konsep riya’ menurut al-ghazalirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · kelompok...

76
KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALI Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag.) Oleh: Mohammad Mufid 1113033100035 PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FALSASFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018

Upload: others

Post on 23-Jul-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALI

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag.)

Oleh:

Mohammad Mufid

1113033100035

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FALSASFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018

Page 2: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang
Page 3: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang
Page 4: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang
Page 5: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

iv

ABSTRAK

Mohammad Mufid

Konsep Riya’ Menurut al-Ghazali

Al-Ghazali adalah seorang sufi besar yang namanya sudah tidak asing bagi

masyarakat dunia,terutama Indonesia. Ia bukan hanya seorang sufi saja, tetapi ia

juga seorang filsuf dan teolog. Sehingga tidaklah aneh kalau ia mempunyai

banyak karya yang membahas tentang filsafat dan ilmu kalam. Bahkan karya-

karyanya sudah menyebar luas dan menghiasi lemari-lemari yang ada diberbagai

perpustakaan dunia. Karyanya juga banyak dikaji oleh berbagai kalangan,

termasukpara akademisi.

Dari segitu banyak karya dan berbagai macam pembahsannya, penulis

merasa tertarik untuk mengkajinya. Namun penulis hanya membatasi

pembahasannya tentang masalah riya’. Karena, di zaman sekarang ini penyakit

yang namanya riya’ (pamer) ini sangat menyebar luas di dunia media sosial

(medsos). Oleh sebab itu, penulis merasa tertarik untuk meneliti tentang masalah

riya’ agar masyarakat menjadi sadar tentang bahayanya berbuat riya’. Perbuatan

riya’ bisa membuat orang lain menjadi iri. Dan karena perbuatan riya’ ini hati

orang lain menjadi sakit. Bukan hanya menyakiti hati orang lain saja, tetapi riya’

juga merusak dirinya sendiri. Terutama merusak amal perbuatan orang yang

melakukan riya’.

Page 6: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

v

KATA PENGANTAR

Bismillāhirraḥmānirraḥīm

Alḥamdulillāh, puji syukur kepada Allah Swt. Yang telah memberikan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini

tanpa kendala yang berarti. Ṣalawāh dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabi

Muḥammad Saw. Beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah

membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Prof. Dr. Masri Mansoer, M.Ag.selaku Dekan Fakultas Ushuluddin.

3. Dra. Tien Rohmatin, MA. Sebagai ketua Program Studi Aqidah dan

Filsafat Islam, yang tak henti-hentinya menyemangati, mengayomi,

dan memberikan masukan-masukan penulisan skripsi ini.

4. Kepada Dr. Abdul Hakim Wahid, MA. Selaku Sekretaris Jurusan

Aqidah dan Filsafat Islam, Fakultas Ushuluddin Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,yang tak pernah bosan

mendengarkan keluh kesah penulis, serta selalu memberikan saran

terbaik kepada penulis dalam menyelesaikan perkuliahan ini.

5. Bapak Hanafi, S.Ag, MA, selaku Pembimbing Akademik yang telah

memberikan nasehat-nasehat selagi saya sedang menyusun skripsi.

Page 7: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

vi

6. Bapak Dr. Edwin Syarif, M.Ag, selaku dosen pembimbing skripsi

yang telah meluangkanbanyak waktunya untuk membimbing,

mengarahkan,memberikan pengoreksian, dan memberikan saran-saran

demi perbaikan skripsi ini.

7. Segenap Karyawan Perpustakaan Fakultas Ushuluddin, Universitas

Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang selalu memberikan

semangat, dan selalu sabar menghadapi tingkah laku penulis selama

berada di perpustakaan.

8. Segenap Bapak dan Ibu dosen khususnya Aqidah dan Filsafat Islam,

Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah

Jakarta, yang sudah memberikan ilmu pengetahuannya selama penulis

belajar di Fakultas Ushuluddin.

9. Bapak, ibu, kakak, adik, dan keluarga saya yang tidak pernah letih

mendoakan dan memberikan biayah kuliah selagi sayamasih sedang

berjuang belajar agar saya dapat menimba ilmu setinggi dan sebaik

mungkin. Beserta keluarga besar lainnya yang selalu menyemangati

dan mengembalikan kepercayaan diri saya.

10. Teman-teman Aqidah dan Filsafat Islam angkatan 2013, teman-teman

HMI, Hima-Cita, dan KMSGD yang selalu membantu penulis dan mau

berbagi ilmu,sehingga menambah imajinasi penulis dalam

menyelesaikan tugas akhir ini. Serta semua pihak yang telah

membantu, penulis ucapkan terimakasih.

Page 8: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

vii

Penulis menyadari, masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Namun

sedikit banyaknya, semoga dapat bermanfaat kususnya bagi penulis dan

masyarakat pada umumnya.

Kepada Allah saya mohon ampun, yang benar datangnya dari Allah Swt dan

kesalahan atas kekhilafan penulis sendiri. Semoga dengan ini kita selalu

berpegang teguh pada Alquran yang telah Allah Swt turunkan untuk menjadi

pedoman dalam hidup manusia.

Wassalāmu`alaikum waraḥmatullāh wabarakātuh.

Ciputat, 23 April 2018

Mohammad Mufid

Page 9: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

viii

PEDOMAN TRANSLITERASI

PadananAksara

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

tidakdilambangkan ا

b be ب

t te ت

ts tedanes ث

j je ج

ẖ h dengangarisbawah ح

kh ka dan ha خ

d de د

dz de danzet ذ

r er ر

z zet ز

s es س

sy esdan ye ش

s esdengangaris di bawah ص

ḏ de dengangaris di bawah ض

ṯ tedengangaris di bawah ط

ẕ zetdengangarisdibawah ظ

komaterbalik di atashadapkanan ʹ ع

gh gedan ha غ

f ef ف

q ki ق

k ka ك

l el ل

m em م

n en ن

w we و

h wa ھ

apostrof ء

y ye ي

Vokal Tunggal

TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan

a fatẖah َـ

i kasrah َـ

u ḏammah َـ

Page 10: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

ix

VokalRangkap

TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan

ي َـ ai a dani

و َـ au a dan u

Vokal Panjang

TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan

â a dengantopi di atas آ

Î Idengantopi di atas إى

Û u dengantopi di atas أو

Kata Sandang

Kata sandang, yang dalamsistemaksaraarabdilambangkandenganhuruf,

yaituال, dialihaksarakanmenjadihuruf /l/,

baikdiikutihurufsyamsiyyahmaupunhurufqomariyyah. Contoh: al-

rijâlbukanar-rijâl, al-dîwânbukanad-dîwân.

Syaddah(Tasydȋd)

Syaddah atau tasdȋd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda (َـ), dalamalihaksarainidilambangkandenganhuruf,

yaitudenganmenggandakanhuruf yang diberitandasyaddahitu. Akan tetapi,

halinitidakberlakujikahuruf yang menerimatandasyaddahituterletaksetelah

kata sandang yang diikutiolehhuruf-hurufsyamsiyyah. Misalnya, kata

.tidakditulisaḏ-darûrahmelainkanal-darûrahالضرورۃ

Ta Marbûṯah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûṯahterdapat pada

kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf

/h/ (lihatcontoh 1). Hal yang sama juga berlaku jika ta

marbûṯahtersebutdiikutioleh kata sifat (naʹt) (lihatcontoh 2). Namun,

jikahurufta marbûṯahtersebutdiikuti kata benda (ism),

makahuruftersebutdialihaksarakanmenjadihuruf /t/ (lihatcontoh 3).

No Kata Arab AlihAksara

ṯarîqah طريقة 1

al-jâmi’ah al-islâmiyyah الجامعة اإلسالمية 2

waẖdat al-wujûd وحدۃالوجود 3

Page 11: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

x

Page 12: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fenomena modernisme telah menawarkan berbagai macam kemudahan

hidup. Perkembangan dan kemajuan sains dan teknologi yang begitu sangat pesat

telah menjadikan manusia sebagai penguasa alam raya secara global. Berbagai

macam produk teknologi telah menyempitkan dunia yang kita diami ini, kita

bagaikan berada dalam satu kapal besar yang bernama bumi, yang sekarang

sedang berlayar.

Begitu sangat sempitnya dunia kita ini bila diameter (diukur) dengan

kecanggihan dan kehebatan teknologi dan sains yang berkembang begitu sangat

cepat. Demikianlah, kita senantiasa berlomba dengan perkembangan sains dan

teknologi yang melaju cepat sehingga kita tidak sempat lagi untuk berpikir

tentang hal-hal yang gaib, kita sudah lupa dengan entitas-entitas (kenyataan-

kenyataan) yang kita anggap sebagai sebuah kesakralan dan berada di luar pikiran

kita.

Dalam dunia materalisme-hedonisme yang selalu menggoda nafsu-nafsu

terhadap perilaku kita, membuat kita merasa kehilangan ketajaman pandangan

spiritual. Keinginan nafsu kita hanya tertuju pada kesenangan-kesenangan fisik.

Mata batin kita telah dibuta oleh debu-debu sains dan teknologi yang sangat

berbahaya, sehingga sensitivitas qalbu (hati) kita pupus habis oleh kenikmatan

duniawi.

Page 13: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

2

Dari satu sisi, keunggulan sains dan teknologi telah membuat manusia

sombong dan suka menampilkan kelebihannya (riya’) merasa dirinyalah yang

paling hebat dan kuat di alam raya ini. Pada saat-saat seperti inilah Nietzsche

melontarkan ucapan, “Tuhan telah mati”. Tuhan telah dihabisi oleh produk

teknologi canggih, sehingga penguasaan alam ada di tangan manusia.

Apabilah hati manusia modern sudah lupa dengan Tuhan yang telah

menciptakannya, maka ia sudah tidak lagi mengakui Tuhan sebagai Sang Pencipta

dan yang mengatur alam ini. Ia merasa bahwa dirinyalah yang telah menciptakan

dan mengatur kehidupan di muka bumi ini. Karena itu, lihatlah manusia modern,

sisa hidupnya harus diisi dengan bekerja keras untuk mencari sesuatu yang ia

inginkan, malahan ia tidak disertai dengan berdoa dan berkontemplasi (renungan)

dalam bekerja.1

Zaman modern sudah dihembuskan di benua Eropa Barat Laut sekitar abad

ke-18 seiring dengan memuncaknya Revolusi Industri di bagian Negara Inggris

dan Revolusi Sosial di Prancis. Kelompok pemikiran Aufklarung (abad

pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang sebagai pelopor

gerakan revolusi di masa modern. Filsafat empirisme (pengalaman) John Lucke

dan teori fisika Newton merupakan bahan yang telah membuka masyarakat Eropa

untuk memasuki gerbang abad modern.

Dari pemikiran dua tokoh tersebut dunia modern mengembangkan sains

yang diiringi dengan memakai penerapan teknologi. Pencapaian-pencapaian

gemilang dalam dunia sains telah mempermudah kehidupan yang sebelumnya

1Yunasir Ali, Mata Air Kehidupan Bekal Spiritual Menghadapi Tantangan Globalisasi,

(Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2015), h. 10-11.

Page 14: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

3

dirasakan sulit dan memberikan banyak kemudahan dalam perkembangan

pengetahuan. Pengetahuan modern yang kita sering sebut sains telah

memperpendek jarak ruang dan mempersingkat perputaran waktu, sehingga dunia

yang kita tinggali ini hanya bagaikan kapal besar yang menjadi tempat tumpangan

milyaran manusia.2

Pencapaian-pencapain sains yang begitu sangat gemilang telah membawa

penyakit-penyakit hati di dalam diri manusia modern seperti mempunyai perasaan

sombong, dan membanggakan dirinya (riya’) sehingga ia semakin percaya diri

untuk menatap masa depannya. Hal-hal yang bersifat metafisik dan yang bersifat

teologis tidak lagi dipikirkan dan sudah selayaknya untuk ditinggalkan. Kalau

manusia modern masih berpikir tentang masalah-masalah yang ghaib (tidak

kelihatan) bersifat metafisik dan teologis (keyakinan) berarti mengembalikan

kehidupan ke masa lalu, yang seharusnya ditinggalkan dan merupakan sebuah

kesia-siaan.3

Oleh karena itu, sudah saatnya manusia modern untuk mempelajari ilmu

tasawuf, karena ilmu tasawuf begitu sangat penting di zaman modern ini. Ilmu ini

mengkaji tentang konsep yang mengatur tentang wilayah batin (jiwa dan hati)

dalam rangka untuk tazkiyatunnafsi (membersihkan hati) dari berbagai macam

dosa dan penyakit-penyakit yang ada di dalam hati. Karena tujuan dari ilmu

2Yunasir Ali, Sufisme dan Pluralisme Memahami Hakikat Agama dan Relasi Agama-

agama, (Jakarta: PT Gramedia , 2012). h. 215. 3Yunasir Ali, Sufisme dan Pluralisme Memahami Hakikat Agama dan Relasi Agama-

agama, h. 215.

Page 15: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

4

tasawuf ialah agar seorang hamba bisa wushul (sampai) kepada Tuhan. Zat yang

Maha tidak terbatas dan tidak bisa dibatasi.4

Oleh sebab itu, manusia modern harus bisa menjaga hatinya dari berbagai

macam penyakit-penyakit hati. terutama tentang sifat riya’ yang bisa merusak

amal perbuatan manusia. Karena di zaman sekarang sifat riya’ sedang

digandrungi oleh banyak masyarakt. Oelh sebab itu, hati yang selalu diwarnai

oleh sifat riya’ dan persoalan dunia, membuat hati menjadi buram dan gelap. Jika

hakikat dunia disebut gelap, maka wujud Tuhan diibaratkkan sumber cahaya yang

menerangi hati. Tuhan berfirman di dalam surat an-Nur, ayat 35.

هللا نورالسماوات واالرض

Artinya: “Tuhan (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi”. Bagaimana

hati bisa memantulkan cahaya ketuhanan jika masih tertutup oleh keadaan dan

lukisan-lukisan dunia.

Tatkala hati tidak mampu melihat dengan bashiratul qolbi (penglihatan hati)

pasti ada sesuatu yang menjadi penyebab terhalangnya sumber cahaya tersebut,

sehingga hati tidak bisa memantulkan cahayanya. Yang menghalangi wujud

Tuhan ialah pandangan dan rasa kemanusiaan pada setiap wujud selain-Nya. Jika

hati orang yang menuju Tuhan ada rasa cinta dan ambisi untuk memiliki dan

menguasai sesuatu, maka rasa terhadap sesuatu itu juga sebagai penghalang atau

hijab.

Kemudian, bagaimana bisa seseorang akan sampai menuju Allah jika tidak

mampu melepaskan dirinya dari penyakit hati dan syahwat yang timbul dari

dalam hatinya. Padahal Tuhan sudah memberikan jalan kepada hamba-hamba-

4Tim Karya Ilmiah Purna Siswa 2011, Jejak Sufi Membangun Moral berbasis Spiritual, (

Kediri: Lirboyo Press, 2011 ), h. 221.

Page 16: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

5

Nya untuk “berniaga ruhani”, dengan imbalan keuntungan berupa pembebasan

diri (manusia) dari keinginan syahwat dan maksiat yang ada di dalam hatinya.5

Al-Ghazali beranggapan bahwa hati bagaikan sebuah kaca. Pengetahuan tak

lain adalah terpancarnya hakikat-hakikat dalam cermin tersebut. Di saat kaca hati

tersebut tak mengkilap, maka tak mampu memantulkan hakikat-hakikat keilmuan

tersebut. Yang menjadikan kaca hati menjadi buram adalah hatinya dipenuhi

dengan syahwat dan penyakit-penyakit hati lainnya. “Melakukan ketaatan kepada

Tuhan, memalingkan diri dari tuntutan-tuntutan syahwat, adalah sesuatu yang bisa

mengkilapkan hati dan membersihkannya.”6 Oleh karena itu, jika seseorang ingin

hatinya dipenuhi dengan pengetahuan Tuhan, maka hatinya harus dibersihkan dari

macam-macam dosa dan penyakit-penyakit. Banyak tokoh-tokoh sufi yang

membahas tentang masalah macam-macam penyakit hati, namun penulis lebih

tertarik pada tokoh yang sudah menyebar luas kedunia nama dan karangannya,

yakni al-Ghazali.

Al-Ghazali adalah seorang tokoh Filsuf Islam, dan sufi yang mendalami

sesuatu ilmu secara terperinci. Beliau mendapkan gelar hujjatul Islam dan

pembaharu dalam segala disiplin ilmu, yaitu beliau akan membuat pembaharuan

atau pemahaman yang lebih jelas mengenai sesuatu ilmu yang diterapkannya.

Beliau berbeda dengan ulama-ulama lain yang mana usaha mereka menghafal apa

yang diterimanya, mengulangi, dan menukilnya. Bahkan beliau seorang ulama

yang aktif, pengetahuan yang diterimanya diteliti dan diuji sejauh mana

kebenaran dan kebatilannya. Oleh sebab itu, ada kalanya beliau menolak,

5Muzakkir, Tasawuf Jalan Mudah Menuju Ilahi, (Jakarta: GP Press, 2012), h. 98-99.

6Abu Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Tasawuf Islam: Telaah Historis dan

Perkembangannya, Penerjemah Subkhan Anshori, (Jakarta: Gaya Media Pertama, 2008), h. 201.

Page 17: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

6

mengubah atau menjelaskan dan menguraikan lalu membuat pembaharuan dalam

segala bidang ilmu.7

Adapun penulis memilih pembahasan tentang masalah riya’ dari berbagai

jenis-jenis penyakit hati, karena di zaman yang semakin canggih ini banyak sekali

orang-orang melakukan perbuatan-perbuatan riya’. Baik di media sosial maupun

di media lainnya. Manusia di zaman sekarang ini tidak mengetahui tentang

bahayanya perbuatan riya’.

Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk memahami dan memperdalam lebih

tajam tentang masalah-masalah riya’ini. Karena itu, penulis tertarik untuk

mengkajinya melalui skripsi yang berjudul: “Konsep Riya’ Menurut al-Ghazali.”

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang di atas, penulis akan mengidentifikasikan beberapa

masalah yang berkaitan dengan maksiat hati. Di antaranya:

1. Apa corak tasawuf al-Ghazali?

2. Apa Riya’ menurut al-Ghazali?

3. Ada berapa macam-macam Riya’?

4. Apa Tujuan Riya’ menurut al-Ghazali?

5. Apa akibat dari riya’?

6. Bagaimana cara menghilangkan riya’?

7. Apa penyebab dari riya’?

7Ahmad Bangun Nasution dan Rayani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf, Pengenalan,

Pemahaman, dan Pengaplikasiannya disertai Biografi dan Tokoh-tokoh Sufi, (Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2013), h. 157-158

Page 18: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

7

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis hanya akan mengambil satu

tokoh saja, yaitu al-Ghazali. Ia adalah seorang sufi besar yang nama dan ajaran

tasawufnya sudah menyebar luas keseluruh dunia, termasuk Indonesia. Namun,

ajaran tasawuf al-Ghazali yang akan dibahas oleh penulis ialah yang berkaitan

dengan masalah riya’. Penulis merasa sangat tertarik untuk membahas

permasalahan-permasalahan tentang riya’ ini, karena belum ada karya yang

meneliti secara khusus tentang riya’ menurut al-Ghazali. Oleh sebab itu, penulis

perlu memberikan batasan pada permasalahan yang akan dikaji dan diteliti agar

pembahasannya tidak melebar jauh. Adapun batasan yang akan dikaji oleh penulis

ialah konsep riya’ menurut al-Ghazali.

D. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang sudah dijelaskan di atas tadi, penulis hanya akan

merumuskan tentang tasawuf al-Ghazali yang berkaitan dengan riya’. Yaitu:

1. Apa yang dimaksud riya’ menurut al-Ghazali?

2. Apa bahaya riya’ menurut al-Ghazali?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Mendeskripsikan (menguraikan) permasalahan riya’ menurut al-Ghazali.

F. Manfaat Penelitian

Page 19: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

8

Manfaat penelitian ini diharapkan bisa memiliki nilai manfaat akademis

maupun praktis.

1. Manfaat Akademis

Memberikan kontribusi kepada para akademisi agar bisa menjaga hatinya

dari perbuatan riya’. Karena di dalam kehidupan dunia akademisi tidak bisa

terhindarkan dari yang namanya perbuatan riya’ (pamer).

2. Manfaat Praktis

a. Mampu menambah wawasan tentang riya’ menurut al-Ghazali.

b. Mampu menambah khazanah keilmuan, terutama yang berkaitan dengan

riya’ menurut pandangan al-Ghazali.

c. Untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana

Program Strata Satu (S1) dalam bidang Akidah dan Filsafat Islam (AFI).

G. Telaah Pustaka

Sejauh penulis ketahui tentang karya tulis yang membahas tentang al-

Ghazali yang sudah dijadikan sebuah skripsi, yakni Hubungan Syari’at dan

Hakikat perspektif al-Ghazali yang ditulis oleh Amirul Muttaqin mahasiswa

Aqidah Filsafat, Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun

2016. Skripsi ini menjelaskan hubungan keduanya untuk mendekatkan manusia

kepada Allah.

Skripsi yang lainnya yaitu Pengaruh Tasawuf al-Ghazali Terhadap Akhlak

Santri Putri Pondok Pesantren Dảr El-Hikam yang ditulis oleh Putriana Sallamah

mahasiswa jurusan Aqidah dan Filsafat, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2016. Skripsi ini menjelaskan tentang perilaku

Page 20: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

9

ketaatan maupun sosial santri putri Dảr el-Hikam yang mengandung nilai-nilai

tasawuf al-Ghazali.

Oleh sebab itu, penulis yakin kalau pembahsan yang disajikan oleh penulis

dalam bentuk skripsi ini sebuah karya akademik yang baru dalam menganalisis

riya’ menurut al-Ghazali.

H. Metode Penelitian

Penulisan skripsi ini sepenuhnya menggunakan metode penelitian

kepustakaan (library research), yaitu mencari dan mengumpulkan berbagai

literatur yang relevan. Data-data yang terkumpul diambil dari kitab Ihya

‘Ulumuddin, Minhảjul ‘Abidỉn dan karya lainnya imam al-Ghazali sebagai

referensi pokok dalam skripsi ini. Untuk referensi selebihnya dijadikan sebagai

penguat sekaligus pembanding.

Metode penelitian yang penulis gunakan pada skripsi ini bersifat kualitatif

dengan teknik pembahasan deskriptif-analitis, yaitu data yang dikumpulkan

pertama-tama disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisa. Langkah ini diambil

sebagai awal yang penting karena akan menjadi dasar bagi metode pembahasan

selanjutnya. Mengingat bahwa pemikiran senantiasa dipengaruhi oleh kondisi

setempat. Metode ini relevan digunakan untuk menjelaskan konsep riya’ menurut

al-Ghazali.

Sebagai pedoman teknik penulisan skripsi, penulis menggunakan buku

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, dan Disertasi Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta terbitan CeQda tahun 2013.

Page 21: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

10

I. Sistem Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan menulis secara sistematis agar

pembahasannya teratur, maka penulis akan menguraikannya ke dalam lima bab

yang memuat beberapa sub-bab di dalamnya. Hal ini karena penulisannya bersifat

kepustakaan sehingga dibutuhkan analisis yang mendalam. Adapun uraian dalam

lima bab tersebut adalah sebagai berikut:

Bab I, sebagai bab pendahuluan, bagian ini menjelaskan latar belakang

dengan rumusan masalah sebagai bingkai dan penentu arah dalam penelitian

skripsi ini, dengan ditunjang serta manfaat penelitian, tinjauan pustaka sebagai

penunjang penelitian dahulu yang relevan, disertai dengan metodologi penelitian.

Penelitian ilmiah harus memiliki jalan atau cara yang ditempuh guna

mendapatkan hasil yang optimal. Kemudian penulis mengakhiri bab ini dengan

sistematika penulisan.

Bab II, dalam bab ini membahas tentang biografi al-Ghazali, menjelaskan

mengenai riwayat hidup, pendidikan, pengaruh tasawuf al-Ghazali, dan karya-

karyanya.

Bab III, dalam bab ini membahas tentang teori-teori riya’ dalam pandangan

tokoh-tokoh sufi

Bab VI, dalam bab ini membahas secara khusus ajaran tasawuf al-Ghazali

tentang permasalahan riya’ menurut al-Ghazali.

Bab V, dalam bab ini berisi penutup. Adapun penutup ini hanya terbagi ke

dalam dua sub-bab. Pertama, kesimpulan. Kesimpulan ini berisi tentang sebuah

jawaban dari rumusan masalah yang sudah diuraikan di atas. Kedua, saran-saran.

Page 22: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

11

Saran-saran ini diarahkan kepada para akademisi dan masyarakat. Penulis

berharap kepada para akademisi agar ada yang melanjutkan penelitian tentang

masalah riya’ ini agar pembahasannya semakin jelas. Penulis juga berharap

kepada para masyarakat dengan adanya skripsi ini agar bisa menjaga hatinya dari

yang namanya perbuatan riya’.

Page 23: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

12

BAB II

BIOGRAFI AL-GHAZALI

A. Riwayat Hidup al-Ghazali

Di kalangan umat Islam, nama al-Ghazali tidak begitu asing bagi telinga

mereka. Mereka membicarakan al-Ghazali bagaikan mengunjungi orang tua yang

telah lama dikenal, namun tetap menyimpan segi kerahasiaan, jika tidak dapat

disebut sebuah misteri. Nama tokoh yang satu ini menjadi buah bibir

perbincangan harian di kalangan masyarakat Muslim.

Al-Ghazali memang tidak pernah terlepas dari siapa pun yang ingin

memahami tentang ilmu agama Islam yang secara luas dan dalam. Ia terkait erat

dengan proses pengukuhan paham yang berbasis Sunni. Di luar madzhab

Hambali. Dan karena di bidang fiqh al-Ghazali adalah seorang pengikut madzhab

Syảfi’i, maka nama pemikir besar itu lebih lagi tidak dapat dilepaskan dari dunia

pemikiran dan pemahaman Islam di Indonesia, sebab hampir kaum Muslim di

Indonesia itu bermadzhabkan imam Syảfi’i.1

Nama lengkap imam al-Ghazali adalah Muhammad bin Muhammad bin

Ahmad al-Ghazali, beliau dilahirkan di tanah Thus (Khurasan) pada tahun 405 H

yang bertepatan dengan tahun 1058 M.2 Nama Muhammad yang ada di depannya

1Nurcholis Madjid, Kaki Langit Peradaban Islam, (Jakarta: Penerbit Paramadina, 1997),

h.79-80. 2Moh. Syah Doa, Rahasia Alam Kebatinan, (Jakarta: AB. Sitti Syamsiyah, 1956). h.7.

Page 24: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

13

ialah namanya sendiri, nama ayahnya, dan nama kakeknya, dan setelah itu

diatasnya lagi bernama Ahmad.3

Sebutan nama laqob (julukan nama) dalam kalangan umat Islam zaman

dahulu yang menghubungkan nama seseorang kepada nama keluarganya seperti

ayahnya, kakeknya itu sudah menjadi tradisi bagi kalangan umat Islam zaman

klasik. Nama seorang anak akan memakai kata “ibnu” dan diakhirnya akan

menyebutkan nama ayahnya atau nama kekeknya. Seperti nama ibnu Siena, ibnu

Rusyd, ibnu Khaldun, dan nama yang lainnya. Berbeda dengan al-Ghazali nama

yang dipakainya dari nama tempat kelahirannya, yakni al-Ghazalah.

Sama halnya seperti tokoh-tokoh Islam lainnya, seperti al-Kindi yang

berasal dari al-Kindah, al-Farabi yang berasal dari al-Farab. Dan ada pula yang

dihubungkannya kepada pekerjaan setiap harinya, misalnya al-Qaffal (tukang

kunci), al-Khayyam (pembuat khaimah) dan sebutan nama yang lainnya.

Nama-nama seorang tokoh besar yang dihubungkan kepada keturunannya,

pada pekerjaannya, atau pada tanah kelahirannya itu merupakan sebuah

kebanggan yang menaikkan derajat nama keluarga, keturanan, dan tanah

kelahirannya. Sehingga nama keluarga, pekerjaan, dan tanah kelahirannya

menjadi populer dikalangan dunia.4

Al-Ghazali lahir dari keluarga sangat miskin, ayahnya adalah seorang yang

sangat mencintai ilmu dan mempunyai cita-cita sangat besar. Ayah al-Ghazali

selalu berdoa kepada Allah agar dianugerahi seorang anak-anak yang alim,

3Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup al-Ghazali, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 27-

29. 4Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup al-Ghazali, h. 28-29.

Page 25: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

14

mempunyai wawasan luas, dan mempunyai banyak ilmu. Baik ilmu agama

maupun ilmu-ilmu yang lainnnya.

Alangkah bahagia hati ayah al-Ghazali ketika doanya dikabulkan oleh Allah.

Beliau dikaruniai dua anak laki-laki. Anak pertama diberi nama Muhammad yang

kemudian mendapat gelar “Abu Hamid”, dan dia adalah Imam al-Ghazali.

Kemudian anak kedua diberi nama Ahmad yang kemudian mendapatkan gelar

”Abu al-Futủh”, dan beliau ini adalah seorang ulama yang ahli dalam da’wah.

Yang di kemudian hari terkenal dengan sebuatan seorang “Mujidduddỉn”.5

Ayah al-Ghazali adalah seorang penenun bulu dan pedagang yang

mempunyai sebuah tokoh, beliau meninggalkan kedua puteranya, yakni ketika

Muhammad dan Ahmad masih dalam usia kanak-kanak. Kemiskinan keluara al-

Ghazali tidak bisa diragukan lagi.6 Oleh sebab itu kedua putranya dididik sendiri.

Pada masa kecilnya, ayahnya merasa mempunyai tanggung jawab yang

besar untuk memberikan sebuah pengajaran dan pendidikan kepada al-Ghazali

dan saudara kandungnya, yakni Akhmad. Namun, keinginannya tidak dapat

terwujudkan, karena belum beberapa lama, ayahnya wafat berpulang

kerahmatullah. Mungkin karena terlalu keras kerjanya demi untuk mencari nafkah

buat keluarganya sehingga ayahnya sering sakit-sakitan hingga akhirnya

meninggal dunia.

Sebelum meninggal, ayahnya berpesan kepada kedua anaknya supaya

mereka berdua meneruskan belajarnya kepada salah seorang sahabatnya (seorang

yang ahli dalam bidang tasawuf) yakni syaikh Ahmad Arrozakony. Ayah al-

5Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup al-Ghazali, h. 29.

6Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup al-Ghazali, h. 31.

Page 26: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

15

Ghazali pernah berkata kepada sahabatnya itu, katanya: ,,, “Saya sangat menyesal

tentang pelajaran kedua anak saya dan saya ingin mewujudkankan apa yang

sudah menjadi pertanggung jawaban saya terhadap kedua anak saya ini. Ajarlah

dan didiklah mereka berdua dan laksanakan pertanggung jawaban saya terhadap

mereka berdua itu.” Itulah permohanan ayah al-Ghazali kepada sahabatnya agar

mau mendidik dan mengajari kedua anaknya tersebut.

Baru setelah ayahnya meninggal dunia, al-Ghazali dan Ahmad pergi kepada

guru sahabat ayahnya, mereka berdua menuruti wasiat ayahnya. Gurunya pun

sangat bahagia menyambut kedatangan al-Ghazali dan saudara kandungnya

dengan tangan terbuka. Mereka berdua belajar membaca dan menulis. Jadi, pada

masa kecilnya al-Ghazali belajar membaca dan menulis juga mempelajari ilmu

fikih di negerinya sendiri.7

Setelah beberapa lamanya mendidik dan mengasuh al-Ghazali dan

saudaranya, gurunya tersebut sudah tidak mampu lagi untuk memenuhi kebutuhan

hidup al-Ghazali dan Ahmad, ia menganjurkan agar mereka berdua dimasukkan

kedalam madrasah untuk memperoleh sebuah pengetahuan yang baru, juga agar

bisa memperoleh sebuah santunan untuk kebutuhan hidupnya.8

B. Pendidikan al-Ghazali

Pada masa itu, madrasah-madrasah tidak ada yang memunguti biaya sepeser

pun. Oleh sebab itu para orang tua berbondong-bondong untuk menyekolahkan

anak-anaknya untuk belajar di madrasah-madrasah. Termasuk al-Ghazali dan

saudaranya ikut mendaftarkan diri di sebuah madrasah tempat kelahirannya. Dan

7Moh Syah Doa, Rahasia Alam Kebatinan, (Jakarta: AB. Sitti Syamsiyah, 1956), h.7.

8Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama), h. 78.

Page 27: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

16

kesempatan ini dimanfaatkan oleh al-Ghazali untuk belajar sampai ke perguruan

yang lebih tinggi.

Pada masa itu, di kota Thus banyak para ulama dan ilmuwan yang

memberikan beasiswa kepada setiap pelajar yang tidak mampu untuk membiayai

pendidikannya. Kesempatan emas ini tidak disia-siakan oleh al-Ghazali dan

saudaranya. Atas saran sahabat ayahnya, al-Ghazali menemui seorang ilmuwan

Muslim yang kaya raya bernama syaikh Ahmad bin Muhammad Razkafi untuk

mendapatkan beasiswa. Setelah memperoleh beasiswa, al-Ghazali belajar di kota

tersebut selama bertahun-tahun.9

Setelah diterima di madrasah yang ada di tanah kelahirannya, al-Ghazali

belajar ilmu fikih dan ilmu-ilmu dasar yang lain kepada Ahmad al-Radzkani di

Thus, juga al-Ghazali belajar kepada Abu Nashr al-Isma’ili di Jurjan. Setelah itu,

al-Ghazali kembali lagi ke thus, dan selama tiga tahun berada di tempat

kelahirannya, ia mengkaji ulang pelajarannya di Jurjan sambil belajar ilmu

kesufian kepada Yusuf al-Nassaj (w. 478 H).10

Al-Ghazali mulai belajarnya kepada seorang sufi besar yang memberikan

pelajaran tentang ilmu al-Qur’an dan al-Hadits, juga kepada gurunya ia belajar

tentang ilmu tasawuf. Ia kemudian belajar ilmu syariah kepada Syekh Ahmad at-

Tusi, lalu ia pergi lagi ke Jurjan untuk belajar kepada Syekh Abu Nasr.

Setelah pulang dari Jurjan, al-Ghazali kembali lagi ke Thus, ia mengabdikan

dirinya untuk mempelajari ilmu kesufian dan pada tahun 1078 M, ia diterima di

9Ikhwan Fauzi, Cendekiawan Muslim Klasik, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2002), h. 2-3.

10Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, h. 78.

Page 28: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

17

Madrasah Nizamiyyah di kota Nishapur dan menjadi murid kepala sekolahnya

sendiri, yakni Syeikh Abu al-Ma’ali, seorang syekh dari Harảmain.

Dibawah bimbingan Syaikh Ma’ali, al-Ghazali belajar ilmu agama, filsafat,

dan hukum alam. Semua orang yang ada di Madrasah Nizamiyyah merasa kagum

tentang pengetahuan al-Ghazali yang begitu mendalam ditambah lagi oleh

kejeniusan otak al-Ghazali. Tanpa ada rasa malu dan rasa iri, gurunya mengakui

kepandaian muridnya tersebut sambil berkata kepada al-Ghazali, “Engkau telah

mengalahkan aku selagi hidup, paling tidak engkau bisa menunggu aku sampai

meninggal”. 11

Itulah ucapan gurunya yang begitu sangat rendah diri mengakui

keunggulan ilmu muridnya.

Di sisi lain, gurunya merasa sangat bangga atas prestasi yang telah diperoleh

oleh al-Ghazali. Walaupun al-Ghazali sudah memperoleh kemasyhuran namanya,

namun ia tetap setia terhadap gurunya tersebut dan tidak mau meninggalkannya

sampai gurunya wafat pada tahun 478 H. Sebelum al-Juwaini wafat, ia sempat

memperkenalkan al-Ghazali kepada Nizham al-Mulk, seorang perdana menteri

Sultan Saljuk Maliksyah. Nizham al-Mulk adala pendiri madrasah-madrasah di

Nizhamiyah. 12

Nizham al-Mulk adalah sebuah gelar kehormatan yang diberikan oleh Bani

Saljuk. Nama aslinya ialah Abu Ali Hasan ibn Ali ibn Ishaq at-Thusi yang lahir di

Nauqan pada tahun 408 H. Di usianya yang masih sangat mudah, yakni 11 tahun,

11

M. Atique Haque, Seratus Pahlawan Muslim yang Mengubah Dunia, Penerjemah Ira

Puspitorini, (Yogyakarta: Diglosia, 2013). h. 51. 12

Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, h. 78.

Page 29: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

18

ia dibimbingan ayahnya sendiri tentang belajar bahasa Arab dan ilmu-ilmu

keagamaan. Ia juga belajar sastra Arab dan fiqh yang bermadzhab Syafi’i.13

Pada bulan Jumadil Awal tahun 484 H, al-Ghazali diperintah oleh Nizham

al-Mulk agar pergi ke Baghdad untuk menjadi seorang guru besar di Madrasah

Nizhamiyah. Pada saat itu usia al-Ghazali masih sangat mudah, 34 tahun. Tetapi

ia sudah memperoleh kedudukan yang sangat penting di Madrasah Nizhamiyah.

Hingga banyak muridnya dari berbagai kalangan yang mengikuti kajiannya,

hingga muridnya mencapai sekitar 300.14

Ketika al-Ghazali sudah menjabat sebagai seorang guru besar, ia mengalami

kekosongan jiwa di dalam dirinya yang menyebabkan dirinya tidak betah untuk

tinggal di Baghdad. Kemudian al-Ghazali melepaskan jabatannya dan pergi ke

Syiriah untuk mencari ketenangan batin dengan cara berkhalwat (menyendiri

sambil merenung) dan melakukan riyadhah (latihan kebatinan). Ia melakukan ini

setelah ia bergelut dengan keraguan di dalam dirinya yang tidak berkunjung

selesai. Dan konflik kejiwaan antara kesibukan urusan dunia dengan kepentingan

akhirat. Ia melepaskan jabatannya agar bisa khusủ’ menjalankan shalat dan

memerangi hawa nafsunya.

Al-Ghazali sendiri mengemukan corak mengapa ia menjauhkan dirinya dari

kegemerlapan dunia dan mengisahkan perjalanan spiritualnya tentang menjauhkan

dirinya dari orang lain kemudian memfokuskan dirinya untuk menjalankan

ibadah. Ketika al-Ghazali sedang menggeluti menjadi seorang guru, ia

13

Mahbub Djamaluddin, Al-Ghazali Sang Ensiklopedi Zaman, (Jakarta: Senja Publshing,

2015), h. 41-41. 14

Mahbub, Djamaluddin, Al-Ghazali Sang Ensiklopedi Zaman, h. 46.

Page 30: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

19

mendapatkan keikhlasan kerja, bahkan ia sendiri terkecoh oleh kecintaan terhadap

harta dan tahta. Konflik batin yang terus –menerus menghantui dirinya. Ketika ia

ingin meninggalkan pekerjaannya sebagai guru besar, hasrat duniawi menariknya

pada sebuah jabatan.

Pada saat al-Ghazali sedang terjebak dalam keraguan terus-menerus, antara

keinginan duniawi dan kepentingan akhirat, sekitar enam bulan lamanya, saat itu

bertepatan dengan bulan rajab tahun 488 H. Pada saat itu keadaan al-Ghazali

semakin memburuk melampaui kemampuannya. Lida terasa kaku dan tidak bisa

menyampaikan matakuliah kepada para muridnya. Namun, ia terus berusaha

untuk tetap mengajar para muridnya, walaupun hanya sehari sekedar untuk

menghilangkan kegundahan hatinya. Namun lida tidak bisa mengeluarkan kata-

kata yang sesuai dengan perasaan di dalam hatinya. Keadaan yang seperti ini

membuat al-Ghazali semakin merasa sedih. Oleh sebab itu, al-Ghazali

memutuskan untuk meninggalkan Baghdad dan kepergiannya itu tidak ada

seorang pun yang mengetahuinya.15

Setelah berkelana ke semua kota-kota untuk mencari pengetahuan untuk

menenangkan batinnya, al-Ghazali dirundung rindu atas kampung halamannya. Ia

ingin kembali ke kota kelahirannya. Pada saat itu, para pejabat tinggi Khalifah

Abbasiyah dan pemerintahan Saljuk mengundangnya. Namun, ia tetap pada

pendiriannya untuk kembali ke Ghazalah.

Setelah berada di Ghazalah, al-Ghazali kemudian menikah dan dikaruniai

tiga orang anak perempuan dan satu anak laki-laki. Al-Ghazali mengisi kegitan

15

Victor Said Basil, Al-Ghazali Mencari Makrifah, Penerjemah Ahmadie Thaha, (Jakarta:

Pustaka Panjimas, 1990), h. 8-11.

Page 31: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

20

sehari-harinya dengan mengajar dan menulis sebuah buku. Buku-buku yang ia

tulis mencapai 300 judul. Beliau pun mendirikan sebuah asrama bagi para pelajar

yang datang dari luar kota.

Adapun al-Ghazali wafat pada tanggal 14 Jumadil Akhir 505 H atau

bertepatan dengan tahun 1111 M. Sebelum ia wafat, al-Ghazali meminta kepada

para kerabatnya untuk dibawakan keranda yang biasa digunakan untuk

mengangkut jenazah. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, al-Ghazali

sempat menatap keranda jenazah itu sambil berkata, “apapun perintah Allah, aku

siap melaksanakannya.” Setelah berkata seperti itu, al-Ghazali menghembuskan

nafas terakhirnya. Dan ia disemayamkan di kota Thus, Iran.16

C. Pengaruh al-Ghazali Terhadap Tasawuf

Tidak dapat diragukan lagi yang menjadi permasalahan sasaran kritik al-

Ghazali adalah para filosof klasik. Dalam sebuah karyanya al-Munqidz min al-

Dlalảl, al-Ghazali mengatakan bahwa, setelah dirinya mengupas tuntas tentang

pemikiran para filosof, para teolog, dan golongan bathiniyah, ia masih belum puas

memperoleh jalan menuju keyakinan yang hakikat. Menurut al-Ghazali,

“kebenaran yang hakiki hanya bisa diperoleh melalui jalan tasawuf”. Di jalan

tasawuflah ia baru bisa mengenal sesuatu secara yakin, sebagaimana yang

dikatakannya sendiri. Kaum sufi adalah sosok seorang yang menempuh di jalan

Allah, dan itu adalah sebaik-baiknya jalan. Jalan yang mereka gunakan ialah jalan

yang benar, dan akhlak mereka ialah akhlak yang suci.17

16

Ikhwan Fauzi, Cendekiawan Muslim Klasik, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2002), h. 8- 9. 17

Yusuf Qordhawi, Al-Ghazali Antara Pro dan Kontra,Penerjemah Hasan Abrori,

(Surabaya: Penerbit Pustaka Progressif, 1997), h. 191.

Page 32: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

21

Imam al-Ghazali bukanlah orang yang pertama kali mendapat gelar seorang

sufi. Ia juga bukan seorang perintis dan peletak dasar ilmu tentang tasawuf. Jauh

sebelum al-Ghazali menulis tentang kitab-kitab tasawuf, pada abad sebelumnya

sudah muncul beberapa ulama yang bergelut dengan ilmu tasawuf. Pada abad

kedua Hijriyah, para sufi muncul dari daerah-daerah seperti Kufa, Bashrah,

Madinah, Khurasan, dan Mesir.18

Namun, walaupun al-Ghazali bukan seorang perintis dan peletak dasar

dalam ilmu tasawuf, tetapi al-Ghazali sebenarnya sudah pernah menjalani

kehidupan tasawuf ketika ia masih berusia sangat muda, akan tetapi ia masih

belum yakin untuk menjalani kehidupan tasawufnya. Baru setelah ia pergi

meninggalkan Baghdad pada bulan dzulhijjah 488 H atau 1095 M, ia merasa

yakin untuk menjalani tasawuf. Namun, al-Ghazali baru menjalani dan

mempraktekkan ketasawufannya ketika ia berada di Syria.

Setelah berada di Syria selama dua tahun, ia menjalani dan mempraktekkan

tasawufnya di dalam Masjid Umaiyah, kemudian ia pindah lagi ke Yerussalem

untuk melakukan hal yang sama di Masjid Umar dan monument suci The Dome of

The Rock. Setelah menziarahi makam Nabi Ibrahim di Hebron, ia baru pergi untuk

menunaikan ibadah haji, kemudian ia kembali menjalani kehidupan sufinya di

Mekkah dan Madinah.19

Al-Ghazali mempunyai intelektualitas yang sangat luas dan mendalam. Ia

memiliki intelektualitas yang berbeda-beda pada masanya, dan mampu

18

Kautsar Azhari Noer,ed, Warisan agung Tasawuf: Mengenal Karya Besar Para Sufi,

(Jakarta: Sadra Press, 2015), h. 361. 19

Yahya Jaya, Spiritualisasi Islam dalam Menumbuh kembangkan Kepribadian dan

Kesehatan Mental, (Jakarta: Ruhana, 1994 ), h. 23.

Page 33: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

22

menguasainya dengan sangat mengherankan. Itu semua tampak dari karya-karya

yang telah ditulisnya.

Al-Ghazali membangun sebuah tasawuf Sunni yang didirikan atas dasar

akidah Ahlussunnah wa al-Jama’ah, dan berusaha menjauhkannya dari pengaruh

Gnostis dari berbagai macam pemikiran yang telah mempengaruhi para filsuf

Muslim, Ismailiyyah (salah satu sekte dari Syiah), Ihwan ash-Shafa’, dan yang

lainnya. Ia juga menjauhkan wilayah tasawuf dan konsep ketuhanan Aristoteles,

dan segala sesuatu yang berhubungan dengan teori emanasi dan penyatuan.

Sehingga bisa dikatakan bahwa tasawuf al-Ghazali beralirkan Islam murni.

Al-Ghazali sangat merasa kagum terhadap para sufi-sufi klasik, terutama

pada sufi abad ketiga dan keempat hijriyah yang beraliran Sunni. Ia mengambil

keilmuan kesufiannya dari Harits al-Muhasibi, dan sangat mengaguminya seperti

yang telah dikemukakan oleh Ibn Ibad Randi dalam kitab Syarakh Himak.

“Imam Abu Abdillah al-Harits al-Muhasibi, menulis sebuah kitab

yang berjudul Nasbaih, yang di dalamnya mengandung pemikiran-

pemikiran tentang hawa nafsu dan kejelekan-kejelekannya secara

menyeluruh, dan sekaligus mengkaji kesunnahan secara menyeluruh

sebagaimana yang telah dilakukan para pendahulu kita, serta melakukan

penelitian dan melihat segala sesuatu yang yang bisa memperbaiki

perbuatan, kondisi, dan jiwa mereka, serta menjaga kesucian hati, dan

menekankan kehati-hatian agar tidak terjerumus dalam dosa.”20

Imam al-Ghazali memberikan pujian terhadap al-Muhasibi dalam salah satu

bab di kitabnya (Ihya’) dan bahkan mengemukakannya secara leterlek, setelah

memuji penulisannya, kemudian ia menjelaskan kepada orang-orang yang belum

mengetahuinya tentang keilmuan dan keutamaannya, ia mengatakan: “Al-

20

Lihat ucapan Ibn Ibad randi tentang pujian al-Ghazali kepada al-Muhasibi dalam buku

Abu Wafa’ Al-Ghanimi al-Taftazani, Tasawuf Islam: Telaah Historis dan

Perkembangannya,Penerjemah Subkhan Anshori, (Jakarta: Gaya Media Pertama), h. 192-193.

Page 34: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

23

Muhasibi merupakan orang yang sangat memumpuni dalam bidang mu’ammalah.

Pembahasannya tentang cela-cela yang ada di dalam jiwa, penyakit-penyakit

dalam amal perbuatan, dan segala sesuatu yang bisa merusak amal ibadah, telah

mendahului orang-orang yang membahas permasalahan tersebut.”21

Pernyataan tersebut sekaligus menunjukkan dominasinya nuansa akhlak

dalam tasawuf al-Ghazali. Perhatiannya terhadap tasawuf sebagaimana al-

Muhasibi dan sufi-sufi kurun ketiga dan keempat, adalah tentang nafs (jiwa atau

hawa nafsu). Manusia, dan bahaya-bahayanya mekanisme melakukan pembinaan

terhadap akhlaknya. Secara keseluruhan, tasawufnya adalah berkenaan dengan

sebuah pembinaan akhlak.22

Sebelumnya al-Ghazali sangat tidak suka terhadap tasawuf. Ia tidak

mempercayai tentang maqam-maqam (tingkatan-tingkatan), kondisi-kondisi

spiritual, dan penyingkapan hijab (kasyf) yang banyak digunakan oleh kalangan

para sufi. Apalagi ia melihat sendiri bagaimana cara hidup golongan sufi pada

masa itu, yang tampak jelas anti intelektual. Namun, setelah mempelajari kitab-

kitab tasawuf dari berbagai para tokoh-tokohnya sendiri, al-Ghazali mengetahui

bahwa sebenarnya para sufi itu telah melenceng dari apa yang telah digariskan

oleh para sufi-sufi yang lurus.”Penempuh jalan Tuhan,” demikian menurut al-

Ghazali.

Selain itu, al-Ghazali juga mengkritisi para sufi di masa itu yang tidak mau

mempelajari ilmu lahiriah. Padahal ilmu lahiriah seperti fiqh dan syar’i lain sangat

21

Lihat pujian al-Ghazali dalam buku Abu Wafa’ Al-Ghanimi al-Taftazani, Tasawuf

Islam: Telaah Historis dan Perkembangannya, h. 193. 22

Abu Wafa’ Al-Ghanimi al-Taftazani, Tasawuf Islam: Telaah Historis dan

Perkembangannya, h. 193.

Page 35: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

24

membantu meluruskan seorang salik (Pejalan menuju Tuhan) untuk menimbang

kelurusan jalan yang ia tempuhnya. Hal ini dibuktikan, di antaranya, ia

memulainya di dalam kitab ihya’ ‘Ulủmuddỉn dengan bab ilmu, yang berisi

anjuran dan sangat penting mempelajari berbagai macam ilmu.

Al-Ghzali mengatakan di dalam kitabnya tersebut: “Tipu daya di jalan

menuju Allah sedemikian begitu banyak macamnya, tidak bisa dihitung….”,

kemudian al-Ghazali melanjutkan sesudah beberapa uraian : “….Semua itu

disebabkan karena kekeliruan dan was-was yang diletakkan oleh setan, karena

mereka sibuk dengan bermujahadah sebelum menguasai ilmu; karena mereka

tidak mengikuti seorang guru yang bertakwa lagi berilmu, yang pantas untuk

dijadikan teladan.”23

Setelah mengkaji pemikiran teologi, filsafat, dan ajaran Batiniyyah, al-

Ghazali memberi sebuah kesimpulan bahwa tasawuflah sebuah jalan yang bisa

mengantarkan manusia untuk menuju ke jalan Tuhan, dan golongan para sufilah

yang paling nyata dalam mencari sebuah kebenaran. Jalan para sufi ialah

kombinasi (gabungan) antara ilmu dan amal, dan buahnya adalah sebuah

moralitas.

Dengan demikian, menurut pendapat al-Ghazali, mempelajari ilmu para sufi

melalui karya-karya mereka ternyata lebih mudah daripada mengamalkan

ilmunya. Kemudian al-Ghazali menyatakan bahwa keistimewahan dan kelebihan

khusus hanya milik para sufi tidak mungkin keistimewahan dan kelebihan khusus

tersebut dicapai hanya melalui belajar, tetapi harus melalui ketersingkapan batin

23

Mahbub Djamaluddin, al-Ghazali Sang Ensiklopedi Zaman, (Jakarta:Senja Publishing,

2015), h. 112-113.

Page 36: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

25

(kasyf), keadaan rohaniah, serta pergantian tabiat-tabiat. Bagi al-Ghazali tasawuf

adalah sebuah pengalaman yang nyata.24

D. Karya-karya al-Ghazali

Al-Ghazali adalah seorang ulama yang sangat menguasai dalam segala hal

bidang tentang ilmu agama. Begitu juga ia adalah seorang ulama yang sangat

produktif dalam hal tulis-menulis. Oleh sebab itu, beliau mempunyai beberapa

karya dalam segala bidang agama. Seperti dalam bidang tasawuf, filsafat, fikih,

dan bidang ilmu agama lainnya. Namun penulis hanya akan mencantumkan

beberapa karya beliau yang fenomenalnya saja.

Dalam bidang tasawuf beliau menulis kitab Ihyả’ ‘Ulủmuddỉn

(Menghidupkan Ilmu-ilmu Agama), Kitab ini terdiri dari empat jilid. Jilid yang

pertama menjelaskan tentang masalah ibadah (al-‘Ibảdah). Jilid yang kedua

menjelaskan tentang masalah yang berkaitan tentang perilaku (al-‘Ảdat). Jilid

yang ketiga menjelaskan tentang menjelaskan masalah yang membinasakan (al-

Muhlikah). Dan jilid yang keempat berisi tentang menjelaskan masalah yang

menyelamatkan (al-Munjiyah).

Kitab Minhảj al-‘Ảbidỉn (Jalan para Ahli Ibadah) membahas tentang

masalah ibadah, etika, dan masalah tentang tasawuf. Adapun kitab Kaimiyyah al-

Sa’ảdah (Metode Kebahagiaan) menjelaskan tentang manusia, Tuhan, dan

masalah pernikahan.

Dalam bidang filsafat, beliau menulis al-Tahảfut al-Falảsifah (Kerancauan

pemikiran para Filusuf). Kitab ini berisi tentang kritikan al-Ghazali terhadap para

24

Cecep Alba, Tasawuf dan Tarekat, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014). h. 42.

Page 37: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

26

filusuf Islam sesudahnya yang mengatakan tentang tidak adanya hari kebangkitan,

ketidaktahuan Tuhan tentang masalah juz’i, dan tentang masalah kekekalan alam.

Adapun kitab Munqỉdz min al-dlalảl (Pembebasan dari Kesesatan). Kitab ini

membicarakan tentang golongan yang mengingkari terhadap segala ilmu,

membicarakan tentang keberhasilan ilmu filsafat, dan pembahasan yang lainnya.

Page 38: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

27

BAB III

TEORI RIYA’ MENURUT TOKOH SUFI

A. Abdul Qodir al-Jailani

Penulis belum menemukan secara langsung syaikh Abdul Qadir Jailani

mendefinisikan istilah riya’. Namun di dalam kitabnya al-Fathul al-Rabbani

beliau menjelaskan tentang orang yang melakukan berbuat riya’. Beliau

mengatakan, orang yang berbuat riya’ adalah orang yang memakai pakaian yang

bersih tetapi hatinya kotor. Ia hidup berzuhud menjauhi hal-hal yang

diperbolehkan dan bermalas-malasan dalam berusaha. Ia mencari makannya

dengan berhutang kepada orang lain. Secara umum, ia tidak mempunyai sifat

wara’. Ia memakan sesuatu yang sudah jelas-jelas haram. Ia juga panadai

menyimpan rapat sifat keburukannya di hadapan orang biasa, namun ia dapat

terbongkar di hadapan orang yang mempunyai keistimewaan yang luar biasa.

Kezuhudan dan ketaatannya hanya terlihat di luar saja.1

Yang dimaksud dengan zuhud ialah meninggalkan keinginan dari segala

sesuatu karena mengikuti keinginan lain pada sesuatu yang lebih baik. Misalnya

orang tidak mau mengambil tanah tetapi ia mengambil uang karena lebih berharga

daripada tanah, maka orang yang seperti ini tidak melakukan zuhud.2

Orang yang seperti ini menurut Abdul Qodir, dari lahirnya ia adalah

seorang yang pemakmur rumah Tuhan, namun batinnya bobrok. Ia melaknat

orang yang melakukan perbuatan ini. Ketaatan kepada Tuhan itu dengan hati,

1Abdul Qadir al-Jailani, Renungan Sufi, Penerjemah Kamran As’ad Irsyadi,

(Yogyakarta: Beranda, 2010), h. 258. 2Ahmad Daudy, Kuliah Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Bulan Bintang 1998), h, 51.

Page 39: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

28

bukan dengan formalitas ucapan dan tingkah laku. Semua hal di atas terkait

dengan perbuatan hati, nurani, dan dimensi maknawi.3

Kemudian beliau juga mengecam seseorang yang melakukan riya’ dengan

menggunakan sifat wara’. Kebanyakan orang banyak mengaku seorang yang

wara’ tetapi menurut beliau hanya di lisannya saja, namun hatinya durjana.

Lisannya merangkai pujian-pujian terhadap Tuhan, namundi hatinya ada sifat

menentangnya. Penampilan lahirnya bagaikan seorang yang Muslim, namun

batinnya adalah seorang yang kafir. Lahirnya mengesakan Tuhan, namun batinnya

menyekutukan Tuhan. Jika seseorang telah melakukan perbuatan seperti ini, maka

setan benar-benar telah bersemayam di dalam hatinya, bahkan hatinya dijadikan

sebagai tempat tinggalnya setan.4

Menurut beliau lagi, kalian hanya berbicara dengan mulut kalian semata,

bukan dengan hati kalian. Kalian sebenarnya adalah orang-orang yang menentang

firman-Nya, para nabi, dan para pengikut-pengikutnya yang sesungguhnya

merupakan pengganti dan pewaris para nabi. Kalian lebih merasa bangga dengan

pemberian dan pujian makhluk (manusia) daripada anugerah dari Tuhan. Ucapan

kalian tidak akan didengar oleh Tuhan hingga kalian bertaubat dengan setulus dan

keteguhan serta menerima ketentuan dan keputusan secara total.5

Celakalah diri kalian! Itulah ucapan laknat beliau terhadap orang yang

amal perbuatannya hanya untuk diperlihatkan dihadapan orang lain. Kemudian

beliau melanjutkan, bagaimana kalian rusak akhirat kalian hanya karena

3Abdul Qadir al-Jailani, Renungan Sufi, Penerjemah Kamran As’ad Irsyadi, h. 258.

4Abdul Qadir al-Jailani, Renungan Sufi, Penerjemah Kamran As’ad Irsyadi, h. 259-260.

5Abdul Qadir al-Jailani, Renungan Sufi, Penerjemah Kamran As’ad Irsyadi, h. 261.

Page 40: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

29

keduniawian. Bagaimana kalian rusak ketaatan pada junjungan kalian „Azza wa

Jalla dengan ketundukan kalian terhadap hawa nafsu, setan, dan manusia.6

Menurut beliau, kalian adalah seorang pembohong dalam segala keadaan

kalian. Kalian sendiri tidak mengetahui jalan menuju Tuhan, lalu bagaimana

kalian mau mengajak selain diri kalian menuju ke Tuhan? Kalian sudah dibutakan

oleh hawa nafsu, tabi’at, kecintaan diri kalian terhadap dunia, ambisi

kepemimpinan, dan syahwat kesenangan kalian.7

Oleh sebab itu, beliau menyuruh untuk meninggalkan perbuatan riya’.

Beliau mengatakan, jika kalian memang memiliki sebuah pengetahuan dan

keberkahannya, tentu kalian tidak akan melangkah menuju pintu-pintu pembesar

hanya untuk menuruti kebahagiaan nafsu dan syahwat kalian. Seorang yang

berpengetahuan tidak akan melangkahkan kedua kakinya untuk berjalan menuju

pintu-pintu makhluk (manusia).

Seorang yang zuhud juga tidak akan menggerakkan kedua tangannya

untuk mengambil harta-harta kekayaan manusia. Sedangkan seorang pencinta

Tuhan tidak akan mengarahkan pandangan kedua matanya untuk melihat selain-

Nya.8

Telanjangilah diri kalian dari segala yang ada apad diri kalian hingga

Tuhan memakaikan kepada kalian pakaian yang tiada pernah tergantikan karena

rusak. Tinggalkanlah pakaian kalian hingga Tuhan membungkus diri kalian

dengan sebuah pakaian. Tinggalkanlah baju syahwat, kelembutan, ‘ujub

6Abdul Qadir al-Jailani, Renungan Sufi, Penerjemah Kamran As’ad Irsyadi, h. 262.

7Abdul Qadir al-Jailani, Renungan Sufi, Penerjemah Kamran As’ad Irsyadi, h. 378.

8Abdul Qadir al-Jailani, Renungan Sufi, Penerjemah Kamran As’ad Irsyadi, h. 377.

Page 41: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

30

(membanggakan diri), dan kecintaan kalian agar diterima manusia dan mendapat

pujian (riya’) dan diberi hadia dari mereka.

Jika kalian meninggalkan semua perbuatan seperti ini, ia mengatakan,

kalian akan melihat tangan-tangan kelembutan0Nya untuk menjemput kalian,

kasih-Nya akan memeluk kalian, serta nikmat dan anugerah-Nya akan

membungkus dan merengkuh kalian ke dalam-Nya. Kalian harus menuju-Nya.9

B. Abu Ja’far

Syaikh Abu Ja’far adalah seorang guru dari seorang sufi besar abad ke-3

H, yakni al-Muhảsibi. Walaupun beliau tidak secara langsung menulis hasil

pemikirannya, namun pemikiran-pemikirannya itu ditulis oleh muridnya tersebut.

Di antara pemikirannya yang ditulis oleh muridnya adalah tentang riya’.

Beliau memberi pengertian riya’ ialah suka mendapatkan pujian dari orang

banyak atas perbuatan baik yang telah ia lakukan.10

Riya’ adalah salah satu

penyakit hati yang bisa menyerang setiap orang yang beramal dan beribadah.

Penyakit yang satu ini bisa merusak bahkan menghancurkan nilai amal ibadah

seseorang, walaupun seseorang tersebut sudah banyak melakukan amal perbuatan

dan ibadah, namun semuanya akan menjadi tidak berharga. Orang tersebut tidak

mendapatkan balasan dari Tuhan, yakni ia tidak bisa merasakan hasil atau buah

dari apa yang telah ia kerjakan baik di dunia maupun di akhirat.11

9Abdul Qadir al-Jailani, Renungan Sufi, Penerjemah Kamran As’ad Irsyadi, h 258-259.

10Al-Muhảsibi, Menuju Hadirat Ilahi, Penerjemah Tholib Anis, (Bandung: Al-Bayan,

2003), h. 60. 11

A. Ilyas Ismail dkk, Ensiklopedi Tasawuf,ed. Heri MS Faridy dkk, (Bandung: Angkasa,

2008), h. 1030.

Page 42: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

31

Sumber dari sifat riya’ menurut beliau ialah mencintai dunia.12

Dunia

memiliki dua sisi, yakni sisi lahir dan sisi batin. Sisi batin dunia menurut beliau

ialah menuruti ajakan hawa nafsu, seperti sombong, dendam, iri hati, riya’, buruk

sangka, jelek nurani, cari muka, suka dipuji, cinta harta, bersaing dalam kekayaan,

saling membanggakan dirinya, dan cinta kedudukan. Adapun sisi lahirnya ialah

harta, pakaian, rumah, pelayan, kendaraan, dan semua materi yang mendatangkan

kenikmatan sesaat. Para pecinta dunia hanya akan mendapatkan celaan dan

memutuskan dirinya dari akhirat.13

Menurut al-Muhảsibih, kecintaan terhadap dunia sebuah pangkal dari

setiap yang bertentangan dengan akhirat, dan yang menjadi sasaran empuk dari

tipu daya setan untuk merusak umat dan menyia-nyiakan batasan-batasan hukum

agama.

Al-Muhảsibi melanjutkan, cinta dunia merupakan pangkal dari bencana

dan sumber dari setiap kesalahan. Bermula dari sinilah para manusia mengabaikan

hak-hak Tuhan dan menelantarkan hokum-hukum-Nya, berupa perintah shalat,

puasa, zakat, serta seluruh kewajiban yang lainnya.14

Menurut beliau, ketika seseorang sudah menggandrungi dunia, maka ia

akan lebih senang untuk tinggal bersamanya. Ia ingin tinggal di dunia selama-

lamanya, mempopulerkan kedudukannya, mendapatkan pujian, dan namanya akan

12

Al-Muhảsibi, Menuju Hadirat Ilahi, Penerjemah Tholib Anis, h. 60. 13

Al-Muhảsibi, Menuju Hadirat Ilahi, Penerjemah Tholib Anis, h. 44. 14

Al-Muhảsibi, Nasihat-nasihat Sang Sufi, Penerjemah Saifuddin Zuhri, (Bandung:

Pustaka Hidayah, 2000), h. 18.

Page 43: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

32

selalu disebut dengan kebaikan. Ia juga ingin membangun citra kelompoknya di

kalangan para pengikutnya agar namanya semakin terkenal.15

Al-Muhảsibi melarang manusia agar jangan sampai terpedaya oleh setan

dan wakil-wakilnya di antara manusia hanya karena alasan yang lemah di sisi

Tuhan. Sesungguhnya mereka itu adalah orang yang rakus terhadap dunia lalu

mereka mencari-cari alasan untuk diri mereka.16

Menurut beliau, ada tiga hal yang menjadi tanda orang yang berbuat riya’,

yakni jika berada di tengah orang banyak ia akan giat, jika ia sendirian maka ia

merasa malas untuk mengerjakannya, dan terakhir ingin mendapatkan pujian dala

segala tindakan.17

Sedangkan Sayyid Muhammad Nuh memperkuat pendapat beliau tentang

tanda orang yang melakukan perbuatan riya’. Ia juga membagi tanda orang yang

berbuat riya ada tiga pula. Di antaranya:

Pertama, Rajin dan melipat gandakan ketika sedang mengerjakan

perbuatan amal baik bila ia mendapat pujian, tetapi ia akan malas mengerjakannya

dan enggan melakukan amal baik kalau tidak mendapatkan pujian.

Kedua, rajin dan suka melipat gandakan perbuatan baik jika ia berada di

antara kerumuan orang banyak, tetapi ia merasa malas berbuat kebaikkan ketika

sedang sendirian atau jauh dari kerumuan orang banyak.

15

Al-Muhảsibi, Menuju Hadirat Ilahi, Penerjemah Tholib Anis, h. 60. 16

Al-Muhasibi, Nasihat-nasihat Sang Sufi, Penerjemah Saifuddin Zuhri, h. 26. 17

Al-Muhảsibi, Menuju Hadirat Ilahi, Penerjemah Tholib Anis, h. 61.

Page 44: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

33

Ketiga, tidak melanggar larangan Tuhan jika berada di antara orang

banyak, tetapi ia akan melanggarnya ketika ia sedang berada sendirian atau jauh

dari orang banyak.18

Faktor yang menjadi penyebab seseorang yang melakukan riya ialah

karena kurangnya pengetahuan tentang Tuhan. Orang yang bodoh atau kurang

mengenal Tuhan bisa menjadi penyebab seseorang tidak mengagungkan atau

menghormati hukum-hukum Tuhan, Ia menganggap kalau dirinya mampu

memberikan kerusakan dan kemaslahatan. Dari sini ia pun cenderung ingin

memperlihatkan (riya’) amal perbuatan baiknya kepada orang-orang, agar orang

lain memberikan sesuatu terhadap dirinya.

Perbuatan tamak juga bisa menjadi faktor penyebab seseorang untuk

berbuat riya’. Tamak terhadap materi yang ada pada diri orang lain dan

menginginkan dunia bisa membuat seseorang berbuat pamer (riya’). Agar orang

lain mempercayainya, hati orang lain menjadi lunak, dan akhirnya mereka

memberikan sesuatu terhadap dirinya. Ia pun akan memperlihatkan amal

baiknya.19

C. Ibnu ‘Ata’illah

Sebagaimana halnya syaikh abdul Qadir al-Jailani yang secara langsung

memberikan sebuah pengertian secara khusus tentang riya’, Ibnu “ata’illah pun

tidak memberikan pengertian secara jelas. Namun di dalam kitabnya, beliau

18

Sayyid Muhammad Nuh, Menggapai Ridha Ilahi, Penerjemah Darmanto dan Abdul

Wadud, (Jakarta: Penerbit Lentera, 1998), h, 127. 19

Sayyid Muhammad Nuh, Menggapai Ridha Ilahi, Penerjemah Darmanto dan Abdul

Wadud, (Jakarta: Penerbit Lentera, 1998), h, 124-125.

Page 45: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

34

menyebutkan istilah tentang riya’. Beliau mengatakan, terkadang riya’ itu masuk

di dalam diri anda sekiranya orang lain tidak melihat kepada diri anda.20

Menurut syaikh Muhammad bin Ibrahim seorang ulama yang mensyarakhi

(memberikan penjelasan) kitab al-Hikam Ibnu ‘Ata’illah menjelaskan, maksud

dari Ibnu ‘Ata’illah itu adalah anda ada di sebuah tempat tetapi manusia tidak

melihat diri anda di tempat tersebut.

Menurut Muhammad bin Ibrahim, riya’ itu ada dua macam. Yakni riya’ al-

Jalỉ (riya’ yang jelas) dan riya’ al-Khảfi (riya’ yang samar). Pertama riya yang

jelas ialah seseorang yang melakukan perbuatan amal ketika berada di hadapan

orang lain. Kedua riya’ yang samar ialah seseorang yang melakukan perbuatan

riya’ tetapi ia menyamarkan perbuatannya tersebut ketika ia berada di hadapan

orang lain.21

Kemudian Ibnu ‘ata’illah memberi perumpamaan tentang seseorang yang

berbuat amal harus tanpa ada keinginan lain. Ia mengatakan, janganlah anda

berangkat dari satu keadaan menuju keadaan yang lainnya. Maka jadilah anda

seperti hewan keledai penarik gilingan. Ia berjalan sedang jalan yang ia tempati

adalah sebuah tempat yang ia mulai berangkat.22

Siapa saja yang melakukan perbuatan amal baik, maka hendaknya mereka

menyandarkan perbuatannya itu hanya karena Tuhan semata, dan bukan karena

yang lainnya, termasuk mengharapkan surga. Karena surge juga termasuk

makhluk Tuhan. Oleh sebab itu, untuk menghindari perbuatan riya’ maka

20

Ibnu ‘Ata’illah, al-Hikam, (Kediri, Percetakan Petuk, tt), h. 5. 21

Muhammad bin Ibrahim, Syarakh al-Hikam, (Kediri: Petuk, tt), h. 5. 22

Lihat pendapat ibnu ‘Ata’illah di buku Labib Mz, Kuliah Ma‟rifat, (Surabaya: Tiga

Dua, 1996), h. 69.

Page 46: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

35

seseorang yang melakukan perbuatan baik harus menanamkan sifat ikhlas.

Kemudian Labib Mz mengutip ucapan al-Muhảsibi.

“Ikhlas adalah menuju Tuhan dengan cara mentaatinya, tidak ada yang

lain dikehendaki selain-Nya. Adapun riya‟ itu terbagi menjadi dua macam. Riya‟

mentaati Tuhan tapi karena manusia, dan tujuannay karena manusia dan

Tuhannya, keduanya termasuk perbuatan amal”.23

Itulah pernyataan Ibnu ‘Ata’illah mengenai tentang riya’. Riya’ yang

dimaksud oleh beliau terkadang tanpa bisa diketahui oleh orang lain. Oleh sebab

itu kita harus berhati-hati terhadap riya’ yang samar seperti ini. Kalau tidak

berhati-hati, maka ia bisa celaka.

23

Labib Mz, Kuliah Ma‟rifat, (Surabaya: Tiga Dua, 1996), h. 70.

Page 47: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

37

BAB IV

PANDANGAN RIYA’ MENURUT AL-GHAZALI

A. Pengertian Riya’

Riya‟ berasal dari kata ru’yah yang artinya melihat, sementara sum’ah

berasal dari kata samả‟ yang artinya mendengar.1 Sedangkan al-Ghazali

memberikan sebuah pengertian tentang riya‟ adalah mencari kedudukan di dalam

hati manusia dengan memperlihatkan kepada mereka tentang beberapa hal yang

sifatnya kebaikan.2 Di dalam kitab yang lainnya, al-Ghazali mendefinisikan riya‟

adalah mencari sebuah kemasyhuran atau ketenaran dan kedudukan dengan

menggunakan ibadah.3 Di dalam kitab minhảj al-‘Abidỉn, al-Ghazali memberi

pengertia riya‟ ialah seseorang mengerjakan sesuatu tetapi hanya ingin

memperoleh kemanfaatan dunia dengan jalan melakukan ibadah.4 Pengertian riya‟

yang dijelaskan oleh al-Ghazali di dalam kitab Ihya’ dan kitab yang lainnya

artinya sama, yakni memperlihatkan kebaikan, pangkat, kedudukan di hati

manusia menggunakan dengan amal-amal perbuatan selain ibadah, dan terkadang

juga memakai dengan amal ibadah.5

Jadi al-Ghazali mendefinisikan riya‟ itu dikhususkan dengan hukum

kebiasaan untuk mencari kedudukan di hati manusia dengan cara ibadah dan

1Al-Ghazali, Mutiara Ihya’ ‘Ulủmuddỉn, Penerjemah Irwan Kurniawan, (Bandung:

Penerbit Mizan, 1999), h. 285. 2Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulumuddin: Menghidupkan kembali Ilmu-ilmu Agama, Penerjemah

Ibnu Ibrahim Ba‟adillah, (Jakarta: Republik, 2012), h. 291. 3Al-Ghazali, Membersihkan Hati dari Akhlak yang Tercela, Penerjemah Ahmad Sunarto,

(Jakarta: Pustaka Amani, tt), h. 136. 4Al-Ghazali, Menuju Mukmin Sejati, Penerjemah Abdullah bin Nuh, (Bogor: Fenomena,

1986), h. 308. 5Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulumuddin: Menghidupkan kembali Ilmu-ilmu Agama, Penerjemah

Ibnu Ibrahim Ba‟adillah, h.291.

Page 48: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

38

diperlihatkannya.6 Sedangkan menurut Abdullah bin Husain, riya‟ adalah

melakukan amal perbuatan karena manusia.7 Intinya, riya‟ adalah sebuah

perbuatan yang dilakukan dihadapan seseorang atau orang banyak tetapi ia

mempunyai tujuan agar memperoleh perhatian dan pujian dari mereka.

Jadi, penulis menyimpulkan tentang pengertian riya‟ ialah beramal

melakukan perbuatan baik tapi ingin diperlihatkan di depan orang lain agar apa

yang telah ia lakukan itu memperoleh perhatian dan pujian dari manusia.

Adapun riya‟ menurut Muhammad Ali Ba‟athiyah adalah mencari sebuah

kedudukan dan kemuliaan di hadapan manusia dengan menggunakan perbuatan-

perbuatan yang berkaitan dengan urusan akhirat. Misalnya mendirikan shalat,

berpuasa, bershadaqah, berhaji, dan membaca al-Qur‟an agar memperoleh pujian

dan kemuliaan dari orang yang melihatnya.8

Sedangkan al-Ghazali menjelaskan lagi tentang pengertian riya‟ ialah

keinginan manusia akan kedudukan di hati manusia dengan menaati Tuhan. Maka

manusia yang berbuat riya‟ seperti itu adalah manusia yang beribadah dengan

memperlihatkan ibadahnya dihadapan manusia.9

Riya‟ adalah satu di antara dua perbuatan syirik, yakni sebuah perbuatan

syirik yang samar. Perbuatan riya‟ ini bersumber dari rasa keinginan seseorang

memperoleh perhatian dari sesame makhluk sehingga sehingga orang tersubut

bisa memperoleh jabatan, kedudukan, dan sanjungan dari orang lain.10

6Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulumuddin: Menghidupkan kembali Ilmu-ilmu Agama, Penerjemah

Ibnu Ibrahim Ba‟adillah,h. 291. 7Abdullahbin Husain, Sullamal-Taufỉq, (Surabaya: Kharisma, tt), h. 63.

8Muhammad Ali Ba‟athiyah, Suluk: PedomanMemperoleh Kebahagiaan Dunia-

Akhirat,Penerjemah Hasan Suaidi, (Bantul: CV. Layar Creativa Mediatama, 2015), h. 134. 9Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulumuddin: Menghidupkan kembali Ilmu-ilmu Agama, Penerjemah

Ibnu Ibrahim Ba‟adillah,h. 291. 10

Al-Ghazali, Membersihkan Hati dari Akhlaq yang Tercela, Penerjemah Ahmad Sunarto,

(Jakarta: Pustaka Amani, tt), h. 155.

Page 49: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

39

Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Nawawi, riya‟ adalah syirik yang

tersembunyi. Kemudian beliau mengutip sebuah hadis nabi, “hindarilah syirik

kecil”. Lalu para sahabat bertanya, “apa syirik kecil itu?”Nabi menjawab, riya’. Ia

adalah salah satu dari dua syirik.”

Asal timbulnya sifat syirik ialah karena mencari simpati atau perhatian di

dalam hati manusia dengan cara menonjolkan sifat-sifat baiknya agar memperoleh

kedudukan dan sanjungan agar ia memperoleh keseganan di antara manusia.11

Penyakit hati yang sangat buruk yang menimpa pada diri manusia ialah

kemusyrikan. Karena memberikan sebuah rububiyah kepada yang tidak

mempunyai hak menerimanya dan memberikan berbagai macam ubudiyah

(ibadah) kepada yang tidak berhak untuk mendapatkannya.

Seseorang bisa saja terkena penyakit kemusyrikan yang tersembunyi, yaitu

riya‟ sehingga manusia melihatnya mengerjakan segala sesuatu amal perbuatan

seolah-olah beribadah kepada seseorang atau masyarakat, kemudian dari sinilah ia

mulai terjerumus ke dalam sifat riya‟ yang sangat berbahaya juga membawa

dampak yang sangat negative terhadap orang yang melakukannya.

Masalah yang terbesar diupayakan oleh manusia adalah keselamatan

dirinya di samping Tuhan. sementara itu, banyak sekali nash yang menerangkan

kebinasaan orang yang beramal tidak ikhlas untuk mencari keridhaan Tuhan.

Dalam buku Sa‟id Hawa, ada sebuah hadis shahih yang menyebutkan tiga orang

yang pertama kali menjadi bahan bakar api neraka dari golongan orang-orang

11

Muhammad Nawawi, Terjemah Maraqil ‘Ubudiyah, Penerjemah Zaid Husein al-

Hamid, (Surabaya: Mutiara Ilmu, 2010), h. 196.

Page 50: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

40

yang berbuat maksiat, yaitu orang yang riya‟ dengan jihadnya, orang yang riya‟

dengan ilmunya, dan orang yang riya‟ karena kedermawanannya.12

Riya‟ menurut al-Ghazali ada dua, yang pertama riya‟ khusus. Riya‟ ini

hanya bertujuan untuk mencari keuntungan dunia saja tanpa diimbangi dengan

tujuan akhirat. Sedangkan riya‟ yang kedua ialah riya‟ campuran. Riya‟ ini

mempunyai tujuan dunia dan akhirat. Jadi, riya‟ yang khusus itu tidak dimiliki

oleh orang-orang yang makrifat. Adapun menurut gurunya, al-Ghazali

mengatakan, riya‟ yang khusus itu tidak akan terjadi pada orang yang makrifat

dalam keadaan sadar akan akhirat, tetapi terjadinya itu ketika dalam keadaan

lengah. Sedangkan riya‟ campuran itu bisa menghilangkan seperempat bagian

pahala.13

Adapun di kitab lainnya al-Ghazali membagi riya‟ menjadi tiga. Pertama

riya‟ yang jelas, yakni riya‟ yang mendorong terwujudnya sesuatu amal perbuatan

hingga ia merasakan kalau tidak adanya riya‟ tidak ada rasa kesenangan dalam

melakukan amal perbuatan.14

Kedua riya‟ yang samar, yakni riya‟ yang tidak mampu untuk mewujudkan

amal perbuatan tetapi ia merasakan kesenangan ketika melakukan amal perbuatan,

sehingga orang yang memiliki riya‟ yang semacam ini akan menjadi lemah

semangatnya dalam melakukan amal tanpa adanya riya‟ tersebut.

Misalnya orang yang melakukan shalat tahajjud diwaktu malam hari,

apabila ia kedatangan tamu maka ia akan semangat melakukan shalat tahajjudnya.

Yang lebih samar dari tingkatan ini bahwa perbuatan tersebut tidak menambah

12

Sa‟id Hawa, Menyucikan Jiwa, Penerjemah Aunur Rofiq Shaleh Tamhid, (Jakarta:

Robbani Press, 2013), h. 219. 13

Al-Ghazali, Menuju Mukmin Sejati, Penerjemah Abdullah bin Nuh,h. 309. 14

Al-Ghazali, Membersihkan Hati dari Akhlaq yang Tercela, Penerjemah Ahmad Sunarto,

(Jakarta: Pustaka Amani, tt), h. 150.

Page 51: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

41

semangat, tetapi jika ia sedang melakukan shalat tahajjud kemudian dilihat oleh

orang lain, ia merasa bahagia dan di dalam dirinya ada rasa sangat puas.

Hal yang semacam ini menunjukkan kalau riya‟ tersebut berada di tengah-

tengah hati seserang sebagaimana terpendamnya api dibawah rasa cinta, sehingga

terbukalah rasa kesenangan daripadanya ketika diperlihatkan. Sedangkan hatinya

sudah lupa terhadap kecintaan itu.15

Ketiga riya‟ yang samar, riya‟ ini tidak merasa senang kalau orang lain

melihatnya, akan tetapi riya‟ itu terjadi biasanya ketika memulai salam. Dan ia

merasa heran terhadap orang yang berbuat jahat terhadap dirinya dan tidak mau

bertoleransi di dalam perdagangan serta ia tidak mau menghormatinya.

Hal yang seperti ini menunujukkan amal perbuatannya diberikan hanya

kepada manusia; seolah-olah ia memberikan penghormatan kepada manusia

dengan perbuatan ibadah dengan menyembunyikan sifat riya‟ itu terhadap

manusia.16

Sifat riya‟ itu terkadang datang pada saat berniat untuk mengerjakan

ibadah, tetapi rasa riya‟ itu tidak menghilangkan kesadaran dirinya dari golongan

ibadahnya, melainkan hanya semata-mata hanya untuk memperoleh kesenangan

dirinya sendiri dalam menjalankan ibadah yang tidak memberi pengaruh sama

sekali pada pelaksanaan ibadah tersebut. Kecuali hanya bisa menambah bagusnya

saja, maka perasangka yang kuat menyatakan bahwa ibadahnya tidak rusak,

sedangkan kewajibannya terlaksanakan.17

15

Al-Ghazali, Membersihkan Hati dari Akhlaq yang Tercela, Penerjemah Ahmad Sunarto,

h. 150. 16

Al-Ghazali, Membersihkan Hati dari Akhlaq yang Tercela, Penerjemah Ahmad Sunarto,

h. 150. 17

Al-Ghazali, Membersihkan Hati dari Akhlaq yang Tercela, Penerjemah Ahmad Sunarto,

h. 152.

Page 52: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

42

Menurut al-Ghazali, kalau saja orang-orang menyadari akan perbuatan-

perbuatan yang telah mereka kerjakan, maka mereka akan memaklumi bahwa

kebanyakan ilmu-ilmu yang mereka peroleh dan ibadah-ibadah yang telah mereka

kerjakan sesungguhnya dihasilkan dari dorongan riya‟. Karena kesukaannya

mencari pengaruh agar orang lain memuji dirinya adalah termasuk

memperturutkan hawa nafsu, dan disebabkan oleh perbuatanseperti inilah banyak

manusia yang hancur binasa.18

Hawa nafsu selalu mengajak manusia untuk berbuat riya‟ dengan

memperindah amal dan merasa senang kepadanya, sedangkan kebencian terhadap

perbuatan riya‟ akan mengajak untuk menolak dan berpaling dari padanya. Dalam

masalah ini kekuatan manusia akan tergerak untuk mengikuti dorongan yang lebih

kuat. Andai saja kebencian terhadap riya‟ lebih kuat sehingga bisa mencegah

datangnya perbuatan riya‟ kedalam amal perbuatan dan menemani amal ibadah

yang sedang dikerjakan; artinya amal ibadah manusia tidak akan bertambah juga

tidak akan berkurang karena riya‟.19

Oleh sebab itu, al-Ghazali mekankan agar sifat riya‟ itu dihilangkan.

Karena sifat riya‟ benar-benar bisa menghilangkan semua amal perbuatan baik

dan merupakan menjadi sebab kemurkaan serta mendatangkan kebencian Tuhan

terhadap siapa saja yang melakukan riya‟.

Riya‟ merupakan sebuah sifat perusak jiwa dan hati yang sangat besar.

Oleh sebab itu, keadaannya memang benar-benar nyata sangat membahayakan.

18

Al-Ghazali, Membersihkan Hati dari Akhlaq yang Tercela, Penerjemah Ahmad Sunarto,

h. 155. 19

Al-Ghazali, Membersihkan Hati dari Akhlaq yang Tercela, Penerjemah Ahmad Sunarto,

h. 155.

Page 53: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

43

Oleh karena itu, keberadaan riya‟ yang ada di dalam diri seseorang harus

dilenyapkan sama sekali hingga ke akar-akarnya dari dalam hati.20

B. Tujuan Riya’

Al-Ghazali mengatakan, orang yang berbuat riya‟ itu pasti mempunyai

tujuan dan maksud yang terkandung di dalam hatinya. Ia melakukan perbuatan

riya‟ adakalanya sebab menginginkan untuk memperoleh harta, kedudukan,

kemasyhuran ataupun hal-hal yang lainnya. Inipun ada pula tingkatan-

tingkatannya.21

Pendapat Sa‟id Hawa juga tidak jauh beda dengan apa yang dikatakan

oleh al-Ghazali. Sa‟id mengatakan, manusia yang melakukan perbuatan riya‟ pasti

mempunyai tujuan yang tertentu. Ia melakukan perbuatan riya‟ adakalahnya

bertujuan untuk mendapatkan harta, kedudukan, atau tujuan-tujuan yang lainnya.22

Tetapi penulis akan menulis tujuan riya‟ di sini menurut pandangan al-Ghazali.

Tujuan yang pertama menurut al-Ghazali adalah ia melakukan riya‟ tapi

punyamaksud untuk bermaksiat, seperti seseorang yang memamerkan ibadahnya,

menunjukkan ketaqwa dan kewara‟annya, sedangkan tujuannya ialah supaya

orang lain menganggap bahwa ia adalah seorang yang dapat dipercaya. Oleh

sebab itu, ia diharapkan agar bisa diangkat menjadi kepala daerah atau diserahi

untuk membagi-bagikan harta zakat, namun tujuannya ialah hendak untuk

menyalah gunakan kekuasaannya atau mencurinya.

Juga agar ia diberi sebuah titipan, lalu digelapkan atau supaya dapat

berhubungan dengan wanita dan bisa bersenang-senang dengan jalan yang curang

20

Al-Ghazali, Membersihkan Hati dari Akhlaq yang Tercela, Penerjemah Ahmad Sunarto,

h. 152. 21

Al-Ghazali, Membersihkan Hati dari Akhlaq yang Tercela, Penerjemah Ahmad Sunarto,

h. 148. 22

Sa‟id Hawa, Menyucikan Jiwa, Penerjemah Aunur Rofiq Shaleh Tamhid, h. 224.

Page 54: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

44

dan penuh dengan kemesuman dan lain-lain sebagainya. Demikian pula seperti

orang yang menghadiri majlis ilmiah ataupun nasehat, tetapi tujuannya hanyalah

untuk melihat kaum perempuan atau orang-orang banci yang ia sukai.

Semuanya itu menurut al-Ghazali adalah seburuk-buruknya perbuatan

riya‟ kepada Tuhan, sebab ketaatan terhadap Tuhan dijadikan sebagai bahan untuk

bermaksiat kepada-Nya, dijadikan terhadap kesucian agama. Agaknya dapat

digolongkan ke dalam hal ini adalah seseorang yang melakukan kemaksiatan

secara terus-menerus, tetapi di luarnya ia menunjukkan ketakwaan dan dengan

demikian hilanglah orang lain bahwa ia terus-menerus melakukan kemaksiatan

tadi.23

Sa‟id menguatkan pendapat al-Ghazali, tujuan ini dianggapnya yang

paling berat, yakni seseorang melakukan perbuatan riya‟ tapi untuk bisa

melakukan perbuatan maksiat. Seperti orang yang riya‟ dengan ibadahnya dan

menampakkan ketakwaan dengan memperbanyak amalan-amalan sunnah dan

menahan diri dari memakan makanan yang syubhat, tetapi tujuannya agar bisa

dikenal sebagai orang yang amanah. Kemudian ia mengurusi masalahperadilan,

wakaf, harta anak yatim, pembagian zakat atau shodaqoh untuk mengambil

sebagian dari apa yang bisa diambilnya.

Terkadang sebagian mereka ada yang mengenakan pakaian layaknya

seorang sufi, berpenampilan khusyu‟, berbicara penuh hikmah seperti orang

memberikan nasehat dan peringatan, tetapi ia tujuannya hanya untuk dicintai oleh

seorang perempuan, lalu ia melakukan perbuatan dosa.24

23

Al-Ghazali, Membersihkan Hati dari Akhlaq yang Tercela, Penerjemah Ahmad Sunarto,

h. 148. 24

Sa‟id Hawa, Menyucikan Jiwa, Penerjemah Aunur Rofiq Shaleh Tamhid, h. 224.-225.

Page 55: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

45

Adapun tujuan riya‟ menurut Ahmad Farid ialah bermaksud untuk

menutupi kemaksiatan yang telah ia lakukannya, seperti orang yang dilihat

ibadahnya lantas ia menampakkan ketakwaan dan kewara‟annya. Tujuannya

adalah untuk dikenal orang lain sebagai orang yang mempunyai amanah,

kemudian ia merasa akan diberikan kedudukan karena sifatnya tersebut. Atau bisa

saja karena sifatnya itu ia akan diberikan sejumlah uang secara tersembunyi.

Orang mempunyai sifat riya‟ seperti ini adalah orang yang sangat dibenci Tuhan,

karena ia menjadikan ketaatan sebagai jalan menuju kemaksiatan.25

Semua perbuatan tersebut, perbuatan riya‟ yang terburuk yang dilakukan

terhadap Tuhan. Sebab ketaatan kepada Tuhan dijadikan sebagai sarana untuk

melakukan kemaksiatan terhadap-Nya. Juga termasuk ke dalam golongan di atas

adalah orang yang terus-menerus melakukan kemaksiatan, tetapi mereka

menutupinya dengan menunjukkan ketakwaannya agar ia dapat menolak dugaan

negatif yang ditunjukkan kepada dirinya.26

Tujuan yang kedua menurut al-Ghazali ialah, mempunyai keinginan untuk

memperoleh keduniaan seperti harta atau ingin mengawini seorang perempuan

yang cantik juga seorang bangsawan. Ia akan memperlihatkan ilmu yang ia miliki

serta ibadah-ibadah yang berat-berat agar ia bisa diterima lamarannya atau diberi

harta yang dimaksudkan. Inipun riya yang terlarang sekali, sebab dengan berbakti

kepada Tuhan itu digunakan untuk mencari benda kedunawian dan kehidupan

25

Ahmad Farid, Zuhud dan Kelembutan Hati, Penerjemah Fuad Githa Perdana, h. 240. 26

Muhammad Jamaluddin al-Qasimi, Petunjuk bagi Orang Beriman,Penerjemah Team

Azzam ed. Abu Faiq, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2013), h. 267.

Page 56: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

46

sementara. Namun dosa dari golongan ini menurut al-Ghazali masih dibawah dosa

golongan yang pertama.27

Sa‟id memperkuat pendapat al-Ghazali. Ia mengatakan, tujuan melakukan

riya‟ hanya untuk mendapatkan bagian dunia yang dibolehkan, misalnya harta

atau menikahi perempuan cantik atau perempuan yang mempunyai kedudukan

yang mulia. Seperti orang yang menampakkan kesedihannya, tangisan dan sibuk

memberikan nasehat dan peringatan agar diberikan harta dan bisa menikahi

dengan seorang perempuan, kemudian ia bermaksud untuk menikahi perempuan

tersebut atau bahkan ia bertujuan untuk menikah perempuan mulia secara umum.

Atau seperti orang yang ingin menikahi seorang anak perempuan yang ahli dalam

agama yang ahli beribadah,. Kemudian ia menampakkan ilmu dan ibadahnya agar

dinikahkan dengan anak perempuannya. Ini adalah perbuatan riya‟ yang terlarang

karena merupakan perbuatan mencari kesenangan hidup dunia melalui ketaatan

terhadap Tuhan. Tetapi tingkatan tujuan perbuatan riya‟ semacam ini masih

dibawah tingkatan perbuatan riya‟ yang pertama. Sebab apa yang ia cari dengan

melakukan perbuatan yang dibolehkan.28

Begitu juga Ahmad Farid menjelaskan tujuan riya‟ yang kedua ini yakni

ingin mendapatkan dunia, misalnya ingin memperoleh harta atau agar ia bisa

dinikahkan dengan seseorang perempuan. Ia akan menampakkan ilmu dan

ibadahnya agar disukai di dalam pernikahannya juga agar ia diberikan sebuah

harta. Riya‟ yang seperti ini sangat terkutuk, tetapi lebih ringan dari riya‟ yang

27

Al-Ghazali, Membersihkan Hati dari Akhlaq yang Tercela, Penerjemah Ahmad Sunarto,

h. 149. 28

Sa‟id Hawa, Menyucikan Jiwa, Penerjemah Aunur Rofiq Shaleh Tamhid, h. 225.

Page 57: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

47

pertama, karena ia meminta kesenangan dunia melalui cara ketaatan kepada

Tuhan.29

Tujuan riya‟ yang ketiga menurut al-Ghazali ialah bukan untuk

memperoleh atau ingin mengawini perempuan, tetapi ia memperlihatkan amal

ibadahnya dengan cara yang sangat baik. Ia bermaksud agar jangan ada orang

yang menganggap dirinya kurang, sehingga orang-orang menyangka bahwa ia

bukan termasuk golongan yang ahli zuhud atau golongan yangkhusus.

Ia merasa takut derajatnya disamakan dengan kebanyakan orang. Seperti

orang yang biasanya biasanya berjalan dengan cepat-cepat, tetapi setelah ada

orang lain yang melihat dirinya, tiba-tiba ia berjalan dengan sangat berlahan sekali

dan ia pun mrubaht gaya berjalannya dengan cara yang baik. Tujuannya agar tidak

dinamakan orang yang tergesah-gesah, dan ia agar dianggap sebagai orang yang

tenang dan khusyu‟ dalam berperilaku.30

Sa‟id juga mengatakan, riya‟ yang ketiga ini tidak ada tujuannya untuk

mendapatkan harta atau pernikahan, tetapi ia menampakkan perbuatan ibadahnya

karena ia mempunyai rasa takut dipandang kurang atau dianggap sebagai orang

khusus dan zuhud, atau ia mempunyai rasa takut dianggap sebagai orang biasa.

Seperti orang yang berjalan tergesah-gesah, lalu setelah dilihat oleh orang lain ia

berjalannya biasa saja agar tidak dikatakan sebagai orang yang tidak mempunyai

wibawa. 31

Farid menguatkan pendapat al-Ghazali dan Sa‟id, riya yang tidak

dimaksudkan untuk mendapatkan sesuatu, seperti ingin mendapatkan harta atau

29

Ahmad Farid, Zuhud dan Kelembutan Hati, Penerjemah Fuad Githa Perdana, h. 240. 30

Al-Ghazali, Membersihkan Hati dari Akhlaq yang Tercela, Penerjemah Ahmad Sunarto,

h. 149. 31

Sa‟id Hawa, Menyucikan Jiwa, Penerjemah Aunur Rofiq Shaleh Tamhid, h. 226.

Page 58: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

48

ingin dinikahkan. Akan tetapi ia menampakkan ibadahnya karena ia merasa takut

kekurangannya terlihat oleh orang lain, dan tidak dianggap sebagai orang yang

memiliki kekhususan dalam ibadah dan kezuhudan, sehingga ia akan dianggap

sebagai orang awam pada umumnya.32

Termasuk riya‟ yang tidak ada tujuan untuk mendapatkan harta dan

mengawini ialah sebagaimana yang dikatakan oleh al-Ghazali lagi, orang yang

habis ketawa terbahak-bahak atau sedang bersenda gurau, kemudian karena

merasa takut dilihat orang dengan pandangan penghinaan, lalu segera diikutinya

perbuatan tadi dengan membaca istighfar atau bernafas yang sangat panjang serta

menunjukkan seolah-olah ia merasa sangat sedih karena telah melakukan

perbuatan seperti tadi.33

Tujuan membaca istighfar dan menarik nafas sangat panjang tersebut

menurut al-Ghazali hanyalah sebagai cara untuk mencari alasan agar tidak

memperoleh ejekan atau hinaan dari orang-orang. Juga ia bermaksud supaya

dianggap sebagai orang yang khusyu‟, berwibawa, tenang, dan tentram.34

Perbuatan-perbuatan riya‟ tersebut merupakan tindakan-tindakan riya‟

akan akan mendatang kerugian dan bencana bagi dirinya sendiri. Apabila

semuanya itu dilakukan oleh seseorang, maka semuanya itu akan menguatkan

sifat riya‟ yang ada di dalam hatinya.

32

Ahmad Farid, Zuhud dan Kelembutan Hati, Penerjemah Fuad Githa Perdana, h. 240. 33

Al-Ghazali, Membersihkan Hati dari Akhlaq yang Tercela, Penerjemah Ahmad Sunarto,

h. 149. 34

Al-Ghazali, Membersihkan Hati dari Akhlaq yang Tercela, Penerjemah Ahmad Sunarto,

h. 149.

Page 59: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

49

Oleh sebab itu, seseorang harus ikhlas dalam mengerjakan segala

perbuatannya, karena orang yang mengerjakan dengan niat ikhlas, bagaimanapun

pandangan orang lain terhadap dirinya tidak akan dihiraukannya. Ia melakukan

amal ibadahnya hanya mencari keridhaan Tuhan.

Demikianlah tingkatan-tingkatan tujuan riya‟ dari berbagai golongan orang

yang suka melakukan perbuatan riya‟. Mereka semua dimurkai dan tidak diridhai

oleh Tuhan. Kiranya perlu untuk ketahui bahwa perbuatan riya‟ itu merupakan

perkara yang paling membinasakan.35

C. Tingkatan-tingkatan Riya’

Manusia yang melakukan perbuatan riya‟ biasanya mempunyai penyabab

yang ia gunakan untuk diriya‟kan. Biasanya manusia yang berbuat riya‟ karena ia

mempunyai kelebihan-kelebihan yang ada di dalam dirinya. Seperti mempunyai

ilmu yang tinggi, harta yang banyak, dan kelebihan-kelebihan yang lainnya.

Namun al-Ghazali mengelompokkan sesuatu yang menjadi penyebab riya‟

ke dalam lima bagian. Yakni, kelompok yang dipergunakan oleh manusia untuk

melakukan berhias diri kepada manusia. Misalnya, anggota badan, pakaian,

ucapan, perbuatan, pengikut, dan hal-hal yang ada di luar tadi. Dan penulis akan

memaparkatan kelompok-kelompok yang diriya‟kan tersebut.

1. Riya‟ dalam urusan agama dengan menggunakan anggota badan.

Riya‟ yang demikian menurut al-Ghazali adalah memperlihatkan keadaan

kurus dan pucat agar agar ia disangkanya orang yang keras berijtihad, besar

prihatinnya terhadap urusan agama, serta menang takutnya pada akhirat. Dengan

35

Muhammad Jamaluddin al-Qasimi, Petunjuk bagi Orang Beriman,Penerjemah Team

Azzam ed. Abu Faiq, h. 270.

Page 60: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

50

keadaan kurus ia menunjukkan kalau ia sedikit makannya dan dengan

kepucatannya ia ingin menunjukkan kalau ia kurang tidur malam,dan dengan

banyak berijtihad ia ingin menunjukkan kalau dirinya adalah orang yang sangat

prihatin terhadap agama.36

Sedangkan menurut Ahmad Farid, riya‟ yang menampilkan badan di

dalam agama adalah dengan memperlihatkan lekukan tubuh kepada orang lain

agar ia diperhatikan seolah-olah ia adalah orang yang bersungguh-sungguh dalam

melaksanakan ajaran agama, juga agar ia dilihat sebagai orang yang memiliki rasa

sedih dan takut terhadap kehidupan akhirat.37

Begitu juga yang dikatakan oleh Nawawi tentang manusia yang

melakukan riya‟ dalam agama yang menonjolkan anggota badan seperti muka

pucat dan rambut acak-acakan. Padahal ia sendiri sebenarnya ingin menunjukkan

kalau dirinya adalah seorang yang sangat memikirkan masalah agama. Sehingga

ia tidak ada waktu untuk menyisir rambut.38

Dengan demikian, al-Ghazali mengatakan, manusia yang berbuat riya‟

dengan rambut yang tidak terurus secara rapi. Tujuannya hanyalah untuk

menunjukkan pada penenggelaman lebih dalam cita-citanya pada agama.

Sehingga ia tidak ada kesempatan untuk menyisir rambutnya. Cara-cara seperti ini

jika telah ditampakkan dan diperlihatkan, maka manusia akan mencari petunjuk

dengan cara-cara tersebut untuk urusan-urusan yang diinginkannya. Oleh sebab

36

Al-Ghazali, Ihya‟ „Ulumuddin: Menghidupkan kembali Ilmu-ilmu Agama, Penerjemah

Ibnu Ibrahim Ba‟adillah,h. 292. 37

Ahmad Farid, Zuhud dan Kelembutan Hati, Penerjemah Fuad Githa Perdana, (Depok:

Pustaka Khazanah Fawa‟id, 2016), h. 239. 38

Muhammad Nawawi, Terjemah Maraqil ‘Ubudiyah, Penerjemah Zaid Husein al-

Hamid, h. 198.

Page 61: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

51

itu, maka nafsu akan mendorongnya untuk memperlihatkan cara-cara tersebut

agar memperoleh kesenangan untuk dirinya.39

Hampir senada dengan ini, mengecilkan suara, membiarkan matanya

menjadi cekung dan bibirnya menjadi kering bertujuan untuk menunjukkan kalau

ia selalu melakukan puasa. Juga wibaya syari‟atlah yang membuat suara dirinya

menjadi kecil, serta karena laparlah yang membuat tubuhnya menjadi lemah dan

lunglai.40

Ibnu Qudamah juga mengatakan riya‟ dalam agama tidak berbedah jauh

dengan pendapat ulama lainnya. Ia mengatakan, riya‟ dalam agama ialah

memperlihatkan kelemahan dan kepucatan untuk menunjukkan bahwa hal itu

karena ia mengerjakan kerasnya dalam menjalankan ibadah, serta rasa takutnya

tentang kehidupan di akhirat sangat tinggi. Begitu juga memperlihatkan rambut

yang kusut untuk diketahui oleh manusia bahwa dirinya adalah seorang yang

sibuk dalam urusan agama, sehingga ia tidak sempat untuk menyisir rambut.

Oleh sebab itu, Ibnu Qudamah mengutip ucapan Nabi Isa as di dalam

kitabnya, “Bila salah seorang di antara kalian berpuasa, maka hendaknya ia

meminyaki rambut dan menyisirnya.” Hal itu karena orang yang sedang

melakukan puasa dikhawatirkan terkena penyakit riya‟. Perbutan seperti ini adalah

riya‟ dari arah badan bagi ahli agama.41

39

Al-Ghazali, Ihya‟ „Ulumuddin: Menghidupkan kembali Ilmu-ilmu Agama, Penerjemah

Ibnu Ibrahim Ba‟adillah,h. 40

Al-Ghazali, Jiwa Agama, Penerjemah Maisir Thaib dkk, (Medan: Pustaka Indonesia,

1974), h. 177. 41

Ibnu Quddamah, Muktashar Minhajul Qashidin, Penerjemah Izzudin Karimi, (Jakarta:

Darul Haq, 2014),h. 403.

Page 62: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

52

Begitulah perbuatan riya‟ yang dikatakan oleh al-Ghazali bagi orang-orang

yang yang ahli di dalam bidang keagamaan. Sedangkan orang-orang yang

keduniawian bersikap riya‟nya dengan memamerkan gemuknya badan, wajah

yang tampan dan cantik, dan anggota tubuh yang otot-otonya kekar dan

seimbang.42

2. Riya‟ dengan tingkah laku dan pakaian

Riya‟ dalam tingkah laku dan pakaian seperti rambut yang tidak pernah

disisir, mencukur kumis, menundukan kepala ketika sedang berjalan, pelan-pelan

ketika bergerak, menetapkan bekas sujud pada dahi, memakai pakaian tebal,

memakai pakaian bulu, menyingsingkan pakaian yang dekat dengan betis, dan

yang lain-lainnya. Semuanya itu bisa digunakan untuk melakukan perbuatan riya‟

agar dirinya bisa disebut sebagai seorang yang taat dan sebagai seorang yang

sudah berada pada keadaan yang mengikuti hamba-hamba Tuhan yang shalih.43

Ahmad Farid juga sesuai dengan apa yang dikatakan oleh al-Ghazali tentang

riya‟ yang berupa tingkah laku dan pakaian. Ia mengatakan, menyisir rambut,

menegakkan kepala ketika sedang berjalan, bersikap santai ketika sedang berjalan,

dan membiarkan bekas sujud menempel di wajahnya. Itu semua adalah perbuatan

riya‟ yang berbentuk tingkah laku dan pakaian. Dan ia mengharapkan orang lain

melihat dirinya.44

42

Al-Ghazali, Jiwa Agama, Penerjemah Maisir Thaib dkk, h. 178. 43

Al-Ghazali, Ihya‟ „Ulumuddin: Menghidupkan kembali Ilmu-ilmu Agama, Penerjemah

Ibnu Ibrahim Ba‟adillah,h. 293. 44

Ahmad Farid, Zuhud dan Kelembutan Hati, Penerjemah Fuad Githa Perdana, (Depok:

Pustaka Khazanah Fawa‟id, 2016), h. 239.

Page 63: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

53

Termasuk perbuatan riya‟ yang berbentuk tingkah laku dan pakaian lagi

ialah memakai pakaian-pakaian yang bertambal-tambal, melakukan shalat di atas

sajadah, memkai pakaian bagus yang bisa menyerupai ahli tasawuf. Manusia yang

melakukan tingkah laku dan cara berpakaian seperti itu adalah manusia yang

hatinya kosong dari pengetahuan, dengan tujuan agar manusia lain menyangka

dirinya termasuk dari orang yang memilikimu.45

Orang yang melakukan riya‟ dengan cara berpakaian seperti ini, menurut al-

Ghazali mempunyai beberapa taraf pula. Ada yang mencari tempat di dalam hati

manusia shaleh dengan memamerkan sikap zuhudnya, serta berpakaian baju yang

kotor, pendek, kasar, dan compang-camping pakaiannya. Ia bermaksud bersikap

riya‟ dengan memperlihatkan kalau dirinya tidak terlalu memperdulikan

keduniaan.46

Hal yang seperti ini ditegaskan pula oleh Ibnu Quddamah. Seseorang yang

melakukan perbuatan riya‟ dari arah penampilan ini juga bertingkat-tingkat. Di

antara mereka ada yang mencari kedudukan di sisi orang-orang baik dengan

menampilkan kezuhudan melalui pakaian yang bertambalan, kasar, dan kotor.

Tujuannya agar ia disangka sebagai orang yang zuhud dalam keduniawian.

Seandainya orang yang seperti ini diminta untuk memakai pakaian setengah

bersih yang dipakai oleh golongan ulama shalih, maka hal itu baginya adalah

seperti akan disembelih, dia takut orang-orang akan berkata, “dulu ia adalah

45

Al-Ghazali, Ihya‟ „Ulumuddin: Menghidupkan kembali Ilmu-ilmu Agama, Penerjemah

Ibnu Ibrahim Ba‟adillah,h. 293.

Page 64: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

54

seorang yang zuhud, namun sekarang ia telah meninggalkan kehidupan

zuhudnya.”47

Orang-orang yang melakukan perbuatan riya‟ semacam ini menurut al-

Ghazali, hanya sekedar untuk menjaga martabatnya. Sehingga ia menggunakan

dengan cara berpakaian yang tertentu, dan merasa berat untuk berpindah ke atas

atau ke bawah karena khawatir dicela oleh orang lain.48

Hal yang seperti ini

memang nyata di dalam kehidupan masyarakat, dimana orang-orang akan

berpenampilan dengan mengikuti situasi kehidupan lingkungan masyarakat

tersebut.

3. Riya‟ dengan perkataan

Riya‟ dibidang ini menurut al-Ghazali, biasanya dilakukan di dalam

sebuah pengajian, memberikan nasehat-nasehat dan memberikan kata-kata bijak,

menghafal hadis-hadis dan perkataan-perkataan para ulama untuk dipakai dalam

bertukar pikiran guna untuk memperlihatkan banyaknya ilmu, juga membuktikan

dirinya orang yang sangat memperhatikan keadaan para ulama dan orang-orang

yang shalih.49

Farid menegaskan pula, riya‟ dengan ucapan maka riya‟ yang biasa

digunakan oleh para ahli dalam ilmu agama dengan nasehat-nasehatnya yang baik.

Juga peringatan yang dikatakannya dan kata-kata yang keluar dari dalam

47

Ibnu Quddamah, Muktashar Minhajul Qashidin, Penerjemah Izzudin Karimi, h. 404. 48

Al-Ghazali, Jiwa Agama, Penerjemah Maisir Thaib dkk, h. 179. 49

Al-Ghazali, Jiwa Agama, Penerjemah Maisir Thaib dkk, h. 179.

Page 65: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

55

mulutnya itu untuk menunjukkan perhatian yang sangat besar terhadap keadaan

yang ia miliki.50

Kemudian al-Ghazali melanjutkan lagi yang termasuk riya‟ perkataan

ialah bertindak amar ma‟ruf nahi munkar di tengah-tengah orang banyak,

memperlihatkan kemarahan terhadap sesuatu yang munkar juga bersedih hati

terhadap terjerumusnya umat manusia kedalam perbuatan dosa. Berbicara dengan

suara yang lembut dan melantunkan ayat-ayat suci al-Qur‟an secara pelan-pelan

agar menonjolkan kecemasan dan kesedihan.

Memperlihatkan keunggulan di dalam masalah ini, dan berdebat dengan

tujuan mengalahkan lawan-lawannya agar orang-orang yang menyaksikan

kejadian seperti ini mengetahui kalau dirinya adalah orang yang ahli dalam

masalah ilmu agama.

Adapun orang-orang mempunyai harta yang banyak, bertindak riya‟

dengan cara lisan. Dengan menghafalkan lagu-lagu dan pepatah-pepatah, serta

mengeluarkan kata-kata yang indah, juga menghafalkan kata-kata yang sulit agar

orang-orang pada merasa kagum dan dirinya terlihat sebagai orang yang pandai.

Tetapi perbuatan seperti ini bermaksud untuk menarik hati orang lain.51

4. Riya‟ dengan perbuatan

Riya‟ dalam amal perbuatan seperti riya‟ orang yang melakukan shalat

dengan berdiri agak lama, memperlambat mengangkat dari sujud dan ruku‟,

menundukkan kepalanya, meninggalkan berpaling, memperlihatkan ketenangan

50

Ahmad Farid, Zuhud dan Kelembutan Hati, Penerjemah Fuad Githa Perdana, h. 239. 51

Al-Ghazali, Jiwa Agama, Penerjemah Maisir Thaib dkk, h. 180.

Page 66: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

56

dan ketentraman, dan berbuatan amal yang lainnya. 52

Orang melakukan perbuatan

riya‟ seperti ini maka akan kelihatan ketika ia sedang melakukannya.

Seperti yang dikatakan oleh al-Ghazali, orang yang berbuat riya‟ itu

kadang-kadang mempercepat ketika sedang berjalan dalam keadaan sangat butuh.

Oleh sebab itu, jika seseorang dari ahli dalam agama melihat kepada dirinya,

maka ia akan kembali pada hormat dan menundukkan kepalanya. Karena ia

merasa khawatir kalau suatu saat nanti ia dikatakan pada orang yang tergesah-

gesah dan sedikit sekali rasa hormatnya.53

Adapun riya‟ amal perbuatan menurut Farid tidak jauh beda dengan apa

yang dikatakan oleh al-Ghazali. Ia mengatakan, riya‟ dengan amal perbuatan ialah

ia melakukan sebuah perbuatan agar bisa dilihat oleh seseorang ketika sedang

shalat yang cukup lama berdirinya, sujud dan ruku‟nya juga dilama-lamakan, juga

selalu menundukkan kepala dan tidak pernah menoleh.54

5. Riya‟ dengan banyak massa

Riya‟ yang terakhir menurut al-Ghazali ialah riya‟ dengan banyaknya

teman, banyak yang berkunjung ke kediamannya, dan banyak orang yang mau

bergaul dengan dirinya. Misalnya orang yang merasa berat ketika dikunjungi oleh

seseorang yang ilmunya tinggi dari kalangan para ulama, agar dikatakan bahwa si

fulan itu telah berkunjung ke rumahnya Fulan, atau dikunjungi oleh seseorang

yang ahli ibadah yang sangat terkenal.

52

Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulumuddin: Menghidupkan kembali Ilmu-ilmu Agama, Penerjemah

Ibnu Ibrahim Ba‟adillah,h. 295. 53

Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulumuddin: Menghidupkan kembali Ilmu-ilmu Agama, Penerjemah

Ibnu Ibrahim Ba‟adillah,h. 295. 54

Ahmad Farid, Zuhud dan Kelembutan Hati, Penerjemah Fuad Githa Perdana, h. 239.

Page 67: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

57

Orang seperti ini, menurut al-Ghazali, merasa dirinya agar dikatakan oleh

orang lain, bahwa orang-orang yang ahli dalam agama telah mengambil sebuah

keberkahan setelah mengunjungi dirinya. Dan ahli agama bolak-balik menemui

dirinya.55

Adapun menurut pendapat Farid tentang riya‟ dengan persahabatan dan

kunjungan seperti halnya orang yang memaksakan dirinya untuk berkunjung ke

rumah seorang alim dari kalangan ulama agar ia dikatakan sebagai seorang yang

telah berkunjung ke rumahnya seorang ulama.56

Jadi menurut penulis pendapat al-

Ghazali dan Farid tentang penyebab riya‟ tidak ada perbedaan. Semua

pendapatnya sama.

Inilah sesuatu yang penting tentang mana orang bersikap riya‟ yang

tujuannya ialah untuk mencari kehebatan, kemasyhuran, dan memburu tempat di

hati orang banyak. Namun ada pula orang yang telah merasa cukup dengan

keyakinan baik orang lain terhadap dirinya. Sudah berapa banyak para pendeta

yang mengurung dirinya selama bertahun-tahun di dalam biaranya, begitupun

beribadah menyingkirkan diri dari keramaian masyarakat ke atas gunung dalam

masa yang begitu lama.57

D. Bahaya Riya’

Al-Ghazali mengatakan, suka berbuat riya‟ (pamer) merupakan syirik yang

tersembunyi. Hal ini merupakan dari salah satu bentuk kesyirikan. Bila seseorang

55

Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulumuddin: Menghidupkan kembali Ilmu-ilmu Agama, Penerjemah

Ibnu Ibrahim Ba‟adillah,h. 296. 56

Ahmad Farid, Zuhud dan Kelembutan Hati, Penerjemah Fuad Githa Perdana, h. 239. 57

Al-Ghazali, Jiwa Agama, Penerjemah Maisir Thaib dkk, h. 181.

Page 68: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

58

berupaya untuk menarik hati orang agar ia menjadi orang yang berpengaruh dan

terhormat, maka ia sudah melakukan kesyirikan.

Cinta terhadap pengaruh merupakan bagian dari mempertuhankan hawa

nafsu, dank arena kecintaannya inilah kebanyakan manusia menjadi binasa.

Namun, binasanya manusia disebabkan karena perbuatan mereka sendiri. Jika

manusia benar-benar mengetahuinya, tentu mereka akan menyadarinya bahwa

karena suka berbuat riya‟ mendorongnya untuk menuntut ilmu dan beramal

dimaksudkan sebagai kepada Tuhan, bukan untuk memperoleh pujian dari sesama

manusia; bila manusia suka berbuat riya‟, maka sia-sialah amal perbuatannya.58

Nawawi menguatkatkan pendapat al-Ghazali. Ia mengatakan, cinta

kedudukan termasuk perbuatan yang timbul karena dorongan hawa nafsu yang

diikuti dan kebanyakan manusia menjadi binasa karenanya. Maka, seseorang tidak

akan binasa melainkan karena dengan sebab orang lain. Andai saja ornag-orang

melakukan bersikap adil, maka ia mengetahui bahwa sebagian besar ilmu dan

ibadahnya yang ia kerjakan di samping amalan-amalan biasa tidak lain disebabkan

karena riya‟, perbuatan riya‟ itu termask yang menjadi penyebab hilangnya

pahala.59

Oleh karena itu al-Ghazali mengharamkan sifat riya‟. Menurutnya, orang

yang memiliki sifat riya‟ maka di sisi Tuhan ia termasuk orang yang terlaknat

dengan laknat yang sangat keras. Allah lebih memuji orang-orang yang berbuat

58

Al-Ghazali, Menjelang Hidayah, Penerjemah As‟ad El-Hafidy, (Bandung: Penerbit

Mizan, 1998, h. 109-110. 59

Muhammad Nawawi, Terjemah Maraqil ‘Ubudiyah, Penerjemah Zaid Husein al-

Hamid, (Surabaya: Mutiara Ilmu, 2010), h. 196.

Page 69: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

59

dengan ikhlas yang meniadakan semua kehendak selain kehendak kerihaan

Tuhan. Dan sikap riya‟ merupakan kebalikan dari sifat ikhlas.

Al-Ghazali mengutip ayat al-Qur‟an tentang bahayanya orang-orang yang

melakukan perbuatan riya‟. Al-Qur‟an mengatakan yang artinya,:60

“Maka kecelakaan bagi orang-orang yang shalat, yakni orang-orang yang

lalai dari shalatnya; orang-orang yang berbuat riya’.” (QS. al-Mả‟ủn: 4-6).

Dalam surat yang lain juga menjelaskan tentang bahyanya riya‟, yang artinya:

“Dan rencana jahat mereka akan hancur”. (QS. al-Fảthir: 10).

Al-Ghazali juga mengutip ucapan sahabat Umar bin Khatab, Umar berkata

kepada Mu‟adz bin Jabal-semoga Tuhan meridhai kepada keduanya-ketika Umar

melihat Mu‟adz menangis di samping sebuah kuburan, “apa yang membuat

engkau menangis?” Lalu Mu‟adz menjawab, “Sebuah hadis yang saya dengar dari

pemilik kuburan ini-yang dimaksudkan adalah Rasulullah SAW-dimana beliau

pernah bersabda, “sesungguhnya sikap riya’ yang paling rendah nilainya setara

dengan syirik”. Hadis ini diriwayatkan oleh imam at-Thabảri.61

Sedangkan menurut Sayyid Muhammad Nuh, orang yang melakukan

perbuatan riya‟, maka ia akan tertutup dari hidayah dan pertolongan dari Tuhan.

Hanya Tuhan semata yang memiliki pintu hidayah dan pertolongan. Dan Dia pula

yang mempunyai hak untuk menganugerahkan keduanya kepada orang yang Dia

kehendaki. Tidak ada keputusan yang bisa ditolak setelah Tuhan telah menetapkan

keputusannya, juga tidak ada yang bisa melawan hukum-Nya. Tuhan akan

60

Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulumuddin: Menghidupkan kembali Ilmu-ilmu Agama, Penerjemah

Ibnu Ibrahim Ba‟adillah, h. 279. 61

Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulumuddin: Menghidupkan kembali Ilmu-ilmu Agama, Penerjemah

Ibnu Ibrahim Ba‟adillah, h. 282.

Page 70: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

60

memberikan hidayah dan pertolongan hanya kepada orang yang beramal ikhlas

dan tujuan niatnya benar.

Orang yang berbuat riya‟ juga hidupnya akan menjadi sempit dan merasa

gelisah. Seseorang yang melakukan riya‟ di manapun ia melakukannya, hal

demikian karena ingin mencari perhatian orang banyak dan mengharapkan

imbalan materi dari mereka, terkadang harapan dan keinginannya tidak terwujud

karena tidak sesuai dengan ketetapan dan takdir Tuhan.

Ketika harapan dan keinginanannya tidak terwujud, maka ia hidupnya

terasa sempit dan merasa gelisah hatinya. Sebab, ia tidak mendapatkan keridhaan

Tuhan dan tidak pula memperoleh hasil yang diharapkan dari orang banyak.62

62

Sayyid Muhammad Nuh, Menggapai Ridha Ilahi, Penerjemah Darmanto dan Abdul

Wadud, (Jakarta: Penerbit Lentera, 1998), h, 128.

Page 71: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

61

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan ini adalah sebuah jawaban dari pertanyaan rumusan masalah

yang diajukan oleh penulis. Penulis akan menjawab pertanyaan apa riya’ menurut

al-Ghazali? Dan apa bahaya riya’ menurut al-Ghazali?

Riya’ adalah sebuah perbuatan seseorang yang mengerjakan perbuatan

baik tetapi ia ingin mendapatkan perhatian atau simpati dari orang lain.

Sedangkan menurut al-Ghazali, riya’ adalah mencari sebuah kemasyhuran atau

ketenaran dan kedudukan dengan menggunakan ibadah. Jadi, riya adalah sebuah

perbuatan seseorang yang berbentuk amal perbuatan ibadah tetapi tujuannya

hanya untuk mendapatkan pujian dari orang lain.

Riya’ adalah sebuah sifat tercela yang ada di dalam diri manusia. Sifat ini

mempunyai bahaya yang sangat luar biasa bagi seseorang yang melakukan

perbuatan tersebut. Apalagi di zaman sekarang, seseorang tidak menyadari apa

yang ia kerjakan mengandung sebuah unsur tentang riya’. Sehingga ia bebas

memamerkan apa saja yang ia dianggapnya sebuah kelebihan dirinya sendiri.

Bahaya bagi seseorang yang melakukan perbuata riya’ ialah ia telah

melakukan perbuatan syirik (menyekutukan Tuhan) yang tersembunyai. Menurut

al-Ghazali sendiri, riya’ adalah syirik yang tersembunyi. Oleh sebab itu, seseorang

harus bisa menjaga dirinya kalau ia ingin selamat dari yang namanya syirik.

Karena syirik adalah dosa besar yang tidak ampunan bagi orang yang

melakukannya.

Page 72: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

62

Kemudian bahyanya riya’ lagi adalah mengahapus semua amal perbuatan

kebaikkan orang tersebuat. Jadi, seseorang yang amal kebaikannya agar tidak

hulang, maka ia harus menjauhi yang namanya perbuatan riya’.

B. Saran-saran

Pembahasan tentang riya’ merupakan sebuah kajian sangat penting dalam

kehidupan manusia. Karena setiap manusia tidak bisa terlepas dari berbagai yang

namanya riya’ atau pamer. Apalagi di zaman yang serba modern ini, pastinya

banyak sekali manusia-manusia yang hatinya mempunyai tujuan apa yang ia

lakukan agar dirinya mendapatkan perhatian dan pujian dari orangt lain..

Namun karena keterbatasan penulis dalam membaca dan meneliti tentang

masalah riya’ , terutama riya’ dalam pandangan al-Ghazali yang karya-karyanya

begitu banyak, sehingga penulis merasa kesulitan untuk membaca dan memahami

karya-karya lainnya. Oleh karena itu, penulis memberi saran-saran ini kepada para

akademisi dan masyarakat.

Saran yang diarahkan kepada para akademisi, agar mereka bisa

melanjutkan penelitian tentang masalah riya’ menurut al-Ghazali agar

memperoleh keterangan-keterang yang lebih jelas dan memperoleh hasil yang

sangat memuaskan. Juga pembahasannya nanti menjadi lebih menarik.

Demikian pula saran kepada masyarakat, agar masyarakat bisa menjaga

hatinya dari sifat yang tercela ini, yakni riya’. Karena riya bukan hanya bisa

merusak amal perbuatan saja, tetapi bisa membawa pelaku riya’ melakukan

kemusyrikan.. Oleh sebab itu, penulis menyarankan kepada masyarakat agar

menjauhi sifat riya’.

Page 73: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

61

Page 74: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Zainal Abidin, Riwayat Hidup al-Ghazali, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975).

Ali, Yunasir, Mata Air Kehidupan Bekal Spiritual Menghadapi Tantangan Globalisasi,

(Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2015).

Ali, Yunasir, Sufisme dan Pluralisme Memahami Hakikat Agama dan Relasi Agama-

agama, (Jakarta: PT Gramedia , 2012).

‘Ata’illah, Ibnu, al-Hikam, (Kediri, Percetakan Petuk, tt).

Ba’athiyah, Muhammad Ali, Suluk: PedomanMemperoleh Kebahagiaan Dunia-

Akhirat,Penerjemah Hasan Suaidi, (Bantul: CV. Layar Creativa Mediatama,

2015).

Basil, Victor Said, Al-Ghazali Mencari Makrifah, Penerjemah Ahmadie Thaha, (Jakarta:

Pustaka Panjimas, 1990).

Daudy, Ahmad, Kuliah Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Bulan Bintang 1998).

Doa Moh Syah, Rahasia Alam Kebatinan, (Jakarta: AB. Sitti Syamsiyah, 1956).

Djamaluddin, Mahbub, Al-Ghazali Sang Ensiklopedi Zaman, (Jakarta: Senja Publshing,

2015).

Farid, Ahmad, Zuhud dan Kelembutan Hati, Penerjemah Fuad Githa Perdana, (Depok:

Pustaka Khazanah Fawa’id, 2016).

Fauzi, Ikhwan, Cendekiawan Muslim Klasik, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2002).

Ghazali, Ihya’ ‘Ulumuddin: Menghidupkan kembali Ilmu-ilmu Agama, Penerjemah Ibnu

Ibrahim Ba’adillah, (Jakarta: Republik, 2012).

Ghazali, Jiwa Agama, Penerjemah Maisir Thaib dkk, (Medan: Pustaka Indonesia, 1974).

Ghazali, Membersihkan Hati dari Akhlak yang Tercela, Penerjemah Ahmad Sunarto,

(Jakarta: Pustaka Amani, tt).

Ghazali, Menjelang Hidayah, Penerjemah As’ad El-Hafidy, (Bandung: Penerbit Mizan,

1998).

Page 75: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

Ghazali, Menuju Mukmin Sejati, Penerjemah Abdullah bin Nuh, (Bogor: Fenomena,

1986).

Ghazali, Mutiara Ihya’ ‘Ulủmuddỉn, Penerjemah Irwan Kurniawan, (Bandung: Penerbit

Mizan, 1999).

Haque, M. Atique, Seratus Pahlawan Muslim yang Mengubah Dunia, Penerjemah Ira

Puspitorini, (Yogyakarta: Diglosia, 2013).

Hawa, Sa’id, Menyucikan Jiwa, Penerjemah Aunur Rofiq Shaleh Tamhid, (Jakarta:

Robbani Press, 2013).

Husain, Abdullahbin, Sullam al-Taufỉq, (Surabaya: Kharisma, tt).

Ibrahim, Muhammad bin, Syarakh al-Hikam, (Kediri: Petuk, tt).

Ismail, A. Ilyas, dkk, Ensiklopedi Tasawuf,ed. Heri MS Faridy dkk, (Bandung: Angkasa,

2008).

Jailani, Abdul Qadir, Renungan Sufi, Penerjemah Kamran As’ad Irsyadi, (Yogyakarta:

Beranda, 2010).

Jaya, Yahya, Spiritualisasi Islam dalam Menumbuh kembangkan Kepribadian dan

Kesehatan Mental, (Jakarta: Ruhana, 1994 ).

Madjid, Nurcholis , Kaki Langit Peradaban Islam, (Jakarta: Penerbit Paramadina, 1997).

Muhảsibi, Menuju Hadirat Ilahi, Penerjemah Tholib Anis, (Bandung: Al-Bayan, 2003).

Muhảsibi, Nasihat-nasihat Sang Sufi, Penerjemah Saifuddin Zuhri, (Bandung: Pustaka

Hidayah, 2000).

Muzakkir, Tasawuf Jalan Mudah Menuju Ilahi, (Jakarta: GP Press, 2012).

Mz, Labib, Kuliah Ma’rifat, (Surabaya: Tiga Dua, 1996).

Nasution, Ahmad Bangun , dan Siregar, Rayani Hanum, Akhlak Tasawuf, Pengenalan,

Pemahaman, dan Pengaplikasiannya disertai Biografi dan Tokoh-tokoh Sufi,

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013).

Nasution, Hasyimsyah, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama).

Nawawi, Muhammad, Terjemah Maraqil ‘Ubudiyah, Penerjemah Zaid Husein al-Hamid,

(Surabaya: Mutiara Ilmu, 2010).

Noer, Kautsar Azhari, ed, Warisan agung Tasawuf: Mengenal Karya Besar Para Sufi,

(Jakarta: Sadra Press, 2015).

Page 76: KONSEP RIYA’ MENURUT AL-GHAZALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kelompok pemikiran Aufklarung (abad pencerahan) yang tumbuh di Inggris dan Prancis dipandang

Nuh, Sayyid Muhammad, Menggapai Ridha Ilahi, Penerjemah Darmanto dan Abdul

Wadud, (Jakarta: Penerbit Lentera, 1998).

Qasimi, Muhammad Jamaluddin, Petunjuk bagi Orang Beriman,Penerjemah Team

Azzam ed. Abu Faiq, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2013).

Qordhawi, Yusuf, Al-Ghazali Antara Pro dan Kontra,Penerjemah Hasan Abrori,

(Surabaya: Penerbit Pustaka Progressif, 1997).

Quddamah, Ibnu, Muktashar Minhajul Qashidin, Penerjemah Izzudin Karimi, (Jakarta:

Darul Haq, 2014).

Taftazani, Abu Wafa’al-Ghanimi, Tasawuf Islam: Telaah Historis dan

Perkembangannya, Penerjemah Subkhan Anshori, (Jakarta: Gaya Media

Pertama).

Tim Karya Ilmiah Purna Siswa 2011, Jejak Sufi Membangun Moral berbasis Spiritual,

(Kediri: Lirboyo Press, 2011 ).

.