konten

13
Nilai bobot jenis minyak atsiri berkisar antara 0,696- 1,188 pada suhu 15C dan pada umumnya nilai tersebut lebih kecil dari 1.000 (Guenther, 2006). Menurut Ketaren (1986), sifat kimia minyak atsiri ditentukan oleh persenyawaan kimia yang terdapat di dalamnya, terutama persenyawaan tidak jenuh (terpen), ester, asam, aldehida, dan beberapa jenis persenyawaan lainnya yang termasuk golongan oxygenated hydrocarbon, misalnya alkohol, eter, dan keton. Perubahan sifat kimia minyak atsiri merupakan ciri dari kerusakan minyak yang menyebabkan penurunan mutu. Beberapa proses yang dapat menyebabkan sifat fisika kimia minyak atsiri adalah proses oksidasi, hidrolisis, polimerisasi (resinifikasi), dan penyabunan (Ketaren,1986). Minyak atsiri dapat larut dalam alkohol pada perbandingan dan konsentrasi tertentu. Dengan demikian dapat diketahui jumlah dan konsentrasi alkohol yang dibutuhkan untuk melarutkan secara sempurna sejumlah minyak. Selain larut dalam alkohol, minyak atsiri juga dapat larut di dalam pelarut organik lainnya, kurang larut dalam alkohol encer dengan konsentrasi

Upload: lathifah-nurul

Post on 10-Nov-2015

18 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

atsiri

TRANSCRIPT

Nilai bobot jenis minyak atsiri berkisar antara 0,696-1,188 pada suhu 15C dan pada umumnya nilai tersebut lebih kecil dari 1.000 (Guenther, 2006). Menurut Ketaren (1986), sifat kimia minyak atsiri ditentukan oleh persenyawaan kimia yang terdapat di dalamnya, terutama persenyawaan tidak jenuh (terpen), ester, asam, aldehida, dan beberapa jenis persenyawaan lainnya yang termasuk golongan oxygenated hydrocarbon, misalnya alkohol, eter, dan keton. Perubahan sifat kimia minyak atsiri merupakan ciri dari kerusakan minyak yang menyebabkan penurunan mutu. Beberapa proses yang dapat menyebabkan sifat fisika kimia minyak atsiri adalah proses oksidasi, hidrolisis, polimerisasi (resinifikasi), dan penyabunan (Ketaren,1986). Minyak atsiri dapat larut dalam alkohol pada perbandingan dan konsentrasi tertentu. Dengan demikian dapat diketahui jumlah dan konsentrasi alkohol yang dibutuhkan untuk melarutkan secara sempurna sejumlah minyak. Selain larut dalam alkohol, minyak atsiri juga dapat larut di dalam pelarut organik lainnya, kurang larut dalam alkohol encer dengan konsentrasi kurang dari 70 %. Minyak yang mengandung senyawa terpen dalam jumlah besar akan sulit larut (Harris, 1994).

Warna MinyakWarna hijau disebabkan oleh adanya klorofil atau ion tembaga dalam minyak. Warna hijau yang disebabkan oleh tembaga yang bereaksi dengan komponen asam alifatis dalam minyak kayu putih dapat dipisahkan dengan menambahkan larutan asam tartarat. Namun jika warna hijau disebabkan oleh klorofil atau persenyawaan organik lainnya, maka warna tersebut dapat dipucatkan dengan menggunakan arang aktif. Proses rektifikasi pada minyak juga dapat mengurangi intensitas warna. Minyak kayu putih yang disimpan dalam drum besi yang dilapisi seng, warnanya akan berubah dari hijau menjadi kuning setelah disimpan selama 2-3 bulan. Hal ini disebabkan karena pertukaran ion tembaga dalam minyak dengan ion zinc (seng) dari dinding bagian dalam drum. Metode ini didasarkan pada pengamatan visual dengan menggunakan indra penglihatan langsung, terhadap contoh minyak kayu putih. Sisa PenguapanMinyak yang tidak menguap pada suhu 1000C ditetapkan sebagai sisa penguapan. Suatu contoh penentuan sisa penguapan minyak yang rendah kemungkinan disebabkan karena adanya terpen atau konstituen menguap lainnya. Nilai sisa penguapan yang tinggi disebabkan adanya benda asing seperti rosin, fixed oil, atau seskuiterpen bertitik didih tinggi. Nilai sisa penguapan hasil rektifikasi terpentin menandakan kurang sempurnanya proses rektrifikasi atau karena terjadinya proses polimerisasi selama penyimpanan minyak. Konsistensi dan warna sisa penguapan dalam keadaan maupun dingan, kadang-kadang dapat menunjukkan adanya campuran bahan lain. Penyulingan lebih lama menghasilkan minyak dengan kandungan seskuiterpen yang bertitik didih tinggi, sehingga sukar menguap pada pengujian sisa penguapan (Ketaren 1985). Sisa penguapan adalah banyaknya sisa dari minyak atsiri setelah mengalami penguapan dinyatakan dalam persen bobot/bobot (%b/b). nilai ini didapat setelah menguapkan sejumlah minyak atsiri di atas penangas.

Berat JenisBerat jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri. Nilai berat jenis minyak atsiri didefinisikan sebagai perbandingan antara berat minyak dengan berat air pada volume air yang sama dengan volume minyak pada yang sama pula. Berat jenis sering dihubungkan dengan fraksi berat komponen-komponen yang terkandung didalamnya. Semakin besar fraksi berat yang terkandung dalam minyak, maka semakin besar pula nilai densitasnya. Biasanya berat jenis komponen terpen teroksigenasi lebih besar dibandingkan dengan terpen tak teroksigenasi (Sastrohamidjojo, 2004). Prinsip dari pengukuran bobot jenis adalah membandingkan antara kerapatan minyak pada suhu 250C terhadap kerapatan air pada suhu yang sama. Bobot jenis ditentukan dengan menggunakan piknometer. Piknometer sering digunakan dalam penetapan bobot jenis karena selain praktis dan tepat penggunaannya juga hanya menggunakan sejumlah kecil contohminyak. Bobot jenis suatu senyawa organik dipengaruhi oleh bobot molekul, polaritas, suhu, dan tekanan (Guenther, 1987). Bobot jenis merupakan salah satu indikator untuk menentukan adanya pemalsuan minyak atsiri yang merupakan analisis untuk menggambarkan kemurnian minyak. Penentuan bobot jenis minyak merupakan salah satu cara analisa yang dapat menggambarkan kemurnian minyak. Bobot jenis minyak menunjukkan kerapatan minyak atsiri pada suhu 25C terhadap kerapatan air suling pada suhu yang sama. Alat yang digunakan adalah piknometer. Bobot jenis minyak umumnya berkisar antara 0.696 -1.119 dan bobot jenis minyak tersebut tidak melebihi nilai 1.000. Menurut Ketaren (1985), penambahan dengan bahan pencampur lain yang mempunyai bobot molekul besar dapat menaikkan bobot jenisnya.

Indeks BiasIndeks bias minyak atsiri adalah perbandingan antara sinus sudut jatuh dan sinus sudut bias jika seberkas cahaya dengan panjang gelombang tertentu jatuh dari udara ke minyak dengan sudut tertentu. Alat untuk mengukur indeks bias adalah refraktometer (Guenther, 1987). Indeks bias minyak atsiri berhubungan erat dengan komponen-komponen yang tersusun dalam minyak atsiri yang dihasilkan. Sama halnya dengan berat jenis dimana komponen penyusun minyak atsiri dapat mempengaruhi nilai indeks biasnya. Semakin banyak komponen berantai panjang seperti sesquiterpen atau komponen bergugus oksigen ikut tersuling, maka kerapatan medium minyak atsiri akan bertambah sehingga cahaya yang datang akan lebih sukar untuk dibiaskan. Hal ini menyebabkan indeks bias minyak lebih besar. Menurut Guenther, nilai indeks juga dipengaruhi salah satunya dengan adanya air dalam kandungan minyak nilam tersebut. Semakin banyak kandungan airnya, maka semakin kecil nilai indek biasnya. Ini karena sifat dari air yang mudah untuk membiaskan cahaya yang datang. Jadi minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang besar lebih bagus dibandingkan dengan minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil (Sastrohamidjojo, 2004).Prinsip indeks bias minyak kayu putih didasarkan pada pengukuran langsung sudut bias minyak yang dipertahankan pada kondisi suhu yang tetap (Dewan Standarisasi Nasional, 1995). Cara penentuan indeks bias minyak atsiri yaitu dengan menggunakan alat refraktometer. Air dialirkan melalui refraktometer agar alat ini berada pada suhu dimana pembacaan akan dilakukan, suhu tidak boleh berbeda lebih dari 2C dari suhu referensi dan terus dipertahankan dengan toleransi 0,2C. Sebelum minyak tersebut diletakkan di dalam alat, minyak harus berada pada suhu yang sama dengan suhu dimana pengukuran akan dilakukan. Pembacaan dilakukan bila suhu sudah stabil (Dewan Standarisasi Nasional, 1995). Pengukuran indeks bias minyak kayu putih pada praktikum ini menggunakan refraktor abbe. Refraktometer ABBE merupakan alat pengukur indeks bias suatu zat cair yang mempunyai indeks bias antara 1,3 dan 1,7. Prinsip kerja alat ini berdasarkan sudut kritis, dimana sudut kritis diantara dua medium adalah sudut datang sinar dari medium lebih rapat ke medium kurang rapat yang menghasilkan sudut bias sama dengan 90o. Penggunaan refraktometer jenis ini memperhitungkan suhu, di mana menurut hasil penelitian Saputra (2006), suhu dapat mempengaruhi absorbansi dari refraktometer terhadap bahan yang diukur. Pada penelitiannya, terlihat hasil bahwa semakin tinggi suhu, nilai indeks bias semakin tinggi pula. Hal ini karena semakin tinggi suhu, nilai absorbansi juga semakin bertambah. refraktometer (Guenther, 1987).Refraksi atau pembiasan ini disebabkan adanya interaksi antara gaya elektrostatik dan gaya elektromagnet dari atom-atom di dalam molekul cairan. Pengujian indeks bias dapat digunakan untuk menentukan kemurnian minyak (Ketaren, 1985). Menurut Rusli et al (1985), indeks bias berkorelasi positif dengan bobot jenis. Besar kecilnya indeks bias dan bobot jenis berhubungan dengan perbandingan komponen-komponen senyawa yang terkandung di dalamnya. Indeks bias dipengaruhi oleh panjangnya rantai karbon dan banyaknya ikatan rangkap. Semakin banyak minyak mengandung senyawa dengan ikatan rangkap atau fraksi-fraksi berat, maka kerapatan minyak akan bertambah besar. Jika kerapatan minyak semakin besar, maka akan sulit membiaskan cahaya yang datang dan akan menyebabkan indeks bias bertambah besar karena indeks bias merupakan perbandingan kecepatan cahaya dalam udara dengan kecepatan cahaya dalam zat bersangkutan.

Putaran optikSifat optik dari minyak atsiri ditentukan menggunakan alat polarimeter yang nilainya dinyatakan dengan derajat rotasi. Sebagian besar minyak atsiri jika ditempatkan dalam cahaya yang dipolarisasikan maka memiliki sifat memutar bidang polarisasi ke arah kanan (dextrorotary) atau ke arah kiri (laevorotary). Prinsip analisis ini adalah cahaya yang terpolarisasi merupakan cahaya yang mempunyai satu arah getar yang arahnya tegak lurus dengan arah rambat cahaya suatu molekul akan berfungsi sebagai sumber cahaya (bila dipanaskan dan lain-lain), yang mengeluarkan cahaya dengan beraneka ragam bidang getar (cahaya tidak terpolarisasi) dan bila ia mengalami perubahan sampai mempunyai bidang getar tertentu maka dinamakan terpolarisasi. Pengukuran parameter ini sangat menentukan kriteria kemurnian suatu minyak atsiri (Sastrohamidjojo, 2004). Besarnya putaran optik tergantung pada jenis dan konsentrasi senyawa, panjang jalan yang ditempuh sinar melalui senyawa tersebut dan suhu pengukuran. Besar putaran optik minyak merupakan gabungan nilai putaran optik senyawa penyusunnya. Penyulingan bahan berukuran kecil akan menghasilkan minyak yang komponen senyawa penyusunnya lebih banyak (lengkap) dibanding dengan bahan ukuran besar, sehingga putaran optik yang terukur adalah putaran optic dari gabungan (interaksi) senyawasenyawa yang biasanya lebih kecil dibanding putaran optic gabungan senyawa yang kurang lengkap (sedikit) yang dihasilkan bahan berukuran besar. Putaran optic minyak dari semua perlakuan bersifat negatif, yang berarti memutar bidang polarisasi cahaya kekiri. Nilainya antara 5,03 sampai 6,75 derajat. Nilai ini lebih besar dibanding standar EOA (1970) yang nilainya 2 sampai 0 derajat.

Bilangan AsamMenurut Guenther (1990), sebagian besar minyak atsiri mengandung sejumlah kecil asam organik bebas yang terbentuk secara alamiah atau yang dihasilkan dari proses oksidasi dan hidrolisis ester. Bilangan asam suatu minyak didefinisikan sebagai jumlah miligram potasium hidroksida yang dibutuhkan untuk menetralkan asam bebas dalam 1 gram minyak. Dalam penentuan bilangan asam, biasanya dipergunakan larutan alkali lemah, untuk menghindari penyabunan persenyawaan ester yang terdapat dalam minyak atsiri. Senyawa phenol akan bereaksi dengan alkali hidroksida, sehingga dapat dipergunakan untuk menentukan adanya senyawa asam fenolat dalam minyak atsiri. Bilangan asam suatu minyak bertambah bila umur minyak atsiri bertambah terutama akibat oksidasi aldehid dan hidrolisis ester. Minyak yang telah dikeringkan dan dilindungi dari pengaruh udara dan cahaya mempunyai jumlah asam organik bebas yang relatif lebih kecil (Guenther, 1990).Bilangan asam menunjukkan kadar asam bebas dalam minyak atsiri. Bilangan asam yang semakin besar dapat mempengaruhi terhadap kualitas minyak atsiri. Yaitu senyawa-senyawa asam tersebut dapat merubah bau khas dari minyak atsiri. Hal ini dapat disebabkan oleh lamanya penyimpanan minyak dan adanya kontak antara minyak atsiri yang dihasilkan dengan sinar dan udara sekitar ketika berada pada botol sampel minyak pada saat penyimpanan. Karena sebagian komposisi minyak atsiri jika kontak dengan udara atau berada pada kondisi yang lembab akan mengalami reaksi oksidasi dengan udara (oksigen) yang dikatalisi oleh cahaya sehingga akan membentuk suatu senyawa asam. Jika penyimpanan minyak tidak diperhatikan atau secara langsung kontak dengan udara sekitar, maka akan semakin banyak juga senyawa-senyawa asam yang terbentuk. Oksidasi komponen-komponen minyak atsiri terutama golongan aldehid dapat membentuk gugus asam karboksilat sehingga akan menambah nilai bilangan asam suatu minyak atsiri. Hal ini juga dapat disebabkan oleh penyulingan pada tekanan tinggi (temperatur tinggi), dimana pada kondisi tersebut kemungkinan terjadinya proses oksidasi sangat besar. Bilangan asam adalah ukuran dari asam lemak bebas, serta dihitung berdasarkan berat molekul dari asam lemak atau campuran asam lemak. Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah milligram KOH 0,1N yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak (Sastrohamidjojo, 2004).

Kelarutan Dalam AlkoholMinyak atsiri dapat larut dalam alkohol pada perbandingan dan konsentrasi tertentu. Untuk menentukan kelarutan minyak atsiri juga tergantung pada kecepatan daya larut dan kualitas minyak atsiri tersebut. Kelarutan minyak juga dapat berubah karena lamanya penyimpanan. Hal ini disebabkan karena proses polimerisasi menurunkan daya kelarutan, sehingga untuk melarutkannya diperlukan konsentrasi etanol yang tinggi. Kondisi penyimpanan kurang baik dapat mempercepat polimerisasi diantaranya cahaya,udara, dan adanya air bisa menimbulkan pengaruh yang tidak baik. Minyak atsiri mempunyai sifat yang larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Telah diketahui bahwa alkohol merupakan gugus OH. Karena alcohol dapat larut dengan minyak atsiri maka pada komposisi minyak atsiri yang dihasilkan tersebut terdapat komponen-komponen terpen teroksigenasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guenther bahwa kelarutan minyak dalam alcohol ditentukan oleh jenis komponen kimia yang terkandung dalam minyak. Pada umumnya minyak atsiri yang mengandung persenyawaan terpen teroksigenasi lebih mudah larut daripada yang mengandung terpen. Makin tinggi kandungan terpen makin rendah daya larutnya atau makin sukar larut, karena senyawa terpen tak teroksigenasi merupakan senyawa nonpolar yang tidak mempunyai gugus fungsional. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin kecil kelarutan minyak atsiri pada alkohol (biasanya alkohol 90%) maka kualitas minyak atsirinya semakin baik (Sastrohamidjojo, 2004). Kelarutan dalam alkohol menandakan bahwa fraksi mengandung hidrokarbon teroksigenasi yang bersifat polar dan larut dalam alkohol 90 %. Dengan kata lain bahwa semakin mudah larut suatu minyak dalam alkohol, minyak tersebut semakin banyak mengandung senyawa-senyawa polar. Senyawa polar pada umumnya mempunyai nilai dan banyak digunakan dalam pembuatan formula-formula obat maupun parfum (Mamun, 2010). Pencampuran bahan minyak atsiri dengan bahan-bahan lain dapat mempengaruhi kelarutannya. Misalnya pencampuran antara minyak atsiri dengan bahan kimia petroleum akan menurunkan nilai kelarutannya dalam alkohol dan akhirnya bahan tercampur tersebut terpisah dari minyak atsiri. Umur minyak juga berpengaruh terhadap mutu minyak atsiri. Selama penyimpanan akan memungkinkan terbentuk senyawa-senyawa polimer, sehingga bisa menurunkan daya larut dalam alkohol.

Bilangan EsterBilangan ester penting peranannya dalam menentukan mutu minyak atsiri, terutama dalam masalah aroma. Menurut Ketaren (1986), beberapa minyak atsiri mengandung ester yang umumnya berbasa satu (RCOOR) dengan R dapat berupa radikal alifatis (alkil), aromatik (aril) atau alisiklis. Semakin lama penyulingan dilakukan maka akan semakin besar bilangan ester yang dihasilkan (Anonimous, 1980). Bilangan ester merupakan banyaknya jumlah alkali yang diperlukan untuk penyabunan ester. Adanya bilangan ester pada minyak dapat menandakan bahwa minyak tersebut mempunyai aroma yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Guenther, E. 1990. Minyak Atsiri Jilid I. Terjemahan S. Ketaren. UI Press, Jakarta.Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka, JakartaMamun.2010. KARAKTERISTIK BEBERAPA MINYAK ATSIRI DALAM PERDAGANGAN.http://balittro.litbang.deptan.go.id/ind/images/stories/Buletin/20062/6-zingiber.pdf(terhubung berkala). 26 Maret 2013.Sastrohamidjojo, Hardjono. 2004. Kimia Minyak Atsiri. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta