konsep belajar jarak jauh dan aplikasinya *) · pdf filemohammad imam farisi konsep bjj dan...

10
KONSEP BELAJAR JARAK JAUH DAN APLIKASINYA *) Dr. Mohammad Imam farisi, M.Pd. ( FKIP-UT, UPBJJ Surabaya ) Disajikan dalam Orientasi Pengelola Program Pengayaan Pembelajaran Bagi Murid SD Sistem Jarak Jauh di Hotel Royal Tretes View Pasuruan, tanggal 29 Mei 2012 Dewasa ini, sistem PJJ/BJJ sudah menjadi keniscayaan di dunia, bahkan telah diakui sebagai ’disiplin ilmiah’ dengan landasan filosofi, teori, dan praktik yang sudah mapan (Holmberg, 1986; Keegan, 1990). Di Indonesia, secara yuridis-formal PJJ/BJJ telah diakui sebagai subsistem pendidikan nasional, melalui UU no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Salah satu faktor terpenting tingginya tingkat keberterimaan PJJ/BJJ di dunia, termasuk Indonesia, adalah karena fleksibilitasnya yang tinggi dalam mengeliminasi berbagai keterbatasan yang selama ini dihadapi oleh pendidikan tatap muka untuk menyediakan akses pendidikan bagi semua orang, seperti usia, lokasi geografis, keterbatasan waktu, dan situasi ekonomi (Gunawardena & McIsaac, 2001; Baggaley, Belawati, dan Malik, 2010). Adopsi PJJ/BJJ di Indonesia pertama kali dilaksanakan tahun 1997 untuk jenjang pendidikan dasar, melalui projek SMP Terbuka (open junior high school). Pada tahap awal ditetapkan 59 lokasi dengan jumlah peserta program sekitar 10.000 peserta didik (usia 12-17 tahun). Pada tahun 2.000, diperluas lagi ke 3.000 lokasi dengan jumlah peserta mencapai 500.000 peserta didik (Miarso, 1997). Pada tahun 1984 PJJ/BJJ dikembangkan pada jenjang pendidikan tinggi, dengan mendirikan Universitas Terbuka (UT). Hingga akhir tahun 1990an, UT merupakan satu- satunya perguruan tinggi negeri di Indonesia yang menerapkan sistem PJJ. Sejalan dengan meningkatkan kebutuhan akan PJJ/BJJ di Indonesia, sistem ini kemudian diperluas penggunaannya pada lembaga-lembaga pendidikan tinggi tatap muka, sesuai dengan Kepmendiknas No. 107/U/2001 dan kemudian Permendiknas Nomor 24/2012. Pada lembaga-lembaga pendidikan tersebut, implementasi PJJ dikembangkan melalui sistem ”dual mode” yang memadukan antara sistem tatap muka dan sistem jarak jauh. Pada tahun 2002, PJJ/BJJ dikembangkan pada jenjang pendidikan menengah, melalui SMU Terbuka. Untuk tahap awal ditetapkan 6 (enam) propinsi sebagai lokasi perintisan SMU Terbuka, yaitu: (1) Jawa Barat, (2) Jawa Tengah, (3) Jawa Timur, (5) Riau, (6) Kalimantan Timur, dan (7) Sulawesi Selatan (Siahaan & Simanjuntak, 2004). Makalah ini akan mendeskripsikan tentang konsep, evolusi, dan aplikasi PJJ/BJJ, sebagai bahan orientasi bagi para pengelola program pengayaan pembelajaran bagi murid SD sistem jarak jauh. A. Konsep PJJ/BJJ *) Bahan Orientasi Pengelola Program Pengayaan Pembelajaran Bagi Murid SD Sistem Jarak Jauh di Hotel Royal Tretes View Pasuruan, tanggal 29 Mei 2012

Upload: dothu

Post on 07-Feb-2018

247 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KONSEP BELAJAR JARAK JAUH DAN APLIKASINYA *) · PDF fileMohammad Imam Farisi Konsep BJJ dan aplikasinya 4 Generasi kelima adalah “intelligent flexible learning model”, dicirikan

KONSEP BELAJAR JARAK JAUH DAN APLIKASINYA*)

Dr. Mohammad Imam farisi, M.Pd.

( FKIP-UT, UPBJJ Surabaya )

Disajikan dalam Orientasi Pengelola Program Pengayaan Pembelajaran

Bagi Murid SD Sistem Jarak Jauh di Hotel Royal Tretes View

Pasuruan, tanggal 29 Mei 2012

Dewasa ini, sistem PJJ/BJJ sudah menjadi keniscayaan di dunia, bahkan telah

diakui sebagai ’disiplin ilmiah’ dengan landasan filosofi, teori, dan praktik yang sudah

mapan (Holmberg, 1986; Keegan, 1990). Di Indonesia, secara yuridis-formal PJJ/BJJ

telah diakui sebagai subsistem pendidikan nasional, melalui UU no. 20 tahun 2003

tentang sistem pendidikan nasional.

Salah satu faktor terpenting tingginya tingkat keberterimaan PJJ/BJJ di dunia,

termasuk Indonesia, adalah karena fleksibilitasnya yang tinggi dalam mengeliminasi

berbagai keterbatasan yang selama ini dihadapi oleh pendidikan tatap muka untuk

menyediakan akses pendidikan bagi semua orang, seperti usia, lokasi geografis,

keterbatasan waktu, dan situasi ekonomi (Gunawardena & McIsaac, 2001; Baggaley,

Belawati, dan Malik, 2010).

Adopsi PJJ/BJJ di Indonesia pertama kali dilaksanakan tahun 1997 untuk jenjang

pendidikan dasar, melalui projek SMP Terbuka (open junior high school). Pada tahap

awal ditetapkan 59 lokasi dengan jumlah peserta program sekitar 10.000 peserta didik

(usia 12-17 tahun). Pada tahun 2.000, diperluas lagi ke 3.000 lokasi dengan jumlah

peserta mencapai 500.000 peserta didik (Miarso, 1997).

Pada tahun 1984 PJJ/BJJ dikembangkan pada jenjang pendidikan tinggi, dengan

mendirikan Universitas Terbuka (UT). Hingga akhir tahun 1990an, UT merupakan satu-

satunya perguruan tinggi negeri di Indonesia yang menerapkan sistem PJJ. Sejalan

dengan meningkatkan kebutuhan akan PJJ/BJJ di Indonesia, sistem ini kemudian

diperluas penggunaannya pada lembaga-lembaga pendidikan tinggi tatap muka, sesuai

dengan Kepmendiknas No. 107/U/2001 dan kemudian Permendiknas Nomor 24/2012.

Pada lembaga-lembaga pendidikan tersebut, implementasi PJJ dikembangkan melalui

sistem ”dual mode” yang memadukan antara sistem tatap muka dan sistem jarak jauh.

Pada tahun 2002, PJJ/BJJ dikembangkan pada jenjang pendidikan menengah,

melalui SMU Terbuka. Untuk tahap awal ditetapkan 6 (enam) propinsi sebagai lokasi

perintisan SMU Terbuka, yaitu: (1) Jawa Barat, (2) Jawa Tengah, (3) Jawa Timur, (5)

Riau, (6) Kalimantan Timur, dan (7) Sulawesi Selatan (Siahaan & Simanjuntak, 2004).

Makalah ini akan mendeskripsikan tentang konsep, evolusi, dan aplikasi PJJ/BJJ,

sebagai bahan orientasi bagi para pengelola program pengayaan pembelajaran bagi murid

SD sistem jarak jauh.

A. Konsep PJJ/BJJ

*)

Bahan Orientasi Pengelola Program Pengayaan Pembelajaran Bagi Murid SD Sistem Jarak Jauh di Hotel

Royal Tretes View Pasuruan, tanggal 29 Mei 2012

Page 2: KONSEP BELAJAR JARAK JAUH DAN APLIKASINYA *) · PDF fileMohammad Imam Farisi Konsep BJJ dan aplikasinya 4 Generasi kelima adalah “intelligent flexible learning model”, dicirikan

Mohammad Imam Farisi

Konsep BJJ dan aplikasinya 1

Dalam kepustakaan, istilah BJJ/Belajar Jarak Jauh (distance learning) kerap

digunakan secara “bertukar pakai” dengan istilah PJJ (distance education) dalam

pengertian yang sama. Hal yang sama juga akan digunakan di dalam makalah ini. Secara

konseptual, BJJ/PJJ dilihat dari dua aspek, yaitu aspek institusional dan aspek personal.

Aspek institusional, berkenaan dengan tugas dan kewenangan

institusi/organisasi/lembaga penyelenggara BJJ/PJJ untuk mengembangkan sistem,

desain, mekanisme atau proses yang dibutuhkan oleh peserta didik agar komunikasi dan

interaksi pembelajaran terjadi. Dari aspek ini, BJJ/PJJ dapat dimaknai sebagai “sebuah

sistem dan proses pendidikan yang antara pendidik peserta didik terpisahkan oleh ruang

dan/atau waktu, dan pembelajarannya menggunakan multi-media dan multi-sumber

(Permendiknas No. 24/2012; Wikipedia, 2012). Dengan kata lain, secara institusional

PJJ/BJJ merupakan bidang pendidikan yang memfokuskan pada peran

institusi/organisasi/lembaga penyelenggara BJJ/PJJ dalam memilih dan pemanfaatan

metode dan teknologi pembelajaran yang dapat memfasilitasi “ketakhadiran atau

keterpisahan fisikal” peserta didik di dalam kelas seperti lazimnya di dalam latar

pendidikan konvensional (PTT). Oleh sebab itu, institusi/organisasi/lembaga

penyelenggara BJJ/PJJ harus senantiasa update terhadap perkembangan teknologi dan

kemungkinan pemanfaatannya untuk pembelajaran. Fokus kajian PJJ/BJJ dalam hal ini

adalah pada berbagai dimensi pemanfaatan medium teknologi, seperti media cetak, dan

televisi, video, komputer, internet, dll untuk mendukung implementasi PJJ (Keegan,

1990; Gunawardena, & McIsaac, 2004).

Aspek personal, Dari aspek ini, BJJ/PJJ dapat dimaknai sebagai “sebuah sistem dan

proses pendidikan yang menekankan pada proses belajar mandiri (independent learning),

yaitu proses atau aktivitas belajar secara individual (individual learning) dan/atau

berkelompok (cooperative learning). Belajar mandiri ini didasarkan pada kemauan,

kesiapan dan kemampuan peserta didik untuk belajar secara terkontrol,

terarah/terbimbing (self-directed learning), serta atas inisiatif dan prakarsa sendiri

(Wedemeyer & Childs, 1961; Moore, 1972; Kadarko, 1999; Sugilar, 2000).

Dalam BJJ/PJJ, kemandirian belajar ini masih problematik, dan sejumlah studi

menunjukkan bahwa kemandirian belajar merupakan variabel terpenting bagi kesuksesan

peserta didik dalam BJJ/PJJ (Kadarko, 1999; Sugilar, 2000; Puspitasari & Islam, 2003).

Pembentukannya banyak dipengaruhi oleh banyak faktor seperti: konsep diri (self

concept); daya tahan belajar (learning resistance); kesiapan belajar (learning readiness);

kendali belajar (learning control); atensi belajar (learning attention) atau derajat

kepentingan peserta didik atas komponen kegiatan belajarnya; kemampuan melakukan

kontrak belajar (learning contract) sesuai dengan kapasitas, sasaran, dan cara belajarnya.

Semua aspek kemandirian belajar tersebut tidak berada di dalam kewenangan dan

kontrol institusi/organisasi/lembaga penyelenggara BJJ/PJJ, melainkan dari, oleh, dan

untuk peserta didik sendiri. Tugas dan kewajiban institusi adalah bagaimana menciptakan

lingkungan pembelajaran yang kondusif bagi kesuksesan belajar mandiri peserta didik.

Keegan (1990) telah mengidentifikasi 5 (lima) karakteristik utama di dalam

BJJ/PJJ, yaitu:

Page 3: KONSEP BELAJAR JARAK JAUH DAN APLIKASINYA *) · PDF fileMohammad Imam Farisi Konsep BJJ dan aplikasinya 4 Generasi kelima adalah “intelligent flexible learning model”, dicirikan

Mohammad Imam Farisi

Konsep BJJ dan aplikasinya 2

(1) Keterpisahan secara “quasi-permanent“ antara pembelajar (teacher, tutor)

dengan pebelajar (learner, tutee) selama proses belajar berlangsung

(2) Terdapat pengaruh organisasi/institusi/lembaga pendidikan dalam perencanaan

dan penyiapan bahan ajar, serta penyediaan layanan bantuan belajar

(3) Penggunaan media untuk mempersatukan antara pembelajar (teacher, tutor)

dengan pebelajar (learner, tutee) untuk membawa isi atau konten belajar

(4) Penyediaan komunikasi dua arah sehingga learner dapat menarik keuntungan

darinya atau bahkan mengambil prakarsa untuk berdialog, dan

(5) Ketidakhadiran kelompok belajar sepanjang proses belajar, sehingga learner

atau tutee belajar secara individual dengan kemungkinan sekali-sekali ada

pertemuan untuk tujuan pengajaran dan bersosialisasi (tutorial).

Gambar 1: Aspek institusional dan personal dalam PJJ/BJJ

B. Evolusi PJJ/BJJ

Berge dan Collins (1995) menyatakan bahwa perubahan paradigma dalam dunia

pendidikan terkait erat dengan upaya manusia untuk membuka sekat-sekat ruang dan

waktu pada akses peserta didik terhadap produksi dan distribusi materi pembelajaran

melalui pemanfaatan kemajuan teknologi. Dalam konteks historis inilah perubahan dari

paradigma Pendidikan Tatap Muka (PTT) ke paradigma Pendidikan Jarak Jauh (PJJ)

terjadi.

Hingga saat ini, PJJ/BJJ di dunia telah mengalami 8 (delapan) kali perubahan

paradigma atau generasi. Semua perubahan paradigma atau generasi tersebut selalu

berkaitan dengan perubahan teknologi dan pemanfaatannya dalam PJJ/BJJ (Garrison,

1985; Nipper, 1989; Bates, 1995; Taylor, 1999; Keegan, 2002; Peters, 2004; Willems,

2005; Zawacki-Richter, Brown, & Delport, 2008).

Page 4: KONSEP BELAJAR JARAK JAUH DAN APLIKASINYA *) · PDF fileMohammad Imam Farisi Konsep BJJ dan aplikasinya 4 Generasi kelima adalah “intelligent flexible learning model”, dicirikan

Mohammad Imam Farisi

Konsep BJJ dan aplikasinya 3

Gambar 2: Perubahan paradima dalam Pendidikan (Farisi, 2010:4)

Generasi pertama adalah “correspondence model” yang mulai diperkenalkan oleh

Isaac Pitman pertama kali di Inggris pada tahun abad k-19, sejalan dengan terjadinya

revolusi teknologi percetakan dan jasa layanan pos. Model ini dicirikan oleh kombinasi

penggunaan media cetak dan layanan pos, yaitu mengirimkan bahan-bahan belajar

tercetak kepada siswanya secara berkala dengan bantuan jasa layanan pos pada abad ke-

19.

Generasi kedua adalah “multi-media model”, yang mengintegrasikan penggunaan

berbagai media pembelajaran yaitu surat-menyurat atau korespondensi; buku teks standar

yang secara khusus didesain untuk kepentingan PJJ/BJJ; koleksi bahan-bahan bacaan

seperti jurnal; dan didukung oleh penggunaan televisi; radio; media-rekam seperti kaset-

video; dan pembelajaran berbasis komputer.

Generasi ketiga adalah “tele-learning model”, dicirikan oleh pembelajaran secara

“synchronous”, yaitu pembelajaran seperti pada model PTT tetapi dilakukan melalui

penggunaan teknologi interaktif seperti komputer, internet (instant messaging atau live

chat, webinar) dan video conference, yang memungkinkan pembelajar dan pebelajar

dapat berkolaborasi dan belajar secara real time (seakan-akan antara keduanya belajar hal

yang sama, pada saat yang sama, dan di tempat yang sama pula).

Generasi keempat adalah “flexible learning model”, dicirikan oleh penggunaan

komunikasi secara “asynchronous”, yaitu pembelajaran secara jarak jauh menggunakan

sumber belajar online (internet atau website), atau menggunakan komputer via sistem

jawab otomatis (automated-response system), korespondensi via e-mail, konferensi via

komputer, layanan online dengan sistem bulletin board (BBS), atau multimedia interaktif

lainnya. Di dalam model ini, pembelajar dan pebelajar dapat berkomunikasi secara

fleksibel dalam hal tempat dan waktu, dengan kontrol belajar berpusat pada diri pebelajar

(learner).

Page 5: KONSEP BELAJAR JARAK JAUH DAN APLIKASINYA *) · PDF fileMohammad Imam Farisi Konsep BJJ dan aplikasinya 4 Generasi kelima adalah “intelligent flexible learning model”, dicirikan

Mohammad Imam Farisi

Konsep BJJ dan aplikasinya 4

Generasi kelima adalah “intelligent

flexible learning model”, dicirikan oleh

penggunaan komunikasi secara

“asynchronous”, melalui pemanfaatan

internet/website, media jejaring sosial, dan

perangkat multimedia seperti YouTube.

Seperti pada generasi ke-4, di dalam model

ini, pembelajar dan pebelajar dapat

berkomunikasi secara fleksibel dalam hal

tempat dan waktu, dengan kontrol belajar

berpusat pada diri pebelajar (learner).

Generasi keenam adalah “electronic

learning atau e-learning” yang diperkenalkan

oleh Keegan (2002). Model ini dicirikan oleh

pembelajaran secara o nline (online learning)

melalui pemanfaatan penuh teknologi Internet

(website) untuk memperoleh sumber-sumber

belajar, komunikasi, maupun berbagai model

pembelajaran.

Generasi ketujuh adalah “mobile learning

atau m-learning” yang diperkenalkan oleh Zawacki-Richter, Brown, & Delport (2008).

Model ini dicirikan oleh pe nggunaan teknologi digital berperangkat wireless (hand

phone, personal digital assistants (PDAs), Pocket PC, atau laptop computers, smart-

phones, WAP, GPRS, dan UMTS telephones) untuk

memperoleh sumber-sumber belajar, komunikasi,

maupun berbagai model pembelajaran.

Generasi kedelapan adalah “multi-generational

model” yang diperkenalkan oleh Willems (2005). Model

ini dicirikan oleh penggunaan secara terintegrasi

teknologi pembelajaran dari generasi pertama hingga

ketujuh. Model ini dalam beberapa hal menerapkan

metodologi “blended learning”, “hybrid learning” atau

“mixed-mode”, yaitu pembelajaran yang

mengintegrasikan antara model pembelajaran

“synchronous” (PTT) dan “asynchronous” (online)

(Buzetto-More &Sweat-Guy, 2006).

Tentang keunggulan dan kelemahan dari masing-masing penggunaan teknologi

pembelajaran (dari generasi ke-1 s.d. generasi ke-5), Taylor (1991:3) membuat

perbandingan dilihat dari aspek-aspek: fleksibilitas (waktu, tempat, akses); kemudahan

memperoleh bahan ajar; keunggulan teknologi pembelajaran; dan efisiensi biaya

(mendekati nol) seperti berikut.

Page 6: KONSEP BELAJAR JARAK JAUH DAN APLIKASINYA *) · PDF fileMohammad Imam Farisi Konsep BJJ dan aplikasinya 4 Generasi kelima adalah “intelligent flexible learning model”, dicirikan

Mohammad Imam Farisi

Konsep BJJ dan aplikasinya 5

C. Aplikasi PJJ/BJJ

Ada enam komponen utama yang perlu diperhatikan dalam aplikasi BJJ/PJJ yang

tidak semuanya terdapat dalam PTT. Keenam komponen itu adalah registrasi, bahan ajar

(mencakup pengembangan program, kurikulum, produksi dan distribusi), unit sumber

belajar, bantuan belajar, evaluasi, dan kendali mutu.

1. Registrasi merupakan rangkaian pendaftaran peserta didik mulai dari penyediaan

formulir hingga pengembaliannya ke institusi/lembaga (secara langsung, melalui

jasa pengiriman, atau online). Hal penting dalam registrasi adalah penentuan

kompetensi awal dan karakteritik calon peserta didik.

2. Bahan Ajar merupakan media pembelajaran merupakan komponen strategis

dalam konteks BJJ/PJJ. Melalui bahan ajar peserta didik belajar, berinteraksi,

berefleksi, dan mengevaluasi diri. Bahan ajar dalam BJJ/PJJ dikembangkan

secara multi-media, yaitu media cetak (modul/paket belajar) dan non-cetak

(audio/video, komputer/internet, siaran radio dan televisi). Bahan ajar dalam

BJJ/PJJ berbeda dengan bahan ajar dalam PTT. Dalam BJJ/PJJ bahan ajar

dikembangkan sebagai “pengganti pebelajar” dan didesain didesain khusus

sesuai dengan keperluan BJJ/PJJ. Karena itu bahan ajar dalam BJJ/PJJ tidak

hanya bermuatan materi ajar, tetapi juga strategi belajar, pengalaman belajar,

evaluasi belajar, serta perangkat pembelajaran lainnya, sesuai kurikulum atau

garis-garis besar program pembelajaran atau silabus, melibatkan para pakar atau

Page 7: KONSEP BELAJAR JARAK JAUH DAN APLIKASINYA *) · PDF fileMohammad Imam Farisi Konsep BJJ dan aplikasinya 4 Generasi kelima adalah “intelligent flexible learning model”, dicirikan

Mohammad Imam Farisi

Konsep BJJ dan aplikasinya 6

ahli masing-masing bidang keilmuan/keahlian dari berbagai institusi/lembaga

pendidikan.

Selain itu, oleh karena dalam BJJ/PJJ terjadi “minimalisasi” pertemuan tatap

muka, maka bahan ajar dikembangkan dengan mempertimbangkan beban belajar

untuk setiap bidang studi/mata pelajaran, dan kapasitas peserta didik untuk

menuntaskannya. Di UT misalnya, 1 sks = 3 modul/paket belajar dengan 3 sub-

pokok bahasan/kegiatan belajar (@40-50 halaman), sehingga untuk mata kuliah

yang memiliki beban belajar 4 SKS, maka jumlah modul/paket belajar sebanyak

12 modul/paket belajar, dengan 36 sub-pokok bahasan/kegiatan belajar (480—

600 halaman). Namun demikian, berapa jumlah modul/paket belajar dan halaman

juga perlu mempertimbangkan kapasitas belajar peserta didik.

Gambar 6: Komponen utama dalam aplikasi BJJ/PJJ

3. Unit Sumber Belajar (USB) adalah unit-unit pendukung penyelenggaraan

BJJ/PJJ yang didirikan oleh institusi/lembaga/organisasi penyelenggara BJJ/PJJ

atau melalui kerjasama dengan institusi/lembaga/organisasi lain.

Secara historis, aplikasi PJJ di dunia, juga di Indonesia, didasarkan pada

kebutuhan untuk memperluas dan meningkatkan keterbatasan akses dan daya

tampung dan daya jangkau publik pada PTT. Oleh sebab itu, pada dasarnya

implementasi PJJ/BJJ dikembangkan atau didesain sebagai suatu “networking

institution”, sebuah sistem kelembagaan/organisasi/institusi pendidikan yang

Page 8: KONSEP BELAJAR JARAK JAUH DAN APLIKASINYA *) · PDF fileMohammad Imam Farisi Konsep BJJ dan aplikasinya 4 Generasi kelima adalah “intelligent flexible learning model”, dicirikan

Mohammad Imam Farisi

Konsep BJJ dan aplikasinya 7

didukung penuh oleh suatu jaringan kerja sama yang bersifat

kelembagaan/organisasional/institusional yang cakupannya mencapai seluruh

negeri bahkan juga ke seluruh dunia.

4. Bantuan belajar adalah aktivitas pemberian bantuan belajar kepada peserta didik

menggunakan berbagai modus BJJ/PJJ (dari generasi ke-1 hingga ke-8), meliputi

kegiatan perencanaan (learning plan), proses pembelajaran, pemberian tugas, dll.

Dalam konteks BJJ/PJJ, pemberian bantuan belajar tidak dilakukan sepanjang

proses belajar, dan lebih menekankan pada proses belajar mandiri (independent

learning) yang menghendaki setiap peserta didik memiliki inisiatif atau prakarsa

sendiri untuk belajar secara individual atau dalam kelompok (kelompok belajar

atau tutorial). Pemberian bantuan belajar juga tidak sepenuhnya dilakukan oleh

institusi/lembaga/organisasi penyelenggara BJJ/PJJ, tetapi juga perlu menjalin

kerja sama kemitraan dengan institusi/lembaga/organisasi, khususnya dalam

rekrutmen tenaga pendidik (tutor, supervisor, instruktur).

5. Evaluasi hasil belajar dilakukan untuk mengukur keberhasilan studi atau

ketercapaian kompetensi kurikuler tertentu oleh setiap peserta didik. Evaluasi

dilakukan secara reguler dan/atau online menggunakan instrumen evaluasi yang

valid. Untuk mendukung penyediaan dan produksi instrumen evaluasi, institusi

dapat mengembangkan “Bank Soal”. Kegiatan evaluasi hasil belajar terdiri dari

serangkaian aktivitas mulai dari pengembangan bahan evaluasi, pemrosesan dan

penggandaan bahan evaluasi, pelaksanaan evaluasi, pengolahan dan

pengumuman hasil evaluasi.

6. Kendali Mutu dilakukan untuk keperluan standarisasi kualitas setiap proses dan

produksi layanan/bantuan pendidikan/pembelajaran kepada peserta didik. Kendali

mutu mencakup kendali dalam registrasi, bahan ajar, bantuan belajar, dan

evaluasi hasil belajar. Belakangan ini, kendali dan jaminan mutu (quality control

and assurance) atas berbagai aspek dalam BJJ/PJJ semakin mendapatkan

perhatian dari para pakar/ahli. Aspek kendali dan jaminan mutu ini merupakan

salah satu dari “eternal vectors triangle” dalam BJJ/PJJ, selain akses dan biaya

(Daniel, 1995, 1998, 2003), dan belakangan menjadi isu kunci dan sentral yang

sangat dibutuhkan tidak hanya bagi peserta didik melainkan juga bagi

kepentingan kerjasana dan implementasi BJJ/PJJ dalam konteks global (Jung,

2007).

Daftar Pustaka Baggaley, J., Belawati, T., dan Malik, N. (2010). Distance education in Asia Pacific: diunduh 24

Agustus 2011 dari http://web.idrc.ca/en/ev-140836-201-1-DO_TOPIC.html

Bates, T. (1995, 20-24 Juni). Technology, open learning and distance education. Proceedings of the 19th ICDE World Conference on Open Learning and Distance education, Vienna,

Austria. Diunduh dari www.tonybates.ca/ 2008/07/21/distance-education-the-fifth-

generation

Berge, Z., & Collins, M. (1995). Computer-mediated communication and the online classroom in distance learning. Computer-Mediated Communication Magazine, 2(4). Diunduh dari

http://www.ibiblio.org/cmc/mag/1995/apr/berge.html

Buzetto-More, N.A. & Sweat-Guy, R. (2006). Incorporating the hybrid learning model into minority education at a historically black university. Journal of Information Technology

Education, 5, h. 153-164.

Page 9: KONSEP BELAJAR JARAK JAUH DAN APLIKASINYA *) · PDF fileMohammad Imam Farisi Konsep BJJ dan aplikasinya 4 Generasi kelima adalah “intelligent flexible learning model”, dicirikan

Mohammad Imam Farisi

Konsep BJJ dan aplikasinya 8

Daniel, J.S. (1995). The mega-universities and the knowledge media: Implications of new

technologies for large distance teaching universities. A Thesis in the Department of Education. Canada: Concordia University. Retrieved from http://spectrum.library.

concordia.ca/132/

Daniel, J.S. (1998). Knowledge media for mega-universities: Scaling up new technology at the

open university. A paper presented at Shanghai Open and Distance Education Symposium. Retrieved from http://www.open.ac.uk/johndanielspeeches/chinatlk.html/

Daniel, J.S. (2003, November 7-9). Mega-universities = Mega-impact on access, cost and

quality. Keynote address, First Summit of Mega-universities, Shanghai, China. Retrieved from http://portal.unesco.org/education/en/ev.php-URL_ID=26277&URL_DO...

Daniel, S.J. (2011). Transforming Asia through open and distance learning. Keynote address on

Asian Association of Open Universities 25th Annual Conference, Penang, Malaysia, 28-30

September 2011.

Farisi, M.I. (2010). The paradigm shifts in integrating technology at distance education and the

structure of teacher’s competencies in the field of educational technology. Prosiding

International Seminar on Integrating Technology into Education. Jakarta: IPTPI. Garrison, G. R. (1985). Three generations of technological innovation in distance education.

Distance Education, 6(2), h. 235-241. Diunduh dari http://www.c3l.uni-

oldenburg.de/cde/media/readings/garrison85.pdf Gunawardena, C.N., & McIsaac, M.S. (2004). Distance education. In D. H. Jonassen (Ed.),

Handbook of research on educational communications and technology (2nd ed., pp. 355–

395). Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum. Holmberg, B. (1986). A discipline of distance education. Journal of Distance Education, 1(1),

25–40.

Jung, I. (2007). Quality assurance survey of mega universities, in McIntosh, Ch. Ed. Perspectives

on distance education: Lifelong learning & distance higher education. Canada-France: Commonwealth of Learning/UNESCO Publishing.

Kadarko, W. (1999). Kemampuan belajar mandiri dan faktor-faktor psikososial yang

mempengaruhinya: Kasus universitas terbuka. Jurnal Pendidikan Tinggi Jarak Jauh.

Volume 1(1).

Keegan, D. (1990). Foundations of distance education. 2nd

ed. London: Routledge.

Keegan, D. (2002). ZIFF PAPIERE 119. The future of learning: From eLearning to mLearning.

Hagen: FernUniversitat. Diunduh dari www.fernuni-hagen.de/ZIFF/ZP_119.pdf Keegan, D. (2002). ZIFF PAPIERE 119. The future of learning: From eLearning to mLearning.

Hagen: FernUniversitat. Diunduh dari www.fernuni-hagen.de/ZIFF/ZP_119.pdf

Miarso, Y.H. (1997). Educational technology and systemic change in education. Makalah pada Third International Symposium on Open and Distance Learning, Bali, November.

Moore, M.G. (1972). Learner autonomy: The second dimension of independent learning.

Convergence 5(2), 76-88. Nipper, S. (1989). Third generation distance learning and computer conferencing. In R. Mason &

A. Kaye (Eds.), Mindweaves: Communication, computers and distance education (h.

63.73). Oxford: Pergamon Press. Diunduh dari http://www-

icdl.open.as.uk/mindweave/chap5.html Peters, O. (2004). The educational paradigm shifts. In O. Peters (Ed.), Distance education in

transition - new trends and challenges (4th ed., h. 25-35). Oldenburg: BIS.

Ratnawati, L. & Andriyani, D. (2011). Sistem belajar jarak jauh: penerapannya di Universitas

Terbuka. Bahan Pelatihan Pembentukan Tutor Inti Universitas Terbuka. Jakarta: UT.

Siahaan, S., & Simanjuntak, WBP. (2004). Studi tentang pengelolaan sekolah menengah umum

terbuka (SMU terbuka). Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, 5(1), h. 59-82. Sugilar (2000). Kesiapan belajar mandiri peserta pendidikan jarak jauh. Jurnal Pendidikan Tinggi

Jarak Jauh. Volume 1(2).

Page 10: KONSEP BELAJAR JARAK JAUH DAN APLIKASINYA *) · PDF fileMohammad Imam Farisi Konsep BJJ dan aplikasinya 4 Generasi kelima adalah “intelligent flexible learning model”, dicirikan

Mohammad Imam Farisi

Konsep BJJ dan aplikasinya 9

Suparman, A. (2011). Sistem belajar jarak jauh. Bahan presentasi Power Point pada Pelatihan

Pembentukan Tutor Inti Universitas Terbuka. Jakarta: Universitas terbuka. Taylor, J.C. (1999, 20-24 Juni). Distance education: The fifth generation. Proceeding of the 19th

World Conference on Open Learning and Distance Education, Vienna, Austria.

Wedemeyer, C. A., & Childs, G.B. (1961). New Perspectives in University Correspondence

Study. Chicago: Center for the Study of Liberal Education for Adults. Wikipedia (2012a). Distance education. Diunduh dari http://en.wikipedia.org/

wiki/Distance_education

Wikipedia (2012b). Blended Learning. Diunduh dari http://en.wikipedia.org/ wiki/Blended_learning

Willems, J. (2005). Spanning the generations: Reflections on twenty years of maintaining

momentum. Proceeding of the Australasian society for computers in learning in tertiary education (ascilite) Conference, Brisbane, Australia. Diunduh dari

http://www.ascilite.org.au/ conferences/brisbane05/blogs/ proceedings/

Zawacki-Richter, O., Brown, T., & Delport, R. (2008). Mobile Learning: From single project

status into the mainstream? Diunduh dari http://www.eurodl.org/?article=357