kontras salam dari borobudur · pdf filedua buah bom meledak di akhir mei lalu di ... dari...

30
Berita KontraS No. 03/V-VI/2005 Poso kembali berduka dan kembali dikoyak bom. Dua buah bom meledak di akhir Mei lalu di Pasar Tentena, Poso. Sebuah bentuk kejahatan tanpa mempedulikan rasa kemanusiaan telah dilakukan oleh tangan-tangan manusia lain yang mungkin memang telah mati nuraninya. Telah mati rasa empatinya. Dan kembali darah tumpah di Poso, di tengah upaya untuk membangun perdamaian antar kelompok masyarakat. Poso yang terus didera pertikaian hampir kurun waktu tujuh tahun, menjadi wacana utama yang diangkat dalam berita utama kali ini. Bukan hanya konflik kekerasan, namun juga korupsi dana kemanusiaan semakin menambah derita korban dan menambah warna kelam di Poso. Program pemerintah berupa dana kemanusian bagi sejumlah pengungsi “raib” dikuras oleh manusia-manusia yang rakus. Entah apa dan mengapa, meski sejumlah (tindakan dan solusi dikeluarkan untuk Poso), toh hingga kini jeritan dan kekerasan tetap terjadi. Selain itu, sejumlah konflik dan tindak kekerasan juga berlangsung di berbagai wilayah. Aceh, Kalimatan Tengah, Riau, Lampung dan Papua, jadi gambaran bagaimana kekerasan kerap dijadikan alasan demi atas nama kekuasaan dan politik. Rakyat terus menjadi korban kekerasan negara yang tiada akhir. Sementara, Tim Pencari Fakta (TPF) Munir telah berakhir pada 23 Juni 2005. Sejumlah rekomendasi dan temuan telah diberikan sebagai laporan pada Presiden SBY. Tim khusus Mabes Polri-pun telah dibentuk di akhir Juni, demi meneruskan penyelidikan kasus ini. Meski kematian Munir sangat bermuatan politis, namun kematian penjuang hak asasi manusia ini harus terus diungkapkan dan dituntaskan, hingga kita tahu siapa otak dari pembunuhan keji ini. Munir telah menjadi tumbal dari perjuangan hak asasi manusia di Indonesia. Tidak ada kata berhenti untuk mengungkapkan kasus ini. Tidak hanya berhenti di TPF atau berhenti hanya pada tersangka Pollycarpus. Penyelidikan harus didesak terus agar dapat menemukan aktor di balik pembunuhan ini. Komitmen SBY merupakan taruhannya. Munir terlalu berharga. Maka kematiaannya harus kita hargai, dengan jalan terus berjuang agar keadilan dan hukum ditegakkan. Pengungkapan kasus ini harus menjadi barometer atas penegakan hukum di negeri ini. Dan kita tetap harus berjuang tanpa henti dan lelah. Redaksi KontraS (Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) dibentuk untuk menangani persoalan penculikan beberapa aktivis yang diduga berhubungan dengan kegiatan politik yang mereka lakukan. Dalam perjalanannya KontraS tidak hanya menangani masalah penculikan dan penghilangan orang secara paksa tapi juga diminta oleh masyarakat korban untuk menangani berbagai bentuk kekerasan yang terjadi baik secara vertikal di Aceh dan Papua maupun secara horizontal seperti di Maluku, Sambas, Sampit dan Poso. Selanjutnya, ia berkembang menjadi organisasi yang independen dan banyak berpartisipasi dalam membongkar praktek kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia sebagai akibat dari penyalahgunaan kekuasaan. KontraS diprakarsai oleh beberapa LSM dan satu organisasi mahasiswa, yakni: AJI, CPSM, ELSAM, KIPP, PIP- HAM, LPHAM, YLBHI dan PMII Badan Pekerja: Usman, Edwin, Sri, Ndrie, Nining, Abu, Victor, Sinung, Haris, Harits, Islah, Papang, Bonang, Helmi, Nur’ain, Bobby, Rintar, Ati, Dini, Guan Lee, Agus, Rohman, Heri. Federasi Kontras Mouvty, Ori, Gianmoko, Bustami, Asiah (Aceh), Oslan (Sumatera Utara), Pieter Ell (Papua). Badan Pekerja Kontras dibantu oleh relawan-relawan yang tersebar di seluruh Indonesia Redaksi Berita KontraS menerima kritik, saran dan tulisan untuk Berita KontraS Berita KontraS Diterbitkan oleh: KontraS (Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan). Penanggung Jawab: Usman Hamid Pemimpin Redaksi: Indria Fernida Redaktur Pelaksana: Hanny Sukmawati, Sidang Redaksi: Haris Azhar, Nining Nurhaya, Edwin Partogi, Ali Nursahid, dan Mufti Makarim. Layout: segitiga.comm Kredit gambar pada sampul : Dokumentasi LPSHAM Sulteng Alamat Redaksi: Jl. Borobudur No. 14 Menteng Jakarta Pusat 10320, Indonesia. Telp: 62-21-3926983, 62-21-3928564 Fax: 62-21-3926821 Email: [email protected], website: www.kontras.org KontraS sebuah lembaga Advokasi, yang berdiri bersama para korban & keluarga korban untuk membela hak asasi manusia dan menentang segala bentuk kekerasan, menerima segala jenis bantuan yang bersifat tidak mengikat dan memiliki konsekuensi dalam bentuk apapun yang akan menghambat, mengganggu dan berakibat pada berubahnya substansi dan atau pelaksanaan visi dan misi organisasi. Bantuan dapat dikirimkan ke rekening atas nama KontraS di BII Cab. Proklamasi No. Rek. 2-072-267196. Atau dapat dikirim langsung ke alamat redaksi. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Nining di 3926983 atau [email protected] 2 Salam Dari Borobudur Kontra S

Upload: hoangtuong

Post on 06-Feb-2018

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Berita KontraS No. 03/V-VI/2005

Poso kembali berduka dan kembali dikoyak bom. Dua buah bom meledak di akhir Mei lalu diPasar Tentena, Poso. Sebuah bentuk kejahatan tanpa mempedulikan rasa kemanusiaan telahdilakukan oleh tangan-tangan manusia lain yang mungkin memang telah mati nuraninya.Telah mati rasa empatinya. Dan kembali darah tumpah di Poso, di tengah upaya untukmembangun perdamaian antar kelompok masyarakat.

Poso yang terus didera pertikaian hampir kurun waktu tujuh tahun, menjadi wacana utamayang diangkat dalam berita utama kali ini. Bukan hanya konflik kekerasan, namun juga korupsidana kemanusiaan semakin menambah derita korban dan menambah warna kelam di Poso.Program pemerintah berupa dana kemanusian bagi sejumlah pengungsi “raib” dikuras olehmanusia-manusia yang rakus. Entah apa dan mengapa, meski sejumlah (tindakan dan solusidikeluarkan untuk Poso), toh hingga kini jeritan dan kekerasan tetap terjadi.

Selain itu, sejumlah konflik dan tindak kekerasan juga berlangsung di berbagai wilayah.Aceh, Kalimatan Tengah, Riau, Lampung dan Papua, jadi gambaran bagaimana kekerasankerap dijadikan alasan demi atas nama kekuasaan dan politik. Rakyat terus menjadi korbankekerasan negara yang tiada akhir.

Sementara, Tim Pencari Fakta (TPF) Munir telah berakhir pada 23 Juni 2005. Sejumlahrekomendasi dan temuan telah diberikan sebagai laporan pada Presiden SBY. Tim khususMabes Polri-pun telah dibentuk di akhir Juni, demi meneruskan penyelidikan kasus ini. Meskikematian Munir sangat bermuatan politis, namun kematian penjuang hak asasi manusia iniharus terus diungkapkan dan dituntaskan, hingga kita tahu siapa otak dari pembunuhan kejiini.

Munir telah menjadi tumbal dari perjuangan hak asasi manusia di Indonesia. Tidak ada kataberhenti untuk mengungkapkan kasus ini. Tidak hanya berhenti di TPF atau berhenti hanyapada tersangka Pollycarpus. Penyelidikan harus didesak terus agar dapat menemukan aktordi balik pembunuhan ini. Komitmen SBY merupakan taruhannya.

Munir terlalu berharga. Maka kematiaannya harus kita hargai, dengan jalan terus berjuangagar keadilan dan hukum ditegakkan. Pengungkapan kasus ini harus menjadi barometer ataspenegakan hukum di negeri ini. Dan kita tetap harus berjuang tanpa henti dan lelah.

Redaksi

KontraS (Komisi Untuk Orang Hilang

dan Korban Tindak Kekerasan)

dibentuk untuk menangani persoalan

penculikan beberapa aktivis yang

diduga berhubungan dengan

kegiatan politik yang mereka lakukan.

Dalam perjalanannya KontraS tidak

hanya menangani masalah

penculikan dan penghilangan orang

secara paksa tapi juga diminta oleh

masyarakat korban untuk menangani

berbagai bentuk kekerasan yang

terjadi baik secara vertikal di Aceh dan

Papua maupun secara horizontal

seperti di Maluku, Sambas, Sampit

dan Poso. Selanjutnya, ia

berkembang menjadi organisasi yang

independen dan banyak berpartisipasi

dalam membongkar praktek

kekerasan dan pelanggaran hak asasi

manusia sebagai akibat dari

penyalahgunaan kekuasaan.

KontraS diprakarsai oleh beberapa

LSM dan satu organisasi mahasiswa,

yakni: AJI, CPSM, ELSAM, KIPP, PIP-

HAM, LPHAM, YLBHI dan PMII

Badan Pekerja:

Usman, Edwin, Sri,

Ndrie, Nining, Abu, Victor, Sinung,

Haris, Harits, Islah, Papang, Bonang,

Helmi, Nur’ain, Bobby, Rintar, Ati, Dini,

Guan Lee, Agus, Rohman, Heri.

Federasi Kontras

Mouvty, Ori, Gianmoko, Bustami,

Asiah (Aceh),

Oslan (Sumatera Utara),

Pieter Ell (Papua).

Badan Pekerja Kontras dibantu oleh

relawan-relawan yang tersebar

di seluruh Indonesia

Redaksi Berita KontraS menerimakritik, saran dan tulisan untuk Berita

KontraS

Berita KontraSDiterbitkan oleh: KontraS (Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan).Penanggung Jawab: Usman HamidPemimpin Redaksi: Indria FernidaRedaktur Pelaksana: Hanny Sukmawati, Sidang Redaksi: Haris Azhar, Nining Nurhaya, EdwinPartogi, Ali Nursahid, dan Mufti Makarim.Layout: segitiga.commKredit gambar pada sampul : Dokumentasi LPSHAM Sulteng

Alamat Redaksi: Jl. Borobudur No. 14 Menteng Jakarta Pusat 10320, Indonesia.Telp: 62-21-3926983, 62-21-3928564 Fax: 62-21-3926821Email: [email protected], website: www.kontras.org

KontraS sebuah lembaga Advokasi, yang berdiri bersama para korban & keluarga korbanuntuk membela hak asasi manusia dan menentang segala bentuk kekerasan, menerima segalajenis bantuan yang bersifat tidak mengikat dan memiliki konsekuensi dalam bentuk apapunyang akan menghambat, mengganggu dan berakibat pada berubahnya substansi dan ataupelaksanaan visi dan misi organisasi. Bantuan dapat dikirimkan ke rekening atas nama KontraSdi BII Cab. Proklamasi No. Rek. 2-072-267196. Atau dapat dikirim langsung ke alamat redaksi.Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Nining di 3926983 atau [email protected]

2

Salam Dari BorobudurKontraS

Berita KontraS No. 03/V-VI/20053

Derita Poso Yang Tak Kunjung Usai

Poso kembali berdarah. Dua ledakan bom berkekuatan high explosive mengguncangTentena, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Sabtu , 28 Mei pagi. Kedua ledakan bom itu

terjadi di Pasar Induk Tentena dan di dekat Kantor BRI Unit Tentena, tepat didepanMarkas Kepolisian Sektor Pamona Utara. Konflik dan segala macam bentuk kekerasanlainnya terus terjadi. Kurun waktu tujuh tahun menjadi bukti potret semua rentetan

kekerasan. Dan korban jiwa terus melayang di Poso, Sulawesi Tengah.

Sabtu pagi di akhir Mei itu, Pasar Induk Tentena tengah dipenuhi warga yang hendak berbelanja. Saat ledakan pertama terdengar, kepanikan luar biasa

melanda warga yang sedang berbelanja. Mendengar ledakanini warga berhamburan keluar pasar.

Saat warga masih panik, dalam waktu 15 menit bommeledak lagi di samping kantor BRI Tentena, yang berjaraksekitar 10 meter dari ledakan pertama. Ledakan bom inipersis di depan Markas Kepolisian Sektor Pamona Utara.Akibat dua ledakan bom tersebut, 22 orang meninggaldunia, sedang jumlah korban yang mengalami luka beratdan ringan tercatat sebanyak 92 orang. Dari keseluruhankorban umumnya anak-anak dan perempuan.

Darah, jerit dan tangis menjadi potret keseharian dan“teman setia” masyarakat Poso, sekaligus pula menjadicatatan buram konflik berdarah yang masih terus ‘hidup’yang bukan hanya di Poso tapi juga di sejumlah daerahkonflik lainnya, seperti Ambon, Aceh, dan Papua.

Ledakan dua buah bom di Pasar Tentena di akhir Mei 2005ini, menambah panjang perjalanan konflik Poso yang telahterjadi sejak 1998. Poso melengkapi babak kelam dalamsejarah manusia di Indonesia. Konflik yang sudahberlangsung hampir tujuh tahun ini tak pernah tuntas.Bahkan terus meluas kebeberapa wilayah sekitarnya sepertiPalu dan Morowali.

Konflik berkepanjangan ini mengakibatkan jatuhnyakorban yang tidak sedikit. Ribuan rumah, termasuk rumahibadah hangus dibakar. Ribuan penduduk-pun terpaksamengungsi. Sementara pertikaian tak pernah tuntas. Selamaitu selalu ada saja peristiwa kekerasan yang muncul, mulaidari penembakan misterius, penculikan, sampai peledakanbom. Sementara di pengungsian derita pengungsi juga takkalah getirnya.

Rekonsiliasi Yang Gagal

Saat kesepakatan damai antar dua pihak yang terlibatkonflik dideklarasikan pada 20 Desember 2001, olehPemerintah yang dikenal dengan Deklarasi Malino UntukPoso (Deklama I), titik terang seakan terpancar untukpertikaian tersebut. Gayung bersambut, perwakilanmasyarakat Poso yang hadir pada pertemuan Malino itumemberi respon positif atas prakarsa damai di bumiSintuwu Maroso, sebuah consience collective yangmenggambarkan kekerabatan warga tanah Poso, karena artiharafia Sintuwu Maroso itu sendiri adalah persekutuanhidup yang kuat. Nilai-nilai kekerabatan itu hadir ketikasuasana warga masih diwarnai oleh harmoni sosial yangpenuh toleransi. Ketika itu warga Poso berharapkesepakatan tersebut dapat terwujud dengan baik.

Harapan tersebut seakan terkubur karena konflik,pertikaian dan kekerasan terus terjadi. Lihat saja sejakDeklama I dideklarasikan hingga Juni 2005, tercatat telahterjadi 166 kali insiden pelanggaran terhadap butir-butirkesepakatan Deklama I. Insiden-insiden ini malah makinmarak mendekati berakhirnya masa operasi pemulihankeamanan sebagai salah satu tindak lanjut Deklama ( lihattabel 1).

Berbagai kasus kekerasan yang terjadi memunculkankembali rasa trauma, saling curiga dan sensitivitas di tingkatmasyarakat. Kondisi ini juga didukung oleh pernyataan-pernyataan aparat keamanan di tingkat masyarakat yangberusaha menimbulkan kesan bahwa akhir dari masapemulihan keamanan merupakan akhir dari keamanan itusendiri.

Sementara itu, berbagai teror dan upaya mengadu dombadilakukan melalui penembakan-penembakan misterius,peledakan bom, bahkan dengan tulisan-tulisan di dinding

BERITA UTAMA

Berita KontraS No. 03/V-VI/2005 4

rumah penduduk yang bertujuan memprovokasi.Peningkatan eskalasi insiden kemudian diikuti denganpermintaan dari pihak TNI-Polri untuk menambah danaoperasional pemulihan keamanan kepada wakil rakyatdi Propinsi Sulawesi Tengah.

Kegagalan Deklama ini bisa dikatakan berakar padabeberapa hal, diantaranya, desain deklarasi itu sendiriyang bersifat elitis, menetapkan ukuran-ukurankeberhasilan pada capaian-capaian kuantitatif, dan saratdengan peluang proyek. Desain tindak lanjut Deklamayang memisahkan komponen pelaksana rehabilitasisosial, fisik dan keamanan seolah membuat ketiga haltersebut menjadi masalah yang tidak saling terkait.Akibatnya, rehabilitasi fisik tidak mempertimbangkankondisi keamanan dan rasa aman. Rehabilitai sosialPeningkatan eskalasi insiden kemudian diikuti denganpermintaan dari pihak TNI-Polri untuk menambah danaoperasional pemulihan keamanan kepada wakil rakyatdi Propinsi Sulawesi Tengah.

Yang tidak ditunjang oleh sebuah kebijakan yangbersifat afirmatif terhadap berbagai gejolak dan insiden,dan upaya rehabilitasi keamanan yang diukur dari jumlahpasukan keamanan, dengan mudah dikalahkan dengantindakan-tindakan teror yang meresahkan. Keamanankemudian seolah-olah menjadi monopoli aparat negara

dagangan.

Tetap Tak Ada Keamanan

Hal lain yang menjadi sangat ironis, karena sejak konflik pecahdi tahun 1998, sampai saat ini masih berlangsung operasipemulihan keamanan dengan sandi Operasi Sintuwu Marosoyang sampai saat ini sudah memasuki tahap ke VIperpanjangannya. Otoritas pelaksanaan Operasi SintuwuMaroso berada di bawah lembaga ekstra teritorial Kepolisianbernama Satuan Tugas (Satgas). Operasi Sintuwu Maroso yangdikelola oleh Satgas merupakan operasi Gabungan antaraKepolisian dengan dibantu TNI.

Pola operasi yang dilakukan adalah dengan membuat pos-pos aparat Kepolisian atau TNI di sepanjang jalan TransSulawesi, di sepanjang pintu masuk desa-desa di Poso dan ditengah-tengah desa. Paska peristiwa penyerangan di BetelemeOktober 2003, Menteri Koordinator Bidang Politik danKeamanan, Susilo Bambang Yudhoyono, memerintahkanuntuk segera digelar Operasi Intelijen di Poso.

Selain itu, saat ini di Poso juga terdapat Pasukan Raider (TNI)sebanyak 1 kompi yang ditempatkan di Pamona Selatan, Poso.Perluasan sistem keamanan juga dilakukan oleh TNI denganmembangun markas Batalyon Yonif 714 Sintuwu Maroso diKecamatan Lage dan Kecamatan Poso Kota, Poso. Selain ituKepolisian juga sudah menempatkan 1 Kompi Brimob

Keterangan

Penyerangan dengan disertaipembakaran rumah-rumahpendudukdan fasilitas umum

Pelaku umumya dilakukan olehkepolisan BKO – Polda Sulteng danMabes Polri

Penyerangan

PenculikanPenangkapansewenang-wenang

PembunuhanPembomanPenembakanPenganiayaanPembakaran

Total

Tabel 1. Tindak Kekerasan dan Pelanggaran HAM Pasca Deklarasi Malino

No.

1.

2.3.

4.5.6.7.8.

Tahun

2002 2003 2004 2005TotalPeristiwa

15

10

41419190

72

11

23

381010

38

1

11

34721

20

0

020

060100

36

27

424

103236321

166

Sumber : Database LPSHAM Sulteng, Juni 2005

BERITA UTAMA

yang kemudian memperlakukannya sebagai barang

Berita KontraS No. 03/V-VI/20055

Organik di Poso Kota. Bahkan setelah sejumlah kekerasanyang terjadi pada November 2004 Kepolisian dan TNImenambahkan jumlah pasukannya. Pasca peristiwapemboman di depan pasar Induk Tentena, pemerintahkembali menambah satuan tugas yang di BKO-kan di Posodengan menurunkan satuan Detasemen 88 khusus antiteror. Gelar operasi intelijen pun terus diperpanjang dariBIN, Kopasus dan Mabes Polri.

Miliaran rupiah sudah habis digunakan untuk operasikeamanan di Poso. Anggaran ini tidak hanya dibebankankepada institusi TNI dan Polri melalui dana dekonsentrasi,tapi juga dibebankan ke Pemda Poso melalui APBD-nya.Namun sayang, operasi keamanan yang telah melibatkanhampir empat ribu personil Polri dan TNI sertamenggunakan dana APBD Poso sebanyak hampir 9 miliarrupiah tetap gagal memberikan jaminan keamanan kepadamasyarakat. Jumlah dana tersebut belum termasuk denganpungutan-pungutan liar, bisnis kayu hitam (ebony), yangdilakukan oleh anggota-anggota Polri dan TNI di levellapangan, secara terbuka.

Dalam banyak hal aparat kemanan dan aparat hukumdisamping gagal memberikan rasa aman, juga gagalmembangun kepercayaan dari dua komunitas masyarakatdi Poso; Islam-Kristen. Pada tahun 2002- Juni 2005 dari166 kasus kriminal di kabupaten Poso, termasuk yangberkaitan dengan kerusuhan, hanya 9 kasus yangditingkatkan proses hukumnya, ke kejaksaan danpengadilan. Dari sisi keamanan terlihat bahwa sepanjang

tahun itu terjadi berbagai kasus kekerasan, diantaranya 36kasus penembakan misterius dan 32 kasus pengeboman.Sementara, akibat tindak kekerasan berupa penyiksaan danperlakuan kejam lainnya yang tidak manusiawi sepanjangtahun 2002-2005 tercatat 79 orang menjadi korban hinggameninggal dunia dan 207 luka-luka. Bahkan dalambeberapa kasus terlihat justru aparat Kepolisian dan TNIyang justru melakukan kekerasan terhadap masyarakat;pemukulan, penembakan, pencurian/penjarahan dan kasuskekerasn terhadap perempuan, penangkapan sewenang-wenang disertai penyiksaan dan stigmatisasi terorismekepada warga.

Korupsi Dana Kemanusiaan

Penyelesaian konflik sosial di Poso tidak pernah tuntas,bahkan semakin meluas dan terkesan dipertahankan.Ditengah pertikaian, konflik dan kekerasan yang terusterjadi, bentuk kejahatan lain pun muncul dan dilakukanoleh tangan-tangan yang tak bermoral dan tak mengenalnurani kemanusiaan. Berbagai kasus penyelewengan danapengungsi yang jumlahnya mencapai ratusan miliar terjadidimana-mana.

Hingga saat ini, diperkirakan lebih dari 20.000 pengungsiakibat konflik sosial di Poso masih berada di barakpengungsian di Tentena. Tidak sedikit juga yang masihmengungsi di luar Sulteng, seperti di Sulawesi Selatan,Sulawesi Utara, dan Pulau Jawa. Hampir dapat dipastikan,kehidupan para pengungsi ini berada di bawah garis

Pasukan

POLDASulteng

BKO

TNI

Jumlah

OPS SM I(6 Bulan)

1/1-30/603KBP.BRIMOB

2178

1016

968

4162

OPS SM II(3 Bulan)

1/7-30/9/03KBP RESKRIM

1765

525

845

3135

OPS SM III(3 Bulan)

1/10-10/12/03KBP BRIMOB

1902

421

900

3223

OPS SM IV(3 Bulan)

1/4-12/704KBP RESKRIM

1692

889

1350

3931

OPS SM V(3 Bulan)

13/7/04-14/1/05AKBP PosoAKBP Mrwl

1737

425

1350

3512

Tabel 2: Data Jumlah Pasukan non Organik Polri dan TNI di Poso

Sumber : Paparan Polda Sulteng pada Dialog Publik, Proyeksi Penegakan Hukum dan Rekonsiliasi di PosoCatatan : angka jumlah aparat keamanan yang di BKO di Poso tidak termasuk jumlah intelijen dari berbagai kesatuan (BIN, Mabes Polri, Kopasus)

BERITA UTAMA

Berita KontraS No. 03/V-VI/2005 6

kemiskinan karena tinggal dirumah tidak layak huni, tanpasumber penghasilan yang memadai, dan tanpa masa depanyang jelas.

Untuk membantu para pengungsi, sebenarnya pemerintahpusat telah mengeluarkan beberapa bentuk programbantuan, seperti Jaminan Hidup, Bekal Hidup, RumahTinggal Sederhana (RTS), dan bahan bangunan rumah(BBR). Selain itu juga terdapat program rekonsiliasi untukPoso, yaitu sebagai tindak lanjut dari Deklarasi Malino Itahun 2001.

Dalam pelaksanaannya, program-program itu dijalankanoleh Departemen Sosial dan Dinas Sosial Poso danKimpraswil. Sedangkan dana rekonsiliasi dan dekonsentrasidikelola oleh Pemprov Sulteg, Pemkab Poso, dan kelompokKerja Malino. Dana yang dianggarkan untuk pemulihanPoso sebesar 54 miliar rupiah.

Untuk beberapa kasus yang ditemui di lapangan dan telahdilaporkan oleh masyarakat dan korban, terdapat manipulasipenyaluran dana bantuan kemanusiaan. Tercatat danabantuan yang tidak tersalurkan (dana Jadup dan Bedup) ke18.700 kepala keluarga (KK) atau 90.330 jiwa. Jika per KKRp. 2 juta lima ratus, maka sebesar Rp 45 juta 175 ribu danaJadup, Bedup atau BBR yang masih belum disalurkan (hasilinvestigasi LPSHAM Sulteng, Juli 2004).

Sementara dugaan korupsi dana Jadup dan Bedup periodesejak Agustus 2003, yang saat ini ditangani Kepolisiandaerah Sulawesi Tengah hanya senilai Rp 1,7 miliar daridugaan sebesar Rp 2,2 miliar. Kasus ini diduga melibatkanKepala Dinas Kesejahteraan Sosial Kabupaten Poso danjejaringnya (kejaksaan, polisi, kepala desa, dan usahawan).

Dari kondisi tersebut terlihat bahwa dari jumlah danapemerintah yang dianggarakan untuk pemulihan konflikPoso baru Rp 2,2 miliar yang diindentifikasikan olehKepolisian Poso. Sementara sisanya sekitar Rp 51,8 miliarmasih tidak jelas nasibnya. Keterangan dari lapangandiketahui bahwa sekitar Rp 45 miliar rupiah hak masyarakatdalam bentu Jadup, Bedup dan BBR masih belum diterimamasyarakat. Ini berarti masih ada 6,8 miliar rupiah yangbelum digunakan, kemana dan oleh siapa?

Selanjutnya, setiap operasi pemulihan keamanan yangdilakukan membutuhkan dana miliaran rupiah. Anehnya,setiap operasi Sintuwu Maroso akan berakhir-misalnyaJanuari 2005 selalu muncul kekerasan baru. Operasi itudiperpanjang dengan mempertahankan atau menambahpasukan. Miliaran rupiah kembali mengalir sebagai bentukpenyelesaian oleh pemerintah.

Ironisnya, ratusan miliar dana di balik program-programitu sama sekali tidak memberikan sumbangsih terhadaprehabilitasi pengungsi dan kekerasan bersenjata terusterjadi dimana-mana. Entah dan mengapa tidak berhenti.

Tidak Mampu Menghentikan

Kondisi Poso sampai saat ini jelas merupakan sebuahpembiaran dan pemeliharaan konflik yang mengakibatkanpenderitaan panjang masyarakat Poso. Rentetan kekerasanterhadap warga Poso yang belum diselesaikan seperti,penembakan misterius, pengeboman, kekerasan aparatterhadap warga Poso dan kekerasan terhadap perempuanseperti perkosaan adalah bukti bahwa Poso belum bebasdari kekerasan.

Anehnya, pola kekerasan tertutup seperti penembakanmisterius dan pengeboman merupakan kekerasan yangintensitasnya cukup tinggi dan terjadi saat dimulainya gelaroperasi intelijen pada Oktober 2003. peristiwa ini kerapterjadi pada waktu-waktu tertentu seperti Lebaran dan Natal.Puncak dari kekerasan yang terus terjadi adalah peristiwaledakan bom di Pasar Tentena pada akhir Mei lalu.

Ironisnya, upaya hukum terhadap tindak kekerasan tersebutsangat tidak berarti. Terbukti beberapa kali pihakkepolisian hanya menerima laporan dari masyarakat dankorban penembakan misterius. Dalam soal pengebomanpihak kepolisian tidak mampu menangkap danmenghentikan/memutus rantai peredaran bahan peledak.Polisi Beberapa kali melakukan penangkapan terhadapseseorang yang dicurigai tetapi kemudian dilepas karenapihak tersebut terbukti bukan pelaku pengeboman.

Rendahnya kemampuan polisi dan aparat negara lainnyayang diperbantukan seperti TNI dan Intelijen dalammengamankan keadaan di Poso menjadi perhatian khususyang sudah sewajarnya, terutama dari kalanganmasyarakat. Lebih parahnya, kerja-kerja keamanantersebut menguras banyak biaya negara atas nama“Pemulihan Poso”. Sampai saat ini telah dilakukanserangkaian biaya operasi keamanan, dari mulai OperasiSintumu Maroso I sampai VI.

Konflik menahun yang terjadi di Poso hanyalah menyisakanpenderitaan warga dan tidaklah berlebihan kalau kiranya dapatdisimpulkan sebagai wilayah yang terus dikonflikkan dengantarget menjadikan wilayah ini sebagai basis militer (kekerasan)dengan perluasan instalasi militer seperti pembentukanBatalyon Infantri 714 Sintuwu Maroso dan Kompi C Brimobdengan alasan keamanan warga. Bukan hanya itu, bahkanpenderitaan warga di Poso terus dimanfaatkan sebagai lahanproyek dan kesempatan bagi pemodal untuk menguasai aset-

BERITA UTAMA

Berita KontraS No. 03/V-VI/20057

aset penghidupan masyarakat secara murah sepertipembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di DesaSulewana, Pamona Utara Poso. Proyek-proyek ini merupakankorporasi terselubung antara militer dan pengusaha yangdidukung oleh penguasa. Selain itu, operasi pemulihan ini telahmenjadi bagian dari dana kemanusiaan untuk Poso yang

berjumlah miliaran rupiah. Selain dana kemanusiaan untukmasyarakat Poso yang harus diambil untuk pengamanan, danakemanusiaan tersebut juga dikorupsi oleh penjabat PemerintahSulteng, Pemda Poso dan Kepolisian. Jelas bahwa adarangkaian kejahatan yang terus memelihara penderitaanmasyarakat Poso dari berbagai sisi, kekerasan dan korupsi.

Menyikapi berlarut-larutnya konflik di Poso, makaKontras, PBHI, LPSHAM Sulteng, RPKP, CC

GKST dan ICW melakukan kegiatan berupa konsolidasidengan korban di Poso untuk memverifikasi data daninformasi data tentang permasalahan yang terjadi dimasyarakat pasca konflik serta memetakan harapan atasterselesaikannya konflik. Rangkaian diskusi komunitasini dilakukan di Kamp. Pengungsi Posunga Tentena,Desa Silanca, Desa Sepe, Desa Toyado, Desa sertaTokorondo, Pentangolemba dan Desa Pinedapa pada19 – 21 Mei 2005. Kegiatan ini ditindaklanjuti denganDiskusi Publik di Poso Kota, pada 23 Mei 2005 bertajukProyeksi Penegakan Hukum dan Rekonsiliasi di Poso.Diskusi ini menghadirkan narasumber, AKBP VictorBatara, Kepala Kejaksaan Negeri Poso, Kepala DinasSosial Kabupaten Poso, Arfiandi, Indria Fernida danSumitro. Diskusi dihadiri oleh masyarakat Poso dankorban pelanggaran HAM di Poso.

Selain itu, bersama dengan 11 orang korban pelanggaranHAM dari Desa Silanca, Desa Tentena, Desa Sepe, DesaToyado, Desa Tokorondo, Desa Matako, DesaWawopada, Desa Pentangolemba dan Desa PinedapaPoso serta dari Palu Sulawesi Tengah, SolidaritasMasyarakat untuk Poso melakukan aksi malamkeprihatinan bagi korban bom Poso di Bundaran HI,pada 31 Mei 2005. Aksi itu diikuti dengan melakukanpertemuan dengan beberapa instansi di Jakarta untukmenggugat penuntasan kasus – kasus pelanggaran HAMdan korupsi di Poso dan Sulawesi Tengah. Beberapainstansi tersebut adalah Komnas HAM, KomnasPerempuan, KPK, Kejaksaan Agung, Komisi III DPRRI, DPD Wilayah Konflik, Menteri Koordinasi Politik,Hukum dan Keamanan, Menteri Perumahan Rakyat danormas agama seperti PGI dan PBNU.

“Menggugat Tanggungjawab Negarauntuk Memenuhi Hak-Hak Korban Konflik di Poso

Berupa Kebenaran, Keadilan dan Pemulihan”

Secara khusus, Kontras, PBHI, LPSHAM Sulteng,RPKP, CC GKST dan ICW menyatakan :

Mendesak Komnas HAM untuk melakukanpenyelidikan atas kasus-kasus pelanggaran HAM diPoso dengan melibatkan Komnas perempuan untukmenyelidiki kekerasan terhadap perempuan di PosoMendesak KPK dan Kejaksaan Agungmenindaklanjuti laporan korupsi dana kemanusiaandi PosoMendesak Komisi III DPR untuk melakukanpengawasan dan koordinasi dengan Komnas HAMdan Kejaksaan Agung dalam menindaklanjuti laporan-laporan yang telah diberikan oleh korban Poso, sertamemanggil Kapolri untuk meminta pertanggung-jawaban masalah keamanan di Poso, segeramembentuk tim audit independen untuk operasikeamanan di Poso, audit dana kemanusiaan,peredaran senjata, amunisi dan bahan peledak di PosoMendesak DPD khusus daerah konflik untukmenindaklanjuti hasil kerjanya dengan melakukanpertemuan dengan Kapolri, Menkopolkam danKepala BINMendesak Menteri perumahan Rakyat untukmengevaluasi dana kemanusiaan perumahan diPosoMeminta para tokoh agama dan organisasi agamauntuk melakukan upaya preventif dan mengajakumatnya untuk tidak terprovokasi atas berbagaiperistiwa kekerasan yang terjadi di PosoMendesak Kapolri untuk melakukan tugaspengamanan secara profesioanal dan terpaduMendesak Presiden dan jajaran pemerintah untukmemberikan hak-hak korban berupa kebenaran,keadilan dan pemulihan (kompensasi, restitusi danrehabilitasi) ***

BERITA UTAMA

Berita KontraS No. 03/V-VI/2005 8

BICARA

Tidak ada yang bisa mengurai mengapa kekerasan di Posohingga kini terus saja berlangsung. Tragedi kemanusiaanitu sudah memasuki tahun ke tujuh dengan kawalan

perasaan terluka yang membuncah. Konflik yang sering dianggapkonflik antar agama ini bermula pada tahun 1998, pernah jedapada tahun 1999. Tapi tahun 2000 ditandai sebagai konflik Posoyang massif sehingga kemanusiaan menjadi terkoyak. Ribuannyawa, rumah ibadah, tempat tinggal dan fasilitas umum ludesoleh amarah. Sepanjang tahun 2001, kehidupan warga di KotaPoso sebagai titik sentral pertikaian, berlangsung bagai api dalamsekam.

Dipermukaan terlihat tenang, namun tiba-tiba aksi-aksi sporadismeletus disana-sini. Wilayah pertikaian tak lagi di pusat kota, tetapitelah bergeser dibeberapa tempat di pinggiran kota. Khususnyadi kawasan Kecamatan Poso Pesisir maupun di sekitar KecamatanLage. Dalam tahun tersebut kedua pihak yang bertikai di Pososudah hancur-hancuran. Kedua belah pihak sudah banyakmeninggalkan duka.

Sepanjang tahun 2001 saban pekan ada-ada saja nyawa orangPoso melayang. Penembak misterius bergentanyangan membidiksetiap warga Poso yang lengah. Pengeboman entah di bus, dipasar-pasar dan tempat terbuka kerap terjadi. Isu penyerangandi dua kelompok sangat santer sehingga kedua kelompok yangbertikai masing-masing mempersenjatai diri. Perang grafiti jugatak terelakkan. Mereka mencoret di dinding rumah yang habisterbakar. Kata-katanya pun mengundang reaksi emosional untukberperang.

Ketegangan memuncak karena milisi sipil dari dua kelompokbertikai secara terang benderang memamerkan diri. Laskar Jihaddari pihak Islam dan Laskar Manguni dari pihak Kristen beraktingdilapangan. Anak muda Poso pun tak segan-segan menentengsenjata rakitan, meski itu disiang bolong. Malam harinya,percobaan bom berdentang nyaring membelah kesunyian.Sepanjang tahun itu kota Poso diliputi suasana perang. Kota Posohanya diisi oleh milisi dan aparat keamanan yang sama-samamenenteng senjata.

Massifnya kekerasan yang terjadi di Poso juga berawal darikeengganan aparat keamanan untuk menyelesaikan tindakan-tindakan kriminal yang terjadi dalam masyarakat, terutama kasus-kasus yang kerapkali melibatkan anggota masyarakat yangberbeda agama dan etnis. Keengganan ini disinyalir berkaitanatau saling mendukung dengan adanya kepentingan-kepentingan

politis elit pemerintah dalam rangka mobilisasi massa untukperebutan jabatan politis.

Dalam kelanjutannya, ada inisiatif pemerintah untuk merancangrekonsiliasi bagi pihak-pihak yang berkonflik dengandideklarasikannya 10 butir kesepakatan yang dikenal denganDeklarasi Malino untuk Poso pada tanggal 20 Desember 2001.

Gayung bersambut, perwakilan masyarakat Poso yang hadir padapertemuan Malino itu memberi respon positif atas prakarsa damaidibumi Sintuwu Maroso, sebuah consience collective yangmenggambarkan kekerabatan warga tanah Poso, karena artiharafia Sintuwu Maroso itu sendiri adalah persekutuan hidupyang kuat. Nilai-nilai kekerabatan itu hadir ketika suasana wargamasih diwarnai oleh harmoni sosial yang penuh toleransi.

Kelihatannya pemerintahan Megawati saat itu menunjukkankomitmennya menindaklanjuti 10 butir kesepakatan Malino Idengan mengutus tiga Menteri dan beberapa pejabat setingkatMenteri ke Poso. Namun bukannya membuat Kota Poso makintenang, karena disaat yang bersamaan, ditemukan lagi mayat yangmenjadi korban.

Saat para menteri itu kembali ke Jakarta, bukannya solusi yangdiperoleh, tapi Kepala Badan Informasi Negara, JenderalHendropriyono yang juga mengikuti kunjungan para menteri ituke Poso, mengeluarkan pernyataan yang cukup kontroversial.Hendro menyatakan kalau didusun Kapompa disekitar pinggirankota Poso terdapat tempat latihan perang pasukan Alqaidahpimpinan Osama Bin Laden. Pernyataan Hendropriyono itubenar-benar menyedot perhatian publik secara nasional daninternasional. Poso tiba-tiba menjadi sebuah titik perhatian dunia,karena disaat yang bersamaan Pemerintah Amerika berusahamengejar seluruh jaringan Alqaidah dimanapun berada. OlehKapolda Sulteng, Brigjend (Pol) Zainal Abidin Ishak pernyataanitu dibantah bahwa tidak terdapat tempat latihan perang-peranganmilik jaringan Usama Bin Laden seperti yang dituduhkan Hendro.

Ditengah suasana konflik Poso yang belum mereda benar,Panglima Tinggi TNI memutuskan untuk menggelar latihangabungan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) pada seluruhelemen pasukan TNI dan Polri di Kabupaten Poso.

Sebagai bentuk implementasi dari 10 Butir kesepakatan MalinoI, Pemerintah kemudian menggelar Operasi pemulihan keamanandengan sandi operasi Sintuwu Maroso dan kini telah memasukitahap ke-VI. Operasi ini terus diperpanjang tanpa evaluasi

Konflik PosoPotret Kegagalan Negara Menegakkan HAM

Syamsul Alam Agus*

Berita KontraS No. 03/V-VI/2005

BICARA

9

menyeluruh oleh Negara setiap 3 atau 6 bulan masa berakhirnya.Melalui operasi Sintuwu Maroso telah ditempatkan 3512 Pasukannon-organik TNI – Polri. Bahkan sejak oktober 2003, ketikaSusilo Bambang Yudhoyono masih menjabat sebagai MenkoPolkam telah memutuskan gelar operasi Intelejen untukmengungkap berbagai peristiwa kekerasan yang terus terjadi diPoso, yang kemudian melebar sampai ke Morowali dan KotaPalu sebagai Ibu Kota Propinsi Sulawesi Tengah. Bukan hanyaintel-intel dari BIN dan Mabes Polri yang terus mengintai Poso,satu regu dari Kopasus juga telah tersebar dibeberapa wilayah diPoso sejak tahun 2000. Sedangkan pada tahun 2004, pemerintahjuga telah merestui pembentukan satu batalyon 714 SintuwuMaroso. Bukan hanya TNI, Polri pun dapat jatah dengandidirikannnya satu kompi Brigade Mobil (Brimob) di Poso.

Harapan warga bahwa melalui kesepakatan Malino I dengansegala bentuk tindaklanjutnya mampu merubah kondisi Poso lebihbaik telah mengalami ancaman kegagalan besar. Ditingkatanlegislatif (DPR-RI) pun telah membentuk tiga kali Panitia Khusus(pansus) untuk Poso, namun tetap sia-sia karena tidak dikuti olehniatan yang serius oleh pemerintah maupun anggota Pansus Posoitu sendiri. Rekomendasi pansus “mandul” karena tidakmenyentuh substansi dari penyelesaian konflik di Poso disamping

Untuk kondisi Poso saat ini, penting adanyapenggalangan kekuatan bersama untukmenggugat tanggung jawab negara dalammemenuhi hak-hak korban Poso berupakebenaran, keadilan dan rehabilitasi.

kekuatan politik dari rekomendasi itu sendiri yang tidak bersifatmengikat.

Badan Intelijen Negara(BIN) pun tak ketinggalanmengambil peran untukmendamaikan Poso.Sekitar akhir April 2005,Syamsir Siregar, KepalaBIN mengundang parapemuka agama danmasyarakat (Islam-Kristen) ke Jakarta untuk membicarakan masa depan Poso yangsudah “berangsur-angsur damai”. Pertemuan terus digelar yangpada akhirnya kedua tokoh agama yang hadir bersepakatmendeklarasikan point-point kebersamaan untuk perbaikansituasi di Poso, antara lain (1) Penghentian Kekerasan di Poso(2) Mengawal proses PILKADA yang aman di Poso dan ke(3) adalah meminta kepada pemerintah untuk secara seriusmengawal proses rekonsiliasi grass root di Poso. Masih dalamperjalanan para perwakilan masyarakat itu menuju Poso, duabom berkekuatan high explosive pada tanggal 28 Mei 2005meledak di depan pasar induk Tentena. Akibat peristiwa ini 22warga meninggal duni dan 92 lainnya luka berat dan ringan.Umumnya korban adalah anak-anak dan perempuan.

Perhatian pemerintah dan dunia internasional seketika tertuju keTentena. Berbagai spekulasi atas peristiwa itu terus bermunculanmelalui media cetak dan elektronik. Mulai dari keterkaitanpengusutan dugaan korupsi dana kemanusiaan untuk Poso sampaipada tuduhan adanya jaringan terorisme internasional di Posopada peristiwa pemboman itu.

Pernyataan-pernyataan itu sulit di buktikan. Yang jelas, sampaisaat ini Kepolisian telah memeriksa 105 warga sebagai saksi dantelah dilakukan penangkapan, penahanan yang disertai peyiksaanterhadap 24 warga di Poso. Bahkan pernyataan Wakil Presiden,Yusuf Kalla yang memberikan dead line kepada kepolisian untukbisa mengungkap pelaku dan motif peristiwa pemboman tidakterbukti. Penangkapan yang disertai penyiksaan terhadap wargatelah terjadi. Pola pengkambinghitaman berulang lagi untuk menjawab“nafsu” sang wakil presiden. Seketika pernyataan-pernyataan itutidak bermakna apa-apa kecuali kegagalan pengungkapannya.

Pemeliharaan kekerasan di Poso juga telah berhasil membalikkanperhatian masyarakat terhadap pembangunan proyek-proyekbesar, hasil koorporasi antara militer dan pengusaha. Proyekpembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di DesaSulewana oleh Bukaka Group (milik keluarga Yusuf Kalla) saatini dalam tahap perampungan dengan melibatkan satuan ArmedTNI (Kodan VII Wirabuana). Paska bom di Tentena juga telahdirencanakan akan dibangun satu batalyon TNI di Tentena yangsaat ini sudah dalam tahap pembebasan lahan-lahan warga didesa Saojo, Pamona Utara.

Konflik perkepanjangan di Poso telah menggambarkan kepadakita bahwa negara telah gagal menghentikan kekerasan, bahkantelah menjadi bagian dari skenario kejahatan terhadap

kemanusiaan.

Untuk kondisi Poso saat ini,p e n t i n g a d a n y apenggalangan kekuatanbersama untuk menggugattanggung jawab negaradalam memenuhi hak-hakkorban Poso berupakebenaran, keadilan danrehabilitasi. Upaya ini harus

diikuti keinginan serius semua pihak termasuk pemerintah untuksegera: (1) mengevaluasi secara menyeluruh operasi pemulihankeamanan termasuk operasi intelijen di Poso karena berlarut-larutnya penderitaan dan berlanjutnya kekerasan terhadap wargadisebabkan ketidakjelasan arah dan koordinasi satuan operasi(TNI, Polri, BIN dan Kopassus) yang ada di Poso. Menjadipenting untuk diperhatikan langkah strategis penghentianperedaran senjata, amunisi dan handak ke Poso (2) Untuk segeramelakukan audit dana kemanusiaan dan operasi keamanan yangselama ini di gunakan untuk Poso. Korupsi yang telah terjadi diPoso juga telah melibatkan aparat Pemda setempat (Provinsi danKabupaten Poso), Polisi, TNI dan usahawan (3) pembentukantim independen untuk pengungkapan kebenaran atas peristiwayang terjadi di Poso (4) penegakan hukum tanpa diskriminasidengan menjunjung tinggi HAM (5) segera merehabilitasi danmendukung upaya rekonsiliasi berbasis pada korban di Poso.

* Direktur Lembaga Pengembangan Studi Hukum dan Advokasi HakAsasi Manusia (LPSHAM) Sulawesi Tengah

Berita KontraS No. 03/V-VI/2005 10

SUARA KORBAN

Poso kembali menangis. Derita warga sipil-punseakan tak berhenti. Jerit tangis terus terdengar,seakan tak kunjung henti. Poso terluka kembali,

saat dua bom meledak di Tentena. Ironisnya, aparatpenegak hukum kembali pula “kebakaran jenggot”. Entahmengapa, pola yang sama terulang kembali. Demi untukmenemukan dengan cepat pelaku peledakan bom, polisisecara membabi-buta mencari, menangkap dan setelahitu melakukan tindak kekerasan terhadap mereka yangmenurutnya (baca: polisi) dicurigai. Dan tangis serta lukaterdengar lagi. Kali ini bukan karena bom, tapi olehtangan-tangan aparat penegak hukum itu sendiri.

Jumeri (23 thn) hanya seorang petani biasa. Rabu (1/6),sekitar pukul 15.00 Wita, saat itu ia sedang berada dikebun membelah coklat (kakao). Tiba-tiba datangbeberapa orang Brimob yang tanpa kejelasanmembawanya ke Pendolo (Ibukota Kecamatan PamonaSelatan, Kabupaten Poso), untuk diinterogasi secarapaksa. Kejadian ini berlangsung pada Rabu (1/6). Belumsempat diinterogasi, tiba-tiba Jumeri mendapat pukulan

Dikubur HinggaDigantung

Agar Mengaku

Saat dibenamkan di tanah, WakapolresPoso, Riky Naldo berada di depannya.Sambil tertawa ia meminta Jumerimengakui semua tuduhan di atas. TapiJumeri tetap tak mengakuinya,lantaran ia memang tak melakukanperbuatan yang dituduhkan.

dan dipaksa mengaku bahwa ia-lah yangmeletakkan bom di pasar Tentena.Karena merasa tidak pernah meletakkanbom itu, Jumeri tidak mengakuinya.

Interogasi-pun tetap dilanjutkan. Kali iniJumeri dipaksa mengaku bahwa dirinyapernah memerangi Mamasa (Mamasaadalah salah satu kabupaten yang pernahmengalami kerusuhan antar warga ditahun 2004-2005). Lantaran merasa tak terlibat, Jumeri-pun tidak mengakuinya. Karena inilah, Jumeri haruskembali menerima pukulan yang bertubi-tubi dari petugaskepolisian Mabes Polri.

Kamis malam, Jumeri dititipkan di Polsek PamonaSelatan. Entah mengapa, siang harinya Jumeri dibawa kekebun, katanya harus membantu mencari Pak Tayib. Tiba-

tiba ia diberi cangkul dan disuruh menggali tanah. Jumerihanya mampu melaksanakan perintah itu tanpa tahu untukapa. Sampai kedalaman sekitar satu meter, Jumeri disuruhmasuk. Tapi karena ia menolaknya, Jumeri dipaksa masukdengan cara ditendang. Setelah itu ia ditimbun sebatasleher dan diberi rica (cabe) dan dipaksa memakannya.Tak selesai penyiksaan itu, kepala Jumeri dipukul dengancangkul dan Jumeri-pun diancam akan ditembak dikepala.

Tawa Wakapolres

Jumeripun bertutur, saat dibenamkan di tanah,Wakapolres Poso, Riky Naldo berada di depannya. Sambiltertawa ia meminta Jumeri mengakui semua tuduhan diatas. Tapi Jumeri tetap tak mengakuinya, lantaran iamemang tak melakukan perbuatan yang dituduhkan.Bahkan, menurut Jumeri, tiba-tiba Wakapolres sendiriyang memukul kepalanya dengan cangkul sambil terusmenimbun dirinya. Jumeri ingat, di kepalanya ada empatmoncong senjata dalam posisi siap tembak.Lalu iadiperintahkan bangun, tapi Jumeri tak mungkin bisabangun karena ia sudah ditimbun tenggelam dan tak bisabangun. Pada saat itulah tiba-tiba ada Pak Saidi (wargalain) yang menyaksikan peristiwa ini.

Mungkin karena ada Pak Saidi, setelah 30 menit timbunanJumeri digali. Tapi penyiksaan itu belum berhenti, karenasetelah itu Jumeri direndam di sungai yang berada disekitar lokasi kebunnya. “Saya direndam lalu dinaikkan.Terus berulang sebanyak empat kali. Setelah itu sayadibawa pergi. Tapi sepanjang jalan saya dipukuli oleh

Wakapolres Posodengan tangan.Setelah itu sayaditaruh di PolsekPamona Selatan diPendolo dan Jumatm a l a mdibe rangka tkanke Polsek Poso.D i s i n i s a y a

diborgol sampai jam empat subuh, lalu jam lima kamidiberangkatkan ke Polres Poso,”ungkap Jumeri.

Selama dalam interogasi di Polres ini, Jumeri terus dipaksa,disertai dengan pukulan bertubi-tubi untuk mengakuibahwa ia yang meletakkan bom di Tentena dan bahwa iajuga terlibat dalam kerusuhan Mamasa. Tapi Jumeri tetaptidak mengakui semua perbuatan yang dituduhkan

Berita KontraS No. 03/V-VI/2005

SUARA KORBAN

11

tersebut (karena memang ia tidak melakukannya).Perlakuan dan penyiksaan ini harus Jumeri terima siangsampai subuh. Selain pernah menerima pukulan dengankayu, Jumeri-pun pernah digantung. Waktu itu Jumeridigantung di Pendolo, dengan kaki diatas dan kepaladibawah. (Jumeri di gantung tepat di Hotel Mulia Pendolo.Jumeri mengaku ia juga harus menerima pukulan dari 15intel saat itu. Jumeri sendiri dapat menandaikan merekaintel karena ia sendiri sering melihatnya).

Kini Jumeri memang telah dibebaskan. Selama hampir10 hari Jumeri harus menerima perlakuan tidak manusiawidan dirampas hak-haknya dalam mendapatkan perlakuanhukum yang tidak adil dari petugas. Jumeri mungkinhanya salah satu dari warga lainnya yang harus menerimaperlakuan kekerasan dari aparat hukum, yang jelas-jelasmerupakan pelanggaran HAM. Padahal Jumeri hanyapetani biasa. Petani di Poso yang terus dilanda konflikhingga kini.***

Malam, Selasa itu, lelaki tamatan STM ini seperti adafirasat. Ia merasa tidak tenang. Ayah dari seorang putra

yang belum genap berumur dua tahun ini, seperti merasa akanada sesuatu. Meski ia tidak tahu kegelisahannya mengapa,Yamin, mencoba tidak terlalu mengikuti perasaannya. Iamenyakini dirinya bahwa tidak ada yang akan terjadi, karenaselama hampir lima tahun bekerja di kapal, ia tidak pernahmengalami insiden apapun.

Namun, kegelisahan dan feeling itu makin bertambah ketikaseminggu setelah berangkat dari Pulau Tarakan, Kalimantan,memasuki perairan Malaysia. Ia dan enam kru kapal termasuksang kapten, sudah harus mendapatkan pemeriksaan dandirazia sampai dua kali. Pemeriksaan yang dilakukan agaknyadikaitkan dengan masalah Ambalat. Razia dua kali itu terjadipada hari yang sama, yakni pada hari Rabu, 30 Maret 2005..

Tak lama lepas dari pemeriksaan razia, saat berada di pulauMenangki, tiba-tiba sebuah speed boat berkecepatan tinggitelah menempel kapal mereka dari arah seberang kanan.Waktu diteropong mereka mengira rombongan tersebut polisi,karena mengenakan baju tentara/loreng. Tapi setelah kapaldekat, baru mereka sadar kalau enam orang penumpang speedboat itu bukanlah polisi meski semuanya bersenjata lengkap.“Setelah mempet, dua orang naik ke kapal. Merekamenggunakan bahasa Inggris dan bahasa Taose. Tiba-tibamereka bertanya pada Erik, muslim atau Kristen. Erikmenjawab non muslim. Lalu mereka mencari kapten,Resmiadi. Tak lama mereka menunjuk saya, Erik dan kapten,sambil berkata…you..you…go. Saya sempat pula ditanyamuslim atau bukan. Saya menjawab muslim dan mereka

Bersama dua rekan lainnya, Yamin Labuso, Erikson Hutagaol, Resmiadi, disandera olehkelompok Abu Sayyaf Philipina,saat berada dan berlayar di perairan Malaysia. Selama

lebih dua bulan, Yamin dan dua rekan lainnya, berpindah-pindah tempat dari satu pulauke pulau lainnya. Tekanan dalam tangan sandera, ditambah tidak ada kabar apakah

akan dibebaskan atau tidak, membuatnya frustasi dan nyaris putus harapan. Ketika iaberhasil dibebaskan, Yamin tetap merasa sangat sedih. Karena, sang kapten, Resmiadi,

belum dapat dibebaskan hingga kini.

Berharap Kapten Cepat Bebas

menyuruh saya mengucapkan dua kalimat syahadat. Anggotalainnya langsung naik. Mereka menodongkan senjata, danmenyandera serta membawa kami menuju speed boat. HP,dompet, serta lainnya, diambil semua oleh mereka,” ujarYamin.

Dengan sembilan orang berada di speed boat, siang itu, Yamindan dua rekannya dibawa berlayar. Baru saat magrib merekatiba di sebuah pulau, lalu makan, mengisi bensin, dan kembalimelanjutkan perjalanan. Rombongan ini tiba di pulau lainnya.Di Pulau ini mereka menetap selama dua hari.

Mulai saat itulah Yamin harus mengikuti rute mereka.Berpindah-pindah dari satu pulau ke pulau lainnya. Selamaberada dalam sandera, Yamin masih diperlakukan dengan baik.Apapun yang mereka makan, pasti mereka-pun diberi. Meskikadang mereka hanya makan sekali dalam sehari atau bahkantidak sekalipun. Kelapa dan bubur jadi santapan makananmereka. Malam menjelang, Yamin hanya dapat tidur di tanahatau menggunakan alas daun kelapa, sedang para penyaderatidur di interval. Untuk pakaian, Yamin hanya bisa pasrahdengan baju satu-satunya yang masih melekat di badan.

“Sejak berpindah-pindah itu perasaan saya selalu ketakutandan tidak pernah tenang. Kalau pun bisa tidur paling-palinghanya tidur ayam. Saya sempat juga menderita sakit diare.Rasa takut dan putus asa terus ada di diri saya. Awalnya,setelah beberapa hari diculik ada berita di radio. Dari situsaya tahu kalau mereka meminta tebusan sebanyak 3 jutaringgit untuk kami bertiga. Tebusan itu mereka minta padabos kami. Ternyata, mereka awalnya ingin mencari sandera

Berita KontraS No. 03/V-VI/2005 12

SUARA KORBAN

China atau Malaysia, karena mereka anti Malaysia. Merekameminta tebusan sebagai dana untuk pejuangan yang sedangmereka lakukan. Mereka mengatakan berjuang agarmerdeka. Maka tebusan itu sangat mereka butuhkan,” kataYamin.

Tekanan Bertambah

Selama 40 hari, Yamin masih bersama-sama kapten untukakhirnya dipisahkan. Pertemuan terakhir dengan kapten, iamasih sehat. Mereka harus selalu berpindah-pindah, palinglama hanya dua hari menetap di satu tempat/pulau. Kadang-kadang tekanan makin terasa ketika para penyaderamengatakan, tidak yakin apakah mereka bisa pulang atautidak, bila uang hasil tebusan tidak diberikan.

“Saya hanya bisa berdoa. Sempet putus harapan dan sangatfrustasi di satu bulan pertama karena tidak ada berita. Yangkami tahu, bos kami tidak punya uang dan tidak sanggupmembayar tebusan tersebut. Waktu masih bertiga kami masihbisa saling menguatkan. Tekanan itu benar-benar menyiksa,terlebih lagi Erik. Ia lebih sering diancam, mau dipotonglehernya atau ditembak karena ia bukan muslim. Saya puntidak ingat tanggal dan hari lagi. Saat telah dipisahkan dengankapten, bila saya dengan Erik duduk berdua langsungdipisahkan. Mungkin mereka takut kami mengatur siasat.Ya..mereka rata-rata baik. Tapi karena ingin merdeka dan

Saya stres kalau sering ditanya detil, sepertimembuka kisah yang ingin saya lupakan.Terlalu mengerikan kalau saya ingat. Kadangsaya sering menangis, sering mimpi danmasih belum bisa tidur nyenyak.

demi perjuangan,maka kadang merekasangat keras padakami,” ucap Yamin.

Takala teringat anakyang baru berumurdua tahun, dan bilarasa kangen begitumenderanya, Yamin hanya bisa menangis mengingat anak danisterinya yang berada di Bali. Ia menikah saat tugas dansinggah berlayar di Bali, empat tahun lalu. Namun, semuakerinduan itu hanya mampu ia simpan dalam dirinya. Dan,keadaan ini membuatnya kian terasa tertekan.

Hari terus berjalan. Ternyata dalam rombongan tersebut adasatu orang intelinjen yang menyamar. Intel dari tentaraPhilifina ini menyamar selama 10 hari dalam pasukanpenyadera. Yamin, bertutur, sehari sebelum bebas, dia(intelijen) ini mendekati dirinya dan mengatakan bahwa nantiada tentara Philipina yang akan membebaskannya. Merekaakan datang sekitar jam 12 malam. Intel ini mengingatkannyaagar keluar saat peyerbuan. Bila Yamin dan Erik tidak keluar,maka ia tidak akan bertanggungjawab. Sorenya, malamsebelum lari mereka sudah mengatur siasat, Intel ini jugamengingatkan agar jangan sampai tertidur. Bagi Yamin proses

pembebasan waktu yang paling menegangkan, karena disitulahhidup dan mati dirinya. Bila berhasil lolos maka mereka bisaterus hidup.

“Penjaga saya ada dua orang. Yang satu sudah tidur. Lalusaya beralasan ingin buang air besar. Penjaga lalumengatakanya cepat. Saat itulah saya lari dan terus berlari,ternyata Erik sudah menunggu di bawah bersama intel. Lalukami bertiga lari dan berlari. Belakangan saya baru tahu kamidibebaskan tentera Philipina. Saat pertama bertemu, pasukantentara Philipina mereka sempat menodong. Merekamenanyakan apakah saya benar Erik dan Yamin. Kami jawabya. Lalu kami ikut satu pasukan, sedang pasukan lain sayatidak tahu pasti, tapi kelihatannya mereka menyerbu. Kamiberlari dari jam 12 malam hingga pukul 6 pagi. Selanjutnyamenneruskan perjalanan bersama tentara keluar masuk hutan,turun gunung. Sampai ke markas pukul 6 pagi. Dari situ kamiditerbangkan dengan helicopter ke Sambuarga. Hinggaakhirnya kami bebas tepatnya pada tanggal 12 Juni dandipertemukan dengan perwakilan dari Indonesia oleh tentaraPhilipina,” tutur Yamin.

Meski kini Yamin sudah bebas, ia masih sangat sedih karenahanya ia dan Erik yang bisa dibebaskan. Sang kapten belumbisa bebas karena saat pembebasan kapten kapal sudahdipisahkan dari rombongan besar tempat ia dan erik disekap.Tapi, Yamin masih yakin tentara disana bekerja keras mencari

dan berusaha membebaskan kapten.Dirinya dan Erik sangat berharap agarkapten dapat segera dibebaskan.Beberapa hari setelah bebas, iabertemu dengan orang tua kapten.Saat itu Yamin hanya mampumengatakan agar mereka sabar danberdoa,agar kapten cepat bebas.“Sekarang saya mau istirahat dulu, dua

atau tiga bulan ini. Saya stres kalau sering ditanya detil, sepertimembuka kisah yang ingin saya lupakan. Ter lalumengerikan kalau saya ingat. Kadang saya ser ingmenangis, sering mimpi dan masih belum bisa tidurnyenyak. Ya karena selama disandera, kami selalu ditekandan berada dalam situasi tekanan yang begitu tinggi.Ditakut-ditakuti. Semuanya butuh waktu. Saya masihtrauma, tapi masih ingin kerja di kapal. Tapi kalau kapallewat disana, saya tidak mau. Sekarang ini saya mauketemu isteri dan anak saya di Bali, baru ke Tertanebertemu ibu dan keluarga disana. Sekarang hanya inginmemikirkan keluarga dulu. Saya akan berusaha bekerjalagi nanti bila semua sudah sedikit tenang. Karena sayapunya cita-cita, untuk menyekolahkan anak saya setinggimungkin dengan kemampuan saya. Saya juga inginmengucapkan terimakasih pada Kontras karena saya tahuKontras punya adil besar dalam pembebasan saya ini,”ujarYamin mengakhiri wawancara.***

Berita KontraS No. 03/V-VI/200513

JEJAK SANG PEJUANG

Meski terus terhadang oleh sejumlah kendala, pengusutankasus pembunuhan Munir oleh TPF, di awal Mei lalu,tepatnya (09/5) akhirnya berhasil meminta keterangan

mantan Sekretaris Utama BIN Nurhadi Djazuli. Pertemuan iniberlangsung selama dua jam di Sekretariat TPF di Kantor KomnasPerempuan, Jakarta Pusat.

Hasil pertemuan yang berlangsung sangat tertutup itu, semakinmemperkuat keyakinan TPF adanya anggota dan mantan anggotaBIN yang terlibat. Hal ini bisa menjadi pintu masuk untuk menelusurifakta-fakta tentang dugaan yang telah dimiliki TPF berkenaandengan adanya indikasi tersebut.

Sedang pada tanggal (11/5) TPF kembali melaporkan hasilpenyelidikan yang telah dilakukan kepada Presiden SBY di IstanaNegara. Dalam pertemuan itu, Presiden mengharapkan agarhambatan yang selama ini dialami oleh TPF dapat dieliminir.Presiden juga meminta TPF Munir lebih mengefektifkan danmeningkatkan koordinasi serta kerjasama antar instansi terkait untukmendapatkan hasil yang lebih signifikan.

Menanggapi kendala yang ditemui oleh TPF, Presidenmenyampaikan agar pejabat atau instansi terkait mendukungsuksesnya pekerjaan TPF. Presiden mengingatkan, TPF dibentukberdasarkan Keppres, sehingga diharapkan tidak ada hambatandan kendala untuk mengungkapkan kasus meninggalnya Munir.Usai pertemuan, Presiden memanggil Menkopolhukam WidodoAS, Menkumham Hamid Awaluddin, serta Jaksa AgungAbdurrahman Saleh. Pemanggilan ini dilakukan untuk lebihmeningkatkan efektifitas penegakan hukum, termasuk untukmembantu proses penyelesaian perkara Munir itu sendiri.

Sementara itu Nurhadi Djazuli, mantan sekretaris Badan IntelijenNasional (BIN) (11/5) menjalani pemeriksaan sebagai saksi diMabes Polri. Sebelumnya Nurhadi (9/5) lalu juga diperiksa olehTPF. Menurut Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim)Mabes Polri, Komjen Pol Suyitno Landung, pemeriksaan itudilakukan sehubungan dengan keterkaitan Nurhadi dengantersangka yang sudah ditetapkan, Pollycarpus Budiharjo, pilotGaruda Indonesia.

Minggu kedua Mei (12/5) TPF mendatangi kantor BIN untukmemeriksa sejumlah dokumen terkait dengan prosedur dan aturandi lembaga telik sandi tersebut. Pemeriksaan ini dilakukan untukmencari data yang terkait dan dibutuhkan bagi pengusutankematian Munir.

Penahanan Polly Diperpanjang

Penahanan Pollycarpus tersangka pembunuh Munir diperpanjang30 hari (17/5). Hal itu dilakukan karena Pollycarpus masihdibutuhkan keterangannya untuk membongkar kasus pembunuhantersebut, selain itu, berkasnya belum lengkap. Menurut Irjen PolAriyanto Anang Boediharjo, Divisi Humas Mabes Polri, statusPollycarpus adalah tahanan pengadilan.

Usman Hamid (anggota TPF) mengatakan, perpanjangan masapenahanan Pollycarpus harus dilakukan karena terkait erat denganjaminan keselamatan jiwa Pollycarpus sebagai tersangka sekaligussaksi kunci, yang keterangannya dapat mengungkap siapa otakpelaku pembunuhan Munir. Akan ada resiko besar yang bisadihadapi oleh Pollycarpus, dengan statusnya sebagai saksi sentraljika ia dilepaskan. Penyelidik Polri pada (17/5) meminta keterangandari mantan pejabat BIN Muchdi PR. Muchdi dimintai keterangansebagai saksi.

Lambannya penyelidikan kasus Munir ini membuat ssejumlah LSMmerasa prihatin. Forum Solidaritas Pembela HAM Indonesiamenilai bahwa Polri lamban dalam menangani kasus kematianMunir. Padahal hal ini akan bisa berdampak buruk secara politisdan merugikan Presiden SBY, yang juga sudah berkomitmenmengeluarkan Keppres No.111/2004 tentang pembentukkan TPFMunir. Akan tetapi, rekomendasi TPF sering tidak dijalankan olehPolri.

Dalam pernyataan sikapnya, mereka meminta Presiden mampumenindak tegas aparatnya yang mencoba menghambat kinerja TPFMunir. Polri juga didesak agar tidak ragu-ragu menyelidiki paraanggota BIN yang diduga terlibat walaupun harus berhadapandengan unsur-unsur TNI dan polri, baik yang masih aktif maupunpurnawirawan.

Terus Berjuangdi Samping Tim Penyidik Baru Polri

Masa kerja TPF Munir telah berakhir pada 23 Juni lalu. Tim penyidik Polri-pundibentuk. Mantan Ketua TPF Bridjen Marsudhi diangkat kembali menjadiKetua Tim Khusus yang beranggotakan 30 orang dari berbagai unsur Polri.

Presiden SBY berjanji akan menuntaskan kasus ini. Kita lihat dan jangan lengahmenagih janji tersebut, sambil terus berjuang agar kasus ini dituntaskan dan

otak pelakunya ditangkap dan diadili.

Berita KontraS No. 03/V-VI/2005

Wakil Ketua TPF Munir, Asmara Nababan seusai bertemu denganPresiden (18/5) mengatakan bahwa hubungan antara Penjabat BINdan Pollycarpus terus dipersoalkan. “Yang kami laporkan padaPresiden, adanya kontak antara Pollycarpus dengan seseorang BINbeberapa kali. Itu kontak yang menandakan adanya hubungan yangselama ini dibantah. Tetapi, siapa orang itu? Itu yang harus kitaletakkan secara hati-hati agar tidak menimbulkan sangkaan danmemojokkan atau mengkambinghitamkan BIN sebagai institusi,”ungkap Asmara.

Dari data yang ditemukan, kontak itu ada melalui telepon, dimananomor telepon yang tercatat adalah telepon BIN dan nomor pejabatBIN. Sedangkan Presiden SBY meminta TPF memberikanrekomendasi kepada penyidik agar temuan-temuan itu ditindaklanjuti.

TPF Munir (18/5) untuk kedua kalinya, memeriksa mantanSekretaris Utama BIN Nurhadi Sjazuli. Pemeriksaan berlangsungselama empat jam di Gedung Pusat Pendidikan dan LatihanDepartemen Luar Negeri.

Pertemuan ini dilakukan karena TPF menilai, pihaknya tidak puasdengan jawaban-jawaban yang diberikan Nurhadi atas 10-15pertanyaan yang diajukan. Usmad Hamid mengatakan, sulitmendapat keterangan rinci yang dibutuhkan TPF Munir. JawabanNurhadi malah semakin memunculkan banyak pertanyaan lain yangharus ditindaklanjuti.

terkesan bahwa dokumen yang diberikan itu baru dibuat/isinyaterasa sumir. Untuk itu, TPF mengharapkan perhatian DPR untukmendorong agar apa yang telah disepakati pimpinan BIN denganTPF juga dapat diimplementasikan stafnya. Belajar dari kasus ini,TPF juga mengusulkan DPR untuk merestrukturisasi lembagaintelijen, termasuk soal pertanggungjawaban yang ketat atas sebuahoperasi intelijen.

Sebuah “permainan sandiwara” lain dipertunjukan oleh MantanKetua BIN Hendropriyonopriyono di akhir Mei (29/5).Hendropriyono mengadukan dua anggota TPF Munir, UsmanHamid dan Rachland Nashidik ke polisi. Kedua anggota TPF inidilaporkan karena telah menyebarkan fitnah, mencemarkan namabaik, dan melakukan perbuatan tidak menyenangkan.Hendropriyonopriyono datang ke Kantor Badan Reserse KriminalKepolisian RI bersama sejumlah penasehat hukumnya. Salah satuhal yang membuat Hendropriyono merasa difitnah adalahpernyataan Usman dan Rachland di media yang menyebutkanbahwa ia tinggal di Amerika Serikat dan seolah-olah menghindaripertemuan dengan TPF.

Sementara itu TPF Munir mempersilakan mantan Kepala BINAM Hendropriyono melanjutkan pengaduan dan gugatannyake kepolisian terkait tuduhan pencemaran nama baik, fitnah,dan perbuatan tidak menyenangkan. Gugatan itu selain dinilai

JEJAK SANG PEJUANG

Untuk itu, TPF Munir akanmenindaklanjutinya ke dalamtiga tahapan. Tahap pertama,mendalami keterangan-keterangan Nurhadi. Tahapkedua, meng- cross-checkseluruh keterangan Nurhadi,baik pada pemeriksaanpertama dan kedua, dengansaksi lain, informasi, danpetunjuk lain yang dimilikiTPF Munir, termasukdibandingkan denganketerangan Nurhadi ketikadiperiksa di kepolisian.

Merasa Dihambat BIN

Sementara itu TPF juga menilai bahwa BIN tidak kooperatif dalampengungkapan kasus terbunuhnya Munir. Dalam menjalankan tugas,tim yang dibentuk lewat keputusan Presiden itu menghadapiperlakuan yang dinilai menyulitkan dari BIN.

Hal ini diungkapkan oleh pihak TPF saat bertemu dengan TimMunir DPR (19/5). Dalam pertemuan yang dipandu Wakil KetuaTim Munir DPR Slamet Effendy Yusuf itu, juga mengemukakendala anggaran dana karena anggaran dari pemerintah yang jugabelum turun untuk tim TPF ini.

Dalam hubungannya dengan BIN, TPF merasa menemui sejumlahhambatan, diantaranya untuk mendapatkan dokumen serah terimajabatan mantan Sekretaris Utama BIN Nurhadi Djazuli, yang

tidak bersifat esensial, jugatidak berpengaruh padakerja penyelidikan TPF.Bahkan, TPF tetap akanberencana memanggilHendropriyonopriyono.

Rachland mempertanyakanm a t e r i p e n g a d u a nHendropriyonopriyono,karena bila yang dipersoalkanadalah pernyataan yangm e l a n s i rHendropriyonopriyonotinggal di Amerika Serikat, disejumlah media massa, hal itucukup bisa dijelaskan tanpa

perlu mengadu ke kepolisian. Atau, jika Hendropriyonopriyonomerasa dengan penyebutan namanya di media massa menciptakankesan dirinya menolak diperiksa TPF, Rachland menilai hal seperti ituselain kekahwatiran Hendropriyonopriyono pribadi, juga bisa dijawabdengan cara hadir di pemeriksaan ketika TPF telah menentukan jadwalpemeriksaan.

Sedangkan Usman Hamid mengatakan, selama ini sikap terbukaTPF terhadap pertanyaan media massa merupakan bentukpenghormatan terhadap prinsip keterbukaan serta hak publik untuktahu. Kecuali tentunya, untuk informasi yang bersifat subtantif dantidak bisa dibuka untuk publik karena akan berpengaruh padajalannya proses penyelidikan.

14

Aksi demo di depan Istana Negara. (Dok. KontraS)

Berita KontraS No. 03/V-VI/2005

Janji Kapolri

Pada (2/05) TFP mengundang dua orang kru Garuda, OedyIrianto dan Yeti Susmiarti, yang sebelumnya ditetapkan sebagaitersangka oleh polisi. Kedua awak kru Garuda ini sengaja diundangkarena TPF belum pernah mendengar langsung keterangan darimereka berdua. Materi pokok pertanyaan yang diajukanmenyangkut dugaan adanya penumpang gelap dalam pesawatgaruda nomor penerbangan 974 yang ditumpangi Munir pada 6September 2004. Saat diperiksa polisi pada (5/04), Yetty mengakubahwa penumpang kelas bisnis sebenarnya 15 orang, bukan 14orang seperti yang tertulis di manives (daftar penumpang pesawat).

Sementara itu, janji Kapolri untuk serius menyelesaikan kasuspembunuhan Munir ibarat titik terang lain yang diharapkan akansangat membantu mempercepat terungkapnya kasus ini. KapolriJenderal Da’i Bachtiar berjanji pula aka menindaklanjuti semuarekomendasi TPF Munir yang jalan di tempat. Rekomendasi ituantara lain menyangkut rekonstruksi dan penetapan direksi Garudasebagai tersangka.

Penyataan ini disampaikan Ketua TPF Munir Marsudi Hanafi usaimenemui Kapolri di Mabes ABRI. Menurut Marsudi, Kapolrijuga berjanji untuk memangkas birokrasi yang bisa menghambatselesainya penyelidikan. Janji Kapolri lainnya, akan segera memeriksasiapa saja yang diduga terlibat atau patut diminta keterangannya,termasuk pula anggota BIN. Lebih lanjut Kapolri meminta agarwaktu TPF yang tersisa sekarang dapat lebih meningkatkankerjasama secara maksimal dengan penyidik.

Sedang menanggapi pernyataan apakah penyidik merasa takutuntuk menyelidiki orang-orang tertentu dalam kasus Munir, Kapolrilangsung mengatakan bahwa polisi merupakan penegak hukumdan pemberi rasa aman kepada masyarakat. Karenanya, polisitidaklah mengenal yang namanya rasa takut. Termasuk pula adanyasejumlah ancaman dalam menjalankan tugas, namun polisi tetapharus menjalankan tugasnya secara profesional.

Di awal Juni, TPF kembali menemui kendala karena gagal memintaketerangan dari penjabat dan mantan Sekretaris Utama BINSuparto dan Nurhadi Djazuli untuk diperiksa di kantor SekretariatTPF Munir di Gedung Komnas Perempuan. Alasan kedua pejabatini, karena tidak setuju dengan lokasi pertemuan.

TPF yang diwakilki oleh Usman Hamid menolak jika pembatalanitu dilakukan terkait dengan sikap dan penolakan mantan kepalanBIN Hendropriyonopriyono. Meski demikian, Usman berharapBIN sebagai institusi bisa tetap bersungguh-sungguh bekerja samadan bersikap kooperatif terhadap kerja TPF di sisa waktu kerjanya.

Sementara itu sejumlah LSM megecam sikap dan pernyataan AMHendropriyonopriyono. Menurut Direktur Eksekutif PBHIJohnson Pandjaitan, sikap Hendropriyono itu tidak pantas dansangat melecehkan kinerja dan kredibilitas TPF Munir. Kecamanaktivis LSM itu merujuk pada wawancara khususHendropriyonopriyono dengan Metro TV. Dalam wawancaratersebut Hendropriyono menilai, TPF tidak profesioanl, tidakcermat dan tidak sopan. Bahkan, Hendropriyono menyebut TPFsebagai “hantu blau”. Hendropriyono juga mengakui, TPF sudahmengirim surat undangan kerumahnya, tapi dirinya tidak akan

datang. Hendropriyono bersedia datang ke pemeriksaan jikadipanggil polisi.

Sikap Hendropriyono ini, menurut Johnson, merupakan upayapengalihan dan menjadikan pemeriksaan sejumlah anggota BIN,termasuk dirinya, sebagai masalah pribadi, bukannya masalahpublik. Untuk itu, diharapkan semua aparat hukum berhati-hatiterhadap manuver Hendropriyono. Karena dikhawatirkan ini telahmenjadi pola, menarik masalah publik menjadi masalah pribadidan menggunakan hukum untuk mengintimidasi. Karenanya, bilaterpancing dengan manuver tersebut, aparat akan cenderungmendahulukan menyelesaikan pengaduan Hendropriyono daripadamengungkap pembunuh Munir.

Teror Tiada Henti

Sementara aksi teror terus dilakukan terhadap isteri Alm. Munir,Suciwati. Teror yang disampaikan melalui suarat itu menyebutkanbahwa Suciwati akan diculik dan dibutakan matanya. Surat ancamanitu dikirim ke Kantor KontraS di Jl. Borobudur, Jakarta Pusat. Suratteror itu ditulis dengan tangan, dan bercap pos Ende, Flores, NusaTenggara Timur. Pengacara keluarga Munir, Iskandar Sonhaji Iskandarmenegaskan teror tersebut telah dilaporkan kepada Mabes Polri.

Selain Suciwati, teror serupa juga diterima oleh Usman Hamid(Koordinator KontraS/Sekretaris TPF). Dalam ancamannya,peneror minta penyelidikan terhadap kasus Munir dihentikan. Penerorjuga mengancam telah menyediakan dana sekitar Rp.250 juta untukmenculik Usman dan Rp.215 Juta untuk menculik Suciwati.

Teror melalui telepon juga menimpa keluarga staf sekretarisKontraS, Heryati. Sang peneror yang mengaku kawan dekat I KetutMurtika, Direktur HAM pada bagian Pidana Khusus KejaksaanAgung menanyakan telepon rumah Usman Hamid, Suciwati, sertanomor telepon rumah Heryati sendiri. Ternyata sang penerormenelpon rumah Heryati dan mengatakan kepada orang tuanyabahwa ia telah menyediakan uang Rp 200 juta untuk mencelakandan membutakan mata Heryati. Teror lewat telepon denganancaman pembunuhan kepada Usman juga diterima oleh IrtaSumirta, Keamanan Kontras. Bahkan teror pembunuhan lewatmembutakan mata juga ditujukan kepada Irta itu sendiri selakupenerima telepon.

Suciwati Kampanye Keluar Negeri

Sementara itu, Isteri Almarhum Munir (5/6) memulai kampanyeke luar negeri. Suciwati akan berkampanye ke beberapa kota diAmerika dan Eropa untuk mencari dukungan dalampengungkapan kasus pembunuhan terhadap suaminya ini. Suciwatididampingi oleh Mouvty Makarim, Presidium Federasi KontraS.Suciwati datang ke Atlanta, Amerika Serikat untuk memenuhiundangan The Carter Center, yang merupakan lembaga bentukanmantan Presiden Jimmy Carter yang bekerjasama dengan HumanRights First.

Selanjutnya Suciwati menuju Washington DC untuk menghadiriundangan Kongres. Almr. Munir juga pernah bertemu beberapatokoh Kongres Amerika ini. Kemudian Suciwati menghadiriperayaan 25 tahun lembaga Right Livelihood, di Salzburg, Austria.

JEJAK SANG PEJUANG

15

Berita KontraS No. 03/V-VI/2005

Almarhum Munir sendiri pada tahun 2000 menerima penghargaanRoll of Honour sebagai pembela HAM (Human Right Defender) darilembaga ini. Pada kesempatan ini, Suciwati meminta perhatiandunia internasional agar menekan pemerintah Indonesia untuksegera mengungkap siapa dalang kematian Munir.

Di tanah air, pada 8 Juni, mantan Direktur Utama Garuda Indonesia,Indra Setiawan kembali diperiksa hampir lima jam di Mabes Polri.Menurut salah satu pengacara Indra, Muhammad Assegaf,pertanyaan yang diberikan hanya penegasan dari pemeriksaan yangpernah dilakukan.

Sementara itu, Kepala BIN Sjamsir Siregar akan membantu kerjaTPF Munir, dimana Sjamsir akan meminta langsung mantan KepalaBIN sebelumnya, AM Hendropriyono untuk memenuhi panggilanTPF Munir secara langsung dan tidak mewakilkan kepada kuasahukumnya. Dia juga mengatakan, bahwa pihaknya tidak perlumengeluarkan izin khusus bagi mantan Kepala BIN untukmemberi keterangan kepada TPF Munir. Prosedurpemanggilannya pun tidak lagi terikat ketentuan protokoler yangmerupakan salah satu poin kesepakatan antara BIN dan TPF.

JEJAK SANG PEJUANG

16

Di tempat terpisah Kapolri Da’I Bachtiar mengakui, pihaknyamerasa sangat terbantu dengan keberadaan TPF terkait denganupaya pengungkapan kasus pembunuhan Munir. Tetapi, bila bicaramengenai soal kewenangan (penyelidikan) seperti diatur dalamUndang-undang, tentunya Presiden tidak akan melampaui ketentuanitu. Dan, selama tidak melanggar UU, masalah penguatankewenagan itu bisa dipertimbangan. Hal ini diungkapkannyamenanggapi wacana perpanjangan dan penambahan wewenangTPF Munir yang akan habis pada 23 Juni.

Sedangkan Usman Hamid mengatakan mengaku setuju denganpendapat tersebut. Menurutnya, TPF dibentuk bukan untukmengambil yurisdiksi kepolisian, seperti penyelidikan ataupenyidikan. Sedang untuk semua hasil temuan yang sudahdirekomendasikan kepada polisi, TPF juga menyerahkansepenuhnya penyidikan tersebut. Termasuk, apakah semuarekomendasi itu ditindaklanjuti atau tidak, bukanlah sebuahmasalah bagi TPF. Namun, Usman meminta kepolisianmemeriksa kembali seorang warga negara Belanda, Lie KhiNgian, yang saat kejadian duduk di sebelah Munir. Menurutnya,pemeriksaan ini perlu karena polisi belum cukup memperoleh

keterangan, sementaraTPF melihat adasejumlah kejanggalant e r k a i t d e n g a nkeberadaan pria yangbekerja di salah satuperusahaan farmasi diIndonesia ini.

Pertemuan yangGagal

Mel iha t kondi s iy a n g a d a , T P FMunir menyatakantidak akan memanggilmantan Kepala BINH e n d r o p r i y o n oyang telah tiga kalimenol ak had i rm e m e n u h i

undangan TPF. Selama ini TPF telah berupaya mengundangHendropriyono secara layak dan bahkan memenuhikeinginannya untuk memberlakukan protokol kerjasamaTPF-BIN terkait pemanggilan itu.

Meski hing ga k ini TPF belum sampai pada tahapkesimpulan final, termasuk didalamnya soal keterlibatandan peran serta tokoh-tokoh A, B, C dalam pembunuhanMunir, namun undangan pemanggilan dan pemeriksaanHendropriyono oleh TPF tak lagi sekedar didasari alasankapasitas Hendropriyono sebagai mantan Kepala BIN.Menurut Usman Hamid, kesempatan untuk datangmemenuhi undangan TPF, sebenarnya bisa menjadikesempatan untuk memberi penjelasan dan klarifikasiberbagai temuan dan keterangan yang diperoleh TPF, yang

Foto: Dok. KontraS

S j a m s i r j u g amemaparkan, secaraorganisasional saatini Hendropriyonobukan lagi tercatatan g g o t a B I N ,sedang protokolerhanya berlaku bagianggota BIN. Tapi,bisa saja dilakukanlewat protokolerBIN bila TPFmenghendakinya.

Empat SkenarioUntuk Munir

TPF Munir (15/6)menemukan sebuahdokumen yangmengungkapkanempat skenario pembunuhan Munir. Di Markas Besar KepolisianNegara RI (Polri), Ketua TPF Brigadir Jenderal (Pol) MarsudhiHanafi membeberkan dokumen tersebut. Menurut dokumen itu,skenario pertama menyebutkan Munir direncanakan dibunuh saatberada di dalam mobil. Skenario kedua, Munir dibunuh denganmenggunakan santet atau teluh. Adapun yang ketiga, Munir akandibunuh dengan memasukkan racun di makanan Munir di KantorImparsial atau Kontras. Sedangkan skenario keempat Munir akandiracun dengan arsenik.

Terkait dengan informasi di dokumen itu, TPF sangat yakinpembunuhan Munir benar-benar kejahatan yang direncanakan dankonspiratif. Lebih lanjut, TPF akan meminta Polri agar segeramenindaklanjuti rekomendasi yang belum dijalankan, salah satunyamengenai desakan rekonstruksi yang sangat penting untukberlangsungnya Scientific Crime Investigation.

Berita KontraS No. 03/V-VI/2005

JEJAK SANG PEJUANG

17

beberapa di antaranya memang memunculkan namaHendropriyono.

Dari informasi, keterangan, dan dokumen yang ada di TPF,penemuan itu tidak bisa dihindari. Dan untuk menguji kebenarannyaagar tidak keliru dalam mengambil kesimpulan, tidak mungkinTPF mengundang Hendropriyono tanpa dasar pertimbangantersebut. Ketidakhadiran Hendropriyono akan menjadi bagianlaporan TPF ke Presiden di akhir masa kerjanya nanti.Hendropriyono sendiri sudah tiga kali diundang. Undanganpertama pada 31 Mei untuk jadwal pertemuan 6 Juni. Undangankedua dilayangkan pada 6-7 Juni untuk pertemuan 9 Juni. Ketigapada 9 Juni untuk pertemuan 16 Juni.

Sementara itu pada (21/6), TPF Munir menolak untuk datangdalam undangan tripartit Tim Pemantau Kasus Munir DPR,tertanggal 20 Juni 2005. Tujuannya adalah mempertemukan TPFdan Hendropriyono. Wakil Ketua TPF mengatakan, ketidakhadiranTPF dikarenakan TPF sudah dua kali memberikan berbagaiinformasi. Dan, TPF merasa kebutuhan tim DPR sudah terpenuhidengan baik.

Menurut Asmara, TPF Munir tidak merasa memiliki sengketa.Karena itu, pihaknya tidak memerlukan mediasi dari DPR untukbertemu dengan Hendropriyono. Asmara menambahkan, mediasiyang difasilitasi Tim DPR justru akan menimbulkan kesan politis.Karena itu jangan dipolitisasi sehingga ada salah persepsi yangmenguntungkan pihak tertentu dan merugikan yang lain.

Tak Diundang Rekonstruksi

Menjelang akhir masa kerjanya, (23/6) TPF Munir mengusulkanpembentukan komisi yang berfungsi mengawal kasus ini hinggapengadilan. Komisi itu harus memiliki kewenangan yang lebih besardaripada yang dimiliki TPF saat ini. Termasuk didalamnyakewenangan memberikan sanksi jika ada yang menolak diperiksatim. Namun, hal ini juga sangat terkait dengan komitmen presidenagar kasus ini terungkap.

Sementara itu pada (23 /6) polisi melakukan rekonstruksipembunuhan Munir di hanggar Garuda, Cengkareng. Direktur IBadan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI BridjenPranowo Dahlan menjelaskan, rekonstruksi yang berlangsungtertutup itu belum menemukan fakta baru. Termasuk CCTV yangtidak merekam peristiwa yang terkait dengan kasus ini. Dalamrekontruksi ini, tidak ada anggota TPF Munir yang hadir. UsmanHamid mengatakan bahwa penyidik Polri tidak memberitahukanTPF akan adanya rekonstruksi tersebut. Rekontruksi memangberlangsung sangat tertutup termasuk untuk kalangan media.

Tim Penyidik Baru

Jumat (24/6) TPF kematian Munir menyerahkan kesimpulan danrekomendasi kepada Presiden SBY, berkenaan dengan berakhirnyamasa kerja TPF (23/Mei). Laporan itu juga menguraikan proses

pembentukan tim sampai rekomendasi yang harus diambil untukmenyikapi tewasnya Munir. Disimpulkan, latar belakangpembunuhan Munir dikarenakan ia sangat kritis terhadap persoalanpelanggaran hak asasi manusia di Indonesia. TPF jugamerekomendasikan sejumlah orang dari BIN untuk diperiksakembali, termasuk mengusulkan pemeriksaan lanjutan terhadapdua nama penjabat di Garuda Indonesia yang pernah diusulkanTPF menjadi tersangka.TPF mengungkapkan bahwapengungkapan misteri kematian aktivis HAM Munir, kinibergantung pada pemerintah dan aparatnya. Untuk itu, TPF jugaberharap pemerintah mampu menggerakkan institusi dibawahnyauntuk sungguh-sungguh menguak misteri dan menuntaskan kasuskematian Munir dengan dasar kesimpulan dan rekomendasi yangsudah diberikan TPF.

Ketua TPF Munir Brigadir Jenderal (Pol) Marsudi Hanafie usaibertemu Presiden mengatakan, Presiden SBY menilai hasil kerjaTPF Munir optimal sesuai dengan mandat yang diberikan. Saatitu, menurut Marsudi, semua kesimpulan dan rekomendasi dariTPF akan diolah dan direspon dalam waktu singkat olehPresiden.untuk menuntaskan kasus ini secara personal Presiden inginmendapatkan dukungan dari TPF.

Di akhir bulan Juni (29/6), Wakil Kepala Divisi (wakadiv) HumasMabes Polri, Brigjen Pol Soenarko DA, mengumumkan bahwasekitar 30 orang penyidik dikerahkan oleh Mabes Polri untukmengungkap kematian aktivis HAM, Munir. Ke-30 penyidik Polriitu tergabung dalam Tim Penyidik Kasus Munir. Unsur yangterdapat dalam tim tersebut terdiri dari penyidik Badan Resersedan Kriminal (Bareskrim), NCB Interpol, Polda Metro jaya, danPusat Laboratorium Dan Forensik (Puslabfor) Mabes Polri. Timini diketua mantan Ketua TPF Munir, Brigjen Pol Marsudhi Hanafi,mantan Ketua TPF Munir.

Menurut Soenarko, Tim ini dibentuk untuk menyelidiki temuan-temuan yang didapat TPF Munir, terutama tentang empattahapan skenario Munir. Sementara itu dengan adanya timpenyidik ini, maka secara otomatis tim penyidik sebelumnyatidak lagi menangani kasus Munir. Tim sebelumnya ini dipimpindirektur I Transnasional Bareskrim Mabes polri, Bridjen PolPranomo Dahlan. Disamping itu Sunarko mengatakan, dengandiangkatnya Marsudhi sebagai Ketua Tim Penyidik kasustersebut, masyarakat boleh berharap banyak bahwa semuarekomendasi yang dihasilkan TPF akan ditindaklanjuti oleh TimPenyidik. Terlebih, sebagai mantan ketua TPF, Marsudhi tahubanyak tentang rekomendasi dan langkah-langkah yang diambilTPF saat itu.

Meski terselip sedikit rasa pesimis akan pengungkapan kasuspembunuhan Munir, terlebih telah berakhirnya masa kerja TPF(yang selama ini lebih banyak aktif dalam kerja penyelidikannya)perjuangan untuk mendukung dan berharap tidak bolehberhenti dan mati. Hukum dan keadilan harus terus kitaperjuangan apapun taruhannya. ***

Berita KontraS No. 03/V-VI/2005

Pengadilan HAM Timor Timur telah berakhir 2 tahunlalu. Hingga kini, hampir semua tersangka, baik militermaupun sipil telah dibebaskan Pengadilan Tinggi maupun

Mahkamah Agung. Keputusan bebas bagi para pelaku kejahatanterhadap kemanusiaan itu mengundang reaksi keras kelompokhak asasi manusia, baik di tingkat nasional maupun internasional,termasuk PBB.

Pada Januari 2005, Sekjen PBB membentuk Comission Of Expert/Komisi Ahli (COE), yang terdiri dari Prafullachandra Bhagwatidari India, Prof Yozo Yokota dari Jepang dan Sahista Shameendari Fiji. Komisi ahli ini bertugas menganalisa proses pengadilan

mengakui keberadaan KKP, maka pada 18 - 20 Mei 2004pemerintah menerima kedatangan Komisi Ahli untukmempelajari kasus Timor Timur. Ketiga anggota Komisi Ahliitu bertemu dengan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda,Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaludin, Jaksa AgungAbdul Rahman Saleh, dan ketua Mahkamah Agung BagirManan serta dan Komnas HAM. Sebelumnya, 5-10 Mei terjadipertemuan antara pejabat tinggi, jaksa, pengacara dan aparathukum, keluarga korban kerusuhan 1999, dan staf PBB diTimor Lorosae.

“Keseriusan” IndonesiaDi ta n tang Komis i Ah l i PBB

Awalnya ditolak, namun akhirnya pemerintah menerima Komisi Ahli PPB mereview Pengadilan HAM AdhocTimor Timur. Komisi ahli-pun telah melaporkan hasilnya pada Sekjed PBB. Mereka, menganggapPengadilan Adhoc Tim Tim tidak kredibel. Akankah kasus ini dibawa ke pengadilan internasional?

HAM ad hoc TimorT i m u r , u n t u ks e l a n j u t n y am e m b e r i k a nrekomendasi padasekjen PBB perihalproses pengadilanHAM ini. PemerintahIndonesia, denganserta merta menolakkedatangan komisiahl i . A la sannya ,Pemerintah Indonesiadan Pemerintah Timor Lorosae telah menyepakati rekonsiliasimelalui Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) - ComissionOf Truth and Friendship pada 14 Desember 2004 di Bali. Bahkan,pada 9 Maret 2005 Presiden SBY dan Xanana Gusmao telahmendelakrasikannya, walaupun ditentang kalangan hak asasi manusiabaik di Indonesia maupun Timor Leste.

Kedatangan Komisi Ahli

Namun keberadaan KKP, tidak mengagalkan niat Komisi Ahliuntuk me-review pengadilan HAM ad hoc Timor Timur. Padaakhirnya setelah Pemerintah Indonesia meyakini Komisi Ahli

Dari hasil laporan Komisi Ahli yang diserahkan pada SekjenPBB (26/ Mei), disebutkanbahwa pengadilan HAMad hoc Timtim tidakkredibel dan tidakmemenuhi standarinternasional. Alasannya,pertama, proses pengadilandi Jakarta tidak memadai(Manifstly inade quate) ataukurang sesuai denganstandar internasional.Kedua, kerja Jaksa PenuntutUmum tidak memadai,

dakwaaan sangat berpihak kepada terdakwa dan tuntutan yangtidak konsisten. Komisi Ahli juga menolak term of refrence(TOR) KKP, dengan alasan bahwa TOR tidak membedakanantara pelaku atau saksi, mencampuradukkan orang yangbertanggungjawab atas kejahatan serius dan kejahatan biasa.Selanjutnya TOR juga tidak memiliki mekanisme untukmenindak serius pengungkapan pelanggaran HAM serta adanyaamnesti untuk pelaku yang seharusnya tidak dibolehkanmendapatkan amnesti sesuai standar internasional. Sementaraitu TOR juga bertentangan dengan UU HAM di Indonesia,termasuk tidak adanya kejelasan tentang independensi yangefektif dari KKP. Terakhir, KKP tersebut tidak dikonsultasikan

BERITA DAERAH

Pengadilan HAM Adhoc Tim Tim

18

Berita KontraS No. 03/V-VI/2005

dengan korban pelanggaran HAM.

Berdasarkan masalah di atas, Komisi ahli PBB menyarankankomunitas internasional untuk tidak menyediakan anggaran ataudukungan dana, kecuali pemerintah Indonesia dan Timor Lestemempertimbangkan kembali TOR KKP. PBB jugamenyarankan agar segera membentuk pengadilan internasional,yang salah satunya memakai hybrid mechanism. Sedang SekjenPBB Kofi Annan sendiri memberi waktu 6 bulan kepada Indonesia- dimulai dari tanggal yang ditentukan oleh DK PBB - untukmengambil tindakan yang substansial dan sungguh-sungguh atasrekomendasi tersebut.

Sementara itu, pemerintah Indonesia, terkesan mengabaikan apayang direkomendasikan sekjen PBB, dengan alasan telah adakesepakatan penyelesain melalui mekanisme KKP. Sayangnya,KKP bukannlah argumentasi yang tepat untuk mengugurkanproses hukum. Sebab, KKP tidak terikat secara hukum dan KKPsendiri juga tidak memberi jaminan atas keadilan bagi korban.

Presiden Timor Leste, Xanana Gusmao, menyampaikan bahwaTimor Leste masih menunggu sikap Indonesia perihalrekomendasi Komisi ahli untuk pengadilan Internasional. JikaJakarta menyatakan siap menghadapi pengadilan Internasional,Timor Leste juga akan menyatakan sikap. Pemerintah Indonesiamenyatakan akan menyurati PBB dan DK PBB perihalpenolakan pembentukan Mahkamah Internasional dan beberaparekomendasi Komisi Ahli yang dianggap pemerintah Indonesia

tidak sejalan dengan TOR komisi tersebut. Menlu HasanWirajuda menyatakan bahwa Komisi Ahli akan dapatmembantu upaya KKP ke arah proses penyelesaian melaluirekonsiliasi.

Perbaikan sistem hukum

Padahal, seharusnya dengan adanya rekomendasi PBB,pemerintah bisa mengambil kesempatan untuk memperbaikipenegakan hukum dan hak asasi manusia di Indonesia. Laporanjuga dapat membuat jera para pelanggar HAM agar tidak adalagi pelanggaran HAM di Indonesia. Tidak lagimengorbankankan hak-hak ribuan korban dengan kedok untukmenjaga nama baik negara atau malah melindungi segelintirorang. Lebih dari itu, kekerasan masa lalu akan sangat mungkinterulang, jika tidak ada pengakuan atas sejarah masa lalu, dantidak ada kemauan untuk mengakui kesalahan. Seharusnya kitabisa belajar dari masa lalu, sehingga dunia-pun bisa terbebasdari pelanggaran terhadap kejahatan hak asasi manusia.

Hal ini juga mengemuka dalam Diskusi Publik ProspekPemenuhan Keadilan Korban Pelanggaran HAM di TimorLeste melalui Komisi Ahli dan Komisi Kebenaran danPersahabatan, pada 17 Mei 2005. Diskusi yang diselenggarakanKontraS dan Human Rights Working Group, menghadirkannarasumber Rafendi Jamin (HRWG), Johnson Panjaitan (PBHI),Agung Yudhawiranata (Elsam), Kusnanto Anggoro (CSIS) danI Gusti Agung Wesaka Puja (Departemen Luar Negeri). (Yat)

BERITA DAERAH

Kepergian Munir yang begitu tiba-tibameninggalkan luka mendalam bagi rekan dekatdan teman seperjuangannya.

Ketika, akhirnya Munir diketahui meninggalkarena dibunuh, luka itu kian perih dansemakin dalam.

Inilah, sebuah catatan kecil tentang sosokMunir dimata rekan, teman, sahabat dekatnya.Sebuah ungkapan kisah yang belum sempatdiceritakan pada almarhum.

Buku ini bisa didapatkan di toko buku.

Jalan Borobudur No.14 Jakarta PusatTelp: 62-21-3926983

19

Berita KontraS No. 03/V-VI/2005 20

BERITA DAERAH

Rasanya Aceh memang sudah seharusnya“beristirahat” dan masyarakat yang telah lama begituhaus akan kedamaian dan keadilan harus segera

dapat merasakan semua itu. Konflik yang telah berlarut-larut, kekerasan, nyawa, darah yang tumpah, adalahgambaran derita masyarakat Aceh selama bertahun-tahun.Namun, nyatanya semua impian tentang kedamaian dankeadilan, masih terlalu jauh.

Ditengah-tengah perang yang terjadi antara Gerakan AcehMerdeka (GAM) dan TNI yang justru bukan hanyamenimbulkan korban diantara keduanya, maka rakyatsipil-pun tetap menjadi tumbal darah dan nyawa daripertikaian tersebut. Sementara itu sejumlah perundinganterus digelar dan diupayakan, namun kenyataan dan katakesepakatan yang selalu ditunggu-tunggu seakan masihjauh dari apa yang diinginkan.

Padahal perundingan merupakan satu-satunya carapenyelesaian di Aceh. Peperangan dan senjata harusnya tidakada lagi, terlebih setelah Aceh dihantam tragedi kemanusiaantsunami di akhir 2004. Perundingan Aceh sangat penting untukmenuntaskan akar masalah di Aceh. Ironisnya, meski beberapaperundingan telah dilakukan,masing-masing pihak yangberunding tetap bertahan di posisinya masing-masing. BaikRI maupun GAM sama-sama memasang “penawarantertinggi” dalam memutuskan hasil akhir, sementara pasukanTNI dengan GAM terus saling menyerang. Akibatnya, duakali penyelesaian konflik melalui Jeda Kemanusiaan (2000-2001) dan Kesepakatan Penghentian Permusuhan (2002-2003)tak mampu berjalan efektif.

Hingga kini perundingan yang dilakukan pemerintah untukmenyelesaikan masalah GAM sudah berlangsung empatkali. Putaran pertama diadakan pada 28-29 Januari 2005,putaran kedua pada 21-23 Februari 2005, putaran ketiga12-16 April 2005, dan keempat 26-30 Mei 2005, yangbertempat di Helsinki.

Kekerasan Tetap Terjadi

Di tengah-tengah pertemuan informal antara RI dan GAM diHelsinki, aktivitas gangguan keamanan terus meningkat. Dipertengahan Juni, pihak GAM telah melakukan penghadanganterhadap Batalyon 513 dan 514. Akibatnya tiga prajurit TNItewas dalam peristiwa ini. Entah berangkat dari kondisi yangtetap memanas ini, akhirnya pihak TNI mengklarifikasi Acehmenjadi daerah hitam, abu-abu, dan putih. TNI mengatakan,akan tetap berkonsentrasi di daerah abu-abu dan hitam,sedangkan daerah putih diserahkan ke Kepolisian dibantu satuankewilyahan, termasuk satuan bantuan tempur.

Sementara itu di akhir bulan Juni, sejumlah delegasi asing tibadi banda Aceh. Delegasi asing ini terdiri dari Perwakilan UniEropah (7 orang), perwakilan Crisis Management Iniciative,LSM yang memfasilitasi Pertemuan Helsinki (2 orang),Perwakilan Asia (2 orang), dan perwakilan ASEAN (2 orang).Delegasi ini didampingi Menteri Komunikasi dan InformasiSofyan Djalil serta Panglima Komandan Operasi TNI MajyenBambang Dharmono.

Kedatangan Tim ini bertujuan untuk melihat persipan lapanganjika nanti tercapai kesepakatan antara pemerintah dan GAM.Sementara itu, Wapres Jusuf Kalla mengatakan bahwa TNIyang ditugaskan mengamankan NAD akan segera ditarik jikaterjadi kesepakatan antara pemerintah RI dan GAM. Langkahini juga dilakukan dalam rangka gencatan senjata nantinya.

Meski mendapat kecaman dari sejumlah anggota DPR lantaranmelibatkan perwakilan asing dalam perundingan, pihak RI yangsedang berunding dengan GAM tetap melanjutkan perundingantersebut. Beberapa masalah krusial jadi bahasan dalam pertemuanini, mulai dari masalah amnesti, teknik bagaimana gencatandilakukan, hingga masalah keinginan GAM untuk mendirikanParpol Lokal. Perundingan memang harus terus dilakukan, karenarakyat menjadi taruhannya. Entah sampai kapan rakyat Aceh akanmenderita bila perundingan ini kembali gagal? ***

Sejak 19 Mei 2005 lalu, status darurat di Aceh telah berubah menjadiStatus Tertib Sipil. Sudah terlalu panjang “Status” yang disandangSerambi Mekah ini. Dimulai dari Darurat Militer (19/5/2003) selama

enam bulan. Status ini kemudian diperpanjang enam bulan lagi. Lalu,disambung menjadi keadaan Darurat Sipil (19 Mei-2004 hingga 18 Mei

2005). Status Tertib Sipil, akankah membawa perubahan?

Akankah Aceh Damai?

Berita KontraS No. 03/V-VI/200521

BERITA DAERAH

Tindakan represifitas aparat TNI dan POLRI dalammenghadapi sengketa agraria (perkebunan sawit) wargadesa Runtu dengan PT Mitra Mendawai Sejahtera (PT

MMS) salah satu anak perusahaan Tanjung Lingga Group, masihmencerminkan kuatnya budaya militeristik dan keberpihakanaparat keamanan pada kuasa modal. Sedang wilayah yangdiklaim PT MMS selama ini milik masyarakat dan merupakankawasan kelola masyarakat yang dipergunakan untuk berladangdan berkebun buah-buahan secara turun-temurun.

Kamis (26/Mei), sekitar pukul 10.00 WIB warga Desa Runtu,Kecamatan Arut Selatan (Arsel), Kabupaten Kota WaringinBarat (Kobar), Kalimantan Tengah (Kalteng), berencanamelakukan demo ke Perkebunan Sawit untuk mempertahankantanah mereka yang dirampas oleh pihak perusahaan PT. MMS.Warga melakukan aksi demonstrasi dengan mendatangi campkerja PT. MMS dengan menggunakan satu buah truk.

Namun, warga kembali lagi ke desa karena mereka dihadangoleh aparat kepolisian dari Mapolres Kobar dan Brimob PoldaKalteng serta tentara dari TNI Batalyon 2361 Kalteng yangberjaga di perusahaan PT. MMS. Warga lalu kembali denganmassa yang lebih besar, dengan menggunakan enam buah truk.Masyarakat yang datang terdiri dari warga desa Runtu, Umpangdan Gandis Kecamatan Arut Selatan.

Saat itu warga meminta pekerjaan dihentikan dan buldozer yangsudah menggarap lahan dikeluarkan. Permintaan warga inidituruti. Sekitar pukul 12.00 WIB warga bersiap untukmembawa traktor kepinggir jalan negara. Pada saat wargahendak keluar camp, mendadak terdengar rentetan tembakanke udara sebanyak tujuh kali. Warga balik mendatangi petugasyang menembakkan senjata, namun langkah ini dihadang duapetugas bersenjata. Akibatnya bentrokan tak terhindari. Aparatlalu mengejar massa dengan tembakan dan pukulan, lalumenangkap sebagian warga dan membawanya ke MapolresKotawaringin Barat.

Ditembak saat Diangkut

Dalam peristiwa ini, satu orang warga tewas, yakni, DoniAndrianto alias Edon (22) warga RT 4 Desa Runtu, yangtertembak pada bagian kemaluan. Dua warga luka parah, Eyos(25) pahanya tertembus peluru mengenai tulang hingga nyarispatah dan Ardi (23) betis kiri tertembus peluru tajam danhidungnya patah terkena popor senjata. Sedikitnya 42 warga

ditangkap oleh aparat Mapolres Kobar. Dari pihak aparatkeamanan tiga orang dan satu orang satpam PT MMS mengalamiluka-luka serius. Peristiwa ini terjadi 10 km dari Desa Runtuatau sekitar km 75 arah Pangkalan Bun-Nanga Bulik.

Dari keterangan Paman korban, Doni, saat ditangkap dalamkeadaan sehat. Doni ditangkap dan dijemput oleh pihak aparatdi lokasi pembatuan milik PU pada KM 75 menjelang magrib(26/Mei). Keluarga korban mendapat kabar Doni meninggal(27/Mei), pukul 10.00 WIB. Keterangan kematian disampaikanoleh camat pada pihak keluarga. Namun, tidak ada penjelasanlebih lanjut dan hanya memberitahukan tidak ada luka ataukekerasan di tubuh korban. Keesokan harinya, sekitar pukul17.00 WIB sebanyak 42 warga desa yang menjadi tahanan diMapolres Kobar dibebaskan dari segala sangkaan dan tuduhan.Hal ini dilakukan untuk meredam amarah masyarakat. Pelepasanwarga dari Polres Kobar hampir bersamaan dengan penyerahanjenasah Doni oleh Muspida Kobar ke pihak keluarga korban.

Bupati Kobar Suchaemi Muda menjelaskan bahwa dari visumyang dilakukan tidak ditemukan tanda kekerasan pada tubuhkorban, tapi anus korban mengeluarkan darah. Sedang daripengakuan teman korban yang terluka, Doni tertembak di bagiankemaluannya saat diangkut setelah pencidukan oleh aparat, padasore hari sekitar maghrib. Saat itu saksi tidak mengenali penembakkarena sudah gelap dan begitu banyak aparat.

Kembalikan Hak Warga

KontraS menilai tindakan aparat keamanan sangat berlebihandalam peristiwa ini hingga mengakibatkan jatuhnya korban jiwarakyat sipil. Atas sikap dan tindakan aparat keamanan hendaknyaKAPOLRI segera melakukan pengusutan tuntas kasus “Runtu”dan menindak tegas aparat Kepolisian Kotawaringin Barat sertaaparat BRIMOB Polda Kalteng yang terlibat dalam peristiwaini. Sekaligus, segera mengambil langkah-langkah mendesakguna memberikan perlindungan dan rasa aman kepada seluruhwarga masyarakat desa Runtu dan sekitarnya. Untuk itu,Gubernur Kalteng dan Bupati Kobar juga harus segeramelakukan tindakan cepat dan komprehensif gunamengembalikan hak penguasaan dan hak kelola masyarakatRuntu atas tanah dan sumber-sumber kehidupannya dari klaimsepihak PT. MMS. Sementara itu, Komnas HAM dapatmerespon kasus ini dengan segera dan menurunkan Tim pencarifakta (TPF) guna menyelidiki adanya dugaan kuat telah terjadinyatindak pelanggaran HAM yang serius dalam kasus ini.***

Mereka hanyaMempertahankan

Hak Tanahnya

Perampasan hak atas tanah, kembali terjadi di desaRuntu, Kalimantan Tengah. Aparat kembali jadi“boneka pengaman” untuk perusahaan besar, sangpemilik modal. Sedang warga yang jelas-jelashaknya teraniaya, tak mendapat perlindungan.Nyawa anak manusia seakan tak ada harganya.

Berita KontraS No. 03/V-VI/2005 22

BERITA DAERAH

Tuntutan Untuk Pelanggaran HAM

ABEPURA

Dalam surat tuntutan yang dibacakan oleh JPU untuk dua terdakwa, Kombes. Pol. Drs. JohnyWainal Usman, yang waktu itu menjabat sebagai

Dansat Brimob Jayapura dan Kombes Pol. Drs. DaudSihombing sebagai Kapolres Jayapura, JPU menuntuthukuman 10 tahun kepada masing – masing terdakwa.

Hal ini bertentangan dengan pernyataan Direktur HAMKejagung I Ketut Murtike pada tanggal 14 Juni 2005. Dalampertemuan dengan Koalisi Masyarakat Sipil untuk KasusAbepura yang terdiri dari KontraS dan PBHI, ia menegaskanakan konsisten dengan surat dakwaan dan memperhatikanfakta persidangan sehingga akan memberikan tuntutan

Pengadilan HAM untuk kasus PelanggaranHAM Berat Abepura di Makasar yang telahdimulai dari bulan Mei 2004 tahun lalu, telahselesai melakukan pemeriksaan terdakwadan saksi, baik saksi yang dihadirkan JaksaPenuntut Umum (JPU), Penasehat Hukum(PH) maupun dari Majelis Hakim (MH).

m a k s i m a l s e r t amemasukkan kompensasi,Restitusi dan Rehabilitasiuntuk korban dankeluarga korban. Namunfaktanya justru JPU hanyamemberikan tuntutanminimal kepada masing –masing terdakwa dan tidakj e l a s m e n ye b utkankompensasi, restitusi dantehabilitasi kepada korbandan keluarga korban.

Kontras menyesalkan hal tersebut, karena kembali JaksaPenuntut Umum tidak mengedepankan kepentingankorban – seperti pada Pengadilan HAM Timor Timur danPengadilan HAM Tanjung Priok. Tuntutan itumenunjukkan tidak ada itikad baik JPU untuk memenuhihak – hak korban berupa keadilan, kebenaran maupunreparasi (kompensasi, restitusi dan rehabilitasi), walaupunhal tersebut telah diperjuangkan sejak awal.

Pemeriksaan Persidangan

Dari keterangan saksi yang dihadirkan JPU untukterdakwa Johny Wainal Usman terdiri 31 saksi korban,2 saksi MH, ser ta 7 saksi yang dibacakan BAP.Selanjutnya untuk terdakwa Daud Sihombing terdiri dari31 orang saksi korban, 2 saksi dari MH serta 11 saksiyang dibacakan BAP nya. Semua keterangannya rata –rata memberatkan terdakwa.

Kasus Abepura yang terjadi pada 7 Desember diawali denganpenyerangan Brimob secara membabibuta tanpa penyelidikanterlebih dahulu ke asrama Ninmin, Yapen Waropen,pemukiman suku Lani, Suku Yali, Suku Anggruk dan Asrama

Ikatan Mahasiswa Ilaga,mereka dituduh terlibatdalam aksi pengrusakandi Mapolsek Abepura.Dari keterangan saksi –s a k s i y a n g a d a ,t e r un gkap adan y ap e n y i k s a a n y a n gdilakukan oleh anggotaBrimob baik di TKP,sepanjang jalan menujuMarkas Brimob Jayapuradan Mapolres Jayapura,berupa pemukulan dan

penyiksaan dengan pentungan, popor senjata serta balok.Korban juga diinjak – injak dengan sepatu laras dan bentuk –bentuk perlakuan tidak manusiawi lainnya. Selain itu, korbandipaksa menandatangani surat yang tidak tahu isinya. Korbandari peristiwa ini mencapai 105 orang, 96 orang laki – laki dan9 orang perempuan. sedang korban meninggal ditempat karenaditembak langsung yaitu Elkius Suhuniap, ditembak di Skyline,Jayapura. Sedang dua korban meninggal akibat penyiksaanyaitu Ory Ndrongi dan Jony Karunggu. (Chris)

Berita KontraS No. 03/V-VI/200523 Berita KontraS No. 02/III-IV/2005

BERITA DAERAH

Penganiayaan yang dilakukan oleh nelayan jaring batu,kecamatan Rangsang, desa Meskom, Bengkalis, (15/6/2005) pada enam orang nelayan tradisional rawai Desa

Teluk Lancar dan Desa Kembung Luar Kecamatan Bantan diperairan Kembung Luar, adalah saksi bisu dari buntut pertikaianyang telah terjadi selama 22 tahun, antara nelayan tradisional rawaiKecamatan Bantan dengan nelayan jaring batu kecamatanRangsang, Bengakalis, Riau. Konflik berkepanjangan yang sudahterjadi sejak tahun 1983 telah memakan korban luka-luka, kerugianharta benda dan gangguan psikologis di masyarakat. Kesemuaperistiwa ini akibat perang terbuka yang terjadi di laut dan aksipremanisme pengusaha jaring kurau serta aparat keamanam.

Konflik yang kembali terjadi di pertengahan Juni lalu, jadi cerminhidup, bagaimana aparat hukum telah membiarkan konflik inihidup selama bertahun-tahun. Keenam orang nelayan tradisionalrawai ini diserang dan disandera bersama dua buah kapal nelayanmereka. Kejadian tersebut berlangsung di tengah laut di perairanDesa Kembung Luar. Bahkan, satu buah kapal milik nelayanRawai ditabrak dan ditenggelamkan di tengah laut. Kelompokjaring batu juga melakukan penganiayaan terhadap keenam

kesejahteraan dan kemampuan masyarakat untuk memenuhikebutuhan ekonominya. Ironisnya, para aparat hukum (polisi)kembali membela para penguasa.

Konflik yang terus terjadi selama puluhan tahun ini, dimanahampir tiap tahunnya terjadi pertikaian, ironisnya tidak pernahdiselesaikan atau ditangani dengan serius oleh para aparat. Makasepanjang puluhan tahun itu pula, mereka, khususnya masyarakatnelayan tradisional Kecamatan Bantan, hidup dalam suasanakonflik untuk mempertahankan kawasan tempat dimana merekamelaut. Mereka hidup dalam ancaman pengoperasian jaringbatu, yang telah merambah ke daerah tangkapan nelayantradisional.

Tidak Ada Respon

Selama konflik berlangsung, tidak terlihat adanya respon positifdari Pemkab. Bengkalis, Pemprov. Riau dan aparat keamananuntuk langkah penyelesaian secara arif dan bijaksana. Bahkan,Gubernur Riau terkesan sengaja tidak melihat permasalahanini. Oknum Polres Bengkalis malah pernah melakukan intimidasi

Hampir 22 tahun Nelayan Tradisonal, Bengkalis, Riau, harus hidup dalam konflik danpertikaian dengan penguasa nelayan Jaring Batu. Nelayan Tradisional ini-pun terus

“berteman” dengan segala bentuk tindak kesewenang-wenangan. Aparat hukum pun “seakantelah terbeli” oleh mereka yang berkuasa. Jerit dan derita rakyat kecil hilang ditengah lautan.

Mereka “Dipaksa” Hidup dalam Pertikaiannelayan rawai. Lima orang sandera lalu dilepas, sedang seoranglainnya, yakni Nurdin diserahkan kepada pihak Kepolisian(Polsek Ransang/16/6), yang akhirnya dibawa ke MapolresBengkalis (20/6) sekitar pukul 07.00 WIB.

Baru pada pukul 16.00 WIB (20/6), Nurdin dibebaskan dariMapolres Bengkalis dan kembali ke rumahnya di Desa Teluk LancarKecamatan Bantan. Saat kembali Nurdin dalam kondisi lebampada wajahnya, serta beberapa bagian tubuhnya memar-memar.Korban penyiksaan ini juga mengeluhkan rasa sakit pada bagiankepala dan pendengarannya. Kondisi psikologis korban juga masihagak trauma pasca peristiwa penyanderaan dan penahanan yangdilakukan oleh kelompok jaring batu dan aparat kepolisian.

Pertikaian Lalu

Setidaknya sepanjang tahun 1983-2004 telah terjadi 34 kalipertikaian/bentrokan terbuka di tengah laut antara kelompoknelayan rawai dan kelompok jaring batu. Sejumlah tindakkekerasan dan penganiayaan juga harus diterima oleh nelayantradisional ini. Kondisi ini mengakibatkan secara psikologiswarga nelayan tradisional rawai takut untuk melaut. Yang makinmemprihatinkan, hal ini juga sangat berpengaruh pada kondisi

terhadap Abu Samah, Ketua Solidaritas Nelayan KecamatanBantan (SNKB) dengan cara menodongkan pistol danmenyandera anaknya yang bernama Sabri.

Berangkat dari kondisi konflik yang tetap terus berlanjut inidan melihat tidak adanya keinginan serius untuk menyelesaikanpermasalahan diatas, maka Tim Pembela Nelayan Tertindas,mendukung setiap langkah perjuangan yang dilakukanmasyarakat nelayan Rawai kecamatan Bantan KabupatenBangkalis Propinsi Riau, untuk mendapatkan jaminan kepastianhukum terhadap wilayah tangkap yang diinginkan “0-12 mildari garis pantai Pulau Bengkalis bebas jaring kurau.”

Selain itu Tim juga mendesak Gubernur Riau sesegera mungkinmembuat surat Keputusan Bersama tentang penghentian/pelarangan pengoperasian jaring kurau di wilayah perairankedua propinsi. Termasuk mendesak, Kapolri untuk sesegeramungkin memanggil Kapolda Riau dan memerintahkanKapolri untuk dapat menindak tegas oknum Polres Bengkalisyang melakukan intimidasi pada nelayan tradisional rawai,Bantan, Abu Samah. Serta mendesak Kapolda Riau danKapolres Bengkalis agar dapat menciptakan rasa aman dimasyarakat nelayan Kecamatan Bantan.***

Berita KontraS No. 03/V-VI/2005

REMPAH-REMPAH

24

Konsorsium Pembela Buruh Migran (KOPBUMI), KontraSdan HRGW menyesalkan tidak adanya upaya serius daripemerintah untuk mengklarifikasi hilangnya beberapa BuruhMigran Indonesia (BMI) yang bekerja di luar negeri. Peristiwaini sebenarnya sudah lama terjadi, setidaknya dari tahun 80-an, tapi data yang pasti akan jumlah BMI yang hilang hinggakini sulit dipastikan.

Jika mengacu pada catatan hasil monitoring KOPBUMI,sejak tahun 2001-2004, untuk daerah Jawa Barat khususnyaKabupaten Sukabumi, jumlah BMI yang hilang berjumlah 792orang. Di Nusa Tenggara Barat 110 orang, Jawa Timur 27orang serta beberapa lagi kasus BMI yang hilang dari daerahlain, yang selama ini menjadi kantong-kantong potensi BMI.Sedangkan dari laporan pengaduan keluarga BMI yang hilangdi berbagai negara, yang diterima oleh KOPBUMI, sampaidengan bulan Mei 2005 berjumlah 61 orang.

Untuk itu, jika mengacu pada data jumlah kasus baik yangberasal dari hasil monitoring maupun pengaduan keluargakorban yang hilang, maka kemungkinan prediksi kedepannyajumlah kasus Buruh Migran Indonesia yang hilang di berbagainegara akan terus bertambah. Hal ini sangat dimungkinkankarena sistem dan mekanisme penempatan Tenaga KerjaIndonesia (TKI) keluar negeri yang diterapkan olehpemerintah RI memiliki banyak kelemahan.

Beberapa dari persoalan yang ada itu, diantaranya adalahsistem dan mekanisme penempatan. Dimana, koordinasiantara instansi terkait sangat kacau. Mekanisme kontrol danpengawasan terhadap perekruitan dan pemberangkatan BMIyang dilakukan oleh pelaku bisnis penempatan tenaga kerjakeluar negeri sangat lemah. Serta persoalan mentalitas aparatterkait dan ditambah pula dengan tidak adanya Undang-undang yang benar-benar representative untuk melindungi

BMI. Sehingga keseluruhan mata rantai permasalahan ini,mengakibatkan tingginya resiko terjadinya kasus-kasus BMIyang hilang di berbagai negara.

Negara pengirim (Indonesia) maupun negara penerima BMI,selama ini enggan bertanggungjawab atas kasus hilangnyaBMI. Bahkan jika ada laporan kasus BMI hilang, pemerintahsangat lamban merespon serta saling lempar tanggungjawabantara instansi yang terkait. Dan, bilapun ada korban yangberhasil ditemukan akan tidak mudah untuk langsung bisadipulangkan ke Indonesia, dengan alasan pihak Pemerintahtidak mempunyai dana untuk memulangkan mereka. Ironisnya,untuk beberapa kasus, BMI ini justru diperjual-belikan secaraillegal kepada majikan-majikan yang membutuhkan pembanturumah tangga oleh staf-staf KBRI, yang nantinya berpotensiuntuk hilang atau dihilangkan. Sementara Pemerintah RI biladimintai pertanggungjawaban atas kasus-kasus seperti inicenderung meyalahkan korban atau keluarga korban (Blameof Victim).

Pelayanan Perlindungan

Berpijak pada masalah diatas maka sangat terlihat jelas,buruknya mekanisme perekrutan dan pengiriman BMI, yangsecara tidak langsung berpotensi hilangnya BMI. Termasukjuga, tidak memadainya mekanisme maupun upaya negarapengirim dan penerima dalam melindungi BMI. Seharusnya,BMI yang hilang merupakan tanggungjawab antara duanegara baik sebagai negara pengirim maupun negarapenerima, seperti yang termaktum dalam standar HAMmenurut International Labour Organization dan InternationalConvention of Civil and Political Rights.

Untuk itu, Pemerintah RI dan Negara penerima harusbertanggungjawab untuk mengklarifikasi keberadaan paraBMI yang hilang. Kedua negara harus secara aktif mencari,menemukan dan menginformasikan kepada pihak keluargatentang nasib mereka serta memulangkan mereka bila terjadikeadaan yang membahayakan BMI. Pemerintah RI jugaharus membenahi seluruh sistem dan mekanisme penempatanyang berpotensi memuculkannya kasus hilangnya BMI diberbagai negara.

Selanjutnya, Pemerintah RI juga harus membenahi sistem danmekanisme Pelayanan Perlindungan Warga Negara diKedutaan-kedutaan Besar Indonesia serta mengusut danmenindak tegas staf Kedutaan maupun pelaku bisnispenempatan lainnya, yang terlibat dalam berbagai kasus BMIyang hilang. ***

Nasib Buruh Migran Tak Pernah JelasHingga kini sejumlah 792 Buruh Migran

hilang atau dihilangkan. Namun, PemerintahRI seakan kurang peduli pada persoalan ini.

Bila persoalan sudah menghangat, makasemua berlomba-lomba melempar

tanggungjawab. Pembenahan semua sistemterkait mutlak segera dilakukan.

Berita KontraS No. 03/V-VI/2005

REMPAH-REMPAH

25

Pada 13 Mei 2005, tepat tujuh tahun berlalu sejakperistiwa yang memilukan tersebut. Dalam rangkamemelihara solidaritas terhadap para korban dan upaya

untuk terus mendesak proses penyidikan terhadap kasus Mei,Tim Solidaritas Kasus Kerusuhan Mei 1998 telah menerbitkansebuah buku dengan judul “Reka Ulang Kerusuhan Mei 1998”.Buku ini menampilkan sketsa wajah para pelaku dan rekontruksi

Jangan Pernah LupakanTragedi Mei 1998

Peristiwa kerusuhan Mei 13-15 Mei 1998 telah menimbulkan luka yang sangat mendalam bagi rakyatIndonesia. Tidak sedikit korban jiwa dan harta benda yang telah ditimbulkan akibat tragedi yang terjadisecara bersamaan di beberapa kota tersebut. Kerusuhan 13-15 Mei 1998 yang terjadi dalam bentuk

kerusuhan massal yang meliputi berbagai tindakan perusakan, pembakaran, penjarahan,pembunuhan, penganiayaan, penghilangan paksa, dan pemerkosaan mengindikasikan adanya

pelangagran hak asasi manusia (HAM) yang berat pada peristiwa tersebut. Karenanya, kasus ini harussegera diselesaikan dengan cara menyelidiki secara tuntas peristiwanya dan menyeret para pelakunya

ke pengadilan, demi untuk menegakkan hukum dan HAM, sekaligus memberikan keadilan kepadapara korban dan mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan.

peristiwa kerusuhan Mei 1998di Jakarta yang didapatkan darihasil testimoni para korban dansaksi mata. Buku ini diharapkandapat menjadi semacamdokumentasi sejarah peristiwadan juga sebagai alat bantu bagiproses penyidikan terhadapkasus kerusuhan Mei 1998yang sedang berlangsung.

Acara yang digelar pada 13Mei, bertempat di JakartaMedia Center, Gedung DewanPers terselenggara ataskerjasama Solidaritas Nusa Bangsa (SNB), Asosiasipenasehat Hukum dan HAM Indonesia (APHI), KontraS,IKOHI dan FKKM (Forum Keluarga Korban Mei) 98mengahdirkan para narasumber Usman Hamid (KontraS,Romo Mudji (Budayawan), Raymond Sinaga (Penulis), IbuRuminah (Ibu Korban), dipandu oleh Lamria (APHI). Diskusiini disiarkan secara langsung oleh Radio 68H Jakarta.

Pada kesempatan pertama, Romo Mudji menegaskan bahwabuku ini merupakan media untuk penyadaran dan untuk terus

membuat kita ingat tanpa mengenal rasa jenuh, tidak patahdan terus berharap. Semuanya karena tujuan yang sama, yaitumencintai Indonesia.

Memperpeka Nurani

Dok. KontraS

Romo mengingatkan, kita bukanlah mencintai Indonesiayang pengecut. BukanIndonesia merdeka, yangdidalamnya masih bercokolpara pelaku, yang tidakpernah bertanggungjawabatas semua perbuatant e r k u t u k n y a i n i . K i t amencintai Indonesia yangsemakin beradab. Dan, agarp e r i s t i w a k e j a h a t a nkemanusiaan ini tidakterulang lagi. Untuk itu semualintas agama, lintas bangsamulai dan tetap memperpekanurani, memperpeka diri, agar

peristiwa ini tidak akan pernah terjadi lagi.

Sedangkan penulis buku Raymond mengungkapkan, tujuanpembuatan buku ini dikarenakan melihat ada upaya-upayamelupakan peristiwa 13 Mei, terlebih saat mendekatipemilihan presiden di tahun 2004. Penting untuk diungkapkan,bahwa kasus ini terjadi di berbagai tempat, pada saat yanghampir bersamaan, dengan adanya komando yang sama.Secara khusus, buku ini dipersembahkan untuk terusmengingat, bahwa peristiwa yang telah terjadi tujuh tahun

Berita KontraS No. 03/V-VI/2005 26

REMPAH-REMPAH

lalu merupakan peristiwa yang melibatkan banyak orang, yangpola-pola terstruktur dan hingga kini tidak adapertanggungjawaban pelakunya.

Salah satu ibu korban (Gunawan), Ibu Ruminah yangmerasakan benar bagaimana sakitnya kehilangan seoranganak dan tidak jelas nasibnya hingga kini, berharap agarperistiwa ini tidak terulang lagi kepada anak cucunya kelak.Dan mengucap syukur karena masih dalam keadaan sehathingga masih bisa berjuang untuk terus menuntut hingga bisadibawa kepengadilan, meski untuk itu ia tidak boleh mengenalrasa lelah dan putus asa. Ia tidak ingin anak cucunya kelakmerasa sakit serta trauma berkepanjangan seperti yang iarasakan hingga kini.

Sedang menurut Usman Hamid, buku ini patut diapresiasisebagai bagian dari usaha bersama untuk terus optimis, untukterus menajga harapan. Harapan bahwa apapun yang terjadidimasa lalu sangat mungkin untuk dibongkar. Denganmembongkar kebenaran inilah maka masa depan Indonesiaakan jauh lebih baik, lebih beradab. Dan apapun dalil-dalilhukumnya, kasus ini tidak bisa dibiarkan. Kalau ada masalahhukum antara komnas HAM dan Kejaksaan Agung,semestinya mereka bisa bertemu.dan mendiskusikan agarmasalah ini ada jalan keluarnya. Tidak sekedar lempartanggungjawab antar Komnas Ham dan Kejaksaan Agungsendiri. Dan Usman mengajak, selama peristiwa ini belumdiselesaikan, maka kita akan terus memperingati peristiwaini, dengan tetap bersatu dalam perjuangan bersama hinggabisa terselesaikan hingga tuntas.***

Mei 13-14, tahun 1998, sejarah kelam yangmengakibatkan hilangnya ratusan bahkanmungkin ribuan orang, jadi saksi bisu tragedikemanusiaan di Indonesia.

Sebuah sejarah yang tidak dan memang tidakharus dilupakan. Sejarah yang harus terusdiingat, agar tidak akan terulang lagi. Cukupsekali “Tragedi Mei 98”

Lalu... Bagaimana tragedi ini terjadi? Benarkahkerusuhan Mei “direncanakan” dan diorganisirdengan “rapi”?

SEBUAH BUKU dan SKETSA TENTANG REKAULANG KERUSUHAN MEI 1998

Buku ini bisa didapatkan di KontraS

Jalan Borobudur No.14 Jakarta PusatTelp: 62-21-3926983

Kasus Penghilangan Paksamasih berlangsung di berbagainegara di dunia.Deklarasi Perlindungan bagisetiap Orang dariPenghilangan Paksa tidakmampu mempertanggung-jawabkan perilaku negara.Desak negara untukmendukung KonversiPerlindungan bagiSetiap Orang dariPenghilangan Paksa!!

Berita KontraS No. 03/V-VI/2005

REMPAH-REMPAH

27

Berkas penyelidikan kasus Trisakti, Semanggi I dan II (TSS)telah diserahkan kepada Kejaksaan Agung sejak 2002 lalu. Tapi,hingga kini berkas tersebut bolak - balik dikembalikan keKomnas HAM dengan berbagai alasan. Salah satu alasan yangdikemukakan oleh Jaksa Agung adalah adanya rekomendasiDPR RI periode 1999 - 2004, pada tahun 2001 yang menyatakan“tidak ada unsur pelanggaran HAM berat” dalam kasus TrisaktiSemanggi I dan Semanggi II. Padahal, jelas dari penjelasan paraahli hukum – termasuk Mahkamah Agung – menyatakan bahwarekomendasi DPR dapat diabaikan, karena rekomendasitersebut bukanlah proses hukum. Sehingga Kejaksaan Agungharus segera melakukan penyidikan atas kasus TSS ini.

Namun, tampaknya alasan itu ditampik Jaksa Agung.Abdurrahman Saleh – dalam pertemuan dengan korban TSSDesember 2004. Saat itu Jaksa Agung menyatakan bahwaKejaksaan Agung baru akan melakukan penyidikan jikarekomendasi DPR tersebut dicabut. Bertolak dari kenyataantersebut, keluarga korban bersama pendamping yang terdiri

dari KontraS dan Tim Penuntasan Kasus 12 Mei (TPK 12 Mei)bersama Aliansi Korban Kekerasan Negara (AKKRA)berupaya untuk – kembali - mendesak DPR RI periode 2004– 2009 agar mencabut rekomendasi tersebut serta segeramerekomendasikan kepada Presiden untuk membentukpengadilan HAM Adhoc. Dimulai pada pertemuan korban TSSdengan Komisi III DPR pada 25 Januari 2005. Komisi IIImenjanjikan akan membuat kajian untuk mencabut rekomendasitersebut. Maka, korban TSS didampingi Kontras, TPK 12 Meidan AKKRA melakukan rangkaian loby – loby fraksi DPR RI(lihat tabel)*.

Secara keseluruhan dari delapan fraksi besar yang ada di DPRRI, setuju untuk melakukan peninjauan kembali dan pencabutanrekomendasi DPR RI tahun 2001 dan akan menyerahkan padamekanisme hukum. Fraksi – fraksi yang ada telah menyerahkanpernyataan secara tertulis kepada Komisi III yang membidangihukum dan HAM. Mereka meminta agar rekomendasi DPRRI tahun 2001 ditinjau kembali atau dicabut. (Chrs)

Berjuang “Mencabut” Rekomendasi DPR

Partai Keadilan Sejahtera

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan

Partai Persatuan Pembangunan

Partai Golkar

Partai Amanat Nasional

Partai Kebangkitan Bangsa

Partai Demokrat

1 juni 2005

6 juni 2005

8 Juni 2005

10 Juni 2005

20 Juni 2005

23 Juni 2005

Diterima A. Muzammil Yusuf dan Umung Anwar Sanus: - F PKS akanmenyatakan Kasus TSS merupakanpelanggaran HAM Berat dan akanmengusulkan pencabutan rekomendasi Pansus DPR untuk kasus TSSDiterima Jacobus Kamarlo M, Gayus Lumbun dan Meliala Sembiring;- FPDIP akan tetap konsisten mendukung pengadilan HAM untuk kasus TSSdan mendukung pencabutan rekomendasi Pansus untuk kasus TSSDiterima Hafid Maksum, Hifin Syarkawi, Mayasak Johan dan Johan Mahya:-F PPP mendukung pencabutan rekomendasi pansus DPR RI periode 1999 –2004 untuk kasus TSSDiterima Akil Mukhtar beserta 4 anggota lainnya: - F PG berpegangan padahasil KPP HAM TSS dan akan mendukung pencabutan rekomendasi pansusDPR RI periode 1999 – 2004Diterima Hj. Azlaini Agus:- Setuju dilakukan pengkajian kembali terhadap kasusTSS ini. Dalam hari yang sama lewat kontak telpon anggota FPAN ArbabPaproeka meyatakan dukungan dilakukan perubahan sikap DPR terhadapkasus.Diterima Saifullah Ma’shum, Masduki Baidlowi, Bachrudin Nasori dan BadriyahFayumi: Mendukung pengungkapan kasus TSS lewat pengadilan HAM danmendukung pencabutan rekomendasi pansus DPR RI periode 1999 – 2004Ditemui Sutaji dan Ziki Wahab;-akan membawa kasus TSS ke mekanismerapat internal fraksi untuk membahas sikap fraksi selanjutnya

1

2

3

4

5

6

7

No Fraksi Waktu Hasil

Tabel hasil pertemuan Fraksi DPR RI untuk Kasus TSS I & II

Genderang perang mendesak DPR mencabut Rekomendasi tentang tidak terbuktinyaKasus TSS sebagai bentuk pelanggaran berat HAM, agaknya harus terus dibunyikan. Bilarekomendasi ini tidak dicabut, Kejaksaan Agung tidak akan memulai penyidikannya. Kini,

delapan fraksi DPR setuju pencabutan itu. Nyatanya, kita tetap masih harus menunggukeputusan final, sambil terus membunyikan genderang pencabutan.

Berita KontraS No. 03/V-VI/2005 28

Komnas HAM bisa meminta surat kepada Presiden untukmendorong Panglima TNI agar mematuhi UU 39/1999 dan UU26/2000. Karenanya, DPR menyarankan agar Komnas HAMmenyurati Presiden agar mempermudah pemanggilan perwira TNIterkait penyelidikan kasus orang hilang. Pernyataan ini diungkapkanoleh Wakil Ketua Komisi III DPR Akil Mochtar di Jakarta, saatbertemu dengan Tim Penyelidikan Penghilangan Orang SecaraPaksa 1997-1998 (TPOSP) Komnas HAM pada (16/6).

Komnas HAM sendiri telah dua kali mengirimkan surat panggilanresmi kepada Wiranto, Prabowo Subianto, dan Sjafrie Sjamsuddin.Tiga orang Jenderal inii menolak memenuhi panggilan KomnasHAM, sebab Panglima TNI tidak memberikan izin ataspertimbangan Babinkum TNI.

Kepala Badan Pembinaan Hukum TNI Mayjen TNI FX JamesSukiman menyatakan bahwa kasus yang ditangani Komnas HAMterjadi tahun 1998, sementara Komnas HAM dibentukberdasarkan UU nomor 39/1999 tentang HAM dan UU nomor26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Karena itu, menurutSukiman, kasus yang ditangani Komnas HAM tidak bisa berlakusurut, sehingga kasus-kasus yang terjadi di masa lalu harus melaluiPengadilan HAM Adhoc. Hal senada juga diungkapkan Panglima

Panggil Paksa Para Jenderal!Tiga Jenderal yang terlibat dalam kasus pelanggaran

HAM menolak dipanggil Komnas HAM. DPRmenyarankan Komnas menyurati Presiden. Komnas

HAM melakukan pertemuan informal dengan Wiranto.

Abdul Hakim Garuda Nusantara (Ketua Komnas HAM) bersama beberapa anggotaKomnas Ham dalam rapat membahas masalah penculikan.

TNI. Ia menambahkan harus ada keputusan politik terlebih duludari DPR yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut adalahpelanggaran HAM berat.

Hal ini juga dibantah oleh DPR. Akil Mochtar menjelaskan,sebenarnya kedudukan Komnas HAM sebagai institusi yangberhak melakukan pemanggilan telah diatur cukup jelas dalamkedua UU tersebut. Karenanya, Komnas HAM bisa jalan terus

karena posisi hukum Komnas HAM termasuk hak-hak untukmengundang atau memanggil sudah diatur dalam UU. Agar lebihefektif, Komnas HAM juga harus melakukan subpoena(pemanggilan paksa melalui perintah pengadilan) kepada ketigajenderal tersebut bersamaan dengan keluarnya surat Presiden.

Keberadaan 14 Aktivis

Sebelumnya, mantan Panglima ABRI Jenderal Wiranto saatmelakukan pertemuan “silaturahmi” dengan (TPOSP) minggupertama Juni lalu, mengakui bahwa 14 korban penghilangan paksatahun 1997-1998 (yang selama ini tidak diketahui nasibnya) “sudahtidak ada”. Meskipun belakangan (Wiranto membantahmengatakan hal ini, akan tetapi pernyataan tersebut harus disikapidan ditindaklanjuti secara serius oleh TPOSP). Terutama untukmendesak Wiranto menjelaskan siapa pelaku yang membunuhke-14 orang hilang itu. Termasuk juga, mendesak dimana lokasidikuburkannya korban, kalau memang sudah meninggal.

Selama ini pihak TNI (yang terlibat dalam kasus penculikan) hanyamengakui menculik 9 aktivis. Sementara, 14 aktivis yangdinyatakan Wiranto sudah “tidak ada” tersebut tidak pernah diakuikeberadaanya. Padahal, menurut beberapa korban penculikanyang kemudian dibebaskan, saat disekap mereka sempatberkomunikasi dengan beberapa dari 14 orang yang belumkembali.

Ke-14 korban-korban penghilangan paksa adalah Yani Afri, NovalA Katiri, Deddy Umar/Hamdun, Ismail, Herman Hendrawan,Petrus Bima Anugerah, Suyat, Yadin Muhidin, Hendra Hambali,Ucok Siahaan, M Yusuf, Sonny, Wiji Thukul, dan LeonardusGilang Nugroho.

PDIP Harus Mendukung

Sementara itu, KontraS dan IKOHI juga mendesak parapimpinan partai PDIP yang terkait dengan para korban penculikanaktivis 1997-1998 untuk memberikan kesaksian kepada TPOSPdalam kasus Herman Hendrawan, Yani Afri dan Sonny. Dimana,para korban ini secara politik dan organisasi terkait dengan PDIP.Para pimpinan tersebut antara lain, Sucipto, DR Tjiptaning, danHery Achmadi.

Penculikan terhadap aktivis demokrasi ini terkait langsung denganproses konsolidasi demokrasi yang terjdi paska penggulingankepempinan PDI Megawati Soekarnoputri oleh Orde Baru melaluiKongres Medan 1996. Konsolidasi ini membuat kekuasaanSoeharto semakin takut, hingga akhirnya melakukan serangkaianpenangkapan, penyiksaan, penahanan dan penghilangan paksa, yangdiantara korban terdapat para aktivis demokrasi yang secara politikberhubungan langsung dengan beberapa pimpinan PDI diatas.Karenanya, secara tidak langsung PDIP ‘wajib’ mendesakpenanganan kasus ini secara lebih serius sesuai.***

Berita KontraS No. 03/V-VI/2005

Indonesia telah menandatangani Konvensi MenentangPenyiksaan (Committee Against Torture-CAT) pada 23Oktober 1985 dan baru meratifikasinya pada 28

September 1998 seperti tertuang dalam UU No 5 tahun 1998.Lahirnya UU tersebut merupakan hasil desakan lembaga-lembaga Hak Asasi Manusia, baik dari dalam negeri maupundunia internasional. Desakan atas ratifikasi Konvensi AntiPenyiksaan ini didasarkan atas laporan lembaga-lembagatersebut, atas terjadinya berbagai kasus penyiksaan yang justrusemakin meningkat, baik jumlah maupun kuantitasnya, selamakurun waktu 13 tahun sebelum Konvensi Anti Penyiksaandiratifikasi. Pada 1994, Amnesty Internasional mencatat bahwasepanjang tahun 1983-1986 pemerintah telah menggelar operasidi luar jalur hukum untuk menindak para pelaku kejahatan,yang saat itu dikenal dengan Petrus (Penembak Misterius)

Lahirnya UU No. 5 tahun 1998 menunjukkan bahwa hak oranguntuk bebas dari segala bentuk penyiksaan tidak lagi berposisisebagai hak moral, tetapi sudah menjadi hak yang legal. Namunhal itu tidak terjadi secara otomatis karena berlangsungnya prosesratifikasi tidak mengakhiri problem penyiksaan, bahkan secarade fakto hak itu masih berada di ruang hak moral semata.Bentuk-bentuk hukuman terhadap pelaku penyiksaan justrubaru terlegitimasi seiring dengan lahirnya UU HAM No. 39tahun 1999 dan UU Pengadilan HAM No. 26 tahun 2000,dimana disebutkan bahwa penyiksaan adalah salah satu bagiandari kejahatan terhadap kemanusiaan.

Walaupun Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut, tetapitetap membatasi (reservation) kayaknya reservasi 2 pasal deh!untuk pasal 30 ayat 1, yang mengatur upaya penyelesaian

sengketa mengenai penafsiran dan pelaksanan konvensi melaluiMahkamah Internasional (International Court Of Justice).Komitmen setengah hati ini menunjukkan keenggananpemerintah untuk menginvestigasi, menghukum para pelakupenyiksaan dan mengekstradisi pelaku kejahatan penyiksaanuntuk bertanggung jawab, sekaligus memberikan santunankepada korban penyiksaan.

Data Statistik

Dalam sidang ke 27 yang berlangsung pada 12-23 November2001, Komite Menentang Penyiksaan merekomendasikansejumlah hal penting atas laporan awal pemerintah Indonesia.Rekomendasi itu antara lain, CAT meminta pemerintahan

Ratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan,Komitmen Setengah Hati

Peringatan Hari Anti Penyiksaan Internasional di Bundaran HI Jakarta

Indonesia untuk memasukkan data statistik mengenai tindakanpenyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam,tidak manusiawi atau merendahan martabat manusia yangdisebabkan perbedaan jenis kelamin, kelompok etnis, daerahdan jenis serta lokasi penahanan.

Tujuh tahun sudah konvensi itu diratifikasi, tapi dalamimplementasi masih jauh dari harapan. Praktek penyiksaan,tindakan represif masih terjadi dan terus dilakukan oleh aparatnegara. Komitmen itu hendaknya ditunjukkan oleh pemerintahmelalui pembaharuan hukum, penyelidikan dan penuntasankasus-kasus penyiksaan dan perlakuan yang kejam, tidakmanusiawi, atau merendahkan martabat.

Dalam menentang praktek-praktek penyiksaan yang masihberlangsung di Indonesia ini, Koalisi Anti Penyiksaan membuatbeberapa rangkaian kegiatan mulai tanggal 23-26 Juni 2005,mendesak pemerintah untuk melakukan langkah kongkrit dalammengimplementasikanya UU Anti Penyiksaan. Serangkaian acaradigelar diantaranya, Diskusi Publik, pemutaran film dankonfrensi pers. Acara ini diadakan di Hotel Mandarin, Jakarta.Sedangkan diskusi komunitas dan pemutaran film juga digelardi komunitas penggusuran, Cikarang (KMK) dan kampusUniversitas Islam Nasional, Ciputat, Juga diadakan Aksi massadari Bunderan HI Jakarta menuju Istana Negara. Aksi ini diikutioleh lebih kurang 300 orang. Berbagai unsur dari LSM,masyarakat, aktivis, korban, keluarga korban dan masyarakatbiasa ikut dalam aksi ini. Aksi menentang segala bentukpenyiksaan dihentikan, atas nama apapun. Peserta aksi sepakatuntuk Bersatu Melawan Penyiksaan.(SL)

29

Berita KontraS No. 03/V-VI/2005

Dua dari tiga sandera yang ditawan oleh sekelompokbersenjata di Filipina Selatan dibebaskan. Namun

hingga kini nasib sang kapten kapal tetap belum jelas.Pemerintah hendaknya tidak langsung puas dan

berdiam diri. Perjuangan pembebasan sandera AhmadResmiadi harus terus dilakukan.

Di pertengahan Juni tepatnya (13/Juni) Departemen LuarNegeri RI mengofirmasikan bahwa dua dari tiga warga

negara Indonesia, yang disandera sejak 30 Meret 2005 lalu olehsekelompok bersenjata di Filipina Selatan, telah dibebaskan.Kedua sandera tersebut yaitu Yamin Labuso (28) dan EriksonHutagaol (23), sedangkan nasib Kapten Kapal Ahmad Resmiadi(32) sampai saat ini belum diketahui.

Pembebasan kedua sandera ini dilakukan oleh KomandoAngkatan Bersenjata Filipina Wilayah Selatan melalui sebuahoperasi militer yang didahului dengan operasi intelijen.Pembebasan dilakukan pukul 03.00 hari Minggu (12/6). Beritapembebasan tersebut secara resmi disampaikan oleh PemerintahFilipina kepada Pemerintah Indonesia melalui KBRI Manilapada hari yang sama. Pada (18/6) Deplu menyerahkan duasandera pada keluarga.

Pertanggungjawaban negara

Kasus penyanderaan ini berawal pada 30 Maret, dimana terjadiaksi perompakan kapal Bonggaya oleh lima orang bersenjatayang kemudian diketahui berasal dari Filipina. Para perompakkemudian menyandera 3 orang WNI diatas. Sejak itu KontraSbersama keluarga Erikson, keluarga Yamin dan keluargaResmiadi dari Depok, Jawa Barat. Medan dan isteri Yamin diBali terbang langsung untuk bersama-sama mengupayakanpembebasan ke tiga sandera ini. Berbagai instansi dimintaipertanggungjawaban serta dimintai dukungan untuk membantuupaya pembebasan sandera, seperti Departemen Luar Negeri,

Kedutaan Filipina, Komisi I DPR RI serta berbagai fraksi hinggatokoh – tokoh masyarakat. Bersama-sama keluarga korban,KontraS terus membangun harapan meski harus tetap bergelutdalam ketidakpastian atas nasib korban, hingga akhirnya duaorang sandera dilepaskan.

Penyanderaan warga Indonesia oleh kelompok bersenjata diFilipina bukanlah kasus yang pertama. Setidaknya dalam catatanKontraS telah terjadi empat kasus serupa sejak tahun 2002hingga 2005 ini. Pada tahun 2002, tiga WNI disandera, satuorang bebas dan dua orang tidak diketahui nasibnya. Pada tahun2003, dua WNI yang disandera akhirnya di eksekusi oleh parapenyadera. Dan, pada tahun 2004, satu WNI kembali disanderayang diduga telah dibunuh.

KontarS menilai, kebijakan pemerintah dalam soal upayapembebasan sandera selama ini menunjukkan wajah yangdiskriminatif dan sangat ditentukan oleh desakan publik lewatopini yang berkembang. Dibanding, sebagai bentukpertanggungjawaban negara dalam menjalankan kewajibanuntuk memberikan perlindungan kepada warga negaranya.

Meski kedua sandera telah dibebaskan, namun Kapten kapalAhmad Resmiadi belum jelas kabarnya. Kembali keluargakorban harus menunggu kepastian nasib sang kapten kapal.Untuk itu KontraS tetap mendesak pemerintah untuk terusserius melakukan upaya pembebasan Ahmad dan tidak langsung“puas” dengan telah dibebaskannya dua sandera yang lain.KontraS juga mendesak, untuk mencegah terulangnya peristiwayang sama di masa depan, perlu ditingkatkan kerjasamakeamanan antara pemerintah Indonesia, Malaysia dan Filipinadi perairan yang rawan perompakan. ***

Dua DilepasSatu Sandera Masih Tak Jelas

Buku inidapat

diperolehdi

KontraSJakarta

30

Dok. KontraS

Berita KontraS No. 03/V-VI/2005

Keadilan sedemikian jauh dari harapan. Kesejahteraanmasyarakat marjinal seakan mimpi. Presiden yang dipilih

oleh masyarakat secara langsung pada Pemilu 2004 denganharapan kesejahteraan, akan terwujud seolah hanya angan-angan.Hak prerogratif yang dipunyai presiden yakni otoritas,kewenangan untuk secara cepat mengatasi kemiskinan danmengupayakan keadilan sosial bagi masyarakat justru menambahkesengsaraan itu makin panjang.

Tumpukan kasus penggusuran tempat tinggal, penggusuranpekerjaan, peniadaan hak atas hak hidup, hak atas tanah, menjadipotret buram pemerintahan SBY yang masih berlangsung sampaisekarang. Kondisi ini diperparah dengan lahirnya Peraturan presiden(Perpres) Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah BagiPelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan umum, yang di tandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tanggal 3 Mei 2005.

PERPRES No 36/2005Kekuasaan Yang Terbeli

a. Jalan umum, saluran pembuangan airb. Waduk, bendungan, dan bangunan pengairan lainya termasuk

saluran irigasi.c. Rumah Sakit Umum dan Pusat-pusat kesehatan masyarakat.d. Pelabuhan, bandar udara, atau terminal.e. Peribadatan.f. Pendidikan atau sekolah.g. Pasar umum INPRES.h. Fasilitas pemakaman umum.i. Fasilitas keselamatan umum.j. Pos dan telekomunikasi.k. Sarana olahraga.l. Stasiun penyiaran radio, televisi dan sarana pendukungnya.m. Kantor pemerintahn. Fasilitas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

a. Jalan umum, jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas tanahataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluranpembuangan air dan sanitasi.

b. Waduk, bendungan, irigasi dan bangunan pengairan lainnya.c. Rumah Sakit Umum dan Puskesmas.d. Pelabuhan, bandar udara, stasiun KA dan terminal.e. Tempat peribadatan.f. Pendidikan atau sekolah.g. Pasar umum.h. Fasilitas pemakaman umum.i. Fasilitas keselamatan umum.j. Pos dan telekomunikasi.k. Sarana olahraga.l. Stasiun penyiaran radio, televisi dan sarana pendukungnya.m. Kantor pemerintah, pemerintah daerah, perwakilan negara asing, PBB,

atau lembaga-lembaga internasional di bawah naungan PBB.n. Fasilitas TNI dan Kepolisian Negara RI sesuai dengan tugas pokok

dan fungsinya.o. Lembaga Pemasyarakatan dan rumah tahanan.

Pasal 5 KEPPRES NO 55/1993Pasal 5 PERPRES NO 36/2005Perbandingan Peraturan Perundang-undangan: Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

31

menghormati hak rakyat atas tanah. 21 proyek pembangunan, antaralain sarana jalan umum, rumah sakit, rumah ibadah, kantor-kantorpemerintahan, rumah susun sederhana, cagar alam dan fasilitas umumlainnya, atas nama “kepentingan umum” membuat semakin leluasanyapengusaha. Mereka kian bebas merambah proyek-proyek yangselama ini bertentangan dengan kepentingan rakyat.

Praktek penggusuran Paksa

Pada kenyataannya, Perpres ini bisa menjadi alat bagi pemerintahuntuk melakukan praktek penggusuran paksa (forced eviction),dimana berpeluang memberikan otoritas dan wewenang kepadaSBY untuk mencabut hak atas tanah rakyat. Sedangkan bagimasyarakat, hanya disediakan waktu 90 hari untukbermusyawarah sebelum digusur paksa. Di dalamnya juga tidakada ketentuan menyangkut penentuan kegiatan pembangunanuntuk kepentingan umum yang tidak dapat dialihkan ataudipindahkan secara teknis tata ruang ke tempat atau lokasi lain,tidak dilakukan secara partisipatif, tidak lewat konsultasi publik,bahkan penentuannya dilakukan secara sefihak, atau malah duabelah fihak, antara investor (pemilik modal) dan pemerintah.

Kekejaman Perpres No. 36 2005 ternyata melebihi Keppres No.55/1993 Tentang “Pembangunan Untuk Kepentingan Umum”sebagaimana termaktub dalam Kepress No 55/1993, yang padarezim orde baru, dibatasi dalam “kegiatan pembangunan yangdilakukan dan selanjutnya dimiliki oleh pemerintah serta tidakdigunakan untuk mencari keuntungan.” Ternyata ketentuan inijustru dicabut. Implikasi dari perubahan itu adalah memberikanlegitimasi untuk para pengusaha dan investor, untuk meraupkeuntungan sebesar-besarnya tanpa meghormati hak-hak rakyat.

Selama ini, para pemodal berusaha merayu para penentukekuasaan untuk berkolaborasi melancarkan agenda liberalisasiekonomi. Perpres ini merupakan wujud dari lalimnya penguasa,rakusnya pemodal dan berusaha mempermudah masuknyainvestasi melalui pertemuan tingkat tinggi antara pemerintahdengan pemodal asing (infrastructure summit) yang digelar Januari2005. Demi investasi asing dan pertumbuhan ekonomi, hak rakyatatas tanah pun dikorbankan. (SL)Perpres yang berisi 24 pasal ini sama sekali tidak melindungi dan