konsep komunitas.doc
TRANSCRIPT
MAKALAH
KEPERAWATAN KOMUNITAS
Dosen pengajar: Bapak Nasrudin. S.KM.,M kes
Oleh:
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PRODI S1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM
JOMBANG
i
Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan keberkahan, kesehatan dan
kesempatan sehingga saya dapat mengerjakan tugas ini. Takkan pernah lupa pula
sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW yang sudah
memberikan cahaya dalam agama.
Ucapan terimakasih saya ucapkan pula kepada dosen saya yang senantiasa
membimbing saya dari ketidak-tahuan sehingga saya menjadi tahu.Terima kasih pula
kepada orang tua saya yang selalu mendoakan keberadaan saya.
Saya sangat menyadari akan kekurangan makalah ini, maka dari itu saya
memohon kritik dan saran dari para pembaca. Kesempurnaan hanya milik Allah semata,
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja. Amin yarobbal alamin
Jombang, September 2013
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................1
1.3 Tujuan Umum....................................................................................2
1.4 Tujuan Khusus...................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................2
2.1 Pengertian Keperawatan Komunitas.................................................2
2.2 Sejarah Perkembangan Keperawatan Komunitas di indonesia.........2
BAB IV PENUTUP...............................................................................................17
4.1 Kesimpulan........................................................................................5
4.2 Saran..................................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................6
iii
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Latar Belakang
2.2 Rumusan Masalah
a. Apa pengertian keperawatan komunitas?
b. Bagaimana sejarah perkembangan keperawatan komunitas di Indonesia?
2.3 Tujuan Umum
Secara umum, makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas keperawatan
komunitas II
.
2.4 Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian keperawatan komunitas.
b. Mengetahui sejarah perkembangan keperawatan komunitas di Indonesia.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Keperawatan Komunitas
Keperawatan komunitas adalah pelayanan keperawatan profesional yang
ditujukan kepada masyarakat dengan penekanan pada kelompok resiko tinggi,
dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan
penyakit dan peningkatan kesehatan, dengan menjamin keterjangkauan pelayanan
kesehatan yang dibutuhkan, dan melibatkan klien sebagai mitra dalam
perencanaan pelaksanaan dan evaluasi pelayanan keperawatan. (Pradley, 1985;
Logan dan Dawkin, 1987).
2.2 Sejarah Perkembangan Keperawatan Komunitas di indonesia
Perkembangam kesehatan masyarakat di Indonesia di mulai pada abad ke-16,
yaitu di mulai dengan adanya upaya pemberantasan penyakit cacar dan kolera
yang sangat ditakuti oleh masyarakat saat itu. Penyakit kolera masuk ke Indonesia
tahun 1927, dan pada tahun 1937 terjadi wabah kolera eltor. Selanjutnya tahun
1948 cacar masuk ke Indonesia melalui Singapura dan mulai berkembang di
Indonesia, sehingga berawal dari wabah kolera tersebut pemerintah Belanda
melakukan upaya-upaya kesehatan masyarakat. Gubernur Jenderal Deandels pada
tahun 1807 telah melakukan upaya pelatihan dukun bayi dalam praktik
persalinnan. Upaya ini dilakukan dalam rangka menurunkan angka kematian bayi
yang tinggi. Namun, upaya ini tidak bertahan lam, akibat langkanya tenaga pelatih
kebidanan. Baru kemudian di tahun 1930, program ini di mulai lagi dengan
didaftarkannya para dukun bayi sebagai penolong dan perawat persalinan. Pada
tahun 1851 berdiri sekolah dokter jawa oleh dr. Bosch dan dr. Bleeker Kepala
Pelayanan Kesehatan Sipil dan Militer Indonesia. Sekolah ini dikenal dengan
nama STOVIA atau sekolah pendidikan dokter pribumi. Pada tahun 1913
didirikan sekolah dokter ke-2 di Surabaya dengan nama NIAS. Pada tahun 1947,
STOVIA berubah menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2
Selain itu, perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia juga ditandai
dengan berdirinya. Pusat Laboratorium Kedokteran di Bandung tahun 1888, tahun
1938 pusat laboratorium ini berubah menjadi Lembaga Eykman. Selanjutnya,
laboratorium-laboratorium lain juga didirikan di kota-kota seperti Medan,
Semarang, Makasar, Surabaya, dan Yogyakarta dalam rangka menunjang
pemberantasan penyakit malaria, lepra, cacar serta penyakit lainnya, bahkan
lembaga gizi dan sanitasi juga didirikan.
Pada tahun 1922, penyakit pes masuk ke Indonesia dan tahun 1933-1935
penyakit ini menjadi epidemis di beberapa tempat, terutama di Pulau Jawa. Pada
tahun 1935 dilakukan program pemberantasan penyakit pes dengan cara
melakukan penyemprotan DDT terhadap rumah-rumah penduduk dan vaksinasi
massal. Tercatat sampai tahun 1941, 15 juta orang telah divaksinasi. Pada tahun
1925, Hydrich seorang petugas kesehatan pemerintah Belanda melakukan
pengamatan terhadap masalah tingginya angka kematian dan kesakitan di
Banyumas Purwokerto. Dari hasil pengamatan dan analisisnya, disimpulkan
bahwa tingginya angka kematian dan kesakitan di kedua daerah tersebut
dikarenakan buruknya kondisi sanitasi lingkungan, masyarakat buang air besar di
sembarang tempat, dan penggunaan air minum dari sungai yang telah tercemar.
Kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa rendahnya sanitasi lingkungan
dikarenakan perilaku penduduk yang kurang baik, sehingga Hydrich memulai
upaya kesehatan masyarakat dengan mengembangkan daerah percontohan, yaitu
dengan cara melakukan promosi dengan mengenai pendidikan kesehatan. Sampai
sekarang usaha Hydrich ini dianggap sebagai awal kesehatan masyarakat di
Indonesia.
Memasuki zaman kemerdekaan, salah satu tonggak perkembangan kesehatan
masyarakat di Indonesia adalah saat diperkenalkan konsep Bandung pada tahun
1951 oleh dr.Y. Leimena dan dr. Patah, yang selanjutnya dikenalkan dengan nama
Patah-Leimena. Dalam konsep ini, diperkenalkan bahwa dalam upaya pelayanan
kesehatan masyarakat, aspek prevetif dan kuratif tidak dapat dipisahkan. Hal ini
berarti dalam mengembangkan system pelayan kesehatan, kedua aspek in I tidak
boleh dipisahkan, baik di rumah sakit atau di puskesmas. Selanjutnya, pada tahun
pada tahun1956 dimulai kegiatan pengembangan kesehatan masyarakat oleh dr.Y.
3
Sulianti dengan berdirinya Proyek Bekasi sebagai proyek percontohan/model
pelayanan bagi pengembangan kesehatan masyarakat pedesaan di Indonesia dan
sebagai pusat pelatihan tenaga kesehatan. Proyek ini juga menekankan pada
pendekatan tim dalam pengelolaan program kesehatan. Untuk melancarkan
penerapan konsep pelayanan terpadu ini, terpilih delapan desa wilayah
pengembangan masyarakat.
1. Sumatera Utara : Indrapura
2. Lampung
3. Jawa Barat : Bojong Loa
4. Jawa Tengah : Sleman
5. Yogyakarta : Godean
6. Jawa Timur : Mojosari
7. Bali : Kesiman
8. Kalimantan Selatan : Barabai
Kedelapan wilayah tersebut merupakan cikal bakal system puskesmas
sekarang ini. Pada bualan November 1967, dilakuka seminar yang membahas dan
merumuskan program kesehatan masyarakat terpadu sesuai dengan kondisi dan
kemampuan rakyat Indonesia, yaitu mengenai konsep puskesmas yang dipaparkan
oleh dr. Achmad Dipodiligo yang mengacu pada Konsep Bandung dan Proyek
Bekasi. Dalam seminar ini telah disimpulkan dan disepakati meneganai system
puskesmas yang terdiri dari tipe A, B, dan C. akhirnya pada tahun 1968 dalam
rapat kerja kesehatan nasional, dicetuskan bahwa puskesmas merupakan suatu
system pelayanan kesehatan terpadu, yang kemudiandikembangkan oleh
pemerintah DEPKES menjadi Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat.
Puskesmas disepakati sebagai unit pelayanan kesehatan yang memberikan
pelayanan kuratif dan preventif secara terpadu, menyeluruh, dan mudah
dijangkau, dalam wilayah kerja kecamatan atau sebagian kecamatan di kotamadya
atau kabupaten. Sebagai lini terdepan pembangunan kesehatan, puskesmas
diharapkan selalu tegar. Untuk itu, diprkenalkanlah program untuk selalu
menguatkan puskesmas. Di Negara berkembang seperti Indonesia, fasilitas
kesehatan berlandaskan masyarakat dirasakna lebih efektif dan penting.
4
Departemen kesehatan telah membuat usaha intensif untuk membangun
puskesmas yang kemudian dimasukkan kedalam master plan untuk operasi
penguatan pelayanan kesehatan nasional. Kegiatan pokok dalam program dasar
dan utama puskesmas mencakup 18 kegiatan, yaitu:
1. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
2. Keluarga Berencana (KB)
3. Gizi
4. Kesehatan lingkungan
5. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular serta imunisasi
6. Penyuluhan kesehatan masyarakat
7. Pengobatan
8. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
9. Perawatan kesehatan masyarakat
10. Kesehatan gigi dan mulut
11. Usaha kesehatan jiwa
12. Optometri
13. Kesehatan geriatric
14. Latihan dan olahraga
15. Pengembangan obat-obat tradisional
16. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
17. Laboratorium dasar
18. Pengumpulan informasi dan pelaporan untuk system informasi kesehatan
Pada tahun 1969, system puskesmas hanya disepakati dua saja, yaitu
Puskesmas tipe A yang dikelola oleh dokter dan Puskesmas tipe B yang dikelola
oleh seorang paramedic. Dengan adanya perkembangan tenaga medis, maka pada
tahun 1979 tidak diadakan perbedaan Puskesmas tipe A atau Tipe B, hanya ada
satu puskesmas saja, yang dikepalai oleh seorang dokter. Namun, kebijakan
tentang pimpinan puskesmas mulai mengalami perubahan tahun 2000, yaitu
puskesmas tidak arus dipimpin oleh seorang dokter, tetapi dapat juga dipimpin
oleh seorang sarjana Kesehatan Masyarakat. Hal ini tentunya diharapkan dapat
membawa perubahan yang positif, dimana tenaga medis lebih diarahkan pada
pelayanan langsung pada klien dan tidak disibukkan dengan urusan
5
administrative/manajerial, sehingga mutu pelayanan dapat ditingkatkan. Di
propinsi jawa timur misalnya, sudah dijumpai Kepala Puskesmasdari lulusan
sarjana Kesehatan Masyarakat seperti di kabupaten Gresik, Bojonegoro,
Bondowoso, dan lain sebagainya. Pada tahun 1979 dikembangkan satu peranti
manajerial guna penilaian puskesmas, yaitu stratifikasi puskesmas, sehingga
dibedakan adanya:
1. Strata 1, puskesmas dengan pestasi sangat baik
2. Strata 2, puskesmas dengan prestasi rata-rata atau standar
3. Strata 3, puskesmas dengan prestasi dibawah rata-rata
Peranti manajerial puskesmas yang lain berupa microplanning untuk
perencanaan dan lokakarya mini untuk pengorganisasian kegiatan dan
pengembangan kerja sama tim. Pada tahun 1984, tanggung jawab puskesmas
ditingkatkan lagi dengan berkembangna program paket terpadu kesehatan dan
Keluarga Berencana (posyandu) yang mencakup Keshatan Ibu dan Anak, keluarga
berencana, gizi penanggulangan penyakit diare, dan imunisasi.
Sampai tahun 2002, jumlah puskesmas di Indonesia mencapai 7.309. hal ini
berarti 3,6 puskesmas per 100.000 penduduk atau satu puskesmas melayani
sekitar 28.144 penduduk. Sementara itu, jumlah desa di Indonesia mencapai
70.921 pada tahun 2003, yang berarti setidaknya satu puskesmas untuk tiap
sepuluh desa – dibandingkan dengan rumash sakit yang harus melayani 28.000
penduduk. Jumlah puskesmas masih terus dikembangkan dan diatur lebih lanjut
untuk memenuhi kebutuhan pelayanan yang prima. Jumlah puskesmas masih jauh
dari memadai, terutama di daerah terpencil. Di luar jawa dan sumatera, puskesmas
harus menangani wilayah yang luas, (terkadang beberapa kali lebih luas dari satu
kabupaten di jawa) dengan jumlah penduduk yang lebih sedikit. Sebuah
puskesmas terkadang hanya melayani 10.000 penduduk. Selain itu, bagi sebagian
penduduk pukesmas terlalu jauh untuk dicapai.
C. PUSKESMAS MENJADI UJUNG TOMBAK PELAYANAN
Saat ini pemerintah menjadikan puskesmas sebagai ujung tombak utama
pelayanan kesehatan pada masyarakat sekaligus sebagai wadah isu strategis.
Misalnya, isu strategis aksesibilitas layanan dan penyediaan sumber daya manusia
serat sarana dan prasaran. Puskesmas juga mampu menjadi tempat pelayanan
6
kesehatan pilihan utama masyarakat, karena dekat dengan tempat tinggal dan
murah dari segi biaya pelayanan. Rata-rata biaya retribusi yang dikenakan
berkisar Rp. 1.500,00 sampai Rp. 2.000,00. Bahkan berbagai daerah telah
menerapkan program pengobatan gratis yang difokuskan untuk rawat jalan bagi
setiap lapisan masyarakat, baik kaya maupun miskin. Hal ini dilaksanakan oleh
pemerintah daerah agar masyarakat menyadari pentingnya berobat ke puskesmas.
Dengan diberlakukannya pengobatan gratis di puskesmas, maka puskesmas tidak
lagi dibebani pemasukan dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sebaliknya,
daerah mengalokasikan sejumlah dana untuk mendukung operasionalisasi di
puskesmas, seperti biaya obat-obatan.
Selain menjadikan puskesmas ujung tombak pelayanan, pemerintah daerah
juga mulai mendekatkan layanan dokter spesialis kepada masyarakat. Umumny
ada dua cara yang ditempuh daerah, yaitu menempatkan dokter spesialis di
puskesmas atau menentukan puskesmas khusus. Kebijakan menempatkan dokter
spesialis di puskesmas dilatarbelakangi oleh anggapan bahwa dokter spesialis
identic dengan pelayanan pelayanan kesehatan yang mahal atau hanya bisa
diperoleh masarakat apabila berobat ke rumah sakit. Bagi daerah yang belum
mampu menempatkan layanan dokter spesialis di setiap puskesmas, daerah
mengatasinya dengan dokter spesialis keliling. Sampai saaat ni, dokter spesialis
yang banyak ditempatkan di puskesmas adalah dokter spesialis kandungan, mata,
kulit dan penyakit dalam. Sementara itu, kebijakan menjadikan puskesmas
sebagai puskesmas spesifikasi biasanya didasari oleh kondisi geografis daerah.
Puskesmas spesifikasi yang banyak didirikan, khususnya di jawa timur adalah
puskesmas khusus mata, obstetric-ginekologi, puskesmas bencana dan puskesmas
wisata.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
7
3.2 Saran
Penulis mengharap agar para pembaca khususnya Mahasiswa dan teman sejawat dan bidang
kesehatan umumnya, dapat mengerti serta mengetahui materi makalah ini dan tidak lupa penulis
juga mengharap kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,2013http://www.datastatistik-indonesia.com/portal/index.php?
option=com_content&task=view&id=900&Itemid=900. Diakses 30 Maret 2013.
Pukul 17.41.
8