konsep pendidikan islam menurut perspektif kh. ahmad dahlan
DESCRIPTION
Sebagai makalah tugas kuliahTRANSCRIPT
RELEVANSI KONSEP PENDIDIKAN ISLAM MENURUT PERSPEKTIF
K.H. AHMAD DAHLAN DI ABAD KE-21
Oleh :
M u z a d iNIM : 24121410-2
(Mahasiswa Unit 2 Pendidikan Islam Program Pasca Sarjana IAIN Ar Raniry Banda Aceh)
Sebagai Tugas Final Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam
A. Pendahuluan
Islam sebagai agama universal mengajarkan kepada umat manusia
berbagai aspek kehidupan, baik duniawi maupun ukhrowi. Salah satu diantara
ajaran Islam tersebut adalah mewajibkan kepada umat Islam untuk melaksanakan
pendidikan, karena menurut ajaran Islam pendidikan adalah merupakan kebutuhan
hidup manusia yang mutlak harus dipatuhi, demi mencapai kesejahteraan dan
kebahagiaan dunia dan akhirat.1
Sejak sejarah manusia lahir mewarnai rutinitas kegiatan alam fana ini,
pendidikan sudah merupakan “barang penting” dalam komunitas sosial. Nabi
Adam as yang memulai kehidupan baru di jagad raya ini senantiasa dibekali akal
untuk memahami setiap yang ia temukan dan kemudian menjadikannya sebagai
konsep pegangan hidup.2
1 Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Cet 2, (Jakarta : Bumi Aksara, 1991), hlm 98
2 Ahmad Barizi dalam A. Malik Fadjar, Holistika Pemikiran Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005),hlm v
Pendidikan menurut pandangan Islam adalah merupakan bagian dari tugas
kekhalifahan manusia yang harus dilaksanakan secara bertanggung jawab,
kemudian pertanggungjawaban itu baru bisa dituntut kalau ada aturan dan
pedoman pelaksanaan. Oleh karenanya, Islam tentunya memberikan garis garis
besar tentang pelaksanaan pendidikan tersebut. Islam memberikan konsep-konsep
yang mendasar tentang pendidikan, dan menjadi tanggung jawab manusia untuk
menjabarkan dengan mengaplikasikan konsep-konsep dasar tersebut dalam
praktek pendidikan.3
Dengan pendidikan, manusia biasa mempertahankan kekhalifahannnya
sebagaimana pendidikan adalah hal pokok yang membedakan antara manusia
dengan makhluk lainnya. Dan pendidikan yang diberikan atau dipelajari harus
dengan nilai-nilai kemanusiaan sebagai mediasi nilai-nilai kemanusiaan itu
sendiri. Hal ini dalam agama sangatlah diperhatikan, akan tetapi dalam pengap
likasiannya yang dilakukan umatnya kadang melenceng dari esensi ajaran agama
itu sendiri. Hal inilah yang harus menjadi perhatian dasar pendidikan Islam.
Pendidikan sering dikatakan sebagai seni pembentukan masa depan. Ini
tidak hanya terkait dengan manusia seperti apa yang diharapkan di masa depan,
tetapi juga dengan proses seperti apa yang akan diberlakukan sejak awal
keberadaannya, baik dalam konteks peserta didik maupun proses. Oleh karena itu,
pendidikan Islam perlu memperhatikan realitas sekarang untuk menyusun format
langkah-langkah yang akan dilakukan.
3 Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam..., Hlm 148
Dengan demikian, ajaran Islam sarat dengan nilai-nilai, bahkan konsep
pendidikan. Akan tetapi, semua itu masih bersifat subyektif dan transendental.
Agar menjadi sebuah konsep yang obyektif dan membumi perlu didekati dengan
keilmuan, atau sebaliknya perlu menggunakan paradigma Islam yang sarat dengan
nilai-nilai pendidikan.4
Pemikiran semacam ini kiranya saat ini memiliki momentum yang tepat,
karena dunia pendidikan sering menghadapi krisis konseptual.5 Di samping karena
begitu cepatnya terjadi perubahan sosial yang sulit, maka menjadi tanggung jawab
bagi setiap pakar pendidikan untuk membangun teori pendidikan Islam sebagai
paradigma.
Saat ini ada kecenderungan pendidikan Islam kian mendapat tantangan
seiring berkembangnya zaman. Di satu sisi lain muncul persaingan global dunia
pendidikan Islam. Sedangkan di satu sisi menjanjikan masa depan pembentukan
kualitas anak didik, namun pada sisi lain juga memunculkan kekhawatiran kian
merosotnya kualitas pendidikan yang merusak nilai-nilai pendidikan Islam itu
sendiri.
Pendidikan Islam dewasa ini menghadapi banyak tantangan yang berusaha
mengancam keberadaannya. Tantangan tersebut merupakan bagian dari sekian
banyak tantangan global yang memerangi kebudayaan Islam. Tantangan yang
4 Abdurrahman Masud, dkk, Paradigma Pendidikan Islam, Cet 1, ( Yogyakarta : Pustaka pelajar, 2001), Hlm 19
5 Abdurrahman Masud, dkk, Paradigma Pendidikan Islam..., Hlm 20.
paling parah yang dihadapi pendidikan Islam adalah krisis moral spiritual
masyarakat, sehingga muncul anggapan bahwa pendidikan Islam masih belum
mampu merealisasikan tujuan pendidikan secara holistik. Di antara tantangan
yang dihadapi pendidikan Islam, antara lain: 1) kebudayaan Islam berhadapan
dengan kebudayaan barat abad ke-20; 2) bersifat intern, tampak pada kejumudan
produktivitas pemikiran keIslaman dan upaya menghalangi produktivitas tersebut;
3) kebudayaan yang dimiliki sebagian pemuda muslim yang sedang belajar di
negeri asing hanya kebudayaan asing; 4) sistem kebudayaan Islam di sebagian
negara Muslim masih terpaku pada metode tradisional dan kurang merespon
perkembangan zaman secara memadai agar generasi muda tidak berpaling kepada
kemewahan kehidupan modern dan kebudayaan barat; 5) kurikulum universal di
sebagian dunia Islam masih mengabaikan kebudayaan Islam; dan 6) berkenaan
dengan pendidikan wanita Muslimah.6 Paradigma pembangunan pendidikan yang
sangat sentralistik telah melupakan keragaman yang sekaligus kekayaan dan
potensi yang dimiliki bangsa ini. Perkelahian, kerusuhan, permusuhan, munculnya
kelompok yang memiliki perasaan bahwa budayanyalah yang lebih dari budaya
lain adalah buah dari pengabaian keragaman tersebut dalam dunia pendidikan kita.
Ada banyak tokoh-tokoh pendidikan Islam, baik klasik dan kontemporer yang
penulis lihat dan klasifikasi dari melihat masa ketika para tokoh trersebut hidup
yang telah menulis hasil pemikirannya tentang pendidikan, diantaranya yang
klasik adalah Ibnu Khaldun, Imam al Ghazali, dan Ibnu Maskawih, dan masih
6 Hery Noer Aly, Dkk, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta : Friska Agung Insani, 2003), Hlm 227-234
banyak lagi. Sedangkan para tokoh yang kontemporer adalah Muhammad Abduh,
Ki Hajar Dewantara, Hasan Langgulung, dan Naquib al Attas, dan masih banyak
lagi. Kehadiran mereka dapat memfungsikan semua potensi dirinya dan tanggung
jawabnya sebagai khalifah fil Ardh yang membebaskan belenggu kehidupan yang
dapat mengancam keterasingan umat Islam.
Sistem pendidikan sering dipahami sebagai suatu pola menyeluruh dari
proses pendidikan dalam lembaga-lembaga formal, agen-agen, serta organisasi
dengan mentransfer pengetahuan, warisan kebudayaan serta sejarah kemanusiaan
yang mempengaruhi pertumbuhan sosial, spiritual, dan intelektual. Artinya, sistem
pendidikan tidak bisa dipisahkan dari sistem sistem di luarnya, seperti sistem
politik, sistem tata laksana, sistem keuangan, dan sistem kehakiman. Salah satu
Intelektual Muslim atau tokoh pendidikan Islam yang mencoba melakukan
rekonstruksi bangunan paradigma yang dapat dijadikan dasar bagi sistem
pendidikan nasional adalah KH. Ahmad Dahlan. Berawal dari rekontruksi itu lah
dirasa perlu diteliti menurut peneliti sebagai salah satu usaha atau refleksi untuk
menemukan konsep pendidikan Islam. Apakah pemikiran KH. Ahmad Dahlan
mengenaik Pendidikan Islam benar benar relevan dengan keadaan masa kini atau
abad 21 ?
KH. Ahmad Dahlan merupakan tipe man of action sehingga sudah pada
tempatnya apabila cukup mewariskan banyak amal usaha bukan tulisan. Dengan
usaha beliau di bidang pendidikan, beliau dapat dikatakan sebagai suatu "model"
dari bangkitnya sebuah generasi yang merupakan "titik pusat" dari suatu
pergerakan yang bangkit untuk menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi
golongan Islam yang berupa ketertinggalan dalam sistem pendidikan dan
kejumudan paham agama Islam. Berbeda dengan tokoh-tokoh nasional pada
zamannya yang lebih menaruh perhatian pada persoalan politik dan ekonomi, KH.
Ahmad Dahlan mengabdikan diri sepenuhnya dalam bidang pendidikan. Titik
bidik pada dunia pendidikan pada gilirannya mengantarkannya memasuki jantung
persoalan umat yang sebenarnya.
Berdasarkan pada permasalahan di atas, maka penulis tedorong untuk
mengadakan suatu kajian dengan mengambil judul “RELEVANSI KONSEP
PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF KH. AHMAD DAHLAN DI
ABAD KE 21 “.
B. Pemikiran KH. Ahmad Dahlan tentang Konsep Pendidikan Islam
Secara umum, ide-ide pembaharuan KH. Ahmad Dahlan dapat
diklasifikasikan kepada dua dimensi, yaitu : Pertama, berupaya memurnikan
ajaran Islam dari khurafat, tahayul, dan bid’ah yang selama ini telah bercampur
dalam akidah dan ibadah umat Islam. Kedua, mengajak umat Islam untuk keluar
dari jaring pemikiran tradisional melalui reinterpretasi terhadap doktrin Islam
dalam rumusan dan penjelasan yang diterima rasio.7
Pemikiran dan perjuangannya memang banyak mengadopsi pemikiran dan
perjuangan tokoh-tokoh Islam yang berasal dari Timur Tengah. Di antara para
7 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam : Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), Hlm 103-104.
pemikir Islam Timur Tengah yang menjadi motivator dan inspirator bagi KH.
Ahmad Dahlan dalam mengambil kesimpulan adalah Ibnu Taimiyah, Muhammad
Abduh, dan Muhammad Rasid Ridha. Selain itu, beliau mendapat pula inspirasi
dan motivasi dari Jamaluddin al Afghani asal Afganistan dan Kiai Saleh darat dari
Semarang.8
KH. Ahmad Dahlan adalah tokoh yang tidak banyak meninggalkan
tulisan. KH. Ahmad Dahlan lebih menampilkan sosoknya sebagai manusia amal
atau praktisi dari pada filosof yang banyak melahirkan pemikiran dan gagasan
tetapi sedikit amal. Sekalipun demikian tidak berarti bahwa KH. Ahmad Dahlan
tidak memiliki gagasan. Amal usaha Muhammadiyah merupakan refleksi dan
manisfestasi pemikiran KH. Ahmad Dahlan dalam bidang pendidikan dan
keagamaan.
Istilah pendidikan di sini dipergunakan dalam konteks yang luas tidak hanya
terbatas pada sekolah formal tetapi mencakup semua usaha yang dilaksanakan
secara sistematis untuk mentransformasikan ilmu pengetahuan, nilai dan
keterampilan dari generasi terdahulu (tua) kepada generasi muda. Dalam konteks
ini termasuk dalam pengertian pendidikan adalah kegiatan pengajian, tabligh, dan
sejenisnya.
Pada bagian ini akan dibahas pemikiran pendidikan Islam KH. Ahmad
Dahlan sebagaimana yang dikemukakan dalam ceramah dan pengajian yang
8Adi Nugraha, K.H. Ahmad Dahlan Biografi Singkat (1869-1923) Cetakan III, (Yogyakarta: Garasi House Of Book, 2000), Hlm 43.
tercermin dalam amal usaha Muhammadiyah terutama pendidikan (sekolah,
madrasah, dan pesantren). Dalam pemikirannya terhadap pendidikan Islam, KH.
Ahmad Dahlan lebih menitikberatkan pemikirannya pada konsep tujuan
pendidikan Islam dan konsep tehnik penyelenggaraannya saat itu. Cita-cita atau
tujuan KH. Ahmad Dahlan dalam pendidikan adalah KH. Ahmad Dahlan ingin
membentuk manusia muslim yang :9
a. Alim dalam ilmu agama.
b. Berpandangan luas, dengan memiliki pengetahuan umum.
c. Siap berjuang, mengabdi untuk Muhammadiyah dalam menyantuni nilai-nilai
keutamaan pada masyarakat.
KH. Ahmad Dahlan berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang sempurna
adalah melahirkan individu yang utuh, yakni menguasai ilmu agama dan ilmu
umum, material dan spiritual serta dunia akhirat. 10
C. Relevansi Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dalam Konteks Pendidikan Islam di Abad 21
Pendidikan adalah amal usaha Muhammadiyah yang diadakan pertama
kali oleh KH. Ahmad Dahlan, bahkan sebelum Muhammadiyah lahir dan
berkembang oleh pendirinya sendiri. Kini setelah lebih dari tujuh puluh tahun,
pendidikan itulah yang merupakan amal usaha yang paling besar, banyak dan
berpengaruh, di samping usaha dakwah melalui jalan non formal seperti pengajian
9Adi Nugraha, K.H. Ahmad Dahlan ..., Hlm 74
10Adi Nugraha, K.H. Ahmad Dahlan ,Hlm 122.
rutin, jumlahnya agak jauh lebih besar dari amal usaha Muhammadiyah melalui
sekolahan tersebut. Amal usaha ini merupakan warisan terbesar dari hasil
pemikiran KH. Ahmad Dahlan, hingga kini berbagai amal usaha, khususnya di
bidang pendidikan berkembang dan meluas.11 Zaman selalu maju dan berubah,
demikian pula manusia tak hentihentinya mencari yang baru, guna
menyempurnakan hidupnya. Agama Islam diyakini ajarannya cocok untuk segala
zaman. Oleh karena itu, memerlukan pembaharuan cara memahaminya. Di antara
usaha yang telah dilakukan KH. Ahmad Dahlan melalui pendidikan
Muhammadiyah dan tarjih, di samping muktamar Muhammadiyah selalu berusaha
mendapatkan cara-cara baru dalam melaksanakan ajaran Islam, sehingga bisa
lebih dipahami dan diamalkan oleh umat Islam Indonesia.12 Apalagi dalam
kehidupan abad 21 telah menuntut manusia unggul dan hasil karya unggul juga.
Hal ini disebabkan karena masyarakat abad 21 adalah masyarakat terbuka yang
memberikan berbagai jenis kemungkinan pilihan. Dengan sendirinya, hanya
manusia unggul yang dapat survive dalam kehidupan yang penuh persaingan dan
menuntut kualitas kehidupan.
KH. Ahmad Dahlan adalah pencari kebenaran hakiki yang menangkap apa
yang tersirat dalam Tafsir al Manar (karya tulis Muhammad Abduh). Sehingga,
meskipun KH. Ahmad Dahlan tidak punya latar belakang pendidikan Barat, beliau
membuka lebar-lebar gerbang rasionalitas melalui ajaran Islam sendiri,
11 Abdul Munir Mulkhan, Warisan Intelektual dan Amal Usaha Muhammadiyah, Op Cit, hlm 94
12 207 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia ; Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hlm 97.
menyerukan ijtihad dan menolak taqlid. KH. Ahmad Dahlan dapat dikatakan
sebagai suatu ”model” dari bangkitanya sebuah generasi yang merupakan titik
pusat dari suatu pergerakan yang bangkit untuk menjawab tantangan-tantangan
yang dihadapi golongan Islam yang berupa ketertinggalan dalam sistem
pendidikan dan kejumudan paham agama Islam.13
Pendidikan di Indonesia saat itu terpecah menjadi dua. Yaitu, pendidikan
sekolah-sekolah barat yang sekuler, yang tak mengenal ajaranajaran yang
berhubungan dengan agama, dan pendidikan di pesantren yang hanya mengajar
ajaran-ajaran yang berhubungan dengan agama. Dihadapkan pada dualisme sistem
pendidikan ini, KH. Ahmad Dahlan gelisah dan bekerja keras sekuat tenaga untuk
mengintegrasikan, atau paling tidak mendekatkan kedua sistem pendidikan itu.
Cita-cita pendidikan yang digagas Dahlan adalah lahirnya manusiamanusia
yang baru yang mampu tampil sebagai ulama intelek atau antelek ulama, yaitu
seorang muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas, kuat jasmani
dan rohani. Dalam rangka mengintegrasikan kedua sistem
pendidikan tersebut, KH. Ahmad Dahlan melakukan dua tindakan sekaligus, yaitu
memberi pelajaran agama di sekolah-sekolah Barat yang sekuler, dan mendirikan
sekolah-sekolah sendiri di mana agama dan pengetahuan umum bersama-sama
diajarkan.14
13 Adi Nugraha, K.H. Ahmad Dahlan ..., hlm 121
14 Adi Nugraha, K.H. Ahmad Dahlan, hlm 122
Kedua tindakan itu di abad 21, sudah menjadi fenomena umum, yang
pertama sudah diakomodir negara dan yang kedua sudah banyak dilakukan oleh
yayasan pendidikan Islam lain. Namun, ide KH. Ahmad Dahlan tentang model
pendidikan integralistik yang mampu melahirkan muslim ulama intelek masih
terus dalam proses pencarian. Sistem pendidikan integralistik inilah sebenarnya
warisan yang mesti dieksplorasi terus sesuai dengan konteks ruang dan waktu,
masalah tehnik pendidikan bisa berubah sesuai dengan perkembangan ilmu
pendidikan atau psikologi perkembangan.15
Dalam rangka menjamin kelangsungan sekolahan yang KH. Ahmad
Dahlan dirikan, maka beliau mendirikan perkumpulan Muhammadiyah pada
1912. Ini lah warisan dari pemikiran KH. Ahmad Dahlan yang berkembang
hingga abad 21. Metode pembelajaran yang dikembangkan KH. Ahmad Dahlan
bercorak kontekstual melalui proses penyadaran. Contoh klasik adalah ketika KH.
Ahmad Dahlan menjelaskan surat al Maun kepada santri-santrinya secara
berulang-ulang sampai santri itu menyadari bahwa surat itu menganjurkan supaya
manusia itu harus saling memperhatikan dan menolong fakir miskin, dan harus
mengamalkan isinya. Setelah santri-santri itu mengamalkan perintah itu, baru
diganti surat berikutnya. Ada semangat yang mesti dikembangkan oleh pendidik
Muhammadiyah, yaitu bagaimana merumuskan sistem pendidikan ala al Maun
sebagaimana dipraktikkan KH. Ahmad Dahlan. 16
15 Adi Nugraha, K.H. Ahmad Dahla, hlm 122
16 Adi Nugraha, K.H. Ahmad Dahlan..., Hlm. 123
Anehnya, yang diwarisi oleh warga Muhammadiyah adalah tehnik
pendidikannya, bukan cita-cita pendidikan, sehingga tidak aneh apabila ada yang
tidak mau menerima inovasi pendidikan. Inovasi pendidikan dianggap sebagai
bid’ah. Sebenarnya, yang harus ditangkap dari KH. Ahmad Dahlan adalah
semangat untuk melakukan perombakan atau etos pembaruan, bukan bentuk atau
hasil ijtihadnya.17
Usia pemikiran KH. Ahmad Dahlan yang digagas dalam bentuk
pendidikan Muhammadiyah kini hampi satu abad. Dalam rentang waktu yang
cukup panjang itu, pendidikan Muhammadiyah yang didalamnya terdapat gagasan
pemikiran KH. Ahmad Dahlan menghadapi berbagai gelombang perubahan;
perubahan sosial-budaya dan perubahan sosial ekonomi.
Perubahan-perubahan itu dari waktu ke waktu kian cepat dan tidak jarang
mengejutkan. Karena itu, pendidikan Muhammadiyah dituntut selalu siap
mengantisipasi segala kecenderungan global yang terjadi di luar lingkungan
lembaga pendidikannya.18 Oleh karena itu, KH. Ahmad Dahlan tidak
meninggalkan pemikiran dalam bentuk tulisan, karena dikhawatirkan kelak warga
Muhammadiyah hanya berpegang teguh pada apa yang ditulisnya tanpa
mengembangkan inisiatif dalam mencari yang terbaik terhadap berbagai segi
kehidupan umat Islam.
17 Adi Nugraha, K.H. Ahmad Dahlan..., Hlm. 123
18 Khozin, Menggugat Pendidikan Muhammadiyah, (Malang : UMM Press, 2005), hlm 53.
Ada indikasi bahwa pendidikan Muhammadiyah mengalami kebekuan
(jumud) dalam tiga dasawarsa terakhir ini. Spirit pembaruan yang dulu diwariskan
KH. Ahmad Dahlan tidak lagi dihidupkan. Dengan perkataan lain, bahwa telah
terjadi diskontinuitas pembaruan dalam tubuh pendidikan Muhammadiyah. Yang
berjalan saat ini, di abad 21 adalah sekedar melanjutkan gagasan awal pendidikan.
Gagasan-gagasan segar yang berusaha melakukan pembaruan dalam ukuran
tertentu memang sudah ada, tetapi sering hanya berhenti pada tataran pemikiran,
belum sampai pada aksi seperti yang dilakukan KH. Ahmad Dahlan.19
Usaha-usaha yang dilakukan KH. Ahmad Dahlan meski diakui sangat
terbatas, tetapi gerakannya dalam rangka memperbarui sistem pendidikan boleh
dikatakan sebagai revolusi besar dalam dunia pendidikan Islam di Indonesia. Di
abad 21, usaha-usaha pembaruan KH. Ahmad Dahlan secara praktisnya sebagai
berikut; memindahkan model pendidikan langgar dan pesantren ke sekolah-
sekolah, yaitu dengan memperkenalkan ruangan yang memakai kursi, bangku,
kurikulum yang terdiri dari pengetahuan umum dan agama.20
Dalam abad 21, boleh dikatakan hampir tidak ada kekhasan yang
membedakan antara pendidikan Muhammadiyah dengan pendidikan lain.
Pendidikan Muhammadiyah sangat konvensional dan kehilangan daya
pembaruannya. Hal ini jelas terlihat dari sikap konservatif yang mengukur
pembaruan pendidikan dari format pembaruan yang dilakukan Sang Suhu (KH.
Ahmad Dahlan), dan bukan pada spirit pembaruannya. Akibatnya, pendidikan
19 Khozin, Menggugat .., hlm 54
20 Khozin, Menggugat ..., hlm 55
Muhammadiyah kurang mampu merespon dinamika eksternal karena tidak
mampu menawarkan solusi kreatif terutama pada tingkat kelembagaan dan
kurikuler.
Format pembaruan pendidikan yang dilakukan KH. Ahmad Dahlan
memang tergolong modern dan kreatif untuk masa itu, tetapi semuanya segera
menjadi usang seiring dengan perkembangan waktu yang sudah modern. Isyarat
kecenderungan global yang senatiasa berubah cepat ini sebenarnya sudah
didengungkan oleh KH. Ahmad Dahlan kepada generasi awal Muhammadiyah.
Dalam kaitan ini sebagaimana dikutip oleh Khozin dalam bukunya ”Menggugat
Pendidikan Muhammadiyah”, disini dinyatakan bahwa KH. Ahmad Dahlan
menasihatkan: Muhammadiyah sekarang ini lain dengan Muhammadiyah yang
akan datang. Maka teruslah kamu bersekolah, menuntut ilmu pengetahuan di
mana saja. Jadilah guru, kembalilah kepada Muhammadiyah, jadilah meester,
insinyur, dan lain-lain dan kembalilah kepada Muhammadiyah.21
D. Kesimpulan
Berdasarkan pada uraian yang telah dipaparkan di atas, maka dapat
disimpulkan beberapa hal, sebagai berikut :
1. Pemikiran KH. Ahmad Dahlan tentang konsep pendidikan Islam dapat
terlihat pada usaha beliau yang menampilkan wajah pendidikan Islam
21 Khozin, Menggugat ...,57-58
sebagai suatu sistem pendidikan yang integral. Pemikiran KH. Ahmad
Dahlan yang hendak mengintegrasikan dikotomi ilmu pengetahuan,
menjaga keseimbangan, bercorak intelektual, moral dan religius dapat
terlihat pada aspek pemikiran KH. Ahmad Dahlan yang meliputi : a)
tujuan pendidikan Islam; beliau berpendapat bahwa tujuan pendidikan
Islam yang sempurna adalah melahirkan individu yang utuh, dapat
menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan spiritual; b) materi
atau kurikulum pendidikan Islam; beliau melakukan dua tindakan
sekaligus, yaitu memberi pelajaran agama di sekolah-sekolah Belanda
yang sekuler, dan mendirikan sekolah-sekolah sendiri di mana agama dan
pengetahuan umum bersama-sama diajarkan. Materi pendidikan Islam
menurut KH. Ahmad Dahlan itu meliputi pendidikan moral, pendidikan
individu, dan pendidikan kemasyarakatan; dan c) metode atau tehnik
pengajaran; beliau lebih banyak mengadopsi sistem pendidikan sekolah
Barat yang sudah maju.
2. Relevansi pemikiran KH. Ahmad Dahlan pada konteks pendidikan Islam
di abad 21 nampak sebagiannya masih ada yang sesuai dan sebagian
lainnya ada yang perlu disempurnakan jika diaplikasikan di abad 21. Di
antara pemikiran KH. Ahmad Dahlan yang memiliki keterkaitan dalam
pendidikan Islam abad 21 adalah aspek tujuan pendidikan Islam dan
kurikulum pendidikan Islam, karena pemikiran KH. Ahmad Dahlan
hendak menyinergikan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Apalagi di abad 21, arah pendidikan Islam itu sendiri tidak hanya
menjadikan manusia memiliki kemampuan secara kognitif, afektif, dan
psikomotorik tetapi dalam diri seseorang harus tertanam sikap dan pribadi
yang berakhlak karimah. Dan pemikiran KH. Ahmad Dahlan tentang
konsep pendidikan Islam sarat dengan ide-ide yang berkenaan dengan
upaya menanamkan nilai-nilai kepribadian, etika, dan moral dalam diri
anak didik. Walaupun pemikiran KH. Ahmad Dahlan telah ada sejak masa
penjajahan, namun tak mengurangi para generasinya untuk
mengembangkan dan melanjutkan semangat pembaharuan KH. Ahmad
Dahlan.
Referensi :
A. Malik Fadjar, Holistika Pemikiran Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005
Adi Nugraha, K.H. Ahmad Dahlan Biografi Singkat (1869-1923) Cetakan III, Yogyakarta: Garasi House Of Book, 2000.
Abdul Munir Mulkhan, Warisan Intelektual dan Amal Usaha Muhammadiyah, Yogyakarta : PT. Percetakan Persatuan, 1990.
Abdurrahman Masud, dkk, Paradigma Pendidikan Islam, Cet 1, Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2001.
Hery Noer Aly, Dkk, Watak Pendidikan Islam, Jakarta: Friska Agung Insani, 2003.
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia ; Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995.
Khozin, Menggugat Pendidikan Muhammadiyah, Malang : UMM Press, 2005
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam : Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Jakarta: Ciputat Press, 2002.
Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Cet 2, Jakarta: Bumi Aksara, 1991.