konduksi
DESCRIPTION
HJHHKJTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Tujuan Percobaan
Menghitung koefisien perpindahan panas logam dan pengaruh suhu terhadap k,
dengan menganalisa mekanisme perpindahan panas konduksi stedi dan tak stedi.
Menghitung koefisien kontak.
1.2. Teori
Jika pada suatu benda terdapat gradien suhu, akan terjadi perpindahan energi berupa
kalor dari bagian yang bersuhu tinggi ke bagian yang bersuhu rendah. Salah satu cara
perpindahan energi ini melalui mekanisme yang disebut konduksi atau hantaran. Konduksi
dapat diartikan sebagai transmisi energi (panas) dari satu bagian padatan yang bersuhu tinggi
ke bagian padatan lain yang kontak dengannya dan memiliki suhu lebih rendah.
Besarnya perpindahan kalor sebanding dengan gradien suhu yang dinyatakan dalam
persamaan:
Apabila konstanta proporsionalitas dimasukkan dalam persamaan tersebut, didapat:
Persamaan di atas disebut hukum Fourier tentang konduksi kalor. Pada persamaan di
atas, q menyatakan laju perpindahan kalor dan merupakan gradien suhu ke arah
perpindahan kalor. Konstanta k melambangkan konduktivitas termal benda, sedangkan tanda
minus diberikan untuk memenuhi hukum kedua termodinamika yaitu kalor berpindah ke
tempat yang suhunya lebih rendah.
Untuk konduksi kalor satu dimensi dapat digunakan persamaan:
Sedangkan untuk aliran kalor tiga dimensi, kita perlu memperhatikan kalor yang
dihantarkan ke dalam dan ke luar satuan volume dalam tiga arah kordinat. Dengan
menggunakan neraca energi akan didapat persamaan:
1
atau dapat ditulis
Dalam persamaan di atas, besaran menyatakan difusifitas termal atau kebauran
termal bahan. Makin besar nilai , makin cepat kalor membaur di dalam bahan tersebut.
Satuan dari difusifitas termal adalah m2/s.
Perpindahan kalor konduksi dibagi menjadi dua macam, yaitu konduksi keadaan tunak
dan tak tunak. Pada konduksi keadaan tunak, suhu tidak berubah terhadap waktu. Namun, jika
suhu benda berubah terhadap waktu atau jika ada sumber kalor (heat source) dan sumur kalor
(heat sink), konduksi yang terjadi adalah konduksi tak tunak.
Konduksi keadaan tunak
Apabila tidak ada pembangkitan panas di dalam benda, maka persamaan hukum Fourier dapat
diintegrasikan , sehingga diperoleh:
Jika konduktivitas termal merupakan fungsi suhu, dimana k = k0 (1 + βT), maka persamaan
aliran kalor menjadi:
Gambar 1. perpindahan kalor satu dimensi melalui dinding komposit
Pada sistem yang terdiri dari beberapa bahan seperti pada gambar, aliran kalor dapat
dirumuskan sebagai berikut:
2
Konduksi keadan tak tunak
Dalam proses pemanasan atau pendinginan yang bersifat transien, yang berlangsung sebelum
terjadinya kesetimbangan, analisisnya harus menggunakan persamaan-persamaan untuk
keadaan tak tunak.
Pada keadaan tak tunak berlaku:
Sebagai contoh, untuk konduksi keadaan tak tunak pada benda padat semi tak berhingga
dengan fluks kalor tetap berlaku:
Pada pembahasan di atas sempat disinggung beberapa besaran yang berkaitan dengan
perpindahan kalor konduksi, yaitu konduktivitas termal dan tahanan kontak termal. Berikut
akan diberikan penjelasan lebih lanjut mengenai kedua besaran tersebut.
Konduktivitas termal
Konduktivitas termal merupakan besaran yang menyatakan kemampuan suatu bahan dalam
menghantarkan kalor secara konduksi. Pada umumnya, nilai konduktivitas termal ini sangat
tergantung pada suhu. Bila perubahan k merupakan fungsi linier terhadap perubahan suhu,
maka hubungan tersebut dapat ditulis:
Satuan dari konduktivitas termal adalah Watt/moC atau BTU/hour.Ft.oF
Tahanan kontak termal
Apabila dua benda padat dihubungkan satu sama lain dan perpindahan panas hanya dalam
arah aksial, maka akan terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba pada perbatasan kedua bahan
tersebut. Hal ini disebabkan oleh adanya tahanan kontak termal. Tahanan kontak termal
3
merupakan akibat dari ketidaksempurnaan kontak antara kedua bahan, sehingga terdapat
fluida yang terperangkap di dalamnya.
Ada dua faktor yang mempengaruhi perpindahan kalor pada sambungan, yaitu:
- konduksi antara zat padat dengan zat padat pada titik-titik singgung
- konduksi melalui gas yang terkurung pada ruang-ruang kosong yang terbentuk karena
persinggungan tersebut. Hal ini yang merupakan tahanan utama pada aliran kalor, karena
konduktivitas gas sangat kecil bila dibandingkan dengan konduktivitas zat padat.:
Aliran kalor melintasi sambungan dapat ditulis dalam bentuk persamaan
sebagai berikut:
dimana:
Ac = bidang kontak
Av = bidang lowong
Lg = tebal ruang lowong
kf = konduktivitas termal fluida
hc = tahanan kontak termal
Persamaan umum dengan menerapkan neraca energi pada kedua bahan, karena
merupakan gabungan anatara 2 bahan maka aliran kalor disetiap titik ialah sama maka:
Dengan melihat kepada sambungan tadi dimana terjadi perpindahan kalor
secara konduksi dapat dinyatakan dalam persamaan perpindahan kalor secara
konveksi. Secara matematis dinyatakan sebagai berikut:
Q konveksi AB = Qkonduksi pada bidang yang kontak + Q konduksi gas-gas pada bidag yang tidak kontak
= +
Dimana;
4
∆x = tebal bidang yang kontak, diasumsikan tebal bidang ini adalah ½ dari jarak ruang
yang kosong antara 2 logam tersebut (seperti yang terlihat pada gambar2 ) = Lg/2
∆x1= tebal bidang kosong = jarak anatara dua logam = Lg
Dengan memberi tanda Ac untuk bidang kontak dan Av untuk bidang lowong maka
persamaan diatas menjadi:
= +
= +
,
maka didapatkan persamaan koefisien kontak sebagai berikut :
Dengan satuan m2 0C/Watt
5
BAB II
PERCOBAAN
2.1. Prosedur Percobaan
a. Periksa jaringan air pendingin masuk dan keluar peralatan konduksi, periksa apakah
air pendingin mengalir ke dalam alat dengan membuka kran pengontrol.
b. Alirkan alir pendingin dengan laju sangat kecil.
c. Hubungkan kabel ke sumber listrik.
d. Pasang milivoltmeter, set mV meter pada penunjuk mV, DC.
e. ON kan saklar utama dan unit 1/2 dan 3/4.
f. Set heater unit 1/2 pada angka 5 dan unit 3/4 pada angka 400.
g. Amati suhu tiap node 1 s/d 10 setiap 5 menit untuk unit 2 dan 3.
h. Hentikan pengamatan apabila suhu node 10 telah tidak berubah suhunya pada 3 kali
pengamatan.
2.2. Instrumentasi
Pada percobaan Konduksi ini digunakan alat ScottThemal Conduction Sistem model
9051. adapun gambar alat sebagai berikut:
Gambar 2. Peralatan Konduksi
Adapun komponen utama sistem ini ialah sebagai berikut :
Unit berbentuk tubular yang terinsulasi, terdiri dari bagian tengah yang berupa
tube furnace bersuhu 1850 0F yang memanaskan 2 batang stainless steel yang
hanya terpisah sedikit jaraknya. Batang- batang stainless steel ini masing-
6
masingterhubung pada serangkaian logam. Sebelah kiri berhubungan dengan
tembaga-batang besi. Sebelah kanan berhubungan dengan alumunium lalu batang
magnesium. Tiap susunan batang ujungnya berakhir pada suatu heat sink yang
didinginkan oleh fluida pendingin. Heat sink ini digunakan untuk mengatur dan
mengukur fluks panas yang melalui terminal cross section batangan itu.
Konduktor dengan variabel area dan konstan area yang masing-masing disusun
secara vertikal dan dipanaskan oleh hot plate 700 0F dan bagian atasnya berujung
pada suatu heat sink yang didinginkan oleh fluida pendingin. Semua pemanas dan
elemen penghantar diselubungui oleh suatu jaket insulasi.
Termokopel Chromel – Alumel yang diinsulasi kaca. Termokopel ini diletakkan
pada 10 titik kritis pada konduktor-konduktor diatas dan pada inlet dan outlet heat
sink. Semua dihubungkan pada sepasang terminal melalui suatu kotak penghubung
yang memiliki switch selektor individual dan group sehingga dengan cukup
sebuah potensiometer yang dihubungkan , pembacaan dari seluruh titik yang
dipasangkan termokopel itu dapat dilakukan semau kita.
Power circuit 115 V AC dengan kontrol on/off untuk setiap sumber kalor
Sedangkan untuk lebih jelasnya untuk masing-masing percobaan pada alat ini ialah
sebagai berikut :
Percobaan unit 1 dan 2
Pada percobaan 1 dan 2 dititikbertkan pada perpindahan panas melalui logam-logam
yang bervariasi, tahanan dan interface. Penjelasan mengenai bagian dalam bisa dilihat
dalam ilustrasi sebagi berikut:
Untuk komponen alatnya dideskripsikan sebagi berikut:
Tube Furnace,
Bekerja sebagai AC-operated. Temperature operasi maksimum yang aman untuk
furnace ini adalah 18500F. Untuk menghitung neraca panas alat atau furnace loses,
7
input listrik dapat diukur dengan menghubungkan voltmeter dan amperemeter
kekontak pada bagian belakang furnace.
Susunan batang logam.
Untuk kondisi panas dari zona temperatur tinggi didalam furnace menuju kedua
sisi alat, digunakan 2 batang stainless steel yang distabilkan. Material ini mejaga
keseragaman dan kondisi permukaan yang tahan lama. Hal ini penting karena
kebanyakan panas yang memasuki batang ditransmisikan dari elemen pemanas
secara langsung dengan radiasi. Serta setiap perubahan kondisi interface batangan
setelah beberapa kali operasi akan mempengaruhi pengukuran. Selanjutnya , kedua
stainless steel bar ini diberi sedikit jarak untuk mencegah batangan stainless steel
itu menjadi heat sink bagi batangan lainnya.
Untuk alat 1 : batangan terdiri daristainless steel-tembaga-baja karbon
Untuk alat 2 : batangan terdiri daristainless steel-alumunium-magnesium
Pengukuran suhu
Pengukuran suhu digunakan termokopel seperti yang telah disebutkan pada bagian
komponen utama. Semua termokopel diletakkan pada titik-titik yang perlu untuk
pengukuran.
Pengukuran fluks panas
Pengukuran fluks panas dapat dilakukan pada heat sink yang ada.
Insulasi
Furnace, batangan serta heat sink diselubungi oleh insulasi untuk menghindari
kehilangan panas konveksi yang besar sehingga alat dapat sensitif untuk
pengukuran dengan temperatur range yang rendah.
Percobaan unit 3 dan 4
Pada percobaan unit 3 dan 4 kita menghitung perpindahan panas dengan konduktor
yang seragam dengan memvariasikannya dengan luas penampang yang berbeda. Untuk
unit 3 dan 4 menggunakan konduktor tembaga. Deskripsi alat bisa dilihat pada gambar
sebagi berikut:
8
Pada alat 3 luas penampang konduktor bervariasi dengkan pada alat 4 luas penampang
konduktor dibuat konstan. Adapun komponen-komponennya sebagai berikut :
Hot plate-type heat sources (2)
Input listrik maksimum adalah 750 watt
Fluks panas melalui batang silinder dengan luas permukaan yang meningkat
dari bawah ke atas(tapered bar) serta fluks panas melalui batangan silinder
dengan luas permukaan yang seragam.
Pada batangan silinder dengan luas yang seragam, densitas fluks panas konstan
per unit area sepanjang batangan. Pada tapered bar, densitas fluks panas
semakin keatas semakin berkurang (karena luas semakin keatas semakin
besar)
Pengukuran suhu
Sepuluh termokopel yang diletakkan di pusat tiap batang pada posisi tertentu(pada
tiap node) memungkinkan pengukuran suhu.
9
BAB III
DATA PENGAMATAN DAN PENGOLAHAN DATA
A. UNIT 2
Node dx (m) T1 (mV) T2 (mV) T1 (oC) T2 (oC)T avg (oC)
T air (oC)
T air (oC)
1 0,183 8,24 8,577 234,2568 242,62114 238,43897 29,9 302 0,025 5,334 5,327 162,12988 161,95614 162,04301 29,9 303 0,057 2,635 2,631 95,1407 95,04142 95,09106 30 304 0,045 2,305 2,298 86,9501 86,77636 86,86323 30 305 0,045 1,966 1,965 78,53612 78,5113 78,52371 30 306 0,045 1,651 1,666 70,71782 71,09012 70,90397 30 307 0,035 1,121 1,123 57,56322 57,61286 57,58804 30 308 0,027 0,827 0,837 50,26614 50,51434 50,39024 30 309 0,045 0,544 0,543 43,24208 43,21726 43,22967 30 30
10 0,045 0,261 0,279 36,21802 36,66478 36,4414 30 30
T in air = 25oC
Q = 9 E-7 m3/s m = 9 E-4 kg/s Basis = 1 s
A = 7.9E-4 m2 Cp = 4200 J/(kg oC) T out air rata-rata = 30 oCNode 1-2 --> Stainless Steel Node 3-6 --> Alumunium Node 7-10 --> Magnesium
Hasil pengolahan datanya adalah
Selang node dx (m) dT1 (oC) dT2 (oC)
dT avg (oC)
T node avg (oC) k k avg k lit % KL
1-2 0,025 72,12692 80,665 76,39596 200,24099 7,82896459 7,828965 73 89,275393-4 0,045 8,1906 8,26506 8,22783 90,977145 130,846442
133,743
202
33,79058
4-5 0,045 8,41398 8,26506 8,33952 82,69347 129,0940345-6 0,045 7,8183 7,42118 7,61974 74,71384 141,2885847-8 0,027 7,29708 7,09852 7,1978 53,98914 89,74261128-9 0,045 7,02406 7,29708 7,16057 46,809955 150,348684 132,8953
158,24
16,01664 9-10 0,045 7,02406 6,55248 6,78827 39,835535 158,594499
Menghitung nilai hc
hc dengan menggunakan persamaan
Nilai k untuk tiap logam yang berdekatan digunakan nilai-nilai k dari hasil
perhitungan di atas dengan Lg=5x10-6, sedangkan kf yang merupakan konduktifitas fluida
dalam ruang kosong diabaikan karena dianggap fluida yang terperangkap dalam ruang kosong
adalah udara sehingga harga kf terlalu kecil dibandingkan kA dan kB.
10
Untuk memperoleh nilai hc literatur, kita gunakan harga k literatur.
hc percobaan stainless steel dan alumunium = 1479204,2hc percobaan alumunium dan magnesium = 13331779,5hc literatur stainless steel dan alumunium = 10724363,6hc literatur alumunium dan baja magnesium = 17746213,6
% KL hc stainless steel-alumunium= 86,20707 %% KL hc alumunium-magnesium= 24,87536 %
Grafik T node avg vs k
y = -0,6366x + 186,45
R2 = 0,6166
y = -3.6706x + 269.34
R2 = 0.7372
0
50
100
150
200
0 20 40 60 80 100T node avg (oC)
k
Alumunium
Magnesium
Linear (Alumunium)
Linear (Magnesium)
Dari grafik di dapat
Alumuniumk = k0 + k0βTy = a + bxa = k0 = 186,45b = k0β = -0,6366maka β = -0,00341432
Magnesiumk = k0 + k0βTy = a + bxa = k0 = 269,34b = k0β = -3,6706maka β = -0,013628128
Dengan metode inkrement
11
Titik x y0 0 251 0.238 27.9962 0.4175 28.6653 0.552 30
Grafik X vs T
y = 8.2602x + 25.216
y = 3.727x + 27.109
y = 12.588x + 25
24
25
26
27
28
29
30
31
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6
X (m)
T (
oC
)
Stainless Steel
Alumunium
Magnesium
Linear (Magnesium)
Linear (Alumunium)
Linear (Stainless Steel)
Selang Node dx (m)
dTavg (oC) T in air T out air k k avg k lit %kes.lit
1-2 0.025076.396
0 26.4871 26.6902 0.3181 0.3181 73.00 99.56433-4 0.045 8.2278 27.0386 27.2138 4.5845 4-5 0.045 8.3395 27.2138 27.3890 4.5231 4.6860 202.00 97.68025-6 0.045 7.6197 27.3890 27.5642 4.9503 7-8 0.027 7.1978 27.6821 29.1186 25.7835 8-9 0.045 7.1606 29.1186 27.8867 37.0438 22.2944 158.24 85.9110
9-10 0.045 6.7883 27.8867 28.0146 4.0560
hc percobaan stainless steel dan tembaga =
59574.8533
hc percobaan tembaga dan baja karbon =774419.27
3
hc literatur stainless steel dan tembaga =10724363.
6
hc literatur tembaga dan baja karbon =17746213.
6% KL hc stainless steel-tembaga=
99.44449 %
% KL hc tembaga-baja karbon= 95.6361 %
12
4
Grafiknya
Grafik T node avg vs k
y = -0.0223x + 6.5328
R2 = 0.6166
y = 1.5199x - 48.958
R2 = 0.4115
0.0000
5.0000
10.0000
15.0000
20.0000
25.0000
30.0000
35.0000
40.0000
0 20 40 60 80 100
T node avg (oC)
k
Alumunium
Magnesium
Linear (Alumunium)
Linear (Magnesium)
Dari grafik di dapat
Alumuniumk = k0 + k0βTy = a + bxa = k0 = 6.5328b = k0β = -0.0223maka β = -0.00341
Magnesiumk = k0 + k0βTy = a + bxa = k0 = -48.958b = k0β = 1.5199maka β = -0.03104
13
B. UNIT 4
Node dx (m) T1 (mV) T2 (mV) T1 (oC) T2 (oC)T avg (oC)
T air (oC)
T air (oC)
1 0,025 2,759 2,756 98,21838 98,14392 98,18115 45 432 0,025 2,589 2,577 93,99898 93,70114 93,85006 45 433 0,025 2,452 2,447 90,59864 90,47454 90,53659 45 444 0,025 2,408 2,415 89,50656 89,6803 89,59343 45 445 0,025 2,077 2,071 81,29114 81,14222 81,21668 45 446 0,025 1,897 1,89 76,82354 76,6498 76,73667 45 447 0,025 1,732 1,734 72,72824 72,77788 72,75306 45 448 0,025 1,584 1,586 69,05488 69,10452 69,0797 45 449 0,025 1,409 1,41 64,71138 64,7362 64,72379 45 44
10 0,025 1,284 1,252 61,60888 60,81464 61,21176 45 44
T in air = 25oC
Q = 7 E-7 m3/s m = 7 E-4 kg/s Basis = 1sA = 2.027E-3 m2 Cp = 4200 j/(kg oC) T out rata-rata air = 44,4 oCAc/A = 0.5 D = 5.04E-2 m
Hasil pengolahan datanya adalahSelang node
dx (m) dT1 (oC) dT2 (oC)
dT avg (oC)
T node avg (oC) k k avg k lit % KL
1-2 0,025 4,2194 4,44278 4,33109 96,015605 162,4195 168,1998
385
56,31174
2-3 0,025 3,40034 3,2266 3,31347 92,193325 212,30114-5 0,025 8,21542 8,53808 8,37675 85,405055 83,976895-6 0,025 4,4676 4,49242 4,48001 78,976675 157,02056-7 0,025 4,0953 3,87192 3,98361 74,744865 176,58697-8 0,025 3,67336 3,67336 3,67336 70,91638 191,50138-9 0,025 4,3435 4,36832 4,35591 66,901745 161,4949-10 0,025 3,1025 3,92156 3,51203 62,967775 200,2982
Grafik T node vs ky = -0,7207x + 224,79
R2 = 0,0472
0
50
100
150
200
250
0 50 100 150
T node rata-rata
k
Series1
Linear (Series1)
14
Dari grafik didapat
k = k0 + k0βTy = a + bx
a = k0 = 224,79b = k0β = -0,7207maka β = -0,00321
Grafik T node vs ky = -0.7207x + 224.79
R2 = 0.0472
0
50
100
150
200
250
0 50 100 150
T node rata-rata
k
Series1
Linear (Series1)
Dengan menggunakan metode inkrement
x y0 25
0.25 44.4
Selang Node dx (m) T in air
T out air
dTavg (oC) k k avg k lit %KL
1-2 0.025 26.11 28.88 4.33109 23.19082245 2-3 0.025 28.88 30.82 3.31347 21.23011162 4-5 0.025 30.82 34.7 8.37675 16.79537719 5-6 0.025 34.7 36.64 4.48001 15.70204931 18.7383 385 95.132916-7 0.025 36.64 38.58 3.98361 17.65869097 7-8 0.025 38.58 40.52 3.67336 19.15013446 8-9 0.025 40.52 42.46 4.35591 16.14940114 9-10 0.025 42.46 44.4 3.51203 20.02982262
15
Grafik Panjang (X) vs Temperatur (T)
y = 77.6x + 25
R2 = 1
0
10
20
30
40
50
0 0.1 0.2 0.3
X (m)
T (
oC
)
Series1
Linear (Series1)
Grafik T node avg vs ky = -0.1809x + 37.891
R2 = 0.4903
0
5
10
15
20
25
30
0 20 40 60 80 100
T node avg (oC)
k
Series1
Linear (Series1)
Dari grafik tersebut
k = k0 + k0βTy = a + bx
a = k0 = 40.595b = k0β = -0.2112maka β = -0.0052
16
BAB IV
ANALISA
4.1. Analisa Percobaan
Pada percobaan ini kita akan mempelajari pengaruh jenis logam terhadap kemampuan
logam tersebut dalam menghantarkan panas secara konduksi. Kita mempelajari perpindahan
panas konduksi pada berbagai jenis logam dengan melakukan percobaan unit dua . Jadi bahan
yang digunakan pada unit dua adalah magnesium, alumunium dan stainless stell.
Pada unit 2 terdapat tiga jenis bahan logam maka kita juga akan mempelajari koefisien
kontak dan bagaimana pengaruhnya terhadap perpindahan panas konduksi. Fluks kalor yang
melewati dua jenis bahan yang berbeda akan terhambat karena adanya tahanan kontak termal
yang akan menyebabkan penurunan suhu yang tiba-tiba pada bidang logam yang kedua.
Selain itu kita juga akan menghitung koefisien β, agar kita dapat menghitung nilai k yaitu
nilai konduktivitas bahan.
Pada unit empat kita juga akan mempelajari pengaruh luas permukaan bidang kontak
terhadap kemampuan logam dalam menghantarkan panas secara konduksi. Pada unit empat
jenis bahan yang digunakan sama dan luas penampangnya sama.
Pada percobaan ini kita harus mengukur suhu pada tiap node dan suhu keluaran air.
Hal yang kita lakukan adalah men-set thermocouple selector pada unit yang akan kita cari
nilai suhunya dan pada node sehingga kita peroleh suhu tiap node. Sedangkan suhu keluaran
air kita ukur dengan menggunakan termometer yaitu dengan menunggu selama tiga menit
agar suhu air keluaran sudah stabil dan data yang diperoleh lebih akurat serta distribusi suhu
pada tiap node sudah merata. Data suhu pada tiap node yang akan diperoleh sangat
bergantung pada termocouple yang kita gunakan, bila termoucouple-nya bagus maka data
yang akan kita peroleh tentu akan sangat akurat sehingga dapat memperkecil % kesalahan
literatur.
Pengambilan data suhu pada tiap node dan suhu keluaran air dilakukan sebanyak dua
kali yaitu data pertama kita peroleh dengan mengukur suhu pada node dari node 1 ke 10 ,
sedangkan data yang kedua kita peroleh dengan cara sebaliknya yaitu diukur dari node 10 ke
1. Hal ini kita lakukan agar diperoleh data yang lebih akurat, untuk mencegah bila ternyata
data yang kita peroleh dari termocouple mengalami kesalahan jadi kita kalibrasi dengan cara
seperti di atas. Nantinya pada perhitungan data suhu pada tiap node yang kita masukkan
adalah suhu rata-rata dari kedua data suhu yang kita ambil.
17
Setelah kita ambil data suhu air keluaran ternyata suhu air keluaran cenderung
konstant, perbedaan suhu air keluaran pada tiap node tidak signifikan .
Laju air pendingin diperkecil agar kita dapat mengamati perubahan suhu di tiap node,
bila laju air pendingin terlalu besar maka terlalu banyak kalor yang diserap sehingga kita tidak
dapat mengamati distribusi suhu tiap node. Jadi fungsi aliran laju air pendingin hanya agar
kita dapat mempelajari konduksi pada tiap node, sehingga kita dapat menghitung nilai k
dengan menggunakan asas black.
Pada percobaan kita tidak memperhitungkan heat loss, padahal sebenarnya terdapat
heat loss, bila kita memperhitungkan heat loss tentunya nilai k yang kita peroleh akan lebih
akurat. Heat lost mungkin tidak terjadi apabila kita mengisolasi secara sempurna tiap node
sehingga tidak ada kalor yang keluar.
4.2. Analisa Perhitungan
Menghitung nilai k untuk unit 2.
Percobaan ini dilakukan untuk menghitung harga k percobaan untuk jenis-jenis logam
yang berbeda, untuk unit 2 logam yang digunakan adalah stainless steel, magnesium dan
alumunium.
Nilai k diperoleh dengan mengolah data suhu air pendingin dan suhu termokopel tiap
node. Kalor yang diterima air untuk menaikkan suhunya dianggap sama dengan kalor dilepas
logam, sehingga dapat digunakan rumus
Q lepas = Q terima
Q terima = m Cp air. DT air
Q lepas = k. A. DT / Dx
Sehingga dari persamaan tersebut didapat nilai k.
Nilai Tair yang diketahui hanya T air masuk dan keluar. Untuk Tair tiap-tiap node digunakan
2 metode pendekatan (linier dan incremen)
Menghitung nilai k unit 4
Karena luas penampang unit 4 uniform, maka dalam perhitungan, Tair di tiap node
diperoleh dengan pendekatan linier plot grafik T vs tinggi node ; Mencari nilai k dengan
metode sama dengan sebelumnya.
18
Menghitung nilai hc pada unit 2
Kita juga dapat menghitung hc dengan menggunakan persamaan
Nilai k untuk tiap logam yang berdekatan digunakan nilai-nilai k dari hasil
perhitungan di atas dengan Lg=5x10-6, sedangkan kf yang merupakan konduktifitas fluida
dalam ruang kosong diabaikan karena dianggap fluida yang terperangkap dalam ruang kosong
adalah udara sehingga harga kf terlalu kecil dibandingkan kA dan kB.
Perhitungan tadi akan menghasilkan nilai hc percobaan. Untuk memperoleh nilai hc
literatur, kita gunakan harga k literatur.
Menghitung nilai β untuk unit 2 dan 4
Nilai β dihitung dengan menggunakan plot grafik linier antara k dengan T. Nilai k yang
digunakan adalah k dari perhitungan sebelumnya. Persamaan yang digunakan dalam polt
grafik adalah: k = k0 + k0. β.T.
Dengan pendekatan least square, maka kita menganggap y=k, a=k0, b=k0. β. Diperoleh
persamaan y = a + bx dengan nilai β = b/a.
4.3. Analisa Hasil
Untuk unit 2, diperoleh nilai k untuk stainless steel 7,82 W/moC dengan kesalahan literatur
linier 89,27% dan KL incremen 99,56%. Untuk alumunium, k= 133,743 W/moC dengan
kesalahan literatur linier 33,79% dan KL incremen 97,68%. Untuk magnesiumon, k=132,89
W/moC dengan KL linier 16% dan KL incremen 85%.
Ternyata KL incremen lebih besar dari KL linier, hal ini bertolak belakang dengan pemikiran
logis dimana seharusnya KL linier yang lebih besar daripada incremen
(metode incremen lebih real).
Artinya, data yang kita peroleh memang kurang akurat.
Makin besar nilai konduktivitas maka makin besar kemampuan bahan tersebut untuk
menghantarkan panas.
19
Untuk unit 4 jenis Logam yang digunakan hanya tembaga, Dari perhitungan, ternyata nilai β
negatif, hal ini menunjukkan bahwa nilai k pada suhu tertentu lebih kecil daripada k
temperatur standar, sesuai dengan persamaan k=k0 (1+ βT).
Nilai β yang negatif juga menunjukkan bahwa terjadi penyusutan luas penampang logam.
kemungkinan logamnya telah keropos dan banyak terdapat pengotor.
4.4. Analisa kesalahan
Kemungkinan terjadi kesalahan pada alat (termocouple) yang digunakan sehingga data
yang diperoleh tidak akurat.
Tidak dihitungnya heat loss yang terjadi selama percobaan menyebabkan hasil
perhitungan tidak akurat.
Kurang telitinya praktikan dalam mengukur data temperatur air keluaran yang
dilakukan ketika suhu air keluaran belum konstan/ proses belum steady.
Kesalahan praktikan dalam menerapkan metode perhitungan dan pengolahan data.
20
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Konduksi adalah transmisi energi (panas) dari satu bagian padatan yang bersuhu tinggi
ke bagian padatan lain yang kontak dengannya dan memiliki suhu lebih rendah.
Besarnya perpindahan kalor sebanding dengan gradien suhu yang dinyatakan dalam
persamaan:
Pada praktikum ini diasumsikan bahwa besarnya kalor yang dilepas bahan konduktor
sama dengan besarnya kalor yang diterima air.
q konduktor = q air
Pada percobaan ini didapatkan hasil:
Metode linear:
- Unit 2
k stainless steel = 7,8289 W/moC
k alumunium = 133,743 W/moC
k magnesium = 132,8593 W/moC
- Unit 4 k tembaga = 168,1998 W/moC
Metode Incremen
- Unit 2
k stainless steel = 0.3181 W/moC
k alumunium = 4,6860 W/moC
k magnesium = 22,294 W/moC
- Unit 4 k tembaga = 18,7383 W/moC
5.2. Saran
21