kum pulan makalah bu chorry edit

60
ASUHAN KEPERAWATAN PADA SPINABIFIDA, MIKROSEFALI, DAN SGB (SINDROMA GUILLENA BARE) DOSEN PENGAMPU: Chori Elsera,S.Kep.Ns Disusun oleh: Rini (104070) Tika (104077) Roni (104071) Winda (104078) Safrina (104072) Wiwin (104079) Sughro (104073) Yorin (104080) Sukri (104074) Yuli (104081) Sulis (104075) Anggia (104082) Ningsih (104076) i

Upload: diah-wulan

Post on 31-Oct-2015

390 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA

SPINABIFIDA, MIKROSEFALI, DAN SGB

(SINDROMA GUILLENA BARE)DOSEN PENGAMPU:

Chori Elsera,S.Kep.Ns

Disusun oleh:

Rini (104070) Tika (104077)

Roni (104071) Winda (104078)

Safrina (104072) Wiwin (104079)

Sughro (104073) Yorin (104080)

Sukri (104074) Yuli (104081)

Sulis (104075) Anggia (104082)

Ningsih (104076)

Stikes muhammadiyah klaten

(2011)

i

Page 2: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang hingga saat

ini masih berkenan menyatukan roh dan jasad kita. Dan Nabi

Muhammad yang telah mengubah sebuah pandangan menjadi new

paradigma sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam hal

ini penyusun mencoba meramu dari berbagai literatur menjadi sebuah

makalah, sehingga tersedianya buku dalam jumlah yang cukup

merupakan faktor penting dalam penyusun makalah ini.

Makalah yang berjudul “ASKEP SPINA BIFIDA, mikrosefali dan

SGB” ini bertujuan agar mahasiswa dapat lebih memahami bagaimana

proses keperawatan pada pasien spina bifida.

Penyusun telah berupaya maksimal agar makalah ini dapat

terselesaikan dengan baik walaupun demikian tentu masih ada

kekurangan. Untuk itu penyusun menerima dengan tangan terbuka

kritik dan saran dari berbagai pihak demi penyempurnaan makalah ini

pada tugas berikutnya.

Klaten, Mei 2011

Penyusun

ii

Page 3: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................... i

DAFTARISI....................................................................................... ii

BAB I SPINA BIFIDA.......................................................................... iii

A. Defenisi............................................................................. 1

B. Etiologi ............................................................................. 1

C. Patofisiologi ...................................................................... 1

D. Pathway............................................................................ 2

E. Manifestasi Klinik.............................................................. 2

F. Pemeriksaan Diagnostik.................................................... 3

G. Penatalaksanaan............................................................... 3

ASUHAN KEPERAWATAN........................................................ 5

BAB II ASUHAN KEPERAWATAN PADA MIKROSEFALI...................... 12

A. Definisi.............................................................................. 13

B. Etiologi.............................................................................. 13

C. Pathway............................................................................ 15

D. Patogenesis....................................................................... 16

E. Patologi............................................................................. 17

F. Manifestasi Klinis.............................................................. 17

G. Diagnosis.......................................................................... 17

H. Diagnosis Banding............................................................ 19

I. Terapi................................................................................ 19

J. Prognosis........................................................................... 20

K. Pencegahan...................................................................... 20

ASUHAN KEPERAWATAN........................................................ 21

BAB III SINDROM GUELLENA BARE.................................................. 23

A. Definisi.............................................................................. 24

B. Epidemiologi..................................................................... 24

C. Etiologi.............................................................................. 25

D. Patogenesa....................................................................... 26

E. Peran imunitas seluler...................................................... 27

iii

Page 4: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

F. Patologi............................................................................. 28

G. Pathway............................................................................ 29

H. Klasifikasi.......................................................................... 30

I. Gambaran Klinis................................................................ 30

J. Gejala Klinis...................................................................... 31

K. Terapi................................................................................ 33

L. Kortikosteroid.................................................................... 33

M. Plasmaparesis................................................................... 34

N. Pengobatan imunosupresan............................................. 34

O. Prognosa........................................................................... 34

ASUHAN KEPERAWATAN........................................................ 36

DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 42

iv

Page 5: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

BAB I

SPINA BIFIDA

KONSEP MEDIS

A. Defenisi

Spina Bifida (Sumbing Tulang Belakang) adalah suatu celah

pada tulang belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari

satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk

secara utuh. Keadaan ini biasanya terjadi pada minggu ke empat

masa embrio.

B. Etiologi

Penyebab yang pasti tidak diketahui, tetapi diduga akibat :

Genetik

Kekurangan asam folat dalam masa kehamilan

Ibu dengan epilepsi yang menderita panas tinggi dalam

kehamilannya dan mengkonsumsi obat asam valproic

C. Patofisiologi

Multifaktor (Idiopatik, genetik, dll)

Vertebra gagal menutup/gagal terbentuk secara utuh

Penonjolan dari korda spinalis dan akar saraf

Penurunan/gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi

Orang tua menjadi Kelumpuhan/kelemahan Ketidakmampuan

mengontrol cemas pada ekstremitas bawah keinginan berkemih

Kurang terpajan immobilisasi Inkontinensia Urin informasi

Resiko Kerusakan Integritas Kulit

Kurang pengetahuan

1

Page 6: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

D. Pathways

E. Manifestasi Klinik

Terdapat beberapa jenis spina bifida:

Spina bifida okulta (tersembunyi) : bila kelainan hanya sedikit,

hanya ditandai oleh bintik, tanda lahir merah anggur, atau

ditumbuhi rambut dan bila medula spinalis dan meningens

normal.

Meningokel : bila kelainan tersebut besar, meningen mungkin

keluar melalui medula spinalis, membentuk kantung yang

dipenuhi dengan CSF. Anak tidak mengalami paralise dan mampu

untuk mengembangkan kontrol kandung kemih dan usus.

Terdapat kemungkinan terjadinya infeksi bila kantung tersebut

robek dan kelainan ini adalah masalah kosmetik sehingga harus

dioperasi.

Mielomeningokel : jenis spina bifida yang paling berat, dimana

sebagian dari medula spinalis turun ke dalam

meningokel.Gejalanya berupa:

2

Vertebra gagal menutup/gagal terbentuk secara

utuh

Vertebra gagal menutup/gagal terbentuk secara

utuh

Penonjolan dari korda spinalis

dan akar saraf

Penonjolan dari korda spinalis

dan akar saraf

Penurunan/gangguan fungsi pada bagian tubuh yang

dipersarafi

Penurunan/gangguan fungsi pada bagian tubuh yang

dipersarafi

Resiko Kerusakan Integritas KulitResiko Kerusakan Integritas Kulit

Page 7: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

1. Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah

pada bayi baru lahir

2. Jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya

3. Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki

4. Penurunan sensasi

5. Inkontinensia urin maupun inkontinensia tinja

6. Korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi

(meningitis)

F. Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil

pemeriksaan fisik.Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani

pemeriksaan darah yang disebut triple screen. Tes ini merupakan tes

penyaringan untuk spina bifida, sindroma Down dan kelainan bawaan

lainnya. 85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida,

akan memiliki kadar serum alfa fetoprotein yang tinggi. Tes ini

memiliki angka positif palsu yang tinggi, karena itu jika hasilnya

positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat

diagnosis. Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan adanya

spina bifida.Kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairan

ketuban).

Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut:

- Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi

kelainan.

- USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pda

korda spinalis maupun vertebra

- CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk

menentukan lokasi dan luasnya kelainan.

G. Penatalaksanaan

Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk

dan untuk mengobati hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung

3

Page 8: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

kemih serta kelainan bentuk fisik yang sering menyertai spina bifida.

Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk

memperkuat fungsi otot. Untuk mengobati atau mencegah

meningitis, infeksi saluran kemih dan infeksi lainnya, diberikan

antibiotik..

Untuk mengatasi gejala muskuloskeletal (otot dan kerangka tubuh)

perlu campur tangan dari ortopedi (bedah tulang) maupun terapi

fisik. Kelainan saraf lainnya diobati sesuai dengan jenis dan luasnya

gangguan fungsi yang terjadi.

Kadang pembedahan shunting untuk memperbaiki hidrosefalus akan

menyebabkan berkurangnya mielomeningokel secara spontan .

4

Page 9: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

5

Page 10: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Pengumpulan Data

Orang tua klien mengungkapkan cemas

Orang tua klien meminta informasi tentang tindakan yang

dilakukan

Orang tua klien sering bertanya tentang penyakit anaknya

Orang tua tampak gelisah

Klien tidak dapat mengerakkan kakinya

Tampak penonjolan seperti kantung di punggung tengah klien

Orang tua klien mengeluh anaknya terus berkemih dalam

jumlah besar

Enuresis

Diurnal

Nokturnal

2. Klasifikasi Data

Data Subyektif Data Obyektif

Orang tua klien

mengungkapkan cemas

Orang tua klien mengeluh

anaknya terus berkemih

dalam jumlah besar

Enuresis

Diurnal

Nokturnal

Orang tua klien meminta informasi

tentang tindakan yang dilakukan

Orang tua klien sering bertanya

tentang penyakit anaknya

Orang tua tampak gelisah

Klien tidak dapat mengerakkan

kakinya

Tampak penonjolan seperti

kantung di punggung tengah klien

6

Page 11: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

3. Analisa Data

N

o

Symptom Etiologi Problem

1 DS :

Orang tua klien

mengeluh anaknya

terus berkemih

dalam jumlah besar

DO :

Enuresis

Diurnal

Nokturnal

Penonjolan dari korda

spinalis dan akar saraf

Penurunan/gangguan

fungsi pada bagian

tubuh yang dipersarafi

Ketidakmampuan

mengontrol pola

berkemih

Inkontinensia Urin

Inkontinensia

Urin

2 DS :

Klien

mengungkapkan

cemas

DO :

Orang tua klien

meminta informasi

tentang tindakan

yang dilakukan

Orang tua klien

sering bertanya

tentang penyakit

Orang tua tampak

gelisah

Penurunan/gangguan

fungsi pada bagian

tubuh yang dipersarafi

Orangtua cemas

Kurang terpajan

informasi

Kurang Pengetahuan

Kurang

Pengetahuan

3 DS : -

DO : -

Penurunan/gangguan

fungsi pada bagian

tubuh yang dipersarafi

Kelumpuhan/

kelemahan pada

ekstremitas bawah

Resiko

Kerusakan

Integritas Kulit

7

Page 12: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

Immobilisasi

Resiko Kerusakan

Integritas Kulit

B. Diagnosa Keperawatan

1. Inkontinensia urin berhubungan dengan ketidakmampuan

mengontrol keinginan berkemih, yang ditandai dengan :

DS :

Orang tua klien mengeluh anaknya terus berkemih dalam

jumlah besar

DO :

Enuresis

Diurnal

Nokturnal

2. Kurang pengetahuan orang tua tentang proses penyakit dan

penanganan penyakit anaknya berhubungan dengan kurang

terpajan informasi, yang ditandai dengan :

DS :

Klien mengungkapkan cemas

DO :

Orang tua klien meminta informasi tentang tindakan yang

dilakukan

Orang tua klien sering bertanya tentang penyakit anaknya

Orang tua tampak gelisah

3. Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan

immobilisasi.

C. Intervensi Keperawatan

8

Page 13: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

1. Inkontinensia urin berhubungan dengan ketidakmampuan

mengontrol keinginan berkemih

Tujuan:

Inkontinensia urin dapat berkurang/teratasi dengan kriteria:

Enuresis, diurnal dan nokturnal berkurang/tidak ada

Klien berkemih dalam jumlah dan frekuensi yang normal

Intervensi:

1) Kaji pola berkemih dan tingkat inkontinensia klien

Rasional :

Sebagai data dasar untuk intervensi selanjutnya

2) Berikan perawatan pada kulit klien yang basah karena urin

(dilap dengan air hangat kemudian dilap kering dan diberi

bedak)

Rasional :

Perawatan yang baik dapat mencegah iritasi pada kulit klien

3) Anjurkan ibu klien untuk sering memeriksa popok klien, jika

basah segera diganti

Rasional :

Popok yang selalu basah dapat menimbulkan iritasi dan lecet

pada kulit

4) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat (misalnya:

Antikolinergik)

Rasional :

Obat antikolinergik diperlukan untuk menghilangkan kontraksi

kandung kemih tak terhambat

2. Kurang pengetahuan orang tua tentang proses penyakit dan

penanganan penyakit anaknya berhubungan dengan kurang

terpajan informasi

Tujuan:

Orang tua klien dapat memahami proses penyakit dan prosedur

penanganan penyakit anaknya,dengan kriteria:

Orang tua klien tampak tenang

9

Page 14: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

Orang tua klien dapat menjelaskan proses penyakit dan

prosedur penanganan penyakit anaknya

Intervensi:

1) Kaji tingkat pengetahuan orang tua klien tentang proses

penyakit dan penanganan penyakit anaknya

Rasional :

Sebagai data dasar dalam emnentukan intervensi selanjutnya

2) Berikan kesempatan kepada orang tua klien untuk bertanya

Rasional :

Memberikan jalan untuk mengekspresikan perasaannya dan

mengetahui pemahaman orang tua klien tentang penyakit

anaknya

3) Jelaskan dengan baik kepada orang tua tentang proses

penyakit dan prosedur penanganannya

Rasional :

Menigkatkan pemahaman orang tua klien tentang penyakitnya

anaknya

4) Berikan dukungan positif kepada orang tua klien

Rasional :

Dukungan yang positif dapat memberikan semangat kepada

orang tua untuk menerima penyakit anaknya dan membantu

proses perawatan.

3. Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan

immobilisasi

Tujuan:

Kerusakan integritas kulit tidak terjadi dengan kriteria:

Kulit tampak halus dan lembut

Tidak ada iritasi/lecet, dekubitus

Intervensi:

1) Kaji tingkat keterbatasan gerak (immobilisasi) klien

Rasional :

Sebagai data dasar untuk intervensi selanjutnya

10

Page 15: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

2) Rubah posisi klien setiap dua jam

Rasional :

Penekanan yang lama pada salah satu bagian tubuh dapat

menyebabkan terjadinya dekubitus

3) Jaga pakaian dan linen tetap kering

Rasional :

Pakaian dan linen yang basah dapat mengiritasi kulit

4) Ajarkan pada orang tua klien untuk memassage daerah yang

tertekan, gunakan lotion

Rasional :

Memperlancar peredaran darah, meningkatkan relaksasi dan

mencegah iritasi

D. Implementasi

mengkaji tingkat pengetahuan orang tua klien tentang proses

penyakit dan penanganan penyakit anaknya

memberikan kesempatan kepada orang tua klien untuk bertanya

menjelaskan dengan baik kepada orang tua tentang proses

penyakit dan prosedur penanganannya

memberikan dukungan positif kepada orang tua klien

E. Evaluasi

Mengkaji kembali tindakan yang telah di laksanakan, adapun kriteria

hasil adalah, sebagai berikut:

Memberikan pendidikan pada orang tua pasien untuk

Orang tua klien tampak tenang

Orang tua klien dapat menjelaskan proses penyakit dan

prosedur penanganan penyakit anaknya

Inkontinensia urin berhubungan dengan ketidakmampuan

mengontrol keinginan berkemih

Tujuan:

Inkontinensia urin dapat berkurang/teratasi dengan kriteria:

11

Page 16: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

Enuresis, diurnal dan nokturnal berkurang/tidak ada

Klien berkemih dalam jumlah dan frekuensi yang normal

Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan

immobilisasi

Tujuan:

Kerusakan integritas kulit tidak terjadi dengan kriteria:

Kulit tampak halus dan lembut

Tidak ada iritasi/lecet, dekubitus

12

Page 17: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

BAB II

ASUHAN KEPEAWATAN

PADA

MIKROSEFALI

13

Page 18: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

Mikrosefali

A. Definisi

Mikrosefali adalah cacat pertumbuhan otak secara menyeluruh

akibat abnormalitas perkembangan dan proses destruksi otak selama

masa janin dan awal masa bayi. Ukuran kepala lebih dari 3 standart

deviasi di bawah rata-rata. 2

Mikrosefali adalah kasus malformasi kongenital otak yang paling

sering dijumpai. Ukuran otak pada kasus ini relatif amat kecil, dan

karena pertumbuhannya terhenti maka ukuran tengkorak sebagai

wadahnya pun juga kecil (sebenarnya nama yang lebih tepat adalah

mikroensefalus). Perbandingan berat otak terhadap badan yang

normal adalah 1 : 30, sedangkan pada kasus mikrosefalus,

perbandingannya dapat menjadi 1 : 100. Bila kasus bisa hidup

sampai usia dewasa, biasanya berat otaknya hanya kurang dari 900

gram (bahkan ada yang hanya 300 gram). 1

Otak mikrosefalik selalu lebih ringan, dapat serendah 25 % otak

normal. Jumlah dan kompleksitas girus korteks mungkin berkurang.

Lobus frontalis adalah yang paling parah, serebelum sering kali

membesar tak seimbang. Pada mikrosefali akibat penyakit perinatal

dan postnatal dapat terjadi kehilangan neuron dan gliosis korteks

serebri.

Mikrosefali yang paling parah cenderung terjadi pada bentuk

yang diwariskan resesif. Penderita anak memperlihatkan dahi yang

landai ke belakang dan telinga yang besar tak sebanding.

Perkembangan motorik sering kali baik, tetapi retardasi mental

secara progresif makin nyata dan sering kali berat. 2

B. Etiologi

Berbagai kondisi dalam tabel 1 harus dipertimbangan dalam

diagnosis banding bayi atau anak mikrosefali. Dahi yang landai ke

14

Page 19: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

belekang, telinga yangbesar, dan pertalian darah pada orang tua,

mengarah pada diagnosis mikrosefali herediter. Kemungkinan

mikrosefali akibat fenilkeonuria maternal harus selalu diteliti dengan

pemeriksaan kemih ibu yang tepat. Radiogram kranium, pungsi

lumbal, tes serologis berguna dalam diagnosis mikrosefali akibat

infeksi intrauterin. Kalsifikasi serebrum difus sering kali ditemukan

pada toksoplasma kongenital, kalsifikasi periventrikular lebih sering

pada penyakit virus sitomegalo. Sindroma alkohol janin harus

dipertimbangkan pada anak mikrosefalik dari ibu dengan riwayat

alkoholisme. 2

Tabel I. Sebab-sebab Mikrosefali 4

Cacat Perkembangan

Otak

Infeksi

Intrauterin

Penyakit

Postnatal dan

Perinatal

Mikrosefali herediter

(resesif)

Rubela

kongenital

Anoksia intra

uterin atau

neonatal

Mongolisme dan

sindroma trisoma

lainnya

Infeksi virus

sitomegali

Malnutrisi berat

pada awal masa

bayi

Paparan radiasi ionisasi

pada janin

Toksoplasma

kongenital

Infeksi virus

herpes neonatal

Feniketonuria maternal Sifilis kongenital

Cebol seckel

Sindroma cornelia de

lange

Sindroma rubinstein-

15

Page 20: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

taybi

Sindroma smith-lemli-

opitz

Sindroma alkohol janin

Ada yang membedakan etiologi mikro-sefali sebagai berikut :

1. Genetik

2. Didapat, yaitu disebabkan :

a. Antenatal pada morbili, penyinaran, sifilis, toksoplasmosis,

kelainan sirkulasi darah janin atau tidak diketahui

penyebabnya.

b. Intranatal akibat perdarahan atau anoksia.

c. Pascanatal dan setelah ensefalitis, trauma kepala dan

sebagainya.

C. Pathways

16

terbentuknya neural tube yaitu induksi daerah dorsal yang

terjadi pada minggu ke 3 masa gestasi

kelainan congenital seperti kranioskisis,totalis,dsb

terjadi proliferasi neuron yang terjadi pada masa gestasi. Gangguan pada

masa ini dapat menyebabkan mikrosefali

Page 21: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

D. Patogenesis

Bakal serebrum mulai terlihat sebagai struktur yang dapat

dikenali pada embrio kehamilan 28 hari, saat ujung anterior tuba

neuralis mengalami suatu ekspansi globular, prosensefalon. Dalam

beberapa hari berikutnya, prosensefalon membelah menjadi 2

perluasan lateral yang merupakan asal hemisferium serebri dan

ventrikel lateralis. Dinding ventrikel pada stadium ini dibentuk oleh

lapisan benih neuroblas yang aktif membelah. Neuroblas yang baru

terbentuk bermigrasi dari dinding ventrikel ke permukaan

hemisferium primitif, berakumulasi dan membentuk korteks serebri.

Pendatang pertama membentuk lapisan bawah korteks, dan

pendatang selanjutnya melewati lapisan ini, membentuk lapisan-

lapisan atas. Diferensiasi neuroblas membentuk neuron ekstensi sel

yang bertambah panjang dan akhirnya membentuk akson dengan

lumen ventrikel melalui ekstensi sel yang bertambah panjang dan

akhirnya membentuk akson substansi alba subkortikal. Akson yang

menyeberang dari 1 hemisferium ke hemisferium lainnya untuk

membentuk korpus kalosum, pertama kali aterlihat pada kehamilan

bulan ketiga, korpus kalosum terbentu lengkap pada bulan ke-5.

Pada saat inilah permukaan akorteks mulai memperlihatkan identasi

yang terbentuk progresif selama trimester terakhir, sehingga pada

aterm, sulkus dan girus utama telah berbatas tegas.

Otak bayi aterm memiliki seluruh komplemen neuron dewasa,

tetapi beratnya hanya sekitar sepertiga otak dewasa. Peningkatan

berat postnatal adalah akibat mielinisasi substansia alba subkortikal,

perkembangan penuh prosesus saraf, baik dendrit maupun akson

serta peningkatan selb glia.

Secara umum pengaruh abnormal sebelum kehamilan bulan ke-6

cenderung mempengaruhi pertumbuhan struktur makroskopik otak

dan mengurangi jumlah neuron total. Pengaruh perubahan patologik

17

Page 22: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

pada periode perinatal cenderung lebih ringan, seperti

keterlambatan mielinisasi dan berkurangnya pembentukan dendrit.

Hilangnya substansi otak akibat lesi destruktif dapat terjadi pada

akhir masa janin dan awal masa bayi, baik secara terpisah ataupun

bersama cacat perkembangan lain. 2

E. Patologi

Secara patologis terdapat kelainan seperti hipoplasia serebri,

pakigiria, mikrogiria, porensefali, atrofi serebri. 6 Biasanya ditemukan

penutupan fontanel dan sutura-sutura tengkorak sebelum waktunya

(premature closure). Anak dengan microgyria dapat hidup sampai

dewasa. 1,8 Yang berukuran kecil biasanya tidak menutupi serebelum

dan corak girus-girus kortikalnya abnormal. Arsitektur korteks

menunjukkan sel-sel primitif. Sistem ventrikel biasanya membesar

serta biasanya dibarengi oleh porensefalus, lissensefalus, tidak

adanya korpus kalosum serta heterotropia.

F. Manifestasi Klinis

Kepala lebih kecil dari pada normal, sekunder akibat jaringan

otak yang tidak tumbuh. Kadang-kadang ubun-ubun besar terbuka

dan kecil. Didapatkan retardasi mental. Mungkin didapatkan pula

gejala motorik berupa diplegia spastik, hemiplegia dan sebagainya.

Terlambat bicara dan kadang-kadang didapatkan kejang.

Tampilan kasus mikrosefallus yang khas adalah tulang frontal

dan fosa anterior yang kecil.

G. Diagnosis

Diagnosis berdasarkan dari manifestasi klinis dan radiologis.

Tabel 2 menunjukkan diameter biparietal standar dari rata-rata

diameter biparietal pada USG.

Tabel 2.18

Page 23: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

BPD vs Age (and Standar Deviations The Mean)

Age Mean -1SD -2SD -3SD -4SD -5SD

20 48 45 42 40 37 34

21 51 48 46 43 40 37

22 54 52 49 46 43 41

23 57 55 52 49 46 44

24 61 58 55 52 49 47

25 64 61 58 55 53 50

26 67 64 91 58 56 53

27 69 67 64 61 58 56

28 72 70 67 64 61 59

29 75 72 69 67 64 61

30 78 75 72 69 67 64

31 80 77 74 72 69 66

32 82 79 77 74 71 68

33 84 81 79 76 73 70

34 86 83 80 73 75 72

35 87 85 82 79 76 74

36 89 86 83 80 78 75

19

Page 24: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

37 90 87 84 82 79 76

38 91 88 85 83 80 77

39 92 89 86 83 81 78

40 92 89 87 84 81 78

Atau bisa menggunakan kurva dari Nellhaus.

Untuk menegakkan etiologinya dapat dilakukan pemeriksaan

laboratorium misalnya TORCH, VORL, CT, MRI.

H. Diagnosis Banding

Mikrosefali harus dibedakan dari ukuran kepala yang kecil

sekunder dari sinostosis sutura sagitalis dan koronarius.2

Sinostosis biasanya terjadi pranatal dan diketahui setelah

dilahirkan. Perubahan bentuk tengkorak disebabkan ekspansi

jaringan otak yang tumbuh terhalang oleh penutupan sutura. Pada

stadium permulaan perubahan bentuk tengkorak merupakan

kompensasi untuk mencegah tekanan intrakranial yang meninggi.

Pada brakisefali dan skafosefali keadaan kompensasi ini bisa

berlangsung lama sampai berbulan-bulan, namun pada oksisefali

tekanan intrakranial sudah meninggi dalam minggu pertama sesudah

lahir. Akibat tekanan intrakranial yang meninggi akan terlihat

iritabilitas, muntah, eksoftalmus akibat tekanan pada orbita,

retardasi mental dan motorik, kejang. Gangguan visus dapat terjadi

akibat tertariknya N II atau sebagai akibat papil N II karena tekanan

intrakranial yang meninggi. 5

20

Page 25: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

I. Terapi

Tak satupun bentuk mikrosefali dapat diobati,1 pengobatan yang

dilakukan yaitu simptomatik. Untuk kejang diberi antikonvulsan.

Selanjutnya dilakukan fisioterapi, speech therapy dan sebagainya. 5

J. Prognosis

Bayi yang dilahirkan dengan mikrosefali biasanya tidak bisa

hidup lama, beberapa langsung meninggal setelah lahir, 1 dan

kebanyakan dari mereka yang masih bisa hidup mengalami retardasi

mental dan kelainan motorik seperti hemiplegia, diplegia spastik.5

Mikrosefali biasanya disertai dengan kelainan-kelainan lain sebagai

suatu sindrom.

K. Pencegahan

Mikrosefali tidak dapat diobati, sehingga pencegahan sangat

penting. Pencegahan meliputi bimbingan dan penyuluhan genetika,

pencegahan bahaya infeksi terutama selama kehamilan, obat-obatan

21

Page 26: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

Asuhan Keperawatan Penderita Mikrosefali

A. Pengkajian

Data Subyektif:

Orang tua si bayi mengeluh kepala buah hatinya memiliki ukuran

kepala yang kecil dari bayi yang lain

Keadaan bayi lemah daripada bayi yang lain

Data Obyektif:

gejala motorik berupa diplegia spastik, hemiplegia dan

sebagainya.

Terlambat bicara dan kadang-kadang didapatkan kejang. 5

Tampilan kasus mikrosefallus yang khas adalah tulang frontal dan

fosa anterior yang kecil.

B. Intervensi

Perencanaan yang mungkin dapat dilaksanakan adalah dalam

bentuk kolaborasi dengan im medis lain untuk memberikan asupan

gizi, pengurangan tingkat kekejangan pada bayi. Perencanaan

dengan tim medis untuk membereikan obat simptomatik, dan

antikonvulsan.

C. Implementasi

Memberikan bimbingan dan penyuluhan genetika, pencegahan

bahaya infeksi terutama selama kehamilan, obat-obatan.

Pengobatan simptomatik. Untuk kejang memberi antikonvulsan.

Selanjutnya melakukan fisioterapi, speech therapy dan sebagainya

D. Evaluasi

Mengkaji kembali atas tindakan keperawatan yang telah

diberikan. Dengan kriteria hasil, sebagai berikut:

22

Page 27: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

Tingkat kekejangan pada bayi berkurang, walaupun penyakit ini

belum ada obatnya.

Meningkatnya daya asupan gizi pada pasien

E. KESIMPULAN

1. Mikrosefali adalah cacat pertumbuhan otak secara menyeluruh

akibat abnormalitas perkembangan dan proses destraksi otak

selama masa janin dan awal masa bayi. Ukuran kepala lebih dari

3 standar deviasi di bawah rata-rata.

2. Etiologi mikrosefali yaitu cacat perkembangan otak, infeksi

intrauteri, anoxia intrauterin atau neonatal, malnutrisi berat pada

awal masa bayi, infeksi virus herpes neonatal.

3. Patologi didapatkan mikrogiria, pakigiria, porensefali, atrofi

serebri. Biasanya ditemukan premature closure, corak giras-giras

kortikalnya. Abnormal. Arsitektur kortek menunjukkan sel-sel

yang besar dan didominasi oleh sel-sel primitif. Sistem ventrikel

biasanya membesar, serta biasanya dibarengi oleh porensefalus,

lissencefalus, tidak adanya corpus collosum serta heterotropia.

4. Diagnosis berdasarkan manifestasi klinis dan radiologis.

Manifestasi klinis kepala lebih kecil dari normal, premature

closure. Ubun-ubun besar terbuka dan kecil, retardasi mental,

hemiplegia, diplegia, terlambat bicara dan kejang.

5. Diagnosis bandingnya yaitu kraniosinostosis.

6. Terapi.

Terapi bersifat simptomatik yaitu antikonvulsan, fisio terapi,

speech terapi.

7. Prognosa.

Ada yang langsung meninggal, sedangkan yang hidup biasanya

mengalami retardasi mental, kelainan motorik dan kelainan-

kelainan sebagai suatu sindrom.

8. Pencegahan sangat penting.

23

Page 28: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

Meliputi bimbingan dan penyuluhan genetika, mencegah penyakit

infeksi selama kehamilan, obat-obatan dan radiasi.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA

SGB (SINDROM GUILLENA BARE)

24

Page 29: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

SINDROM GUILLAIN BARRE

A. Definisi

Sindroma Guillain Barre (SGB) merupakan suatu sindroma klinis

yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut

berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah

saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis. ( Bosch, 1998 ) SGB

mempunyai banyak sinonim, antara lain :

polineuritis akut pasca infeksi

polineuritis akut toksik

polineuritis febril

poliradikulopati,dan

acute ascending paralysis.

B. Epidemiologi

Penyakit ini terjadi di seluruh dunia, kejadiannya pada semua

musim. Dowling dkk mendapatkan frekwensi tersering pada akhir

musim panas dan musim gugur dimana terjadi peningkatan kasus

influenza. Pada penelitian Zhao Baoxun didapatkan bahwa penyakit

ini hampir terjadi pada setiap saat dari setiap bulan dalam setahun,

sekalipun demikian tampak bahwa 60% kasus terjadi antara bulan

Juli s/d Oktober yaitu pada akhir musim panas dan musim gugur.

Insidensi sindroma Guillain-Barre bervariasi antara 0.6 sampai

1.9 kasus per 100.000 orang pertahun. Selama periode 42 tahun

Central Medical Mayo Clinic melakukan penelitian mendapatkan

insidensi rate 1.7 per 100.000 orang. Terjadi puncak insidensi antara

usia 15-35 tahun dan antara 50-74 tahun. Jarang mengenai usia

dibawah 2 tahun. Usia termuda yang pernah dilaporkan adalah 3

bulan dan paling tua usia 95 tahun. Laki-laki dan wanita sama

jumlahnya. Dari pengelompokan ras didapatkan bahwa 83%

penderita adalah kulit putih, 7% kulit hitam, 5% Hispanic, 1% Asia

dan 4% pada kelompok ras yang tidak spesifik.

25

Page 30: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

Data di Indonesia mengenai gambaran epidemiologi belum

banyak. Penelitian Chandra menyebutkan bahwa insidensi terbanyak

di Indonesia adalah dekade I, II, III (dibawah usia 35 tahun) dengan

jumlah penderita laki-laki dan wanita hampir sama. Sedangkan

penelitian di Bandung menyebutkan bahwa perbandingan laki-laki

dan wanita 3 : 1 dengan usia rata-rata 23,5 tahun. Insiden tertinggi

pada bulan April s/d Mei dimana terjadi pergantian musim hujan dan

kemarau.

C. Etiologi

Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui

dengan pasti penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan.

Beberapa keadaan/penyakit yang mendahului dan mungkin ada

hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain:

Infeksi

Vaksinasi

Pembedahan

Penyakit sistematik:

o keganasan

o systemic lupus erythematosus

o tiroiditis

o penyakit Addison

Kehamilan atau dalam masa nifas

Infeksi akut yang berhubungan dengan SGB

Infeks

i

Definite Probable Possible

Virus CMVEBV HIVVaricella-

zosterVaccinia/smallpox

InfluenzaMeaslesMump

s

Rubella

Hepatitis

Coxsackie

26

Page 31: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

Echo

Bakteri CampylobacterJejeniMy

coplasma

Pneumonia

Typhoid Borrelia

BParatyphoidBrucellosis

Chlamydia

Legionella

Listeria

SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik.

Insidensi kasus SGB yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara

56% – 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi

timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi

gastrointestinal

Salah satu hipotis menyatakan bahwa infeksi virus menyebabkan

reaksi autoimun yang menyerang mielin saraf perifer.

Infeksi akut yang berhubungan dengan SGB Infeksi Definite Probable

Possible Virus CMVEBV HIV Varicella-zoster Vaccinia/smallpox

Influenza Measles Mumps

D. Patogenesa

Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain

yang mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih

belum diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan

bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui

mekanisme imunlogi.

Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme

yang menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:

1. didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler

(celi mediated immunity) terhadap agen infeksious pada saraf

tepi.

2. adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi

27

Page 32: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

3. didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari

peredaran pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan

proses demyelinisasi saraf tepi.

Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh

respon imunitas seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh

berbagai peristiwa sebelumnya, yang paling sering adalah infeksi

virus.

Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon

imunitas seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai

peristiwa sebelumnya, yang paling sering adalah infeksi virus.

E. Peran imunitas seluler

Dalam sistem kekebalan seluler, sel limposit T memegang

peranan penting disamping peran makrofag. Prekursor sel limposit

berasal dari sumsum tulang (bone marrow) steam cell yang

mengalami pendewasaan sebelum dilepaskan kedalam jaringan

limfoid dan peredaran.

28

Page 33: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

Sebelum respon imunitas seluler ini terjadi pada saraf tepi

antigen harus dikenalkan pada limposit T (CD4) melalui makrofag.

Makrofag yang telah menelan (fagositosis) antigen/terangsang oleh

virus, allergen atau bahan imunogen lain akan memproses antigen

tersebut oleh penyaji antigen (antigen presenting cell = APC).

Kemudian antigen tersebut akan dikenalkan pada limposit T (CD4).

Setelah itu limposit T tersebut menjadi aktif karena aktivasi marker

dan pelepasan substansi interlekuin (IL2), gamma interferon serta

alfa TNF. Kelarutan E selectin dan adesi molekul (ICAM) yang

dihasilkan oleh aktifasi sel endothelial akan berperan dalam

membuka sawar darah saraf, untuk mengaktifkan sel limfosit T dan

pengambilan makrofag. Makrofag akan mensekresikan protease

yang dapat merusak protein myelin disamping menghasilkan TNF

dan komplemen. Patofisiologi

F. Patologi

Pada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran

pembengkakan saraf tepi. Dengan mikroskop sinar tampak

perubahan pada saraf tepi. Perubahan pertama berupa edema yang

terjadi pada hari ke tiga atau ke empat, kemudian timbul

pembengkakan dan iregularitas selubung myelin pada hari ke lima,

terlihat beberapa limfosit pada hari ke sembilan dan makrofag pada

hari ke sebelas, poliferasi sel schwan pada hari ke tigabelas.

Perubahan pada myelin, akson, dan selubung schwan berjalan secara

progresif, sehingga pada hari ke enampuluh enam, sebagian radiks

dan saraf tepi telah hancur.

Asbury dkk mengemukakan bahwa perubahan pertama yang

terjadi adalah infiltrasi sel limfosit yang ekstravasasi dari pembuluh

darah kecil pada endo dan epineural. Keadaan ini segera diikuti

demyelinisasi segmental. Bila peradangannya berat akan

berkembang menjadi degenerasi Wallerian. Kerusakan myelin

29

Page 34: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

disebabkan makrofag yang menembus membran basalis dan

melepaskan selubung myelin dari sel schwan dan akson.

G. Pathway

30

Page 35: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

H. Klasifikasi

Beberapa varian dari sindroma Guillan-Barre dapat

diklasifikasikan, yaitu:

1. Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy

2. Subacute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy

3. Acute motor axonal neuropathy

4. Acute motor sensory axonal neuropathy

5. Fisher’s syndrome

6. Acute pandysautonomia

I. Gambaran Klinis

Penyakit infeksi dan keadaan prodromal :

Pada 60-70 % penderita gejala klinis SGB didahului oleh infeksi

ringan saluran nafas atau saluran pencernaan, 1-3 minggu

sebelumnya. Sisanya oleh keadaan seperti berikut : setelah suatu

pembedahan, infeksi virus lain atau eksantema pada kulit, infeksi

bakteria, infeksi jamur, penyakit limfoma dan setelah vaksinasi

influensa.

Masa laten

Waktu antara terjadi infeksi atau keadaan prodromal yang

mendahuluinya dan saat timbulnya gejala neurologis. Lamanya masa

31

Page 36: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

laten ini berkisar antara satu sampai 28 hari, rata-rata 9 hari (4).

Pada masa laten ini belum ada gejala klinis yang timbul.

Keluhan utama

Keluhan utama penderita adalah prestasi pada ujung-ujung

ekstremitas, kelumpuhan ekstremitas atau keduanya. Kelumpuhan

bisa pada kedua ekstremitas bawah saja atau terjadi serentak pada

keempat anggota gerak.

J. Gejala Klinis

1. Kelumpuhan

Manifestasi klinis utama adalah kelumpuhan otot-otot

ekstremitas tipe lower motor neurone. Pada sebagian besar

penderita kelumpuhan dimulai dari kedua ekstremitas bawah

kemudian menyebar secara asenderen ke badan, anggota gerak

atas dan saraf kranialis. Kadang-kadang juga bisa keempat

anggota gerak dikenai secara serentak, kemudian menyebar ke

badan dan saraf kranialis. Kelumpuhan otot-otot ini simetris dan

diikuti oleh hiporefleksia atau arefleksia. Biasanya derajat

kelumpuhan otot-otot bagian proksimal lebih berat dari bagian

distal, tapi dapat juga sama beratnya, atau bagian distal lebih

berat dari bagian proksimal (2,4).

2. Gangguan sensibilitas

Parestesi biasanya lebih jelas pada bagian distal ekstremitas,

muka juga bisa dikenai dengan distribusi sirkumoral . Defisit

sensoris objektif biasanya minimal dan sering dengan distribusi

seperti pola kaus kaki dan sarung tangan. Sensibilitas ekstroseptif

lebih sering dikenal dari pada sensibilitas proprioseptif. Rasa nyeri

otot sering ditemui seperti rasa nyeri setelah suatu aktifitas fisik.

3. Saraf Kranialis

32

Page 37: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

Saraf kranialis yang paling sering dikenal adalah N.VII.

Kelumpuhan otot- otot muka sering dimulai pada satu sisi tapi

kemudian segera menjadi bilateral, sehingga bisa ditemukan

berat antara kedua sisi. Semua saraf kranialis bisa dikenai kecuali

N.I dan N.VIII. Diplopia bisa terjadi akibat terkenanya N.IV atau

N.III. Bila N.IX dan N.X terkena akan menyebabkan gangguan

berupa sukar menelan, disfonia dan pada kasus yang berat

menyebabkan kegagalan pernafasan karena paralisis n. laringeus.

4. Gangguan fungsi otonom

Gangguan fungsi otonom dijumpai pada 25 % penderita SGB9

. Gangguan tersebut berupa sinus takikardi atau lebih jarang sinus

bradikardi, muka jadi merah (facial flushing), hipertensi atau

hipotensi yang berfluktuasi, hilangnya keringat atau episodic

profuse diaphoresis. Retensi urin atau inkontinensia urin jarang

dijumpai . Gangguan otonom ini jarang yang menetap lebih dari

satu atau dua minggu.

5. Kegagalan pernafasan

Kegagalan pernafasan merupakan komplikasi utama yang

dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan baik. Kegagalan

pernafasan ini disebabkan oleh paralisis diafragma dan

kelumpuhan otot-otot pernafasan, yang dijumpai pada 10-33

persen penderita.

a. Variasi klinis

Di samping penyakit SGB yang klasik seperti di atas, kita

temui berbagai variasi klinis seperti yang dikemukakan oleh

panitia ad hoc dari The National Institute of Neurological and

Communicate Disorders and Stroke (NINCDS) pada tahun 1981

adalah sebagai berikut :

Sindroma Miller-Fisher

Defisit sensoris kranialis

Pandisautonomia murni

Chronic acquired demyyelinative neuropathy

33

Page 38: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

b. Pemeriksaan laboratorium

Gambaran laboratorium yang menonjol adalah peninggian

kadar protein dalam cairan otak : > 0,5 mg% tanpa diikuti oleh

peninggian jumlah sel dalam cairan otak, hal ini disebut

disosiasi sito-albuminik. Peninggian kadar protein dalam cairan

otak ini dimulai pada minggu 1-2 dari onset penyakit dan

mencapai puncaknya setelah 3-6 minggu . Jumlah sel

mononuklear < 10 sel/mm3. Walaupun demikian pada

sebagian kecil penderita tidak ditemukan peninggian kadar

protein dalam cairan otak. Imunoglobulin serum bisa

meningkat. Bisa timbul hiponatremia pada beberapa penderita

yang disebabkan oleh SIADH (Sindroma Inapproriate

Antidiuretik Hormone).

c. Pemeriksaan elektrofisiologi (EMG)

Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosis

SGB adalah :

Kecepatan hantaran saraf motorik dan sensorik melambat

Distal motor retensi memanjang

Kecepatan hantaran gelombang-f melambat, menunjukkan

perlambatan pada segmen proksimal dan radiks saraf.

Di samping itu untuk mendukung diagnosis pemeriksaan

elektrofisiologis juga berguna untuk menentukan prognosis

penyakit : bila ditemukan potensial denervasi menunjukkan

bahwa penyembuhan penyakit lebih lama dan tidak sembuh

sempurna .

K. Terapi

Sindroma Guillain-Barre dipertimbangkan sebagai kedaruratan

medis dan pasien diatasi di unit intensif care. Pasien yang

mengalami masalah pernapasan memerlukan ventilator yang

kadang-kadang dalam waktu yang lama.

34

Page 39: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendir.

Pengobatan secara umum bersifat simtomik. Meskipun dikatakan

bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri, perlu dipikirkan waktu

perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan (gejala sisa) cukup

tinggi sehingga pengobatan tetap harus diberikan. Tujuan terapi

khusus adalah mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat

penyembuhan melalui sistem imunitas (imunoterapi).

L. Kortikosteroid

Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat

steroid tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.

M.Plasmaparesis

Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk

mengeluarkan faktor autoantibodi yang beredar. Pemakain

plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik, berupa

perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang

lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Pengobatan

dilakukan dengan mengganti 200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14

hari. Plasmaparesis lebih bermanfaat bila diberikan saat awal onset

gejala (minggu pertama).

N. Pengobatan imunosupresan:

1. Imunoglobulin IV

Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih

menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek

samping/komplikasi lebih ringan. Dosis maintenance 0.4 gr/kg

BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis maintenance 0.4

gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.

2. Obat sitotoksik

Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah:

6 merkaptopurin (6-MP)

35

Page 40: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

Azathioprine

Cyclophosphamid

Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual

dan sakit kepala.

O. Prognosa

Pada umumnya penderita mempunyai prognosa yang baik tetapi

pada sebagian kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai

gejala sisa. 95% terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu

3 bulan bila dengankeadaan antara lian:

- pada pemeriksaan NCV-EMG relatif normal

- mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset

- progresifitas penyakit lambat dan pendek

- pada penderita berusia 30-60 tahun

36

Page 41: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Data subjektif:

Bangun tidur di pagi hari mengeluh tidak bisa berjalan

Sebelumnya dia mengalami diare-diare dan demam kira-kira 1

minggu sebelumnya

Tidak mampu menelan air liurnya

Sebelum sakit sangat aktif baik dalam pekerjaannya, olahraga lari

pagi, berkebun, mengendarai kendaraan dan merawat dirinya

Data Objektif:

Hasil pemeriksaan fisik tidak ditemukan tanda-tanda objektif yang

menunjukakan stroke

Kelemahan pada kedua ekstrmitas atasnya dan akhirnya

menggunakan alat bantu pernapasan (ventilator)

Hasil lumbal pungsi cairan serebrospinal ditemukan protein tinggi

dan tekanan meningkat, leukositosis

2. Analisa Data

Data Masalah Etiologi

DS:

Tidak mampu menelan air liurnya

DO:

Pernapasan cepat , dangkal, dan ireguler

Bunyi paru wheezing +/+

Pengembangan dada tidak maksimal

GDA kurang dari normal

menggunakan ventilator Pola napas dan pertukaran gas tidak

efektif Kelemahan otot-otot bantu pernapasan

37

Page 42: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

DS:

Bangun tidur di pagi hari mengeluh tidak bisa berjalan

DO:

Kelemahan pada kedua ekstremitas atasnya

Kekuatan otot

1. imobilisasi Paralisis

2. Diagnosa Keperawatan

a. Pola napas dan pertukaran gas tidak efektif b.d Kelemahan

otot-otot pernapasan

b. Kerusakan Mobilitas fusik b.d kerusakan neuromuskuler

3. Implementasi dan intervensi keperawatan

1. Pola napas dan pertukaran gas tidak efektif b.d Kelemahan otot

pernapasan

Tujuan :

Membuat / mempertahankan pola pernafasan efektif melalui

ventilator

Kriteria Hasil :

Tidak terdapat sianosis , Saturasi oksigen dalam rentang

normal

Tindakan keperawatan

Selidiki Etiologi gagal pernapasan

R/ Pemahaman penyebab masalah pernapasan penting untuk

perawatan pasien

Observasi pola napas. Catat frekuensi pernapasan, jarak antara

pernafasan spontan dan napas ventilator

R/ Pasien pada ventilator dapat mengalami hiperventilasi/

hipoventilasi, dispnea/ lapar udara dan berupaya memperbaiki

kekurangan dengan bernapas berlebihan

38

Page 43: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

Auskultasi dada secara periodik catat adanya/tak adanya dan

kualitas bunyi napas, bunyi napas tambahan, juga simetrisitas

gerakan dada

R/ Memberikan informasi tentang aliran udara melalui

trakeobronkial dan adanya /tidak adanya cairan

Periksa selang terhadap obstr,uksi . Contoh terlipat atau

akumulasi air . Alirkan selang sesuai indikasi , hindari aliran ke

pasien atau kembali kedalam wadah

R/ Lipatan selang mencegah penerimaan volume adekuat dan

meningkatkan tekanan jalan napas . Air mencegah distribusi

gas dan pencetus pertumbuhan bakteri

Periksa fungsi alaram Ventilator, Jangan matikan alaram ,

meskipun untuk penghisapan, Yakinkan bahwa alaram

terdengar ke kantor perawat

R/ Sangat penting apabila terdapat tanda- tanda distres

pernafasan atau henti napas

Pertahankan tas resusitasi disamping tempat tidur dan

ventilasi manual kapanpun diindikasikan

R/ Memberikan / menyediakan ventilasi adekuat bila pasien

atau masalah menuntut pasien sementara dilepas dari

ventilator

Kolaborasi

Kaji susunan ventilator secra rutin dan yakinkan sesuai indikasi

R/ Mengontrol /menyusun alat sehubungan dengan penyakit

utama pasien dan hasil pemeriksaan diagnostik untuk

mempertahankan parameter dalam batas benar

Cbservasi  persentasi konsentrasi oksigen , yakinkan bahwa

aliran olsigen tepat , awasi analisa oksigen atau lakukan

analisa oksigen periodik

R/ Nilai untuk mempertahankan persentase oksigen yang dapat

diterima dan saturasi untuk kondisi pasien ( 21% sampai 100%.

Karena mesin tidak selalu akurat, analiser oksigen dapat

39

Page 44: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

digunakan untuk memastikan apakah pasien menerima

konsentrasi oksigen yang diinginkan

Kaji volume tidal ( 10-15 ml /kg ) Yakinkan fungsi spirometer

baik . Catat perubahan dari pemberian volume yang terbaca

pada komputer

R/ Mengawasi jumlah udara inspirasi dan ekspirasi . Perubahan

dapat menunjukkan gannguan komplain paru atau kebocoran

melalui mesin.

2. Diagnosa keperawatan : Kerusakan Mobilitas fisik berhubungan

dengan kerusakan Neuromuskuler

Tindakan keperawatan (implemetasi)

Kaji kekuatan motorik / kemampuan secara fungsional dengan

menggunakan skala 0-5.

R/ Menentukan perkembangan/ munculnya kembali tanda yang

menghambat tercapainya tujuan / harapan pasien

Berikan posisi pasien yang menimbulkan rasa nyaman .

Lakukan perubahan posisi dengan jadwal yang teratur sesuai

kebutuhan secara individual

R/ Menurunkan kelelahan , meningkatkan relaksasi .

Menurunkan resiko terjadinya iskemia / kerusakan pada kulit

Sokong ekstrimitas dan persendian dengan bantal

R/ Mempertahankan ekstrimitas dalam posisi fisiologis ,

mencegah kontraktur.

Lakkukan latihan rentang gerak pasif . Hindari latihan aktif

selama fase akut

R/ Menstimulasi sirkulasi., meningkatkan tonus otot dan

meningkatkan mobilisasi sendi

Koordinasikan asuhan yang diberikan dan periode istirahat

tanpa gangguan

40

Page 45: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

R/Penggunaan otot secara berlebihan dapat meningkatkan

waktu yang diperlukan untuk remielinisasi , arenanya dapat

memperpanjang waktu untuk penyembuhan

Anjurkan untuk melakukan latihan yang terus dikembangkan

dan bergantung pada toleransi secara individual

R/ Kegiatan latihan pada bagian tubuh yang terkena yang

ditingkatkan secara bertahap / terprogram , meningkatkan

fungsi organ secara normal dan memiliki efek psikologis yang

positif

Berikan lubrikasi / minyak artifisial sesui kebutuhan

R/ Mencegah dari kekeringan tubub klien.

Kolaborasi

Konfirmasikan dengan/ rujuk kebagian terapi fisik/ terapi

okupasi

R/ Bermanfaat dalam menciptakan kekuatan otot secara

individual/latihan terkondisi dan program latihan berjalan dan

mengidentifikasi alat bantu untuk mempertahankan mobilisasi

dan kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari- hari

4. Evaluasi

Untuk mempertahankan posisi fungsi dengan tak ada komplikasi

( kontraktur, dekubitus )

Kriteria Hasil ;

Klien dapat meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian yang sakit

Dx Kriteria hasil Keterangan skala

1 a. Pengetahuan tentang resiko

b. Monitor lingkungan yang dapat

menjadi resiko

c. Monitor kemasan personal

d. Kembangkan strategi efektif

pengendalian resiko

1 = tidak adekuat

2 = sedikit adekuat

3 = kadang-kadan

adekuat

4 = adekuat

5 = sangat adekuat

41

Page 46: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

e. Penggunaan sumber daya

masyarakat untuk pengendalian

resiko

2 a. Suhu tubuh dalam rentang normal

b. Nadi dan RR dalam rentang normal

c. Tidak ada perubahan warna kulit

dan tidak warna kulit dan tidak

pusing

1. : ekstrem

2 : berat

3 : sedang

4 : ringan

5 : tidak ada

gangguan

3 a. TD sistolik dbn

b. TD diastole dbn

c. Kekuatan nadi dbn

d. Tekanan vena sentral dbn

e. Rata- rata TD dbn

1 = Ekstrem

2 = Berat

3 = Sedang

4 = Ringan

5 = tidak terganggu

4 a. Keluarga menyatakan pemahaman

tentang penyakit kondisi prognosis

dan program pengobatan

b. Keluarga mampu melaksanakan

prosedur yang dijelaskan secara

benar

c. Keluarga mampu menjelaskan

kembali apa yang dijelaskan

perawat/ tim kesehatan lainya

1. Tidak pernah

dilakukan

2. Jarang dilakukan

3. Kadang

dilakukan

4. Sering dilakukan

5. Selalu dilakukan

42

Page 47: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

DAFTAR PUSTAKA

Behrmen, Kligmen, Arvin. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Jakarta :

EGC

Carpenito, Lynda Jual. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.

Jakarta : EGC

Hamilton, PM. 1987. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. Jakarta

: EGC

Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit.

www. wikipedia.com

www.medikamentosa.com

www. hanna’s world.com

http://albarlukman.blogspot.com/2009/06/askep-spina-bifida.html

Satyanagara; Cacat Otak Bawaan Dalam Ilmu Bedah Syaraf, ed III,

Jakarta, 1998, Gramedia Pustaka Utama, 253-270.

Haslam, R.A.H; Congenital Anomalies of Central Nervous System

dalam Nelson, W.E; Behrman, R.E; Kligman, R.M; Arvin, A.M (eds) :

Nelson Textbook of Pediatric 15th edition, Philadelphia, 1996, WB

Saunders Company, 1680-1683.

Mardjono, M dan Sidharta, P; Pokok-Pokok Dari Mekanisme

Penyakit Saraf Herediter; Dalam Neurologi Klinis Dasar ed VII,

Jakarta, 1998, Dian Rakyat, 390-400.

Anonim : Smith-Lemli-Opitz Syndroma, http://www.Rosckstrom @

JMR. PP. SE.

Hasan, R dan Alatas, H (ed); Neurologi Dalam Ilmu Kesehatan

Anak, Buku Jilid II, Jakarta, 1991, Infomedia, 847-884.

Tjahjadi, G; Susunan Saraf Dalam Himawan, S (ed) Dalam

Kumpulan Kuliah Patologi ed I, Jakarta, 1992, Bina Rupa Aksara,

388-420.

Delong G, R dan Adams R, D; Development And Congenital

Abnormalitas of The Nervous System Dalam Isselbacher, K. J; et al

43

Page 48: Kum Pulan Makalah Bu Chorry Edit

(eds) : Harrison’s Principle of Internal Medicine II, eleventh,

edition, USA, 1989, Donnelley And Sons.

Romero, J; Obstetrical Ultrasound ed I, New York, 1986, Mc Graw

International, 107-III.

44