strategi dakwah muhammadiyah pada masa kh ahmad dahlan 2003
DESCRIPTION
Strategi dakwah muhammadiyah pada masa KH Ahmad DahlanTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Muhammadiyah adalah organisasi pembaharu Islam yang pada waktu itu telah
Islam mengalami pendangkalan makna dan banyak dicampuri tradisi Hindu-
Budha. KH Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah adalah seorang
mubaligh muda yang dalam setiap berdakwah untuk menyampaikan ide-ide
purifikasi islam banyak mengalami tantangan, bahkan dari keluarganya sendiri.
Tentunya hal ini menjadi lumrah karena pada saat itu masih dalam era penjajahan
dan banyaknya tokoh-tokoh Islam yang menanamkan pemikiran memusuhi setiap
perkembangan apalagi yang berkaitan dengan kaum penjajah.
Muhammadiyah sejak lahir menjadikan dirinya sebagai organisasi atau
Persyarikatan dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Dengan demikian maka
keseluruhan dari kegiatan Muhammadiyah adalah dakwah Islamiyah, sesuai
dengan bidang masing-masing bagian atau lembaga dalam Muhammadiyah
Dakwah pada dasarnya adalah suatu proses yang berkesinambungan yang
merupakan aktivitas dinamis yang mengarah kepada kebaikan, pembinaan dan
pembentukan masyarakat yang bahagia dunia dan akhirat melalui ajakan yang
kontinyu kepada kebaikan serta mencegah mereka dari hal-hal yang mungkar.
Oleh sebab itulah, maka kegiatan dakwah merupakan kewajiban bagi umat Islam
secara keseluruhan, baik secara individu sesuai dengan kapasitas dan
kemampuannya masing-masing maupun secara berkelompok atau kelembagaan
yang diorganisir secara rapi dan modern, dikemas secara apik dan profesional
serta dikembangkan secara terus menerus mengikuti irama dan dinamika
perubahan zaman dan masyarakat.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dan untuk mencapai keberhasilan
dakwah, maka efektifitas dan efisiensi dalam menyelenggarakan dakwah
merupakan suatu hal yang harus mendapat perhatian dengan diproses melalui
strategi dakwah yang mapan. Untuk memperoleh batasan terhadap pengertian
strategi dakwah.
1
Perkataan strategi pada mulanya dihubungkan dengan operasi militer dalam
skala besar-besaran. Oleh sebab itu, strategi dapat berarti “ilmu tentang
perencanaan dan pengarahan operasi militer secara besar-besaran”. Disamping itu
dapat pula berarti “kemampuan yang terampil dalam menangani dan
merencanakan sesuatu”. Sedangkan tujuan suatu strategi ialah untuk merebut
kemenangan atau meraih suatu hasil yang diinginkan.
Seperti itu dapat dijumpai dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Di antaranya surah an-
Nahl ayat 125:
ه�ي� ب�ال�ت�ي م اد�له� و�ج� ن�ة� س� الح� وع�ظ�ة� الم� و� ة� كم� ب�الح� ب�ك� ر� ب�يل� س� إ�ل�ى ادع�
ت�د�ين� ه ب�الم� أ�عل�م� و� و�ه� ب�يل�ه� س� ع�ن ل� ض� ب�م�ن أ�عل�م� و� ه� ب�ك� ر� إ�ن� ن� أ�حس�
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang
baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
1.2 Identifikasi Masalah
Setelah kita mengetahui latar belakang makalah ini, maka didapatkan
identifikasi masalah sebagai berikut :
a. Konsep dasar dan strategi dakwah Muhammadiyah.
b. Strategi dakwah Muhammadiyah pada masa KH. Ahmad Dahlan.
c. Strategi dakwah kultural Muhammadiyah pada masa KH Ahmad Dahlan.
d. Konsep dakwah kultural Muhammadiyah pada masa KH Ahmad Dahlan.
e. Tantangan strategi dakwah Muhammadiyah pada masa KH Ahmad Dahlan.
2
1.3 Rumusan Masalah
Maka setelah didapat identifikasi masalah, kita akan mengetahui rumusan
masalah sebagai berikut :
a. Bagaimana konsep dasar dan strategi dakwah Muhammadiyah ?
b. Apa strategi dakwah Muhammadiyah pada masa KH. Ahmad Dahlan ?
c. Bagaimana strategi dakwah kultural Muhammadiyah pada masa KH Ahmad
Dahlan ?
d. Bagaimana konsep dakwah kultural Muhammadiyah pada masa KH Ahmad
Dahlan ?
e. Apa tantangan strategi dakwah Muhammadiyah pada masa KH Ahmad
Dahlan ?
1.4 Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini diantaranya adalah :
a. Untuk mengetahui konsep dasar dan strategi dakwah Muhammadiyah.
b. Untuk mengetahui strategi dakwah Muhammadiyah pada masa KH. Ahmad
Dahlan.
c. Untuk mengetahui strategi dakwah kultural Muhammadiyah pada masa KH
Ahmad Dahlan.
d. Untuk mengetahui konsep dakwah kultural Muhammadiyah pada masa KH
Ahmad Dahlan.
e. Untuk mengetahui tantangan strategi dakwah Muhammadiyah pada masa KH
Ahmad Dahlan.
1.5 Manfaat Penelitian
a. Diharapkan mahasiswa agar dapat lebih mengetahui tentang strategi dakwah
Muhammadiyah pada masa KH Ahmad Dahlan.
b. Diharapkan agar para mahasiswa mengetahui konsep dasar Muhammadiyah.
3
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar dan Strategi Dakwah Muhammadiyah
2.1.1 Konsep dasar strategi dakwah Muhammadiyah
Dakwah pada dasarnya adalah suatu proses yang berkesinambungan yang
merupakan aktivitas dinamis yang mengarah kepada kebaikan, pembinaan dan
pembentukan masyarakat yang bahagia dunia dan akhirat melalui ajakan yang
kontinyu kepada kebaikan serta mencegah mereka dari hal-hal yang mungkar.
Oleh sebab itulah, maka kegiatan dakwah merupakan kewajiban bagi umat Islam
secara keseluruhan, baik secara individu sesuai dengan kapasitas dan
kemampuannya masing-masing maupun secara berkelompok atau kelembagaan
yang diorganisir secara rapi dan modern, dikemas secara apik dan profesional
serta dikembangkan secara terus menerus mengikuti irama dan dinamika
perubahan zaman dan masyarakat.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dan untuk mencapai keberhasilan
dakwah, maka efektifitas dan efisiensi dalam menyelenggarakan dakwah
merupakan suatu hal yang harus mendapat perhatian dengan diproses melalui
strategi dakwah yang mapan. Untuk memperoleh batasan terhadap pengertian
strategi dakwah.
2.1.2 Strategi dakwah
Untuk kepentingan dakwah ke depan, di samping secara terus menerus
mengoptimalkan aktivitas yang sudah ada, beberapa pilihan dapat dilakukan
Muhammadiyah untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah, diantaranya :
1. Melakukan revitalisasi keluarga. Al-Qur’an surat al-Hasyr (66) ayat 7
menegaskan keharusan memelihara dan menjaga diri dan keluarga. Artinya,
perintah untuk melakukan revitalisasi dakwah secara terus menerus dan
berkelanjutan dari diri dan keluarga. Keluarga, sebagimana dipandukan dalam
4
Pedoman Hidup Islami Muhammadiyah, difungsikan sebagai a. media
sosialisasi nilai-nilai ajaran Islam b. kaderisasi; sebagai pelansung dan
penyempurna gerakan da’wah, c. sebagai media pemberian keteladanan dan
pembiasaan amal Islami, dan d. media penciptaan suasa dan kehidupan islami
dalam bentuk membangun pergaulan yang saling mengasihi, menyayangi,
saling menghargai dan menghormati, memelihara persamaan hak dan
kewajiban.
2. Optimalisasi mesin persyarikatan dalam bentuk pemberdayaan ranting dan
amal usaha secara maksimal sebagai media dakwah. Pimpinan persyarikatan
dan pimpinan amal usaha baik bidang pendidikan, kesehatan dan sosial secara
aktif dan sungguh-sungguh berkerja sama mengefektifkan gerakan dakwah di
ranting dan amal usaha. Diprogramkan secara sistemik, amal usaha, terutama
yang bergerak di bidang pendidikan dan sosial untuk menjadikan peserta
didiknya sebagai kader-kader Islam yang dipersiapkan untuk mewujudkan
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
3. Sebagai telah diungkapkan di atas tentang kedahsyatan pengaruh media
elektronik dan teknologi informasi dalam membentuk pola pikir dan prilaku
masyarakat, merupakan keniscayaan dakwah Muhammadiyah memanfaatkan
media elektronik dan teknologi informasi. Saatnya Muhammadiyah mulai
berdakwah melalui dunia maya sumpama lewat facebook, bolgger dan
sebangsanya. Dalam pemanfaatan media elektronik, mungkin Muhammadiyah
dapat mengambil bagian dalam mengisi acara tertentu di televisi lokal yang
pada masa mendatang akan banyak dikembangkan.
4. Menjadikan maal sebagai obyek dakwah. Munculnya maal baru sesungguhnya
memberikan peluang untuk berdakwah, sekurang-kurangnya untuk membantu
pengunjung maal melaksanakan shalat jum’at. Bagi Muhammadiyah, ini
merupakan lahan dakwah yang relatif strategis. Di antara jama’ah, ada
berasalah dari kalangan menengah atas. Dari mereka dapat dikembangkan
jaringan di kalangan masyarakat menengah atas yang belakangan banyak
dikuasai oleh kelompok lain.
5
5. Melakukan sinergi dengan berbagai majlis dan lembaga di lingkungan
Muhammadiyah. Sebenarnya Muhammadiyah mempunyai obyek dakwah
yang tidak pernah kering. Mereka datang ke Muhammadiyah, baik ketika sakit
yang ditampung oleh balai pengobatan Muhammadiyah, atau sekolah dan
perguruan tinggi Muhammadiyah. Selama ini, mereka belum secara maksimal
dijadikan sebagai obyek dakwah betapapun Muhammadiyah telah menegaskan
semua amal usaha yang dimiliki adalah media dakwah Muhammadiyah.
Sinergi dengan berbagai majlis dan lembaga dapat membantu
terselenggaranya aktivitas dakwah secara maksimal. Wallâhu A’lam bi al-
Shawâb
Seperti itu dapat dijumpai dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Di antaranya surah an-
Nahl ayat 125
ه�ي� ب�ال�ت�ي م اد�له� و�ج� ن�ة� س� الح� وع�ظ�ة� الم� و� ة� كم� ب�الح� ب�ك� ر� ب�يل� س� إ�ل�ى ادع�
ن ب�م� أ�عل�م� و� ه� ب�ك� ر� إ�ن� ن� أ�حس�
ت�د�ين� ه ب�الم� أ�عل�م� و� و�ه� ب�يل�ه� س� ع�ن ل� ض�
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
6
2.2 Strategi Dakwah Muhammadiyah pada Masa KH. Ahmad Dahlan
Strategi dakwah Muhammadiyah yang didirikan K.H Ahmad Dahlan dalam
dakwah Islam menggunakan strategi yang berpusat pada pembaharuan (tajdid)
serta menjaga kemurnian Islam (purifikasi). Dalam rangka kegiatan pembaharuan
dan pemurnian itu, selain dengan pemasyarakatan tajdid (dengan menggerakkan
telaah ulang atas sistim mazhab dan taklid buta), Muhammadiyah juga
mengadakan gerakan pemberantasan TBC (takhyul, bid’ah, dan churafat). Untuk
itu, dakwah Muhammadiyah banyak diarahkan untuk memberantas segala hal
yang berbau TBC (Weinata Sairin, 2005: 48-50).
Ada dua prinsip dasar yang menjadi acuan dakwah yang dikembangkan
pendiri Muhammadiyah, K.H Ahmad Dahlan; pertama, adalah pembebasan, yakni
membebaskan manusia dari belenggu kebodohan, dan yang kedua, adalah
penghargaan atas harkat dan martabat kemanusiaan. Dalam upaya untuk
membebaskan masyarakat dari kolonialisme asing yang membodohkan, K.H
Ahmad Dahlan melakukan lompatan kultural dengan mengadopsi aspek-aspek
positif dari budaya asing, seperti mendirikan lembaga pendidikan, panti asuhan,
dan balai pengobatan. Sementara itu, untuk membebaskan manusia dari belenggu
budaya dan kepercayaan, K.H Ahmad Dahlan mengembangkan pendidikan yang
berbasis pada pengembangan akal dan rasionalitas. Sebagai implikasi dari
lompatan dakwah yang berbasis pengembangan akal dan rasionalitas itulah K.H
Ahmad Dahlan sering dipersepsikan anti budaya lokal (Abdurrahim Ghazali,
2003: 9-11).
Dengan dikenalkan dakwah kultural di lingkungan Muhammadiyah
mengindikasikan adanya aktualisasi penyikapan atas segala budaya lokal di
lingkungan persyarikatan Muhammadiyah. Organisasi ini semakin menyadari
tentang pentingnya budaya local sebagai media dakwah, walaupun mungkin
sekarang masih dalam proses memilih, dan memilah dengan ’hati-hati’ berbagai
7
macam budaya lokal agar tidak bertabrakan dengan doktrin-doktrin yang sudah
mapan di Muhammadiyah
2.3 Strategi Dakwah Kultural Muhammadiyah pada Masa KH Ahmad
Dahlan
Dakwah kultural adalah upaya menanamkan nilai-nilai Islam dalam seluruh
dimensi kehidupan dengan memperhatikan potensi dan kecenderungan manusia
sebagai makhluk budaya secara luas, dalam rangka mewujudkan masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya. Ciri-ciri dakwah cultural adalah dinamis, kreatif
dan inovatif (Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2004: 26).
Muhammadiyah yang didirikan KH Ahmad Dahlan, strategi dakwahnya
berpusat pada pembaharuan (tajdid) serta menjaga kemurnian Islam (purifikasi).
Dalam rangka kegiatan pembaharuan dan pemurnian itu, selain dengan
pemasyarakatan tajdid (dengan menggerakkan telaah ulang atas sistim mazhab
dan taklid buta), Muhammadiyah juga mengadakan gerakan pemberantasan TBC
(takhyul, bid’ah, dan churafat). Untuk itu, dakwah Muhammadiyah banyak
diarahkan untuk memberantas segala hal yang berbau TBC.
Dengan datangnya ‘pembaharuan’ dan ‘purifikasi’ yang dibawa
Muhammadiyah sudah barang tentu berbenturan dengan faham keagamaan yang
sudah lama berkembang di masyarakat yang notabene dalam ‘beberapa amaliah’
sudah mendapatkan pembenaran dari ulama tradisionil. Oleh karena itu, dalam
sidang Tanwir Muhammadiyah di Denpasar, Bali, tahun 2002, memberikan PR
besar bagi warga Muhamamdiyah untuk menerobos wacana baru, yaitu “dakwah
kultural”. Wacana ini memang sangat kontraversial di kalangan Muhammadiyah.
Namun melalui pengkajian secara intensif oleh beberapa tokoh di kalangan
Muhamamdiyah, akhirnya dicapai kata sepakat untuk mengagendakan dakwah
kultural ke depan. Pada sidang tanwir Muhammadiyah di Makassar, tahun 2003,
telah direkomendasikan dakwah kultural sebagai pendekatan sekaligus metode
dalam berdakwah di Muhammadiyah (Mu’arif, 2005: 164-165).
8
Tegasnya gerakan dakwah kultural ini cenderung mempertanyakan kebenaran
statement yang mengatakan bahwa gerakan dakwah dipandang belum sungguh-
sungguh memperjuangkan Islam, ketika belum secara terus-menerus
memperjuangkan negara berdasarkan syariat Islam. Dakwah kultural
mempertanyakan validitas tesis tersebut, apakah benar dakwah umat yang berada
di luar kekuasaaan, adalah dakwah yang tidak lengkap, dan sempurna.
Sebagai ormas Islam, Muhammadiyah sangat kental dengan predikat
‘pemurnian’, sehingga kesannya angker, sebab banyak dari warga pedesaan
khususnya, merasa segala aktifitas berkesenian dilarang. Muhammadiyah
dianggap anti kesenian. Padahal tidak semua kesenian bertentangan dengan ajaran
Islam. Menurut Ahmadun Y Herfanda (budayawan dan wartawan), melihat
fenomena kebudayaan sekarang ini, Muhammadiyah sebaiknya memiliki strategi
yang jitu untuk mengakomodir berbagai budaya yang berkembang dalam
masyarakat, sekaligus menyaring seni dan budaya yang sesuai dengan kepribadian
dalam Muhammadiyah (Suara Muhammadiyah, 2006: 6-9). Hal itu juga sesuai
dengan gagasan ‘dakwah kultural’. Kalau selama ini dakwah Muhamamdiyah
terkonsentrasi pada kalangan abangan dan masyarakat perkotaan semata, maka
dengan adanya perubahan dan gerak zaman yang begitu cepat, perlu adanya
rumusan yang jelas menyangkut segmen pedesaan untuk menjadi sasaran dakwah
Muhammadiyah ke depan (Din Syamsuddin, 2005: v).
Untuk mengatasi problematika umat tersebut, maka aktivitas dakwah
Muhammadiyah harus difokuskan pada beberapa hal. Pertama, pengentasan
kemiskinan. Kedua, persiapan suplai elit muslim ke berbagai jalur kepemimpinan
bangsa sesuai dengan skillnya masing-masing. Ketiga, mapping sosial umat
sebagai langkah pengembangan dakwah. Keempat, pengintegrasian wawasan
etika, estetika, logika, dan budaya dalam berbagai planning dakwah, Kelima,
pendirian pusat-pusat studi dan informasi umat secara profesional yang
berorientasi pada dinamisasi iptek. Keenam, menjadikan masjid sebagai pusat
aktivitas ekonomi, kesehatan, dan syia’ar Islam. Ketujuh, menjadikan Islam
sebagai pelopor yang profetis, humanis, dan transformatif (Usman Jasad, 2004:
9
38-39). Dengan bahasa lain, dakwah Islam tidak boleh dijadikan obyek dan alat
legitimasi bagi pembangunan yang semata-mata bersifat ekonomis-pragmatis
(Muhammad Azhar, 2003: 12-13). Langkah-langkah tersebutlah yang akan
membawa Islam menjadi sebuah gerakan dakwah yang progresif dan inklusif.
Efektifitas dakwah mempunyai dua strategi yang saling mempengaruhi
keberhasilannya. Pertama, peningkatan kualitas keberagamaan dengan berbagai
cakupannya seperti di atas, dan kedua, mampu mendorong perubahan sosial. Ini
berarti memerlukan pendekatan partisipatif di samping pendekatan kebutuhan.
Dakwah bukan lagi menggunakan pendekatan yang hanya direncanakan sepihak
oleh pelaku dakwah dan bukan pula hanya pendekatan tradisional, mengutamakan
besarnya massa.
Suasana seperti itulah yang membuat dai dan mad’u terlibat diskusi secara
dialogis tentang dakwah Islam itu sendiri. Dengan demikian pola pikir antar
keduanya dapat disatukan dan dimodifikasikan untuk menjadi pola pikir dan aksi
secara konsisten. Pandangan seperti ini sejalan dengan statemen Benedict dalam
Theories of Man and Culture (Elvin Hatch, 1973: 29), di mana ia menyatakan:
All thought a culture is the chance accumulation of so many disparate
elements for tuitously assembled from all direction by diffusion, the constituent
elements a remodified to form a more or less consistent pattern of thought and
action.
“Semua pikiran adalah suatu kultur akumulasi yang memberi kesempatan
sangat banyak bagi unsur-unsur yang berlainan untuk dirakit dari semua arah
difusi, unsur-unsur yang konstituen dapat dimodifikasi kembali untuk membentuk
suatu contoh pola aksi dan pikiran konsisten yang lebih besar”.
Pada dasarnya semua manusia yang sudah baligh, laki-laki maupun
perempuan diperintahkan oleh Allah untuk saling menopang demi terlaksana dan
tegaknya amar ma’ruf dan nahi munkar. Penegakkan amar ma’ruf dan nahi
munkar akan menjadi parameter kualitas khaira ummah. Menurut Ibnu Katsir
10
Umat yang terbaik adalah umat yang terbaik bagi manusia dari sisi kemanfaatan
mereka (Aunur Rahim Faqih, 2006: 52). Dengan kata lain, kebaikan umat itu
hanya ada pada implementasi dakwah yang berwujud amar ma’ruf dan nahi
munkar secara konsisten dan berkesinambungan.
Imam Abdullah an-Nasafi (2001: 194) dalam kitabnya Tafsir an-Nasafi
menjelaskan mengenai amar ma’ruf dan nahi munkar yang artinya sebagai
berikut:
“Al-Ma’ruf adalah apa yang dinyatakan baik oleh syara’ dan akal, sedangkan
al-munkar adalah apa yang dinyatakan buruk oleh syara’ dan akal. Bisa juga, al-
ma’ruf ialah sesuatu yang bersesuain dengan al-kitab dan as-sunnah, sedangkan
al-munkar adalah yang berseberangan dengan keduanya. Atau bisa juga al-ma’ruf
adalah ketaatan kepada Allah, sementara al-munkar adalah kemaksiatan kepada-
Nya”.
Menurut Zakiyudin Baidawy, tokoh muda Muhammadiyah, berbeda dari dua
model dakwah Muhammadiyah sebelumnya yang anti- TBC, dakwah kultural
Muhammadiyah adalah dakwah pro-TBC. Yakni: 1) dakwah yang memanfaatkan
dan membangkitkan kemampuan imajinatif (takhayyul) individu dan masyarakat
agar kehidupan semakin estetik (indah), holistik, simbolik (dalam arti beradab),
dan cerdas; 2) dakwah yang mendorong, memotivasi, dan mengkondisikan
individu dan masyarakat untuk mencipta (kreatif) dan menemukan (inovatif)
berbagai hal baru (bid’ah) baik dalam ide (pemikiran, wacana, teori dalam
Muhammadiyah, dan masyarakat), aktivitas (praksis, gerakan Muhammadiyah),
dan bentuk kebudayaan (amal-amal usaha Muhammadiyah); 3) serta dakwah yang
mengeksplorasi seluruh kemampuan untuk meredefinisi “mitos” (baca: cita-cita
sosial, meminjam istilah Mohammed Arkoun), mereproduksi, bahkan
memproduksi mitos baru (khurafat) untuk mambangun citra keberagamaan,
keberislaman, dan keber-muhammadiyah-an dalam rangka menuju masyarakat
utama.
11
Untuk itu, dakwah kultural tidak hanya difokuskan pada penyikapan atas
budaya lokal, tapi perlu diarahkan pada dakwah pengembangan masyarakat
dengan harus memperhatikan beberapa prinsip dasar, yaitu; pertama, orientasi
pada kesejahteraan lahir dan batin masyarakat luas. Dakwah tidak hanya sekedar
merumuskan keinginan sebagian masyarakat saja, tapi direncanakan sebagai usaha
membenahi kehidupan sosial bersama masyarakat, agar penindasan,
ketidakadilan, dan kesewenang-wenangan tidak lagi hidup di tengah-tengah
mereka. Skala makro yang menjadi sasaran dakwah bukan berarti meninggalkan
skala mikro kepentingan individu anggota masyarakat. Kedua, dakwah
pengembangan masyarakat pada dasarnya adalah upaya melakukan rekayasa
sosial untuk mendapatkan perubahan tatanan kehidupan sosial yang lebih baik.
Untuk itu, landasan berpikir pada dai dalam melihat problem yang dihadapi
masyarakat adalah sebuah permasalahan sosial, yang mestinya pemecahannya
dilaksanakan dalam skala kehidupan sosial (Abdul Halim, 2005: 15-16). Dengan
dikenalkan dakwah kultural di lingkungan Muhammadiyah mengindikasikan
adanya ’aktualisasi’ penyikapan atas budaya lokal di lingkungan
Muhammadiyah.Organisasi ini semakin menyadari tentang pentingnya budaya
lokal sebagai media dakwah, walaupun mungkin sekarang masih dalam proses
memilih, dan memilah dengan ’hati-hati’ berbagai macam budaya lokal agar tidak
bertabrakan dengan doktrin-doktrin yang sudah mapan di Muhammadiyah.
12
2.4 Konsep Dakwah Kultural Muhammadiyah pada Masa KH Ahmad
Dahlan
1. Dakwah kultural dalam konteks budaya local
Dakwah Muhammadiyah dalam konteks budaya lokal berarti mencari bentuk
pemahaman dan upaya yang lebih empatik dalam mengapresiasi kebudayaan
masyarakat yangakan menjadi sasaran dakwh dan mengaktualisasikan gerakan
dakwah Islam dalam realitas kebudayaan masyarakat Indonesia secara terus
menerus dan berproses sehingga nilai-nilai Islam mempengaruhi, membingkai,
dan membentuk kebudayaan yang Islami. khususnya di kalngan umat Islam,
melalui pendekatan dan strategi yang tepat
2. Dakwah kultural dalam konteks budaya global
Muhammadiyahperlu mengkaji secara mendalam titik-titik silang antara Islam
dan budaya global, baik secara teoritik maupu empirik, untuk keberhasilan
dakwah , seperti : memperhatikan substansi atau pesan dakwah, memperhatikan
pendekatan dan strategi dakwah, memperhatikan media atau wahana dakwah dan
memperhatikan pelaku atau subjek dakwah. Maka dari itu Muhammadiyah perlu
memperluas khazanah dakwahnya agar sesuai dengan pola perkembangan budaya
global.
3. Dakwah kultural melalui apresiasi seni
Budaya termasuk seni khususnya adalah ekspresi dari perasaan sosial yang
bersifat kolektif sehingga merupakan ungkapan yang sesungguhnya dari hidup
dan kehidupan masyarakat. Muhammadiyah mengembangkan dakwah kultural
melalui apresiasi seni, dengan pengembangan seni yang ma’ruf untuk kepentingan
dakwah Islam. Adapun untuk seni yang belum makruf maka perlu dilakukan
melalui tahap seleksi dan pemilahan secara syar’I, tahap intervensi nilai dan
13
rekayasa isi, tahappenguatan dan pengembangan seni sehingga bisa menjadi seni
yang ma’ruf. Maka dakwah kultural Muhammadiyah bisa berperan untuk
melahirkan inovasi dan kreasi.
4. Dakwah kultural melaui media
Dakwah melalui multimedia merupakan aktivitas dakwah dengan
memanfaatkan berbagai bentuk tekhnologi informasi dan komunikasi sebagai
media atau wahana pencapaian tujuan dakwah. Dakwah lewat multimedia dapat
melalui media cetak, media elektronik, media virtual atau internet. Adapun
agenda yang perlu dilakukan Muhammadiyah menyangkut aspek persepsi atau
wawasan, aspek sumberdaya manusia, dan kelembagaan, serta aspek kegiatan /
program .
5. Dakwah kultural gerakan jamaah dan dakwah jamaah
Dakwah kultural sebenarnya merupakan kelanjutan dari program Gerakan
Jamaah dan Dakwah Jamaah. Gerakan Jamaah dan Dakwah Jamaah bisa menjadi
media bagi dakwah kultural dengan fokus pemberdayaan dan pengembangan
masyarakat melalui pembentukan jamaah sebagai satuan sosial (komunitas),
menjadi penting dan mendesak untuk direalisasikan.
2.5 Tantangan Strategi Dakwah Muhammadiyah pada Masa KH Ahmad
Dahlan
Adapun tantangan yang dihadapi oleh KH Ahmad Dahlan dalam melaksanakan
strategi dakwah Muhammadiyah, diantaranya adalah :
1. Tantangan dari anggota Muhammadiyah sendiri
Muhammadiyah telah mengalami perkembangan yang sangat pesat baik
perkembangan dalam hal amal usaha maupun perkembangan secara kuantitas
14
Muhammadiyah. Perkembangan selama satu abad ini, Muhammadiyah tetap exis
dalam mengurangi setiap perubahan zaman, perubahan era pemimpin dan banyak
perubahan-perubahan lainnya. Tentunya hal ini bukan sesuatu yang mudah
dilakukan oleh organisasi yang banyak mengalami tantangan dan teror yang
dilakukan oleh berbagai pihak.
Oleh karena itu, banyak organisasi yang secara sedikit demi sedikit hanya
meninggalkan sejarah, contohnya Boedi Utomo, Sarekat Dagang islam, atau
sarekat Islam. Muhammadiyah dalam memasuki abad ke 2 ini tentunya banyak
hal yang harus dibenahi agar tetap exis selama-lamanya. Salah satu hal yang patut
dilakukan adalah menjadikan Muhammadiyah menjadi organisasi yang bukan
hanya menginginkan banyaknya anggota, akan tetapi harus juga menjadi
organisasi yang berkualitas secara kualitas, terutama kuaitas anggota-anggotanya.
Tentunya ini bukanlah sekedar omong kosong belaka. Karena ternyata banyak
fenomena yang terjadi di kalangan Muhammadiyah.Orang dengan begitu
mudahnya masuk menjadi anggota Muhammadiyah hanya dengan dibuktikan
dengan memiliki kartu anggota Muhammadiyah yang saat ini ternyata semakin
mudah didapatkan dengan tidak memandang siapa mereka dan apa yang sudah
mereka lakukan untuk perkembangan dakwah Muhammadiyah dan bahkan
mungkin, juga dalam kehidupan keseharian mereka sama sekali tidak
mencerminkan pribadi-pribadi Muhammadiyah seperti yang diinginkan oleh para
pendiri dan para pejuang Muhammadiyah di generasi awal.
Yang paling mengecewakan dan menyesakan hati adalah mereka kebanyakan
menjadi anggota Muhammadiyah hanya karena ingin masuk dan bekerja di amal
usahaMuhammadiyah. Dan tentunya ini terjadi di semua bagian negara Indonesia.
Ini adalah hal yang sangat riskan dan bisa menjadikan Muhammadiyah kehilangan
banyak aset amal usaha. Banyak khasus yang telah terjadi, sekolah
Muhammadiyah beralih nama, masjid dikuasai oleh pihak lain, dan yang pastinya
banyak yang lainnya yang banyak tidak kita ketahui.
Kejadian-kejadian nyata ini harus segera ditanggulangi jika kita tidak ingin
mendengar nanti atau entah berapa tahun lagi bahwa Muhammadiyah telah
menjadi sejarah dan tidak lagi mampu mengukir sejarah peradaban bangsa.
15
2. Tantangan dari Organisasi Lain
Perkembangan Muhammadiyah yang sangat pesat tentunya akan menjadikan
banyak organisasi lain meniru untuk melakukan hal yang serupa. Minimal mereka
akan belajar bagaimana menjadi seperti Muhammadiyah. Muhammadiyah yang
memiliki ribuan sekolah mulai dari sekolah dasar dan menengah (SDM/MIM,
SMPM/MTsM, SMA/MAM/SMEAM, dan STMM) sampai pada Perguruan
Tinggi Muhammadiyah menjadi hal yang menarik untuk diteliti dan dikaji untuk
kemudian diterapkan di organisasi mereka.
Selain tantangan dari organisasi yang menjadikan Muhammadiyah sebagai
partner mereka, tentunya masih banyak tantangan dari organisasi lain yang tidak
suka dengan tindakan Muhammadiyah dari tahun ke tahun telah menjadi rahasia
umum bahwa Muhammadiyah telah membaha paham Wahabi (Muhammad bin
Abdul wahab) yang sangat dibenci dan ditakuti oleh kaum tradisionalis yang anti
pati terhadap berbagai macam pembaharuan atau purivikasi ajaran Islam yang
telah banyak dicampuri oleh berbagai ritual-ritual agama lain.
Muhammadiyah dengan jargon dakwah Amal Ma’ruf Nahi Munkar
menjadikannya sebagai organisasi yang sangat semangat memerangi ajaran yang
sangat berbau tahayul, bid’ah, dan khurafat (TBC). Hal inilah yang menjadikan
Muhammadiyah banyak dimusuhi oleh masyarakat Indonesia khususnya kaum
tradisionalis yang banyak dianut oleh kebanyakan umat Islam Indonesia.Mereka
menganggap bahwa dakwah Muhammadiyah akan mengancam existensi mereka
dan pengaruh mereka di kalangan kaum muslim.
Tentunya hal ini hanyalah salah satu dari berbagai cobaan yang dihadapi oleh
Muhammadiyah. Saat-saat ini kita sering mendengar di Indonesia banyak
diberitakan tentang gerakan-gerakan pencucian otak yang diklaim oleh gerakan
Negara Islam Indonesia (NII). Selain itu banyak juga kaum-kaum sempala yang
mengaku Islam tetapi tidak menjalankan ajaran Islam dan bahkan mereka
merubah-rubah syariat Islam yang telah sempurna dibawa oleh Rasululloh
16
Muhammad SAW. Dan yang lebih buruk lagi adalah banyaknya orang-orang yang
mengaku menjadi nabi dan mendapatkan wahyu dari Allah SWT dan ada satu lagi
yang mengaku sebagai malaikat jibril dan mendirikan kerajaan tuhan (Lia Eden).
Hal-hal tersebut menjadi lahan dakwah Muhammadiyah untuk dapat
membentengi umat Islam agar tidak terpengaruh oleh ajaran-ajaran sesat mereka.
3. Tantangan dari eksternal umat islam (agama lain)
Indonesia memiliki azaz Pancasila dan menganut paham demokrasi telah
menjadikan negara yang mayoritas Islam ini harus mengakui lima agama lainnya
(Khatolik, Protestan, Hindu, Budha dan Konghucu). Dan satu kepercayaan kepada
Tuhan (aliran kepercayaan).
Dakwah Muhammadiyah yang mengIslamkan umat Islam juga bagaimana
mampu mengIslamkan orang yang belum Islam atau dakwah kepada orang-orang
non Islam. Begitupun umat agama lain pasti akan melakukan hal-hal yang serupa
untuk menyebar luaskan ajaran agama mereka. Lebih fokus saat ini adalah
bagaimana Muhammadiyah harus bisa menekan gerakan Kristenisasi yang banyak
merambah di berbagai daerah umat-umat Islam.
Kristenisasi yang telah lama dilakukan di Indonesia mulai dari zaman
penjajahan dengan konsep 3G (Gold, Glory dan Gospel). Sampai sekarang ini
masih berjalan. Banyak kasus Kristenisasin yang telah terjadi di setiap sudut kota
maupun di desa, baik secara terang-terangan maupn gerakan terselubung dalam
melakukan gerakan permurtadan, contohnya adalah pendirian gereja di daerah
Bekasi. Dan tentunya lebih banyak lagi kejadian yang tidak kita ketahui.
Melihat hal semacam ini Muhammadiyah harus lebih mengintensifkan
terutama di kantong-kantong masyarakat yang masih labil keimanannya,
contohnya adalah di desa-desa miskin dan sudut-sudut kumuh di kota. Karena di
daerah tersebut menjadi lahan empuk para misionaris yang melakukan gerakan
Kristenisasi. Dengan menawarkan berbagai macam bantuan-bantuan.
17
Dan hal ini sangat mendapat sambutan dari kaum muslim yang miskin dan
menggadaikan keimanan mereka karena kemiskinan. Dan ternyata banyak umat
Islam tidak mempedulikan hal ini. Muhammadiyah yang juga sebagai gerakan
sosial seperti yang dulu dicontohkan oleh K.H.Ahmad Dahlan harus semakin
merespon hal ini dengan memberikan berbagai macam bantuan kepada mereka,
baik bantuan secara spiritual untuk semakin memperkokoh keimanan mereka juga
mampu memberikan bantuan secara materi (pekerjaan). Sehingga dengan
memberi bantuan kepada mereka makan mereka akan merasa dipedulikan oleh
saudara sesama muslim mereka dan mereka tidak akan menggadaikan keimanaan
mereka dengan keimanan lain karena merasa berhutang budi kepada para
misioneris Kristen.
18
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Jika strategi dakwah Muhammadiyah bertujuan untuk memberikan warna
kehidupan budaya bangsa dengan nilai-nilai Islam yang handal dan berkualitas
tinggi, maka saatnya sudah bagi kita sekarang untuk mengkaji ulang terhadap
keberadaan, kiprah dan cara pandang strategi dakwah yang dibangun oleh KH
Ahmad Dahlan. Posisi sebagai rakyat kecil tidak pernah efektif menentukan nasib
masa depan suatu bangsa. Bagaimana mengubah posisi demikian itu agar menjadi
posisi yang berwibawa dalam sejarah merupakan kerja dakwah dalam makna yang
benar dan komprehensif.
19
Daftar Pustaka
Ma’arif, A. Strategi Dakwah Muhammadiyah (Masa lalu, Kini dan Masa
Depan), diakses pada tanggal 29 Maret 2014. Dari [http:// nbasis.wordpress.
com /2010/12/22/ strategi- dakwah-muhammadiyah-masa- lalu-kini-dan-
masa-depan-dalam-prespektif-kebudayaan/]
Tyana, U. 2013. Tantangan Dakwah Muhammadiyah pada Masa KH Ahmad
Dahlan, diakses pada tanggal 29 Maret 2014. Dari
[http://ukhtyan.blogspot.com/2013/09/tantangan-dakwah-
muhammadiyah.html]
Aziz, T. 2012. Strategi Dakwah Kultural Muhammadiyah, diakses pada
tanggal 29 Maret 2014. Dari [http://tarqumaziz.blogspot.com/2012/03/strategi-
dakwah-kultural-muhammadiyah.html]
Muthola’ah. 2012. Strategi Dakwah Muhammadiyah dalam berbagai bidang
pada Masa KH Ahmad Dahlan, diakses pada tanggal 29 Maret 2014. Dari
[http:// alfablackid.blogspot.com/2012/01/strategi-dakwah-muhammadiyah-
dalam.html]
20