kuliah iii imc

27

Click here to load reader

Upload: myo-shop-garage-sale

Post on 02-Aug-2015

55 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kuliah III Imc

KULIAH III – IMCPERILAKU KONSUMEN

PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Aktivitas pra-pembelian termasuk mengembangkan kesadaran akan produk dan

merek yang dapat memberikan pemenuhan kebutuhan. Aktivitas paska-pembelian

termasuk evaluasi pembelian barang dan setiap usaha untuk mengurangi perasaan

kecemasaan yang sering muncul ketika kita membeli barang-barang berharga mahal yang

jarang kita beli. Setiap hal ini memiliki akibat untuk pembelian dan pengulangan

pembelian dan ketika mereka menerima kepada komunikasi pemasaran dan unsur lain

pada bauran pemasaran. Pemahaman kita untuk perilaku konsumen dan aktivitas

pemasaran mempengaruhi kita ketika mengambil keputusan.

Gambar 1. Kerangka Kerja Pengambilan Keputusan Konsumen

(Engel, J. F., Blackwell, R. D. and Miniard, P. W., 1993)

PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Sebagaimana ditunjukkan pada gambar 1, bagian penting dari perilaku konsumen

adalah proses pengambilan keputusan yang digunakan untuk melakukan pembelian.

Proses pengambilan keputusan ini, menurut Engel et al. (1993), termasuk lima tahap:

(1) pengenalan masalah, (2) pencarian informasi, (3) evaluasi alternatif, (4) pembelian,

dan (5) evaluasi paska-pembelian. Kemudian pengambilan keputusan konsumen dapat

digolongkan kepada tiga kategori utama yaitu: perilaku respon rutin, pengambilan

keputusan terbatas, dan pengambilan keputusan ekstensif.

Page 2: Kuliah III Imc

Perilaku respon rutin terjadi pada situasi pembelian di mana konsumen sering

mengalami secara berkala. Jenis barang yang termasuk dalam kategori rutin adalah

memiliki risiko rendah, harga murah, produk yang sering dibeli seperti makanan dan

kebutuhan rumah tangga. Pada situasi ini, identifikasi aktual dari sebuah kebutuhan

mungkin tidak terjadi secara eksplisit tetapi hanya sedikit bahkan tidak ada pencari

informasi dan konsumen bergantung pada loyalitas merek. Kemudian, pembelian

berulang menjadi kebiasaan, dengan sedikit bahkan tidak ada evaluasi terhadap

pengambilan keputusan.

Kategori selanjutnya, terjadi ketika konsumen melakukan pengambilan

keputusan terbatas pada saat mereka membeli produk tertentu dan pada saat mereka

membutuhkan informasi mengenai merek yang tidak dikenal dalam sebuah kategori

produk yang dikenal. Jenis pengambilan keputusan ini membutuhkan waktu yang cukup

banyak untuk mengumpulkan informasi. Jenis produk yang masuk pada kategori ini

adalah barang-barang elektronik, mebel, dan liburan.

Kategori terakhir adalah pengambilan keputusan ekstensif yang terjadi ketika

seseorang hendak membeli produk yang tidak dikenal, mahal, dan jarang dibeli seperti

mobil dan rumah. Pengambilan keputusan ekstensif biasanya dimulai dengan adanya

motivasi bahwa produk tersebut memiliki kepentingan bagi konsep diri pemiliknya dan

pengambilan keputusannya memiliki tingkat risiko yang tinggi. Kemudian, konsumen

akan melakukan pencarian informasi mendalam dan evaluasi sebelum pembelian

menjadikan pembelian tersebut merupakan proses yang relatif lama.

PEMASARAN – PERILAKU MEMBELI – PROSES PENGAMBILAN

KEPUTUSAN

Model ini penting untuk proses pengambilan keputusan seseorang. Model ini mendorong

pemasar untuk mempertimbangkan proses pembelian secara keseluruhan dibandingkan

hanya proses pembelian saja.

TAHAP PENGENALAN MASALAH

Pengenalan masalah mewakili tahap awal proses pengambilan keputusan

konsumen. Pada tahap ini, konsumen memiliki kebutuhan dan menjadi termotivasi utuk

Page 3: Kuliah III Imc

memecahkan masalah yang baru saja ia dapatkan. Ketika permasalahan sudah dikenali,

sisa proses pengambilan keputusan konsumen terjadi untuk menentukan apakah yang

akan dilakukan oleh konsumen untuk melakukan pemenuhan kebutuhan.

Secara konseptual, pengenalan masalah terjadi ketika konsumen melakukan

identifikasi antara kesenjangan antara kebutuhan dan keadaan yang ada. Tetapi kehadiran

akan kebutuhan pengenalan masalah tidak serta merta menimbulkan tindakan. Hal ini

bergantung kepada dua faktor. Pertama, kebutuhan yang ada haruslah sangat penting.

Kedua, konsumen percaya bahwa pemenuhan kebutuhan mampu dijangkau oleh mereka.

Jika pemenuhan kebutuhan berada di atas sumber daya ekonomi yang dimiliki oleh

konsumen maka tindakan pemenuhan kebutuhan dapat saja tidak terjadi.

Pengenalan kebutuhan dapat dipicu oleh stimulus internal atau eksternal. Stimulus

internal dapat berupa kebutuhan individu seperti rasa lapar, haus, seks yang muncul pada

ambang batas dan menjadi kebutuhan. Kebutuhan eksternal adalah kebutuhan yang

dipicu oleh periklanan. Sebagai tambahan, perubahan pada keadaan aktual biasanya akan

menghasilkan suatu kebutuhan baru. Contohnya, lahirnya seorang anak akan

menghasilkan kebutuhan untuk produk bayi yang sebelumnya tidak dibutuhkan.

SUMBER PENGENALAN MASALAH

Habis persediaan: supply yang tersedia habis dan harus diganti. Pembelian

bersifat sederhana dan rutin dan memilih merek yang sudah dikenal.

Ketidakpuasan: tidak puas akan produk/jasa yang digunakan. Contoh: sepatu yang

ketinggalan jaman.

Kebutuhan baru: perubahan menyebabkan kebutuhan. Berbentuk keuangan,

jabatan, gaya hidup. Contoh: lulus kuliah dan bekerja. Ganti t-shirt dan jeans

menjadi kemeja dan dasi.

Produk sejenis: akibat pembelian produk baru. Membeli handphone

mengakibatkan ingin membeli sarung handphone.

Disebabkan oleh pemasar: pemasar melakukan kegiatan yang menyebabkan

munculnya pengenalan masalah. Iklan pakaian menyebabkan konsumen merasa

pakaiannya sudah tidak up to date.

Page 4: Kuliah III Imc

Produk baru: disebabkan oleh produk baru yang masuk ke dalam atensi

konsumen. Contoh: Blackberry merupakan produk baru yang diiklankan menjadi

jawaban kebutuhan social networking.

HIRARKI KEBUTUHAN

Gambar : Hirarki Kebutuhan Maslow

Kebutuhan fisiologis: merupakan kebutuhan dasar. Air, udara, makanan, dan lain-

lain.

Kebutuhan keamanan: Tidak hanya keamanan fisik tetapi keteraturan, stabilitas,

kendali. Misalnya kesehatan dan pelayanan kesehatan, tabungan, asuransi,

pelatihan ketrampilan.

Kebutuhan sosial: mencari kehangatan dan hubungan antar manusia. Cinta, kasih

sayang, afeksi, penerimaan kelompok.

Kebutuhan egoistik: bersifat dalam/luar atau keduanya. Di dalam adalah

penerimaan diri, harga diri, sukses, mandiri. Di luar adalah prestise, reputasi,

status, pengakuan.

Kebutuhan aktualisasi diri: keinginan untuk memenuhi potensi diri, menjadi apa

yang diinginkan.

Catatan: teori ini tidak bisa diuji empiris, dan sangat lekat dengan budaya Amerika.

Aplikasinya: fokus pada tingkat kebutuhan dan membantu positioning.

Page 5: Kuliah III Imc

TAHAP PENCARIAN INFORMASI

Setelah kebutuhan dikenali, maka konsumen akan melakukan pencarian untuk

pemenuhan kebutuhan. Pencarian informasi, merupakan tahap kedua dari proses

pengambilan keputusan dan dapat didefinisikan sebagai tindakan untuk mencari

pengetahuan baik dari memori yang sudah ada atau pengambilan informasi dari

lingkungan. Terlihat bahwa pencarian informasi dapat bersifat internal dan eksternal.

Dalam pencarian internal, konsumen mencari memori mereka untuk informasi

tentang produk yang dapat menjawab pemecahan masalah. Informasi ini mungkin

berdasarkan pengalaman masa lampau, informasi yang diserap dari kampanye pemasaran

terdahulu. Jika mereka tidak mendapatkan informasi yang cukup dari memori untuk

pengambilan keputusan maka mereka akan melakukan pencarian informasi tambahan

secara eksternal. Pencarian eksternal mungkin akan memusatkan pada komunikasi

dengan teman dan kolega, perbandingan antara merek-merek yang ada dan harga, sumber

informasi seperti televisi, media cetak, dan sumber-sumber publik lainnya.

Menurut Bloch et al. (1986), pencarian eksternal dapat dibagi menjadi pencarian

berguna dan berlanjut. Pada pencarian berguna, pencarian eksternal didorong oleh

pengambilan keputusan yang akan dilakukan dalam waktu dekat. Sedangkan pada

pencarian berlanjut, pencarian informasi yang terjadi terjadi pada waktu yang berkala

dengan tidak mempertimbangkan kebutuhan pembelian sporadis.

Jumlah informasi yang dikumpulkan tergantung kepada proses pengambilan

keputusan yang terjadi. Sebuah proses pemecahan masalah yang ekstensif biasanya

terjadi dengan mengumpulkan informasi dalam jumlah besar. Konsumen

mempertimbangkan sejumlah merek, mengunjungi beberapa toko, melakukan konsultasi

dengan teman dan lain-lain. Kebanjiran informasi akan menghasilkan masalah pada

konsumen. Konsumen merasa tidak sanggup dengan informasi yang berlebih dan

cenderung melakukan pengambilan keputusan salah ketika dihadapkan pada informasi

yang banyak.

Page 6: Kuliah III Imc

PERSEPSI

Terdiri dari tiga bagian yaitu:

1. bagaimana konsumen merasakan informasi eksternal.

2. bagaimana mereka memilih berbagai sumber informasi.

3. bagaiamana informasi ini diterjemahkan dan diberi makna.

Definisi persepsi adalah proses di mana individu menerima, memilih dan

mengorganisasikan dan menerjemahkan informasi untuk membentuk makna. Persepsi

bersifat individu dan tergantung kepada kepercayaan, pengalaman, kebutuhan, suasana

hati dan pengharapan. Dipengaruhi pula oleh karakteristik stimulus seperti besar, warna,

dan intensitas serta konteks.

SENSASI

Persepsi memiliki tiga proses:

sensasi: respon segera dari panca indera (rasa, penciuman, penglihatan, sentuhan dan

pendengaran) untuk stimulus seperti iklan, kemasan, merek, display. Mempertimbangkan

sensasi, produsen merancang kemasan yang menarik konsumen.

MEMILIH INFORMASI

Ada kondisi di mana individu melakukan pemilihan informasi yang sesuai dengan

kebutuhan mereka dan membuang stimulus yang tidak sesuai dengan kebutuhan mereka.

MENAFSIRKAN INFORMASI

SELECTIVE PERCEPTION

Selective exposure: Terjadi ketika konsumen memilih atau tidak memilih terhadap

informasi. Misalnya, ketika iklan TV muncul, memilih untuk mengganti saluran

TV.

Selective attention: konsumen memilih untuk memusatkan perhatian pada

stimulus khusus dan tidak mengacuhkan stimulus lainnya. Penelitian

menunjukkan adan sekitar 1500 iklan setiap hari muncul dan hanya 76 iklan

diingat oleh konsumen.

Page 7: Kuliah III Imc

Selective comprehension: menafsirkan informasi berdasarkan sikap, kepercayaan,

motivasi dan pengalaman.

Selective retention: konsumen tidak mengingat semua informasi yang dilihat,

didengar dan dibaca. Dilakukan simbolisasi, asosiasi, dan citra supaya iklan tetap

diingat.

TAHAP EVALUASI ALTERNATIF

Ketika konsumen melakukan aktivitas pencarian, ia melakukan evaluasi

informasi. Pada tahap ini, konsumen melakukan evaluasi alternati untuk mengambil

pilihan. Ada empat hal yang dilakukan: konsumen harus (1) menentukan kriteria evaluasi

yang digunakan untuk menilai alternatif, (2) menentukan alternatif manakah yang

dipertimbangkan, (3) melakukan pengujian terhadap kinerja pada alternatif yang

dipertimbangkan, dan (4) memilih dan menerapkan aturan pengambilan keputusan untuk

menetapkan pilihan terakhir.

Ketika melakukan evaluasi berdasarkan rangkaian yang ada, konsumen mungkin

melakukan berbagai kriteria evaluasi yang berbeda ketika mengambil keputusan mereka.

Kriteria evaluasi ini biasanya berbeda berdasarkan kepentingan. Contohnya, harga

mungkin menjadi faktor yang dominan bagi sebagian orang dan mungkin menjadi faktor

yang tidak dominan bagi lainnya. Pentingnya kriteria evaluasi tergantung pada produk,

situasi dan faktor individual. 16

Konsumen juga harus menentukan serangkaian alternatif dari manakah pilihan

akan ditetapkan. Dalam beberapa situasi, pilihan ini akan tergantung kepada kemampuan

konsumen untuk mengingat alternatif dari ingatannya. Pada situasi lain, alternatif akan

dipertimbangkan pada saat pembelian. Jika konsumen mengalami kekurangan

pengetahuan akan pilihan yang ada, mereka beralih kepada lingkungan untuk bantuan

dalam membentuk pemilihan mereka.

Seorang konsumen mungkin bergantung pada pengetahuan sebelumnya untuk

menilai kinerja alternatif yang dipilih pada berbagai kriteria evaluasi. Jika tidak,

pencarian eksternal akan dibutuhkan untuk membentuk penilaian ini. Dalam menilai

bagaimana sebuah alternatif bekerja, rentang dari nilai-nilai yang diterima (‘cut-offs’),

merupakan kriteria penilaian untuk akan menentukan bagaimana alternatif tersebut

Page 8: Kuliah III Imc

diterima. Sebagai tambahan, penilaian akan alternatif pilihan dapat bergantung pada

kehadiran tanda-tanda. Sebagai contoh, harga digunakan sebagai indikator kualitas

produk.

Terakhir adalah, prosedur dan strategi yang digunakan untuk membuat keputusan

final dari pilihan yang ada di mana hal ini disebut aturan pemilihan. Aturan ini mungkin

disimpan dalam ingatan dan diambil ketika dibutuhkan. Di sisi lain, konsumen mungkin

membangun aturan pemilihan konstruktif yang sesuai dengan situasi berkelanjutan.

Aturan pemilihan sangat bervariasi dengan mempertimbangkan kompleksitas. Mereka

dapat berbentuk sangat sederhana (contohnya, saya membeli apa saya yang beli terakhir

kali) tetapi dapat menjadi sangat rumit, seperti ketika aturan tersebut menggunakan

model multi-atribut. Cara lain untuk membedakan aturan pemilihan adalah dengan

membagi mereka menjadi pengganti dan non-pengganti. Aturan non-pengganti tidak

memperbolehkan ditonjolkannya kelemahan produk. Sebaliknya aturan pengganti

memperbolehkan kelemahan produk.

Hal lain yang menentukan evaluasi adalah apakah pelanggan merasa “involved”

pada produk. Dengan keterlibatan yaitu tingkat relevansi dan kepetingan personal yang

menyertai pilihan. Ketika sebuah pembelian “highly involving”, pelanggan melakukan

evaluasi ekstensif. Pembelian high involvement termasuk pengeluaran besar atau risiko

personal. Contoh: membeli rumah, mobil atau menanam modal. Pembelian low

involvement seperti membeli minuman ringan, memilih sereal sarapan hanya memiliki

proses evaluasi sederhana.

Mengapa seorang pemasar harus mengerti kebutuhan proses evaluasi konsumen?

Jawabannya terletak pada jenis informasi yang harus disediakan oleh tim pemasar untuk

diberikan kepada pelanggan pada situasi pembelian yang berbeda.

Pada pengambilan keputusan high involvement, pemasar harus menyediakan

informasi tentang konsekuensi positif pembelian. Divisi penjualan harus menekankan

atribut penting dari produk, keuntungan dibandingkan kompetitor dan mendorong

pelanggan untuk “mencoba” produk.

Page 9: Kuliah III Imc

TAHAP PEMBELIAN

Pembelian: dapat berbeda dari keputusan pembelian, dan ketersediaan produk. Hasil dari

tahap evaluasi alternatif adalah maksud untuk membeli dan tidak membeli. Langkah

tahap ini adalah pembeli produk yang diinginkan. Dapat disimpulkan, produk yang dibeli

adalah produk yang memiliki kinerja yang paling memuaskan jika dihubungkan kriteria

evaluatif.

Selama keadaan konsumen atau keadaan pasar berlangsung stabil, keputusan

untuk membeli akan mengarah pada pembelian aktual. Tetapi dalam melakukan niat

pembelian, konsumen akan melakukan lima tahap sub-pengambilan atau tindakan

instrumental seperti pertimbangan merek, pertimbangan penjual, pertimbangan jumah,

pertimbangan waktu, dan pertimbangan metode pembayaran. Jenis tindakan instrumental

ini akan berbeda pada setiap tahapnya tergantung pada kompleksitas proses pengambilan

keputusan. Contohnya, membeli garam tidak akan dipusingkan akan pemilihan penjual

dan metode pembayaran.

TAHAP EVALUASI PASCA PEMBELIAN - COGNITIVE DISSONANCE

Proses pengambilan keputusan tidak berakhir ketika sebuah pembelian terjadi.

Ketika sebuah produk dibeli, akan dilakukan evaluasi ketika proses konsumsi. Hasilnya

adalah kepuasan atau ketidakpuasan. Ketika konsumen puas atau tidak puas tergantung

pada hubungan antara pengharapan konsumen dan kinerja produk yang ada. Jika kinerja

produk melampaui pengharapan, konsumen akan merasa sangat puas; jika sesuai dengan

pengharapan maka konsumen akan merasa puas; jika tidak sesuai dengan pengharapan

maka konsumen akan merasa tidak puas. Perasaan ini menentukan apakah konsumen

akan mengajukan keluhan, membeli produk kembali atau membicarakan produk secara

positif atau negatif terhadap orang lainnya.

Setelah melakukan pembelian terhadap produk yang memiliki harga murah,

evaluasi paska pembelian yang mungkin terjadi adalah ketidakcocokan kognitif

(cognitive dissonance). Hal ini terjadi karena konsumen mempertanyakan apakah

pembelian produk merupakan keputusan yang tepat. Karena ketidaknyamanan psikologis

ini tidak menyenangkan, konsumen akan memiliki motivasi untuk melakukan tindakan

untuk mengurangi jumlah ketidakcocokan kognitif yang ia rasakan. Kemudian,

Page 10: Kuliah III Imc

konsumen mungkin akan mencoba mengembalikan produk atau mencoba mencari

informasi positif yang menegaskan pilihan yang ia ambil. Peran penting yang harus

dilakukan pemasar adalah mengingatkan konsumen bahwa mereka telah mengambil

keputusan yang tepat.

LOYALITAS MEREK

MEREK PERSENTASERokok 71%Mayonnaise 65%Pasta gigi 61%Kopi 58%Obat sakit kepala 56%Film 56%Sabun mandi 53%Kecap 51%Sabun cuci 48%Mobil 46%

VARIASI PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Pada kenyataannya, tidak semua pengambilan keputusan mengacu kepada tahap-tahap di

atas. Mungkin saja mengurangi atau melompati beberapa tahap. Banyak pengambilan

keputusan didasarkan kepada proses rutin. Untuk barang-barang murah, pengambilan

keputusan berlangsung cepat. Tidak ada usaha lebih untuk pencarian informasi dan

alternatif pilihan.

Dengan mengenali gejala tersebut, produsen harus menanamkan merek mereka terus

meneerus di benak konsumen. Merek yang sudah terkenal memelihara brand awareness

melalui iklan, promosi berkala, pemilihan tingkat rak display.

Produsen merek baru dengan pangsa pasar rendah harus mencoba masuk ke benak

konsumen dan membuat merek baru menjadi pertimbangan konsumen. Iklan harus

digalakkan untuk mendorong konsumen mencoba merek, beralih merek, sales promotion,

discount, dan lain-lain.

Dengan semakin kompleksnya pengambilan keputusan, produsen harus merancang iklan

yang memuat berbagai informasi yang dibutuhkan konsumen. Pencantuman nilai

keunggulan produk/jasa yang ditawarkan dan lokasi penjualan dan tenaga penjualan yang

baik akan mendukung pengambilan keputusan yang cepat.

Page 11: Kuliah III Imc

PENGARUH LINGKUNGAN PADA PERILAKU KONSUMEN

BUDAYA

budaya merupakan gabungan dari makna, nilai, norma dan kebiasaan yang dipelajari

melalui anggota masyarakat. Norma dan nilai budaya memberikan arah dan pedoman

tentang semua aspek kehidupan termasuk perilaku konsumsi. Perubahan pada budaya

tentunya harus dicermati oleh para pelaku pemasaran.

SUB-KULTUR

Merupakab budaya yang ditemukan pada kelompok kecil di mana nilai, norma, dan pola

perilaku membedakan mereka dari kelompok primer. Sub-kultur ini dapat didasarkan

pada usia, lokasi, agama, ras, etnik.

KELAS SOSIAL

Diukur melalui varibel demografik yaitu pendidikan, pekerjaan dan pendapatan. Konsep

kelas sosial adalah hirarki di mana ada yang bersama-sama dalam satu kelas, dan ada

yang berada di atas atau dibawah kelas tersebut. Contohnya, untuk kelas sosial atas, bank

memberikan pelayanan yang premium atau lounge khusus di airport.

KELOMPOK RUJUKAN

Kelompok adalah dua individu atau lebih yang berbagi norma, nilai, atau kepercayaan

dan memiliki hubungan implisit/eksplisit satu sama lain sehingga hubungan mereka

saling tergantung.

Pengaruh eskternal unik lainnya adalah dalam hal group reference. Ini adalah bagian

yang sungguh-sungguh tidak dapat dibandingkan dengan masyarakat Amerika. Dalam

konteks ini, pengaruh para opinion leader sungguh besar. Untuk suku Jawa, Madura atau

Sunda, ulama memiliki peran yang sangat besar terhadap masyarakat untuk menentukan

pilihan mereka untuk produk-produk tertentu. Mereka menjadi panutan bagi masyarakat

dalam memfilter informasi. Saran dan keteladanan mereka menjadi bagian yang

dipertimbangkan dalam membuat evaluasi terhadap pembelian suatu produk. Demikian

pula, untuk beberapa suku dimana tradisi adatnya masih kuat seperti suku Bali, para

pemimpin adat ini jugalah yang menjadi opinion leader.

Page 12: Kuliah III Imc

Mudah dipahami apabila kemudian banyak perusahaan telekomunikasi, perbankan,

makanan dan minuman yang kemudian mendukung kegiatan dari para ulama ini.

Tujuannya adalah untuk merebut simpati mereka dan secara tidak langsung, kalau para

ulama menyarankan untuk membeli merek X, sekitar 30% hingga 50% dari pengikutnya,

akan dengan segera memilih merek produk yang sama.

Tentunya, hal ini terjadi karena banyak faktor. Pertama adalah sikap, perilaku, budaya,

norma dan kebiasaan konsumen Indonesia yang memang berbeda dari satu daerah ke

daerah lainnya dan dari suku ke satu suku lainnya. Inilah faktor yang saya yakin paling

berpengaruh terhadap perbedaan penetrasi dan penerimaan suatu merek di daerah

tertentu.

Sifat konsumen Jawa yang demikian berbeda dengan Sunda saja, menyebabkan banyak

produk harus melakukan perubahan produknya agar dapat diterima oleh kedua suku ini.

Padahal, secara geografis, kedua suku ini relatif berdekatan. Berbagai perusahaan yang

memproduksi produk minuman dan makanan, seringkali membuat produk yang berbeda.

Untuk pasar Jawa, dibuat lebih manis dibandingkan dengan produk yang dipasarkan

untuk konsumen Sunda. Kalau mereka tidak melakukan adjustment, maka produk yang

manis lebih laku dijual di Jawa dan tidak diterima oleh konsumen Sunda.

Memasarkan produk jamu, jelas, jauh lebih sulit di daerah Jabar. Ini terlihat dari penetrasi

jamu yang memang hanya 50% dibandingkan dengan konsumen Jawa. Jamu Sido

Muncul, Air Mancur, Nyonya Meneer dan lain-lain, pastilah lebih dominan di Jawa

Tengah dan Jawa Timur. Bila daftar merek yang memiliki perbedaan penerimaan ini

diteruskan, pastilah akan sangat panjang, terutama untuk produk makanan dan minuman.

Demikian pula, konsumen Jawa sungguh berbeda dengan konsumen dari suku Batak.

Perbedaaan ini bukan hanya berpengaruh terhadap perbedaan merek makan dan minuman

yang menjadi preferensi tetapi bisa meluas untuk banyak produk lainnya. Bahkan

perbedaan ini sangat terlihat dalam perilaku menggunakan produk komunikasi seperti

Page 13: Kuliah III Imc

telepon seluler. Konsumen Jawa umumnya memilki porsi penggunaan sms yang lebih

tinggi dibandingkan dengan suku Batak yang lebih cenderung memilih untuk lebih

banyak menggunakan komunikasi langsung dengan suara.

STUDI KASUS PERILAKU KONSUMEN INDONESIA

Karakter #1: BERPIKIR JANGKA PENDEK.

Ternyata sebagian besar konsumen Indonesia hanya berpikir jangka pendek dan sulit

diajak berpikir jangka panjang salah satu cirinya adalah dengan mencari yang serba

Instant.Produk semacam Extra Joss,Hemaviton Jreng,Indomie dsbnya laris manis.

Sebaliknya masih sangat susah sekali memasarkan asuransi pada sebagian besar

penduduk indonesia karena konsumen cenderung enggan melakukan investasi (dalam

bentuk apapun) yang hasilnya bisa dinikmati mungkin belasan tahun ke depan.

Salah satu strategi yang masih ampuh untuk konsumen berpikiran pendek adalah dengan

memberikan Discount dan hadiah langsung. Survei AC Nielsen menunjukkan 76%

pembeli menyukai diskon harga dan 18% menyukai hadiah langsung.

Karakter #2: TIDAK TERENCANA.

Konsumen Indonesia termasuk konsumen yang tidak terbiasa merencanakan sesuatu.

Sekalipun sudah,tapi mereka akan mengambil keputusan pada saat-saat terakhir.

Kebiasaan ini mirip dengan kebiasaan konsumen kelas satu. Namun jika kebiasaan

pertama tidak melihat jauh ke depan, kebiasaan kedua ini tidak menyiapkan sesuatu jauh

di belakang.

Mungkin rata-rata kita kuliah dulu juga mengenal SKS (sistem kebut semalam)dalam

belajar atau dalam menyelesaikan tugas-tugas tertentu. Termasuk dalam mendaftar

seminar sampai membayar tagihan, semua dilakukan dalam waktu yang mepet.

Salah satu bentuk perilaku konsumen yang tidak punya rencana adalah terjadinya

IMPULSE BUYING (membeli tanpa rencana / spontan membeli ketika tertarik dengan

sebuah produk).

Berdasarkan survei Nielsen,ternyata 85% pembelanja ritel modern cenderung untuk

berbelanja sesuatu yang tidak direncanakan.

Page 14: Kuliah III Imc

Strategi yang paling baik untuk karakter ini adalah dengan membuat display semenarik

mungkin dan strategis tempatnya atau bisa juga dibantu dengan SPG.

Karakter #3: SUKA BERKUMPUL

Kebiasaan suka berkumpul sudah melekat dalam budaya konsumen kita, sampai adanya

istilah “mangan ora mangan ngumpul” dalam masyarakat jawa. Strategi paling efektif

untuk karakter ini adalah strategi komunikasi Word of mouth, ini terbukti dari riset para

pembeli rumah lewat KPR, awareness tertinggi konsumen terhadap produk KPR

bukanlah berasal dari iklan atau brosur, tetapi justru datangdari teman atau relasi. Hal

serupa juga terjadi dalam pembelian minyak pelumas.

Kesuksesan yang di raih Amanda brownies dan Kartika Sari dari Bandung juga

mengandalkan strategi ini. Kata kunci dari strategi word of mouth ini adalah terletak pada

opini leader dari komunitas yang ada. Sebab jika sang pemimpin bisa diyakinkan pada

sebuah merk, maka dia akan memberikan rekomendasi kepada komunitasnya.

KARAKTER #4: GAGAP TEKNOLOGI.

Rendahnya penetrasi teknologi tinggi di indonesia menunjukkan bahwa mayoritas

konsumen kita relatif masih “gaptek” sehingga adopsi terhadap suatu teknologi relatif

jauh lebih lambat. Hal ini tampak dalam survei Frontier tentang alasan konsumen tidak

menggunakan mobile banking, 32,66% mengatakan tidak tahu mengoperasikannya dan

16,75 menganggapnya tidak aman. Begitu juga dengan penetrasi penggunaan internet,

baru menyentuh angka 9,0% bandingkan dengan malaysia yang penetrasinya sudah

47,8%.

Rendahnya tingkat penetrasi produk teknologi tinggi ini berhubungan erat dengan tingkat

pendidikan masyarakat kita. Namun jangan pesimis dulu. Sebab,konsumen yang berusia

muda kini lebih adaptif dengan teknologi baru karena dorongan arus globalisasi.

Sayangnya,daya beli mereka tidak begitu tinggi. Untuk mengatasi masalah daya beli ini,

pemasar bisa mengusung strategi PRICE BUNDLING, seperti yang di lakukan Fren,

Page 15: Kuliah III Imc

Esia,Flexi dan yang lainya. Bisa juga dengan mempermudah penggunaanyaseperti yang

dilakukan oleh Nokia.

KARAKTER #5: ORIENTASI PADA KONTEKS.

Konsumen kita cenderung menilai dan memilih sesuatu dari tampilan luarnya. Dengan

begitu,konteks-konteks yang meliputi suatu hal justru lebih menarik ketimbang hal itu

sendiri.

Tiga ciri spesifik konsumen kita dalam menyerap informasi.

>Pertama, memiliki minat baca yang rendah.

>Kedua,memilih segala sesuatu-baik dari membaca atau menonton

yang ringan dan menghibur.

>Ketiga, mudah diubah persepsinya.

Dampak dari ciri tersebut terhadap perilaku komsumsi orang Indonesia dibuktikan

dengan layanan informasi SMS yang didominasi layanan ring tones dan musik.Selain itu

tampak pula dengan tingginya rating acara-acara infotainment.

Keengganan membaca juga menyebabkan konsumen kurang memperhatikan informasi

yang terdapat pada suatu produk.

Banyak produk farmasi yang mempunyai kandungan yang sama persis dan fungsi yang

sama tetapi karena cara komunikasinya berbeda, akhirnya persepsi yang tercipta lain

pula. Sekitar 99% konsumen kita tidak mengerti kandungan obat bebas.

Karakter #6: SUKA MERK LUAR NEGERI

Soal menyamar, kita bisa belajar dari Polytron. Sebab sudah 28 tahun produk elektronika

asli dalam negeri ini “menyamar” sebagai merek mancanegara, dan cukup berhasil.

Kenapa harus menyamar alasanya menyangkut image dan kualitas merek luar negeri

yang dipersepsi lebih baik dan bergengsi dibandingkan buatan Indonesia.

Penjajahan selama berabad-abad,mau tidak mau memang membuat bangsa Indonesia

sering memandang inferior terhadap diri sendiri atau bisa juga karena sifat gengsi

Page 16: Kuliah III Imc

sehingga membuat merek-merek dari luar negeri begitu mendominasi pasar Indonesia

dibandingkan merek lokal.

Untunglah,sekarang sudah mulai banyak merek lokal yang unjuk gigi dipasar domestik

walaupun beberapa diantaranya harus dengan cara menyamar seperti Polytron,

Detron,Stanley Adams dll.

Karakter #7: RELIGIUS

Konsumen Indonesia sangat peduli terhadap isu agama.Inilah salah satu karakter khas

konsumen Indonesia yang percaya pada ajaran agamanya. Konsumen akan lebih percaya

jika perkataan itu dikemukakan oleh seorang tokoh agama,ulama atau pendeta.

Konsumen juga suka dengan produk yang mengusung simbol-simbol agama.

Sudah lama para pelaku bisnis memanfaatkan simbol-simbol agama dalam melakukan

strategi pemasaranya.

Promag adalah contoh sukses yang memanfaatkan hal itu.Berkembangnya bank syariah

di Indonesia juga tidak terlepas dari ciri konsumen Indonesia yang peduli pada

agama,begitu juga dengan asuransi syariah, pegadaian syariah dll.

Kepedulian konsumen soal agama juga tercermin dari perilaku mereka dalam memilih

produk yang berlabel halal walaupun kadang harus membayar lebih mahal.

Karakter #8: GENGSI

Konsumen Indonesia amat getol dengan gengsi. Banyak yang ingin cepat naik “status”

walau belum waktunya. Saking pentingnya urusan gengsi ini, mobil-mobil mewah pun

tetap laris terjual di negeri kita pada saat krisis ekonomi sekalipun.

Menurut Handi Irawan D, ada tiga budaya yang menyebabkan gengsi.

Konsumen Indonesia suka bersosialisasi sehingga mendorong orang untuk pamer.

Budaya feodal yang masih melekat sehingga menciptakan kelas-kelas sosial dan

akhirnya terjadi “pembrontakan” untuk cepat naik kelas.

Masyarakat kita mengukur kesuksesan dengn materi dan jabatan sehingga

mendorong untuk saling pamer.

Page 17: Kuliah III Imc

Banyak sekali produk yang sukses di Indonesia dengan memanfaatkan sifat gengsi ini,

Mercedes-Benz, BMW, Nokia Communicator dan lain sebagainya. Karena dengan

membeli produk yang mahal,kesuksesan yang mereka peroleh dapat dilihat oleh orang

lain.

Karakter #9: KUAT DI SUBCULTURE

Sekalipun konsumen Indonesia gengsi dan menyukai produk luar negeri,

namun unsur fanatisme kedaerahan-nya ternyata cukup tinggi. Ini bukan berarti

bertentangan dengan hukum perilaku yang lain. Pada produk-produk tertentu,ada hal

yang bersifat lokal yang memang harus diperhatikan.

Contohnya,orang Jawa suka manis, orang Padang suka yang pedas, orang Batak suka

bicara keras,orang Semarang suka menawar dll.

Strategi pemasaran yang bisa di pakai adalah dengan membuat konten-konten lokal untuk

kegiatan komunikasi atau dengan memperkuat aktifitas below the line di daerah dengan

mengadopsi budaya lokal sehingga lebih mudah diterima konsumen setempat.

Karakter #10: KURANG PEDULI LINGKUNGAN

Salah satu karakter konsumen Indonesia yang unik adalah kekurangpedulian mereka

terhadap isu lingkungan.Tetapi jika melihat prospek kedepan kepedulian konsumen

terhadap lingkungan akan semakin meningkat,terutama mereka yang tinggal di perkotaan

begitu pula dengan kalangan menengah atas relatif lebih mudah paham dengan isu

lingkungan. Lagi pula mereka pun memiliki daya beli terhadap harga premium sehingga

akan lebih mudah memasarkan produk dengan tema ramah lingkungan terhadap mereka.