konsep berpikir - edisi cetak.pdf

146
Konsep Berpikir Dari Sistematika Filsafat hingga Logika Matematika revisi 1.0 (2013) Sunkar E. Gautama Paradoks Softbook Publisher

Upload: sunkar-e-gautama

Post on 14-Aug-2015

3.540 views

Category:

Documents


41 download

DESCRIPTION

Konsep Berpikir: dari Sistematika Filsafat hingga Logika Matematika

TRANSCRIPT

Page 1: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

1

Konsep Berpikir Dari Sistematika Filsafat hingga Logika Matematika

revisi 1.0 (2013)

Sunkar E. Gautama

Paradoks Softbook

Publisher

Page 2: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

2

Page 3: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

3

Judul buku : Konsep Berpikir

Dari Sistematika Filsafat hingga Logika

Matematika

Edisi/revisi : 1.0

Penulis : Sunkar E. Gautama

Penyunting : Aldytia G. Sukma

Tahun terbit : 2013

Gambar sampul : Penrose Staircase by Diganta Saha

source:

http://www-vrl.umich.edu/intro/

Penerbit (cetak) : SAHABAT.com

1

13

Free:

Buku ini ditujukan untuk disebarkan secara cuma-cuma demi

dunia pendidikan di Indonesia. Tiap orang berhak untuk

mencetak atau mengutipnya

Dilarang keras mengomersialkan buku ini tanpa izin

penerbit!

Penerbit online Paradoks Softbook Publisher

Kritik, saran, koreksi, dan pertanyaan:

http://paradoks77.blogspot.com

[email protected]

Page 4: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

4

Page 5: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

5

Kata Pengantar

Akhirnya buku berjudul Konsep Berpikir ini

rampung jua setelah berbulan-bulan dikerjakan dengan

perhatian yang tidak penuh. Buku ini disusun sebagai

panduan pelengkap dalam metodologi berpikir,

sistematika filsafat, kerangka berpikir ilmiah, maupun

sekedar bacaan untuk menambah pengetahuan pembaca

mengenai konsep dan cara berpikir.

Buku ini memuat sedikit pengantar sistematik

filsafat, dasar logika matematika, dan pembahasan

berbagai masalah matematis, fisis, maupun sosial secara

ringkas. Oleh karena itu, buku ini bukanlah buku yang

lengkap, tetapi cukup baik untuk mulai mengantarkan

Anda pada sistematika filsafat atau membuat Anda dapat

berpikir lebih kritis terhadap kehidupan.

Atas terselesaikannya buku ini, penulis berterima

kasih kepada Aldytia, yang dengan senang hati mau

menyunting naskah buku ini, memberikan koreksi dan

masukan yang berharga, saudara Surachman B. dan

Ariansyah “Yoko” yang masih setia menjadi teman diskusi,

serta segala hal lainnya yang, dengan atau tanpa penulis

sadari telah mendukung terciptanya buku ini. Untuk edisi

cetak ini, penulis secara khusus mengucapkan terima

kasih kepada saudara Hendry dan percetakannya

SAHABAT.com yang bersedia membantu membuat edisi

cetak buku ini. Semoga kalian semua diliputi kebahagiaan.

Page 6: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

6

Bagaimanapun, buku ini pastilah masih

menyimpan kesalahan baik teknis maupun non teknis,

untuk itu penulis dengan rendah diri meminta maaf dan

memohon kritik dan saran dari pembaca. Akhir kata dari

saya, terima kasih telah membaca kata pengantar ini dan

selamat melanjutkan bacaan Anda.

Makassar, Maret 2013

penulis

Page 7: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

7

Daftar Isi

Kata Pengantar 5

Daftar Isi 7

1. Pendahuluan

1.1. Pengertian Filsafat 9

1.2. Dasar Sistematika Filsafat 18

1.3. Pengetahuan, Ilmu, dan Sains 30

2. Proses Berpikir

2.1. Definisi Berpikir 33

2.2. Konsep Berpikir 34

2.2.1. Entitas 34

2.2.2. Definisi dan Deskripsi 35

2.2.3. Himpunan dan Hirarki 40

2.2.4. Analogi 42

2.2.5. Dualisme dan Dikotomi 47

2.2.6. Kekeliruan (Fallacy) 50

2.3. Perangkat Berpikir 53

2.4. Berpikir Ilmiah 62

3. Logika Matematika

3.1. Proposisi dan Operator Logika 65

3.1.1. Proposisi 65

3.1.2. Operator Logika 69

3.2. Implikasi dan Biimplikasi 80

3.3. Quantifier 90

3.4. Ekuivalen, Tautologi, dan Kontradiksi 92

3.5. Pengambilan Kesimpulan 100

Page 8: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

8

4. Pemecahan Masalah

4.1. Metode Berpikir 108

4.2. Kalkulus Diferensial 112

4.3. Paradoks 116

4.4. Alam Semesta adalah Masalah 121

5. Penutup

5.1. Aksiologi: Untuk Apa Kita Berpikir? 125

5.2. Pluralisme dan Berpikiran Terbuka 132

5.3. Cinta akan Kebijaksanaan 135

Glosarium 139

Page 9: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

9

Bab 1

PENDAHULUAN

1. Pengertian Filsafat

Secara harfiah

Filsafat berasal dari Bahasa Arab falsafah yang

berasal dari kata Yunani philosophia. Philo berarti

suka atau cinta dan sophia berarti kebijaksanaan. Jadi

philosophia berarti suka akan kebijaksanaan. Filosofi

memiliki makna yang serupa dengan filsafat, yang

berasal langsung dari kata philosophia.

Menurut para filsuf

1. Plato (427 SM – 318 SM)

Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berupaya

mencari kebenaran yang asli.

2. Aristoteles (382 SM – 322 SM)

Filsafat ialah ilmu pengetahuan yang meliputi

kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-

ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi,

politik, dan estetika.

3. Al Farabi (870 – 950)

Filsafat ialah ilmu pengetahuan tentang bagaimana

hakikat yang sebenarnya dari alam maujud.

4. Rene Descartes (1590 – 1650)

Page 10: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

10

Filsafat ialah kumpulan segala pengetahuan di

mana Tuhan, alam, dan manusia menjadi pokok

penyelidikan.

5. Immanuel Kant (1724 – 1804)

Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi

pokok dan pangkal dari segala pengetahuan, yang

tercakup di dalamnya empat persoalan yakni

metafisika, etika, agama, dan antropologi.

6. Stephen Hawking (1942 – )

Filosofi sudah mati. Filosofi sudah tidak

mengimbangi kemajuan terkini dalam sains,

terutama fisika [sekedar gurauan].

Dari definisi-definisi di atas, dapat kita

rumuskan filsafat sebagai ilmu yang mendalami segala

sesuatu dengan [amat] mendalam mengenai Tuhan,

alam semesta, dan manusia. Ilmu filsafat berupaya

untuk menjangkau hakikat dari segala sesuatu selagi

masih dapat dicapai oleh akal manusia. Dengan

mengupas hakikat dari “segala sesuatu” itu sedalam-

dalamnya, tentunya diharapkan manusia dapat

mengambil manfaat dan pembelajaran untuk

kepentingan ke depannya. Meskipun demikian,

sebenarnya terdapat beberapa tantangan dalam

filsafat yakni:

1. Kajian filsafat yang demikian mendalam sering

menjadi sebuah omong kosong (retorika yang tak

berbuah). Ini bukanlah kesalahan filsafat,

melainkan kekeliruan orang yang berfilsafat.

Page 11: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

11

Misalkan bagaimana kita mengkaji hakikat dari

suatu benda, mengapa benda itu disebut sebagai

kursi? Sampai kapan papan kayu berkaki itu

disebut kursi, bukan meja, dan sampai kapan

tumpukan batu itu disebut bangku, bukan pagar?

Meninjau terlalu mendalam tentang suatu hal

hanya akan menghabiskan waktu alih-alih terus

memberikan pengetahuan pada kita. Ibarat

konsumsi vitamin C untuk manusia ialah sekitar

1000 mg per hari. Mengkonsumsi vitamin C sehari

lebih dari 1000 mg tidak akan membuat

regenerasi sel-sel kita menjadi lebih cepat lagi,

malah akan menjadi mubazir karena kelebihan

vitamin C setiap harinya akan dibuang oleh ginjal.

Jadi, salah satu tantangan mempelajari filsafat

ialah mengetahui sampai di mana kita merasa

harus berhenti, sampai di mana kita merasa kajian

kita sudah optimal, mengkaji lebih jauh tidak akan

memberikan hasil lebih lagi. Jika kita tidak berhasil

membatasi diri kita, maka kita hanya akan

berkutat pada dunia teorema semata dan mungkin

saja takkan pernah membuahkan karya dalam

hidup!

2. Kajian filsafat tentang Tuhan, sampai batas

tertentu, nyata-nyatanya dapat bertentangan

dalam [sebagian besar] agama. Kebanyakan agama

tidak membolehkan mempertanyakan kebenaran

sesuatu yang sudah tertuliskan dalam kitab suci

atau diriwayatkan oleh nabi. Praktis, bahan-bahan

yang dapat dikaji hanyalah hal-hal yang memang

Page 12: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

12

hanya disebutkan tetapi tidak dijelaskan dalam

literatur agama. Hal-hal yang dapat dikaji ini pun

tidak dapat kita kaji secara mendalam, karena

pengkajian secara mendalam akan melibatkan

banyak hal yang mungkin tabu untuk diusik. Jadi,

kajian filsafat mengenai Tuhan terbentur pada

prinsip kebanyakan agama yakni: “Terima saja apa

adanya seperti yang telah dituliskan, tidak perlu

mempertanyakan kebenarannya—itu sudah ‘pasti’

benar”. Dengan demikian hanya orang religius

yang bukan penganut agama tertentulah yang

masih dapat mengkaji hakikat Tuhan sampai

sedalam kemampuan akalnya.

3. Kajian yang demikian mendalam terhadap materi

abstrak menjadikan filsafat sebagai ilmu “tidak

pasti”. Hal ini disebabkan oleh munculnya aliran-

aliran atau mazhab-mazhab dalam filsafat akibat

pandangan-pandangan yang berbeda mengenai

suatu hal yang mendasar. Lalu, aliran-aliran ini

kemudian tumbuh seolah menjadi rival karena

yakin bahwa ialah yang benar, kemudian membuat

sistematika filsafatnya sendiri-sendiri. Padahal,

kebenaran pastilah cuma satu untuk setiap hal,

sehingga filsafat agak kehilangan artinya sebagai

ilmu yang berupaya mencari kebenaran yang asli

dengan hadirnya “jati diri” ini.

4. Tuntutan kehidupan di zaman modern ini

membuat manusia berinovasi dalam menciptakan

teknologi. Riset-riset dilakukan berdasarkan teori-

teori ilmu alam untuk menghasilkan produk-

Page 13: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

13

produk yang dapat membantu kemudahan hidup

manusia. Para ilmuwan mendapatkan

pengetahuan baru dalam bidang material, partikel

elementer, inflasi alam semesta, penerowongan

kuantum, dan lain-lain serta bersama para

perekayasawan menciptakan pemercepat atom,

bom atom, superkonduktor, nano-material,

komputer, bahasa C++, monitor LED, MRI,

pesawat hypersonic, vaksin, beras transgenik,

kloning, dan lainnya. Di sisi lain, filsuf tulen hanya

akan terlibat dalam diskusi maupun debat-debat

yang tidak membawa banyak manfaat bagi

kehidupan manusia.

Jelaslah kita lihat belakangan ini ilmu

pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat.

Kini filsafat klasik seolah pisau silet yang sudah

ketinggalan zaman. Filsafat tidak dapat menjelaskan

perilaku penerowongan kuantum pada elektron,

filsafat tidak mampu menjelaskan pemuluran waktu

pada kerangka yang bergerak, dan filsafat tidak

membantu saat kita mengirim lagu antar ponsel

dengan sinyal bluetooth.

Meskipun terlihat jelas bahwa filsafat klasik

kini telah menjadi sangat kuno, tidak berarti tidak ada

hal berguna yang tertinggal dari filsafat. Hal itu ialah

sistematika berpikir. Apakah itu berarti kita masih

akan mendalami sedikit dari filsafat yang berguna itu?

Tidak juga, kita hanya mengambil kerangka dan tujuan

dari sistematika berpikirnya filsafat itu. Metodenya

Page 14: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

14

sendiri bukan seutuhnya berasal dari kajian filsafat

klasik, karena metode kita ialah logika matematika.

Meskipun demikian, tak bisa dipungkiri dasar-dasar

logika matematika berawal dari kajian filsafat

mengenai sistematika bepikir. Tapi kita tak akan

menggunakan versi lama itu, kini kita akan belajar

berpikir dengan logika matematika, sesuatu yang lebih

mumpuni dibanding logika ala filsafat klasik.

Filsafat, kata para filsuf pada zamannya, adalah

ilmu dari segala ilmu, ilmu yang berusaha mencari

kebenaran yang asli. Sebaliknya logika matematika

tidak menawarkan kebenaran yang asli atau

kebenaran yang hakiki. Logika matematika

menawarkan cara berpikir yang benar dan efisien

untuk memperoleh solusi yang kita harapkan sebagai

suatu kebenaran. Matematika tidak cuma menawarkan

algoritma-algoritma yang lengkap untuk memecahkan

masalah, tetapi juga menawarkan banyak pilihan jalan

penyelesaian dengan perangkat aturan yang jelas dan

dapat dibuktikan kesahihannya.

Berikut ini beberapa persoalan logika yang

mungkin membuat Anda kebingungan.

1. Mobil A berjalan dari terminal X ke terminal Y

yang berjarak 35 km dengan kelajuan 30 km/jam.

Di saat yang bersamaan, mobil B berjalan dari

terminal Y menuju terminal X dengan kecepatan

40 km/jam. Di saat itu juga seekor lalat terbang

dari mobil A saat di terminal X menuju mobil B.

Page 15: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

15

Saat lalat sampai di mobil B ia segera balik lagi

terbang ke mobil A dan begitu seterusnya, lalat

terbang bolak-balik hingga pada akhirnya ia mati

terjepit saat mobil A dan mobil B bertabrakan.

Andaikan lalat selalu terbang dengan kecepatan

tetap, 50 km/jam (abaikan selang singkat saat lalat

berbalik), berapakah total lintasan yang ditempuh

oleh lalat dari pertama ia terbang di terminal X

hingga ia tewas terjepit?

2. Terdapat sepuluh dompet yang masing-masing

hanya berisi sepuluh koin. Sembilan dari sepuluh

dompet itu berisikan koin-koin asli yang beratnya

10 gram per koin. Adapun dompet terakhir berisi

koin-koin palsu yang sangat mirip dengan aslinya,

kecuali beratnya hanya 9 gram per koin.

Bagaimanakah cara mengetahui dompet mana

yang berisi koin-koin palsu hanya dengan

menimbang sekali saja?

3. Sukri berniat mengunjungi juru kunci Gunung

Bawakaraeng untuk meminta petunjuk. Di sekitar

kaki Gunung Bawakaraeng tinggallah dua orang

bersaudara kembar yang bertani di sana. Seluruh

penduduk sekitar tahu bahwa sang kakak selalu

berkata jujur sedangkan sang adik selalu berkata

bohong. Dalam perjalanannya mencari rumah juru

kunci Gunung Bawakaraeng, Sukri tersesat dan

bertemu salah satu dari dua bersaudara itu (Sukri

tak tahu itu sang adik atau sang kakak). Baru saja

mau bertanya tentang rumah juru kunci, orang itu

keburu memberi syarat bahwa ia hanya akan

Page 16: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

16

menjawab satu pertanyaan saja. Seperti apakah

pertanyaan Sukri agar orang itu (baik dia si jujur

atau si pembohong) akan selalu menjawab jalan

menuju rumah juru kunci Gunung Bawakaraeng

yang benar?

4. Apakah pernyataan “Jika kalimat ini benar, maka

Matahari terbitnya di barat” bernilai benar atau

salah?1

5. “Saya tahu kamu tidak tahu kalau saya tahu

ternyata kamu tidak ingat hari ulangtahunku.” Apa

inti dari kalimat di atas?

6. Anda diberi tiga gelas berkapasitas 800 mL, 500

mL, dan 300 mL tanpa skala ukuran. Pada gelas

800 mL berisi 800 mL jus jeruk. Bagaimana cara

membagi jus jeruk itu ke dalam dua gelas tepat

sama banyak (400 mL)?

7. Pak Boker ingin menuju kota Pare-Pare dari kota

makassar dengan kecepatan rata-rata 60 km/jam.

Ternyata, tepat saat menempuh setengah

perjalanan kecepatan rata-ratanya ialah 30

km/jam. Berapakah kecepatan rata-rata yang

diperlukan pada setengah perjalanan berikutnya

agar target kecepatan rata-rata 60 km/jam dari

Makassar ke Pare-Pare itu terpenuhi?

8. Rukun Islam terdiri dari iman, mendirikan sholat,

berzakat, berpuasa, dan berhaji bila mampu.

Dalam hidupnya Kakek Ramli telah menjalankan

iman, sholat, zakat, dan puasa, tetapi tidak pernah

1 Problem ini dikenal sebagai Curry Paradox.

Page 17: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

17

naik haji karena memang tak pernah mampu

secara ekonomi dalam hidupnya. Saat kakek Ramli

wafat, apakah ia telah menjalankan semua rukun

Islam, ataukah ia cuma menjalankan empat yang

pertama dan yang ke-lima tidak berlaku bagi

kakek Ramli?

Dalam buku ini saya akan memberikan

petunjuk untuk memecahkan pertanyaan-pertanyaan

di atas, sambil membimbing Anda dalam proses

pemecahan masalah secara logis dan ilmiah. Dalam

buku ini saya akan mencoba merubah pandangan

Anda mengenai pola pikir ilmiah yang rumit. Dalam

buku ini saya ingin menunjukkan mengapa di zaman

ini masih banyak orang (dimaksudkan yang

berjurusan eksakta) yang menggandrungi retorika

filsafat ialah karena ketidakmampuannya berpikir

abstrak (berpikir tanpa mengetahui perangkat-

perangkat pikir apa yang diperlukan) dan harapan

kosongnya untuk memahami dunia hanya dengan

menghapalkan metode-metode dan pandangan-

pandangan orang lain yang hidup ratusan tahun yang

lalu.

Page 18: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

18

2. Dasar Sistematika Filsafat

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,

bahwa objek kajian filsafat ialah Tuhan, alam dan

manusia. Dari hal itu, kajian filsafat dibagi-bagi secara

sistematis menjadi oleh para filsuf antara lain:

1. Menurut Plato, filsafat dapat dibagi menjadi tiga

macam cabang yakni dialektika, fisika, dan etika.

2. Menurut Aristoteles, filsafat dapat dibagi menjadi

logika, filsafat teoritis (fisika, matematika, dan

metafisika), filsafat praktis (etika, ekonomi, dan

politik), dan filsafat poetika.

Saat ini, setelah berkembangnya ilmu

pengetahuan alam dan antropologi sehingga sulit lagi

untuk menggolongkannya sebagai “anak” dari filsafat.

Untuk itu kajian filsafat dapat kita sederhanakan

menjadi:

a. Logika

b. Metafisika dan ontologi

c. Epistemologi

d. Aksiologi (etika dan estetika)

Metafisika dan Ontologi

Metafisika dan ontologi pada awalnya ialah

sama, yakni cabang filsafat yang berusaha menjelaskan

hakikat dari keberadaan dan alam semesta sampai

Page 19: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

19

pada akar-akarnya. Pada perkembangan selanjutnya,

terdapat perbedaan objek kajian antara metafisika dan

ontologi. Kajian ontologi ialah penelusuran hakikat

dari objek fisik, sedangkan metafisika menulusuri

hakikat dari objek nonfisik (meta = setelah, di luar).

Bagaimana pun, metafisik tetap berangkat dari

penginderaan terhadap objek alam yang kemudian

berkembang dalam pikiran dan imajinasi manusia.

Penelusuran mengenai keberadaan pastilah

mengkaji segala yang ada. Sesuatu yang memiliki

keberadaan unik dan berbeda disebut entitas. Entitas

tidak harus dalam bentuk fisik, ia bisa saja berupa

benda/materi, konsep, fenomena, atau tempat.

Tentunya entitas itu pastilah memiliki sesuatu, yang

membuat dirinya bersifat unik. Untuk memahami

hakikat mendasar dari entitas, kita perlu

mengidentifikasi hakikat dari apa yang ingin kita kaji

itu. Untuk itu, perlu ditelaah konsep dasar dari

keberadaan (entitas) dan sifat-sifatnya yakni

substansi, esensi, dan aksiden.

Substansi, Esensi, dan Aksiden

Substansi adalah konsep yang sangat penting

dalam filsafat, tetapi substansi bukanlah suatu konsep

yang jelas apa lagi terang-benderang maknanya. Filsuf

yang satu mendefiniskan substansi secara berbeda

Page 20: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

20

dengan filsuf lain. Untuk itu, kita akan bahas dengan

cukup panjang mengenai substansi.

Substansi pra-Aristoteles

Sebelum masa aristoteles, substansi merujuk

sebagai elemen (materi fisis) yang menyusun suatu

hal, misalkan substansi dari panci adalah aluminium.

Thales menyatakan segala sesuatu berasal dari

air, Anaximenes menyatakan segala sesuatu berasal

dari udara, dan menurut Anaximander, unsur dasar di

alam ini ialah api, air, tanah, dan udara (seperti

Avatar). Demokritos mengajukan pandangan bahwa

semua yang ada tersusun dari atom, yakni partikel

terkecil yang tak dapat dibagi lagi.

Substansi menurut Aristoteles

Dalam bukunya Categories, Aristoteles

memberikan definisi mengenai substansi yakni:

1. Primary substance: merujuk pada individu

(substansi individu)

2. Secondary substance: merujuk pada “sesuatu yang

melekat” pada individu itu.

Aristoteles memberikan penjelasan, misalkan

X ialah seekor anjing gemuk berwarna cokelat yang

bernama Fido, maka substansi primer dari X adala si

Fido itu sendiri, sedangkan substansi sekundernya

Page 21: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

21

adalah anjing. Penjelasan Aristoteles ini masih

menimbulkan pertanyaan, mengapa substansi

sekunder dari X mesti anjing, bukan makhluk

berwarna cokelat, bukan karnivora, atau binatang?

Aristoteles menganalisis substansi sebagai

suatu bentuk (form) dan materi (matter), form adalah

“what kind of thing the object is” dan matter sebagai

“what it is made of”. Aristoteles mengetahui ada tiga

kandidat untuk substansi yakni ‘materi’ [materi

menurut aristoteles tidak harus berupa materi fisis],

bentuk, dan komposisi.

Masih menurut Aristoteles, substansi ialah

hakikat dari entitas, segala sifatnya yang awet,

independen, dan identik. Awet artinya bertahan

sepanjang waktu, sampai entitas itu benar-benar

musnah. Independen berarti dapat berdiri sendiri,

terpisah, tidak bergantung pada entitas lain. Adapun

identik artinya substansi itu memiliki ‘identitas’,

misalkan sepatu saya dan sepatu Anda pastilah

memiliki substansi yang sama sehingga keduanya

dapat disebut sebagai sepatu.

Jika kita mendefinisikan substansi sebagai apa

yang ada dalam suatu entitas, yang membuat entitas

itu berbeda dari entitas lain, nampaknya kita harus

menyingkirkan materi dari kandidat substansi.

Misalkan 2 atom helium dan 1 atom berilium.

Keduanya memiliki 4 proton, 4 neutron, dan 4

elektron. Lalu mengapa keduanya jelas-jelas berbeda?

Page 22: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

22

Jika ditinjau dalam ilmu fisika, perbedaan sifat fisis

dan kimia helium dan berilium disebabkan hanya

karena perbedaan konfigurasi/susunan proton,

neutron, dan elektron penyusunnya. Jika ditinjau

dalam kebanyakan kasus di alam, nampaknya semua

materi yang akrab dengan kita tersusun cuma dari

proton, elektron, dan neutron itu. Jadi di sinilah

substansi materiil kehilangan maknanya, karena

substansi itu cuma tiga sub-atom ini (tidak ada yang

unik), dan ternyata subatom yang serupa dengan

kuantitas yang sama dapat membentuk dua substansi

yang berbeda.

Jadi, jika kita mendefinisikan substansi sebagai

hakikat dari sesuatu, maka nampak bahwa substansi

bukan apa-apa selain sekumpulan sifat saja.

Konklusi

Dari penjelasan di atas, dapat kita tuliskan

setidaknya dua definisi substansi yakni:

1) Substansi ialah materi/zat/partikel yang

menyusun sesuatu.

2) Hakikat dari sesuatu; yakni sekumpulan sifat-sifat

yang dimiliki objek itu yang membedakannya

dengan benda lain.

Definisi pertama bersifat fisis, sehingga disebut

juga definisi ontologis, sedangkan definisi ke-dua

disebut juga definisi substansi secara metafisis.

Page 23: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

23

Esensi dan Aksiden

Menurut Aristoteles, esensi (essence =

intisari) adalah atribut atau seperangkat atribut wajib

yang menjadi ciri unik dari suatu entitas atau

substansi. Dengan demikian, substansi pasti memuat

esensi, tetapi esensi belum tentu memuat substansi.

Jika suatu substansi kehilangan esensinya, maka

substansi itu tidak akan sama lagi, ia akan menjadi

entitas yang berbeda. Sebaliknya, aksiden adalah sifat-

sifat lain yang tidak menjadi syarat perlu suatu entitas.

Misalkan sebuah kursi memiliki banyak sifat,

antaranya memiliki permukaan yang dapat diduduki.

Sifat ini merupakan sifat esensial dari kursi karena

kursi yang tak dapat diduduki tak lagi dapat disebut

kursi. Sebaliknya, jumlah kaki, bentuk sandaran, dan

seterusnya atau terbuat dari kayu, plastik, atau besi

merupakan aksiden dari kursi. Aksiden merupakan

suatu sifat pelengkap yang tidak menjadi syarat perlu

suatu substansi. Identitas-identitas berbeda untuk

substansi yang sama pastilah memiliki esensi yang

sama, tetapi aksidennya dapat berbeda-beda. Bahkan

perubahan aksiden tidak akan membuat esensi ikut

berubah. Aksiden sendiri terdiri dari kuantitas,

kualitas, relasi, kebiasaan, waktu, ruang, situasi, aksi,

dan keinginan. Kesembilan macam aksiden ditambah

dengan esensi membentuk suatu substansi.

Lain pula halnya dalam filsafat timur, misalkan

filsafatnya Ibnu Sina. Menurut Ibnu Sina, segala yang

Page 24: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

24

ada, dengan kodratnya masing-masing, disebut

sebagai esensi. Esensi sendiri tersusun atas substansi

dan aksiden. Substansi adalah sifat-sifat yang

merupakan intisari dari suatu esensi, sedangkan

aksiden merupakan sifat-sifat lain yang yang tidak

mempengaruhi perubahan esensi. Misalkan H2O, dapat

berwujud cair dan dapat pula berwujud padat (es).

Substansi dari H2O adalah gabungan dua molekul

hidrogen dan satu molekul oksigen. Wujud atau fase

dari H2O tidak merubah H2O itu menjadi esensi yang

lain. Begitu pula dengan jumlah, sebuah molekul H2O,

setetes H2O, ataukah segentong H2O memiliki esensi

yang sama. Sifat-sifat berbeda antara identitas-

identitas yang memiliki esensi yang sama ini disebut

aksiden.

Dengan demikian dapat kita petakan menurut

Aristoteles, esensi dan aksiden ialah properti dari

substansi. Sedangkan menurut Ibnu Sina, substansi

dan aksiden ialah properti dari esensi. Manakah yang

lebih benar bukanlah masalah yang penting, karena

sebenarnya ini hanya masalah pemaknaan saja.

Meskipun begitu, perbedaan pemaknaan yang tidak

dijelaskan dapat membuat perdebatan menjadi tak

berujung. Oleh karena itu, baiknya kita memberi

rujukan versi manakah pemaknaan substansi dan

esensi yang Anda maksud. Dalam buku ini, digunakan

terminologi Aristoteles.

Page 25: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

25

Idealisme dan Materialisme

Mazhab utama filsafat di dunia ini ada dua,

yakni idealisme dan materialisme. Di sini, saya tidak

bermaksud memberikan penjelasan panjang lebar

mengenai idealisme dan materialisme, mengingat saya

sendiri tidak merasa memasukkan diri ke dalam salah

satu dari keduanya.

Idealisme (dari kata idea, ide) ialah pandangan

yang menyatakan bahwa elementer dari alam ini

sebenarnya hanyalah ide. Materi hanyalah perwujudan

dari ide, dengan kata lain materi itu adalah

“materialisasi” dari ide sehingga ide lebih dahulu ada

daripada materi. Contohnya rasa sakit, jika anjing dan

bangkai anjing yang baru saja mati kita pukul, maka

anjing akan melolong kesakitan sedangkan bangkai

tidak, padahal keduanya sama-sama materi, bahkan

sama-sama menunjukkan luka lebam. Ini berarti

terdapat perbedaan antara anjing dan bangkai anjing,

yakni roh (yang dianggap bagian dari ide), yang

berdiri sendiri (independen) dari materi. Bahkan

selanjutnya idealisme berpandangan bahwa materilah

yang bergantung terhadap ide.

Materialisme (dari kata matter, materi) adalah

pandangan yang menyatakan elementer dari alam ini

adalah materi. Materialisme sendiri tidak menafikan

keberadaan ide, tetapi materialisme berpandangan ide

hanyalah perwujudan dari materi dalam kasus-kasus

tertentu. Materi adalah segala sebab bagi akibat

Page 26: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

26

(bahkan sebagai causa prima). Contohnya, menurut

pandangan materialisme, rasa sakit (ide) sebenarnya

hanyalah perwujudan dari kondisi tubuh (materi)

yang tidak normal.

Penjelasan lebih mendalam mengenai

idealisme dan materialisme dapat Anda peroleh dalam

buku-buku filsafat lain. Saran dari saya, bacalah

kesemuanya: buku yang memihak idealisme,

materialisme, atau yang bersifat netral.

Penting pula untuk membedakan antara

idealisme dan materialisme dengan idealistis dan

materialistis. Dalam Bahasa Indonesia, materialistis

merujuk pada paham hidup yang mengagungkan

materi (kekayaan), sedangkan idealistis berasal dari

kata ideal (yang juga berasal dari kata idea), yang

berarti pandangan untuk menerima paham yang ada

di kepalanya sebagai yang paling ideal, dan

melaksanakannya sepenuhnya. Seorang idealistis

beranggapan hidup akan berjalan sesuai dengan

pahamnya secara utuh, dan tidak mempertimbangkan

hal-hal praktis yang terjadi (naif). Jadi, seorang

penganut materialisme maupun idealisme dapat saja

menjadi idealis.

Page 27: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

27

Rasionalisme dan Empirisme

Jika ditinjau dalam segi epistemologi,

perdebatan filsafat sampai pada sumber dan cara

memperoleh kebenaran. Dua pandangan besar yang

muncul ialah rasionalisme dan empirisme, yang mana

terkait erat dengan idealisme dan materialisme.

Rasionalisme

Rasionalisme berasal dari kata latin ratio yang

berarti akal (reason). Tokoh-tokoh yang menganut

pandangan rasionalisme antara lain Rene Descartes,

Baruch Spinoza, dan Gottfried Leibniz, yang mana

dipengaruhi oleh filsuf besar seperti Aristoteles.

Rasionalisme berpandangan adanya prinsip-prinsip

dasar dunia tertentu, yang diakui benar oleh rasio

manusia. Dari prinsip-prinsip ini diperoleh

pengetahuan deduksi yang ketat tentang dunia.

Prinsip-prinsip pertama ini bersumber dalam budi

manusia, dan tidak dijabarkan dari pengalaman.

Menurut Aristoteles, kebenaran cukuplah diperoleh

dari pemikiran semata, suatu hal yang sesuai dengan

rasio manusia sudah cukup untuk diterima sebagai

kebenaran dan tidak mesti dicek dengan pengamatan,

Paham rasionalisme beranggapan bahwa

sumber pengetahuan dan kebenaran manusia adalah

rasio (pikiran). Bahkan bagi Descartes, realita sendiri

patut diragukan karena ia tidak menemukan pembeda

yang jelas antara realita dan mimpi, realita dapat

Page 28: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

28

berisi tipu daya terhadap pembuktian kebenara hakiki.

Prinsip keragu-raguan Descartes inilah yang

dikatakannya sebagai “Aku yang sedang ragu-ragu

menandakan bahwa aku sedang berpikir, dan karena

aku sedang berpikir maka aku ada” (cogito ergo sum).

Kant mengkritik pandangan Descartes yang rapuh itu,

satu-satunya yang tidak kita ragukan adalah diri kita

sendiri, padahal keraguan itu bersumber dari diri kita.

Empirisme

Empirisme berasal dari kata Yunani, emperia

yang berarti pengalaman. Tokoh-tokoh penganut

empirisme antara lain Thomas Hobbes, John Locke,

dan David Hume. Menurut pandangan empirisme,

sumber pengetahuan manusia adalah pengalaman

berdasarkan realita (baik lahiriah maupun batiniah).

Thomas Hobbes beranggapan bahwa pengalaman

inderawi sebagai permulaan segala pengenalan.

Demikian pula jalinan antara pengalaman-pengalaman

itu membentuk pengetahuan manusia. Menurut John

Locke, akal manusia bersifat pasif saat pengetahuan

itu didapat. Akal tidak bisa memperoleh pengetahuan

dari dirinya sendiri, meskipun pengetahuan baru bisa

diperoleh dari akal dengan pengalaman-pengalaman

sebelumnya yang terkait. Locke mengemukakan

pandangannya yang terkenal bahwa akal manusia saat

lahir hanyalah seperti kertas putih (tabula rasa), dan

kertas putih itu akan berisikan pengalaman-

Page 29: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

29

pengalaman yang diperoleh seseorang dalam

kehidupannya.

Dalam perkembangan sains terutama ilmu

fisika dan kimia, empirisme adalah dasar/acuan bagi

para ilmuwan. Para ilmuwan menolak pandangan

rasionalisme yang menyatakan bahwa ‘hukum alam

dapat diperoleh dari absolut idea semata’, sebab apa

yang nampak sesuai dengan rasio belum tentu sesuai

dengan realita. Ungkapan Plato mengenai seorang

manusia gua yang keluar dari guanya dan menemukan

“realita di luar gua” sangat tepat untuk

menggambarkan situasi ini. Perkataan orang itu—

sekembalinya ia ke gua—tidak akan dapat diterima

oleh rasio kawan-kawannya yang tak pernah

meninggalkan gua. Meskipun dasar rasionalisme

dalam ilmu pengetahuan sangatlah rapuh, tetapi

pandangan aristoteles ini masih bertahan selama

hampir dua ribu tahun. Adalah Galileo Galilei, bapak

sains modern yang mencoba mematahkan pandangan

aristotelian ini dengan membuktikan kebenaran teori

Copernikus dengan mengamati langit dan satelit-

satelit Jupiter. Ia pula yang mematahkan argumen

Aristoteles yang menyatakan bahwa benda berat jatuh

lebih cepat daripada benda yang lebih ringan.

Pandangan rasionalisme dan empirisme

sendiri sebenarnya sangat bervariasi, dan ikut

berubah seiring dengan waktu. Oleh sebab itu,

pandangan seorang penganut rasionalisme satu

Page 30: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

30

dengan yang lain dapat saja berbeda, begitu pula

dengan seorang penganut empirisme.

3. Pengetahuan, Ilmu, Sains, dan Matematika

Pengetahuan (knowledge) ialah apa saja yang

Anda dapatkan dari pengalaman maupun dari buah

pikiran sebelumnya yang diyakini benar. Jadi,

pengetahuan tidak berarti sekedar “tahu”. Tahu tapi

tidak diyakini benar namanya bukan pengetahuan.

Misalkan Anda tahu gelombang pasang maksimum

terjadi dua kali sebulan. Gelombang pasang

maksimum memang terjadi dua kali sebulan, yakni

saat bulan baru dan bulan purnama. Jadi jika Anda

mengetahui tentang gelombang pasang itu, tidak

peduli Anda mengatahui atau tidak sebabnya dan

mekanisme apa yang terjadi di belakangnya, hal itu

tetaplah sebuah pengetahuan bagi Anda. Jika Ambo

berpikiran bahwa jika Anda menunjuk pelangi maka

jari Anda akan bisulan. Hal ini sama sekali tidak benar

bahkan tidak berhubungan sama sekali. Sejak Ambo

meyakini itu benar, meskipun kenyataannya tidak

benar, hal itu tetap menjadi pengetahuan Ambo

(pengetahuan yang salah).

Lain halnya jika saya menyatakan ada seratus

empat belas buah sunspot di Matahari saat ini, atau

Page 31: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

31

pak presiden sedang memakai kolor berwarna biru

sore ini. Itu bukanlah pengatahuan bagi saya karena

saya cuma menebak-nebak saja dan saya tidak

meyakini kebenarannya. Jika pun ternyata benar,

maka itu adalah suatu kebetulan. Contoh berikutnya

ialah jika kita mengamati pola rambut-rambut kaki

yang tumbuh, kita akan mengetahui jika rambut-

rambut ini dicukur, maka saat rambut itu tumbuh lagi

ia akan semakin lebat. Kita tak tahu apakah ini

memang benar ataukah cuma sekedar mengandung

sedikit nilai kebenaran, tapi memang nyatanya rambut

kaki sialan itu nampak lebih lebat sehingga kita cukup

yakin. Entah ini karena suatu reaksi kimia, efek cuaca,

misteri Ilahi, ataukah mata yang menipu kita, tetapi

rambut kaki ini memang nampak lebih lebat jika

tumbuh lagi setelah di cukur. Dari pengamatan ini,

ialah cukup untuk membuat pengamatan kita

digolongkan sebagai pengetahuan. Tidak peduli kita

tahu sebabnya atau tidak.

Ilmu ialah suatu hiponim dari pengetahuan.

Semua ilmu ialah pengetahuan, tapi tidak semua

pengetahuan merupakan ilmu. Seperti halnya jika

Anda mencret ya berarti Anda buang air besar, tapi

tidak berarti jika Anda buang air besar maka itu

adalah mencret. Jadi, nampaknya ada satu atau

beberapa syarat agar pengetahuan itu dapat

digolongkan sebagai ilmu. Syarat-syarat itu antara

lain:

Page 32: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

32

1. Empiris: dapat dibuktikan berdasarkan

pengalaman inderawi, baik secara langsung

maupun dengan bantuan instrumen.

2. Objektif; penggalian kebenaran pada objek tanpa

melibatkan prasangka/dugaan subjektif.

3. Metodis dan sistematis, menggunakan cara-cara

yang baku, sesuai dengan aksioma-aksioma yang

berlaku dan memiliki struktur yang padu dan

terarah.

4. Universal; kebenaran yang hendak dicapai adalah

kebenaran yang berlaku umum, dalam batas-batas

yang diberikan.

Sains yang saya maksudkan di sini ialah s-a-i-

n-s, bukan s-c-i-e-n-c-e. Meskipun kata sains sendiri

merupakan kata serapan adaptasi dari kata bahasa

Inggris, science, namun terdapat pergeseran makna

dalam peralihannya sehingga maknanya tidak persis

sama. Science merupakan kata Inggris yang sepadan

maknanya dengan ilmu, meskipun dapat juga merujuk

secara khusus kepada ilmu alam (natural science).

Jadi, science merupakan kata yang memiliki

pengertian umum dan pengertian khusus. Adapun

sains memiliki arti yang sepadan dengan ilmu alam

(natural science).

Jadi, sesuatu yang tidak empiris tak dapat

digolongkan sebagai ilmu, tapi pengetahuan yang

bukan ilmu tidak berarti pasti salah.

Page 33: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

33

Bab 2

PROSES BERPIKIR

1. Definisi Berpikir

Sebelum membahas lebih jauh tentang konsep

berpikir dan berpikir ilmiah, baiknya kita menggali

terlebih dahulu hakikat berpikir. Saya mendefinisikan

berpikir sebagai proses mencari penjelasan dari suatu

permasalahan yang didapat dengan cara identifikasi

masalah, mencari peristiwa lampau yang memiliki pola

serupa, membandingkan (compare), manganalisis, dan

berupaya menarik kesimpulan atau memutuskan solusi.

Setelah mencari referensi di artikel-artikel lain,

tidak banyak yang dapat mendefinisikan berpikir

dengan baik. Satu yang menurut saya sangat baik

adalah yang diberikan Taqiyuddin an-Nabhani dalam

bukunya Hakekat Berpikir. Nabhani mendefinisikan

berpikir sebagai pemindahan penginderaan terhadap

fakta melalui panca indera ke dalam otak yang disertai

adanya informasi-informasi terdahulu yang akan

digunakan untuk menafsirkan fakta tersebut.

Saat kita berpikir, apakah yang lebih dahulu

ada, proses berpikir atau apa yang membuat kita

berpikir? Tentu saja yang lebih dahulu ada ialah sebab

yang membuat kita berpikir, dan sebab itu adalah

Page 34: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

34

masalah dan masalah itu adalah fakta. Kita tahu bahwa

yang organ tubuh untuk berpikir adalah otak, dan

fakta yang menjadi masalah itu adanya di lingkungan.

Jadi pastilah informasi dari lingkungan itu masuk ke

dalam otak, dan dalam hal ini pelakukanya adalah

indera kita. Dengan indera ini kita mengidentifikasi

masalah di lingkungan, sehingga selanjutnya dapat

kita olah.

Hal penting lain ialah, dalam berpikir, kita

membutuhkan alat. Alat itu tidak lain adalah konsep-

konsep, pengalaman, dan semua informasi yang

tersimpan dalam ingatan kita. Setelah semua bahan

lengkap, dapatlah kita melakukan proses pemecahan

masalah yakni dengan membandingkan, menganalisis,

dan menggabungkan informasi tadi untuk

menyimpulkan suatu penjelasan atau solusi.

2. Konsep dalam Berpikir

Entitas dan Identitas

Entitas ialah sesuatu yang eksis oleh dirinya

sendiri (berwujud), baik itu objek fisik maupun

abstrak. Suatu entitas dapat saja melekat pada entitas

lain, tetapi bukan sebagai suatu hal yang tak dapat

dipisahkan. Misalkan apel adalah sebuah entitas fisik

yang dapat berdiri sendiri. Apel satu dan apel yang lan

adalah entitas yang sama, tetapi memiliki identitas

Page 35: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

35

yang berbeda. Masih terdapat banyak perdebatan

mengenai batasan dari identitas itu, dalam artian

hubungannya dengan entitas. Contoh yang paling

sederhana ialah kaitan antara identitas dengan waktu.

Apakah Anda saat ini identik dengan Anda setahun ke

depan?2

Jika seekor ulat telah berubah menjadi kupu-

kupu, apakah kupu-kupu itu memiliki identitas yang

sama dengan ulat tadi? Jika kayu dibakar menjadi abu,

apakah abu dan kayu tadi merupakan identitas yang

sama? Jika nyala api pada suatu lilin nyaris padam, dan

tepat sebelum padam kita berhasil menyalakan sumbu

lilin lain, apakah api pada lilin baru merupakan

identitas yang sama dengan api yang baru padam tadi?

Definisi

Tentunya tidak mungkin pembaca tak

memahami apa itu definisi. Yang dimaksudkan dalam

bagian ini hanyalah memperjelas mengenai definisi

yang baik dan benar. Secara fungsional, definisi ialah

satu atau beberapa kalimat berupa penjelasan (ciri

atau batasan) tentang suatu objek yang mampu

mengantarkan pemikiran seseorang kepada objek

yang didefinisikan itu. Jelaslah untuk mengantarkan

pikiran seseorang terhadap suatu hal, maka perlu

2 Sebagai rujukan, cobalah cari dan baca tulisan tentang “Ship of

Theseus Paradox”.

Page 36: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

36

diberikan penjelasan yang berupa ciri-ciri dan

batasan-batasan dari hal tadi. Ciri-ciri dan batasan ini

dapat disampaikan dengan beragam cara dan

pendekatan.

Well, itu adalah definisi dari definisi menurut

saya, yang saya tinjau dari segi fungsional. Jadi, agar

seseorang dapat mengetahui apa yang ingin kita

sampaikan, kita bisa memberikan definisi tentang hal

itu. Patut juga diketahui bahwa definisi tidak berarti

definisi yang baik. Dalam Bahasa Indonesia, kata

“definisi” hampir sepadan dengan kata “peri” yang

berarti deskripsi, meskipun penggunaan kata “peri”

lebih terbatas semisal dalam “perikemanusiaan”,

“pemerian”, “perihal”, “tak terperi”, dan lain-lain.

Jika kita menggunakan gambaran umum

definisi, maka dapat kita kategorikan macam definisi

itu menjadi:

1) Definisi demonstratif, yakni dengan langsung

menunjukkan objek yang didefinisikan.

Contoh: Kalimat yang Anda baca ini berbahasa

Indonesia.

2) Definisi padanan, yakni memberikan

persamaan/padanan kata dari hal yang

didefinisikan.

Contoh: Biri-biri itu tidak lain ialah domba.

3) Definisi analitik, yaitu definisi yang memberikan

penjelasan dalam uraian yang rinci dan sistematis.

Page 37: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

37

Contoh: Bintang ialah benda langit yang utamanya

terbuat dari gas hidrogen serta memancarkan

panas dan radiasi elektromagnetik yang berasal

dari reaksi fusi nuklir dalam intinya.

4) Definisi deskriptif, yaitu definisi yang memberikan

penjelasan dalam bentuk pemaparan ciri-ciri saja.

Jadi, kita berupaya menggambarkan objek yang

hendak didefinisikan dengan menggunakan kata-

kata.

Contoh: Pisang ialah buah yang tumbuh dalam

tandan dari pohon sejenis semak raksasa,

berbentuk bulat panjang, agak melengkung,

kulitnya tebal namun lunak, jika matang berwarna

kuning dan rasanya manis.

Oke, sekarang mari kita perhatikan contoh

percakapan antara Sukma dan Barbara di bawah ini.

Barbara : “What is the meaning of “kucing” in

English?”

Sukma : “Engg… Kucing is…”

Sialnya Sukma tiba-tiba lupa Bahasa Inggris dari

kucing. Ia pun terpaksa memutar otak mencari definisi

untuk kucing.

Sukma : “Kucing is… miaww…”

Barbara : “Oh… a cat!”

Sukma : “Ah! Yes, yes… Kucing is cat.”

Page 38: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

38

Jadi di sini Sukma telah berhasil mengantarkan

pemikiran Barbara kepada mamalia yang mengeong

itu. Ia telah memberikan definisi untuk kucing, dengan

caranya sendiri tentunya.

Oke, mari kita akui definisi yang diberikan oleh

Sukma bukanlah definisi yang baik. Untuk membuat

definisi yang baik perlu diperhatikan syarat-syarat

berikut ini.

1. Menghindari menggunakan unsur-unsur yang

abstrak, apalagi memuat kata yang lebih abstrak

daripada kata yang hendak didefinisikan.

2. Tidak memuat makna unsur yang justru hendak

didefinisikan (looping).

3. Jelas dan tidak ambigu, sebuah definisi hanya

merujuk tepat pada yang hendak didefinisikan itu,

sehingga tidak ada dua entitas berbeda yang

memiliki definisi yang sama.

4. Seringkas mungkin tetapi tidak lebih ringkas lagi.

Untuk melengkapi tujuan dari definisi,

biasanya ditambahkan penjelasan berupa contoh atau

analogi. Namun demikian, definisi yang baik haruslah

cukup jelas dalam kalimat definisi itu sendiri. Sebagai

contoh definisi kurang baik, berikut beberapa definisi

menurut beberapa sumber yang pernah penulis

dengarkan:

1. esensi : sesuatu yang membuat sesuatu itu

menjadi sesuatu.

Page 39: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

39

2. berpikir : gerak akal dari satu titik ke titik lain3.

Silakan terpukau atau bingung membaca

definisi di atas. Masih cukup banyak orang yang

senang membuat definisi semacam itu. Mungkin

sekilas terdengar lebih puitis. Tetapi alih-alih

terdengar keren, definisi itu justru kehilangan

fungsinya untuk mengantarkan pemikiran seseorang

mengenai hal yang dimaksud. Untuk contoh pertama

misalnya, sesuatu yang mana yang dimaksud itu?

Absurd sekali. Lalu sesuatu yang membuat sesuatu itu

menjadi sesuatu ya sesuatu itu, masalahnya sesuatu

itu apa? Jadi apa lagi yang akan diperoleh lawan bicara

selain kebingungan? Untuk contoh ke-dua, berpikir

ialah gerak akal dari satu titik ke titik lain. Masalahnya

kata “akal” sendiri lebih abstrak daripada “berpikir”.

Lalu, bagaimana bisa akal itu bergerak? Dari titik

mana? Dan ke titik mana? Coba hampirilah seseorang

di jalan lalu katakanlah: “Gerak akal dari satu titik ke

titik lain, apakah itu?” Adakah yang mampu menebak

yang Anda maksud ialah berpikir?

Oke, saya akan mencoba mendefinisikan esensi

dan berpikir dengan kata-kata saya sendiri.

esensi : Segala sifat fisik ‘wajib’ yang melekat pada

suatu hal yang menjadi suatu ciri yang unik

3 Dalam materi kerangka berpikir ilmiah HMI diberikan penjelasan

lanjut, meskipun tampak juga kelemahannya.

Page 40: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

40

dan membedakan hal itu dengan hal

lainnya.

berpikir : proses memecahkan suatu permasalahan

dengan cara identifikasi masalah/fakta,

mencari peristiwa lampau yang memiliki

pola serupa, membandingkan (compare),

manganalisis, dan berupaya menarik

kesimpulan/penjelasan.

Ya, meskipun tidak terdengar puitis, tapi saya

kira definisi saya di atas lebih mampu membimbing

pikiran orang kepada hal yang dinamakan esensi dan

berpikir.

Himpunan dan Hirarki

Himpunan adalah kumpulan objek-objek

(elemen) dengan syarat tertentu. Objek-objek yang

memenuhi syarat suatu himpunan dapat kita

masukkan ke dalam himpunan tadi, misalkan sapi,

kerbau, dan kambing merupakan elemen dari

himpunan hewan bertanduk. Terkadang, syarat suatu

himpunan tidak perlu diberikan secara eksplisit, kita

cukup memberikan elemen-elemen dalam suatu

himpunan.

Dua atau lebih himpunan dapat digabung

(union) atau saling beririsan (intersection). Misalkan

himpunan manusia laki-laki digabung dengan

Page 41: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

41

himpunan manusia perempuan menjadi himpunan

manusia. Secara matematis, gabungan himpunan A

dan B ditulis 𝐴 ∪ 𝐵. Adapun irisan himpunan A dan B

adalah kelompok elemen-elemen yang merupakan

anggota himpunan A sekaligus anggota himpunan B,

secara matematis ditulis 𝐴 ∩ 𝐵. Contohnya himpunan

bilangan genap dan himpunan bilangan prima

beririskan di 2.

Dari definisi gabungan dan irisan itu, dapatlah

kita temukan hubungan di antara keduanya

𝐴 ∪ 𝐵 = 𝐴 + 𝐵 − (𝐴 ∩ 𝐵

Selain itu, dikenal pula himpunan bagian

(subset) dan himpunan induk (superset). Jika

himpunan A (misalkan himpunan hewan mamalia)

merupakan bagian dari himpunan B (misalkan

himpunan hewan bertulang belakang), disebut A

subset dari B, 𝐴 ⊂ 𝐵 atau B superset dari A, 𝐵 ⊃ 𝐴 .

Himpunan-himpunan tertentu dapat

membentuk hirarki berdasarkan pola subset–superset

ini, salah satu yang sangat akrab ialah pola umum–

khusus. Himpunan induk dapat berisikan beberapa

himpunan bagian. Himpunan-himpunan bagian ini

memiliki semua properti dari himpunan induk, selain

memiliki properti lain yang berbeda antara satu

himpunan bagian dengan himpunan bagian yang lain.

Tentunya himpunan bagian ini dapat menjadi

himpunan induk bagi himpunan bagian yang lain.

Page 42: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

42

Dengan demikian, semua yang berlaku pada himpunan

induk dapat dipastikan berlaku pada himpunan-

himpunan bagiannya (spesialisasi), tetapi tidak berarti

semua yang berlaku pada satu himpunan bagian

berlaku pula pada himpunan induk dan himpunan-

himpunan bagian lainnya (generalisasi). Oleh karena

itu, kita harus berhati-hati dalam melakukan

generalisasi. Dalam melakukan generalisasi, kita harus

memastikan hal yang digeneralisasikan itu adalah

properti berlaku secara umum.

Analogi

Analogi ialah salah satu metode berpikir yang

paling mendasar, bisa dibilang sebagai salah satu

metode berpikir yang paling primitif selain

pengambilan kesimpulan secara langsung dari

pengamatan.

Prinsipnya, analogi ialah membandingkan

faktor-faktor dari suatu masalah yang dihadapi dengan

faktor-faktor dari masalah/contoh kasus lain yang

telah kita ketahui prinsip atau solusinya. Jika ternyata

banyak kesamaan faktor antara masalah yang kita

hadapi dengan contoh kasus X, maka diambillah

kesimpulan solusi dari masalah kita akan serupa

dengan solusi dari contoh kasus yang kita jadikan

pembanding.

Page 43: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

43

Contoh sederhana pengambilan kesimpulan

berdasarkan analogi:

1. Kadal terbang memiliki lembaran kulit di sisi

tubuhnya untuk membantunya melayang dari

pohon ke pohon. Jenis tupai tertentu memiliki

lembaran kulit di sisi tubuhnya, maka

kesimpulannya tupai itu juga dapat melayang dari

pohon ke pohon.

2. Kita tidak punya bukti dinosaurus berdarah dingin

atau berdarah panas. Dinosaurus itu reptil, dan

semua reptil yang hidup sekarang berdarah dingin.

Kesimpulannya dinosaurus berdarah dingin.

Analogi sangatlah praktis, dan bisa dikatakan

cukup mudah. Tetapi patut diingat analogi yang

dangkal kemungkinan tidak tepat. Kekeliruan ini

terjadi karena kita salah mengambil contoh kasus yang

dijadikan pembanding. Kasus pembanding itu

mungkin memiliki faktor-faktor yang serupa dengan

masalah kita, tapi faktor-faktor yang serupa itu tidak

ada hubungannya dengan konteks masalah (bukan

indikator yang benar), kesamaan itu ada di luar

konteks masalah. Berikut contoh pengambilan

kesimpulan menggunakan analogi yang keliru.

1. Lembaga hukum dan peradilan berupaya

menegakkan hukum. Kesimpulannya, semakin

banyak lembaga hukum dan peradilannya di suatu

negara maka negara itu pasti semakin tertib dan

adil.

Page 44: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

44

2. Sapi, kambing, dan kerbau punya tanduk, mereka

makan dedaunan. Singa, serigala, dan beruang

tidak punya tanduk, mereka makan daging. Kuda

tidak punya tanduk, kesimpulannya kuda makan

daging seperti halnya singa, serigala, dan beruang.

3. Perhatikan gambar perahu layar dan speedboat

yang sedang melaju di bawah ini. Apakah ada yang

keliru dengan gambar perahu layarnya?

Pada contoh pertama kekeliruan terjadi karena

lembaga hukum berfungsi untuk menegakkan hukum.

Jika terlalu banyak lembaga hukum itu malah

mengindikasikan tingginya pelanggaran hukum. Kasus

yang analog ialah obat berguna untuk menyembuhkan

orang sakit, tapi di mana banyak terdapat obat, tidak

berarti di situ banyak orang sehat, malah besar

kemungkinan di situ terdapat orang sakit.

Gambar 2.1. Perahu layar dan speedboat.

Page 45: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

45

Pada contoh ke-dua kita salah memilih faktor

yang termasuk dalam indikator permasalahan.

Permasalahan pada contoh ke-dua ialah “makanan”,

sehingga tanduk bukanlah faktor yang cocok

digunakan sebagai indikator dalam pemilihan kasus

yang analog. Jadi, meskipun benar dalam hal

kepemilikan tanduk kuda lebih menyerupai singa dan

serigala, tetapi kita tak dapat menggeneralisasikan

makanan singa dan serigala sebagai makanan kuda

karena tanduk tak ada hubungannya dengan makanan.

Faktor yang lebih cocok digunakan sebagai indikator

ialah bentuk gigi dan kuku/cakar, karena kuku

digunakan untuk memperoleh makanan dan gigi

digunakan untuk mengoyak atau mengunyah

makanan. Jika kita menggunakan kuku dan gigi

sebagai indikator, maka kuda jelas lebih menyerupai

kambing dan kerbau. Jadi, kesimpulannya kuda

memakan dedaunan, dan kenyataannya pun demikian.

Pada contoh ke-tiga saya cukup yakin Anda

tidak akan menemukan kejanggalan kecuali Anda

seorang pelaut atau sudah akrab dengan perahu.

Nyatanya, bendera dari perahu layar itu mengarah ke

depan (jika perahu bergerak ke arah depan), bukan ke

belakang. Hal ini disebabkan perahu layar bergerak

maju jika angin menghembuskannya dari belakang ke

depan, yang berarti meniup bendera ke depan. Jadi

arah bendera pada perahu layar tidak analog dengan

arah bendera pada speedboat atau kendaraan lain yang

digerakkan oleh mesin.

Page 46: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

46

Generalisasi

Generalisasi merupakan hal yang sangat

penting dan riskan dalam analogi. Secara umum,

generalisasi ialah menganggap sifat-sifat yang melekat

pada suatu hal juga dimiliki oleh hal lain yang

merupakan hiperterm (hal yang lebih umum) dari hal

tadi. Generalisasi melibatkan teori himpunan tentang

subset – superset dan pemahaman mengenai sifat

esensial dan aksidensial dari suatu substansi.

Misal substansi yang ditinjau adalah “hewan”,

maka himpunan hewan dapat merangkum

subset/himpunan bagian “moluska”, “arthropoda”,

“chordata 4 ”, dan lain-lain. Sifat-sifat perlu bagi

substansi yang ditinjau menjadi esensi bagi subset-

subset yang terkandung di dalam set “hewan”. Atau

dalam alur terbalik, subset-subset tadi dapat

digolongkan dalam superset “hewan” karena memiliki

syarat himpunan (esensi “hewan”, antara lain

bertumbuh, memerlukan makanan, bernafas,

berkembang biak, dan melakukan metabolisme.

Selanjutnya, sifat-sifat lain dari tiap-tiap subset yang

saling berbeda antara subset satu dengan subset

lainnya kita sebut aksiden dari himpunan “hewan”

seperti tak bertulang sejati (moluska), anggota gerak

4 Divisi dari kingdom animalia yang berisikan hewan-hewan yang

memiliki sumbu tubuh (notochord) pada arah anterior – posterior, semisal tulang belakang atau bentuk serupa yang lebih sederhana. Vertebrata termasuk dalam divisi ini.

Page 47: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

47

berbuku-buku (arthropoda), dan memiliki sumbu

tubuh (chordata).

Namun, jika kita tinjau “chordata” sebagai

substansi, maka yang tadi merupakan aksiden bagi

“hewan” dapat menjadi esensi bagi “chordata”, semisal

memiliki sumbu tubuh. Dengan demikian diperoleh

hasil bahwa esensi dari suatu himpunan pastilah

menjadi esensi bagi subset-subsetnya, namun tidak

berarti semua esensi dari suatu subset juga

merupakan esensi bagi himpunan induknya. Hal inilah

yang perlu diperhatikan dalam generalisasi dalam

beranalogi. Patut diperhatikan apakah sifat yang

digeneralisasikan itu merupakan esensi dari

himpunan induk ataukah bukan.

Dualisme dan Dikotomi

Dualisme merupakan paham bahwa setiap hal

di dunia ini tercipta secara berpasang-pasangan yang

saling berlawanan. Baik-buruk, benar-salah, hitam-

putih, panas-dingin, terang-gelap, panjang-pendek,

kaya-miskin, feminim-maskulin, pintar-bodoh, dan

sebagainya. Ada pun dikotomi merupakan

pengklasifikasian menjadi dua entitas yang

berlawanan. Jadi jelaslah dualisme pasti berwujud

dikotomi, tetapi menggunakan dikotomi tidak berarti

harus menganut paham dualisme.

Page 48: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

48

Dikotomi dibuat oleh manusia untuk

mempermudah pemahaman tentang dua hal yang

saling berlawanan. Namun dua hal yang saling

berlawanan belum tentu adalah dua terma berbeda

yang memang saling berlawanan. Contohnya ialah

panas-dingin. Sepintas terlihat panas dan dingin saling

berlawanan, masalahnya kita tidak punya batas yang

jelas antara panas dan dingin. Padahal, jika panas dan

dingin merupakan suatu elementer yang berbeda dan

saling berlawanan, pastilah sangat mudah

membedakan antara keduanya. Sekarang kita tahu

bahwa panas dan dingin hanyalah persepsi kita

terhadap banyak atau sedikitnya kalor dalam suatu

benda. Makin banyak kalor yang dikandung suatu zat,

makin panaslah ia, sehingga tidak ada batas yang jelas

antara panas dan dingin.

Untuk membuktikan bahwa panas dan dingin

hanyalah persepsi, Anda dapat mengulang eksperimen

yang diajarkan saat SD dulu, yakni dengan merendam

tangan kanan ke air panas dan tangan kiri ke air es

selama tiga hingga lima menit, lalu kedua tangan

dicelupkan bersamaan dalam air bersuhu kamar.

Tangan yang telah direndam di air panas akan

menanggapi penurunan suhu sebagai rasa dingin,

sedangkan tangan yang telah direndam di air es akan

menanggapi kenaikan suhu sebagai rasa panas. Jadi,

meskipun kedua tangan dicelupkan ke dalam air

bersuhu sama, tangan kanan Anda akan merasakan

dingin dan tangan kiri Anda akan merasakan panas.

Page 49: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

49

Jadi, kebanyakan kualitas yang tampak

hanyalah sebuah persepsi dari kuantitas yang berbeda

dari suatu elementer. Hal yang sama berlaku untuk

pasangan gelap-terang, panjang-pendek, pintar-bodoh,

dan lainnya. Untuk kasus gelap-terang, elementernya

ialah cahaya/foton. Untuk kasus panjang-pendek,

elementernya ialah dimensi panjang (pendek hanyalah

berarti kurang panjang). Untuk kasus pintar-bodoh,

elementernya ialah pengetahuan. Tetapi patut

diperhatikan, terdapat pula pandangan yang

menyatakan semua kualitas hanyalah persepsi dari

kuantitas elementernya. Pandangan ini betul, tetapi

tidak selalu terbukti benar. Salah satu contoh untuk

membantah pandangan ini ialah adanya kondisi netral.

Contoh yang paling populer ialah pasangan baik-

buruk. Apakah elementer dari pasangan baik-buruk?

Kebanyakan orang yang menganut pandangan ‘anti-

dualisme’ mengatakan elementernya ialah kebaikan.

Kejahatan atau keburukan hanyalah ketiadaan dari

kebaikan. Kualitas hanyalah persepsi.

Tetapi, ada satu contoh yang tak sesuai dengan

pandangan di atas, ambillah contoh perilaku Acok,

Boneng, dan Choky. Asumsikan pada suatu hari Acok

hanya melakukan kebaikan saja, Boneng cuma

tiduran—tidak melakukan apa-apa seharian penuh,

dan Choky hanya melakukan tindakan-tindakan zalim

saja. Jelaslah hanya Acok yang melakukan tindakan

baik, Boneng dan Choky sama sekali tidak. Jika baik

dan jahat hanyalah persepsi dari kadar kebaikan,

Page 50: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

50

maka jelaslah pada hari itu Acok merupakan orang

baik sedangkan Boneng dan Choky sama jahatnya

(karena sama-sama tidak melakukan kebaikan).

Padahal menurut logika kita tidak mungkin Boneng

sama jahatnya dengan Choky. Kita dapat menyebut

Boneng bersifat netral, tidak melakukan kebaikan dan

tidak pula melakukan kejahatan. Jika baik-jahat

merupakan kadar dari suatu elementer, maka keadaan

“kadar nol” (tidak memiliki kadar sama sekali)

pastilah berada pada salah satu terminal, bukan

bersifat netral atau berada di tengah-tengah terminal.

Jadi, di sini kita telah mencoba membuktikan

bahwa beberapa hal ternyata tidak bisa dianggap

sebagai persepsi dari kuantitas elementer saja.

Beberapa hal nampak seperti memang diciptakan

sebagai dualitas. Pandangan akhir tetaplah menjadi

hak Anda untuk menentukannya sendiri.

Kekeliruan (Fallacy)

Kekeliruan ialah kesalahan pengambilan

kesimpulan, membuat kesimpulan yang tidak benar.

Pada pembahasan tentang analogi telah diberikan

beberapa contoh mengenai kesalahan dalam menarik

kesimpulan, inilah yang disebut sebagai kekeliruan.

Ada dua hal yang dapat membuat kita salah

mengambil kesimpulan yaitu:

Page 51: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

51

1. Kesalahan mengidentifikasi masalah (semisal

kesalahan merumuskan premis/pernyataan).

2. Kesalahan dalam proses pemecahan masalah.

Kedua hal di atas terjadi akibat minimnya

pengetahuan/pengalaman atau karena kita kurang

teliti. Kekeliruan dapat saja disadari keberadaannya

akibat adanya ketidaklogisan dari kesimpulan yang

keliru itu. Ketidaklogisan ini dapat berupa

ketidakkonsistenan atau paradoks.

Contoh kekeliruan dalam menarik kesimpulan:

1. Kuda itu hewan, kucing itu bukan kuda. Jadi,

kucing itu bukan hewan.

2. Api yang berwarna biru lebih panas daripada api

yang berwarna merah dan kuning. Api kompor gas

berwarna biru sedangkan Matahari berwarna

kuning. Artinya akan terasa lebih panas jika

berdiri 10 meter di depan kompor gas dibanding

jika berdiri 10 meter di depan Matahari.

3. Di sebuah jalan di kota X, terlihat air yang

ditumpahkan mengalir dari tempat yang lebih

rendah ke tempat yang lebih tinggi. Sepertinya di

jalan ini hukum gravitasi Newton tidak berlaku.

Untuk contoh pertama, kesalahannya terletak

pada proses penalaran dan pengambilan keputusan

yang tidak valid. Kuda dan kucing tidak setara dengan

hewan, sebab hewan merupakan hipernim (lebih

umum) dari kuda dan kucing. Dalam bahasa

Page 52: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

52

matematik, hewan disebut superset dari kuda, dengan

kata lain kuda termasuk elemen dalam hewan dan

terdapat elemen-elemen lain yang juga termuat dalam

himpunan “hewan”. Jadi, tidak berarti bila bukan kuda

berarti bukan hewan.

Untuk contoh ke-dua, kekeliruannya terdapat

dalam penalaran. Meskipun api kompor gas lebih

panas daripada permukaan Matahari, tetapi daya atau

energi dari api kompor gas sangat jauh lebih kecil

daripada Matahari. Akibatnya, semakin jauh dari

sumber panas, suhu lingkungan di sekitar api kompor

gas menurun jauh lebih cepat dibanding suhu

lingkungan di sekitar Matahari. Berdasarkan

persamaan Stefan-Boltzmann,

𝑃 = 4𝜋𝑟2𝑒𝜎𝑇4

Nampak bahwa perubahan suhu terhadap

jarak, 𝑑𝑇

𝑑𝑟= −

𝑃

64𝜋𝑒𝜎

1

4𝑟−3/2 . Jika dihitung, akan

diperoleh hasil yang sesuai dengan kenyataan bahwa

Matahari pada jarak seratusan juka kilometer lebih

panas dari pada api kompor gas dari jarak sepuluh

meter.

Untuk contoh ke-tiga, hal yang menarik ialah

ada banyak kekeliruan di situ. Yang pertama, hukum

gravitasi Newton menyatakan benda bermassa akan

saling tarik-menarik. Implikasinya, benda-benda di

dekat permukaan Bumi akan tertarik ke arah pusat

massa Bumi (ke arah bawah). Jadi manakah yang lebih

Page 53: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

53

dapat dipercaya untuk mengetahui arah bawah,

hukum gravitasi ataukah pengelihatan? Saat tukang

memasang ubin, apakah yang mereka andalkan agar

ubin terpasang lurus? Apakah mengandalkan

penglihatan langsung untuk mengetahui kemiringan

lantai ataukah menggunakan waterpass? Jadi sangat

jelas, jika air nampak mengalir ke daerah yang lebih

“tinggi”, maka berarti bukan hukum gravitasi yang

salah melainkan pengelihatan kita yang salah (ilusi

optik). Lagi pula, seandainya hukum Newton memang

tidak berlaku di daerah itu—alih-alih airnya mengalir

ke tempat lebih tinggi—air, Anda, dan mobil Andalah

yang akan naik mengambang ke udara.

3. Perangkat Berpikir

Pengetahuan ialah hal-hal apa saja yang

pernah terekam dan tersimpan dalam ingatan

manusia, baik itu melalui pengalaman, ilham, atau

hasil pemikiran sebelumnya.

Logika atau penalaran ialah proses

memecahkan permasalahan baru dengan

menggunakan pengetahuan sebagai modalnya dan

metodologi berpikir sebagai langkahnya. Metodologi

berpikir dapat kita golongkan yaitu:

1. metode deduksi (analisis)

2. metode induksi (sintetis)

Page 54: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

54

Sistematika, aturan, dan klasifikasi ialah pola-

pola atau teori baku yang dibuat untuk memudahkan

pengambilan kesimpulan tanpa perlu menggunakan

penalaran yang mendalam. Misalkan dengan

penalaran yang mendalam, kita mengambil

kesimpulan dari persoalan hubungan antara harga dan

permintaan-penawaran.

Bila jumlah barang yang ditawarkan terbatas

sedangkan permintaan konsumen tinggi (banyak

masyarakat yang membutuhkannya), maka para

penjual akan menjual barangnya dengan harga yang

lebih mahal karena toh meski mahal sedikit tetap saja

dagangannya akan laku karena bagaimanapun

konsumen memerlukan barang itu dan tidak banyak

yang menawarkannya sehingga mereka tetap akan

membelinya (tidak punya pilihan lain).

Bila jumlah barang yang ditawarkan melimpah

sedangkan permintaan konsumen rendah (masyarakat

tak terlalu membutuhkannya), maka para penjual

terpaksa menurunkan harga barangnya agar konsumen

yang awalnya tidak ingin membeli (karena tidak terlalu

butuh) pada akhirnya terpancing untuk membeli

karena toh harganya tidak seberapa. Selain itu penjual

juga menurunkan harga barang agar cenderung lebih

rendah daripada harga yang ditawarkan pedagang lain

(pesaing) yang juga banyak menjual barang serupa

supaya konsumen lebih memilih membeli darinya.

Page 55: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

55

Jadi, dari penalaran mendalam di atas,

diperoleh hukum permintaan dan penawaran:

“Harga berbanding lurus dengan permintaan

dan berbanding terbalik dengan penawaran (ceteris

paribus5).”

Dengan hukum permintaan dan penawaran,

jika kita menemukan suatu kasus, misalkan

memprediksi harga cabai menjelang lebaran, maka

berdasarkan hukum permintaan dengan mudah

diketahui harga cabai akan naik karena banyak orang

membutuhkan cabai (permintaan tinggi) menjelang

lebaran. Jadi hukum ini bersifat praktis, sudah terpola:

jika ini maka itu—sehingga kita tak perlu lagi

melakukan penalaran yang mendalam. Kita cukup

melakukan penalaran mendalam sekali saja dalam tiap

model kasus, yakni untuk menemukan hukum (atau

membuktikan yang sudah ada) atau pola yang berlaku

dalam kasus sejenis.

Bagi beberapa orang, mereka lebih suka

menganalisis dan menalarkan suatu fenomena secara

mendalam alih-alih hanya menggunakan pola atau

aturan kompleks yang sudah tersusun (formulasi),

tentunya terkecuali jika pemecahan dari suatu

masalah itu perlu diperoleh dengan segera. Pun bila

demikian, setelah selesai mendapatkan pemecahan

masalah menggunakan aturan itu, setelah lewat

5 Jika faktor-faktor lainnya tetap atau dianggap tetap.

Page 56: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

56

tuntutannya, mereka akan kembali memikirkan

persoalan tadi dengan penalaran mendalam, yang

memberikan kesenangan bagi orang-orang semacam

itu. Orang-orang yang seperti itu ialah pemikir tulen,

yang senang menjungkirbalikkan logikanya, berpikir

siang-malam demi memuaskan dahaganya. Buku ini

dibuat dengan harapan Anda memiliki—meskipun

hanya sedikit saja—sifat-sifat pemikir seperti itu.

Janganlah hanya mengandalkan formula “siap pakai”

untuk memecahkan masalah. Setidaknya, sekali Anda

telah berpikir secara mendalam untuk membuktikan

bahwa aturan itu memang benar. Jika Anda telah

berhasil membuktikan aturan itu benar (dengan

demikian Anda telah memahami aturan itu), maka

dalam persoalan lain yang sejenis Anda dapat

langsung menemukan solusinya dengan aturan tadi

tanpa ada perasaan ragu.

Berikut ini kelemahan dari memecahkan

masalah hanya dengan menggunakan formula tanpa

pernah membuktikan kebenaran formula itu sendiri.

1. Kita sebenarnya tidak mengerti solusi dari suatu

permasalahan, kita hanya sekedar tahu

permasalahan ini solusinya ialah itu.

2. Seandainya formula atau pola itu keliru, maka kita

juga akan keliru. Dengan demikian kita

menempatkan diri sendiri dalam posisi yang

menawarkan diri untuk dibodohi oleh orang lain.

3. Pada permasalahan yang cukup kompleks,

terkadang ada suatu faktor yang tidak

Page 57: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

57

diperhitungkan oleh formula yang dikenal (di luar

batasan kesahihannya), sehingga untuk

memperoleh solusinya formula tadi harus

dimodifikasi atau digeneralisasi. Jika kita tak

menganalisis masalah itu, maka kita tidak akan

mengetahui hal ini sehingga pemecahan yang kita

peroleh dari aturan baku tadi menjadi tidak atau

kurang tepat.

Sebagai contoh, kita semua tahu bahwa semua

bilangan jika dipangkatkan nol hasilnya adalah satu.

Yang membedakan adalah beberapa orang “tahu apa”

dan beberapa orang yang lain “tahu bagaimana”. Oke,

di sini akan saya buktikan mengapa sembarang

bilangan jika dipangkatkan nol hasilnya selalu satu.

𝑎0 = 𝑎𝑏−𝑏

Mengingat pemangkatan x adalah perkalian

berulang sebanyak x, maka pengurangan pangkat

sebesar y berarti kita perlu membaginya berulang

sebanyak y.

𝑎𝑏−𝑏 =𝑎𝑏

𝑎𝑏= 1

Saya tidak mengatakan bahwa pola dan

formula-formula itu tidak penting, malah saya

menegaskan bahwa mereka itu sangat penting. Tetapi

alangkah bijaknya, di saat tidak begitu sibuk, kita

berusaha menganalisis suatu persoalan secara

mendalam, dengan menggunakan aturan-aturan

Page 58: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

58

baku/dasar, dan meminimalkan penggunaan formula

jadi siap pakai. Untuk itu dirasa perlu untuk

membahas sedikit pola-pola dan aturan-aturan baku

berdasarkan tingkat kepercayaannya.

1. Aksioma

Aksioma merupakan suatu hal yang tak perlu

diragukan kebenarannya karena jelas pada dirinya

sendiri. Hal ini dikarenakan aksioma ialah

kebenaran definitif.

Contoh:

1 + 1 = 2. Kebenaran definitif maksudnya 1 + 1

ialah suatu bilangan yang nilainya setara

dengan 1 lalu diberi lagi 1. Nah, kita sepakat

jumlah itu diberi nama “2”.

Jarak antara semua titik di keliling lingkaran

ke pusatnya pastilah sama, karena jika tidak

sama namanya bukan lingkaran.

2. Teorema

Teorema bukanlah suatu kebenaran definitif,

tetapi kebenarannya telah terbukti secara

matematis dan selalu sesuai dengan realita

sehingga tidak ada keraguan mengenai

kebenarannya. Teorema merupakan implikasi

langsung dari beberapa aksioma.

Contoh:

Teorema Pythagoras, yang menyatakan

kuadrat panjang sisi miring suatu segitiga siku-

Page 59: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

59

siku6 sama dengan jumlah kuadrat panjang

kedua sisi lainnya.

Pusat suatu segiempat pasti berada pada

perpotongan diagonal-diagonalnya.

3. Hukum (law)

Hukum ialah suatu pola kebenaran yang logis dan

telah terbukti kebenarannya secara empiris

sampai dengan lingkup yang dimaksudkan oleh

hukum tadi dan tidak ada penjelasan lain yang

sesuai dengan realita.

Contoh:

Hukum gravitasi Newton merumuskan gaya

gravitasi bergantung antara dua benda sebanding

dengan perkalian massa kedua benda dibagi

dengan kuadrat jaraknya. Hal ini telah terbukti

berkali-kali dalam percobaan menggunakan

sembarang materi dalam keadaan apa pun yang

dibatasi oleh hukumnya sendiri (dalam kasus

hukum gravitasi Newton, hukum ini hanya berlaku

untuk keadaan non-relativistik).

Hukum permintaan dan penawaran juga termasuk

hukum karena telah berkali-kali dibuktikan

kebenarannya dalam realita dan tidak pernah

ditemukan hukum ini tak berlaku dalam batasan

hukumnya (yakni ceteris paribus).

4. Teori

Teori hampir serupa dengan hukum, tetapi

kepercayaannya lebih lemah. Meskipun teori

6 Dimaksudkan segitiga planar (datar).

Page 60: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

60

sudah dibuktikan secara parsial cocok dengan

kenyataan, tetapi masih dimungkinkan adanya

penjelasan lain yang juga dapat sesuai dengan

kenyataan. Terkadang, perbedaan antara hukum

dan teori sangatlah tipis.

Contoh:

Teori Big Bang memberikan hasil yang sesuai

dengan data-data yang kita peroleh dari alam

semesta masa kini. Teori ini juga memberikan

mekanisme evolusi alam semesta yang sangat

masuk akal. Tapi bagaimanapun, karena kita tak

bisa mengulangi percobaan “membuat alam

semesta”, kita belum dapat memastikan bahwa

kenyataannya memang seperti teori Big Bang.

5. Hipotesa

Hipotesa ialah “kebenaran” yang paling rendah

tingkat kepercayaannya. Syarat bagi hipotesa ialah

“dapat menjelaskan”, tetapi belum terbukti

kebenarannya melalui percobaan nyata. Patut

diingat yang nampak logis belum tentu kenyataan.

Contoh:

Prinsip many-worlds interpretation 7 merupakan

hipotesa untuk aturan yang berlaku bagi

perjalanan waktu. Prinsip ini logis (tidak

menimbulkan pertentangan dengan kenyataan dan

dirinya sendiri), namun belum dapat dibuktikan

kebenarannya dalam eksperimen.

7 Hipotesis yang menyatakan terdapat tak hingga banyaknya alam

semesta parallel (alam semesta yang memiliki sejarahnya sendiri-sendiri).

Page 61: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

61

Nah, sekarang kita akan membahas aturan-

aturan baku dalam logika. Beberapa yang fundamental

saya rangkumkan di bawah ini.

1. Hukum identitas

Suatu identitas yang paling sederhana (makna

sempit) dari suatu objek adalah objek itu sendiri

pada waktu yang sama.

2. Hukum kausalitas

Semua hal akan menjadi sebab bagi hal lain dan

tak ada hal yang tidak terlahir dari suatu akibat.

3. Hukum kontradiksi Ptolomeus

Hukum kontradiksi Ptolomeus menyatakan bahwa

kebenaran pada suatu identitas tidak mungkin

saling kontradiksi. Misalkan jumlah kaki meja

belajar saya, pada saat yang sama, tidak mungkin

empat sekaligus bukan empat. Jumlah kaki meja

belajar saya pastilah empat saja atau bukan empat

saja pada saat yang sama. Contoh lain tidak

mungkin suatu benda basah disaat yang sama ia

tidak basah.

Masih banyak aturan-aturan/konsep-konsep

klasik tentang dasar berpikir. Untuk sementara ketiga

itu yang dianggap penting. Selebihnya Anda dapat

mencarinya pada buku-buku lain.

Page 62: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

62

4. Berpikir Ilmiah

Telah dijabarkan pada bab 1 mengenai posisi

ilmu dalam pengetahuan dan pada bab 2 mengenai

berpikir. Pengetahuan adalah hasil dari pengalaman

dan proses berpikir, dari yang tersederhana (misalnya

menghubungkan benda dan namanya) hingga yang

paling rumit. Ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh

dari metode berpikir khusus yang disebut metode

berpikir ilmiah. Metode berpikir ilmiah adalah metode

yang sangat baik namun terbatas. Yang dimaksud

dengan terbatas di sini adalah berpikir ilmiah tidak

dapat digunakan untuk hal-hal yang tidak memenuhi

syarat utama ilmu, yakni empiris. Tetapi untuk hal-hal

yang empiris, metode berpikir ilmiah memberikan

penawaran yang baik dalam memecahkan suatu

permasalahan.

Dasar berpikir ilmiah ialah menganggap

permasalahan sebagai objek yang akan diteliti dalam

laboratorium. Kita harus meninggalkan opini-opini

dan prasangka yang kita punyai terhadap objek itu,

lalu melaksanakan “pembedahan”, “penggabungan”,

dan mengukur hasil-hasilnya. Setelah itu dapat ditarik

kesimpulan menggunakan metode-metode yang telah

disinggung sebelumnya sebagai solusi dari

permasalahan.

Dapat dirangkumkan beberapa ciri berpikir

ilmiah ialah sebagai berikut:

Page 63: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

63

1. Objektif, bebas dari opini dan prasangka,

menggunakan data yang faktual.

2. Rasional, menggunakan metode analisis yang valid

dan logis.

3. Kritis, berpandangan terbuka tetapi tetap skeptis,

tidak menerima kebenaran suatu pendapat yang

belum teruji kebenarannya.

4. Sistematis, berdasarkan langkah-langkah yang

terarah, terencana, dan terukur.

5. Universal, berlaku umum serta dapat diuji ulang

untuk membuktikan kebenarannya.

Sangat banyak buku maupun artikel-artikel

yang membahas kerangka berpikir ilmiah secara

lengkap, oleh sebab itu penjelasan lanjut mengenai

kerangka berpikir ilmiah tidak akan dibahas di sini.

Namun, di sini akan diperjelas kembali bahwa metode

berpikir ilmiah hanya dijamin ampuh untuk hal-hal

yang ilmiah, hal-hal yang empiris. Pengertian empiris

sebagai dapat diindera jangan diterjemahkan secara

sempit sebagai dapat diindera secara langsung.

Sebagian orang meremehkan konsep berpikir ilmiah

yang berbasis inderawi dengan dalih indera sangat

terbatas kemampuannya dan dapat menciptakan ilusi,

seperti dispersi pensil yang sebagian dicelup ke dalam

air atau ilusi terhadap panas. Kita dapat membuat

rumus dispersi dengan mencoba kemiringan pensil

yang berbeda-beda dan menghitung sudut biasnya.

Begitu pula kita dapat membuat termometer untuk

mengukur suhu, dengan skala yang mudah dibaca

Page 64: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

64

dengan mata. Instrumen dapat membantu indera kita

untuk mengukur fenomena fisis dengan cermat.

Pada kenyataannya, nampaknya dunia ini tidak

hanya berisi objek-objek fisis, ataukah ada objek-objek

fisis yang belum dapat diempiriskan. Untuk itu,

metode berpikir ilmiah tidak menjamin memberikan

hasil yang baik. Untuk itu pula kita harus dapat

memisahkan antara pengetahuan yang merupakan

ilmu dan pengetahuan yang bukan merupakan ilmu

sehingga tidak keliru dalam penggunaan metode

berpikir.

Page 65: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

65

Bab 3

LOGIKA MATEMATIKA

1. Proposisi dan Operator Logika

Proposisi

Proposisi ialah pernyataan yang hanya dapat

bernilai benar dan salah, tidak mungkin keduanya

(benar tetapi juga salah) dan tidak mungkin juga

bukan keduanya (tidak benar juga tidak salah). Oleh

karena itu berlaku dikotomi untuk kebenaran suatu

proposisi, yakni nilai “1” untuk nilai “benar” serta nilai

“0” untuk nilai “salah”. Contoh pernyataan yang

merupakan proposisi antara lain:

1. Sukarno ialah presiden pertama Republik

Inonesia.

2. Asia ialah benua terkecil di dunia.

3. Diameter Bumi di katulistiwanya ialah (12.756,3 ±

0,1) km.

4. Penemu bola lampu pijar ialah Rene Descartes.

Contoh pernyataan yang bukan proposisi ialah:

1. Sayur pare rasanya sangat tidak enak.

2. Pulau Lombok lebih indah daripada Pulau Bali.

3. Rina lebih cantik daripada Rani.

Page 66: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

66

4. Sidik itu tampan.

Pada kalimat proposisi, nilai kebenarannya

hanya mungkin “benar” (seperti nomor 1 dan 3) atau

“salah” (seperti nomor 2 dan 4 . Sedangkan pada

pernyataan yang bukan proposisi, hanya berupa opini

yang kebenarannya sangat subjektif. Bagaimanapun,

sering sebuah kalimat tidaklah jelas merupakan

proposisi atau bukan. Misalnya, “Ruangan ini kotor”

adalah sebuah opini, bukan proposisi. Tiap-tiap orang

dapat setuju atau tidak setuju tentang kebenarannya.

Tetapi jika kita mengatakan “Anjungan Pantai Losari

kotor sekali setelah konser musik”, meskipun kalimat

ini juga merupakan opini, namun semua orang waras

akan menyetujui kebenarannya.

Contoh lain, pernyataan “Jejari Matahari ialah

6,9 × 105 km” ialah suatu proposisi yang bernilai

benar. Tapi toh ternyata masih ada kelompok yang

mengklaim jejari Matahari hanyalah beberapa

kilometer dan tergantung di langit tidak jauh dari

Bumi. Jadi apakah pernyataan itu tidak sah lagi

digolongkan sebagai proposisi?

Berikut ini contoh populer dari filsuf John W.

Carrol yang dikutip oleh Stephen Hawking dalam

bukunya The Grand Design:

1. Semua bola emas garis tengahnya lebih pendek

daripada satu mil.

Page 67: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

67

2. Semua bola uranium-235 garis tengahnya lebih

pendek daripada satu mil.

Pengamatan kita di dunia, dan dari apa yang

kita ketahui dalam sejarah, tidak pernah ada bola emas

yang garis tengahnya lebih besar daripada satu mil.

Jadi kita dapat cukup yakin tidak akan pernah ada bola

emas yang garis tengahnya lebih dari satu mil. Tetapi

bagaimanapun, kita tak punya alasan untuk

mengatakan tidak bisa ada bola emas yang garis

tengahnya lebih besar daripada satu mil.

Agak berbeda halnya dengan kalimat ke-dua.

“Semua bola uranium-235 garis tengahnya lebih

pendek daripada satu mil” dapat dianggap hukum

(yang jelas nilai kebenarannya) karena berdasarkan

apa yang diketahui dalam fisika nuklir, kalau ada bola

uranium-235 yang garis tengahnya lebih panjang dari

15 cm, maka bola itu akan hancur sendiri dalam

ledakan nuklir. Jadi kita dapat yakin tidak ada bola

uranium-235 yang garis tengahnya lebih besar

daripada satu mil dan tidak akan bisa ada.

Contoh lainnya ialah pernyataan:

Tuhan itu tidak ada.

Dari pengalaman sehari-hari, kalau mau jujur, toh kita

tak pernah berhasil membuktikan keberadaan Tuhan

secara ilmiah. Jadi, Tuhan itu tidak terbukti eksis.

Tetapi masalahnya, “Tuhan tidak terbukti eksis”

merupakan pernyataan yang berbeda dengan “Tuhan

Page 68: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

68

terbukti tidak eksis”. Jadi meskipun kita tidak bisa

membuktikan bahwa Tuhan itu eksis secara ilmiah,

tidak berarti kita telah membuktikan bahwa Tuhan itu

tidak eksis.

Contoh lain yang setara

Ada jenis kadal yang dapat menyemburkan api.

Dari pengalaman dan sejarah yang dapat dipercaya,

tidak terbukti ada kadal yang bisa menyemburkan api

layaknya naga. Tapi siapa yang bisa memastikan di

seluruh penjuru alam semesta ini tidak ada kadal yang

bisa menyemburkan api? Pernyataan “tidak terbukti

ada kadal yang bisa menyemburkan api” tidaklah

setara dengan pernyataan “terbukti tidak ada kadal

yang bisa menyemburkan api”.

Dari pemaparan di atas, jelaslah terlihat

kerumitan dalam sains bahwa nilai kebenaran untuk

pernyataan sehari-hari, hipotesis, teori, dan hukum

fisika itu berbeda tingkatannya. Untuk menghindari

hal ini (lebih tepatnya mengelak), untuk penjelasan

berikutnya kita akan selalu mengambil kondisi ideal

untuk penentuan kebenaran suatu proposisi, kecuali

diberikan penjelasan lain.

Page 69: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

69

Operator Logika

Operator logika terdiri atas ingkaran/negasi

(NOT) dan perangkai logika. Perangkai logika ialah

hubungan logis antara dua

terma/premis/syarat/klausa. Secara umum terdapat

dua macam dasar perangkai logika, yakni konjungsi

(AND) dan disjungsi inklusif (OR), Selain itu, dikenal

pula disjungsi ekslusif (XOR). Disjungsi inklusif sering

disebut “disjungsi” saja.

Negasi

Negasi atau ingkaran dari suatu pernyataan

ialah pernyataan yang setara dengan tidak

terpenuhinya pernyataan pertama. Bisa dikatakan

ingkaran ialah keadaan tak terpenuhi dari suatu

pernyataan. Jadi bila suatu pernyataan bernilai benar

maka ingkarannya bernilai salah, sedangkan bila suatu

pernyataan bernilai salah, maka ingkarannya bernilai

benar. Patut diingat bahwa ingkaran tidak sama

dengan lawan, meskipun mereka berkaitan.

Contoh pada pernyataan.

A = Anto memakai baju berwarna putih.

B = Hujan turun.

Lawan dari pernyataan B ialah misalkan “Anto

memakai baju berwarna hitam”, sedangkan ingkaran

dari A (ditulis A atau ~𝐴 ialah “Anto tidak

Page 70: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

70

memakai baju berwarna putih”. Jadi, ingkaran bersifat

lebih umum daripada lawan suatu pernyataan. Anto

tidak memakai baju berwarna putih bisa saja karena ia

memakai baju berwarna hitam (kondisi lawan), tetapi

bisa juga karena ia memakai baju berwarna kuning,

biru, atau malah tidak memakai baju. Lawan dari

pernyataan B ialah “Hujan naik”, sedangkan ingkaran

dari B ialah “Hujan tidak turun”. Jelas bahwa lawan

dari pernyataan B tidak logis.

Ingkaran dari suatu Ingkaran

Misalkan diberikan suatu pernyataan A,

𝐴 = Kekuasaan presiden terbatas.

¬𝐴 = Kekuasaan presiden tidak terbatas.

¬(¬𝐴) = Kekuasaan presiden tidak tak terbatas.

Perhatikanlah pernyataan ¬(¬𝐴) yang

berbunyi “Kekuasaan presiden tidak tak terbatas”

memiliki arti yang sama dengan pernyataan 𝐴 yang

berbunyi “Kekuasaan presiden terbatas”. Jadi dapat

dituliskan

¬(¬𝐴 = 𝐴

Dalam matematika kita cukup akrab dengan

pola ini, yakni negatif dikalikan dengan negatif

hasilnya akan positif. Bagaimana hal ini bisa terjadi?

Page 71: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

71

Jika X pernyataan dengan sebuah kemungkinan, maka

¬X ialah pernyataan dengan banyak kemungkinan.

Jika ¬(¬X) = X, bagaimana bisa ¬(¬X) kembali hanya

memiliki satu kemungkinan? Kita ambil contoh dengan

kondisi seideal mungkin.

Keadaan: Hanya ada tujuh benua di Bumi ini, yakni

Asia, Eropa, Amerika Utara, Amerika Selatan, Afrika,

Australia, dan Antartika. Parto terlahir di salah satu

benua di muka Bumi ini.

X = Parto lahir di Benua Asia.

¬X = Parto tidak lahir di Benua Asia.

“Parto tidak lahir di Benua Asia” setara dengan “Parto

lahir di Benua Eropa, Amerika Utara, Amerika Selatan,

Afrika, Australia, atau Antartika”. Dengan demikian,

negasi dari ¬X ialah:

¬ (¬X) = Parto tidak tak terlahir di Benua Asia.

“Parto tidak tak terlahir di Benua Asia” setara dengan

“Parto tidak lahir di Benua Eropa, Amerika Utara,

Amerika Selatan, Afrika, Australia, atau Antartika”.

Mengingat selain Eropa, Amerika Utara, Amerika

Selatan, Afrika, Australia, dan Antartika tinggal Benua

Asia yang tersisa, maka pastilah Parto terlahir di

benua Asia.

¬ (¬X) = Parto terlahir di Benua Asia. = X

Page 72: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

72

Konjungsi dan Disjungsi

Konjungsi dan disjungsi merupakan logika

keadaan bersyarat majemuk (lebih dari satu syarat).

Jika syarat-syarat itu harus dipatuhi semuanya (kita

kenal sebagai syarat), maka hubungannya ialah

konjungsi. Sedangkan jika satu saja syarat yang harus

dipenuhi (boleh lebih tentunya) maka hubungannya

ialah disjungsi (syarat semacam ini lebih dikenal

sebagai kriteria). Hubungan konjungsi ditandai

dengan perangkai “dan” sedangkan disjungsi ditandai

dengan perangkai “atau”.

Dalam logika matematika, digunakan simbol " ∧ "

untuk mengganti kata “dan”, serta digunakan simbol

" ∨ " untuk mengganti kata “atau”. Misalkan

dinamakan

A = saya mau makan burger

B = saya mau minum soda

Maka rangkaian konjungtif dari kedua klausa di atas

menjadi:

Saya mau makan burger dan minum soda.

Dapat dinotasikan sebagai 𝐴 ∧ 𝐵. Sedangkan rangkaian

disjungtif dari kedua klausa tadi menjadi:

Saya mau makan burger atau minum soda.

Dapat dinotasikan sebagai 𝐴 ∨ 𝐵.

Page 73: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

73

Nilai Kebenaran Konjungsi dan Disjungsi

Misalkan suatu pernyataan bersyarat majemuk

dengan perangkai konjungsi.

Anda bisa mendaftar dalam kompetisi ini jika Anda

mahasiswa dan belum pernah menang dalam

kompetisi ini sebelumnya.

Kita pahami bahwa Anda bisa mendaftar

dalam kompetisi jika Anda memenuhi kedua syarat

yang diberikan, yakni jika:

a. Anda mahasiswa, Anda juga belum pernah

memenangkan kompetisi yang sama pada tahun-

tahun sebelumnya.

Dan Anda tidak bisa mendaftarkan diri dalam

kompetisi itu jika:

b. Anda mahasiswa tapi sudah pernah memenangkan

kompetisi yang sama pada tahun sebelumnya.

c. Anda belum pernah memenangkan kompetisi yang

sama pada tahun sebelumnya tetapi Anda bukan

mahasiswa.

d. Anda sudah pernah memenangkan kompetisi yang

sama pada tahun sebelumnya serta Anda juga

bukan mahasiswa (bukan mahasiswa lagi

misalnya).

Nah, sekarang diberikan pernyataan bersyarat

majemuk dengan perangkai konjungsi.

Page 74: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

74

Anda bisa mengikuti babak perempat-final ini bila

Anda lulus dari babak penyisihan atau mendapatkan

undangan dari pihak penyelenggara.

Dari kalimat di atas dapat kita pahami bahwa kita

dapat mengikuti babak perempat-final jika:

a. Tidak punya undangan, tapi lulus dari babak

penyisihan.

b. Tidak lulus babak penyisihan, tapi punya

undangan.

c. Lulus babak penyisihan sekaligus memiliki

undangan.

Dan kita tak dapat mengikuti babak perempat-final

jika:

d. Kita tidak punya undangan dan juga tidak lulus

babak penyisihan.

Dapat kita gambarkan kebenaran pernyataan yang

terdiri dari dua syarat dengan perangkai konjungsi

dan disjungsi dalam bentuk tabel kebenaran (ingat “1”

berarti “benar” dan “0” berarti “salah” .

𝑨 𝑩 𝑨 ∧ 𝑩 𝑨 ∨ 𝑩 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0

Page 75: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

75

Bandingkan untuk konjungsi dua syarat, dari

empat kemungkinan yang ada, hanya satu

kemungkinan Anda memenuhi aturan. Sedangkan

untuk disjungsi dua syarat, dari empat kemungkinan

yang ada, ada tiga kemungkinan Anda memenuhi

aturan.

Untuk syarat yang jumlahnya lebih dari dua,

alih-alih menggunakan lebih dari satu tanda “dan” atau

“atau”, digunakan tanda koma. Contohnya:

Ibu membeli beras, gula, dan mi instan di pasar.

Tanda koma di atas berarti “dan”, sehingga

kalimat di atas setara dengan “Ibu membeli beras dan

gula dan mi instan di pasar”. Agar kalimat tadi bernilai

benar, maka ketiga syaratnya harus terpenuhi, yakni

membeli beras, membeli gula, dan membelimi instan.

Siswa yang mendapat nilai rapor bagus ialah siswa

yang cerdas, tekun, atau orangtuanya kaya.

Tanda koma di atas berarti “atau”, sehingga

kalimat di atas setara dengan “Siswa yang mendapat

nilai rapor bagus ialah siswa yang cerdas atau tekun

atau orangtuanya kaya”. Agar kalimat kedua ini

bernilai benar, maka setidaknya paling sedikit satu

syarat harus dipenuhi. Misalkan cerdas = syarat A,

tekun = syarat B, dan orangtua kaya = syarat C.

Beberapa kombinasi syarat yang mungkin:

Page 76: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

76

𝐴 𝐵 𝐶 𝐴 ∨ 𝐵∨ 𝐶

𝐴 𝐵 𝐶 𝐴 ∨ 𝐵∨ 𝐶

1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0

Sedangkan untuk konjungsi tiga syarat berikut

contohnya.

Untuk membuat minuman kopi panas diperlukan air

panas, kopi, dan gula.

Jika kita simbolkan A = ada air panas, B = ada

kopi, dan C = ada gula. Maka minuman kopi bisa

dibuat jika A, B, dan C semuanya terpenuhi. Kalau

salah satunya saja tidak terpenuhi, maka minuman

kopi panas tidak bisa dibuat.

𝐴 𝐵 𝐶 𝐴 ∧ 𝐵∧ 𝐶

𝐴 𝐵 𝐶 𝐴 ∧ 𝐵∧ 𝐶

1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0

Page 77: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

77

Disjungsi Ekslusif

Disjungsi ekslusif bukanlah operator dasar

dalam logika matematika, karena disjungsi ekslusif

dapat disusun dari tiga perangkai dasar negasi,

perangkai “dan”, dan perangkai “tidak”. Disjungsi

ekslusif bernilai benar jika hanya salah satu dari dua

terma bernilai benar, tidak keduanya dan tidak pula

bukan keduanya. Berikut tabel kebenaran untuk XOR.

𝑨 𝑩 𝐗𝐎𝐑(𝑨,𝑩) 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 0

Dalam bahasa verbal, terdapat keambiguan

mengenai kata “atau”, apakah yang dimaksud disjungsi

inklusif atau disjungsi ekslusif. Secara umum, “atau”

merujuk pada disjungsi inklusif, meski untuk hal-hal

yang sensitif digunakan frase “dan/atau” untuk

mempertegas bahwa yang dimaksud adalah disjungsi

inklusif.

Sebagai latihan, cobalah buktikan bahwa XOR

setara dengan ¬(𝐴 ∧ 𝐵 ∧ (𝐴 ∨ 𝐵)8.

8 Bentuk logika matematik yang hanya memuat operator AND, OR,

atau NOT disebut bentuk normal.

Page 78: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

78

Ingkaran dari Pernyataan Berperangkai

Jika suatu pernyataan X berperangkai “dan”,

maka negasi dari X berperangkai “atau”. Demikian

pula jika pernyataan Y berperangkai “atau”, maka

negasi dari Y berperangkai “dan”.

A B ¬𝐴 ¬𝐵 𝐴

∧ 𝐵

𝐴

∨ 𝐵

(¬𝐴

∧ (¬𝐵

(¬𝐴

∨ (¬𝐵

¬(𝐴

∧ 𝐵

¬(𝐴

∨ 𝐵

1 1 0 0 1 1 0 0 0 0

1 0 0 1 0 1 0 1 1 0

0 1 1 0 0 1 0 1 1 0

0 0 1 1 0 0 1 1 1 1

Dari tabel di atas diperoleh bukti bahwa:

1. ¬(𝐴 ∧ 𝐵 ≡ (¬𝐴 ∨ (¬𝐵

2. ¬(𝐴 ∨ 𝐵 ≡ (¬𝐴 ∧ (¬𝐵

Kedua identitas di atas dikenal sebagai hukum de

Morgan.

Contoh:

1.a. Tidak boleh makan atau minum di dalam

perpustakaan.

¬(𝐴 ∨ 𝐵

setara dengan

1.b. Tidak boleh makan dan tidak boleh minum di

dalam perpustakaan.

Page 79: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

79

(¬𝐴 ∧ (¬𝐵

2.a. Jangan (tidak) menyalakan kipas angin dan

memasukkan jarimu ke bilah kipas.

¬(𝐴 ∧ 𝐵

setara dengan

2.b. Jangan menyalakan kipas angin atau jangan

memasukkan jarimu ke bilah kipas.

(¬𝐴 ∨ (¬𝐵

Jadi, jika Anda memiliki perpustakaan di

rumah dan Anda tidak ingin para tamu makan dalam

perpustakan dan Anda juga tak ingin mereka minum di

dalam sana, pastikan Anda memasang peringatan:

Dilarang Makan atau Minum dalam ruangan ini!

bukan:

Dilarang Makan dan Minum dalam ruangan ini!

Sebagai contoh kasus, misalkan Andri dituduh

merampok dan membunuh Budi. Dan sebenarnya

Andri memang membunuh Budi karena dendam,

tetapi tidak mencuri apa pun dari Budi. Dalam

pengadilan Andri bersumpah:

“Saya bersumpah tidak membunuh dan

merampok Budi.”

Apakah Andri bersumpah palsu?

Page 80: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

80

2. Implikasi dan Biimplikasi

Implikasi

Implikasi dan biimplikasi merupakan suatu

operator logika yang menunjukkan keadaan

bersyarat 9 . Sebenarnya kita telah banyak

menyebutnya dalam contoh-contoh terdahulu.

Implikasi ditandai dengan penanda verbal “jika

[sebab], maka [akibat]” atau “if [antecedent], then

[consequent]” atau simbol [𝑠𝑒𝑏𝑎𝑏] ⇒ [𝑎𝑘𝑖𝑏𝑎𝑡] .

Implikasi menunjukkan hubungan sebab yang

menghasilkan akibat. Misalkan “Jika X maka Y”, bila

terjadi X maka pastilah terjadi Y. Agar lebih melekat

dalam pemahaman Anda, mari kita ambil contoh

dalam kehidupan sehari-hari.

Jika kain disiram air, maka kainnya menjadi basah.

Kita berikan simbol X = kain disiram air dan Y = kain

menjadi basah. Jadi kalimat di atas dapat dituliskan

dalam notasi 𝑋 ⇒ 𝑌 . Dari pernyataan ini dapat

dianalisis:

1. Jika kain disiram air (𝑋 = 1 , kainnya akan basah

(𝑌 = 1 . Hal ini masuk akal.

2. Jika kain disiram air (𝑋 = 1 , kainnya tidak basah

(𝑌 = 0 . Hal ini tidak masuk akal.

9 Bentuk atomik dari implikasi 𝐴 ⇒ 𝐵 ialah ¬𝐴 ∨ 𝐵. Ancaman “Jika

masih mau hidup maka serahkan dompetmu!” setara dengan “Mau mati atau mau serahkan dompetmu?”.

Page 81: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

81

3. Jika kain tidak disiram air (𝑋 = 0 , kainnya basah

(𝑌 = 1 . Hal ini mungkin saja dikarenakan sebab-

sebab lain (misalnya kainnya direndam air atau

kehujanan).

4. Jika kain tidak disiram air (𝑋 = 0 , kainnya tidak

basah (𝑌 = 0 . Hal ini mungkin saja jika sebab lain

tidak muncul (kainnya tidak direndam, tidak

kehujanan, dsb).

Dari analisis di atas diperoleh sebuah

pernyataan implikasi hanya akan bernilai benar

(masuk akal, mungkin) bila kejadiaan seperti pada

poin 1, 3, dan 4. Sedangkan pernyataan implikasi

bernilai salah (tidak mungkin terjadi) bila kejadiannya

seperti pada poin 2. Dapat kita buat tabel

kebenarannya.

𝑿 𝒀 𝑿 ⇒ 𝒀 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 1

Hal ini menunjukkan dalam implikasi tidak dikenal

yang namanya sebab tunggal. Misalkan peristiwa

“telur ayam menjadi matang” sebagai akibat. Sebabnya

yang dapat membuat peristiwa itu terjadi ada banyak,

lebih dari satu. Misalnya jika telur digoreng, direbus,

dikukus, dan sebagainya. Satu saja sebab terjadi sudah

cukup membuat akibat terjadi. Kita dapat

menganalogikannya dengan rangkaian paralel.

Page 82: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

82

X = sakelar X tertutup, Y = sakelar Y tertutup, Z =

sakelar Z tertutup.

A = lampu A menyala

Misalkan sistem seperti pada gambar di atas.

Bila sakelar X tertutup, menyebabkan lampu A

menyala. Hal ini memenuhi implikasi 𝑋 ⇒ 𝐴. Jadi jika X

terjadi maka A pasti terjadi. Tetapi kebalikannya, jika

𝐴 ⇒ 𝑋 tidak setara dengan 𝑋 ⇒ 𝐴 . Karena bila A

terjadi belum tentu itu karena X, bisa saja karena

sebab lain yakni Y dan Z.

Dari tabel kebenaran implikasi dapat pula kita

tarik beberapa kesimpulan yang bisa dijadikan teknik

penarikan kesimpulan yakni:

𝐴 ⇒ 𝐵 ≠ 𝐵 ⇒ 𝐴

Jika A maka B tidak berarti jika

B maka A.

Gambar 3.1. Analogi rangkaian listrik dalam implikasi.

Page 83: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

83

1. jika 𝐴 ⇒ 𝐵 bernilai benar, dan A bernilai benar,

maka pastilah B juga bernilai benar (perhatikan

tabel kebenaran dari implikasi pada baris

pertama). Dengan kata lain agar implikasi 𝐴 ⇒ 𝐵

bernilai benar bila A bernilai benar maka B harus

bernilai benar. Konsep seperti ini disebut modus

Ponens.

𝐴 ⇒ 𝐵 𝐴 _________ 𝐵

2. jika 𝐴 ⇒ 𝐵 bernilai benar, dan B bernilai salah,

maka pastilah A juga bernilai salah (perhatikan

tabel kebenaran dari implikasi pada baris

terakhir)*. Dengan kata lain agar implikasi 𝐴 ⇒ 𝐵

bernilai benar bila B bernilai salah maka A harus

bernilai salah. Konsep seperti ini disebut modus

Tollens.

𝐴 ⇒ 𝐵 ¬𝐵 _________ ¬𝐴

Perhatikan bahwa pernyataan (*) dapat dituliskan dalam notasi

[(𝐴 ⇒ 𝐵 ∧ ¬𝐵] ⇒ ¬𝐴

Kita akan membuktikan bahwa modus Tollens itu

konsisten dengan pembuktian terbalik.

Page 84: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

84

1. Agar argumen dalam kurung siku bernilai benar

(dipenuhi) maka 𝐴 ⇒ 𝐵 dan ¬𝐵 harus bernilai

benar. Ingat bahwa Konjungsi bernilai benar jika

dan hanya jika semua argumennya bernilai benar.

2. Mengingat nilai kebenaran [(𝐴 ⇒ 𝐵 ∧ ¬𝐵] pasti

sama dengan nilai kebenaran (𝐴 ⇒ 𝐵 , yakni 1,

maka argumen di atas dapat kita reduksi menjadi:

(𝐴 ⇒ 𝐵 ⇒ ¬𝐴

Tanpa merubah nilai kebenarannya.

3. Semenjak ¬𝐵 bernilai benar (1), maka pastilah 𝐵

bernilai salah (0). Jika kita substitusikan nilai B,

(𝐴 ⇒ 0 ⇒ ¬𝐴

4. Jika 𝐴 bernilai 0, maka ¬𝐴 bernilai 1.

(0 ⇒ 0 ⇒ 1

1 ⇒ 1; bernilai benar dalam implikasi.

Dan bila 𝐴 bernilai 1, maka ¬𝐴 bernilai 0.

(1 ⇒ 0 ⇒ 0

0 ⇒ 0; juga bernilai benar.

5. Jadi nampak bahwa modus Tollens selalu bernilai

benar. Dengan demikian modus Tollens dikatakan

konsisten dengan logika.

Biimplikasi

Jika implikasi berbentuk seperti pemetaan

fungsi (tiap elemen dari daerah asal (sebab) hanya

terpetakan sekali di daerah hasil (akibat)), maka

bentuk biimplikasi merupakan pemetaan satu satu.

Biimplikasi dinotasikan dengan 𝐴 ⇔ 𝐵, menyatakan

Page 85: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

85

jika A maka B, dan jika B maka A. Secara verbal dapat

diringkas sebagai “B terjadi jika dan hanya jika A

terjadi”.

Pada ilustrasi di atas, Y = sakelar tertutup dan

A = lampu menyala. Dapat kita berikan hubungan

biimplikasi 𝐴 ⇔ 𝐵, Lampu A menyala jika dan hanya

jika sakelar Y tertutup. Jika sakelar Y tertutup pasti

lampu A menyala, sebaliknya bila lampu A menyala

pasti sakelar Y tertutup.

Jadi biimplikasi menunjukkan sebab tunggal,

sehingga berlaku sifat simetris 𝐴 ⇔ 𝐵 ≡ 𝐵 ⇔ 𝐴 .

Berikut ini tabel kebenaran dari biimplikasi.

𝑿 𝒀 𝑿 ↔ 𝒀 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 1

Gambar 3.2. Analogi rangkaian listrik dalam biimplikasi.

Page 86: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

86

Sebenarnya sangat jarang ada hukum alam

yang berbentuk biimplikasi, karena kebanyakan

besaran fisis tidak bergantung hanya terhadap satu

faktor. Contoh sederhana ialah hukum gravitasi

Newton yang berbentuk

𝐹 =𝐺𝑀𝑚

𝑟2

Jadi, gaya gravitasi muncul akibat tiga faktor, yakni

massa benda-1, massa benda-2, dan jarak kedua

benda. Contoh lainnya ialah kecepatan yang

didefinisikan sebagai

𝑣 =perubahan posisi

perubahan waktu=

Δ𝑥

Δ𝑡

Jadi, kecepatan bergantung terhadap dua

faktor (atau setidaknya kita menganggapnya begitu

dalam mekanika klasik). Untuk melihat adanya hukum

alam yang bersifat biimplikasi, Anda perlu

menemukan hukum alam yang persamaannya

berbentuk:

𝐴 = 𝑏 × konstanta

Terlepas dari apakah A dan b itu. Sampai saat

ini saya tidak dapat menemukan hukum alam yang

berbentuk seperti itu kecuali b adalah bentuk lain

(yang sebenarnya sama) dari A. Ataukah dalam teori

matematika hal ini dapat muncul dari suatu

pendefinisian matematis, semisal:

Page 87: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

87

Sebuah segitiga datar disebut segitiga siku-siku jika

dan hanya jika salah satu sudut segitiga itu besarnya

90°.

Perhatikanlah bila salah satu sudut suatu

segitiga datar 90°, maka ia pasti segitiga siku-siku. Hal

sebaliknya pun berlaku, bila segitiga itu segitiga siku-

siku maka pastilah salah satu sudutnya sebesar 90°.

Hal ini sama sekali tidak luar biasa karena biimplikasi

ini hanya menyangkut sebuah entitas dan definisinya,

atau sebuah syarat dan penamaan bila syarat itu

terpenuhi. Ini adalah sebuah kebenaran definitif dalam

matematika – tidak mungkin keliru – karena kita

sendiri yang menyepakatinya begitu. Bahkan Yang

Maha Kuasa pun tak kan bisa melanggar kebenaran

definitif dari matematika. Sang omnipotence sendiri

tidak akan mungkin mampu menciptakan segitiga

siku-siku yang tidak memiliki sudut 90°, karena

semenjak segitiga itu tidak memiliki sudut 90° maka

segitiga itu jelas bukan segitiga siku-siku.

Patut pula diingat bahwa biimplikasi

𝐴 ⇔ 𝐵

Bernilai sama dengan

(¬𝐴 ⇔ (¬𝐵

Page 88: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

88

Ingkaran dari Pernyataan Implikasi dan Biimplikasi

Perhatikan contoh implikasi berikut.

Jika ditendang, maka bola sepak itu akan meluncur. 𝐴 ⇒ 𝐵

Yang memiliki makna:

1. Jika bola ditendang ia pasti meluncur.

2. Jika bola tidak ditendang ia bisa saja tidak

meluncur atau meluncur karena sebab lain.

Negasi dari implikasi di atas ialah:

Tidak benar bahwa jika bola sepak ditendang maka

bola itu akan meluncur. ? ? ?

Negasi ini dapat dinyatakan dengan argumen bola

sepak ditendang dan bola itu tidak meluncur

Coba perhatikan tabel berikut.

𝑨 𝑩 ¬𝑨 ¬𝑩 𝑨 ⇒ 𝑩 ¬(𝑨 ⇒ 𝑩 𝑨 ⇒ ¬𝑩 ¬𝑨 ⇒ ¬𝑩

1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1

Pola argumen yang berbentuk “Tidak benar

jika A maka B” secara verbal setara dengan “Jika A,

maka tidak benar terjadi B”, meskipun jika dilihat nilai

kebenaran implikasi ¬(𝐴 ⇒ 𝐵 berbeda dengan

𝐴 ⇒ ¬𝐵.

Page 89: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

89

Kita coba mengambil contoh lain,

Jika siswa kurang mampu atau berprestasi, maka ia

berhak memperoleh beasiswa.

Dinotasikan (𝐴 ∨ 𝐵 ⇒ 𝐶,

dengan A = kurang mampu, B = berprestasi, dan C =

berhak memperoleh beasiswa.

Untuk menyangkal pernyataan di atas, perlu

dibuktikan ada siswa yang berprestasi atau kurang

mampu yang tidak berhak memperoleh beasiswa.

Pada biimplikasi, kita ambil contoh

Jika dan hanya jika diameter suatu lingkaran sama

dengan D, maka kelilingnya pasti sama dengan 𝜋𝐷.

𝑃 ⇔ 𝑸

Untuk menyangkal pernyataan ini, maka perlu

dibuktikan ada lingkaran berdiameter D yang

kelilingnya bukan 𝜋𝐷, atau lingkaran yang memiliki

kelilingnya 𝜋𝐷 tetapi diameternya bukan D. ¬(𝑃 ⇔ 𝑄

𝑷 𝑸 ¬𝑷 ¬𝑸 𝑷 ⇔ 𝑸 ¬(𝑷 ⇔ 𝑸 ¬𝑷 ⇔ 𝑸 𝑷 ⇔ ¬𝑸

1 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0

Dapat dilihat bahwa ¬(𝑃 ⇔ 𝑄 sama saja dengan

¬𝑃 ⇔ 𝑄 dan 𝑃 ⇔ ¬𝑄.

Page 90: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

90

3. Quantifier

Operator kuantitas atau quantifier tidak

menunjukkan nilai kualitas suatu kebenaran (benar

atau salah), melainkan kuantitasnya. Terdapat dua

jenis operator kuantitas, yakni:

a. Operator “semua” (“for all”), disimbolkan ∀.

b. Operator “ada” (“there exist”), disimbolkan ∃.

Operator “semua” bersifat universal, yakni

mencakup semua yang ada, tidak ada yang tidak.

Sebaliknya operator “ada” bersifat partikular,

mencakup semua atau cuma sebagian, yang jelas di

antaranya ada yang termasuk.

Contohnya, pernyataan “semua manusia pasti

akan mati”. Kita berikan simbol

𝑥 = manusia

𝑃(𝑥 = pasti akan mati

Pernyataan di atas dapat ditulis dalam notasi

(∀ 𝑥 𝑃(𝑥 .

Contoh lainnya, misalkan 𝑥 = bilangan,

𝑈(𝑥 = "𝑥 adalah bilangan prima”, dan 𝑉(𝑥 = "𝑥

adalah bilangan riil”, maka dapat dibuat pernyataan:

1. “Ada bilangan yang merupakan bilangan prima”.

Dapat dituliskan dalam notasi (∃ 𝑥 𝑈(𝑥 .

Page 91: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

91

2. “Semua bilangan prima ialah bilangan riil” yang

setara dengan “jika x bilangan prima, maka x ialah

bilangan riil”.

Dapat dituliskan dalam notasi (∀ 𝑥 𝑈(𝑥 ⇒

𝑉(𝑥 .

Ingkaran bagi Pernyataan Berkuantitas

Perhatikan contoh pernyataan di bawah ini.

(1) Seluruh anggota DPR RI saat ini bersih dari

korupsi. (∀ 𝑥 𝐴(𝑥

(2) Ada siswa SMA Kejar Impian yang tidak lulus ujian

nasional tahun ini.

(∃ 𝑥 𝐵(𝑥

Untuk menyanggah pernyataan (1), maka

perlu membuktikan ada anggota DPR RI saat ini

yang korup. Satu saja anggota DPR yang ternyata

korup, maka kita telah menumbangkan pernyataan

(1), inilah ingkaran dari pernyataan (1). Dapat kita

simpulkan negasi dari pernyataan berbentuk

(∀ 𝑥 𝐴(𝑥 ialah (∃ 𝑥 ¬𝐴(𝑥 . Dengan kata lain

¬ (∀ 𝑥 𝐴(𝑥 ≡ (∃ 𝑥 ¬𝐴(𝑥

Untuk menyanggah pernyataan (2), kita harus

dapat membuktikan bahwa semua siswa SMA Kejar

Harapan lulus ujian nasional tahun ini. Jika semuanya

terbukti lulus, maka jelas tidak ada yang tidak lulus.

Inilah ingkaran dari pernyataan (2).

¬ (∃ 𝑥 𝐵(𝑥 ≡ (∀ 𝑥 ¬𝐵(𝑥

Page 92: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

92

4. Ekuivalen, Tautologi dan Kontradiksi

Tautologi

Suatu proposisi disebut tautologi bila apapun

nilai-nilai inputnya tidak akan merubah nilai output,

yakni tetap bernilai benar.

Contoh: “Jika ia punya anak, maka anaknya pasti laki-

laki atau bukan laki-laki”.

Pola: 𝑋 ⇒ (𝑌 ∨ ¬𝑌

𝑋 𝑌 ¬𝑌 𝑌 ∨ ¬𝑌 𝑌 ⇒ (𝑋 ∨ ¬𝑋 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0 1 1 1

- Jika Abdul punya anak, tidak mungkin anaknya

bukan laki-laki bukan pula bukan laki-laki.

Kontradiksi

Prinsip kontradiksi ialah tidak mungkin X

benar jika ¬X juga benar [secara bersamaan]. Dengan

begitu pernyataan yang memuat kontradiksi akan

selalu bernilai salah. Dengan demikian, apapun nilai

input yang dimasukkan, outputnya selalu bernilai 0

(kemustahilan untuk terjadi)

Page 93: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

93

Contoh: Saya akan belajar hanya jika suasana

hening dan ada konser di belakang rumah.

- Kita tahu jelas jika ada konser (B), maka suasana

pasti tidak hening (¬A)

- Pola 𝐶 ⇒ (𝐴 ∧ ¬𝐴

- Jadi pernyataan di atas setara dengan “Saya akan

belajar hanya jika suasana hening dan ribut

[sekaligus]” yang jelas tak akan mungkin terjadi.

- Kesimpulannya: bagaimanapun, saya tidak akan

belajar (-C)

𝐴 ¬𝐴 𝐴 ∧ ¬𝐴 𝐶 ⇒ (𝐴 ∧ ¬𝐴 1 0 0 0 0 1 0 0

Hukum Ekuivalensi

A dan B disebut ekuivalen secara logis jika

𝐴 ⇔ 𝐵 tautologi. Ingat biimplikasi 𝐴 ⇔ 𝐵 bernilai

benar jika nilai kebenaran A sama dengan nilai

kebenaran B. Artinya, jika 𝐴 ⇔ 𝐵 tautologi (bernilai

benar untuk segala kombinasi keadaan) maka jelaslah

A bernilai benar jika dan hanya jika B benar.

Bentuk ekuivalen yang mendasar antara lain:

1. ¬¬𝐴 ≡ 𝐴

2. (𝐴 ⇒ 𝐵 ≡ ¬𝐴 ∨ 𝐵

3. (𝐴 ⇔ 𝐵 ≡ (𝐴 ⇒ 𝐵 ∧ (𝐵 ⇒ 𝐴

(𝐴 ⇔ 𝐵 ≡ (𝐴 ∧ 𝐵 ∨ (¬𝐴 ∧ ¬𝐵

Page 94: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

94

4. ¬(𝐴 ∧ 𝐵 ≡ ¬𝐴 ∨ ¬𝐵

5. ¬(𝐴 ∨ 𝐵) ≡ ¬𝐴 ∧ ¬𝐵

6. ¬(𝐴 ⇒ 𝐵 ≡ ¬(¬𝐴 ∨ 𝐵

≡ (¬¬𝐴 ∧ ¬𝐵

≡ 𝐴 ∧ ¬𝐵

7. ¬(𝐴 ⇔ 𝐵 ≡ ¬ (𝐴 ⇒ 𝐵 ∧ (𝐵 ⇒ 𝐴

≡ ¬ (¬𝐴 ∨ 𝐵 ∧ (¬𝐵 ∨ 𝐴

≡ ¬(¬𝐴 ∨ 𝐵 ∨ ¬(¬𝐵 ∨ 𝐴

≡ (𝐴 ∧ ¬𝐵 ∨ (¬𝐴 ∧ 𝐵

Hukum Kontradiksi

Hukum kontradiksi sebenarnya berasal dari

logika filsafat yang sudah dikembangkan dalam logika

matematika, yakni ingkaran. Tetapi sebagai

pembanding, maka saya tuliskan terlebih dahulu di

sini.

Dalam kontradiksi, terdapat dua komponen

yang penting yakni:

a. kualitas (ya dan tidak)

b. kuantitas (seluruhnya atau sebagian)

Dari kombinasi kedua faktor di atas dapat

diperoleh empat kombinasi yakni seluruhnya ya,

seluruhnya tidak, sebagian ya, dan sebagian tidak.

Misalkan diberikan contoh kasus.

Page 95: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

95

(a) Seluruh maba Fisika mengikuti prosesi

pengkaderan.

(b) Seluruh maba Fisika tidak mengikuti pengkaderan.

(c) Sebagian maba Fisika mengikuti prosesi

pengkaderan.

(d) Sebagian maba Fisika tidak mengikuti prosesi

pengkaderan.

Pasangan kontradiksi yang mungkin terbentuk

ialah:

a. Kontradiktoris, yakni pertentangan pada kualitas

dan kuantitas.

b. Kontrair, yakni pertentangan pada kualitas saja

dan kuantitasnya universal.

c. Sub-kontrair, yakni pertentangan pada kualitas

saja dan kuantitasnya partikulir.

d. Sub-alternasi, yakni pertentangan pada kuantitas

saja.

Hukum-hukum yang berlaku ialah:

a. Kontradiktoris

Contohnya pasangan kontradiksi antara (a) dan

(d). Sifat kontradiktoris ialah salah satu premis

harus benar dan yang lainnya salah.

b. Kontrair

Contohnya pasangan kontradiksi antara (a) dan

(b). Sifat kontrair ialah salah satu atau kedua

premis harus salah (bisa salah satunya salah, bisa

Page 96: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

96

juga keduanya salah, namun tak mungkin

keduanya benar).

c. Sub-kontrair

Contohnya pasangan kontradiksi antara (c) dan

(d). Sifat sub-kontrair ialah salah satu atau kedua

premis harus benar (bisa salah satunya benar, bisa

juga keduanya benar, namun tak mungkin

keduanya salah).

d. Sub-alternasi

Contohnya pasangan kontradiksi antara (a) dan (c)

atau (b) dan (d). sifat sub-alternasi ialah salah satu

atau kedua premis dapat bersifat benar (bisa

keduanya benar, keduanya salah, atau salah satu

benar).

Penjelasan pada contoh:

Untuk kontradiktoris, perhatikan premis (a)

dan (d), yakni “seluruh maba Fisika mengikuti prosesi

pengkaderan” dan “sebagian maba Fisika tidak

mengikuti pengkaderan”. Jelas pada pembahasan

mengenai operator kuantitas, kedua premis itu

merupakan pasangan negasi. Jadi jika seluruh maba

Fisika mengikuti prosesi pengkaderan, otomatis tak

ada yang tidak mengikuti pengkaderan. Jadi, tak

mungkin kedua premis itu benar dan tak mungkin juga

keduanya salah. Tepat salah satunya haruslah benar.

Untuk kontrair, perhatikan premis (a) dan (b),

yakni “seluruh maba Fisika mengikuti prosesi

pengkaderan” dan “seluruh maba Fisika tidak

Page 97: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

97

mengikuti prosesi pengkaderan”. Jelaslah bila (a)

benar otomatis (b) menjadi tidak benar, begitu pula

sebaliknya. Dalam kasus ini, jika keadaannya ialah

premis (c), “sebagian maba Fisika yang mengikuti

prosesi pengkaderan” [berlaku juga untuk premis (d)],

maka kedua premis, (a) dan (b) menjadi salah.

Untuk sub-kontrair, perhatikan premis (c) dan

(d), yakni “sebagian maba Fisika mengikuti

pengkaderan” dan “sebagian maba Fisika tidak

mengikuti pengkaderan”. Kedua premis ini dapat

bernilai benar bersamaan jika sebagian ikut prosesi

dan sebagian lagi tidak, bisa salah satunya saja yang

benar, tetapi mustahil kedua premis ini salah

bersamaan.

Untuk sub alternasi, perhatikan premis (a) dan

(c), yakni “seluruh maba Fisika mengikuti prosesi

pengkaderan” dan “sebagian maba Fisika mengikuti

prosesi pengkaderan. Jika (a) benar, otomatis (c) juga

benar dan jika (c) benar mungkin saja (a) benar. Jadi

tidak terdapat pertentangan yang bermakna di sini.

Hal yang sama berlaku untuk premis (b) dan (d).

Sekarang kita akan mencoba membandingkan

antara negasi/ingkaran dan kontradiksi/lawan.

Quantifier dalam logika matematika adalah semua dan

ada, sedangkan dalam logika filsafat adalah semua dan

sebagian. Semua adalah lawan dari sebagian, sehingga

menurut hukum kontradiksi Ptolomeus keduanya

tidak mungkin benar pada kasus dan saat yang sama.

Page 98: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

98

Sebaliknya semua dan ada jika dihubungkan dengan

suatu kualitas akan menjadi pasangan ingkaran. Ada

bisa berarti sebagian bisa juga berarti semua.

Lawan ialah subset dari ingkaran. Contohnya

lawan dari kering adalah basah, sedangkan ingkaran

dari kering adalah tidak kering, yang dalam

pemahaman sehari-hari berarti basah. Jadi dalam

dikotomi, lawan dan ingkaran menjadi setara. Tetapi

pada banyak kasus dikotomi tidak berlaku. Misalkan

lawan dari siswa adalah guru, sedangkan ingkaran

dari siswa ialah bukan siswa—bisa guru, petani, atau

yang lain. Jadi dalam hal ini jelas lawan ialah subset

dari ingkaran.

Pada kebanyakan kasus, lawan dari suatu

pernyataan sulit dientukan, bahkan tidak logis.

Misalkan proposisi “hujan turun”, apakah lawannya?

Hujan naik? Panas turun? Ataukah panas naik? Lain

halnya jika kita menentukan ingkaran dari proposisi di

atas, kita peroleh “hujan tidak turun” ataukah “bukan

hujan yang turun”, yang keduanya ekuivalen. Contoh

lain ialah lawan dari siswa adalah guru, lalu

bagaimana jika ada guru yang juga merupakan siswa

(tentunya ini hal yang lumrah)? Jika kita

menggunakan ingkaran, maka hal ini menjadi praktis

dan tidak membingungkan. Bukan siswa ya berarti

bukan siswa. Guru tadi, semenjak ia juga siswa, maka

ia tidak termasuk dalam pengecualian.

Page 99: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

99

Demikian pula halnya dalam memberikan

bantahan dari suatu argumen (antitesa), kita tak perlu

repot menentukan lawan dari proposisi dalam

argumen tadi (yang bisa jadi tidak logis), kita cukup

memberikan ingkarannya saja. Misalkan pada contoh

proposisi “Semua anak kandung Pak Anto Susanto

laki-laki”, maka ingkarannya ialah “Ada anak kandung

Pak Anto Susanto yang perempuan”, selesai. Apakah

hanya sebagian anaknya yang perempuan ataukah

semuanya perempuan yang jelas kita telah

memberikan bantahan dari proposisi di atas. Jadi,

ingkaran/negasi ini telah merangkumkan

kontradiktoris, kontrair, sub-kontrair, dan sub-

alternasi.

Page 100: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

100

5. Pengambilan Kesimpulan

Kita dapat menarik suatu kesimpulan dari dua

pernyataan yang saling berkaitan, yang mana

keduanya telah jelas bernilai benar. Pernyataan-

pernyataan ini disebut premis mayor (premis yang

memuat predikat kesimpulan) dan premis minor

(premis yang memuat subjek kesimpulan).

Silogisme

Silogisme ialah metode penarikan kesimpulan

dari dua pernyataan yang disebut premis mayor dan

premis minor. Agar ada sesuatu yang bisa

disimpulkan, maka haruslah ada keterkaitan antara

premis mayor dan premis minor. Keterkaitan yang

dimaksud ialah unsur yang sama (sederhananya,

premis mayor dan premis minor memberikan

informasi berbeda dari satu hal yang sama). Unsur

yang terdapat dalam premis mayor dan premis minor

ini disebut medium.

S = subjek

P = predikat

M = medium (unsur yang sama yang terdapat pada

kedua premis)

Page 101: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

101

Berikut keempat bentuk dasar silogisme:

(1)

PS

MS

PM

(2)

PS

MS

MP

(3)

PS

SM

PM

(4)

PS

SM

MP

Dalam menarik kesimpulan menggunakan

silogisme, penting untuk mencermati quantifier dari

premis mayor dan premis minor (yang kadang tak

dituliskan secara eksplisit), apakah bersifat universal

ataukah partikular.

menyusui. kuda Semua

mamalia.ialah Kuda

menyusui. mamalia Semua

PS

MS

PM

air di hidup udangdan ikan Semua

air. di hidup udang Semua

air. di hidupikan Semua

PS

MS

MP

EM. gelombang

dan termalradiasimancarkan me bintang Semua

EM. gelombang mancarkanme bintang Semua

termal.radiasi mancarkanme bintang Semua

PS

SM

PM

Page 102: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

102

siswa.adalah itu rapi terlihat yangSebagian

rapi. terlihat seragam mengenakan yang Semua

seragam. mengenakan siswa Semua

PS

SM

MP

Kasus Satu Premis Berimplikasi

Kasus 1:

a. Jika cuaca buruk, maka pesawat dilarang terbang.

b. Cuaca tidak buruk.

Dari kedua premis di atas, kita tidak dapat

menyimpulkan apa-apa. Kita tak bisa menyatakan

karena cuaca tidak buruk maka pesawat boleh terbang

sebab meskipun cuaca tidak buruk, pesawat tetap

tidak boleh terbang jika landasan pacunya rusak. Jadi,

tidak ada kesimpulan yang dapat diambil jika

argumen-argumennya berbentuk

i) 𝐴 ⇒ 𝐵

ii) ¬𝐴

Kasus 2:

Sekarang contohnya seperti berikut ini

a. Jika cuaca buruk, maka pesawat dilarang terbang.

b. Pesawat dilarang terbang.

Kedua premis di atas berbentuk,

Page 103: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

103

i) 𝐴 ⇒ 𝐵

ii) 𝐵

Dari kedua argumen itu juga tidak dapat ditarik

kesimpulan. Pesawat dilarang terbang bisa saja karena

cuaca buruk, tetapi bisa saja karena sebab lain yang

tak bisa kita ketahui jika tidak dipastikan.

Kasus 3:

Berikutnya contoh seperti berikut ini.

a. Jika cuaca buruk, maka pesawat dilarang terbang.

b. Cuaca buruk.

Kedua premis di atas berbentuk,

i) 𝐴 ⇒ 𝐵

ii) 𝐴

Dari kedua argumen di atas, berdasarkan modus

Ponens dapat kita tarik kesimpulan:

Kesimpulan : Pesawat dilarang terbang (B).

Kasus 4:

Terakhir, untuk contoh berbentuk seperti:

a. Jika cuaca buruk, maka pesawat dilarang terbang.

b. Pesawat tidak dilarang terbang.

Kedua premis di atas berbentuk,

Page 104: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

104

i) 𝐴 ⇒ 𝐵

ii) ¬𝐵

Dari kedua argumen di atas dapatlah kita tarik

kesimpulan berdasarkan modus Tollens:

Kesimpulan : Cuaca tidak buruk (¬A).

Logikanya ialah karena pesawat tidak dilarang

terbang, maka pastilah cuaca tidak buruk karena bila

cuaca buruk pesawat tidak boleh terbang.

Kasus Kedua Premis Berimplikasi

(1)

CA

CB

BA

(2)

)( CBA

CA

BA

(3)

CCA

BC

BA

)(

(4)

BC

AC

BA

10

Contoh:

Kasus (1)

a. Jika suatu hewan menyusui, maka hewan itu

mamalia.

10

Kasus (1) dan (4) sebenarnya sama saja.

Page 105: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

105

b. Jika suatu hewan mamalia, maka ia berdarah

panas.

Kesimpulan: Jika suatu hewan menyusui, maka ia

berdarah panas.

Kasus (2)

a. Jika diberi jeruk nipis, sambal menjadi lebih asam.

b. Jika diberi jeruk nipis, sambal menjadi lebih awet.

Kesimpulan: Jika diberi jeruk nipis, sambal menjadi

lebih asam dan lebih awet.

Kasus (3)

a. Jika lulus SNMPTN, pendaftar berhak menjadi

mahasiswa.

b. Jika lulus seleksi PMDK, pendaftar berhak menjadi

mahasiswa.

Kesimpulan: Jika lulus SNMPTN atau lulus seleksi

PMDK, pendaftar berhak menjadi mahasiswa.

Kasus (4)

a. Jika Anto punya pencaharian, maka ia bukan

pengangguran.

b. Jika Anto pns, maka ia punya pencaharian.

Kesimpulan: Jika Anto pns, maka ia punya

pencaharian.

Page 106: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

106

Kasus untuk Biimplikasi

(1)

CA

CB

BA

(2)

CB

CA

BA

(ingat pada biimplikasi (𝐴 ⟷ 𝐵 ≡ (𝐵 ⟷ 𝐴 ).

Jelaslah tidak terdapat kerumitan pada biimplikasi,

sebab dua hal yang berimplikasi pastilah ekuivalen.

Contoh:

1) 𝑎2 = 𝑐 jika dan hanya jika 𝑐 = 𝑎.

2) Bulan terbit saat Matahari terbenam jika dan

hanya jika saat bulan baru.

3) Suatu bilangan disebut bilangan genap jika dan

hanya jika bilangan itu habis dibagi dengan 2.

Page 107: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

107

Latihan:

1. Buktikanlah bahwa (𝐴 ∧ ¬𝐵) ⇒ ¬𝐶 tautologi!

2. Diberikan premis-premis

a) Jika saya lapar maka saya makan.

b) Jika saya makan maka saya kenyang.

Apakah kesimpulan dari kedua premis di atas?

3. Diberikan dua pernyataan

a) Aldy mengulang matakuliah komputasi atau

biologi.

b) Tidak benar bahwa Aldy mengulang matakuliah

komputasi dan biologi.

Apakah kedua pernyataan di atas sama maknanya?

Buktikanlah!

4. Ratna berkata bahwa semua pengurus OSIS SMA

Tunas Bambu periode ini merupakan anggota

pramuka. Patrick menyanggah, “Ah, kamu salah,

buktinya Yoko dan Yuma yang anggota pramuka tidak

masuk pengurus OSIS”. Apa pendapat Anda mengenai

sanggahan Patrick?

5. Jika hari tidak hujan bila Andi menggunakan seragam

dan berangkat ke sekolah, maka Andi tidak bersekolah

saat hujan.

Cari dan buktikan apakah pernyataan di atas bernilai

logis atau tidak!

Page 108: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

108

Bab 4

PEMECAHAN MASALAH

1. Metode Bepikir

Sampailah kita pada bab mengenai pemecahan

masalah. Pada bab ini, akan kita gunakan semua

perkakas yang telah dipaparkan pada ketiga bab

sebelumnya.

Metode berasal dari kata Latin, methodos yang

berarti peneitian, hipotesa ilmiah, atau uraian ilmiah.

Jadi, dapat dikatakan metode adalah cara kerja

sistematis yang digunakan untuk memahami suatu

objek yang dipermasalahkan. Metode berpikir meliputi

identifikasi masalah dan penalaran masalah tadi

melalui proses argumentasi yang menggunakan

perangkat-perangkat logika tersistematis. Secara

umum, metode berpikir terbagi menjadi dua, yakni

metode deduktif dan metode induktif.

Metode Deduktif

Metode berpikir secara deduktif (umum –

khusus) melibatkan pemecahan/pembagian masalah

umum menjadi masalah-masalah yang lebih kecil,

kemudian memahami pola antara masalah-masalah

kecil tadi untuk mengambil kesimpulan. Metode ini

disebut pula metode analitik (analyein = memisahkan),

Page 109: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

109

memisahkan suatu masalah rumit menjadi masalah-

masalah sederhana. Bahkan menurut Russel,

pemecahan ini dapat sampai ke skala logika terkecil,

yang disebut “atom logika”.

Metode deduktif adalah metode yang umum

dipakai untuk memecahkan suatu masalah yang

teridentifikasi dengan jelas, mencari solusi, atau

pembuktian analitik, seperti metode reductio ad

absurdum.

Contoh metode deduktif:

1. Semua benda fisik memiliki massa.

1.1. Udara dapat dikurung dalam balon.

1.2. Benda yang tak dapat menembus benda

fisik pastilah benda fisik juga.

1.3. Udara adalah benda fisik.

2. Udara adalah benda fisik.

3. Kesimpulan: udara memiliki massa.

Metode reductio ad absurdum (reductio =

menyusutkan, membagi, absurdum = kemustahilan)

adalah metode pembuktian kebenaran suatu argumen

dengan cara membuktikan bahwa sangkalan dari

argumen tadi adalah keliru atau mustahil, atau metode

membuktikan suatu argumen keliru dengan cara

menunjukkan akan muncul kejanggalan,

ketidaklogisan, atau kontradiksi jika argumen tadi

diterima. Metode ini sering digunakan oleh Euclid

untuk membuktikan teorema-teorema geometrinya.

Page 110: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

110

Berikut contoh penggunaan metode reductio ad

absurdum untuk membuktikan suatu argumen itu

benar.

Batu pastilah memiliki berat, sebab jika tidak

maka ia akan melayang di udara.

Atmosfer pastilah ikut berotasi dengan Bumi,

sebab jika tidak maka udara akan bertiup secepat

perputaran Bumi (1.670 km/jam di khatulistiwa)

akibat efek relatif.

Dan berikut contoh penggunaannya untuk

membuktikan suatu argumen keliru.

Tidak mungkin ada bilangan rasional positif

yang terkecil, sebab jika ada, maka bilangan tadi dapat

dibagi dua, yang mana bernilai lebih kecil.

Tidaklah mungkin ‘tiada yang mustahil’ di

semesta ini, sebab jika semua mungkin, maka mungkin

pula semuanya itu mustahil.

Metode Induktif

Metode induktif merupakan metode berpikir

dengan menggabungkan unit-unit masalah yang dapat

kita peroleh, menjalin hubungan di antaranya,

kemudian menarik kesimpulan sebagai solusi

pemecahan umum dari masalah-masalah tadi. Metode

ini disebut pula dengan metode sintesis (syntithenai =

Page 111: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

111

menempatkan, yang kemudian sering digunakan

untuk proses menggabungkan unsur-unsur berbeda

untuk memperoleh unsur baru.), menempatkan

kombinasi konsep-konsep dan merangkaikannya

untuk memperoleh kebenaran yang bersifat lebih

umum. Dalam konsep triad dari Hegel, metode ini

berupa penalaran antara tesis dan antitesis untuk

mendapatkan kebenaran yang lebih tinggi, sintesis.

Selanjutnya, sintesis ini dapat saja kembali menjadi

tesis, dan alur pemikiran pun berulang.

Metode induktif adalah metode yang umum

dipakai untuk mengidentifikasikan masalah yang

belum jelas, menemukan teori baru, atau dalam

pembuktian terbalik.

Contoh metode induktif:

1. Makin dekat kita ke sumber panas, maka akan

terasa lebih panas.

2. Bumi paling dekat ke Matahari pada bulan

Desember dan paling jauh dari Matahari pada

bulan Juni.

3. Akibat kemiringan sumbu rotasi Bumi terhadap

bidang edarnya, Matahari berada di garis balik

utara pada bulan Juni dan di garis balik selatan

pada bulan Desember.

4. Makin kecil sudut Matahari dari atas kepala maka

akan terasa makin panas.

Page 112: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

112

Kesimpulan: Musim dingin di kutub selatan lebih

dingin daripada musim dingin di kutub utara dan

musim panas di kutub selatan lebih panas daripada

musim panas di kutub utara.

Dapat kita lihat bahwa metode deduktif

cenderung bersifat apriori, sedangkan metode induktif

cenderung bersifat aposteriori.

2. Problem Matematika

Salah satu konsep penting dalam pemecahan

masalah ialah dengan melakukan analisa. Analisa

berarti kita memecah masalah-masalah rumit yang tak

kita ketahui metode pemecahannya menjadi masalah-

masalah kecil yang dapat kita pecahkan menggunakan

aturan-aturan yang telah dikenal dengan baik. Dalam

buku ini penulis tak bermaksud membahas

matematika secara mendalam, tetapi di sini kita akan

sedikit membahas problem geometri dan konsep

integral sebagai contoh pemecahan masalah secara

analitis.

Di sini kita akan mencoba mencari luas suatu

trapesium seperti pada gambar 4.1. Asumsikan bahwa

kita belum tahu rumus untuk menghitung luas

trapesium (toh sebagian dari yang tahu pun belum

pernah membuktikannya), yang kita ketahui hanya

rumus yang lebih dasar yakni rumus luas segiempat

Page 113: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

113

(definitif) dan segitiga (yang dapat diperoleh dari

pemecahan segiempat secara diagonal). Untuk itu, kita

perlu memecah trapesium itu menjadi tiga, seperti

pada gambar di kanan.

Kita simbolkan alas segitiga I dan III dengan a

dan b, sehingga 𝑙2 = 𝑎 + 𝑙1 + 𝑏. Luas tiap-tiap fragmen

ialah:

Fragmen I: 𝐿I =𝑎ℎ

2.

Fragmen II: 𝐿II = 𝑙1ℎ

Fragmen III: 𝐿III =𝑏ℎ

2

Sehingga diperoleh luas trapesium sama

dengan jumlah luasan ketiga segmen, 𝐿 = 𝐿I + 𝐿II +

𝐿III .

𝐿 =𝑎ℎ

2+ 𝑙1ℎ +

𝑏ℎ

2

𝐿 =𝑎ℎ

2+ 𝑙1ℎ +

(𝑙2−𝑙1−𝑎 ℎ

2

𝐿 = ℎ 𝑎

2+ 𝑙1 +

𝑙2

2−

𝑙1

2−

𝑎

2 =

𝑙1+𝑙2

2 ℎ

Gambar 4.1. Menghitung luas trapesium.

Page 114: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

114

Jadi, diperoleh rumus luas trapesium dengan

dua rusuk sejajar tidak bergantung terhadap

perbandingan nilai a dan b.

Nah, sekarang kita akan mendekatkan diri

pada konsep integral luasan. Misalkan terdapat suatu

luasan yang dibentuk oleh kurva 𝑦 =𝑥2

2, sumbu-X,

garis x = 0, dan garis x = 3. Bagaimana cara kita

menghitung daerah itu, sedangkan kita hanya

mempunyai rumus untuk menghitung luas benda-

benda beraturan? Ya! Caranya ialah dengan memecah

luasan nggak karuan itu sampai menjadi bentuk yang

sederhana, yang akrab oleh kita, yang telah kita

ketahui formulanya.

Dengan membagi daerah tadi menjadi tiga

segmen dalam selang 0 – 1, 1 – 2, dan 2 – 3, diperoleh

bentuk tiap segmen menyerupai segitiga dan

trapesium. Makin banyak segmen yang dibuat, maka

Gambar 4.2. Luas daerah di bawah kurva 𝑦 =𝑥2

2.

Page 115: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

115

bentuk tiap-tiap segmen akan semakin menyerupai

trapesium, sehingga total luas segmen akan semakin

mendekati luas daerah di bawah kurva (daerah yang

ingin dicari luasnya).

Jika dipilih pembagian menjadi tiga segmen

saja (lebar tiap segmen = 1), maka diperoleh tinggi

pada titik x = 0, ialah 02

2= 0 , pada x = 1 ialah

12

2= 0,5,

pada x = 2 ialah 22

2= 2, dan pada x = 3 ialah

32

2= 4,5.

Dengan menggunakan perumusan luas trapesium yang

diperoleh sebelumnya, maka luas daerah di bawah

kurva ialah:

𝐿 =0,5 × 1

2+(0,5 + 2 × 1

2+(2 + 4,5 × 1

2= 4,75

Jadi, luas daerah yang ditanyakan adalah

sekitar 4,75 satuan luas. Mengapa sekitar? Ya karena

dalam penyelesaiannya kita melakukan pendekatan

luasan tiap segmen sebagai trapesium (perhatikan

luas sebenarnya pastilah lebih kecil daripada luas

pendekatan ini). Jika jumlah segmen diperbanyak,

akan diperoleh hasil yang semakin teliti, hingga nilai

luas sebenarnya yakni 4,5 satuan luas dapat diperoleh.

Page 116: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

116

3. Paradoks

Paradoks ialah suatu pernyataan atau

proposisi yang menyatakan (atau nampaknya

menyatakan) pemikiran dari premis yang dapat

diterima, berujung pada kesimpulan yang terlihat

tidak logis atau kontradiksi dengan dirinya sendiri

(Oxford Dictionary). Paradoks dapat juga didefinisikan

sebagai argumen yang nampaknya menurunkan

kesimpulan yang kontradiktif melalui deduksi yang

valid dari premis yang dapat diterima (Merriam-

Webster). Jadi, dapat kita nyatakan paradoks muncul

dari suatu argumen yang diterima kebenarannya,

kemudian setelah dilakukan deduksi yang valid dari

argumen tadi akan muncul kesimpulan yang (nampak)

tidak logis (kontra-intuitif) atau kontradiktif. Hal yang

membuat paradoks nampak istimewa dari problem

lainnya ialah bagaimana bisa argumen yang benar,

diturunkan secara benar pula, menghasilkan

kesimpulan yang kontra-intuitif.

Paradoks dapat muncul dari segala disiplin

ilmu, baik matematika, ilmu alam, ilmu sosial, verbal,

visual, hingga logika itu sendiri. Sebagian besar

paradoks yang dikenal telah terpecahkan, sedangkan

sebagian lainnya tetap tak terpecahkan. Pemecahan

paradoks akan berujung pada tiga macam

kemungkinan yakni:

a. Argumen awal—yang nampaknya dapat diterima

kebenarannya, sebenarnya keliru, ataukah tidak

Page 117: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

117

mungkin terjadi dalam kenyataan. Contohnya

Aristotele’s Cycle Paradox.

b. Ada kekeliruan dalam metode menurunkan

kesimpulan yang paradoks itu dari argumen awal.

Contohnya Missing Square Puzzle dan Twin

Paradox.

c. Kesimpulan yang kontra intuitif itulah realita yang

sebenarnya. Contohnya Monty Hall Paradox.

Paradoks merupakan bukti bahwa apa yang

kita anggap logis dapat saja keliru dan apa yang

nampaknya kontra-intuitif dapat saja nyata. Paradoks

juga menunjukkan kemungkinan kesalahan metode

deduksi yang nampaknya sudah benar, membuat kita

merasa was-was tentang deduksi-deduksi yang lain.

Sebagai contoh, dalam buku ini akan dipaparkan

tentang Missing Square Puzzle dan Monty Hall

Paradox. Contoh lainnya (beserta pemecahannya)

dapat Anda temukan di Wikipedia atau di blog saya.

Gambar 4.3.

Missing square

puzzle. Perhatikan

kedua bangun

tersusun dari

elemen yang

sama, tetapi luas

totalnya nampak

berbeda.

Page 118: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

118

Oke, pertama akan kita bahas tentang Missing

Square Puzzle. Cobalah perhatikan kedua segitiga pada

gambar di atas. Pada gambar diberikan dua bangun

(atas dan bawah) dengan panjang alas dan tinggi yang

sama. Keduanya tersusun dari empat segmen yang

sama persis, dua segitiga kecil dan dua bangun letter L

tetapi pada bangun di bawah ada petak yang ‘hilang’.

Kita coba analisis, luas segitiga pada gambar

atas ialah 32,5 satuan, tetapi pada segitiga pada

gambar bawah ada satu petak yang hilang, padahal

mereka tersusun dari segmen-segmen yang sama

persis! Ke mana hilangnya satu petak itu?

Untuk memecahkan problem ini, Anda perlu

melakukan pengamatan dan analisis yang teliti.

Kuncinya ialah menghitung luas total segmen-segmen

penyusun kedua segitiga itu.

Sekarang kita beralih ke Monty Hall Paradox.

Paradoks ini mengenai kuis tebak hadiah di Amerika

di mana pembawa acaranya bernama Monty Hall,

kurang-lebih serupa dengan kuis Superdeal 2 Milyar

yang pernah tayang di salah satu stasiun TV nasional.

Nah, pada paradoks ini diberikan suatu kondisi di

mana terdapat tiga pintu yang di baliknya berisi

hadiah. Salah satu pintu “berisi” mobil mewah,

sedangkan dua yang lainnya “berisi” kambing. Anda

diberikan kesempatan untuk memilih salah satu pintu

yang berisi hadiah Anda. Setelah Anda memilih pintu

Anda, sang host kemudian membuka salah satu pintu

Page 119: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

119

yang berisi kambing, lalu menawarkan Anda untuk

memilih lagi: tetap pada pintu yang dipilih pertama

atau pindah ke pintu satunya lagi yang belum terbuka.

Untuk peluang mendapatkan mobil yang lebih tinggi,

apakah pilihan Anda?

Sebagian besar orang beranggapan bahwa

peluang mendapatkan mobil sama saja ketika tetap

pada pilihan pertama atau pindah pada pintu yang lain

(50:50), mengingat hadiah yang tersisa adalah satu

mobil dan satu kambing. Tetapi kenyataannya, jika

Anda memilih untuk beralih pilihan, maka peluang

Anda mendapatkan mobil mewah menjadi 67%, dan

peluang mendapatkan mobil jika tetap pada pilihan

pertama ialah 33%. Lho, kok bisa begitu? Nampak

kontra-intuitif?

Ya, saat ketiga pintu tertutup, maka peluang

suatu pintu berisi mobil masing-masing ialah 33%.

Ketika Anda memilih satu pintu (sebut pintu 1), maka

peluang pintu Anda berisi mobil ialah 33%, dan

peluang pintu yang tidak Anda pilih (pintu 2 dan 3)

berisi mobil masing-masingjuga 33%, sehingga

Gambar 4.4. Ilustrasi paradoks Monty Hall.

Page 120: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

120

totalnya 67%. Ketika pintu 3 yang berisi kambing

dibuka, maka peluang pintu 3 berisi mobil runtuh

menjadi nol, sehingga meningkatkan peluang pintu 2

berisi mobil menjadi 67%.

Mungkin beberapa dari Anda tetap tidak

percaya, untuk itu akan saya berikan contoh yang

lebih ekstrim. Saya menunjukkan seratus kartu yang

tertutup, di satu di antaranya ialah kartu joker (saya

tahu yang mana kartu joker itu). Saya meminta Anda

untuk memilih satu kartu untuk mendapatkan joker.

Setelah Anda memilih satu kartu (tidak dibuka),

tersisa 99 kartu yang tidak terpilih dan saya membuka

98 di antaranya yang bukan joker. Kini tersisa dua

kartu, satu yang Anda pilih sebelumnya dan satu yang

tidak Anda pilih. Manakah yang paling besar

kemungkinannya merupakan kartu joker? Secara

matematis, peluang kartu yang Anda pilih merupakan

joker ialah 1%, sedangkan peluang kartu satunya lagi

ialah 99%. Suatu langkah bodoh bila Anda tidak

mengganti pilihan Anda.

Oke, sebagai bonus, saya akan memberikan

suatu deret matematika, 𝑆 = 1 − 2 + 4 − 8 + 16 −⋯,

seterusnya sampai tak hingga. Pertanyaannya adalah,

berapakah nilai dari S ? Ternyata jumlahan dari deret

tadi ialah 1/3! Lho, bagaimana mungkin jumlahan dari

deret yang hanya berisi bilangan bulat bisa jadi

pecahan? Tidak percaya? Mari kita buktikan.

𝑆 = 1 − 2 + 4 − 8 + 16 −⋯

Page 121: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

121

−2 × 𝑆 = −2 + 4 − 8 + 16 − 32 + ⋯

Perhatikan bahwa −2 × 𝑆 tidak lain ialah 𝑆 −

1, sehingga bila dipersamakan,

−2 𝑆 = 𝑆 − 1

−3 𝑆 = −1

𝑆 = 1/3

Nah, terbukti kan? Atau…

4. Alam Semesta adalah Masalah

Kita hidup di dunia ini dan kita selalu dilanda

masalah, baik masalah kecil yang nyaris tak

membebani sama sekali hingga yang sangat pelik, dari

yang tidak begitu penting untuk dipecahkan hingga

yang menyangkut hidup-matinya kita. Mengapa kita

manusia, dan beberapa hewan lainnya, nampak selalu

dilanda masalah, sedangkan Gunung Bawakaraeng

nampak tenang-tenang saja berdiri di sana? Saya

menganggap bahwa alam semesta ini adalah masalah,

lebih tepatnya sumber dari segala masalah. Tapi alam

semesta bukanlah satu-satunya faktor, ada satu faktor

lain dan tanpa kedua faktor itu maka masalah takkan

muncul. Faktor yang membuat hewan cerdas seperti

manusia selalu dirundung masalah ialah karena

ketidakpuasan. Dari repotnya menggosok gigi sebelum

Page 122: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

122

tidur, spp yang tidak pernah tiba-tiba saja terbayar

tanpa sepengetahuan kita, kisah asmara yang tidak

sesuai dengan harapan, hingga ketidakpuasan kita

terhadap penjelasan dosen mengenai pertambahan

entropi dua sistem terisolasi yang digabungkan.

Dari masalah itu, sering muncullah rasa takut.

Mengapa kita merasa takut? Kita merasa takut karena

keidakpastian—ketidakpastian ending dari masalah,

dan karena dunia ini penuh dengan hal-hal yang tidak

pasti, maka kita selalu merasa takut. Saat kecil kita

takut ke kamar mandi saat kebelet tengah malam,

siapa yang menjamin sesosok pocong tidak akan

muncul di balik pintu kamar mandi? Kita takut

melawan penjahat yang bersenjata, siapa yang jamin

kita bisa merobohkannya sebelum pisau penjahat itu

menancap di tubuh? Kita takut melawan pihak

dominan dan berkuasa, siapa yang jamin kita bisa

selamat atau tidak dikucilkan? Tetapi kita tidak perlu

takut untuk mencari kebenaran semesta, hukum-

hukum yang mengatur dari jagat terkecil hingga jagat

terbesar. Permasalahan ini tidak akan menimbulkan

rasa takut, malah menjadi kekaguman terhadap

keagungan semesta ini. Yah, meskipun jika dibawa ke

ranah lain boleh jadi berbeda. Setelah terbiasa

memecahkan masalah-masalah yang “aman”, kita bisa

melakukan gebrakan.

Dengan begitu, jika tak ada hal pelik dalam

hidup, baiknya kita mencari-cari masalah alih-alih

menghabiskan banyak waktu untuk bermalas-malasan

Page 123: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

123

tanpa hasil. Einstein pernah berujar, “Hal yang paling

tak dapat dimengerti dari alam semesta ialah bahwa ia

dapat dimengerti”. Ya, alam semseta dapat dimengerti,

dan jika alam semesta mengizinkan kita untuk

mengerti dirinya, mengapa kita tak mencoba?

Anda tidak hanya bisa memikirkan

permasalahan-permasalahan matematika dan alam,

permasalahan sosial, politik, sampai sejarah pun

menarik untuk disantap. Yang diperlukan pertama

ialah kepekaan terhadap masalah dan rasa penasaran

untuk memecahkan suatu masalah. Kalau kedua tadi

tidak dipunyai, maka segala metode berpikir yang

telah diulas dalam buku ini tiada gunanya.

Latihan:

1. Perhatikan pernyataan berikut ini:

1) Semua Pap adalah Pip 3) Semua Pup adalah Pep

2) Semua Pip adalah Pup 4) Semua Pep adalah Pop

Jika keempat pernyataan di atas benar, berilah tanda

pada kesimpulan yang keliru.

⎕ Semua Pap adalah Pep

⎕ Semua Pip adalah Pop

⎕ Semua Pup adalah Pap

⎕ Semua Pop adalah Pep

2. Terdapat dua golongan di suatu desa, yakni golongan

kesatria yang selalu berkata jujur dan golongan

Page 124: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

124

penjarah yang selalu berkata bohong. Jika A

mengatakan “B adalah seorang kesatria” dan B

mengatakan “Kami dari golongan yang berbeda”. Maka

kesimpulan yang dapat ditarik adalah…

a. A kesatria dan B penjarah

b. A penjarah dan B kesatria

c. A dan B penjarah

d. A dan B kesatria

e. tak dapat diperoleh kepastian

3. Pada suatu kejuaraan bulu tangkis, tim X akan

berhadapan dengan tim Y. Pertandingan terdiri dari

lima partai, tim mana yang memenangkan partai lebih

banyak akan menjadi pemenangnya. Di atas kertas, tim

X memiliki pemain dengan peringkat lebih baik, yakni

peringkat 1, 3, 7, 9, dan 11. Sebaliknya tim Y memiliki

pemain dangan peringkat 4, 5, 10, 13, dan 21. Apakah

tim Y memiliki peluang untuk memenangkan

pertandingan? Bagaimana?

4. Pilihlah jawaban yang benar.

a. Memilih opsi b e. memilih opsi a, c, dan d

b. Memilih opsi e f. semua opsi salah

c. Tidak memilih opsi a g. opsi a. b, c, dan f salah

d. Tidak memilih opsi e

5. Saya menantang Anda untuk tidak menerima

tantangan saya. Bagaimana cara Anda untuk

memenangkan tantangan saya?

Page 125: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

125

Bab 5

PENUTUP

1. Aksiologi

Kita telah cukup panjang membahas mengenai

proses berpikir dan buah pemikiran. Akhirnya kita

sampai pada pertanyaan sakral: untuk apa itu semua?

Untuk apa kita berpikir? Jawabnya adalah untuk

kehidupan yang lebih baik. Untuk hidup lebih bahagia.

Aksiologi merupakan cabang ilmu filsafat yang

membahas tentang penggunaan dari ilmu, apa

gunanya ilmu yang kita punya itu. Aksiologi berasal

dari kata Latin, axio yang berarti nilai dan logos yang

berarti kajian. Bagaimana penerapan ilmu itu dinilai,

baik-buruk, indah-jelek. Berbicara tentang nilai

semacam itu jelaslah bukan suatu topik matematika

yang bagus, karena pemahaman tentang nilai itu dapat

berbeda antara penilai satu dengan penilai yang lain.

Nah, kajian mengenai hakikat nilai itulah yang disebut

aksiologi.

Ada beberapa karakteristik dari nilai, yaitu:

1. Nilai objektif atau subjektif.

Suatu nilai dikatakan objektif jika tidak

bergantung terhadap perbedaan subjek yang

menilai, sedangkan dikatakan nilai subjektif jika

Page 126: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

126

maknanya bergantung terhadap subjek yang

menilai.

2. Nilai absolut atau berubah.

Nilai dikatakan absolut jika persepsi subjek

terhadap objek tidak berubah, abadi (setidaknya

selama kehidupan masih ada), sedangkan nilai

disebut berubah jika persepsi subjek dapat

berubah sesuai dengan perkembangan zaman.

Permasalahan mengenai nilai ini dapat dibagi

berdasarkan nilai baik-buruknya (etika) dan

berdasarkan keindahannya (estetika).

Etika

Etika berasal dari kata Latin, ethos, yang

berarti karakter. Etika merupakan cabang filsafat yang

mengkaji perilaku manusia. Tomas Paul dan Linda

Elder mendefinisikan etika sebagai konsep-konsep

dan prinsip yang memandu kita untuk menentukan

perbuatan apa yang dapat menolong atau melukai

makhluk berperasaan. Jadi, konsep etika erat

kaitannya dengan moral.

Etika sendiri berasal dari beberapa sumber,

antara lain yaitu:

1. Fitrah manusia, baik sebagai hewan maupun

kelebihannya sebagai makhluk yang berpikir.

2. Adat dan pemahaman tentang kebiasaan yang

berkembang dan dipertahankan dalam masyarakat

setempat.

Page 127: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

127

3. Doktrin atau paham dari suatu kepercayaan,

seperti agama, aliran filsafat, dan lain-lain.

Sumber etika yang paling utama ialah fitrah

manusia, nilai baik-buruk yang tertanam dalam

pikiran manusia sejak dilahirkan. Karena begitu

abstraknya sumber ini, sering kita tidak dapat

membedakan hal-hal mana yang dapat menolong

makhluk lain dan mana yang dapat melukai

perasaannya.

Sumber yang ke-dua ialah adat pemahaman

tentang kebiasaan dalam masyarakat. Nilai-nilai dari

sumber ini bersifat unik, dapat berbeda antara satu

kelompok dan kelompok lain. Misalkan dalam budaya

masyarakat tertentu bersendawa setelah makan itu

sangat tidak sopan, sedangkan budaya masyarakat lain

menganggap itu adalah hal yang biasa. Penilaian dua

orang terhadap suatu tindakan dapat saja

bertentangan, karena orang cenderung mengambil

referensi dari perilaku masyarakat sekitar.

Sumber yang ke-tiga adalah doktrin agama dan

paham kepercayaan yang dianut. Bahkan dua orang

yang memiliki agama yang sama pun dapat berbeda

pandangan mengenai suatu hal. Misalkan bagi umat

muslim radikal, mendengar musik pop itu bukanlah

hal yang baik, sedangkan bagi umat beragama lain,

bahkan bagi penganut Islam yang lebih moderat atau

liberal, mendengar musik pop itu sah-sah saja selagi

tidak mendatangkan kerugian bagi diri sendiri dan

Page 128: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

128

orang lain (misalnya memutar musik dengan keras di

perpustakaan dapat mengakibatkan kita ditegur dan

membuat orang lain jengkel).

Tentunya diperlukan metode untuk

mengetahui hal-hal mana saja yang dapat menolong

manusia dan hal-hal mana saja yang dapat melukainya.

Metode pertama ialah dengan “eksperimen bertukar

posisi”. Tentunya eksperimen yang dimaksud adalah

eksperimen angan-angan. Bila kita hendak melakukan

sesuatu pada orang lain, cobalah bayangkan bila orang

lainlah yang melakukan hal yang sama pada diri kita.

Metode ke-dua ialah mengamati dan mempelajari. Jika

kita melakukan suatu tindakan pada makhluk lain,

amatilah tanggapannya, dan pelajari. Misalkan jika kita

melempari kucing dengan batu, alih-alih mengeong

dengan gembira menghampiri kita, kucing itu akan

mengerang dan kabur. Kita dapat mengamati bahwa

kucing juga tidak suka disakiti, maka kita belajar

bahwa melempari kucing (atau semacamnya seperti

menginjak kecoa dan menembak cicak dengan karet

gelang) bukanlah hal yang baik.

Estetika

Secara etimologi, estetika berasal dari kata

Latin, aisthetikos yang berarti keindahan, perasaan.

Estetika merupakan cabang filsafat yang mengkaji

Page 129: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

129

nilai-nilai dalam kreasi dan seni serta hubungannya

dalam kehidupan manusia.

Keindahan setidaknya dapat kita bagi menjadi

keindahan individual dan harmoni atau keselarasan.

Keindahan individual menyangkut persepsi kita

mengenai indah tidaknya suatu hal, sedangkan

harmoni menyangkut kesesuaiaan objek-objek yang

dikumpulkan. Misalkan lukisan yang berisi gambar

gelas dan cangkul. Gelas dapat digambar dengan

indah, begitu pula dengan cangkul, tetapi seindah apa

pun gambar gelas dan cangkulnya lukisan tadi tidak

akan terlihat menarik karena tidak ada keselarasan

dalam objek-objek penyusunnya.

Aksiologi dan Teknologi

Pada masa Aristoteles, pengertian hidup yang

lebih baik itu cukup sederhana: tertib, indah, etis, dan

bijak dalam bertindak. Sekarang, kehidupan yang lebih

baik berhubungan dengan kemudahan beraktivitas,

sekarang ilmu itu digunakan untuk perkembangan

teknologi. Teknologi tidak dapat dipisahkan dari

manfaat, etika, dan estetika. Dengan teknologi terkini

kita dapat menyimpan isi buku satu perpustakaan

hanya dalam komputer yang seukuran buku. Dengan

teknologi kita dapat bercakap dan melihat wajah

kawan yang berada di belahan dunia lain. Teknologi

menghasilkan rudal balistik dengan hulu ledak nuklir

Page 130: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

130

yang memiliki jangkauan hingga ribuan kilometer.

Dengan teknologi, selaput dara yang sudah rusak

dapat diperbaiki lagi.

Teknologi ibarat pedang bermata dua, dapat

memberi manfaat dan dapat pula membawa petaka,

tergantung niat dan cara kita menggunakannya. Untuk

itu saya berikan beberapa kasus yang melibatkan

teknologi, etika, dan estetika.

Sejak revolusi industri, pabrik-pabrik besar

berdiri menghasilkan produk-produk teknologi. Efek

sampingnya, dihasilkan limbah produksi yang tentulah

harus dibuang. Sebagian limbah ini dibuang di sungai

atau laut sehingga mengotori dan mencemari

lingkungan. Akibat limbah produksi maupun sampah

dari produk yang sudah tak terpakai yang dibuang

sembarangan, sungai menjadi kotor dan masyarakat

maupun flora-fauna di beberapa tempat mengalami

keracunan.

Beberapa tahun yang lalu, pemerintah

berencana membangun pembangkit listrik tenaga

nuklir untuk memasok energi listrik yang selama ini

tidak cukup, sering terjadi pemadaman listrik di

seluruh Indonesia. Pihak pemerintah dan badan

peneliti terkait telah mengkaji beberapa daerah yang

cocok untuk dijadikan lahan PLTN, tetapi warga di

semua daerah yang direncanakan tadi umumnya

menolak didirikannya PLTN di kabupaten mereka—

meskipun PLTN-nya dibangun di daerah yang jauh

Page 131: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

131

dari pemukiman. Warga dan pemerintah daerah

berdalih PLTN sangat berbahaya, bahkan negara maju

seperti AS dan Jepang pun mulai berencana

meninggalkan sumber energi nuklir. Padahal, jumlah

orang yang mati karena kecelakaan atau

penyalahgunaan senjata tajam masih jauh lebih

banyak daripada orang yang mati karena kecelakaan

atau penyalahgunaan nuklir.

Beberapa tahun silam, dunia kedokteran

menemukan teknik untuk menjahit kembali selaput

dara (himen) yang sudah sobek. Beberapa kalangan

menentang operasi ini sebagai sesuatu yang tidak etis

dan melawan kodrat. Keperawanan itu bukanlah

diukur berdasarkan keutuhan selaput dara saja, tetapi

intinya ialah mengenai perempuan yang mampu

menjaga kesuciannya. Meskipun selaput dara dijahit

hingga utuh pun, keperawanan dalam artian

sebenarnya tidaklah akan kembali. Padahal, stigma

perawan/tidak perawan itu diciptakan oleh

masyarakat sendiri sehingga (calon) pasien yang

mungkin karena kecelakaan, menjadi korban

kejahatan, atau kelalaian di masa mudanya telah

kehilangan selaput daranya, oleh karena masih hidup

dalam stigma perawan-tidak perawan, ia berusaha

memperbaiki selaput daranya, dengan niat baik agar

tidak mengecewakan sang calon suami dan

keluarganya.

Sebagai latihan bab ini, silakan Anda

berpendapat mengenai kasus-kasus di atas.

Page 132: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

132

2. Berpikiran Terbuka dan Pluralisme

Dari subbab 5.1, telah kita pahami bahwa

pemahaman individu mengenai nilai tidak sepenuhnya

sama. Umumnya kita sepakat tentang mana yang baik

dan yang salah, sebagian lagi kita berbeda pendapat.

Merupakan kecenderungan manusia untuk

berkumpul bersama orang-orang yang sepandangan

pemikiran dengannya. Saat kita masuk ke sekolah

yang baru, kita akan mencoba bergaul dengan orang

lain sebanyak mungkin. Seiring waktu, kita akan

mendapatkan teman-teman yang cocok, klop, dan

dengan merekalah kita banyak menghabiskan waktu.

Lalu mungkin akan tercipta nama geng sebagai suatu

identitas kelompok. Itu manusiawi sekali. Sering, kita

menganggap diri kita adalah bagian dari kelompok,

bukan berkelompok adalah bagian dari kehidupan

kita. Ini mungkin akan menciptakan egoisme

kelompok. Jika mujur, mungkin saja paham kelompok

tadi akan diberi nama dengan akhiran –isme atau

sejenisnya, dan tak menutup kemungkinan terjadi

pertengkaran antara pihak penganut apelisme dan

jerukisme, perihal buah mana yang sebenarnya lebih

enak (saya pilih apel).

Di dunia ini, di mana orang-orang mengklaim

berdiri atas paham filsafat, agama, dan ajaran lain

yang menekankan cinta dan kebijaksanaan, tengah

berperang atas nama cinta, seteru atas nama

kebijaksanaan, dan mendirikan kebenaran melalui

Page 133: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

133

tindakan-tindakan yang (nampaknya) tidak benar.

Sepertinya kita tidak perlu kebenaran, kita hanya ingin

dianggap sebagai “yang benar”. Kita menghakimi,

mungkin lebih pada suka dan tidak suka, alih-alih pada

baik-buruk atau benar-salah. Di tengah itu semua,

beberapa orang berusaha mengacungkan tangan dan

memberi usul tentang pluralisme.

Pluralisme

Tentunya tidak asing lagi di telinga Anda

bahwa pluralisme di Indonesia mendapat tanggapan

pro dan kontra. Sebenarnya, akar dari polemik tadi

adalah ambiguitas dari kata pluralisme dalam Bahasa

Indonesia (atau mungkin ada yang sengaja

membuatnya menjadi ambigu?). Untuk itu, di sini kita

akan menelusuri definisi dari pluralisme.

Secara etimologi, plural = beragam, isme =

paham.

A condition or system in which two or more

states, groups, principles, source of authority, etc.,

coexist (Oxford Dictionary).

A state of society in which members of diverse

ethnic, racial, religious, or social group maintain and

develop their traditional culture or special interest

within the confines of a common civilization

(Merriam-Webster).

Page 134: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

134

Keadaan masyarakat yang majemuk

(bersangkutan dengan sistem sosial dan politiknya)

(KBBI).

Pluralism is a framework of interaction in

which groups show sufficient respect and tolerance of

each other, that they fruitfully coexist and interact

without conflict or assimilation (Wikipedia).

Dari pemahaman pluralisme menurut

Wikipedia di atas, dapat kita ketahui bahwa pluralisme

adalah pandangan untuk saling menghormati dan

menoleransi pihak lain, berinteraksi tanpa ada konflik

dan tanpa ada asimilasi. Tanpa asimilasi artinya adalah

tidak mencampurkan pandangan A dan pandangan B,

A ya A dan B ya B, tapi kita harus mendukung kedua

pihak berjalan bersama-sama tanpa konflik dalam

pergaulan sosial. Saling menghormati tidak harus

berarti sepenuhnya membenarkan pandangan

kelompok lain.

Meskipun demikian, pemahaman pluralisme di

Indonesia telah banyak diplintir, beberapa pihak

menyamakan pluralisme dengan paham asimilasi.

Entah oleh oknum yang senang dengan paham gado-

gado, ataukah pihak egois yang tidak senang paham

lain eksis sehingga memelintir definisi pluralisme

menjadi pluralisme-asimilasi, berharap masyarakat

terbodohi lalu menolak pluralisme seperti itu, dan

menggeneralisasikannya pada definisi pluralisme yang

asli. Ujung-ujungnya seseorang menolak pluralisme

Page 135: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

135

hanya karena kawannya atau gurunya mengatakan

“pluralisme itu jahat, mari kita injak” tanpa pernah

mengetahui arti pluralisme sebenarnya.

Well, sebagai penulis, saya pribadi tidak

sepakat dengan paham pluralisme-asimilasi menurut

saya nyeleneh itu, tapi itu tidak berarti saya menolak

pluralisme. Sekedar mengingatkan, falsafah dan

semboyan negara kita, “Bhineka Tunggal Ika” sendiri

menyiratkan bahwa negara ini berdiri atas dasar

pluralisme—dalam pengertian yang asli tentunya.

3. Cinta akan Kebijaksanaan

Kita telah membahas mengenai konsep dan

seluk-beluk berpikir dari sistematika filsafat, logika

matematika, dan metode ilmiah secara ringkas namun

saya rasa cukup jelas dalam buku ini. Sebagai penutup,

saya akan mengutip salah satu cerita favorit saya. Saya

telah berusaha mencari sumber asli dari cerita ini,

namun gagal. Sumber paling awal yang saya ketahui

memuat cerita ini ialah buku “Jadilah Pelita” terbitan

September 2005. Kisah ini secara khusus

membicarakan tentang keberagaman agama, tapi

marilah kita memahaminya dalam segala bentuk

keberagaman pandangan filosofi dan budaya. Dengan

semangat tinggi, saya persembahkan bagi pembaca.

Page 136: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

136

Suara yang Paling Indah

Seorang tua yang tak berpendidikan tengah

mengunjungi suatu kota besar untuk pertama kali

dalam hidupnya. Dia dibesarkan di sebuah dusun di

pegunungan yang terpencil, bekerja keras

membesarkan anak-anaknya, dan kini sedang

menikmati kunjungan perdananya ke rumah anak-

anaknya yang modern.

Suatu hari, sewaktu dibawa berkeliling kota,

orang tua itu mendengar suara yang menyakitkan

telinga. Belum pernah dia mendengar suara yang

begitu tidak enak didengar di dusunnya yang sepi. Dia

bersikeras mencari sumber bunyi tersebut. Dia

mengikuti sumber suara sumbang itu, dan dia tiba di

sebuah ruangan di belakang sebuah rumah, di mana

seorang anak kecil sedang belajar bermain biola.

“Ngiiik!” Ngoook!” berasal dari nada sumbang

biola tersebut.

Saat dia mengetahui dari putranya bahwa

itulah yang dinamakan “biola”, dia memutuskan untuk

tidak akan pernah mau lagi mendengar suara yang

mengerikan tersebut.

Hari berikutnya, di bagian lain kota, orang tua

ini mendengar sebuah suara yang seolah membelai-

belai telinga tuanya. Belum pernah dia mendengar

melodi yang begitu indah di lembah gunungnya, dia

pun mencoba mencari sumber suara tersebut. Ketika

Page 137: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

137

sampai ke sumbernya, dia tiba di ruangan depan

sebuah rumah, di mana seorang wanita tua, seorang

maestro, sedang memainkan sonata dengan biolanya.

Seketika, orang tua ini menyadari

kekeliruannya. Suara tidak mengenakkan yang

didengarnya kemarin bukanlah kesalahan dari biola,

bukan pula salah sang anak. Itu hanyalah proses

belajar seorang anak yang belum bisa memainkan

biolanya dengan baik.

Dengan keluguannya, orang tua itu berpikir

bahwa mungkin demikian pula halnya dengan agama.

Sewaktu kita bertemu dengan seseorang yang

menggebu-gebu terhadap kepercayaannya, tidaklah

benar untuk menyalahkan agamanya. Itu hanyalah

proses belajar seorang pemula yang belum bisa

memainkan agamanya dengan baik. Sewaktu kita

bertemu dengan seorang bijak, seorang maestro

agamanya, itu merupakan pertemuan indah yang

menginspirasi kita selama bertahun-tahun, apa pun

kepercayaan mereka.

Namun ini bukanlah akhir dari cerita.

Hari ke-tiga, di bagian lain kota, si orang tua

mendengar suara lain yang bahkan melebihi

kemerduan dan kejernihan suara sang maestro biola.

Suara itu melebhi indahnya suara aliran air

pegunungan pada musim semi, melebihi indahnya

suara angin musim gugur di sebuah hutan, melebihi

Page 138: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

138

merdunya suara burung-burung pegunungan yang

berkicau setelah hujan lebat. Bahkan melebihi

indahnya keheningan pegunungan sunyi pada suatu

malam musim salju. Suara apakah gerangan yang telah

menggerakkan hati si orang tua melebihi apa pun itu?

Itu adalah suara sebuah orkestra besar yang

memainkan sebuah simfoni.

Bagi si orang tua, alasan mengapa itulah suara

terindah di dunia adalah, pertama, setiap anggota

orkestra merupakan maestro alat musiknya masing-

masing; dan kedua, mereka telah belajar lebih jauh lagi

untuk bisa bermain bersama-sama dalam sebuah

harmoni.

“Mungkin ini sama dengan agama,” pikir si

orang tua. “Marilah kita semua mempelajari hakikat

kelembutan agama kita melalui pelajaran-pelajaran

kehidupan. Marilah kita semua menjadi maestro cinta

kasih di dalam agama kita masing-masing. Lalu,

setelah mempelajari agama kita dengan baik, lebih

jauh lagi, mari kita belajar untuk bermain, seperti

halnya para anggota sebuah orkestra, bersama-sama

dengan penganut agama lain dalam sebuah harmoni!”

Itulah suara yang paling indah.

Page 139: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

139

Glosarium

aksiden : sifat dari suatu hal yang tidak esensial,

pelengkap dan dapat bervariasi untuk

hal yang sama.

aksiologi : cabang ilmu filsafat yang mempelajari

fungsi dan tujuan kajian tentang

kebenaran.

aksioma : pernyataan yang tidak perlu

dipertanyakan lagi kebenarannya karena

merupakan landasan konsep.

analogi : cara berpikir dengan membandingkan

dua hal yang memeiliki kesamaan dalam

suatu hal yang ditinjau.

analisa : metode berpikir dengan memecah-

mecah suatu masalah untuk dipahami.

antitesa : bantahan dari suatu tesa (jamak:

antitesis).

apriori : anggapan tanpa mempedulikan

pengalaman atau keadaan sebenarnya.

aposteriori : anggapan dengan menggunakan

pengalaman sebelumnya sebagai

pertimbangan.

Page 140: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

140

dualisme : paham yang menyatakan di dunia ini

selalu terdapat pasangan-pasangan dua

sifat yang saling berlawanan.

entitas : keberadaan, semua objek yang ada baik

berwujud fisis maupun nonfisis.

epistemologi : cabang filsafat yang mengkaji sumber

dan bagaimana cara kita memperoleh

ilmu/kebenaran.

esensi : sifat yang merupakan intisari dari suatu

hal, sehingga disebut juga sifat wajib

(dalam filsafat timur definisi esensi dan

substansi saling bertukar).

empirisme : paham dalam epistemologi yang

menyatakan bahwa sumber dari ilmu

ialah pengalaman.

ekuivalen : kesamaan/kesetaraan nilai.

fitrah : kodrat: sifat suatu benda yang sudah ada

saat ia tercipta sehingga tidak diperoleh

atas usahanya sendiri.

himpunan : suatu kumpulan objek-objek yang

memiliki kesamaan, yakni memenuhi

syarat/aturan himpunan itu.

hipernim : hal yang bersifat lebih umum.

hiponim : hal yang bersifat lebih khusus.

Page 141: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

141

idealisme : paham/mazhab dalam filsafat yang

menyatakan bahwa akal adalah inti dari

keberadaan.

identitas : diri yang sama.

implikasi : hubungan sebab akibat satu arah, sebab

menimbulkan akibat.

kontradiksi : pertentangan antara dua hal.

logika : Ilmu yang mempelajari tentang nilai

kebenaran dan cara berpikir yang benar.

logis : sejalan dengan logika (tidak

bertentangan dengan pengetahuan).

metafisika : cabang ilmu filsafat yang berupaya

mengkaji tentang kebenaran (ilmu) baik

yang fisis maupun yang non fisis (dalam

pengertian khusus metafisika hanya

membahas hal-hal di luar alam fisis).

materialisme : paham/mazhab dalam filsafat yang

menyatakan bahwa materi adalah inti

dari keberadaan.

ontologi : cabang filsafat yang mengkaji mengenai

kebenaran dalam alam fisis.

premis : proposisi yang dijadikan landasan dari

penarikan suatu kesimpulan dalam

Page 142: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

142

logika; suatu pernyataan yang dianggap

benar.

proposisi : suatu pernyataan yang hanya dapat

bernilai benar saja atau salah saja.

rasionalisme : paham dalam epistemologi bahwa ilmu

dapat diperoleh hanya dengan

menggunakan akal (reason).

sintesa : 1) metode berpikir dengan

menggabungkan hal-hal yang kecil

menjadi hal yang lebih besar (jamak:

sintesis).

2) gabungan konsep dari tesa dan

antitesa yang menghasilkan

pernyataan baru yang lebih benar.

subset : himpunan yang terkandung (bagian) dari

suatu himpunan lain yang dimaksud.

substansi : sifat-sifat yang melekat pada suatu

entitas yang membuat kita dapat

mengenali dan membedakan entitas-

entitas yang ada.

superset : himpunan induk yang memuat himpunan

lain yang dimaksud.

terma (term) : deskripsi nilai/konsep pokok.

tesa : konsep/pernyataan awal tentang suatu

hal (jamak: tesis).

Page 143: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

143

Daftar Pustaka

Bakry, Hasbullah, Systematik Filsafat, Ab. Sitti Sjamsijah,

Solo, 1961

Hawking, Stephen, dan Mlodinow, Leonard, The Grand

Design, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2010

Malaka, Tan, Madilog, versi pdf, 1943

Penerbit, Jadilah Pelita: Ajaran Universal Buddha, Yayasan

Penerbit Karaniya & Ehipassiko Foundation,

Jakarta, 2005

Purwanto, H., Indriani, G., dan Dayanti, E., Logika

Matematika, P.T. Ercontara Rajawali, Jakarta, 2006

Taqiyuddin an-Nabhani, Hakekat Berpikir, Pustaka

Thariqul Izzah, Bogor, 2008

Wijaya, Putu, Yel, Pustaka Firdaus, Jakarta, 2001

http://en.wikipedia.org/wiki/Philosophy

http://mujib-ennal.blogspot.com/2012/10/aliran-

rasionalisme-dan-empirisme.html

http://oxforddictionaries/com/

http://plato.stanford.edu/entries/substance/

http://www.merriam-webster/com/

Page 144: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

144

Page 145: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

145

Page 146: Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf

146

Konsep Berpikir

Paradoks Softbook Publisher

2013