kolaborasi

40
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rangkaian bencana yang dialami Indonesia, khususnya pada tahun 2004 dan 2005, telah mengembangkan kesadaran mengenai kerawanan dan kerentanan masyarakat. Sikap reaktif dan pola penanggulangan bencana yang dilakukan dirasakan tidak lagi memadai. Dirasakan kebutuhan untuk mengembangkan sikap baru yang lebih proaktif, menyeluruh, dan mendasar dalam menyikapi bencana. Pola penanggulangan bencana mendapatkan dimensi baru dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang diikuti beberapa aturan pelaksana terkait, yaitu Peraturan Presiden No. 08 tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, PP No. 22 tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana, dan PP No. 23 tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing non Pemerintah Dalam Penanggulangan Bencana. Dimensi baru dari rangkaian peraturan terkait dengan bencana tersebut adalah: 1. Penanggulangan bencana sebagai sebuah upaya menyeluruh dan proaktif dimulai dari pengurangan 1

Upload: nitameliandari

Post on 02-Oct-2015

28 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

mata kuliah bencana

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangRangkaian bencana yang dialami Indonesia, khususnya pada tahun 2004 dan 2005, telah mengembangkan kesadaran mengenai kerawanan dan kerentanan masyarakat. Sikap reaktif dan pola penanggulangan bencana yang dilakukan dirasakan tidak lagi memadai. Dirasakan kebutuhan untuk mengembangkan sikap baru yang lebih proaktif, menyeluruh, dan mendasar dalam menyikapi bencana. Pola penanggulangan bencana mendapatkan dimensi baru dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang diikuti beberapa aturan pelaksana terkait, yaitu Peraturan Presiden No. 08 tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, PP No. 22 tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana, dan PP No. 23 tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing non Pemerintah Dalam Penanggulangan Bencana. Dimensi baru dari rangkaian peraturan terkait dengan bencana tersebut adalah:1. Penanggulangan bencana sebagai sebuah upaya menyeluruh dan proaktif dimulai dari pengurangan risiko bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi dan rekonstruksi.2. Penanggulangan bencana sebagai upaya yang dilakukan bersama oleh para pemangku kepentingan dengan peran dan fungsi yang saling melengkapi.3. Penanggulangan bencana sebagai bagian dari proses pembangunan sehingga mewujudkan ketahanan (resilience) terhadap bencana.Berbagai kebijakan tersebut telah ditindaklanjuti dengan pendirian Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan masih akan dilengkapi dengan berbagai peraturan pelaksanaan. Sementara proses pengembangan kebijakan sedang berlangsung, proses lain yang tidak kalah penting adalah memastikan bahwa provinsi dan kabupaten/kota mulai mengembangkan kebijakan, strategi, dan operasi penanggulangan bencana sesuai dengan arah pengembangan kebijakan di tingkat nasional.Upaya penanggulangan bencana di daerah perlu dimulai dengan adanya kebijakan daerah yang bertujuan menanggulangi bencana sesuai dengan peraturan yang ada. Strategi yang ditetapkan daerah dalam menanggulangi bencana perlu disesuaikan dengan kondisi daerah. Operasi penanggulangan bencana perlu dipastikan efektif, efisien dan berkelanjutan.Untuk mendukung pengembangan sistem penanggulangan bencana yang mencakup kebijakan, strategi, dan operasi secara nasional mencakup pemerintah pusat dan daerah maka dipandang perlu dimulai dengan mengetahui sejauh mana penerapan peraturan yang terkait dengan penanggulangan bencana di daerah. Atas dasar inilah kegiatan kajian dilaksanakan.

B. Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas penulis dapat memaparkan beberapa rumusan masalah, yaitu :1. Apa yang dimaksud dengan koordinasi, kolaborasi, lintas program dan lintas sektoral ?2. Bagaimana koordinasi penanggulan bencana ?3. Bagaimana koordinasi dan kolabolarasi lintas program dan lintas sektoral dalam penanggulan bencana ?

C. Tujuan Penulisan1. Tujuan UmumDari penulisan makalah ini diharapkan pembaca dapat mengerti dan memahami bagaimana sistem koordinasi dan kolaborasi lintas program dan lintas sektoral dalam penanggulan bencana.2. Tujuan KhususDari penulisan makalah ini diharapkan mahasiswa jurusan keperawatan dapat mengerti dan memahami bagaimana sistem koordinasi dan kolaborasi lintas program dan lintas sektoral dalam penanggulan bencana, sehingga nantinya mahasiswa jurusan keperawatan khususnya prodi D-IV dapat menyiapkan diri jika diperlukan untuk membantu dalam penanganan bencana alam yang ada.BAB IITINJAUAN TEORI

A. Pengertian Koordinasi, Kolaborasi, Lintas Program dan Lintas SektoralMenurut G.R. Terry koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan. Sedangkan menurut E.F.L. Brech, koordinasi adalah mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang cocok dengan masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di antara para anggota itu sendiri (Hasibuan, 2007:85). Menurut Mc. Farland (Handayaningrat, 1985:89) koordinasi adalah suatu proses di mana pimpinan mengembangkan pola usaha kelompok secara teratur di antara bawahannya dan menjamin kesatuan tindakan di dalam mencapai tujuan bersama. Sementara itu, Handoko (2003:195) mendefinisikan koordinasi (coordination) sebagai proses pengintegrasian tujuan tujuan dan kegiatan-kegiatan pada satuan-satuan yang terpisah (departemen atau bidang-bidang fungsional) suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien.Definisi Kolaborasi merupakan proses partisipasi beberapa orang, kelompok, dan organisasi yang bekerja sama untuk mencapai hasil yang diinginkan. Kolaborasi menyelesaikan visi bersama, mencapai hasil positif bagi khalayak yang mereka layani, dan membangun sistem yang saling terkait untuk mengatasi masalah dan peluang. Kolaborasi juga melibatkan berbagi sumber daya dan tanggung jawab untuk secara bersama merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi program-program untuk mencapai tujuan bersama. Anggota kolaborasi harus bersedia untuk berbagi visi, misi, kekuatan, sumber daya dan tujuan. Kolaborasiadalah bentuk kerjasama, interaksi, kompromi beberapa elemen yang terkait baik individu, lembaga dan atau pihak-pihak yang terlibat secara langsung dan tidak langsung yang menerima akibat dan manfaat. Nilai-nilai yang mendasari sebuah kolaborasi adalah tujuan yang sama, kesamaan persepsi, kemauan untuk berproses, saling memberikan manfaat, kejujuran, kasih sayang serta berbasis masyarakat. (CIFOR/PILI, 2005). Lintas Sektoral adalah program yang melibatkan suatu institusi/instansi negeri atau swasta yang membutuhkan pemberdayaan dan kekuatan dasar dari pemerintah atau swasta mengenai peraturan yang ditetapkan untuk mewujudkan alternatif kebijakan secara terpadu dan komperehensif sehingga adanya keputusan kerjasama.

B. Koordinasi Penanggulan BencanaDatangnya sebuah bencana seringkali diikuti oleh terlibatnya banyak pihak di dalam proses penanganannya. Hal ini, sudah barang tentu, menyebabkan semakin rumitnya proses penanganan bencana dimaksud. Hal tersebut sekaligus juga menyebabkan perlunya sebuah koordinasi yang baik, yang dalam konteks penanganan bencana dapat diartikan sebagai hubungan dan interaksi di antara berbagai pihak yang terlibat di dalam pemberian bantuan kepada korban bencana. Keperluan koordinasi tersebut dapat muncul di level internasional, nasional, atau di lapangan, tergantung kepada cakupan bencana.Tujuan utama koordinasi di dalam konteks bencana adalah berupa efektivitas di respon terhadap bencana dimaksud. Koordinasi yang solid sering dinyatakan terbukti mampu mengurangi kerugian-kerugian yang ditimbulkan oleh suatu bencana dan sekaligus merupakan faktor sukses utama di dalam penanganan bencana. Berkenaan dengan fase tanggap-darurat, sebuah tanggap-darurat yang terkoordinasikan dengan baik merupakan faktor kunci di dalam efektivitas tanggap-darurat terkait. Kurangnya koordinasi juga sekaligus merupakan salah satu sebab, di antara beragam sebab yang ada, gagalnya sebuah tanggap-darurat bencana.Koordinasi dapat berlangsung vertikal (yaitu, di antara berbagai pihak di berbagai level yang berbeda di dalam penanganan bencana) maupun horizontal (yaitu, antar-pihak pada level yang sama di dalam rantai penanganan bencana). Berkenaan dengan siklus hidup bencana, koordinasi dapat dilakukan dengan sistem komando, dengan konsensus, atau dengan sendirinya dan terjadi secara otomatis. Pada fase tanggap-darurat yang ditandai oleh pentingnya kecepatan -, misalnya, koordinasi dengan sistem komando merupakan pilihan paling tepat. Pada fase rekonstruksi dan pemulihan ketika banyak tindakan telah dilakukan sebagai respon terhadap bencana dan banyak hal telah mulai mapan -, maka koordinasi dapat terjadi secara otomatis, dilakukan baik oleh para korban maupun berbagai pihak yang telah hadir sebelumnya sebagai bagian dari respon bencana.Sekalipun penting, bukan berarti pelaksanaan koordinasi di dalam menangani suatu bencana selalu berlangsung mulus dan tanpa tantangan. Tantangan-tantangan tersebut, di antaranya, berkenaan dengan prosedur-prosedur kelembagaan (misalnya perijinan yang lama). Jumlah organisasi yang terlibat di dalam penanganan bencana dengan beragam latar belakang maupun tujuan ataupun misi (tsunami di Aceh, misalnya, melibatkan lebih dari 300 organisasi) adalah tantangan lainnya. Biaya yang timbul dari sebuah koordinasi, apalagi bila hal tersebut berkenaan dengan ratusan organisasi, juga tidak sedikit. Kepemimpinan di dalam proses koordinasi bencana juga merupakan salah satu tantangan tersendiri.Dari berbagai hasil penelitian, terdapat banyak faktor yang menentukan berhasil-tidaknya sebuah koordinasi bencana. Salah satu contoh bencana adalah gempa bumi yang terjadi di Pakistan pada tahun 2005. Berkenaan dengan gempa bumi tersebut, sebuah penelitian menemukan bahwa koordinasi yang sukses di dalamnya ditentukan oleh faktor-faktor asset keuangan, teknologi, warga, kepemimpinan, upaya ekstra, pengalaman dan pendidikan yang relevan, kemampuan manajerial kaitannya dengan humas, kemampuan penelitian, dan kemampuan-kemampuan pengukuran kinerja. Dari penelitian terhadap bencana tornado yang terjadi di Forth Worth pada 28 Maret 2000, sementara itu, didapati bahwa dukungan politik, tindakan-tindakan kesiap-siagaan, jaringan dan hubungan kooperatif, teknologi, dan sifat serta penggunaan pusat-pusat operasi kedaruratan merupakan faktor-faktor penting berhasilnya koordinasi yang dilakukan. Penelitian terhadap ratusan pekerja kemanusiaan di dalam tanggap-darurat gempa bumi Haiti 2010, di kesempatan yang lain, menyembulkan kesimpulan tentang pentingnya insentif bersama serta kesetaraan berbagai pihak yang terlibat di dalam tanggap-darurat bencana di dalam menentukan berhasil-tidaknya koordinasi yang dilakukan.1. Koordinasi pada saat Kedaruratan Bencana

Koordinator tanggap darurat kesehatan

Permintaan Bantuan dan DonorKoordinasi Organisasi Pemerintah/LSMLogistikTransportasi/KomunikasiInformasi PublikPenampungan DaruratGiziSurveilans EpimPembuangan LimbahAir BersihKesehatan LingkunganAmbulansRumah SakitPelayanan Medis/YanmedSatgas tanggap darurat kesehatan

2. Manajemen Penanggulan Bencana di LapanganPenanggulangan korban bencana di lapangan pada prinsipnya harus tetap memperhatikan factor safety/ keselamatan bagi penolongnya, setelah itu baru prosedur dilapangan yangmmemerlukan kecepatan dan ketepatan penanganan, secara umum pada tahap tanggap darurat dikelompokkan menjadi kegiatan sebagai berikut :a. Pencarian korban (Search)b. Penyelamatan korban (Rescue)c. Pertolongan pertama (Live saving)d. Stabilisasi korbane. Evakuasi dan rujukanUpaya ini ditujukan untuk menyelamatkan korban semaksimal mungkin guna menekan angka morbiditas dan mortalitas. Hal dipengaruhi oleh jumlah korban, keadaan korban, geografi, lokasi, fasilitas yang tersedia di lokasi dan sumberdaya yang ada. Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah : organisasi dilapangan, komunikasi, dokumen dan tata kerja.

C. Sistem Komando dan Koordinasi Penanggulangan BencanaPos Komando dan Koordinasi Tanggap Darurat Bencana adalah Institusi yang melaksanakan fungsi tugas sebagai pusat Komando operasi Tanggap Darurat Bencana, untuk mengkoordinasikan, mengendalikan, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan tanggap darurat bencana.Terbentuknya Komando dan Koordinasi Tanggap Darurat Bencana meliputi tahapan yang terdiri dari :1. Informasi Kejadian Awal2. Penugasan Tim Reaksi Cepat (TRC)3. Penetapan Status/Tingkat Bencana4. Pembentukan Komando dan Koordinasi Tanggap Darurat BencanaTahapan pembentukan Komando dan Koordinasi Tanggap Darurat Bencana tersebut harus dilaksanakan secara keseluruhan menjadi satu rangkaian sistem komando yang terpadu. Rincian masing-masing tahapan tersebut adalah:1. Informasi Kejadian Awal BencanaInformasi awal kejadian bencana diperoleh melalui berbagai sumber antara lain pelaporan, media massa, instansi/lembaga terkait, masyarakat, internet, dan informasi lain yang dapat dipercaya. BNPB dan/atau BPBD melakukan klarifikasi kepada instansi/lembaga/masyarakat di lokasi bencana. Informasi yang diperoleh dengan menggunakan rumusan pertanyaan terkait bencana yang terjadi, terdiri dari:a. Apa : jenis bencanab. Bilamana : hari, tanggal, bulan, tahun, jam, waktuc. setempatd. Dimana : tempat/lokasi/daerah bencanae. Berapa : jumlah korban, kerusakan sarana danf. prasaranag. Penyebab : penyebab terjadinya bencanah. Bagaimana : upaya yang telah dilakukan2. Penugasan Tim Reaksi Cepat (TRC)a. Dari informasi kejadian awal yang diperoleh, BNPB dan/atau BPBD menugaskan Tim Reaksi Cepat (TRC) tanggap darurat bencana, untuk melaksanakan tugas pengkajian secara cepat, tepat, dan dampak bencana, serta serta memberikan dukungan pendampingan dalam rangka penanganan darurat bencana.b. Hasil pelaksanaan tugas TRC tanggap darurat dan masukan dari berbagai instansi/lembaga terkait merupakan bahan pertimbangan bagi:1) Kepala BPBD Kabupaten/Kota untuk mengusulkan kepada Bupati/Walikota dalam rangka menetapkan status/tingkat bencana skala kabupaten/kota.2) Kepala BPBD Provinsi untuk mengusulkan kepada Gubernur dalam rangka menetapkan status/tingkat bencana skala provinsi.3) Kepala BNPB untuk mengusulkan kepada Presiden RI dalam rangka menetapkan status/tingkat bencana skala nasional.

3. Penetapan Status / Tingkat Bencanaa. Berdasarkan usul dan berbagai masukan yang dapat dipertanggung jawabkan dalam forum rapat dengan instansi/lembaga terkait, maka :1) Bupati/Walikota menetapkan status/tingkat bencana skala kabupaten/kota.2) Gubernur menetapkan status/tingkat bencana skala provinsi.3) Presiden RI menetapkan status/tingkat bencana skala nasional.b. Tindak lanjut dari penetapan status/tingkat bencana tersebut, maka Kepala BNPB/BPBD Provinsi/BPBD Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya menunjuk seorang pejabat sebagai komandan penanganan tanggap darurat bencana sesuai status/tingkat bencana skala nasional/daerah.4. Pembentukan Komando dan Koordinasi Tanggap Darurat BencanaKepala BNPB/BPBD Provinsi/BPBD Kabupaten/Kota sesuai status/tingkat bencana dan tingkat kewenangannya :a. Mengeluarkan Surat Keputusan pembentukan Komando dan Koordinasi Tanggap Darurat Bencana.b. Melaksanakan mobilisasi sumberdaya manusia, peralatan dan logistik serta dana dari instansi/lembaga terkait dan/atau masyarakat.c. Meresmikan pembentukan Komando dan Koordinasi Tanggap Darurat Bencana.

D. Tugas Pokok dan Fungsi OrganisasiOrganisasi Pos Komando dan Koordinasi Tanggap Darurat Bencana merupakan Organisasi satu komando dengan mata rantai garis komando serta tanggung jawab yang jelas. Lembaga / Majelis dapat dikoordinasikan dalam satu organisasi berdasarkan satu kesatuan komando. Organisasi ini dapat dibentuk di semua tingkatan wilayah bencana baik dari tingkat pusat , wilayah , atau daerah.Tugas Pokok Pos Komando dan Koordinasi Tanggap darurat bencana :1. Menjamin berjalannya operasi Tanggap Darurat oleh berbagai unit kerja yang ada secara terpimpin, terkoordinasi, efektif, dan efisien dilokasi bencana.2. Melaksanakan pengumpulan informasi dan data lapangan serta perkembangan informasi sebagai dasar penyusunan rencana Operasi Tanggap darurat Bencana.3. Menyusun rencana Operasi penanganan Tanggap Darurat Bencana4. Menentukan lokasi pendampingan dan pelayanan korban bencana alam berdasar dari hasil kajian dan analisis tim reaksi cepat dan tim assessment.5. Menempatkan Tim relawan dilokasi yang telah ditentukan sesuai unit kerja Tanggap Darurat Bencana dengan berdasar kapasitas dan keahlian secara terukur dan sistematis.6. Merencanakan, Mengkoordinasikan, Mengendalikan, memantau pengerahan sumberdaya untuk Operasi penanganan Tanggap darurat bencana secara cepat tepat bermartabat, efektif dan efisien serta mengevaluasi pelaksanaan Operasi penanganan Tanggap darurat.Fungsi Pos Komando dan Koordinasi Tanggap darurat bencana :1. Mengkoordinasikan , mengintegrasikan dan mensikronisasikan seluruh unsure unit kerja yang terlibat dalam organisasi Komando Tanggap Darurat untuk melakukan Pencarian, Penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, pendampingan dan perlindungan pengungsi, serta pemulihan sarana dan prasarana vital dengan segera pada saat status siaga darurat dan tanggap darurat.2. Sebagai tempat berkumpul semua sumberdaya untuk melaksanakan kegiatan tanggap darurat.3. Sebagai tempat mengendalikan kegiatan dan mengerahkan sumberdaya dalam rangka kegiatan tanggap darurat.

E. Koordinasi Pasca Kedaruratan BencanaKoordinasi dan pengendalian di lapangan pasca kerawanan bencana. Koordinasi dan pengendalian merupakan hal yang sangat diperlukan dalam penanggulangan dilapangan, karena dengan koordinasi yang baik diharapkan menghasilkan output/ keluaran yang maksimal sesuai sumber daya yang ada meminimalkan kesenjangan dan kekurangan dalam pelayanan, adanya kesesuaian pembagian tanggung jawab demi keseragaman langkah dan tercapainya standard penanggulangan bencana dilapangan yang diharapkan. Koordinasi yang baik akan menghasilkan keselarasan dan kerjasama yang efektif dari organisasi-organisasi yang terlibat penanggulangan bencana di lapangan. Dalam hal ini perlu diperhatikan penempatan struktur organisasi yang tepat sesuai dengan tingkat penanggulanganbencana yang berbeda, serta adanya kejelasan tugas, tanggung jawab dan otoritas dari masing-masing komponen/ organisasi yang terus menerus dilakukan secara lintas program dan lintas sektor mulai saat persiapan, saat terjadinya bencana dan pasca bencana.Kegiatan pemantauan dan mobilisasi sumber daya dalam penanggulangan bencana dilapangan pada prinsipnya adalah :1. Melaksanakan penilaian kebutuhan dan dampak keselamatan secara cepat (Rapid Health Assesment) sebagai dasar untuk pemantauan dan penyusunan program mobilisasi bantuan.2. Melaksanakan skalasi pelayanan dan mobilisasi organisasi yang terkait dalam penanggulangan masalah akibat bencana dilapangan, mempersiapkan sarana pendukung guna memaksimalkan pelayanan.3. Melakukan mobilisasi tim pelayanan ke lokasi bencana (On site) beserta tim surveilas yang terus mengamati keadaan lingkungan dan kecenderungan perubahan-perubahan yang terjadi. Kendala koordinasi :a. Gangguan aksesibilitasb. Gangguan keamananc. Pertimbangan politikd. Keengganan untuk mengamati tujuan Masalah khusus koordinasi :a. Penundaan inisiatifb. Keikutsertaan pemerinah sangat minim dengan pertimbangan :1) Tidak prioritas2) Adanya konflik pemerintah dengan pihak lain3) Badan internasional tidak sepaham dengan pemerintah4) Perbedaan tujuan karena adanya konflik internal dalam sektor pemerintahc. Pembagian tugas tidak berjaland. Kerangka waktu tidak disepakatie. Pengalihan tugas

F. Program-program dalam Penanggulangan Bencana1. Program BPBD Kota DenpasarBerdasarkan masalah dan tantangan penanggulangan bencana di Kota Denpasar, sesuai dengan rencana pembangunan Satuan Kerja Perangkat Daerah, Program dan Kegiatan Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Tahun 2009-2013 meliputi antara lain :a. Program Penanggulangan Bencana.Program ini bertujuan untuk menyusun rencana strategis pengenalan dan pengkajianb. Program Pengurangan resiko bencana.Program ini bertujuan untuk pengenalan dan pemantauan resiko bencana.c. Pemaduan Dalam Perencanaan Pembangunan.Program ini bertujuan untuk konsulidasi Renstra pada rencana aksi daerah pengurangan dampak bencana (RAD PDB).d. Program Pelaksanaan dan Penegakan Tata Ruang.Program ini bertujuan untuk pengawasan terhadap pelaksanaan tata ruang dan pengelolaan lingkungan hidup, pemberlakuan peraturan tata ruang.e. Program Persyaratan Standar Teknis.Program ini bertujuan untuk memberlakukan peraturan standar keselamatan, pemantauan dn evaluasi pelaksanaan standar keselamatan.f. Program Persyaratan Analisa Resiko Bencana. Program ini bertujuan untuk penelitian, pengkajian kegiatan yang mempunyai resiko bencana dan penelitian/pengkajian kondisi yang menimbulkan bencana.g. Program penyuluhan dan penanggulangan bencana.Program bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan anggota masyarakat dalam penanggulangan bencana.h. Program pendidikan dan pelatihan.Program ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan penanggulangan bencana.i. Program kesiapsiagaan.Program ini bertujuan untuk menyusun uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana.j. Program peringatan dini.Program ini bertujuan untuk mengamati gejala bencana dan pengambilan tindakan berdasarkan analisa.k. Program mitigasi bencana.Program ini bertujuan untuk merencanakan dan melaksanakan penataan ruang berdasarkan analisa resiko bencana.l. Program pengkajian secara cepat dan tepat.Program ini bertujuan untk menganalisa cakupan lokasi dan jumlah korbanm. Program penyelamatan dan evakuasi masyarakat.Program ini bertujuan untuk pencarian dan memberikan pertolongan, keselamatan kepada masyarakat.n. Program pemenuhan kebutuhan dasar.Program ini bertujuan untuk menyediakan kebutuhan sandang, pangan, papan, air bersih dan sanitasi serta pelayanan physico social dan tempat hunian.o. Program perlindungan terhadap kelompok rentan.Program ini bertujuan untuk penyelamatan pengamanan dan evakuasi.p. Program peningkatan sarana dan prasarana penanggulangan bencana Program ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana penanggulangan bencana.q. Program rehabilitasi. Program ini bertujuan untuk memperbaikai lingkungan daerah bencana dan prasarana dan sarana umum.r. Program rekonstruksi. Program ini bertujuan untuk membangun kembali sarana dan prasarana peningkatan partisipasi dan peningkatan fungsi pelayanan publik.2. Program BPBD Kabupaten BulelengSebagai langkah operasionalisasi arah kebijakan dan strategi dengan memperhatikan skala prioritas yang didasarkan atas perumusan visi, misi, tujuan, sasaran yang telah ditetapkan, maka program yang akan di laksanakan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Buleleng sesuai dengan kebijakan restrukturisasi program dan kegiatan yang telah dicanangkan adalah : Program Penanggulangan Bencana Daerah 2013-2017.Adapun perwujudan dari beberapa strategi dalam rangka mencapai setiap tujuan, dibuat langkah operasional dalam bentuk program-program Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Buleleng yang akan dilaksanakan dalam 5 tahun ke depan. Program pokok tersebut ditetapkan dengan memperhatikan skala prioritas yang didasarkan atas perumusan visi, misi, tujuan, sasaran yang telah ditetapkan yang mempunyai hubungan dengan segala aspek fungsi unit kerja di lingkungan BPBD Kab. Buleleng. Hal tersebut mencakup sebagai berikut:a. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran, program ini menyangkut tentang beberapa kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka mendukung kinerja administrasi perkantoran di sekretariat Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Buleleng, program ini meliputi :1) Penyediaan Jasa Surat Menyurat2) Penyediaan Jasa Komunikasi, Sumber Daya Air dan Listrik3) Penyediaan Jasa Peralatan dan Perlengkapan Kantor4) Penyediaan Jasa Administrasi Keuangan5) Penyediaan Jasa Kebersihan Kantor6) Penyediaan Alat Tulis Kantor7) Penyediaan Bahan Bacaan dan Peraturan Perundang-undangan8) Rapat-rapat Kordinasi dan Konsultasi ke Luar Daerah/Dalam Daerah9) Penyediaan Jasa Administrasi Kepegawaianb. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur, Program ini meliputi beberapa kegiatan yang berkaitan dengan upaya peningkatan sarana dan prasarana guna mendukung kegiatan operasional Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Buleleng, adapun kegiatan yang masuk dalam program ini, antara lain1) Pengadaan Kendaraan Dinas/Operasional2) Pengadaan Perlengkapan Gedung Kantor3) Pengadaan Peralatan Gedung Kantor4) Penyelenggaraan dan Pengadaan Sarana/Prasarana Upacara5) Pemeliharaan Rutin/Berkala Gedung Kantor6) Pemeliharaan Rutin/Berkala Kendaraan Dinas/Operasionalc. Program Peningkatan Disiplin Aparatur, Program ini meliputi kegiatan pengadaan pakaian dinas guna mendukung peningkatan kedisiplinan pegawai.d. Program Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan Capaian Kinerja dan Keuangan, Program ini meliputi kegiatan penyusunan laporan capaian kinerja dan ikhtisar realisasi kinerja SKPD.e. Program Perencanaan SKPD, Program ini meliputi kegiatan perencanaan anggaran SKPD di Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Buleleng.f. Program Pembangunan Fasilitas Umum, program ini meliputi kegiatan perbaikan sarana dan prasarana fasilitas umum.g. Program Perbaikan Perumahan Akibat Bencana Alam/ Sosial, program ini terdiri dari kegiatan :1) Fasilitasi dan Stimulasi Rehabilitas Rumah Akibat Bencana Alam2) Fasilitasi dan Stimulasi Rehabilitasi Rumah Akibat Bencana Sosialh. Program Peningkatan Kesiagaan dan Pencegahan Bahaya Kebakaran, program ini meliputi kegiatan peningkatan pelayanan penanggulangan bahaya kebakarani. Program Pencegahan Dini dan Penanggulangan Korban Bencana Alam, dalam program ini terdapat beberapa kegiatan antara lain :1) Pemantauan dan Penyebarluasan Informasi Bencana Alam2) Pengadaan Logistik dan Obat-Obatan Bagi Penduduk di Tempat Penampungan Sementara3) Pendataan Bencana4) Penanganan Kedaruratan Bencana5) Pendataan Kebutuhan Bagi Masyarakat Yang Terkena Bencana Alam.

G. Kolaborasi BNPB Dan DPRD Dalam Pengurangan Risiko BencanaUntuk meningkatkan sinergitas penanggulangan bencana di daerah, BNPB berupaya untuk mengajak DPRD Kabupaten/Kota untuk membangun komitmen bersama dalam melakukan upaya pengurangan risiko bencana di daerah, pada tanggal 9 Desember 2013 di Hotel Borobudur telah dilaksanakan pertemuan koordinasi kebijakan Publik dalam Penanggulangan Bencana dengan tema "Kebijakan Pembangunan yang Berwawasan Pengurangan Risiko bencana dan Adaptasi Perubahan Iklim. Pertemuan koordinasi tersebut dibuka dan dipimpin langsung oleh Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB, Ir. Dody Ruswandi, MSCE, dan dihadiri oleh Ketua, wakil ketua dan anggota DPRD dari Kabupaten/Kota yang telah difasilitasi oleh BNPB dalam penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana pada tahun 2012 dan beberapa pejabat eselon I dan II di lingkungan BNPB.Dalam pembukaannya disampaikan bahwa Kerangka Acuan Pengurangan Risiko Bencana Global (Hyogo Framework for Action) telah dirumuskan pada tahun 2005 oleh perwakilan negara-negara yang mengikuti Konferensi Tingkat Dunia dalam bidang Pengurangan Risiko Bencana di Hyogo, Jepang. Kerangka acuan tersebut merupakan instrumen internasional untuk memantau perkembangan dan tantangan dalam pelaksanaan Pengurangan Risiko Bencana. Penyelarasan upaya pengurangan risiko bencana di tingkat regional Asia Pasifik juga dilakukan melalui Fifth Asian Ministerial Conference for Disaster Risk Reduction yang diselenggarakan di Yogyakarta dan menghasilkan Deklarasi Yogyakarta.Melalui pertemuan koordinasi antara BNPB dan DPRD Kabupaten/Kota ini diharapkan dapat meningkatkan dukungan politis dalam melaksanakan tugas-tugas kemanusiaan dengan pengarustamaan pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim di daerah. Hal ini juga sesuai dengan kesepakatan di tingkat global dan regional yang termuat dalam Hyogo Framework for action dan deklarasi Yogyakarta dan sejalan dengan capaian pemerintah Indonesia sebagai Global Champion dalam bidang Pengurangan Risiko Bencana. Kegiatan ini juga menjadi salah satu upaya BNPB untuk terus mendiseminasikan hasil deklarasi Yogyakarta ke tingkat daerah agar dapat diimplementasikan pada penyelenggaraan pembangunan daerah.Dari diskusi dalam pertemuan ini terungkap bahwa pengarusutamaan pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim di daerah memiliki tantangan yang tidak ringan. Salah satu yang diangkat untuk menjawab tantangan dan permasalahan yang ada adalah mengenai usulan dari DPRD Kabupaten/kota agar BPBD di daerah khususnya BPBD Kabupaten/Kota menjadi instansi vertikal. Hal ini perlu dilakukan untuk lebih meningkatkan dan menjamin keberlangsungan penyelenggaraan Penanggulangan Bencana melalui perencanaan, penganggaran, dan penyediaan sumberdaya aparatur penanggulangan bencana yang handal di daerah.Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan menyampaikan bahwa Penanggulangan Bencana bersifat lintas sektor, lintas wilayah dan lintas pemangku kepentingan, sehingga perlu adanya komitmen bersama yang kuat untuk meningkatkan penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Terkait dengan hal tersebut, melalui fungsi dan peranannya dalam legislasi, penganggaran dan pengawasan, DPRD Kabupaten/Kota akan mendorong dan mengupayakan pembuatan Peraturan Daerah (Perda) mengenai Pembangunan berwawasan Pegurangan Risiko bencana dan Perubahan iklim.Pertemuan ini juga merupakan salah satu sarana untuk berbagi pengalaman dalam implementasi upaya Pengurangan Risiko Bencana khususnya dari sudut pandang dan peran legislatif di daerah. Dari diskusi yang berlangsung, disampaikan pula mengenai berbagai pengalaman aktual di beberapa daerah dalam pengurangan risiko bencana. Berdasarkan pengalaman yang disampaikan serta jawaban pada kuesioner yang diberikan dari DPRD Kabupaten/Kota, membuktikan bahwa daerah-daerah di Indonesia memiliki banyak pengalaman dan pengetahuan dalam hal penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana. Hal ini akan menjadi masukan dan kontribusi pada HFA-2 yang saat ini sedang dalam proses penyusunan.

H. Penanganan Kawasan Bencana Gunung Merapi Lintas Sektor Lintas WilayahSetiap sisi Gunung Merapi adalah bagian dari suatu kesatuan ekosistem unik dan menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat sekelilingnya. Karenanya untuk menjaga kelestarian ekosistem Gunung Merapi dibutuhkan model pengelolaan secarautuh dan menyeluruh melibatkan setiapa spekekologi , mempertimbangkan setiap pemangku kepentingan, di setiap wilayah, dalam setiap tahapan kegiatan pengelolaan. Cara hidup masyarakat Gunung Merapi sangat khas dan memiliki hubungan saling keterkaitan yang telah menjadi identitas sosial-budaya. Tak dapat disangkal bahwa identitas sosial-budaya adalah kekuatan masyarakat dalam memper tahankan keberadaannya. Sebaran ancaman letusan Gunung Merapi tidak mengenal batas wilayah administratif. Perubahan tingkat aktifitas Gunung Merapi dapat dikaji gejalanya namun sulit diprediksikan waktu terjadinya letusan, intensitas dan sebaran material letusannya. Gejala yang teramati di satu kabupaten akan menjadi informasi penting bagi proses pengambilan keputusan bertindak di kabupaten lainnya.Urusan kemanusiaan melampaui batas-batas administratif. Di kawasan perbatasan Kabupaten Klaten-Boyolali- Magelang-Sleman, masyarakat dari satu kabupaten secara nyata hanya dapat menghindari bahaya letusan Merapi dengan evakuasi ke wilayah kabupaten lainnya.Menyadari kenyataan ini, diperlukan kerjasama lebihbaik antar pemerintah kabupaten dalam penanganankedaruratan lintas batas. Di tingkat masyarakat, kerjasama antar kabupaten telah terjalin dan menjadi kebutuhan sertakesadaran bersama.Peran Pemerintah baik pusat dan daerah dalam penanganan kawasan merapi baik dalam pra bencana, tanggap darurat maupun paska bencana sangat signifikan.Dari aspek fisik antara lain Pembangunan infrastruktur bangunan pengendali banjir lahar (sabo dam) dibanyak tempat disepanjang kali yang berada di kaki Merapi (kali Gendol, Boyong, Bebeng, dan Opak) yang semula cukup berfungsi sebagai bangunan penahan kini juga dapat memberikan nilai tambah untuk mendukung pertanian dan perikanan rakyat disamping sebagai jalan penghubung antar desa pada saat aman. Penyediaan Barak Pengungsian yang layak huni sehingga pengungsi dan keluarganya dapat untuk sementara hidup dengan wajar sebagai keluarga dan masyarakat. Jalur evakuasi menuju barak pengungsian yang dibangun dengan lebar dan permukaan jalan aspal yang cukup dan baik serta menjamin untuk pergerakan orang dan barang dengan cepat dengan menggunakan kendaraan roda dua atau beroda empat. Begitu juga dalam penjaminan kesehatan, sosial dan budaya yang kesemuanya bermuara pada jaminan kehidupan masyarakat. Namun yang dipastikan dan diharapkan lebih berperan adalah masyarakat yang siap dalam melihat kawasan Merapi yang rawan bencana sebagai suatu tantangan dan kesempatan untuk mengembangkan diri.1. Forum Merapi Sebagai Wujud Kerjasama Lintas Sektor - Lintas WilayahUntuk penanganan bencana kawasan Gunung Merapi membutuhkan koordinasi lintas wilayah. Salah satu upaya yang sudah dilaksanakan adalah dengan membentuk sebuah Forum yang kita kenal dengan nama Forum Merapi. Wadah kebersamaan ini menjadi penting mengingat setiap sisi Gunung Merapi adalah bagian dari suatu kesatuan ekosistem unik dan menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat sekelilingnya. Karenanya untuk menjaga kelestarian ekosistem Gunung Merapi dibutuhkan model pengelolaan secara utuh dan menyeluruh. Pengelolaan terpadu dapat melibatkan setiap aspek ekologi, kebencanaan termasuk menyangkut kepatuhan untuk mengikuti ketetapan kawasan rawan bencana untuk boleh atau tidak dibolehkannya kawasan untuk ditempati atau sebatas menjadi lahan usaha, dengan mempertimbangkan setiap pemangku kepentingan di setiap wilayah. Forum Merapi mulai digagas pada awal krisis letusan Gunung Merapi Posko Aju Pemerintah Propinsi Jawa Tengah di Kota Magelang, 26 Mei 2006 oleh perwakilan Pemerintah Kabupaten Klaten, Boyolali, Magelang, Sleman, Pemerintah Propinsi Jawa Tengah dan D. I. Yogyakarta.Dalam perjalanannya Forum Merapi telah menghasilkan kesepakatan-kesepakatan tentang keorganisasian, mekanisme kerja, dan program kegiatan. Nota Kesepakatan Bersama antar Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Provinsi serta Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi dan Badan Geologi, dalam rangka penanggulangan dan pengurangan risiko bencana Gunung Merapi telah ditanda tangani pada tanggal 17 Desember 2007. Selanjutnya, pada tanggal 19 Desember 2008 di Pos Pengamatan Gunung Merapi Babadan, Desa Krinjing, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang telah dilakukan penandatanganan Perjanjian Kerjasama Forum Merapi sebagai pernyataan sepakat untuk kerjasama membentuk dan mengikatkan diri dalam kegiatan Forum Merapi dengan obyek perjanjian kerjasama penanggulangan dan pengurangan risiko bencana Gunung Merapi. Forum Merapi diharapkan dapat menjadi wadah kebersamaan untuk menyatukan kekuatan-kekuatan dan menjembatanikomunikasi antarpelaku dalam melaksanakan kegiatankegiatan bersama pengurangan risiko bencana letusan Gunung Merapi. Forum Merapi mencakup upaya-upaya pengurangan risiko bencana letusan Gunung Merapi secara bersama-sama antar kabupaten dan pemangku kepentingan lain tanpa menambah atau mengurangi kewenangan dan tanggungjawab dari masing-masing pemerintah daerah. Visi dari Forum Merapi adalah Terciptanya masyarakat yang memiliki ketangguhan dalam rangka menghadapi dan mengurangi risiko bencana Merapi melalui kerjasama antara Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat dan masyarakat serta pemangku kepentingan lainnya. Sedangkan misinya adalah:a. Melakukan koordinasi antar Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat, masyarakat dan pemangku kepentingan lain dalam Penanggulangan Bencana Gunung Merapib. Mengelola aktivitas Penanggulangan Bencana antar daerah baik dalam situasi/pada saat tidak terjadi bencana, kesiapsiagaan, maupun pada saat tanggap daruratc. Menyebarluaskan informasi tentang aktivitas Gunung Merapi kepada masyarakatd. Meningkatkan kuantitas dan kualitas prasarana dan sarana untuk penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.e. Meningkatkan kapasitas Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat, masyarakat dan pemangku kepentingan lain dalam Penanggulangan Bencana Gunung Merapi.

I. Kolaborasi DD dalam Longsor BanjarnegaraBencana bisa datang kapan saja. Terkadang tak dapat dicegah dan dihindari. Tanah air saat ini tengah berduka. Satu desa di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Jumat (12/12) mengalami bencana longsor. Lembaga kemanusiaan Dompet Dhuafa merespon cepat bencana tersebut dengan menurunkan tim kemanusiaan.Merespon longsor di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Banjarnegara, Dompet Dhuafa bersama tim gabungan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPPD) Banjarnegara, Badan SAR Nasional (BASARNAS), anggota TNI, dan berbagai elemen relawan bergerak di lokasi. Tim SAR gabungan juga siap dibantu oleh 1300 relawan untuk melakukan evakuasi. Sampai Minggu (14/12) sore telah ditemukan 39 orang tewas, dan 69 orang dalam proses pencarian.Selain evakuasi yakni identifikasi korban, aktivitas yang dilakukan Dompet Dhuafa yakni mengurus jenazah, aksi layanan kesehatan bagi para pengungsi, dapur umum, dan terapi psikologis untuk anak-anak pengungsi. Tim gabungan kemanusiaan Dompet Dhuafa yang terdiri atas tim evakuasi Disaster Management Centre (DMC), Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) Purwokerto, Badan Pemulasaran Jenazah (Barzah) dan pula melibatkan cabang Dompet Dhuafa di Jawa Tengah.12 kecamatan di Banjarnegara yang memiliki kondisi tanah labil dan berada di lereng-lereng perbukitan. Adanya sejumlah jalur patahan menyebabkan kawasan Kecamatan Karangkobar memiliki tekstur daratan berbukit yang memiliki lereng curam dan terjal. Ikatan lapisan batuan penyangga tanah saling terbelah dan rapuh akibat jalur patahan tersebut. Lapisan tanah di atas batuan juga banyak ditumbuhi pepohonan jenis perdu, juga gembur karena banyak ditumbuhi pepohonan yang tingginya kurang dari enam meter. Banyak pula tanaman yang memiliki akar serabut yang tumbuh di sekitar lokasi longsor. Hujan yang mengguyur kawasan Banjarnegara sejak Rabu hingga Kamis, memicu bencana longsor di tanah yang labil tersebut. Selepas bencana, Dompet Dhuafa juga mengupayakan pengurangan dampak akibat bencana. Penyadaran kepada warga dilakukan melalui sekolah mitigasi bencana. Warga diingatkan untuk tidak membuah sampah sembarangan, mengurangi penebangan pohon, dan melakukan penghijauan.

BAB IIIPENUTUP

A. SimpulanPola penanggulangan bencana mendapatkan dimensi baru dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang diikuti beberapa aturan pelaksana terkait, yaitu Peraturan Presiden No. 08 tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, PP No. 22 tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana, dan PP No. 23 tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing non Pemerintah Dalam Penanggulangan Bencana. Tujuan utama koordinasi di dalam konteks bencana adalah berupa efektivitas di respon terhadap bencana dimaksud. Koordinasi yang solid sering dinyatakan terbukti mampu mengurangi kerugian-kerugian yang ditimbulkan oleh suatu bencana dan sekaligus merupakan faktor sukses utama di dalam penanganan bencana. Berkenaan dengan fase tanggap-darurat, sebuah tanggap-darurat yang terkoordinasikan dengan baik merupakan faktor kunci di dalam efektivitas tanggap-darurat terkait. Kurangnya koordinasi juga sekaligus merupakan salah satu sebab, di antara beragam sebab yang ada, gagalnya sebuah tanggap-darurat bencana.Koordinasi dapat berlangsung vertikal (yaitu, di antara berbagai pihak di berbagai level yang berbeda di dalam penanganan bencana) maupun horizontal (yaitu, antar-pihak pada level yang sama di dalam rantai penanganan bencana). Berkenaan dengan siklus hidup bencana, koordinasi dapat dilakukan dengan sistem komando, dengan konsensus, atau dengan sendirinya dan terjadi secara otomatis. Pada fase tanggap-darurat yang ditandai oleh pentingnya kecepatan -, misalnya, koordinasi dengan sistem komando merupakan pilihan paling tepat. Pada fase rekonstruksi dan pemulihan ketika banyak tindakan telah dilakukan sebagai respon terhadap bencana dan banyak hal telah mulai mapan -, maka koordinasi dapat terjadi secara otomatis, dilakukan baik oleh para korban maupun berbagai pihak yang telah hadir sebelumnya sebagai bagian dari respon bencana.B. SaranMelalui penulisan makalah ini, penulis berharap pembaca dapat menambah wawasan mengenai koordinasi dan kolaborasi dalam penanggulangan bencana. Khususnya untuk mahasiswa jurusan keperawatan diharapkan makalah ini dapat membantu dalam menambah pemahaman mahasiswa mengenai koordinasi dalam penanganan bencana, sehingga nantinya mahasiswa jurusan keperawatan dapat siap menghadapi dan ikut terjun dalam penanggulangan bencana alam.

DAFTAR PUSTAKA

Setiawan, Eko. 2013. Seri Bencana: Koordinasi dan Penanganan Bencana. Available at http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen. Diakses tanggal 24 Maret 2015 pukul 12. 50 wita.Hiyari. 2013. Pengertian Koordinasi. Available at http://nuwrileardkhiyari.blogdetik.com. Diakses tanggal 25 Maret 2015 pukul 08.00 wita.Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2013. Kolaborasi BNPB Dan DPRD Dalam Pengurangan Risiko Bencana. Available at http://bnpb.go.id/berita/1777/kolaborasi-bnpb-dan-dprd-dalam-pengurangan-risiko-bencana. Diakses tanggal 25 Maret 2015 pukul 09.30 wita.Siswanto, Eddy. 2009. Penanganan Kawasan Bencana Gunung Merapi Lintas Sektor Lintas Wilayah. Available at http://penataanruang.pu.go.id/bulletin/index.asp?mod=_fullart&idart=223. Diakses tanggal 25 Maret 2015 pukul 10.00 wita. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Denpasar. Available at http://penanggulanganbencana.denpasarkota.go.id/index.php/profil/94/Renstra. Diakses tanggal 25 Maret 2015 pukul 11.30 wita.Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Buleleng. Available at http://bpbd.bulelengkab.go.id/index.php?sik=rencana-strategi. Diakses tanggal 25 Maret 2015 pukul 11.45 wita.25