ktt-pemanfaatan

7
8-1 L a p o r a n R e n c a n a BAB 8 ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH PROVINSI PAPUA BARAT Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Provinsi Papua Barat dilaksanakan secara terkoordinasi oleh Pemerintah Daerah dan Pusat sesuai dengan kewenangan masing- masing. Koordinasi pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi dilakukan oleh Gubernur Papua Barat. Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui: 1. Ketentuan Pemanfaatan Ruang. 2. Perijinan. 3. Pemberian insentif dan disinsentif. 4. Pengenaan sanksi. 8.1 KETENTUAN-KETENTUAN PEMANFAATAN RUANG 8.1.1 Pedoman Umum Penetapan Pemanfaatan Ruang Sebagaimana telah diuraikan dalam sub bab terdahulu, seluruh pihak baik swasta maupun pemerintah (pusat dan daerah) serta masyarakat (perorangan dan yang terorganisir), kesemuanya ikut terlibat dalam melaksanakan RTRW Provinsi. Untuk itu agar tidak timbul kerancuan, maka pemanfaatan ruang yang berpedoman kepada RTRWP diatur dengan mekanisme sistem Planning Advice atau Rujukan Rencana. Dalam sistem ini ditetapkan bahwa BAPPEDA Provinsi Papua Barat merupakan instansi yang menerbitkan rujukan rencana atas nama Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat, sehingga kendali terhadap pemanfaatan/penggunaan ruang dapat dilakukan dengan efektif. Melalui sistem ini diatur bahwa, setiap kali masyarakat atau instansi pemerintah bermaksud melakukan kegiatan yang berdampak luas pada ruang wilayah propinsi, atau melakukan pemanfaatan ruang dalam skala besar di suatu bagian wilayah tertentu, maka pihak tersebut pada tahap yang paling awal (sebelum melakukan kegiatan) diwajibkan untuk mendapatkan Keterangan Rujukan Rencana/KRR (Advis rencana) dari Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat Cq. BAPPEDA Provinsi.

Upload: azis-ali-wibowo

Post on 30-Sep-2015

5 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

manpaat

TRANSCRIPT

  • 8-1 L a p o r a n R e n c a n a

    BAB 8888 ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH PROVINSI PAPUA BARAT

    Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Provinsi Papua Barat dilaksanakan secara terkoordinasi oleh Pemerintah Daerah dan Pusat sesuai dengan kewenangan masing-masing. Koordinasi pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi dilakukan oleh Gubernur Papua Barat. Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui: 1. Ketentuan Pemanfaatan Ruang. 2. Perijinan. 3. Pemberian insentif dan disinsentif. 4. Pengenaan sanksi.

    8.1 KETENTUAN-KETENTUAN PEMANFAATAN RUANG

    8.1.1 Pedoman Umum Penetapan Pemanfaatan Ruang Sebagaimana telah diuraikan dalam sub bab terdahulu, seluruh pihak baik swasta maupun pemerintah (pusat dan daerah) serta masyarakat (perorangan dan yang terorganisir), kesemuanya ikut terlibat dalam melaksanakan RTRW Provinsi. Untuk itu agar tidak timbul kerancuan, maka pemanfaatan ruang yang berpedoman kepada RTRWP diatur dengan mekanisme sistem Planning Advice atau Rujukan Rencana.

    Dalam sistem ini ditetapkan bahwa BAPPEDA Provinsi Papua Barat merupakan instansi yang menerbitkan rujukan rencana atas nama Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat, sehingga kendali terhadap pemanfaatan/penggunaan ruang dapat dilakukan dengan efektif. Melalui sistem ini diatur bahwa, setiap kali masyarakat atau instansi pemerintah bermaksud melakukan kegiatan yang berdampak luas pada ruang wilayah propinsi, atau melakukan pemanfaatan ruang dalam skala besar di suatu bagian wilayah tertentu, maka pihak tersebut pada tahap yang paling awal (sebelum melakukan kegiatan) diwajibkan untuk mendapatkan Keterangan Rujukan Rencana/KRR (Advis rencana) dari Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat Cq. BAPPEDA Provinsi.

  • 8-2 L a p o r a n R e n c a n a

    Dalam hubungan ini, BAPPEDA Provinsi dibantu oleh Tim Koordinasi Tata Ruang Provinsi mempelajari rencana kegiatan yang diajukan dan melakukan penelahaan berdasarkan RTRWP. Selanjutnya; BAPPEDA Kabupaten menerbitkan "KRR" yang isinya menjelaskan: Rekomendasi tentang kegiatan-kegiatan pemanfaatan ruang apa saja yang

    diperbolehkan berada di lokasi yang disebutkan si pemohon; dan Langkah tindak lanjut apa yang harus dilakukan oleh pihak yang akan melakukan

    kegiatan, sehubungan dengan rekomendasi tersebut di atas.

    Secara hokum, kedudukan KRR adalah merupakan petikan dari suatu produk hukum yang kuat (yaitu Peraturan Daerah), sehingga "KRR" dapat menjadi acuan untuk penerbitan berbagai kebijaksanaan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang, seperti penerbitan SK Pencadangan/PeruntukanTanah, SK Perluasan Areal; serta pengurusan berbagai ijin seperti Ijin Melakukan Pembebasan Tanah, Ijin Melakukan Kegiatan Industri berdasarkan Undang-Undang Gangguan (Ijin HO) dan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). selain itu, "KRR"juga dapat menjadi acuan untuk penerbitan berbagai kebijaksanaan dalam penegakan hukum, seperti penerbitan Surat Perintah Penghentian Pekerjaan Bangunan dan Surat Perintah Bongkar.

    Untuk kegiatan pemanfaatan ruang yang saat ini telah berlangsung, namun ternyata tidak sesuai dengan RTRWP atau Rencana Tata Ruang lainnya yang skalanya lebih rinci yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari RTRWP, secara bertahap akan diatur kembali agar sesuai dengan rencana tata ruang.

    Dalam kaitan ini, pertama-tama perlu dilakukan inventarisasi terhadap pemanfaatan ruang dan rencana pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, dan kepada pihak-pihak yang melakukan pemanfaatan ruang secara tidak tepat itu akan diinformasikan tentang kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan berada di lokasi tersebut sebagai pedoman. Selanjutnya, kepada pihak-pihak tersebut diberi alternatif untuk menyesuaikan pola kegiatannya dengan rencana tata ruang atau memindahkan kegiatannya ke tempat lain yang lebih sesuai secara bertahap dalam tenggang waktu tertentu. Khususnya yang berkenaan dengan pemanfaatan ruang yang telah ada dan rencana pemanfaatan ruang yang telah memiliki perijinan lengkap (sekurang-kurangnya memiliki ijin lokasi, penguasaan lahan, dan/atau IMB) dapat diberlakukan status quo, artinya bagi kegiatan pemanfaatan ruang telah ada, dan rencana pemanfaatan ruang tersebut dapat dilanjutkan.

    Dengan kata lain, kasus status quo diberikan untuk kegiatan-kegiatan yang sudah ada dan rencana-rencana pemanfaatan ruang yang telah memiliki perijinan yang lengkap.

  • 8-3 L a p o r a n R e n c a n a

    Sedangkan untuk kegiatan-kegiatan dan rencana-rencana pemanfaatan ruang yang belum dan/atau tidak memiliki ijin yang lengkap akan dikenakan penyesuaian-penyesuaian dengan peraturan-peraturan tata ruang yang berlaku. Sementara itu, kepada pihak-pihak yang kegiatannya telah sesuai dengan rencana tata ruang yang ada, akan dilakukan penyuluhan dan pembinaan untuk memantapkan pemanfaatan ruang.

    Penerbitan "KRR" ini terbatas pada pendelegasian dari Pemda Propinsi kepada Pemda Kabupaten Cq. BAPPEDA Kabupaten, sesuai dengan skala/besaran dari kegiatan yang akan lakukan, skala rencana tata ruang yang tersedia sebagai pedoman, serta kewenangan yang ada pada Bupati dalam bidang yang menyangkut pertanahan. Sesuai dengan ketentuan dalam UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 dalam rangka memantapkan mekanisme kerja antara Bappeda dengan instansi vertikal di daerah serta peran masyarakat perlu mengefektifkan Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 1998.

    Gambar 8.1. Sistem Pengelolaan Pemanfaatan Ruang

    8.1.2 Peran Berbagai Pihak dalam Pemanfaatan Ruang Pada dasarnya pembangunan yang berlangsung di Provinsi Papua Barat dilaksanakan dengan dana yang berasal dari sumber-sumber APBN (pemerintah pusat), APBD (pemerintah daerah), investasi swasta dan swadaya masyarakat. 1. Pembangunan yang Dilaksanakan oleh Pemerintah.

    Pembangunan yang dilakukan oleh lembaga pemerintahan di kabupaten masih merupakan bagian terbesar dari seluruh investasi yang terjadi. Penyelenggaraan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah di daerah kabupaten dapat dibagi menjadi beberapa kelompok sesuai sumber pendanaannya, yaitu:

    Rencana Pemanfaatan Ruang

    oleh Masyarakat/Instansi

    Bappeda dibantu Tim Koordinasi

    Tata Ruang Daerah Kabupaten,

    unsurnya terdiri : lembaga terkait di

    kabupaten

    KRR (Keterangan

    Rujukan Rencana

    Proses Pengurusan Ijin (Ijin HO,

    IMB, Ijin Pembebasan

    Tanah dll

    Pelaksanaan Fisik

    Tidak

    Penghentian Kegiatan Pemanfaatan Ruang

    Pemantauan Pelaksanaan

  • 8-4 L a p o r a n R e n c a n a

    Penyelenggaraan pembangunan oleh pemerintah daerah melalui dana-dana APBD dan pelaksanaan pembangunannya berada di bawah tangung jawab instansi vertikal yang ada di daerah (azas dekonsentrasi).

    Penyelenggaraan pembangunan oleh pemerintah daerah melalui dana-dana APBD dan pelaksanaan pembangunannya berada di bawah tanggung jawab instansi otonom propinsi atau kabupaten (azas desentralisasi).

    Penyelenggaraan pembangunan melalui proyek-proyek Inpres yang dibiayai dengan dana APBN dan pelaksanaan pembangunannya dari hampir semua proyek berada di bawah tanggung jawab instansi otonom kabupaten (azas tugas pembantuan).

    Ada juga pembangunan yang dilaksanakan oleh Badan-badan Usaha Milik Negara (BUMN/BUMD).

    Gambar 8.2. Mekanisme Penyesuaian terhadap Pemanfaatan Ruang yang Ada (Existing), Rencana Pemanfaatan Ruang, dan Rencana Tata Ruang

    yang Lebih Rinci

    2. Pembangunan yang Dilaksanakan oleh Swasta. Di samping lembaga pemerintah, pembangunan juga diselenggarakan oleh lembaga swasta. Peranan lembaga swasta ini terlihat sangat menonjol pada dasawarsa terakhir, karena sumber-sumber pendanaan pembangunan pemerintah untuk membiayai pembangunan terasa semakin terbatas. Bahkan dimasa-masa mendatang peranan swasta dalam pembangunan semakin digalakkan karena semakin tahun pertambahan penduduk daerah semakin meningkat sehingga semakin banyak bidang-bidang yang bersifat pelayanan masyarakat yang tidak tertangani oleh

    INVENTARISASI: Pemanfaatan Ruang Rencana Pemanfaatan Ruang Rencana Tata Ruang

    PENYULUHAN LAPANGAN (Informasi Rencana)

    ALTERNATIF PENYELESAIAN : Penyesuaian Rencana dan Kegiatan Pemanfaatan Ruang Pemindahan Kegiatan Pemanfaatan Ruang Pemberian Status Quo terhadap Kegiatan yang sudah ada dan Rencana dengan Perijinan Lengkap

  • 8-5 L a p o r a n R e n c a n a

    pemerintah sendiri tanpa bantuan pihak swasta. Dengan demikian mobilisasi sumberdaya, keuangan, manusia dan sumberdaya swasta lainnya merupakan hal yang menarik bagi pemerintah, disamping menumbuhkan iklim kewirausahaan yang semakin sehat, serta penyerapan tenaga kerja yang lebih banyak tanpa mengambil alih tanggung jawab pemerintah.

    Hal ini dapat dilihat dengan semakin besarnya harapan pemerintah kepada lembaga atau sektor swasta untuk dapat melakukan investasi di daerah dalam usaha memajukan penbangunan daerah. Pembangunan yang diselenggarakan oleh swasta pelaksanaannya tetap diatur dan dikendalikan oleh pemerintah melalui mekanisme perijinan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Pemerintah dengan lembaga-lembaga swasta ini menjalin kemitraan melalui pembinaan organisasi profesi masing-masing lembaga seperti REI, Inkindo, Gapensi, Hipmi, Kadin dan sejenisnya.

    3. Pembangunan yang Dilaksanakan Masyarakat dan Lembaga Sosial Kemasyarakatan. Di samping kedua lembaga di atas pembangunan juga dilaksanakan oleh masyarakat perorangan dan lembaga sosial kemasyarakatan. Untuk pembangunan yang sifatnya fisik dilakukan oleh perorangan. Mekanismenya diatur mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah melalui mekanisme perijinan sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.

    Sedangkan pembangunan fisik yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan seperti LSM, Karang Taruna dan sejenisnya lebih banyak mengelola pembangunan yang sifatnya membantu pemenuhan pelayanan masyarakat yang pendanaannya secara swadaya, tetapi tetap mendapat stimulan dan pembinaan dari pemerintah. Lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan yang melaksanakan pembangunan yang bersifat fisik terkait dengan adat dan keagamaan seperti desa adat, banjar, dan sekehe-sekehe merupakan lembaga sosial kemasyarakatan yang berfungsi mengatur pembangunan sesuai dengan aturan-aturan adat dengan tetap menserasikan dengan rencana-rencana yang sudah digariskan pemerintah. Untuk membantu dalam hal pendanaan terdapat juga lembaga sosial kemasyarakatan seperti LPD (Lembaga Perkreditan Rakyat) yaitu lembaga yang bersifat komersial namun tetap diharapkan mempunyai misi membantu pendanaan terhadap pembangunan-pembangunan fisik terutama yang bersifat adat dan keagamaan.

  • 8-6 L a p o r a n R e n c a n a

    8.1.3 Institusi Pelaksana Pelaksanaan program maupun rencana yang telah tersusun, tentunya berkaitan langsung atau tidak langung dengan stakeholder pelaksana rencana tersebut. Setiap stakeholder memiliki kepentingan dan akan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan rencana tersebut sesuai fungsi dan kewenangannya.

    Instansi-instasi (pemerintah dan BUMD, BUMN, swasta) dalam pelaksanaan program-program pembangunan kota, untuk mengimplementasikan RTRW Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: 1. Pemerintah pusat dan jajaran departemen-departemen dan instansi tingkat I.

    Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral, Departemen Kehutanan, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Kesehatan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional, Departemen Keuangan, Departemen Perindustrian, Departemen Dalam Negeri dll.

    2. Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat sebagai penyusun rencana dan kebijakan pembangunan daerah dan pemerintah daerah Kabupaten se Provinsi Papua Barat memiliki wewenang dalam: a. Perencanaan tata ruang wilayah provinsi; b. Pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan c. Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi.

    3. Dinas Pekerjaan Umum berwenang sebagai instansi pelaksana operasional di dalam melaksanakan urusan rumah tangga daerah dan sebagai pengawasan pelaksanaan pembangunan secara teknis.

    4. Dinas Kebersihan kota bertanggung jawab dalam kebersihan kota, khususnya di dalam pengaturan sistem pengelolaan persampahan.

    5. Dinas Kesehatan bertanggungjawab terhadap pelaksanaan program kesehatan. 6. Dinas LLAJ berwenang dalam pengembangan dan pengaturan sistem

    pengangkutan kota dan regional. 7. PDAM berwenang dalam pengembangan dan pengadaan air bersih kota. 8. PLN berwenang dalam pengembangan dan penyediaan jaringan listrik. 9. TELKOM berwenang dalam pengembangan dan penyediaan jaringan telepon.

    Developer swasta terlibat di dalam pelaksanaan pembangunan fasilitas umum, serta pembangunan akomodasi untuk kegiatan-kegiatan sektor-sektor lainnya. Masyarakat sebagai stakeholder yang terkena dampak kebijakan terdiri atas orang per orang, kelompok warga setempat, warga sesuai kelompok kegiatannya. Stakeholder yang berfungsi mengawasi kebijakan dan terkait dengan kebijakan terdiri dari DPR, DPRD I

  • 8-7 L a p o r a n R e n c a n a

    dan II, Non Government Organization lokal maupun internasional seperti UNDP, UNICEF, UNEP, Pers/Media Masa, Forum Warga, Partai Politik, Perguruan Tinggi.