konsep kritik matan fuqoha

5
Konsep Kritik Matan Para Fuqoha: Membandingkan Hadis Dengan al-Quran Anggi Gusela Qiyas. I Pemikiran untuk membandingkan hadis dengan al-Quran sudah ada sejak dahulu, yang pertama memunculkan ide ini adalah Imam Abu Hanifah. Nampak sekali bahwa Imam Abu Hanifah berkontribusi besar bagi penerapan qiyas ini dengan menjadikan al-Quran untuk mengingkari (mengritik) sebagian hadis-hadis. Bahkan—setelah membandingkan dengan al-Quran—ia menyebut riwayat tersebut dengan sebagai pendustaan terhadap Rasulullah saw. Ini nampak jelas sebagaimana ia tulis dalam kitab “al-‘Alim wa al- Muta’allim”. Beliau berkata: “Jika seseorang mengatakan, ‘Saya beriman terhadap semua yang diucapkan Nabi. Bahwa Nabi tidak akan mengatakan sesuatu yang lalim dan menyalahi al-Quran’, maka sesungguhnya perkataan ini membenarkan Nabi dan al-Quran, mensucikannya dari pertentangan dengan al-Quran. Kalaulah Nabi menyalahi al-Quran dan berkata atas nama Alloh sesuatu yang bukan hak, niscaya Alloh tak akan membiarkannya, pasti Ia akan pegang tangan kanannya dan memutuskan urat nadi jantungnya, sebagaimana firmannya dalam al-Quran mengenai laki-laki dan perempuan yang berzina. Maka, menolak setiap orang yang menceritakan dari Nabi saw sesuatu yang menyalahi al-Quran bukanlah penolakan dan pendustaan terhadap Nabi, akan tetapi merupakan penolakan terhadap orang yang menceritakan sesuatu yang batil dari Nabi saw. Begitupu tuhmah (tuduhan), bukan kepada Nabi tapi kepada orang tersebut... ” Al-Ahnaf—setelah Abu Hanifah—berargumen dengan dalil naqli (nash) dan aqli (akal) untuk qiyas ini. Argumen-argumen yang palig terkenal dari mereka adalah sebagai berikut: 1) Sabda Nabi saw, “Orang-orang setelahku akan banyak berbicara hadis kepada kalian. Maka, jika diriwayatkan—hadis—kepada kalian, hendaklah kalian membandingkannya dengan kitab Alloh Azza wa jalla. Apa yang sesuai, terimalah oleh kalian. Dan ketahuilah bahwasannya riwayat tersebut berasal dariku. Apa yang menyalahinya tolaklah oleh kalian. Dan ketahuilah bahwa aku berlepas darinya.” 2) Dari Jabir bin Muth’im bahwasannya Nabi saw bersabda, “Apa yang diceritakan kepada kalian dariku sesuatu yang kalian tahu, maka benarkanlah oleh kalian. Apa yang diceritakan kepada kalian

Upload: anggi-bry

Post on 01-Oct-2015

20 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Konsep Kritik Matan Fuqoha

TRANSCRIPT

Konsep Kritik Matan Para Fuqoha: Membandingkan Hadis Dengan al-Quran

Anggi GuselaQiyas. I

Pemikiran untuk membandingkan hadis dengan al-Quran sudah ada sejak dahulu, yang pertama memunculkan ide ini adalah Imam Abu Hanifah. Nampak sekali bahwa Imam Abu Hanifah berkontribusi besar bagi penerapan qiyas ini dengan menjadikan al-Quran untuk mengingkari (mengritik) sebagian hadis-hadis. Bahkansetelah membandingkan dengan al-Qurania menyebut riwayat tersebut dengan sebagai pendustaan terhadap Rasulullah saw. Ini nampak jelas sebagaimana ia tulis dalam kitab al-Alim wa al-Mutaallim. Beliau berkata:

Jika seseorang mengatakan, Saya beriman terhadap semua yang diucapkan Nabi. Bahwa Nabi tidak akan mengatakan sesuatu yang lalim dan menyalahi al-Quran, maka sesungguhnya perkataan ini membenarkan Nabi dan al-Quran, mensucikannya dari pertentangan dengan al-Quran. Kalaulah Nabi menyalahi al-Quran dan berkata atas nama Alloh sesuatu yang bukan hak, niscaya Alloh tak akan membiarkannya, pasti Ia akan pegang tangan kanannya dan memutuskan urat nadi jantungnya, sebagaimana firmannya dalam al-Quran mengenai laki-laki dan perempuan yang berzina. Maka, menolak setiap orang yang menceritakan dari Nabi saw sesuatu yang menyalahi al-Quran bukanlah penolakan dan pendustaan terhadap Nabi, akan tetapi merupakan penolakan terhadap orang yang menceritakan sesuatu yang batil dari Nabi saw. Begitupu tuhmah (tuduhan), bukan kepada Nabi tapi kepada orang tersebut...

Al-Ahnafsetelah Abu Hanifahberargumen dengan dalil naqli (nash) dan aqli (akal) untuk qiyas ini. Argumen-argumen yang palig terkenal dari mereka adalah sebagai berikut:1) Sabda Nabi saw, Orang-orang setelahku akan banyak berbicara hadis kepada kalian. Maka, jika diriwayatkanhadiskepada kalian, hendaklah kalian membandingkannya dengan kitab Alloh Azza wa jalla. Apa yang sesuai, terimalah oleh kalian. Dan ketahuilah bahwasannya riwayat tersebut berasal dariku. Apa yang menyalahinya tolaklah oleh kalian. Dan ketahuilah bahwa aku berlepas darinya.2) Dari Jabir bin Muthim bahwasannya Nabi saw bersabda, Apa yang diceritakan kepada kalian dariku sesuatu yang kalian tahu, maka benarkanlah oleh kalian. Apa yang diceritakan kepada kalian dariku sesuatu yang kalian ingkari, maka janganlah kalian benarkan. Sesungguhnya aku tidak akan pernah mengatakan sesuatu yang munkar.3) Dari Aisyah r.a berkata, Rasulullah saw bersabda, Manusia tak henti-hentinya bersyarat dengan syarat yang bukan dari kitab Alloh. Barang siapa yang bersyarat bukan dengan kitab Alloh azza wa jalla, maka ia itu batil. Jika sesorang bersyarat dengan seratus syarat, maka syarat Alloh itu paling benar dan paling kuat. (Bukhori)

Al-Syarkhosi berkata, Yang dimaksud dengan setiap syarat adalah yang menyalahi kitab Alloh taala. Maksudnya bukan yang tidak ada dalam kitab Alloh taala, karena hadis juga tidak ada dalam kitab Alloh taala. Berdasarkan ijma (konsensus), termasuk di antara hukum-hukum adalah apa yang ditetapkan oleh khobar ahad dan qiyas. Jika tidak ada dalam kitab Alloh taala, maka kitab bisa mengetahui bahwa yang dimaksud adalah apa yang menyalahi kitab Alloh. Ini adalah nash (dalil) bahwa setiap hadis yang menyalahi kitab Alloh itu tertolak.4) Sesungguhnya asal dari bidah dan hawa nafsu itu dilihat dari segi ditinggalkannya membandingkan khabar ahad dengan kitab dan sunnah yang masyhur. Satu kaum menjadikannya sebagai dasar bersama syubhat ketersambungnnya kepada Rasulullah saw. Serta tidak mewajibkan ilmu yakin, kemudian mereka menakwilkan kitab dan sunnah yang masyhur, mereka menjadikan tabi sebagai matbu dan menjadikan dasar sebagai sesuatu yang tidak yakin, maka jatuhlah mereka kepada bidah dan hawa nafsu... Imam Syafii Dan Pembandingan Hadis Dengan Al-QuranImam Syafii berkomentar tentang hadis, Maa ja-akum anni faridhuuh ala kitabillah... tidak seorang pun yang kuat hadisnya meriwayatkan hadis ini dalam sesuatu yang kecil atau pun besar. ...ini adalah riwayat terputus dari sesorang yang tidak dikenal. Kami tidak menerima riwayat seperti ini dalam sesuatu pun.Imam Syafii menjelaskan bahwa hadis dapat menjadi penghusus keumuman al-Quran, contoh:Hurrimat alakum ummahatukum... wa uhilla lakum ma waroa dzalikum. (QS. Annisa: 23-34). Sabda Rasulullah saw mengkhususkannya, Tidak boleh menggabungkan antara seorang perempuan dan pamannya. Tidak pula ia dengan bibinya.Kemudia ia berkata, dalam ayat di atas ada dua dalil. Dalil bahwa sunnah tidak bertentangan dengan al-Quran, tapi menjelaskan keumuman dan kekhususannya. Serta dalil bahwa mereka menerima khobar ahad.Imam Syafii juga berkata dalam kitab Ikhtilaful Hadits, Sesungguhnya perkataan orang yang mengatakan, membandingkan sunnah dengan al-Quran; jika dzahirnya sesuai dengan al-Quran. jika tidak, maka kami mengamalkan dhahirnya al-Quran dan meninggalkan hadis yang jahl (tidak dipahami?). karena sunnah dalam setiap tempat tidak akan menyalahi al-Quran... Dari sini, kita tahu bahwa Imam Syafii tidak menerima pembandingan hadis dengan al-Quran. Namun dalam kitab al-Umm, ada pendapatnya yang menyalahi perkataan di atas dengan sempurna. Imam Syafii berargumen dengan hadis dari Rasulullah saw dari Ali dan dari Umar, kemudian setelanya ia menyatakan, bahwa suatu hadis jika menyalahi al-Quran maka bukan dari Rasululla saw, sekalipun para rawi meriwayatkannya...

Imam Malik dan Pembandingan Hadis Dengan al-QuranSyaikh Abu Zahroh menyatakan bahwasannya Imam Malik rahimahullah mirip dengan penduduk Irak dalam membandingkan hadis Ahad dengan al-Quran. beliau berkata:Dengan menisbatkan keumuman al-Quran berarti mirip/mendekati penduduk Irak, meskipun tidak menempuh jalan yang sama dengan mereka. Maka ia itu terkadang dalam sebagian keadaan menjadikan hadis sebagai perbandingan dengan dhahir al-Quran dan menghususkannya. Serta dalam beberapa keadaan menolak khabar Ahad dengan al-Quran. Para ulama Malikiah menjadikan pernyataan ini sebagai alasan bahwa Imam Malik mendahulukan dhahir al-Quran atas sunnah. Dalam hal yang demikian, ia seperti Abu Hanifah, kecuali ia memilih sunnah dari pada qiyas atau amal ahli madinah. Hal ini menggambarkan kepada penghususan keumuman al-Quran atau pembatas ke muthalakannya. Jika amal pendudukan madinah dapat membantu sunnah, maka ia mendahulukan sunnah, seperti pada kasus memakan hewan yang bertaringa Beliau memilih sunnah bersama penyelisihan sunnah tersebut terhadap keumuman al-Quran, karena setiap amal ahli madinah sesuai dengan hal tersebut. Jika sunnah sama sekali tidak membantu amal penduduk Madinah atau qiyas, nash (al-Quran) meninggalkan dhahirnya.

Apa yang dikatakan Syaikh Abu Zahroh tidak jauh dari kebenaran, karena Imam Malik memang meninggalkan sebagian khabar apabila bertentangan dengan keumuman al-Quran dan tidak membantu/sesuai dengan amal penduduk Madinah. Atau karena amal penduduk Madinah tersebut membantu makna dhahir; bukan khabar.Diantara masalah-masalah yang dikatakan bahwa Imam Malik meninggalkan khabar karena dhahir al-Quran adalah jumlah susuan yang menyebabkan jadi mahrom, haji dari mayyit, dan jilatan anjing terhadapa bejana.

Pandangan Atas Pembandingan Sunnah Terhadap al-Quran: Yang Bersesuaian dan Bertentangan Setelah saya membahas tema ini, maka jelaslah ada yang menolak qiyas inimemandingkan sunnah dengan al-Qurankarena pemahaman yang keliru, yaitu memhami bahwa makna qiyas ini adalah menolak setiap yang tidak ada dalam al-Quran, saat itu pula kebanyakan hukum-hukum ditetapkan oleh sunnahhususnya khabar ahadhal ini, menurut mereka, sama dengan menolak banyak hukum syara. Dalam konteks ini pula sama dengan menolak dan mendustakan Rasulullah saw di samping Alloh telah mewajibkan kita taat kepadanya dan melarang kita menyalahi beliau saw. Oleh karena itu, saya memandang orang yang beralasan dengan hadis Laa ulfina ahadukum muttakian ala arikatih ya-tihil amru min amri mimma umirta bihi nuhiita anhu, fayaquulu, la adri ma wajadna fii kitabillahi ittabanahu. Bersamaan dengan mereka yang mengatakan tentang pembandingan tersebut, mereka tidak mengatakan, sesungguhnya kitab Alloh cukup untuk kita, dan tidak ada alasan bagi kami untuk berpegang pada sunnah. Bahkan mereka berkata, Sesungguhnya al-Quran dan sunnah yang mutawatir adalah dasar syariat yang tidak diperselisihkan. Hanya saja perselisihan pendapat terjadi mengenai sebagian hukum yang ditetapkan dengan khabar ahad yang tidak mungkin bisa diamalkan bersamaan dengan nash al-Quran. kami mengatur hal tersebut di antara dua perkara, yaitu meninggalkan nash al-Quran lalu mengikuti khabar ahad dan meninggalkan khabar ahad lalu mengambil al-Quran.Tidak diragukan bahwa mengambil al-Quran yang qathi lebih utama dari pada mengambil khabar ahad yang diragukan.Jika demikian, makna qiyas ini lebih luas, yaitu melihat khabar yang diriwayatkan, jika mutawatir atau masyhur maka ia dibandingkan dengan al-Quran; dengan makna bahwa khabar itu atas penghususan keumumannya, pembatasan kemuthlakannya, atau penghapusannya. Namun jika khabar ahad maka tidak menguatkan al-Quran, karena khabar ahad itu dzan sedang al-Quran Qathi.