77,14% siswa yang tuntas dan 22,86% siswa yang tidak tuntas sedangkan pada siklus II pertemuan yang ke II meningkat menjadi 100% atau 41 orang siswa yang tuntas.

Daftar PustakaAqib, Zainal, Maftuh, M, Sujak,

Kawentar, 2009, Penelitian Tindakan Kelasuntuk Guru SMP, SMA, SMK, Bandung : Yrama Widya

Riyanto, Yatim, 2010 Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi BagiGuru/Pendidik Dalam Implementasi Pembelajaran Yang Efektif Dan Berkualitas, Jakarta: Kencana

Trianto, 2009, Mendesain Model Pembelajaran Inofatif-Progresif, Jakarta: Kencana

Philip Dowell , Andrian Bailey, 1985, The Book Of Ingredients, London

Ni wayan suwithi, Dra, 1999/2000, , Jakarta

Liliek Saripah, Dra, Maria Giovani, Dra, 1984, , Jakarta

Ni wayan Suwithi, dkk, 2008, Akomodasi Perhotelan,Jakarta

I GK Agung Djanuraga, 1996, Kantor Depan, Jakarta

Page 45: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 39

PENGUASAAN KOMPONEN EKOSISTEM MENGGUNAKAN METODE CONTEXTUAL TEACHING LEARNING MATA PELAJARAN IPA

DI KELAS XII SMK NEGERI 10 MEDAN

Mahdalena Nasution(SMK Negeri 10 Medan)

AbstrakMasalah yang dihadapi dalam penelitian ini adalah masalah rendahnya hasil belajar siswa pada pelajaran IPA di kelas XII SMK Negeri 10 Medan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dengan menggunakan metode Contextual Teaching Learningdapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XII Boga 1 SMK Negeri 10 Medan. Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah “Dengan menggunakan metode Contextual Teaching Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada Pokok Bahasan Mengidentifikasi Komponen Ekosistem di kelas XII Boga 1 SMK Negeri 10 Medan. Penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 10 Medan, dengan jenis penelitian yaitu “Penelitian Tindakan Kelas”. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII Boga 1yang berjumlah 30 siswa, sedangkan objek dalam penelitian ini adalah metode Contextual Teaching Learning. Dan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah daftar nilai siswa. Berdasarkan tes awal (pre test) yang dilakukan terhadap 30 siswa terdapat 27 orang (90%) siswa yang mendapat hasil belajar rendah (belum tuntas) dan belum mencapai KKM 70 dan sebanyak 3 orang siswa (10%) yang termasuk dalam kategori tuntas dan mencapai KKM 70. Kemudian pada siklus I terdapat 10 orang siswa (33,33%) yang termasuk pada kategori tuntas dan mencapai KKM 70 dn sebanyak 20 orang siswa (66,66%) termasuk dalam kategori rendah (belum tuntas) dan belum mencapai KKM 70. Pada siklus II terdapat 23 orang siswa (76,67%) termasuk dalam kategori tuntas dan mencapai KKM 70, sebanyak 7 orang siswa (23,33) termasuk dalam kategori rendah (belum tuntas) dan belum mencapai KKM 70. Berdasarkan peneltian mulai dari pre test, pos test siklus I dan pos test siklus II sudah terjadi peningkatan yang signifikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan metode contextual teaching learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran mengidentifikasi komponen ekosistem Pokok Bahasan IPA di SMK Negeri 10 Medan T.A 2013/2014.

Kata Kunci : Ekosistam, Metode Contextual Teaching Learning

PendahuluanMasalah yang dihadapi

pendidikan adalah masalah lembaga proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berfikirnya, untuk itu guru dituntut harus mampu mengelola proses belajar mengajar yang memberikan rangsangan kepada siswa karena siswalah yang menjadi subjek utama dalam belajar.

Belajar merupakan kunci

keberhasilan siswa, artinya belajar memegang peran penting dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa yang berkualitas memiliki karakteristik tertentu seperti wawasan pengetahuan yang luas, kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan sehari-hari yang dihadapinya, sikap dan prilaku positif terhadap lingkungan social maupun lingkungan alam sekitar.

Guru merupakan komponen

Page 46: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 40

yang sangat penting dalam proses belajar mengajar sebab keberhasilan pelaksanaan proses pendidikan sangat tergantung pada guru. Oleh karena itu, upaya peningkatan kualitas pendidikan dimulai dari pembenahan kemampuan guru. Salah satu kemampuan yang dimiliki guru adalah bagaimana merancang metode pembelajaran sesuai dengan tujuan yang akan dicapai karena kita yakin tidak semua tujuan pembelajaran bias dicapai dengan menggunakan satu metode saja. Guru juga harus mampu dalam mengelola komponen pembelajaran yang kreatif dalam mengembangkan materi pembelajaran sehingga materi pembelajaran itu dapat diserap olehpeserta didik sehingga pembelajaran dapat tercapai. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh guru adalah kemampuan menguasai kelas dan terampil menggunakan metode dalam proses pembelajaran.

Metode adalah cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar metode sangat diperlukan oleh guru dan penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir. Seorang guru tidak akan dapat melaksanakan tugasnya bila dia tidak mengasai satupun metode mengajar yang dirumuskan dan dikemukakan para ahli psikologi dan pendidikan (Djamarah dkk, 2006 : 72). Jika guru dapat menggunakan metode secara optimal dan mengaitkan materi pelajaran dengan lingkungan sekitar siswa maka siswa akan termotivasi dan hasil belajar siswa akan meningkat.

Berdasarkan pengamatan penulis di lapangan menyatakan bahwa hasil belajar siswa dikategorikan masih rendah karena siswa kurang termotivasi dalam belajar. Terbukti pada

kenyataannya siswa kurang menyukai mapel IPA karena metode yang digunakan guru kurang bervariasi dan lebih banyak menggunakan metode ceramah.

Hal ini dapat dilihat dari nilai raport yang diperoleh dari guru kelasXII Busana 1 Nilai yang diperoleh siswa tidak mencapai KKM yaitu 70. Siswa yang tidak mencapai KKM sebanyak 90% dari 30 siswa yaitu 27 siswa sedangkan yang mencapai KKM sebanyak 10% dari 30 siswa yaitu 3 siswa. Hal ini disebabkan karena siswa kurang dilatih berfikir kritis, kreatif dan inovatif sehingga hasil belajar siswa rendah dan metode yang digunakan guru dalam Pembelajaran IPA kurang bervariasi. Guru cenderung menggunakan metode ceramah tanpa disertai dengan penggunaan media sehingga siswa cenderung pasif terhadap materi yang dijelaskan guru. Kepasifan siswa dalam belajar merupakan pertanda kurang baik dalam proses pembelajaran juga dalam perkembangan intelektual siswa. Siswa menjadi malas belajar, berfikir dan malas berkompetensi saat belajar sehingga akan mengakibatkanterciptanya siswa yang tidak terampil serta berintelektual dalam pembelajaran IPA siswa harus berfikir kritis, kreatif dan inovatif karena IPA adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisa gejala serta masalah sosial di masyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek kehidupan di masyarakat. Adapun kompetensi dasar dari materi yang akan diteliti yaitu penguasaan komponen ekosistem.

Untuk mencapai pengajaran yang baik, seorang guru dituntut untuk mampu memilih dan menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan kepada peserta didik. Maka salah satu cara dalam mencapai tujuan tersebut yaitu

Page 47: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 41

menggunakan metode contextual teaching learning pada pokok bahasan Komponen Ekosistem Serta Peranan Manusia dalam Menjaga Keseimbangan Lingkungan dan AMDAL pada saat pengajaran materi penguasaan komponen ekosistem. Pada saat mengajar guru mengaitkan materi dengan situasi nyata siswa kemudian guru menugaskan siswa berdasarkan kelompok untuk mendiskusikan tentang materi. Dalam diskusi kelompok siswa diharapkan aktif dalam belajar. Berdasarkan pemahaman siswa terhadap pelajaran, siswa diharapkan dapatmengembangkan keterampilannya.

Berdasarkan uraian diatas, maka guru tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Penguasaan Komponen Ekosistem Menggunakan Metode Contextual Teaching LearningPada Mata Pelajaran IPA di Kelas XII Busana 1 T.A. 2013/2014.

Manfaat Penelitian Dengan tercapainya tujuan

pembelajaran diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut :1. Bagi siswa. Membantu siswa

dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam pembelajaran serta membantu siswa dalam mencapai peningkatan hasil belajar khususnya dalam mata pelajaranIPA

2. Bagi guru. Sebagai bahan usul kenaikan pangkat satu tingkat

3. Bagi sekolah. Memberikan informasi bagi sekolah dalam rangka perbaikan pembelajaran di SMK Negeri 10 Medan.

Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar terdiri dari dua kata yaitu : “hasil dan belajar”. Hasil merupakan akibat dari yang

ditimbulkan karena berlangsungnya suatu proses kegiatan, sedangkan belajar adalah serangkaian kegiatan untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksinya dengan lingkungannya. Hasil belajar merupakan prestasi aktual yang ditampilkan oleh siswa yang dipengaruhi usaha yang dilakukan dengan intelegensi siswa terhadap materi.

Dalam hal ini berarti belajar merupakan suatu proses yang membawa perubahan dimana perubahan itu terjadi karena suatu usaha.

Hakekat BelajarKata belajar merupakan kata yang

tidak asing bagi kita. Hampir seluruh kegiatan kita diawali dengan belajar. Misalnya, kita mengenakan pakaian, kita makan menggunakan alat-alat makan, kita berkomunikasi satu sama lain menggunakan bahasa nasional, dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut tidak mungkin kita lakukan tanpa proses belajar terlebih dahulu.

Belajar sering diartikan sebagai suatu proses perubahan. Perubahan itu dapat berupa pengembangan pengetahuan, sikap, ketrampilan dan nantinya diharapkan siswa mampu memecahkan masalah-masalah atau tuntutan hidupnya. Karena itu seseorang dapat dikatakan belajar bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu terjadi suatu proses yang mengakibatkan perubahan tingkah laku. Kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku merupakan proses belajar.

Dari defenisi diatas maka guru menyimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan yang mengarah kesuatu perubahan yang positif, yang mencakup aspek pengetahuan,

Page 48: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 42

keterampilan, serta mencakup aspek-aspek sikap.

Dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar oleh seseorang sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku pada dirinya sendiri baik dalam bentuk pengetahuan, pengalaman Maupun dalam bentuk sikap.

Metode PembelajaranMenurut Djamarah, dkk (2006:46)

“Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan “. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru dalam penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir.

Oleh karena itu untuk mendorong keberhasilan guru didalam proses belajar mengajar, seorang guru mengerti akan fungsi dan langkah-langkah pelaksanaan metode mengajar tersebut. Untuk mencapai hasil pembelajaran yang maksimal diperlukan strategi pembelajaran yang tepat. Pada saat menetapkan strategi yang digunakan, guru harus cermat memilih dan menetapkan metode yang akan digunakan.

Pengertian Metode Contextual Teaching Learning

Contextual Teaching Learning(CTL) merupakan proses pembelajaran holistik yang bertujuan untuk membelajarkan peserta didik dalam memahami bahan ajar secara bermakna yang dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata, baik berkaitan dengan lingkungan pribadi, agama, sosial, ekonomi, maupun kultural. Sehingga peserta didik memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat diaplikasikan dan di transfer dari

suatu konteks permasalahan yang satu kepermasalahan yang lainnya.

Contextual teaching learningmerupakan metode pembelajaran yang dapat mengubah lingkungan belajar siswa menjadi menarik. Karena proses pembelajaran Contextual teaching learning selalu mengkaitkan materi yang dipelajari dengan lingkungan kehidupan siswa sehari-hari, khususnya pada pelajaran IPA sub pokok bahasan penguasaan komponen ekosistem.

Ada tujuh komponen pembelajaran kontekstual sehingga bila dibedakan dengan model lainnya, yaitu:1. Kontruktivisme

Kontruktivisme adalah proses membangun dan menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut kontruktivisme pengetahuan itu memang berasal dari luar akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk mengimplementasikan objek tersebut.

2. Inkuiri (menemukan)Inkuiri (menemukan) adalah

proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berfikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari menemukan sendiri. Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. Langkah-langkah dalam inkuiri : (a) merumuskan masalah, (b) mengamati atau melakukan observasi, (c) menganalisis dan menyajikan karya dalam tulisan, laporan dan gambar, (d)

Page 49: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 43

menyajikan, mengkomunikasikan hasil karya didepan kelas.

Penerapannya dalam proses pembelajaran CTL, dimulai dengan adanya kesadaran siswa akan masalah yang jelas yang ingin dipecahkan. Dengan demikian, siswa harus didorong untuk menemukan masalah. Jika masalah telah dipahami dengan batasan-batasan yang jelas, selanjutnya siswa dapat mengajukan hipotesis atau jawaban sementara sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan.

3. Bertanya (Questioning)Belajar pada hakikatnya adalah

bertanya dan menjawab pertannyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dan keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan seseorang dalam berfikir. Dalam proses pembelajaran melalui CTL, guru tidak menyampaikan informasi saja, akan tetapi memancing agar siswa menemukan sendiri. Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk : a) Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran. b) Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar. c) Merancang keingintahuan siswa terhadap sesuatu. d) Memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan. e) Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu. aktivitas bertanya juga dapat ditemukan ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemukan sendiri, dan ketika mengamati.4. Masyarakat Belajar (Learning

Comunity)Konsep masyarakat belajar

(learning comunity) dalam CTL, menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain. Kerjasama itu dapat

dilakukan dalam berbagai bentuk baik dalam kelompok belajar secara formal maupun dalam lingkungan yang terjadi secara alamiah. Dalam kelas CTL, penerapan asas masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok heterogen, baik dilihat dari kemampuan dan kecepatan belajarnya maupun dilihat dari bakat dan minatnya.

5. Pemodalan (Modeling)Modeling merupakan

pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Proses modeling, tidak terbatas oleh guru, akan tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan. Modeling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran CTL, sebab melalui modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran teoritis-abstrak yang dapat meningkatkan verbalisme. Guru bukan satu-satunya perancang model, model juga dapat dirancang dengan melibatkan siswa.

6. RefleksiRefleksi adalah proses

pengendapan pengalaman yang lebih dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar ituakan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya, bila terjadi melalui proses refleksi siswa akan memperbaharui pengetahuannya yang telah dibentuknya.

7. Penilaian Nyata (Authentic Assesment)Penilaian nyata adalah proses

yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang

Page 50: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 44

perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak. Apakah pengalaman siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan intelektual maupun mental siswa. Penilaian yang autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran, penilaian ini dilakukan secara terus menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan hasil belajar.

Karakteristik penilaian autentik menurut Hanafiah, N (2009:76) adalah “(1) dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung, (2) aspek yang diukur adalah keterampilan dan performasi, (3) penilaian dilakukan secara berkelanjutan, (4) penilaian dilakukan secara integral, (5) hasil penilaian digunakan sebagai feedback, yaitu untuk keperluan pengayaan”.

Dari ketujuh komponen diatas dalam proses belajar mengajar semua komponen tersebut digunakan atau diterapkan, karena komponen tersebut berkaitan dari yang pertama sampai yang ketujuh. Penerapan komponen tersebut dilakukan dengan waktu yang telah ditentukan sesuai dengan kegiatan belajar mengajar berlangsung. Dalam pembelajaran Contextual Teaching Learning tersebut siswa yang terlibat secara langsung, dengan komponen tersebut maka pembelajaran dapat tercapai sesuai yang diinginkan. dalam pembelajaran Contextual Teaching Learning siswa yang harus mendapat pengetahuan dan menerapkannya dalam kehidupan mereka. Dengan konsep itu, proses pembelajaran akan menjadi lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerjadengan pengalaman, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.

Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.

Langkah-langkah Pembelajaran Contextual Teaching Learning Menurut Nurhadi, dkk (2004,32) langkah-langkah yang harus ditempuh dalam Cotextual Teaching Learning adalah sebagai berikut : 1. Kembangkan pemikiran bahwa

anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.

2. Laksanakan kegiatan inkuiri untuk mencapai kompetensi yang diinginkan di semua bidang studi.

3. Bertanya sebagai alat belajar : kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

4. Ciptakan ‘masyarakat belajar’ (belajar dalam kelompok-kelompok).

5. Tunjukkan ‘model’ sebagai contoh pembelajaran! (benda-benda, guru, siswa lain, karya inovasi dll)

6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan agar siswa ‘merasa’ bahwa hari ini mereka belajar sesuatu.

7. Lakukan penilaian yang sebenarnya : dari berbagai sumber dengan berbagai cara.

Kerangka KonseptualPembelajaran CTL adalah suatu

pendekatan dalam pembelajaran yang membantu guru untuk mengaitkan antara materi ajar dengan situasi nyata siswa, yang dapat mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dipelajari dengan penerapannya dalam kehidupan para siswa sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pembelajaran IPA menekankan pada pembelajaran pengalaman yang berupaya agar siswa mampu

Page 51: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 45

menjadikan apa yang telah dipelajarinya sebagai bekal dalam memahami dan ikut serta dalam menjalani kehidupan masyarakat lingkungannya, bukan hanya sebatas upaya mentransfer sejumlah konsep yang bersifat hafalan belaka.

Tujuan utama diterapkannya pembelajaran CTL dalam pembelajaranIPA adalah peserta didik dapat menghubungkan Pembelajaran IPAdengan kondisi nyata mereka sehari-hari. Sehingga siswa sadar dan mengerti

apa makna dari belajar tersebut dan berguna bagi kehidupannya nanti. Belajar akan lebih bermakna jika siswa mengalami apa yang dipelajarinya bukan semata-mata mengetahuinya saja. Pembelajaran CTL dapat diterapkan pada semua mata pelajaran dan dapat dilaksanakan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada, dapat dilihat dalam bentuk skema dibawah ini.

Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran Contextual Teaching Learning ini guru terlebih dahulu, menjelaskan materi penguasaan komponen ekosistem, kemudian siswa dilibatkan secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi nyata. Dengan demikian siswa akan termotivasi dan hasil belajar siswa dapat meningkat dengan pembelajaran Contextual Teaching Learning. Hasil belajar siswa dapat meningkat dengan pembelajaran Contextual Teaching Learning. Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang diperoleh siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

Dengan demikian penggunaan model pembelajaran Contextual

Teaching Learning dalam pokok bahasan penguasaan komponen ekosistem, dapat meningkatkan hasil belajar siswa atau prestasi belajar siswa dan saat proses belajar mengajar selesai diadakan tes untuk mengukur pemahaman siswa.

Hipotesis TindakanDari kajian teori dan rumusan

masalah maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah “Dengan menggunakan metode CTL, dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada Pokok Bahasan Penguasaan Komponen Ekosistem di KELAS XII Busana 1SMK Negeri 10 Medan T.A. 2013/2014.

penguasaan komponen ekosistem

Materi Pembelajaran CTL 1. Menjelaskan

materi pembelajaran

2. Melibatkan siswa

Hasil Belajar

Gambar : 2.3 Pelaksanaan Pembelajaran CTL

Page 52: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 46

Teknik Analisis DataAnalisis ini dilakukan untuk

mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dengan penerapan metode pembelajaran Contextual Teaching Learning atau berhasiltidaknya tindakan yang dilakukan, untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa terhadap materi pelajaran dapat digunakan rumus:1. Hasil belajar siswa secara individu

Secara individu hasil belajar siswa dapat dihitung dengan menggunakan

rumus : = −

(Hanifah, 2009:54)Sk adalah skor yang diperolehB adalah jawaban yang benarS adalah jawaban yang salahO adalah kemungkinan jawaban

yang benar

2. Nilai rata-rata secara klasikalDalam penelitian ini guru

menjumlahkan nilai yang diperoleh seluruh siswa kemudian dibagikan dengan jumlah siswa sehingga diperoleh nilai rata-rata.

Nilai rata-rata ini dapat dihutung dengan menggunakan rumus:

(Aqib, 2010:40)

Keterangan :

× = nilai rata-rata∑ = jumlah semua nilai siswa∑ = jumlah siswaUntuk mengetahui ketuntasan belajar siswa, digunakan rumus sebagai berikut : =∑ ∑ 100%

Hasil PenelitianPada pertemuan awal, sebelum

dilaksanakan pembelajaran Contextual Teaching Learning siswa diberikan pretes yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa pada Pokok Bahasan penguasaan komponen ekosistem. Bentuk tes yang digunakan adalah esay tes sebanyak 10 soal.

Setelah selesai membagi soal, guru memberikan petunjuk kepada siswa untuk menuliskan jawaban pada soal tersebut serta menuliskan nama dan kelas. Kemudian siswa mengerjakan soal tersebut. Hasil pretes siswa menunjukkan bahwa hasil belajar siswa masih tergolong rendah. Hasil belajar siswa pada saat pretes dapat dilihat pada table dibawah ini :

Tabel 4.1 Nilai Yang Diperoleh Siswa Pada Saat Tes Awal

No Nama SiswaButir Soal

Skor Nilai1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Alivia Royani 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 3 0,672 Annisa Zulyasri Pohan 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 3 0,673 Ardina Br. Sembiring 0 0 1 1 0 1 0 0 1 0 4 24 Bella Gloria E. Sirait 0 0 1 1 0 1 0 0 1 0 4 25 Chairunnisa 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 4 26 Deasy Putri Ariyana S. 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 6 4,677 Debi Chairiah 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 3 0,678 Deliana Br. Ginting 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 6 4,679 Dewi Kartika Sari 1 0 1 0 0 0 1 1 0 1 5 3,3410 Dina Islami 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 3 0,6711 Dwi Parama Ningrum 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 3 0,67

×=∑∑

Page 53: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 47

No Nama SiswaButir Soal

Skor Nilai1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

12 Elta Purba 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 3 0,6713 Enge Ulina Mahraz Sitepu 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 3 0,6714 Era Novita Fransiska Br. K. 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 4 215 Febriyanti 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 4 216 Hanie Fanida 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0 5 3,3417 Indah Lestari 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0 5 3,3418 Lewisna Pertasya Barasa 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0 5 3,3419 Lia Khairunnisa 1 0 1 1 0 0 1 1 1 0 6 4,6720 Maria Sihotang 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 4 221 Mutia Sari 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 5 3,3422 Novita Sari Bangun 1 0 1 1 0 0 1 1 1 0 6 4,6723 Nofri Sari 1 0 1 1 0 0 1 1 1 0 6 4,6724 Novrita Sandra 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 5 3,3425 Ratih Atikah 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 5 3,3426 Rizki Muliani 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 8 7,3427 Septiani Fransiska S. 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 8 7,3428 Silvia Rahmawati 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 8 7,3429 Siti Maisyarah Hasibuan 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 5 3,3430 Sri Fuji Aprilianti Lubis 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 5 3,34Jumlah 134,33Rata-rata 4,48Ketuntasan 10%

Dari data hasil belajar siswa pada table 4.1 diatas dapat diketahui bahwa hasil belajar siswa KELAS XII Busana 1 masih tergolong rendah. Hal ini terlihat pada perolehan nilai rata-rata siswa 3,24. Berdasarkan table diatas dapat dinyatakan bahwa dari 30 siswa diperoleh nilai sebagai berikut:a. Yang memperoleh nilai 0,67

sebanyak 10 siswa dengan presentase 33,33%

b. Yang memperoleh nilai 2 sebanyak 2 siswa dengan presentase 6,67%

c. Yang memperoleh nilai 3,34 sebanyak 7 siswa dengan presentase 23,33%

d. Yang memperoleh nilai 4,67 sebanyak 3 siswa dengan presentase 10%

e. Yang memperoleh nilai 6 sebanyak 5 siswa dengan presentase 16,66%

f. Yang memperoleh nilai 7,34 sebanyak 3 siswa dengan presentase 10%

Berdasarkan tes awal diatas dapat disimpulkan bahwa siswa masih mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal dan kurang memahami pokok bahasan mengidentifikasi komponen ekosistem. Kesulitan tersebut diakibatkan :1. Siswa kurang memahami tentang

penguasaan komponen ekosistem2. Siswa kurang mampu membedakan

antara penguasaan komponen ekosistem

3. Masih banyak siswa bermain-main pada saat menjawab soal yang diberikan

Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kemampuan awal siswa KELAS XII Boga 1 masih rendah

Page 54: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 48

dalam memahami pokok bahasan penguasaan komponen ekosistem

Untuk mengetahui tingkat presentase dari ketuntasan klasikal

maka guru menguraikannya pada table dibawah ini :

No Nilai Jumlah Siswa Presentasi (100%)1 0,67 10 33,33%2 2 2 26,66%3 3,34 7 23,33%4 4,67 5 16,67%5 6 3 10%6 7,34 3 10%Jumlah 30 100%

Dari hasil jawaban siswa pada tes awal, menunjukkan bahwa siswa masih mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal materi mengidentifikasi komponen ekosistem, untuk itu perlu dilanjutkan ke siklus I.

Pelaksanaan Dan Hasil Penelitian Pada Siklus Ia. Perencanaan

Pada tahap ini kegiatan yang akan dilakukan adalah merencanakan tindakan yaitu penyusunan sekenario pembelajaran dengan materi penguasaan komponen ekosistem dengan menerapkan metode pembelajaran CTL. Perencanaan yang akan dilakukan yaitu : a) guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, b) Guru mempersiapkan metode pembelajaran CTL, c) guru mempersiapkan alat, bahan, dan media pembelajaran, d) guru membuat lembar observasi, e) guru menyusun alat evaluasi / tes hasil belajar siswa.b. Pelaksanaan

Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah melaksanakan tindakan sesuai dengan yang telah direncanakan, berupa proses pembelajaran sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran. Guru menyampaikan materi pelajaran tentang penguasaan komponen ekosistem dengan

menggunakan metode contextual teaching learning.

Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang materi yang kurang dipahami. Kemudian guru menjawab pertanyaan siswa tersebut.

Guru membagi siswa menjadi 6 (enam) kelompok masing-masing kelompok terdiri dari 5 (lima) siswa, kemudian guru memberikan tugas. Guru membimbing siswa pada saat diskusi kelompok, dengan maksud apabila siswa kurang paham tentang soal maka siswa dapat langsung bertanya kepada guru.

Setelah guru membagi soal-soal kepada siswa, kemudian siswa dengan aktif mengerjakan soal yang diberikan oleh guru.

c. PengamatanBerdasarkan hasil observasi pada

siklus I dengan dua kali pertemuan adalah guru belum optimal dalam melaksanakan tindakan. Terutama pada peningkatan hasil belajar pada materi perubahan penguasaan komponen ekosistem. Adapun hasil dari pengamatan untuk guru adalah sebagai berikut :

Page 55: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 49

No AspekPenilaianAda Tidak Ada Nilai

1 Urutan langkah-langkah KBM1. Menyampaikan tujuan pembelajaran2. Menjelaskan materi pembelajaran3. Memberikan tuga

3

2 Keaktifan guru dalam mengelola KBM dalam kelas1. Menyediakan sumber belajar2. Menggunakan waktu secara efektif dan efisien3. Melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai tujuan yang telah ditetapkan

1

3 Memberikan dorongan pada siswa agar aktif dalam belajar1. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi dalampembelajaran2. Upaya guru dalam meningkatkan hasil belajar siswa3. Memberi motivasi

2

4 Memberi peluang bagi siswa untuk bertanya1. Melakukan komunikasi dengan siswa2. Membuat pertanyaan untuk melihat dimana letak kesulitan siswa3. Memberikan respon atas pertanyaan siswa

2

5 Menyimpulkan / merangkum hasil pembelajaran 1. Memberikan waktu yang cukup untuk mempresentasikan hasil kerja siswa 2. Memberikan penghargaan3. Menyimpulkan materi pelajaran

1

Keterangan :Ada = 1, Tidak Ada = 0

Nilai =

100%Nilai = 100% = 60

Dalam aspek I urutan langkah-langkah KBM seperti menyampaikan tujuan pembelajaran, menjelaskan materi, memberikan tugas telah ada / dilaksanakan. Aspek ke-2 keaktifan guru dalam mengelola KBM dalam kelas, guru telah menyediakan sumber

belajar, guru belum efektif dan efisien dalam menggunakan waktu dan pembelajaran belum selesai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Aspek ke-3 dorongan pada siswa agar aktif dalam belajar, guru telah memberikan kesempatan kepada siswa agar aktif

Page 56: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 50

dalam belajar, guru telah memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi dalam pembelajaran dan berupaya meningkatkan hasil belajar siswa tetapi dalam KBM ini guru belum ada memberikan motivasi kepada siswa. Aspek ke-4 memberi peluang kepada siswa untuk bertanya, dalam aspek ini guru telah melakukan komunikasi dengan siswa dan guru memberikan pertanyaan untuk melihat dimana letak kesulitan siswa tetapi guru tidak memberikan respon terhadap pertanyaan siswa. Dalam aspek ke-5

menyimpulkan / merangkum hasil pembelajaran, dalam kegiatan ini guru memberikan penghargaan kepada siswa yang dapat menjawab pertanyaan tetapi guru tidak memberikan waktu yang cukup untuk mempresentasikan hasil kerja siswa dan tidak menyimpulkan materi pelajaran.

Berdasarkan hasil pengamatan diatas guru belum dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran secara efektif dan efisien maka dengan itu perlu diadakan perbaikan untuk hasil pembelajaran yang lebih optimal.

Lembar observasi untuk siswa siklus I

NoKarakteristik Pembelajaran Kontekstual

PelaksanaanKomentar

Ada Tidak Ada1 Terciptanya kerjasama antara siswa

dengan siswa, siswa dengan guru dalam pembelajaran

2 Materi pelajaran saling menunjang terhadap kehidupan sehari-hari

3 Menyenangkan bagi siswa, siswa tidak bosan

4 Siswa belajar dengan gairah 5 Siswa belajar dengan terintegrasi 6 Siswa menggunakan berbagai sumber 7 Siswa belajar dengan aktif 8 Sharing dengan teman 9 Siswa kritis dan guru aktif 10 Hasil karya siswa seperti gambar hasil

pertanian artikel ditempelkan di dinding

Berdasarkan hasil pengamatan

untuk siswa yaitu tidak ada kerja sama antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru. Materi pelajaran saling menunjang dengan kehidupan sehari-hari sehingga menyenangkan bagi siswa dan siswa bergairah dalam belajar serta siswa dapat berfikir kritis. Tetapi pada saat pembelajaran siswa tidak belajar dengan terintegrasi, siswa tidak menggunakan berbagai sumber belajar dan hasil karya siswa tidak ditempel di dinding.

d. RefleksiPada akhir siklus dilakukan

refleksi terhadap seluruh materi yang telah diajarkan guru kepada siswa. Refleksi dilakukan pada akhir pertemuan siklus I setelah semua materi diajarkan. Siswa diberikan tes untukmengetahui hasil-hasil yang diperoleh guru melalui pembelajaran Contextual Teaching Learning dan juga untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa mengenai sub pokok bahasan penguasaan komponen ekosistem di KELAS XII Busana 1 SMK Negeri 10

Page 57: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 51

Medan. Pada siklus I ini masih banyak siswa yang salah dalam menjawab pertanyaan yang digunakan pada saat tes. Hal ini disebabkan karena masih banyak siswa yang tidak memahami pelajaran yang diikutinya, padahal soal tes berdasarkan materi yang baru dijelaskan oleh guru. Data-data yang diperoleh pada siklus I ini akan dijadikan acuan untuk perbaikan pada siklus II untuk dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang pemanfaatan sumberdaya alam tanah sehingga hasil belajar siswa pada pelajaran IPA dapat meningkat.

Pelaksanaan Dan Hasil Penelitian Pada siklus II

Berdasarkan hasil pada siklus I hasil belajar siswa belum mencapai standar ketuntasan belajar. Maka guru akan memperbaiki kegiatan belajar mengajar agar siswa lebih materi penguasaan komponen ekosistem sehingga nilai siswa akan meningkat dibandingkan dengan siklus I.

a. Perencanaan Siklus II pertemuan pertama dan

pertemuan kedia dilaksanakan guna memperbaiki hasil belajar pada siklus I.Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah :(a) guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) (b) guru mempersiapkan metode pembelajaran CTL (c) guru mempersiapkan alat, bahan, dan media pembelajaran (d) guru membuat lembar observasi (e) guru menyusun alat evaluasi / tes hasil belajar siswa (f) guru menjelaskan seputar materi dan memberikan contoh (g) guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan materi yang belum dipahami oleh siswa (h) guru memberikan tugas soal-soal yang berkaitan dengan materi yang telah

diajarkan (i) guru mengevaluasi hasil kerja siswa setelah diawasi oleh peneliti (j) guru menyusun penilaian kepada siswa terhadap tugas yang telah diberikan lewat tes individu.b. Pelaksanaan

Kegiatan yang dilaksabakan pada tahap ini adalah melaksanakan tindakan sesuai dengan yang telah direncanakan, berupa proses pembelajaran sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Guru menyampaikan materi pelajaran tentang penguasaan komponen ekosistem dengan menggunakan metode contextual teaching learning. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang materi yang kurang dipahami. Kemudian guru menjawab pertanyaan siswa tersebut. Guru membagi siswa menjadi 6 (enam) kelompok masing-masing kelompok terdiri dari 5 (lima) siswa, kemudian guru memberikan tugas.

Guru membimbing siswa pada saat diskusi kelompok, dengan maksud apabila siswa kurang paham tentang soal maka siswa dapat langsung bertanya kepada Guru. Setelah guru membagikan soal-soal kepada siswa, kemudian siswa dengan aktif mengerjakan soal yang diberikan oleh guru.c. Pengamatan

Pada tahap ini dilakukan untuk melihat sejauh mana proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Adapun hasil pengamatan untuk guru adalah sebagai berikut :

Page 58: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 52

No AspekPenilaianAda Tidak Ada Nilai

1 Urutan langkah-langkah KBM1. Menyampaikan tujuan pembelajaran2. Menjelaskan materi pembelajaran3. Memberikan tuga

3

2 Keaktifan guru dalam mengelola KBM dalam kelas1. Menyediakan sumber belajar2. Menggunakan waktu secara efektif dan efisien3. Melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai tujuan yang telah ditetapkan

3

3 Memberikan dorongan pada siswa agar aktif dalam belajar1. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi dalam pembelajaran2. Upaya guru dalam meningkatkan hasil belajar siswa3. Memberi motivasi

3

4 Memberi peluang bagi siswa untuk bertanya1. Melakukan komunikasi dengan siswa2. Membuat pertanyaan untuk melihat dimana letak kesulitan siswa3. Memberikan respon atas pertanyaan siswa

3

5 Menyimpulkan / merangkum hasil pembelajaran 1. Memberikan waktu yang cukup untuk mempresentasikan hasil kerja siswa 2. Memberikan penghargaan3. Menyimpulkan materi pelajaran

3

Page 59: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 53

Dari hasil observasi yang dilakukan oleh pengamat terhadap guru, bahwa proses pembelajaran yang berlangsung cukup baik. Siswa semakin aktif dalam pembelajaran dan saling membantu dalam mengerjakan soal yang diberikan. Semua aspek yang diamati telah dilaksanakan dengan baik.

Lembar observasi untuk siswa siklus II

NoKarakteristik Pembelajaran Kontekstual

PelaksanaanKomentar

Ada Tidak Ada1 Terciptanya kerjasama antara siswa

dengan siswa, siswa dengan guru dalam pembelajaran

2 Materi pelajaran saling menunjang terhadap kehidupan sehari-hari

3 Menyenangkan bagi siswa, siswa tidak bosan

4 Siswa belajar dengan gairah 5 Siswa belajar dengan terintegrasi 6 Siswa menggunakan berbagai sumber 7 Siswa belajar dengan aktif 8 Sharing dengan teman 9 Siswa kritis dan guru aktif 10 Hasil karya siswa seperti gambar hasil

pertanian artikel ditempelkan di dinding

Berdasarkan hasil pengamatan untuk siswa yaitu telah terciptanya kerjasama antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru dan materi yang diajarkan menunjang terhadap kehidupan sehari-hari sehingga menyenangkan bagi siswa dan siswa tidak merasa bosan. Siswa merasa bergairah, aktif, kritis dan siswa belajar dengan menggunakan berbagai sumber serta hasil karya siswa ditempelkan di dinding.d. Refleksi

Dari hasil analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa dari hasil pengamatan dalam tindakan sudah terlihat lebih baik dari siklus sebelumnya. Dilihat dari pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung siswa sudah memahami maksud dan tujuan pembelajaran yang diajarkan. Keaktifan siswa dalam belajar sudah mulai meningkat sehingga peningkatan nilai tes dapat tercapai

dengan baik. Walaupun masih ada kekurangan yang ditemukan sewaktu pembelajaran sedang berlangsung.

Hasil observasi siswa menunjukkan bahwa tingkat aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan, dimana siswa sudah berani berinteraksi dengan guru dan mempertanyakan serta menjawab setiap pertanyaan guru. Dari data-data ini akan dijadikan acuan untuk mencukupkan kegiatan tersebut dengan tidak melanjutkan pada siklus berikutnya.

PembahasanBerdasarkan temuan guru yang

telah diuraikan, pelaksanaan pembelajaran pada pokok bahasan penguasaan komponen ekosistem dengan menggunakan metode Contextual Teaching Learning dalam proses pembelajaran menciptakan suasana aktif bagi siswa.

Page 60: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 54

Dengan menggunakan metode Contextual Teaching Learning ini siswa dapat lebih focus dan bersemangat dalam belajar karena pada pembelajaran Contextual Teaching Learning materi pelajaran dihubungkan dengan situasi nyata siswa sehingga siswa semakin aktif dalam belajar.

KesimpulanBerdasarkan pembahasan yang

telah dipaparkan pada Bab IV dapat disimpulkan bahwa :1. Dengan menerapkan metode

Contextual Teaching Learning pada materi penguasaan komponen ekosistem di KELAS XII Busana 1SMK Negeri 10 Medan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Mulai dari tes awal sampai proses siklus II. Pada tes awal sebanyak 3 orang siswa (10%) yang tuntas dalam belajar dengan rata-rata 4,48. Pada siklus I sebanyak 10 orang siswa (33,33%) yang tuntas dalam belajar dengan rata-rata 4,73. Pada siklus II sebanyak 23 orang siswa (76,6%) yangtuntas dalam belajar dengan rata-rata 7,25.

2. Metode Contextual Teaching Learning mengaitkan materi pelajaran dengan lingkungan

sekitar siswa sehingga mendorong siswa membuat hubungan sehari-hari mereka. Siswa dalam belajar tidak hanya sekedar menghafal atau mengingat fakta karena itu akan mudah dilupakan siswa.

Daftar PustakaAmmy Syulasmi, dkk., Petunjuk

Praktikum Pengetahuan Lingkungan, (Bandung : UPI)

Arikunto, dkk., Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta : Bumi Aksara, 2006).

Djamarah, dkk, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : PT. Rineka Cipta).

Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta : Bumi Aksara).

Standar Isi Ilmu Pengetahuan Alam Untuk SMK dan MAK, (Permendiknas No. 22, 2006)

Yusuf Hilmi, dkk., Pedoman Ekologi, (2005)

Page 61: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 55

PENERAPAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK UNTUKMENGURANGI TINGKAT ABSENSI SISWA DI KELAS X

BUSANA SMK NEGERI 8 MEDAN

Yulsrity Syarlely(Guru SMK Negeri 8 Medan)

ABSTRAK

Penelitian tindakan dalam konseling, terinspirasi dari meningkatnya Absensi SiswaSMKN 8 Medan dikelas X Busana . Tujuan agar persentase absen di kelas X Buasana berkurang, dan meningkatkan kualitas konseling kelompok yang cocok untuk siswa kelas X Busana SMKN 8 Medan tahun ajaran 2013-2014, instrumen yang digunakan terdiri dari Nontes berbentuk observasi dan studi dokumenter, hasil penelitian masing masing siklus menunjukkan adanya perubahan tingkahlaku siswa dalam menyelesaikan masalahnya sehingga menumbuhkan motivasi untuk hadir kesekolah sesuai dengan ketentuan. Absensi siswa berkurang sampai 80 % dari siswa yang diteliti pada siklus1,pada siklus ke 2 terlihat persetase absensi siswa berkurang sampai 100 % dari siswa yang diteliti. Dengan demikian penerapan layanan konseling kelompok dapat mengurangi tingkat persentase absensi siswa di kelas X busana SMK Negeri 8 Medan.

Kata kunci : Konseling Kelompok, Absensi

PendahuluanMenghadapi persaingan yang

semakin tajam dan ketat di era globalisasi, tantangan kedepan adalah meningkatkan daya saing yang kompotitif di semua sektor industri dan dan sektor jasa dengan mengandalkan Sumber Daya Manusia (SDM), Teknologi dan Manajemen.SDM yang diharapkan tentunya yang trampil, kreatif, dan berwawasan luas dalam bidang keahliannya dan senantiasa berorientasi mutu pada setiap kegiatannya.

Sekolah Menengah Kejuruan(SMK) Negeri 8 Medan, sebagai sebuah lembaga pendidikan bertekat menjadi menjadi lembaga pendidikan tingkat menengah kejuruan yang beroreantasi mutu pada setiap kegiatannya dalam menghasilkan lulusan yang siap memasuki lapangan kerja yang memiliki kompetensi dan dapat

mengembangkan diri secara profesionalisme serta dapat meneruskan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi.

Komitmen SMK negeri 8 Medan dalam meningkatkan mutu di wujudkan dalam kegiatan sehari-hari dengan menerapkan budaya. kejujuran, kedisiplinan, kreatifitas, kerjasama dan Pelayanan Prima kepada setiap pelanggan serta berupaya secara terus menerus meningkatkan keefektifan sistim manajemen mutu. Kedisiplinan sering dikaitkan dengan ketundukan pada peraturan atau kebiasaan–kebiasaan yang telah disepakati untuk dilaksanakan. Perbuatan disiplin membutuhkan upaya tertentu seperti kontiunitas, tepat waktu, melaksanakan perintah dengan baik dan taat susila. Sebaliknya pelanggaran disiplin dapat berupa terlambat, melalaikan tugas, membolos, membantah perintah, ceroboh dalam

Page 62: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 56

tindakan, tidak sopan dan berlaku asusila.

Masalah kedisiplinan salah satu komitmen SMKN 8 Medan yang menurut peneliti paling urgen dan penting. Tanpa kedisiplinan tujuan yang diharapkan tidak mungkin terwujud.

Absen (Tidak hadir di sekolah) pada waktu yang diprogramkan belajar di sekolah adalah salah satu masalah kedisiplinan. Siswa yang tidak hadir ke sekolah pada waktu yang telah ditetapkan itu selain melanggar kedisiplinan sekolah juga menyebabkan siswa tidak punya pengalaman belajar di kelas bersama-teman-temannya.Bagi guru yang mengajar, siswa yang absen jelas menjadi tambahan tugas untuk menyisihkan waktu mengajar secara khusus kepada siswa tersebut. Hal itu jauh dari harapan, selain waktu khusus guru dan siswa tersebut tidak ada yang terprogram, minat dari siswa yang biasanya absent tersebut kurang untuk belajar kembali dengan gurunya.Untuk mengatasi siswa yang absen dalam buku pedoman siswa dituangkan tata tertib siswa yang berisikan:1. Setiap siswa wajib hadir di sekolah

pada tiap hari sekolah pada acara-acara wajib sekolah

2. Siswa yang berhalangan hadir,orang tua/wali siswa wajib memberitahukan kepihak sekolah melalui surat dan atau surat keterangan dokter bila sakit lebih dari dua hari pada waktu masuk kembali .Apabila pemberitahuan ketidak hadiran siswa melalaui telpon, maka siswa wajib membawa surat keterangan dari orang tua/wali siswa pada waktu masuk sekolah kembali. Pemberitahuan melalui telepon khusus dari orang tua, selain dari orang tua/wali pemberitahuan melalui telpon dianggap tidak sah.

3. Setiap hari, wali kelas memeriksa absensi kelas dan memproses siswa yang tidak hadir.

Selanjutnya dalam buku pedoman tersebut diatur nilai kredit pelanggaran yakni dengan cara setiap pelanggaran yang dibuat oleh siswa dicatat dan dihitung nilai kredit pelanggarannya. Perhitungan ini berlaku sampai tamat. Salah satu pelanggaran tersebut adalah meninggalkan sekolah/tidak masuk sekolah tanpa izin (absent) dengan nilai kredit 15 setiap kalinya.

Selajutnya dijelaskan apabila siswa mencapai kredit 30, orang tua/wali dipanggil ke sekolah dengan surat panggilan yang sama dengan surat peringatan I (pertama).

Bila mencapai kredit 75, orang tua/wali dipanggil dengan surat peringatan II (kedua). Bila mencapai kredit 100, orangtua/wali dipanggil dengan surat peringatan III (ketiga) dan siswa di skor selama tiga hari. Bila mencapai kredit 150, panggilan ke empat (IV) dan siswa di skor selama 1 (satu) mnggu. Bila mencapai kredit 170, panggilan kelima (V) dan siswa dikembalikan pada orang tua.

Kenyataan, di SMKN 8 Medan terdapat persentase ketidak hadiran siswa (absent) cenderung meningkat setiap bulannya. Dari data yang terkumpul bulan juli 2013 sd Desember 2013 persentase ketidak hadiran siswa adalah 1,96 %(juli), 2,44 % (gustus), 3,32 (Oktober), 2,56 (November).

Dari hasil wawancara kepada siswa yang sering absen didapatkan berbagai alasan, kenapa siswa tersebut tidak hadir disekolah, diantaranya terlambat bangun, tidak ada ongkos, tidak berminat, kurang sehat, tugas belum siap, takut dimarahi guru, diajak teman, ada acara keluarga, ada pesta, bertengkar dengan orang tua, lari dari rumah dan sebagainya.

Page 63: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 57

Dari pernyataan siswa tersebut dapat disimpulkan masalah siswa absent ke sekolah disebabkan : 1. Tingkat kemampuan siswa untuk

menyerap bidang studi terbatas. 2. Prilaku siswa yang tidak sehat

dengan pergaulan dirinya. 3. Dan kurang nya motivasi dan

dudukungan orang tuaDari keadaan di atas harus segera

dicari jalan keluar yang tepat mengingat absen salah satu pelanggaran tatatertib sekolah yang bisa mengakibatkan siswa tersebut dikembalikan kepada orang tua sesuai dengan buku pedoman siswa

Shaffat (2009) dalam bukunya Optimized learning Strategy menyatakan Faktor penyebab pelanggaran disiplin dapat berupa unsur psikolog, individu, sosial, atau lingkungan. Gangguan kesehatan, seperti gangguan kelenjar dan gangguan psikhis dapat mempengaruhi sikap, persepsi dan ketenangan seseorang.yang pada akhirnya dapat menggangu kedisiplinan dalam melaksanakan tugas.

Untuk mengatasi masalah siswa yang sering absen dapat diupayakan melalui Layanan Konseling Kelompok. Konseling kelompok merupakan suatu proses yang mana konselor terlibat dengan sejumlah klien pada waktu yang sama. Konseling kelompok merupakan tindakan layanan konseling yang diselenggarakan dalam kelompok,dengan memanfaatkan dinamika kelompok yang terjadi dalam kelompok itu. masalah-masalah yang dibahas merupakan masalah yang muncul dalam kelompok itu yang meliputi berbagai masalah dalam segenap bidang bimibngan, pribadi, sosal, belajar dan karier.

Wibowo (2005) dalam bukunya Konseling kelompok perkembangan menyatakan: Setelah melaksanakan uji lapangan implementasi model konseling kelompok di SMU Negeri 1,

SMU Negeri 2 dan SMU Negeri 10 Semarang Desmber 2000, hasil monitoring dan evaluasi mengenai manfaat konseling kelompok yang diberikan oleh konselor terhadap siswa memberikan dampak positif diantaranya:1. Kebutuhan siswa akan bantuan

yang terfokus pada perkembangan pribadi, pencegahan, dan pengentasan masalah dapat terpenuhi.

2. Siswa merasa kan adanya perubahan prilaku yang terjadi pada dirinya.

3. Siswa merasa lebih dekat dengan konselor dan teman –teman lainnya yang terlibat dengan teman-teman lainnya

4. Siswa mau mengungkapkan tentang dirinya secara terbuka dal;am kelompok

5. Siswa timbul kesadaran tentang pentingnya mengikuti layanan konseling kelompok

6. Siswa menyatakan adanya peningkatan kualitas layanan konseling di sekolah

7. Timbul kepedulian pada siswa untuk memnfaatkan layanan konseling.

Manfaat Penelitian.1. Manfaat bagi siswa

Siswa dapat merasakan langsung layanan konseling kelompok sehingga terjadi penurunan tingkat absensi siswa2. Manfaat bagi Guru

Meningkatkan kualitas layanan konseling kelompok, terutama dalam pengentasan masalaha siswa yang sering absen.3. Manfaat bagi sekolah.

Sebagai bahan masukan bagi sekolah membudayakan konseling kelompok di SMKN 8 Medan .

Page 64: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 58

Kajian PustakaKonseling kelompok merupakan

suatu proses yang mana konselor terlibat dalam hubungan dengan sejumlah klien pada waktu yang sama.Jumlahnya dapat bervariasi yang idealnya maksimal enam meskipun biasanya jumlahnya berkisar antara empat sampai delapan. Konseling kelompok adalah suatu proses interpersonal yang dinamis yang menitik beratkan pada kesadaran berpkir dan bertingkah laku, melibatkan fungsi terpeuis, beroreantasi pada kenyataan, ada rasa saling percaya mempercayai, ada pengetian, penerimaan dan bantuan (Wibowo, 2005)

Gazda, et al (1967) menyatakan bahwa konseling kelompok adalah suatu proses antar pribadi dinamis yang terpusat pada pemikiran dan prilaku yang sadar dan melibatkan fungsi-fungsi terapi seperti sifat permisif, beroreantasi pada kenyataan, katarsis, saling mempercaya, saling memperlakukan dengan mesra, saling pengertian, saling menerima, dan saling mendukung.

Dewa Ketut Sukardi dalam bukunya yang berjudul proses bimbingan dan konseling di sekolah menyatakan : Konseling kelompok merupakan konseling yang diselenggarakan dalam kelompok,dengan memanfaatkan dinamika kelompok yang terjadi dalam kelompok itu. Masalah yang dibahas merupakan masalah perorangan yang muncul dalamkelompok itu, yang meliputi berbagai masalah dalam segenap bidang bimbingan (yaitu bidang bimbingan pribadi, sosial, belajar, dan karier).Seperti dalam konseling perorangan, setiap anggota kelompok, dapat menampilkan masasalah yang dirasakannya. Masalah-masalah tersebut dilayani melalaui pembahasan yang

intensif oleh seluruh anggota kelompok,masalah demi masalah satu persatu tanpa terkecuali sehingga semua masalah terbicarakan.

Dari teori diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian konseling kelompok adalah:1. Konselor terlibat dengan sejumlah

klien dalam waktu yang sama2. Jumlah anggota terdiri 4 samapai

dengan 6 orang 3. Konseling kelompok proses

interpersonal yang dinamis dengan memanfaatkan dinamika kelompok

4. Masalah yang dibahas dalam konseling kelompok masalah yang dirasakan oleh setiap anggota kelompok yang dilayanani melalui pembahasan yang intensif oleh seluruh anggota kelompok

Melalui konseling kelompok, individu akan mampu meningkatkan kemampuan mengembangkan pribadi,mengatasi masalah-masalah pribadi,trampil dalam mengambil alternatif dalam memecahkan masalahnya, serta memberikan kemudahan dalam pertumbuhan perkembangan individu untuk melakukan tindakan yang selaras dengan kemampuannya semaksimal mungkin melalui prilaku perwujudan diri.

Tujuan ini terkait langsung dengan sejumlah kemampuan yang dikembangkan dalam konseling kelompok yaitu :1. Pemahaman tentang diri sendiri yang

mendorong penerimaan diri dan perasaan diri berharga.

2. Hubungan sosial, khususnya hubungan antar pribadi serta menjadi efektif untuk situasi-situasi sosial

3. Pengambilan keputusan dan pengarahan diri

4. Sensitivitas terhadap bantuan orang laian dan empati

Page 65: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 59

5. Perumusan komitmen dan upayamewujudkannya. (Mahler,1969;Dinkmeyer & Munro,1971).

1. Langkah langkah konseling kelompok

Menurut Wibowo (2005) langkah-langkah konseling Kelompok meliputi (1) Tahap pembentukan, (2)Tahap Peralihan, (3) Tahap Kegiatan (4). Tahap pengakhiran. Penstrukturan pelaksanaan Konseling kelompok.a.Tahap Pembentukan. Dalam tahap ini guru BK membentuk kelompok bisa berdasakan abjad nama nomor urut atau permainan.tujuannya agar dalam kelompok terbentuk rasa kebersamaan dan masing-masing anggota harus terbuka serta dapat secara bersama merancang keputusan yang akan diambil. Pada tahap ini disebut juga tahap awal, yang mana kegiatanya menyangkut Pengenalan diri, Perlibatan diri, dan Pemasukan diri anggota kelompok kedalam kelopok tersebut. Kegiatan dalam tahap ini adalah 1. Penyambutan siswa (Ucapan

Selamat datang)2. Doa bersama3. Menjelaskan pengertian konseling

kelompok4. Menjelaskan Tujuan konseling

kelompok5. Menjelaskan cara-cara

pelaksanaan konseling kelompok6. .Menjelaskan azas Konseling

kelompok7. Saling memperkenalkan dan

megungkapkan diri8. Permainan/penghangatan dan

pengakraban.2. Tahap Peralihan

Tujuan tahap ini adalah untuk lebih memberikan situasi yang akan dijalani agar anggota kelompok benar-benar siap untuk mengikuti kegiatan yang akan dijalani.

Adapun kegiatan pada tahap ini adalah:1. Menjelaskan kegiatan ini yang

akan ditempuh pada tahap berikutnya.

2. Menawarkan sambil mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya.

3. Mempelajari suasana yang terjadi dalam kelompok.

4. Meningkatkan kemauan keikut sertaan anggota.

5. Kalau perlu kembali kebeberapa aspek tahap pertama.

3. Tahap KegiatanPada tahap ini adalah tahap ini

pelaksaan konseling kelompok, yang mana pada tahap ini kegitan pencapaian tujuan yaitu pembahasan masalah.Kegiatanya adalah :1. Setiap anggota kelompok

,mengemukakan masalah pribadi yang perlu mendapat bantuan kelompok untuk pengentasannya

2. Kelompok memilih masalah yang mana yang hendak di bahas dan entaskan pertama ,kedua,ketiga dan seterusnya.

3. Klien (anggota kelompok yang masalahnya dibahas ) memberikan gambaran yang lebih rinci masalah yang dialaminya.

4. Seluruh anggata kelompok ikut serta membahas masalah klien melalui berbagai cara, seperti bertanya, menjelaskan, mengkritisi, memberi contoh; mengemukakan pengalaman pribadi, menyarankan .

5. Klien setiap kali diberi kesempatan untuk merespon apa-apa yang ditampilkan oleh rekan-rekan kelompok.

6. Kegiatan selingan.

4. Tahap PengakhiranPada tahap ini merupakan tahap Penilaian dan tindak lanjut. .

Page 66: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 60

Kegiatan dalam tahap ini adalah : 1. Pemimpin kelompok

mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri .

2. Pimpinan kelompok dan anggota kelompok mengemukakan kesan dan hasil- hasil kegiatan

3. Membahas kegiatan Lanjutan4. Mengemukakan pesan dan

harapan5. Doa Penutup.

Teknik Analisis DataData yang diperoleh pada setiap

siklus di analisis secara deskriptif dengan menggunakan tehnik persentase untuk melihat kecendrungan yang terjadi selama konseling kelompok berlangsung

Kegiatan analisis meliputi:a. Tingkat partisipasi siswa atau

keaktifan mengikuti kegiatan konseling kelompok

b. Hasil kegiatan yang diikuti berupa tingkat kehadiran tepat waktu

c. Tingkat keberhasilan konseling kelompok dengan tingkat kehadiran siswa tepat waktu.

Selanjutnya, Absen siswa selama penelitian di analisa mulai bulan Januri, Februari, Maret dan April 2014

A. Hasil Penelitian PembahasanHasil Penelitian

Hasil penelitian ini disajikan mulai dari siklus 1 kemudian dilanjutkan dengan hasil penelitian pada siklus II1. Hasil Siklus Ia.Perencanaan

Pada tanggal 1 Februari 2014peneliti menghimpun data yang ada tentang absensi siswa kelas X Busana mulai September sampai Desember 2013, dari data yang terhimpun penulis mengindentifikasi siswa yang absen mencapai 3 atau lebih, absent disini

adalah siswa yang tidak hadir kesekolah tanpa kabar setara dengan 3 kali atatu lebih (satu kali sama dengan 15 poin)Dari data dapat dsimpulkan siswa yang perlu diberi konseling kelompok adalah 30 orang 150 orang siswa.

Pada tanggal 3 Februari 2014diadakan pertemuan I dengan teman sejawat sebagai kabolorasi 2 orang Guru Bimbingan Konseling bertempat di ruangan konseling SMK Negeri 8 Medan.Tujuan dari pertemuan ini adalah:1. Menjelaskan tujuan konseling

kelompok yang akan dilaksanakan2. Membina kerjasama dengan teman

kolaborasi dalam melaksanakan konseling kelompok.

3. Menjelaskan peran guru Bimbingan Konseling

Peran guru Bimbingan Konseling adalah :a. Melaksanakan Layanan konseling

kelompok terhadap siswa kelas X Busana sesuai dengan jadwal yang telaah disusun. Dalam pemberian layanan setiap kelompok (6 orang siswa) diberi layanan secara bergantian

b. Mengamati aktivitas siswa dengan memberikan siswa tanda cek jenis aktivitas yang diamati ketikaa konseling kelompok berlangsung

c. Membuat catatan faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pengurangan persentase absen siswa ke sekolah

e. Mengukur perubahan yang terjadi setelah dilakukan tindakan.

Hasil yang dicapai ada kesepakatan kerjasama saling meningkatkan kinerja konseling kelompok sesuai dengan teknik yang propesional.

Selanjutnya peneliti menyususn Satuan Layanan Konseling Kelompok,lembar observasi dan instrument .

Page 67: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 61

Pada tanggal 6 Februari 2014 diadakan pertemuan dengan siswa bertempat diruangan teori SMK Negeri 8 Medan yang bertujuan:a. Mensosialisasikan tujuan konseling

kelompokb. Membentuk kelompok c. Menyusun jadwal kegiatan

konseling kelompokd. Mengadakan kontrak kegiatan

konseling kelompokb.Tindakan 1

Tahap pertama diadakan pemberian layanan konseling kelompok tanggal 8 Februari 2014 terdiri dari 5 kelompok siswa bertempat diruangan Aula SMK Negeri 8 Medan, dan Februari 2014 untuk satu kelompok berjumlah 6 orang bertempat diruangan rapat besar SMK Negeri 8 Medan Dalam pelaksanaannya tempat duduk sudah didesain terlebih dulu dan lembar observasi sudah diberikan kepada guru BK kolaborasi.Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan sesuai dengan skenario konseling kelompok dengan 4 tahap kegiatanyakni : Tahap pembentukan, Peralihan, Kegiatan, dan Pengakhiran.3.ObservasiObservasi dilakukan selama tindakan berlangsung, hasil yang diperoleh berdasarkan catatan lapangan adalah.

B. PembahasanBerdasarkan hasil penelitian ini

maka, Siswa yang sering absen ternyata disebabkan berbagai macam penyebab yang berbeda antara siswa satu dengan lainnya, untuk itu dalam pengentasannya tidak cukup dengan penekanan disiplin saja. Siswa perlu di dikenal secara objektif dipahami secara positif dan dituntun untuk mengambil keputusan yang tepat untuk dirinya dengan merubah pola pikir dan cara pengentasan masalah yang dihadapinya.

Pemberian konseling kelompok secara berkala dapat merubah prilaku siswa untuk tetaphadir kesekolah dan merobah pola pikir agar bisamenyelesaikan masalah yang dihadapi tanpa mengorbankan kehadiran di sekolah

Siswa diajak untuk membuat jadwal harian, agar dapat mengatur kegiatan hariannya, sehingga tugas rumah dan tugas sekolah dapat berjalan dengan lancar.

Guru BK dapat terus menerus memantau tingkat kehadiran siswa dengan membuat kelompok konseling kelompok agar siswa tidak terabaikan dalam pelayanan.

Kesimpulan1. Pemberian layanan konseling

kelompok ternyata dapat mengurangi persentase absensi siswa di kelas X Busana SMKN 8 Medan.Tanggapan siswa ternyata sangat positif ikut konseling kelompok.

2. Jumlah siswa yang Absen karena tidak dapat menyelesaikan masalah pribadi semakin berkurang

3. Dilihat dari penerapan konseling kelompok terasa lebih nyaman dan bersemangat ikut grup konseling kelompok. Kebersamaan dalam menyelesaikan masalah dan di pecahkan bersama-sama membuat siswa lebih nyaman untuk hadir di sekolah

4. Dari 30 siswa yang mengalami kesulitaan untuk hadir disekolah karena berbagi masalah, setelah diadakan layanan konseling kelompok kehadiran siswa tepat waktu datang kesekolah meningkat.

Page 68: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 62

Daftar PustakaArikunto Suhartimi. 2006. Penelitian

tindakan kelas. Jakarta: Bumi aksara

H.Achmat Juntika Nurihsan 2005,Manajemen bimbingan & konseling di SMA.Jakarta: Pustaka Pelajar

Kathlyn Geldard . 2010. Konseling Remaja, pendekatan proaktif untuk anak muda. Jakarta : Pustaka Pelajar

Nama Syaodih Sukma dinata. 2007. Bimbingan potensi dan kepribadian siswa, Bandung:Maestro

Nungin Edi Wibowo. 2005. Konseling kelomok perkembangan, Semarang: Unnes Presss

Shaffat Idri.Dr.M.Ag.2009. Optimized learning strategy. Jakarta. Prstasi Pustaka

SMKN 8 MEDAN. 2013 Buku Pedoman Siswa, Medan.

Page 69: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 63

PENGUASAAN KOMPETENSI DASAR TEKNIK PENGOLAHAN MAKANAN MELALUI METODE CONTEXTUAL TEACHING LEARNING MATA

PELAJARAN BOGA DASAR DI KELAS XBG2SMK NEGERI 10 MEDAN

Oleh

Ita Novinelly(SMK Negeri 10 Medan)

ABSTRAKMasalah yang dihadapi pendidikan adalah masalah lembaga proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berfikirnya, untuk itu guru dituntut harus mampu mengelola proses belajar mengajar yang memberikan rangsangan kepada siswa karena siswalah yang menjadi subjek utama dalam belajar. Belajar merupakan kunci keberhasilan siswa, artinya belajar memegang peran penting dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa yang berkualitas memiliki karakteristik tertentu seperti wawasan pengetahuan yang luas, kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan sehari-hari yang dihadapinya, sikap dan prilaku positif terhadap lingkungan social maupun lingkungan alam sekitar.

Kata Kunci : Kompetensi Dasar, Metode Contextual Teaching Learning

PendahuluanMasalah yang dihadapi

pendidikan adalah masalah lembaga proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berfikirnya, untuk itu guru dituntut harus mampu mengelola proses belajar mengajar yang memberikan rangsangan kepada siswa karena siswalah yang menjadi subjek utama dalam belajar.

Belajar merupakan kunci keberhasilan siswa, artinya belajar memegang peran penting dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa yang berkualitas memiliki karakteristik tertentu seperti wawasan pengetahuan yang luas, kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan sehari-hari yang dihadapinya, sikap dan prilaku positif terhadap lingkungan social maupun lingkungan alam sekitar.

Guru merupakan komponen yang

sangat penting dalam proses belajar mengajar sebab keberhasilan pelaksanaan proses pendidikan sangat tergantung pada guru. Oleh karena itu, upaya peningkatan kualitas pendidikan dimulai dari pembenahan kemampuan guru. Salah satu kemampuan yang dimiliki guru adalah bagaimana merancang metode pembelajaran sesuai dengan tujuan yang akan dicapai karena kita yakin tidak semua tujuan pembelajaran bias dicapai dengan menggunakan satu metode saja. Guru juga harus mampu dalam mengelola komponen pembelajaran yang kreatif dalam mengembangkan materi pembelajaran sehingga materi pembelajaranitu dapat diserap oleh peserta didik sehingga pembelajaran dapat tercapai. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh guru adalah kemampuan menguasai kelas dan terampil menggunakan metode dalam proses pembelajaran.

Page 70: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 64

Metode adalah cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar metode sangat diperlukan oleh guru dan penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir. Seorang guru tidak akan dapat melaksanakan tugasnya bila dia tidak mengasai satupun metode mengajar yang dirumuskan dan dikemukakan para ahli psikologi dan pendidikan (Djamarah dkk, 2006 : 72). Jika guru dapat menggunakan metode secara optimal dan mengaitkan materi pelajaran dengan lingkungan sekitar siswa maka siswa akan termotivasi dan hasil belajar siswa akan meningkat.

Berdasarkan pengamatan penulis di lapangan menyatakan bahwa hasil belajar siswa dikategorikan masih rendah karena siswa kurang termotivasi dalam belajar. Terbukti pada kenyataannya siswa kurang menyukai mapel karena metode yang digunakan guru kurang bervariasi dan lebih banyak menggunakan metode ceramah.

Hal ini dapat dilihat dari nilai raport yang diperoleh dari guru KELAS X BG 2 Nilai yang diperoleh siswa tidak mencapai KKM yaitu 75. Siswa yang tidak mencapai KKM sebanyak 80% dari 34 siswa yaitu 27 siswa sedangkan yang mencapai KKM sebanyak 20% dari 34 siswa yaitu 7 siswa. Hal ini disebabkan karena siswa kurang dilatih berfikir kritis, kreatif dan inovatif sehingga hasil belajar siswa rendah dan metode yang digunakan guru dalam Pembelajaran Teknik Pengolahan Makanan kurang bervariasi. Guru cenderung menggunakan metode ceramah tanpa disertai dengan penggunaan media sehingga siswa cenderung pasif terhadap materi yang dijelaskan guru. Kepasifan siswa dalam belajar merupakan pertanda kurang baik

dalam proses pembelajaran juga dalam perkembangan intelektual siswa. Siswa menjadi malas belajar, berfikir dan malas berkompetensi saat belajar sehingga akan mengakibatkan terciptanya siswa yang tidak terampil serta berintelektual dalam pembelajaran boga dasar siswa harus berfikir kritis, kreatif dan inovatif karena teknik pengolahan makanan adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisa gejala serta masalah sosial di masyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek kehidupan di masyarakat. Adapun kompetensi dasar dari materi yang akan diteliti yaitu teknik pengolahan makanan.

Untuk mencapai pengajaran yang baik, seorang guru dituntut untuk mampu memilih dan menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan kepada peserta didik. Maka salah satu cara dalam mencapai tujuan tersebut yaitu menggunakan metode contextual teaching learning pada pokok bahasan teknik pengolahan makanan pada saat pengajaran materi teknik pengolahan makanan. Pada saat mengajar guru mengaitkan materi dengan situasi nyata siswa kemudian guru menugaskan siswa berdasarkan kelompok untuk mendiskusikan tentang materi. Dalam diskusi kelompok siswa diharapkan aktif dalam belajar. Berdasarkan pemahaman siswa terhadap pelajaran, siswa diharapkan dapat mengembangkan keterampilannya.

Manfaat Penelitian Dengan tercapainya tujuan

pembelajaran diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut :1. Bagi siswa

Membantu siswa dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam pembelajaran

Page 71: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 65

serta membantu siswa dalam mencapai peningkatan hasil belajar khususnya dalam mata pelajaran Boga Dasar2. Bagi guru

Sebagai bahan usul kenaikan pangkat satu tingkat3. Bagi sekolah

Memberikan informasi bagi sekolah dalam rangka perbaikan pembelajaran di SMK Negeri 10 Medan.

Kajian TeoritisPengertian Hasil Belajar

Hasil belajar terdiri dari dua kata yaitu : “hasil dan belajar”. Hasil merupakan akibat dari yang ditimbulkan karena berlangsungnya suatu proses kegiatan, sedangkan belajar adalah serangkaian kegiatan untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksinya dengan lingkungannya. Hasil belajar merupakan prestasi aktual yang ditampilkan oleh siswa yang dipengaruhi usaha yang dilakukan dengan intelegensi siswa terhadapmateri.

Hakekat BelajarKata belajar merupakan kata yang

tidak asing bagi kita. Hampir seluruh kegiatan kita diawali dengan belajar. Misalnya, kita mengenakan pakaian, kita makan menggunakan alalt-alat makan, kita berkomunikasi satu sama lain menggunakan bahasa nasional, dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut tidak mungkin kita lakukan tanpa proses belajar terlebih dahulu.

Belajar sering diartikan sebagai suatu proses perubahan. Perubahan itu dapat berupa pengembangan pengetahuan, sikap, ketrampilan dan nantinya diharapkan siswa mampu memecahkan masalah-masalah atau

tuntutan hidupnya. Karena itu seseorang dapat dikatakan belajar bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu terjadi suatu proses yang mengakibatkan perubahan tingkah laku. Kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku merupakan proses belajar.

Dari defenisi diatas maka guru menyimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan yang mengarah kesuatu perubahan yang positif, yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, serta mencakup aspek-aspek sikap.

Metode PembelajaranMenurut Djamarah, dkk (2006:46)

“Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan “. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru dalam penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir.Oleh karena itu untuk mendorong keberhasilan guru didalam proses belajar mengajar, seorang guru mengerti akan fungsi dan langkah-langkah pelaksanaan metode mengajar tersebut. Untuk mencapai hasil pembelajaran yang maksimal diperlukan strategi pembelajaran yang tepat. Pada saat menetapkan strategi yang digunakan, guru harus cermat memilih dan menetapkan metode yang akan digunakan.

Pengertian Metode Contextual Teaching Learning

Contextual Teaching Learning(CTL) merupakan proses pembelajaran holistik yang bertujuan untuk membelajarkan peserta didik dalam memahami bahan ajar secara bermakna yang dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata, baik berkaitan dengan

Page 72: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 66

lingkungan pribadi, agama, sosial, ekonomi, maupun kultural. Sehingga peserta didik memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat diaplikasikan dan di transfer dari suatu konteks permasalahan yang satu kepermasalahan yang lainnya.

Contextual teaching learningmerupakan metode pembelajaran yang dapat mengubah lingkungan belajar siswa menjadi menarik. Karena proses pembelajaran Contextual teaching learning selalu mengkaitkan materi yang dipelajari dengan lingkungan kehidupan siswa sehari-hari, khususnya pada pelajaran boga dasar sub pokok bahasan teknik pengolahan makanan.

Metodologi PenelitianTeknik Analisis Data

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar

siswa dengan penerapan metode pembelajaran Contextual Teaching Learning atau berhasiltidaknya tindakan yang dilakukan, untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa terhadap materi pelajaran dapat digunakan rumus:1. Hasil belajar siswa secara individu

Secara individu hasil belajar siswa dapat dihitung dengan menggunakan

rumus : = −

(Hanifah, 2009:54)Sk adalah skor yang diperolehB adalah jawaban yang benarS adalah jawaban yang salahO adalah kemungkinan jawaban

yang benar

2. Nilai rata-rata secara klasikalDalam penelitian ini guru menjumlahkan nilai yang diperoleh seluruh siswa

kemudian dibagikan dengan jumlah siswa sehingga diperoleh nilai rata-rata.Nilai rata-rata ini dapat dihutung dengan menggunakan rumus: (Aqib, 2010:40)

Keterangan :

× = nilai rata-rata∑ = jumlah semua nilai siswa∑ = jumlah siswaUntuk mengetahui ketuntasan belajar siswa, digunakan rumus sebagai berikut :

= ∑ ∑ 100%

Criteria tingkat keberhasilan belajar siswa dalam % menurut Aqib (2008:41) adalah :

Tingkat Keberhasilan (%) Arti>80%

60-79%40-59%20-39%<20%

Sangat tinggiTinggiSedangRendah

Sangat rendahObservasi

Observasi adalah cara yang digunakan untuk menganalisis dan mengadakan pencatatan secara

sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung. Cara tersebut dapat juga

×=∑∑

Page 73: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 67

dilakukan dengan menggunakan teknik dan alat-alat khusus seperti blangko, checklist, atau daftar isian yang telah dipersiapkan sebelumnya. Observasi untuk guru dilakukan saat guru mengajar di kelas dan observasi untuk siswa dilakukan saat proses belajar mengajar.

Cara mengajalisis hasil observasi guru yaitu dengan menggunakan rumus:

Nilai = 100%

(Arikunto, 2005:16)

PembahasanBerdasarkan temuan guru yang

telah diuraikan, pelaksanaan pembelajaran pada Pokok BahasanTeknik Dasar Pengolahan Manakanan dengan menggunakan metode

Contextual Teaching Learning dalam proses pembelajaran menciptakan suasana aktif bagi siswa.

Dengan menggunakan metode Contextual Teaching Learning ini siswa dapat lebih focus dan bersemangat dalam belajar karena pada pembelajaran Contextual Teaching Learning materi pelajaran dihubungkan dengan situasi nyata siswa sehingga siswa semakin aktif dalam belajar.

Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode Contextual Teaching Learning sudah terlaksana sepenuhnya pada tahap tindakan. Sehingga hasil belajar siswa dikatakan meningkat mulai dari pre test (tes awal), postes I dan pos tes II. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel dan diagram nilai rata-rata kelas dan peningkatan

presentase siswa mengalami ketuntasan belajar sebagai berikut :

Kode SiswaPre Test

NilaiPos test I

NilaiPos test II

Nilai01 0,67 3,34 4,6702 2 4,67 603 2 3,34 7,3404 0,67 4,67 605 2 6 7,3406 6 8,67 1007 0,67 4,67 7,3408 0,67 4,67 8,6709 6 7,34 8,6710 8,67 7,34 8,6711 0,67 8,67 612 3,34 8,67 1013 0,67 4,67 8,6714 8,67 3,34 1015 2 6 8,6716 3,34 8,67 8,6717 6 7,34 8,6718 2 8,67 8,6719 0,67 3,34 8,6720 3,34 4,67 621 3,34 8,67 8,6722 6 7,34 8,6723 2 3,34 624 6 3,34 10

Page 74: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 68

Kode SiswaPre Test

NilaiPos test I

NilaiPos test II

Nilai25 8,67 8,67 1026 4,67 3,34 7,3427 3,34 8,67 1028 8,67 8,67 8,6729 2 3,34 8,6730 4,67 4,67 8,6731 7,34 8,67 8,6732 2 4,67 8,6733 7,34 8,67 8,6734 0,67 4,67 8,67

Jumlah 113,15 200,14 280,09Rata-rata 3,33 5,88 8,23

Ketuntasan 11,76% 35,29% 73,5%

Dari hasil pengamatan tindakan yang dilakukan guru penggunaan metode Contextual Teaching Learning dalam pembelajaran pada Pokok Bahasan Teknik Dasar Pengolahan Makanan yang dilakukan dalam pembelajaran sudah dikatakan optimal. Dapat dilihat bahwa adanya peningkatan hasil belajar dibandingkan dengan hasil belajar pada pre tes dan pos tes siklus I, dimana pada siklus II ini nilai rata-rata yang diperoleh siswa mencapai 8,23 (25 orang) dikatakan sudah tuntas dalam belajar.

Dengan demikian, pada siklus II ini telah mencapai ketuntasan secara optimal, sehingga tidak perlu melakukan tindakan pembelajaran ke siklus berikutnya.Tabel rekapitulasi hasil penelitian mulai dari pretes, postes I dan postes II.

AspekAspek Jumlah siswa Nilai Rat-rata KetuntasanPretes 4 3,33 11,76%

Postes siklus I 11 5,88 35,29%Postes siklus II 25 8,23 73,5%

KesimpulanBerdasarkan pembahasan yang

telah dipaparkan pada Bab IV dapat disimpulkan bahwa :1. Dengan menerapkan metode

Contextual Teaching Learning pada materi teknik dasar pengolahan makanan di KELAS Xbg2 SMK Negeri 10 Medan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Mulai dari tes awal sampai proses siklus II. Pada tes awal sebanyak 4orang siswa (11,76%) yang tuntas dalam belajar dengan rata-rata 3,33. Pada siklus I sebanyak 11 orang siswa (35,29%) yang tuntas dalam

belajar dengan rata-rata 5,88. Pada siklus II sebanyak 25 orang siswa (73,5%) yangtuntas dalam belajar dengan rata-rata 8,23.

2. Metode Contextual Teaching Learning mengaitkan materi pelajaran dengan lingkungan sekitar siswa sehingga mendorong siswa membuat hubungan sehari-hari mereka. Siswa dalam belajar tidak hanya sekedar menghafal atau mengingat fakta karena itu akan mudah dilupakan siswa.

Page 75: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 69

DAFTAR PUSTAKAArikunto, dkk., Penelitian

Tindakan Kelas, (Jakarta : Bumi Aksara, 2006).

Djamarah, dkk, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : PT. Rineka Cipta).

Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta : Bumi Aksara).

Suwanti Moehantoyo,dkk, Pengolahan Makanan, (Bandung : Angkasa).

Page 76: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 70

PENINGKATAN KEMAMPUAN SISWA DALAM MENENTUKAN RATA-RATA HITUNG PELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN

MODEL PEMBELAJARAN TPS (THINGK PAIR SHARE)DIKELAS XII TATA BOGA3 SMK NEGERI 8 MEDAN

Oleh

Dinarita Sipahutar(SMK Negeri 8 Medan)

ABSTRAK

Upaya Meningkatkan Kemampuan Siswa Menentukan Rata-rata Hitung Pelajaran Matematika dengan Denggunakan Model Pembelajaran TPS (Think Pair Share) di kelas XII Tata Boga3 SMK Negeri 8 Medan TA 2013 – 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan siswa dalam menentukan rata-rata hitung dengan menggunakan model pembelajaran TPS (Think Pair Share) pada Pelajaran Matematika di kelas XII Tata Boga3. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Objek penelitian dalam PTK adalah antusias siswa dalam kegiatan pembelajaran operasi bilangan riil (penjumlahan,perkalian dan pembagian). Subjek penelitian sebanyak 32 orang siswa.Alat pengumpulan data yang digunakan adalah observasi yang dilakukan pada siswa. Berdasarkan Observasi hasil penelitian persentase tingkat kemampuan tingkat kemampuan menghitung siswa meningkat dari 32 orang siswa terdapat 0% siswa yang memiliki kemampuan menghitung sangat baik, 59,4% siswa yang memiliki kemampuan menghitung baik, 25,0% siswa tingkat kemampuan menghitung cukup. Dan 59,4% siswa yang memiliki kemampuan menentukan rata-rata nilai kurang.Persentase hasil tingkat ketuntasan kemampuan menghitung siswa dari 32 orang siswa pada siklus I pertemuan I mencapai 40,6% siswa yang tuntas dan 59,4% siswa tidak tuntas.Siklus I pertemuan II terdapat 46,9% siswa tuntas dan 53,1% siswa yang tidak tuntas sedangkan pada siklus II pertemuan I terdapat 71,9% siswa yang tuntas dan 28,1% siswa yang tidak tuntas sedangkan pada siklus II pertemuan II meningkat menjadi 100% atau 32 orang siswa yang tuntas. Dengan demikian menggunakan model pembelajaran TPS dapat meningkatkan kemampuan menentukan rata-rata nilai siswa.

Kata Kunci : Kemampuan Siswa, Model Think Pair Share

PendahuluanKurikulum nasional untuk mata

pelajaran matematika berorientasi pada hakikat pembelajaran menghitung.Hakikat belajar menghitung memahami operasi bilangan riil.Dengan demikian, hakikat pembelajaran matematika ialah meningkatkan kemampuan siswa

untung menghitung dalam menentukan rata-rata hitung.

Sebelum masuk pada kompetensi menentukan rata-rata hitung siswa diharapkan mampu menjumlah, mengurang, mengali dan membagi bilangan riil.Dari keempat aspek tersebut ternyata kemampuan siswa masih rendah.Oleh karena itu penulis

Page 77: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 71

memilih kompetensi menentukan rata-rata hitung.Karena dengan kemampuan menentukan rata-rata hitung siswa dapat mengikuti pembelajaran kompetensi berikutnya.

Berdasarkan pengalaman di lapangan (empiris) diketahui bahwa kemampuan menghitung siswa kelas XII Tata Boga 3 SMKN 8 Medan dalam proses pembelajaran masih rendah. Dari data yang ada menunjukkan dari hasil perolehan nilai tersebut dari jumlah siswa 32 orang, hanya 40,6 % (13 siswa) yang mendapat nilai 75 keatas (Kriteria Ketuntasan Minimal), sedangkan sisanya atau sebanyak 59,4% (19 siswa) mendapat nilai di bawah 75.Selain itu, dari tugas sebelumnya yang diberikan oleh guru,tidak menampakkan adanya peningkatan kemampuan menghitung siswa.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti mencoba membuat penelitian melalui penelitian tindakan kelas dengan judul “Peningkatan Kemampuan Siswa Menentukan Rata-rata Hitung Pelajaran Matematika dengan Menggunakan Model Pembelajaran TPS (Think Pair Share) di kelas XII Tata Boga3 SMK Negeri 8 Medan Tahun 2013

Tujuan PenelitianAdapun manfaat yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini adalah :1. Meningkatkan partisipasi siswa

dalam setiap pembelajaran konsep dasar

2. Memberikan alternative pilihan penggunaan teknik, sehingga guru lebih kreatif lagi dalam mengembangkan dan menggunakan teknik pembelajaran

3. Upaya meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah yang disajikan tempat penelitian

4. Sebagai bahan usul kenaikkan pangkat satu tingkat

Kajian TeoritisKemampuan adalah suatu

kecakapan atau potensi yang dimiliki oleh seorang untuk melakukan suatu tindakan.Kemampuan menunjukkan bahwa suatu tindakan dapat dilaksanakan sekarang.Kemampuan adalah kata yang sudah mengalami afiksasi (pengimbuhan) dengan kata dasar mampu berarti sanggup.

Di dalam kamus besar Indonesia, kemampuan berasal dari kata “mampu” yang berarti kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu, dapat berada, kaya, mempunyai harta berlebihan. Kemampuan adalah suatu kesanggupan, kecakapan kekuatan dalam melakukan sesuatu. Seorang dikatakan mampu apabila ia bisa melakukan sesuatu yang ia lakukan.

Menurut Chaplin (2009) ability (kemampuan, kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan) merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan.Sedangkan menurut Robbins (2008) kemampuan bias merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan atau praktek.

Berbicara oleh Mulgrave dalamHenry Guntur tarigan (2007:15) adalah suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan–gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak.

Tarigan (2007:15) mengatakan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan.Berbicara merupakan tuntutan kebutuhan hidup manusia. Sebagai makhluk sosial, manusia akan berkomunikasi dengan orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat utamanya.Selanjutnya bagaimana pula dengan pengertian bicara anak ? Kalau kita mengamati

Page 78: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 72

anak berbicara dapat dikatakan bahwa yang maksud dengan bicara anak adalah suatu penyampaian maksud tertentu dengan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa supaya bunyi tersebut dapat dipahami oleh orang yang ada dan mendengar di sekitarnya.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan menghitung yaitu: faktor fisik, psikologi, neurologis, semantik dan linguistik.a. Faktor fisik yaitu alat ucap untuk

menghasilkan bunyi bahasa juga organ yang lain seperti kepala, tangan dan muka pun dimanfaatkan dalam berbicara

b. Faktor psikologi yaitu memberikan andil yang cukup besar terhadap kelancaran berbicara.Stabilisasi emosi, tidak hanya berpengaruh terhadap keruntutan informasi yang dibicarakan.

c. Faktor neurologis yaitu jaringan saraf yang menghubungkan otak kecil dengan mulut, telinga, dan organ tubuh lain yang ikut dalam aktivitas berbicara.

d. Faktor semantic yaitu yang berhubungan dengan makna setiap symbol bahasa yang diucapkan mewakili maksud tertentu.

e. Faktor linguistik atau penguasaan tentang hal kebahasaan seperti struktur kata dan kalimat sangat berperan akan pembentukan makna dalam kegiatan berbicara.Hal ini ditandai dengan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap seperti kata-kata harus disusun menurut aturan tertentu agar bermakna.

Teknik Analisa DataAnalisa data penelitian yang

dilakukan adalah kualitatif yang berupa pengisian lembar observasi siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru.Untuk mengetahui kemampuan menentukan rata-rata hitung siswa secara individu berdasarkan observasi dapat digunakan rumus sebagai berikut :

100xn

fPi (Sudjana, 2009 : 13)

Pi = persentase hasil pengamatanf = jumlah skor hasil observasin = jumlah skor maksimal

Hasil pengukuran ketuntasan kompetensi siswa yang telah ditetapkan oleh SMKN 8 Medan.Tuntas : Apabila siswa dapat menguasai ≥ 75 dari indikator kemampuanTidak Tuntas : Apabila siswa dapat mengusaia ≤ 75 dari indikator kemampuan

Pembahasan Hasil PenelitianSetelah melakukan penelitian

selama 2 siklus (4 pertemuan) dapat disimpulkan bahwa penerapan TPS (think pair share) pada pelejaran matematika dapat meningkatkan kemampuan menghitung siswa baik secara individual maupun secaraklasikal.hal ini juga dapat dilihat dari hasil data rekapitulasi mulai dari siklus I sampai dengan siklus II

Page 79: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 73

Tabel XIIIRekapitulasi Peningkatan Hasil Observasi Tingkat Kemampuan Menentukan

Rata-rata Nilai Pada Siklus I (Pertemuan I dan II) dan Siklus II (Pertemuan I dan II)

NamaSiswa

Siklus IPertemuan I

Siklus IPertemuan II

Siklus IIPertemuan II

Siklus IIPertemuan II

% Kategori % Kategori % Kategori % Kategori1.Anna Maria 65 Kurang 70 Kurang 75 Cukup 80 Cukup2.Citra Anita 80 Cukup 85 Baik 90 Baik 90 Baik3.Dimas Pratama 80 Cukup 85 Baik 90 Baik 95 S.Baik4.Donny Wonder 90 Baik 90 Baik 95 S.Baik 100 S.Baik5.Dwi Fatwa 75 Cukup 80 Cukup 85 Baik 85 Baik6.Emelya Ulfa 60 Kurang 65 Kurang 70 Kurang 75 Cukup7.Ferry Setiawan 75 Cukup 80 Cukup 85 Baik 85 Baik8.Hafiz Alhadi 75 Kurang 80 Cukup 85 Baik 85 Baik9.Hanny Oktavia 80 Cukup 85 Baik 90 Baik 85 Baik10.Indah Rizky 75 Cukup 85 Baik 90 Baik 85 Baik11.Irhamna Nst 65 Kurang 70 Kurang 75 Cukup 80 Cukup12.Jupin Naila 85 Baik 85 Baik 90 Baik 90 Baik13.Lusi Candani 80 Cukup 80 Cukup 90 Baik 90 Baik14.Mega Mulia 60 Kurang 60 Kurang 70 Kurang 75 Cukup15.M.Hafiz 70 Kurang 70 Kurang 80 Cukup 85 Baik16.Nadya Olivia 65 Kurang 65 Kurang 75 Cukup 80 Cukup17.Nasipta.L 65 Kurang 65 Kurang 70 Kurang 75 Cukup18.Nian Asri 60 Kurang 60 Kurang 65 Kurang 75 Cukup19.Nurahma.M 80 Cukup 80 Cukup 90 Baik 95 S.Baik20.Nurul Fitriani 65 Kurang 65 Kurang 75 Cukup 80 Cukup21.Nurwahyu 65 Kurang 65 Kurang 80 Cukup 85 Baik22.Osama 65 Kurang 65 Kurang 70 Kurang 75 Cukup23.Retno.L 65 Kurang 65 Kurang 70 Kurang 75 Cukup24.Rizka.Nur 60 Kurang 60 Kurang 80 Cukup 85 Baik25.Rizky.H 60 Kurang 60 Kurang 80 Cukup 85 Baik26.Saniyah.W 65 Kurang 65 Kurang 70 Kurang 80 Cukup27.Sarah Okta 75 Cukup 75 Cukup 85 Baik 90 Baik28.Sri Rezeky 75 Cukup 75 Cukup 80 Cukup 80 Cukup29.Wika Sartika 65 Kurang 65 Kurang 75 Cukup 85 Baik30.Yahya.G 60 Kurang 60 Kurang 70 Kurang 80 Cukup31.Yurita.Sari 65 Kurang 65 Kurang 75 Cukup 85 Baik32.Fauzan 65 Kurang 65 Kurang 80 Cukup 90 BaikJ u m l a h 2235% 2285% 2550% 2685%Rata-rata 69,8% 71,4% 79,7% 83,9%Kategori Kurang Kurang Cukup Baik

Page 80: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 74

Keterangan :Sangat Baik : 95% - 100%Baik : 85% - 90%Cukup : 75% - 80%Kurang : dibawah 75%

Dari data pada tabel rekapitulasi diatas dapat diketahui bahwa rata-rata skor peningkatan kemampuan menentukan rata-rata nilai siswa secara individu terus meningkat selama 2 siklus (4 pertemuan).Pada siklus I pertemuan I, persentase rata-rata nilai tingkat kemampuan menentukan rata-rata nilai siswa adalah 69,8% (Kurang).Pada siklus I pertemuan

II,persentase rata-rata nilai tingkat kemampuan menentukan rata-rata nilai siswa adalah 71,4 (Kurang).Pada siklus II pertemuan I,persentase rata-rat nilai tingkat kemampuan menentukan rata-rata nilai siswa adalah 79,7 (Cukup) dan pada siklus II pertemuan II mengalami peningkatan rata-rata nilai tingkat kemampuan menentukan rata-rata nilai siswa mencapai 83,9% (Baik)

Tabel XIVRekapitulasi Perubahan Tingkat Kemampuan Menentukan Rata-rata Nilai Siswa

Secara Klasikal Pada Siklus I (Pertemuan I dan II) dan Siklus II (Pertemuan I dan II)

No Kategori

Siklus IPertemuan I

Siklus IPertemuan II

Siklus IIPertemuan II

Siklus IIPertemuan II

Jlh % Jlh % Jlh % Jlh %1 Sangat Baik 0 0% 0 0% 1 3,1% 3 9,4%2 Baik 5 15,6% 8 25,0% 11 34,4% 18 56,2%3 Cukup 8 25,0% 7 21,9% 11 34,4% 11 34,4%4 Kurang 19 59,4% 17 53,1% 9 28,1% 0 0%

Jumlah 32 100% 32 100% 32 100% 32 100%

Hasil data di atas pada kemampuan menentukan rata-rata nilai di siklus I pada pertemuan I dan II mengalami peningkatan, begitu pula di siklus II pada pertemuan I dan II juga sangat mengalami peningkatan yakni sebagai berikut :1. Pada kritreria sangat baik

mengalami peningkatan dari siklus I pada pertemuan I dan II ke siklus II pada pertemuan I dan II sebesar 9,4% atau sebanyak 3 orang siswa

2. Pada kriteria baik mengalami peningkatan yang signifikan dari siklus I pada pertemuan I dan II siklus II pada pertemuan I dan II sebesar 56,2% atau sebanyak 18 orang siswa

3. Pada kriteria cukup tidak mengalami peningkatan dari siklus I pada pertemuan I dan II dan pada siklus II pertemua I dan pertemuan II sebesar 34,4% atau sebanyak 11 orang siswa

4. Sedangkan untuk kriteria kurang mengalami penurunan dari siklus I pada pertemuan I dan II ke siklus II pada pertemuan I dan II sebesar 0% atau tidak ada siswa yang kurang dalam hal menentukan rata-rata nilai

Pada diagram di atas dapat dilihat perubahan tingkat kemampuan menentukan rata-rata nilai siswa secara klasikal pada siklus I dan siklus II.Pada siklus I pertemuan I dari 32 orang siswa terdapat 0% siswa tingkat kemampuan

Page 81: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 75

menentukan rata-rata nilai sangat baik, 15,6% siswa memiliki tingkat kemampuan menentukan rata-rata nilai baik, 25% siswa memiliki tingkat kemampuan menentukan rata-rata nilai cukup dan 59,4% siswa memiliki tingkat kemampuan menentukan rata-rata nilai kurang.Pada siklus I pertemuan II dari 32 orang siswa 0% siswa tingkat kemampuan menentukan rata-rata nilai sangat baik, 25% siswa memiliki tingkat kemampuan menentukan rata-rata nilai baik,21,9% siswa memiliki kemampuan menentukan rata-rata nilai cukup dan 53,1% siswa memiliki tingkat kemampuan menentukan rata-rata nilai kurang.Pada siklus II pertemuan I dari 32 orang siswa terdapat 3,1% siswa

tingkat kemampuan menentukan rata-rata nilai sangat baik,34,4% siswa memiliki tingkat kemampuan menentukan rata-rata baik,34,4% siswa memiliki tingkat kemampuan menentukan rata-rata nilai cukup dan 28,1% siswa memiliki tingkat kemampuan menentukan rata-rata nilai kurang.Dan pada siklus II pertemuan II persentase tingkat kemampuan menentukan rata-rata nilai siswa meningkat dari 32 orang siswa terdapat 9,4% tingkat kemampuan menentukan rata-rata nilai sangat baik,56,2% siswa tingkat kemampuan menentukan rata-rata nilai baik dan 34,4% siswa tingkat kemampuan menentukan rata-rata nilai cukup.

Tabel XIVRekapitulasi Perubahan Tingkat Kemampuan Menentukan Rata-rata Nilai Siswa

Secara Klasikal Pada Siklus I (Pertemuan I dan II) dan Siklus II (Pertemuan I dan II)

NoTingkat Ketuntasan

Kemampuan menentukan rata-rata nilai siswa

Siklus IPertemuan I

Siklus IPertemuan

II

Siklus IIPertemuan II

Siklus IIPertemuan II

Jlh % Jlh % Jlh % Jlh %1 Tuntas 75% 13 40,6% 15 46,9% 23 71,9% 32 100%2 Tidak Tuntas 75% 19 59,4% 17 53,1% 9 28,1% 0 0%

Jumlah 32 100% 32 100% 32 100% 32 100%

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa persentase hasil tingkat ketuntasan kemampuan menentukan rata-rata nilai siswa dari 32 oranr siswa pada siklus I pertemuan I mencapai 40,6% siswa tuntas dan 59,4% siswa tidak tuntas.Pada siklus I pertemuan II terdapat 46,9% siswa tuntas dan 53,1% siswa yang tidak tuntas.Pada siklus II pertemuan I terdapat 71,9% siswa tuntas dan 28,1% siswa yang tidak tuntas sedangkan pada siklus II pertemuan II meningkat menjadi 100% atau 32 orang siswa tuntas.

KesimpulanDari hasil pembahasan yang telah

dikemukakan pada bab-bab sebelumnya serta analisis yang telah ada, maka penelitian peroleh kesimpulan sebagai berikut :1. Penggunaan Model Pembelajaran

TPS (Think Pair Share) dapat meningkatkan kemampuan menentukan nilai rata-rata nilai siswa pada pelajaran matematika di kelas XII Tata Boga3 SMK Negeri 8 Medan tahun pelajaran 2013/2014.

2. Penelitian dibagi menjadi II siklustiap siklus terdiri dari 2

Page 82: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 76

pertemuan, peneliti menggunakan analisis data observasi.

3. Hasil penelitian berdasarkan observasi yang dilakukan oleh guru: rata-rata skor peningkatan kemampuan menentukan rata-rata nilai siswa secara individu terus meningkat selama 2 siklus (4Pertemuan).Pada siklus I pertemuan I,persentase rata-rata nilai tingkat kemampuan menentukan rata-rata nilai siswa adalah 69,8% (kurang).Pada siklus I pertemuan II persentase rata-rata nilai tingkat kemampuan menentukan rata-rata nilai siswa adalah 71,4% (kurang).Pada siklus II pertemuan I, persentase rata-rata nilai tingkat kemampuan menentukan rata-rata nilai siswa 79,7% (cukup) dan pada siklus II pertemuan II mengalami peningkatan rata-rata nilai tingkat kemampuan menentukan rata-rata nilai mencapai 83,9% (baik).Perubahan tingkat kemampuan menentukan rata-rata nilai siswa secara klasikal pada siklus I dan II.Pada siklus I pertemuan I dari 32 orang siswa terdapat 0% siswa tingkat kemampuan menentukan rata-rata nilai sangat baik, 15,6% siswa memiliki tingkat kemampuan menentukan rata-rata nilai baik, 25,0% siswa memiliki tingkat kemampuan menentukan rata-rata nilai cukup dan 59,4% siswa memiliki tingkat kemampuan menentukan nilai rata-rata kurang.pada siklus I pertemuan II dari 32 orang siswa terdapat 0% siswa tingkat kemampuan menentukan rata-rata nilai sanagt baik, 25,0% siswa memiliki tingkat kemampuan menentukan rata-rata nilai baik, 21,9% siswa memiliki tingkat kemampuan menentukan rata-rata nilai cukup dan 53,3% siswa memiliki kemampuan

menentukan rata-rata nilai kurang.Pada siklus II pertemuan I dari 32 orang siswa terdapat 3,1% siswa tingkat kemampuan menentukan rata-rata nilai sangat baik, 34,4% siswa memiliki tingkat kemampuan menentukan rata-rata nilai baik, 34,4% siswa memiliki tingkat kemampuan menentukan rata-rata nilai cukup dan 28,1% siswa memiliki tingkat kemampuan menentukan rata-rata nilai kurang.Dan pada siklus II pertemuan II persentase tingkat kemampuan menentukan rata-rata nilai siswa meningkat dari 32 orang siswa terdapat 9,4% siswa tingkat kemampuan menentukan rata-rata nilai sangat baik, 56,2% siswa tingkat kemampuan menentukan rata-rata nilai baik, dan 34,4% siswa tingkat kemampuan menentukan rata-rata nilai cukup.Dan persentase hasil tingkat ketuntasan kemampuan menentukan rata-rata nilai siswa 32 orang siswa pada siklus I pertemuan I mencapai 40,6% siswa yang tuntas dan 59,4% siswa tidak tuntas.Pada siklus I pertemuan II terdapat 46,9% siswa yang tuntas dan 53,1% siswa tidak tuntas.Pada siklus II pertemuan I terdapat 71,9% siswa tuntas dan 28,1 siswa tidak tuntas sedangkan pada siklus II pertemuan II meningkat menjadi 100% atau 32 orang siswa yang tuntas.

Daftar PustakaAqip, Zainal, Maftuh, M, Sujak,

Kawentar, 2009, Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SMP, SMA, SMK, Bandung : Yramam Widya

Riyanto, Yatim, 2010, Paradigma Baru pembelajaran : Sebagai Referensi bagi guru/Pendidik dalam implementasi Pembelajaran yang

Page 83: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 77

efektif dan berkualitas, Jakarta : Kencan

Tarigan, Hendry Guntur, 2007, Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.Bandung : Angkasa

Trianto, 2009, Mendesain Model Pemmbelajaran Inovatif-Progressif, Jakarta : Kencana

Tim Penyusun kamus Pusat pembinaan danPengembangan Bahasa (1990) Kamus Besar Bahasa Indinesia cetakan 3, Jakarata : Balai Pustaka

Matematika untuk SMK dan MAK kelas XII oleh P.Gendra Priyadi,S.Pd, Kuntarti,S.Pd, Drs.Sulistiyono, Dra Sri Kurianingsih

Modul Pelatihan Guru mata pelajaran Matematika SMK model

Page 84: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 78

PERBAIKAN HASIL BELAJAR MEMBUAT BUSANA WANITA KOMPETENSI DASAR PENGENALAN ROK MELALUI

QUANTUM TEACHING SISWA KELAS XISMK NEGERI 10 MEDAN

Helena Simatupang(Guru SMK Negeri 10 Medan)

Abstrak

Penyajian dalam pembelajaran Quantum Teaching merupakan model pembelajaran yang ideal, karena menekankan kerja sama antara siswa dan guru untuk mencapai tujuan bersama. Model pembelajaran ini juga efektif karena memungkinkan siswa dapat belajar secara optimal, yang pada gilirannya akan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa secara signifikan. Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia memerlukan penanganan yang segera. Oleh karena itu penulis ingin memecahkan masalah dengan strategi pembelajaran Quantum Teaching, karena strategi tersebut bisa diterapkan di Pembelajaran Membuat Busana Wanita. Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa melalui pembelajaran Quantum Teaching bagi siswa SMK Negeri 10 Medan.Penelitian ini dilaksanakan di di SMK Negeri 10 Medan pada T.P.2012/2013, dengan metode Penelitian Tindakan Kelas. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif dilanjutkan dengan teknik deskriptif( presentatif). Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI yang berjumlah 30 Orang. Hasil penelitian diperoleh : (1) Presentase ketuntasan belajar siswa pada siklus 1= 50% atau 15 orang, (2) Presentase ketuntasan belajar siswa pada siklus 2= 96,66% atau 29 orang, dan (3) Aktivitas belajar siswa melalui kegiatan pembelajaran quantum teaching cenderung menunjukkan peningkatan. Kesimpulan menemukan terdapat peningkatan hasil belajar Membuat Busana Wanita pada kompetensi dasar Pengenalan Rok Pias melalui metode Quantum Teaching Learning siswa SMK Negeri 10 Medan.

Kata Kunci: Quantum Teaching, dan Hasil Belajar Rok Pias.

PendahuluanPada dasarnya guru adalah

seorang pendidik. Pendidik adalah orang dewasa dengan segala kemampuan yang dimilikinya untuk dapat mengubah psikis dan pola pikir anak didiknya dari yang tidak tahu menjadi tahu serta mendewasakan anak didiknya.Salah satu hal yang harus dilakukan oleh guradalah dengan mengajar dikelas, dan yang paling penting adalah performance guru di kelas. Bagaimana seorang guru dapat menguasai keadaan kelas sehingga

tercipta suasana belajar yang menyenangkan. Dengan demikian guru harus dapat menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didiknya.

Keberhasilan pengajaran juga tergantung pada keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar, sedangkan keberhasilan siswa tidak hanya tergantung pada sarana dan prasarana pendidikan, kurikulum maupun metode. Akan tetapi guru mempunyai posisi yang sangat strategi dalam meningkatkan prestasi siswa

Page 85: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 79

dalam penggunaan strategi pembelajaran yang tepat.

Salah satu model pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar secara optimal adalah model pembelajaran Quantum Teaching. Model pembelajaran ini merupakan model percepatan belajar (Accelerated Learning) dengan metode belajar Quantum Teaching. Percepatan belajar yang di Indonesia dikenal dengan program akselerasi tersebut dilakukan dengan menyingkirkan hambatan-hambatan yang menghalani proses alamiah dari belajar melalui upaya-upaya yang sengaja. Penyingkiran hambatan-hambatan belajar yang berarti mengefektifkan dan mempercepat proses belajar dapat dilakukan misalnya: melalui penggunaan music (untuk menghilangkan kejenuhan sekaligus memperkuat konsentrasi melalui kondisi alfa), perlengkapan visual (untuk membantu siswa yang kuat kemampuan visualnya), materi-materi yang sesuai dan penyajiannya disesuaikan dengan cara kerja otak, dan keterlibatan aktif (secara intelektual, mental, dan emosional).

Kenyataannya, model pembelajaran tersebut belum banyak diterapkan dalam proses pendidikan di Indonesia. Disamping model itu tergolong baru dan belum banyak dikenal oleh komunitas pendidikan di Indonesia, kebanyakan guru lebih suka mengajar dengan model konvensional, yaitu model pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centred instruction).

Guru bertindak sebagai satu-satunya sumber belajar, menyajikan pelajaran dengan metode ceramah, latihan soal atau drill, dengan sedikit sekali atau bahkan tanpa media pendukung. Guru cenderung bersikap otoriter, suasana belajar terkesan kaku, serius, dan mail. Hanya gurunya yang aktif (berbicara), siswanya pasif. Jika

siswa tidak dapat menangkap materi pelajaran, kesalahan cenderung ditimpakan kepada siswa. Dinding kelas dibiarkan kosong atau jika ada hanya madding kebanyakan hanya berupa gambar pahlawan. Tidak ada media yang membangkitkan semangat dan rasa percaya diri siswa. Pendek kata, proses pembelajaran tidak memberdayakan dan membosankan. Dengan demikian proses pembelajaran menjadi tidak efektif, dan karenanya tujuan pembelajaran tidak dapat tercapai secara optimal. Akibatnya mutu pendidikan sangat rendah.

Berdasarkan uraian-uraian diatas, guru tertarik melakukan suatu penelitian tindakan kelas dengan mengangkat judul “Perbaikan Hasil BelajarMembuat Busana Wanita Kompetensi Dasar Menjahit Rok Melalui Quantum Teaching Siswa Kelas XI SMK Negeri 10 Medan Tahun Ajaran 2012/2013

Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan

melalui penelitian ini, yaitu : manfaat teoritis dan manfaat praktis.1. Manfaat Teoritisa. Hasil penelitian dapat

memberikan masukan berharga berupa konsep-konsep, sebagai upaya untuk peningkatan dan pengembanga ilmu.

b. Hasil penelitian dapat dijadikan sumber bahan yang penting bagi para peneliti di bidang pendidikan

2. Manfaat Praktisa. Bagi guru / kepala sekolah, hasil

penelitian dapat membantu meningkatkan pembinaan professional dan supervise kepada para guru secara lebih efektif dan efisien.

b. Bagi para guru, hasil penelitian dapat menjadi tolak ukur dan bahan pertimbangan

Page 86: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 80

profesionalisme dalam pelaksanaan tugas profesinya.

c. Bahan pengembangan keahlian dan kelengkapan usul pengembangan karier penulis.

Kerangka TeoritisMenurut Gagne dalam Degeng

(1989:12) belajar sebagai perubahan kemampuan seseorang yang terjadi setelah ia mengalami suatu situasi belajar tertentu. Selanjutnya Bruner dalam Natawijaya (2006:34) mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung secara bersamaan. Ketiga proses itu adalah:1) memperoleh informasi baru, 2) transformasi informasi, dan 3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan adalah suatu proses interaksi yang dilakukan individu untuk memperoleh sesuatu yang baru dan merubah tingkah laku sebagai hasil pengalaman. Pendapat ini didukung Natawijaya (2006:56) bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri, dalam interaksi dengan lingkungannya. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu usaha yang dicapai seseorang melalui perubahan tingkah laku dan merupakan hasil interaksi dengan lingkungannya.

Hasil belajar adalah merupakan cerminan keberhasilan siswa dalam mengikuti proses belajar pada setiap mata kuliah yang diikutinya. Untuk mencapai keberhasilan tentunya siswa harus belajar, jadi belajar itu sendiri dapat dikatakan suatu usaha yang menghasilkan perubahan baik dalam pernyataan maupun keterampilan. Dengan belajar siswa akan mengalami perubahan dalam berpikir, bertindak dan berbuat sesuai dengan

perkembangan ilmu pengetahuan, keterampilan dan teknologi.

Natawijaya (2006:101) mengemukakan ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar adalah: 1) perubahan terjadi secara sadar, 2) perubahan bersifat kontiniu dan fungsional, 3) perubahan bersifat aktif dan pasif, 4) perubahan tidak bersifat sementara, 5) perubahan bertujuan dan terarah, dan 6) perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Bloom dalam Arikunto (2001) mengemukakan kemampuan sebagai hasil belajar terdiri dari: 1) kemampuan kognitif yaitu kemampuan dalam mengingat materi yang telah dipelajari dan kemampuan mengembangkan intelegensi, 2) kemampuan afektif, kemampuan yang berhubungan dengan sikap kejiwaan seperti kecendrungan akan minat dan motivasi, dan 3) kemampuan psikomotor, kemampuan yang berhubungan dengan keterampilan dan fisik.

Hasil belajar merupakan hasil dari suatu proses, pencapaian tujuan belajar oleh siswa disebut juga hasil belajar dalam bentuk pengetahuan, keterampilan serta mulai dari sikap yang diperoleh seseorang setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Hasil belajar yang nampak dari kemampuan yang diperoleh siswa, menurut Gagne dalam Uno (2008 : 210) yaitu keterampilan intelektual (intelectual skills), informasi verbal (verbal information), strategi kognitif (cognitive strategics), keterampilan motorik (motor skill) dan sikap (attitude). Dalam kegiatan belajar mengajar, keterampilan intelektual dapat dilihat ketika siswa melakukan interaksi dengan lingkungannya. Informasi verbal dapat dilihat ketika siswa menyatakan suatu konsep atau pengertian. Sujana (2002: 28) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah penilaian dari usaha yang

Page 87: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 81

dinyatakan dalam bentuk angka atau huruf yang dapat mencerminkan hasil yang dicapai oleh seseorang dalam jangka waktu tertentu.

Selanjutnya menurut Romizowski (1981), hasil belajar diperoleh dalam bentuk pengetahuan dan keterampilan. Pengetahuan dikelompokkan dalam kategori : fakta, prosedur dan prinsip. Fakta merupakan pengetahuan tentang objek nyata atau asosiasi dari kenyataan–kenyataan dari informasi verbal dari suatu objek, peristiwa atau manusia. Prosedur merupakan pengetahuan tentang tindakan yang bersifat linier dalam mencapai tujuan. Prinsip merupakan pernyataan mengenai hubungan dua konsep atau lebih, hubungan bisa bersifat kausalitas, korelasi atau aksiomatis.

Bloom dalam Arikunto (2006) mengemukakan kemampuan sebagai hasil belajar terdiri dari: (1) kemampuan kognitif yaitu kemampuan dalam memahami materi yang telah dipelajari dan kemampuan mengembangkan intelegensi, (2) kemampuan afektif, kemampuan yang berhubungan dengan sikap kejiwaan seperti kecenderungan akan minat dan motivasi, dan (3) kemampuan psikomotor, kemampuan yang berhubungan dengan keterampilan dan fisik. Akhirnya Gagne (1989) membagi hasil belajar kedalam lima kelompok kemampuan, yaitu: (1) keterampilan intelektual, (2) strategikognitif, (3) informasi verbal, (4) keterampilan motorik, dan (5) sikap.

Dalam Sillabus program studi Tata Busana, dijelaskan bahwa pembelajaran Membuat busana Wanita bertujuan agar siswa memiliki level kompetensi menciptakan suatu karya yang terbaru. Salah satu kompetensi yang menyebabkan rendahnya hasil belajar Membuat busana Wanita adalah pengenalan rok pias. Untuk dapat menguasai kompetensi tersebut siswa

diharapkan telah memiliki keterampilan agar siswa; mampu membuat rok pias.Dengan demikian dapat disimpulkan hasil belajar Membuat busana wanita adalah kemampuan yang dimiliki siswa dalam aspek kognitif yang diperoleh setelah siswa selesai mengikuti proses pembelajaran, yang dapat dilihat daripeningkatan pengetahuan yaitu mampu mengidentifikasi rok pias. Pada penelitian ini dibatasi pada aspek kognitif.

Pengertian Quantum TeachingQuantum Teaching menurut

pendapat Bobbi DePorter (dalam Ari Nilandri, 1999 : 56) adalah sebagai berikut : “Quantum Teaching adalah berbagai interaksi yang ada di dalam dan disekitar momen belajar. Interaksi-interaksi ini mencakup unsur-unsur untuk belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa. Pembelajaran yang menyingkirkan hambatan yang menghalangi proses kegiatan belajar dengan cara sengaja menggunakan musik atau mewarnai lingkungan sekeliling. Menyusun bahan pengajaran yang sesuai pengajaran yang efektif dan banyak mengaktifkan siswa. Model pembelajaran ini menekankan kegiatannya pada pengembangan potensi manusia secara optimal melalui cara-cara yang sangat menusiawi, yaitu: mudah, menyenangkan, dan memberdayakan. Setiap anggota komunitas belajar dikondisikan untuk saling mempercayai dan saling mendukung. Siswa dan guru berlatih dan bekerja sebagai pemain tim guna mencapai kesuksesan bersama. Dalam konteks ini, sukses guru adalah sukses siswa, dan sukses siswa adalah sukses guru. Model pembelajaran Quantum Teaching mengambil bentuk “simponi” dalam pembelajaran, yang membagi unsure-unsur pembentuknya menjadi dua kategori, terdiri dan konteks dan isi.

Page 88: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 82

Konteks berupa penyiapan kondisi bagi penyelenggaraan pembelajaran yang berkualitas, sedangkan isi merupakan penyajian materi pelajaran.

Secara umum pembelajaran dengan model Quantum Teaching menunjukkan ciri-ciri :.

1. Penggunaan musik dengan tujuan-tujuan tertentu

2. Pemanfaatan media sugestif yang membangkitkan semangat belajar siswa

3. Penggunaan “stasiun-stasiun kecerdasan” untuk memudahkan siswa belajar sesuai dengan modalitas kecerdasannya

4. Penggunaan bahasa yang unggul5. Suasana belajar yang saling

memberdayakan6. Penyajian materi pelajaran yang

prima

Prinsip-prinsip Quantum TeachingMenurut Bobbi DePorter (dalam

Nilandri, 1999 : 7) Quantum Teaching berprinsip pada :1) Segalanya berbicara

Segalanya dan lingkungan kelas hingga bahasa tubuh, bahasa isyarat mereka, semuanya mengirim pesan untuk bekerja.

2) Segalanya mempunyai tujuanSemua yang dilakukan guru mempunyai tujuan

3) Pengalaman sebelum pemberian namaOtak kita bias berkembang pesat dengan adanya rangsangan komunikasi yang akan menggerakkan rasa ingin tahu, oleh karena itu proses belajar paling baik terjadi ketika siswa telah mendapat informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk mempermudah mereka mempelajari

4) Semua usaha siswa harus diakuiBelajar mempunyai aturan, belajar berarti melangkah keluar dan

kenyataan. Pada saat siwa mengambil langkah ini, mereka pantas mendapat pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka sehingga merasa bangga dengan kemampuan yang mereka miliki bias menimbulkan minat yang lebih besar

5) Jika pantas dipelajari maka pantas dirayakanGuru sebaiknya sering member hadiah kepada siswa yang berhasil dalam menyelesaikan tugas dengan cepat dan benar. Dengan pemberian hadiah berupa menyelesaikan tugas dengan cepat dan benar. Dengan pemberian hadiah berupa pujian, mereka akan merasa dihargai, sehingga mereka akan selalu berusaha agar dapat memecahkan masalah tugas yang diberikan.

Kerangka Rancangan Belajar Quantum Teaching

Kerangka rancangan belajar Quantum Teaching menurut Bobbi DePorter (dalam Nilandri, 1999 : 10) ada enam yaitu meliputi :(1)Tumbuhkan, artinya seorang guru dalam mengajar harus dapat menimbulkan minat siswa untuk mengikuti pelajaran, dengan berbagai macam, sehingga dengan minat yang ada maka pembelajaran akan dapat berjalan dengan lancar,( 2) Alami, maksudnya seorang guru dalam mengajar harus dapat menciptakan pengalaman umum yang dapat dimengerti oleh siswanya. Guru mengajar memberikan contoh peristiwa yang pernah dilihat anak-anak seharian. (3) Namai, maksudnya, seorang guru dalam mengajar menggunakan kata yang mudah dimengerti, rumus yang benar, member konsep yang jelas, model yang mudah dimengerti, strategi yang mudah dilakukan, (4) Demonstrasikan, maksudnya guru

Page 89: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 83

dalam mengajar memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan bahwa mereka tahu, artinya guru dalam mengajar menggunakan alat peraga untuk mendemonstrasikan materi yang diajarkan, sehingga siswa akan mudah mengingat isi pesan yang disampaikan oleh guru, (5) Ulangi, maksudnya guru dalam mengajar dapat menunjukkan cara yang mudah untuk mengulang materi. Misalnya, dengan memberikan rangkuman yang diajarkan tadi, (6) Rayakan, maksudnya seorang guru dalam mengajar dapat member pengakuan atas usaha siswa untuk menyelesaikan tugas dan pemerolehan ketrampilan serta ilmu pengetahuan. Kelas dapat menjadi rumah tempat siswa, tidak hanya terbuka terhadap umpan balik, tetapi juga menjadi tempat untuk belajar, mengakui dan mendukung orang lain, tempat mereka

mengalami kegembiraan dan kepuasan member dan menerima, belajar dan tumbuh.

Analisis DataData yang diperoleh dari hasil tes

yang diberikan dianalisis dengan melainkan langkah-langkah sebagai berikut:1. Menghitung Tingkat Penguasaan Siswa

Untuk mengetahui sejauh mana tingkat penguasaan siswa terhadap materi tersebut adalah dengan menggunakan prinsip konversi lima. Menurut Nurkancana (1998) : “Tingkat penguasaan siswa akan tercermin pada tinggi rendahnya skor mentah yang dicapai, dan pedoman konversi umum yang digunakan dala skala lima norma absolut”.

Adapun kategori tingkat penguasaan siswa dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut :Tabel 1. Kategori Tingkat Penguasaan SiswaTingkat Penguasaan (%) Kategori90 - 100%80 - 89%65 - 79%55 - 64%0 - 54%

Sangat tinggiTinggiSedangRendahSangat rendah

(Nurkancana, 1986)

Dikatakan mencapai tingkat penguasaan siswa, apabila mencapai kategori paling sedikit sedang (65%).2. Menghitung Ketuntasan Belajar Siswa

Seorang siswa dikatakan telah tuntas belajar jika siswa telah mencapai skor 65% atau 65, jika belum mencapai 65% maka perlu mengikuti perbaikan. Menurut Dikdiksar (Suryosubroto 1997), menyatakan “apabila seorang siswa dalam ulangan (tes formatif / tes sumatif) mencapai nilai kurang dan 65 atau daya serapnya kurang dan 65%, maka yang bersangkutan harus mengikuti perbaikan dengan kata lain

siswa itu belum tuntas belajar”. Ketuntasan belajar dihitung dengan menggunakan rumus :

DS= 100%

(Arikunto, 2005)Dimana : DS = Daya SerapDengan Kriteria :0 % ≤ DS < 64% : Siswa belum tuntas dalam belajar65 % ≤ DS ≤ 100 % : Siswa telah tuntas dalam belajarSecara individu, siswa dikatakan telah tuntas belajar apabila DS ≥ 65 %

Suatu kelas dikatakan tuntas belajar jika kelas tersebut meliputi 85 %

Page 90: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 84

yang telah mencapai daya serap ≥ 65 %. Seperti yang dikatakan Suryosubroto (1997), taraf penguasaan minimal kelas adalah 85 % dan jumlah siswa yang telah memenuhi kriteria ketuntasan. Sehingga persen ketuntasan belajar dapat dirumuskan

D = X 100 % (Suryosubroto, 1997)

Dimana : D = Presentase ketuntasan belajar klasikalX = Jumlah siswa yang telah tuntas belajarN = Jumlah seluruh siswaDengan kriteria :0 % ≤ D < 85 % : Secara klasikal tuntas belajar85 % ≤ D ≤ 100 % : Secara klasikal belum tuntas belajar

Pembahasan Hasil PenelitianKunci kesuksesan pembelajaran

di sekolah yang pertama terletak pada kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dikelas. Meskipun tujuan pembelajaran direncanakan oleh guru dan siswa, akan tetapi pengelolaan pembelajaran berpusat pada guru. Suatu perencanaan dan pengelolaan pembelajaran yang baik akan menciptakan proses belajar yang efektif pada siswa.

Perencanaan dan pengelolaan pembelajaran yang baik oleh guru dapat membantu guru untuk lebih mengarahkan aktivitas siswa dalam pembelajaran yang nantinya akan menghasilkan hasil belajar siswa yang lebih baik. Melalui desain pembelajaran dengan menggunakan penerapan pembelajaran quantum teaching dalam bentuk diskusi dapat dijadikan pilihan pembelajaran Menjahit Pakaian Wanita, khususnya pada pokok bahasan Pengenalan Rok Pias. Dari hasil penelitian ini secara deskriptif telah menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran yang telah dirancang mampu mengaktifkan siswa dalam

sebuah pembelajaran dan juga merangsang siswa untuk beraktifitas.

Hasil penelitian diatas dapat menunjukkan bahwa dari siklus I ke siklus II, jumlah aktivitas yang dilakukan siswa mengalami peningkatan ini mengindikasikan bahwa kegiatan pembelajaran dengan menggunakan penerapan pembelajaran partisipatif dalam bentuk diskusi mampu merangsang siswa untuk beraktivitas dalam pembelajaran. Dikarenakan diantara siswa terjalin hubungan langsung, dimana setiap anggota memiliki peran dan tanggung jawab terhadap materi yang telah didiskusikan oleh tiap kelompoknya, dan diantara siswa juga terjalin komunikasi, dimana diantara siswa saling berbagi informasi, pendapat atau ide, serta siswa menyelesaikan masalah mereka sehingga mereka lebih mudah untuk menemukan solusi dan permasalahannya, begitu juga dengan konsep-konsep yang sulit.

Untuk tes hasil belajar siswa dalam menentukan keaktifan dan pencapaian tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran pokok bahasan Pengenalan Rok Pias, dapat dilihat juga dan ketuntasan belajar siswa yang didasarkan pada kriteria ketuntasan belajar secara perorangan dan klasikal yang telah tercantum pada bab III. Dari data tersebut dapat disimpulkan ketuntasan belajar pada siklus I secara klasikal terdapat 15 siswa siswa kelas Busana-1 SMK Negeri 10 Medan atau 50% yang mencapai ketuntasan belajar. sedangkan pada siklus II hasil belajar semua siswa atau 96,66% mengalami peningkatan secara klasikal.

Dan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa desain pembelajaran dengan menggunakan penerapan pembelajaran quantum teaching learning memberikan hasil berupa ketuntasan belajar siswa pada

Page 91: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 85

pokok bahasan pengenalan rok pias. Dari hasil penelitian menunujukkan bahwa secara deskriptif menghasilkan hasil belajar siswa yang baik, dengan presentase ketuntasan hasil belajar siswa yang baik. Sehingga desain pembelajaran dengan menggunakan penerapan pembelajaran quantum teaching dalam bentuk diskusi dapat digunakan dalam pembelajaran di kelas khususnya di SMK Negeri 10 Medan. Dalam penerapannya banyak hal yang mempengaruhi siswa agar lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran quantum teaching dalam bentuk diskusi, dalam pembelajaran ini guru sebagai sebagai fasilitator. Akan tetapi dikarenakan keterbatasan waktu dan belum terbiasanya siswa dalam melakukan pembelajaran partisipatif dalam bentuk diskusi, maka hal-hal yang diharapkan belum tercapai secara maksimal, dan terdapat juga hal-hal yang tidak diinginkan dalam pembelajaran dari hasil tes siswa pada pokok bahasan pengenalan rok pias secara klasikal menunjukkan ketuntasan belajar. Hal ini mengindikasikan bahwa seluruhnya siswa telah meguasai materi pelajaran yang disajikan dalam penelitian.

KesimpulanBerdasarkan hasil penelitian,

maka kesimpulan yang diperoleh melalui penelitian ini adalah :1. Quantum Teaching dapat

meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI Busana-1 SMK Negeri 10 Medan khususnya pada pokok bahasan Pengenalan Rok Pias.

2. Pada siklus I terdapat 50% atau 15 orang belum mencapai ketuntasan belajar

3. Pada siklus II terdapat peningkatan yaitu sebanyak 96,66% atau 29 orang yang sudah mencapai ketuntasan belajar

Daftar PustakaArikunto. 2005. dkk., Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta : Bumi Aksara.Ari Nilandri. 2001. Quantum Teaching :

Orchestrating Student Succes(Bobbi DePorter, Mark Reardon, Sarah

Singer-Nourie Terjemahan), Boston : Allyn and Bacon. Buku asli

diterbitkan tahun 1999.Hadikususmo. 1995. Pendidikan dan Kemajuan, Jakarta : Gramedia.Roeswoto,2009.Menjahit Pakaian

Wanita dan Anak Tingkat Dasar.Jakarta:Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.

Suryosubroto. 1997. Prosedur Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta.Winkel, WS. 1986. Psikologi

Pendidikan dan Evaluasi Belajar, Jakarta : Gramedia

http://anaarisanti.blogspot.com/2011/07/macam-macam-model-rok.html

Page 92: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 86

PENGUASAAN KOMPETENSI DASAR ALAT, BAHAN, KOSMETIKA, PENCUCIAN KULIT KEPALA DAN RAMBUT MELALUI METODE

CONTEXTUAL TEACHING LEARNING DI KELASX SMK NEGERI 10 MEDAN

Oleh

Elianna Pandiangan(Guru SMK Negeri 10 Medan)

Abstrak

Masalah yang dihadapi dalam penelitian ini adalah masalah rendahnya hasil belajar siswa pada pelajaran Produktif di Kelas X SMK Negeri 10 Medan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dengan menggunakan metode Contextual Teaching Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas X SMK Negeri 10 Medan. Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah “Dengan menggunakan metode Contextual Teaching Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok bahasan menjelaskan alat, bahan dan kosmetika pencucian kulit kepala dan rambut di Kelas X SMK Negeri 10 Medan T.A 2013/2014”. Penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 10 Medan, dengan jenis penelitian yaitu “Penelitian Tindakan Kelas”. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa Kelas X yang berjumlah 31 siswa, sedangkan objek dalam penelitian ini adalah metode Contextual Teaching Learning. Dan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah daftar nilai siswa. Berdasarkan tes awal (pre test) yang dilakukan terhadap 31 siswa terdapat 27 orang (7O,96%) siswa yang mendapat hasil belajar rendah (belum tuntas) dan belum mencapai KKM 75 dan sebanyak 4 orang siswa (12,90%) yang termasuk dalam kategori tuntas dan mencapai KKM 75. Kemudian pada siklus I terdapat 13 orang siswa (41,93%) yang termasuk pada kategori tuntas dan mencapai KKM 75dan sebanyak 22 orang siswa (7O,96%) termasuk dalam kategori rendah (belum tuntas) dan belum mencapai KKM 75. Pada siklus II terdapat 22 orang siswa (70,96%) termasuk dalam kategori tuntas dan mencapai KKM 75, sebanyak 4 orang siswa (12,90% termasuk dalam kategori rendah (belum tuntas) dan belum mencapai KKM 75. Berdasarkan peneltian mulai dari pre test, pos test siklus I dan pos test siklus II sudah terjadi peningkatan yang signifikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan metode contextual teaching learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran dasar kecantikan rambutpokok bahasan menjelaskan alat, bahan dan kosmetika pencucian kulit kepala dan rambut di SMK Negeri 10 Medan T.A 2013/2014.

Kata Kunci : Kompetensi Dasar, Metode Contextual Teaching Learning

PendahuluanMasalah yang dihadapi

pendidikan adalah masalah lembaga proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran anak kurang didorong

untuk mengembangkan kemampuan berfikirnya, untuk itu guru dituntut harus mampu mengelola proses belajar mengajar yang memberikan rangsangan kepada siswa karena siswalah yang

Page 93: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 87

menjadi subjek utama dalam belajar.Belajar merupakan kunci

keberhasilan siswa, artinya belajar memegang peran penting dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa yang berkualitas memiliki karakteristik tertentu seperti wawasan pengetahuan yang luas, kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan sehari-hari yang dihadapinya, sikap dan prilaku positif terhadap lingkungan social maupun lingkungan alam sekitar.

Guru merupakan komponen yang sangat penting dalam proses belajar mengajar sebab keberhasilan pelaksanaan proses pendidikan sangat tergantung pada guru. Oleh karena itu, upaya peningkatan kualitas pendidikan dimulai dari pembenahan kemampuan guru. Salah satu kemampuan yang dimilik```````i guru adalah bagaimana merancang metode pembelajaran sesuai dengan tujuan yang akan dicapai karena kita yakin tidak semua tujuan pembelajaran bias dicapai dengan menggunakan satu metode saja. Guru juga harus mampu dalam mengelola komponen pembelajaran yang kreatif dalam mengembangkan materi pembelajaran sehingga materi pembelajaran itu dapat diserap oleh peserta didik sehingga pembelajaran dapat tercapai. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh guru adalah kemampuan menguasai kelas dan terampil menggunakan metode dalam proses pembelajaran.

Metode adalah cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar metode sangat diperlukan oleh guru dan penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir. Seorang guru tidak akan dapat melaksanakan tugasnya bila dia tidak mengasai

satupun metode mengajar yang dirumuskan dan dikemukakan para ahli psikologi dan pendidikan (Djamarah dkk, 2006 : 72). Jika guru dapat menggunakan metode secara optimal dan mengaitkan materi pelajaran dengan lingkungan sekitar siswa maka siswa akan termotivasi dan hasil belajar siswa akan meningkat.

Berdasarkan pengamatan penulis di lapangan menyatakan bahwa hasil belajar siswa dikategorikan masih rendah karena siswa kurang termotivasi dalam belajar. Terbukti pada kenyataannya siswa kurang menyukai mapel karena metode yang digunakan guru kurang bervariasi dan lebih banyak menggunakan metode ceramah.

Hal ini dapat dilihat dari nilai raport yang diperoleh dari guru KELAS X Nilai yang diperoleh siswa tidak mencapai KKM yaitu 75. Siswa yang tidak mencapai KKM sebanyak 70,69% dari 31 siswa yaitu 22 siswa sedangkan yang mencapai KKM sebanyak 41,03% dari 31 siswa yaitu 13 siswa. Hal ini disebabkan karena siswa kurang dilatih berfikir kritis, kreatif dan inovatif sehingga hasil belajar siswa rendah dan metode yang digunakan guru dalam Pembelajaran Menjelaskan Alat, Bahan dan Kosmetika Pencucian Kulit Kepala dan Rambut kurang bervariasi. Guru cenderung menggunakan metode ceramah tanpa disertai dengan penggunaan media sehingga siswa cenderung pasif terhadap materi yang dijelaskan guru. Kepasifan siswa dalam belajar merupakan pertanda kurang baik dalam proses pembelajaran juga dalam perkembangan intelektual siswa. Siswa menjadi malas belajar, berfikir dan malas berkompetensi saat belajar sehingga akan mengakibatkanterciptanya siswa yang tidak terampil serta berintelektual dalam pembelajaran menjelaskan alat, bahan dan kosmetika pencucian kulit kepala dan rambut

Page 94: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 88

siswa harus berfikir kritis, kreatif dan inovatif karena adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisa gejala serta masalah sosial di masyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek kehidupan di masyarakat. Adapun kompetensi dasar dari materi yang akan diteliti yaitu menjelaskan alat, bahan dan kosmetika pencucian kulit kepala dan rambut.

Untuk mencapai pengajaran yang baik, seorang guru dituntut untuk mampu memilih dan menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan kepada peserta didik. Maka salah satu cara dalam mencapai tujuan tersebut yaitu menggunakan metode contextual teaching learning pada pokok bahasan menjelaskan alat bahan dan kosmetika, pencucian kulit kepala dan rambut. pada saat pengajaran materi menjelaskan alat, bahan dan kosmetika pencucian kulit kepala dan rambut. Pada saat mengajar guru mengaitkan materi dengan situasi nyata siswa kemudian guru menugaskan siswa berdasarkan kelompok untuk mendiskusikan tentang materi. Dalam diskusi kelompok siswa diharapkan aktif dalam belajar. Berdasarkan pemahaman siswa terhadap pelajaran, siswa diharapkan dapat mengembangkan keterampilannya.

Berdasarkan uraian diatas, maka guru tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Penguasaan Kompetensi Dasar Alat, Bahan dan Kosmetika Pencucian Kulit Kepala dan Rambut Dengan Menggunakan Metode Contextual Teaching Learning Pada Mata Pelajaran Dasar Kecantikan Rambut di Kelas X T.A. 2013/2014.

Manfaat Penelitian Dengan tercapainya tujuan

pembelajaran diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut :

1. Bagi siswa Membantu siswa dalam

mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam pembelajaran serta membantu siswa dalam mencapai peningkatan hasil belajar khususnya dalam Mata PelajaranDasar Kecantikan Rambut2. Bagi Guru

Sebagai bahan usul kenaikan pangkat satu tingkat3.Bagi sekolah

Memberikan informasi bagi sekolah dalam rangka perbaikan pembelajaran di SMK Negeri 10 Medan.

Kajian TeoritisPengertian Hasil Belajar

Hasil belajar terdiri dari dua kata yaitu: “hasil dan belajar”. Hasil merupakan akibat dari yang ditimbulkan karena berlangsungnya suatu proses kegiatan, sedangkan belajar adalah serangkaian kegiatan untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksinya dengan lingkungannya. Hasil belajar merupakan prestasi aktual yang ditampilkan oleh siswa yang dipengaruhi usaha yang dilakukan dengan intelegensi siswa terhadap materi.1. Alat, bahan pencucian kulit kepala

dan rambut.2. Manfaat alat pencucian kulit kepala

dan rambut.3. Bahan pencucian kulit kepala dan

rambut.4. Manfaat pencucian kulit kepala dan

rambut.5. Macam- macam produk kosmetika

pencucian kulit kulit kepala dan rambut.

6. Manfaat kosmetika pencucian kulit kepala dan rambut

Page 95: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 89

Kerangka KonseptualPembelajaran CTL adalah suatu

pendekatan dalam pembelajaran yang membantu guru untuk mengaitkan antara materi ajar dengan situasi nyata siswa, yang dapat mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dipelajari dengan penerapannya dalam kehidupan para siswa sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pembelajaran Menjelaskan Alat, Bahan dan Kosmetika Pencucian Kulit Kepala dan Rambut menekankan pada pembelajaran pengalaman yang berupaya agar siswa mampu menjadikan apa yang telah dipelajarinya sebagai bekal dalam memahami dan ikut serta dalam menjalani kehidupan masyarakat lingkungannya, bukan hanya sebatas upaya mentransfer sejumlah konsep yang bersifat hafalan belaka.

Tujuan utama diterapkannya pembelajaran CTL dalam pembelajaranmenjelaskan alat, bahan dan kosmetika pencucian kulit kepala dan rambutadalah peserta didik dapat menghubungkan Pembelajaran menjelaskan alat, bahan dan kosmetika pencucian kulit kepala dan rambutdengan kondisi nyata mereka sehari-hari. Sehingga siswa sadar dan mengerti apa makna dari belajar tersebut dan berguna bagi kehidupannya nanti.

Belajar akan lebih bermakna jika siswa mengalami apa yang dipelajarinya bukan semata-mata mengetahuinya saja. Pembelajaran CTL dapat diterapkan pada semua mata pelajaran dan dapat dilaksanakan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada, dapat dilihat dalam bentuk skema dibawah ini.

Gambar : 2.3 Pelaksanaan Pembelajaran CTL

Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran Contextual Teaching Learning ini guru terlebih dahulu, menjelaskan materi menjelaskan alat, bahan dan kosmetika pencucian kulit kepala dan rambut, kemudian siswa dilibatkan secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi nyata. Dengan demikian siswa akan termotivasi dan hasil belajar siswa dapat meningkat dengan pembelajaran Contextual Teaching Learning. Hasil

belajar siswa dapat meningkat dengan pembelajaran Contextual Teaching Learning. Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang diperoleh siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

Dengan demikian penggunaan model pembelajaran Contextual Teaching Learning dalam pokok bahasan menjelaskan alat, bahan dan kosmetika pencucian kulit kepala dan rambut, dapat meningkatkan hasil belajar siswa atau prestasi belajar siswa dan saat proses belajar mengajar selesai

Materi menjelaskan alat, bahan dan kosmetika pencuciankulit kepaladan rambut

Materi Pembelajaran CTL 3. Menjelaska

n materi pebelajaran

4. Melibatkan siswa

Hasil Belajar

Page 96: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 90

diadakan tes untuk mengukur pemahaman siswa.

Teknik Analisis DataAnalisis ini dilakukan untuk

mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dengan penerapan metode pembelajaran Contextual Teaching Learning atau berhasiltidaknya tindakan yang dilakukan, untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa terhadap materi pelajaran dapat digunakan rumus:1. Hasil belajar siswa secara individu

Secara individu hasil belajar siswa dapat dihitung dengan menggunakan

rumus: = −

(Hanifah, 2009:54)Sk adalah skor yang diperolehB adalah jawaban yang benarS adalah jawaban yang salahO adalah kemungkinan jawaban yang benar

2. Nilai rata-rata secara klasikalDalam penelitian ini guru

menjumlahkan nilai yang diperoleh seluruh siswa kemudian dibagikan dengan jumlah siswa sehingga diperoleh nilai rata-rata.

Nilai rata-rata ini dapat dihutung dengan menggunakan rumus:

(Aqib, 2010:40)

Keterangan : × = nilai rata-rata∑ = jumlah semua nilai siswa∑ = jumlah siswaUntuk mengetahui ketuntasan belajar siswa, digunakan rumus sebagai berikut: =∑ ∑ 100%

Criteria tingkat keberhasilan belajar siswa dalam % menurut Aqib (2008:41) adalah :

Tingkat Keberhasilan (%) Arti>80%60-79%40-59%20-39%<20%

Sangat tinggiTinggiSedangRendahSangat rendah

3. ObservasiObservasi adalah cara yang

digunakan untuk menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung. Cara tersebut dapat juga dilakukan dengan menggunakan teknik dan alat-alat khusus seperti blangko, checklist, atau daftar isian yang telah dipersiapkan sebelumnya. Observasi untuk guru dilakukan saat guru mengajar di kelas dan observasi untuk siswa dilakukan saat proses belajar mengajar.

Cara mengajalisis hasil observasi guru yaitu dengan menggunakan rumus:

Nilai = 100%

(Arikunto, 2005:16)

Hasil Dan Pembahasan PenelitianBerdasarkan temuan guru yang

telah diuraikan, pelaksanaan pembelajaran pada pokok bahasan menjelaskan alat, bahan dan kosmetika pencucian kulit kepala dan rambut dengan menggunakan metode Contextual Teaching Learning dalam proses pembelajaran menciptakan suasana aktif bagi siswa.

×=∑∑

Page 97: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 91

Dengan menggunakan metode Contextual Teaching Learning ini siswa dapat lebih focus dan bersemangat dalam belajar karena pada pembelajaran Contextual Teaching Learning materi pelajaran dihubungkan dengan situasi nyata siswa sehingga siswa semakin aktif dalam belajar.

Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode Contextual

Teaching Learning sudah terlaksana sepenuhnya pada tahap tindakan. Sehingga hasil belajar siswa dikatakan meningkat mulai dari pre test (tes awal), postes I dan pos tes II. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel dan diagram nilai rata-rata kelas dan peningkatan presentase siswa mengalami ketuntasan belajar sebagai berikut :

Kode SiswaPre Test Nilai

Pos test I Nilai

Pos test II Nilai

01 8,67 10 1002 8,67 10 1003 3,34 8,67 8,6704 6 8,67 8,6705 4,67 8,67 1006 3,34 6 7,3407 6 8,67 8,6708 3,34 4,67 609 4,67 7,34 7,3410 8,67 8,67 1011 4,67 6 7,3412 8,67 10 1013 6 8,67 1014 2 4,67 615 6 7,34 8,6716 2 4,67 617 0,67 3,34 618 3,34 7,34 7,3419 4,67 6 8,6720 4,67 7,34 8,6721 0,67 3,34 4,6722 3,34 6 7,3423 6 10 8,6724 4,67 7,34 8,6725 4,67 7,34 8,6726 3,34 6 7,3427 6 8,67 1028 7,34 8,67 1029 3,34 6 7,3430 4,67 7,34 8,6731 4,67 8,67 8,67Jumlah 151,44 226,10 262,07Rata-rata 4,88 7,29 8,45Ketuntasan 12,90% 41,93% 70,96%

Page 98: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 92

Dari hasil pengamatan tindakan yang dilakukan guru penggunaan metode Contextual Teaching Learningdalam pembelajaran pada pokok bahasan menjelaskan alat, bahan dan kosmetika pencucian kulit kepala dan rambut yang dilakukan dalam pembelajaran sudah dikatakan optimal. Dapat dilihat bahwa adanya peningkatan hasil belajar dibandingkan dengan hasil belajar pada pre tes dan

pos tes siklus I, dimana pada siklus II ini nilai rata-rata yang diperoleh siswa mencapai 8,45 (22 orang) dikatakan sudah tuntas dalam belajar.

Dengan demikian, pada siklus II ini telah mencapai ketuntasan secara optimal, sehingga tidak perlu melakukan tindakan pembelajaran ke siklus berikutnya.Tabel rekapitulasi hasil penelitian mulai dari pretes, postes I dan postes II.

AspekAspek Jumlah siswa Nilai Rat-rata KetuntasanPretes 4 4,88 12,90%Postes siklus I 13 7,29 41,93%Postes siklus II 22 8,45 70,96%

KesimpulanBerdasarkan pembahasan yang

telah dipaparkan pada Bab IV dapat disimpulkan bahwa :

Dengan menerapkan metode Contextual Teaching Learning pada materi menjelaskan alat, bahan dan kosmetika pencucian kulit kepala dan rambut di Kelas X SMK Negeri 10 Medan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Mulai dari tes awal sampai proses siklus II. Pada tes awal sebanyak 4 orang siswa (12,90%) yang tuntas dalam belajar dengan rata-rata 3,42. Pada siklus I sebanyak 13 orang siswa (41,93%) yang tuntas dalam belajar dengan rata-rata 7,29. Pada siklus II sebanyak 22 orang siswa (70,96%) yangtuntas dalam belajar dengan rata-rata 8,45.

Metode Contextual Teaching Learning mengaitkan materi pelajaran dengan lingkungan sekitar siswa sehingga mendorong siswa membuat hubungan sehari-hari mereka. Siswa dalam belajar tidak hanya sekedar menghafal atau mengingat fakta karena itu akan mudah dilupakan siswa.

Daftar PustakaArikunto, dkk., Penelitian Tindakan

Kelas, (Jakarta : Bumi Aksara, 2006).

Djamarah, dkk, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : PT. Rineka Cipta).

Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta : Bumi Aksara).

Mohammad Jauhar, S.Pd.2011. Implementasi PAIKEM, (Jakarta : Prestasi Pustaka Raya).

Kusuma Dewi, dkk.1982. Pengetahuan dan Seni Tata Rambut Modern, (Jakarta:PT. Karina Indah Utama).

Dr. Retno Iswari T.2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetika, (Jakarta:PT.Gramedia Pustaka Utama).

Ida Ayu Komang Wesaka, dkk.1999. Perawatan Kulit Kepala dan Rambut, (Jakarta:PPG Kejuruan).

Page 99: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 93

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASEDLEARNING PADA KONSEP JAMUR (FUNGI) SEBAGAI UPAYA

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWAUNTUK PEDOMAN GURU

1Musriadi 2Rubiah1&2 Dosen FKIP Pendidikan Biologi Universitas Serambi Mekkah

[email protected]

ABSTRAK

Pembelajaran berbasis masalah dirancang dalam suatu prosedur pembelajaran yang diawali dengan sebuah masalah dan menggunakan instruktur sebagai pelatih metakognitif. Penelitian ini bertujuan (1) untuk mengetahui efektifitas produk bahan ajar biologi berbasis masalah pada konsep jamur (fungi) sebagai upaya peningkatan hasil belajar siswa untuk pedoman guru, (2) untuk mengetahui efektifitas produk bahan ajar biologi jamur (fungi) sebagai bacaan siswa. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri Kota Banda Aceh dengan tehnik analisis data statistik deskriptif mengunakan survei angket dari siswa mengenai informasi jamur (fungi). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa (1) Perancangan bahan ajar dapat disimpulkan daya kreatifitas, kritis dan kemampuan peserta analistik siswa sangat rendah sehingga untuk memunculkan ide atau gagasan baru dalam penyelesaian masalah yang mereka hadapi khususnya permasalahan konsep jamur (fungi), dari hasil tersebut maka dikembangkan bahan ajar biologi berbasis masalah pada konsep jamur (fungi). Bahan ajar berbasis masalah ini akan melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan mereka dalam memunculkan ide kreatif, kritis dan mampu menganalisis permasalahan yang di hadapi siswa, (2) adanya peningkatan presentasi dari hasil penilaian siswa untuk tiap tiap indikator, dengan demikian produk bahan ajar hasil pengembangan ini sangat efektif dan layak untuk dugunakan sebagai sumber bahan bacaan dalam belajar untuk konsep Jamur (fungi) pada sekolah menengah atas.

Keywords : Problem Based Learning, Bahan Ajar dan Konsep Fungi

PENDAHULUANModel pembelajaran dapat

dedefinisikan sebagai sebuah kerangka konseptual yang melukiskan proseduryang sistematis dalammengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belejar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran(Siberman, 2005). Problem based Learning menyediakan pembelajaran

aktif, independent, dan mandiri,sehingga menghasilkan siswa yang independen yang mampu meneruskan untuk belajar mandiri dalam kehidupannya. Dalam pembelajaran kelas model problem based learning suasana lebih hidup deiigan diskusi, debat, clan kontroversi, keingintahuan siswa lebih besar, problem based learning adalah metode mengajar yang memotivasi siswa untuk mencapai sukses secara akademik.

Page 100: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 94

(Savery, 2006) menjelaskan langkah pembelajaran pada model pembelajaran berbasis masalah menggamit konsep dasar, pendifinisian masalah, pembelajaran mandiri, dan pertukaran pengetahuan sebagai berikut:Pertama, guru memberikan konsep dasar tentang tatacara pembelajaran yang akan dilakukan. Dalam kegiatan ini guru memberikan, petunjuk, referensi, atau link dan skill yang diperlukan dalam pembelajaran. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih cepat masuk dalam atmosfer pembelajaran dan mendapatkan ‘peta’ yang akurat tentang arah dan tujuan pembelajaran. Kedua, adalah pendefinisian masalah. Dalam langkah ini guru menyampaikan skenario atau permasalahan dan siswa melakukan berbagai kegiatanbrainstorming. Semua anggota kelompok mengungkapkan pendapat, ide, dan tanggapan terhadap skenario secara bebas sehingga dimungkinkan muncul berbagai macam alternatif pendapat. Ketiga, adalah pembelajaran mandiri. Pada kegiatan ini siswa dibimbing untuk mencari berbagai sumber yang dapat memperjelas isu yang sedang diinvestigasi. Sumber yang dimaksud dapat dalam bentuk artikel tertulis yang tersimpan di perpustakaan, halaman web, atau bahkan pakar dalam bidang yang relevan. Tahap investigasi memiliki dua tujuan utama, pertama agar peserta didik mencari informasi dan mengembangkan pemahaman yang relevan dengan permasalahan yang telah didiskusikan di kelas, dan keduainformasi dikumpulkan dengan satu tujuan yaitu dipresentasikan di kelas.Keempat adalah pertukaran pengetahuan. Setelah mendapatkan sumber untuk keperluan pendalaman materi dalam langkah pembelajaran mandiri, siswa diminta berdiskusi dalam kelompoknya untuk mengklarifikasi capaiannya dan

merumuskan solusi dari permasalahan kelompok. Pertukaran pengetahuan ini dapat dilakukan dengan cara menyuruh siswa berkumpul sesuai kelompok dan saling memberikan presentasi serta tanggapan.

Mahendra, dkk (2008) Penilaianmenjelaskan pembelajaran pada model pembelajaran berbasis masalah dilakukan dengan authentic assesment. Penilaian ini dapat dilakukan oleh guru dengan portofolio yang merupakan kumpulan yang sistematis dari pekerjaan-pekerjaan siswa yang dianalisis untuk melihat kemajuan belajar dalam kurun waktu tertentu dalam kerangka pencapaian tujuan pembelajaran. Penilaian dilakukan dengan cara evaluasi diri (self-assessment) dan peer-assessment). Self-assessment adalah penilaian yang dilakukan oleh pebelajar itu sendiri terhadap usaha-usahanya dan hasil pekerjaannya dengan merujuk pada tujuan yang ingin dicapai (standard) oleh pebelajar itu sendiri dalam belajar.Peer-assessment adalah penilaian yang dilakukan di mana pebelajar berdiskusi untuk memberikan penilaian terhadap upaya dan hasil penyelesaian tugas-tugas yang telah dilakukannya sendiri maupun oleh teman dalam kelompoknya. Chin (2008) yangmengatakan menekankan bahwapembelajaran akan efektif bila dimulaidengan pengalaman yang kongkret. Pertanyaan, pengalaman, formulasi dan penyusunan konsep tentangpermasalahan yang mereka ciptakansendiri merupakan dasar untukpembelajaran.

Boud dan Felleti (1997) menjelaskan Keuntungan PBL adalahpara siswa didorong untukmengeksplorasi pengetahuan yangtelah dimilikinya kemudianmengembangkan keterampillanpembelajaran yang independen untuk

Page 101: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 95

mengisi kekosongan yang ada. Haltersebut merupakan pembelajaran seumur hidup karena keterampilantersebut dapat ditransfer ke sejumlahtopik pembelajaran yang lain, baik didalam maupun di luar sekolah.Pembelajaran berbasis masalah yangmemfokuskan pada permasalahan yangmampu membangkitkan kepada pengalaman pembelajaran maka siswa akan mendapat otonomi yang lebihluas dalam pembelajaran.

Mata pelajaran biologi termasuk kedalam natural sains. Akan tetapi biologi memiliki karakteristik khusus dari sains lainnya. Karakteristik khususnya berupa adanya objek, persoalan serta metode yang memiliki struktur keilmuan yang jelas (Rusman, 2011)

Tujuan Ilmu biologi secara umum adalah agara siswa memahami konsep biologi dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari hari, memilliki ketrampilan tentang alam sekitar untuk mengembangkanpengetahuan tentang proses alamsekitar, maupun merapkan berbagai konsep biologi untuk memecahkan masalahyang ditemukan dalam kehidupan sehari hari. (Sardiman,2009).

Dalam proses pembelajaran siswa kurang di dorong untuk mengembangkan kemempuan berpikir. Proses pembelajaran dikelas di arahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi. Otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut memahami informasi yang diingatnya untuk menghubungkan dengan kehidupan sehari hari. Akibatnya ketika anak didik lulus dari sekolah, mereka pintar teroritis tetapi mereka miskin aplikasi. Dengan kata lain proses pendidikan kita tidak diarahkan mmebentuk manusia cerdas, memiliki kemampuan memecahkan masalah

hidup serta tidak diarahkan untuk membentuk manusia kreatif dan inovatif.

Menurut (Ibrahim,2005)menjelaskan Pendekatan yang di anggap sesuai denganperkembangan ilmu biologi adalah pendekatan pembelajaran berbasis masalah (Problem Basic Learning), karena dalam belajar berdasarkan masalah, pembelajaran di desain dalam bentuk pembelajaran yang di awali dengan struktur masalah real yang berkaitan dengan konsep konsep biologi yang akan dibelajarkan.

Pembelajaran dimulai setelah siswa dihadapkan dengan struktur masalah real, dengan cara ini siswa mengetahui mengapa mereka belajar, kerja praktikum laboratorium ataupun melalui diskusi dengan tema sebayanya, untuk dapat digunakan memecahkan masalah yang dihadapinya. Pembelajaran berbasis masalah (Problem Basic Learning) dimaksud untuk meningkatkan hasil belajar dan motivasi, karena melalui pembelajaran berbasis masalah (Problem Basic Learning) siswa belajar bagaimana mengunakan sebuah proses interaktif untuk menilai apa yang mereka ketahui, mengidentifikasi apa yang mereka ingin ketahui, mengumpulkan informasi informasi dan secara kolaborasi mengevaluasi hipotesisnya berdasarkan data yang mereka telah kumpulkan (Jaskarti, 2007).

Bahan Ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru dalam melakasanakan kegiatan belajar mengajar dikelas. Bahan ajar memiliki posisi amat penting dalam pembelajaran, yakni sebagai representasi dari penjelasan guru didepan kelas. Keterangan keteranagn guru, uraian uraian yang harus disampaikan guru, dan informasi yang harus disajikan guru dihimpun didalam

Page 102: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 96

bahan ajar. Dengan demikian guru juga akan dapat mengurangi kegiatannya menjelaskan pelajaran, memiliki banyak waktu untuk membimbing siswa dalam belajar atau membelajarkan siswa (Arends,2008).

Bahan ajar merupakan wujub pelayanan satuan pendidikan terhadap peserta didik. Pelayanan individual dapat terjadi denagn bahan ajar. Peserta didik berhadapan dengan bahan yang terdokumentasi. Peserta didik berurusan dengan informasi yang konsisten. Peserta yang cepat belajar, akan dapat mengoptimalkan kemampuannya dengan mempelajari bahan ajarnya berulang ulang. Dengan demikian optimalisasi pelayanan belajar terhadap peserta didik dapat terjadi dengan bahan ajar.

Bahan ajar adalah bahan bahan atau materi pelajaran yang disusun secara sistematis, yang digunakan guru dan siswa dalam proses pembelajaran (Pannen dalam Belawi, 2003). Materipembejaran (Instructional materials)adalah pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang harus dijarkan oleh guru harus dipelajari oleh siswa untuk mencapai standar komptensi dasar, ada beberapa jenis materi pelajaran serta jenis jenis itu adalah fakta, konsep, prinsip prosedur dan sikap atau nilai.Materi pembelajaran yang termasuk fakta misalnya nama nama objek peristiwa sejarah, lambang, nama tempat, nama orang.

Menurut (Belawati, 2003) bahan ajar dapat dikelompokkan kedalam 3 katagori yaitu jenis ajar cetak, non cetak, dan bahan ajar display. Bahan ajak cetak adalah sejumlah bahan yang digunakan dalam kertas, yang dapat berfungsi untuk keperluan pembelajaran atau penyampaian informasi (kemp dan Dayton, dalam belawi, 2003). Dari sudut pandang teknologi pendidikan, bahan ajar dalam

beragam bentuknya dikatagori sebagai bagian dari media pembelajaran, Olehkarena itu perancangan permasalahan perlu dilakukan dengan sangat hati-hati untuk meyakinkan bahwa sebagianbesar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Dalam penelitian ini hanya membahas mengenai konsep Jamur (Fungi). Kegiatan penelitian yang akan dilakukan adalah tentang “Implementasi model pembelajaran problem basedlearning pada konsep jamur (fungi) sebagai upaya peningkatan hasil belajar siswa untuk pedoman guru”.

Rumusan MasalahUntuk dapat memberikan

arahan yang dapat digunakan acuan dalam penelitian, dibuat perumusan masalah sebagai berikut: ”Bagaimanakah efektifitas bahan ajar biologi problem based learning pada konsep jamur (fungi) sebagai upaya peningkatan hasil belajar siswa untuk pedoman guru?

Tujuan PenelitianUntuk mengetahui efektifitas

produk bahan ajar biologi problem based learning pada konsep jamur (fungi) sebagai upaya peningkatan hasil belajar siswa untuk pedoman guru

Manfaat PenelitianHasil penelitian ini diharapkan

dapat memberikan manfaat kepada tenaga pendidik secara khusus guru bidang studi biologi dan pembaca1. Memberikan informasi tentang

pengetahuan awal siswa pada materi jamur (fungi), yang digunakan untuk menyusun strategi mengajar yang sesuai sehinggga dapat mengupayakan peningkatan model pembelajaran dan motivasi belajar siswa.

2. Membantu lebih memahami tentang pengembangan bahan ajar

Page 103: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 97

berupa sumber buku dan lingkungan sekitar yang berbasis masalah

Metode PenelitianPenelitian ini merupakan dan

pengembangan (Research and Development) model pembelajaran, khususnya berupa pengembangan produk bahan ajar biologi pada konsep jamur dengan pendekatan berbasis masalah, yang merupakan pengembangan dari model bahan ajar dalam bentuk lain, yang sifatnya melengkapi bahan ajar yang sudah ada.

Model pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini berupa model prosedural. Model prosedural adalah model yang bersifat deskritif, yaitu menggariskan langkah langkah yang harus di ikuti untuk menghasilkan produk. Model prosedural yang digunakan mengacu pada R & D cyle Borg dan Gall (dalam setyosari, 2010), dengan uraian penjelasan yang telah di modifikasi dan diselarasakan denga tujuan dan kondisi penelitian yang sebenarnya, seperti di gambarkan secara ringkas pada tabel pengembangan model di bawah ini

Tahap Langkah AktifitasPra Pengembangan Bahan Ajar

1 1) Pengumpulan data awal melalui observasi2) Penelitian pendahuluan3) Penyusunan hasil penelitian4) Analisis Kebutuhan5) Perancangan bahan ajar

Pengembangan Bahan Ajar

2 1) Melakukan pemetaan materi2) Proses pengembangan bahan ajar3) Menyusun struktur ( kerangka) penyajian4) Mendraf bahan ajar5) Merivisi bahan ajar

Evaluasibahan ajar

3 1) Uji coba awal : kajian dengan ahli bidang studi dan ahli rancangan pembelajaran

2) RevisiPenerapan bahan ajar

4 1) Uji coba lapangan : uji coba pada b

Revisi bahan ajar

5 2) Perbaikan Operasional3) Penyempurnaan berkelanjutan bahan ajar

berbasis masalah

a. Uji coba produk1. Desain uji coba dilakukan melalui

dua tahapan, yaitu uji ahli dan uji kelompok terbatas. Hal ini dilakukan agar memperoleh data secara lengkap untuk melihat respon siswa dan memperbaiki produk yang dikembangkan

2. Subjek uji coba terdiri dari 42 siswa SMA dipilih secara acak dari dua sekolah di Kota Banda Aceh dan tim ahli dibidang isi dan perancangan produk yang memiliki kualifikasi keahlian S2 dan S3

3. Jenis data, uji coba produk di maksud untuk mengumpulkan data yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menetapkan penerimaan siswa terhadap bahan ajar sebagai bahan bacaan untuk konsep jamur yang diperoleh dari hasil angket pemahaman siswa melalui uji kelompok kecil terhadap konsep dan kesesuaian isi bahan ajar yang diperoleh dari subjek para ahli. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriktif.

Page 104: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 98

b. Tehnik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

Tehnik pengumpulan data dengan cara angket. Ada tiga jenis instrumen angket yang disusun untuk menjaring informasi dan data yang diperlukan dalam pengembangan bahan ajar biologi pada konsep jamur (fungi) yang sesuai dengan kebutuhan dan kesesuain informasi bagi siswa terhadap pembelajaran konsep jamur (fungi) yaitu angket A, Angket B dan angket Cc. Prosedur Penelitian

Kegiatan penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu (1) tahap perencanaan; (2) tahap pelaksanaan, dan (3) tahap analisis datad. Analisis data

Analisis data dalam penelitian ini adalah deskriptif, yaitu menjelaskan

suatu permasalahan, gejala, atau keadaan, dan buka menguji hipotesis. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data kualitatif yang diperoleh dari jawaban angket yang diisi oleh siswa dan tim ahli. Data yang diperoleh dianalisis dengan langkah langkah sebagai berikut:1) Data diperoleh berupa data checklist

yang dirangkum dalam bentuk tabel. Skala penilaiaan yang digunakan adalah 1-4, dengan keterangan: (1) Tidak sesuai; (2) Sesuai, dan (4) Sangat sesuai

2) Menghitung tingkat kesesuaian isi dan penyajian dengan mengunakan rumus (Purwanto, 2008)

% skor = jumlah skor x 100% skor total

Dengan kriteria tingkat kelayakan sebagai berikut:Tingkat Kesukaran Nilai SkorSangat sesuai 4 86%-100Sesuai 3 75%-85%Kurang sesuai 2 65%-74%Tidak sesuai 1 < 65%

Hasil PenelitianPeroleh data penelitian ini berasal

dari tiga sumber data yang di analisis kebutuhan, dan uji lapangan oleh siswa. Hasil dari ketiga tahapan tersebut adalah sebagai berikut:a. Hasil Analisis kebutuhan

Data analisis mengenai kebutuhan dijaring dengan angket analisis kebutuhan yang disebarkan kepada siswa. Analisis kebutuhan melibatkan 65 siswa mengenai data kebutuhan siswa dapat diperoleh kesimpulan di antaranya (a) untuk memahami konsep jamur (fungi) siswa sepenuhnya hanya mengunakan buku teks dalam pembelajaran. Hal tersebut menunjukan bahwa minimnya sumber informasi siswa dalam pembelajaran; (b) Siswa

menyatakan perlu adanya tambahan bahan ajar konsep jamur (fungi) yang terintegrasi dengan ilmu lainnya untuk menjawab kebutuhan siswa di era globalisasi. Siswa membutuhkan bahan ajar yang masih kurang menjawab permasalahan jamur, sehingga siswa terjebak kesalahan informasi menyelesaikan masalah jamur.

Berdasarkan analisis kebutuhan perlu pengembangan bahan ajar yang bertujuan untuk menghasilkan produk bahan ajar tambahan untuk materi jamur (fungi) yang dapat membantu siswa dalam menjawab permasalahan, mempeoleh informasi yang tepat dan mengelola informasi menjadi suatu solusi bagi masalah jamur, dan melatihmengembangkan ide dan sikap kritis

Page 105: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 99

siswa dalam belajar. Untuk mencapai tujuan tersebut maka bahan ajar yang dikembangkan mengunakan pendekatan problem based learning.

Perancangan bahan ajar dapat disimpulkan daya kreatifitas, kritis dan kemampuan peserta analistik siswa sangat rendah sehingga untuk memunculkan ide atau gagasan baru dalam penyelesaian masalah yang mereka hadapi khususnya permasalahan konsep jamur, dari hasil tersebut maka dikembangkan bahan ajar biologi berbasis masalah pada konsep jamur (fungi). Bahan ajar berbasis masalah ini akan melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan mereka dalam memunculkan ide kreatif, kritis dan mampu menganalisis permasalahan yang di hadapi siswa.

b. Pengembangan bahan ajarPada tahap ini kegiatan yang

dilakukan adalah uji coba dilakukan pada siswa. Pada tahap ini di lakukan 3 langkah uji coba yaitu, kelompok kecil oleh siswa 6 orang, kelompok sedang 12 orang, dan kelompok besar 24 orang. Dalam melakukan uji coba ini siswa tersebut menilai tentang tampilan bahan ajar, penguasankonsep, aktifitas belajar, peningkatan kesadaran afektif, peroleh sumber informasi

Dari ketiga uji coba lapangan tersebut terlihat adanya peningkatan presentasi dari hasil penilaian siswa untuk tiap tiap indikator, dengan demikian produk bahan ajar hasil pengembangan ini sangat efektif dan layak untuk dugunakan sebagai sumber bahan bacaan dalam belajar untuk konsep Jamur (fungi) pada sekolah menengah atas.

KesimpulanBerdasarkan pembahasan hasil

penelitian di atas dapat diketahui bahwa produk pengeambangan bahan ajar

berbasis masalah pada konsep jamur (fungi) ini didasarkan pada analisis kebutuhan. Setelah melalui tahap kajian dan ujicoba serta revisi dapat disimpulkan bahwa produk akhir bahan ajar biologi berbasis masalah, dinilai sangat efektif sebagai bahan bacaan untuk konsep jamur (fungi)

ImpilkasiDampak yang di dapatkan dari

penelitian ini sangat positif baik terhadap siswa, pendidik, maupun peneliti karena penelitian ini menjelaskan subtansi permasalahan jamur pada siswa dan membantu mempermudah komunikasi antara siswa dengan pendidik mengenai konsep tersebut sehingga hasil dan penyampaian konsep yang semula menjadi tujuan dari konsep tersebut dapat tercapai dengan baik.

Penelitian dan produk dari penelitian ini, yakni buku ajar yang dapat juga berperan sebagai panduan konsep jamur (fungi) bagi siswa dan guru. Produk tersebut sangat efektif sebagai jawaban atas persoalan persoalan jamur yang selama ini kerap kali mejadi pertanyaan dalam hati siswa yang akhirnya seringkali jatuh kepada pengambilan keputusan yang salah

DAFTAR PUSTAKAAli, R., Akhter, A., Shahzad, S.,

Sultana, N., & Ramzan, M. (2011). The impact of motivation on students’ academic achievement in mathematics in problem based learningenvironment. InternationalJournal of Academic Research.3 (1). 306-309.

Arends, Richard. (2008). Learning toTeach. Penerjemah: HellyPrajitno & Sri Mulyani. NewYork: McGraw Hill Company.

Page 106: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 100

Belawati, 2003. Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka

Baturay. M. H, Bay. O. F. (2009). “The effects of problem-based learning on the classroom community perceptions and achievement of web-based education students”Computers & Educationan International Journal.55,43–52.

Barrows, H. (1996). New direction forteaching and learning “ProblemBased Learning medichine and beyond: A brief overbiew.Jossey Bass Publishers.

Barrows, H.S. Tamblyn. RM (2000). Problem Based Learnindg An Approach to Medical Education.New York: Springer Publishing.

Boud, D. and G. Feletti. (2007). The Challenge of Problem Based Learning. London : Kogan Page

Carolin Rekar Munro. (2005). “Best Practices” in teaching and learning : Challenging current paradigms and redefining their role in education. The College Quarterly. 8 (3), 1 – 7.

Cindy E. Hmelo-Silver Howard S. Barrows. ( 2006). Goals and Strategies of a Problem-based Learning Facilitator The Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning volume1 (1):24

Chin, C, et al (2008) Problem Based Learning Tools The Science Teacher. ProQuest Education Jurnal

Costa, A. L. (1985). Developing Minds A Resource Book for Teaching Thinking. Virginia : Asociation for Supervision and Curriculum Development.

Colin Marsh. (1996). Handbook for beginning teachers. Sydney : Addison Wesley Longman Australia Pry Limited.

Duch, J. B. (2008). A Key Factor in PBL. Tersedia di : http://www.udel.edu/pbl/jan95-phys.html diakses pada tanggal 08Januari 2013.

Duch, J. B. (2001). The Power Of Problem Based Learning.Virginia: Sterling.

Ehreberg, R. G., Brewer, D.J., Gamoran, A., Wilms, J. D (2001). Class Size and Studentachiecement.American Psychologycal Society (2 (1),1:28

Ennis. R. H. (1985). Developing Mind : Goal for a critical Thinking Curriculum. Arethur L. Costa Editor

Glazer, E. (2001). Problem Based Instruction. In M. Orey (Ed.), Enginering Perspectives on learning, teaching, and technology Tersedia: http://www.coe.uga.edu/epltt/ProblemBasedInstruction.htm. di akses pada tanggal17 Januari 2013.

Gresham, Gina. 2007. An Invitationinto the Investigation of theRelationship betweenMathematics Anxiety andLearning Styles in ElementaryPreservice Teachers. Journal ofInvitational Theory and Practice,13 (3), 24.

Heller, P. (1992). Teaching problemsolving through coperative gruoping part , group andindividual problem solving.American Journal of Physics. July

Ibrahim, M. (2005). Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya : University Press.

Joyce, Bruce, Weil, Marsha, Calhoun, Emily. (2009). Models Of teaching. USA. Pearson Education

Johnson, E. B. (2002). Contextual teaching and learning. California:

Page 107: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Edisi Khusus Vol. 3 No. 1 Juli 2014

Jurnal Biology Education Page 101

A Sage Publications Company, Corwin Press, Inc.

Krulik, S., & Rudnick, J. A. (1996).The new sourcebook for teacingreasoning and problem solvingin Junior and Senior HighSchool. Boston: Allyn and Bacon.

Lesperance. M.M (2008) ”The effect of Problem Based Learning (PBL) on Students Critical Thinking Skills” : http://www.ProQuest.

Rusman, (2011). Model – model Pembelajaran: Mengembangkan

profesionalisme guru. Jakarta: Rajawali Pers

Sardiman, A. M. ( 2009). Interaksi &motivasi belajar mengajar.Jakarta: PT. Grafindo Persada.

Seng, T.O. (2000). Thinking Skills, Creativity and Problem-Based Learning. [Online]. Tersedia : http://pbl.tp.edu.sg/others/articles[23 Januari 2013]

Page 108: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Page 102

IMPLEMENTASI PENDEKATAN SCIENCE TECHNOLOGY SOCIETY (STS) PADA MATERI POKOK LINGKUNGAN HIDUP SEBAGAI UPAYA

PENINGKATAN LIFE SKILL SISWA UNTUK PEDOMAN GURUDI SMP KABUPATEN ACEH BESAR

1Jailani 2Herman

1&2 Dosen FKIP Universitas Serambi Mekkah Banda AcehEmail: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini berkaitan dengan “Implementasi Pendekatan Science Technology Society (STS) Pada Materi Pokok Lingkungan Hidup Sebagai Upaya Peningkatan Life Skill Siswa Untuk Pedoman Guru di SMP se Kabupaten Aceh Besar”. Target yang telah dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. penyusunan paket pembelajaran (draf I) sesuai dengan pendekatan STS, 2. Paket pembelajaran materi lingkungan hidup melalui pendekatan STS di SMP, 3. pelaksanaan uji coba paket pembelajaran di sekolah, 4. Menjaring masukan dari guru melalui angket dan wawancara untuk memperbaiki paket pembelajaran yang disusun berikutnya. Dalam penelitian ini paket pembelajaran yang dihasilkan dikhususkan pada bahan ajar topik lingkungan hidup. Pedoman pembelajaran yang dihasilkan juga dapat digunakan oleh guru sebagai panduan dalam menyusun rencana pembelajaran. Adapun tujuan jangka panjang yang ingin dicapai penelitian ini agar para guru sains SMP di Kabupaten Aceh Besar khususnya mampu mengembangkan dan menggunakan bahan ajar dengan pendekatan STS. Pendekatan STS merupakan salah satu pendekatan yang menghubungkan antara pembelajaran sains di dalam kelas dengan kemajuan teknologi dan perkembangan masyarakat yang ada disekitar siswa. Melalui pendekatan ini, siswa dilatih untuk memadukan pemahamannya tentang dunia alam (sains) dengan dunia buatan manusia (teknologi) dan dunia sosial melalui pengalaman siswa sehari-hari dalam lingkungan masyarakat. Pembelajaran dengan pendekatan STS tidak hanya menekankan pada penguasaan ranah konsep IPA, namun juga menekankan pada penguasaan proses IPA, berpikir kreatif, dan pembentukan sikap ilmiah. Dengan penguasaan semua ranah tersebut diharapkan terjadi peningkatan life skill siswa. Hasil analisis data dari angket dan wawancara menunjukkan bahwa sebahagian besar responden (60%) belum pernah mengajar dengan pendekatan STS, dan belum banyak memahami tentang STS, namun setelah mereka membaca paket pembelajaran STS, mereka jadi tertarik untuk mengujicobakan di kelas.Terdapat 20 % responden menyatakan pernah mengajar dengan pendekatan STS, namun mereka tidak memahami bahwa yang dia terapkan itu STS, meraka memahaminya sebagai keterampilan proses. Sedangkan sebahagian lagi (20%) responden menyatakan belum mampu menerapkan pendekatan STS untuk pembelajaran materi lingkungan hidup. Namun semua responden menyatakan dapat memahami paket pembelajaran STS yang dibagikan oleh peneliti. Setelah guru melakukan ujicoba di kelas, mereka menyatakan paket pembelajaran dapat digunakan walaupun ada beberapa bagian yang perlu disesuaikan dengan kondisi siswa.

Kata kunci: pendekatan science technology society, panduan, lingkungan hidup, life skill.

Page 109: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Page 103

PendahuluanPendidikan sains merupakan

suatu pendidikan yang dirancang sedemikian rupa sehingga mampu memotivasi siswa untuk berkreasi menemukan keterampilannya sendiri, hal ini karena pendidikan sainssenantiasa berhubungan langsung dengan realitas alam yang menjadi lingkungan hidup siswa. Pendidikan sain harus mampu membongkar dan mengembangkan keseluruhan potensi siswa, sehingga siswa memiliki kecakapan hidup (Life Skill) untuk menghadapi segala permasalahan dan tantangan dimasa yang akan datang. Pembelajaran sains merupakan keseluruhan cara berfikir untuk memahami gejala alam sebagai suatu jalan penyelidikan tentang kejadian alam.

Penyajian materi pelajaran sains yang dilakukan oleh guru selama ini jarang mengkaitkan dengan pengalaman belajar siswa dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menyebabkan pembelajaran sain dirasakan kurang bermakna. Siswa sering kali merasa bosan dan kurang berminat terhadap pelajaran sains sehingga menyebabkan hasil belajar siswa rendah. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di beberapa sekolah tingkat SMP di Aceh Besar, menunjukan bahwa prestasi belajar sains siswa di beberapa kelas agak rendah dan belum mencapai nilai KKM.

Guru dalam hal ini harus mampu memilih dan menggunakan bahan dan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Untuk mengatasi masalah belajar siswa tersebut perlu dilakukan suatu perubahan pendekatan dalam pembelajaran, salah satunya adalah Pendekatan Science Technology Society (STS).

Pendekatan Science Technology Society (STS) merupakan salah satu pendekatan yang menghubungkan antara pembelajaran sains di dalam kelas dengan kemajuan teknologi dan perkembangan masyarakat yang ada di sekitar siswa. Melalui pendekatan ini, siswa dilatih untuk memadukan pemahamannya tentang dunia alam (sains) dengan dunia buatan manusia (teknologi) dan dunia sosial dari pengalaman siswa sehari-hari dalam lingkungan masyarakat.

Pembelajaran sains yang berwawasan pendekatan STS dapat menumbuhkan sikap sains dan teknologi siswa. Sains tidak hanya berupa sains yang bersifat ingatan, melainkan sains yang berkaitan dengan dunia sekitar siswa dan dapat diaplikasikan dengan pengalaman belajar siswa dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut sesuai dengan ungkapan Yanger (dalam Sabar:2007) ,”Bahwa tujuan utama dari pembelajaran dengan pendekatan STS adalah siswa dapat memahami konsep sains dan keterkaitannya dengan kehidupan, bersikap ingin tahu, kritis, bertanggung jawab, mandiri, mempunyai minat untuk mengenal dan mempelajari kejadian di lingkungan sekitar”.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah paket pembelajaran/modul pembelajaran yang sesuai dengan pendekatan Science Technology Society (STS) sebagai pegangan guru di tingkat SMP kabupaten Aceh Besar ?

Kajian TeoriKegiatan pembelajaran IPA

dengan menggunakan pendekatan STS diusahakan agar materi yang diajarkan di dalam kelas dapat dikaitkan dengan

Page 110: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Page 104

situasi dunia nyata di luar kelas yang menyangkut perkembangan teknologi dan situasi masyarakat. Hal ini menggambarkan bahwa pendekatan STS dijalankan untuk mempersiapkan siswa dalam menghadapi masa depannya. Pendekatan STS ini menuntut agar siswa diikutsertakan dalam penentuan tujuan, perencanaan, pelaksanaan, cara mendapatkan informasi, dan evaluasi pembelajaran. Adapun yang digunakan sebagai penata (organizer) dalam pendekatan STS adalah isu-isu dalam masyarakat yang ada kaitannya dengan sains dan teknologi. STS dipandang sebagai proses pembelajaran yang senantiasa sesuai dengan konteks pengalaman manusia.

Ilmu yang diperoleh manusia dengan jalan mempelajari fenomena alam ini berpangkal pada pengetahuan yang diperoleh melalui pengamatan dan pengalaman, yang berpangkal padapenalaran. Tindakan berdasarkan penalaran itulah yang selanjutnya melahirkan berbagai konsep, teori, hukum dan ketentuan-ketentuan lain dengan keberlakuan universal serta berkelanjutan sehingga mendorong lahirnya penguasaan teknologi (Jailani, 2007). Siswa dalam hal ini diajak untuk meningkatkan kreatifitas, sikap ilmiah, dengan menggunakan konsep dan proses sains dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang dikatakan oleh Abdul Majid (2007:163) bahwa ”belajar dengan melakukan (Learning by doing) menjadikan proses belajar itu lebih menyenangkan. Oleh karena itu, guru harus menyediakan kesempatan kepada siswa untuk melakukan apa yang dipelajarinya, sehingga siswa memperoleh pengalaman nyata”.

Menurut Mardana, P. (2001:27) “Pembelajaran sains dengan pendekatanSTS (Science Technology Society) akan mengarahkan pada proses belajar sains

yang bermakna (Meaningfull Learning). Belajar sains bagi siswa tidak saja bermanfaat bagi perkembangan sains itu sendiri, tetapi bagaimana sains itu dapat digunakan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari untuk meningkatkan kualitas hidup.

Tahap-Tahap Dan Langkah-Langkah Pendekatan Sts

Menurut Barba, R. (1995:188), Pendekatan Science Technology Society(STS) meliputi tahap-tahap sebagai berikut:1. Tahap ke-1 (Inisiasi/ Memulai), yaitu

pada pendahuluan dikemukakan isu-isu masalah yang ada dalam masyarakat yang dapat digali dari siswa, tetapi jika guru tidak berhasil memperoleh tanggapan dari siswa maka guru dapat langsung mengemukakan sendiri.

2. Tahap ke-2 (Pembentukan Konsep), yaitu dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan dan metode, misalnya pendekatan ketrampilan proses, pendekatan sejarah, metode demonstrasi, eksperimen, observasi lingkungan dan lain-lain. Diharapkan pada akhir tahap ke-2 ini siswa menemukan konsep-konsep yang benar atau merupakan konsep-konsep para ilmuan.

3. Tahap ke-3 (Aplikasi Konsep), yaitu konsep-konsep yang telah dipahami siswa dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

4. Tahap ke-4 (Pemantapan Konsep), yaitu selama proses pembentukan konsep dan aplikasi konsep, guru perlu meluruskan dan mengarahkan jika terjadi miskonsepsi selama kegiatan berlajar berlangsung. Apabila tidak terjadi miskonsepsi maka guru tetap melakukan pemantapan konsep yaitu berupa penekanan pada kata-kata kunci yang penting diketahui siswa dalam bahan

Page 111: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Page 105

kajian tertentu. Hal ini dilakukan karena konsep-konsep kunci yang ditekankan pada akhir pembelajaran akan meningkatkan daya ingat siswa.

5. Tahap ke-5 (Penilaian), yaitu terdiri dari enam ranah yang terlibat dalam Pendekatan Science Technology Society (STS) yang dapat dirinci sebagai berikut :a. Konsep, fakta, generalisasi yang

diambil dari bidang ilmu tertentu.b. Proses diartikan dengan

bagaimana proses memperoleh konsep.

c. Kreatifitas mencakup lima prilaku individu, yaitu :(1) Kelancaran merupakan

kemampuan seseorang dalam menunjukkan banyak ide untuk menyelesaikan masalah.

(2) Fleksibilitas yaitu kreatifitas dan mampu menghasilkan berbagai macam ide diluar ide yang biasa dilakukan orang.

(3) Orginilitas yaitu seseorang yang memiliki orginilitas dalam mencobakan suatu ide dan memiliki kekhasan yang berbeda dibandingkan dengan individu lain.

(4) Elaborasi yaitu seseorang memiliki kemampuan elaborasi mampu menerapkan ide-ide secara rinci.

(5) Sensitivitas yaitu kemampuan kreatif terakhir adalah peka terhadap masalah atau situasi yang ada di lingkungannya.

d. Aplikasi konsep dalam kehidupan sehari-hari.

e. Sikap yaitu mencakup menyadari kebesaran Allah SWT, menghargai hasil penemuan ilmuan dan penemu produk teknologi, juga menyadari kemungkinan adanya dampak produk teknologi, peduli terhadap masyarakat yang kurang

beruntung dan memelihara kelestarian lingkungan.

f. Cenderung untuk ikut melaksanakan tindakan nyata apabila terjadi sesuatu dalam lingkungannya yang memerlukan peran sertanya (Asiyah:2010).

Karakteristik Pendekatan ScienceTechnology Society (STS)

Menurut Yager dalam Keni Agustina (2011), secara umum pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STS memiliki karakteristik sebagai berikut:1. Identifikasi masalah-masalah setempat yang memiliki kepentingan dan dampak2. Penggunaan sumber daya setempat (manusia, benda, lingkungan) untuk mencari

informasi yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah.

3. Keterlibatan siswa secara aktif dalam mencari informasi yang dapat diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari.

5. Kesempatan bagi siswa untuk berperan sebagai warga negara dimana ia mencoba

untuk memecahkan masalah-masalah yang telah diidentifikasi.

6. Identifikasi bagaimana sains dan teknologi berdampak pada masyarakat di masa

depan.7. Kebebasan atau otonomi dalam

proses belajar.Pembelajaran sains dengan

pendekatan STS yang dikembangkan tidak mengubah pokok-pokok bahasan yang ada dalam kurikulum, tetapi membantu memperjelas pemahaman siswa terhadap pokok-pokok bahasan yang harus dikuasai. Kelebihan pendekatan STS dilihat dari tujuan yang

Page 112: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Page 106

diungkapkan oleh Rumansyah (2006:3) yaitu sebagai berikut:1. Siswa mampu menghubungkan

realitas sosial dengan topik pembelajaran di dalam kelas.

2. Siswa mampu menggunakan berbagai jalan atau perspektif untuk mensikapi berbagai isu atau situasi yang berkembang di masyarakat berdasarkan pandangan ilmiah.

3. Siswa mampu menjadikan dirinya sebagai warga masyarakat yang memiliki tanggung jawab social (Sabar:2007).

Pembelajaran Materi Lingkungan Hidup Dengan Pendekatan STS

Pembelajaran materi lingkungan hidup dengan pendekatan STS pada prinsipnya berbeda dengan pendekatan belajar IPA secara tradisional. Informasi-informasi yang disajikan oleh guru, buku-buku paket dan pedoman kurikulum akan tidak banyak artinya, bilamana disajikan sebagai informasi yang tidak relevan. Gerak STS tampaknya didorong oleh rasa ingin tahu untuk mempelajari lingkungan hidup melalui isu-isu sosial di masyarakat (Sabar:2007).

Materi lingkungan hidup adalah materi yang cakupannya sangat luas, sehingga siswa cenderung menghafal konsep yang diberikan oleh guru tanpa mengetahui prinsip dasar dari materi lingkungan hidup tersebut. Pembelajaran materi lingkungan hidup dapat dimulai dengan mengangkat isu-isu dalam kehidupan sehari-hari yang menyangkut tentang lingkungan hidup. Pembelajaran dengan pendekatan STS ini adalah pendekatan pembelajaran yang berusaha mengaitkan pembelajaran dengan dunia nyata (Mackinnu,A. 2001). Berusaha memadukan pemahaman tentang dunia alam (sains) dengan dunia buatan manusia (teknologi) dan dunia sosial

dari pengalaman siswa sehari-hari dalam lingkungan masyarakat.

Seorang guru diharapkan dapat menerapkan tahap-tahap pendekatan STS dalam pembelajaran materi lingkungan hidup yaitu: tahap inisiasi/memulai, tahap pembentukan konsep, tahap aplikasi konsep, tahap pemantapan konsep dan tahap penilaian.

Tahap-tahap pendekatan STS pada pembelajaran materi lingkungan hidup, yaitu 1. Tahap Inisiasi/Memulai, yang

dimulai dengan menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu siswa dapat memahami tentang lingkungan hidup secara keseluruhan, mengangkat isu-isu dalam masyarakat tentang lingkungan hidup dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk membangkitkan pengetahuan awal siswa. Misalnya guru menanyakan, “ Bagaimana keadaan lingkungan hidup di lingkungan kita sekarang ini?. Guru membantu siswa mengidentifikasi masalah-masalah dengan menjelaskan bahwa berbagai fenomena alam yang terjadi sekarang ini dapat merusak lingkungan hidup seperti banjir yang diakibatkan lahan untuk penyerapan air semakin sempit akibat meluasnya penggunaan lahan untuk pembangunan seperti yang terjadi di kota-kota besar. Kerusakan lingkungan hidup juga disebabkan oleh kegiatan manusia yang berlebihan dan tidak bertanggungjawab seperti penebangan liar dan pembakaran hutan.

2. Tahap Pembentukan Konsep, yaitu pada tahap ini guru membantu siswa untuk memilih masalah lingkungan hidup lingkungan yaitu penyebaran tumbuhan tidak merata dalam pekarangan sekolah, ada tempat-

Page 113: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Page 107

tempat yang didominasi rumput dan ada tempat yang populasi rumputnya sedikit. Daerah yang terbuka lebih banyak ditemukan rumput dari pada daerah yang ternaung oleh tumbuhan lain. Biasanya daerah yang ditumbuhi banyak tumbuhan dan rumput jarang tergenang air bila musim hujan karena tumbuhan dapat menyerap dan menyimpan air untuk kebutuhan hidupnya. Siswa juga harus bisa membedakan yang mana yang dikatakan populasi, komunitas, lingkungan hidup, habitat dan relung, dengan cara melakukan pengamatan di lingkungan sekolah dan kemudian mengisi LKS yang sudah dibagikan.

3. Tahap Aplikasi Konsep, yaitu pada tahap ini guru mengarahkan siswa untuk menganalisis dan mengaplikasikan materi lingkungan hidup yang telah dipahami dengan lingkungan hidupnya. Disini, siswa tidak hanya mengamati lingkungan hidup yang ada di lingkungan sekolah tetapi juga dikaitkan dengan lingkungan hidup-lingkungan hidup yang lain yang ada di sekitar tempat tinggal siswa, seperti lingkungan hidup sawah, sungai, kebun, kolam, laut dan sebagainya. Misalnya siswa menyebutkan populasi-populasi apa saja yang menyusun lingkungan hidup sawah, yang tentunya berbeda dengan populasi-populasi yang ada di lingkungan hidup lingkungan sekolah. Siswa juga diarahkan supaya lebih menjaga dan memelihara lingkungan lingkungan hidup.

4. Tahap Pemantapan Konsep, yaitu pada tahap ini guru memberi penjelasan terhadap kata-kata kunci yang sulit dipahami siswa seperti kata populasi, komunitas, lingkungan hidup, habitat dan nisia.

Guru melakukan pemantapan konsep berupa penekanan pada kata-kata kunci yang penting diketahui siswa untuk meningkatkan daya ingat siswa.

5. Tahap Penilaian, yaitu pada tahap ini guru mengevaluasi pemahaman siswa terhadap konsep lingkungan hidup dan menilai perasaan siswa apakah peka terhadap masalah atau situasi yang ada di lingkungannya atau tidak dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Siswa dapat menyadari kebesaran Allah SWT dan mengahargai hasil produk teknologi dan menyadari dampak dari kemajuan teknologi

Tujuan Dan Manfaat Penelitian2.5.1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah agar para guru IPA di tingkat SMP mampu menerapkan pembelajaran Science Technology Society (STS) khususnya pada materi lingkungan hidup dan selanjutnya dapat dikembangkan guru lebih lanjut untuk materi lainnya. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan suatu bahan pegangan bagi guru dan buku panduan yang disesuaikan dengan tuntutan kurikulum. Buku panduan guru yang dihasilkan nantinya dapat digunakan oleh guru sebagai pedoman dalam menyusun bahan ajar/rencana pembelajaran untuk materi lainnya. Disisi lain buku panduan tersebut juga dapat digunakan oleh para instruktur dalam program pelatihan guru. 2.5.2 Manfaat Penelitian

Untuk membantu guru dan mengembangkan kemampuan dalam menjalankan tugasnya di kelas, terutama dalam pembelajaran lingkungan hidup, maka perlu dilahirkan suatu bahan pembelajaran yang dilengkapi dengan pedoman penggunaannya. Bahan pembelajaran ini dapat dijadikan pedoman bagi guru

Page 114: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Page 108

dalam pembelajaran dan diharapkan mereka mampu mengembangkannya lebih lanjut untuk materi-materi lain dalam pembelajaran. Paket pembelajaran yang dihasilkan setelah penelitian ini akan bermanfaat dalam kegiatan pelatihan guru-guru SMP, baik tingkat kabupaten maupun tingkat propinsi, terutama sekali oleh guru inti pada MGMP dalam wilayah Kabupaten Aceh Besar.

Salah satu fungsi pendidikan di sekolah adalah mengembangkan potensi siswa untuk menghadapi perannya di masa datang dengan mengembangkan sejumlah kecakapan hidup (life skill), kecakapan hidup merupakan kecakapan untuk menciptakan atau menemukan pemecahan masalah-masalah baru (inovasi) dengan menggunakan fakta, konsep, prinsip, atau prosedur yang telah dipelajari. Penemuan pemecahan masalah baru tersebut dapat berupa proses maupun produk yang bermanfaat untuk mempertahankan, meningkatkan, serta memperbaharui hidup (Depdiknas: 2010). Disamping itu hendaknya kecakapan hidup tersebut diupayakan pencapaiannya denganmengintegrasikan pada pengalaman belajar yang relevan dengan kehidupan sehari-hari (Barba, R:1995).

Secara khusus kecakapan hidup (life skill) itu bertujuan untuk:a. Mengaktualisasikan potensi siswa

sehingga dapat digunakan untuk memecahkan problema yang dihadapi

b. Memberikan kesempatan kepada sekolah untuk mengembangkan pembelajaran yang fleksibel, sesuai dengan prinsip pendidikan berbasis luas

c. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lingkungan sekolah dengan memberikan peluang pemanfaatan sumber daya yang ada di masyarakat, sesuai dengan

manajemen berbasis sekolah.(Barba,R:1995).

Pengimplementasian pendidikan kecakapan hidup pada tiap tingkatan satuan pendidikan terdapat perbedaan penekanan hal ini berhubungan dengan tingkat perkembangan psikologis dan fisiologis tiap jenjang pendidikan. Pada Jenjang SD/SMP lebih menekankan kepada kecakapan hidup umum (generic skill ), yaitu mencakup aspek kecakapan personal (personal skill) dan kecakapan sosial (social skill) dua kecakapan ini merupakan prasyarat yang harus diupayakan berlangsung pada jenjang ini. Kedua kecakapan ini penekanannyakepada pembentukan akhlak sebagai dasar pembentukan nilai-nilai dasar kebajikan (basic goodness), seperti; kejujuran, kebajikan, kepatuhan, keadilan, etos kerja, kepahlawanan, menjaga kebersihan, serta kemampuan bersosialisasi. Kecapan hidup tidak semata-mata mempunyai kemampuan tertentu (vocasionaljob), namun juga memiliki kemampuan dasar pendukung secara fungsional seperti: membaca, menulis, memecahkan masalah, bekerjasama dan penggunaan teknologi. Kecakapan hidup merupakan kecakapan-kecakapan secara praktis dapat membekali seorang individu dalam mengatasi bebagai macam persoalan hidup dan kehidupan. Kecakapan itu termasuk aspek pengetahuan sikap yang didalamnya termasuk fisik dan mental serta kecakapan kejuruan.

Apabila dilihat secara khusus mengenai penerapan kurikulum dalam penyajian pembelajaran materi IPA Biologi, maka tujuannya dapat dijabarkan sebagai berikut:1. Agar siswa mampu melaksanakan

percobaan dan bernalar untuk memahami prinsip kerja dan manfaatnya dalam memecahkan

Page 115: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Page 109

permasalahan yang berkaitan dengan materi yang diajarkan.

2. Agar siswa dapat berdiskusi tentang materi yang diajarkan dengan menggunakan gambar/charta.

3. Agar siswa dapat mengidentifikasi tentang struktur dan fungsi makhluk hidup setelah praktikum.

4. Agar siswa dapat menerima informasi tantang teori-teori dalam pembelajaran sains.

5. Agar siswa dapat melakukan percobaan untuk memahami cara kerja materi yang diajarkan serta dapat mengaplika sikan dalam kehidupan sehari-hari.

6. Agar siswa dapat menggambarkan dalam bentuk diagram rantai makanan dan jaring-jaring kehidupan serta menjelaskan masing-masing tingkat tropic (Sabar:2007).

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan inovasi guru dalam merancang paket pembelajaran dengan bermacam-macam pendekatan, khususnya pendekatan Science Technology Society (STS). Selain itu juga mampu merancang perangkat pembelajaran yang meliputi penyusunan silabus, pemetaan materi, penyusunan RPP, LKS dan instrumen evaluasi. Unit STS adalah bahan ajar berupa modul yang disusun dengan mengaitkan sains dan teknologi.

Metode Adapun tahapan yang dilakukan

dalam menyusun paket belajar Science Technology Society adalah sebagai berikut:3.1. Penyusunan bahan pembelajaran

Peneliti menyusun paket pembelajaran STS khususnya materi lingkungan hidup untuk SMP/MTs, yang dilengkapi dengan panduan penggunaannya yang meliputi 7 langkah. Isi paket pembelajaran terfokus pada bagian yang menyangkut

tentang pembelajaran dengan pendekatan STS dengan tujuan utama adalah agar para guru dapat lebih memahami kandungan paket pembelajaran sebelum mereka menggunakannya pada saat uji coba di dalam kelas. Disisi lain tujuannya agar para guru tersebut memahami cara menyusun rencana pembelajaran sesuai dengan tuntutan kurikulum yang berlaku untuk materi-materi lain selain materi lingkungan hidup. 3.2. Menyusun Instrumen

Instrumen yang disusun meliputi: 1) Instrumen untuk mengetahui tanggapan dari para guru yang melaksanakan pembelajaran pada saat uji coba lapangan, yang diminta baik setelah guru membaca panduan maupun setelah selesai melakukan uji coba di kelas, 2) untuk mengetahui tanggapan dari siswa terutama kesulitan-kesulitan yang dialaminya pada saat berlangsungnya pembelajaran STS, dilakukan setelah guru melakukan uji coba di kelas. Untuk mendapatkan masukan dalam menyempurnakan paket pembelajaran draf 1, diperlukan juga wawancara dengan beberapa orang guru dan beberapa orang siswa berkaitan dengan kelebihan dan kekurangannya, sehingga dapat menghasilkan draf yang ke 2 yang lebih baik.

3. 3 Analisis hasil uji coba draf bahan ajar

Setelah data hasil uji coba yang dijaring melalui angket dan wawancara terkumpul, lalu dianalisis. Hasil analisis digunakan untuk melengkapi atau merefisi isi dari draf I. Dalam rentang waktu ini juga diadakan seminar dan diskusi serta paparan hasil uji coba dan paparan hasil analisis data.

Hasil Dan PembahasanHasil penelitian ini adalah berupa

modul, tanggapan guru terhadap isi

Page 116: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Page 110

modul dan penggunaan modul dalam pembelajaran

1. paket belajar pengenalan pendekatan STS

2. paket belajar materi lingkungan hidup dengan pendekatan STS

3. instrumen angket tanggapan guru tentang pendekatan STS

A. Paket belajar pengenalan pendekatan STS meliputi:1. pendahuluan,2. pembelajaran sains dengan

pendekatan STS,3. hakikat sains teknologi society

(STS)4. penerapan pendekatan STS dalam

pembelajaran biologi5. langkah-langkah pembelajaran

dengan pendekatan STS6. karakter pendekatan sains teknologi

society (STS)7. pembelajaran materi lingkungan

hidup dengan pendekatan STS

B. Paket belajar materi lingkungan hidup dengan pendekatan STS. Bahan ajar yang meliputi materi penyajian guru (untuk materi lingkungan hidup yang terdiri dari beberapa sub pokok bahasan).

C. Instrumen tanggapan guru tentang paket belajar pendekatan STS dan paket belajar materi lingkungan hidup dengan pendekatan STS.

D. Artikel ilmiah (Jurnal Dedaktika FKIP Universitas Mulawarman Samarinda)

KesimpulanPendekatan Science Technology

Society (STS) merupakan salah satu pendekatan yang menghubungkan antara pembelajaran sains di dalam kelas dengan kemajuan teknologi dan perkembangan masyarakat yang ada di sekitar siswa. Melalui pendekatan ini, siswa dilatih untuk memadukan

pemahamannya tentang dunia alam (sains) dengan dunia buatan manusia (teknologi) dan dunia sosial dari pengalaman siswa sehari-hari dalam lingkungan masyarakat. Hasil analisis data dari angket dan wawancara menunjukkan bahwa sebahagian besar responden (60%) belum pernah mengajar dengan pendekatan STS, dan belum banyak memahami tentang STS, namun setelah mereka membaca paket pembelajaran STS, mereka jadi tertarik untuk mengujicobakan di kelas.Terdapat 20 % responden menyatakan pernah mengajar dengan pendekatan STS, namun mereka tidak memahami bahwa yang dia terapkan itu STS, meraka memahaminya sebagai keterampilan proses. Sedangkan sebahagian lagi (20%) responden menyatakan belum mampu menerapkan pendekatan STS untuk pembelajaran materi lingkungan hidup. Namun semua responden menyatakan dapat memahami paket pembelajaran STS yang dibagikan oleh peneliti. Setelah guru melakukan ujicoba di kelas, mereka menyatakan paket pembelajaran dapat digunakan walaupun ada beberapa bagian yang perlu disesuaikan dengan kondisi siswa. Hasil analisis digunakan untuk melengkapi atau merefisi isi dari draf I.

Daftar PustakaAbdul Majid. 2007. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. Arikunto, S. 1995. Dasar-Dasar

Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.

Asiyah. 2010. Penerapan Metode Pembelajaran Portofolio dengan Pendekatan Science Technology Society pada Mata Pelajaran Ekonomi Kelas X SMA Negeri 15 Semarang, (online),diakses dari : http://digilib.unnes.ac.id.

Page 117: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education Page 111

Barba, R. 1995. Science in the Multicultural Classroom. Boston: Allyn and Bacon.

Binadja, A., 1998. Science in SETS (Science, Environment, Technology, and Society) Context. Paper Training on Improving Teaching Proficiency of Indonesian Junior & Senior Secondary Science Teachers 16 Pebruary – 10 May 1998. Ministery of Education and Culture The Republic of Indonesia in Coordination with Southest Asia Minister of Education Organisation (SEAMEO) Regional Centre for Education in Science and Mathematics (RECSAM).

Depdiknas. 2003. Pengembangan Pelaksanaan Broad-Based Education, High Based Education,dan life skill di SMU.Jakarta : Depdiknas.

Jailani. 2007. Pengaruh Pendekatan Sains Tecnology Society Terhadap Hasil Belajar dan Aktifitas Belajar Biologi Siswa. Jurnal Giralda Vol.VII. No.2, 15-22.

Keni Agustina. 2011. Pendekatan Sain Teknologi Masyarakat Dalam Pembelajaran IPA di SD Charitas Pondok Labu, (online), diakses dari:http://lib.atmajaya.ac.id.

Mackinnu, A. 2001. Comparison of Learning Outcomes Between Taught Class Whit a STS Aproach and Textbook Orientation. Unpublished Doctoral Dissertation, University of Iowa.

Mardana Putu. 2001. Implementasi Model Pengajaran Sains dengan Pendekatan Generatif Berorientasi Science Technology Society (STS) Dalam Upaya Meningkatkan kualitas pembelajaran Fisika di SMU. Jurnal Pendidikan No. 0215-8250, 34. Bali: Singaraja, 2001.

Rumansyah. 2006. Pendekatan Sains Teknologi Maysarakat (STS) Dalam Pembelajaran Kimia di Kalimantan Selatan. Balitbang: Depdiknas.

Sabar Nurohman. 2007. Penerapan Pendekatan Science Technology Society (STS) dalam Pembelajaran IPA Sebagai Upaya Peningkatan Life Skills Siswa , (2007) (online), diakses dari http://shobru.files.wordpress.com/2008/08/life-skills.pdf.

Sumaji. 1998. Pendidikan Sains Yang Humanistis. Yogyakarta: Kanisius.

Page 118: Jurnal Biologi Edisi Khusus

Jurnal Biology Education

PenerbitProgram Studi Pendidikan Biologi Universitas Serambi Mekkah Banda AcehPendidikan Biologi Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

Page 2

Pendidikan Biologi Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh