konstruktifis
TRANSCRIPT
Konstruktifis
Pengertian Konstruktivisme
Kontrukstivisme mencakup rentang luas teori yang bertujuan menangani berbagai
pertanyaan tentang ontologi, seperti perdebatan tentang lembaga (agency) dan Struktur, serta
pertanyaan-pertanyaan tentang epistemologi, seperti perdebatan tentang “materi/ide” yang
menaruh perhatian terhadap peranan relatif kekuatan-kekuatan materi versus ide-ide.
Konstruktivisme bukan merupakan teori HI, sebagai contoh dalam hal neo-realisme, tetapi
sebaliknya merupakan teori sosial. Konstruktivisme dalam HI sebagai konstruktivisme
“konvensional” dan “kritis”.Hal yang terdapat dalam semua variasi konstruktivisme adalah
minat terhadap peran yang dimiliki oleh kekuatan-kekuatan ide. Konstruktivisme
menggambarkan hubungan internasional teori konstruktivis sebagai peduli dengan bagaimana
ide-ide define struktur internasional, bagaimana struktur ini mendefinisikan kepentingan dan
identitas negara-negara dan bagaimana negara-negara dan aktor non-negara mereproduksi
struktur ini. Prinsip utama dari konstruktivisme adalah keyakinan bahwa "politik
Internasional dibentuk oleh ide-ide persuasif, nilai-nilai kolektif, budaya , dan identitas sosial
". Konstruktivisme berpendapat bahwa realitas internasional secara sosial dikonstruksi oleh
struktur kognitif yang memberikan makna terhadap dunia material. Teori ini muncul dari
perdebatan tentang metode ilmiah dari teori-teori hubungan internasional dan peran teori
dalam produksi kekuasaan internasional.
II. Tokoh Kunci
Pakar konstruktivisme yang paling terkenal, Alexander Wendt, menulis Anarchy is
What States Make of It. Buku pada yang ditulis pada tahun 1992 ini disebut-sebut sebagai
peletak dasar social-constructivism, sebenarnya buku ini adalah enigma tersendiri.
Bagaimana tidak, Wendt sendiri pada awalnya menyebut dirinya sebagai seorang realist dan
positivist [baru pada buku Social Theory of International Relations beliau menyebut dirinya
sebagai seorang social constructivist] “.
III. Kritik Konstruktivisme terhadap Neoliberal dan Neorealis
Pertama, neo-realis lebih menekankan pada relative gains sementara neo-liberalisme
menekankan pada absolute gains. Perbedaannya adalah, katakanlah ada sebuah kue, jika
kemudian negara-negara berpikir untuk mendapatkan potongan kue yang paling besar dari
yang lain tanpa mempedulikan ukuran kue tersebut maka ia lebih menekankan pada relative
gains. Sementara jika negara-negara berpikir untuk memperbesar ukuran kue agar seluruh
negara dapat memperoleh potongan kue yang besar maka negara-negara tersebut lebih
menekankan pada absolute gains.
Kedua, neo-realis tidak mempercayai bahwa institusi international dapat menanggulangi
akibat dari anarki internasional. Sebaliknya bagi neo-liberal, mereduksi terjadinya
misunderstanding dan kerjasama antar negara dapat mencegah efek-efek yang ditimbulkan
oleh anarki internasional. Kemudian juga, jika neo-realis lebih menekankan pada masalah-
masalah keamanan, neo-liberal lebih menekankan pada isu-isu ekonomi-politik.
Ada empat kelemahan yang dimiliki oleh ‘neo-neo synthesis’:Kedua perspektif
meninggalkan isu-isu the use of force yang menjadi kunci perbedaan utama antara realisme
dan liberalisme pada decade-dekade sebelumnya. Kedua perspektif tampaknya berusaha
melemahkan relevansi isu-isu tersebut di dunia modern saat ini.Jika sebelumnya liberalisme
melihat aktor-aktor sebagai agen moral dan realis melihat aktor-aktor sebagai power
maximizers maka di dalam perkembangan ‘neo-neo debate’ keduanya setuju bahwa aktor-
aktor merupakan value maximizers.
Jika sebelumnya terjadi perdebatan dimana realis menekankan negara sebagai aktor dan
liberalisme menekankan pada non-state actors maka di dalam ‘neo-neo debate’ keduanya
setuju bahwa negara merupakan aktor utama di dalam politik internasional.
Jika realisme melihat konflik sebagai kunci untuk memahami politik internasional dan
liberalisme melihat kerjasama sebagai sesuatu yang penting maka neo-neo debate melihat
kedua-duanya, baik kerjasama dan konflik sebagai fokus perhatian.
IV. Asumsi dasar Konstruktivisme
Konstruktivisme lahir dari sebuah kritik secara terbuka terhadap pendekatan
Neorealisme dan Neoliberalisme. Manusia adalah mahluk individual yang dikonstruksikan
melalui realitas sosial. Konstruksi atas manusia akan melahirkan paham intersubyektivitas.
Hanya dalam proses interaksi sosial, manusia akan saling memahaminya. Dalam melihat
hubungan antar sesama individu, nilai-nilai relasi tersebut bukanlah diberikan atau
disodorkan oleh salah satu pihak, melainkan kesepakatan untuk berinteraksi itu perlu
diciptakan di atas kesepakatan antar kedua belah pihak. Dalam proses ini, faktor identitas
individu sangat penting dalam menjelaskan kepentingannya. Interaksi sosial antar individu
akan menciptakan lingkungan atau realitas sosial yang diinginkan. Dengan kata lain,
sesungguhnya realitas sosial merupakan hasil konstruksi atau bentukan dari proses interaksi
tersebut. Hakekat manusia menurut konsepsi konstruktivisme lebih bersifat bebas dan
terhormat karena dapat menolak atau menerima sistem internasional, membentuk kembali
model relasi yang saling menguntungkan, atau yang diinginkan berdasarkan peraturan,
strukturasi dan verstehen dalam speech acts
a. Pandangan Mereka tentang Negara
Secara garis besar realisme memandang negara sebagai satu-satunya aktor yang paling
dominan dalam hubunga internasional, sedangkan liberalisme memandang bahwa dalam
hubungan internasional juga terdapat individu, swasta, dan institusi atau organisasi
internasional sehingga dalam pandangan kaum liberalis merekalah aktor dalam hubungan
internasional. Namun pandangan ini berubah seiring dengan adanya revolusi dari kaum
behavioralis yang menyatakan bahwa hubungan internasional adalah sesuatu yang dapat
dijelaskan secara ilmiah dengan adanya data-data yang ada. Perubahan ini semakin diperkuat
dengan berubahnya tatanan dunia pasca perang dunia dan mulainya perang dingin.
Munculnya beberapa organisasi pasca perang dingin turut mempengaruhi pandangan
neorealisme dan neoliberalisme dalam memandang aktor hubungan internasional.
Neorealisme tetap memandang negara sebagai aktor paling penting . Hal ini sangat mudah
dijelaskan oleh kaum neoralis, dengan melihat aktor yang sangat dominan pada masa perang
dingin adalah Amerika Serikat dan Uni Soviet. Isu yang sering dibawa oleh kaum neorealis
seputar konflik dan perang yang terjadii diantara negara membawa kesimpulan bagi kaum
neorealis bahwa negara merupakan aktor paling dominan dan penting dalam hubungan
internasional (Beitz, 1979). Namun, hal ini tidak berarti bahwa neoralisme hirau akan adanya
non-state actor seperti organisasi dan institusi internasional. Neorealisme tetap memandang
eksistensi organisasi dan institusi internasional sebagai aktor penting namun bukan berarti
sebagai aktor yang dominan karena dibalik mereka masih ada negara yang merupakan aktor
paling dominan dalam hubungan internasional karena hanya negaralah yang memiliki
kedaulatan.
Neoliberalisme berpandangan kontradiktif, menganggap bahwa dengan semakin banyaknya
organisasi dan institusi internasional menandakan bahwa merekalah aktor hubungan
internasional. Peran mereka yang begitu penting bahkan membuat mereka memiliki peran
melebihi peran yang dimiliki oleh negara. Neoliberalisme juga tidak serta merta menyangkal
adanya negara sebagai aktor hubungan internasional. Negara tetap dianggap sebagai aktor
penting namun dalam era kontemporer peran organisasi dan institusi jauh lebih besar dari
pada negara dan tidak dapat dipungkiri jika negara sangat membutuhkan kehadiran organisasi
dan institusi internasional. Salah satu pandangan kaum neoliberal, dikemukan salah satunya
oleh James Rosenau, mengemukakan bahwa hubungan internasional tidak hanya hubungan
antar negara saja, melainkan di dalamnya terdapat individu yang secara signifikan terlibat
dalam interaksinya (Jackson & Sorensen, 1999). Komunikasi juga terlihat dari adanya
interaksi dengan kelompok masyarakat swasta. Hubungan antara negara, individu, dan
kelompok masyarakat swasta yang saling tumpang tindih dan menjadi kooperatif ini dikenal
dengan jaring laba-laba. Dengan meluasnya hubungan transnasional ini akan membawa
kehidupan yang lebih damai.
b. Anarki dalam Sistem Internasional
Alexander Wendt menulis pada 1992 tentang Organisasi Internasional (kemudian
diikuti oleh suatu buku, Social Theory of International Politics 1999), “anarki adalah hal yang
diciptakan oleh negara-negara dari hal tersebut”. Banyak kritikus yang muncul dari kedua sisi
pembagian epistemologis tersebut. Para pendukung pasca-positivis mengatakan bahwa fokus
terhadap negara dengan mengorbankan etnisitas/ras/jender menjadikan konstrukstivisme
sosial sebagai teori positivis yang lain. Penggunaan teori pilihan rasional secara implisit oleh
Wendt juga telah menimbulkan berbagai kritik dari para pakar seperti Steven Smith. Para
pakar positivis (neo-liberalisme/realisme) berpendapat bahwa teori tersebut
mengenyampingkan terlalu banyak asumsi positivis untuk dapat dianggap sebagai teori
positivis.Menanggapi asumsi dari (neo)realis maupun neoliberalis, konstruktivisme hampir
sama dengan asumsi awal konstruktivisme yang diungkapkan Von Glaserfeld, berasumsi
bahwa, terminologi sistem internasional yang anarki (baik kooperatif maupun konfliktual)
dikonstruksikan oleh “keadaan psikologis” negara itu sendiri. Artinya adalah bagaimanapun
sifat sistem internasional itu, baik konfliktual maupun kooperatif, hal tersebut
terdeterminasikan oleh bagaimana cara state atau negara itu bertindak. Tentunya hal-hal
tersebut dipengaruhi oleh keadaan psikologis dari setiap negara. Dalam hal ini, Alexander
Wendt memiliki versi dari konstruktivisme yang lebih radikal, yaitu konstruktivisme yang
juga mengkritik asumsi konstruktivisme “reguler” yang menyatakan bahwa “anarki adalah
sesuatu yang dibuat oleh negara”. Bagi Wendt, tidak ada logika anarki, tetapi anarki adalah
sebuah efek dari praktik pemikiran konstruktivis reguler “anarki adalah sesuatu yang dibuat
oleh negara”
c. Peranan Ide dalam Hubungan Internasional
Konstruktivis berfokus pada ide. Konstruktivis memberikan perhatiannya pada
kepentingan dan identitas negara sebagai produk yang dapat dibentuk dari proses sejarah
yang khusus. Mereka memberi perhatian pada wacana umum yang ada ditengah masyarakat
karena wacana merefleksikan dan membentuk keyakinan dan kepentingan, dan
mempertahankan norma-norma yang menjadi landasan bertindak masyarakat (accepted
norms of behavior). Dengan demikian konstruktivis memberi perhatian pada sumber-sumber
perubahan (sources of change). Dengan pendekatannya yang demikian maka konstruktivis
menggantikan marxisme sebagai the preeminent radical perspective di dalam hubungan
internasional.
Konstruktivis memberikan perhatian kajiannya pada persoalan-persoalan bagaimana ide
dan identitas dibentuk, bagaimana ide dan identitas tersebut berkembang dan bagaimana ide
dan identitas membentuk pemahaman negara dan merespon kondisi di sekitarnya.
d. Pandangan Perang dan damai
Pandangan konstruktivis terhadap realitas hubungan internasional pada dasarnya
muncul untuk membantah pandangangan neorealis. Neorealis selalu memandang realitas
hubungan internasional sebagai sesuatu yang anarkis. Kondisi tersebut sifatnya given (ada
dengan sendirinya) baik keberadaannya dan sifatnya yang permissive. Konsep “permissive”
merujuk pada kondisi yang memungkinkan negara-negara untuk berperang. Dalam konteks
ini perang terjadi karena tidak ada yang mencegah negara-negara untuk berperang. Sifat
alamiah manusialah atau keadaan politik domestik negara predator yang menyebabkan
terjadinya konflik. Jadi jika negara A menyerang negara B, kemudian B melakukan tindakan
defense, maka itu disebabkan semata-mata hanya oleh faktor sifat alamiah manusia atau
politik domestik. Jadi sistem internasional yang anarkis dan negara adalah sesuatu yang
terpisah dan tidak saling mempengaruhi. Semua perilaku negara terjadi di dalam sistem
anarkis itu tanpa ada pengaruh apapun dari perilaku negara-negara terhadap sistem tersebut.
Neorealis tidak melihat bahwa “practices” negara menentukan karakter anarchy. Dalam
pandangan neorealis anarchy adalah sistem yang sifatnya self- help dan ditentukan oleh
persaingan power politics, di mana keduanya adalah given oleh struktur sistem negara.
Konstruktivis tidak dalam posisi untuk menolak asumsi anarkis itu, namun memberikan
argumen bahwa terjadi interaksi antar negara di dalam sistem anarkis tersebut. Dalam proses
interaksi terjadi proses saling mempengaruhi antar negara sehingga memberikan “bentuk”
terhadap struktur internasional. Dalam interaksi itu negara membawa subyektifitas masing-
masing yang didasarkan pada meanings yang dimiliki. Proses interaksi menyebabkan
terjadinya interaksi subyektifitas, dan kesepahaman tentang persepsi atau pengakuan identitas
pihak lain--- yang selanjutnya disebut others dan diri sendiri (negara) disebut self—
memunculkan konsep intersubyektifitas. Intersubyektifitas menyangkut kesepakatan ataupun
pengakuan terhadap meanings bersama atau collective meanings. Masing-masing pihak di
dalam proses interaksi telah sepakat tentang “sesuatu” yaitu bisa berupa musuh, teman,
ancaman, atau kerja sama.
e. Pandangan dalam Sistem Internasional
konstruktivisme hampir sama dengan asumsi awal konstruktivisme yang diungkapkan
Von Glaserfeld, berasumsi bahwa, terminologi sistem internasional yang anarki (baik
kooperatif maupun konfliktual) dikonstruksikan oleh “keadaan psikologis” negara itu sendiri.
Artinya adalah bagaimanapun sifat sistem internasional itu, baik konfliktual maupun
kooperatif, hal tersebut terdeterminasikan oleh bagaimana cara state atau negara itu
bertindak. Tentunya hal-hal tersebut dipengaruhi oleh keadaan psikologis dari setiap negara.
Dalam hal ini, Alexander Wendt memiliki versi dari konstruktivisme yang lebih radikal, yaitu
konstruktivisme yang juga mengkritik asumsi konstruktivisme “reguler” yang menyatakan
bahwa “anarki adalah sesuatu yang dibuat oleh negara”. Bagi Wendt, tidak ada logika anarki,
tetapi anarki adalah sebuah efek dari praktik pemikiran konstruktivis reguler “anarki adalah
sesuatu yang dibuat oleh negara
f. Pandangan Individu
Menurut konstruktivis, norma-norma sifatnya otonom dan norma membentuk dan
menentukan perilaku negara di dalam sistem internasional. a)Norma tidak hanya berfungsi
untuk mengatur (regulatory) namun lebih dari itu membentuk (constitutive) perilaku negara.
b) Kepentingan agent didasarkan/ditentukan oleh konstruksi identitasnya yang terbentuk di
dalam/ melalui interaksi sosial.
c) Komunikasi antar aktor dan norma (moral norms) akan menentukan tingkah laku aktor
tersebut. Aktor akan cenderung berprilaku sesuai dengan norma yang disepakati bersama.
d) Pentingnya perubahan sejarah internasional. Identitas agent akan berubah sejalan dengan
perubahan struktur internasional.
g. Perbandingan Pandangan Konstruktivisme dengan Neoliberal dan Neorealis
Perbedaan Konstruktivisme Neoliberalisme dan neorealisme
Metodologi - Mempertanyakan secara kritis dari mana datangnya identitas dan kepentingan tersebut
- Identitas dan kepentingan bukan realitas melainkan bentukan struktur dan teori.
- Menekankan pentingnya kekuatan Ide
- Menjadikan kekuatan ide sangat berperan penting dalam kehidupan sosial dalam menentukan pilihan di antara perimbangan keberagaman sosial.
- Institusi merupakan struktur sosial yang berfungsi untuk “sharing gagasan”
- Mempertanyakan pengaruh lingkungan terhadap derajat perilaku aktor
- Memperjuangkan identitas dan kepentinganya jika ada peluang
- Kental dengan pendekatan Rational Choice dalam perilaku ekonomi borjuasi
- Menekankan pentingnya kekuatan materi
- Neorealist menyebut kepentingan negara berawal dari struktur materi yang anarkis.
- Kekuatan ide direduksi untuk mengintervensi variabel antara kekuatan materi dan hasil
- Mengandalkan kekuatan materi dan kepentingan sendiri
Ontologi - Struktur dan intersubyektivitas- Tindakan memproduksi dan
mereproduksi konsepsi identitas dalam ruang sosial dan waktu tertentu
- Negara mentransformasikan kultur HI dalam konteks sistem keamanan kolektif (a collective security system)
- Individual-centrism- Tindakan memproduksi dan
mereproduksi konsepsi identitas individu semata.
- Negara mentransformasikan kultur HI dalam konteks kekuatan yang berimbang (a balance of power)
Empirisme - Identitas dan kepentingan negara dikonstruksikan oleh sistem struktur
- Kepentingan dan identitas negara selalu dikonstruksikan dalam sistem HI
-
- Identitas dan kepentingan negara dikonstruksikan oleh kekuatan domestik.
- Asumsi yang konstan atas gagasan empirisme dan alasan yang independen dalam sistem internasional
-
V. Varian –varian dalam Konstruktivisme
Konstruktivisme berkembang melalui tiga varian pemikiran yang berbeda: sistemik,
level unit dan holistik. Varian yang pertama adalah konstruktivis sistemik, dengan tokohnya
Alexander Wendt, memiliki kesamaan dengan neorealis dalam artian keduanya memberikan
perhatian hanya pada interaksi antar negara sebagai aktor-aktor tunggal dan mengabaikan
semua proses yang berlangsung di dalam masing-masing aktor tersebut. Memahami politik
internasional, dalam pemikiran konstruktivis sistemik, berarti semata-mata memahami
bagaimana negara berhubungan satu sama lain dalam ruang eksternal atau internasional.
Seperti halnya dengan neorealisme, anarkhi dalam politik internasional menjadi sebuah
konsep yang penting dalam varian konstruktivisme ini. Hanya saja, berbeda dengan
neorealist yang melihat negara berhubungan satu sama lain dalam konteks anarkhi,
konstruktivis memahami anarkhi justru sebagai produk hubungan antar negara. Posisi ini
ditujuukan dengan jelas oleh Wendt melalui judul dari salah satu karya utamanya, ‘Anarchy
is what states make of it’ (1992).
Varian kedua konstruktivisme berusaha melihat hubungan pengaruh norma-norma sosial
dan legal di tingkat domestik bagi identitas, dan oleh karenanya, kepentingan-kepentingan
negara. Peter Katzenstein merupakan salah figur penting konstruktivisme dari varian ini.
Melalui dua buah karyanya, Cultural Norms and National Security: Police and Military in
Changing Japan (1996) dan Tamed Power: Germany in Europa (1999), Katzenstein berusaha
menunjukkan bagaimana kedua negara dengan pengalaman yang sama, sebagai negara yang
kalah perang, mengalami pendudukan asing dan berubah dari otoritarian menuju demokrasi,
memiliki kebijakan-kebijakan pertahanan internal dan external yang sangat berbeda. Menurut
Katzenstein, perbedaan ini mencerminkan institusionalisasi norma-norma sosial dan legal
yang berbeda di tingkat nasional kedua negara tersebut. Sekalipun tidak mengabaikan peran
peran norma internasional dalam membentuk identitas dan kepentingan negara, penekanan
yang berlebihan pada aspek domestik menempatkan konstruktivisme (dalam varian ini) pada
posisi yang sulit untuk menjelaskan munculnya kesamaan-kesamaan antar negara ataupun
adanya pola-pola konvergensi idetitas dan kepentingan negara-negara yang berbeda.
Varian konstruktivisme ketiga, yakni holistik, berusaha menjembatani kedua posisi dua
varian konstruktivisme yang bertolak belakang di atas dengan jalan melihat domestik dan
internasional sebagai dua aspek berbeda dari tatanan sosial dan politik yang sama.
Konstruktivis holistik berusaha menjelaskan dinamika perubahan global ¾ terutama dalam
kaitannya dnegan muncul dan hancurnya negara berdaulat ¾ melalui hubungan timbal balik
antara negara dan tatanan global tersebut.. Karena besarnya perhatian terhadap transformasi-
transformasi yang bersifat global dan besar, varian konstruktivisme cenderung bersifat
strukturalis dan mengabaikan aspek agency sebagai salah satu preposisi ontologis
konstruktivisme. Dalam artian ini, gagasan, norma maupun budaya dipahami memiliki peran
yang sangat penting dalam sebuah transformasi, tetapi terlepas dari keinginan, pilihan
ataupun tindakan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Stelle,Brent J.2007. Liberal - Idealism : A constructivist critique. International Studies Review
(2007) 9, 23–52.
Wendt ,Alexander E.1987. The Agent-Structure Problem in International Relations Theory.
International Organization, Vol. 41, No. 3. (Summer, 1987), pp. 335-370.
Zehfuss, Maja, 2002, “Constructivism in International Relations : The Politics of Reality”,
Cambridge University Press, Cet. I.
Adi,Anugrah W.2009. Konstruktivisme Dalam Pembelajaran Hubungan Internasional
www.awanxhi.wordpress.com . Diakses pada tanggal 20 Juni 2010 pada pukul 15.00 WIB.
Aji,Deni.2006. Konstruktivisme. www://ajideni.blogdrive.com. Diakses pada tanggal 20 Juni 2010
pada pukul 15.00 WIB
Alfian,Heri. 2009. Konstruktivisme dalam Hubungan Internasional. www.alfianheri.blogspot.com .
Diakses pada tanggal 20 Juni 2010 pada pukul 15.00 WIB.
Andhika ,Wendy.2007. Perspektif-Perspektif di dalam Hubungan Internasional.
www.teori2hi.multiply.com/journal. Diakses pada tanggal 20 Juni 2010 pada pukul 15.00
WIB.
Hasyim,Yusuf.2009.Konstruktivisme.http://yoesoef14.wordpress.com/2009/06/22/
konstruktivisme/. Diakses pada tanggal 20 Juni 2010 pada pukul 15.00 WIB.
Mandagie, Robin Riwanda.2009. Constructivism & Rationalism: A Bridge of (Neo)Realism and
(Neo)Liberalism. Is Anarchy What States Make of It?. www.robinmandagie.blogspot.com.
Diakses pada tanggal 20 Juni 2010 pada pukul 15.00 WIB.
Setiawan,Asep.2008.Perspektif – Perspektif dalam Hubungan Internasional.www.
theglobalpolitics.com. Diakses pada tanggal 20 Juni 2010 pada pukul 15.00 WIB.
Setyanto,Arif. Neorealisme dan Neoliberalisme : Dua Pendekatan Yang Saling Mendekati.
http://pejuanghi.blogspot.com/2010/04/neorealisme-dan-neoliberalisme-dua.html . Diakses
pada tanggal 20 Juni 2010 pada pukul 15.00 WIB.
Anonim.2010. Bedah buku Alexander Wendt, “Anarchy is What States Make of It.
himahiunpad.wordpress.com. Diakses pada tanggal 20 Juni 2010 pada pukul 15.00 WIB.
Anonim.2009.Kontruktivisme kritikan terhadap kerasionalitasan aktor hubungan internasional.
http://kopiitudashat.wordpress.com/2009/07/14/konstruktivisme-kritikan-terhadap-
kerasionalitasan-aktor-hubungan-internasional/. Diakses pada tanggal 20 Juni 2010 pada
pukul 15.00 WIB.
Anonim. 2008 .Teori Hubungan Internasional. http://skyfly23ve.wordpress.com/category/teori-
hubungan-internasional/. Diakses pada tanggal 20 Juni 2010 pada pukul 15.00 WIB.
Anonim. 2009. Perdebatan Neo-neo.. http://langkahkecilkaki.blogspot.com/2009/08/great-
debate.html. Diakses pada tanggal 20 Juni 2010 pada pukul 15.00 WIB