konstruksi rumah joglo

16
STRUKTUR KAYU RUMAH JOGLO BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masyarakat Jawa yang rural agraris, pengetahuan membangun rumah dilakukan secara turun temurun (tradisi) dengan menggabungkan satu bahan dengan bahan lain dalam bentuk konstruksi berdasarkan perhitungan rasional (tektonika) (Nasution, 2001). Pembangunan rumah tersebut dilakukan dengan cara yang sederhana (teknologi lokal) dan menggunakan bahan alami (lokal). Rumah merupakan manifestasi dari kesatuan makrokosmos dan mikrokosmos serta pandangan hidup masyarakat Jawa. Pembagian ruangan pada bangunan Jawa didasarkan atas klasifikasi simbolik yang diantaranya berdasarkan dua kategori yang berlawanan atau saling melengkapi yang oleh Tjahjono (1990) disebut sebagai dualitas (duality). Selain itu, ada pemusatan (sentralitas) dalam tata ruang bangunan. Rumah Jawa yang ideal paling tidak terdiri dari dua atau tiga unit bangunan, yakni pendopo (ruang untuk pertemuan), pringgitan (ruang untuk pertunjukan) dan dalem (ruang inti keluarga). Dalem dibedakan menjadi bagian luar yang disebut dengan emperan serta

Upload: visiyo-desma-falahis

Post on 29-Dec-2015

867 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

sub materi Struktur Kayu

TRANSCRIPT

Page 1: Konstruksi Rumah Joglo

STRUKTUR KAYU

RUMAH JOGLO

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada masyarakat Jawa yang rural agraris, pengetahuan membangun rumah dilakukan secara

turun temurun (tradisi) dengan menggabungkan satu bahan dengan bahan lain dalam bentuk

konstruksi berdasarkan perhitungan rasional (tektonika) (Nasution, 2001). Pembangunan rumah

tersebut dilakukan dengan cara yang sederhana (teknologi lokal) dan menggunakan bahan alami

(lokal).

Rumah merupakan manifestasi dari kesatuan makrokosmos dan mikrokosmos serta pandangan

hidup masyarakat Jawa. Pembagian ruangan pada bangunan Jawa didasarkan atas klasifikasi

simbolik yang diantaranya berdasarkan dua kategori yang berlawanan atau saling melengkapi

yang oleh Tjahjono (1990) disebut sebagai dualitas (duality). Selain itu, ada pemusatan

(sentralitas) dalam tata ruang bangunan.

Rumah Jawa yang ideal paling tidak terdiri dari dua atau tiga unit bangunan, yakni pendopo

(ruang untuk pertemuan), pringgitan (ruang untuk pertunjukan) dan dalem (ruang inti keluarga).

Dalem dibedakan menjadi bagian luar yang disebut dengan emperan serta bagian dalam yang

tertutup dinding. Bagian dalam terdiri dari dua bagian (depan dan belakang) atau tiga bagian

(depan, tengah dan belakang). Bagian belakang terdiri atas sentong kiwo, sentong tengen serta

sentong tengah. Orientasi bangunan adalah arah selatan.

Bangunan Tradisional Jawa, menurut Dakung (1987), dibedakan menjadi lima klasifikasi

menurut bentuk atapnya, yaitu: atap Panggang Pe, atap Kampung, atap Limasan, atap Joglo dan

atap Tajug. Dari klasifikasi tersebut terdapat hirarki kesempurnaan atau keutamaan dilihat dari

kompleksitas strukturnya, teknik pengerjaannya, jumlah material bangunan, biaya serta tenaga

yang digunakan. Menurut Tjahjono, perbedaan bentuk pada rumah Jawa menunjukkan status

sosial, sedangkan persamaan dalam susunan ruang menandakan adanya pandangan hidup yang

diwujudkan melalui aturan-aturan dalam kehidupan rumah tangga.

Page 2: Konstruksi Rumah Joglo

B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dari makalah ini adalah seperti apakah konstruksi rumah Joglo?

C. TUJUAN

Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui konstruksi rumah Joglo.

2

Page 3: Konstruksi Rumah Joglo

BAB II

PEMBAHASAN

A. DESKRIPSI RUMAH JOGLO

Rumah adat joglo merupakan rumah peninggalan adat kuno dengan karya seni yang bermutu

dan memiliki nilai arsitektur tinggi sebagai wujud dari kebudayaan daerah yang sekaligus

sebagai wujud dari gaya seni bangunan tradisional.

Joglo merupakan kerangka bangunan utama dari rumah adat Kudus yang terdiri atas saka guru

berupa empat tiang utama dengan pengeret tumpang sanga (tumpang sembilan) atau tumpang

telu (tumpang tiga) di atasnya. Struktur joglo yang seperti itu, selain sebagai penopang struktur

utama rumah, juga sebagai tumpuan atap rumah agar atap rumah bisa berbentuk pencu.

Pada arsitektur bangunan rumah joglo, seni arsitektur bukan sekadar pemahaman seni

konstruksi rumah, tetapi juga merupakan refleksi nilai dan norma masyarakat pendukungnya.

Kecintaan manusia pada cita rasa keindahan, bahkan sikap religiusitasnya direfleksikan dalam

berbagai bentuk rumah joglo. Berdasarkan bentuk keseluruhan tampilan dan bentuk kerangka,

bangunan joglo dapat dibedakan menjadi empat bagian:

Muda (nom): Joglo yang bentuk tampilannya cenderung memanjang dan meninggi (melar).

Tua (tuwa): Joglo yang bentuk tampilannya cenderung pendek (tidak memanjang) dan

atapnya tidak tegak / cenderung rebah (nadhah).

Laki-laki (lanangan): Joglo yang terlihat kokoh karena rangkanya relatif tebal.

Perempuan (wadon / padaringan kebak): Joglo yang rangkanya relatif tipis / pipih.

Pada bagian pintu masuk memiliki tiga buah pintu, yakni pintu utama di tengah dan pintu kedua

yang berada di samping kiri dan kanan pintu utama. Ketiga bagian pintu tersebut memiliki

makna simbolis bahwa kupu tarung yang berada di tengah untuk keluarga besar, sementara dua

pintu di samping kanan dan kiri untuk besan.

Pada ruang bagian dalam yang disebut gedongan dijadikan sebagai mihrab, tempat Imam

memimpin salat yang dikaitkan dengan makna simbolis sebagai tempat yang disucikan, sakral,

dan dikeramatkan. Gedongan juga merangkap sebagai tempat tidur utama yang dihormati dan

pada waktu-waktu tertentu dijadikan sebagai ruang tidur pengantin bagi anak-anaknya.

Ruang depan yang disebut jaga satru disediakan untuk umat dan terbagi menjadi dua bagian,

sebelah kiri untuk jamaah wanita dan sebelah kanan untuk jamaah pria. Masih pada ruang jaga

3

Page 4: Konstruksi Rumah Joglo

satru di depan pintu masuk terdapat satu tiang di tengah ruang yang disebut tiang keseimbangan

atau saka geder, selain sebagai simbol kepemilikan rumah, tiang tersebut juga berfungsi sebagai

pertanda atau tonggak untuk mengingatkan pada penghuni tentang keesaan Tuhan.

Begitu juga di ruang dalam terdapat empat tiang utama yang disebut saka guru melambangkan

empat hakikat kesempurnaan hidup dan juga ditafsirkan sebagi hakikat dari sifat manusia.

B. KONSTRUKSI RUMAH JOGLO

Bagian konstruksi inti sekaligus ciri khas rangka atap pada bangunan rumah tradisional Joglo

adalah terletak pada susunan struktur rangka atap brunjung (bentuk piramida terbalik, yaitu

makin ke atas makin melebar dan terletak di atas ke-empat tiang saka guru disusun bertingkat

sampai dengan posisi dudur dan iga-iga) dan susunan rangka uleng (susunan rangka atap

berbentuk piramida yang disusun diatas ke-empat tiang saka guru ke arah bagian dalam). Kedua

struktur ini kita kenal dengan nama tumpangsari bagian dalam dan bagian luar.

Bangunan joglo memiliki empat buah saka guru (tiang utama) dan dua belas buah saka

pengarak. Ukuran saka guru harus lebih tinggi dan lebih besar dari tiang-tiang / saka-saka yang

lain. Ruang yang tercipta dari ke-empat saka guru disebut rong-rongan, yang merupakan

struktur inti joglo.

Gambar 1. Detail Sambungan Struktur Rong-rongan

Sumber: Leedam, 1969

4

Page 5: Konstruksi Rumah Joglo

Bagian atas saka guru saling dihubungkan oleh balok-balok penyambung / penghubung (blandar

pengeret dan sunduk kili) dan dihimpun-kakukan oleh brunjung yang bersifat jepit dan

menciptakan kekakuan sangat rigid yang melebar ke arah luar dan dalam. Pelebaran ke bagian

luar ini dinamakan elar. Sedangkan pelebaran ke bagian dalam disebut tumpangsari. Elar ini

menopang bidang atap, sementara tumpangsari menopang bidang langit-langit joglo

(pamidhangan).

Biasanya ornamen / ukiran terdapat di kedua ujung tiap tiang. Jumlah susunan dan jenis

ornamen yang dibuat berdasarkan dari keinginan sang pemilik rumah.

Berikut adalah detail dari rangka joglo:

Gambar 2. Detail Rangka Joglo

Sumber: Ismunandar, 2001

5

Page 6: Konstruksi Rumah Joglo

Keterangan:

1. Molo (mulo / sirah / suwunan), balok yang letaknya paling atas, yang dianggap sebagai

kepala bangunan.

2. Ander (saka gini), Balok yang terletak di atas pengeret yang berfungsi sebagai penopang

molo.

3. Geganja, konstruksi penguat / stabilisator ander.

4. Pengeret (pengerat), Balok penghubung dan stabilisator ujung-ujung tiang; kerangka

rumah bagian atas yang terletak melintang menurut lebarnya rumah dan ditautkan dengan

blandar.

5. Santen, penyangga pengeret yang terletak di antara pengeret dan kili.

6. Sunduk, stabilisator konstruksi tiang untuk menahan goncangan / goyangan.

7. Kili (sunduk kili), balok pengunci cathokan sunduk dan tiang.

8. Pamidhangan (midhangan), rongga yang terbentuk dari rangkaian balok / tumpangsari

pada brunjung.

9. Dhadha peksi (dhadha manuk), balok pengerat yang melintang di tengah-tengah

pamidhangan.

10. Penitih / panitih.

11. Penangkur.

12. Emprit ganthil, penahan / pengunci purus tiang yang berbentuk tonjolan; dudur yang

terhimpit.

13. Kecer, balok yang menyangga molo serta sekaligus menopang atap.

14. Dudur, balok yang menghubungkan sudut pertemuan penanggap, penitih dan penangkur

dengan molo.

15. Elar (sayap), bagian perluasan keluar bagian atas saka guru yang menopang atap.

16. Songgo uwang, konstruksi penyiku / penyangga yang sifatnya dekoratif.

Pemasangan keseluruhan balok kayu rangka ini dengan menggunakan sistem cathokan atau

saling berkaitan dengan sistem tarik, sehingga fungsinya mengikat konstruksi secara rigid.

Sistem pengunci pada bagian rangka brunjung atau tumpangsari bagian atas adalah dengan

sistem sunduk dengan emprit ganthil. Posisi pengunci terletak pada tumpangsari terakhir yang

juga merupakan tempat menopang dudur dan iga-iga untuk menopang konstruksi rangka usuk

6

Page 7: Konstruksi Rumah Joglo

dan reng atap. Emprit ganthil ini terkadang dibentuk polosan atau diukir dengan bentuk

ornamen jenis nanasan. Pada bagian uleng terdapat dhadha peksi atau dhadha manuk, yaitu

balok melintang yang terletak di tengah pamidhangan. Dhadha peksi ini biasanya diberi ukiran

yang indah untuk memberikan kesan indah dan mempunyai makna-makna tertentu berdasarkan

kepercayaan orang jawa. Struktur atap ini terkadang menggunakan ander pada posisi tengah

diatas dhadha peksi untuk membantu menopang konstruksi molo, tetapi jika pada bagian tengah

uleng sudah menggunakan penutup berupa empyak, maka konstruksi atap ini tidak lagi

menggunakan ander. Kestabilan dan nyawa konstruksi bangunan joglo ini terletak pada

keseluruhan konstruksi atapnya, sebab jika dilihat dari susunannya dapat terlihat dengan jelas

bahwa teori beban konstruksi dengan mengikuti sifat gravitasi bumi yang diratakan dengan

beban berat pada bagian konstruksi atap akan mengakibatkan konstruksi keseluruhan rumah

menjadi stabil dan rigid.

Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pembuatan konstruksi:

1. Jenis kayu

Jenis kayu menentukan dalam pembuatan konstruksi bangunan rumah jawa. Hal ini

karena kualitas kayu berpengaruh langsung terhadap kualitas bangunan. Baik dilihat dari

kekuatannya maupun estetikanya. Ada banyak jenis kayu yang dapat digunakan dalam

pembuatan gebyok, tiang-tiang konstruksi maupun balok konstruksi serta jenis-jenis

ukiran dalam pembuatan rumah limasan dan rumah joglo. Jenis kayu yang sering dipakai

biasanya kayu jati, kayu nangka, kayu sono keling, kayu akasia dan kayu lainnya yang

mempunyai serat padat dan kuat. Selain itu, umur kayu dan ketahanan terhadap cuaca

juga perlu diperhatikan.

2. Sistem struktur

Orang menganggap joglo berstruktur rangka karena memang terlihat batang-batang kayu

yang disusun membentuk rangka. Struktur joglo menerapkan sistem tenda atau tarik. Hal

ini didasarkan pada sistem dan sifat sambungan kayu yang digunakan (cathokan dan ekor

burung), semuanya bersifat mengantisipasi gaya tarik. Sistem struktur tarik inilah yang

membuat joglo bersifat fleksibel sehingga dapat tanggap terhadap gaya-gaya gempa.

Bangunan joglo dapat meredam gempa karena memiliki keterkaitan antarstruktur dan

7

Page 8: Konstruksi Rumah Joglo

materialnya, sambungan antarkayu yang tidak kaku sehingga fleksibel dan memiliki

toleransi tinggi terhadap gempa.

3. Sistem tumpuan dan sambungan

Sistem tumpuan bangunan joglo menggunakan umpak yang bersifat sendi. Hal ini untuk

mengimbangi perilaku struktur atas yang bersifat jepit. Sistem sambungannya yang tidak

memakai paku, tetapi menggunakan sistem lidah alur, memungkinkan toleransi terhadap

gaya-gaya yang bekerja pada batang-batang kayu. Toleransi ini menimbulkan friksi

sehingga bangunan dapat akomodatif menerima gaya-gaya gempa.

Pondasi umpak diletakan di atas tanah yang telah padat atau keras. Kesederhanaan sistem

konstruksi rumah adat jawa ini ternyata mempunyai fungsi yang sangat hebat, bahwa

pondasi ini membentuk rigitifitas struktur yang dilunakkan, sehingga sistem membuat

bangunan dapat menyelaraskan goyangan-goyangan yang terjadi pada permukaan tanah,

sehingga bangunan tidak akan patah pada tiang-tiangnya jika terjadi gempa besar. Hal ini

dapat terjadi jika kayu-kayu yang digunakan mempunyai kualitas yang baik.

Gambar 3. Pondasi Umpak

Sumber: Ismunandar, 2001

Sambungan konstruksi susunan tiang rangka joglo bagian atas berupa sistem cathokan dan

sistem purus. Sistem purus merupakan sistem konstruksi knockdown berupa tonjolan dan

lubang yang saling terkaitkan / saling mengunci satu sama lain.

Sistem sambungan tiang / saka pada umpak pada dasarnya juga berupa sistem purus

(sistem yang sama seperti yang digunakan pada sambungan ander dan sunduk). Kata

8

Page 9: Konstruksi Rumah Joglo

‘purus’ secara harafiah berarti alat kelamin pria. Purus dipandang sebagai lambang laki-

laki / pria, sementara umpak-nya dipandang sebagai lambang wanita. Jadi konstruksi

purus ini mengandung makna serupa seperti metafora lingga-yoni (Tjahjono 1989).

Sistem konstruksi purus ini memudahkan ketika bangunan akan dibongkar untuk

dipindahkan. Dalam tradisi Jawa memang dikenal istilah ‘bedhol-omah’ yaitu

membongkar rumah untuk kemudian dipindahkan ke lokasi lain (Dakung, 1982).

Gambar 4. Sambungan Cathokan dan Purus

Sumber: Ismunandar, 2001

Gambar 5. Sambungan Ekor Burung

9

Page 10: Konstruksi Rumah Joglo

Gambar 6. Sambungan Lidah Alur

4. Bahan bangunan

Penggunaan kayu untuk dinding (gebyok) dan genteng tanah liat untuk atap disebabkan

material ini bersifat ringan sehingga relatif tidak terlalu membebani bangunan.

10

Page 11: Konstruksi Rumah Joglo

BAB III

PENUTUP

Dari pembahasan tersebut di atas, kami menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Bentuk rumah joglo pada mulanya hanya berbentuk persegi (kotak) yang memiliki empat saka

guru (tiang penyangga utama). Namun, seiring perkembangan zaman rumah ini mengalami

banyak sekali perubahan / penambahan, baik dalam bentuk maupun fungsi. Oleh karena itu,

lahir banyak sekali jenis-jenis rumah joglo, diantaranya: joglo jompongan, joglo kepuhan

lawakan, joglo kepuhan limolasan, joglo ceblokan, joglo sinom apitan, dsb.

2. Dalam arsitektur rumah joglo selalu terdapat saka guru (tiang penyangga utama) yang berfungsi

sebagai tiang penyangga atap utama, yaitu atap limasan. Dalam hal ini, atap limasan merupakan

atap segi tiga bangunan tersebut. Saka guru mempunyai filosofi tersendiri, yaitu melambangkan

empat hakikat kesempurnaan hidup dan juga ditafsirkan sebagi hakikat dari sifat manusia.

Selain itu, tumpangsari juga menjadikan arsitektur joglo semakin terasa keunikannya.

11

Page 12: Konstruksi Rumah Joglo

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal:

Budi Sardjono, Agung. 2009. Konstruksi Rumah Tradisional Kudus. Jurnal Arsitektur .

(unpublished)

P. Prihatmaji, Yulianto. 2007. Perilaku Rumah Tradisional Jawa Joglo Terhadap Gempa. Dimensi

Teknik Arsitektur. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Kristen Petra. Surabaya.

Website:

http://blog.unsri.ac.id/kaskuserr/nais-inpo-gan/rancangan-rumah-joglo-yang-tahan-gempa/mrdetail/

6430/

http://www.gebyok.com/

http://kibagus-homedesign.blogspot.com/2011/01/konstruksi-joglo-rumah-adat-jawa-tengah.html

http://xdesignmw.wordpress.com/category/konstruksi-kayu/page/

http://cruzindoartwork.wordpress.com/artikel/hunian-konsep-joglo/

http://kibagus-homedesign.blogspot.com/2011/01/konstruksi-sambungan-tiang-rangka-joglo.html

12