__komposisi_hidrokarbon_sampel_m

16
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KOMPOSISI HIDROKARBON SAMPEL MOGAS TERHADAP ANGKA OKTAN DENGAN KROMATOGRAFI GAS BIDANG KEGIATAN: PKM-AI Diusulkan oleh: SITI ANISA ROHMAH (4311412077/2012) ERLIN SETIAWATI (4311411038/2011) SYIFA FAUZIYAH (4311411002/2011) UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG SEMARANG 2015

Upload: purnomo-siddhi

Post on 16-Sep-2015

222 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

KOMPOSISI_HIDROKARBON_SAMPEL

TRANSCRIPT

  • PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

    KOMPOSISI HIDROKARBON SAMPEL MOGAS TERHADAP

    ANGKA OKTAN DENGAN KROMATOGRAFI GAS

    BIDANG KEGIATAN:

    PKM-AI

    Diusulkan oleh:

    SITI ANISA ROHMAH (4311412077/2012)

    ERLIN SETIAWATI (4311411038/2011)

    SYIFA FAUZIYAH (4311411002/2011)

    UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

    SEMARANG

    2015

  • 1

    KOMPOSISI HIDROKARBON SAMPEL MOGAS TERHADAP ANGKA

    OKTAN DENGAN KROMATOGRAFI GAS

    Siti Anisa Rohmah, Erlin Setiawati, Syifa Fauziyah

    Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang

    Gedung D6 Kampus Sekaran Gunungpati Telp. (024) 8508112 Semarang 50229

    Abstrak

    Pada era sekarang ini masalah kebutuhan bahan bakar menjadi masalah yang

    serius. Hal ini disebabkan karena bertambahnya jumlah kendaraan bermotor

    yang diikuti dengan kemajuan teknologi pembuatan mesin-mesin kendaraan

    sehingga kebutuhan akan Bahan Bakar Minyak (BBM) semakin meningkat. Salah

    satu kualitas dari bahan bakar motor ditentukan dari angka oktanya. Angka oktan

    menunjukan kualitas bahan bakar yang berpengaruh pada proses pembakaran di

    dalam ruang bakar sekaligus menentukan tingkat efisiensi termal motor. Tujuan

    dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hidrokarbon pada sampel mogas A

    dan mogas B menggunakan kromatografi gas untuk mengetahui komposisi

    hidrokarbon (PIONA) sampel dan pengaruhnya terhadap angka oktan yang

    dihitung menggunakan rumus tertentu berdasarkan %volume. Hasil analisis yang

    diperoleh ditemukan bahwa komposisi parafin pada sampel mogas A sebesar

    14,54 %vol, isoparafin 30,13 %vol, olefin 8,10 %vol, naftenik 9,40 %vol, dan

    aromatik 37,84 %vol. Sedangkan komposisi parafin sampel mogas B sebesar 7,56

    %vol, isoparafin 30,69 %vol, olefin 19,20 %vol, naftenik 8,92 %vol, dan

    aromatik 33,62 %vol. Berdasarkan komposisi hidrokarbon (PIONA) tersebut

    diperoleh angka oktan untuk sampel mogas A sebesar 85,1 dan sampel mogas B

    sebesar 89,2.

    Kata kunci: Angka oktan, hidrokarbon, kromatogrfi gas, PIONA, %volume.

    Abstract

    In this era, the problem about fuel necessity becomes serious problem.This is

    because the increasing number of vehicles, followed by technology advancements

    vehicle engines so that the need for fuel oil (BBM) is increas. Ones quality of

    motor fuels determined from the number oktan. Octan number indicated quality of

    fuel oil whom influence at combustion process in the combustion chamber and

    determine the level of thermal efficiency of the motor. The purpose of this study is

    to analyze hydrocarbons in sample mogas A and sample mogas B using gas

    chromatography to determine the composition of hydrocarbons (Piona) sample

    and its influence on the octane number is calculated using a specific formula

    based on% by volume. The results of the analysis found that the composition of

    paraffin on mogas A of 14,54 %vol, 30.13% vol isoparaffins, olefins 8.10% vol,

    naftenik 9,40 vol%, and 37.84% vol aromatic. While the composition of the

    sample paraffin mogas B at 7,56 vol%, 30.69% vol isoparaffins, olefins 19,20

    vol%, naftenik 8.92% vol, and aromatic 33.62% vol. Based on the composition of

  • 2

    the hydrocarbons (Piona) obtained octane number for mogas A 85.1 and 89.2 of

    the mogas B.

    Key Words: Octan number, hydrocarbon, gas chromatography, PIONA,

    %volume.

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang Masalah

    Bertambahnya jumlah kendaraan bermotor yang diikuti dengan kemajuan

    teknologi pembuatan mesin-mesin kendaraan mengakibatkan meningkatnya

    kebutuhan akan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dipergunakan sebagai bahan

    bakar motor yang biasa disebut dengan Motor Gasoline (Mogas). Untuk

    memenuhi kebutuhan mesin kendaraan agar sesuai dengan tingkat kebutuhan dan

    kepuasaan konsumen maka dibutuhkan produk bahan bakar motor yang

    mempunyai angka oktan yang baik bagi pemanasan mesin.

    Angka oktan adalah ukuran dari rasio kompresi maksimal ketika bahan

    bakar dipergunakan pada sebuah mesin tanpa terjadi knocking. Yang merupakan

    perbandingan antara iso-oktana (bahan bakar yang tak mudah berdenotasi dengan

    angka oktan 100) dan n-heptana (bahan bakar yang mudah berdenotasi dengan

    angka oktan 0) yang memiliki kecenderungan berdenotasi sama dengan bahan

    bakar tersebut (Kristanto, 2002). Angka oktan merupakan parameter untuk

    menunjukan kualitas bahan bakar yang berpengaruh pada proses pembakaran di

    dalam ruang bakar sekaligus menentukan tingkat efisiensi termal motor. Semakin

    tinggi angka oktan berarti bahan bakar tersebut memiliki kualitas pembakaran

    yang baik.

    Angka oktan yang tidak memenuhi kebutuhan mesin akan menyebabkan

    pembakaran yang tidak sempurna, tekanan, dan panas tinggi sehingga akan

    menyebabkan kerusakan pada mesin. Untuk meningkatkan angka oktan perlu

    diperhatikan komposisi hidrokarbon yang tepat agar angka oktan yang dihasilkan

    sesuai dengan yang diinginkan dan ramah lingkungan. Selain angka oktan yang

    tinggi, kualitas bahan bakar juga harus memperhatikan aspek-aspek seperti RVP

    (Reid Vapor Pressur), distilasi, mercaptan sulfur (RSH), doctor test dan lain

    sebagainya. Jika tidak diperhatikan kandungan yang ada dan hanya melihat dari

    faktor angka oktana, maka produk tidak akan maksimal dalam melindungi mesin,

    bahkan dapat merusak atau membentuk kerak pada piston.

    Peningkatkan angka oktan sekaligus untuk memenuhi aspek-aspek yang

    lain seperti RVP (Reid Vapor Pressur), distilasi, mercaptan sulfur (RSH), doctor

    test dan lain sebagainya diperlukan analisis kandungan hidrokarbon dari produk

    bahan bakar motor yang memiliki angka oktan yang berbeda. Perbedaan

    komposisi hidrokarbon pada mogas akan mempengaruhi angka oktannya.

  • 3

    Analisis ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komposisi hidrokarbon

    (PIONA) dari sampel BBM mogas A dan B yang menyebabkan perbedaan angka

    oktan sampel BBM mogas A dengan sampel pembanding (mogas B)

    menggunakan kromatografi gas.

    METODE PENELITIAN

    a. Alat dan Bahan

    Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah syringe kapasitas 1,0 L,

    Kromatografi gas (GC-HP 6890 Series)

    Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Carrier gas & Make up

    gas (Nitrogen), Fuel gas (Hidrogen), bahan-bahan kimia sebagai larutan standar,

    sampel BBM mogas A dan B

    b. Prosedur Penelitian

    1. Parameter Operasi

    Analisis sampel mogas A dan sampel mogas B menggunakan kromatografi

    gas (GC-HP 6890 Series) dengan carrier gas dan make up gas nitrogen.

    Kolom kapilernya berbentuk fused silica dan fasa diamnya methyl siloxane

    dengan panjang 20 m dan diameter dalam 200 m. Temperatur injektornya

    diatur sampai suhu 200C. Pemisahan setiap komponen yang terdapat

    didalam sampel mogas berdasarkan pemanasan terpogram didalam kolom

    dengan mengatur initial temperature = 35C, initial time = 10 menit,

    program rate -1 = 0.5C/menit, final temperature-1 = 60C, final tim = 0

    menit, program rate -2 = 2.0C/menit, final temperature-2 = 180C, final

    time-2 = 10 menit, final temperatur post run = 200C dan final time post

    run = 1 menit sehingga total waktu analisisnya selama 131 menit. Gas

    pembawa yang digunakan adalah nitrogen dengan tekanan primer = 0,6

    kg/cm2, tekanan sekunder = 5,0 kg/cm2, split ratio = 374 : 1, split flow =

    156 mL/menit. Pencatatan hasil analisis dalam kolom menggunakan

    detektor ionisasi nyala (FID) dengan temperatur 200C berupa peak-peak

    yang disebut kromatogram.

    2. Analisis Sampel

    Komponen hidrokarbon dideteksi menggunakan alat kromatografi gas

    dengan cara memasukan sampel ( Mogas A atau mogas B) ke dalam

    tempat pemasukan sampel (injektor) menggunakan syringe. Syringe dibilas

    terlebih dahulu dengan sampel hingga yakin didalam syringe sudah tidak

    ada gelembung udara, sampel diambil menggunakan syringe sebanyak 1,0

    L dan dipastikan tidak ada gelembung didalamnya. Kemudian sampel

    diinjeksikan ke dalam injektor (septum) dan tekan tombol start. Hasil

    analisis ditunggu selama 131 menit dan hingga running selesai.

  • 4

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Sampel diinjeksikan pada injektor yang berada dalam oven dengan

    temperatur 200C sehingga sampel diuapkan menjadi bentuk gas dan dibawa ke

    kolom oleh gas pembawa (gas nitrogen). Kemudian sampel dibawa ke kolom

    dengan gas pembawa nitrogen dan terjadi pemisahan setiap komponen dalam

    sampel. Kolom yang digunakan adalah kolom kapiler, fused, dengan fasa diam

    methyl siloxane. Dengan temperatur terprogram dengan final temperatur 200C.

    Senyawa yang mempunyai titik didih lebih rendah dan yang memiliki atom

    karbon rendah akan menguap terlebih dahulu dan keluar terlebih dahulu dari

    kolom dibandingkan senyawa yang memiliki titik didih lebih tinggi dan

    mempunyai jumah atom karbon yang besar. Kemudian komponen yang keluar

    dari kolom dideteksi oleh pendekteksi (detektor) sebagai kumpulan kromatogram

    (peak). Hasil analisis sampel mogas terdiri atas 157 komponen. Mogas dibuat

    dengan cara mencampurkan antara naptha dengan komponen mogas oktan tinggi

    atau HOMC (High Octane Mogas Component) sehingga mempunyai struktur

    molekul hidrokarbon dari C4 sampai C12 yang terdiri dari parafin, isoparafin,

    olefin, napten, dan aromat.

    Hasil analisis komposisi parafin, isoparafin, olefin, napten, dan aromat

    (PIONA) berupa normalisasi berat (%wt) dan normalisasi volume (%vol), yang

    digunakan dalam penentuan angka oktan masing-masing komponen adalah data

    normalisasi volume (%vol). Normalisasi volume (%vol) diperoleh dengan

    mengalikan normalisasi berat (%wt) dengan densitas masing-masing komponen

    dan dibagi dengan jumlah volume seluruh komponen. Normalisasi volume (%vol)

    digunakan karena angka oktan masing-masing senyawa dicari berdasarkan prinsip

    mesin pengukur angka oktan CFR (Coorperation Fuel Research) yaitu tekanan

    (P) berbanding terbalik dengan volume (V) pada temperatut (T) tetap. Tekanan

    (P) dianggap setara dengan angka oktan.

    Dari hasil kromatografi dapat dihitung RON dari masing-masing komponen.

    Tabel berikut menunjukan perbandingan angka oktan C7 dari masing-masing jenis

    hidrokarbon.

    Tabel 1. Data Angka Oktan Tabel Masing-masing Hirokarbon pada Sampel

    Mogas B

    Carbon No. Jenis Hidrokrbon Nama Senyawa RON Tabel

    C7 Parafin n-heptana 0.0

    C7 Isoparafin 2,3 dimetil pentana 91.1

    C7 Olefin 3 metil trans 2 heksana 91.5

    C7 Naftenik 1,1 dimetil siklopentana 92.3

    C7 Aromatik Toluena 120.0

    Dari data angka oktan tabel (RON tabel) tersebut, angka oktan pada sampel

    mogas B pada atom yang sama (C7) dengan jenis hidrokarbon yang berbeda

  • 5

    (PIONA) dan struktur yang berbeda mempunyai angka oktan yang berbeda.

    Hidrokarbon jenis isoparafin memiliki angka oktan yang lebih tinggi dari n-

    parafin. Hal ini disebabkan karena adanya cabang pada stuktur isoparafin

    menyebabkan hidrokarbon tersebut lebih tahan terhadap perubahan panas

    sehingga mempunyai angka oktan lebih tinggi dari bentuk normalnya.

    Masing- masing struktur hidrokarbon isoparafin juga memiliki angka oktan

    yang berbeda-beda. Senyawa yang memiliki banyak cabang mempunyai angka

    oktan yang lebih tinggi. Seperti yang terlihat pada tabel 2

    Tabel 2. Data Angka Oktan Senyawa Isoparafin pada Sampel Mogas B

    Dari data terlihat bahwa senyawa yang memiliki rantai cabang yang banyak

    (2,2 dimetil pentana) memiliki angka oktan yang lebih tinggi yaitu 92.8

    dibandingkan senyawa 3 etil pentana yaitu hanya 65.0.

    Tabel 3. Hasil Analisis Komponen PIONA Sampel Mogas A (%Vol)

    % LV

    Carbon No. P I O N A Jumlah /

    Carbon No.

    C3 0.32 0 0.01 0 0 0.33

    C4 1.42 0.77 0.81 0 0 3.00

    C5 3.71 6.45 3.57 0.00 0 13.74

    C6 3.72 9.01 2.14 2.95 2.21 20.02

    C7 3.26 6.14 1.56 4.90 9.67 25.54

    C8 2.06 5.47 0 1.12 11.72 20.37

    C9 0.00 2.02 0 0.43 8.82 11.27

    C10 0.00 0.24 0 0.00 3.48 3.72

    C11 0.00 0.03 0 0 1.94 1.97

    C12 0.05 0 0 0 0 0.05

    Jumlah Per

    Jenis Senyawa 14.54 30.13 8.10 9.40 37.84 100.00

    Research Octane Number (RON) : 85.1

    Specific Gravity 60/60 F (SG 60/60 F) : 0.7569

    Carbon No. Nama Senyawa RON Tabel

    C7 2 metil heksana 42.4

    C7 3 etil pentana 65.0

    C7 2,4 dimetil pentana 83.1

    C7 2,2 dimetil pentana 92.8

    C7 2,2,3 trimetil butana 101.8

  • 6

    Tabel 4 Hasil Analisis Komponen PIONA Sampel Mogas B (%Vol)

    Jumlah komposisi parafin pada sampel mogas B lebih rendah dari pada

    sampel mogas A yaitu sebesar 7,56% vol sedangkan pada sampel mogas A

    14,54% vol. Ini disebabkan n-parafin mempunyai sifat knocking kurang baik

    sehingga angka oktannya menjadi lebih rendah dengan naiknya berat molekul

    meskipun n-parafin memiliki nilai kalor tinggi dan senyawa kimianya stabil.

    Jumlah isoparafin pada sampel mogas B lebih tinggi yaitu sebesar 30,69% vol

    sedangkan pada sampel mogas A hanya 30,13% vol. Hal ini disebabkan karena

    komponen isoparafin mempunyai angka oktan yang lebih tinggi dari bentuk

    isomer normalnya dan angka oktan naik dengan bertambahnya rantai cabang,

    sehingga jumlah isoparafin diperbesar hingga lebih dari 30% volume.

    Jumlah olefin pada sampel mogas B lebih tinggi yaitu sebesar 19,20% vol

    sedangkan pada sampel mogas A 8,10% vol. Hal ini disebabkan karena olefin

    mempunyai angka oktan yang lebih tinggi dari n-parafin dengan jumlah atom C

    yang sama, tetapi mempunyai sifat antiknocking yang relatif jelek. Senyawa olefin

    dapat menyebabkan terjadinya pembentukan gum apabila ada panas dan katalis.

    Gum adalah hasil polimerisasi dari olefin yang dikatalis oleh adanya panas dan

    logan Cu dan Fe. Gum menyebabkan adanya endapan pada bagian dasar tangki

    timbun dan mengendap pada saluran bahan bakar, sehingga mengganggu aliran

    bahan bakar dan menyebabkan terbentuknya endapan yang menempel pada

    saluran pemasukan dan katup hisap, sehingga kerja mesin terganggu. Peningkatan

    kandungan olefin dari mesin cenderung mengurangi emisi VOC (Volatile Organic

    % LV

    Carbon No. P I O N A

    Jumlah /

    Carb.

    No.

    C3 0.02 0 0.00 0 0 0.02

    C4 0.48 0.44 1.48 0 0 2.41

    C5 2.42 10.31 9.76 1.50 0 23.99

    C6 1.62 9.59 4.81 2.56 1.18 19.76

    C7 1.56 4.65 3.15 3.14 6.27 18.77

    C8 1.26 3.88 0 0.99 8.94 15.06

    C9 0.00 1.40 0 0.41 7.64 9.44

    C10 0.03 0.35 0 0.32 5.14 5.83

    C11 0.00 0.08 0 0 4.46 4.53

    C12 0.18 0 0 0 0 0.18

    Jumlah Per

    Jenis Senyawa 7.56 30.69 19.20 8.92 33.62 100.00

    Research Octane Number (RON) : 89.2

    Specific Gravity 60/60 F (SG 60/60 F) : 0.7487

  • 7

    Componnet) knalpot, karena olefin membakar lebih mudah dari kelas-kelas

    hidrokarbon yang lain. Namun, bila komponen olefin meningkat, akan cenderung

    mengakibatkan peningkatan pembentukan NOx. Olefin adalah salah satu

    hidrokarbon yang paling reaktif untuk pembentukan ozon, sehingga sebagai

    campuran mogas kandungan olefin dibatasi.

    Jumlah komponen napten pada sampel mogas B lebih rendah yaitu 8,92% vol

    dibandingkan pada sampel mogas A yaitu 9,40% vol. Senyawa napten

    mempunyai angka oktan yang relatif rendah seperti n-parafin dan mempunyai titik

    didih yang tinggi.

    Jumlah komponen aromatik pada sampel mogas B lebih rendah yaitu 33,62%

    vol sedangkan pada sampel mogas A sebesar 37,84% vol. Hal ini disebabkan

    karena aromat mempunyai angka oktan yang tinggi dan mempunyai sifat

    antiknocking yang sangat bagus (excelent antiknocking characteristic). Molekul

    aromatik sebagian besar dikonvesi menjadi benzena selama pembakaran atau

    catalytic converter. Pembakaran benzena menghasilkan pembakarn yang tidak

    sempurna sehingga dapat menyebabkan pencemaran yang menghasilkan bahan

    karsinogenik. Untuk itu maka jumlah aromatik pada mogas harus dibatasi

    maksimal 50% volume dan benzena dibatasi maksimal 5% volume.

    Dari hasil analisis tersebut diperoleh angka oktan sampel mogas A yaitu 85,1

    dan angka oktan sampel mogas B sebesar 89,2. Sehingga komposisi hidrokarbon

    (PIONA) berpengaruh terhadap angka oktan dari sampel mogas A dan B.

    SIMPULAN

    Simpulan

    Struktur dan komposisi hidrokarbon (PIONA) berpengaruh terhadap angka

    oktan. Sampel mogas A memiliki angka oktan 85,1 sedangkan angka oktan

    sampel B 89,2. Angka oktan dari Toluena (aromatik) 120,0 > 1,1 dimetil

    siklopentana (naftenik) 92,3 > 3 metil trans 2 heksana (olefin) 91,5 > 2,3 dimetil

    pentana (isoparafin) 91,1 > n-heptana (parafin) 0,0. Stuktur isoparafin memiliki

    angka oktan yang lebih tinggi dari n-parafin, 2,3 dimetil pentana (91,1) > n-

    heptana (0,0). Stuktur isoparafin yang memiliki cabang yang lebih banyak

    memiliki angka oktan yang lebih tinggi, 2,2 dimetil pentana (92,8) > 3 etil pentana

    (65,0).

    DAFTAR PUSTAKA

    American Society for Testing Materials. 2003. Annual Book of ASTM Standart,

    Lubricant and Fossil Fuel (II). Vol 05.01, 05.02, 05.05 Petroleum Product.

    Philadelpia.

    Ashby, J.D. 1978. An Introduction to Gas Chromatography. Heyden & Son.

    London.

    Fesssenden & Fessenden. 1997. Dasar-dasar Kimia Organik. Erlangga : Jakarta.

  • 8

    Mudjiraharjo. 1997. Kimia Minyak Bumi. Pusat dan Pelatihan Minyak Bumi dan

    Gas Bumi : Cepu.

    Mudjiraharjo. 2003. Signifikansi Pengujian BBM Umum. Pusat dan Pelatihan

    Minyak Bumi dan Gas Bumi : Cepu.

  • 9

  • 10

  • 11

  • 12

  • 13

  • 14