kp semen pembahasan

3
BAB IV PEMBAHASAN Gypsum (CaSO 4 .2H 2 O) merupakan senyawa kalsium sulfat anhydrous. Fungsi dari penambahan gypsum pada pembuatan semen adalah sebagai retarder (dapat memperlambat waktu pengerasan semen). Gypsum yang berada di alam merupakan gypsum yang stabil karena didalam gypsum mengandung air yang bersatu dengan molekulnya sehingga bersifat stabil. Gypsum pada suhu 97°C menghasilkan gypsum hemi hydrat (CaSO 4 .0.5 H 2 O). Gypsum hemi hydrat memiliki sifat yang tidak stabil. Pemanasan gypsum pada suhu 170°C merubah gypsum menjadi ß hemihidrat(CaSO 4 0,5 H 2 O dan 1,5 H 2 O), pada suhu 200°C akan terbentuk plaster anhidrous kalsium sulfat (CaSO 4 ) yang bersifat kurang plastis, keras dan kuat karena kehilangan molekul air dan akan sulit menarik kembali molekul air, pada suhu 500°C dihasilkan insoluble anhidrit atau dead burning gypsum dimana pada suhu 900 o C dihasilkan masa sangat padat, keras, ketahanan tinggi senyawa yang dihasilkan adalah CaO ,SO 3 , dan 2 H 2 O hal ini dimana gypsum telah kehilangan sifat nya sebagai retarder. Pada umumnya semua industri semen menambahkan gypsum dibagian semen mill/finish mill. Penambahan gypsum pada proses akhir/finsh mill dapat menyebabkan perhitungan total moisture selalu tinggi. Namun berdasarkan perhitungan neraca massa gypsum dapat ditambahkan diproses awal (raw mill).Dari perhitungan neraca massa didapatkan umpan masuk 781 ton/jam dengan komposisi raw mix 89.621%,lime stone 5.41%,

Upload: lintang-alivia-anggerta

Post on 28-Sep-2015

221 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

kerja praktek

TRANSCRIPT

BAB IVPEMBAHASANGypsum (CaSO4.2H2O) merupakan senyawa kalsium sulfat anhydrous. Fungsi dari penambahan gypsum pada pembuatan semen adalah sebagai retarder (dapat memperlambat waktu pengerasan semen). Gypsum yang berada di alam merupakan gypsum yang stabil karena didalam gypsum mengandung air yang bersatu dengan molekulnya sehingga bersifat stabil. Gypsum pada suhu 97C menghasilkan gypsum hemi hydrat (CaSO4.0.5 H2O). Gypsum hemi hydrat memiliki sifat yang tidak stabil. Pemanasan gypsum pada suhu 170C merubah gypsum menjadi hemihidrat(CaSO4 0,5 H2O dan 1,5 H2O), pada suhu 200C akan terbentuk plaster anhidrous kalsium sulfat (CaSO4) yang bersifat kurang plastis, keras dan kuat karena kehilangan molekul air dan akan sulit menarik kembali molekul air, pada suhu 500C dihasilkan insoluble anhidrit atau dead burning gypsum dimana pada suhu 900oC dihasilkan masa sangat padat, keras, ketahanan tinggi senyawa yang dihasilkan adalah CaO ,SO3, dan 2 H2O hal ini dimana gypsum telah kehilangan sifat nya sebagai retarder. Pada umumnya semua industri semen menambahkan gypsum dibagian semen mill/finish mill. Penambahan gypsum pada proses akhir/finsh mill dapat menyebabkan perhitungan total moisture selalu tinggi. Namun berdasarkan perhitungan neraca massa gypsum dapat ditambahkan diproses awal (raw mill).Dari perhitungan neraca massa didapatkan umpan masuk 781 ton/jam dengan komposisi raw mix 89.621%,lime stone 5.41%, coper slag 0.87%, silica 0.1% dan gypsum 4% didapatkan parameter LSF,SM dan AM pada produk raw mill mendekati dengan syarat yang ditentukan yaitu LSF 98.5, SM 2.201, AM 1.778. Pada proses ini, Raw mill berfungsi sebagai pencampur (mixing) tanpa terjadinya reaksi selama pencampuran berlangsung. Salah satu dari komposisi gypsum adalah sulfur, sulfur bersifat korosif sehingga apabila sulfur masuk kedalam kiln terutama pada bagian buring proses akan berpengaruh besar pada proses yang terjadi selama pembakaran berlangsung. Kiln merupakan bagian yang paling penting dalam industri semen, pada rotary kiln dibagi kedalam empat zona, yaitu zona kalsinasi pada suhu (900-1000 oC), zona transisi pada suhu (1000-1250 oC), zona pembakaran/burning pada suhu (1250-1450oC) dan zona pendinginan/cooling pada suhu (1450-1300oC). Sulfur sangat berpengaruh pada proses pembakaran/buring. Burning proses adalah proses yang paling utama dalam pabrik semen. Karena burning proses akan menghasilkan produk berupa klinker yang nantinya digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan semen. Burning proses terjadi pada area Kiln dengan menggunakan batu bara sebagai bahan bakar utama. Gypsum dapat menghasilkan sulfur, Dimana sulfur mampu bereaksi dengan alkali yang terdapat di kiln membentuk padatan coating yang akan menempel pada permukaan dalam kiln. Dalam jumlah yang banyak coating akan sangat mengganggu proses operasi karena mengakibatkan kiln load tinggi, terjadinya penyempitan jalur material, coating menyerap panas dalam pembentukannya dan membuat kualitas klinker menjadi fluktuatif. Pada suhu yang tinggi sulfur akan menguap bersama dengan gas hasil pembakaran. Selain itu alkali dan sulfur yang saling berikatan akan turun kembali masuk ke preheter dan menghambat kerja preheter. Sulfur yang berasal dari gypsum pun dapat masuk ke bagian sel sel kiln yang akan menyebabkan pengikisan kiln dimana suhu pada bagian dalam kiln yang telah dilapisi oleh batu api lebih tinggi dibandingkan dengan suhu antara batu api dengan sel kiln sendiri. Oleh sebab itu lebih baik penambahan gypsum dilakukan di akhir karena gypsum tidak boleh kehilangan sifatnya sebagai retarder dalam pembuatan semen.Penambahan gypsum di akhir tidak akan menghilangakan sifat gypsum sebagai retarder karena pada suhu finish mill gypsum akan berubah menjadi gypsum hemi hydrat yang tidak stabil dan akan stabil saat semen ditambahkan dengan air akan membentuk kembali gypsum alam yang bersifat stabil. Sehingga dapat memperlambat proses pengerasan semen hingga didapatkan proses pengerasan yang sempurna.