konsep dasar belajar
DESCRIPTION
berisikan tentang konsep-sonsep dasar dalam sistem belajar manusiaTRANSCRIPT
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA II
KONSEP DASAR KEBUTUHAN BELAJAR
KELOMPOK
DIV Keperawatan Tingkat I Semester II
1 Ni Kadek Ariyastuti (P07120214007)
2 Putu Epriliani (P07120214010)
3 I Gusti Ayu Cintya Adianti (P07120214012)
4 Ni Putu Novia Indah Lestari (P07120214016)
5 Kadek Poni Marjayanti (P07120214026)
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
TAHUN AJARAN 2015
2.1 KONSEP DASAR BELAJAR
A. Pengertian Belajar
Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi
individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Santrock
dan Yussen mendefinisikan belajar sebagai perubahan yang relative permanen
karena adanya pengalaman. Sedangkan Reber mendefinisikan belajar dalam dua
pengertian, yaitu :
Belajar merupakan proses memperoleh pengetahuan
Belajar sebagai perubahan kemampuan bereaksi yang relative langgeng
sebagai hasil latihan yang diperkuat.
Dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan
dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi
yang relative permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan
lingkungannya.
B. Ciri-Ciri Perilaku Belajar
Tingkah laku yang dikategorikan sebagai aktivitas belajar memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Perubahan tingkah laku terjadi secara sadar
Suatu perilaku digolongkan sebagai aktivitas belajar apabila pelaku
menyadari terjadinya perubahan tersebut atau merasakan adanya perubahan
dalam dirinya.
2. Perubahan bersifat kontinyu dan fungsional
Perubahan yang erjadi berlangsung secara berkesinambungandan tidak
statis. Satu perubahan menyababkan perubahan selanjutnya yang akan
berguna bagi kehidupan atau proses belajar berikutnya.
3. Perubahan bersifat positif dan aktif
Dikatakan positif apabila perilaku senantiasa bertambah dan tertuju untuk
memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Perubahan bersifat
2
aktif berarti bahwa perubahan tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan
karena karena usaha pelaku sendiri.
4. Perubahan bersifat permanen
Apa yang didapat tidak akan hilang begitu saja, melainkan akan terus
dimiliki bahkan semakin berkembang kalau terus dipergunakan atau dilatih.
5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
Perubahan tingkah laku dalam belajar mensyaratkan adanya tujuan yang
akan dicapai oleh pelaku belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang
benar-benar disadari.
6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami
perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan,
pengetahuan, dan sebagainya.
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belajar
Ada dua faktor yang memepengaruhi belajar, yaitu :
1. Faktor Internal
Faktor Internal adalah faktor yang berada dalam diri individu yang
sedang belajar. Faktor internal meliputi :
a. Faktor Jasmaniah
Antara lain : kesehatan dan cacat tubuh
b. Faktor Psikologis
Antara lain : intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,
kematangan, dan kelelahan.
2. Faktor Eksternal
Faktor Eksternal adalah faktor yang berada di luar individu yang
sedang belajar. Faktor eksternal meliputi :
a. Faktor Keluarga
3
Antara lain : cara orangtua mendidik, relasi antar anggota
keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian
orang tua, latar belakang kebudayaan.
b. Faktor Sekolah
Antara lain : metode mengajar, kurikulum, relasi antara guru dan
siswa, relasi antarsiswa, disiplin sekolah, pelajaran, waktu,
standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas
rumah.
c. Faktor Masyarakat
Antara lain : kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul,
bentuk kehidupan dalam masyarakat, media massa.
Menurut Muhibbinsyah, faktor yang mempengaruhi belajar ada tiga
macam, yaitu:
1. Faktor Internal
Meliputi keadaan jasmani dan rohani siswa.
2. Faktor Eksternal
Meliputi kondisi lingkungan di sekitar siswa.
3. Faktor Pendekatan Belajar
Merupakan jenis upaya yang digunakan siswa untuk melakukan
kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran. Menurut hasil
penelitian Biggs, ada tiga bentuk dasar pendekatan belajar siswa :
a. Pendekatan surface (permukaan, bersifat lahiriah)
Kecenderungan belajar siswa karena adanya dorongan dari
luar.
b. Pendekatan deep (mendalam)
Kecenderungan belajar siswa karena adanya dorongan dari
dalam.
c. Pendekatan achieving (pencapaian prestasi tinggi)
Kecenderungan belajar siswa karena adanya dorongan untuk
mewujudkan ego enhancement yaitu ambisi pribadi yang
4
besar dalam meningkatakan prestasi keakuan dirinya dengan
cara meraih prestasi setingg-tingginya.
D. Motivasi Belajar
Biggs dan Telfer menyatakan bahwa ada empat golongan motivasi belajar
siswa, antara lain :
1. Motivasi instrumental
Siswa belajar karena didorong oleh adanya hadiah atau menghindari
hukuman.
2. Motivasi social
Siswa belajar untuk penyelenggaraan ugas, dlam hal ini keterlibatan
siswa pada tugas menonjol.
3. Motivasi berprestasi
Siswa belajar untuk meraih prestasi atau keberhasilan yang telah
ditetapkannya.
4. Motivasi instrinsik
Siswa belajar karena keinginannya sendiri.
Definisi Motivasi Menurut Alisuf Sabri dalam Suparman S (2010: 50)
motivasi adalah segala sesuatu yang menjadi pendorong tingkah laku yang
menuntut atau mendorong orang untuk memenuhi suatu kebutuhan. Kebutuhan
inilah yang akan menimbulkan dorongan atau motif untuk melakukan tindakan
tertentu, di mana diyakini bahwa jika perbuatan itu telah dilakukan maka
tercapailah keadaan keseimbangan dan timbullah perasaan puas dalam diri
individu. Motivasi menurut Wlodkowsky merupakan suatu kondisi yang
menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu dan yang memberi arah dan
ketahanan pada tingkah laku tersebut (Sugihartono dkk, 2007: 78). Secara
umum, motivasi mengandung tiga komponen pokok yaitu menggerakkan,
mengarahkan, dan menopang tingkah laku manusia. Menggerakkan berarti
menimbulkan kekuatan pada individu; memimpin 24 seseorang untuk bertindak
dengan cara tertentu. Motivasi juga mengarahkan atau menyalurkan tingkah
5
laku. Dengan demikian ia menyediakan suatu orientasi tujuan. Untuk menjaga
dan menopang tingkah laku, lingkungan sekitar harus menguatkan intensitas dan
arah dorongan-dorongan dan kekuatan-kekuatan individu (Ngalim Purwanto,
1990: 72)
Definisi Motivasi Belajar
Motivasi belajar dipandang sebagai dorongan mental yang
menggerakkan perilaku manusia termasuk perilaku belajar. Dalam motivasi
terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan,
dan mengarahkan sikap dan perilaku individu belajar. Dalam kegiatan belajar,
motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri
siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari
kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga
tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Motivasi belajar
adalah merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual. Peranannya yang
khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk
belajar. Siswa yang memiliki motivasi yang kuat akan mempunyai banyak
energi untuk melakukan kegiatan belajar (Sardiman, 2007: 75). Untuk
mengembangkan motivasi yang baik pada anak-anak didik, di samping harus
menjauhkan saran-saran atau sugesti yang negatif yang 25 dilarang oleh agama
atau yang bersifat asocial dan dursila, yang lebih penting lagi adalah membina
pribadi anak didik agar dalam diri anak-anak terbentuk adanya motif-motif yang
luhur, mulia, dan dapat diterima masyarakat (Ngalim Purwanto. 1990: 81).
Dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah suatu semangat yang berasal
dari dalam diri siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas yang diwujudkan
dengan suatu kegiatan belajar yaitu dengan mengikuti proses belajar dengan
sungguh-sungguh guna mencapai tujuan yang telah siswa harapkan sebelumnya
yaitu memperoleh nilai baik.
Jenis-jenis Motivasi Menurut Sudjana S dalam Ngalim Purwanto (1990:
82), motivasi dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu:
6
1. Motivasi Instrinsik Motivasi instrinsik adalah motivasi yang muncul dari
dalam diri setiap individu seperti kebutuhan, bakat, kemauan, minat, dan
harapan.
2. Motivasi Ekstrinsik Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang datang dari
luar diri seseorang, timbul karena adanya stimulus (rangsangan) dari luar
dirinya atau lingkungannya. Pendapat lain dari Biggs dan Telfer dalam
Ngalim Purwanto (1990:83) menyebutkan macam-macam motivasi
dibedakan menjadi 4 golongan yaitu:
a. Motivasi Instrumental Yaitu bahwa siswa belajar karena didorong
oleh adanya hadiah atau menghindari hukuman.
b. Motivasi Sosial Berarti bahwa siswa belajar untuk penyelenggaraan
tugas dalam hal ini keterlibatan siswa pada tugas sangat menonjol.
c. Motivasi Berprestasi Motivasi ini berarti bahwa siswa belajar untuk
meraih prestasi atau keberhasilan yang telah ditetapkannya.
d. Motivasi Intrinsik Motivasi ini berarti siswa belajar karena
keinginannya sendiri. Menurut Sardiman (2011: 86-87), motivasi
dapat dilihat dari dasar pembentukannya, yaitu:
Motif-motif bawaan Yang dimaksud dengan motif bawaan
adalah motif yang dibawa sejak lahir, jadi motivasi itu ada tanpa
dipelajari. Motif-motif ini seringkali disebut motif-motif yang
disyaratkan secara biologis.
Motif-motif yang dipelajari Maksudnya motif-motif yang timbul
karena dipelajari. Sebagai contoh dorongan untuk belajar suatu
cabang ilmu pengetahuan, dorongan untuk mengajar sesuatu di
dalam masyarakat. Motif-motif ini seringkali disebut dengan
motif-motif yang diisyaratkan secara 27 sosial. Sebab manusia
hidup dalam lingkungan sosial dengan sesama manusia yang lain,
sehingga motivasi ini terbentuk. Disamping itu Frandsen dalam
Sardiman (2011: 87) masih menambahkan jenis-jenis motif
sebagai berikut:
7
Cognitive motives Motif ini menunjuk pada gejala intrinsic,
yakni menyangkut kepuasan individual. Kepuasan
individual yang berada di dalam diri manusia dan biasanya
berwujud proses dan produk mental.
Self-expression Penampilan diri adalah sebagian dari
perilaku manusia. Yang penting kebutuhan individu itu
tidak sekedar tahu mengapa dan bagaimana sesuatu terjadi,
tetapi juga mampu membuat kejadian.
Self-enhancement Melalui aktualisasi diri dan
pengembangan kompetensi akan meningkatkan kemajuan
diri seseorang. Ketinggian dan kemajuan diri ini menjadi
salah satu keinginan bagi setiap individu.
Sifat-sifat Motivasi Oemar Hamalik (2008: 162-163) menyatakan bahwa
menurut sifatnya motivasi dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang tercakup dalam situasi belajar
yang bersumber dari kebutuhan dan tujuan siswa sendiri. Motivasi ini
sering disebut motivasi murni atau motivasi yang sebenarnya timbul dari
dalam diri peserta didik, misalnya keinginan untuk mendapatkan
keterampilan tertentu, memperoleh informasi dan pemahaman,
mengembangkan sikap untuk berhasil, menikmati kehidupan, secara
sadar memberikan sumbangan kepada kelompok, keinginan untuk
diterima oleh orang lain.
2. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang disebabkan oleh faktor dari
luar situasi belajar seperti angka, kredit, ijazah, tingkatan hadiah, medali,
pertentangan, dan persaingan. Sedangkan menurut Nana Syaodih
Sukmadinata (2003: 63) menurut sifatnya motivasi dibagi menjadi 3
macam, yaitu:
a. Motivasi takut atau fear motivation, individu melakukan sesuatu
perbuatan karena takut. Seseorang melakukan kejahatan karena
8
takut akan ancaman dari kawan-kawannya yang kebetulan suka
melakukan kejahatan.
b. Motivasi insentif atau incentive motivation, individu melakukan
sesuatu perbuatan untuk mendapatkan sesuatu insentif. Bentuk
insentif ini bermacam-macam, seperti : mendapatkan honorarium,
bonus, hadiah, penghargaan, dsb.
c. Sikap atau attitude motivation atau self motivation. Motivasi ini
lebih bersifat instrumen, muncul dari dalam diri individu, berbeda
dengan kedua motivasi sebelumnya yang lebih bersifat ekstrinsik
dan instruktif dari luar diri individu. Sikap merupakan suatu
motivasi karena menunjukkan ketertarikan atau ketidaktertarikan
seseorang terhadap sesuatu objek. Seorang yang mempunyai sikap
positif terhadap sesuatu akan menunjukkan motivasi yang besar
terhadap hal itu.
Ciri-ciri Motivasi Belajar Nana Sudjana (2005: 61), instrumen
keberhasilan proses belajar mengajar dapat dilihat dalam motivasi belajar siswa
yang ditunjukkan oleh para siswa saat melaksanakan kegiatan belajar mengajar,
yang dapat dilihat dalam hal:
1. Minat dan perhatian siswa terhadap pelajaran
2. Semangat siswa untuk melakukan tugas-tugas belajarnya
3. Tanggung jawab siswa dalam mengerjakan tugas-tugas belajarnya
4. Reaksi yang ditunjukkan siswa terhadap stimulus yang diberikan guru
5. Rasa senang dan puas dalam mengerjakan tugas yang diberikan Menurut
Sardiman (2007: 83) motivasi yang ada pada diri sendiri setiap orang
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu
yang lama, tidak pernah berhenti sebelum puas).
b. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak
memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin
(tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapainya).
9
c. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah untuk
orang dewasa (misalnya masalah pembangunan agama, politik,
ekonomi, keadilan, pemberantasan korupsi, pertentangan terhadap
setiap tindakan instrume, amoral, dan sebagainya).
d. Lebih senang bekerja mandiri.
e. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat
mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif).
f. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan
sesuatu).
g. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu.
h. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal. Apabila
seseorang memiliki ciri-ciri tersebut, berarti orang itu selalu
memiliki motivasi yang cukup kuat. Ciri-ciri motivasi seperti itu
akan sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar. Hal itu harus
dipahami benar oleh guru, agar dalam berinteraksi dengan siswanya
dapat memberikan motivasi yang tepat dan optimal.
Fungsi Motivasi Menurut Sardiman (2007: 85) ada tiga fungsi motivasi:
1. Mendorong manusia untuk berbuat jadi sebagai penggerak atau motor
yang melepaskan. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak
dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
2. Menentukan arah perbuatan, yakni tujuan yang hendak dicapai. Dengan
demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus
dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.
3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang
harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan
perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Seorang
siswa yang akan menghadapi ujian dengan harapan dapat lulus tentu
akan melakukan kegiatan belajar dan tidak akan menghabiskan
waktunya untuk bermain kartu atau membaca komik sebab tidak serasi
dengan tujuan. Pendapat lain dikemukakan oleh Nana Syaodih
10
Sukmadinata (2003: 62) yang mengatakan bahwa motivasi memiliki dua
fungsi yaitu: pertama mengarahkan atau directional function, dan kedua
mengaktifkan dan meningkatkan kegiatan atau activating and energizing
function. Dalam mengarahkan kegiatan, motivasi berperan mendekatkan
atau menjauhkan individu dari sasaran yang akan dicapai. Apabila
sesuatu sasaran atau tujuan merupakan sesuatu yang diinginkan oleh
individu maka motivasi berperan mendekatkan (approach motivation),
dan bila sasaran atau tujuan tidak diinginkan oleh individu, maka
motivasi berperan menjauhi sasaran (avoidance motivation). Motivasi
juga dapat berfungsi mengaktifkan atau meningkatkan kegiatan. Suatu
perbuatan atau kegiatan yang tidak bermotif atau motifnya sangat lemah,
akan dilakukan dengan tidak sungguh-sungguh, tidak terarah dan
kemungkinan besar tidak akan membawa hasil. Sebaliknya apabila
motivasinya besar atau kuat, maka akan dilakukan dengan
sungguhsungguh, terarah, dan penuh semangat, sehingga kemungkinan
akan berhasil lebih besar. Oemar Hamalik (2008: 161) juga
mengemukakan fungsi motivasi yang meliputi:
a. Mendorong timbulnya kelakuan atas sesuatu perbuatan. Tanpa
motivasi maka tidak akan timbul sesuatu perbuatan seperti belajar.
b. Motivasi berfungsi sebagai pengarah. Artinya mengarahkan
perbuatan kepencapaian tujuan yang diinginkan.
c. Motivasi berfungsi sebagai penggerak. Ia berfungsi sebagai mesin
bagi mobil. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau
lambatnya suatu pekerjaan.
Cara Menumbuhkan Motivasi Belajar Menurut Sardiman dalam
Suparman S (2010: 52), ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan
motivasi belajar anak didik, yaitu:
1. Memberi angka
Pemberian angka atau nilai (apalagi angka yang bagus) akan menjadi
motivasi tersendiri bagi anak didik. Ia memilih untuk mendapatkan angka
11
yang lebih tinggi lagi atau minimal mempertahankan angka yang telah
didapatnya.
2. Hadiah
Hadiah menjadi motivasi tersendiri bagi siswa. Akan tetapi pemberian
hadiah harus dibatasi juga, karena jangan sampai hal ini terbawa-bawa dan
menjadi kebiasaan buruk. Di mana anak didik hanya akan mau
mendapatkan nilai tinggi atau menjawab pertanyaan guru jikalau hanya
diberi hadiah.
3. Saingan atau Kompetisi Cara ini juga memotivasi siswa, yang penting
anak didik diarahkan untuk bersaing secara sehat dan positif dengan
teman-temannya.
4. Ego-involement Anak didik akan berusaha dengan segenap tenaga untuk
mencapai prestasi yang baik untuk menjaga harga dirinya. Guru harus
menumbuhkan kesadaran pada anak didik agar merasakan dan menyadari
betapa pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan yang harus
diselesaikan. Sehingga ia akan bekerja keras dengan untuk menyelesaikan
tantangan itu untuk menjaga harga dirinya.
5. Memberi ulangan
Memberikan ulangan memacu siswa untuk belajar lebih giat. Yang perlu
diperhatikan guru adalah jangan terlalu. Justru ulangan akan menimbulkan
kebosanan dan kejenuhan dalam diri anak didik.
6. Mengetahui hasil
Dengan mengetahui hasil pekerjaannya, akan mendorong anak didik agar
lebih giat lagi dalam belajarnya. Jika siswa tahu bahwa hasil belajarnya
senantiasa mengalami peningkatan, maka dengan sendirinya akan
memotivasi siswa untuk terus belajar.
7. Pujian
Pujian yang baik dan positif akan memupuk suasana yang menyenangkan
dan meningkatkan gairah belajar. Yang perlu diperhatikan guru adalah
ketepatan dalam memberikan pujian, karena pujian juga berdampak
12
negatif di mana menjadikan anak didik sombong, memandang remeh
teman-temannya dan menjadikannya angkuh.
8. Hukuman
Hukuman tidak selamanya berdampak negatif jika diberikan pada saat
yang tepat dengan yang jelas, dan dengan jenis hukuman yang logis sesuai
dengan kesalahannya. Hukuman yang demikian akan menjadikan siswa
menyadari kesalahannya dan memunculkan gairah untuk mengubahnya
dan meningkatkan prestasi belajarnya.
9. Minat
Minat adalah instrument motivasi yang kedua setelah kebutuhan. Proses
belajar akan berjalan dengan baik jika dilandasi minat untuk belajar.
10. Hasrat untuk belajar Hasrat untuk belajar merupakan sesuatu yang muncul
dalam diri anak didik yang mengakibatkan anak didik mau belajar lebih
giat lagi.
11. Tujuan yang diakui Tujuan yang diakui dan diterima dengan baik oleh
anak didik merupakan instrument motivasi yang sangat penting. Sebab
dengan memahami tujuan yang harus dicapai maka akan timbul gairah
untuk terus belajar dengan giat dan sungguh-sungguh.
Teori Motivasi Menurut Ngalim Purwanto (1990: 74-77), ada beberapa
teori motivasi yaitu
1. Teori Hedonisme Hedone adalah bahasa Yunani yang berarti kesukaan,
kesenangan, atau kenikmatan. Hedonisme adalah suatu aliran di dalam
filsafat yang memandang bahwa tujuan hidup yang utama pada manusia
adalah mencari kesenangan (hedone) yang bersifat duniawi. Menurut
pandangan hedonisme, manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang
mementingkan kehidupan yang penuh kesenangan dan kenikmatan.
Implikasi dari adanya teori ini adalah adanya anggapan bahwa semua
orang cenderung menghindari hal-hal yang sulit dan menyusahkan, atau
yang mengandung resiko berat, dan lebih suka melakukan sesuatu yang
mendatangkan kesenangan baginya. Siswa di suatu kelas 34 merasa
13
gembira dan bertepuk tangan mendengar pengumuman dari kepala sekolah
bahwa guru matematika mereka tidak dapat mengajar karena sakit.
Menurut teori hedonisme, para siswa pada contoh di atas harus diberi
motivasi secara tepat agar tidak malas.
2. Teori Naluri Pada dasarnya manusia memiliki tiga dorongan nafsu pokok
yang dalam hal ini disebut juga dengan naluri, yaitu:
a. Dorongan nafsu (naluri) mempertahankan diri
b. Dorongan nafsu (naluri) mengembangkan diri
c. Dorongan nafsu (naluri) mengembangkan/mempertahankan jenis
Dengan dimilikinya ketiga naluri pokok itu, maka kebiasaankebiasaan
ataupun tindakan-tindakan dan tingkah laku manusia yang diperbuatnya
sehari-hari mendapat dorongan atau digerakkan oleh ketiga naluri tersebut.
Oleh karena itu menurut teori ini, untuk memotivasi seseorang harus
berdasarkan naluri mana yang akan dituju dan perlu dikembangkan.
3. Teori Reaksi yang Dipelajari Teori ini berpandangan bahwa tindakan atau
perilaku manusia tidak berdasarkan naluri-naluri, tetapi berdasarkan pola-
pola tingkah laku yang dipelajari dari kebudayaan ditempat orang itu
hidup. Orang belajar paling banyak dari lingkungan kebudayaan di tempat
ia hidup dan dibesarkan. Oleh karena itu teori ini disebut juga teori
lingkungan kebudayaan. Menurut teori ini apabila seorang pemimpin
ataupun seorang pendidik akan memotivasi anak buah atau anak didiknya,
pemimpin ataupun pendidik itu mengetahui benar-benar latar belakang
kehidupan dan kebudayaan orang-orang yang dipimpinnya.
4. Teori Daya Pendorong Teori ini merupakan perpaduan antara “teori
naluri” dengan “teori reaksi yang dipelajari”. Daya pendorong adalah
semacam naluri, tetapi hanya suatu dorongan kekuatan yang luas terhadap
suatu arah yang umum. Menurut teori ini, bila seorang pemimpin atau
pendidik ingin memotivasi anak buahnya, ia harus mendasarkannya atas
daya pendorong yaitu atas naluri dan juga reaksi yang dipelajari dari
kebudayaan lingkungan yang dimilikinya.
14
5. Teori Kebutuhan Teori motivasi yang banyak dianut orang adalah teori
kebutuhan. Teori ini beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan oleh
manusia pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhannya, baik
kebutuhan fisik maupun kebutuhan psikis. Oleh karena itu menurut teori
ini apabila seorang pemimpin ataupun pendidik bermaksud memberikan
motivasi kepada seseorang, ia harus berusaha mengetahui terlebih dulu apa
kebutuhan-kebutuhan orang yang akan dimotivasinya. Salah satu dari teori
kebutuhan yang ada adalah teori dari Abraham Maslow. Maslow
mengemukakan adanya lima tingkatan kebutuhan pokok manusia. Kelima
tingkatan kebutuhan pokok inilah yang kemudian dijadikan pengertian
kunci dalam mempelajari motivasi manusia. Adapun kelima tingkatan
kebutuhan pokok yang dimaksud dapat dilihat dalam gambar berikut ini:
Gambar 1. Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow Menurut hierarki
kebutuhan tersebut, kebutuhan pokok manusia dibagi dari tingkatan
terendah ke tingkat tertingginya yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa
aman dan perlindungan, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan
aktualisasi diri. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dijelaskan secara
lebih lengkap sebagai berikut:
a. Kebutuhan fisiologis : kebutuhan ini merupakan kebutuhan dasar,
yang bersifat primer dan vital, yang menyangkut fungsi-fungsi
biologis dasar dari organisme manusia seperti kebutuhan akan
pangan, sandang dan papan, kesehatan fisik, kebutuhan seks.
Aktualisasi Diri (Self actualization) Kebutuhan penghargaan
(esteem needs) Kebutuhan sosial (social needs) Kebutuhan rasa
aman dan perlindungan (safety and security needs) Kebutuhan
fisiologis (physiological needs)
b. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan (safety and security)
seperti terjaminnya keamanan, terlindung dari bahaya dan
ancaman penyakit, perang, kemiskinan, kelaparan, perlakuan
tidak adil.
15
c. Kebutuhan sosial (social needs) yang meliputi antara lain
kebutuhan akan dicintai, diperhitungkan sebagai pribadi, diakui
sebagai anggota kelompok, rasa setia kawan, kerjasama.
d. Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs), termasuk
kebutuhan dihargai karena prestasi, kemampuan, kedudukan atau
status, pangkat.
e. Kebutuhan akan aktualisasi diri (self actualization) seperti antara
lain kebutuhan mempertinggi potensi-potensi yang dimiliki,
pengembangan diri secara maksimum, kreatifitas dan ekspresi
diri. Tingkatan atau hierarki kebutuhan dari Maslow ini tidak
dimaksud sebagai suatu kerangka yang dapat dipakai setiap saat,
tetapi lebih merupakan kerangka acuan yang dapat digunakan
sewaktu-waktu bilamana diperlukan untuk memperkirakan
tingkat kebutuhan yang mana mendorong seseorang yang akan
dimotivasi bertindak melakukan sesuatu.
Motivasi yang tinggi dapat menggiatkan aktivitas belajar siswa. Motivasi
yang tinggi tersebut dapat ditemukan dalam sifat dan perilaku siswa, antara lain:
1. Adanya kualitas keterlibatan siswa dalam belajar yang sangat tinggi.
2. Adanya perasaan dan keterlibatan afektif siswa yang tinggi dalam
belajar.
3. Adanya upaya siswa untuk senantiasa memelihara atau menjaga agar
senantiasa memiliki motivasi belajar yang tinggi.
Keller menyusun seperangkat prinsip-prinsip motivasi yang dapat
diterapkan dalam proses belajar mengajar yang disebut sebagai model ARCS.
Model ARCS ini merupakan empat kategori kondisi yang harus diperhatikan
guru agar proses pembelajaran yang dilakukannya menarik, bermakna, dan
memberi tantangan pada siswa. Keempat kondisi tersebut adalah :
1. Attention (perhatian)
16
Pehatian muncul karena didorong adanya rasa ingin tahu. Oleh karena
itu rasa ingin tahu perlu mendapat rangsangan sehingga siswa selalalu
memberikan perhatian terhadap materi pelajaran yang diberikan.
2. Relevance (relevansi)
Relevansi menunjukkan adanya hubungan antar meteri pelajaran
dengan kebutuhan dan kondisi siswa.
3. Confidence (kepercayaan diri)
Percaya diri merupakan potensi untuk dapat berinteraksi secara positif
dengan lingkungan. Bandura mengembagkan konsep ini menjadi
konsep self efficacy. Konsep tersebut berhubungan dengan keyakinan
pribadi bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk melakukan suatu
tugas yang menjadi syarat keberhasilan.
4. Satisfaction (kepuasan)
Keberhasilan dalam mencapai tujuan akan menghasilkan kepuasan,
dan siswa akan semakin termotivasi untuk encapai tujuan yang serupa.
2.2 IDENTIFIKASI KEBUTUHAN BELAJAR
Kebutuhan belajar bersumber dari adanya kebutuhan yang secara bawahan
(Inhaerent) dipunyai individu semenjak ia dilahirkan. Kebutuhan inilah yang
merupakan tenaga pendorong bagi individu untuk hidup , untuk mempertahankan
diri dari ancaman bahaya , dan untuk berkembang terus. Menurut Maslow : Seorang
ahli psikologi , kebutuhan dasar manusia itu berjenjang dari tingkat yang paling
rendah sampai ke tingkat yang paling tinggi. Teori itu disebut sebagai teori “Jenjang
Kebutuhan Manusia”.
1. Pengertian Identifikasi Kebutuhan Belajar
Identifikasi berasal dari kata “identify” yang artinya meneliti, menelaah.
Identifikasi adalah kegiatan yang mencari, menemukan, mengumpulkan, meneliti,
mendaftarlan, mencatat data dan informasi dari lapangan. Kebutuhan adalah segala
sesuatu yang diperlukan oleh manusia untuk kehidupannya, demi mencapai suatu
hasil (tujuan) yang lebih baik. Belajar adalah suatu proses perubahan kearah yang
17
lebih baik, yang mengubah seseorang yang tidak tahu menjadi tahu, yang tidak baik
menjadi baik, yang tidak pantas menjadi pantas, dll. Kebutuhan belajar pada
dasarnya menggambarkan jarak antara tujuan belajar yang diinginkan dan kondisi
yang sebenarnya. Jadi pengertian Identifikasi kebutuhan belajar adalah kegiatan
atau usaha yang dilakukan untuk meneliti dan menemukan hal-hal yang diperlukan
dalam belajar dan hal-hal yang dapat membantu tercapainya tujuan belajar itu
sendiri, baik itu proses belajar yang berlangsung di lingkungan keluarga (informal),
sekolah (formal), maupun masyarakat (non-formal).
Pada tahap pengidentifikasian kebutuhan belajar ini, sebaiknya guru
melibatkan peserta didik untuk mengenali, menyatakan dan merumuskan kebutuhan
belajar, sumber-sumber yang tersedia dan hambatan yang mungkin dihadapi dalam
kegiatan pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar. Identifikasi kebutuhan
belajar bertujuan antara lain untuk melibatkan dan memotivasi peserta didik agar
kegiatan belajar dirasakan sebagai bagian dari kehidupan dan mereka merasa
memilikinya. Hal ini dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Peserta didik didorong untuk menyatakan kebutuhan belajar berupa
kompetensi tertentu yang ingin mereka miliki dan diperoleh melalui kegiatan
pembelajaran.
2. Peserta didik didorong untuk mengenali dan mendayagunakan lingkungan
sebagai sumber belajar untuk memenuhi kebututhan belajar.
3. Peserta didik dibantu untuk mengenali dan menyatakan kemungkinan adanya
hambatan dalam upaya memenuhi kebutuhan belajar, baik yang datang dari
dalam maupun dari luar
Terdapat tiga lembaga pendidikan yang pasti akan dihadapi oleh setiap
orang, yaitu; informal, formal, dan non-formal, seperti yang telah disebutkan diatas.
Namun pada kesempatan ini, kami dari pihak penulis hanya akan membahas tentang
pengidentifikasian kebutuhan belajar di lingkungan non-formal (masyarakat).
Mengidentifikasi kebutuhan belajar merupakan dasar dalam penyusunan suatu
program pembelajarann pendidikan non formal terutama yang berbentuk kelompok.
Identifikasi kebutuhan belajar itu diperlukan untuk menentukan kebutuhan mana
18
yang paling potensial dari segi kemanfaatan dan pemenuhannya. Adapun tata cara
melakukan identifikasi kebutuhan belajaer adalah sebagai berikut:
a. Langkah pertama, tentukan kebutuhan pembelajaran;
b. Langkah kedua, abaikanlah kesenjangan tersebut jika kebutuhan tersebut kecil
sehingga tidak menjadi masalah;
c. Langkah ketiga, jika kebutuhan bermasalah maka carilah penyebab
kesenjangannnya, apakah pengetahuan, keterampilan, atau sikap mahasiswa?
Jika bukan, maka pemecahan masalah tersebut diserahkan kepada pemimpin
lembaga untuk segera ditindak lanjut;
d. Langkah keempat, apabila kesenjangan bersumber dari pengetahuan, atau
sikap maka perlu dipisahkan antara peserta didik yang pernah mempelajari
dengan yang belum mempelajari;
e. Langkah kelima, pisahkan antara kelompok peserta didik yang sering
mempelajaridan kelompok yang jarang mempelajari;
f. Langkah keenam, bagi kelompok yang sering mempelajari dan mendapatkan
pendidikan maupun latihan berikanlah umpan balik atas kelemahannya dan
minta mempraktekkan lagi sampai dapat melakukan tugasnya sesui dengan
yang diharapkan;
g. Langkah ketujuh, bagi kelompok yang jarang mempelajari dan jarang latihan
dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap yang relevan dengan profesinya
maka berikanlah kesempatan lebih banyak untuk praktek dan mempelajarinya
kembali dengan tetap disupervisi dari dekat sampai mereka mampu mencapai
hasil kerja yang diharapkan;
h. Langkah kedelapan, merumuskan kompetensi dasar bagi kelompok mahasiswa
yang tidak pernah mempelajari atau tidak mengikuti pelatihan yang relevan
dengan studi yang diambilnya. Kompetensi dasar tersebut meliputi
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang belum pernah dipelajari oleh
peserta didik.
2. Model Pengukuran Kebutuhan Belajar
19
Model pengukuran kebutuhan belajar merupakan bentuk pengukuran
terhadap hal-hal yang harus ada dan dibutuhkan dalam kegiatan belajar, yang
disajikan oleh pendidik (guru) dan disesuiakan dengan program pembelajaran yang
dilakukan. Terdapat tiga (3) model pengukuran dalam mengidentifikasi kebutuhan
belajar, yaitu model induktif, model deduktif dan model klasik (Koufman, 1972).
1. Model Induktif
Pendekatan yang digunakan dalam model Induktif menekankan pada
usaha yang dilakukan dari pihak yang terdekat, langsung, dan bagian-bagian
ke arah pihak yang luas, dan menyeluruh. Oleh karena itu, melalui pendekatan
ini diusahakan secara langsung pada kemampuan yang telah dimiliki setiap
peserta didik, kemudian membandingkannya dengan kemampuan yang
diharapkan atau harus dimiliki sesuai dengan tuntutan yang datang kepada
dirinya. Model ini digunakan untuk mengidentifikasi jenis kebutuhan belajar
yang bersifat kebutuhan terasa (felt needs) atau kebutuhan belajar dalam
pendidikan yang dirasakan langsung oleh peserta didik. Pelaksanaan
identifikasinya pun harus dilakukan secara langsung kepada peserta didik itu
sendiri.
Model Induktif ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu: 1). dapat
diperoleh informasi yang langsung, 2). tepat mengenai jenis kebutuhan Peserta
didik, sehingga memudahkan kepada guru (pendidik) untuk memilih materi
belajar yang sesuai dengan kebutuhan tersebut. Namun, kelemahannya pun
ada, yaitu; dalam menetapkan materi pendidikan yang bersifat menyeluruh,
dan umum untuk peserta didik yang banyak dan luas akan membutuhkan
waktu, dana, dan tenaga yang banyak. Karena setiap peserta didik yang
mempunyai kecenderungan ingin atau harus belajar dimintai informasinya
mengenai kebutuhan belajar yang mereka inginkan.
Model induktif memiliki langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mulai dari pengukuran tingkah laku siswa pada saat sekarang;
2. Mengelompokkan dalam kawasan program dari sudut tujuan
(umum) yang diharapkan;
20
3. Harapan-harapan tersebut dibandingkan dengan tujuan yang besar
yang ada pada kurikulum, baru lahirlah kesenjangan.
4. Untuk menyediakan program, maka disusun tujuan secara
terperinci dalam program yang tepat, dilaksanakan, dievaluasi, dan
direvisi.
Pelaksanaan pengukuran (assessment) kemampuan yang telah dimiliki
calon peserta pelatihan disesuaikan dengan kondisi calon itu sendiri. Apabila
calon sudah bisa membaca dan menulis, maka identifikasi dapat dilakukan
melalui kegiatan pemberian angket, atau juga bisa melalui wawancara, dengan
pokok-pokok pertanyaan diantaranya (contoh) : Kemampuan apa yang
diinginkan untuk dipelajari pada kesempatan sekarang? atau Ingin belajar apa
sekarang? Juga dapat dilakukan melalui pengajuan daftar isian atau kartu
kebutuhan belajar. Calon peserta menjawab dan mengisi kuesioner pada
bagian yang sudah disediakan. Begitu pula, apabila peserta pelatihan diberi
kartu Kebutuhan Belajar, maka peserta pelatihan (sasaran) tinggal menuliskan
jenis kemampuan yang ingin dipelajarinya pada kartu, yang telah disediakan.
Setelah memperoleh sejumlah kebutuhan belajar baik dari satu atau
beberapa peserta, maka pendidik perlu menetapkan prioritas kebutuhan
belajar. Penetapan prioritas ini dapat dilakukan pendidik bersama-sama
peserta didik atau dilakukannya sendiri, yang kemudian diinformasikan lebih
lanjut kepada peserta yang didasarkan kepada hasil jenis kebutuhan belajar
yang diperoleh. Teknik yang digunakan untuk penetapan ini dapat dilakukan
melalui diskusi, atau curah. pendapat, atau pasar data. Pengajuan prioritas dari
setiap peserta pelatihan dibarengi dengan alasan-alasannya. Namun demikian,
pada akhirnya penetapan prioritas ini perlu disesuaikan dengan berbagai
macam kemungkinan dari segi bahan belajar, sumber belajar, waktu, serta
sarana penunjang lainnya. Apabila pendidik sudah memperoleh penetapan
prioritas, maka pendidik bertugas untuk mengembangkan materi
pembelajaran, serta menyelenggarakan proses belajar.
2. Model Deduktif
21
Pendekatan pada model ini dilakukan secara deduktif, dalam,
pengertian bahwa identifikasi kebutuhan pembelajaran dilakukan secara
umum, dengan sasaran yang luas. Apabila akan menetapkan kebutuhan belajar
untuk peserta didik yang memiliki karakteristik yang sama, maka pelaksanaan
identifikasinya dilakukan pengajuan pertimbangan kepada semua peserta didik
(sasaran). Hasil identifikasi diduga dibutuhkan untuk keseluruhan peserta
didik (sasaran) yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Hasil identifikasi macam
ini digunakan dalam menyusun materi belajar yang bersifat universal. Hal ini
sebagaimana telah dilakukan dalam menetapkan kebutuhan belajar minimal
untuk peserta didik dengan sasaran tertentu seperti melihat latar belakang
pendidikan, usia, atau jabatan dll. Kemudian dikembangkan ke proses belajar
dalam pembelajaran yang lebih khusus.
Keuntungan dari tipe ini adalah bahwa hasil identifikasi dapat
diperoleh dari sasaran yang luas, sehingga ada kecenderungan
penyelesaiannya menggunakan harga yang murah, dan relatif lebih efesien
dibanding dengan tipe induktif, karena informasi kebutuhan belajar yang
diperoleh dapat digunakan untuk penyelenggaraan proses belajar dalam
pelatihan secara umum. Namun demikian, model ini mempunyai kelemahan
dari segi efektifitasnya, karena belum tentu semua peserta didik (sasaran)
diduga memiliki karakteristik yang sama akan memanfaatkan, dan
membutuhkan hasil identifikasi tersebut. Hal ini didasarkan atas kenyataan
bahwa keanekaragaman peserta didik cenderung memiliki minat dan
kebutuhan belajar yang berbeda.
Kebutuhan belajar hasil identifikasi model deduktif termasuk jenis
kebutuhan terduga (expected needs), dalam pengertian bahwa peserta didik
pada umumnya diduga membutuhkan jenis kebutuhan belajar tersebut. Hal
menarik bahwa, pernyataan jenis kebutuhan bisa tidak diungkapkan oleh diri
peserta didik secara langsung, akan tetapi oleh pihak lain yang diduga
memahami tentang kondisi peserta didik. Oleh karena itu, mengapa banyak
22
terjadi "Drop out dalam pembelajaran", atau kebosanan belajar, tidak adanya
motivasi, malas, karena ada kecenderungan bahan belajar yang dipelajarinya
dalam pembelajaran kurang sesuai dengan kebutuhan belajar yang
dirasakannya.
Model deduktif memilki langkah-langkah sebagai berikut:
1. Dimulai dari tujuan umum berupa pernyataan hasil belajar yang
diharapkan;
2. Kembangkan ukuran / kriteria untuk mengukur tingkah laku tertentu;
3. Kumpulkan data untuk mengetahui adanya kesenjangan;
4. Atas dasar kesenjangan – kesenjangan tersebut disusun tujuan khusus
secara detail;
5. Program dikembangkan, dilaksanakan, dan di evaluasi.
Identifikasi pada model ini dilakukan secara universal kepada tiga
pihak sasaran, yaitu:
a. Keluarga peserta pelatihan atau anggota masyarakat lain yang
berkepentingan dengan pendidikan.
b. Pelaksana dan Pengelola Pelatihan: Kepala, penyelenggara, pelatih
(tutor) dll. Sasaran ini memiliki pengalaman tentang wujud
penyelenggaraan pelatihan yang telah diselenggarakan serta berbagai
hal yang berkaitan dengan aspek-aspek kegiatan belajar.
c. Peserta pelatihan, untuk setiap jenis materi pembelajaran yang akan
dikembangkan di kelas, sasaran ini ditetapkan untuk mencocokan
keinginan dan kemampuan pelatih (tutor) dalam mengembangkan
proses dan materi pembelajaran.
Pelaksanaan identifikasi kebutuhan pelatihan(kebutuhan belajar) pada
model deduktif ini dimulai dari identifikasi kepada kedua pihak (keluarga,
orang tua, dan pengelola pelatihan) kemudian penetapan keputusannya
disesuaikan dengan jenis kebutuhan pelatihan yang diharapkan oleh peserta.
Teknik yang digunakan dalam kegiatan identifikasi kebutuhan model ini
adalah kuesioner, dan inventori yang disampaikan kepada ketiga pihak di atas,
23
yang intinya menanyakan atau menyusun daftar jenis-jenis kebutuhan belajar
yang diduga diperlukan untuk peserta.
Sebagai contoh:
Materi-materi apa yang perlu dimiliki oleh peserta pelatihan (sasaran),
sesuai dengan mata pelajaran dalam pelatihan ……….. ?
1. ...............
2. ...............
3. ...............
4. ...............
5. ...............
Hasil identifikasi tersebut dikelompokan ke dalam rumpun-rumpun
pengetahuan dan keterampilan, kemudian ditetapkan prioritas. Selanjutnya,
jenis kebutuhan belajar dalam pembelajaran yang terpilih dikembangkan ke
dalam bentuk program belajar yang akan digunakan oleh peserta (sasaran).
Begitu pula dalam memilih metode, bahan dan alat pembelajaran dalam proses
pembelajaran.
3. Model Klasik
Model klasik ini ditujukan untuk menyesuaikan bahan belajar yang
telah ditetapkan dalam kurikulum atau program belajar dengan kebutuhan
belajar yang dirasakan peserta (sasaran). Berbeda dengan model yang pertama,
pada model ini pendidik telah memiliki pedoman yang berupa kurikulum,
misalnya; Kurikulum pelatihan prajabatan, kurikulum pelatihan
kepemimpinan, satuan pelajaran dalam pelatihan, modul, hand-out dll.
Identifikasi kebutuhan belajar dilakukan secara terbuka dan langsung kepada
peserta didik (sasaran) yang sudah ada di kelas. Pendidik mengidentifikasi
kesenjangan di antara kemampuan yang telah dimiliki peserta didik dengan
bahan belajar yang akan dipelajari.
Tujuan dari model klasik ini adalah untuk mendekatkan kemampuan
yang telah dimiliki dengan kemampuan yang akan dipelajari, sehingga peserta
pelatihan didik tidak akan memperoleh kesenjangan dan kesulitan dalam
24
mempelajari bahan belajar yang baru. Keuntungan dari model ini adalah untuk
memudahkan peserta didik dalam mempelajari bahan belajar, di samping
kemampuan yang telah dimiliki akan menjadi modal untuk memahami bahan
belajar yang baru. Kelemahannya adalah bagi peserta didik yang terlalu jauh
kemampuan dasarnya dengan bahan belajar yang akan dipelajari menuntut
untuk mempelajari terlebih dahulu kesenjangan kemampuan tersebut,
sehingga dalam mempelajari kebutuhan belajar yang diharapkannya
membutuhkan waktu yang lama.
Kegiatan identifikasi kebutuhan belajar model klasik ini dilakukan
pendidik kepada peserta didik, dengan cara pemberian tes, wawancara, atau
kartu kebutuhan belajar, untuk menetapkan kemampuan awal peserta (entry
behavior level). Selanjutnya, kemampuan awal tersebut dibandingkan dengan
susunan pengetahuan yang terdapat dalam materi (modul, satpel dll) yang
sudah ada. Apabila pendidik memperoleh hasil bahwa kemampuan peserta
didik di bawah batas awal bahan belajar yang terdapat pada program belajar,
maka peserta didik perlu memberikan supplement terlebih dahulu, sampai
mendekati batas bahan pelatihan yang akan dipelajari. Namun, apabila
pendidik memperoleh hasil bahwa kemampuan awal sudah berada pada pokok
bahasan yang ada pada program, maka peserta pembelajaran bertugas untuk
menetapkan strategi belajar dalam pelatihan yang tepat untuk membelajarkan
peserta dari pokok bahasan pertama. Penetapan metode belajar ini ditujukan
untuk menghilangkan kebosanan pada diri peserta.
3. Pengertian Tentang Identifikasi Kebutuhan Belajar pada Pendidikan Luar
Sekolah
Kata “identifikasi” berasal dari bahasa asing, yaitu bahasa Inggris. Asal kata to
identify sebagai kata kerja, dan identification sebagai benda.To identify secara
sederhana artinya adalah mengenali. Hubungannya dengan pembicaraan kita disini
“identifikasi kebutuhan belajar” artinya ialah mengenali kebutuhan belajar
seseorang atau masyarakat atau kelompok orang tertentu yang akan menjadi sasaran
didik atau peserta didik.Sebagai pembawa program atau pelaksana program PLS
25
(Pendidikan Luar Sekolah), dengan mengidentifikasi kebutuhan belajar paling tidak
kita dituntut menyadari dua hal, yaitu mengapa kebutuhan belajar itu muncul dan
untuk apa ia perlu dimunculkan?
Pertanyaan mengapa dan untuk apa dicari jawabannya melalui suatu proses
yang panjang, baik proses pemikiran dengan mendasarkan pada latar belakang
konsepsional, maupun proses penganalisaan situasi kongkret dari kondisi
lingkungan masayarakat setempat. Proses pemikiran dan analisa situasi ini berjalan
bermacam-macam dengan kegiatan identifikasi kebutuhan belajar itu sendiri.
Sehingga pada waktu seorang pembawa program PLS mengatakan bahwa dirinya
telah mengidentifikasi kebutuhan belajar, maka berarti bahwa proses pemikiran dan
analisa itu pun telah mencapai kesimpulan. Oleh karena itu di bawah ini akan kita
tinjau lebih lanjut latar belakang mengapa dan untuk apa yang mendasari
diidentifikasinya suatu kebutuhan belajar tertentu.
4. Manfaat Identifikasi Kebutuhan Belajar bagi Penyusunan Program Belajar
Pendidikan Luar Sekolah
Salah satu ciri yang membedakan antara PLS dan Pendidikan Sekolah
terletak pada cara penyusunan program belajar. Program belajar PLS
fleksibel/relatif (artinya tidak baku), unik dan spesifik (artinya tidak seragam), dan
temporer (artinya sesewaktu). Proses penyusunan program belajar bagi PLS nampak
sangat berbeda-beda. Proses penyusunan program PLS pada umumnya lebih
sederhana bahwa prosedurnya tidak berliku- liku melainkan langsung. Penyusunan
program tidak dilakukan oleh Tim-tim khusus yang terpilih seperti halnya dengan
peyusunan kurikulum, melainkan dikerjakan langsung oleh pengelola atau pembawa
program PLS bersama-sama (dalam banyak hal memang begitu) dengan peserta
atau calon peserta didik.
Secara sederhana dapat dikatakan Pendidikan Sekolah itu berjenjang dan
berstruktur, sedang Pendidikan Luar Sekolah tidak. Implikasi dari kedua pengertian
tersebut adalah bahwa identifikasi kebutuhan belajar bagi PLS itu perlu sebagai
landasan penyusunan program. Dalam hal itu misi yang diemban oleh PLS, yaitu
pendidkan seumur hidup (lifelong education) menjadika pentingnya pengkajian
26
lebih lanjut tentang hubungan antara kebutuhan belajar dan program belajar seperti
yang akan diuraikan dibawah ini.
Dorongan belajar itu muncul karena individu ingin memenuhi kebutuhan
hidupnya , baik jasmaniah maupun rohaniah . Menurit Maslow ada lima jenjang
kebutuhan dasar manusia , yaitu kebutuhan untuk makan atau minum , kebutuhan
untuk mendapatkan perlindungan , kebutuhan untuk kasih sayang , kebutuhan
mendapatkan pengakuan diri dan kebutuhan mendapatkan atau menemukan hakikat
dirinya .
Kebutuhan belajar perlu diidentifikasi sebagai landasan penyusunan
program belajar . Karena kebutuhan belajar yang telah di identifikasi akan
memberikan arahan kemana program kegiatan itu di tujukan . Sukarnya ialah bahwa
kebutuhan belajar itu tidak selalu di sadari oleh kelompok masyarakat yang
bersangkutan . Untuk itu petugas PLS dituntun untuk dapat menggalih dan
mengukap secara bijaksana sehingga kebutuhan belajar yang semuala tidak disadari
menjadi di sadari .
Kurikulum bagi pendidikan sekolah sama penting artinya bagi program
pendidik luar sekolah . Namun proses penyusunan dari keduanya adalah sangat
berbeda yang satu dari yang lain . Kurikulum sekali disusun berlaku untuk jangka
waktu panjang , sedangkan program kegiatan disusun untuk memenuhi kebutuhan
ketika itu .
a. PLS tidak berjenjang artinya , program PLS pada umumnya merupakan
program yang berdiri sendiri dan merupakan satu kebulatan . Program-
program PLS berlaku untuk jangka waktu pendek dengan jenis variasi
program yang sangat luas itu sebabnya maka pada PLS setiap program
kegiatan perlu di rumuskan secara tersendiri .
b. PLS tidak berstruktur . Itu merupakan salah satu sebab mengapa PLS
sering disebut pendidikan non formal atau di sebut PNP . PLS disebut
pendidikkan non formal karena hampir dari semua seginya PLS
dikelolah secara tidak formal atau kurang formal . Ketidak formalan ini
dapat menyangkut :
27
a) Bentuk Program.
b) Tempat kegiatan.
c) Waktu penyelenggara.
d) Persiapan pengelola atau pembawa program.
e) Pendaftaraan sasaran atau peserta didik.
f) Metode yang di pakai
g) Bahan atau materi belajar.
2.3 KONSEP DASAR PEMBELAJARAN
Konsep Belajar dan Pembelajaran Belajar merupakan suatu proses perubahan
tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Santrock dan Yussen mendefinisikan belajar sebagai perubahan
yang relatif permanen karena adanya pengalaman. Raber mendefinisikan belajar dalam
2 pengertian. Pertama sebagai proses memperoleh pengetahuan dan kedua belajar
sebagai perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan
yang diperkuat (Sugihartono, 2007: 74). Dari berbagai definisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan
pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif
permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya.
Pembelajaran menurut Sudjana dalam Sugihartono dkk (2007: 80) merupakan
setiap upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik yang dapat menyebabkan
peserta didik melakukan kegiatan belajar. Gulo dalam Sugihartono dkk (2007: 80)
mendefinisikan pembelajaran sebagai usaha untuk menciptakan sistem lingkungan yang
mengoptimalkan kegiatan belajar. Nasution dalam Sugihartono dkk (2007: 80)
mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur
lingkungan sebaikbaiknya dan menghubungkannya dengan anak didik sehingga terjadi
proses 12 belajar. Lingkungan dalam hal ini tidak hanya ruang belajar, tetapi juga
meliputi guru, alat peraga, perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya yang relevan
dengan kegiatan belajar siswa. Sedangkan Biggs dalam Sugihartono dkk (2007: 80-81)
membagi konsep pembelajaran dalam 3 pengertian yaitu :
28
a. Pembelajaran dalam pengertian kuantitatif
Secara kuantitatif pembelajaran berarti penularan pengetahuan dari guru kepada
murid. Dalam hal ini guru dituntut untuk menguasai pengetahuan yang
dimilikinya sehingga dapat menyampaikannya kepada siswa dengan sebaik-
baiknya.
b. Pembelajaran dalam pengertian insitusional
Secara institusional pembelajaran berarti penataan segala kemampuan mengajar
sehingga dapat berjalan efisien. Dalam pengertian ini guru dituntut untuk selalu
siap mengadaptasikan berbagai teknik mengajar untuk bermacam-macam siswa
yang memiliki berbagai perbedaan individual.
c. Pembelajaran dalam pengertian kualitatif
Secara kualitatif pembelajaran berarti upaya guru untuk memudahkan kegiatan
belajar siswa. Dalam pengertian ini peran guru dalam pembelajaran tidak sekedar
menjejalkan pengetahuan kepada siswa, tetapi juga melibatkan siswa dalam
aktivitas belajar yang efektif dan efisien. 13 Dari berbagai pengertian
pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu
upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu
pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan
berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif
dan efisien serta dengan hasil optimal.
2.4 KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS
Konsep Dasar Berpikir Berpikir adalah suatu keaktifan pribadi manusia yang
mengakibatkan penemuan yang terarah pada suatu tujuan. Ciri-ciri yang terutama dari
berpikir adalah adanya abstraksi. Abstraksi dalam hal ini berarti anggapan lepasnya
kualitas atau relasi dari benda-benda, kejadiankejadian dan situasi-situasi yang mula-
mula dihadapi sebagai kenyataan (Ngalim Purwanto, 1990: 43). Menurut Iskandar
(2009: 82) berpikir merupakan proses pengetahuan hubungan antara stimulus dan
respon dari kegiatan kognitif tingkat tinggi (higher level cognitive). Menurut psikologi
Asosiasi dalam Ngalim Purwanto (1990:44) mengatakan bahwa “Berpikir itu tidak lain
29
daripada jalannya tanggapantanggapan yang dikuasai oleh hukum asosiasi”. Aliran
behaviorisme berpendapat bahwa “Berpikir adalah gerakan-gerakan reaksi yang
dilakukan oleh urat syaraf dan otot-otot bicara seperti halnya bila kita mengucapkan
buah pikiran”.
Berpikir merupakan aktivitas kognitif manusia yang cukup kompleks. Berpikir
melibatkan berbagai bentuk 14 gejala jiwa seperti sensasi, persepsi maupun memori.
Para ahli mendefinisikan berpikir sebagai suatu proses mental yang bertujuan
memecahkan masalah (Sugihartono dkk, 2007: 12-13). Kemampuan berpikir
merupakan kegiatan penalaran yang reflektif, kritis, dan kreatif yang berorientasi pada
suatu proses intelektual yang melibatkan pembentukan konsep, aplikasi, analisis,
menilai informasi yang terkumpul atau dihasilkan melalui pengamatan, pengalaman,
refleksi, pentaakulan, atau komunikasi sebagai landasan kepada satu keyakinan
(kepercayaan) dan tindakan (Iskandar, 2009: 86). Menurut Mayer dalam Sugihartono
dkk (2007: 13) berpikir meliputi tiga komponen pokok, yaitu :
1. Berpikir merupakan aktifitas kognitif
2. Berpikir merupakan proses yang melibatkan beberapa manipulasi pengetahuan di
dalam sistem kognitif
3. Berpikir diarahkan dan menghasilkan perbuatan pemecahan masalah. Berdasarkan
pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian kemampuan
berpikir adalah kemampuan yang dimiliki tiap individu untuk mengembangkan
pengetahuan yang dimiliki, dan menghubungkan dengan fakta atau informasi dari
berbagai sumber, kemudian mampu mengambil kesimpulan dan mampu
mengambil tindakan untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan
kehidupan nyata.
Konsep Kemampuan Berpikir Kritis Menurut Sabar Nurohman (2008: 125)
thinking skill adalah kemampuan seseorang dalam mendayagunakan kemampuan
mentalnya 15 untuk menyelesaikan berbagai persoalan dalam kehidupan nyata.
Thinking skill dapat dijabarkan menjadi beberapa indikator, antara lain: kemampuan
menggali informasi, kemampuan mengelola informasi, dan kemampuan memutuskan
suatu masalah berdasarkan informasi yang sudah diperoleh. Menurut Barry K Bayer
30
(1999: ix) thinking skill merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan
aktivitas pikirannya secara terbatas dengan mengkombinasikan pemikiran pada saat
berpikir. Kemampuan tersebut seperti mengingat sesuatu, membedakan antara sesuatu
yang relevan dan tidak relevan, mengklasifikasi, memprediksi, menilai kekuatan suatu
tuntutan, menyatukan sesuatu, menarik kesimpulan dan membuat keputusan.
Kemampuan tersebut digunakan terus menerus untuk memperoleh suatu pengertian atau
pengetahuan. Berpikir kritis adalah sebuah proses sistematis dan terorganisasi yang
memungkinkan siswa dapat merumuskan dan mengevaluasi pendapat mereka sendiri
atau berdasarkan bukti, asumsi, logika, dan bahasa yang mendasari pendapat orang lain
sehingga mereka mampu mengungkapkan pendapat mereka sendiri dengan penuh
percaya diri.
Berpikir kritis membantu siswa untuk mencapai pemahaman yang mendalam
dan dapat mengambil kesimpulan secara cerdas terhadap sebuah informasi, sehingga
mereka mampu memecahkan masalah dengan menggunakan pemikiran yang sistematis
dan logis. (Elaine B. Johnson, 2009: 185). 16 Kemampuan berpikir kritis merujuk pada
pemikiran seseorang, pemikiran dalam menilai kebaikan suatu ide, buah pikiran,
pandangan, dan dapat memberikan respons berdasarkan kepada bukti dan sebab akibat.
Adapun jenis-jenis pemikiran kritis antara lain adalah membandingkan dan
membedakan (compare and contrast), membuat kategori (categorization), menerangkan
sebab akibat (cause and effect), meneliti bagian dan hubungan bagian yang kecil
dengan keseluruhan, membuat andaian, membuat ramalan dan inferensi (Iskandar,
2009: 88). John Langrehr (2006: 42) menyatakan bahwa berpikir kritis meliputi
penggunaan kriteria yang relevan untuk menilai fitur informasi, seperti keakuratannya,
relevansinya, reliabilitas, konsistensi, dan biasnya. Berpikir kritis merupakan penilaian
terhadap sebuah informasi atau opini secara cermat, tepat, teliti, dan tidak menimbulkan
arti atau pemahaman yang berbeda.
Pengertian berpikir kritis adalah sebagai berikut:
1. Secara etimologi, berpikir berasal dari bahasa Yunani yaitu critical, krinein, to
choose, to judge.
2. Meningkatkan ketidaksadaran ke arah kesadaran.
31
3. Melakukan analisis untuk dapat membuat keputusan.
4. Mengenali bahwa cara pandang kita adalah sebuah kenyataan yang dibentuk
oleh pengalaman.
5. Menjadi peduli dengan keberagaman yang ada.
6. Memahami sebab akibat (berkarena maka berkejadian).
7. Memandang dunia sebagai suatu sistem jaringan kerja yang bermakna.
8. Berpikir dengan “PATUT” untuk dapat mempertimbangkan dan memutuskan
berbagai kenyataan yang ada dalam kehidupan seharihari dengan
“BIJAKSANA”. Sedangkan menurut Reber dalam Muhibbin Syah (2011: 123),
berpikir kritis adalah siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang
tepat untuk menguji kendala gagasan pemecahan masalah dan mengatasi
kesalahan atau kekurangan. Menurut Ennis dalam Alma M. Swartz dalam
National Education Association (1987: 61) kemampuan berpikir kritis dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Mencari penjelasan yang jelas dari suatu pertanyaan.
2. Mencari suatu alasan.
3. Mencoba untuk peka terhadap informasi.
4. Menggunakan sumber terpercaya dan menyebutkannya.
5. Mengambil keterangan dari seluruh situasi.
6. Mencoba untuk tetap relevan pada inti utama.
7. Mencoba untuk tetap pada pemikiran dasar/asli.
8. Mencari suatu alternatif.
9. Berpikir terbuka.
10. Ambil posisi dan atau ubah posisi ketika bukti dan alasan cukup untuk
melakukannya.
11. Mencari dengan secermat mungkin dari objek.
12. Bersepakat dalam sebuah cara yang rapi melalui bagian-bagian dari keseluruhan
yang kompleks atau mengambil kesimpulan.
13. Peka teradap perasaan, tingkat pengetahuan, dan derajat kepuasan dari orang
lain (National Education Association).
32
Hal di atas menunjukkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam menanggapi
sebuah informasi untuk dapat menyelesaikan permasalahanpermasalahan praktis yang ada
dalam kehidupan nyata. Dari berbagai pengertian dan konsep di atas maka dapat
disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan yang dimiliki seseorang
untuk mendayagunakan dan mengembangkan kemampuan yang dimilikinya sehingga
mampu memecahkan masalah yang sedang dihadapi, serta mampu menganalisis dan
mengevaluasi informasi secara cermat, tepat, teliti tanpa menimbulkan pemahaman yang
berbeda dalam usaha menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan kehidupan nyata
serta dapat mengatasi kesalahan dan kekurangan yang sedang dihadapi.
Langkah-langkah Berpikir Kritis Menurut Elaine B. Johnson (2007: 192-200), ada
delapan langkah yang dapat diikuti oleh pemikir kritis. Kedelapan langkah ini disajikan
dalam bentuk sebuah pertanyaan karena dengan menjawab pertanyaan, para siswa
dilibatkan dalam kegiatan mental yang mereka perlukan untuk mendapatkan pemahaman
yang mendalam. Pertanyaan-pertanyaan ini telah disusun dengan hati-hati untuk
membimbing siswa secara sistematis dari satu poin menuju poin berikutnya. Menerapkan
langkah-langkah ini secara rutin akan membantu berpikir kritis menyatu dengan diri siswa.
1. Apa sebenarnya isu, masalah, keputusan, atau kegiatan yang sedang
dipertimbangkan? Sebuah masalah atau isu mustahil bisa diteliti sebelum
masalah atau isu tersebut dapat digambarkan dengan jelas. Oleh karena itu
subjek yang akan diteliti harus dijelaskan dengan setepat-tepatnya. Mungkin
subjek itu berupa isu.
2. Apa sudut pandangnya? Sudut pandang, sudut pribadi yang digunakan dalam
memandang sesuatu, dapat membutakan siswa dari kebenaran. Bahkan sudut
pandang bisa mencemari pikiran sehingga siswa dengan sadar menerima alasan
yang buruk dan kesimpulan yang tidak masuk akal dan mempertahankannya.
Karena sudut pandang membuat siswa memilih satu posisi tertentu, pemikir
kritis berusaha untuk menyadarinya, lalu menangguhkan pandangan mereka
yang penuh 20 prasangka. Pemikir kritis menganalisa dengan hati-hati karena
artikel, pidato, dan proposal seringkali tidak berusaha memberikan laporan yang
33
tidak memihak dan bertujuan untuk membujuk pembaca agar menerima
pendapat tertentu.
3. Apa alasan yang diajukan? Alasan bisa berupa penjelasan atas suatu kejadian,
menegaskan sebuah ide umum atau mengambil bentuk-bentuk yang lain. Tugas
pemikir kritis adalah mengidentifikasi alasan dan bertanya apakah alasan-alasan
yang dikemukakan masuk akal sesuai dengan konteksnya. Alasan yang bagus
didasarkan pada informasi yang dapat dipercaya dan relevan dengan kesimpulan
yang ditarik sesudahnya.
4. Asumsi-asumsi apa saja yang dibuat? Asumsi adalah ide-ide yang siswa terima
apa adanya. Siswa menganggap bahwa asumsi sebagai kebenaran yang sudah
terbukti, dan berharap orang lain mau bergabung untuk menerima kebenaran
asumsi tersebut. Pemikir yang cerdas enggan memasukkan asumsi dalam
argumen yang mereka buat; mereka juga tidak mudah menerima asumsi yang
terdapat dalam materi yang dibuat oleh orang lain. Seorang pemikir kritis
menyalahkan asumsi karena melemahkan argumen.
5. Apakah bahasanya jelas? Pemikir kritis berusaha untuk memahami. Dalam
mencari makna, mereka sangat memperhatikan kata-kata. Mereka senantiasa
ingat 21 bahwa kata-kata membentuk ide karena itu pemikir kritis harus terus
menerus memeriksa bahasa mereka sendiri dan bahasa orang lain, sambil
bertanya.
6. Apakah alasan didasarkan pada bukti-bukti yang meyakinkan? Bukti adalah
informasi yang akurat dan dapat dipercaya. Guru mengajukan bukti khususnya
untuk menjelaskan tuntutan, untuk memperkuat generalisasi, untuk
membedakan pengetahuan dengan keyakinan, untuk mendukung sebuah
kesimpulan, atau untuk membuktikan sebuah pendapat. Tugas dari pemikir
kritis adalah menilai bukti. Bukti yang kuat meyakinkan siswa bahwa
setidaknya sampai informasi baru muncul untuk mengubah pemikiran siswa,
siswa tahu tentang suatu hal.
7. Kesimpulan apa yang ditawarkan? Setelah mengumpulkan dan mengevaluasi
informasi untuk memecahkan sebuah masalah, mengembangkan sebuah proyek,
34
atau memutuskan suatu perkara, pemikir kritis mulai merumuskan kesimpulan
yang tepat. Apabila lebih dari satu kesimpulan yang muncul, mereka dengan
hati-hati menguji alasan mereka, meninjau kembali logika mereka dan
mempertimbangkan keakuratan dan ketepatan bukti mereka. Pemikir kritis juga
meneliti alasan, bukti dan logika yang diberikan oleh orang lain untuk
membenarkan kesimpulan mereka.
8. Apakah implikasi dari kesimpulan-kesimpulan yang sudah diambil? Kesimpulan
yang menyangkut persoalan pribadi maupun publik hampir selalu memiliki efek
samping yang tidak diharapkan. Sebelum menerima kesimpulan, pemikir kritis
berusaha untuk memprediksi dan mengevaluasi semua efek samping yang
mungkin timbul.
Seorang pemikir kritis memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Mengemukakan pertanyaan-pertanyaan dan masalah penting, merumuskannya
dengan jelas dan teliti
2. Memunculkan ide-ide baru yang berguna dan relevan untuk melakukan tugas.
Pemikiran kritis memiliki peran penting untuk menilai manfaat ide-ide baru,
memilih ide-ide yang terbaik, atau memodifikasi ide-ide jika perlu
3. Mengumpulkan dan menilai informasi-informasi yang relevan, dengan
menggunakan gagasan abstrak untuk menafsirkannya dengan efektif
4. Menarik kesimpulan dan solusi dengan alasan yang kuat, bukti yang kuat, dan
mengujinya dengan menggunakan kriteria dan standar yang relevan
5. Berpikir terbuka dengan menggunakan berbagai alternatif sistem pemikiran,
sembari mengenali, menilai, dan mencari hubunganhubungan antara semua
asumsi, implikasi, akibat-akibat praktis
6. Mampu mengatasi kebingungan, mampu membedakan antara fakta, teori, opini,
dan keyakinan
7. Mengkomunikasikan dengan efektif kepada orang lain dalam upaya menemukan
solusi atas masalah-masalah kompleks, tanpa terpengaruh oleh pemikiran orang
lain tentang topik yang bersangkutan
35
8. Jujur terhadap diri sendiri, menolak manipulasi, memegang kredibilitas dan
integritas ilmiah, dan secara intelektual independen, imparsial, netral.
2.5 PRESTASI BELAJAR
Pengertian Prestasi Belajar Menurut Mulyono (1995: 150), prestasi belajar
adalah penguasaan pengetahuan dari pelajaran-pelajaran yang diterima atau
kemampuan menguasai mata pelajaran yang diberikan guru. Dalam prestasi belajar
selalu dikaitkan dengan test hasil belajar atau tes prestasi. Prestasi belajar selain
dipengaruhi oleh kemampuan kognitif siswa juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti
motivasi dan pengalaman belajar terulang. Menurut Tim Penyusun Kamus (2005: 895),
“Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan
melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang
diberikan oleh guru”. Menurut Nana Sudjana (2006: 22), “Hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya”. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2003: 102), “Hasil belajar atau
achievement merupakan relisasi atau pemekaran dari kecakapankecakapan potensial
atau kapasitas yang dimiliki seseorang”. Penguasaan hasil belajar oleh seseorang dapat
dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan,
keterampilan berpikir maupun keterampilan motorik. Berdasarkan berbagai pendapat di
atas maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah tingkat keberhasilan siswa
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan setelah melakukan proses belajar yang
biasanya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.
Prestasi belajar ekonomi merupakan hasil belajar ekonomi yang dicapai oleh siswa
secara efektif di sekolah, di kelas khususnya setelah siswa mempelajari mata pelajaran
ekonomi yang disampaikan oleh guru ekonomi dan dinyatakan dalam bentuk angka
melalui tes.
Jenis-jenis Prestasi Belajar Menurut Horward Kingsley dalam Nana Sudjana
(2006: 22) membagi hasil belajar menjadi 3 macam yaitu keterampilan dan kebiasaan,
pengetahuan dan pengertian, sikap dan cita-cita. Masingmasing jenis hasil belajar dapat
diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne dalam
36
Nana Sudjana (2006: 22) membagi menjadi lima kategori yakni informasi verbal,
keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motoris. Sedangkan
menurut Bloom dalam Nana Sudjana (2006: 22-23) membaginya menjadi tiga ranah
belajar yaitu:
1. Ranah kognitif yang berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari
enam aspek yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis,
sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan
keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.
2. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
3. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan
bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris yakni gerakan refleks,
keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau
ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan
interpretatif.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Menurut Nana Sudjana
(2010: 39-43), hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni
fakor dari dalam diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor
lingkungan. Faktor yang datang dari dalam diri siswa terutama kemampuan yang
dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar
yang dicapai. Di samping faktor kemampuan yang dimiliki siswa, juga ada faktor lain
seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan,
sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis. Adanya pengaruh dari dalam diri siswa
merupakan hal yang logis dan wajar, sebab hakikat perbuatan belajar adalah perubahan
tingkah laku individu yang diniati dan disadarinya. Ada faktor-faktor dari luar diri
siswa yang dapat menentukan atau mempengaruhi hasil belajar yang dicapai. Salah satu
lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di sekolah ialah
kualitas pengajaran. Yang dimaksud dengan kualitas pengajaran ialah tinggi rendahnya
atau efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pengajaran. Salah
satu yang mempengaruhi kualitas pengajaran adalah guru. Guru dilihat dari kompetensi
37
profesional yang dimilikinya. Artinya kemampuan dasar yang dimiliki guru baik di
bidang kognitif seperti penguasaan bahan, bidang sikap seperti mencintai profesinya
dan bidang perilaku seperti keterampilan mengajar, menilai hasil belajar siswa. Di
samping faktor guru, kualitas pengajaran dipengaruhi juga oleh karakteristik kelas
antara lain: besarnya kelas, suasana belajar, dan fasilitas dan sumber belajar yang
tersedia. Faktor lain yang mempengaruhi kualitas pengajaran di sekolah adalah
karakteristik sekolah itu sendiri. Karakteristik sekolah berkaitan dengan disiplin
sekolah, perpustakaan yang ada di sekolah, letak geografis sekolah, lingkungan sekolah,
estetika dalam arti sekolah memberikan rasa nyaman dan kepuasan belajar, bersih, rapi,
dan teratur. Carrol dalam Nana Sudjana (2010: 40) berpendapat bahwa hasil belajar
yang dicapai siswa dipengaruhi oleh lima faktor yaitu :
1. Bakat belajar
2. Waktu yang tersedia untuk belajar
3. Waktu yang diperlukan siswa untuk menjelaskan pelajaran
4. Kualitas pengajaran
5. Kemampuan individu Berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar disebabkan
beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar yaitu yang berasal
dari dalam diri orang yang belajar dan ada pula dari luar dirinya. Menurut Slameto
(2003: 54-71), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah:
1) Faktor intern yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu yang
sedang belajar, terdiri dari:
a) Faktor jasmaniah berupa kesehatan.
b) Faktor psikologis seperti intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,
kesiapan.
c) Faktor kelelahan berupa kelelahan jasmani dan rohani
2) Faktor ekstern yaitu faktor yang berasal dari luar individu, terdiri dari:
a) Faktor keluarga, seperti cara orang tua mendidik, relasi antar anggota
keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga.
38
b) Faktor sekolah, seperti metode mengajar, kurikulum, relasi guru
dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat
pengajaran.
c) Faktor masyarakat, seperti kegiatan siswa dalam masyarakat, mass
media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat. Sejalan dengan
pendapat tersebut, M. Dalyono (2009: 55-60) mengemukakan faktor-
faktor yang menentukan pencapaian hasil belajar, yaitu:
Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri, seperti
kesehatan, intelegensi, bakat, minat, motivasi, cara belajar.
Faktor-faktor lingkungan, meliputi:
- Keluarga, seperti pendidikan orang tua, besar kecilnya
penghasilan orang tua, perhatian orang tua, keadaan
rumah.
- Sekolah, berupa kualitas guru, metode mengajar,
kurikulum, fasilitas di sekolah, jumlah murid per kelas,
pelaksanaan tata tertib sekolah.
- Masyarakat, misalnya pendidikan masyarakat dan moral
sekitar
- Lingkungan sekitar misalnya bangunan rumah, suasana
sekitar, keadaan lalu lintas, iklim.
Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
dapat digolongkan menjadi dua yaitu:
1) Faktor internal Yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu, seperti
kesehatan, intelegensi, bakat, minat, motivasi, cara belajar, kelelahan.
2) Faktor eksternal Yaitu faktor yang berasal dari luar diri individu meliputi
keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan masyarakat.
2.6 MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING
a. Konsep Model Pembelajaran
39
Model pembelajaran merupakan salah satu komponen utama dalam
menciptakan suasana belajar yang aktif, inofativ, kreatif, dan menyenangkan. Model
pembelajaran yang menarik dan variatif akan berimplikasi pada minat maupun
motivasi peserta didik dalam mengikuti proses belajar mengajar di kelas. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 22), model adalah pola (acuan) dari sesuatu
yang akan dibuat atau dihasilkan. Model pembelajaran menurut Soekamto, dkk
(Trianto, 2007: 5) adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar tertentu, dan berfungsi
sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam
merencanakan aktivitas belajar mengajar. Menurut pendapat Richey (1986:114),
model pembelajaran adalah gambaran yang ditimbulkan dari kenyataan yang
mempunyai susunan dari urutan tertentu. Sugandi (2004:85), menyatakan bahwa:
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menuliskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran
dan bagi para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktifitas belajar
mengajar.
Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang digunakan dalam
menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran dan member petunjuk kepada
pengajar di kelas dalam setting pengajaran atau setting lainnya. Model pembelajaran
merupakan pegangan praktis pada pengelolaan pembelajaran di dalam kelas yang
mencakup semua komponen pokok yang harus dipertimbangkan oleh tenaga
pengajar. Model pembelajaran memiliki fungsi untuk mengarahkan para pendidik
untuk mendesain pembelajaran yang digunakan sebagai acuan pelaksanaan
pembelajaran yang bertujuan untuk tercapainya pembelajaran yang efektif, efisien,
berdaya tarik tinggi terhadap minat siswa. Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan suatu perencanaan atau suatu
system belajar yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan
pembelajaran yang sistematis dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan
40
belajar tertentu. Hal tersebut meliputi tujuan, lingkungan, dan system pengelolaan
yang dipilih oleh guru dalam proses belajar mengajar.
b. Konsep Dasar Quantum Teaching Quantum adalah interaksi yang mengubah energi
menjadi cahaya. Quantum teaching adalah pengubahan bermacam-macam interaksi
yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Interaksi-interaksi ini mencakup
unsur-unsur belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa. Interaksi-
interaksi ini mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang
akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan bagi orang lain (Bobbi Deporter, 2001: 5).
Model Quantum teaching hampir sama dengan sebuah simfoni. Jika menonton
sebuah simfoni, ada banyak unsur yang menjadi faktor pengalaman musik. Kita
dapat membagi unsurunsur tersebut menjadi dua kategori konteks dan isi. Quantum
Teaching mencakup petunjuk spesifik untuk menciptakan lingkungan belajar yang
efektif, merancang kurikulum, menyampaikan isi, dan memudahkan proses belajar.
c. Asas Utama Quantum Teaching Menurut Bobbi Deporter (2001: 6), Quantum
Teaching bersandar pada konsep “Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan
Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka”. Segala hal yang dilakukan dalam kerangka
Quantum Teaching, setiap interaksi siswa, setiap rancangan kurikulum, dan setiap
metode instruksional dibangun di atas prinsip “Bawalah Dunia Mereka ke Dunia
Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka”. Maksudnya adalah
mengingatkan kita pada pentingnya memasuki dunia murid. Untuk mendapatkan
hak mengajar, pertama-tama guru harus membangun jembatan autentik memasuki
kehidupan murid. Mengajar adalah hak yang harus diraih dan diberikan kepada
siswa. Belajar dari segala definisinya adalah kegiatan full contact yang melibatkan
semua aspek kepribadian manusia pikiran, perasaan bahasa tubuh pengetahuan,
sikap, keyakinan dan persepsi masa datang. Hal yang pertama dilakukan oleh guru
adalah memasuki dunia muridnya. Tindakan ini akan memberi guru izin untuk
memimpin, menuntun dan memudahkan perjalanan mereka menuju kesadaran ilmu
pengetahuan yang lebih luas. Caranya adalah dengan mengaitkan apa yang guru
ajarkan dengan sebuah peristiwa, pikiran atau perasaan yang diperoleh dari
kehidupan rumah, sosial, atletik, musik, seni, rekreasi atau akademis. Setelah kaitan
41
itu terbentuk, guru dapat membawa muridnya ke dalam dunia guru dan memberi
mereka pemahaman guru mengenai isi dunia itu. Dalam pengertian dan pemahaman
yang lebih luas, siswa dapat membawa apa yang dipelajari ke dalam dunia mereka
dan menerapkannya pada situasi baru yang ada di sekitarnya masing-masing
(Miftahul A’la, 2010: 28-29).
d. Prinsip Quantum Teaching Quantum Teaching memiliki lima prinsip yang serupa
dengan asas utamanya “Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia
47 Kita ke Dunia Mereka”, prinsip-prinsip ini mempengaruhi seluruh aspek
Quantum Teaching. Menurut Miftahul A’la (2010: 29-32) prinsip-prinsip tersebut
adalah:
1) Segalanya berbicara Dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh guru, dari
kertas yang guru bagikan hingga rancangan pelajaran guru, keseluruhannya
mengirim pesan tentang belajar yang akan disampaikan dalam pengajaran
tersebut. Selain itu dalam sebuah kelas bukan hanya guru saja yang berhak
berbicara, namun semua yang ada di dalam memiliki hak yang sama untuk
saling berargumentasi dan menyatakan apa yang ada dalam benak pikirannya.
2) Segalanya bertujuan Semua yang terjadi karena guru mempunyai tujuan
seperti seorang guru yang harus secara hati-hati menyusun pelajaran. Apa
yang disusun dalam pelajaran yang akan diberikan kepada siswa harus
mempunyai tujuan dan batasan yang jelas. Hal ini agar dalam pelaksanaan
mengajar tidak ada yang namanya melenceng dari tujuan utama, karena
semuanya sudah dipersiapkan secara matang terlebih dahulu.
3) Pengalaman sebelum pemberian nama Otak kita berkembang pesat dengan
adanya rangsangan kompleks yang akan menggerakkan rasa ingin tahu. Oleh
karena itu, proses belajar paling baik terjadi ketika siswa telah mengalami
informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk apa yang mereka pelajari.
4) Akui setiap usaha Dalam belajar mengandung resiko yang besar dan terkadang
keluar dari rasa nyaman. Pada langkah ini siswa berhak atas pengakuan dari
kecakapan dan rasa percaya diri mereka. Rasa percaya diri sangat dibutuhkan
dalam rangka proses pembelajaran yang lebih kondusif dalam dunia
42
pendidikan. Siswa dalam hal ini berhak untuk mengambil resiko dan
membangun kompetensi dan kepercayaan diri mereka sendiri. Bagi seorang
guru harus mengakui dan memperkuat bahwa apa yang mereka lakukan sudah
sesuai dengan aturan dan terus memberikan motivasi agar siswa mampu
berkembang dan terus belajar tanpa mengenal rasa lelah.
5) Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan Perayaan atau memberikan
sesuatu sebagai reward adalah suatu umpan balik mengenai kemajuan murid
dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar. Langkah ini perlu
diterapkan agar keinginan murid untuk belajar akan tumbuh dan berkembang
dengan cepat. Siswa akan merasa dihargai dengan diberikannya pengganti
akan prestasi yang diperolehnya.
e. Langkah-langkah Pengajaran Quantum Teaching Menurut Bobbi DePorter (2001:
89-93), dalam pelaksanaannya Quantum Teaching melakukan langkah-langkah
pengajaran dengan enam langkah yang tercermin dalam istilah TANDUR, yaitu :
1) Tumbuhkan Tumbuhkan minat dengan memuaskan yakni apakah manfaat
yang akan diperoleh dari pelajaran tersebut bagi guru dan muridnya. Cobalah
untuk menumbuhkan suasana yang sangat menyenangkan dan
menggembirakan di hati setiap siswa dalam suasana relaks, tumbuhkan
interaksi dengan siswa, masuklah ke alam pikiran mereka dan bawalah alam
pikiran mereka ke alam pikiran kita, yakinkan siswa mengapa harus
mempelajari ini dan itu, belajar adalah suatu kebutuhan siswa bukan suatu
keharusan.
2) Alami Yakni ciptakan dan datangkan pengalaman umum yang dapat
dimengerti semua pelajar. Unsur ini memberi pengalaman kepada siswa dan
memanfaatkan hasrat alami otak untuk menjelajah. Jangan sampai guru
menggunakan istilah yang asing dan sulit dimengerti, karena ini akan
membuat siswa merasa bosan dalam belajar. Cara terbaik yang dapat
dilakukan adalah dengan jembatan keledai, permainan, dan simulasi.
3) Namai Penamaan memuaskan hasrat alami otak untuk memberikan identitas,
mengurutkan dan mendefinisikan. Penamaan dibangun di atas pengetahuan
43
dan keingintahuan siswa saat itu. Penamaan adalah saatnya untuk
mengajarkan konsep, keterampilan berpikir, dan strategi belajar. Strategi yang
dapat dipakai adalah dengan menggunakan susunan gambar, warna, alat bantu,
kertas tulis, dan poster di dinding.
4) Demonstrasikan Yakni menyediakan kesempatan bagi siswa untuk
menunjukkan bahwa mereka tahu. Memberi siswa peluang untuk
menterjemahkan dan menerapkan pengetahuan mereka ke dalam pembelajaran
yang lain, dan ke dalam kehidupan mereka. Setelah siswa mengalami belajar
akan sesuatu, beri kesempatan kepada mereka untuk mendemonstrasikan
kemampuannya karena siswa akan mampu mengingat 90% jika siswa itu
mendengar, melihat, dan melakukannya.
5) Ulangi Yakni menunjukkan kepada para siswa tentang cara-cara mengulang
materi dan menegaskan “Aku tahu bahwa aku memang tahu ini”. Pengulangan
memperkuat koneksi saraf dan menumbuhkan rasa “Aku tahu bahwa aku
memang tahu ini”. Pengulangan harus dilakukan secara multimodalitas dan
multikecerdasan, lebih baik dalam konteks yang berbeda dengan asalnya.
Misalnya jika seseorang sudah mampu untuk menyeimbangkan diri di atas
sepeda dan mampu memperagakannya, jangan lupa untuk terus mengulangi
belajar sepeda tersebut agar lebih mahir dan benar-benar menguasai apa yang
pernah dilakukan.
6) Rayakan Yakni pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi dan perolehan
keterampilan dan ilmu pengetahuan. Perayaan adalah ekspresi dari kelompok
seseorang yang telah berhasil mengerjakan sesuatu tugas atau kewajiban
dengan baik. Perayaan dapat dilakukan dengan memberi pujian, bernyanyi
bersama, pesta kelas, dsb. Perayaan memberi rasa rampung dengan
menghormati usaha, ketekunan, dan kesuksesan. Dalam Quantum Teaching,
terdapat 8 kunci keunggulan yang bermanfaat untuk mendapatkan keselarasan
dan kerjasama antara siswa dan guru, yaitu:
Integritas: Bersikaplah jujur, tulus dan menyeluruh. Selaraskan nilai-
nilai dengan perilaku.
44
Kegagalan awal kesuksesan: Pahamilah bahwa kegagalan hanyalah
memberikan informasi yang dibutuhkan untuk sukses. Kegagalan itu
tidak ada, yang ada hanya hasil dan umpan balik.
Bicaralah dengan niat baik: Berbicaralah dengan pengertian positif,
dan bertanggung jawablah untuk komunikasi yang jujur dan lurus.
Hidup di saat ini: Pusatkan perhatian pada saat sekarang ini, dan
manfaatkan waktu sebaik-baiknya. Kerjakan setiap tugas sebaik
mungkin.
Komitmen: Penuhi janji dan kewajiban, laksanakan visi. Lakukan apa
yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan.
Tanggung jawab: Bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan.
Sikap luwes atau fleksibel: Bersikaplah terbuka terhadap perubahan
atau pendekatan baru yang dapat membantu memperoleh hasil yang
diinginkan.
Keseimbangan: Jaga keselarasan pikiran, tubuh dan jiwa. Sisihkan
waktu untuk membangun dan memelihara tiga bidang itu.
45
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil
interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Santrock dan Yussen mendefinisikan belajar sebagai perubahan yang relative
permanen karena adanya pengalaman. Ada dua faktor yang memepengaruhi
belajar, yaitu : 1. Faktor Internal, Faktor Internal adalah faktor yang berada
dalam diri individu yang sedang belajar. 2. Faktor Eksternal, Faktor Eksternal
adalah faktor yang berada di luar individu yang sedang belajar.
Dalam belajar, manusia memerlukan dorongan yang disebut sebagai
motivasi. Motivasi belajar dipandang sebagai dorongan mental yang
menggerakkan perilaku manusia termasuk perilaku belajar. Dalam motivasi
terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan,
dan mengarahkan sikap dan perilaku individu belajar. Kebutuhan belajar
bersumber dari adanya kebutuhan yang secara bawahan (Inhaerent) dipunyai
individu semenjak ia dilahirkan. Kebutuhan inilah yang merupakan tenaga
pendorong bagi individu untuk hidup , untuk mempertahankan diri dari ancaman
bahaya , dan untuk berkembang terus. Menurut Maslow : Seorang ahli psikologi
, kebutuhan dasar manusia itu berjenjang dari tingkat yang paling rendah sampai
ke tingkat yang paling tinggi. Teori itu disebut sebagai teori “Jenjang Kebutuhan
Manusia”.
Konsep Belajar dan Pembelajaran Belajar merupakan suatu proses
perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Konsep Dasar Berpikir Berpikir adalah
suatu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan yang terarah
pada suatu tujuan. Belajar menjadi awal dari pencapaian prestasi, bisa dikatakan
46
sebagai penguasaan pengetahuan dari pelajaran-pelajaran yang diterima atau
kemampuan menguasai mata pelajaran yang diberikan guru.
Dalam perkembangannya, metode belajar perlu dijadikan sebagai suatu
acuan perubahan. Perubahan ini bisa dimodifikasi dengan berbagai model
pembelajaran. Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang
digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran dan memberi
petunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting pengajaran atau setting lainnya.
Model pembelajaran merupakan pegangan praktis pada pengelolaan
pembelajaran di dalam kelas yang mencakup semua komponen pokok yang
harus dipertimbangkan oleh tenaga pengajar.
3.2 Saran
Melalui makalah ini, penulis menyarankan beberapa hal khususnya
kepada mahasiswa keperawatan agar dapat memberikan asuhan keperawatan
yang bermutu dan bertanggung jawab terhadap pasien terkait dengan kebutuhan
dasar pasien akan belajar. Hal ini akan sangat berhubungan dengan peran dan
fungsi perawat sebagai edukator, yaitu pendidik bagi pasien yang kurang
memahami mengenai konsep sehat-sakit, penyakit, serta pentingnya kesehatan.
Maka dari itu, sebagai calon perawat profesional, ada baiknya kita dapat
memegang konsep kebutuhan dasar belajar dengan baik sebelum diaplikasikan
pada praktik asuhan keperawatan nantinya.
47
DAFTAR PUSTAKA
Amanda, Gita. 2010. Identifikasi Kebutuhan Belajar sebagai Landasan Pnyususnan
Program Pendidikan Luar Sekolah. (online)
http://imadiklus.com/identifikasi-kebutuhan-belajar-sebagai-landasan-
penyusunan-program-pendidikan-luar-sekolah/ diakses pada tanggal 6 Mei
2015 pukul 13.50 WITA
Bhisma Murti, 2011. Chritical Thingking (online)
http://fk.uns.ac.id/static/file/criticalthinking.pdf diakses pada tanggal 6 Mei
2015 pukul 13.32 WITA
Dewi Utama Faizah, 2011. Pembelajaran Dialogis. (online)
(http://www.mbssd/buletin_fasilitator/Ed_3_PembelajaranDialogis.pdf. pada
tanggal 18 Desember 2011) diakses pada tanggal 6 Mei 2015 pukul 13.54
WITA
Merita, 2011. Identifikasi Kebutuhan Belajar. (online)
http://catatanmerita43.blogspot.com/2011/05/identifikasi-kebutuhan-
belajar.html diakses pada tanggal 6 Mei 2015 pukul 13.40 WITA
Sugihartono, dkk. Psikologi Pendidikan. 2007. Yogyakarta : UNY Press
48