kualitas papan partikel limbah dan likuida bambu … · nilai berat jenis perekat likuida bambu...
TRANSCRIPT
KUALITAS PAPAN PARTIKEL LIMBAH DAN LIKUIDA
BAMBU DENGAN FORTIFIKASI MELAMIN
FORMALDEHID
AGUNG PRASETYO
E24102036
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
KUALITAS PAPAN PARTIKEL LIMBAH DAN LIKUIDA
BAMBU DENGAN FORTIFIKASI MELAMIN
FORMALDEHID
AGUNG PRASETYO
E24102036
Skripsi
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
JUDUL PENELITIAN : KUALITAS PAPAN PARTIKEL LIMBAH
DAN LIKUIDA BAMBU DENGAN
FORTIFIKASI MELAMIN FORMALDEHID
NAMA : AGUNG PRASETYO
NRP : E 24102036
DEPARTEMEN : HASIL HUTAN
FAKULTAS : KEHUTANAN
Disetujui oleh :
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Surdiding Ruhendi, MSc
NIP. 130 354 163
Mengetahui,
Ketua Departemen Hasil hutan
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Dede Hermawan, MSc
NIP. 131 950 984
Tanggal Lulus :
JUDUL PENELITIAN : KUALITAS PAPAN PARTIKEL LIMBAH
DAN LIKUIDA BAMBU DENGAN
FORTIFIKASI MELAMIN FORMALDEHID
NAMA : AGUNG PRASETYO
NRP : E 24102036
DEPARTEMEN : HASIL HUTAN
FAKULTAS : KEHUTANAN
Disetujui oleh :
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Surdiding Ruhendi, MSc
NIP. 130 354 163
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS
NIP. 131 430 799
Tanggal Lulus :
RINGKASAN
Agung Prasetyo. E24102036. Kualitas Papan Partikel Limbah Dan Likuida Bambu Dengan Fortifikasi Melamin Formaldehid. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Surdiding Ruhendi, MSc Pembuatan papan partikel sangat berhubungan dengan perekat. Perekat yang digunakan biasanya berupa perekat sintetis dengan permintaan yang akan terus meningkat seiring dengan perkembangan industri. Disamping persediaan yang sangat terbatas dan harganya yang mahal serta adanya efek samping yang berupa pencemaran emisi formaldehid yang sangat berbahaya bagi kesehatan, maka perlu adanya alternatif perekat yang digunakan dalam pembuatan papan partikel. Teknologi perekat sudah sampai kepada perkembangan perekat likuida dari bahan berlignoselulosik dan aplikasinya dalam pembuatan papan partikel. Salah satu bahan lignoselulosik yang potensial dapat digunakan untuk pembuatan papan partikel adalah bambu. Beberapa keunggulan dari bambu sebagai bahan baku papan partikel antara lain cepat tumbuh, harganya murah, buluhnya panjang dan mudah diolah, serta arah sejajar serat mempunyai sifat mekanik yang lebih baik dari kayu.
Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh perekat likuida berupa cairan, terdapat beberapa butiran – butiran, serta warna perekat likuida bambu coklat kehitaman. Keasaman perekat likuida pada penelitian ini sebesar 8,04. Nilai ini masih diatas pH netral (7), sehingga perekat yang bersifat basa akan lebih mudah diaplikasikan dan perekat tidak mudah rusak. Nilai viskositas dari perekat likuida bambu adalah 150 cps. Nilai berat jenis perekat likuida bambu adalah 1,109. Kadar padatan perekat likuida sebesar 34,31 %. Waktu gelatinasi > 60 menit. Nilai kerapatan tertinggi diperoleh 0.78 g/cm3 untuk papan partikel bambu dengan kadar perekat 20 % dan fortifikasi 45 %, sedangkan terendah 0.64 g/cm3 untuk papan partikel bambu dengan kadar perekat 20 % dan fortifikasi 15 %. Nilai kerapatan rata- rata sebesar 0,70 g/cm3. Nilai kadar air tertinggi pada kadar perekat 20 % dengan fortifikasi 15 % yaitu sebesar 7,94 %, sedangkan kadar air terendah diperoleh 6,34 % untuk papan partikel bambu dengan kadar perekat 20 % dan fortifikasi 45 %. Nilai kadar air rata- rata sebesar 7,34 %. Nilai daya serap air tertinggi pada kadar perekat 20 % dengan fortifikasi 15 % yaitu sebesar 72,02 %, sedangkan nilai daya serap air terendah diperoleh 39,27 % untuk papan partikel bambu dengan kadar perekat 20 % dan fortifikasi 45 %. Nilai daya serap air rata- rata sebesar 52,20 %. Nilai pengembangan tebal tertinggi pada kadar perekat 20 % dengan fortifikasi 15 % yaitu sebesar 73,04 %. Nilai pengembangan tebal terendah diperoleh 23,44 % untuk papan partikel bambu dengan kadar perekat 20 % dan fortifikasi 45 %. Nilai pengembangan tebal rata- rata sebesar 38,06 %.
Nilai MOE tertinggi pada kadar perekat 20 % dengan fortifikasi 45 % yaitu sebesar 2150.49 N/mm2. Nilai MOE terendah diperoleh 856.83 N/mm2 untuk papan partikel bambu dengan kadar perekat 20 % dan fortifikasi 15 %. Nilai MOE rata- rata sebesar 1500.27 N/mm2. Nilai MOR tertinggi pada kadar perekat 20 % dengan fortifikasi 30 % yaitu sebesar 13.21 N/mm2. Nilai MOR terendah diperoleh 4.90 N/mm2 untuk papan partikel bambu dengan kadar perekat 20 %
dan fortifikasi 15 %. Nilai MOR rata- rata sebesar 10.04 N/mm2. Nilai kuat pegang sekrup tertinggi pada kadar perekat 15 % dengan fortifikasi 45 % yaitu sebesar 593,16 N. Nilai kuat pegang sekrup terendah diperoleh 281,40 N untuk papan partikel bambu dengan kadar perekat 20 % dan fortifikasi 15 %. Nilai kuat pegang sekrup rata- rata sebesar 442.86 N. Nilai internal bond tertinggi pada kadar perekat 15 % dengan fortifikasi 15 % yaitu sebesar 0,52 N/mm2. Nilai internal bond terendah diperoleh 0,16 N/mm2 untuk papan partikel bambu dengan kadar perekat 20 % dan fortifikasi 45 %. Nilai internal bond rata- rata sebesar 0.35 N/mm2.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Nganjuk, Jawa Timur pada tanggal 14 Januari 1984.
penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Sueb dan
Asmawati. Penulis telah menempuh bangku pendidikan dasar di SDN Kepolorejo
III pada tahun 1990 – 1996. Kemudian melanjutkan pendidikan menengah
pertama di SLTP Negeri 4 Magetan pada tahun 1996 – 1999. Setelah itu pada
tahun 1999 – 2002, penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas di
SMU Negeri 1 Magetan. Setelah tamat dari SMU, penulis diterima sebagai
mahasiswa S-1 Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor dengan jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2002.
Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis mempunyai pengalaman
organisasi menjadi Ketua OMDA (Organisasi Daerah) IMPATA (Ikatan
Mahasiswa Pelajar dan Mahasiswa Magetan) pada massa jabatan 2003/2004.
Selain itu menjadi Pengurus HIMASILTAN (Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan)
Fakultas Kehutanan IPB di bidang PSDM (Pengembangan Sumber Daya
Mahasiswa). Penulis juga pernah menjadi panitia Olimpiade Pertanian dan
Kelautan Nasional tahun 2004. Pada tahun 2005 penulis melaksanakan kegiatan
Praktek Pengenalan Umum Pengelolaan Hutan (PUPH) di Getas Kabupaten
Ngawi, Jawa Timur dan Praktek Umum Kehutanan (PUK) di Cilacap-Baturaden,
Jawa Tengah. Selain itu penulis juga melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL)
di CV. Citra Jepara Furniture Exporter Semarang Jawa Tengah.
Dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Surdiding Ruhendi, M.Sc. penulis
menyusun skripsi berjudul “Kualitas Papan Partikel Limbah dan Likuida
Bambu Dengan Fortifikasi Melamin Formaldehid” sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas
segala rahmat, nikmat, taufik, serta hidayahnya penulis telah berhasil menyusun
skripsi yang berjudul “Kualitas Papan Partikel Limbah dan Likuida Bambu
Dengan Fortifikasi Melamin Formaldehid” dengan baik sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak, Ibu, Adik serta seluruh keluarga atas segala doa dan dukungannya
selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Surdiding Ruhendi, MSc. selaku dosen pembimbing atas
dorongan semangat, nasehat, serta bimbingannya.
3. Bapak Ir. Edhi Sandra, MSi dan Ir. I.G.K. Tapa Darma, MSc selaku dosen
penguji atas dukungan dan bimbingannya.
4. Alfiani Arumndari serta keluarga yang senantiasa memberikan doa, semangat
serta dukungannya.
5. Semua laboran Laboratorium Bio Komposit (Bapak Abdullah), Laboratorium
Kimia Hasil Hutan (Bapak Atin), Laboratorium Keteknikan Hasil Hutan serta
Laboratorium Kayu Solid yang telah membantu selama pelaksanaan
penelitian.
6. Teman – teman satu bimbingan : Edwin Alqurmani Pamungkas, Wisudoto
Patria M, Alvin Andromeda, dan Nia Wulansari atas persahabatan dan
kebersamaannya selama ini.
7. Teman – teman THH 39 dan seluruh civitas Fakultas Kehutanan atas dorongan
dan motivasinya, serta atas persahabatan dan kerjasamanya.
8. Semua teman – teman PURI NAON yang senantiasa memberikan dorongan
semangat dan kebersamaannya selama ini.
9. Semua pihak yang telah memberi bantuan baik secara langsung maupun tidak
langsung yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini,
oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk
memperbaiki segala kekurangan dalam skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat dan dapat memberikan pengetahuan tambahan bagi pembacanya.
Bogor, September 2006
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI……………………………………………………….……… i
DAFTAR TABEL………………………………………………………..… iii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………. iv
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. v
PENDAHULUAN……………………………………………..……….….. 1
A. Latar Belakang…………………………………………….……….. 1
B. Tujuan………………………………………………..….……......... 1
C. Hipotesis…………………………………………………………… 2
D. Manfaat Penelitian…………………………………………...….…. 2
TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………….... 3
A. Papan Partikel…………………………………………….………... 3
B. Bambu dan Bambu Tali (Gigantochloa apus Kurz)……………….. 6
C. Perekat dan Perekat Likuida............................................................. 8
D. Melamin Formaldehid..…………………........................................ 9
METODE PENELITIAN……………………………………………......… 11
A. Waktu dan Tempat………………………………………..…...…... 11
B. Bahan dan Alat…………………………………………………….. 11
C. Rancangan Percobaan dan Analisis Data………………………….. 12
D. Prosedur Penelitian ……………………………………………….. 13
1. Pembuatan Perekat Likuida Bambu…………………………… 13
2. Pengujian Perekat Likuida Bambu (SNI 06-4567-1998)……… 13
3. Pembuatan Papan Partikel ……………………………………. 16
4. Pengujian Papan Partikel (JIS A 5908-2003)…………………. 16
HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................... 22
A. Kualitas Perekat Likuida Bambu...................................................... 22
1. Kenampakan Perekat Likuida...................................................... 22
2. Derajat Keasaman (pH)............................................................... 22
3. Kekentalan (Viskositas).............................................................. 23
4. Berat Jenis (BJ)........................................................................... 23
5. Kadar Padatan…………………………………………………. 24
ii
6. Waktu Gelatinasi......................................................................... 24
B. Sifat Fisis Papan Partikel Likuida Bambu......................................... 25
1. Kerapatan..................................................................................... 25
2. Kadar Air (%).............................................................................. 27
3. Daya Serap Air (%)..................................................................... 28
4. Pengembangan Tebal (%).......................................................... 30
C. Sifat Mekanis Papan Partikel Likuida Bambu................................... 32
1. Kekakuan / MOE (Modulus of Elasticity).................................... 32
2. Modulus Patah / MOR (Modulus of Rupture)............................. 33
3. Kuat Pegang Sekrup.................................................................... 35
4. Internal Bond (IB)....................................................................... 37
KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................... 39
A. Kesimpulan....................................................................................... 39
B. Saran.................................................................................................. 39
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………... 40
LAMPIRAN ................................................................................................ 42
iii
DAFTAR TABEL
No Tabel Halaman
1. Sifat Fisis dan Mekanis Papan Partikel Menurut Standar JIS A
5908 : 2003........................................................................................ 4
2. Persyaratan Mutu Fenol Formaldehid Cair Menurut Standar SNI
06-4567-1998).................................................................................. 9
3. Kualitas Papan Partikel dengan Perekat Likuida Bambu.......................... 25
4. Analisis sidik ragam kerapatan papan partikel.......................................... 27
5. Analisis sidik ragam kadar air papan partikel........................................... 28
6. Analisis sidik ragam daya serap air papan partikel................................... 30
7. Analisis sidik ragam pengembangan tebal papan partikel........................ 31
8. Analisis sidik ragam MOE papan partikel................................................ 33
9. Analisis sidik ragam MOR papan partikel................................................ 35
10. Analisis sidik ragam kuat pegang sekrup papan partikel.......................... 36
11. Analisis sidik ragam internal bond papan partikel.................................... 38
iv
DAFTAR GAMBAR
No Gambar Halaman
1. Pola pemotongan contoh uji................................................................... 17
2. Pengujian MOE dan MOR..................................................................... 19
3. Pengujian internal bond…………………………………….........…..... 20
4. Pengujian kuat pegang sekrup................................................................ 21
5. Histogram hubungan kerapatan dengan kadar perekat .......................... 26
6. Histogram hubungan kadar air dengan kadar perekat............................. 27
7. Histogram hubungan daya serap air dengan kadar perekat.................... 29
8. Histogram hubungan pengembangan tebal dengan kadar perekat.......... 31
9. Histogram hubungan MOE dengan kadar perekat ................................. 32
10. Histogram hubungan MOR dengan kadar perekat ................................ 34
11. Histogram hubungan kuat pegang sekrup dengan kadar perekat............ 36
12. Histogram hubungan internal bond dengan kadar perekat...................... 37
v
DAFTAR LAMPIRAN
No Lampiran Halaman
1. Daya Serap Air....................................................................................... 43
2. Pengembangan Tebal............................................................................. 43
3. MOR...................................................................................................... 44
4. Kuat Pegang Sekrup.............................................................................. 44
1
PENDAHULUAN
A. Latar Balakang
Produk papan partikel pada saat sekarang ini sudah banyak dikenal baik di
Indonesia maupun di luar negeri. Oleh masyarakat luas, papan partikel banyak
digunakan sebagai komponen mubel maupun komponen bahan bangunan. Bahan
baku yang digunakan sangat bervariatif dari hasil hutan kayu maupun hasil hutan
bukan kayu.
Pembuatan papan partikel sangat berhubungan dengan perekat. Perekat
yang digunakan biasanya berupa perekat sintetis dengan permintaan yang akan
terus meningkat seiring dengan perkembangan industri. Disamping persediaan
yang sangat terbatas dan harganya yang mahal serta adanya efek samping yang
berupa pencemaran emisi formaldehid yang sangat berbahaya bagi kesehatan,
maka perlu adanya alternatif perekat yang digunakan dalam pembuatan papan
partikel. Teknologi perekat sudah sampai kepada perkembangan perekat likuida
dari bahan berlignoselulosik dan aplikasinya dalam pembuatan papan partikel.
Salah satu bahan lignoselulosik yang potensial dapat digunakan untuk
pembuatan papan partikel adalah bambu. Beberapa keunggulan dari bambu
sebagai bahan baku papan partikel antara lain cepat tumbuh, harganya murah,
buluhnya panjang dan mudah diolah, serta arah sejajar serat mempunyai sifat
mekanik yang lebih baik dari kayu.
Di Indonesia sendiri diperkirakan terdapat hutan bambu seluas 5 juta ha
yang sebagian besar tumbuh di daerah dataran rendah dan menengah pada hutan
hujan tropis di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Irian Jaya, kepulauan
Nusa Tengara, dan Jawa (Nasendi, 1995 dalam Widiyanto, 2002).
B. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui kualitas perekat likuida bambu sesuai standar SNI 06-4567-
1998 sebagai salah satu alternatif perekat dalam pembuatan papan partikel.
2. Mengetahui kualitas papan partikel yang dibuat dari limbah bambu tali
(Gigantochloa apus Kurz) sesuai standar JIS A 5908-2003 dengan
2
menggunakan perekat likuida bambu dengan fortifikasi melamin
formaldehid.
C. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah :
1. Kualitas likuida bambu tali (Gigantochloa apus Kurz) akan semakin
meningkat dengan adanya penambahan fortifikasi melamin formaldehid.
2. Kualitas papan partikel bambu tali (Gigantochloa apus Kurz) dalam sifat
fisis dan mekanis akan semakin meningkat dengan meningkatnya kadar
perekat yang digunakan.
D. Manfaat
Penelitian ini diharapkan mampu untuk memberikan informasi mengenai
kualitas perekat likuida bambu serta sifat fisis dan mekanis mengenai papan
partikel dari limbah bambu tali (Gigantochloa apus Kurz) yang menggunakan
perekat likuida bambu dengan fortifikasi melamin formaldehid sehingga
menghasilkan papan partikel yang berkualitas sesuai standar JIS A 5908-2003.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Papan Partikel
Papan partikel adalah produk panel yang dihasilkan dengan memanfaatkan
partikel-partikel kayu dan sekaligus mengikatnya dengan suatu perekat
(www.dephut.go.id). Papan partikel merupakan salah satu produk yang berbentuk
panil yang dibuat dengan menggunakan perekat. Papan partikel ini banyak
digunakan sebagai bahan bangunan, tetapi tidak digunakan untuk menyangga
beban. Salah satu pemanfaatan limbah kayu adalah untuk pembuatan papan
partikel yaitu lembaran hasil pengempaan panas campuran partikel kayu atau
bahan berligno selulosa lainnya dengan perekat organik dan bahan lainnya.
Partikel berarti butir atau bahan yang berukuran relatif kecil. Partikel kayu berarti
potongan kecil kayu yang bentuknya bermacam-macam tergantung pada cara
pengolahannya (www.dephut.go.id). Seperti produk komposit dibentuk dari bahan
– bahan dari sumber – sumber biologi khususnya bahan – bahan nabati yang
berlignoselulosa (lignin dan selulosa) ( Tambunan, 2000 dalam Widiyanto, 2002).
Papan partikel dapat diukur melalui kerapatannya. Makin tinggi kerapatan
papan partikel, maka makin tinggi pula kekuatannya. Kerapatan papan partikel
sendiri adalah suatu ukuran kekompakan partikel dalam satu lembaran. Faktor
tekanan, waktu, dan suhu kempa akan mempengaruhi besarnya kerapatan akhir
papan partikel yang dihasilkan. Tekanan kempa yang optimal akan menghasilkan
kualitas papan yang baik. Jika tekanan kempa terlalu tinggi maka akan merusak
partikel – partikelnya, sedangkan jika tekanan terlalu rendah maka ikatan yang
terjadi antara partikel dan perekat tidak terlalu kuat. Papan partikel
diklasifikasikan berdasarkan kerapatannya, yakni papan partikel berkerapatan
rendah (Low Density Board) dan sedang (Medium Density Board) (FAO, 1958
dalam http://www.republika.co.id). Papan partikel berkerapatan rendah memiliki
kerapatan antara 0,24 - 0,40 g/cm3. Papan tipe ini mempunyai sifat isolator
terhadap panas dan suara serta dapat digunakan untuk pembuatan mebel yang
tidak memerlukan kekuatan besar. Sementara papan partikel berkerapatan sedang
memiliki kerapatan antara 0,40 - 0,80 g/cm3. Papan tipe ini biasanya digunakan
untuk bagian atas dari meja, lemari, rak buku dan sebagainya.
4
Maloney (1993) dalam Widiyanto (2002) mengemukakan bahwa papan
partikel dapat menjadi tiga golongan berdasarkan kerapatannya, yaitu :
• Papan partikel berkerapatan rendah (Low Density Particle Board), yaitu
papan partikel yang mempunyai kerapatan kurang dari 0,4 g/cm3.
• Papan partikel berkerapatan sedang (Medium Density Particle Board),
yaitu papan partikel yang mempunyai kerapatan 0,4 – 0,8 g/cm3.
• Papan partikel berkerapatan tinggi (High Density Particle Board), yaitu
papan partikel yang mempunyai kerapatan lebih dari 0,8 g/cm3.
Menurut Japanese Industrial Standard (2003) sifat fisis dan mekanis papan
partikel harus memenuhi persyaratan (Lihat Tabel 1)
Tabel 1. Sifat Fisis dan Mekanis Papan Partikel (Standard JIS A 5908 : 2003) Sifat Papan Partikel Persyaratan Nilai
Kerapatan (g/cm3) 0,40 - 0,90 Kadar Air (%) 5 - 13 Pengembangan tebal (%) Maks 12 MOR (N/mm2)
Tipe 8 Tipe 13 Tipe 18
Min 8 13 18
MOE (N/mm2) Tipe 8 Tipe 13 Tipe 18
Min 2000 2500 3000
Daya Pegang Sekrup (N) Tipe 8 Tipe 13 Tipe 18
Min 300 400 500
Keteguhan Rekat Internal (N/mm2) Tipe 8 Tipe 13 Tipe 18
Min 1,5 2,0 3,1
Keterangan : • Tipe 8 : base particleboard atau decorative particleboard dengan kuat lentur minimal
8,0 N/mm2 (82 kg/cm2). • Tipe 13 : base particleboard atau decorative particleboard dengan kuat lentur minimal
13,0 N/mm2 (133 kg/cm2). • Tipe 18 : base particleboard atau decorative particleboard dengan kuat lentur minimal
18,0 N/mm2 (184 kg/cm2). Faktor yang mempengaruhi mutu papan partikel (Sutigno, 2006) :
1. Berat jenis kayu
Berat jenis papan partikel dibandingkan dengan berat jenis kayu harus
lebih dari satu, biasanya sekitar 1,3 agar mutu papan partikelnya baik
karena pada kondisi tersebut proses pengempaan berjalan optimal
sehingga kontak antar partikel baik.
5
2. Zat ekstraktif kayu
Kandungan zat ekstraktif yang tinggi akan menghambat pengerasan zat
perekat. Akibatnya, muncul pecah-pecah pada papan yang dipicu tekanan
ekstraktif yang mudah menguap pada proses pengempaan dan zat
ekstraktif semacam itu akan mengganggu proses perekatan.
3. Jenis partikel
Antara jenis partikel yang satu dengan jenis partikel yang lainnya antara
kayu dan bukan kayu akan menghasilkan kualitas papan partikel yang
berbeda – beda.
4. Campuran jenis partikel
Papan partikel yang dibuat dari satu jenis bahan baku akan memiliki
kualitas struktural lebih baik dari campuran jenis partikel.
5. Ukuran partikel
Papan partikel yang dibuat dari tatal akan lebih baik dari pada yang dibuat
dari serbuk karena ukuran tatal lebih besar dari serbuk. Oleh karena itu
ukuran partikel yang semakin besar memiliki kualitas struktural lebih baik.
6. Kulit kayu
Kulit kayu akan mempengaruhi sifat papan partikel karena kulit kayu
banyak mengandung zat ekstraktif sehingga akan mengganggu proses
perekatan antar partikel. Banyaknya kulit kayu maksimum sekitar 10%.
7. Perekat
Penggunaan perekat eksterior akan menghasilkan papan partikel eksterior
sedangkan pemakaian perekat interior akan menghasilkan papan partikel
interior. Walaupun demikian, masih mungkin terjadi penyimpangan,
misalnya karena ada perbedaan dalam komposisi perekat dan terdapat
banyak sifat papan partikel. Sebagai contoh, penggunaan perekat urea
formaldehid yang kadar formaldehidanya tinggi akan menghasilkan papan
partikel yang keteguhan lentur dan keteguhan rekat internalnya lebih baik
tetapi emisi formaldehidanya lebih tinggi.
8. Pengolahan
Dalam pembuatan papan partikel, kadar air hamparan (campuran partikel
dengan perekat) yang optimum adalah 10-14%, bila terlalu tinggi
6
keteguhan lentur dan keteguhan rekat internal papan partikel akan
menurun. Selain itu tekanan kempa dan suhu optimum yang digunakan
juga akan mempengaruhi kualitas papan partikel.
B. Bambu dan Bambu Tali (Gigantochloa apus Kurz)
Bambu termasuk hasil hutan bukan kayu mempunyai peranan yang sangat
penting dalam pembangunan di Indonesia, karena bambu dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat dalam berbagai bentuk produk yang dihasilkan serta dapat menjadi
sumber pendapatan bagi masyarakat dan sumber devisa negara melalui kegiatan
ekspor impor. Tanaman bambu tidak tergantung musim yang biasanya
mengelompok dalam satu rumpun. Bentuk bambu silinder dengan garis tengah 2 –
30 cm dan panjang dapat mencapai 3 – 35 m. Panjang, diameter batang, dan
ketebalan dinding batang tergantung jenis dan umurnya. Bambu dapat tumbuh
pada tanah vulkanis, tanah tidak terlalu kering atau berbatu dari dataran rendah
sampai pada ketinggian 2000 mdpl. Lama pertumbuhannya beberapa bulan
setelah musim tumbuh pertama. Setelah pertumbuhan maksimal, maka terjadi
proses pematangan sekitar 3 – 5 tahun dan untuk membentuk rumpun diperlukan
6 – 12 tahun (Surjokusumo, 1993). Sifat bambu secara umum antara lain batang
lurus, silindris dengan bentuk meruncing ke ujung, berbuku, kuat, elastis, tidak
mudah patah, ringan, mudah dibelah atau disayat dan dibentuk sesuai ukuran yang
diinginkan dengan menggunakan alat yang sederhana, kekuatan tarik tinggi serta
kulit luar yang sukar ditembus oleh cairan. Tanaman bambu dapat dijumpai
dimana – mana dan harganya relatif rendah dibandingkan dengan harga kayu atau
bahan konstruksi lainnya. Oleh sebab itu bambu banyak digunakan sebagai bahan
konstruksi bangunan, meubel, anyaman, perabot rumah tangga, saluran air,
jembatan dan sebagainya. Hanya saja bambu rentan terhadap serangan
mikroorganisme perusak.
Karena potensi hutan bambu Indonesia sangat besar, yang diperkirakan
seluas 5 juta ha, maka kegunaan dan peranan bambu sangat besar pula yang
menjadi bahan baku pengganti dari kayu (Sulthoni, 1994 dalam Nuriyatin, 2000).
Potensi bambu di Indonesia diperkirakan kurang lebih 10 % dari 1200 jenis
bambu dunia. Sekitar 70 jenis bambu terdapat di Indonesia yang tersebar luas baik
dari budidaya maupun dari tanaman liar (Widjaja, 1990 dalam Nuriyatin, 2000).
7
Sedangkan bambu yang telah diketahui kegunaannya sebanyak 35 jenis
diantaranya 10 jenis termasuk bambu asing (Alrasyid, 1990 dalam Nuriyatin,
2000). Potensi bambu di Kabupaten Tasikmalaya cukup tinggi dengan luas
7.464,89 ha. dan perkiraan populasi mencapai 3 ribu batang (http://www.pikiran-
rakyat.com/cetak). Jenis yang paling banyak dijumpai berturut-turut adalah bambu
tali (Gigantochloa apus), bambu hitam (Gigantochloa verticillata), bambu surat
(Gigantochloa pseudoarundinaceae), dan bambu temen (Gigantochloa atter).
Dari hasil listing Sensus Pertanian 2003 (ST03) (http://www.dephut.go.id)
menunjukkan bahwa di Indonesia tercatat sekitar 4,73 juta rumah tangga dapat
mengelola tanaman bambu dengan populasi mencapai 37,93 juta rumpun atau
rata-rata pengelolaannya per rumah tangganya sebesar 8,03 rumpun. Dari total
sebanyak 37,93 juta rumpun tanaman bambu, sekitar 27,88 juta rumpun atau
73,52 persen diantaranya adalah merupakan tanaman bambu yang siap tebang.
Apabila diamati lebih lanjut, seperti halnya tanaman akasia, tanaman bambu lebih
banyak di tanam di Jawa yaitu mencapai 29,14 juta rumpun atau sekitar 76,83 %
dari total populasi bambu Indonesia, sedangkan sisanya sekitar 8,79 juta rumpun
(23,17 %) berada di luar Jawa. Tanaman bambu di Jawa terkonsentrasi di tiga
propinsi berturut-turut adalah di Jawa Barat (28,09 %), Jawa Tengah (21,59 %),
dan Jawa Timur (19,38 %), sementara di Luar Jawa di propinsi Sulawesi Selatan
(3,69 %).
Bambu tali (Gigantochloa apus Kurz) merupakan salah satu spesies yang
digunakan sebagai material bangunan (Misdarti, 2002). Bambu ini juga
merupakan tanaman serba guna mulai dari penggunaannya sebagai tanaman hias,
bahan baku kertas, peralatan pertanian dan rumah tangga, serta beberapa alat
musik. Bambu tali biasanya digunakan untuk bahan anyaman dinding, langit –
langit, reng, lis. Jenis bambu ini umumnya mempunyai rumpun yang rapat dengan
buluh yang mencapai tinggi 10 – 20 m, warna hijau terang sampai kekuning –
kuningan. Percabangan yang tidak sama besar dengan cabang primer yang tumbuh
dengan baik kemudian diikuti oleh cabang berikutnya. Pada buku – bukunya
terdapat tonjolan yang berwarna agak kuning dengan miang coklat kehitam –
hitaman yang melekat. Pelapah tidak mudah lepas dari bukunya meskipun
umurnya sudah tua. Bambu ini diduga berasal dari Burma dan sekarang tersebar
8
luas di seluruh Indonesia. Umumnya jenis ini dapat tumbuh baik dari dataran
rendah sampai ketinggian 1000 mdpl (LIPI, 1980). Menurut Ardianto (1995)
bahwa bambu tali memiliki barat jenis antara 0,47 – 0,69 dengan rata – rata 0,60,
MOE sebesar 108557,74 kg/cm2, MOR 1330,44 kg/cm2, tekan sejajar serat 455,57
kg/cm2, dan tarik sejajar serat 2059 kg/cm2. Penyusutan volume dari keadaan
basah sampai kekering udara 9,59 – 16,28 % dan penyusutan volume dari kering
udara sampai kering tanur 2,56 – 6,59 %.
Komponen kimia bambu tali meliputi : kadar holoselulosa 52,1 – 54,7 %;
kadar pentosan 19,1 – 19,3 %; kadar lignin 24,8 – 25,8 %; kadar abu 2,7 – 2,9 %;
kadar silika 1,8 – 5,2 %; kelarutan dalam air dingin 5,2 %, kelarutan dalam air
panas 5,4 – 6,4 %; kelarutan dalam air alkohol benzene 1,4 – 3,2 %; NaOH 1 %
sebesar 21,2 – 25,1 % (Dransfield S, Widjaja E. A, 1995).
C. Perekat dan Perekat Likuida
Perekat merupakan suatu bahan atau substansi yang digunakan untuk
merekatkan dua / lebih benda melalui ikatan permukaan. Perekat dibagi menjadi
dua berdasarkan reaksi terhadap panas antara lain perekat thermosetting yaitu
perekat jika terkena panas akan mengeras dan bersifat irreversible dan
thermoplastic yaitu perekat jika terkena panas akan melunak dan akan mengeras
kembali jika dalam suhu yang rendah (Pizzi, 1983). Dalam penggunaan perekat
harus dipilih dengan tepat agar dapat memberikan kualitas perekatan yang baik
dan dapat tahan dalam waktu yang lama. Persyaratan perekat yang ideal untuk
kayu diantaranya murah, masa simpan yang lama, cepat mengeras dan cepat
matang pada suhu yang rendah, tahan terhadap panas, kelembaban, dan
mikroorganisme serta dapat digunakan dalam berbagai keperluan (Ruhendi,
1988).
Perekat yang dipakai akan mempengaruhi ketahanan papan partikel
terhadap pengaruh kelembaban, yang selanjutnya tergantung dalam
penggunaannya. Perekat dibedakan berdasarkan sifat perekatnya, yaitu interior
dan eksterior. Sedangkan berdasarkan macam perekatnya maka digolongkan
menjadi 3, yaitu Tipe U (urea formaldehid atau yang setara), Tipe M (melamin
urea formaldehid atau yang setara) dan Tipe P (phenol formaldehid atau yang
setara). Perekat urea formaldehid dalam pembuatan papan partikel mempunyai
9
dampak terhadap lingkungan, yaitu emisi formaldehid dengan kadar yang
bervariasi yaitu rendah, sedang dan tinggi, tergantung dalam banyaknya
formaldehid yang digunakan (Sutigno P, 2006 dalam www.dephut.go.id).
Lignin merupakan salah satu penyusun utama sel kayu yaitu molekul
polifenol dengan struktur tiga dimensi, kompleks, bobot molekul yang tinggi, dan
bercabang banyak. Salah satu cara membuat turunan lignin adalah dengan
mereaksikan kayu dengan larutan yang mengandung SO2 dan ion hydrogen sulfit
pada suhu yang tinggi. Reaksi ini dikenal sebagai reaksi lignosulfonat (Achmadi,
1990 dalam Widiyanto, 2002).
Hasil reaksi antara lignin pada serbuk kayu dan senyawa aromatik alkohol
pada suhu tinggi sehingga dapat diperoleh suatu larutan yang dapat digunakan
sebagai perekat sering dikenal dengan perekat likuida kayu (Ruhendi dkk, 2000
dalam Widiyanto 2002). Proses pembuatan perekat likuida kayu mengacu pada
metode Pu (1991).
Tabel 2. Persyaratan mutu fenol formaldehid cair menurut SNI 06-4567-1998 : No. Parameter Satuan Persyaratan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Bentuk
Kenampakan
pH (25°C)
Kekentalan (25°C)
Berat jenis (25°C)
Sisa penguapan
Masa galatinasi (100°C)
Keteguhan rekat kayu lapis
• Keadaan kering
• Setelah direbus 72 jam atau
dikukus selama 12 jam pada
tekanan 2 atm.
-
-
-
cps
-
%
menit
kg/cm2
kg/cm2
Cair
Merah kehitaman dan bebas dari
kotoran.
10,0-13,0
130-300
1,165-1,200
40-45
≥ 30
≥ 10
≥ 8
D. Melamin Formaldehid
Perekat melamin formaldehid (MF) merupakan salah satu perekat
thermosetting yang biasa digunakan dalam pembuatan papan partikel. Sifat umum
dari perekat ini diantaranya berwarna putih, kelarutan yang rendah terhadap air
10
dan alkohol. Perekat ini diperoleh dari reaksi antara melamin dengan
formaldehida yang menghasilkan methylol melamine dari kondensasi pada titik
didihnya dengan perbandingan 1 : 2,5 – 3,5 pada pH 8 – 9 (Ruhendi, 1988).
Perekat MF biasanya digunakan untuk produk interior, furniture, laminasi
dekoratif, produk dekoratif dengan garis rekat yang hampir tidak terlihat dan
jarang digunakan sebagai perekat kayu struktural. Beberapa kelebihan dari perekat
MF adalah tahan terhadap air dingin dan air panas, tahan terhadap serangan
mikroorganisme, tahan terhadap cuaca, penampilan yang bagus serta stabilitas
yang tinggi. Selain itu juga memiliki beberapa kekurangan yaitu harganya yang
relatif mahal dibandingkan dengan perekat yang lain, dan storage life yang relatif
pendek. Dalam aplikasinya pada proses pengempaan menggunakan kempa panas
(hot press) pada suhu 120o – 150oC dan dalam penggunaannya untuk hardwood
plywood, softwood plywood, serta produk lumber (Charles, 1999).
11
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2006 sampai bulan Agustus
2006, bertempat di Laboratorium Biokomposit, Laboratorium Keteknikan Kayu,
serta Laboratorium Kimia Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor.
B. Bahan dan Alat
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah bambu tali
(Gigantochloa apus Kurz) yang berasal dari desa Cibeureum yang telah
digunakan pada bagian ruas tanpa buku untuk likuida bambu ukuran serbuk 20 –
60 mesh dan pembuatan papan partikel. Bahan – bahan lain yang digunakan
antara lain larutan phenol teknis (C6H6O), larutan H2SO4 98 %, formalin (HCHO),
NaOH 40 %, serta melamin formaldehid.
Alat yang digunakan meliputi peralatan persiapan pembuatan likuida
bambu dan pengujian mutu likuida, peralatan pembuatan papan partikel, serta
peralatan pengujian papan partikel.
Peralatan persiapan pembuatan likuida dan pengujian mutu likuida terdiri
dari golok, ember plastik, drum, oven, Willey mill, saringan 20-60 mesh,
desikator, pemanas elektrik, pengaduk, gelas ukur, kaca datar, timbangan elektrik,
cawan abu, indikator pH, beaker glass, erlenmeyer, tabung reaksi, viscotester VT-
04, piknometer, pipet tetes, stopwatch, alat tulis, alat hitung, dan tally sheet.
Peralatan pembuatan papan partikel terdiri dari bak pencampur partikel dan
perekat (blender), penyemprot perekat (compressor), pencetak papan, plat
aluminium, pengempa panas, kipas angin, gelas ukur, beaker glass, dan alat
pemotong (cutter).
Peralatan pengujian papan partikel terdiri dari alat tulis, penggaris, jangka
sorong, gergaji, oven, desikator, timbangan elektrik, dan Universal Testing
Mechine merk Instron.
12
C. Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Besarnya pengaruh perlakuan terhadap sifat fisis mekanis (respon) yaitu
kadar air, kerapatan, pengembangan tebal, MOR, MOE, Internal Bonding, dan
kuat pegang sekrup, dapat diketahui dengan menganalisa data hasil pengukuran.
Penelitian ini menggunakan analisis faktorial 3x3 dalam Rancangan Acak
Lengkap (RAL). Faktor yang diteliti yang menjadi perlakuan pada papan partikel
adalah kadar perekat (faktor A) terdiri dari tiga taraf yaitu 10%, 15%, dan 20%;
dan fortifikasi melamin formaldehida (faktor B) terdiri dari tiga taraf yaitu 15%,
30%, dan 45%. Masing-masing perlakuan dilakukan dengan dua kali ulangan
sehingga contoh uji yang dibuat sebanyak 18 papan.
Model statistika rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai
berikut :
Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
keterangan :
Yijk = nilai pengamatan pada perlakuan kadar perekat ke-i dan
fortifikasi MF ke-j serta ulangan ke-k.
i = 10%, 15%, 20% (faktor kadar perekat)
j = 15%, 30%, 45% (faktor kadar fortifikasi)
k = 1, 2 (ulangan)
μ = nilai rata-rata umum
αi = pengaruh akibat perlakuan kadar perekat
βj = pengaruh akibat perlakuan penambahan fortifikasi MF
(αβ)ij = pengaruh interaksi antara kadar perekat ke-i dengan fortifikasi
MF ke-j
εijk = kesalahan percobaan pada perlakuan kadar perekat ke-i dengan
fortifikasi MF ke-j
Dengan adanya perlakuan kadar perekat dan fortifikasi maka perlu
dilakukan analisis keragaman (ANOVA), selanjutnya F-hitung yang diperoleh
dari ANOVA tersebut dibandingkan dengan F-tabel pada tingkat kepercayaan
95% dan 99% sehingga pengaruh perlakuan kadar perekat dan fortifikasi MF
terhadap sifat fisis mekanis papan partikel yang dihasilkan dapat diketahui yaitu
dengan kaidah keputusan :
13
• Terima H0 : Apabila F-hitung < F-tabel, maka perlakuan tidak memberi
pengaruh nyata.
• Terima H1 : Apabila F-hitung > F-tabel, maka perlakuan memberikan
pengaruh nyata sehingga menimbulkan perbedaan pada suatu tingkat
kepercayaan. Kemudian untuk mengetahui perbedaan antara perlakuan
dilakukan uji Tukey.
Sifat-sifat papan partikel yang dihasilkan selanjutnya dibandingkan dengan
standar JIS A 5908-2003 untuk mengetahui kualitas papan partikel yang sesuai
dengan standar tersebut.
D. Prosedur Penelitian
1. Pembuatan Perekat Likuida Bambu
Pembuatan perekat mengacu pada metode Pu (1991) dalam Masri (2005).
Bahan baku bambu dicacah terlebih dulu, dikeringkan kemudian digiling sehingga
diperoleh serbuk bambu berukuran 20-60 mesh. Serbuk bambu diukur sampai KA
± 5 %. Kemudian dipersiapkan phenol dengan perbandingan 5 : 1 dari berat
serbuk bahan likuida, H2SO4 98 % sebanyak 5 % dari berat phenol. Ketiga bahan
tersebut dicampur lalu dimasak dengan pemanas elektrik pada suhu 100 oC selama
30 menit sampai larutan homogen. Larutan yang sudah homogen didinginkan.
Lalu ditambahkan NaOH 40% sampai pH 8, selanjutnya ditambahkan formalin
(HCHO) dengan perbandingan molar F/P 0,5. Perekat likuida tersebut siap diuji
sebelum ditambahkan dengan fortifikasi MF yang kemudian digunakan untuk
aplikasi papan partikel.
2. Pengujian Perekat Likuida Bambu (SNI 06-4567-1998)
Pengujian kualitas perekat likuida berdasarkan SNI 06-4567-1998. Faktor –
faktor yang diuji meliputi :
a. Kenampakan
Kenampakan merupakan pengamatan secara visual terhadap warna dan
benda asing dalam perekat. Prosedur pengujian kenampakan adalah sebagai
berikut :
• Contoh uji dituangkan sedikit contoh uji di atas gelas yang datar.
• Contoh uji dialirkan hingga terbentuk lapisan film yang tipis.
14
• Contoh uji diamati secara visual adanya butiran padat, debu dan benda lain
yang mengurangi kualitas contoh uji.
b. Keasaman / pH
Keasaman / pH merupakan tingkat keasaman berdasarkan banyaknya
konsentrasi ion H+ dalam suatu larutan berair yang diukur dengan menggunakan
pH meter. Prosedur pengujian pH adalah sebagai berikut :
• pH meter distandarisasikan dengan menggunakan larutan bufer pH 8 pada
suhu 25 °C.
• Contoh uji dituangkan ke dalam gelas piala 200 ml secukupnya.
• Pengukuran dilakukan dengan pH meter pada suhu 25 °C.
c. Kekentalan
Kekentalan merupakan gesekan internal yang disebabkan adanya kohesi
molekul dalam suatu aliran yang diukur dengan menggunakan viskotester.
Prosedur pengujian kekentalan adalah sebagai berikut :
• Contoh uji dituangkan secukupnya ke dalam gelas piala 200 ml.
• Rotor yang terpasang pada viskotester dicelupkan ke dalam contoh uji,
dimana rotor akan berputar dengan kecepatan yang sesuai hingga nilai
viskositasnya dapat diketahui.
d. Berat jenis
Berat jenis merupakan perbandingan berat contoh dengan berat air pada
volume dan suhu yang sama. Prosedur pengujian berat jenis perekat likuida
diperoleh dengan cara sebagai berikut:
• Piknometer ditimbang kosong (W1).
• Air suling dengan suhu 25 °C dimasukkan ke dalam piknometer hingga
penuh dan tutup, tidak boleh ada gelembung udara.
• Bagian luar piknometer dibersihkan dan kemudian ditimbang (W2).
• Air dari dalam piknometer dikeluarkan, kemudian dibersihkan dan
dikeringkan.
15
• Contoh uji dimasukan ke dalam piknometer hingga penuh dan tutup, tidak
boleh ada gelembung udara.
• Piknometer yang berisi contoh uji ditimbang (W3).
• Berat jenis contoh uji dihitung dengan menggunakan rumus :
BJ = 1213
WWWW
−−
Keterangan :
BJ = Berat jenis.
W1 = Berat piknometer dalam keadaan kosong (gram).
W2 = Berat piknometer setelah diisi air (gram).
W3 = Berat piknometer setelah diisi contoh uji (gram).
e. Sisa penguapan / kadar padatan
Sisa penguapan merupakan perbandingan antara berat contoh sebelum
dipanaskan dengan berat contoh setelah dipanaskan pada suhu tertentu hingga
berat konstan. Prosedur pengujian sisa penguapan adalah sebagai berikut :
• Contoh uji ditimbang 1,5 gram dalam cawan penguap (W1).
• Dikeringkan dalam oven dengan suhu 103±2 °C selama 24 jam.
• Contoh uji dimasukkan dalam desikator hingga suhu kamar dan
ditimbang (W2).
S (%) = 12
WW x 100
Keterangan :
S = Sisa penguapan (%).
W1 = Berat contoh awal (gram).
W2 = Berat contoh setelah dikeringkan (gram).
f. Waktu Gelatinasi
Waktu gelatinasi merupakan waktu yang dibutuhkan perekat untuk
membentuk gelatin pada suhu tertentu. Tahapan pengujian waktu gelatinasi adalah
sebagai berikut :
16
• Contoh uji ditimbang ± 10 gram dan dimasukkan ke dalam tabung
reaksi.
• Dipanaskan di atas penangas air pada suhu 100 °C, permukaan contoh
uji diletakkan 2 cm di bawah permukaan air.
• Diamati waktu yang dibutuhkan contoh tersebut tergelatin dengan cara
memiringkan tabung reaksi dan terlihat contoh tidak mengalir lagi.
3. Pembuatan Papan Partikel
Sebelum dibuat papan partikel, partikel yang digunakan berupa chips
dengan ukuran (2 – 3 x 2) cm heterogen. Partikel – partikel tersebut diberikan
perlakuan pendahuluan dengan direndam menggunakan air dingin selama + 24
jam untuk menghilangkan kotoran – kotoran dan pati yang ada pada partikel
tersebut. Setelah direndam, partikel – partikel bambu tersebut diangin – anginkan
+ 24 jam kemudian dioven sampai kadar air partikel kurang dari 10 %.
Proses pembuatan papan partikel dengan ukuran (30x30x1) cm yaitu
pencampuran (blending) partikel dan perekat dalam blender. Perekat
disemprotkan ke dalam blender dengan menggunakan spray gun. Kemudian
dilakukan pembentukan lembaran (mat forming) yaitu pembentukan lembaran
panil dengan menyusun partikel yang sudah tercampur dengan perekat pada
cetakan yang sudah ada dengan kerapatan sasaran 0,7 g/cm3. Setelah lembaran
terbentuk maka dilakukan pengempaan dengan menggunakan mesin kempa pada
suhu 160 oC selama 15 menit dengan tekanan sebesar 26 kg/cm2 (dalam Setiawan,
2004). Setelah pengempaan maka dilakukan pengkondisian selama 7 hari untuk
menghilangkan tegangan-tegangan pada papan setelah pengepresan. Selain itu
untuk memberikan waktu tambahan agar perekat lebih mengeras.
4. Pengujian Papan Partikel (JIS A 5908-2003)
Papan partikel dari bambu tali setelah perlakuan pengkondisian, maka
dipotong-potong menjadi contoh uji sifat fisis dan mekanis. Contoh uji dan
pengujiannya mengacu pada standar JIS A 5908-2003. Pola pemotongan contoh
uji seperti terlihat pada Gambar 1 dibawah ini :
17
Gambar 1. Pola pemotongan contoh uji
Keterangan :
a. Contoh uji kerapatan dan kadar air berukuran (10x10) cm.
b. Contoh uji pengembangan tebal dan daya serap air berukuran (5x5)
cm.
c. Contoh uji kuat pegang sekrup berukuran (5x10) cm
d. Contoh uji keteguhan elastisitas dan keteguhan patah berukuran
(5x20) cm.
e. Contoh uji keteguhan rekat internal berukuran (5x5) cm.
f. Contoh uji emisi formaldehida ( 2,5 cm x 2,5 cm )
( i ) Sifat Fisis :
a. Kerapatan
Contoh uji berukuran 10 cm x 10 cm dalam keadaan kering udara
ditimbang beratnya kemudian diukur panjang, lebar dan tebalnya untuk
menentukan volume contoh uji. Kerapatan papan dihitung menggunakan
rumus :
Kerapatan =)(
)(3cmVolume
gBerat
b. Kadar air
Contoh uji berukuran 10 cm x 10 cm ditimbang untuk mendapatkan berat
kering udara (BKU) kemudian di oven pada suhu 103±2 0C selama 24 jam
kemudian didesikator dan ditimbang. Selanjutnya dimasukan dalam oven
a
c
b
e
d
30 cm
30 cm
f
18
kembali selama ± 3 jam kemudian didesikator dan ditimbang. Demikian
selanjutnya dihitung sampai beratnya konstan yaitu beret kering tanur (BKT).
Nilai kadar air dihitung menggunakan rumus :
Kadar air (%) =BKT
BKTBKU − x 100
Keterangan : BKU = berat kering udara (gram)
BKT = berat kering tanur (gram)
c. Pengembangan tebal
Contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm diukur tebalnya (pada kondisi kering
udara), tebal diukur pada tiap sudut kemudian dirata - ratakan (T1).
Selanjutnya contoh uji direndam dalam air dingin selama 24 jam. Pengukuran
dimensi dilakukan pada tiap – tiap sudut kemudian dirata – ratakan (T2). Nilai
pengembangan tebal dihitung menggunakan rumus :
Pengembangan (%) =1
12
TTT − x 100
Keterangan : T1 = tebal awal (cm)
T2 = tebal setelah perendaman (cm)
d. Daya serap air
Pengujian daya serap air dilakukan bersamaan dengan pengujian
pengembangan tebal panil. Contoh uji ditimbang (D1) kemudian direndam
dalam air dingin selama 24 jam. Kemudian contoh uji ditimbang kembali
(D2). Nilai daya serap air dapat dihitung menggunakan rumus :
Daya serap air (%) =1
12
DDD − x 100
Keterangan : D1 = berat awal (gram)
D2 = berat setelah direndam (gram)
( ii ) Sifat Mekanis :
a. Keteguhan elastisitas / kekakuan (Modulus of Elasticity / MOE)
Kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu bahan menahan lentur
tanpa terjadi perubahan bentuk yang tetap. Pengujian akan dilakukan
menggunakan mesin Universal Testing Machine (UTM) dengan merk
19
Instron. Contoh uji berukuran 5 cm x 20 cm pada kondisi kering udara
dibentangkan dengan pembebanan dilakukan di tengah-tengah jarak sangga
(Lihat Gambar 2). Kecepatan pembebanan 10 mm/menit yang selanjutnya
diukur besarnya beban yang dapat ditahan oleh contoh uji tersebut.
P = Posisi dan arah pembebanan
Contoh Uji
L/2 L/2
L ≥ 15 cm
Gambar 2. Pengujian MOE dan MOR
Nilai MOE dihitung menggunakan rumus :
MOE = 3
3
4 ybhPLΔΔ
Keterangan : MOE = Modulus of Elasticity (kg/cm2)
ΔP = Perubahan beban yang digunakan (kg)
L = Jarak penyangga (cm)
Δy = Perubahan defleksi setiap perubahan beban (cm)
b = Lebar contoh uji (cm)
h = Tebal contoh uji (cm)
L/2 = Panjang bentang dari titik sangga ke titik pembebanan
(Konversi MOE dalam N/mm2 sebesar 0.0980665)
b. Keteguhan patah (Modulus of Rupture / MOR)
Keteguhan patah merupakan ukuran kekuatan suatu bahan pada saat
menerima beban maksimum yang menyebabkan terjadinya kerusakan.
Pengujian dilakukan bersamaan dengan pengujian keteguhan elastisitas. Nilai
MOR dapat dihitung menggunakan rumus :
20
MOR = 223bhPL
Keterangan : MOR = Modulus of Rupture (kg/cm2)
P = Berat beban sampai patah (kg)
L = Panjang bentang (cm)
b = Lebar contoh uji (cm)
h = Tebal contoh uji (cm)
(Konversi MOR dalam N/mm2 sebesar 0.0980665)
c. Keteguhan rekat internal (Internal Bond / IB)
Contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm direkatkan pada dua buah blok kayu
dengan menggunakan perekat epoxy dan dibiarkan mengering selama 24 jam.
Kedua blok besi ditarik lurus permukaan contoh uji sampai beban maksimum
(Lihat Gambar 3).
Gambar 3. Pengujian internal bond
Nilai keteguhan rekat internal dapat dihitung menggunakan rumus :
IB = AP Keterangan : IB = Keteguhan rekat internal (kg/cm2)
P = Beban saat ikatan partikel lepas (kg)
A = Luas permukaan contoh uji (cm2)
(Konversi IB dalam N/mm2 sebesar 0.0980665)
Blok kayu
Blok kayu
Contoh uji
Beban tarik
Beban tarik
21
d. Kuat pegang sekrup
Pengujian kuat pegang sekrup secara tegak lurus permukaan dengan
memasang sekrup yang berdiameter 3,1 mm masuk kedalam contoh uji pada
bagian tengah hingga kedalaman 8 mm. Contoh uji diapit kanan kiri kemudian
sekrup ditarik keatas hingga beban maksimum sampai sekrup tercabut (Lihat
Gambar 4). Besarnya beban maksimum yang dicapai dalam satuan kilogram (kg)
yang kemudian dikonversi dalam satuan Newton (N) sebesar 9,80665.
Gambar 4. Pengujian kuat pegang sekrup
Posisi sekrup 5 cm
10 cm
22
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kualitas Perekat Likuida Bambu
1. Kenampakan Perekat Likuida
Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh warna perekat likuida
bambu coklat kehitaman. Warna tersebut sedikit agak berbeda dengan warna yang
ditetapkan oleh standar SNI 06-4567-1998 tentang warna perekat phenol
formaldehid yang berwarna merah kehitaman yang mungkin disebabkan karena
penggunaan beberapa bahan kimia dalam pembuatan perekat likuida bambu
seperti phenol teknis, H2SO4 98 %, formalin, NaOH 40 %, serta melamin
formaldehid serta suhu dan waktu pemasakan yang secara dominan
mempengaruhi warna perekat likuida menjadi lebih gelap.
Selain itu terdapat beberapa butiran – butiran atau serat – serat kecil dalam
perekat likuida yang menyebabkan warna menjadi lebih gelap. Beberapa butiran
kecil – kecil tersebut karena proses pembuatan perekat likuida dengan
menggunakan bahan baku bambu yang memiliki serat yang panjang sehingga
serat tersebut tidak terpotong secara sempurna. Menurut penelitian Masri (2005)
mengenai tandan kosong kelapa sawit, bahwa penggunaan ukuran serbuk 20 – 60
mess dinilai lebih efisien dan ditetapkan sebagai ukuran yang optimal dari segi
kenampakan perekat.
Perekat likuida ini berupa cairan yang agak kental sehingga perlu
dicairkan lagi dengan menggunakan air agar lebih mudah dalam penyemprotan
perekat likuida pada partikel bambu saat pembuatan papan partikel dengan
perbandingan 1 : 1 (dalam berat).
2. Derajat Keasaman (pH)
Dalam penelitian ini untuk menentukan keasaman perekat likuida dengan
adanya penambahan NaOH 40 % yang berfungsi sebagai katalis dalam
mempercepat pengerasan resin serta menambah waktu gelatinasi sehingga masa
simpan (storage life) menjadi lebih lama, yang diukur dengan menggunakan pH
meter untuk mengetahui pH sasaran yang diinginkan.
23
Keasaman perekat likuida pada penelitian ini sebesar 8,04. Nilai ini masih
diatas pH netral (7), sehingga perekat yang bersifat basa akan lebih mudah
diaplikasikan dan perekat tidak mudah rusak, karena keasaman dengan nilai
dibawah 7 akan mengurangi waktu simpan dan perekat yang dihasilkan mudah
rusak. Peningkatan pH ini sangat diperlukan karena pH yang asam akan merusak
kayu (Ruhendi dkk, 2000 dalam Widiyanto, 2002). Menurut Maloney (1993)
bahwa dengan semakin tinggi pH maka akan semakin lama waktu penyimpanan.
Menurut SNI 06-4567-1998, pH perekat berkisar antara 10,0 – 13,0. Akan
tetapi penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Masri (2005), yang menyatakan bahwa pH 8 memiliki taraf yang optimal sebagai
perekat likuida.
3. Kekentalan (Viskositas)
Kekentalan yang dimiliki oleh perekat likuida merupakan salah satu faktor
yang penting, karena menunjukan kemampuan perekat dapat mengalir pada
permukaan yang direkat sehingga dapat menyebar merata pada permukaan sirekat.
Dengan semakin tinggi kekentalan maka kemampuan untuk membasahi
permukaan sirekat dan dapat berpenetrasi kedalam sirekat menjadi sulit dan
dengan semakin kecil nilai viskositas maka perekat memiliki kemampuan untuk
membasahi permukaan sirekat dan dapat berpenetrasi kedalam sirekat sehingga
dapat meningkatkan kualitas dari perekat tersebut. Akan tetapi jika semakin encer
maka kualitas perekat tersebut akan semakin rendah. Untuk itu perlu adanya nilai
viskositas optimal agar kualitas perekat tetap baik (Ruhendi dkk, 2000 dalam
Widiyanto, 2002). Dari penelitian Setiawan (2004) menyatakan bahwa semakin
tinggi formalin yang diberikan maka akan semakin encer.
Nilai viskositas dari perekat likuida bambu adalah 150 cps. Nilai yang
dihasilkan ini sesuai dengan standar SNI 06-4567-1998, yaitu sebesar 130 – 300
cps sehingga nilai ini sudah optimal untuk kualitas perekat likuida.
4. Berat Jenis (BJ)
Berat jenis perekat berkaitan dengan banyaknya komponen – komponen
yang terkandung didalam perekat. Semakin banyak komponen perekat maka berat
24
jenisnya semakin tinggi pula. Berat jenis merupakan perbandingan antara contoh
kayu / contoh uji terhadap berat air dari volume yang sama (Tsoumis, 1991). Berat
ditentukan setelah kayu / contoh uji kering tanur dan volume ditetapkan baik
volume kering tanur atau volume kayu / contoh uji basah.
Nilai berat jenis perekat likuida bambu adalah 1,109. Nilai mendekati nilai
standar SNI 06-4567-1998 yaitu 1,165-1,200. Dengan demikian berarti dengan
volume yang sama, komponen perekat likuida bambu lebih rendah dari perekat
phenol formaldehid.
5. Kadar Padatan
Peningkatan kadar padatan pada proses perekatan akan meningkatkan
molekul – molekul perekat sampai batas tertentu akan menghasilkan keteguhan
rekat yang tinggi pula (Ruhendi dkk, 2000 dalam Widiyanto, 2002). Apabila
perekat yang dihasilkan memiliki kadar perekat yang lebih tinggi dari standar
minimal perekat PF maka keteguhan rekat yang dihasilkan juga lebih baik.
Dalam penelitian ini kadar padatan perekat likuida sebesar 34,31 %. Jika
dibandingkan dengan standar SNI 06-4567-1998 yaitu 40 – 45 %, ternyata tidak
memenuhi standar yang ada. Hal ini disebabkan karena perekat likuida yang telah
jadi dicairkan kembali dengan menambahkan air dengan perbandingan 1 : 1
(dalam berat) agar dalam proses penyemprotan perekat likuida pada partikel
bambu lebih mudah. Dengan adanya penambahan air tersebut maka kadar padatan
yang ada pada perekat likuida tersebut lebih rendah dari standar yang ada. Selain
itu pada proses pemasakan dengan suhu yang tinggi dan menggunakan bahan
kimia maka padatan terjadi proses penguapan bahan likuida. Dari nilai tersebut
dapat diketahui bahwa jumlah komponen likuida bambu yang reaktif berkaitan
dengan proses perekatan lebih rendah dari phenol formaldehid.
6. Waktu Gelatinasi
Waktu gelatinasi menunjukan lamanya perekat yang dibutuhkkan untuk
mengental atau menjadi gel sehingga tidak dapat ditambahkan lagi dengan bahan
lain dan siap untuk direkatkan (Solomon,1967 dalam Ruhendi dkk, 2000 dalam
Widiyanto, 2002).
25
Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh waktu gelatinasi > 60
menit. Sedangkan menurut standar SNI 06-4567-1998, waktu gelatinasinya > 30
menit. Perekat likuida yang dihasilkan mempunyai waktu gelatinasi yang lebih
lama dari standar yang ada. Hal ini menunjukan bahwa dengan lamanya waktu
gelatinasi maka semakin lama pula waktu simpannya (storage life) sehingga
perekat tidak mudah rusak.
B. Sifat Fisis dan Mekanis Papan Partikel Likuida Bambu
Kualitas papan partikel dari hasil penelitian dengan menggunakan perekat
likuida bambu meliputi : sifat fisis : kerapatan, kadar air, daya serap air (DSA), dan
pengembangan tebal (PT); serta sifat mekanis : MOE, MOR, kuat pegang sekrup
(KPS), dan Internal Bond (IB).
Secara keseluruhan, kualitas papan partikel bambu tali dengan
menggunakan perekat likuida bambu dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 3. Kualitas Papan Partikel dengan Perekat Likuida Bambu
Kadar Perekat -
Fortifikasi
Sifat Fisis Sifat Mekanis
Kerapatan (g/cm3)
Kadar Air (%)
Daya Serap
Air (%)
Pengem-bangan Tebal (%)
MOE (N/mm2)
MOR (N/mm2)
Kuat Pegang Sekrup
(N)
Internal Bond
(N/mm2)
KP10-f15 0.66 7.68 51.61 34.61 1436.79 9.55 443.60 0.34 KP10-f30 0.66 7.56 51.93 24.28 1650.28 11.37 581.43 0.38 KP10-f45 0.69 7.74 57.92 34.93 1148.65 10.35 428.80 0.47 KP15-f15 0.69 7.48 59.03 57.57 1275.02 7.70 459.69 0.26 KP15-f30 0.74 7.05 45.17 29.17 1660.25 12.22 517.25 0.52 KP15-f45 0.67 7.66 47.24 34.64 1551.73 10.75 593.16 0.35 KP20-f15 0.64 7.94 72.02 73.04 856.83 4.90 281.40 0.23 KP20-f30 0.73 6.63 45.60 30.88 1772.42 13.21 282.68 0.42 KP20-f45 0.78 6.34 39.27 23.44 2150.49 10.31 397.71 0.16 Rata -rata 0.70 7.34 52.20 38.06 1500.27 10.04 442.86 0.35
JIS A 5908-2003 0.40 – 0.90 5 - 13 - Maks 12 Min 2000
(tipe 8) Min 8 (tipe
8) Min 300 (tipe 8)
Min 1,5 (tipe 8)
Sifat Fisis Papan Partikel Likuida Bambu :
1. Kerapatan
Kerapatan merupakan perbandingan antara massa kayu dengan
volumenya. Kerapatan umumnya berbanding lurus dengan kekuatan papan
partikel.
Dari hasil penelitian, bahwa nilai kerapatan papan partikel bambu
menunjukan nilai yang bervariasi. Nilai tertinggi diperoleh 0.78 g/cm3 untuk
26
papan partikel bambu dengan kadar perekat 20 % dan fortifikasi 45 %. Nilai
terendah diperoleh 0.64 g/cm3 untuk papan partikel bambu dengan kadar perekat
20 % dan fortifikasi 15 %. Nilai kerapatan rata- rata sebesar 0,70 g/cm3.
Secara umum dapat dilihat pada Gambar 5 bahwa nilai kerapatan
cenderung naik seiring dengan meningkatnya kadar perekat. Kerapatan rata – rata
pada kadar perekat 10 % sebesar 0,67 g/cm3; pada kadar perekat 15 % sebesar
0,70 g/cm3; dan pada kadar perekat 20 % sebesar 0,72 g/cm3. Nilai – nilai tersebut
telah memenuhi standar JIS A 5908 – 2003 yang digunakan dengan nilai
kerapatan papan partikel sebesar 0,4 - 0,9 g/cm3 untuk papan pertikel berkerapatan
sedang.
Gambar 5. Histogram hubungan kerapatan (g/cm3)
dengan kadar perekat (%)
Dilihat dari histogram hubungan kerapatan dengan kadar perekat dapat
diketahui bahwa kerapatan memiliki nilai yang bervariasi. Hal ini disebabkan
karena kemerataan dalam penyemprotan perekat likuida bambu sehingga ikatan
antar partikel menjadi kurang kuat. Selain itu penyusunan partikel bambu yang
kurang merata sehingga papan partikel yang dihasilkan masih terdapat rongga.
Kerapatan papan partikel tergantung dari proses pengempaan. Kerapatan papan
partikel yang dihasilkan pada bagian tengah akan lebih tinggi dibandingkan
dengan kerapatan papan pada bagian tepi, sehingga dengan pengambilan contoh
uji akan menentukan kerapatan papan partikel yang menunjukan nilai kerapatan
yang berbeda.
0.66 0.690.640.66
0.74 0.730.69 0.67
0.78
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
0.80
0.90
10 15 20
Kadar Perekat (%)
Ker
apat
an (g
/cm
3 )
f15
f30
f45
JIS A 5908 – 2003
27
Dari hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 % atau taraf
nyata 5 % bahwa kerapatan papan partikel tidak berbeda nyata (Lihat Tabel 4).
Berarti dengan perbedaan pemberian kadar perekat berapapun, nilai kerapatan
akan memberikan nilai yang sama. Oleh karena itu kadar perekat 10 % lebih
disarankan sehingga dapat menghemat penggunaan perekat.
Tabel 4. Analisis sidik ragam kerapatan papan partikel
Sumber Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Rataan Perlakuan F-hit Peluang
Kadar Perekat 2 0.006578 0.003289 3.59 0.071Fortifikasi 2 0.00968 0.00484 2.30 0.134Interaksi 4 0.016722 0.004181 4.56 0.027
Kesalahan 9 0.008250 0.000917 Total 17 0.041228
2. Kadar Air (%)
Kadar air papan partikel menunjukan banyaknya persentase jumlah air
yang terkandung di dalam papan partikel tersebut terhadap berat kering oven
(BKO).
Kadar air papan partikel bambu yang dihasilkan untuk nilai tertinggi pada
kadar perekat 20 % dengan fortifikasi 15 % yaitu sebesar 7,94 %. Nilai kadar air
terendah diperoleh 6,34 % untuk papan partikel bambu dengan kadar perekat 20
% dan fortifikasi 45 %. Nilai kadar air rata- rata sebesar 7,34 %.
Gambar 6. Histogram hubungan kadar air (%)
dengan kadar perekat (%)
7.68 7.487.94
7.567.05
6.63
7.74 7.66
6.34
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 15 20
Kadar Perekat (%)
Kad
ar A
ir (%
)
f15
f30
f45
JIS A 5908 – 2003
28
Dengan kadar perekat yang semakin banyak maka menyebabkan ikatan
antar partikel menjadi kuat, sehingga air akan semakin sulit masuk ke dalam
papan. Kadar air rata – rata pada kadar perekat 10 % sebesar 7,66 %; pada kadar
perekat 15 % sebesar 7,40 %; dan pada kadar perekat 20 % sebesar 6.97 %. Nilai
– nilai tersebut telah memenuhi standar JIS A 5908 – 2003 yang digunakan
dengan nilai kadar air papan partikel sebesar 5 – 13 %.
Dilihat dari histogram (Lihat Gambar 6) hubungan kadar air dengan kadar
perekat dapat diketahui bahwa nilai kadar air bervariasi. Hal ini disebabkan
karena distribusi perekat likuida bambu tidak merata pada kadar perekat ini
sehingga ikatan antar partikel menjadi kurang kuat. Selain itu penyusunan partikel
bambu yang kurang merata sehingga papan partikel yang dihasilkan masih
terdapat rongga sehingga air dapat masuk ke dalam papan yang mengakibatkan
kadar air menjadi lebih tinggi. Kerapatan papan partikel yang dihasilkan pada
bagian tengah akan lebih tinggi dibandingkan dengan kerapatan papan pada
bagian tepi, sehingga dengan pengambilan contoh uji akan menentukan kerapatan
papan partikel yang menunjukan nilai kerapatan yang berbeda. Oleh karena itu
kerapatan papan partikel yang semakin tinggi maka semakin rendah kadar air
yang dihasilkan.
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 % atau taraf nyata 5
% bahwa kadar air papan partikel tidak berbeda nyata pada kadar perekat dan
fortifikasi sehingga nilai yang dihasilkan relatif akan sama (Lihat Tabel 5). Oleh
karena itu kadar perekat 10 % lebih disarankan sehingga dapat menghemat
penggunaan perekat.
Tabel 5. Analisis sidik ragam kadar air papan partikel
Sumber Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Rataan Perlakuan F-hit Peluang
Kadar Perekat 2 0.0001440 0.0000720 2.95 0.083Fortifikasi 2 0.0001216 0.0000608 2.35 0.130Kesalahan 15 0.0003658 0.0000244
Total 17 0.0005098
3. Daya Serap Air (%)
Daya serap air merupakan persentase berat papan partikel yang
menunjukan banyaknya air yang diserap oleh papan partikel setelah direndam
dengan air selama 24 jam.
29
Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai daya serap air yang cukup
bervariasi. Nilai daya serap air tertinggi pada kadar perekat 20 % dengan
fortifikasi 15 % yaitu sebesar 72,02 %. Nilai daya serap air terendah diperoleh
39,27 % untuk papan partikel bambu dengan kadar perekat 20 % dan fortifikasi 45
%. Nilai daya serap air rata- rata sebesar 52,20 %.
Gambar 7. Histogram hubungan daya serap air (%)
dengan kadar perekat (%)
Pada Gambar 7 bahwa nilai daya serap air cenderung menurun seiring
dengan meningkatnya kadar perekat. Banyak kadar perekat yang diberikan maka
menyebabkan ikatan antar partikel menjadi kuat, sehingga air akan semakin sulit
masuk ke dalam papan. Daya serap air rata – rata pada kadar perekat 10 % sebesar
53,82 %; pada kadar perekat 15 % sebesar 50,48 %; dan pada kadar perekat 20 %
sebesar 52,30 %. Mengenai standar JIS A 5908 – 2003 tidak memiliki nilai daya
serap air papan partikel yang ditentukan. Akan tetapi daya serap air juga
mempengaruhi kualitas papan partikel. Semakin kecil nilai daya serap air maka
kualitas papan akan semakin baik karena mempunyai hubungan linier dengan
pengembangan tebal.
Daya serap air pada kadar perekat dengan fortifikasi 15 % cenderung naik,
sedangkan kadar perekat dengan fortifiksi 30 % dan 45 % cenderung menurun.
Hal ini disebabkan karena distribusi perekat likuida bambu yang menutupi pori –
pori papan partikel tidak sama. Daya serap air dipengaruhi juga oleh jenis partikel
51.61
59.03
72.02
51.93
45.17 45
.6057
.92
47.24
39.27
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
10 15 20
Kadar Perekat (%)
Day
a Se
rap
Air
(%)
f15
f30
f45
30
yang digunakan. Kerapatan papan partikel yang tidak merata menyebabkan
adanya rongga sehingga air dapat masuk ke dalam papan partikel.
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 % atau taraf nyata 5
% bahwa daya serap air papan partikel hanya dipengaruhi oleh fortifikasi (Lihat
Tabel 6). Sedangkan kadar perekat dan interaksinya tidak memberikan perbedaan
yang nyata.
Tabel 6. Analisis sidik ragam daya serap air papan partikel
Sumber Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Rataan Perlakuan F-hit Peluang
Kadar Perekat 2 0.00335 0.00168 0.36 0.711Fortifikasi 2 0.06805 0.03402 7.21 0.014Interaksi 4 0.08005 0.02001 4.24 0.034
Kesalahan 9 0.04249 0.00472 Total 17 0.19394
Hasil uji Tukey pada taraf nyata 5 % menunjukan bahwa fortifiksi 15 %
berbeda nyata dengan fortifiksi 30 % tetapi tidak berbeda nyata dengan fortifiksi
45 %. Fortifiksi 30 % tidak berbeda nyata dengan fortifiksi 45 %. Secara
sistematis bahwa fortifikasi 15 % akan menghasilkan kualitas papan partikel sama
dengan fortifikasi 45 % sehingga fortifiksi 15 % lebih disarankan karena lebih
efisien dalam penggunaan perekat.
4. Pengembangan Tebal (%)
Pengembangan tebal menunjukan persentase penambahan tebal papan
partikel setelah direndam dalam air selama 24 jam terhadap tebal papan awal.
Nilai pengembangan tebal yang dihasilkan cukup bervariasi. Nilai
pengembangan tebal tertinggi pada kadar perekat 20 % dengan fortifikasi 15 %
yaitu sebesar 73,04 %. Nilai pengembangan tebal terendah diperoleh 23,44 %
untuk papan partikel bambu dengan kadar perekat 20 % dan fortifikasi 45 %. Nilai
pengembangan tebal rata- rata sebesar 38,06 %.
Gambar 8 menunjukan bahwa nilai pengembangan tebal cenderung
meningkat. Pengembangan tebal rata – rata pada kadar perekat 10 % sebesar
31,27 %; pada kadar perekat 15 % sebesar 40,46 %; dan pada kadar perekat 20 %
sebesar 42,45 %. Nilai – nilai tersebut tidak memenuhi standar JIS A 5908 –
31
2003 yang mensyaratkan maksimal 12 %. Akan tetapi pengembangan tebal yang
terjadi jauh melebihi standar yang ada.
Gambar 8. Histogram hubungan pengembangan tebal
dengan kadar perekat
Pengembangan tebal pada kadar perekat dengan fortifikasi 15 % dan 30 %
cenderung naik, sedangkan kadar perekat dengan fortifiksi 45 % cenderung
menurun. Hal ini disebabkan karena kurang meratanya penyebaran partikel dan
distribusi perekat sehingga masih terdapat rongga – rongga dan perekat tidak
dapat menutup pori – pori tersebut yang menyebabkan air dapat masuk ke dalam
papan. Kerapatan papan partikel sangat menentukan pengembangan tebal.
Pengembangan tebal sangat berhubungan dengan daya serap air. Semakin kecil
nilai pengembangan tebal maka kualitas papan akan semakin baik karena
mempunyai hubungan linier dengan daya serap air.
Dari hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 % atau taraf
nyata 5 % bahwa pengembangan tebal papan partikel hanya dipengaruhi oleh
fortifikasi (Lihat Tabel 7). Sedangkan kadar perekat dan interaksinya tidak
memberikan perbedaan yang nyata.
Tabel 7. Analisis sidik ragam pengembangan tebal papan partikel
Sumber Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Rataan Perlakuan F-hit Peluang
Kadar Perekat 2 0.0427 0.0213 0.73 0.506Fortifikasi 2 0.2629 0.1315 4.53 0.044Interaksi 4 0.1287 0.0322 1.11 0.410
Kesalahan 9 0.2614 0.0290 Total 17 0.6957
34.61
57.57
73.04
24.2829.17 30.88
34.93 34.64
23.44
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
10 15 20
Kadar Perekat (%)
Peng
emba
ngan
Teb
al (%
)f15
f30
f45
JIS A 5908 – 2003
32
Hasil uji Tukey pada taraf nyata 5 % menunjukan bahwa fortifiksi 15 %
berbeda nyata dengan fortifiksi 30 % tetapi tidak berbeda nyata dengan fortifiksi
45 %. Fortifiksi 30 % tidak berbeda nyata dengan fortifiksi 45 %. Secara
sistematis bahwa fortifikasi 15 % akan menghasilkan kualitas papan partikel sama
dengan fortifikasi 45 % sehingga fortifiksi 15 % lebih disarankan karena lebih
efisien dalam penggunaan perekat.
C. Sifat Mekanis Papan Partikel Likuida Bambu
1. Kekakuan / Modulus of Elasticity (MOE)
Kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu bahan menahan lentur
tanpa terjadi perubahan bentuk yang tetap. Jika semakin tinggi MOE suatu bahan
maka semakin kaku bahan tersebut dan semakin kuat dalam menahan beban dari
luar.
Setelah dilakukan pengujian sifat mekanis papan partikel menunjukan
bahwa nilai MOE cukup bervariasi. Nilai MOE tertinggi pada kadar perekat 20 %
dengan fortifikasi 45 % yaitu sebesar 2150.49 N/mm2. Nilai MOE terendah
diperoleh 856.83 N/mm2 untuk papan partikel bambu dengan kadar perekat 20 %
dan fortifikasi 15 %. Nilai MOE rata- rata sebesar 1500.27 N/mm2.
Gambar 9. Histogram hubungan MOE (N/mm2)
dengan kadar perekat (%)
1436.7875121275.018771
856.832301
1650.282877 1660.2499811772.420195
1148.648148
1551.728672
2150.485695
0.000000
500.000000
1000.000000
1500.000000
2000.000000
2500.000000
10 15 20
Kadar Perekat (%)
MO
E (N
/mm
2 ) f15f30f45
JIS A 5908 – 2003
33
Gambar 9 menunjukan bahwa nilai MOE cenderung meningkat seiring
dengan meningkatnya kadar perekat. MOE rata – rata pada kadar perekat 10 %
sebesar 1411,91 N/mm2; pada kadar perekat 15 % sebesar 1495,67 N/mm2; dan
pada kadar perekat 20 % sebesar 1593,25 N/mm2. Nilai – nilai tersebut tidak
memenuhi standar JIS A 5908 – 2003 yang mensyaratkan minimal 2000 N/mm2.
Akan tetapi MOE yang terjadi kurang mencapai standar yang ada, meskipun
terdapat hanya satu papan yang memenuhi yaitu 2150,49 N/mm2 pada kadar
perekat 20 % dengan fortifkasi 45 %.
Pada dasarnya dengan semakin meningkatnya penambahan kadar perekat
maka semakin tinggi pula nilai MOE yang dihasilkan. Dilihat dari histogram
hubungan MOE dengan kadar perekat dapat diketahui bahwa MOE pada kadar
perekat dengan fortifikasi 15 % cenderung menurun, sedangkan kadar perekat
dengan fortifiksi 30 % dan 45 % cenderung naik. Hal ini diduga disebabkan
karena kurang sempurnanya pencampuran perekat dengan partikel dalam
pembuatan papan. Dengan demikian sifat keteguhan lentur dan stabilitas dimensi
hanya terdapat pada beberapa bagian dari papan tersebut. Selain itu kerapatan
papan yang tidak sama antara papan yang satu dengan yang lainnya menyebabkan
nilai MOE juga bervariasi.
Dari hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 % atau taraf
nyata 5 % bahwa MOE papan partikel tidak memberikan perbedaan yang nyata
(Lihat Tabel 8). Untuk itu dengan berbagai taraf kadar perekat yang digunakan,
maka nilai MOE akan memberikan nilai yang sama sehingga dapat disimpulkan
behwa kadar perekat 10 % lebih disarankan.
Tabel 8. Analisis sidik ragam MOE papan partikel
Sumber Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Rataan Perlakuan F-hit Peluang
Kadar Perekat 2 164318 82159 0.34 0.715Fortifikasi 2 1191509 595754 3.48 0.057Kesalahan 15 3592921 239528
Total 17 3757239
2. Modulus Patah / Modulus of Rupture (MOR)
Modulus patah papan partikel menunjukan besarnya beban maksimum
yang dapat ditahan oleh suatu bahan papan partikel per satuan luas sampai bahan
tersebut patah / rusak.
34
Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai MOR cukup bervariasi. Nilai
MOE tertinggi pada kadar perekat 20 % dengan fortifikasi 30 % yaitu sebesar
13.21 N/mm2. Nilai MOR terendah diperoleh 4.90 N/mm2 untuk papan partikel
bambu dengan kadar perekat 20 % dan fortifikasi 15 %. Nilai MOR rata- rata
sebesar 10.04 N/mm2.
Secara umum dapat dilihat pada Gambar 10 bahwa nilai MOR cenderung
menurun seiring dengan meningkatnya kadar perekat. MOR rata – rata pada kadar
perekat 10 % sebesar 10,43 N/mm2; pada kadar perekat 15 % sebesar 10,23
N/mm2; dan pada kadar perekat 20 % sebesar 9,47 N/mm2. Nilai rata – rata
tersebut memenuhi standar JIS A 5908 – 2003 yang mensyaratkan minimal 8
N/mm2. Dengan meningkatnya MOR maka papan partikel semakin kuat pula
dalam menahan beban dari luar.
Gambar 10. Histogram hubungan MOR (N/mm2)
dengan kadar perekat (%)
Dilihat dari histogram hubungan MOR dengan kadar perekat dapat
diketahui bahwa MOR pada kadar perekat dengan fortifikasi 15 % dan 45 %
cenderung menurun, sedangkan kadar perekat dengan fortifiksi 30 % cenderung
naik. Hal ini diduga disebabkan karena kurang meratanya partikel dalam
pembuatan papan yang mengakibatkan papan masih terdapat rongga sehingga
keteguhan patahnya relatif menurun.
9.550292
7.702720
4.897859
11.37191212.223576
13.214215
10.353323 10.753590 10.309786
0
2
4
6
8
10
12
14
10 15 20
Kadar Perekat (%)
MO
R (N
/mm
2 )
f15f30f45
JIS A 5908 – 2003
35
Dari hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 % atau taraf
nyata 5 % bahwa MOR papan partikel hanya dipengaruhi oleh fortifikasi (Lihat
Tabel 9). Sedangkan kadar perekat dan interaksinya tidak memberikan perbedaan
yang nyata.
Tabel 9. Analisis sidik ragam MOR papan partikel
Sumber Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Rataan Perlakuan F-hit Peluang
Kadar Perekat 2 2.52 1.26 0.20 0.821Fortifikasi 2 94.31 47.15 7.56 0.012Interaksi 4 20.97 5.24 0.84 0.533
Kesalahan 9 56.13 6.24 Total 17 173.93
Hasil uji Tukey pada taraf nyata 5 % menunjukan bahwa fortifiksi 15 %
berbeda nyata dengan fortifiksi 30 % dan fortifiksi 15 % juga berbeda nyata
dengan fortifiksi 45 %. Tetapi fortifiksi 30 % tidak berbeda nyata dengan fortifiksi
45 %. Secara sistematis bahwa fortifikasi 30 % akan menghasilkan kualitas papan
partikel sama dengan fortifikasi 45 % sehingga fortifiksi 30 % lebih disarankan.
3. Kuat Pegang Sekrup
Pengukuran kuat pegang sekrup menunjukan besarnya gaya maksimum
yang diberikan pada papan partikel dalam suatu luasan tertentu sampai sekrup
tersebut lepas.
Nilai kuat pegang sekrup cukup bervariasi. Nilai kuat pegang sekrup
tertinggi pada kadar perekat 15 % dengan fortifikasi 45 % yaitu sebesar 593,16 N.
Nilai kuat pegang sekrup terendah diperoleh 281,40 N untuk papan partikel
bambu dengan kadar perekat 20 % dan fortifikasi 15 %. Nilai kuat pegang sekrup
rata- rata sebesar 442.86 N.
Kuat pegang sekrup rata – rata pada kadar perekat 10 % sebesar 484,61 N;
pada kadar perekat 15 % sebesar 523,36 N; dan pada kadar perekat 20 % sebesar
320,6 N. Nilai rata – rata tersebut memenuhi standar JIS A 5908 – 2003 yang
mensyaratkan minimal 300 N. Secara umum dapat dilihat pada Gambar 11 bahwa
nilai kuat pegang sekrup cenderung menurun meskipun dengan meningkatnya
penambahan kadar perekat.
36
Gambar 11. Histogram hubungan kuat pegang sekrup
dengan kadar perekat (%)
Histogram hubungan kuat pegang sekrup dengan kadar perekat dapat
diketahui bahwa kuat pegang sekrup pada kadar perekat dengan fortifikasi 15 %,
30 % dan 45 % sangat bervariatif. Hal ini diduga disebabkan karena kurang
meratanya partikel dalam pembuatan papan.
Dari hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 % atau taraf
nyata 5 % bahwa kuat pegang sekrup papan partikel hanya dipengaruhi oleh kadar
perekat (Lihat Tabel 10). Sedangkan fortifikasi dan interaksinya tidak
memberikan perbedaan yang nyata.
Tabel 10. Analisis sidik ragam kuat pegang sekrup papan partikel
Sumber Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Rataan Perlakuan F-hit Peluang
Kadar Perekat 2 139037 69518 7.40 0.013Fortifikasi 2 21190 10595 1.13 0.366Interaksi 4 42921 10730 1.14 0.397
Kesalahan 9 84577 9397 Total 17 287724
Hasil uji Tukey pada taraf nyata 5 % menunjukan bahwa kadar perekat 10
% tidak berbeda nyata dengan kadar perekat 15 % dan berbeda nyata dengan
kadar perekat 20 %. Kadar perekat 15 % berbeda nyata dengan kadar perekat 20
%. Secara sistematis bahwa kadar perekat 15 % akan menghasilkan kualitas papan
partikel sama dengan kadar perekat 10 % sehingga kadar perekat 10 % lebih
disarankan.
443.604 459.687
281.402
581.436
517.252
282.677
428.796
593.155
397.709
0.000
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
700.000
10 15 20
Kadar Perekat (%)
Kua
t Peg
ang
Sekr
up (N
) f15
f30
f45
JIS A 5908 – 2003
37
4. Internal Bond (IB)
Internal Bond (IB) menunjukan besarnya daya rekat perekat terhadap
sirekat per satuan luas. Internal Bond merupakan daya tahan papan partikel
terhadap kemungkinan pecah atau belah.
Nilai internal bond tertinggi yang dihasilkan pada kadar perekat 15 %
dengan fortifikasi 15 % yaitu sebesar 0,52 N/mm2. Nilai internal bond terendah
diperoleh 0,16 N/mm2 untuk papan partikel bambu dengan kadar perekat 20 %
dan fortifikasi 45 %. Nilai internal bond rata- rata sebesar 0.35 N/mm2.
Nilai internal bond cenderung menurun meskipun dengan meningkatnya
penambahan kadar perekat (Lihat Gambar 12). Internal bond rata – rata pada
kadar perekat 10 % sebesar 0,40 N/mm2; pada kadar perekat 15 % sebesar 0,38
N/mm2; dan pada kadar perekat 20 % sebesar 0,27 N/mm2. Nilai rata – rata
tersebut tidak memenuhi standar JIS A 5908 – 2003 yang mensyaratkan minimal
1,5 N/mm2.
Gambar 12. Histogram hubungan internal bond
dengan kadar perekat (%)
Dengan semakin meningkatnya penambahan kadar perekat maka semakin
tinggi pula nilai internal bond yang dihasilkan. Dilihat dari histogram hubungan
internal bond dengan kadar perekat dapat diketahui bahwa internal bond pada
kadar perekat dengan fortifikasi 15 %, 30 % dan 45 % sangat bervariatif. Hal ini
diduga disebabkan karena kerapatan papan partikel yang dihasilkan bervariasi.
0.3436
0.26110.2340
0.3843
0.5197
0.42000.4703
0.3461
0.1591
0.0000
0.1000
0.2000
0.3000
0.4000
0.5000
0.6000
10 15 20
Kadar Perekat (%)
Inte
rnal
Bon
d (N
/mm
2)
f15
f30
f45
38
Kerapatan yang tinggi maka daya rekat antar molekul akan semakin kuat sehingga
nilai IB yang dihasilkan akan tinggi pula.
Dari hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 % atau taraf
nyata 5 % bahwa internal bond papan partikel tidak memberikan perbedaan yang
nyata (Lihat Tabel 11).
Tabel 11. Analisis sidik ragam internal bond papan partikel
Sumber Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Rataan Perlakuan F-hit Peluang
Kadar Perekat 2 0.0559 0.0280 1.69 0.239Fortifikasi 2 0.0835 0.0417 2.52 0.135Interaksi 4 0.0750 0.0187 1.13 0.401
Kesalahan 9 0.1492 0.0166 Total 17 0.3635
Untuk itu dengan berbagai taraf kadar perekat yang digunakan, maka nilai
IB akan memberikan nilai yang sama. Oleh karena itu kadar perekat 10 % lebih
disarankan sehingga dapat menghemat penggunaan perekat.
39
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian maka didapat :
1. Kualitas perekat likuida bambu antara lain : kenampakan : berupa cairan
berwarna coklat kehitaman, dan terdapat butiran – butiran / serat – serat
kecil; pH likuida 8.04; berat jenis (BJ) 1.109; viskositas 150 cps; kadar
padatan 34.31 %; serta waktu gelatinasi > 60 menit. Dari hasil yang
didapat terdapat beberapa sifat yang telah memenuhi standar SNI 06-
4567-1998, akan tetapi masih terdapat beberapa sifat yang belum
memenuhi standar.
2. Kualitas papan partikel yang dibuat dari limbah bambu antara lain :
kerapatan rata – rata 0.70; KA rata – rata 7.34 %; daya serap air 52.20 %,
pengembangan tebal 38.06 %; MOE 1500.27 N/mm2; MOR 10.04
N/mm2; kuat pegang sekrup 442.86 N; internal bond 0.35 N/mm2. Secara
umum kualitas papan partikel telah memenuhi standar JIS A 5908-2003,
meskipun masih terdapat beberapa sifat yang belum memenuhi standar.
B.Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kualitas perekat likuida
dengan penambahan fortifikasi yang lain.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai bahan baku yang
digunakan selain bambu tali.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai peningkatan kualitas
papan partikel dengan penambahan perlakuan yang lain.
40
DAFTAR PUSTAKA
Achmad B. 2000. Alternatif Pemanfaatan Limbah Kerajinan Bambu Tasikmalaya. (http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/042006/20/cakrawala/ lainnya01.htm [07 Mei 2006].
Anonim. 2006. Limbah Kayu Dibuang Jangan. http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=244907&kat_id=13 [07 Mei 2006].
_________2006. Potensi Tanaman Bambu di Indonesia.
http://www.dephut.go.id/INFORMASI/BUKU2/PHRI_03/PHRI_03.htm. [07 Mei 2006].
[BPS] Badan Standarisasi Nasional. 1998. SNI 06-4567-1998 tentang Fenol Formaldehida Cair untuk Perekat Kayu Lapis. Jakarta : BSN
Charles V B. 1999. Wood Hand Book : Adhesive Bonding of Wood Material. USA : Forest Product Society.
Dransfield S, Widjaja E. A. 1995. Plant Resources of South – East Asia. Bamboos No 7. Bogor : Prosea
Haygreen, J.G dan J.L. Bowyer. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu Suatu Pengantar (terjemahan). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia (terjemahan). Jakarta : Badan Litbang Kehutanan. Jilid 1
Jatmiko, A. 2006. Kualitas Papan Partikel pada Berbagai Kadar Perekat Likuida Tandan Kosang Kelapa Sawit. [Skripsi]. Bogor : Insitut Pertanian Bogor, Departemen Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan.
[JSA] Japanese Standards Association. 2003. Japanese Industrial Standards JIS A 5908 : 2003 Particleboard. Japan : Japanese Standards Association.
[LIPI]. 1980. Beberapa Jenis Bambu. Jakarta : Lembaga Biologi Nasional - LIPI.
Masri, AY. 2005. Kualitas Perekat Likuida Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) pada Berbagai Ukuran Serbuk, Keasaman, Rasio Molar Formaldehida Dengan Phenol. [Skripsi]. Bogor : Insitut Pertanian Bogor, Departemen Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan.
41
Misdarti. 2002. Pengaruh Laminasi Pita Bambu Tali (Gigantochloa apus Kurz) terhadap Kekuatan Lentur Balok Contoh Kecil Bebas Cacat Kayu Sengon. Makasar : Buletin Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Vol 8 No 3.
Nuriyatin N. 2000. Studi Analisa Sifat – Sifat Dasar Bambu Pada Beberapa Tujuan Penggunaan. [disertasi]. Bogor : Insitut Pertanian Bogor.
Pizzi. 1983. Wood Adhesives : Chemistry and Tecnology. National Timber Research Institute Council for Scientific And Industrial Research. Pretoria South Africa.
Ruhendi S. 1988. Teknologi Perekatan. Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB.
Setiawan, C.N.B. 2004. Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Sebagai Bahan Baku Perekat Likuida dan Papan Partikel Berkerapatan Sedang. [Skripsi]. Bogor : Insitut Pertanian Bogor, Fakultas Kehutanan.
Surjokusumo S, Nugroho N. 1993. Studi Penggunaan Bambu Sebagai Bahan Tulangan Beton. Laporan Penelitian. Bogor : Insitut Pertanian Bogor, Fakultas Kehutanan.
Sutigno P. 2006. Mutu Papan Partikel. (www.dephut.go.id/INFORMASI/ SETJEN/PUSSTAN/INFO_VI02/IV_VI02.htm - 32k). [06 Mei 2006].
Tsoumis, G. 1991. Science and Tecnology of Wood (structure, properties, utilization). (terjemahan). New York.
Widiyanto, A. 2002. Kualitas Papan Partikel Kayu Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) dan Bambu Tali (Gigantochloa apus Kurz) dengan Perekat Likuida Kayu. [Skripsi]. Bogor : Insitut Pertanian Bogor, Fakultas Kehutanan.
Lampiran 1. Daya Serap Air Multiple Comparisons
Dependent Variable: DSA
(I) Fortifikasi
(J) Fortifikasi
Mean Difference (I-J)
Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
Tukey HSD
0.15 0.3 0.1333 0.0529 0.0579 -0.0041 0.2706 0.45 0.1274 0.0529 0.0711 -0.0100 0.2648
0.3 0.15 -0.1333 0.0529 0.0579 -0.2706 0.0041 0.45 -0.0058 0.0529 0.9933 -0.1432 0.1316
0.45 0.15 -0.1274 0.0529 0.0711 -0.2648 0.0100 0.3 0.0058 0.0529 0.9933 -0.1316 0.1432
Lampiran 2. Pengembangan Tebal
Multiple Comparisons Dependent Variable: pengembangan_tebal
(I) fortifikasi
(J) fortifikasi
Mean Difference (I-J)
Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
Tukey HSD
0.15 0.3 0.269 0.098 0.037 0.014 0.524 0.45 0.240 0.098 0.065 -0.014 0.495
0.3 0.15 -0.269 0.098 0.037 -0.524 -0.014 0.45 -0.028 0.098 0.953 -0.283 0.225
0.45 0.15 -0.240 0.098 0.065 -0.495 0.014 0.3 0.028 0.098 0.953 -0.225 0.283
* The mean difference is significant at the .05 level.
Lampiran 3. MOR Multiple Comparisons
Dependent Variable: MOR
(I) fortifikasi
(J) fortifikasi
Mean Difference (I-J)
Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
Tukey HSD
0.15 0.3 -5.526 1.330 0.002 -8.981 -2.071 0.45 -3.586 1.330 0.041 -7.041 -0.130
0.3 0.15 5.526 1.330 0.002 2.071 8.981 0.45 1.940 1.330 0.338 -1.515 5.395
0.45 0.15 3.586 1.330 0.041 0.130 7.041 0.3 -1.940 1.330 0.338 -5.395 1.515
* The mean difference is significant at the .05 level. Lampiran 4. Kuat Pegang Sekrup
Multiple Comparisons Dependent Variable: KPS
(I) kadar_perekat
(J) kadar_perekat
Mean Difference (I-J)
Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Tukey HSD
0.1 0.15 -38.753 57.482 0.782 -188.060 110.555 0.2 164.016 57.482 0.031 14.709 313.324
0.15 0.1 38.753 57.482 0.782 -110.555 188.060 0.2 202.769 57.482 0.008 53.461 352.076
0.2 0.1 -164.016 57.482 0.031 -313.324 -14.709 0.15 -202.769 57.482 0.008 -352.076 -53.461
* The mean difference is significant at the .05 level.