konstruktivisme implikasi baru dalam tep (1)

12
1 KONSTRUKTIVISME: IMPLIKASI BARU DALAM TEKNOLOGI PEMBELAJARAN A. Pengertian Konstruktivisme (Constructivism) Konstruktivisime merupakan proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana pengetahuan disusun dalam struktur kognitif manusia. Unsur-unsur konstruktivisme telah lama dipraktikkan dalam kaidah pengajaran dan pembelajaran di tingkat sekolah tetapi tidak begitu ditekankan. Menurut konstruktivisme, ilmu pengetahuan di sekolah tidak boleh dipindahkan dari guru ke guru dalam bentuk yang lebih sempurna. Siswa perlu dibina terhadap pengetahuan itu dengan pengalaman masing-masing. Pembelajaran adalah hasil dari usaha siswa itu sendiri dan guru tidak boleh belajar untuk siswa. Pikiran siswa tidak akan menghadapi realitas yang nyata. Realitas yang diketahui siswa adalah realitas yang dia bangun sendiri. Siswa sebenarnya telah mempunyai satu perangkat ide dan pengalaman yang membentuk struktur kognitif terhadap lingkungan mereka. Untuk membantu siswa membina konsep atau pengetahuan baru, guru harus mengambil struktur kognitif yang ada pada mereka. Apabila pernyataan baru telah disesuaikan dan diserap untuk dijadikan sebagai kerangka baru tentang sesuatu bentuk ilmu pengetahuan yang dapat dibangun. Proses ini dinamakan konstruktivisme. Beberapa ahli konstruktivisme yang terkemuka berpendapat bahwa pembelajaran yang bermakna itu bermula dengan pengetahuan atau pengalaman awal siswa. Rutherford dan Ahlgren berpendapat bahwa siswa mempunyai ide sendiri tentang hampir semua peristiwa, di mana ada yang betul dan ada yang salah. Jika pengertian ini diabaikan atau tidak ditangani dengan baik, pengertian awal mereka itu akan tetap bertahan walaupun dalam kegiatan mereka mungkin memberi jawapan seperti yang dikehendaki oleh guru.

Upload: dedi-yulianto

Post on 02-Jul-2015

1.369 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Konstruktivisme  implikasi baru dalam tep (1)

1

KONSTRUKTIVISME: IMPLIKASI BARU DALAM TEKNOLOGI

PEMBELAJARAN

A. Pengertian Konstruktivisme (Constructivism)

Konstruktivisime merupakan proses pembelajaran yang menerangkan

bagaimana pengetahuan disusun dalam struktur kognitif manusia. Unsur-unsur

konstruktivisme telah lama dipraktikkan dalam kaidah pengajaran dan pembelajaran di

tingkat sekolah tetapi tidak begitu ditekankan.

Menurut konstruktivisme, ilmu pengetahuan di sekolah tidak boleh

dipindahkan dari guru ke guru dalam bentuk yang lebih sempurna. Siswa perlu dibina

terhadap pengetahuan itu dengan pengalaman masing-masing. Pembelajaran adalah

hasil dari usaha siswa itu sendiri dan guru tidak boleh belajar untuk siswa. Pikiran siswa

tidak akan menghadapi realitas yang nyata. Realitas yang diketahui siswa adalah

realitas yang dia bangun sendiri. Siswa sebenarnya telah mempunyai satu perangkat

ide dan pengalaman yang membentuk struktur kognitif terhadap lingkungan mereka.

Untuk membantu siswa membina konsep atau pengetahuan baru, guru harus

mengambil struktur kognitif yang ada pada mereka. Apabila pernyataan baru telah

disesuaikan dan diserap untuk dijadikan sebagai kerangka baru tentang sesuatu bentuk

ilmu pengetahuan yang dapat dibangun. Proses ini dinamakan konstruktivisme.

Beberapa ahli konstruktivisme yang terkemuka berpendapat bahwa

pembelajaran yang bermakna itu bermula dengan pengetahuan atau pengalaman awal

siswa.

Rutherford dan Ahlgren berpendapat bahwa siswa mempunyai ide sendiri

tentang hampir semua peristiwa, di mana ada yang betul dan ada yang salah. Jika

pengertian ini diabaikan atau tidak ditangani dengan baik, pengertian awal mereka itu

akan tetap bertahan walaupun dalam kegiatan mereka mungkin memberi jawapan

seperti yang dikehendaki oleh guru.

Page 2: Konstruktivisme  implikasi baru dalam tep (1)

2

John Dewey menguatkan lagi teori konstruktivisme ini dengan mengatakan

bahwa pendidik yang mampu harus melaksanakan pengajaran dan pembelajaran

sebagai proses menyusun atau membina pengalaman secara koheren. Ia juga

menekankan pentingnya penyertaan siswa di dalam setiap aktivitas pengajaran dan

pembelajaran.

Dari persepektif epistemologi yang disarankan dalam konstruktivisme fungsi

guru akan berubah. Perubahan akan berlaku dalam teknik pengajaran dan

pembelajaran, penilaian, penyelidikan dan cara melaksanakan kurikulum. Sebagai

contoh, perspektif ini akan mengubah kaidah pengajaran dan pembelajaran yang

bertumpu kepada kemampuan siswa meniru dengan tepat apa saja yang disampaikan

oleh guru dengan kaidah pengajaran dan pembelajaran yang bertumpu pada

kemampuan siswa membangun skema pengkonsepan berdasarkan kepada

pengalaman yang aktif.

Konstruktivisme (Constructivism) merupakan landasan berpikir (filosofi)

pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning), yang menyatakan bahwa

pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan

bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan

diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui

pengalaman nyata.

Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang

berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu

memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksi

pengetahuan di benak mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivis adalah ide bahwa

Page 3: Konstruktivisme  implikasi baru dalam tep (1)

3

siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi

lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri.

Dengan dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses ‘

mengkonstruksi ‘ bukan ‘ menerima ‘ pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa

membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses

belajar dan mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru.

Landasan berpikir konstruktivisme agak berbeda dengan pandangan kaum

objektivis, yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran. Dalam pandangan

konstruktivis, ‘ strategi memperoleh ‘ lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak

siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas guru adalah

menfasilitasi proses tersebut dengan:

(1) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa.

(2) memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan

(3) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.

Pengetahuan tumbuh berkembang melalui pengalaman. Pemahaman

berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila selalu diuji dengan pengalaman

baru. Menurut Piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti

kotak-kotak yang masing-masing berisi informasi bermakna yang berbeda-beda.

Pengalaman sama bagi beberapa orang akan dimaknai berbeda-beda oleh masing-

masing individu dan disimpan dalam kotak yang berbeda. Setiap pengalaman baru

dihubungkan dengan kotak-kotak (struktur pengetahuan) dalam otak manusia

tersebut. Struktur pengetahuan dikembangkan dalam otak manusia melalui dua cara,

Page 4: Konstruktivisme  implikasi baru dalam tep (1)

4

yaitu asimilasi atau akomodasi. Asimilasi maksudnya struktur pengetahuan baru

dibuat atau dibangun atas dasar struktur pengetahuan yang sudah ada. Akomodasi

maksudnya struktur pengetahuan yang sudah ada dimodifikasi untuk menampung dan

menyesuaikan dengan hadirnya pengalaman baru.

B. Teori Konstruktivisme

Penekanan pokok pada konstruktivis adalah situasi belajar, yang memandang

belajar sebagai yang kontekstual. Aktivitas belajar yang memungkinkan pembelajar

mengkontekstualisasi informasi harus digunakan dalam mendesain sebuah media

pembelajaran. Jika informasi harus diterapkan dalam banyak konteks, maka strategi

belajar yang mengangkat belajar multi-kontekstual harus digunakan untuk meyakinkan

bahwa pembelajar pasti dapat menerapkan informasi tersebut secara luas.

Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat

generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari.

Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui

dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman

demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi

lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum

seperti:

1. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.

2. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan

mereka.

3. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses

saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran

terbaru.

4. Unsur terpenting dalam teori ini adalah seseorang membina pengetahuan dirinya

secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya

yang sudah ada.

Page 5: Konstruktivisme  implikasi baru dalam tep (1)

5

5. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor

ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten

atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.

6. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai kaitan dengan pengalaman

pelajar untuk menarik minat pelajar.

Kaum Konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan tidak dapat

dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus

aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan

kognitif yang dimilikinya. Relasi yang terbangun adalah guru hanyalah berfungsi

sebagai mediator, fasilitor dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk

terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik. Teori ini bersandarkan

pikiran bahwa seorang siswa sesungguhnya pengemudi sekaligus pengendali informasi

dan pengalaman baru yang mereka peroleh dalam sebuah proses memahami,

mencermati secara kritis, sekaligus melakukan re-interpretasi pengetahuan dalam

sebuah siklus belajar-mengajar. Meskipun kita tahu bahwa belajar adalah suatu

penafsiran personal dan unik dalam sebuah konteks sosial, tetapi akan lebih bermakna

jika akhir dari suatu proses pembelajaran dapat secara langsung memotivasi siswa

untuk memahami sekaligus membangun arti baru.

C. Objektivist dan Konstruktivisme

1. Objektivist

Desain pembelajaran, dan pembelajaran pada umumnya di AS, muncul oleh

tradisi objektivist. “Objectivism holds that the world is completely and correctly

structured in terms of entities, properties, and relations” (Lakoff, 1987, p.159)

Objektivism meyakini bahwa dunia ini telah tersusun lengkap dan tepat dalam

kaitannya sebagai entitas (entities), kekayaan (properties), dan hubungan

(relations). Pengalaman memainkan peranan yang signifikan dalam struktur dunia;

artinya bahwa segala sesuatu telah tersedia di dunia ini kecuali pengalaman. Oleh

karenanya, tujuan dari pemahaman adalah untuk dapat mengetahui entitas, konsep

Page 6: Konstruktivisme  implikasi baru dalam tep (1)

6

dan hubungan yang telah ada. Pandangan objektivist mengakui bahwa pemahaman

manusia berbeda-beda tergantung dari pengalaman yang mereka dapat.

Bagaimanapun juga, dampak dari pengalaman terdahulu dan interpretasi manusia

mendorong kepada pemahaman parsial dan pemahaman yang bias.

Asumsi dasar ini mempunyai implikasi yang signifikan pada pembelajaran.

Dunia, menurut pandangan objektivist, dapat dijelaskan melalui model teoritik

(misalnya : model pengetahuan dari berbagai macam teori kognitif saat ini). Tujuan

pembelajaran membantu pebelajar untuk memperoleh kesatuan dan hubungan dan

konsepnya masing-masing – untuk membangun struktur pengetahuan yang tepat.

Pendekatan objectivist memfokuskan untuk menganilisa dari awal dan akhir pada

identifikasi entitas, hubungan dan konsep yang harus diketahui oleh pebelajar.

Pembelajaran dalam pandangan objectivist boleh disebut sebagai belajar siswa

aktif, namun tujuan aktivitas itu menyebabkan siswa harus memperhatikan secara

dekat untuk setiap stimulus, untuk berlatih dan mendemontrasikan

pengetahuannya secara tuntas.Yang menjadi isu dalam pembelajaran objectivist

adalah kedalaman dan jumlah peristiwa stimulus yang diolah.

Pengetahuan dipercaya telah ada tidak berkaitan dengan pembelajaran yang

diterapkan, objectivist tidak lagi melihat aktivitas pembelajaran telah sesuai dengan

apa yang dipelajari. Pendesain menghasilkan tes yang berdiri secara terpisah dari

pembelajaran dan didesain untuk memeriksa pengetahuan yang diperoleh sesuai

dengan tujuan yang ditetapkan. Asumsi belajar tuntas, yaitu setiap orang

memerlukan dasar informasi yang seragam/sama dan siap untuk dimanfaatkan.

2. Konstruktivisme

Konstrukstivisme sebagaimana objektivist meyakini bahwa dunia nyata

sebenarnya adalah pengalaman kita. Kebermaknaan (meaning) berakar dan

diuraikan oleh pengalaman (Brown, Collins dan Duguid;1989a) Setiap pengalaman

disertai dengan ide dan lingkungan yang melingkupi ide merupakan bagian

pengalaman, dan menjadi bagian dari makna (meaning) ide tersebut. Pengalaman

Page 7: Konstruktivisme  implikasi baru dalam tep (1)

7

yang melekat pada ide sangat penting untuk pemahaman individual dan

kemampuan untuk menggunakan ide tersebut. Pengalaman yang diperoleh di

lingkungan sekolah akan sangat berbeda dengan pengalaman yang diperoleh di

dunia nyata, dan ini menjadi suatu sebab terjadinya kegagalan transfer dari

pembelajaran yang berbasis sekolah.

Suchman (1987) : “plans are simply projective or retrospective accounts of

action” . Ketika individu masuk dalam situasi yang direncanakan, aspek penting yang

harus dimiliki adalah bagaimana merespon hambatan-hambatan yang muncul pada

situasi tersebut – kemampuan untuk mengkonstruksi rencana baru berdasarkan

perubahan dan hambatan situasi tersebut.

Pembelajaran tidak terfokus pada rencana penyampaian kepada pembelajar

namun lebih menekankan pada pengembangan ketrampilan pembelajar untuk

mengkonstruksi respon.

Komponen penting dari konstruktivisme yaitu kenyataan adalah hasil proses

konstruksi. Dengan demikan masing-masing individu pasti memiliki pemahaman

yang berlainan tergantung pada proses konstruksinya.

D. Perbandingan Objektivisme dengan Konstruktivisme

Paradigma pendidikan masa kini adalah kebanyakan merupakan paradigma

objektivisme. Paradigma ini gagal menyelesaikan banyak masalah dalam pendidikan.

Perbedaan antara objektivisme dengan konstruktivisme adalah sangat nyata. Objektivisme

berdasarkan tanggapan bahwa wujud pengetahuan di luar persepsi manusia. Menurut

pandangan ini, fungsi sains adalah untuk memastikan pengetahuan disampaikan secara

objektif. Proses pembelajaran dalam paradigma ini hanyalah untuk menyalurkan pengetahuan

dari pendidik kepada siswa. Pengetahuan sains dari perspektif konsruktivisme adalah

penjelasan paling sesuai untuk menguraikan fenomena yang menjadi perhatian.

Ahli objektivisme berpendapat bahwa kata pemutus tentang apa yang perlu

diajar dan siapa yang patut mengajar adalah dibuat oleh `pakar' yang semestinya

mengetahui segala-galanya. Ini menyebabkan keadaan siswa tidak dapat melihat

keperluan belajar sebagaimana yang dilihat oleh pihak `pakar'. Model autoritarian ini

Page 8: Konstruktivisme  implikasi baru dalam tep (1)

8

menjadikan guru sebagai sumber pengetahuan dan menjadikan guru sangat penting

dalam ruang belajar. Siswa dan masyarakat beranggapan guru mempunyai segala

jawaban bagi semua masalah. Sistem ini gagal melahirkan siswa yang produktif dan

berpengetahuan luas.

Dari pandangan ahli konstruktivisme, setiap siswa mempunyai peranan dalam

menentukan apa yang akan mereka pelajari. Penekanan diberi kepada menyediakan

siswa dengan peluang untuk membentuk kemahiran dan pengetahan di mana mereka

mengaitkan pengalaman lampau mereka dengan kegunaan masa depan. Siswa bukan

hanya dibekalkan dengan fakta-fakta saja, sebaliknya penekanan diberi kepada proses

berpikir dan kemahiran berkomunikasi. Dalam proses ini siswa akan menjalani

prosedur yang digunakan oleh seorang saintis seperti menyelesaikan masalah dan

memeriksa hasil yang diperolehnya.

Melalui penggunaan paradigma konstruktivisme, guru perlu mengubah

peranannya dalam ruang sains. Guru mungkin akan berperan sebagai pelajar atau

penyelidik. Dengan cara ini, guru akan lebih memahami bagaimana siswa membangun

konsep atau pengetahuan. Guru akan memperoleh kemampuan untuk membimbing

dan berkomunikasi dengan orang lain. Guru akan memahami bahwa proses pembinaan

dan pembentukan konsep merupakan satu proses yang terus-menerus dalam

kehidupan.

Dalam paradigma konstruktivisme, siswa menganggap peranan guru sebagai

salah satu sumber pengetahuan dan bukan sebagai seorang yang tahu segala-galanya.

Mereka menganggap pengetahuan sebagai sesuatu yang boleh disesuaikan dan boleh

berubah. Mereka juga sadar bahwa mereka bertanggungjawab terhadap diri sendiri

untuk menggunakan pelbagai cara bagi memproses pernyataan dan menyelesaikan

masalah. Dalam arti kata lain, guru berperan sebagai seorang fasilitator dan

pembimbing. Hubungan guru dengan siswa dapat diumpamakan sebagai hubungan

antara bidan dengan ibu yang melahirkan anak. Guru bertanggung jawab membimbing

dan membantu Siswa mempelajari sesuatu pelajaran dengan bermakna. Guru tidak

boleh belajar untuk siswa. Siswa yang membangun pengertiannya sendiri.

Page 9: Konstruktivisme  implikasi baru dalam tep (1)

9

Kebanyakan teknik penilaian sekarang adalah berdasarkan paradigma

objektivisme. Dalam penilaian yang dilakukan, siswa akan diuji sama sehingga dia

dapat memberikan jawaban yang dikehendaki oleh pembuat soal. Mereka juga

dianggap mempunyai tafsiran yang sama dengan pembuat soal tentang apa yang

dikehendaki dalam soal. Dengan demikan, soal-soal ujian tidak sebenarnya menguji

pengertian dan pengetahuan siswa, tetapi hanya menguji kemampuan siswa untuk

memberikan jawaban yang dikehendaki oleh pembuat soal saja.

Menurut teori konstruktivisme, penilaian harus merangkum cara

menyelesaikan masalah dengan pengetahuan. Ada pun teknik-teknik penilaian yang

dimaksud adalah peta konsep, diagram Venn, portofolio, ujian prestasi dan ujian

akademik.

Pandangan ahli konstruktivisme terhadap disiplin di dalam kelas adalah

berbeda dengan ahli objektivisme. Ahli konstruktivisme menganggap peranan guru

adalah sebagai pengurus kelas dan boleh menangani hal-hal disiplin siswa dengan

sempurna. Siswa diterima sebagai individu yang mempunyai ciri-ciri perlakuan yang

berbeda di mana setiap individu itu dianggap penting dalam proses pembelajaran dan

perlu diberi perhatian yang wajar. Mereka diberikan peluang untuk membuat

keputusan sendiri tentang perkara-perkara yang akan mereka pelajari. Melalui proses

ini, mereka akan lebih prihatin, bertanggungjawab dan melibatkan diri dalam aktivitas

pembelajaran mereka.

Sebaliknya ahli objektivisme berpendapat bahwa guru harus berperan sebagai

pengawal disiplin kelas. Siswa tidak ada pilihan kecuali menurut peraturan dan

undang-undang yang ditetapkan. Mereka yang melanggar akan dikenakan sanksi.

Pengajaran dan pembelajaran yang berasaskan konstruktivisme memberi

peluang kepada guru untuk memilih kaedah pengajaran dan pembelajaran yang sesuai

dan menentukan sendiri masa yang diperlukan untuk memperolehi sesuatu konsep

atau pengetahuan. Di samping itu, guru dapat membuat penilaian sendiri dan menilai

kefahaman orang lain supaya kefahamannya tentang sesuatu bidang pengetahuan

dapat ditingkatkan lagi.

Page 10: Konstruktivisme  implikasi baru dalam tep (1)

10

Perbandingan Objektivisme dengan Konstruktivisme Dalam Pendidikan

Objektivisme Konstruktivisme

Tanggapan

Utama

Pengetahuan wujud bebas dari

lingkungan dalam dan luar

pelajar

Pengetahuan bukan objektif, apa

yang kita benar-benar tahu dan

faham hanyalah persepsi kita. Ia

ditentukan oleh kita semua.

Pengetahuan tidak mempunyai

struktur mutlak

Kesan

Guru menolong siswa untuk

membangun pengetahuan dan

struktur konteks di mana ia

perlukan. Mereka mengguna

analogi, contoh dan pelbagai

kaidah untuk mengingat.

Guru menolong siswa

membangun pengertian baru dan

menolong siswa merekamkannya

ke dalam struktur kognitif yang

ada. Mereka melakukannya

dengan menolong siswa

membentuk analogi, contoh dan

kaidah mengingat siswa sendiri,

dan guru menolong siswa

menyelesaikan masalah yang

perlu ditanya ke arah pengertian

yang lebih tinggi

Respons Guru

"Ada perkara yang anda hendak

tahu dan saya akan ajar kepada

anda apa yang saya tahu"

"Saya ajari ini, mereka belajar

ini"

"Pelajar ini sungguh bijak,

mereka belajar apa saja yang

saya ajarkan"

"Ada perkara yang anda hendak

tahu dan saya akan tolong anda

mengetahui bagaimana anda

dapat belajar mengenainya"

"Saya ajar ini, mereka belajar itu"

"Pelajar ini sungguh bijak, mereka

belajar peristiwa yang saya tidak

pernah rancang untuk mengajar

mereka"

Page 11: Konstruktivisme  implikasi baru dalam tep (1)

11

D. IMPLIKASI PADA TEKNOLOGI PEMBELAJARAN

Lajunya perkembangan teknologi pada dekade terakhir ini mau tak mau harus diakui

telah membawa perubahan yang teramat besar dalam bidang pendidikan.

Pendayagunaan teknologi dalam pembelajaran memudahkan transfer informasi ke

pebelajar sehingga hasil yang diperoleh lebih bermakna untuk menciptakan sesuatu

yang baru.

Kehadiran teknologi dalam pembelajaran bila dikelola dengan baik maka para guru

dapat mengembangkan diri dengan mengadopsi dan mengadaptasi teori-teori belajar

yang membangun pikiran siswa secara terstruktur dan dinamis. Dengan teknologi,

pebelajar lebih mudah memahami dan mengaplikasikannya dalam kehidupannya.

Berikut beberapa implikasi penggunaan teknologi pembelajaran.

a. Setiap guru akan pernah mengalami bahwa suatu materi telah dibahas dengan

sejelas-jelasnya namun masih ada sebagian siswa yang belum mengerti ataupun

tidak mengerti materi yang diajarkan sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa

seorang guru dapat mengajar suatu materi kepada siswa dengan baik, namun

seluruh atau sebagian siswanya tidak belajar sama sekali. Usaha keras seorang guru

dalam mengajar tidak harus diikuti dengan hasil yang baik pada siswanya. Karena,

hanya dengan usaha yang keras para siswa sendirilah akan betul-betul memahami

suatu materi yang diajarkan.

b.Tugas setiap guru dalam memfasilitasi siswanya, memberikan pengetahuan materi

yang dibangun atau dikonstruksi para siswa sendiri bukan ditanamkan oleh guru.

Para siswa harus dapat secara aktif mengasimilasikan dan mengakomodasi

pengalaman baru ke dalam kerangka kognitifnya.

c. Untuk mengajar dengan baik, guru harus memahami model-model pembelajaran

yang digunakan para siswa untuk mengenal dunia mereka dan penalaran yang

dikembangkan dan yang dibuat para siswa untuk mendukung model-model itu.

d. Siswa perlu mengkonstruksi pemahaman yang mereka buat sendiri untuk masing-

masing konsep materi sehingga guru dalam mengajar bukannya “menguliahi”,

menerangkan atau upaya-upaya sejenis untuk memindahkan pengetahuan pada

Page 12: Konstruktivisme  implikasi baru dalam tep (1)

12

siswa tetapi menciptakan situasi bagi siswa yang membantu perkembangan mereka

membuat konstruksi-konstruksi mental yang diperlukan

e. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan

pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik.

f. Latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan

menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.

g. SIswa diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai dengan

dirinya. Guru hanya sebagai fasilitator, mediator, dan teman yang membuat situasi

kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional, 2002, Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching

and Learning), Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta.

Salmi, N. 2005. Teknologi Informasi Inovasi bagi Dunia Pendidikan (online).

www.implikasi definisi teknologi pembelajaran. Kamis, 29 April 2010.