kontrol gula darah pada pasien kritis

3
KONTROL GLUKOSA DARAH PADA PASIEN KRITIS A. ABSTRAK Hiperglikemia sering terjadi pasien yang sakit kritis dan dapat disebabkan oleh berbagai sebab, termasuk gizi, obat- obatan, dan insufisiensi insulin. Awalnya, hiperglikemia dianggap sebagai respon adaptif terhadap stres, namun saat ini hiperglikemia tidak lagi dianggap sebagai Kondisi jinak pada pasien dengan penyakit kritis. Sesungguhnya, hiperglikemia dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada pasien yang ssedang kritis. Dengan melakukan penaganan terhadap hiperglikemia dapat memperbaiki hasil klinis. Sampai saat ini, belum ada jawaban pasti berkaitan dengan manajemen glukosa pada unit perawatan intensif atau ICU (Intensive Care Unit), termasuk tentang pengobatan dan target glukosa yang diinginkan. Meta-analisis dari uji coba terkontrol secara acak menunjukkan tidak ada manfaat yang berarti terhadap kontrol kadar glukosa darah yang ketat dan didapakannya peningkatan secara signifikan kejadian hipoglikemia. Beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan berbentuk yang berbentuk J-atau U- antara kadar glukosa rata-rata dengan mortalitas, yaitu dengan mempertahankan kadar glukosa darah antara 100 dan 150 mg / dL memberikan angka mortalitas terendah. Penelitian terbaru menunjukkan dengan mengontrol glukosa darah <180 mg / dL pada pasien yang kritis memberikan hasil klinis yang lebih baik dan juga lebih aman. Adanya variabilitas kadar glukosa darah juga merupakan aspek penting dalam penanganan kadar glukosa darah pada pasien yang kritis. Kadar glukosa darah yang tinggi dapat meningkatkan mortalitas sedangkan rendahnya kadar glukosa dara merupakan hal yang penting untuk diperhatikan pada saat mengontrol kadar glukosa darah (glikemik) pada pasien sakit kritis. Pengukuran

Upload: annisa-trie-anna

Post on 10-Aug-2015

87 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kontrol Gula Darah Pada Pasien Kritis

KONTROL GLUKOSA DARAH PADA PASIEN KRITIS

A. ABSTRAKHiperglikemia sering terjadi pasien yang sakit kritis dan dapat disebabkan oleh

berbagai sebab, termasuk gizi, obat-obatan, dan insufisiensi insulin. Awalnya, hiperglikemia dianggap sebagai respon adaptif terhadap stres, namun saat ini hiperglikemia tidak lagi dianggap sebagai Kondisi jinak pada pasien dengan penyakit kritis. Sesungguhnya, hiperglikemia dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada pasien yang ssedang kritis. Dengan melakukan penaganan terhadap hiperglikemia dapat memperbaiki hasil klinis. Sampai saat ini, belum ada jawaban pasti berkaitan dengan manajemen glukosa pada unit perawatan intensif atau ICU (Intensive Care Unit), termasuk tentang pengobatan dan target glukosa yang diinginkan.

Meta-analisis dari uji coba terkontrol secara acak menunjukkan tidak ada manfaat yang berarti terhadap kontrol kadar glukosa darah yang ketat dan didapakannya peningkatan secara signifikan kejadian hipoglikemia. Beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan berbentuk yang berbentuk J-atau U- antara kadar glukosa rata-rata dengan mortalitas, yaitu dengan mempertahankan kadar glukosa darah antara 100 dan 150 mg / dL memberikan angka mortalitas terendah. Penelitian terbaru menunjukkan dengan mengontrol glukosa darah <180 mg / dL pada pasien yang kritis memberikan hasil klinis yang lebih baik dan juga lebih aman. Adanya variabilitas kadar glukosa darah juga merupakan aspek penting dalam penanganan kadar glukosa darah pada pasien yang kritis.

Kadar glukosa darah yang tinggi dapat meningkatkan mortalitas sedangkan rendahnya kadar glukosa dara merupakan hal yang penting untuk diperhatikan pada saat mengontrol kadar glukosa darah (glikemik) pada pasien sakit kritis. Pengukuran kadar glukosa dara secara kontinyu dengan sistem loop tertutup otomatis dapat dipertimbangkan untuk memastikan kadar glukosa darah dengan jarak nilai tertentu dan meminimalkan variabilitas.

B. PENDAHULUAN

Hiperglikemia sering terjadi pada pasien sakit kritis, bahkan pada pasien yang sebelumnya belum pernah didiagnosis dengan diabetes. Meningkatkan kejadian hiperglikemi pada pasien sakit kritis menunjukkan bahwa hiperglikemia yang terjadi pada keadaan medis akut atau setelah operasi bukanlah suatu kondisi fisiologis atau jinak. Perubahan dalam metabolisme glukosa terjadi selama masa kritis suatu penyakit dan dimediasi oleh berbagai faktor, termasuk peningkatan resistensi insulin, perubahan produksi hormon, dan aktivasi sitokin. Pada pasien sakit kritis terjadi hipermetabolik, yang menyebabkan aktivasi berlebihan hormon dan sitokin, seperti tumor necrosis Faktor-α

Page 2: Kontrol Gula Darah Pada Pasien Kritis

(TNF-α), interleukin (IL) -1, dan IL-6, yang merupakan mediator penting terjadinya resistensi insulin dan mengakibatkan hiperglikemia. Petugas medis saat ini telah semakin menghargai dampak dari hiperglikemia pada pasien dengan diabetes, serta hiperglikemia yang diinduksi oleh stres atau hiperglikemia yang terjadi di rumah sakit. Sebagian besar pasien di unit perawatan intensif (ICU) mengalami hiperglikemia yang diinduksi stress atau stress hiperglikemia, merupakan hiperglikemia transien selama sakit dan terjadi pada pasien tanpa adanya riwayat atau diagnosis diabetes sebelumnya. Pasien tanpa diabetes yang mengalami stress hiperglikemia memiliki risiko tingkat kematian lebih tinggi daripada pasien dengan diabetes.

Stres hiperglikemia secara independen terkait dengan peningkatan motalitas di ICU. Kontrol yang ketat dari darah kada glukosa darah dianggap penting karena kontrol yang ketat dari konsentrasi glukosa darah dapat mengurangi mortalitas dan morbiditas, namun demikian didapatkan adanya peningkatan signifikan kejadian hipoglikemia pada pasien dengan kontrol glukosa ketat menggunakan terapi insulin intensif. Kontrol glikemik (kadar glukosa darah) ke rentang cukup ketat namun tidak dibawah kadar glukosa darah normal (euglycemia) dan

jelas lebih aman pada pasien kritis [26,27]. Sebuah kurang ketatpendekatan untuk mengelola kritis penyakit yang berhubungan dengan

hiperglikemiasambil menghindari hipoglikemia menjadi standarpendekatan di ICU kebanyakan.

C. Dd