konsep dasar belajar

78
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA II KONSEP DASAR KEBUTUHAN BELAJAR KELOMPOK DIV Keperawatan Tingkat I Semester II 1 Ni Kadek Ariyastuti (P07120214007) 2 Putu Epriliani (P07120214010) 3 I Gusti Ayu Cintya Adianti (P07120214012) 4 Ni Putu Novia Indah Lestari (P07120214016) 5 Kadek Poni Marjayanti (P07120214026)

Upload: kadek-ari

Post on 09-Dec-2015

29 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

berisikan tentang konsep-sonsep dasar dalam sistem belajar manusia

TRANSCRIPT

Page 1: Konsep Dasar Belajar

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA II

KONSEP DASAR KEBUTUHAN BELAJAR

KELOMPOK

DIV Keperawatan Tingkat I Semester II

1 Ni Kadek Ariyastuti (P07120214007)

2 Putu Epriliani (P07120214010)

3 I Gusti Ayu Cintya Adianti (P07120214012)

4 Ni Putu Novia Indah Lestari (P07120214016)

5 Kadek Poni Marjayanti (P07120214026)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

TAHUN AJARAN 2015

Page 2: Konsep Dasar Belajar

2.1 KONSEP DASAR BELAJAR

A. Pengertian Belajar

Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi

individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Santrock

dan Yussen mendefinisikan belajar sebagai perubahan yang relative permanen

karena adanya pengalaman. Sedangkan Reber mendefinisikan belajar dalam dua

pengertian, yaitu :

Belajar merupakan proses memperoleh pengetahuan

Belajar sebagai perubahan kemampuan bereaksi yang relative langgeng

sebagai hasil latihan yang diperkuat.

Dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan

dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi

yang relative permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan

lingkungannya.

B. Ciri-Ciri Perilaku Belajar

Tingkah laku yang dikategorikan sebagai aktivitas belajar memiliki ciri-ciri sebagai

berikut:

1. Perubahan tingkah laku terjadi secara sadar

Suatu perilaku digolongkan sebagai aktivitas belajar apabila pelaku

menyadari terjadinya perubahan tersebut atau merasakan adanya perubahan

dalam dirinya.

2. Perubahan bersifat kontinyu dan fungsional

Perubahan yang erjadi berlangsung secara berkesinambungandan tidak

statis. Satu perubahan menyababkan perubahan selanjutnya yang akan

berguna bagi kehidupan atau proses belajar berikutnya.

3. Perubahan bersifat positif dan aktif

Dikatakan positif apabila perilaku senantiasa bertambah dan tertuju untuk

memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Perubahan bersifat

2

Page 3: Konsep Dasar Belajar

aktif berarti bahwa perubahan tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan

karena karena usaha pelaku sendiri.

4. Perubahan bersifat permanen

Apa yang didapat tidak akan hilang begitu saja, melainkan akan terus

dimiliki bahkan semakin berkembang kalau terus dipergunakan atau dilatih.

5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah

Perubahan tingkah laku dalam belajar mensyaratkan adanya tujuan yang

akan dicapai oleh pelaku belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang

benar-benar disadari.

6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku

Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami

perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan,

pengetahuan, dan sebagainya.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belajar

Ada dua faktor yang memepengaruhi belajar, yaitu :

1. Faktor Internal

Faktor Internal adalah faktor yang berada dalam diri individu yang

sedang belajar. Faktor internal meliputi :

a. Faktor Jasmaniah

Antara lain : kesehatan dan cacat tubuh

b. Faktor Psikologis

Antara lain : intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,

kematangan, dan kelelahan.

2. Faktor Eksternal

Faktor Eksternal adalah faktor yang berada di luar individu yang

sedang belajar. Faktor eksternal meliputi :

a. Faktor Keluarga

3

Page 4: Konsep Dasar Belajar

Antara lain : cara orangtua mendidik, relasi antar anggota

keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian

orang tua, latar belakang kebudayaan.

b. Faktor Sekolah

Antara lain : metode mengajar, kurikulum, relasi antara guru dan

siswa, relasi antarsiswa, disiplin sekolah, pelajaran, waktu,

standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas

rumah.

c. Faktor Masyarakat

Antara lain : kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul,

bentuk kehidupan dalam masyarakat, media massa.

Menurut Muhibbinsyah, faktor yang mempengaruhi belajar ada tiga

macam, yaitu:

1. Faktor Internal

Meliputi keadaan jasmani dan rohani siswa.

2. Faktor Eksternal

Meliputi kondisi lingkungan di sekitar siswa.

3. Faktor Pendekatan Belajar

Merupakan jenis upaya yang digunakan siswa untuk melakukan

kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran. Menurut hasil

penelitian Biggs, ada tiga bentuk dasar pendekatan belajar siswa :

a. Pendekatan surface (permukaan, bersifat lahiriah)

Kecenderungan belajar siswa karena adanya dorongan dari

luar.

b. Pendekatan deep (mendalam)

Kecenderungan belajar siswa karena adanya dorongan dari

dalam.

c. Pendekatan achieving (pencapaian prestasi tinggi)

Kecenderungan belajar siswa karena adanya dorongan untuk

mewujudkan ego enhancement yaitu ambisi pribadi yang

4

Page 5: Konsep Dasar Belajar

besar dalam meningkatakan prestasi keakuan dirinya dengan

cara meraih prestasi setingg-tingginya.

D. Motivasi Belajar

Biggs dan Telfer menyatakan bahwa ada empat golongan motivasi belajar

siswa, antara lain :

1. Motivasi instrumental

Siswa belajar karena didorong oleh adanya hadiah atau menghindari

hukuman.

2. Motivasi social

Siswa belajar untuk penyelenggaraan ugas, dlam hal ini keterlibatan

siswa pada tugas menonjol.

3. Motivasi berprestasi

Siswa belajar untuk meraih prestasi atau keberhasilan yang telah

ditetapkannya.

4. Motivasi instrinsik

Siswa belajar karena keinginannya sendiri.

Definisi Motivasi Menurut Alisuf Sabri dalam Suparman S (2010: 50)

motivasi adalah segala sesuatu yang menjadi pendorong tingkah laku yang

menuntut atau mendorong orang untuk memenuhi suatu kebutuhan. Kebutuhan

inilah yang akan menimbulkan dorongan atau motif untuk melakukan tindakan

tertentu, di mana diyakini bahwa jika perbuatan itu telah dilakukan maka

tercapailah keadaan keseimbangan dan timbullah perasaan puas dalam diri

individu. Motivasi menurut Wlodkowsky merupakan suatu kondisi yang

menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu dan yang memberi arah dan

ketahanan pada tingkah laku tersebut (Sugihartono dkk, 2007: 78). Secara

umum, motivasi mengandung tiga komponen pokok yaitu menggerakkan,

mengarahkan, dan menopang tingkah laku manusia. Menggerakkan berarti

menimbulkan kekuatan pada individu; memimpin 24 seseorang untuk bertindak

dengan cara tertentu. Motivasi juga mengarahkan atau menyalurkan tingkah

5

Page 6: Konsep Dasar Belajar

laku. Dengan demikian ia menyediakan suatu orientasi tujuan. Untuk menjaga

dan menopang tingkah laku, lingkungan sekitar harus menguatkan intensitas dan

arah dorongan-dorongan dan kekuatan-kekuatan individu (Ngalim Purwanto,

1990: 72)

Definisi Motivasi Belajar

Motivasi belajar dipandang sebagai dorongan mental yang

menggerakkan perilaku manusia termasuk perilaku belajar. Dalam motivasi

terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan,

dan mengarahkan sikap dan perilaku individu belajar. Dalam kegiatan belajar,

motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri

siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari

kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga

tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Motivasi belajar

adalah merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual. Peranannya yang

khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk

belajar. Siswa yang memiliki motivasi yang kuat akan mempunyai banyak

energi untuk melakukan kegiatan belajar (Sardiman, 2007: 75). Untuk

mengembangkan motivasi yang baik pada anak-anak didik, di samping harus

menjauhkan saran-saran atau sugesti yang negatif yang 25 dilarang oleh agama

atau yang bersifat asocial dan dursila, yang lebih penting lagi adalah membina

pribadi anak didik agar dalam diri anak-anak terbentuk adanya motif-motif yang

luhur, mulia, dan dapat diterima masyarakat (Ngalim Purwanto. 1990: 81).

Dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah suatu semangat yang berasal

dari dalam diri siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas yang diwujudkan

dengan suatu kegiatan belajar yaitu dengan mengikuti proses belajar dengan

sungguh-sungguh guna mencapai tujuan yang telah siswa harapkan sebelumnya

yaitu memperoleh nilai baik.

Jenis-jenis Motivasi Menurut Sudjana S dalam Ngalim Purwanto (1990:

82), motivasi dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu:

6

Page 7: Konsep Dasar Belajar

1. Motivasi Instrinsik Motivasi instrinsik adalah motivasi yang muncul dari

dalam diri setiap individu seperti kebutuhan, bakat, kemauan, minat, dan

harapan.

2. Motivasi Ekstrinsik Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang datang dari

luar diri seseorang, timbul karena adanya stimulus (rangsangan) dari luar

dirinya atau lingkungannya. Pendapat lain dari Biggs dan Telfer dalam

Ngalim Purwanto (1990:83) menyebutkan macam-macam motivasi

dibedakan menjadi 4 golongan yaitu:

a. Motivasi Instrumental Yaitu bahwa siswa belajar karena didorong

oleh adanya hadiah atau menghindari hukuman.

b. Motivasi Sosial Berarti bahwa siswa belajar untuk penyelenggaraan

tugas dalam hal ini keterlibatan siswa pada tugas sangat menonjol.

c. Motivasi Berprestasi Motivasi ini berarti bahwa siswa belajar untuk

meraih prestasi atau keberhasilan yang telah ditetapkannya.

d. Motivasi Intrinsik Motivasi ini berarti siswa belajar karena

keinginannya sendiri. Menurut Sardiman (2011: 86-87), motivasi

dapat dilihat dari dasar pembentukannya, yaitu:

Motif-motif bawaan Yang dimaksud dengan motif bawaan

adalah motif yang dibawa sejak lahir, jadi motivasi itu ada tanpa

dipelajari. Motif-motif ini seringkali disebut motif-motif yang

disyaratkan secara biologis.

Motif-motif yang dipelajari Maksudnya motif-motif yang timbul

karena dipelajari. Sebagai contoh dorongan untuk belajar suatu

cabang ilmu pengetahuan, dorongan untuk mengajar sesuatu di

dalam masyarakat. Motif-motif ini seringkali disebut dengan

motif-motif yang diisyaratkan secara 27 sosial. Sebab manusia

hidup dalam lingkungan sosial dengan sesama manusia yang lain,

sehingga motivasi ini terbentuk. Disamping itu Frandsen dalam

Sardiman (2011: 87) masih menambahkan jenis-jenis motif

sebagai berikut:

7

Page 8: Konsep Dasar Belajar

Cognitive motives Motif ini menunjuk pada gejala intrinsic,

yakni menyangkut kepuasan individual. Kepuasan

individual yang berada di dalam diri manusia dan biasanya

berwujud proses dan produk mental.

Self-expression Penampilan diri adalah sebagian dari

perilaku manusia. Yang penting kebutuhan individu itu

tidak sekedar tahu mengapa dan bagaimana sesuatu terjadi,

tetapi juga mampu membuat kejadian.

Self-enhancement Melalui aktualisasi diri dan

pengembangan kompetensi akan meningkatkan kemajuan

diri seseorang. Ketinggian dan kemajuan diri ini menjadi

salah satu keinginan bagi setiap individu.

Sifat-sifat Motivasi Oemar Hamalik (2008: 162-163) menyatakan bahwa

menurut sifatnya motivasi dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang tercakup dalam situasi belajar

yang bersumber dari kebutuhan dan tujuan siswa sendiri. Motivasi ini

sering disebut motivasi murni atau motivasi yang sebenarnya timbul dari

dalam diri peserta didik, misalnya keinginan untuk mendapatkan

keterampilan tertentu, memperoleh informasi dan pemahaman,

mengembangkan sikap untuk berhasil, menikmati kehidupan, secara

sadar memberikan sumbangan kepada kelompok, keinginan untuk

diterima oleh orang lain.

2. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang disebabkan oleh faktor dari

luar situasi belajar seperti angka, kredit, ijazah, tingkatan hadiah, medali,

pertentangan, dan persaingan. Sedangkan menurut Nana Syaodih

Sukmadinata (2003: 63) menurut sifatnya motivasi dibagi menjadi 3

macam, yaitu:

a. Motivasi takut atau fear motivation, individu melakukan sesuatu

perbuatan karena takut. Seseorang melakukan kejahatan karena

8

Page 9: Konsep Dasar Belajar

takut akan ancaman dari kawan-kawannya yang kebetulan suka

melakukan kejahatan.

b. Motivasi insentif atau incentive motivation, individu melakukan

sesuatu perbuatan untuk mendapatkan sesuatu insentif. Bentuk

insentif ini bermacam-macam, seperti : mendapatkan honorarium,

bonus, hadiah, penghargaan, dsb.

c. Sikap atau attitude motivation atau self motivation. Motivasi ini

lebih bersifat instrumen, muncul dari dalam diri individu, berbeda

dengan kedua motivasi sebelumnya yang lebih bersifat ekstrinsik

dan instruktif dari luar diri individu. Sikap merupakan suatu

motivasi karena menunjukkan ketertarikan atau ketidaktertarikan

seseorang terhadap sesuatu objek. Seorang yang mempunyai sikap

positif terhadap sesuatu akan menunjukkan motivasi yang besar

terhadap hal itu.

Ciri-ciri Motivasi Belajar Nana Sudjana (2005: 61), instrumen

keberhasilan proses belajar mengajar dapat dilihat dalam motivasi belajar siswa

yang ditunjukkan oleh para siswa saat melaksanakan kegiatan belajar mengajar,

yang dapat dilihat dalam hal:

1. Minat dan perhatian siswa terhadap pelajaran

2. Semangat siswa untuk melakukan tugas-tugas belajarnya

3. Tanggung jawab siswa dalam mengerjakan tugas-tugas belajarnya

4. Reaksi yang ditunjukkan siswa terhadap stimulus yang diberikan guru

5. Rasa senang dan puas dalam mengerjakan tugas yang diberikan Menurut

Sardiman (2007: 83) motivasi yang ada pada diri sendiri setiap orang

memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu

yang lama, tidak pernah berhenti sebelum puas).

b. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak

memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin

(tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapainya).

9

Page 10: Konsep Dasar Belajar

c. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah untuk

orang dewasa (misalnya masalah pembangunan agama, politik,

ekonomi, keadilan, pemberantasan korupsi, pertentangan terhadap

setiap tindakan instrume, amoral, dan sebagainya).

d. Lebih senang bekerja mandiri.

e. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat

mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif).

f. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan

sesuatu).

g. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu.

h. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal. Apabila

seseorang memiliki ciri-ciri tersebut, berarti orang itu selalu

memiliki motivasi yang cukup kuat. Ciri-ciri motivasi seperti itu

akan sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar. Hal itu harus

dipahami benar oleh guru, agar dalam berinteraksi dengan siswanya

dapat memberikan motivasi yang tepat dan optimal.

Fungsi Motivasi Menurut Sardiman (2007: 85) ada tiga fungsi motivasi:

1. Mendorong manusia untuk berbuat jadi sebagai penggerak atau motor

yang melepaskan. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak

dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.

2. Menentukan arah perbuatan, yakni tujuan yang hendak dicapai. Dengan

demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus

dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.

3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang

harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan

perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Seorang

siswa yang akan menghadapi ujian dengan harapan dapat lulus tentu

akan melakukan kegiatan belajar dan tidak akan menghabiskan

waktunya untuk bermain kartu atau membaca komik sebab tidak serasi

dengan tujuan. Pendapat lain dikemukakan oleh Nana Syaodih

10

Page 11: Konsep Dasar Belajar

Sukmadinata (2003: 62) yang mengatakan bahwa motivasi memiliki dua

fungsi yaitu: pertama mengarahkan atau directional function, dan kedua

mengaktifkan dan meningkatkan kegiatan atau activating and energizing

function. Dalam mengarahkan kegiatan, motivasi berperan mendekatkan

atau menjauhkan individu dari sasaran yang akan dicapai. Apabila

sesuatu sasaran atau tujuan merupakan sesuatu yang diinginkan oleh

individu maka motivasi berperan mendekatkan (approach motivation),

dan bila sasaran atau tujuan tidak diinginkan oleh individu, maka

motivasi berperan menjauhi sasaran (avoidance motivation). Motivasi

juga dapat berfungsi mengaktifkan atau meningkatkan kegiatan. Suatu

perbuatan atau kegiatan yang tidak bermotif atau motifnya sangat lemah,

akan dilakukan dengan tidak sungguh-sungguh, tidak terarah dan

kemungkinan besar tidak akan membawa hasil. Sebaliknya apabila

motivasinya besar atau kuat, maka akan dilakukan dengan

sungguhsungguh, terarah, dan penuh semangat, sehingga kemungkinan

akan berhasil lebih besar. Oemar Hamalik (2008: 161) juga

mengemukakan fungsi motivasi yang meliputi:

a. Mendorong timbulnya kelakuan atas sesuatu perbuatan. Tanpa

motivasi maka tidak akan timbul sesuatu perbuatan seperti belajar.

b. Motivasi berfungsi sebagai pengarah. Artinya mengarahkan

perbuatan kepencapaian tujuan yang diinginkan.

c. Motivasi berfungsi sebagai penggerak. Ia berfungsi sebagai mesin

bagi mobil. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau

lambatnya suatu pekerjaan.

Cara Menumbuhkan Motivasi Belajar Menurut Sardiman dalam

Suparman S (2010: 52), ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan

motivasi belajar anak didik, yaitu:

1. Memberi angka

Pemberian angka atau nilai (apalagi angka yang bagus) akan menjadi

motivasi tersendiri bagi anak didik. Ia memilih untuk mendapatkan angka

11

Page 12: Konsep Dasar Belajar

yang lebih tinggi lagi atau minimal mempertahankan angka yang telah

didapatnya.

2. Hadiah

Hadiah menjadi motivasi tersendiri bagi siswa. Akan tetapi pemberian

hadiah harus dibatasi juga, karena jangan sampai hal ini terbawa-bawa dan

menjadi kebiasaan buruk. Di mana anak didik hanya akan mau

mendapatkan nilai tinggi atau menjawab pertanyaan guru jikalau hanya

diberi hadiah.

3. Saingan atau Kompetisi Cara ini juga memotivasi siswa, yang penting

anak didik diarahkan untuk bersaing secara sehat dan positif dengan

teman-temannya.

4. Ego-involement Anak didik akan berusaha dengan segenap tenaga untuk

mencapai prestasi yang baik untuk menjaga harga dirinya. Guru harus

menumbuhkan kesadaran pada anak didik agar merasakan dan menyadari

betapa pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan yang harus

diselesaikan. Sehingga ia akan bekerja keras dengan untuk menyelesaikan

tantangan itu untuk menjaga harga dirinya.

5. Memberi ulangan

Memberikan ulangan memacu siswa untuk belajar lebih giat. Yang perlu

diperhatikan guru adalah jangan terlalu. Justru ulangan akan menimbulkan

kebosanan dan kejenuhan dalam diri anak didik.

6. Mengetahui hasil

Dengan mengetahui hasil pekerjaannya, akan mendorong anak didik agar

lebih giat lagi dalam belajarnya. Jika siswa tahu bahwa hasil belajarnya

senantiasa mengalami peningkatan, maka dengan sendirinya akan

memotivasi siswa untuk terus belajar.

7. Pujian

Pujian yang baik dan positif akan memupuk suasana yang menyenangkan

dan meningkatkan gairah belajar. Yang perlu diperhatikan guru adalah

ketepatan dalam memberikan pujian, karena pujian juga berdampak

12

Page 13: Konsep Dasar Belajar

negatif di mana menjadikan anak didik sombong, memandang remeh

teman-temannya dan menjadikannya angkuh.

8. Hukuman

Hukuman tidak selamanya berdampak negatif jika diberikan pada saat

yang tepat dengan yang jelas, dan dengan jenis hukuman yang logis sesuai

dengan kesalahannya. Hukuman yang demikian akan menjadikan siswa

menyadari kesalahannya dan memunculkan gairah untuk mengubahnya

dan meningkatkan prestasi belajarnya.

9. Minat

Minat adalah instrument motivasi yang kedua setelah kebutuhan. Proses

belajar akan berjalan dengan baik jika dilandasi minat untuk belajar.

10. Hasrat untuk belajar Hasrat untuk belajar merupakan sesuatu yang muncul

dalam diri anak didik yang mengakibatkan anak didik mau belajar lebih

giat lagi.

11. Tujuan yang diakui Tujuan yang diakui dan diterima dengan baik oleh

anak didik merupakan instrument motivasi yang sangat penting. Sebab

dengan memahami tujuan yang harus dicapai maka akan timbul gairah

untuk terus belajar dengan giat dan sungguh-sungguh.

Teori Motivasi Menurut Ngalim Purwanto (1990: 74-77), ada beberapa

teori motivasi yaitu

1. Teori Hedonisme Hedone adalah bahasa Yunani yang berarti kesukaan,

kesenangan, atau kenikmatan. Hedonisme adalah suatu aliran di dalam

filsafat yang memandang bahwa tujuan hidup yang utama pada manusia

adalah mencari kesenangan (hedone) yang bersifat duniawi. Menurut

pandangan hedonisme, manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang

mementingkan kehidupan yang penuh kesenangan dan kenikmatan.

Implikasi dari adanya teori ini adalah adanya anggapan bahwa semua

orang cenderung menghindari hal-hal yang sulit dan menyusahkan, atau

yang mengandung resiko berat, dan lebih suka melakukan sesuatu yang

mendatangkan kesenangan baginya. Siswa di suatu kelas 34 merasa

13

Page 14: Konsep Dasar Belajar

gembira dan bertepuk tangan mendengar pengumuman dari kepala sekolah

bahwa guru matematika mereka tidak dapat mengajar karena sakit.

Menurut teori hedonisme, para siswa pada contoh di atas harus diberi

motivasi secara tepat agar tidak malas.

2. Teori Naluri Pada dasarnya manusia memiliki tiga dorongan nafsu pokok

yang dalam hal ini disebut juga dengan naluri, yaitu:

a. Dorongan nafsu (naluri) mempertahankan diri

b. Dorongan nafsu (naluri) mengembangkan diri

c. Dorongan nafsu (naluri) mengembangkan/mempertahankan jenis

Dengan dimilikinya ketiga naluri pokok itu, maka kebiasaankebiasaan

ataupun tindakan-tindakan dan tingkah laku manusia yang diperbuatnya

sehari-hari mendapat dorongan atau digerakkan oleh ketiga naluri tersebut.

Oleh karena itu menurut teori ini, untuk memotivasi seseorang harus

berdasarkan naluri mana yang akan dituju dan perlu dikembangkan.

3. Teori Reaksi yang Dipelajari Teori ini berpandangan bahwa tindakan atau

perilaku manusia tidak berdasarkan naluri-naluri, tetapi berdasarkan pola-

pola tingkah laku yang dipelajari dari kebudayaan ditempat orang itu

hidup. Orang belajar paling banyak dari lingkungan kebudayaan di tempat

ia hidup dan dibesarkan. Oleh karena itu teori ini disebut juga teori

lingkungan kebudayaan. Menurut teori ini apabila seorang pemimpin

ataupun seorang pendidik akan memotivasi anak buah atau anak didiknya,

pemimpin ataupun pendidik itu mengetahui benar-benar latar belakang

kehidupan dan kebudayaan orang-orang yang dipimpinnya.

4. Teori Daya Pendorong Teori ini merupakan perpaduan antara “teori

naluri” dengan “teori reaksi yang dipelajari”. Daya pendorong adalah

semacam naluri, tetapi hanya suatu dorongan kekuatan yang luas terhadap

suatu arah yang umum. Menurut teori ini, bila seorang pemimpin atau

pendidik ingin memotivasi anak buahnya, ia harus mendasarkannya atas

daya pendorong yaitu atas naluri dan juga reaksi yang dipelajari dari

kebudayaan lingkungan yang dimilikinya.

14

Page 15: Konsep Dasar Belajar

5. Teori Kebutuhan Teori motivasi yang banyak dianut orang adalah teori

kebutuhan. Teori ini beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan oleh

manusia pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhannya, baik

kebutuhan fisik maupun kebutuhan psikis. Oleh karena itu menurut teori

ini apabila seorang pemimpin ataupun pendidik bermaksud memberikan

motivasi kepada seseorang, ia harus berusaha mengetahui terlebih dulu apa

kebutuhan-kebutuhan orang yang akan dimotivasinya. Salah satu dari teori

kebutuhan yang ada adalah teori dari Abraham Maslow. Maslow

mengemukakan adanya lima tingkatan kebutuhan pokok manusia. Kelima

tingkatan kebutuhan pokok inilah yang kemudian dijadikan pengertian

kunci dalam mempelajari motivasi manusia. Adapun kelima tingkatan

kebutuhan pokok yang dimaksud dapat dilihat dalam gambar berikut ini:

Gambar 1. Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow Menurut hierarki

kebutuhan tersebut, kebutuhan pokok manusia dibagi dari tingkatan

terendah ke tingkat tertingginya yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa

aman dan perlindungan, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan

aktualisasi diri. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dijelaskan secara

lebih lengkap sebagai berikut:

a. Kebutuhan fisiologis : kebutuhan ini merupakan kebutuhan dasar,

yang bersifat primer dan vital, yang menyangkut fungsi-fungsi

biologis dasar dari organisme manusia seperti kebutuhan akan

pangan, sandang dan papan, kesehatan fisik, kebutuhan seks.

Aktualisasi Diri (Self actualization) Kebutuhan penghargaan

(esteem needs) Kebutuhan sosial (social needs) Kebutuhan rasa

aman dan perlindungan (safety and security needs) Kebutuhan

fisiologis (physiological needs)

b. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan (safety and security)

seperti terjaminnya keamanan, terlindung dari bahaya dan

ancaman penyakit, perang, kemiskinan, kelaparan, perlakuan

tidak adil.

15

Page 16: Konsep Dasar Belajar

c. Kebutuhan sosial (social needs) yang meliputi antara lain

kebutuhan akan dicintai, diperhitungkan sebagai pribadi, diakui

sebagai anggota kelompok, rasa setia kawan, kerjasama.

d. Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs), termasuk

kebutuhan dihargai karena prestasi, kemampuan, kedudukan atau

status, pangkat.

e. Kebutuhan akan aktualisasi diri (self actualization) seperti antara

lain kebutuhan mempertinggi potensi-potensi yang dimiliki,

pengembangan diri secara maksimum, kreatifitas dan ekspresi

diri. Tingkatan atau hierarki kebutuhan dari Maslow ini tidak

dimaksud sebagai suatu kerangka yang dapat dipakai setiap saat,

tetapi lebih merupakan kerangka acuan yang dapat digunakan

sewaktu-waktu bilamana diperlukan untuk memperkirakan

tingkat kebutuhan yang mana mendorong seseorang yang akan

dimotivasi bertindak melakukan sesuatu.

Motivasi yang tinggi dapat menggiatkan aktivitas belajar siswa. Motivasi

yang tinggi tersebut dapat ditemukan dalam sifat dan perilaku siswa, antara lain:

1. Adanya kualitas keterlibatan siswa dalam belajar yang sangat tinggi.

2. Adanya perasaan dan keterlibatan afektif siswa yang tinggi dalam

belajar.

3. Adanya upaya siswa untuk senantiasa memelihara atau menjaga agar

senantiasa memiliki motivasi belajar yang tinggi.

Keller menyusun seperangkat prinsip-prinsip motivasi yang dapat

diterapkan dalam proses belajar mengajar yang disebut sebagai model ARCS.

Model ARCS ini merupakan empat kategori kondisi yang harus diperhatikan

guru agar proses pembelajaran yang dilakukannya menarik, bermakna, dan

memberi tantangan pada siswa. Keempat kondisi tersebut adalah :

1. Attention (perhatian)

16

Page 17: Konsep Dasar Belajar

Pehatian muncul karena didorong adanya rasa ingin tahu. Oleh karena

itu rasa ingin tahu perlu mendapat rangsangan sehingga siswa selalalu

memberikan perhatian terhadap materi pelajaran yang diberikan.

2. Relevance (relevansi)

Relevansi menunjukkan adanya hubungan antar meteri pelajaran

dengan kebutuhan dan kondisi siswa.

3. Confidence (kepercayaan diri)

Percaya diri merupakan potensi untuk dapat berinteraksi secara positif

dengan lingkungan. Bandura mengembagkan konsep ini menjadi

konsep self efficacy. Konsep tersebut berhubungan dengan keyakinan

pribadi bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk melakukan suatu

tugas yang menjadi syarat keberhasilan.

4. Satisfaction (kepuasan)

Keberhasilan dalam mencapai tujuan akan menghasilkan kepuasan,

dan siswa akan semakin termotivasi untuk encapai tujuan yang serupa.

2.2 IDENTIFIKASI KEBUTUHAN BELAJAR

Kebutuhan belajar bersumber dari adanya kebutuhan yang secara bawahan

(Inhaerent) dipunyai individu semenjak ia dilahirkan. Kebutuhan inilah yang

merupakan tenaga pendorong bagi individu untuk hidup , untuk mempertahankan

diri dari ancaman bahaya , dan untuk berkembang terus. Menurut Maslow : Seorang

ahli psikologi , kebutuhan dasar manusia itu berjenjang dari tingkat yang paling

rendah sampai ke tingkat yang paling tinggi. Teori itu disebut sebagai teori “Jenjang

Kebutuhan Manusia”.

1. Pengertian Identifikasi Kebutuhan Belajar

Identifikasi berasal dari kata “identify” yang artinya meneliti, menelaah.

Identifikasi adalah kegiatan yang mencari, menemukan, mengumpulkan, meneliti,

mendaftarlan, mencatat data dan informasi dari lapangan. Kebutuhan adalah segala

sesuatu yang diperlukan oleh manusia untuk kehidupannya, demi mencapai suatu

hasil (tujuan) yang lebih baik. Belajar adalah suatu proses perubahan kearah yang

17

Page 18: Konsep Dasar Belajar

lebih baik, yang mengubah seseorang yang tidak tahu menjadi tahu, yang tidak baik

menjadi baik, yang tidak pantas menjadi pantas, dll. Kebutuhan belajar pada

dasarnya menggambarkan jarak antara tujuan belajar yang diinginkan dan kondisi

yang sebenarnya. Jadi pengertian Identifikasi kebutuhan belajar adalah kegiatan

atau usaha yang dilakukan untuk meneliti dan menemukan hal-hal yang diperlukan

dalam belajar dan hal-hal yang dapat membantu tercapainya tujuan belajar itu

sendiri, baik itu proses belajar yang berlangsung di lingkungan keluarga (informal),

sekolah (formal), maupun masyarakat (non-formal).

Pada tahap pengidentifikasian kebutuhan belajar ini, sebaiknya guru

melibatkan peserta didik untuk mengenali, menyatakan dan merumuskan kebutuhan

belajar, sumber-sumber yang tersedia dan hambatan yang mungkin dihadapi dalam

kegiatan pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar. Identifikasi kebutuhan

belajar bertujuan antara lain untuk melibatkan dan memotivasi peserta didik agar

kegiatan belajar dirasakan sebagai bagian dari kehidupan dan mereka merasa

memilikinya. Hal ini dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Peserta didik didorong untuk menyatakan kebutuhan belajar berupa

kompetensi tertentu yang ingin mereka miliki dan diperoleh melalui kegiatan

pembelajaran.

2. Peserta didik didorong untuk mengenali dan mendayagunakan lingkungan

sebagai sumber belajar untuk memenuhi kebututhan belajar.

3. Peserta didik dibantu untuk mengenali dan menyatakan kemungkinan adanya

hambatan dalam upaya memenuhi kebutuhan belajar, baik yang datang dari

dalam maupun dari luar

Terdapat tiga lembaga pendidikan yang pasti akan dihadapi oleh setiap

orang, yaitu; informal, formal, dan non-formal, seperti yang telah disebutkan diatas.

Namun pada kesempatan ini, kami dari pihak penulis hanya akan membahas tentang

pengidentifikasian kebutuhan belajar di lingkungan non-formal (masyarakat).

Mengidentifikasi kebutuhan belajar merupakan dasar dalam penyusunan suatu

program pembelajarann pendidikan non formal terutama yang berbentuk kelompok.

Identifikasi kebutuhan belajar itu diperlukan untuk menentukan kebutuhan mana

18

Page 19: Konsep Dasar Belajar

yang paling potensial dari segi kemanfaatan dan pemenuhannya. Adapun tata cara

melakukan identifikasi kebutuhan belajaer adalah sebagai berikut:

a. Langkah pertama, tentukan kebutuhan pembelajaran;

b. Langkah kedua, abaikanlah kesenjangan tersebut jika kebutuhan tersebut kecil

sehingga tidak menjadi masalah;

c. Langkah ketiga, jika kebutuhan bermasalah maka carilah penyebab

kesenjangannnya, apakah pengetahuan, keterampilan, atau sikap mahasiswa?

Jika bukan, maka pemecahan masalah tersebut diserahkan kepada pemimpin

lembaga untuk segera ditindak lanjut;

d. Langkah keempat, apabila kesenjangan bersumber dari pengetahuan, atau

sikap maka perlu dipisahkan antara peserta didik yang pernah mempelajari

dengan yang belum mempelajari;

e. Langkah kelima, pisahkan antara kelompok peserta didik yang sering

mempelajaridan kelompok yang jarang mempelajari;

f. Langkah keenam, bagi kelompok yang sering mempelajari dan mendapatkan

pendidikan maupun latihan berikanlah umpan balik atas kelemahannya dan

minta mempraktekkan lagi sampai dapat melakukan tugasnya sesui dengan

yang diharapkan;

g. Langkah ketujuh, bagi kelompok yang jarang mempelajari dan jarang latihan

dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap yang relevan dengan profesinya

maka berikanlah kesempatan lebih banyak untuk praktek dan mempelajarinya

kembali dengan tetap disupervisi dari dekat sampai mereka mampu mencapai

hasil kerja yang diharapkan;

h. Langkah kedelapan, merumuskan kompetensi dasar bagi kelompok mahasiswa

yang tidak pernah mempelajari atau tidak mengikuti pelatihan yang relevan

dengan studi yang diambilnya. Kompetensi dasar tersebut meliputi

pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang belum pernah dipelajari oleh

peserta didik.

2. Model Pengukuran Kebutuhan Belajar

19

Page 20: Konsep Dasar Belajar

Model pengukuran kebutuhan belajar merupakan bentuk pengukuran

terhadap hal-hal yang harus ada dan dibutuhkan dalam kegiatan belajar, yang

disajikan oleh pendidik (guru) dan disesuiakan dengan program pembelajaran yang

dilakukan. Terdapat tiga (3) model pengukuran dalam mengidentifikasi kebutuhan

belajar, yaitu model induktif, model deduktif dan model klasik (Koufman, 1972).

1. Model Induktif

Pendekatan yang digunakan dalam model Induktif menekankan pada

usaha yang dilakukan dari pihak yang terdekat, langsung, dan bagian-bagian

ke arah pihak yang luas, dan menyeluruh. Oleh karena itu, melalui pendekatan

ini diusahakan secara langsung pada kemampuan yang telah dimiliki setiap

peserta didik, kemudian membandingkannya dengan kemampuan yang

diharapkan atau harus dimiliki sesuai dengan tuntutan yang datang kepada

dirinya. Model ini digunakan untuk mengidentifikasi jenis kebutuhan belajar

yang bersifat kebutuhan terasa (felt needs) atau kebutuhan belajar dalam

pendidikan yang dirasakan langsung oleh peserta didik. Pelaksanaan

identifikasinya pun harus dilakukan secara langsung kepada peserta didik itu

sendiri.

Model Induktif ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu: 1). dapat

diperoleh informasi yang langsung, 2). tepat mengenai jenis kebutuhan Peserta

didik, sehingga memudahkan kepada guru (pendidik) untuk memilih materi

belajar yang sesuai dengan kebutuhan tersebut. Namun, kelemahannya pun

ada, yaitu; dalam menetapkan materi pendidikan yang bersifat menyeluruh,

dan umum untuk peserta didik yang banyak dan luas akan membutuhkan

waktu, dana, dan tenaga yang banyak. Karena setiap peserta didik yang

mempunyai kecenderungan ingin atau harus belajar dimintai informasinya

mengenai kebutuhan belajar yang mereka inginkan.

Model induktif memiliki langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mulai dari pengukuran tingkah laku siswa pada saat sekarang;

2. Mengelompokkan dalam kawasan program dari sudut tujuan

(umum) yang diharapkan;

20

Page 21: Konsep Dasar Belajar

3. Harapan-harapan tersebut dibandingkan dengan tujuan yang besar

yang ada pada kurikulum, baru lahirlah kesenjangan.

4. Untuk menyediakan program, maka disusun tujuan secara

terperinci dalam program yang tepat, dilaksanakan, dievaluasi, dan

direvisi.

Pelaksanaan pengukuran (assessment) kemampuan yang telah dimiliki

calon peserta pelatihan disesuaikan dengan kondisi calon itu sendiri. Apabila

calon sudah bisa membaca dan menulis, maka identifikasi dapat dilakukan

melalui kegiatan pemberian angket, atau juga bisa melalui wawancara, dengan

pokok-pokok pertanyaan diantaranya (contoh) : Kemampuan apa yang

diinginkan untuk dipelajari pada kesempatan sekarang? atau Ingin belajar apa

sekarang? Juga dapat dilakukan melalui pengajuan daftar isian atau kartu

kebutuhan belajar. Calon peserta menjawab dan mengisi kuesioner pada

bagian yang sudah disediakan. Begitu pula, apabila peserta pelatihan diberi

kartu Kebutuhan Belajar, maka peserta pelatihan (sasaran) tinggal menuliskan

jenis kemampuan yang ingin dipelajarinya pada kartu, yang telah disediakan.

Setelah memperoleh sejumlah kebutuhan belajar baik dari satu atau

beberapa peserta, maka pendidik perlu menetapkan prioritas kebutuhan

belajar. Penetapan prioritas ini dapat dilakukan pendidik bersama-sama

peserta didik atau dilakukannya sendiri, yang kemudian diinformasikan lebih

lanjut kepada peserta yang didasarkan kepada hasil jenis kebutuhan belajar

yang diperoleh. Teknik yang digunakan untuk penetapan ini dapat dilakukan

melalui diskusi, atau curah. pendapat, atau pasar data. Pengajuan prioritas dari

setiap peserta pelatihan dibarengi dengan alasan-alasannya. Namun demikian,

pada akhirnya penetapan prioritas ini perlu disesuaikan dengan berbagai

macam kemungkinan dari segi bahan belajar, sumber belajar, waktu, serta

sarana penunjang lainnya. Apabila pendidik sudah memperoleh penetapan

prioritas, maka pendidik bertugas untuk mengembangkan materi

pembelajaran, serta menyelenggarakan proses belajar.

2. Model Deduktif

21

Page 22: Konsep Dasar Belajar

Pendekatan pada model ini dilakukan secara deduktif, dalam,

pengertian bahwa identifikasi kebutuhan pembelajaran dilakukan secara

umum, dengan sasaran yang luas. Apabila akan menetapkan kebutuhan belajar

untuk peserta didik yang memiliki karakteristik yang sama, maka pelaksanaan

identifikasinya dilakukan pengajuan pertimbangan kepada semua peserta didik

(sasaran). Hasil identifikasi diduga dibutuhkan untuk keseluruhan peserta

didik (sasaran) yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Hasil identifikasi macam

ini digunakan dalam menyusun materi belajar yang bersifat universal. Hal ini

sebagaimana telah dilakukan dalam menetapkan kebutuhan belajar minimal

untuk peserta didik dengan sasaran tertentu seperti melihat latar belakang

pendidikan, usia, atau jabatan dll. Kemudian dikembangkan ke proses belajar

dalam pembelajaran yang lebih khusus.

Keuntungan dari tipe ini adalah bahwa hasil identifikasi dapat

diperoleh dari sasaran yang luas, sehingga ada kecenderungan

penyelesaiannya menggunakan harga yang murah, dan relatif lebih efesien

dibanding dengan tipe induktif, karena informasi kebutuhan belajar yang

diperoleh dapat digunakan untuk penyelenggaraan proses belajar dalam

pelatihan secara umum. Namun demikian, model ini mempunyai kelemahan

dari segi efektifitasnya, karena belum tentu semua peserta didik (sasaran)

diduga memiliki karakteristik yang sama akan memanfaatkan, dan

membutuhkan hasil identifikasi tersebut. Hal ini didasarkan atas kenyataan

bahwa keanekaragaman peserta didik cenderung memiliki minat dan

kebutuhan belajar yang berbeda.

Kebutuhan belajar hasil identifikasi model deduktif termasuk jenis

kebutuhan terduga (expected needs), dalam pengertian bahwa peserta didik

pada umumnya diduga membutuhkan jenis kebutuhan belajar tersebut. Hal

menarik bahwa, pernyataan jenis kebutuhan bisa tidak diungkapkan oleh diri

peserta didik secara langsung, akan tetapi oleh pihak lain yang diduga

memahami tentang kondisi peserta didik. Oleh karena itu, mengapa banyak

22

Page 23: Konsep Dasar Belajar

terjadi "Drop out dalam pembelajaran", atau kebosanan belajar, tidak adanya

motivasi, malas, karena ada kecenderungan bahan belajar yang dipelajarinya

dalam pembelajaran kurang sesuai dengan kebutuhan belajar yang

dirasakannya.

Model deduktif memilki langkah-langkah sebagai berikut:

1. Dimulai dari tujuan umum berupa pernyataan hasil belajar yang

diharapkan;

2. Kembangkan ukuran / kriteria untuk mengukur tingkah laku tertentu;

3. Kumpulkan data untuk mengetahui adanya kesenjangan;

4. Atas dasar kesenjangan – kesenjangan tersebut disusun tujuan khusus

secara detail;

5. Program dikembangkan, dilaksanakan, dan di evaluasi.

Identifikasi pada model ini dilakukan secara universal kepada tiga

pihak sasaran, yaitu:

a. Keluarga peserta pelatihan atau anggota masyarakat lain yang

berkepentingan dengan pendidikan.

b. Pelaksana dan Pengelola Pelatihan: Kepala, penyelenggara, pelatih

(tutor) dll. Sasaran ini memiliki pengalaman tentang wujud

penyelenggaraan pelatihan yang telah diselenggarakan serta berbagai

hal yang berkaitan dengan aspek-aspek kegiatan belajar.

c. Peserta pelatihan, untuk setiap jenis materi pembelajaran yang akan

dikembangkan di kelas, sasaran ini ditetapkan untuk mencocokan

keinginan dan kemampuan pelatih (tutor) dalam mengembangkan

proses dan materi pembelajaran.

Pelaksanaan identifikasi kebutuhan pelatihan(kebutuhan belajar) pada

model deduktif ini dimulai dari identifikasi kepada kedua pihak (keluarga,

orang tua, dan pengelola pelatihan) kemudian penetapan keputusannya

disesuaikan dengan jenis kebutuhan pelatihan yang diharapkan oleh peserta.

Teknik yang digunakan dalam kegiatan identifikasi kebutuhan model ini

adalah kuesioner, dan inventori yang disampaikan kepada ketiga pihak di atas,

23

Page 24: Konsep Dasar Belajar

yang intinya menanyakan atau menyusun daftar jenis-jenis kebutuhan belajar

yang diduga diperlukan untuk peserta.

Sebagai contoh:

Materi-materi apa yang perlu dimiliki oleh peserta pelatihan (sasaran),

sesuai dengan mata pelajaran dalam pelatihan ……….. ?

1. ...............

2. ...............

3. ...............

4. ...............

5. ...............

Hasil identifikasi tersebut dikelompokan ke dalam rumpun-rumpun

pengetahuan dan keterampilan, kemudian ditetapkan prioritas. Selanjutnya,

jenis kebutuhan belajar dalam pembelajaran yang terpilih dikembangkan ke

dalam bentuk program belajar yang akan digunakan oleh peserta (sasaran).

Begitu pula dalam memilih metode, bahan dan alat pembelajaran dalam proses

pembelajaran.

3. Model Klasik

Model klasik ini ditujukan untuk menyesuaikan bahan belajar yang

telah ditetapkan dalam kurikulum atau program belajar dengan kebutuhan

belajar yang dirasakan peserta (sasaran). Berbeda dengan model yang pertama,

pada model ini pendidik telah memiliki pedoman yang berupa kurikulum,

misalnya; Kurikulum pelatihan prajabatan, kurikulum pelatihan

kepemimpinan, satuan pelajaran dalam pelatihan, modul, hand-out dll.

Identifikasi kebutuhan belajar dilakukan secara terbuka dan langsung kepada

peserta didik (sasaran) yang sudah ada di kelas. Pendidik mengidentifikasi

kesenjangan di antara kemampuan yang telah dimiliki peserta didik dengan

bahan belajar yang akan dipelajari.

Tujuan dari model klasik ini adalah untuk mendekatkan kemampuan

yang telah dimiliki dengan kemampuan yang akan dipelajari, sehingga peserta

pelatihan didik tidak akan memperoleh kesenjangan dan kesulitan dalam

24

Page 25: Konsep Dasar Belajar

mempelajari bahan belajar yang baru. Keuntungan dari model ini adalah untuk

memudahkan peserta didik dalam mempelajari bahan belajar, di samping

kemampuan yang telah dimiliki akan menjadi modal untuk memahami bahan

belajar yang baru. Kelemahannya adalah bagi peserta didik yang terlalu jauh

kemampuan dasarnya dengan bahan belajar yang akan dipelajari menuntut

untuk mempelajari terlebih dahulu kesenjangan kemampuan tersebut,

sehingga dalam mempelajari kebutuhan belajar yang diharapkannya

membutuhkan waktu yang lama.

Kegiatan identifikasi kebutuhan belajar model klasik ini dilakukan

pendidik kepada peserta didik, dengan cara pemberian tes, wawancara, atau

kartu kebutuhan belajar, untuk menetapkan kemampuan awal peserta (entry

behavior level). Selanjutnya, kemampuan awal tersebut dibandingkan dengan

susunan pengetahuan yang terdapat dalam materi (modul, satpel dll) yang

sudah ada. Apabila pendidik memperoleh hasil bahwa kemampuan peserta

didik di bawah batas awal bahan belajar yang terdapat pada program belajar,

maka peserta didik perlu memberikan supplement terlebih dahulu, sampai

mendekati batas bahan pelatihan yang akan dipelajari. Namun, apabila

pendidik memperoleh hasil bahwa kemampuan awal sudah berada pada pokok

bahasan yang ada pada program, maka peserta pembelajaran bertugas untuk

menetapkan strategi belajar dalam pelatihan yang tepat untuk membelajarkan

peserta dari pokok bahasan pertama. Penetapan metode belajar ini ditujukan

untuk menghilangkan kebosanan pada diri peserta.

3. Pengertian Tentang Identifikasi Kebutuhan Belajar pada Pendidikan Luar

Sekolah

Kata “identifikasi” berasal dari bahasa asing, yaitu bahasa Inggris. Asal kata to

identify sebagai kata kerja, dan identification sebagai benda.To identify  secara

sederhana artinya adalah mengenali. Hubungannya dengan pembicaraan kita disini

“identifikasi kebutuhan belajar” artinya ialah mengenali kebutuhan belajar

seseorang atau masyarakat atau kelompok orang tertentu yang akan menjadi sasaran

didik atau peserta didik.Sebagai pembawa program atau pelaksana program PLS

25

Page 26: Konsep Dasar Belajar

(Pendidikan Luar Sekolah), dengan mengidentifikasi kebutuhan belajar paling tidak

kita dituntut menyadari dua hal, yaitu mengapa kebutuhan belajar itu muncul dan

untuk apa ia perlu dimunculkan?

Pertanyaan mengapa dan untuk apa dicari jawabannya melalui suatu proses

yang panjang, baik proses pemikiran dengan mendasarkan pada latar belakang

konsepsional, maupun proses penganalisaan situasi kongkret dari kondisi

lingkungan masayarakat setempat. Proses pemikiran dan analisa situasi ini berjalan

bermacam-macam dengan kegiatan identifikasi kebutuhan belajar itu sendiri.

Sehingga pada waktu seorang pembawa program PLS mengatakan bahwa dirinya

telah mengidentifikasi kebutuhan belajar, maka berarti bahwa proses pemikiran dan

analisa itu pun  telah mencapai kesimpulan. Oleh karena itu di bawah ini akan kita

tinjau lebih lanjut latar belakang mengapa dan untuk apa yang mendasari

diidentifikasinya suatu kebutuhan belajar tertentu.

4. Manfaat Identifikasi Kebutuhan Belajar bagi Penyusunan Program Belajar

Pendidikan Luar Sekolah

Salah satu ciri yang membedakan antara PLS dan Pendidikan Sekolah

terletak pada cara penyusunan program belajar. Program belajar PLS

fleksibel/relatif (artinya tidak baku), unik dan spesifik (artinya tidak seragam), dan

temporer (artinya sesewaktu). Proses penyusunan program belajar bagi PLS nampak

sangat berbeda-beda. Proses penyusunan program PLS pada umumnya lebih

sederhana bahwa prosedurnya tidak berliku- liku melainkan langsung. Penyusunan

program tidak dilakukan oleh Tim-tim khusus yang terpilih seperti halnya dengan

peyusunan kurikulum, melainkan dikerjakan langsung oleh pengelola atau pembawa

program PLS bersama-sama (dalam banyak hal memang begitu) dengan peserta

atau calon peserta didik.

Secara sederhana dapat dikatakan Pendidikan Sekolah itu berjenjang dan

berstruktur, sedang Pendidikan Luar Sekolah tidak. Implikasi dari kedua pengertian

tersebut adalah bahwa identifikasi kebutuhan belajar bagi PLS itu perlu sebagai

landasan penyusunan program. Dalam hal itu misi yang diemban oleh PLS, yaitu

pendidkan seumur hidup (lifelong education) menjadika pentingnya pengkajian

26

Page 27: Konsep Dasar Belajar

lebih lanjut tentang hubungan antara kebutuhan belajar dan program belajar seperti

yang akan diuraikan dibawah ini.

Dorongan belajar itu muncul karena individu ingin memenuhi kebutuhan

hidupnya , baik jasmaniah maupun rohaniah . Menurit Maslow ada lima jenjang

kebutuhan dasar manusia , yaitu kebutuhan untuk makan atau minum , kebutuhan

untuk mendapatkan perlindungan , kebutuhan untuk kasih sayang , kebutuhan      

mendapatkan pengakuan diri dan kebutuhan mendapatkan atau menemukan hakikat

dirinya .

Kebutuhan belajar perlu diidentifikasi sebagai landasan penyusunan

program belajar . Karena kebutuhan belajar yang telah di identifikasi akan

memberikan arahan kemana program kegiatan itu di tujukan . Sukarnya ialah bahwa

kebutuhan belajar itu tidak selalu di sadari oleh kelompok masyarakat yang

bersangkutan . Untuk itu petugas PLS dituntun untuk dapat menggalih dan

mengukap secara bijaksana sehingga kebutuhan belajar yang semuala tidak disadari

menjadi di sadari .

Kurikulum bagi pendidikan sekolah sama penting artinya bagi program

pendidik luar sekolah . Namun proses penyusunan dari keduanya adalah sangat

berbeda yang satu dari yang lain . Kurikulum sekali disusun berlaku untuk jangka

waktu panjang , sedangkan program kegiatan disusun untuk memenuhi kebutuhan

ketika itu .

a. PLS tidak berjenjang artinya , program PLS pada umumnya merupakan

program yang berdiri sendiri dan merupakan satu kebulatan . Program-

program PLS berlaku untuk jangka waktu pendek dengan jenis variasi

program yang sangat luas itu sebabnya maka pada PLS setiap program

kegiatan perlu di rumuskan secara tersendiri .

b. PLS tidak berstruktur . Itu merupakan salah satu sebab mengapa PLS

sering disebut pendidikan non formal atau di sebut PNP . PLS disebut

pendidikkan non formal karena hampir dari semua seginya PLS

dikelolah secara tidak formal atau kurang formal . Ketidak formalan ini

dapat menyangkut :

27

Page 28: Konsep Dasar Belajar

a) Bentuk Program.

b) Tempat kegiatan.

c) Waktu penyelenggara.

d) Persiapan pengelola atau pembawa program.

e) Pendaftaraan sasaran atau peserta didik.

f) Metode yang di pakai

g) Bahan atau materi belajar.

2.3 KONSEP DASAR PEMBELAJARAN

Konsep Belajar dan Pembelajaran Belajar merupakan suatu proses perubahan

tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi

kebutuhan hidupnya. Santrock dan Yussen mendefinisikan belajar sebagai perubahan

yang relatif permanen karena adanya pengalaman. Raber mendefinisikan belajar dalam

2 pengertian. Pertama sebagai proses memperoleh pengetahuan dan kedua belajar

sebagai perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan

yang diperkuat (Sugihartono, 2007: 74). Dari berbagai definisi tersebut dapat

disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan

pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif

permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya.

Pembelajaran menurut Sudjana dalam Sugihartono dkk (2007: 80) merupakan

setiap upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik yang dapat menyebabkan

peserta didik melakukan kegiatan belajar. Gulo dalam Sugihartono dkk (2007: 80)

mendefinisikan pembelajaran sebagai usaha untuk menciptakan sistem lingkungan yang

mengoptimalkan kegiatan belajar. Nasution dalam Sugihartono dkk (2007: 80)

mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur

lingkungan sebaikbaiknya dan menghubungkannya dengan anak didik sehingga terjadi

proses 12 belajar. Lingkungan dalam hal ini tidak hanya ruang belajar, tetapi juga

meliputi guru, alat peraga, perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya yang relevan

dengan kegiatan belajar siswa. Sedangkan Biggs dalam Sugihartono dkk (2007: 80-81)

membagi konsep pembelajaran dalam 3 pengertian yaitu :

28

Page 29: Konsep Dasar Belajar

a. Pembelajaran dalam pengertian kuantitatif

Secara kuantitatif pembelajaran berarti penularan pengetahuan dari guru kepada

murid. Dalam hal ini guru dituntut untuk menguasai pengetahuan yang

dimilikinya sehingga dapat menyampaikannya kepada siswa dengan sebaik-

baiknya.

b. Pembelajaran dalam pengertian insitusional

Secara institusional pembelajaran berarti penataan segala kemampuan mengajar

sehingga dapat berjalan efisien. Dalam pengertian ini guru dituntut untuk selalu

siap mengadaptasikan berbagai teknik mengajar untuk bermacam-macam siswa

yang memiliki berbagai perbedaan individual.

c. Pembelajaran dalam pengertian kualitatif

Secara kualitatif pembelajaran berarti upaya guru untuk memudahkan kegiatan

belajar siswa. Dalam pengertian ini peran guru dalam pembelajaran tidak sekedar

menjejalkan pengetahuan kepada siswa, tetapi juga melibatkan siswa dalam

aktivitas belajar yang efektif dan efisien. 13 Dari berbagai pengertian

pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu

upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu

pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan

berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif

dan efisien serta dengan hasil optimal.

2.4 KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

Konsep Dasar Berpikir Berpikir adalah suatu keaktifan pribadi manusia yang

mengakibatkan penemuan yang terarah pada suatu tujuan. Ciri-ciri yang terutama dari

berpikir adalah adanya abstraksi. Abstraksi dalam hal ini berarti anggapan lepasnya

kualitas atau relasi dari benda-benda, kejadiankejadian dan situasi-situasi yang mula-

mula dihadapi sebagai kenyataan (Ngalim Purwanto, 1990: 43). Menurut Iskandar

(2009: 82) berpikir merupakan proses pengetahuan hubungan antara stimulus dan

respon dari kegiatan kognitif tingkat tinggi (higher level cognitive). Menurut psikologi

Asosiasi dalam Ngalim Purwanto (1990:44) mengatakan bahwa “Berpikir itu tidak lain

29

Page 30: Konsep Dasar Belajar

daripada jalannya tanggapantanggapan yang dikuasai oleh hukum asosiasi”. Aliran

behaviorisme berpendapat bahwa “Berpikir adalah gerakan-gerakan reaksi yang

dilakukan oleh urat syaraf dan otot-otot bicara seperti halnya bila kita mengucapkan

buah pikiran”.

Berpikir merupakan aktivitas kognitif manusia yang cukup kompleks. Berpikir

melibatkan berbagai bentuk 14 gejala jiwa seperti sensasi, persepsi maupun memori.

Para ahli mendefinisikan berpikir sebagai suatu proses mental yang bertujuan

memecahkan masalah (Sugihartono dkk, 2007: 12-13). Kemampuan berpikir

merupakan kegiatan penalaran yang reflektif, kritis, dan kreatif yang berorientasi pada

suatu proses intelektual yang melibatkan pembentukan konsep, aplikasi, analisis,

menilai informasi yang terkumpul atau dihasilkan melalui pengamatan, pengalaman,

refleksi, pentaakulan, atau komunikasi sebagai landasan kepada satu keyakinan

(kepercayaan) dan tindakan (Iskandar, 2009: 86). Menurut Mayer dalam Sugihartono

dkk (2007: 13) berpikir meliputi tiga komponen pokok, yaitu :

1. Berpikir merupakan aktifitas kognitif

2. Berpikir merupakan proses yang melibatkan beberapa manipulasi pengetahuan di

dalam sistem kognitif

3. Berpikir diarahkan dan menghasilkan perbuatan pemecahan masalah. Berdasarkan

pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian kemampuan

berpikir adalah kemampuan yang dimiliki tiap individu untuk mengembangkan

pengetahuan yang dimiliki, dan menghubungkan dengan fakta atau informasi dari

berbagai sumber, kemudian mampu mengambil kesimpulan dan mampu

mengambil tindakan untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan

kehidupan nyata.

Konsep Kemampuan Berpikir Kritis Menurut Sabar Nurohman (2008: 125)

thinking skill adalah kemampuan seseorang dalam mendayagunakan kemampuan

mentalnya 15 untuk menyelesaikan berbagai persoalan dalam kehidupan nyata.

Thinking skill dapat dijabarkan menjadi beberapa indikator, antara lain: kemampuan

menggali informasi, kemampuan mengelola informasi, dan kemampuan memutuskan

suatu masalah berdasarkan informasi yang sudah diperoleh. Menurut Barry K Bayer

30

Page 31: Konsep Dasar Belajar

(1999: ix) thinking skill merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan

aktivitas pikirannya secara terbatas dengan mengkombinasikan pemikiran pada saat

berpikir. Kemampuan tersebut seperti mengingat sesuatu, membedakan antara sesuatu

yang relevan dan tidak relevan, mengklasifikasi, memprediksi, menilai kekuatan suatu

tuntutan, menyatukan sesuatu, menarik kesimpulan dan membuat keputusan.

Kemampuan tersebut digunakan terus menerus untuk memperoleh suatu pengertian atau

pengetahuan. Berpikir kritis adalah sebuah proses sistematis dan terorganisasi yang

memungkinkan siswa dapat merumuskan dan mengevaluasi pendapat mereka sendiri

atau berdasarkan bukti, asumsi, logika, dan bahasa yang mendasari pendapat orang lain

sehingga mereka mampu mengungkapkan pendapat mereka sendiri dengan penuh

percaya diri.

Berpikir kritis membantu siswa untuk mencapai pemahaman yang mendalam

dan dapat mengambil kesimpulan secara cerdas terhadap sebuah informasi, sehingga

mereka mampu memecahkan masalah dengan menggunakan pemikiran yang sistematis

dan logis. (Elaine B. Johnson, 2009: 185). 16 Kemampuan berpikir kritis merujuk pada

pemikiran seseorang, pemikiran dalam menilai kebaikan suatu ide, buah pikiran,

pandangan, dan dapat memberikan respons berdasarkan kepada bukti dan sebab akibat.

Adapun jenis-jenis pemikiran kritis antara lain adalah membandingkan dan

membedakan (compare and contrast), membuat kategori (categorization), menerangkan

sebab akibat (cause and effect), meneliti bagian dan hubungan bagian yang kecil

dengan keseluruhan, membuat andaian, membuat ramalan dan inferensi (Iskandar,

2009: 88). John Langrehr (2006: 42) menyatakan bahwa berpikir kritis meliputi

penggunaan kriteria yang relevan untuk menilai fitur informasi, seperti keakuratannya,

relevansinya, reliabilitas, konsistensi, dan biasnya. Berpikir kritis merupakan penilaian

terhadap sebuah informasi atau opini secara cermat, tepat, teliti, dan tidak menimbulkan

arti atau pemahaman yang berbeda.

Pengertian berpikir kritis adalah sebagai berikut:

1. Secara etimologi, berpikir berasal dari bahasa Yunani yaitu critical, krinein, to

choose, to judge.

2. Meningkatkan ketidaksadaran ke arah kesadaran.

31

Page 32: Konsep Dasar Belajar

3. Melakukan analisis untuk dapat membuat keputusan.

4. Mengenali bahwa cara pandang kita adalah sebuah kenyataan yang dibentuk

oleh pengalaman.

5. Menjadi peduli dengan keberagaman yang ada.

6. Memahami sebab akibat (berkarena maka berkejadian).

7. Memandang dunia sebagai suatu sistem jaringan kerja yang bermakna.

8. Berpikir dengan “PATUT” untuk dapat mempertimbangkan dan memutuskan

berbagai kenyataan yang ada dalam kehidupan seharihari dengan

“BIJAKSANA”. Sedangkan menurut Reber dalam Muhibbin Syah (2011: 123),

berpikir kritis adalah siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang

tepat untuk menguji kendala gagasan pemecahan masalah dan mengatasi

kesalahan atau kekurangan. Menurut Ennis dalam Alma M. Swartz dalam

National Education Association (1987: 61) kemampuan berpikir kritis dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Mencari penjelasan yang jelas dari suatu pertanyaan.

2. Mencari suatu alasan.

3. Mencoba untuk peka terhadap informasi.

4. Menggunakan sumber terpercaya dan menyebutkannya.

5. Mengambil keterangan dari seluruh situasi.

6. Mencoba untuk tetap relevan pada inti utama.

7. Mencoba untuk tetap pada pemikiran dasar/asli.

8. Mencari suatu alternatif.

9. Berpikir terbuka.

10. Ambil posisi dan atau ubah posisi ketika bukti dan alasan cukup untuk

melakukannya.

11. Mencari dengan secermat mungkin dari objek.

12. Bersepakat dalam sebuah cara yang rapi melalui bagian-bagian dari keseluruhan

yang kompleks atau mengambil kesimpulan.

13. Peka teradap perasaan, tingkat pengetahuan, dan derajat kepuasan dari orang

lain (National Education Association).

32

Page 33: Konsep Dasar Belajar

Hal di atas menunjukkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam menanggapi

sebuah informasi untuk dapat menyelesaikan permasalahanpermasalahan praktis yang ada

dalam kehidupan nyata. Dari berbagai pengertian dan konsep di atas maka dapat

disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan yang dimiliki seseorang

untuk mendayagunakan dan mengembangkan kemampuan yang dimilikinya sehingga

mampu memecahkan masalah yang sedang dihadapi, serta mampu menganalisis dan

mengevaluasi informasi secara cermat, tepat, teliti tanpa menimbulkan pemahaman yang

berbeda dalam usaha menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan kehidupan nyata

serta dapat mengatasi kesalahan dan kekurangan yang sedang dihadapi.

Langkah-langkah Berpikir Kritis Menurut Elaine B. Johnson (2007: 192-200), ada

delapan langkah yang dapat diikuti oleh pemikir kritis. Kedelapan langkah ini disajikan

dalam bentuk sebuah pertanyaan karena dengan menjawab pertanyaan, para siswa

dilibatkan dalam kegiatan mental yang mereka perlukan untuk mendapatkan pemahaman

yang mendalam. Pertanyaan-pertanyaan ini telah disusun dengan hati-hati untuk

membimbing siswa secara sistematis dari satu poin menuju poin berikutnya. Menerapkan

langkah-langkah ini secara rutin akan membantu berpikir kritis menyatu dengan diri siswa.

1. Apa sebenarnya isu, masalah, keputusan, atau kegiatan yang sedang

dipertimbangkan? Sebuah masalah atau isu mustahil bisa diteliti sebelum

masalah atau isu tersebut dapat digambarkan dengan jelas. Oleh karena itu

subjek yang akan diteliti harus dijelaskan dengan setepat-tepatnya. Mungkin

subjek itu berupa isu.

2. Apa sudut pandangnya? Sudut pandang, sudut pribadi yang digunakan dalam

memandang sesuatu, dapat membutakan siswa dari kebenaran. Bahkan sudut

pandang bisa mencemari pikiran sehingga siswa dengan sadar menerima alasan

yang buruk dan kesimpulan yang tidak masuk akal dan mempertahankannya.

Karena sudut pandang membuat siswa memilih satu posisi tertentu, pemikir

kritis berusaha untuk menyadarinya, lalu menangguhkan pandangan mereka

yang penuh 20 prasangka. Pemikir kritis menganalisa dengan hati-hati karena

artikel, pidato, dan proposal seringkali tidak berusaha memberikan laporan yang

33

Page 34: Konsep Dasar Belajar

tidak memihak dan bertujuan untuk membujuk pembaca agar menerima

pendapat tertentu.

3. Apa alasan yang diajukan? Alasan bisa berupa penjelasan atas suatu kejadian,

menegaskan sebuah ide umum atau mengambil bentuk-bentuk yang lain. Tugas

pemikir kritis adalah mengidentifikasi alasan dan bertanya apakah alasan-alasan

yang dikemukakan masuk akal sesuai dengan konteksnya. Alasan yang bagus

didasarkan pada informasi yang dapat dipercaya dan relevan dengan kesimpulan

yang ditarik sesudahnya.

4. Asumsi-asumsi apa saja yang dibuat? Asumsi adalah ide-ide yang siswa terima

apa adanya. Siswa menganggap bahwa asumsi sebagai kebenaran yang sudah

terbukti, dan berharap orang lain mau bergabung untuk menerima kebenaran

asumsi tersebut. Pemikir yang cerdas enggan memasukkan asumsi dalam

argumen yang mereka buat; mereka juga tidak mudah menerima asumsi yang

terdapat dalam materi yang dibuat oleh orang lain. Seorang pemikir kritis

menyalahkan asumsi karena melemahkan argumen.

5. Apakah bahasanya jelas? Pemikir kritis berusaha untuk memahami. Dalam

mencari makna, mereka sangat memperhatikan kata-kata. Mereka senantiasa

ingat 21 bahwa kata-kata membentuk ide karena itu pemikir kritis harus terus

menerus memeriksa bahasa mereka sendiri dan bahasa orang lain, sambil

bertanya.

6. Apakah alasan didasarkan pada bukti-bukti yang meyakinkan? Bukti adalah

informasi yang akurat dan dapat dipercaya. Guru mengajukan bukti khususnya

untuk menjelaskan tuntutan, untuk memperkuat generalisasi, untuk

membedakan pengetahuan dengan keyakinan, untuk mendukung sebuah

kesimpulan, atau untuk membuktikan sebuah pendapat. Tugas dari pemikir

kritis adalah menilai bukti. Bukti yang kuat meyakinkan siswa bahwa

setidaknya sampai informasi baru muncul untuk mengubah pemikiran siswa,

siswa tahu tentang suatu hal.

7. Kesimpulan apa yang ditawarkan? Setelah mengumpulkan dan mengevaluasi

informasi untuk memecahkan sebuah masalah, mengembangkan sebuah proyek,

34

Page 35: Konsep Dasar Belajar

atau memutuskan suatu perkara, pemikir kritis mulai merumuskan kesimpulan

yang tepat. Apabila lebih dari satu kesimpulan yang muncul, mereka dengan

hati-hati menguji alasan mereka, meninjau kembali logika mereka dan

mempertimbangkan keakuratan dan ketepatan bukti mereka. Pemikir kritis juga

meneliti alasan, bukti dan logika yang diberikan oleh orang lain untuk

membenarkan kesimpulan mereka.

8. Apakah implikasi dari kesimpulan-kesimpulan yang sudah diambil? Kesimpulan

yang menyangkut persoalan pribadi maupun publik hampir selalu memiliki efek

samping yang tidak diharapkan. Sebelum menerima kesimpulan, pemikir kritis

berusaha untuk memprediksi dan mengevaluasi semua efek samping yang

mungkin timbul.

Seorang pemikir kritis memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Mengemukakan pertanyaan-pertanyaan dan masalah penting, merumuskannya

dengan jelas dan teliti

2. Memunculkan ide-ide baru yang berguna dan relevan untuk melakukan tugas.

Pemikiran kritis memiliki peran penting untuk menilai manfaat ide-ide baru,

memilih ide-ide yang terbaik, atau memodifikasi ide-ide jika perlu

3. Mengumpulkan dan menilai informasi-informasi yang relevan, dengan

menggunakan gagasan abstrak untuk menafsirkannya dengan efektif

4. Menarik kesimpulan dan solusi dengan alasan yang kuat, bukti yang kuat, dan

mengujinya dengan menggunakan kriteria dan standar yang relevan

5. Berpikir terbuka dengan menggunakan berbagai alternatif sistem pemikiran,

sembari mengenali, menilai, dan mencari hubunganhubungan antara semua

asumsi, implikasi, akibat-akibat praktis

6. Mampu mengatasi kebingungan, mampu membedakan antara fakta, teori, opini,

dan keyakinan

7. Mengkomunikasikan dengan efektif kepada orang lain dalam upaya menemukan

solusi atas masalah-masalah kompleks, tanpa terpengaruh oleh pemikiran orang

lain tentang topik yang bersangkutan

35

Page 36: Konsep Dasar Belajar

8. Jujur terhadap diri sendiri, menolak manipulasi, memegang kredibilitas dan

integritas ilmiah, dan secara intelektual independen, imparsial, netral.

2.5 PRESTASI BELAJAR

Pengertian Prestasi Belajar Menurut Mulyono (1995: 150), prestasi belajar

adalah penguasaan pengetahuan dari pelajaran-pelajaran yang diterima atau

kemampuan menguasai mata pelajaran yang diberikan guru. Dalam prestasi belajar

selalu dikaitkan dengan test hasil belajar atau tes prestasi. Prestasi belajar selain

dipengaruhi oleh kemampuan kognitif siswa juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti

motivasi dan pengalaman belajar terulang. Menurut Tim Penyusun Kamus (2005: 895),

“Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan

melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang

diberikan oleh guru”. Menurut Nana Sudjana (2006: 22), “Hasil belajar adalah

kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman

belajarnya”. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2003: 102), “Hasil belajar atau

achievement merupakan relisasi atau pemekaran dari kecakapankecakapan potensial

atau kapasitas yang dimiliki seseorang”. Penguasaan hasil belajar oleh seseorang dapat

dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan,

keterampilan berpikir maupun keterampilan motorik. Berdasarkan berbagai pendapat di

atas maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah tingkat keberhasilan siswa

dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan setelah melakukan proses belajar yang

biasanya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.

Prestasi belajar ekonomi merupakan hasil belajar ekonomi yang dicapai oleh siswa

secara efektif di sekolah, di kelas khususnya setelah siswa mempelajari mata pelajaran

ekonomi yang disampaikan oleh guru ekonomi dan dinyatakan dalam bentuk angka

melalui tes.

Jenis-jenis Prestasi Belajar Menurut Horward Kingsley dalam Nana Sudjana

(2006: 22) membagi hasil belajar menjadi 3 macam yaitu keterampilan dan kebiasaan,

pengetahuan dan pengertian, sikap dan cita-cita. Masingmasing jenis hasil belajar dapat

diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne dalam

36

Page 37: Konsep Dasar Belajar

Nana Sudjana (2006: 22) membagi menjadi lima kategori yakni informasi verbal,

keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motoris. Sedangkan

menurut Bloom dalam Nana Sudjana (2006: 22-23) membaginya menjadi tiga ranah

belajar yaitu:

1. Ranah kognitif yang berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari

enam aspek yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis,

sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan

keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.

2. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni

penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.

3. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan

bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris yakni gerakan refleks,

keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau

ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan

interpretatif.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Menurut Nana Sudjana

(2010: 39-43), hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni

fakor dari dalam diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor

lingkungan. Faktor yang datang dari dalam diri siswa terutama kemampuan yang

dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar

yang dicapai. Di samping faktor kemampuan yang dimiliki siswa, juga ada faktor lain

seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan,

sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis. Adanya pengaruh dari dalam diri siswa

merupakan hal yang logis dan wajar, sebab hakikat perbuatan belajar adalah perubahan

tingkah laku individu yang diniati dan disadarinya. Ada faktor-faktor dari luar diri

siswa yang dapat menentukan atau mempengaruhi hasil belajar yang dicapai. Salah satu

lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di sekolah ialah

kualitas pengajaran. Yang dimaksud dengan kualitas pengajaran ialah tinggi rendahnya

atau efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pengajaran. Salah

satu yang mempengaruhi kualitas pengajaran adalah guru. Guru dilihat dari kompetensi

37

Page 38: Konsep Dasar Belajar

profesional yang dimilikinya. Artinya kemampuan dasar yang dimiliki guru baik di

bidang kognitif seperti penguasaan bahan, bidang sikap seperti mencintai profesinya

dan bidang perilaku seperti keterampilan mengajar, menilai hasil belajar siswa. Di

samping faktor guru, kualitas pengajaran dipengaruhi juga oleh karakteristik kelas

antara lain: besarnya kelas, suasana belajar, dan fasilitas dan sumber belajar yang

tersedia. Faktor lain yang mempengaruhi kualitas pengajaran di sekolah adalah

karakteristik sekolah itu sendiri. Karakteristik sekolah berkaitan dengan disiplin

sekolah, perpustakaan yang ada di sekolah, letak geografis sekolah, lingkungan sekolah,

estetika dalam arti sekolah memberikan rasa nyaman dan kepuasan belajar, bersih, rapi,

dan teratur. Carrol dalam Nana Sudjana (2010: 40) berpendapat bahwa hasil belajar

yang dicapai siswa dipengaruhi oleh lima faktor yaitu :

1. Bakat belajar

2. Waktu yang tersedia untuk belajar

3. Waktu yang diperlukan siswa untuk menjelaskan pelajaran

4. Kualitas pengajaran

5. Kemampuan individu Berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar disebabkan

beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar yaitu yang berasal

dari dalam diri orang yang belajar dan ada pula dari luar dirinya. Menurut Slameto

(2003: 54-71), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah:

1) Faktor intern yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu yang

sedang belajar, terdiri dari:

a) Faktor jasmaniah berupa kesehatan.

b) Faktor psikologis seperti intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,

kesiapan.

c) Faktor kelelahan berupa kelelahan jasmani dan rohani

2) Faktor ekstern yaitu faktor yang berasal dari luar individu, terdiri dari:

a) Faktor keluarga, seperti cara orang tua mendidik, relasi antar anggota

keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga.

38

Page 39: Konsep Dasar Belajar

b) Faktor sekolah, seperti metode mengajar, kurikulum, relasi guru

dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat

pengajaran.

c) Faktor masyarakat, seperti kegiatan siswa dalam masyarakat, mass

media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat. Sejalan dengan

pendapat tersebut, M. Dalyono (2009: 55-60) mengemukakan faktor-

faktor yang menentukan pencapaian hasil belajar, yaitu:

Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri, seperti

kesehatan, intelegensi, bakat, minat, motivasi, cara belajar.

Faktor-faktor lingkungan, meliputi:

- Keluarga, seperti pendidikan orang tua, besar kecilnya

penghasilan orang tua, perhatian orang tua, keadaan

rumah.

- Sekolah, berupa kualitas guru, metode mengajar,

kurikulum, fasilitas di sekolah, jumlah murid per kelas,

pelaksanaan tata tertib sekolah.

- Masyarakat, misalnya pendidikan masyarakat dan moral

sekitar

- Lingkungan sekitar misalnya bangunan rumah, suasana

sekitar, keadaan lalu lintas, iklim.

Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

dapat digolongkan menjadi dua yaitu:

1) Faktor internal Yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu, seperti

kesehatan, intelegensi, bakat, minat, motivasi, cara belajar, kelelahan.

2) Faktor eksternal Yaitu faktor yang berasal dari luar diri individu meliputi

keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan masyarakat.

2.6 MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING

a. Konsep Model Pembelajaran

39

Page 40: Konsep Dasar Belajar

Model pembelajaran merupakan salah satu komponen utama dalam

menciptakan suasana belajar yang aktif, inofativ, kreatif, dan menyenangkan. Model

pembelajaran yang menarik dan variatif akan berimplikasi pada minat maupun

motivasi peserta didik dalam mengikuti proses belajar mengajar di kelas. Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 22), model adalah pola (acuan) dari sesuatu

yang akan dibuat atau dihasilkan. Model pembelajaran menurut Soekamto, dkk

(Trianto, 2007: 5) adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang

sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar tertentu, dan berfungsi

sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam

merencanakan aktivitas belajar mengajar. Menurut pendapat Richey (1986:114),

model pembelajaran adalah gambaran yang ditimbulkan dari kenyataan yang

mempunyai susunan dari urutan tertentu. Sugandi (2004:85), menyatakan bahwa:

Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menuliskan prosedur yang

sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan

belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran

dan bagi para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktifitas belajar

mengajar.

Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang digunakan dalam

menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran dan member petunjuk kepada

pengajar di kelas dalam setting pengajaran atau setting lainnya. Model pembelajaran

merupakan pegangan praktis pada pengelolaan pembelajaran di dalam kelas yang

mencakup semua komponen pokok yang harus dipertimbangkan oleh tenaga

pengajar. Model pembelajaran memiliki fungsi untuk mengarahkan para pendidik

untuk mendesain pembelajaran yang digunakan sebagai acuan pelaksanaan

pembelajaran yang bertujuan untuk tercapainya pembelajaran yang efektif, efisien,

berdaya tarik tinggi terhadap minat siswa. Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat

disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan suatu perencanaan atau suatu

system belajar yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan

pembelajaran yang sistematis dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan

40

Page 41: Konsep Dasar Belajar

belajar tertentu. Hal tersebut meliputi tujuan, lingkungan, dan system pengelolaan

yang dipilih oleh guru dalam proses belajar mengajar.

b. Konsep Dasar Quantum Teaching Quantum adalah interaksi yang mengubah energi

menjadi cahaya. Quantum teaching adalah pengubahan bermacam-macam interaksi

yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Interaksi-interaksi ini mencakup

unsur-unsur belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa. Interaksi-

interaksi ini mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang

akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan bagi orang lain (Bobbi Deporter, 2001: 5).

Model Quantum teaching hampir sama dengan sebuah simfoni. Jika menonton

sebuah simfoni, ada banyak unsur yang menjadi faktor pengalaman musik. Kita

dapat membagi unsurunsur tersebut menjadi dua kategori konteks dan isi. Quantum

Teaching mencakup petunjuk spesifik untuk menciptakan lingkungan belajar yang

efektif, merancang kurikulum, menyampaikan isi, dan memudahkan proses belajar.

c. Asas Utama Quantum Teaching Menurut Bobbi Deporter (2001: 6), Quantum

Teaching bersandar pada konsep “Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan

Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka”. Segala hal yang dilakukan dalam kerangka

Quantum Teaching, setiap interaksi siswa, setiap rancangan kurikulum, dan setiap

metode instruksional dibangun di atas prinsip “Bawalah Dunia Mereka ke Dunia

Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka”. Maksudnya adalah

mengingatkan kita pada pentingnya memasuki dunia murid. Untuk mendapatkan

hak mengajar, pertama-tama guru harus membangun jembatan autentik memasuki

kehidupan murid. Mengajar adalah hak yang harus diraih dan diberikan kepada

siswa. Belajar dari segala definisinya adalah kegiatan full contact yang melibatkan

semua aspek kepribadian manusia pikiran, perasaan bahasa tubuh pengetahuan,

sikap, keyakinan dan persepsi masa datang. Hal yang pertama dilakukan oleh guru

adalah memasuki dunia muridnya. Tindakan ini akan memberi guru izin untuk

memimpin, menuntun dan memudahkan perjalanan mereka menuju kesadaran ilmu

pengetahuan yang lebih luas. Caranya adalah dengan mengaitkan apa yang guru

ajarkan dengan sebuah peristiwa, pikiran atau perasaan yang diperoleh dari

kehidupan rumah, sosial, atletik, musik, seni, rekreasi atau akademis. Setelah kaitan

41

Page 42: Konsep Dasar Belajar

itu terbentuk, guru dapat membawa muridnya ke dalam dunia guru dan memberi

mereka pemahaman guru mengenai isi dunia itu. Dalam pengertian dan pemahaman

yang lebih luas, siswa dapat membawa apa yang dipelajari ke dalam dunia mereka

dan menerapkannya pada situasi baru yang ada di sekitarnya masing-masing

(Miftahul A’la, 2010: 28-29).

d. Prinsip Quantum Teaching Quantum Teaching memiliki lima prinsip yang serupa

dengan asas utamanya “Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia

47 Kita ke Dunia Mereka”, prinsip-prinsip ini mempengaruhi seluruh aspek

Quantum Teaching. Menurut Miftahul A’la (2010: 29-32) prinsip-prinsip tersebut

adalah:

1) Segalanya berbicara Dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh guru, dari

kertas yang guru bagikan hingga rancangan pelajaran guru, keseluruhannya

mengirim pesan tentang belajar yang akan disampaikan dalam pengajaran

tersebut. Selain itu dalam sebuah kelas bukan hanya guru saja yang berhak

berbicara, namun semua yang ada di dalam memiliki hak yang sama untuk

saling berargumentasi dan menyatakan apa yang ada dalam benak pikirannya.

2) Segalanya bertujuan Semua yang terjadi karena guru mempunyai tujuan

seperti seorang guru yang harus secara hati-hati menyusun pelajaran. Apa

yang disusun dalam pelajaran yang akan diberikan kepada siswa harus

mempunyai tujuan dan batasan yang jelas. Hal ini agar dalam pelaksanaan

mengajar tidak ada yang namanya melenceng dari tujuan utama, karena

semuanya sudah dipersiapkan secara matang terlebih dahulu.

3) Pengalaman sebelum pemberian nama Otak kita berkembang pesat dengan

adanya rangsangan kompleks yang akan menggerakkan rasa ingin tahu. Oleh

karena itu, proses belajar paling baik terjadi ketika siswa telah mengalami

informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk apa yang mereka pelajari.

4) Akui setiap usaha Dalam belajar mengandung resiko yang besar dan terkadang

keluar dari rasa nyaman. Pada langkah ini siswa berhak atas pengakuan dari

kecakapan dan rasa percaya diri mereka. Rasa percaya diri sangat dibutuhkan

dalam rangka proses pembelajaran yang lebih kondusif dalam dunia

42

Page 43: Konsep Dasar Belajar

pendidikan. Siswa dalam hal ini berhak untuk mengambil resiko dan

membangun kompetensi dan kepercayaan diri mereka sendiri. Bagi seorang

guru harus mengakui dan memperkuat bahwa apa yang mereka lakukan sudah

sesuai dengan aturan dan terus memberikan motivasi agar siswa mampu

berkembang dan terus belajar tanpa mengenal rasa lelah.

5) Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan Perayaan atau memberikan

sesuatu sebagai reward adalah suatu umpan balik mengenai kemajuan murid

dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar. Langkah ini perlu

diterapkan agar keinginan murid untuk belajar akan tumbuh dan berkembang

dengan cepat. Siswa akan merasa dihargai dengan diberikannya pengganti

akan prestasi yang diperolehnya.

e. Langkah-langkah Pengajaran Quantum Teaching Menurut Bobbi DePorter (2001:

89-93), dalam pelaksanaannya Quantum Teaching melakukan langkah-langkah

pengajaran dengan enam langkah yang tercermin dalam istilah TANDUR, yaitu :

1) Tumbuhkan Tumbuhkan minat dengan memuaskan yakni apakah manfaat

yang akan diperoleh dari pelajaran tersebut bagi guru dan muridnya. Cobalah

untuk menumbuhkan suasana yang sangat menyenangkan dan

menggembirakan di hati setiap siswa dalam suasana relaks, tumbuhkan

interaksi dengan siswa, masuklah ke alam pikiran mereka dan bawalah alam

pikiran mereka ke alam pikiran kita, yakinkan siswa mengapa harus

mempelajari ini dan itu, belajar adalah suatu kebutuhan siswa bukan suatu

keharusan.

2) Alami Yakni ciptakan dan datangkan pengalaman umum yang dapat

dimengerti semua pelajar. Unsur ini memberi pengalaman kepada siswa dan

memanfaatkan hasrat alami otak untuk menjelajah. Jangan sampai guru

menggunakan istilah yang asing dan sulit dimengerti, karena ini akan

membuat siswa merasa bosan dalam belajar. Cara terbaik yang dapat

dilakukan adalah dengan jembatan keledai, permainan, dan simulasi.

3) Namai Penamaan memuaskan hasrat alami otak untuk memberikan identitas,

mengurutkan dan mendefinisikan. Penamaan dibangun di atas pengetahuan

43

Page 44: Konsep Dasar Belajar

dan keingintahuan siswa saat itu. Penamaan adalah saatnya untuk

mengajarkan konsep, keterampilan berpikir, dan strategi belajar. Strategi yang

dapat dipakai adalah dengan menggunakan susunan gambar, warna, alat bantu,

kertas tulis, dan poster di dinding.

4) Demonstrasikan Yakni menyediakan kesempatan bagi siswa untuk

menunjukkan bahwa mereka tahu. Memberi siswa peluang untuk

menterjemahkan dan menerapkan pengetahuan mereka ke dalam pembelajaran

yang lain, dan ke dalam kehidupan mereka. Setelah siswa mengalami belajar

akan sesuatu, beri kesempatan kepada mereka untuk mendemonstrasikan

kemampuannya karena siswa akan mampu mengingat 90% jika siswa itu

mendengar, melihat, dan melakukannya.

5) Ulangi Yakni menunjukkan kepada para siswa tentang cara-cara mengulang

materi dan menegaskan “Aku tahu bahwa aku memang tahu ini”. Pengulangan

memperkuat koneksi saraf dan menumbuhkan rasa “Aku tahu bahwa aku

memang tahu ini”. Pengulangan harus dilakukan secara multimodalitas dan

multikecerdasan, lebih baik dalam konteks yang berbeda dengan asalnya.

Misalnya jika seseorang sudah mampu untuk menyeimbangkan diri di atas

sepeda dan mampu memperagakannya, jangan lupa untuk terus mengulangi

belajar sepeda tersebut agar lebih mahir dan benar-benar menguasai apa yang

pernah dilakukan.

6) Rayakan Yakni pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi dan perolehan

keterampilan dan ilmu pengetahuan. Perayaan adalah ekspresi dari kelompok

seseorang yang telah berhasil mengerjakan sesuatu tugas atau kewajiban

dengan baik. Perayaan dapat dilakukan dengan memberi pujian, bernyanyi

bersama, pesta kelas, dsb. Perayaan memberi rasa rampung dengan

menghormati usaha, ketekunan, dan kesuksesan. Dalam Quantum Teaching,

terdapat 8 kunci keunggulan yang bermanfaat untuk mendapatkan keselarasan

dan kerjasama antara siswa dan guru, yaitu:

Integritas: Bersikaplah jujur, tulus dan menyeluruh. Selaraskan nilai-

nilai dengan perilaku.

44

Page 45: Konsep Dasar Belajar

Kegagalan awal kesuksesan: Pahamilah bahwa kegagalan hanyalah

memberikan informasi yang dibutuhkan untuk sukses. Kegagalan itu

tidak ada, yang ada hanya hasil dan umpan balik.

Bicaralah dengan niat baik: Berbicaralah dengan pengertian positif,

dan bertanggung jawablah untuk komunikasi yang jujur dan lurus.

Hidup di saat ini: Pusatkan perhatian pada saat sekarang ini, dan

manfaatkan waktu sebaik-baiknya. Kerjakan setiap tugas sebaik

mungkin.

Komitmen: Penuhi janji dan kewajiban, laksanakan visi. Lakukan apa

yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan.

Tanggung jawab: Bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan.

Sikap luwes atau fleksibel: Bersikaplah terbuka terhadap perubahan

atau pendekatan baru yang dapat membantu memperoleh hasil yang

diinginkan.

Keseimbangan: Jaga keselarasan pikiran, tubuh dan jiwa. Sisihkan

waktu untuk membangun dan memelihara tiga bidang itu.

45

Page 46: Konsep Dasar Belajar

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan tersebut, maka dapat disimpulkan

bahwa Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil

interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Santrock dan Yussen mendefinisikan belajar sebagai perubahan yang relative

permanen karena adanya pengalaman. Ada dua faktor yang memepengaruhi

belajar, yaitu : 1. Faktor Internal, Faktor Internal adalah faktor yang berada

dalam diri individu yang sedang belajar. 2. Faktor Eksternal, Faktor Eksternal

adalah faktor yang berada di luar individu yang sedang belajar.

Dalam belajar, manusia memerlukan dorongan yang disebut sebagai

motivasi. Motivasi belajar dipandang sebagai dorongan mental yang

menggerakkan perilaku manusia termasuk perilaku belajar. Dalam motivasi

terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan,

dan mengarahkan sikap dan perilaku individu belajar. Kebutuhan belajar

bersumber dari adanya kebutuhan yang secara bawahan (Inhaerent) dipunyai

individu semenjak ia dilahirkan. Kebutuhan inilah yang merupakan tenaga

pendorong bagi individu untuk hidup , untuk mempertahankan diri dari ancaman

bahaya , dan untuk berkembang terus. Menurut Maslow : Seorang ahli psikologi

, kebutuhan dasar manusia itu berjenjang dari tingkat yang paling rendah sampai

ke tingkat yang paling tinggi. Teori itu disebut sebagai teori “Jenjang Kebutuhan

Manusia”.

Konsep Belajar dan Pembelajaran Belajar merupakan suatu proses

perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya

dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Konsep Dasar Berpikir Berpikir adalah

suatu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan yang terarah

pada suatu tujuan. Belajar menjadi awal dari pencapaian prestasi, bisa dikatakan

46

Page 47: Konsep Dasar Belajar

sebagai penguasaan pengetahuan dari pelajaran-pelajaran yang diterima atau

kemampuan menguasai mata pelajaran yang diberikan guru.

Dalam perkembangannya, metode belajar perlu dijadikan sebagai suatu

acuan perubahan. Perubahan ini bisa dimodifikasi dengan berbagai model

pembelajaran. Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang

digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran dan memberi

petunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting pengajaran atau setting lainnya.

Model pembelajaran merupakan pegangan praktis pada pengelolaan

pembelajaran di dalam kelas yang mencakup semua komponen pokok yang

harus dipertimbangkan oleh tenaga pengajar.

3.2 Saran

Melalui makalah ini, penulis menyarankan beberapa hal khususnya

kepada mahasiswa keperawatan agar dapat memberikan asuhan keperawatan

yang bermutu dan bertanggung jawab terhadap pasien terkait dengan kebutuhan

dasar pasien akan belajar. Hal ini akan sangat berhubungan dengan peran dan

fungsi perawat sebagai edukator, yaitu pendidik bagi pasien yang kurang

memahami mengenai konsep sehat-sakit, penyakit, serta pentingnya kesehatan.

Maka dari itu, sebagai calon perawat profesional, ada baiknya kita dapat

memegang konsep kebutuhan dasar belajar dengan baik sebelum diaplikasikan

pada praktik asuhan keperawatan nantinya.

47

Page 48: Konsep Dasar Belajar

DAFTAR PUSTAKA

Amanda, Gita. 2010. Identifikasi Kebutuhan Belajar sebagai Landasan Pnyususnan

Program Pendidikan Luar Sekolah. (online)

http://imadiklus.com/identifikasi-kebutuhan-belajar-sebagai-landasan-

penyusunan-program-pendidikan-luar-sekolah/ diakses pada tanggal 6 Mei

2015 pukul 13.50 WITA

Bhisma Murti, 2011. Chritical Thingking (online)

http://fk.uns.ac.id/static/file/criticalthinking.pdf diakses pada tanggal 6 Mei

2015 pukul 13.32 WITA

Dewi Utama Faizah, 2011. Pembelajaran Dialogis. (online)

(http://www.mbssd/buletin_fasilitator/Ed_3_PembelajaranDialogis.pdf. pada

tanggal 18 Desember 2011) diakses pada tanggal 6 Mei 2015 pukul 13.54

WITA

Merita, 2011. Identifikasi Kebutuhan Belajar. (online)

http://catatanmerita43.blogspot.com/2011/05/identifikasi-kebutuhan-

belajar.html diakses pada tanggal 6 Mei 2015 pukul 13.40 WITA

Sugihartono, dkk. Psikologi Pendidikan. 2007. Yogyakarta : UNY Press

48