kolaborasi antarorganisasi dalam penanggulangan …

147
KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN KEMACETAN LALULINTAS DIKOTA MAKASSAR Oleh: DWI NUR HANDAYANI NomorIndukMahasiswa : 105031001814 PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PUBLIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2016

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN KEMACETAN LALULINTAS DIKOTA

MAKASSAR

Oleh:

DWI NUR HANDAYANI

NomorIndukMahasiswa : 105031001814

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2016

Page 2: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …
Page 3: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …
Page 4: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …
Page 5: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

v

ABSTRAK

DWI NUR HANDAYANI, 2016. Kolaborasi Antarorganisasi dalam Penanggulangan Kemacetan Lalu Lintas di Kota Makassar. (Dibimbing oleh Abdul Mahsyar dan Ihyani Malik).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses kolaborasi antar-Dinas Perhubungan Kota Makassar, Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Makassar, dan PD Parkir Makassar Raya dalam penanggulangan kemacetan lalu lintas di Kota Makassar dan mengetahui faktor penghambat proses kolaborasi antar-DISHUB, DTRB, dan PD.Parkir.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan tipe penelitian studi kasus dan jumlah informan sebanyak 8 orang yang terdiri atas DISHUB 4 orang, DTRB 2 orang, dan PD Parkir 2 orang. Data yang digunakan, yaitu data sekunder melalui penelusuran dokumen dan data primer diperoleh melalui observasi dan wawancara. Analisis data dilakukan sejak awal proses penelitian menggunakan langkah-langkah data reduksi, data display, dan verification.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kolaborasi antar-Dinas Perhubungan Kota Makassar, Dinas Tata ruang dan Bangunan Kota Makassar, dan PD Parkir Makassar Raya masih kurang maksimal, hal tersebut terlihat pada proses kolaborasi antar-SKPD, yaitu: (1) face to face dialogue (dialog tatap muka) antar-Dinas Perhubungan Kota Makassar, Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Makassar, dan PD Parkir sudah dilakukan, namun pelaksanaanya belum maksimal, (2) komitmen melakukan kolaborasi yang masih kurang, (3) pemahaman bersama terkait apa yang ingin dicapai melalui proses kolaborasi masih kurang. Faktor penghambat proses kolaborasi antar-SKPD disebabkan oleh kurangnya komunikasi antar-SKPD maupun dari perilaku pihak pengembang atau pembangun sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi Dinas Perhubungan, Dinas Tata Ruang dan Bangunan, dan PD Parkir dalam penanggulangan kemacetan.

Kata kunci : Kolaborasi, Kemacetan, Penanggulangan

Page 6: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah Swt. Pencipta alam

semesta penulis panjatkan ke hadirat-Nya, semoga shalawat dan salam

senantiasa tercurah pada Rasululloh saw. beserta keluarga, sahabat, dan

orang-orang yang senantiasa istiqomah mencari ridho-Nya hingga di akhir

zaman.

Tesis dengan judul Kolaborasi Antarorganisasi dalam Penanggulangan

Kemacetan Lalu Lintas di Kota Makassar diajukan sebagai salah satu

persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Administrasi Publik Program

Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar.

Berbekal dari kekuatan doa dan ridho Allah Swt. semata, maka

penulisan tesis ini dapat terselesaikan meski dalam bentuk sederhana.

Sebagai bentuk karya ilmiah penulis menyadari bahwa banyak menghadapi

hambatan dan tantangan selama dalam penelitian dan penulisan tesis ini,

apalagi waktu, tenaga, biaya, serta kemampuan penulis yang sangat

terbatas. Namun, berkat bimbingan, bantuan, arahan serta petunjuk Dr. Abdul

Mahsyar, M.Si. sebagai pembimbing I dan Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si.

sebagai pembimbing II, yang dengan begitu baik dan penuh kesabaran

memberikan bimbingan kepada penulis menyediakan waktu, tenaga, serta

pikiran demi mengarahkan penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Gagasan

beliau merupakan kenikmatan intelektual yang tak ternilai harganya. Teriring

Page 7: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

viii

doa semoga Allah Tuhan Yang Maha Esa menggolongkan upaya-upaya

beliau sebagai amal kebaikan. Semoga apa yang diberikan dan diajarkan

selama proses bimbingan selama ini dapat bermanfaat buat penulis untuk

dijadikan sebagai bekal pelajaran dan pengalaman untuk menempuh

pendidikan lebih baik lagi ke depannya.

Selanjutnya, ucapan terima kasih dan penghargaan teristimewa

dengan segenap cinta dan hormat yang tak lupa ananda sampaikan kepada

Dr. H. Abd. Rahman Rahim S.E., M.M. sebagai Rektor Universitas

Muhammadiyah Makassar, yang telah membina Universitas dengan sebaik-

baiknya. Kepada Prof. Dr. H.M. Ide Said. D.M., M.Pd. Direktur Program

Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah membina

Pascasarjana sebaik-baiknya. Kepada Dr. Abdul Mahsyar, M.Si. Ketua

Program Studi Administrasi Publik Pascasarjana Universitas Muhammadiyah

Makassar. Kepada para Dosen Program Studi Administrasi Publik

Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar yang dengan ikhlas

telah memberikan bekal ilmu kepada penulis selama menempuh pendidikan

di kampus ini. Kepada segenap Staf Tata Usaha Program Pascasarjana

Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan pelayanan

administrasi dan bantuan kepada penulis dengan baik.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang sama kepada Kepala

Dinas Perhubungan Kota Makassar beserta para staf, Kepala Dinas Tata

Ruang dan Bangunan Kota Makassar beserta para staf, dan Direktur PD

Page 8: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

ix

Parkir Makassar Raya beserta para staf anggotanya yang telah memberikan

informasi dan data kepada penulis yang dibutuhkan selama proses penelitian

hingga selesainya karya ini disusun.

Teristimewa penulis sampaikan ucapan terima kasih yang tak

terhingga kepada kedua orang tua tercinta, tersayang serta terbaik Ayahanda

Abd. Rasyid dan Ibunda Hj. Munirah yang telah merawat dan mendidik

penulis sehingga penulis dapat menjalani kehidupan dan menapaki jenjang

pendidikan hingga saat ini. Kepada Ibu Dra. Hj. Fatimah Tola, M.Si. dan

segenap keluarga yang senantiasa memberi nasihat dan motivasi serta

bantuan, baik moril maupun materil. Semoga jeri payah Ayahanda dan

Ibunda serta segenap keluarga mendapat balasan yang berlipat ganda dari

Allah Swt. Amin Ya Robbil Alamin.

Kepada rekan-rekan mahasiswa jurusan Administrasi Publik Program

Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar yang tidak sempat

saya sebutkan satu per satu semoga segala bantuan, dukungan, dan

kebaikan serta spirit dibalas oleh Allah Swt. Serta buat semua pihak yang

telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini yang tidak sempat

disebutkan satu per satu terima kasih atas bantuannya.

Penulis menyadari pula bahwa selama menjadi mahasiswa Magister

Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Makassar pada tahun

akademik 2014/2015 hingga sekarang ini telah banyak memperoleh bantuan

Page 9: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

x

maupun bimbingan dan dorongan moril dari semua pihak hingga studi penulis

dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan.

Oleh karena itu, penulis masih serta-merta mengharapkan saran dan kritik

demi pengembangan wawasan penulis ke depannya. Semoga karya tulis ini

bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang

membutuhkan.

Terima kasih atas bantuan dan bimbingan kalian semua yang sungguh

amat tak ternilai, semoga Allah Tuhan Yang Maha Esa membalasnya.

Makassar, 14 November 2016

Penulis

Page 10: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii

HALAMAN PENERIMAAN PENGUJI ..................................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ...................................... iv

ABSTRAK ............................................................................................... v

ABSTRACT ............................................................................................. vi

KATA PENGANTAR ............................................................................... vii

DAFTAR ISI ............................................................................................. xi

DAFTAR TABEL ..................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ...................................................................... 13 C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 13 D. Kegunaan Penelitian .................................................................. 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Hasil Penelitian ............................................................. 15 B. Tinjauan Teori dan Konsep ......................................................... 19

1. Kolaborasi ............................................................................... 19 2. Organisasi ............................................................................... 41 3. Kemacetan Lalu Lintas ............................................................ 54

C. Kerangka Pikir ............................................................................. 56 D. Fokus dan Deskripsi Fokus Penelitian ....................................... 58

BAB III METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian ....................................................... 62 B. Jenis dan Tipe Penelitian ........................................................... 62

Page 11: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

xii

C. Sumber Data dan Informasi Penelitian ....................................... 63 D. Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 65 E. Teknik Analisis Data ................................................................... 66 F. Keabsahan Data ......................................................................... 67

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Karakteristik Objek Penelitian ...................................... 69 B. Pemaparan Dimensi Penelitian dan Pembahasan ...................... 88

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan .................................................................................... 119 B. Saran .......................................................................................... 120

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 122 RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 12: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kota Makassar ........... 70

Tabel 2 : Keadaan Pegawai Dinas Perhubungan Kota Makassar ........ 73

Tabel 3 : Keadaan Pegawai Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota

Makassar............................................................................... 79

Tabel 4 : Keadaan Pegawai PD Parkir Makassar Raya ....................... 83

Page 13: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Kerangka Pikir ....................................................................... 58

Gambar 2 : Teknik Analisis Data Miles dan Huberman ............................ 67

Gambar 3 : Struktur Organisasi Dinas Perhubungan Kota Makassar ...... 74

Gambar 4 : Struktur Organisasi Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota

Makassar............................................................................... 80

Gambar 5 : Struktur Organisasi PD Parkir Makassar Raya ..................... 84

Page 14: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemerintahan kolaborasi merupakan langkah tatanan

pemerintahan abad XXI. Untuk mengetahui posisi kolaborasi dalam

konteks administrasi publik dilakukan dengan mencermati konsep

tersebut dari berbagai perspektif keilmuan. Kolaborasi merupakan

relasi antara organisasi (sosiologi), relasi antarpemerintahan (ilmu

administrasi publik), aliansi strategis, network multiorganisasi. Mereka

saling berinteraksi melalui negosiasi, baik yang bersifat formal

maupun informal dalam suatu aturan yang disepakati bersama dan

rasa saling percaya. Walaupun hasil atau tujuan dari sebuah proses

kolaborasi tersebut mungkin bersifat pribadi, tetapi tetap memiliki hasil

atau keuntungan yang lain yang bersifat kelompok. Kolaborasi berarti

pihak-pihak yang otonom berinteraksi melalui negosiasi, baik secara

formal atau informal. Mereka bersama menyusun struktur dan aturan

pengelolaan hubungan antarmereka. Mereka merencanakan tindakan

atau keputusan untuk mengatasi isu-isu yang membawa mereka

bersama-sama. Mekanisme tersebut merupakan interaksi yang

menyangkut sharing atas norma dan manfaat yang saling

menguntungkan.

Page 15: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

2

Pengertian di atas merupakan definisi kolaborasi yang

dikembangkan Thomson et al. (2006:21). Dalam konteks ini, terdapat

beberapa stakeholder yang memiliki tujuan yang sama dalam hal

penanggulangan kemacetan lalu lintas, sedangkan mereka memiliki

spesialisasi dan kapasitas yang berbeda-beda. Dengan demikian,

pemecahan masalah secara kolaborasi antarinstitusi menjadi hal yang

sangat perlu dilakukan.

Kolaborasi antarinstitusi menjadi isu penting dalam administrasi

publik mengingat banyak persoalan publik yang memiliki implikasi luas

yang tidak bisa ditangani secara optimal dan dipecahkan secara

tuntas jika hanya mengandalkan pada satu institusi pemerintah saja

(Sudarmo dalam Maharani, 2016:1). Salah satunya, masalah

penanggulangan kemacetan lalu lintas.

Masalah lalu lintas merupakan suatu masalah sulit yang harus

dipecahkan bersama dan sangat penting untuk segera diselesaikan.

Apabila masalah lalu lintas tidak terpecahkan maka semua kerugian

yang timbul akibat masalah ini akan ditanggung oleh masyarakat itu

sendiri dan apabila masalah ini dapat terpecahkan dengan baik maka

masyarakat sendiri yang akan mendapatkan manfaatnya. Persoalan

kemacetan lalu lintas merupakan masalah publik yang harus ditangani

dan diselesaikan oleh pemerintah setempat dengan berbagai upaya

kebijakan yang harus dilakukan. Namun, penanganan secara teknis

Page 16: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

3

oleh berbagai instansi terkait dalam penanggulangan kemacetan lalu

lintas ternyata belum efektif.

Ketertiban lalu lintas dan angkutan jalan merupakan suatu

keadaan berlalu lintas yang berlangsung secara teratur sesuai dengan

hak dan kewajiban setiap pengguna jalan, sedangkan kelancaran lalu

lintas dan angkutan jalan adalah suatu keadaan berlalu lintas dan

pengguna angkutan yang bebas dari hambatan dan kemacetan di

jalan (Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan, Bab 1 Ketentuan Umum, Pasal 1 Ayat 32 dan 33).

Setiap pengguna jalan tentu saja menginginkan keadaan atau kondisi

seperti di atas, yaitu bebas dari hambatan dan kemacetan di jalan jika

sedang berlalu lintas, baik dalam kota maupun melakukan perjalanan

ke luar kota dengan menggunakan kendaraan bermotor roda empat

maupun roda dua.

Peningkatan jumlah kendaraan di daerah perkotaan

menyebabkan problem terhadap jalan raya dan lalu lintas itu sendiri

terutama pada jalan-jalan utama. Adanya aktivitas samping jalan

sering menimbulkan masalah. Selain itu, kapasitas jalan raya yang

tidak seimbang dengan peningkatan jumlah kendaraan, juga

bangunan yang menimbulkan bangkitan dan tarikan, di mana dampak

yang ditimbulkan akan berpengaruh terhadap arus lalu lintas.

Pembangunan suatu kawasan dan/atau lokasi tertentu

mempunyai pengaruh terhadap lalu lintas di sekitarnya. Analisis

Page 17: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

4

dampak lalu lintas dipergunakan untuk memprediksi apakah

infrastruktur transportasi dalam daerah pengaruh pembangunan

tersebut dapat melayani lalu lintas yang ada (eksisting) ditambah

dengan lalu lintas yang dibangkitkan atau ditarik oleh pembangunan

tersebut. Jika prasarana yang ada tidak dapat mendukung lalu lintas

tersebut maka harus dilakukan kajian penanganan prasarana dan

pengaturan manajemen lalu lintas.

Bila ditinjau dari aspek hukum dengan diterbitkannya Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 99 Ayat 1 yang berbunyi ‘setiap

rencana pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur

yang akan menimbulkan gangguan keamanan, keselamatan,

ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan wajib

dilakukan analisis dampak lalu lintas. Analisis dampak lalu lintas

merupakan studi khusus dari dibangunnya suatu fasilitas gedung dan

penggunaan lahan lainnya terhadap sistem transportasi kota.

Khususnya, jaringan jalan di sekitar lokasi gedung (Diun dan Arief

dalam Rachman, 2013:115). Sedangkan Tamin dalam Sumajow

(2013:3), analisis dampak lalu lintas pada dasarnya merupakan

analisis pengaruh pengembangan tata guna lahan terhadap sistem

pergerakan arus lalu lintas di sekitarnya yang dilakukan oleh

bangkitan lalu lintas yang baru, lalu lintas yang beralih, dan oleh

kendaraan keluar masuk dari atau ke lahan tersebut.

Page 18: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

5

Hasil observasi awal peneliti melihat sebagian besar bangunan-

bangunan usaha di Kota Makassar yang telah dibuat tidak didukung

oleh lahan parkir yang memadai padahal dalam Perda Kota Makassar

Nomor 15 Tahun 2004 tentang Tata Bangunan secara umum telah

diatur mengenai keteraturan, kerapian, keindahan, kenyamanan, dan

keamanan dalam penataan bangunan di Kota Makassar. Sedangkan

dalam bidang pengelolaan perparkiran, menurut Pasal 1 Nomor 6

Peraturan Daerah Makassar Nomor 17 Tahun 2006 tentang

Pengelolaan Parkir Tepi Jalan Umum dalam Kota Makassar, Parkir

adalah memberhentikan dan menempatkan kendaraan bermotor di

tepi jalan umum yang bersifat sementara pada tempat yang telah

ditetapkan. Tetapi masih banyak para pelaku usaha atau masyarakat

yang tidak mematuhi aturan tersebut sehingga berkontribusi kepada

titik kemacetan yang terjadi semakin besar serta tidak ada kerja sama

yang berkelanjutan antara pihak-pihak yang terkait dalam proses

penanganan masalah publik tersebut.

Sanusi Anwar (Ketua Ikatan Arsitektur Indonesia

mengungkapkan bahwa dengan merujuk pada Perda Kota Makassar

Nomor 15 Tahun 2004 tentang Tata Bangunan, hampir semua

bangunan di Kota Makassar melanggar. Masalah rasio parkir tidak

sebanding dengan besarnya bangunan yang menyebabkan

kemacetan (JPNN, 3/10/2014). Dari data tersebut ditunjukkan angka

yang sangat memperihatinkan di mana laju pertumbuhan

Page 19: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

6

menunjukkan banyak bangunan yang didirikan tidak sesuai dengan

asas-asas tata ruang dan bangunan kota sehingga citra kota menjadi

tidak bagus untuk dipandang karena berdampak langsung terhadap

keindahan kota. Sementara itu, banyak pemilik toko besar yang

menggunakan lahan di depan tokonya sebagai aktivitas bisnis yang

sebenarnya melanggar peruntukkannya. Sebagaimana yang

disebutkan oleh Adi Rasyid Ali (Wakil Ketua DPRD Makassar) bahwa

sebagian bangunan di Kota Makassar melanggar aturan. Pelanggar

didominasi pemilik rumah toko. Pelanggaran itu, antara lain

ketidaksesuaian Izin Mendirikan Bangunan dengan pemanfaatan

lahan, penyerobotan fasilitas umum, dan tidak tersedianya perizinan

analisis mengenai dampak lingkungan serta kajian lalu lintas sehingga

menyebabkan kemacetan (AntaraSulSel.com, 25/3/2015).

Sebagaimana data yang diperoleh dari Upeks.co.id

(29/9/2015), bahwa lima puluh persen kemacetan di berbagai titik

jalan di Kota Makassar disebabkan oleh banyak tempat usaha yang

mengambil bahu jalan sebagai lahan parkir. Beberapa jalan yang

kerap menjadi langganan kemacetan ialah Jalan Panakukang,

Boulevard, dan Toddopuli. Bahkan tempat usaha di jalan tersebut

diduga tak memiliki analisis dampak lalu lintas (andalalin), sehingga

kemacetan sulit diatasi.

Fakta menunjukkan bahwa kemacetan di berbagai titik jalan di

Kota Makassar selain disebabkan oleh volume kendaraan yang

Page 20: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

7

semakin meningkat yang tidak sebanding dengan luas jalan,

kemacetan juga disebabkan oleh banyak pusat kegiatan, seperti

tempat usaha, hotel, rumah makan, serta pusat perbelanjaan, ataupun

pusat-pusat kegiatan lainnya yang menggunakan bahu jalan sebagai

lahan parkir sehingga kerap menjadi langganan kemacetan akibat

para pelanggan atau pengunjung yang parkir secara semraut, seperti

di Jalan Pengayoman depan toko Bintang, Jalan Boulevard depan

rumah makan Apong, Jalan Ratulangi depan toko Agung, Jalan

Penghibur depan hotel MGH, dan sebagainya. Tempat parkir

bangunan komersial belum mampu memenuhi kebutuhan ruang parkir

pengunjung, fasilitas umum yang tidak dilengkapi dengan fasilitas

parkir memadai menyebabkan pengguna kendaraan parkir di bahu

jalan (on street parking) selain mengurangi kapasitas jalan raya yang

berimbas pada kelancaran lalu lintas.

Pemerintah tidak hanya mengandalkan pada kapasitas internal

yang dimiliki dalam penerapan sebuah kebijakan dan pelaksanaan

program. Keterbatasan kemampuan, sumber daya maupun jaringan

yang menjadi faktor pendukung terlaksananya suatu program atau

kebijakan, mendorong pemerintah untuk melakukan kolaborasi

dengan berbagai pihak, baik dengan sesama pemerintah, pihak

swasta maupun masyarakat dan komunitas masyarakat sipil sehingga

dapat terjalin kolaborasi dalam mencapai tujuan program atau

kebijakan. Penanggulangan kemacetan lalu lintas melibatkan

Page 21: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

8

beberapa instansi lain atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

dalam lingkup Kota Makassar, seperti Dinas Perhubungan, Satuan

Lalu Lintas, Satuan Polisi Pamong Praja, Dinas Tata Ruang dan

Bangunan, serta Perusahaan Daerah Parkir. Namun, dalam penelitian

tentang kolaborasi antarorganisasi dalam penanggulangan kemacetan

lalu lintas di Kota Makassar dibatasi pada kolaborasi yang dilakukan

oleh Dinas Perhubungan Kota Makassar, Dinas Tata Ruang dan

Bangunan Kota Makassar, dan PD Parkir Makassar Raya dalam

penanggulangan kemacetan lalu lintas.

Selama ini yang paling sering menjadi sorotan dalam

penanggulangan kemacetan yaitu Satuan Lalu Lintas dalam hal ini

Polisi Lalu Lintas, namun bukan hanya Polisi Lalu Lintas yang

bertanggung jawab dalam penanggulangan kemacetan. DISHUB,

DTRB, dan PD Parkir juga berperan dalam penanggulangan

kemacetan terkait dengan bangunan-bangunan pusat kegiatan,

seperti hotel, toko, rumah makan, ataupun pusat-pusat perbelanjaan

lainnya yang dapat menyebabkan kemacetan sebagai akibat tidak

tersedianya lahan parkir yang memadai dari bangunan-bangunan

tersebut. Berbicara soal pembangunan pusat kegiatan, seperti hotel,

rumah makan, toko, ataupun pusat-pusat perbelanjaan lainnya maka

akan terkait dengan pemberian izin sebelum pembangunan tersebut

dilakukan di mana DISHUB, DTRB, dan PD Parkir mempunyai

peranan penting yaitu DISHUB yang memberikan izin analisis dampak

Page 22: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

9

lalu lintas harus melakukan kajian analisis dampak lalu lintas

(andalalin) terlebih dahulu terhadap rencana pembangunan. Setelah

persyaratan andalalin terpenuhi DTRB dapat menerbitkan IMB

begitupun PD Parkir dapat mengeluarkan surat penetapan tentang

titik parkir sebagaimana pada SOP penetapan parkir yang tentunya

dengan memperhatikan kajian andalalin. Oleh karena itu, meskipun

Polisi Lalu Lintas terlibat dalam penanggulangan kemacetan, namun

penelitian ini dibatasi hanya kolaborasi antar-DISHUB, DTRB, dan PD

Parkir sebab peneliti ingin melihat bagaimana kerja sama ketiga

instansi tersebut terkait dengan pemberian izin sebelum

pembangunan dilakukan sebab pembangunan pusat-pusat kegiatan

tanpa melalui kajian terlebih dahulu salah satu dampaknya tidak

tersedianya lahan parkir yang memadai sehingga dapat menyebabkan

kemacetan. Sedangkan Polisi Lalu Lintas dalam penanggulangan

kemacetan lebih kepada tugas penindakan dan penegakan aturan lalu

lintas, seperti pelanggaran terhadap rambu-rambu lalu lintas, traffic

light, dan marka jalan.

Pada penanggulangan kemacetan lalu lintas akan dilihat proses

kolaborasi antar-Dinas Perhubungan, Dinas Tata Ruang dan

Bangunan, dan PD Parkir. Proses kolaborasi diawali dengan kajian

analisis dampak lalu lintas (andalalin) mengenai pembangunan

fasilitas gedung atau penggunaan lahan yang diterbitkan oleh Dinas

Perhubungan. Setelah dokumen analisis dampak lalu lintas (andalalin)

Page 23: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

10

diperoleh, dilanjutkan pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

yang dikeluarkan oleh Dinas Tata Ruang dan Bangunan berdasarkan

kajian analisis dampak lalu lintas mengenai suatu bangunan.

Selanjutnya, PD Parkir selaku penanggung jawab pengaturan

perparkiran sebagai salah satu instansi (perusahaan daerah) yang

diberikan kewenangan oleh pemerintah Kota Makassar untuk

menjalankan fungsi mengatur hal-hal yang menyangkut efisiensi dan

efektivitas pencapaian tujuan pelayanan dari sektor perparkiran

kepada masyarakat Kota Makassar dan dalam menyelenggarakan

kegiatan di bidang perparkiran yang diarahkan kepada pelayanan

masyarakat guna terciptanya ketertiban, keamanan, dan kenyamanan

lalu lintas.

Salah satu peran pemerintah, yaitu sebagai institusi penyedia

jasa, pemerintah bertujuan memenuhi permintaan, kebutuhan, atau

aspirasi dari masyarakatnya. Walaupun demikian, pelayanan yang

diberikan harus disesuaikan dengan kebijakan publik yang telah

ditentukan sebelumnya (Sangkala, 2012:196). Manajemen pelayanan

kolaboratif tidak membutuhkan hierarki, melainkaan hubungan yang

fungsional berbasis pada jejaring. Karena itu, mekanisme kerja yang

dikembangkaan dalam manajemen kolaboratif adalah mekanisme

kerja fungsional. Masing-masing melaksanakan kegiatan berdasarkan

pada fungsi yang diembannya dalam penyelesaian masalah publik

Page 24: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

11

tertentu, sesuai dengan pembagian kerja yang disepakati bersama

(Dwiyanto, 2012:303).

Sependapat dengan argumentasi di atas bahwa organisasi

pada umumnya perlu kolaborasi dalam mengatasi suatu

permasalahan untuk mencapai suatu solusi dalam rangka pemecahan

masalah tersebut, sebagaimana Sink dalam Subarsono (2016:177),

menjelaskan kerja sama kolaboratif sebagai sebuah proses di mana

organisasi-organisasi yang memiliki kepentingan terhadap suatu

masalah tertentu berusaha mencari solusi yang ditentukan secara

bersama dalam rangka mencapai tujuan yang mereka tidak dapat

mencapai secara sendiri-sendiri. Dari pengertian tersebut dapat

disimpulkan bahwa ketika organisasi-organisasi yang berkontribusi

mengatasi kemacetan dalam hal ini Dinas Perhubungan, Dinas Tata

Ruang dan Bangunan, dan PD Parkir berjalan secara sendiri-sendiri,

tentu akan sulit menemukan solusi yang tepat dalam penanggulangan

kemacetan sehingga diperlukan adanya kolaborasi SKPD agar dapat

bersinergi dalam melaksanakan tugasnya masing-masing.

Berdasarkan yang dikemukakan oleh Sink di atas, diharapkan

persoalan kemacetan lalu lintas di Kota Makassar dapat teratasi

dengan adanya proses kolaborasi antar-Dinas Perhubungan, Dinas

Tata ruang dan Bangunan, dan PD Parkir dalam penanggulangan

kemacetan. Sebab, permasalahan kemacetan lalu lintas di Kota

Makassar bila ditelaah lebih jauh disebabkan karena masih kurangnya

Page 25: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

12

kolaborasi antar-SKPD yang terlibat dalam penanggulangan

kemacetan lalu lintas. Sebagaimana hasil penelitian sebelumnya oleh

Mahsyar (2014:14), bahwa kemacetan lalu lintas di jalan raya dapat

disebabkan oleh berbagai faktor maupun sumber penyebab terjadinya

kemacetan, hasil identifikasi penyebab kemacetan lalu lintas di Kota

Makassar tidak terlepas dari ketersediaan infrastruktur lalu lintas yang

ada atau dengan kata lain kemacetan yang terjadi sebagai akibat

kurangnya koordinasi yang dilakukan oleh instansi pemerintah dalam

menanggulangi kemacetan lalu lintas.

Kondisi ini terjadi karena untuk penanggulangan kemacetan

lalu lintas tidak hanya dilakukan oleh satu SKPD saja, tetapi dilakukan

oleh beberapa SKPD. Sehingga diperlukan proses kolaborasi dengan

berbagai SKPD terkait agar SKPD tersebut tidak berjalan masing-

masing dalam penanggulangan masalah kemacetan. Peran Dinas

Perhubungan diperlukan untuk melakukan analisis dampak lalu lintas

(andalalin) sehingga izin membangun baru diberikan setelah ada

kajian dari Dishub terkait analisis dampak lalu lintasnya, Dinas Tata

Ruang dan Bangunan agar tidak seakan-akan hanya bertugas

mengeluarkan izin pembangunan tanpa melakukan kontrol dan

memperhatikan standar ruang parkir terutama untuk bangunan-

bangunan pusat kegiatan sebelum mengeluarkan IMB serta

diperlukan manajemen lahan parkir oleh PD Parkir yang benar agar

dapat membantu mengatasi permasalahan kemacetan lalu lintas

Page 26: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

13

dengan mengidentifikasi di mana seharusnya fasilitas parkir akan

disediakan, bagaimana pengelolaan dan peraturan parkir ditegakkan.

Hal inilah yang mendasari peneliti melakukan penelitian dengan judul

“Kolaborasi Antarorganisasi dalam Penanggulangan Kemacetan Lalu

Lintas di Kota Makassar”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses kolaborasi antar-Dinas Perhubungan, Dinas

Tata Ruang dan Bangunan, dan PD Parkir dalam penanggulangan

kemacetan lalu lintas di Kota Makassar?

2. Apa Faktor penghambat proses kolaborasi antar-Dinas

Perhubungan, Dinas Tata Ruang dan Bangunan, dan PD Parkir

dalam penanggulangan kemacetan lalu lintas di Kota Makassar?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui proses kolaborasi antar-Dinas Perhubungan,

Dinas Tata Ruang dan Bangunan, dan PD Parkir dalam

penanggulangan kemacetan lalu lintas di Kota Makassar.

2. Untuk mengetahui faktor penghambat proses kolaborasi antar-

Dinas Perhubungan, Dinas Tata Ruang dan Bangunan, dan PD

Parkir dalam penanggulangan kemacetan lalu lintas di Kota

Makassar.

Page 27: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

14

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Akademik

Bahwa hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan atau

rujukan bagi dunia perguruan tinggi khususnya jurusan Ilmu

Administrasi Publik dalam mengembangkan teoretis yang lebih

luas dan sebagai referensi bagi peneliti lain yang meneliti masalah

sejenis.

2. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan memberikan masukan pada berbagai

SKPD dalam lingkup Kota Makassar. Khususnya, Dinas

Perhubungan, Dinas Tata Ruang dan Bangunan, dan PD Parkir

untuk melakukan kolaborasi dalam penanggulangan kemacetan

lalu lintas di Kota Makassar.

Page 28: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang kolaborasi maupun penelitian tentang

kemacetan lalu lintas telah beberapa kali dilakukan, baik dari sudut

pandang Ilmu Administrasi Publik, Manajemen, Teknik

Pengembangan Wilayah Kota. Oleh karena itu, untuk mengawali

penelitian ini, ada beberapa kajian pustaka yang relevan dengan tema

penelitian peneliti di atas. Hal ini penting untuk mengambil entry point

penelitian, positioning penelitian serta perbedaan dengan penelitian

terdahulu. Beberapa penelitian sebelumnya adalah:

Penelitian yang dilakukan oleh Maharani (2016:1), berjudul

“Kolaborasi Antar-Pelaksana pada Penataan dan Pembinaan Toko

Modern di Kota Surakarta”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

kolaborasi sebagai suatu proses dilakukan dengan memenuhi syarat-

syarat kolaborasi yang meliputi pemahaman yang sama terhadap

permasalahan yang dihadapi, saling percaya, dan itikad baik,

pemahaman terhadap batasan kewenangan, cara menciptakan

peraturan dan mekanisme mengatasi konflik, hanya saja koordinasi

internal dan eksternal kurang maksimal. Peran Satuan Kerja

Perangkat Daerah selaku pelaksana pada penataan dan pembinaan

toko modern di Kota Surakarta sudah sesuai dengan mekanisme

penataan dan pembinaan toko modern di Kota Surakarta yang diatur

Page 29: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

16

dalam dasar penataan dan pembinaan toko modern di Kota Surakarta,

yaitu Perda Nomor 5 Tahun 2011 dan Perwali Nomor 17-A Tahun

2012. Faktor yang menghambat proses kolaborasi terjadi pada faktor

budaya, yaitu ketergantungan kepada prosedur dan faktor

keterbatasan sumber daya manusia sehingga berakibat waktu

pengurusan perizinan sebagai bentuk penataan dan pembinaan toko

modern menjadi terlalu lama.

Penelitian yang dilakukan Mahsyar (2015:8) berjudul “Public

Private Partnership: Kolaborasi Pemerintah dan Swasta dalam

Pengelolaan Aset Publik di Kota Makassar”. Hasil penelitian

menunjukkan kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota

Makassar dengan pihak swasta dalam hal ini PT Tosan Permai Lestari

dalam berkolaborasi mengelola aset pemerintah memberikan dampak

positif berupa keuntungan secara win-win bagi kedua pihak termasuk

kepada masyarakat Kota Makassar. Bentuk kolaborasi yang dilakukan

melalui model contracting out dalam bentuk outsourching di mana

pihak kedua dalam hal ini pihak swasta diberi hak pengelolaan dengan

segala hak dan kewajibannya untuk memanfaatkan, mengelola

sarana, menjaga ketertiban dan keamanannya dalam jangka waktu 30

tahun dan setelah habis masa kontrak segala sarana dan fasilitas

yang ada diserahkan kembali kepada Pemerintah Kota Makassar.

Dengan kerja sama antara kolaboratif sektor swasta, pengembangan

Page 30: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

17

aset publik dapat dilakukan dengan cepat dan meminimalkan

penggunaan anggaran pemerintah daerah.

Penelitian yang dilakukan Rosyadi dan Lestianingrum (2013:1)

berjudul “Permodelan Sampah Pemukiman Berbasis Manajemen

Kolaborasi (Studi Kasus di Desa Palimanan Barat Kabupaten

Cirebon)” Tujuan dari penelitian ini untuk mendeskripsikan pola

kolaborasi antara pihak swasta dan masyarakat dalam membantu

pemerintah untuk mengatasi permasalahan sampah yang dihasilkan di

wilayah permukiman warga. Penelitian ini menunjukkan bahwa

kolaborasi antara masyarakat dan sektor swasta dalam pengelolaan

sampah dapat dilakukan dengan baik. Faktor-faktor yang berperan

penting dalam membangun kolaborasi public-private ini, di antaranya

komitmen, partisipasi aktif semua aktor, profesionalisme, dan

transparansi. Hasil-hasil yang diperoleh dari kolaborasi public-private

ini adalah peningkatan pendapatan masyarakat melalui BUMDES,

peningkatan kapasitas institusi lokal, dan perbaikan lingkungan

permukiman.

Penelitian yang dilakukan Anugra dan Sardjito (2014:1) berjudul

“Penanganan Kemacetan Lalu Lintas di Koridor Jalan Kramat

Gantung, Surabaya”. Tahapan analisis yang dilakukan untuk

mencapai arahan penanganan kemacetan pada penelitian ini adalah

dengan mengetahui intensitas pelayanan jalan melalui traffic counting,

kemudian dikaitkan dengan jenis kegiatan sehingga menimbulkan

Page 31: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

18

bangkitan pergerakan yang signifikan. Selain itu, faktor on street

parking juga memiliki andil dalam penelitian ini sehingga perlu

dianalisis penanganannya melalui simulasi peniadaan on street

parking. Tahap terakhir yaitu penentuan penanganan kemacetan.

Penanganan kemacetan yang ada di Koridor Jalan Kramat Gantung

adalah dengan penurunan kegiatan di Koridor Jalan Kramat Gantung,

pengendalian jenis kegiatan di Koridor Jalan Kramat Gantung,

penanganan intensitas pelayanan jalan melalui peniadaan ruang

parkir tepi jalan (On Street Parking), penanganan intensitas pelayanan

jalan melalui pengaturan peniadaan jenis bus.

Penelitian yang dilakukan Suyuti (2013:6) berjudul “Teknologi

Real Time Traffic Information System untuk Mengatasi Kemacetan

Lalu Lintas di Jalan Tol dalam Kota Jakarta”. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa penggunaan teknologi Real Time Traffic

Information System merupakan solusi yang paling tepat untuk

mengatasi permasalahan kemacetan lalu lintas di Jalan Tol dalam

Kota Jakarta. Tujuan teknologi tersebut adalah untuk mengoptimalkan

penggunaan ruas jalan tol. Jika jalan tol sudah padat, maka pengguna

jalan akan beralih ke jalan arteri, begitu pula sebaliknya. Pada suatu

titik tertentu akan dicapai kondisi equilibrium di mana volume lalu

lintas akan mencapai titik optimal.

Berdasar penelitian terdahulu sejauh yang peneliti temukan,

bahwa penelitian tentang kolaborasi dan kemacetan lalu lintas telah

Page 32: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

19

beberapa kali dilakukan. Akan tetapi, dari beberapa penelitian yang

telah disebutkan dapat diketahui bahwa tidak ada yang khusus

membahas tentang kolaborasi antarorganisasi dalam penanggulangan

kemacetan lalu lintas. Hal ini menarik untuk diteliti karena pada

kenyataannya kolaborasi dapat dilakukan untuk mengatasi

permasalahan-permasalahan publik. Kemacetan lalu lintas merupakan

salah satu permasalahan publik yang dinamis karena untuk

penanggulangan kemacetan lalu lintas di Kota Makassar melibatkan

banyak stakeholder. Oleh karena itu, kolaborasi antarorganisasi dalam

mengatasi kemacetan lalu lintas di Kota Makassar menjadi penting

untuk dilakukan.

B. Tinjauan Teori dan Konsep

1. Kolaborasi

Pada dasarnya ada berbagai macam bentuk kerja sama antara

pemerintah dengan masyarakat serta pihak swasta maupun pihak

yang terkait dalam pelayanan publik, manajemen pemerintahan atau

penyelesaian masalah publik. Beberapa di antaranya adalah

kolaborasi, sinergitas, kemitraan atau partnership, kerja sama maupun

joint venture. Istilah-istilah ini sebenarnya sebagai perwujudan dari

kerja sama antarindividu atau organisasi yang saling membantu,

saling menguntungkan, dan secara bersama-sama meringankan

pencapaian-pencapaian tujuan yang telah mereka sepakati bersama.

Page 33: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

20

Terdapat perbedaan mendasar di antara kolaborasi dengan

kemitraan atau partnership. Adisasmita dalam Pratiwi (2015:12)

menyatakan kemitraan merupakan kerja sama, kesetaraan,

kebersamaan, kepedulian, dan jaringan kerja yang menumbuh

kembangkan kemanfaatan timbal balik antara pihak-pihak yang

bermitra dalam menyelenggarakan pelayanan sosial (pembangunan).

Kemitraan biasanya dicirikan adanya perjanjian atau kontrak masing-

masing aktor mendapatkan keuntungan dari kerja sama karena sudah

berinvestasi sumber daya. Kemitraan mengarah pada privatisasi.

Kemitraan dilakukan untuk mengurangi peran pemerintah dan

meningkatkan peran swasta dalam kepemilikan aset publik. Dalam

kemitraan, sektor privat menerima kompensasi dan sektor publik

bertanggung jawab terhadap risiko dan bersifat jangka pendek.

Simatupang dalam Mulyadi (2015:6), joint venture (patungan)

merupakan bentuk kerja sama antara perusahaan nasional dengan

perusahaan asing yang berdiri sendiri dengan menghubungkan

potensi usaha termasuk know how dan modal, dalam perbandingan

yang telah ditetapkan menurut perjanjian atau kontrak yang sama-

sama telah disetujui. Sedangkan Geringer dalam Marzuki dan Lumeno

(2011:12), joint venture merupakan suatu tipe aliansi strategis khusus

yang memberikan peluang khusus pula untuk mengkombinasikan

kompetensi tertentu serta sumber daya perusahaan-perusahaan yang

berpartisipasi.

Page 34: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

21

Di sisi lain, Menurut Lasker, Weiss, dan Miller dalam Pratiwi

(2015:108), konsep sinergi memiliki kesamaan dengan kolaborasi.

Dalam tulisannya yang berjudul “Partnership Synergy: a Practical

Framework for studying and strengthening the Collaborative

Advantage”, beberapa pakar mendefinisikan kolaborasi sebagai

berikut:

“Collaboration as a process that enables independent

individuals and organizations to combine their human and material

resources so that can accomplish objectives that they are unable to

bring abaout alone”.

Dalam jurnal tersebut kolaborasi didefinisikan sebagai proses

individual dan organisasi independen yang mengkombinasikan

sumber daya manusia dan sumber daya material untuk dapat

mencapai tujuan mereka, daripada mencapai tujuan tersebut

sendirian. Kekuatan untuk mengkombinasikan perspektif-perspektif,

sumber daya, dan keahlian dari sekelompok orang atau organisasi

disebut sinergi. Sinergi dimanifestasikan dalam pemikiran dan

tindakan sebagai hasil dari kolaborasi. Jadi, konsep sinergi dan

konsep kolaborasi mempunyai kesamaan yaitu proses kerja sama

individual atau organisasi yang saling mengkombinasikan berbagai

sumber daya, untuk mencapai tujuan agar menghasilkan sesuatu

yang lebih besar. Selain itu, kolaborasi juga didefinisikan sebagai

hubungan sinergis yang terbentuk ketika dua entitas atau orang atau

Page 35: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

22

lebih yang bekerja sama menghasilkan sesuatu yang jauh lebih besar

daripada penjumlahan kemampuan dan kontribusi masing-masing

individu (Sankers dalam Kaswan, 2014:46).

Kaswan (2014:48), tiga bentuk kerja sama yang terkait dengan

kolaborasi, tetapi sebenarnya semuanya menggambarkan berbagi

sumber daya. Tingkatan itu adalah networking atau jejaring,

koordinasi, dan cooperation.

1) Networking atau jejaring (Awal kerja sama)

Networking atau jejaring didefinisikan sebagai pertukaran

informasi atau jasa antarindividu, kelompok, atau institusi. Dalam

istilah sederhana, jejaring hanyalah tindakan berbagi informasi

untuk keuntungan bersama. Jejaring adalah cara populer bekerja

dengan orang lain karena relatif sederhana dilakukan dan

menjanjikan keuntungan bersama bagi semua orang yang terlibat.

Jejaring juga cara yang paling informal dan tanpa komitmen untuk

bekerja dengan orang lain, dibandingkan koordinasi, koperasi dan

kolaborasi. Jejaring merupakan aktivitas sederhana berbagai

sumber daya, bukan kerja sama tim atau kolaborasi yang

sebenarnya. Jejaring sering dianggap sebagai langkah awal

mengidentifikasi peluang kolaboratif.

2) Koordinasi (kerja sama yang lebih tinggi)

Lebih formal dan lebih kompleks daripada jejaring ialah koordinasi

dalam pengertian sinkronisasi dan integrasi aktivitas, tanggung

Page 36: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

23

jawab, kendali, kontrol, atau pengawasan untuk memastikan

penggunaan sumber daya secara efisien agar bisa mencapai

tujuan yang telah ditetapkan. Dalam istilah sederhana, koordinasi

menuntut bahwa tindakan tertentu harus dilakukan dan bahwa ada

berbagi informasi untuk keuntungan timbal balik dan untuk

mencapai tujuan bersama. Karena koordinasi merupakan cara

mencapai tujuan khusus, memerlukan pendekatan yang lebih

bersifat organisasi daripada jejaring, dan menuntut tingkat

keterlibatan dan tanggung jawab yang lebih tinggi. Koordinasi

merupakan bagian terpadu kolaborasi, tetapi tidak bisa

menggantikan kolaborasi.

3) Cooperation atau kerja sama (lebih signifikan)

Cooperation atau kerja sama berarti rencana sukarela di mana

dua atau tiga entitas atau organisasi terlibat dalam pertukaran

yang saling menguntungkan sebagai pengganti kompetisi. Dalam

istilah sederhana, kerja sama memadukan ciri-ciri koordinasi

dengan berbagi sumber daya. Dengan demikian, selain bertukar

pengetahuan dan menyerasikan atau menyesuaikan aktivitas

untuk mencapai tujuan bersama, cooperation atau kerja sama

meliputi unsur tambahan berbagi sumber daya selain daripada

informasi. Meskipun memiliki tujuan yang sama bersifat khas bagi

pihak-pihak yang bekerja sama, tingkat keterkaitan dengan

sasaran itu mungkin berbeda-beda. Mungkin pihak lain tidak

Page 37: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

24

banyak belajar dari pengalaman dan tidak bertumbuh. Oleh

karena itu, kerja sama tidak sesempurna kolaborasi karena

beberapa alasan. Meskipun pihak-pihak yang berkerja sama

mungkin mencapai tujuan bersama, namun mereka tidak selalu

meningkatkan kapasitas satu sama lain. Selain itu, pihak-pihak

yang bekerja sama tidak berbagi risiko, tanggung jawab, dan

penghargaan. Dalam kasus kolaborasi, semua sumber daya yang

ada, juga risiko, tanggung jawab, dan penghargaan atau imbalan

sepenuhnya dibagi.

4) Collaboration (kerja sama tim yang sebenarnya)

Kolaborasi atau kerja sama tim merupakan proses yang dapat

diuraikan menjadi bagian-bagian yang esensial. Sebagaimana

dengan koordinasi, tindakan tertentu diambil dan informasi dibagi

untuk keuntungan bersama dan untuk mencapai tujuan bersama.

Tetapi aktivitas kolaboratif jauh lebih strategis, menuntut semua

pihak meningkatkan kemampuannya satu sama lain, dan semua

menanggung risiko, tanggung jawab bersama, dan menerima

imbalan atau penghargaan bersama. Sekedar berbagi sumber

daya bukan kolaborasi, untuk kolaborasi yang sebenarnya, semua

pihak memerlukan tingkat komitmen yang lebih tinggi, kesatuan

tujuan, struktur yang memungkinkan komunikasi, partisipasi

kelompok, curah gagasan (brainstorming), dan kerja sama,

semuanya itu diperlukan untuk mencapai sesuatu yang jauh lebih

Page 38: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

25

besar daripada yang mungkin. Kolaborasi adalah tentang bekerja

sama sebagai tim, berkembang atas dasar kerja sama,

mengusulkan dan menilai ide-ide kreatif baru, dan berkomunikasi

satu sama lain dalam lingkungan yang terbuka dan menghargai.

Kolaborasi ialah tentang tujuan bersama tim, bukan tujuan

individual para anggotanya.

Kerja sama menekankan pada terutama keselarasan mencapai

tujuan bersama dan tujuan bersama. Sementara itu, koordinasi(

coordination) mengacu pada kerja sama aktif. Koordinasi di

definisikan sebagai tindakan yang membuat aturan untuk tujuan-

tujuan bersama, kesesuaian dari berbagai elemen, harmonisasi pada

penerapan aturan interaksi dan menjadikan pihak-pihak yang terpisah

bekerja sama. Dibandingkan kerja sama, koordinasi menunjukkan

kegiatan yang lebih interaktif, proses pengambilan keputusan

bersama, di mana sebagian entitas lain yang terpisah saling

mempengaruhi keputusan lebih lanjut. Koordinasi dilakukan dengan

hanya memberikan sinyal atau berbagi informasi yang benar dan

kebijakan yang sama, kolaborasi menunjukkan kerja sama, proses

interaktif yang mengakibatkan keputusan dan kegiatan bersama.

Dengan hal tersebut menunjukkan, kolaborasi memiliki tingkat yang

lebih tinggi dari pelaksanaan bersama dan dapat dianggap sebagai

sebuah usaha tim.

Page 39: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

26

Berdasarkan berbagai penjelasan di atas mengenai bentuk-

bentuk kerja sama, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan

konsep kolaborasi sebagai bentuk kerja sama yang jauh lebih

strategis, tingkat komitmen yang lebih tinggi, kesatuan tujuan, struktur

yang memungkinkan komunikasi, seluruh pihak bekerja sama

membangun konsensus dan adanya tindakan kolektif dalam tingkatan

yang lebih tinggi dibanding dengan bentuk kerja sama lainnya. Selain

itu, dengan berkolaborasi organisasi atau para stakeholder bisa lebih

bersinergi dalam penanggulangan kemacetan lalu lintas. Sebab,

persoalan kemacetan lalu lintas merupakan masalah yang kompleks

dan memerlukan tindakan kolaborasi segera oleh semua pihak yang

terkait dengan masalah tersebut. Adanya kompleksitas masalah yang

mengharuskan terjadinya kolaborasi ini dijelaskan dalam teori yang

dikembangkan oleh Hudson dan Hardy dalam Hafifa (2016:16), yakni

collaborative networks are unlikely to grow spontaneously but must be

“cultivated”. Pendapat tersebut menjelaskan bahwa jaringan

kolaboratif tidak akan tumbuh secara spontan, melainkan harus

dibudidayakan. Mengenai hal tersebut dapat diketahui bahwa sebuah

kolaborasi tentu memiliki sebab-sebab yang mengakibatkan muncul

dan berkembangnya hal tersebut. Dalam konteks ini sebab yang

mengakibatkan kolaborasi yakni adanya kompleksitas dan saling

ketergantungan antarinstansi atau stakeholder dalam

penanggulangan kemacetan lalu lintas. Sejalan dengan pendapat

Page 40: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

27

Innes dan Booher dalam Maharani (2016:10), kolaborasi dipandang

sebagai langkah terbaik dalam menangani suatu permasalahan.

Kolaborasi telah cukup sering digunakan untuk mengatasi masalah

yang sulit di mana beberapa stakeholder terkunci dalam konflik.

a. Pengertian Kolaborasi

Linden dalam Kaswan (2014:46), esensi kolaborasi ditunjukkan

oleh kata itu sendiri. Collaboration adalah tentang co-labor (kerja

sama), tentang joint effort, (usaha bersama) dan ownership

(kepemilikan). Hasil akhir bukan milik saya atau milik anda, tetapi milik

kita. Disini, kolaborasi didefinisikan sebagai berikut: kolaborasi terjadi

ketika orang dari organisasi (unit dalam organisasi) yang berbeda

menghasilkan sesuatu secara bersama-sama melalui usaha, sumber

daya, dan pengambilan keputusan bersama, dan berbagi kepemilikan

produk atau jasa akhir. Disisi lain, De Hoog dalam Maharani

(2016:21), menyatakan bahwa kolaborasi merupakan setiap kegiatan

bersama yang dilakukan oleh dua atau lebih lembaga yang bekerja

sama yang dimaksudkan untuk meningkatkan nilai publik secara

umum melalui kerja sama mereka daripada mereka bekerja secara

terpisah.

Ketika sebuah isu menegaskan adanya kolaborasi antarinstitusi

maka dalam perspektif administrasi publik, seharusnya di dalamnya

telah tercakup konsep collaborative governance karena paradigma

administrasi publik yang menekankan nilai-nilai citizenship dan atau

Page 41: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

28

demokrasi secara tidak langsung (dengan sendirinya) mempraktekkan

governance, meskipun dimungkinkan juga stakeholder tertentu tidak

dilibatkan secara fisik tetapi kepentingan mereka seoptimal mungkin

diupayakan untuk diakomodasi dalam proses pengambilan keputusan.

Dalam konteks ini stakeholder bisa didefinisikan sebagai pihak (atau

orang atau kelompok) yang berpengaruh atau menimbulkan suatu

dampak kepada pihak lain, atau pihak yang terpengaruh atau terkena

dampak dari sebuah tindakan, program atau kebijakan atau pihak

yang memang seharusnya dilibatkan dalam proses pengambilan

keputusan dalam pemecahan masalah secara bersama (Sudarmo

dalam Maharani 2016:22).

Dwiyanto (2012:251), menjelaskan secara terperinci bahwa

dalam kerja sama kolaboratif terjadi penyamaan visi, tujuan, strategi,

dan aktivitas antara para pihak, mereka masing-masing tetapi memiliki

otoritas untuk mengambil keputusan secara independen dan memiliki

otoritas dalam mengelola organisasinya walaupun mereka tunduk

pada kesepakatan bersama. Dari kedua pendapat tersebut maka

maksud pesan yang disampaikan hampir sama, yakni setiap

organisasi atau entitas yang tergabung di dalam kerja sama tersebut

memiliki kepentingan yang akan diusung di dalam sebuah kebijakan

dan masing-masing menawarkan solusi alternatif dari sebuah

permasalahan, namun tetap harus menjunjung kesepakatan bersama.

Mereka sepakat bekerja sama karena mereka memiliki kesamaan visi

Page 42: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

29

dan tujuan untuk diwujudkan secara bersama-sama, yang mungkin

akan sulit dicapai ketika masing-masing bekerja sendiri. Oleh karena

itu, Fosler dalam Subarsono (2016:177), menjelaskan bahwa dalam

kerja sama kolaboratif para pihak yang terlibat secara sadar harus

melaksanakan alignment, shared vision, dan liabilities keseluruhannya

dilakukan atas kesepakatan bersama.

Kolaborasi dapat dirunut pemahamannya dari Ann Marie

Thomson dalam Pramusinto dan Purwanto (2009:113), dalam

tulisannya yang berjudul “Collaboration Processes: Inside The Black

Box”. Dijelaskan bahwa ada sebuah konsep yang mirip dengan kerja

sama tetapi memiliki makna yang lebih dalam, yakni kolaborasi.

Kooperasi, koordinasi, dan kolaborasi berbeda dalam hal tingkat

kedalaman interaksi, integrasi, komitmen, dan kompleksitasnya.

Sebuah kerja sama (co-operation) yang menggabungkan dua sifat,

yakni saling memberi atau bertukar sumber daya dan sifat saling

menguntungkan akan mengarah pada sebuah proses kolaborasi.

Definisi ini menunjukkan adanya tindakan kolektif dalam tingkatan

yang lebih tinggi dalam kolaborasi daripada kooperasi dan koordinasi.

Kolaborasi merupakan proses kolektif dalam pembentukan sebuah

kesatuan yang didasari oleh hubungan menguntungkan (mutualisme)

dan adanya kesamaan tujuan dari organisasi atau individu-individu

yang memiliki sifat otonom. Mereka saling berinteraksi melalui

Page 43: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

30

negosiasi, baik bersifat formal maupun informal dalam suatu aturan

yang disepakati bersama dan rasa saling percaya.

Kolaborasi dapat dimaknai sebagai suatu usaha penuh

kepercayaan yang didasarkan atas tidak adanya kecurigaan dan

kedewasaan pengertian atas peranan-peranan dan penugasan-

penugasan. Usaha ini lebih bersifat demokratis dan partisipatif.

Dengan demikian pada suatu kasus tertentu, kolaborasi dapat

diartikan keinginan untuk bertoleransi kepada tindakan-tindakan yang

cepat dan resmi dari pimpinan yang menginginkan perubahan agar

tercapai kemajuan organisasi. Pada kasus yang lain, kolaborasi

membangkitkan partisipasi bawahan untuk aktif terlibat dalam proses

perubahan dan pembaharuan yang telah direncanakan tersebut

(Thoha dalam Maharani, 2016:27).

Pengertian kolaborasi secara umum bisa dibedakan ke dalam

dua pengertian: (1) kolaborasi dalam arti proses, dan (2) kolaborasi

dalam arti normatif. Pengertian kolaborasi dalam arti sebuah proses

merupakan serangkaian proses atau cara mengatur atau mengelola

dan/atau memerintah secara institusional. Dalam pengertan ini,

sejumlah institusi, pemerintah maupun non pemerintah ikut dilibatkan

dengan porsi kepentingannya dan tujuannya. Bisa saja, kolaborasi ini

hanya terdiri dari institusi-institusi pemerintah saja. Sedangkan

kolaborasi dalam pengertian normatif merupakan aspirasi, atau tujuan-

tujuan filosofi bagi pemerintah untuk mencapai interaksi-interaksinya

Page 44: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

31

dengan para partner atau mitranya (Ansel & Gash dalam Maharani,

2016:28).

b. Proses Kolaborasi (collaborative Process)

Ansel dan Gash dalam Rahmawati (2016:41), proses kolaborasi

lebih digambarkan sebagai sebuah siklus daripada sebuah proses

yang bertahap. Sebagai sebuah siklus sub komponen dalam proses

kolaborasi saling mempengaruhi satu sama lain. Proses kolaborasi ini

terdiri atas beberapa komponen yang saling mempengaruhi satu sama

lain yaitu:

1) Face to face dialogue (dialog tatap muka)

Kolaborasi didasarkan pada dialog tatap muka antara para

pemangku kepentingan. Sebagai proses yang berorientasi

konsensus, dialog tatap muka atau dapat disebut dialog langsung

diperlukan oleh para pemangku kepentingan untuk

mengidentifikasi peluang untuk keuntungan bersama.

2) Commitment to process (komitmen terhadap proses)

Tingkat komitmen pemangku kepentingan untuk kolaborasi adalah

variabel penting dalam menjelaskan keberhasilan atau kegagalan

penerapan Collaborative Governance. Commitment to process

dapat dicapai melalui: saling pengakuan (mutual recognition of

interdepandence), kepemilikan terhadap proses (shared

ownership of process), dan keuntungan yang didapat melalui

proses kolaborasi (openness to exploring mutual gain).

Page 45: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

32

3) Shared Understanding (pemahaman bersama)

Pada beberapa poin dalam proses kolaboratif, stakeholder harus

mengembangkan pemahaman bersama tentang apa yang secara

kolektif dapat mereka capai bersama. Pemahaman bersama juga

bisa dimanifestasikan pada kesepakatan pada pendefinisian

masalah atau kesepakatan tentang pengetahuan yang relevan

yang diperlukan untuk mengatasi masalah. Pengembangan

pemahaman bersama dapat dilihat sebagai bagian dari proses

pembelajaran. Sharing understanding dapat dilakukan melalui:

kejelasan misi (clear mission), pendefinisian masalah bersama

(common problem definition), dan pengidentifikasian nilai-nilai

umum (identification of common value).

Kramer dan Schmalenberg; weiss dan Davis; Bagss dalam

Rumanti (2009:46), elemen penting untuk mencapai kolaborasi yang

efektif, yaitu:

1) Kerja sama

Adalah menghargai pendapat orang lain, bersedia untuk

memeriksa beberapa alternatif pendapat dan bersedia merubah

kepercayaan.

2) Asertivitas

Adalah kemauan anggota tim kolaborasi untuk menawarkan

informasi, menghargai pendekatan masing-masing disiplin ilmu

dan pengalaman individu, individu dalam tim mendukung

Page 46: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

33

pendapat yang lain, menjamin bahwa pendapat masing-masing

individu benar-benar didengar dan adanya konsensus bersama

yang ingin dicapai.

3) Tanggung jawab di sini berarti masing-masing individu harus

mendukung suatu keputusan yang diperoleh dari hasil konsensus

bersama dan harus terlibat dalam pelaksanaannya,

mempertanggungjawabkan keputusan dan tindakan bersama

sebagai satu tim.

4) Komunikasi

Artinya bahwa setiap anggota harus untuk membagi informasi

penting, secara terbuka mampu untuk mengemukakan ide-ide

dalam pengambilan keputusan.

5) Koordinasi

Koordinasi diperlukan untuk efisiensi organisasi, mengurangi

duplikasi dan menjamin orang yang berkualifikasi dalam

menyelesaikan permasalahan.

6) Mutual respect and trust

Sebagai suatu hubungan yang memfasilitasi suatu proses dinamis

antara orang-orang ditandai oleh keinginan maju untuk mencapai

tujuan dan kepuasan setiap anggota. Kepercayaan adalah konsep

umum untuk semua elemen kolaborasi. Tanpa rasa percaya, kerja

sama tidak akan ada, asertif menjadi ancaman, menghindar dari

Page 47: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

34

tanggung jawab, terganggunya komunikasi, dan koordinasi tidak

akan terjadi.

C. Prinsip-prinsip Kolaborasi

Hasil kerja kolaborasi yang besar dan/atau hebat bisa dicapai

jika dengan tepat menggunakan prinsip-prinsip atau kerangka kerja

kolaborasi. Kerangka itu oleh Kaswan (2014:53) adalah sebagai

berikut:

1) Melakukan hal-hal dasar dengan tepat. Dengan demikian,

mengetahui apa saja yang membentuk dasar-dasar usaha

kolaboratif itu penting, tetapi mengetahui dasar-dasar itu bahkan

lebih penting. Berikut elemen dasar kolaboratif: Pertama, memiliki

tujuan yang sama atau sasaran spesifik yang menjadi kepedulian

bersama tetapi tidak dapat dicapai sendiri. Kedua, mempunyai

keinginan mencari solusi kolaboratif, sekarang, dan bersedia

berkontribusi untuk mencapai usaha itu. Di sini kata kuncinya

keinginan, sekarang, dan kontribusi. Fakta bahwa kepentingan atau

sasaran yang sama tidak menjamin bahwa para anggota

berkolaborasi. Harus ada keinginan adanya perasaan mendesak.

Ketiga, adanya orang. Yang dimaksud dengan orang yang tepat

adalah orang yang mewakili stakeholder penting yang terlibat

dalam pekerjaan atau proyek, yang dapat membuat rencana dan

mempengaruhi orang lain dalam kelompoknya. Keempat, proses

terbuka. Semua anggota atau pihak menjalani proses yang terbuka

Page 48: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

35

dan bisa dipercaya. Dalam penelitiannya mengenai kolaborasi

berbasis komunitas yang efektif, Chirslip dan Larson dalam Kaswan

(2014:54), menyebutkan bahwa kredibilitas dan keterbukaan proses

merupakan dua dari kunci kesuksesan. Kelima, pejuang yang kuat

dan berkomitmen. Mayoritas usaha kolaboratif yang sukses

ditandai dengan pejuang yang kuat dan enerjik.

2) Hubungan yang terbuka dan bisa dipercaya

Tanpa hubungan yang kuat tidak ada kepercayaan, tanpa

kepercayaan tidak ada kolaborasi. Pada saat kepercayaan telah

terbangun, orang bersedia saling memberi manfaat keraguan dan

mengambil risiko satu sama lain. Kolaborasi menyerahkan

sebagian kendali. Alasan lain bahwa hubungan sangat penting bagi

kolaborasi, adalah usaha kolaboratif bukan jalur langsung menuju

kesuksesan. Ada banyak pertemuan dan masa di mana hal-hal

sepele sering terjadi, ada kejutan-kejutan yang tidak selalu

menyenangkan. Ketika kita memasuki wilayah yang tidak dikenal,

sangat penting memiliki dukungan hubungan baik. Alasan ketiga,

kolaborasi menuntut banyak give and take (berbagi) dan hal itu

hanya mungkin ketika ada hubungan yang baik.

3) Mengembangkan Risiko Tinggi. Kebanyakan usaha kolaborasi

dimulai karena risikonya terlalu tinggi untuk membiarkan masalah

tersebut.

Page 49: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

36

4) Menciptakan konstituen untuk kolaborasi

Konstituen untuk kolaborasi adalah kelompok atau beberapa

kelompok orang yang berkeyakinan kuat bahwa usaha kolaboratif

ada dalam kepentingan mereka, yang ingin mendukungnya, dan

yang memiliki pengaruh atas pihak-pihak yang terlibat. Kolaborasi

membutuhkan konstituen yang kuat untuk mengatasi kepentingan

pribadi secara individual yang dapat mencegahnya. Ada banyak

cara untuk menciptakan dan memelihara konstituen untuk

kolaborasi. Berikut ini adalah di antaranya:

a) Menciptakan tanda-tanda keberhasilan secara nyata dan

berbagi penghargaan secara luas.

b) Menetapkan sasaran yang jelas, dan sederhana yang

beresonansi dengan publik.

c) Menggunakan simbol untuk menguatkan kekuatan kemitraan.

d) Melibatkan stakeholder dalam setiap langkah.

e) Mendidik stakeholder melihat hubungan antara kolaborasi

dengan kepentingan pribadi mereka (Linden dalam Kaswan,

2014:57).

d. Manfaat Kolaborasi

Adapun manfaat kolaborasi yaitu, (Kaswan, 2014:51):

1) Kolaborasi yang efektif bisa menghasilkan proyek yang berkualitas

lebih baik, membuat tim lebih efisien, menciptakan lingkungan yang

lebih sehat, meningkatkan produktivitas dalam jumlah besar, dan

Page 50: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

37

memungkinkan pertumbuhan yang lebih besar dalam organisasi

daripada yang pernah ada sebelum penekanannya pada

kolaborasi.

2) Organisasi bisa lebih bersinergi, pelayanan yang meningkat kepada

pelanggan, kepengurusan yang lebih baik. Kolaborasi yang efektif

merupakan komponen utama pengembangan yang dapat

menyampaikan nilai penghematan waktu yang signifikan lintas

organisasi.

3) Meningkatnya pembelajaran baik individual maupun organisasi.

Kolaborasi atau kerja sama tim membantu individu dan organisasi

belajar dan tumbuh dari saling berbagi pengetahuan, ide, misi, dan

sasaran.

4) Meningkatnya inovasi. Inovasi yang sebenarnya terjadi ketika

orang-orang dengan keragaman pengalaman, pengetahuan, dan

perspektif bekerja sama untuk mencapai sasaran bersama.

Kendatipun kolaborasi melibatkan pengelolaan berbagai ide yang

berbeda, kepribadian yang berbenturan, konflik, friksi dan oposisi

yang tidak bisa dihindarkan bersama datangnya berbagai orang

dengan cara mengerjakan sesuatu yang berbeda, namun hasilnya

akan lebih baik dan inovatif.

e. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Kolaborasi

Agranoff dan Mc Guire dalam Raharja (2008:68) menyatakan

bahwa ada empat penguat ikatan (kohesifitas) dalam kolaborasi.

Page 51: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

38

Pertama, trust, tujuan bersama dan saling ketergantungan sumber,

relasi ketergantungan sumber, lingkungan dan pertukaran sumber

daya yang menjadikan satu dengan lainnya interdependen. Kedua,

shared belief and common purpose, sebagai pegangan kolaborasi.

Ketiga, mindset dan komitmen yang menggantikan metode tradisional

yang tidak berjalan. Keempat, kepemimpinan dan kemampuan

memandu menggantikan cara komando dan kontrol.

Kolaborasi yang dilakukan tidak selamanya berjalan dengan

lancar tanpa hambatan, karena melibatkan banyak stakeholder

seringkali menyebabkan keberlangsungan proses kolaborasi menjadi

terhambat. Diperlukannya penyesuaian antarpemangku kepentingan

agar bisa menyatukan visi, misi, tujuan yang dimiliki untuk diwujudkan

bersama. Karena berasal dari sektor yang berbeda, masing-masing

stakeholder seringkali memprioritaskan kepentingan dan tujuannya

sendiri dibandingkan tujuan yang telah ditetapkan bersama

stakeholder lain. Hal ini adalah salah satu yang menghambat

suksesnya kolaborasi, meskipun tidak sepenuhnya pihak yang

mengutamakan tujuannya tersebut melakukan tanpa alasan. Sudarmo

dalam Hafifa (2016:24), menyebutkan beberapa faktor yang dapat

menyebabkan terhambatnya proses kolaborasi, antara lain:

1) Ketidakjelasan batasan masalah

Ketidak jelasan batasan masalah ini biasanya disebabkan karena

masing-masing pemangku kepentingan tidak mampu melakukan

Page 52: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

39

sharing informasi dengan baik sehingga batasan masalah sulit

dipahami bersama. Untuk itu diperlukan autentic dialogue agar

stakeholders mampu berperan aktif dalam proses pembagian

infomasi dan mendefinisikan masalah yang sedang dihadapi.

2) Munculnya jurang perbedaan

Adanya jurang perbedaan ini disebabkan karena pihak yang

melakukan kolaborasi berasal dari bidang yang berbeda-beda

kemudian mereka berkumpul menjadi satu untuk menyelesaikan

suatu masalah yang hanya dapat diselesaikan secara bersama-

sama. Namun, terkadang perbedaan tersebut justru menjadi jurang

pemisah antarpemangku kepentingan karena masing-masing pihak

mempertahankan tujuannya masing-masing. Oleh karena itu, hal ini

perlu diselesaikan dengan pendekatan khusus agar masing-masing

stakeholder mau dan mampu untuk diajak bekerja bersama-sama

terkait masalah dan pemecahan masalah tersebut.

3) Kurangnya strategi inovatif

Kurangnya strategi inovatif juga menjadi salah satu faktor

penghambat terselenggaranya kolaborasi. Hal ini dapat terjadi

apabila para pemimpin dari kelompok yang berkolaborasi kurang

inovatif dalam menyelesaikan permasalahan yang begitu kompleks.

4) Terjadinya perubahan kesepakatan

Faktor selanjutnya yang dapat menyebabkan kolaborasi menjadi

terhambat adalah adanya perubahan kesepakatan. Kesepakatan

Page 53: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

40

yang telah disetujui bersama pada awal proses kolaborasi bisa saja

berubah seiring dengan bertambahnya kepentingan masing-masing

pihak yang berkolaborasi.

5) Tidak adanya transparansi

Transparansi sangat diperlukan dalam proses apapun termasuk

kolaborasi. Apabila tidak ada hal tersebut justru akan menyebabkan

saling tidak percaya antarstakeholder. Padahal kepercayaan adalah

hal yang sangat diperlukan dalam proses kolaborasi, karena

dengan kepercayaan itulah yang dapat menentukan collaborative

governance dapat berlangsung dengan baik atau tidak.

Adapun faktor penghambat dan rintangan kolaborasi oleh

Agranoff dan Mc Guire dalam Raharja (2008:69), antara lain, Pertama,

keengganan untuk berbagi dengan orang lain yang tidak dikenal.

Kedua, keengganan menerima cara pemecahan masalah yang

diberikan pihak lain. Ketiga, keengganan berbagi pengetahuan karena

pengetahuan merupakan sumber kekuasaan. Adapun rintangan dalam

kolaborasi antarorganisasi bersifat internal-eksternal, yaitu:

1) Aspek internal

a) Perbedaan misi, orientasi profesional, struktur, dan proses

b) Perbedaan kapasitas dan teknologi yang diterapkan

c) Proteksi terhadap tumbuhnya kolaborasi

2) Aspek Eksternal

a) Kurangnya dukungan pemimpin

Page 54: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

41

b) Hukum yang ketat dan aturan program yang mengikat

c) Berbagai pembatasan dalam penggunaan dana

d) Kecenderungan ekonomi

2. Organisasi

a. Pengertian Organisasi

Sudah banyak para ahli yang telah memberikan pendapatnya

untuk mendefinisikan organisasi. Definisi yang beragam dari masing-

masing para ahli memiliki kesamaan, bahwa organisasi dibentuk untuk

mencapai suatu tujuan bersama yang diinginkan. Pettes dalam

Mulyadi (2015:5), organisasi adalah sekumpulan individu yang bekerja

sama untuk mencapai tujuan dan unsur-unsurnya meliputi:

1) Suatu organisasi terbentuk dari sejumlah orang atau individu.

2) Organisasi dirancang atau dibentuk untuk mencapai suatu tujuan

tertentu.

3) Dalam organisasi terdapat suatu struktur formal yang

memungkinkan terjadinya komunikasi dan kolaborasi.

4) Dalam organisasi terdapat pembagian kerja yang dirancang untuk

mengalokasikan tanggung jawab, baik dalam penyusunan

kebijakan maupun dalam mengendalikan kegiatan yang dikerjakan

untuk mencapai tujuan yang dikehendaki.

Kochler dalam Mulyadi (2015:6), organisasi adalah sistem

hubungan yang terstruktur yang mengkoordinasikan usaha suatu

kelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu, pandangan lain

Page 55: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

42

bahwa organisasi sebagai suatu kesatuan, yaitu sekelompok orang

terlihat secara bersama-sama di dalam hubungan yang formal untuk

mencapai tujuan dan sasaran. Sedangkan Robbins dalam Tambunan

(2015:134), berpendapat bahwa organisasi adalah kesatuan (entity)

sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan

yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif

terus-menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau

sekelompok tujuan. Berangkat dari definisi tersebut, Daft dalam Heene

et al. (2010:2), menjelaskan empat prinsip utamanya, yaitu:

1) Organisasi merupakan entitas-entitas sosial yang terdiri atas

manusia dan kelompok manusia. Fungsi penting dari keberadaan

organisasi sepenuhnya hanyalah dan tiada lain sebagai wahana

interaksi antarmanusia.

2) Organisasi akan senantiasa terarah pada tujuan tertentu,

dikarenakan keberadaan tujuan itulah merupakan perwujudan dari

alasan berdirinya suatu organisasi. Tanpa adanya tujuan yang

jelas, hal ini berarti organisasi tidak lagi memiliki alasan bagi

kehadirannya atau keberadaannya terhenti.

3) Organisasi mengandung sistem-sistem yang dikoordinasikan

secara rasional agar mampu meraih tujuan yang telah ditetapkan

sebelumnya. Tugas-tugas keorganisasian secara objektif dipilah ke

dalam berbagai departemen agar tercapai tingkat efisiensi dan

efektivitas yang semakin tinggi.

Page 56: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

43

4) Organisasi memiliki rambu-rambu pembatas yang relatif

teridentifikasi secara jelas yang menentukan unsur mana saja yang

termasuk bagian atau bukan dari organisasi itu.

Kepemimpinan dalam organisasi sangat penting karena

organisasi yang memiliki kepemimpinan yang baik akan mudah dalam

meletakkan dasar kepercayaan terhadap anggota-anggotanya,

sedangkan organisasi yang tidak memiliki kepemimpinan yang baik

akan sulit untuk mendapatkan kepercayaan dari para anggotanya.

Organisasi tersebut akan kacau dan tujuan organisasinya tidak akan

tercapai (Rivai dan Murni dalam Kaswan, 2014:1).

Beberapa pakar telah memberikan definisi yang berbeda

tentang kepemimpinan, antara lain menurut Ordway Tead dalam

Syafi’ie (2009:2), kepemimpinan sebagai perpaduan perangai yang

memungkinkan seseorang mampu mendorong pihak lain

menyelesaikan tugasnya. Sedangkan Sedarmayanti (2013:120),

kepemimpinan hakikatnya adalah:

1) Proses mempengaruhi atau memberi contoh dari pemimpin kepada

pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi.

2) Seni mempengaruhi dan mengarahkan orang dengan cara

kepatuhan, kepercayaan, kehormatan, dan kerja sama yang

bersemangat dalam mencapai tujuan bersama.

Page 57: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

44

3) Kemampuan mempengaruhi, memberi inspirasi, dan mengarahkan

tindakan seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan yang

diharapkan.

4) Melibatkan tiga hal yaitu pemimpin, pengikut, dan situasi tertentu.

5) Kemampuan mempengaruhi kelompok untuk mencapai tujuan.

Lebih lanjut Adair dalam Tambunan (2015:13), menyebutkan

beberapa fungsi-fungsi utama dari kepemimpinan, yaitu:

1) Merencanakan, yang meliputi: mencari semua informasi yang bisa

diperoleh, mendefinisikan tugas, tujuan atau sasaran kelompok,

membuat rencana yang bisa dijalankan (dalam kerangka

pembuatan keputusan yang tepat).

2) Memulai, yang meliputi: memberikan brifing kepada kelompok

mengenai tujuan dan rencana, menjelaskan mengapa tujuan atau

rencana itu perlu, mengalokasikan tugas kepada anggota-anggota

kelompok, menetapkan standar kelompok.

3) Mengendalikan, yang meliputi: mempertahankan standar kelompok,

mempengaruhi ritme kerja, memastikan semua tindakan dilakukan

ke arah sasaran, mendorong kelompok untuk bertindak atau

mengambil keputusan.

4) Menyokong, yang meliputi: menyatakan penerimaan terhadap

seseorang dan kontribusinya, mendorong kelompok atau individu,

menciptakan semangat tim, menyelesaikan perbedaan atau

membuat orang lain menjajaki perbedaan.

Page 58: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

45

5) Menginformasikan, yang meliputi: memperjelas tugas dan rencana,

memberi informasi baru kepada kelompok agar mereka tetap

mengikuti perkembangan, menerima informasi dari kelompok,

meringkas saran dan ide secara berkaitan.

6) Mengevaluasi, yang meliputi: memeriksa apakah ide dapat

dijalankan, menguji konsekuensi solusi yang diusulkan,

mengevaluasi kinerja kelompok, membantu kelompok

mengevaluasi kinerja mereka sendiri.

Dalam suatu organisasi, bisa terdapat lebih dari seorang

pemimpin yang melakukan berbagai aktivitas sesuai dengan

tingkatannya masing-masing. Adair dalam Tambunan (2015:59)

menyebutkan bahwa dalam hal organisasi, ada tingkatan atau wilayah

kepemimpinan, yaitu:

1) Kepemimpinan Tim

Pemimpin tim beranggota berkisar 10 sampai 20 orang dengan

tugas spesifik yang harus dicapai. Jenis kepemimpinan ini lebih

mengarahkan kepada pekerjaan yang bersifat teknis kepada

seseorang, tim atau kelompok kerja. Pemimpin ini berusaha untuk

membimbing dan mengarahkan para bawahannya untuk

melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan

standar yang telah ditetapkan, sehingga tercapai tujuan organisasi.

Kepemimpinan tim dituntut untuk memiliki keterampilan dalam hal

berkomunikasi yang efektif dan mampu melakukan kerja sama

Page 59: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

46

yang baik dengan orang lain atau tim kerja. Keberhasilan peran

kepemimpinan dari seorang pemimpin tim, ditentukan oleh

keberhasilan sebuah tim dalam menyelesaikan pekerjaan dan

mencapai suatu tujuan.

2) Kepemimpinan Operasional

Merupakan pemimpin salah satu dari bagian utama organisasi dan

mengendalikan lebih dari satu pemimpin tim, menjadi pemimpin

dari para pemimpin.

3) Kepemimpinan Strategis

Merupakan pemimpin seluruh organisasi dan secara pribadi

mengarahkan sejumlah pemimpin operasional. Fungsi seorang

pemimpin strategis, yaitu memberikan arahan kepada organisasi

secara keseluruhan, memastikan benarnya strategi dan kebijakan,

membuat sesuatu terjadi (tanggung jawab eksekutif secara

keseluruhan), mengorganisasi atau me-reorganisasi

(keseimbangan keseluruhan dan bagian-bagiannya), memberi

semangat korporasi, menghubungkan organisasi dengan

organisasi-organisasi lainnya dan dengan masyarakat secara

keseluruhan, memilih pemimpin hari ini dan mengembangkan

pemimpin masa depan. Pada umumnya, jenis kepemimpinan

strategis dapat dikategorikan sebagai top manajemen di sebuah

organisasi.

Page 60: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

47

Salah satu tanggung jawab penting dari seorang pemimpin

adalah bahwa ia seorang pembuat keputusan atas suatu masalah.

Pengambilan keputusan berlangsung dalam semua siklus kehidupan

organisasi. Pengambilan keputusan merupakan kegiatan fundamental

bagi para pemimpin. Untuk menghasilkan keputusan yang baik,

sebaiknya pemimpin membuat beberapa alternatif atau pilihan

keputusan dalam menyelesaikan satu masalah, dan pilihan tersebut

harus diperoleh dari orang-orang yang ada di dalam organisasi,

sehingga keputusan tersebut dapat mewakili semua kebutuhan atau

kepentingan orang banyak. Pengambilan keputusan yang terbaik

dapat diperoleh bila melibatkan sumber daya manusia yang ada di

dalam organisasi. Jadi, dapat disepakati bahwa pengambilan

keputusan dan pemacahan masalah merupakan fungsi inti dalam

tugas seorang pemimpin. Sebagaimana Daft dalam Tambunan

(2015:213), mendefinisikan pengambilan keputusan adalah proses

identifikasi permasalahan dan peluang kemudian menyelesaikannya.

Pada hakikatnya pengambilan keputusan adalah suatu

pendekatan yang sistematis terhadap suatu masalah yang dihadapi.

Pendekatan yang sistematis itu menyangkut pengetahuan tentang

hakikat masalah yang dihadapi, pengumpulan fakta dan data yang

relevan dengan masalah yang dihadapi, analisis masalah dengan

mempergunakan fakta dan data, mencari alternatif pemecahan

masalah, menganalisis setiap alternatif sehingga ditemukan alternatif

Page 61: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

48

yang paling rasional, dan penilaian dari hasil yang dicapai sebagai

akibat keputusan yang diambil. Pengertian tersebut menunjukkan

dengan jelas beberapa hal, yaitu: Siagian (2011:39)

1) Dalam proses pengambilan keputusan tidak ada hal yang terjadi

secara kebetulan.

2) Pengambilan keputusan tidak dapat dilakukan secara “asal jadi”

karena cara pendekatan kepada pengambilan keputusan harus

didasarkan kepada sistematika tertentu. Sistematika tertentu itu

perlu didasarkan kepada: Kemampuan organisasi dalam arti

tersedianya sumber-sumber materil yang dapat dipergunakan untuk

melaksanakan keputusan yang diambil, tenaga kerja yang tersedia

serta kualifikasinya untuk melaksanakan keputusan, filsafat yang

dianut oleh organisasi, situasi lingkungan internal dan eksternal

yang menurut perhitungan akan mempengaruhi roda administrasi

dan manajemen dalam organisasi.

3) Bahwa sebelum suatu masalah dapat dipecahkan dengan baik,

hakikat masalah itu harus terlebih dahulu diketahui dengan jelas.

Perlu diperhatikan bahwa pada hakikatnya, pengambilan keputusan

adalah pemecahan masalah dengan cara yang sebaik-baiknya.

4) Bahwa pemecahan tidak dapat dilakukan dengan hanya mencari

“ilham” atau dengan intuisi, akan tetapi juga perlu didasarkan

kepada fakta yang terkumpul dengan sistematis, terolah dengan

Page 62: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

49

baik dan tersimpan secara teratur sehingga fakta-fakta atau data itu

sungguh-sungguh dapat dipercaya dan masih bersifat up to date.

5) Bahwa keputusan yang diambil adalah keputusan yang dipilih dari

berbagai alternatif yang telah dianalisis secara matang.

Daft dalam Tambunan (2015:220), menyebutkan bahwa

pendekatan yang digunakan pemimpin untuk mengambil keputusan

dibagi kedalam tiga jenis, yaitu:

1) Model Klasik

Model klasik dipertimbangkan sebagai hal normatif yang berarti

model ini mendefinisikan bagaimana pengambil keputusan

sebaiknya membuat keputusan. Nilai dari model klasik adalah

kemampuannya untuk membantu pengambil keputusan menjadi

lebih rasional. Pengertian ini juga dibenarkan oleh Griffin dalam

Tambunan (2015:220) yang menuliskan bahwa model pengambilan

keputusan klasik adalah pendekatan yang memberikan petunjuk

dalam pengambilan keputusan yang mengatakan kepada manajer,

bagaimana mereka seharusnya membuat keputusan. Model ini

bergantung pada asumsi bahwa manajer adalah logis dan rasional

dan bahwa mereka membuat keputusan yang merupakan

kepentingan terbaik bagi organisasi.

2) Model Administratif

Adalah model pengambilan keputusan yang menggambarkan

bagaimana pemimpin yang sesungguhnya membuat keputusan

Page 63: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

50

disituasi yang sulit, seperti yang dikarakteristikkan oleh keputusan

tidak terprogram, ketidakpastian dan ambiguitas. Model

administratif dianggap sebagai deskriptif yang berarti model ini

menjelaskan bagaimana pemimpin sesungguhnya mengambil

keputusan pada situasi yang kompleks dibandingkan dengan

mendikte bagaimana mereka seharusnya mengambil keputusan

menurut kondisi ideal yang teoritis. Griffin dalam Tambunan

(2015:221) menambahkan model administratif mendeskripsikan

mengenai bagaimana keputusan sering kali dibuat. Model

administratif merupakan model pengambilan keputusan yang

menunjukkan bahwa manajer: memiliki informasi yang tidak

lengkap, dibatasi oleh rasionalitas yang terbatas, cenderung untuk

merasa puas ketika membuat keputusan.

3) Model Politis

Model ini berguna dalam pembuatan keputusan tidak terprogram

ketika kondisi tidak pasti, informasi terbatas, dan terdapat

ketidaksepakatan antarpemimpin tentang tujuan mana yang harus

dicapai atau arah tindakan apa yang harus diambil. Griffin dalam

Tambunan (2015:221), mengatakan bahwa kekuatan politik adalah

elemen penting yang berkontribusi pada sifat pelaku dari

pengambilan keputusan. Elemen utama dari politik yaitu koalisi,

yang memiliki relevansi khusus dengan pengambilan keputusan.

Page 64: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

51

Daft dalam Tambunan (2015:222), menyebutkan ada enam

langkah dalam proses pengambilan keputusan tingkat manajerial,

yaitu:

1) Pengenalan Persyaratan Keputusan

Artinya pemimpin menghadapi persyaratan sebuah keputusan

dalam bentuk permasalahan atau peluang. Permasalahan

(problem) timbul ketika pencapaian organisasi kurang dari yang

ditetapkan. Peluang (opportunity) timbul ketika pemimpin melihat

pencapaian potensial yang melebihi tujuan yang ditetapkan saat ini.

Kesadaran atas permasalahan atau peluang adalah langkah

pertama dalam alur keputusan dan membutuhkan pengawasan

terhadap lingkungan internal dan eksternal untuk isu-isu yang layak

memperoleh perhatian pihak manajerial.

2) Diagnosis dan Analisis Penyebab

Artinya pemimpin menganalisis faktor penyebab mendasar yang

dikaitkan dengan situasi keputusan. Dalam hal ini, bisa membuat

konsep sejumlah pertanyaan untuk mengelompokkan faktor

penyebab yang mendasar dari suatu permasalahan.

3) Pengembangan Alternatif

Artinya pemimpin mengumpulkan solusi alternatif yang

memungkinkan, yang merespon kebutuhan situasi dan mengoreksi

penyebab dasar. Alternatif keputusan dapat dianggap sebagai alat

Page 65: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

52

untuk mengurangi perbedaan antara kinerja organisasi saat ini dan

yang diharapkan.

4) Pemilihan Alternatif yang Diinginkan

Setelah alternatif yang diinginkan dikembangkan, maka selanjutnya

alternatif tersebut harus dipilih. Pilihan keputusan adalah seleksi

atas sejumlah alternatif arah tindakan yang menjanjikan. Alternatif

terbaik adalah solusi yang paling sesuai dengan keseluruhan tujuan

dan nilai organisasi dan mencapai hasil yang diinginkan dengan

menggunakan sumber daya seminimal mungkin.

5) Implementasi Alternatif yang Dipilih

Tahap implementasi meliputi penggunaan kemampuan manajerial,

administratif, dan persuasif untuk menjamin alternatif yang dipilih

akan dijalankan. Keberhasilan akhir dari alternatif yang dipilih

tergantung dari apakah hal itu dapat diwujudkan dalam tindakan.

Oleh karena itu, dalam hal ini pemimpin harus memiliki sumber

daya atau energi banyak yang dibutuhkan untuk membuat

segalanya mungkin. Keahlian komunikasi, motivasi, dan

kepemimpin harus digunakan untuk melihat apakah keputusan itu

dapat dilakukan.

6) Evaluasi dan Umpan Balik

Pada tahap evaluasi dalam proses keputusan, pengambil

keputusan mengumpulkan informasi yang memberi tahu mereka

bahwa keputusan diimplementasikan dan apakah hal itu efektif

Page 66: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

53

dilakukan untuk pencapaian tujuan. Umpan balik sangat penting

karena pengambilan keputusan merupakan proses yang

berkelanjutan dan tidak berujung. Umpan balik menyediakan

informasi bagi para pengambil keputusan yang dapat mempercepat

siklus keputusan baru.

b. Kolaborasi dalam Perspektif Teori Organisasi

Kolaborasi pada hakikatnya adalah suatu kerja sama yang

dilakukan antarorganisasi untuk mencapai tujuan bersama yang tidak

mungkin atau sulit dicapai apabila dilakukan secara individual atau

mandiri (independen). Dalam konteks ini terkandung dua hal penting;

Pertama, setiap organisasi pada awalnya adalah otonom (mandiri);

Kedua, karena adanya kebutuhan untuk mencapai tujuan masing-

masing, tetapi terfokus pada tujuan atau obyek yang sama, organisasi

melakukan kerja sama dengan organisasi lainnya.

Ada tiga teori yang paling berpengaruh terhadap relasi

antarorganisasi dengan lingkungan. Ketiga teori tersebut, yaitu

ketergantungan sumber, population ecology, dan teori institusional

(Hatch dalam Raharja, 2008:11). Dalam kaitan dengan konsep

kolaborasi, tiga teori di atas dapat dijelaskan sebagai berikut;

Pertama, teori ketergantungan sumber menegaskan bahwa

keberhasilan sebuah organisasi sangat tergantung kepada kualitas

relasi yang mereka lakukan dengan organisasi lain; Kedua, teori

population ecology diterapkan bila lingkungan lebih menekankan

Page 67: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

54

masalah teknis dan ekonomis; Ketiga, teori institutional diterapkan

pada lingkungan yang menekankan penyesuaian terhadap aturan oleh

organisasi.

3. Kemacetan Lalu Lintas

Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang sangat pesat

telah mengakibatkan berbagai kesulitan, selain dari timbulnya

kecelakaan lalu lintas yang semakin meningkat dapat dikemukakan

kesulitan-kesulitan lainnya yang tidak kalah pentingnya yaitu kesulitan

tempat parkir untuk kendaraan-kendaraan bermotor disebabkan

bangunan-bangunan gedung atau ruko terletak sangat dekat di tepi

jalan raya sehingga menyebabkan terjadinya kongesti (kemacetan)

lalu lintas (Adisasmita, 2011:101). Oleh karena itu, pemerintah

seharusnya dapat bertindak tegas dan bijak untuk mengeluarkan surat

Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Agar pembangunan tidak merubah

pola ruang kota, yang dapat menimbulkan masalah publik. Pengusaha

seharusnya juga mampu membuat rencana bangunan yang efektif

dan efisien. Khususnya, lahan parkir yang memadai agar konsumen

yang datang, tidak parkir sembarangan. Karena parkir sembarangan

juga dapat menyumbang kemacetan.

Jika arus lalu lintas mendekati kapasitas, kemacetan mulai

terjadi. Kemacetan semakin meningkat apabila arus begitu besarnya

sehingga kendaraan sangat berdekatan satu sama lain. Kemacetan

total apabila kendaraan harus berhenti atau bergerak lambat.

Page 68: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

55

Kemacetan lalu lintas terjadi bila ditinjau dari tingkat pelayanan jasa

yaitu pada kondisi lalu lintas mulai tidak stabil, kecepatan operasi

menurun relatif cepat akibat hambatan yang timbul dan kebebasan

bergerak relatif kecil. Jadi, kemacetan adalah turunnya tingkat

kelancaran lalu lintas pada jalan yang ada, dan sangat mempengaruhi

pelaku perjalanan, baik yang menggunakan angkutan umum maupun

angkutan pribadi, hal ini berdampak pada ketidaknyamanan serta

menambah waktu perjalanan bagi pelaku perjalanan.

Berbagai hal penyebab terjadinya kemacetan, dari tidak

terkendalinya jumlah kendaraan, pusat-pusat keramaian, pusat

perbelanjaan, disiplin pengendara bahkan tidak sedikit pembangunan

pusat perdagangan atau tempat-tempat usaha yang tidak

menyediakan tempat parkir bagi pengunjung bahkan jarak efisien

untuk menghindari kemacetanpun sering terabaikan. Ironisnya lagi

badan jalan dijadikan sebagai areal parkir kendaraan pengunjung.

Kemudian hal lain yaitu menyusul banyaknya ruko,

minimarket, pusat perbelanjaan, dan jenis bangunan lainnya yang

didirikan tanpa lahan parkir yang representatif, bahkan ada yang sama

sekali tidak memiliki lahan parkir. Secara otomatis kondisi seperti ini

menyebabkan masyarakat terpaksa menggunakan badan jalan

sebagai tempat parkir. Pembangunan pusat perdagangan melupakan

tempat parkir pengunjung bahkan jarak efisien untuk menghindari

Page 69: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

56

kemacetanpun sering terabaikan. Ironisnya lagi badan jalan dijadikan

sebagai areal parkir kendaraan pengunjung.

C. Kerangka Pikir

Berdasarkan kajian teoretis proses kolaborasi menurut Ansel

dan Gash dalam Rahmawati (2016:41), dan teori organisasi oleh

Robbins dalam Tambunan (2015:134), menjadi pijakan peneliti untuk

melakukan penelitian ini. Selain itu, peneliti juga mengacu pada

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan. Perda Kota Makassar No 15 Tahun 2004 tentang

Tata Bangunan secara umum telah diatur mengenai keteraturan,

kerapian, keindahan, kenyamanan, dan keamanan dalam penataan

bangunan di Kota Makassar. Sedangkan khususnya dalam bidang

pengelolaan perparkiran, menurut Pasal 1 No.6 Peraturan Daerah

Makassar Nomor 17 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Parkir Tepi

Jalan Umum dalam Kota Makassar, parkir adalah memberhentikan

dan menempatkan kendaraan bermotor di tepi jalan umum yang

bersifat sementara pada tempat yang telah ditetapkan. Tentunya

pada pasal tersebut sangat jelas menjastifikasi SKPD yang terkait

dalam hal ini peran Dinas Perhubungan diperlukan untuk melakukan

analisis dampak lalu lintas (andalalin) sehingga izin membangun bisa

diberikan setelah ada kajian dari Dishub terkait andalalinnya,

sehingga Dinas Tata Ruang dan Bangunan agar tidak seakan-akan

Page 70: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

57

hanya bertugas mengeluarkan izin pembangunan tanpa melakukan

kontrol dan sebelum ada kajian analisis dampak lalu lintas mengenai

bangunan tersebut serta diperlukan manajemen lahan parkir oleh PD

Parkir.

Mengacu pada fenomena tersebut maka dalam penelitian ini

penulis mengkaji pada dua aspek, yaitu (1) Bagaimana proses

kolaborasi Dinas Perhubungan, Dinas Tata Ruang dan Bangunan, dan

PD Parkir dalam penanggulangan kemacetan lalu lintas dengan

mangacu pada teori proses kolaborasi yang dirumuskan oleh Ansel

dan Gash dalam Rahmawati (2016:41), (2) faktor penghambat proses

kolaborasi antar-Dinas Perhubungan, Dinas Tata Ruang dan

Bangunan, dan PD Parkir dalam penanggulangan kemacetan lalu

lintas.

Mengingat permasalahan kemacetan yang terjadi di Kota

Makassar semakin memperihatinkan dengan banyak bangunan atau

ruko yang tidak didukung oleh fasilitas perparkiran yang memadai.

Oleh karena itu, diharapkan organisasi atau SKPD terkait dalam hal

ini Dinas Perhubungan, Dinas Tata Ruang dan Bangunan mampu

berkolaborasi dengan PD Parkir dalam hal penanganan kemacetan

lalu lintas di Kota Makassar.

Tujuan utama dalam penelitian ini, adalah menciptakan

Kolaborasi antarorganisasi dalam penanggulangan kemacetan lalu

lintas di Kota Makassar dalam hal ini kolaborasi antar-Dinas

Page 71: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

58

Perhubungan, Dinas Tata Ruang dan Bangunan, dan PD Parkir dalam

penanggulangan kemacetan di Kota Makassar. untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 1: Kerangka Pikir

D. Fokus dan Deskripsi Fokus Penelitian

Sesuai dengan fokus penelitian kali ini maka peneliti dapat

menjelaskan masing-masing unsur sebagaimana di bawah ini:

1. Fokus Penelitian

a. Mendeskripsikan proses kolaborasi antar-Dinas Perhubungan,

Dinas Tata Ruang dan Bangunan, dan PD Parkir dalam

penanggulangan kemacetan lalu lintas di Kota Makassar.

Proses Kolaborasi (Ansel dan Gash) a. Dialog tatap muka

b. Komitmen terhadap

proses

c. Pemahaman bersama

Kolaborasi Antar Organisasi (Dinas Perhubungan, Dinas Tata Ruang dan Bangunan dengan

PD Parkir)

Penanggulangan

Kemacetan Lalulintas

Faktor Penghambat - Kurangnya

komunikasi

- Perilaku

Pengembang atau

pembangun

Page 72: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

59

b. Menguraikan faktor penghambat proses kolaborasi antar-Dinas

Perhubungan, Dinas Tata Ruang dan Bangunan, dan PD Parkir

dalam penanggulangan kemacetan lalu lintas di Kota Makassar.

2. Deskripsi fokus

Mengingat fokus penelitian yang diuraikan di atas maka perlu

peneliti mendeskripsikan fokus penelitian sebagai berikut:

a. Kolaborasi antarorganisasi adalah kolaborasi antar-Dinas

Perhubungan, Dinas Tata Ruang dan Bangunan, dan PD Parkir

dalam penanggulangan kemacetan lalu lintas di Kota Makassar. Di

mana aktivitas kolaborasi jauh lebih strategis, menuntut semua

pihak meningkatkan kemampuannya satu sama lain, dan semua

menanggung risiko, tanggung jawab bersama, dan menerima

imbalan atau penghargaan bersama. Proses kolaborasi terdiri atas

beberapa komponen yang saling mempengaruhi satu sama lain

yaitu:

1) Face to face dialogue (dialog tatap muka)

Kolaborasi didasarkan pada dialog tatap muka antarorganisasi

Dinas Perhubungan, Dinas Tata Ruang dan Bangunan, dan PD

Parkir sebagai proses yang berorientasi konsensus, dialog tatap

muka atau dapat disebut dialog langsung diperlukan oleh

organisasi Dinas Perhubungan, Dinas Tata Ruang dan

Bangunan, dan PD Parkir untuk mengidentifikasi

penanggulangan kemacetan lalu lintas di Kota Makassar.

Page 73: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

60

2) Commitment to process (komitmen terhadap proses)

Tingkat komitmen antarorganisasi Dinas Perhubungan, Dinas

Tata Ruang dan Bangunan, dan PD Parkir dalam melakukan

kolaborasi atau kerja sama tim dalam penanggulangan

kemacetan lalu lintas di Kota Makassar Commitment to process

dapat dicapai melalui: saling pengakuan (mutual recognition of

interdepandence), kepemilikan terhadap proses (shared

ownership of process), dan keuntungan yang didapat melalui

proses kolaborasi (openness to exploring mutual gain).

3) Shared Understanding (pemahaman bersama)

Setiap organisasi Dinas Perhubungan, Dinas Tata Ruang dan

Bangunan, dan PD Parkir yang berkolaborasi dalam

penanggulangan kemacetan harus mengembangkan

pemahaman bersama tentang apa yang secara kolektif dapat

mereka capai bersama. Pemahaman bersama juga bisa

dimanifestasikan pada kesepakatan pada pendefinisian masalah

atau kesepakatan tentang pengetahuan yang relevan yang

diperlukan dalam penanggulangan masalah kemacetan lalu

lintas di Kota Makassar. Sharing understanding antarorganisasi

Dinas Perhubungan, Dinas Tata Ruang dan Bangunan, dan PD

Parkir dalam penanggulangan kemacetan lalu lintas di Kota

Makassar dapat dilakukan melalui: kejelasan misi (clear

mission), pendefinisian masalah bersama (common problem

Page 74: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

61

definition), dan pengidentifikasian nilai-nilai umum (identification

of common value).

b. Faktor Penghambat Kolaborasi

Kolaborasi yang dilakukan tidak selamanya berjalan dengan lancar

tanpa hambatan, karena melibatkan banyak stakeholder seringkali

menyebabkan keberlangsungan proses kolaborasi menjadi

terhambat. Faktor penghambat merupakan rintangan dalam

kolaborasi antarorganisasi dalam penanggulangan kemacetan.

Page 75: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

62

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Makassar Provinsi Sulawesi

Selatan direncanakan selama 2 (dua) bulan dengan melihat

bagaimana proses kolaborasi antarorganisasi (Dinas Perhubungan

Kota Makassar, Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Makassar, dan

Perusahaan Daerah Parkir Makassar Raya) dalam penanganan

kemacetan yang terjadi di Kota Makassar. Dinas Perhubungan selaku

pemberi rekomendasi analisis dampak lalu lintas, Dinas tata ruang

selaku pemberi izin pemanfaatan ruang harus mengontrol atau

melakukan pengawasan terhadap pembangunan atau tempat-tempat

usaha yang disertai dengan penyediaan fasilitas perparkiran, dan PD

Parkir melakukan manajemen perparkiran yang baik agar tidak lagi

menimbulkan kemacetan sehingga dapat memelihara estetika

perkotaan.

B. Jenis dan Tipe Penelitian

Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan

mendeskripsikan makna data-data empirik yang berkaitan dengan

harapan agar penelitian ini dapat menjelaskan dan menggambarkan

tentang kolaborasi antarorganisasi dalam penanggulangan kemacetan

lalu lintas di Kota Makassar. Tipe penelitian ini adalah studi kasus

Page 76: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

63

untuk mengetahui kolaborasi antarorganisasi (Dinas Perhubungan,

Dinas Tata Ruang dan Bangunan, dan Perusahaan Daerah Parkir)

dalam mengatasi kemacetan lalu lintas di Kota Makassar.

C. Sumber Data dan Informan Penelitian

1. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan

data sekunder adalah sebagai berikut :

a. Data khusus (primer), adalah data yang diperoleh melalui hasil

observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi mengenai

kolaborasi antarorganisasi (Dinas Perhubungan, Dinas Tata Ruang

dan Bangunan, dan Perusahaan Daerah Parkir) dalam

penanggulangan kemacetan lalu lintas di Kota Makassar.

b. Data umum (sekunder), adalah data yang dikumpulkan peneliti

yang sumbernya dari data-data sebelumnya menjadi seperangkat

informasi dalam bentuk dokumen, laporan-laporan, dan informasi

tertulis lainnya yang berkaitan dengan objek penelitian. Peneliti

menggunakan data sekunder ini untuk memperkuat penemuan dan

melengkapi informasi yang ada hubungannya dengan kolaborasi

antarorganisasi dalam mengatasi kemacetan lalu lintas di Kota

Makassar.

Page 77: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

64

2. Informan Penelitian

Informan penelitian adalah aktor yang terlibat langsung di

lapangan untuk memberi informasi tentang situasi dan kondisi

mengenai kolaborasi antarorganisasi dalam mengatasi kemacetan lalu

lintas di Kota Makassar, untuk mendapatkan informasi yang sesuai

dengan permasalahan penelitian. Peneliti terlebih dahulu menetapkan

siapa saja yang menjadi informan, kemudian memilih informan yang

memiliki kapasitas untuk memberikan informasi sesuai dengan

masalah yang diteliti. Adapun informan penelitian yaitu :

a. Kepala Humas Dinas Perhubungan Kota Makassar.

b. Kepala Seksi Pengumpulan dan Pengolahan Data Dinas

Perhubungan Kota Makassar

c. Kepala Seksi Manajemen Lalu Lintas Dinas Perhubungan Kota

Makassar

d. Kepala Seksi Rekayasa Lalu Lintas Dinas Perhubungan Kota

Makassar

e. Kepala Bidang Tata Bangunan Dinas Tata Ruang dan Bangunan

Kota Makassar

f. Kepala Seksi Penelitian dan Pengembangan Dinas Tata Ruang

dan Bangunan Kota Makassar

g. Kepala Bagian Umum PD Parkir Makassar Raya

h. Direktur Operasional PD Parkir Makassar Raya

Page 78: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

65

Dasar pertimbangan pemilihan lokasi sebagai sumber data

dalam penelitian ini adalah:

a. Dinas Perhubungan Kota Makassar, merupakan unit pelaksana

teknis yang terkait dengan melakukan kajian analisis dampak lalu

lintas (andalalin) terhadap bangunan atau penggunaan lahan.

b. Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Makassar, merupakan unit

pelaksana teknis yang mengeluarkan Izin Mendirikan Bangunan.

c. PD Parkir Kota Makassar, merupakan unit pelaksana teknis

pengelolaan parkir tepi jalan umum dalam daerah Kota Makassar.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penilitian ini dilakukan melalui:

1) Observasi (pengamatan), yaitu peneliti melakukan pengamatan dan

pencatatan langsung yang secara sistematis terhadap masalah

yang berkaitan dengan proses kolaborasi antarorganisasi dalam

penanggulangan kemacetan lalu lintas di Kota Makassar.

2) Interview (wawancara) digunakan oleh peneliti adalah wawancara

bebas terpimpin, artinya peneliti mengadakan pertemuan langsung

dengan petugas pemerintah, dan wawancara bebas artinya peneliti

bebas mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan

sebelumnya.

3) Studi Kepustakaan (dokumentasi), teknik yang digunakan peneliti

untuk mengetahui secara konseptual tentang permasalahan-

Page 79: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

66

permasalahan yang sedang diteliti dengan membaca literatur

khususnya yang berhubungan dengan proses kolaborasi

antarorganisasi dalam penanggulangan kemacetan lalu lintas.

E. Teknik Analisis Data

Peneliti pada penelitian ini menggunakan teknik analisis

kualitatif, dengan menggunakan analisis data model Miles and

Huberman dalam Sugiyono (2015:247), yakni (a) Mengumpulkan data

sesuai dengan fakta yang ada di lapangan, (b) Data reduksi adalah

data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu

simpulan maka perlu dicatat secara teliti dan rinci, artinya mereduksi

data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan

pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya, (c) Data display

atau menyajikan data, maka data terorganisasikan tersusun dalam

pola hubungan sehingga akan semakin mudah dipahami, (d) Data

langkah ketiga dalam analisis data yaitu penarikan simpulan dan

verifikasi.

Untuk lebih jelasnya peneliti menampilkan sesuai yang

digambarkan di bawah ini:

Page 80: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

67

Gambar 2: Teknik Analisis Data oleh Miles dan Huberman

F. Keabsahan Data

Data penelitian yang dikumpulkan diharapkan dapat

menghasilkan penelitian yang bermutu atau data yang kredibel oleh

karena itu, peneliti melakukan pengabsahan data dengan berbagai hal

sebagai berikut:

1. Perpanjangan masa pengamatan

Peneliti akan melakukan perpanjangan masa pengamatan jika data

yang dikumpulkan dianggap belum cukup maka dari itu peneliti

dengan melakukan pengumpulan data, pengamatan, dan

wawancara kepada informan, baik dalam bentuk pengecekan data

maupun mendapatkan data yang belum diperoleh sebelumnya.

Oleh karena itu, peneliti menghubungi kembali para informan dan

mengumpulkan data sekunder yang masih diperlukan.

Data Display Data Collection

Data Reduction

Conclution Drawing/Verifyingi

Page 81: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

68

2. Teknik Meningkatkan Ketekunan

Data yang diperoleh peneliti di lokasi penelitian akan diamati secara

cermat untuk memperoleh data yang bermakna. Oleh karena itu,

peneliti akan memperhatikan secara cermat apa yang terjadi di

lapangan sehingga dapat memperoleh data yang sesungguhnya.

3. Triangulasi

Untuk keperluan triangulasi maka dilakukan tiga cara yaitu :

a) Triangulasi Sumber, yaitu pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara mengecek pada sumber lain keabsahan data yang

telah diperoleh sebelumnya.

b) Triangulasi Teknik, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari

satu sumber dengan menggunakan bermacam-macam cara atau

teknik tertentu untuk diuji keakuratan dan ketidakakuratannya.

c) Triangulasi Waktu, yaitu triangulasi waktu berkaitan dengan

waktu pengambilan data yang berbeda agar data yang diperoleh

lebih akurat dan kredibel dari setiap hasil wawancara yang telah

dilakukan pada informan.

Page 82: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

69

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Karakteristik Objek Penelitian

1. Deskripsi Geografis Kota Makassar

Secara geografis wilayah Kota Makassar terletak di pesisir pantai

Barat bagian Selatan Sulawesi Selatan, pada titik koordinat 119

derajat bujur Timur dan 5,8 derajat lintang Selatan dengan ketinggian

yang bervariasi antara 1-25 meter dari permukaan laut. Kota

Makassar merupakan daerah pantai yang datar dengan kemiringan 0-

5 derajat ke arah Barat, diapit dua muara sungai yakni Sungai Tallo

yang bermuara di bagian Utara kota dan Sungai Jeneberang yang

bermuara di Selatan kota.

Secara administratif Kota Makassar mempunyai batas-batas

wilayah, yaitu sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Gowa,

sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Pangkajene Kepulauan,

sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Maros, sebelah Barat

berbatasan dengan Selat Makassar. Topografi pada umumnya berupa

daerah pantai.

Luas wilayah Kota Makassar seluruhnya berjumlah kurang lebih

175,77 kmଶ yang terbagi ke dalam 14 kecamatan dan 143 kelurahan.

Selain memiliki wilayah daratan, Kota Makassar juga memiliki wilayah

kepulauan yang dapat dilihat sepanjang garis pantai Kota Makassar.

Adapun pulau-pulau di wilayahnya merupakan bagian dari dua

Page 83: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

70

Kecamatan Ujung Pandang dan Ujung Tanah. Pulau-pulau ini

merupakan gugusan Pulau-pulau Karang sebanyak 12 pulau, bagian

dari gugusan Pulau-pulau Sangkarang, atau disebut juga Pulau-pulau

Pabbiring atau lebih dikenal dengan nama Kepulauan Spermonde.

Pulau-pulau tersebut adalah Pulau Lanjukang (terjauh), Pulau

Langkai, Pulau Lumu-lumu, Pulau Bone Tambung, Pulau

Kodingareng, Pulau Barrang Lompo, Pulau Barrang Caddi, Pulau

Kodingareng Keke, Pulau Samalona, Pulau Lae-lae, Pulau Gusung,

dan Pulau Kayangan (terdekat) dan ditambah luas wilayah perairan

kurang lebih 100 kmଶ.

Tabel 1: Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kota Makassar

NO KECAMATAN LUAS AREA (ܕܓ)

PERSENTASE TERHADAP LUAS KOTA MAKASSAR

1 Mariso 1,82 1,04

2 Mamajang 2,25 1,28

3 Tamalate 20,21 11,50

4 Rappocini 9,23 5,25

5 Makassar 2,52 1,43

6 Ujung Pandang 2,63 1,50

7 Wajo 1,99 1,13

8 Bontoala 2,10 1,19

9 Ujung Tanah 5,94 3,38

10 Tallo 5,83 3.32

Page 84: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

71

Lanjutan tabel 1

11 Panakkukang 17,05 9,70

12 Manggala 24,14 13,73

13 Biringkanaya 48,22 27,43

14 Tamalanrea 31,84 18,12

MAKASSAR 175,77 100

Sumber: (BPS Kota Makassar 2015)

Tabel di atas menunjukkan bahwa kecamatan yang terluas di

Kota Makassar yaitu Kecamatan Biringkanaya dengan luas area 48,22

kmଶ atau sebesar 27,43 persen sedangkan kecamatan yang terkecil

yaitu Kecamatan Mariso dengan luas area hanya 1,82 kmଶ atau

sebesar 1,04 persen dari keseluruhan luas wilayah Kota Makassar.

2. Deskripsi Kelembagaan Dinas Perhubungan Kota Makassar

Dinas Perhubungan Kota Makassar merupakan salah satu

bentuk dari reformasi pemerintahan di daerah, dimulai dengan

ditetapkannya undang-undang tentang perimbangan keuangan

pemerintah pusat dan daerah sebagai upaya mewujudkan otonomi

daerah yang lebih luas, sekaligus diharapkan membawa perubahan

yang signifikan dalam hubungan tata pemerintahan dan hubungan

keuangan, terkhusus terhadap pembaharuan penting dalam

pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah.

Permasalahan lalu lintas yang ada sekarang merupakan salah

satu tanggung jawab dari Dinas Perhubungan Kota Makassar yang

Page 85: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

72

merupakan instansi pemerintah yang mengatur permasalahan lalu

lintas di Kota Makassar.

a. Visi dan Misi Dinas Perhubungan Kota Makassar

Visi

“Menuju transportasi perkotaan yang terpadu, berkelanjutan,

berorientasi global dan ramah lingkungan”. Di mana makna pokok

yang terkandung dalam visi Dinas Perhubungan Kota Makassar

tersebut, antara lain :

1) Transportasi perkotaan, secara harfiah mengandung makna

transportasi yang mampu melayani dan beroperasi di wilayah

perkotaan Makassar dan sekitarnya.

2) Terpadu, artinya pelayanan transportasi harus sinergi dengan

moda transportasi yang lainnya, yaitu transportasi darat, laut,

dan udara.

3) Berkelanjutan, artinya pembangunan dan pelayanan transportasi

dilakukan secara terus menerus tidak bergantung pada kondisi

tertentu.

4) Berorientasi global, artinya sejalan dengan visi Kota Makassar

maka pembangunan transportasi harus sejalan dengan

perkembangan teknologi dan bermanfaat bagi masyarakat.

5) Ramah lingkungan, artinya teknologi transportasi yang dipilih

haruslah teknologi yang ramah terhadap lingkungan guna

kelangsungan bumi.

Page 86: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

73

Misi :

1) Mewujudkan sarana transportasi yang aman, handal, ramah

lingkungan terjangkasi masyarakat;

2) Mewujudkan prasarana transportasi yang berkualitas dan

memiliki standar nasional dan internasional;

3) Meningkatkan kenyamanan dan keselamatan transportasi;

4) Meningkatkan aksebilitas masyarakat terhadap pelayanan jasa

perhubungan;

5) Meningkatkan manajemen transportasi perkotaan yang mudah

diakses melalui jaringan transportasi terpadu;

6) Memberdayakan sumber daya aparatur dan meningkatkan

kesadaran masyarakat dengan budaya tertib berlalu lintas;

7) Memperkecil tingkat pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas yang

disebabkan oleh transportasi.

b. Keadaan Pegawai Dinas Perhubungan Kota Makassar

Penggambaran keadaan pegawai di Kantor Dinas Perhubungan

Kota Makassar akan dikemukakan berdasarkan status pegawainya.

Tabel 2: Keadaan Pegawai Dinas Perhubungan Kota Makassar

Keterangan Frekuensi Persentase

PNS

Kontrak

119

468

20,3 %

79,7 %

Jumlah 587 100%

Sumber: (Data Sekunder Dishub Kota Makassar 2016)

Page 87: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

74

Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar pegawai

Dishub berstatus sebagai pegawai kontrak dengan jumlah 468

orang atau sebesar 79,7% dari keseluruhan jumlah pegawai.

c. Struktur Organisasi Dinas Perhubungan Kota Makassar

Gambar 3: Struktur Organisasi Dinas Perhubungan Kota Makassar

KEPALA DINAS PERHUBUNGAN

SEKRETARIS

KEPALA SUB BAGIAN UMUM & KEPEGAWAIAN

KEPALA SUB BAGIAN KEUANGAN

KEPALA SUB BAGIAN PERLENGKAPAN

KEPALA BIDANG LALU LINTAS

KEPALA BIDANG TEKNIK SARANA DAN

PRASARAN

KEPALA BIDANG ANGKUTAN

KEPALA BIDANG PENGENDALIAN OPERASIONAL

KEPALA SEKSI ANGKUTAN LAUT

KEPALA SEKSI TERMINAL

KEPALA SEKSI KETERTIBAN LLAJ

KEPALA SEKSI PENGUMPULAN &

PENGOLAHAN DATA

KEPALA SEKSI PERPARKIRAN

KEPALA SEKSI MANAJEMEN LALU

LINTAS

KEPALA SEKSI PRASARANA LALU

LINTAS

KEPALA SEKSI TEKNIK KENDARAAN & PERBENGKELAN

KEPALA SEKSI BIMBINGAN KESELAMATAN LLAJ

KEPALA SEKSI ANGKUTAN

BARANG

KEPALA SEKSI ANGKUTAN

ORANG

KEPALA SEKSI REKAYASA LALU

LINTAS

KEPALA UPTD PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

KASUBAG TATA USAHA

Page 88: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

75

d. Tugas dan Fungsi Dinas Perhubungan

Dinas Perhubungan mempunyai tugas pokok merumuskan,

membina, dan mengendalikan kebijakan di bidang perhubungan

meliputi lalu lintas, angkutan, pengendalian operasional, teknik, dan

prasarana lalu lintas.

Dinas Perhubungan dalam melaksanakan tugas pokok,

menyelenggarakan fungsi:

1) Penyusunan rumusan kebijakan teknis di bidang lalu lintas,

angkutan, pengendalian operasional, teknik dan prasarana lalu

lintas.

2) Penyusunan dan penyelenggaraan manajemen rekayasa lalu

lintas jalan, analisis dampak lalu lintas dan penetapan rencana

umum jaringan transportasi jalan.

3) Pelaksanaan pengendalian dan pengawasan di bidang

keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan serta pembinaan

penyelenggaraan pendidikan dan latihan mengemudi, terminal,

perparkiran, jaringan trayek, kelas jalan, angkutan kota,

angkutan taksi, angkutan sewa, angkutan pariwisata, angkutan

khusus penumpang, angkutan perbatasan, angkutan barang,

perbengkelan serta persyaratan teknik dan laik jalan.

4) Pelaksanaan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan dan

penyidikan pelanggaran sesuai kewenangannya.

Page 89: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

76

5) Pemberian perizinan, pengawasan, dan pelayanan umum di

bidang perhubungan darat dan perhubungan laut.

6) Pelaksanaan perencanaan dan pengendalian teknis operasional

pengelolaan keuangan, kepegawaian, dan pengurusan barang

milik daerah yang berada dalam penguasaannya.

7) Pelaksanaan kesekretariatan dinas.

8) Pembinaan unit pelaksana teknis.

3. Deskripsi Kelembagaan Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota

Makassar

Berdasarkan Peraturan Walikota Makassar Nomor 17 tahun

2014 tentang Uraian Tugas dan Fungsi Jabatan Struktural pada Dinas

Tata Ruang dan Bangunan Kota Makassar menyatakan bahwa tugas

pokok Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Makassar adalah

merumuskan, membina, dan mengendalikan kebijakan di bidang

penataan dan pemanfaatan ruang, pengendalian kawasan, penataan

bangunan, pengawasan, dan pengendalian.

Dalam melaksanakan tugas pokok, Dinas Tata Ruang dan

Bangunan Kota Makassar mempunyai fungsi :

1) Menyusun rumusan kebijakan teknis operasional dan pengendalian

pemanfaatan ruang dan bangunan

2) Menyusun rumusan kebijakan teknis operasional di bidang

penataan bangunan

Page 90: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

77

3) Pengkajian, pembinaan, dan pengawasan gambar situasi

bangunan dan penyelenggaraan dokumentasi

4) Pengendalian dan pemberian izin dan pelayanan umum di bidang

penataan ruang wilayah Kota Makassar serta pendiri bangunan

sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

a. Visi dan Misi Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Makassar

Visi

Menjadikan Kota Makassar sebagai Kota Dunia dengan

Mewujudkan Integritas Penataan Ruang dan Bangunan yang

Berwawasan Lingkungan serta Kondusif untuk Semua.

Arti dari Visi tersebut sebagai berikut :

1) Kota Dunia: sebagai Kota Metropolitan, Kota Makassar dapat

menjadi kota yang dapat menata lingkungannya sesuai dengan

peruntukan ruang-ruang kota agar dapat bersaing dan mempunyai

keunggulan komparatif dengan kota lainnya, serta kota yang

mampu mengefektifkan potensi sumber daya manusia dan

sumber daya alamnya pada satu karakter budaya masyarakatnya

yang spesifik dan mendunia.

2) Integritas: dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, Dinas

Tata Ruang dan Bangunan mengedepankan integritas atau

keterkaitan program-program instansi vertikal lainnya sehingga

secara simultan dapat mewujudkan suatu perencanaan yang

handal tentang penataan ruang dan bangunan.

Page 91: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

78

3) Tata Ruang: adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang

dilakukan melalui proses perencanaan, pemanfaatan, dan

pengendalian ruang yang tetap merujuk pada Rencana Tata

Ruang dan Wilayah Kota Makassar.

4) Berwawasan Lingkungan: paradigma baru penataan ruang dan

bangunan adalah melakukan penataan bangunan dan gedung

dengan mengedepankan prinsip-prinsip pembangunan yang

berwawasan lingkungan.

5) Kondusif Untuk Semua: atmosfir tata kota, bangunan dan

lingkungan yang aman, nyaman, lancar, dan produktif bagi semua

aktivitas, serta terwujudnya interaksi harmonis, simbiosis,

mitralistis antara komunitas lokal, nasional maupun internasional.

Misi

Meningkatkan kualitas lingkungan melalui pengendalian dan

pengawasan pemanfaatan ruang serta penataan bangunan.

1) Penegakan peraturan perundang-undangan secara konsisten

dalam penataan ruang melalui pengawasan, pengusutan, dan

penertiban.

2) Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

3) Mengoptimalkan sumber daya retribusi untuk peningkatan

Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Page 92: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

79

b. Keadaan Pegawai DTRB Kota Makassar

Pegawai adalah pelaksana tugas perkantoran baik dari segi fisik

maupun dari segi materialnya. Dalam hal ini pegawai adalah manusia

yang mempunyai sifat keterbatasan pikiran, waktu, tenaga, dan lain-

lain. Dari keterbatasan-keterbatasan yang ada kiranya perlu mendapat

suatu bentuk pembinaan-pembinaan, seperti pelatihan kerja dan

sebagainya. Penggambaran keadaan pegawai di Kantor DTRB Kota

Makassar akan dikemukakan, antara lain berdasarkan golongan

kepangkatan.

Tabel 3: Keadaan Pegawai DTRB Kota Makassar Berdasarkan Golongan

Pangkat/Golongan Jumlah Pegawai Persentase (%)

II/a 2 2,6 %

II/b 6 7,7%

II/c 10 12,8%

II/d 1 1,3%

III/a 9 11,5%

III/b 19 24,3%

III/c 11 14,1%

III/d 13 16,7%

IV/a 6 7,7%

IV/b 1 1,3%

Jumlah 78 100 %

Sumber: (Data Sekunder DTRB Kota Makassar 2016)

Page 93: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

80

Tabel di atas menunjukkan bahwa golongan yang mendominasi

pada Kantor DTRB Kota Makassar yaitu golongan III/b dengan jumlah

19 orang atau sebesar 24,3%. Golongan pegawai juga berpengaruh

pada kinerja seseorang sehingga dengan demikian diharapkan dapat

terjalin koordinasi dan terbina kerja sama yang baik serta target yang

telah ditentukan sebelumnya dapat tercapai.

c. Struktur Organisasi DTRB Kota Makassar

Gambar 4: Struktur Organisasi DTRB Kota Makassar

KEPALA DINAS

SEKRETARIAT

SUBBAGIAN UMUM & KEPEGAWAIAN

SUBBAGIAN KEUANGAN

SUBBAGIAN PERLENGKAPAN

BIDANG PENATAAN & PEMANFAATAN

RUANG DAN FASUM FASOS

BIDANG TATA BANGUNAN

BIDANG PENGKAJIAN DAN

RETRIBUSI

BIDANG PENGAWASAN DAN

PENGENDALIAN

SEKSI PENATAAN RUANG

SEKSI PEMANFAATAN RUANG & FASUM

FASOS

SEKSI PENELITIAN &

PENGEMBANGAN

SEKSI PENGALIHAN FUNGSI BANGUNAN

SEKSI PETA SITUASI &

PENGUKURAN

SEKSI DETAIL & TEKNIK

ARSITEKTUR

SEKSI PENELITIAN ADMINISTRASI

SEKSI PENELITIAN TEKNIS

SEKSI PENETAPAN RETRIBUSI

SEKSI PENGAWASAN BANGUNAN

&PEMANFAATAN RUANG

SEKSI HUKUM, PENGADUAN &

TINDAKAN

SEKSI EVALUASI, MONITORING &

PELAPORAN

Page 94: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

81

4. Deskripsi Kelembagaan PD Parkir Makassar Raya

Perusahaan Daerah (PD) Parkir Kota Makassar didirikan

berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kotamadya DATI II Ujung

Pandang No. 5 Tahun 1999, tentang: pendirian Perusahaan Daerah

Parkir Makassar Raya Kotamadya Daerah Tingkat II Ujung Pandang

No.19 Tahun 1999, Seri D, Nomor 6, kemudian diubah dengan Perda

Kota Makassar, No.16, Tahun 2006.

Pemikiran Pemerintah Kota Makassar untuk membentuk

Perusahaan Parkir Makassar Raya didasari atas prinsip-prinsip

efesiensi dan efektivitas pencapaian tujuan pelayanan dari sektor

perparkiran kepada masyarakat Kota Makassar. Di samping itu,

kegiatan perparkiran di Kota Makassar juga merupakan salah satu

objek yang mempunyai prospek untuk menunjang Pendapatan Asli

Daerah (PAD) Kota Makassar. Jadi, dengan kehadiran Perusahaan

Daerah Parkir Makassar Raya, selain diharapkan menunjang

pelaksanaan otonomi daerah juga dapat meningkatkan PAD Kota

Makassar.

a. Visi dan Misi PD Parkir Kota Makassar

Visi

Optimalisasi pelayanan perparkiran yang tertib, aman, nyaman,

terkendali, dan berwawasan lingkungan dalam mewujudkan Makassar

sebagai kota dunia.

Page 95: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

82

Misi

1) Membentuk sistem perparkiran untuk menunjang kelancaran lalu

lintas dan mengoptimalkan fungsi jalan.

2) Membentuk Sumber Daya Manusia (SDM) perparkiran yang

berkualitas dan profesional.

3) Meningkatkan efisiensi perparkiran dengan fasilitas pendukung.

4) Meningkatkan dan mengembangkan fungsi Satuan Ruang Parkir

(SRP) tepi jalan sepanjang tidak mengganggu kelancaran lalu

lintas.

5) Mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bersumber

dari jasa parkir.

b. Keadaan Pegawai PD Parkir Makassar Raya

Pegawai adalah pelaksana tugas perkantoran baik dari segi fisik

maupun dari segi materialnya. Dalam hal ini pegawai adalah manusia

yang mempunyai sifat keterbatasan pikiran, waktu, tenaga, dan lain-

lain. Dari keterbatasan-keterbatasan yang ada kiranya perlu mendapat

suatu bentuk pembinaan-pembinaan, seperti pelatihan kerja dan

sebagainya.

Efektif tidaknya suatu organisasi tetap tergantung pada orang-

orang yang membantu dalam menyukseskan pengelolaan retribusi

parkir yang ada dalam kantor tersebut. Kualitas dan kemampuan dari

para pegawai tentunya menjadi tolak ukur dalam pelaksanaan kerja

yang optimal sehingga mencapai tujuan yang telah direncanakan.

Page 96: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

83

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, penggambaran

keadaan pegawai di Kantor PD Parkir Makassar Raya akan

dikemukakan, antara lain berdasarkan status pegawainya dan jenis

kelamin.

Tabel 4: Keadaan Pegawai Kantor PD Parkir Makassar Raya

Keterangan Frekuensi Persentase (%)

Status pegawai:

Pegawai Organik

Pegawai Kontrak

Tenaga Honorer

50

78

19

34 %

53,1 %

12,9 %

Jumlah 147 100 %

Jenis Kelamin:

Laki-laki

Perempuan

110

37

74,8%

25,2%

Jumlah 147 100%

Sumber: (Data Sekunder PD Parkir Makassar Raya 2016)

Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar pegawai PD

Parkir Makassar Raya berstatus sebagai pegawai kontrak dengan

jumlah 78 orang atau sebesar 53,1% dan pegawai organik berjumlah

50 orang atau sebesar 34% serta tenaga honorer hanya berjumlah 19

orang atau 12,9%. Sedangkan keadaan pegawai PD Parkir Makassar

Raya berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar

Page 97: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

84

berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah 110 orang atau sebesar

74,8% dan perempuan hanya berjumlah 37 orang atau sebesar 25,2%.

c. Struktur Organisasi PD Parkir Makassar Raya

Gambar 5: Struktur Organisasi PD Parkir Makassar Raya

WALIKOTA MAKASSAR

Ir.H.MOH.RAMDHAN POMANTO BADAN PENGAWAS

-Ir. Mappincara A.Baso, I.A.I -Ir. Haeruddin Hafied

-Muhammad Dahsyat DIREKTUR UTAMA

Ir.H.IRIANTO AHMAD

KELOMPOK

JABATAN FUNGSIONAL DIREKTUR UMUM

Ir.RUSDI MUHADIR

KABAG UMUM

Ir.ASRARUDDIN

KABAG KEUANGAN

RAHMADAYANTI, SE

DIREKTUR OPERASIONAL

SYAFRULLAH, SE

KABAG PRODUKSI

SYARIFUDDIN. B,S.Pd

KABAG PENGELOLAAN

Drs.MA’MUR SAID

KASIE PERLENGKAPAN

Drs.RIANTO MULIYONO

Plt.KASIE ADM.& KEPEGAWAIAN MAHDINAR, SE

KASIE HUMAS KASIE KASIR SURIANY SUYUTI,

SE

Plt.KASIE PEMBUKUAN SURIANI, SE

KASIE ANGGARAN

MUNAWAR, S.Kom

KASIE PERALATAN MUH.IQBAL

EFFENDY, SE

Plt.KASIE PENDATAAN

ARFAH S

KASIE PENETAPAN

DAHRIR, ST

Plt.KASIE PENAGIHAN

AMRULLAH, S.Ag

KASIE PELATARAN UMUM

NURSALIM, SE

Plt.KASIE INSIDENTIL

ANDI AGUS

Page 98: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

85

d. Tugas dan Fungsi PD Parkir Makassar Raya

PD Parkir Makassar Raya sebagai salah satu badan usaha dalam

lingkup Pemerintah Kota Makassar merupakan manifestasi dan

perpanjangan tangan Pemerintah Kota dalam mengelola sektor

perparkiran. PD. Parkir Makassar Raya diharapkan dapat menunjang

pelaksanaan otonomi daerah juga dapat meningkatkan PAD Kota

Makassar.

1) Badan Pengawas

Badan Pengawas bertugas mengawasi dan membina perusahaan

secara terus menerus, baik secara langsung maupun tidak

langsung, baik diminta maupun tidak diminta.

Fungsi dari badan pengawas PD Parkir Makassar Raya adalah

sebagai berikut :

a) Merumuskan kebijaksanaan untuk perusahaan secara terarah

dalam bidang penanaman modal untuk penggunaan dana sesuai

dengan kebijaksanaan pemerintah, baik jangka pendek maupun

jangka panjang.

b) Meneliti dan mengevaluasi lebih lanjut atas laporan perhitungan

usaha Perusahaan Daerah.

c) Membuat kebijaksanaan dan menetapkan kedudukan

kepegawaian Perusahaan Daerah dan penghasilannya sesuai

dengan peraturan yang berlaku.

Page 99: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

86

d) Melaksanakan fungsi lain yang dianggap perlu oleh badan

pengawas dalam mengembangkan Perusahaan Daerah sesuai

dengan peraturan yang berlaku.

2) Direktur Utama

Direktur Utama mempunyai tugas untuk mengkoordinir dalam

bidang teknik operasional perparkiran bidang umum termasuk

pengelolaan keuangan dana administrasi untuk mencapai tujuan.

Direktur Utama juga bertugas untuk memberikan laporan kepada

Badan Pengawas terdiri dari Neraca dan Perhitungan Laba/Rugi,

Laporan Keuangan dan Operasi

Fungsi dari Direktur Utama PD. Parkir Makassar Raya adalah

sebagai berikut :

a) Merencanakan kegiatan Perusahaan Daerah untuk jangka

panjang, mengawasi, dan mengkoordinir dalam bidang teknik

operasional perparkiran bidang umum termasuk pengelolaan

keuangan dana administrasi untuk mencapai tujuan.

b) Memelihara hubungan baik dengan berbagai pihak dan mewakili

perusahaan keluar.

c) Secara berkala mengadakan penilaian terhadap manfaat dan

efisiensi dari sistem dan prosedur administrasi yang berlaku.

d) Sebagai pengambil inisiatif dalam penempatan, pemindahan,

dan pemberhentian pegawai serta menentukan batas ganti rugi

sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Page 100: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

87

3) Direktur Umum

Direkrut Umum mempunyai tugas dalam mengkoordinasikan dan

mengendalikan kegiatan di bidang administrasi umum, keuangan,

dan kesekretariatan.

Direktur Umum PD Parkir Makassar Raya mempunyai fungsi

sebagai berikut :

a) Merencanakan dan mengendalikan sumber-sumber

pendapatan, serta mengatur penggunaan kekayaan

perusahaan.

b) Mengendalikan pendapatan dari hasil penagihan, baik dari tarif

perparkiran maupun iuran usaha perparkiran.

c) Mengawasi dan mengusahakan penagihan retribusi secara

intensif dan efektif, menetapkan sumber-sumber, dan cara lain

untuk mendapatkan modal dengan syarat ringan bila

diperlukan.

d) Mengusulkan kepada Direktur Utama penyesuaian tarif retribusi

parkir dan perubahan dalam bidang kepegawaian, pembelian

dan sebagainya sesuai dengan perkembangan dan keadaan

perusahaan.

4) Direktur Oprasional

Direktur Operasional mempunyai tugas dalam hal merencanakan,

memimpin, mengkoordinasikan, dan mengawasi kegiatan-kegiatan

bagian produksi dan bagian pengelolaan.

Page 101: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

88

Adapun fungsi dari Direktur Operasional PD. Parkir Makassar Raya

adalah sebagai berikut :

a) Menetapkan kebijakan teknis pengelolaan dan kegiatan operasi

lebih efisien, efektif, dan murah.

b) Merencanakan dan melaksanakan sistem pengelolaan parkir

pada unit-unit parkir dan pelataran parkir yang dikelola swasta.

c) Mengatur tata cara pelayanan perparkiran sebaik-baiknya bagi

pemakai jasa (masyarakat) serta menyusun kegiatan

pembinaan teknik operasional perparkiran.

d) Menyusun rencana dan program kerja pelayanan operasional

pengelolaan perparkiran.

e) Melaksanakan pengendalian, pengawasan segala bentuk

peralatan operasional dan peralatan kerja atau alat pelindung

diri milik Perusahaan Daerah.

B. Pemaparan Dimensi Penelitian dan Pembahasan

1. Proses kolaborasi antar-Dinas Perhubungan, Dinas Tata Ruang dan Bangunan, dan PD Parkir dalam penanggulangan kemacetan lalu lintas di Kota Makassar

Isu kolaborasi dalam pembinaan organisasi merupakan suatu isu

yang amat penting di mana kolaborasi diletakkan sebagai aspek

fundamental sekaligus sebagai karakter pokok dari pembinaan

organisasi. Kolaborasi dapat diartikan sebagai suatu usaha penuh

kepercayaan yang didasarkan atas tidak adanya kecurigaan dan

Page 102: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

89

kedewasaan pengertian atas peranan-peranan dan penugasan-

penugasan. Usaha ini lebih bersifat demokratis dan partisipatif.

Dengan demikian, pada suatu kasus tertentu kolaborasi dapat berarti

keinginan untuk bertoleransi kepada tindakan-tindakan yang cepat

dan resmi dari pimpinan yang menginginkan perubahan dan

pembaharuan yang telah direncanakan.

Kolaborasi terus berkembang dalam pemerintahan karena

adanya kompleksitas dan saling ketergantungan antarinstitusi, di

mana penanganan suatu masalah publik sangat sulit dilakukan oleh

satu institusi pemerintah saja, melainkan memerlukan kolaborasi agar

permasalahan publik dengan segala kompleksitasnya dapat teratasi

dengan baik. Dinas Perhubungan, Dinas Tata Ruang dan Bangunan,

dan PD Parkir yang terlibat dalam kolaborasi harus menyadari peran

masing-masing demi tercapainya tujuan kolaborasi. Kerja sama

diinisiasi atas keterbatasan kapasitas, sumber daya maupun jaringan

yang dimiliki masing-masing pihak, sehingga kerja sama dapat

menyatukan dan melengkapi berbagai komponen yang mendorong

keberhasilan pencapaian tujuan bersama. Dalam upaya tersebut ada

terkandung tindakan bersama atau terkoordinasi yang dilakukan

anggota tim untuk mencapai tujuan bersama tim tersebut.

Penanggulangan kemacetan lalu lintas di Kota Makassar

merupakan tanggung jawab yang dilakukan oleh banyak organisasi

perangkat daerah atau SKPD sesuai tugas dan fungsi masing-masing.

Page 103: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

90

Untuk itu, diperlukan kolaborasi antarorganisasi dalam

penanggulangan kemacetan lalu lintas.

Adapun hasil penelitian dan pembahasan mengenai kolaborasi

antarorganisasi dalam penanggulangan kemacetan yang

dideskripsikan sebagai berikut:

a) Face to face dialogue (dialog tatap muka)

Kolaborasi didasarkan pada dialog tatap muka antara para

pemangku kepentingan. Sebagai proses yang berorientasi konsensus,

dialog tatap muka atau dapat disebut dialog langsung diperlukan oleh

para pemangku kepentingan untuk mengidentifikasi peluang untuk

keuntungan bersama (Ansel dan Gash dalam Rahmawati, 2016:42).

Dalam mewujudkan kerja sama atau kolaborasi, dialog tatap

muka atau komunikasi dua arah (timbal balik) antarinstansi atau

lembaga dengan para pemangku kepentingan dalam konteks bertemu

dan bermusyawarah untuk mencapai suatu konsensus yang

disepakati merupakan keputusan kolektif dan menjadi tanggung jawab

bersama. Untuk itu, semua pemangku kepentingan yang bertanggung

jawab dalam penanggulangan kemacetan lalu lintas harus

dikondisikan untuk terlibat langsung dalam pengambilan keputusan.

Seperti halnya yang dikatakan oleh Kepala Humas Dishub kota

Makassar:

“Jelas, kita akan komunikasi dengan tata ruang bahkan setiap kita adakan forum kita undang karena terkait masalah andalalin. Andalalin itu di setiap toko atau bangunan yang harus memiliki lahan parkir. Jelas kita terkait dengan tiga-

Page 104: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

91

tiganya ini dengan PD Parkir juga termasuk (hasil wawancara AS, 18 Agustus 2016). Pernyataan di atas menunjukkan bahwa dialog tatap muka atau

komunikasi dua arah (timbal balik) antar-Dinas Perhubungan dengan

SKPD terkait dilakukan dalam bentuk forum. Dinas Perhubungan

selaku leading sector setiap akan mengadakan forum terkait masalah

kemacetan lalu lintas maka Dinas Perhubungan akan mengundang

Dinas Tata Ruang dan Bangunan terkait analisis dampak lalu lintas

(andalalin) sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh Izin

Mendirikan Bangunan bagi pembangunan pusat kegiatan seperti

hotel, rumah makan, dan pusat perbelanjaan ataupun pusat-pusat

kegiatan lainnya yang akan menimbulkan gangguan kelancaran dan

kemacetan lalu lintas. Selain itu, Dinas Perhubungan juga

mengundang PD Parkir terkait penataan perparkiran, sebab ketiga

instansi tersebut terkait satu sama lain dalam penanggulangan

kemacetan.

Hal yang senada juga disampaikan oleh Kepala Seksi

Pengumpulan dan Pengolahan Data Dishub Kota Makassar.

“Sudah ada diadakan dialog antar-SKPD jadwalnya setiap bulan sekali. Di situ kita membahas masalah-masalah mengenai Kota Makassar seperti masalah kemacetan lalu lintas”(hasil wawancara FST, 22 Agustus 2016).

Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa sudah diadakaan

dialog antar-SKPD setiap bulan sekali yang membahas masalah-

masalah di Kota Makassar termasuk masalah kemacetan lalu lintas.

Page 105: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

92

Hal ini relevan dengan pernyataan Ansel dan Gash dalam Rahmawati

(2016:42) bahwa kolaborasi didasarkan pada dialog tatap muka antara

para pemangku kepentingan. Sebagai proses yang berorientasi

konsensus, dialog tatap muka atau dapat disebut dialog langsung

diperlukan oleh para pemangku kepentingan untuk mengidentifikasi

peluang untuk keuntungan bersama. Dalam melakukan dialog tatap

muka antar-Dinas Perhubungan, Dinas Tata Ruang dan Bangunan,

dan PD Parkir dalam rangka penanggulangan kemacetan lalu lintas di

Kota Makassar diperlukan adanya komunikasi dua arah (timbal balik)

antar-SKPD tersebut.

Komunikasi sangat penting bagi organisasi, sebab tanpa

komunikasi maka saluran informasi yang dibutuhkan bagi organisasi

tidak akan masuk dengan baik bagi organisasi (Tambunan, 2015:254).

Namun, pernyataan lain disampaikan oleh Kepala Seksi Penelitian

dan Pengembangan DTRB Kota Makassar bahwa:

“Dialog atau komunikasi berjalan kurang maksimal dengan Dinas Perhubungan, tetapi pemohon IMB yang harus berkomunikasi langsung dengan pihak Dishub dalam hal mengurus analisis dampak lalu lintas untuk berkas IMBnya yang menjadi kelengkapan administrasi dan persyaratan mutlak dalam mengurus IMB. Begitupun, dengan pihak PD Parkir komunikasi timbal balik tidak maksimal tetapi DTRB mengsyaratkan area parkir dalam pengurusan IMB (hasil wawancara IK, 5 September 2016)”. Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa kurangnya

komunikasi timbal balik (dialog) antara Dinas Perhubungan dengan

Page 106: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

93

DTRB terkait masalah andalalin, begitupun komunikasi timbal balik

antara DTRB dan PD Parkir yang tidak maksimal.

Hal senada yang dikemukakan oleh Direktur Operasional PD

Parkir menyatakan bahwa:

“Kami dilibatkan kalau sudah terjadi kekacauan maka akan turun di lapangan. Karena persoalannyakan ini tidak layak sebenarnya diberi izin karena dia punya place untuk parkir sangat sempit, tidak sesuai dengan kebutuhan meja makan yang ada di ruang makannya (jadi tidak ada komunikasi atau zero komunikasi di situ). Di situlah ada ego sektoral, kami ke sana juga mau lakukan komunikasi, tapi kami selalu dipimpong, jadi sudalah. Kita fokus mau cari pendapatan penataan, jadi kami ini ke depan Insya Allah, kita akan melakukan komunikasi kekeluargaan dulu dengan SKPD terkait, kalau bisa ada orang kami yang duduk di situ atau kalau bisa kami dilibatkanlah setiap ada suatu rumah makan baik di jalan protokol atau di jalan manapun yang memang memerlukan kajian, apa salahnya kami dilibatkan. Memang dalam undang-undang yang disebut DISHUB karena terkait Andalalin. Jadi, PD Parkir ada masalah baru turun menata (hasil wawancara SH, 16 Agustus 2016).

Uraian di atas menunjukkan bahwa ada perbedaan pernyataan

antar-SKPD, di mana dari pihak Dishub menyatakan bahwa dalam

penanggulangan kemacetan mereka melakukan dialog atau

komunikasi dengan SKPD terkait setiap bulan atau seminggu sekali.

Namun, dari pihak DTRB dan PD Parkir menyatakan bahwa dialog

atau komunikasi timbal balik berjalan kurang maksimal sehingga dapat

dikatakan bahwa dalam melakukan kolaborasi ketiga SKPD tersebut

kurang bersinergi padahal DTRB selaku pihak yang mengeluarkan Izin

Mendirikan Bangunan punya andil dalam penanggulangan kemacetan

terkait dengan bangunan-bangunan, seperti ruko, hotel, rumah makan,

Page 107: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

94

dan pusat-pusat perbelanjaan ataupun pusat-pusat kegiatan lainnya

yang menggunakan badan jalan untuk memarkir kendaraan

konsumennya disebabkan tidak tersedianya lahan parkir yang

memadai serta dari pihak PD Parkir menyatakan bahwa mereka baru

dilibatkan ketika terjadi kekacauan, padahal secara langsung pihak PD

Parkir sangat berperan dalam penataan perparkiran.

Selain itu, hasil observasi peneliti menunjukkan bahwa dialog

tatap muka atau komunikasi dua arah (timbal balik) antar-DISHUB,

DTRB, dan PD Parkir yang dilakukan dalam bentuk forum atau rapat

baru dilakukan apabila ada persoalan-persoalan urgen yang muncul di

Kota Makassar, khusus di transportasi, bagian sarana jalan,

kemacetan, dan sebagainya. Seperti penertiban parkir di Jalan

Boulevard dan di Jalan Hertasning Baru, mereka baru melakukan

rapat untuk melakukan penertiban di jalan tersebut setelah terjadi

kemacetan. Sedangkan menurut hemat peneliti dialog atau

komunikasi timbal balik dalam bentuk forum itu harus rutin dilakukan

untuk mengevaluasi atau mengantisipasi hal-hal yang membuat

kemacetan di Kota Makassar.

Keterlibatan secara langsung face to face (dialog tatap muka)

dari instansi yang bersangkutan sudah dilakukan, namun

pelaksanaannya belum maksimal karena masing-masing instansi

terkesan bekerja sendiri dan hanya melaksanakan sesuai yang ada

pada bidang masing-masing padahal suatu organisasi yang

Page 108: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

95

menerapkan prinsip-prinsip kolaborasi di mana terdapat distribusi

kuasa dan kewenangan secara proporsional maka setiap keputusan

bersama harus melalui dinamika dialog bahkan perdebatan di antara

stakeholder. Seperti halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh

Rahmawati dengan judul Kolaborasi Antardaerah Pawonsari dalam

Penyelesaian Konflik Antarnelayan di Perairan Pacitan, Wonogiri, dan

Gunung kidul, hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa face to

face dialog menjadi jantung dari proses kolaborasi untuk pembentukan

trust, commitment, dan understanding.

Komunikasi timbal balik atas dasar saling menghargai satu

sama lain merupakan fundamen dalam membangun kerja sama.

Tanpa komunikasi timbal balik maka akan terjadi dominasi satu

terhadap yang lainnya yang dapat merusak hubungan yang sudah

dibangun.

b) Commitment to process (komitmen terhadap proses)

Berbagai hal penyebab terjadinya kemacetan selain tidak

terkendalinya jumlah kendaraan yang tidak sebanding dengan luas

jalan juga disebabkan banyak ruko, hotel, rumah makan, pusat

perbelanjaan, dan jenis bangunan lainnya yang didirikan tanpa lahan

parkir yang representatif sehingga para konsumen menggunakan

badan jalan sebagai tempat parkir yang pada akhirnya menyebabkan

kemacetan. Oleh karena itu, untuk mengatasi hal tersebut diperlukan

komitmen dari SKPD terkait agar kolaborasi atau kerja sama tim

Page 109: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

96

dalam penanggulangan kemacetan. Kolaborasi menekankan pada

penciptaan hubungan kerja sama yang didasari oleh komitmen dalam

pencapaian tujuan yang dapat menguntungkan pihak-pihak terlibat

(stakeholder) di dalamnya.

Berdasarkan pernyataan oleh Kepala Humas Dishub Kota

Makassar bahwa:

”Masih belum begitu maksimal. Inilah yang saya katakan masih banyak perlu koordinasi sama Dinas Tata Ruang untuk andalalin (hasil wawancara AS, 18 Agustus 2016). Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa komitmen antar-

SKPD dalam melakukan kolaborasi masih belum maksimal sehingga

perlu dilakukan koordinasi dengan DTRB terkait masalah andalalin.

Analisis dampak lalu lintas memang telah dilaksanakan, namun

pelaksanaannya masih belum optimal sehingga sangat diperlukan

komitmen antar-SKPD dalam melakukan kolaborasi sesuai dengan

tugas dan fungsinya masing-masing.

Melavill et.al, dalam Amu (2012) melihat kolaborasi sebagai

serangkaian kegiatan yang saling terkait yang dilakukan oleh mitra

untuk mengatasi masalah bersama dan mencapai tujuan bersama.

Kolaborasi akan jalan dengan baik apabila dilakukan koordinasi

terhadap instansi-instansi yang terkait.

Hal senada dikemukakan oleh Kepala Bidang Tata Bangunan

DTRB Kota Makassar bahwa:

“DTRB, Dishub, dan PD Parkir perlu duduk bersama dalam sebuah forum untuk mensosialisasikan kepada masyarakat

Page 110: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

97

tentang analisis dampak lalu lintas dan kebutuhan parkir yang menjadi salah satu syarat dalam proses pemberian izin terutama untuk izin hotel, rumah makan, pusat perbelanjaan, ruko, dan semua pusat kegiatan yang dapat memberikan dampak kepada kemacetan (hasil wawancara IC, 2 September 2016)”.

Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa untuk

meningkatkan komitmen antar-SKPD dalam penanggulangan

kemacetan DISHUB, DTRB, dan PD Parkir perlu duduk bersama

dalam sebuah forum untuk mensosialisasikan kepada masyarakat

tentang perlunya melakukan kajian analisis dampak lalu lintas dan

kebutuhan parkir sebagai persyaratan dalam pemberian izin terutama

untuk izin hotel, rumah makan, pusat perbelanjaan, ruko, dan semua

pusat kegiatan yang dapat memberikan dampak kepada kemacetan.

Sebagaimana yang tercantum pada Pasal 2 (Permenhub

Nomor PM 75 Tahun 2015, yang dimaksud pusat kegiatan berupa

bangunan untuk: (a) kegiatan perdagangan, (b) kegiatan perkantoran,

(c) kegiatan industri, (d) fasilitas pendidikan, yaitu sekolah/universitas,

lembaga kursus, (e) fasilitas pelayanan umum, yaitu rumah sakit,

klinik bersama, bank, (f) stasiun pengisian bahan bakar umum, (g)

hotel, (h) gedung pertemuan, (i) restaurant, (j) fasilitas olahraga, (k)

bengkel kendaraan bermotor, dan bangunan lainnya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Direktur Operasional PD

Parkir menyatakan bahwa:

“Dinas Tata Ruang dan Bangunan, Dinas Perhubungan, maupun PD Parkir masih perlu untuk meningkatkan komitmen

Page 111: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

98

bersama dalam mewujudkan penataan kota yang bebas kemacetan (hasil wawancara SH, 16 Agustus 2016)”. Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa komitmen untuk

melakukan kolaborasi atau kerja sama tim antarinstansi masih kurang

sehingga untuk mewujudkan penataan kota yang bebas kemacetan

DISHUB, DTRB, dan PD Parkir perlu meningkatkan komitmen

bersama dalam melakukan kolaborasi. Sebagaimana yang dinyatakan

oleh Ansel dan Gash (2016:42) bahwa tingkat komitmen pemangku

kepentingan untuk kolaborasi adalah variabel penting dalam

menjelaskan keberhasilan atau kegagalan penerapan kolaborasi.

Hasil observasi dan telaah dokumen peneliti melihat bahwa

kurangnya komitmen antarinstansi dalam melakukan kolaborasi dapat

dilihat pada diterbitkannya IMB tanpa memperhatikan standar ruang

parkir berdasarkan hasil kajian andalalin pengembang langsung

melaksanakan pembangunan sehingga penyediaan lahan parkir tidak

representatif. Jika para SKPD betul-betul berkomitmen dalam

melakukan kolaborasi atau kerja sama untuk penanggulangan

kemacetan maka tidak akan diterbitkan IMB jika penyediaan tempat

parkir tidak memenuhi syarat berdasarkan dokumen kajian analisis

dampak lalu lintas terlebih dahulu sehingga tidak ada lagi penggunaan

bahu ataupun badan jalan untuk parkir seperti depan toko Bintang dan

depan toko Alaska di Jalan Pengayoman yang pengunjungnya selalu

ramai, namun tempat parkirnya yang tidak memadai sehingga

menggunakan badan jalan untuk parkir. Sebagaimana pada PP No.32

Page 112: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

99

Tahun 2011 bahwa hasil analisis dampak lalu lintas merupakan salah

satu persyaratan pengembang atau pembangun untuk memperoleh

IMB. Jadi, menurut hemat peneliti bahwa komitmen atau kesediaan

untuk bekerja sama antarinstansi masih kurang sehingga

menyebabkan ketidaksinergian antarinstansi dalam melaksanakan

tugasnya inilah yang menjadi faktor minimnya andalalin yang

dikeluarkan berbeda jauh dengan kondisi pembangunan. Serta pihak

DISHUB, DTRB, dan PD Parkir baru melakukan teguran pada pihak

pembangun atau pengembang setelah bangunan tersebut telah jadi,

tentu hal ini semakin menjadi sulit untuk dilakukan penataan karena

bangunan sudah jadi yang mestinya dari awal betul-betul dilakukan

kajian mendalam mengenai bangkitan atau tarikan yang akan

ditimbulkan dari suatu pembangunan.

Selain masih kurangnya komitmen antarinstansi dalam

melakukan kolaborasi atau kerja sama untuk penanggulangan

kemacetan juga ditambah dengan masih lemahnya sanksi. Hal ini

sejalan dengan ungkapan Kepala Seksi Manajemen Lalu Lintas

Dishub Kota Makassar menyatakan bahwa:

“Kita tidak punya kewenangan, jangankan kita langsung dicopot kalau ada sanksi. Makanya saya bilang ada kewenangan sebenarnya sih kalau kita mau terapkan. Semua sebenarnya berjalan lancar tapi karena adanya kebijakan. Itu hotel Miko tidak ada andalalin, katanya sudah mengurus sampai sekarang tidak ada. Lho....gimana mau mengurus, sudah mau selesai barangnya, bagaimana kita mau analisis, bagaimana ada saran-saranta parkirannya begini-begini. Tujuannya ini kita bentuk dokumen andalalin, kita bisa membantu user bagaimana parkirnya, bagaimana kapasitas tamuta dengan

Page 113: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

100

lahan parkirnya, bagaimana kemacetannya, apa bisa dibuatkan rekayasa untuk di luarnya sehingga tidak ada tundaan waktu di depan, apalagi daerah di sana, daerah macet memang, parkir di mana-mana (hasil wawancara AC, 29 Agustus 20016)”.

Hal senada yang dikemukakan Kepala Seksi Penelitian dan

Pengembangan DTRB Kota Makassar yang menyatakan bahwa:

“DTRB tidak punya kewenangan kalau sudah terlanjur seperti itu, artinyakan kita cuma bisa berharap untuk ke depannya bangunan-bangunan yang akan dibangunkan kembali yang jelas kita sudah catat. Oh.....ini dulunya yang tidak punya, misalnya besok-besok dia akan membangun lagi kita akan perketat di situ karena kalau sudah terlanjur seperti itu kita agak susah untuk suruh membongkarnya karena sudah bangunan jadi. Apalagi tidak ada denda seharusnyakan dibuatkan denda. Makanya kita lemah di situ, juga diaturan atau sanksi (hasil wawancara IK, 5 September 2016)”.

Dari hasil wawancara di atas ditunjukkan bahwa pihak Dinas

Perhubungan dan Dinas Tata Ruang dan Bangunan tidak memiliki

kewenangan untuk melakukan penindakan kepada bangunan-

bangunan yang sudah terlanjur melanggar, hal ini diperparah dengan

tidak adanya sanksi atau denda yang diberlakukan sehingga masih

banyak bangunan, seperti ruko, rumah makan, hotel, dan pusat

perbelanjaan atau pusat kegiatan lainnya yang berdiri tanpa

mengantongi analisis dampak lalu lintas, namun surat IMBnya bisa

diterbitkan sehingga ketersediaan lahan parkir yang memadai tidak

diperhatikan oleh para pembangun. Hal inilah yang menyebabkan PD

Parkir sulit melakukan penataan perparkiran sehingga kemacetan

masih sulit teratasi.

Selain itu, hasil observasi peneliti menunjukkan bahwa selama

ini, selain masih lemahnya komitmen antar-SKPD dalam melakukan

Page 114: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

101

kolaborasi atau kerja sama tim juga masalah komitmen pemerintah

yang masih kurang sehingga masih sangat lemah dalam hal

penindakan atau sanksi terhadap para pembangun yang melanggar

sehingga masih banyak ditemukan bangunan pusat kegiatan tidak

memiliki tempat parkir yang representatif yang pada akhirnya

menggunakan badan jalan untuk parkir.

Hal di atas tidak sejalan dengan teori Sanctyeka dalam

Rahmawati (2016:49) bahwa besar dan kuatnya komitmen pimpinan

(eksekutif dan legislatif), seringkali menghasilkan keberanian dalam

mengambil langkah inovasi walaupun dari segi regulasi terkadang

masih lemah. Kolaborasi akan terbangun dengan kuat dan permanen

jika ada komitmen satu sama lain terhadap kesepakatan-kesepakatan

yang dibuat bersama.

c) Shared Understanding (pemahaman bersama)

Pada beberapa poin dalam proses kolaboratif, stakeholder

harus mengembangkan pemahaman bersama tentang apa yang

secara kolektif dapat mereka capai bersama. Pemahaman bersama

juga bisa dimanifestasikan pada kesepakatan pada pendefinisian

masalah atau kesepakatan tentang pengetahuan yang relevan yang

diperlukan untuk mengatasi masalah (Ansel dan Gash dalam

Rahmawati, 2016:42).

Sebagaimana hasil wawancara dengan Kepala Seksi Rekayasa

Lalu Lintas bahwa:

Page 115: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

102

“Dishub sudah memahami tugasnya dalam melakukan kajian mengenai andalalin, hanya saja mungkin proses mengurus andalalin membutuhkan waktu yang cukup lama. Sedangkan pembangunan masih berlangsung. Pihak DTRB juga masih lemah dalam hal pengawasan bangunan. Sehingga terjadilah dampak-dampak kemacetan yang tidak diinginkan” (hasil wawancara JL, 18 Agustus 2016)”. Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa Dinas

Perhubungan sudah memahami tugasnya dalam melakukan kajian

andalalin hanya saja proses mengurus andalalin yang membutuhkan

waktu cukup lama sementara pembangunan sudah mendesak untuk

dilakukan, ditambah lagi lemahnya pengawasan bangunan yang

dilakukan oleh pihak Dinas Tata Ruang dan Bangunan sehingga

terjadilah dampak-dampak kemacetan yang tidak diinginkan.

Sebagaimana hasil wawancara dengan Kepala Seksi Penelitian

dan Pengembangan DTRB bahwa:

“DTRB dalam hal memberi IMB akan mempersyaratkan andalalin bagi bangunan-bangunan yang dapat memberikan dampak kemacetan. Selain andalalin, penyediaan lahan parkir wajib diadakan juga. Selama persyaratan andalalin dan penyediaan lahan parkir belum memenuhi, maka pihak DTRB tidak akan memproses IMB”. (hasil wawancara IK, 5 September 2016)”. Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa DTRB dalam hal

memahami tugasnya dalam melakukan kolaborasi maka DTRB telah

mempersyaratkan andalalin bagi bangunan-bangunan yang dapat

memberikan dampak kemacetan sebelum mengeluarkan IMB. Namun,

berdasarkan hasil observasi peneliti hal tersebut dapat kita lihat

berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di lapangan terbukti

Page 116: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

103

dengan masih banyak bangunan yang tidak memenuhi syarat

andalalin terkait penyediaan lahan parkir yang tidak memadai seperti

toko Agung di Jalan Ratulangi yang para konsumen sampai

menggunakan bahu bahkan badan jalan untuk parkir dan tidak adanya

perhitungan yang matang untuk kendaraan berputar dan kembali ke

jalan sehingga menjadi titik awal kemacetan di sekitar jalan tersebut.

Oleh karena itu, menurut hemat peneliti jika pihak Dinas Perhubungan

dan DTRB betul-betul sudah memahami apa yang menjadi tugasnya

tentu hal tersebut tidak akan terjadi.

Kolaborasi tidak akan terjadi apabila para SKPD tidak

mengetahui makna kolaborasi itu sendiri. Analisis dampak lalu lintas di

Kota Makassar memang telah dilaksanakan, namun pelaksanaannya

masih belum optimal, hal ini disebabkan oleh tidak konsistennya

pelaku usaha untuk mematuhi semua persyaratan menyangkut

kegiatan pembangunan yang dilaksanakan. Oleh karena itu, dalam

penanggulangan kemacetan setiap SKPD harus mengembangkan

pemahaman bersama mengenai apa yang ingin dicapai melalui proses

kolaborasi atau kerja sama tim. Dalam hal penanggulangan kemacetan

lalu lintas memang diperlukan pemahaman bahwa peranan Dinas

Perhubungan dalam hal ini sangat vital karena menjadi instansi yang

menerbitkan andalalin, namun tetap harus melibatkan DTRB sebab

analisis dampak lalu lintas harus merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari keseluruhan proses perencanaan, evaluasi rancang

Page 117: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

104

bangun, dan pemberian izin, begitupun dengan pihak PD Parkir harus

dilibatkan karena dalam andalalin perkiraan kebutuhan tempat parkir

yang representatif merupakan hal penting untuk dilakukan sehingga

PD Parkir dapat berkontribusi bagaimana sebaiknya sistem penataan

perparkiran. Untuk melaksanakan analisis dampak lalu lintas, memang

telah dibentuk tim analisis dampak lalu lintas yang dibentuk oleh

Walikota yang susunan keanggotaannya terdiri dari instansi terkait

yang mempunyai tugas pokok dan fungsi berkaitan dengan andalalin.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Rekayasa

Lalu Lintas bahwa:

“Jadi begini, andalalin itu dilakukan atau dianalisa oleh konsultan yang memang tahu mengenai transportasi. Nah, ketika jadi dokumennya Dinas Perhubungan sebagai leadernya, ada namanya tim evaluasi andalalin. Tim evaluasi itu penguji, penguji-penguji ini yang mau bertanya kepada konsultan mengenai apa yang sudah dikaji terkait dengan bangkitan yang mau dibangun. Terdiri dari sarana dan prasarana yaitu Dinas Perhubungan, kemudian dari Kepolisian dan dari Dinas PU. Sekarang kita tambah yang terkait dengan itu yaitu Tata Ruang, Satpol PP, Dinas Pariwisata, Dinas Perdagangan. Banyak SKPD yang terkait. Jadi, sama-sama kita bertanggung jawab memberikan masukan ketika nanti apa dampak yang kira-kira muncul dengan adanya bangunan itu (hasil wawancara JL, 18 Agustus 2016)”.

Hasil wawancara di atas menjelaskan bahwa kajian analisis

dampak lalu lintas dilakukan oleh konsultan yang memang mengetahui

tentang transportasi. Setelah dokumen analisis dampak lalu lintas jadi

ada tim evaluasi DISHUB sebagai leading sector yang terdiri atas

beberapa SKPD melakukan evaluasi atau memberikan saran dan kritik

terhadap hasil kajian andalalin apakah sudah sesuai dengan kriteria

Page 118: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

105

atau belum, Jika prasarana yang ada tidak dapat mendukung lalu

lintas tersebut maka harus dilakukan kajian penanganan prasarana

dan pengaturan manajemen lalu lintas.

Hal senada yang dikemukakan oleh Kepala Seksi Manajemen

Lalu Lintas Dishub Kota Makassar bahwa:

“Diaturan itu Permen 75/2016 memang ada tim evaluasi minimal tujuh, itu ada beberapa instansi terkait seperti kepolisian, PU, Perijinan, Perindag, dll. Jadi, ada SOPnya, ada aturan luasnya, ada lahan parkirnya, terus tidak semua bangunan itu harus punya andalalin karena ada kriterianya, bila mana tidak masuk kriteria tapi menimbulkan kemacetan, kita tetap buatkan analisis rekayasa lalu lintas karena tidak sesuai kita buatkan dokumen lalu lintas. Makanya, kita arahkan ke analisis rekayasa lalu lintas. Jadi, tidak semua yang membangun itu harus buat dokumen andalalin. Misalnya kafe harus minimal 50 kursi di dalamnya. kalau misalnya masuk kriteria kita buatkan dokumen andalalin tapi kalau tidak termasuk dikriteria itu tetap kita buatkan analisis rekayasa lalu lintas. Karena banyak sekarang tidak memenuhi kriteria andalalin tapi menimbulkan kemacetan. Seperti di Mie Titi, kalau dilihat dari bangunannya kecil tapi menimbulkan (padat sekali), coba lihat Apong, sampai sekarang belum mengurus andalalin (hasil wawancara AC, 29 Agustus 2016)”.

Dari uraian di atas ditunjukkan bahwa untuk mengatasi

kemacetan lalu lintas yang disebabkan oleh banyaknya bangunan

pusat kegiatan atau pusat perbelanjaan maka instansi yang berkaitan

dalam penanggulangan kemacetan lalu lintas dalam melakukan kerja

sama tim atau kolaborasi harus memahami perlunya analisis dampak

lalu lintas sebelum IMB dikeluarkan oleh DTRB agar ketersediaan

lahan parkir dapat memadai sehingga kendaraan yang parkir tidak

tumpah pada badan jalan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh

Warpani dalam Adisasmita (2011:173), perparkiran berkaitan erat

Page 119: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

106

dengan kebutuhan ruang, sedangkan sediaan ruang terutama di

daerah perkotaan sangat terbatas bergantung kepada luas wilayah

kota, tata guna lahan, dan di bagian wilayah kota yang mana. Setiap

pelaku lalu lintas mempunyai kepentingan yang berbeda dan

menginginkan fasilitas parkir sesuai dengan kepentingannya. Selain

itu, lokasi tempat parkir dengan tempat yang dituju harus berada

dalam jarak yang dapat dijangkau dengan berjalan kaki, karena

kebutuhan tempat parkir adalah fungsi dari kegiatan.

Namun, SKPD yang punya andil dalam penanggulangan

kemacetan masih kurang memahami pentingnya dilakukan kajian

analisis dampak lalu lintas sehingga antar-SKPD dalam melakukan

kolaborasi atau kerja sama tim masih kurang memahami apa yang

ingin dicapai melalui proses kolaborasi.

Pada beberapa poin dalam proses kolaboratif, stakeholder

harus mengembangkan pemahaman bersama tentang apa yang

secara kolektif dapat mereka capai bersama atau dalam melakukan

kolaborasi harus mencari pemahaman yang sama terhadap

permasalahan yang dihadapi. Hasil penelitian Maharani (2016:1) juga

menunjukkan bahwa kolaborasi sebagai suatu proses dilakukan

dengan memenuhi syarat-syarat kolaborasi yang meliputi pemahaman

yang sama terhadap permasalahan yang dihadapi, pemahaman

terhadap batasan kewenangan, hanya saja koordinasi internal dan

eksternal kurang maksimal. Pemahaman bersama juga bisa

Page 120: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

107

dimanifestasikan pada kesepakatan pada pendefinisian masalah atau

kesepakatan tentang pengetahuan yang relevan yang diperlukan untuk

mengatasi masalah. Pengembangan pemahaman bersama dapat

dilihat sebagai bagian dari proses pembelajaran. Sharing

understanding dapat dilakukan melalui: kejelasan misi (clear mission),

pendefinisian masalah bersama (common problem definition), dan

pengidentifikasian nilai-nilai umum (identification of common

value)(Ansell and Gash, 2012:560).

2. Faktor penghambat proses kolaborasi antar-Dinas Perhubungan, Dinas Tata Ruang dan Bangunan, dan PD Parkir dalam penanggulangan kemacetan lalu lintas di Kota Makassar.

Kolaborasi yang dilakukan tidak selamanya berjalan dengan

lancar tanpa hambatan karena melibatkan banyak stakeholder

seringkali menyebabkan keberlangsungan proses kolaborasi menjadi

terhambat. Faktor penghambat merupakan rintangan dalam kolaborasi

antarorganisasi dalam penanggulangan kemacetan. Adapun faktor

penghambat proses kolaborasi antar-Dishub, DTRB, dan PD Parkir

dalam penanggulangan kemacetan, yaitu:

a. Kurangnya komunikasi

Komunikasi mempengaruhi tercapainya kolaborasi karena

komunikasi merupakan suatu proses pertukaran informasi

antarkelompok satu dengan kelompok lainnya dan dengan adanya

komunikasi partisipasi anggota yang melakukan kerja sama

antarorganisasi yang berbeda akan semakin tinggi dan dengan

Page 121: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

108

komunikasi akan dapat menyampaikan tugas serta hal-hal yang

penting yang berkaitan dengan pekerjaan masing-masing (Qamal,

2016:41). Namun, proses kolaborasi antar-SKPD dalam

penanggulangan kemacetan masih kurang dalam hal komunikasi

antar-SKPD. Seperti halnya yang dikatakan oleh Kabag Umum PD

Parkir Makassar.

“Jadi begini, itulah kelemahannya karena selama ini kurangnya komunikasi dengan DTRB (baik secara langsung atau tidak langsung) karena kita juga tidak bisa mengintervensi tugas pokok dan fungsinya mereka. Seharusnya itu sebelum mereka membuat IMB itu, adakan menurut DISHUB bagaimana. Tapi kalau pihak DISHUB mungkin sudah ada koordinasinya mereka karena ada andalalin, tapi kalau ke PD Parkir belum ada (hasil wawancara AN, 15 Agustus 2016)” Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa selama ini faktor

penghambat dalam melakukan kolaborasi antar-Dinas Perhubungan,

Dinas Tata Ruang dan Bangunan, dan PD Parkir yaitu masih

kurangnya komunikasi antar-SKPD tersebut. Hal senada yang

dikemukakan oleh Kepala Seksi Penelitian dan Pengembangan DTRB

Kota Makassar bahwa:

“Belum ada keinginan dari masing-masing dinas untuk membahas bersama dalam suatu forum tentang kerja sama dan koordinasi dalam hal penataan bangunan dan perparkiran”(hasil wawancara, IK 5 September 2016)”. Dari hasil wawancara di atas sejauh peneliti mengetahui bahwa

setiap instansi yang terkait dalam izin mendirikan suatu kegiatan atau

usaha bekerja secara individu kurangnya saling komunikasi dalam

melakukan kolaborasi atau kerja sama tim padahal komunikasi sangat

Page 122: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

109

diperlukan dalam kolaborasi sehingga terjadi sharing informasi. Hal

tersebut, menyebabkan tidak sedikit para pengembang atau

pengusaha yang sudah memiliki izin amdal, namun untuk izin

andalalin tidak ada, ada juga yang sudah ada IMB pengembang

langsung melaksanakan pembangunan, begitu juga sebaliknya.

Sehingga tidak adanya kolaborasi atau kerja sama tim antar-SKPD

menyebabkan ketidaksinergian antarinstansi yang menjadi faktor

minimnya andalalin yang dikeluarkan berbeda jauh dengan kondisi

pembangunan di kota saat ini.

b. Perlikau pihak pengembang atau pembangun

Selain kurangnya komunikasi dari DISHUB, DTRB, dan PD

Parkir penyebab lain dari faktor penghambat kolaborasi dalam

penanggulangan kemacetan juga disebabkan oleh perilaku dari pihak

pengembang atau pembangun, yakni kurang pahamnya para

pengembang atau pengusaha untuk mendirikan bangunan yang

diperuntukkan sebagai pusat kegiatan atau usaha yang diwajibkan

memiliki izin andalalin.

Seperti dikutip dari pernyataan Kabag Umum PD Parkir

Makassar sebagai berikut:

“Sebenarnya peran Pemerintah Daerah sangat diperlukan dalam hal ini. Ada beberapa faktor yang menjadi penghambat dalam kemacetan, yaitu jalan, kendaraan, pengguna jalan, dan regulasi tata ruang yang akan dijadikan tempat parkir. Seperti pengusaha-pengusaha hotel depan jalan, seharusnya perlu pihak tersebut menyediakan tempat parkir yang cukup, bila perlu lantai 1 nya dijadikan tempat parkir dan lantai 2 nya dijadikan hotel. Sehingga kendaraannya tidak menumpuk

Page 123: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

110

hingga keluar batas jalan (hasil wawancara AN, 15 Agustus 2016)”. Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa faktor ini lebih

melihat kepada sisi pemilik usaha atau hotel yang berada di pinggiran

jalan. Mengapa demikian, ketika pengguna kendaraan yang akan

singgah di suatu tempat atau menginap di hotel pinggiran jalan maka

diperlukan tempat yang cukup memadai untuk menampung

kendaraan-kendaraaan tersebut. Sehingga pengusaha sebagai

penyedia tempat parkir harus jeli melihat hal ini.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kepala Seksi Manajemen

Lalu Lintas Dishub Kota Makassar bahwa:

’’Cuma yang menjadi kendala terkadang, misalnya di sepanjang Boulevard yang ruko-ruko itukan tadinya ada lahan parkirnya, sudah dibangunimi semua. Coba siapa yang bisa disalahkan di situ?? Kembali ulangki toh....masyarakat selalu Dinas Perhubungan....kemacetan-kemacetan. Padahal kita sudah semaksimal mungkin, sudah shif-shif anggota/brigade kita bentuk 250 orang shifmilah siang, malam, pagi, subuh-subuh tapi toh masyarakat awamkan tidak mau tahu bahwa kondisi sebenarnya ini dari perbuatannya sendiri sehingga macet, coba dia disiplin berlalu lintas, coba disiplin semua pengusaha untuk mendirikan bangunan, coba disiplin semua user kafe/resto pasti bagus semua, tapi itukan kenyataannya tidak karena ada kebijakan terkadang tidak sesuai keinginanta. Baruki mau pergi kasi surat teguran, dipanggil maki (anunya ini, anunya itu) itulah yang menjadi kendala. Jadi, intinya sudah ada kerja sama (hasil wawancara AC, 29 Agustus 2016)”. Hal senada yang dikemukakan oleh Kepala Seksi Penelitian dan

Pengembangan DTRB Kota Makassar bahwa:

“Karena umumnya bangunan-bangunan yang sudah ada kadang tidak mengindahkan aturan yang ada. Mereka tetap menggunakan lahan yang seharusnya disediakan untuk parkir dibangun full” (hasil wawancara, IK 5 September 2016)”.

Page 124: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

111

Dari hasil uraian di atas ditunjukkan bahwa selain faktor dari

kurangnya komunikasi antar-SKPD kurang pahamnya juga para

pengembang atau pengusaha untuk mendirikan bangunan yang

diperuntukkan sebagai pusat kegiatan atau usaha yang diwajibkan

memiliki izin andalalin sehingga lahan yang seharusnya di

peruntukkan untuk tempat parkir juga digunakan untuk membangun,

padahal dengan disediakannya lahan untuk parkir para konsumen

dapat mengatasi semrautnya perparkiran dan menciptakan

perparkiran yang ideal. Hal ini relevan dengan pernyataan Adisasmita

(2011:175) bahwa perparkiran yang ideal adalah berparkir di luar jalan

berupa fasilitas pelataran (taman) parkir atau bangunan (gedung)

parkir.

Selain itu, berdasarkan hasil observasi peneliti melihat bahwa

perilaku pihak pengembang atau pengusaha yang kurang memahami

ketersediaan lahan parkir yang memadai untuk tempat usahanya

salah satu contohnya pada rumah makan Apong di Jalan Boulevard

yang mengambil badan jalan untuk parkir kendaraan para pengunjung

atau konsumen sebab pihak pengusaha kurang memperhatikan

ketersediaan lahan parkir yang memadai untuk konsumennya

sehingga menggunakan badan jalan untuk memarkir kendaraannya

yang pada akhirnya dapat mengganggu kelancaran lalu lintas di jalan

tersebut.

Page 125: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

112

Berhasil tidaknya kolaborasi atau kerja sama tim yang

dilakukan antar-SKPD tersebut dalam penanggulangan kemacetan

sangat tergantung kepada kualitas relasi atau hubungan dengan

SKPD lain yang terkait dengan penanggulangan masalah kemacetan,

hubungan tersebut, antara lain dapat terwujud melalui komunikasi

atau dialog antar-SKPD, komitmen serta pemahaman bersama

mengenai permasalan yang sedang dihadapi. Pernyataan tersebut

relevan dengan salah satu teori yang paling berpengaruh terhadap

relasi antarorganisasi dalam kaitannya dengan konsep kolaborasi

yaitu teori ketergantungan sumber yang menegaskan bahwa

keberhasilan sebuah organisasi sangat tergantung kepada kualitas

relasi yang mereka lakukan dengan organisasi lain (Hatch dalam

Raharja, 2008:11).

Kekuatan proses kolaborasi sangat ditentukan oleh face to

fece dialog, komitmen dan pemahaman bersama semua pihak yang

terlibat di dalamnya. Seperti halnya dalam penanggulangan

kemacetan lalu lintas pasti harus melibatkan beberapa instansi terkait.

Sebab banyak instansi atau SKPD yang terlibat dalam persoalan jalan

raya tersebut sehingga diperlukan kolaborasi dalam penanggulangan

kemacetan lalu lintas.

3. Pembahasan

Setiap SKPD yang terlibat dalam kolaborasi harus menyadari

peran masing-masing demi tercapainya tujuan kolaborasi.

Page 126: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

113

Penanggulangan kemacetan lalu lintas di Kota Makassar merupakan

tanggung jawab yang dilakukan oleh banyak organisasi perangkat

daerah atau SKPD sesuai tugas dan fungsi masing-masing. Untuk itu,

diperlukan kolaborasi agar Dinas Perhubungan, Dinas Tata Ruang

dan Bangunan, dan PD Parkir dapat bersinergi melaksanakan

tugasnya dalam penanggulangan kemacetan lalu lintas.

Dialog tatap muka atau komunikasi dua arah (timbal balik)

antar-Dinas Perhubungan, DTRB, dan PD parkir dilakukan dalam

bentuk forum. Dinas Perhubungan selaku leading sector setiap akan

mengadakan forum terkait masalah kemacetan lalu lintas maka Dinas

Perhubungan akan mengundang DTRB terkait analisis dampak lalu

lintas (andalalin) sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh

Izin Mendirikan Bangunan bagi pembangunan pusat kegiatan seperti,

hotel, rumah makan, dan pusat perbelanjaan lainnya yang akan

menimbulkan gangguan kelancaran dan kemacetan lalu lintas. Selain

itu, Dinas Perhubungan juga mengundang PD Parkir terkait penataan

perparkiran, sebab ketiga instansi tersebut terkait satu sama lain

dalam penanggulangan kemacetan. Dialog antar-SKPD diadakan

setiap bulan sekali yang membahas masalah-masalah di Kota

Makassar termasuk masalah kemacetan lalu lintas.

Dalam melakukan dialog tatap muka antar-Dinas Perhubungan,

Dinas Tata Ruang dan Bangunan, dan PD Parkir dalam rangka

penanggulangan kemacetan lalu lintas di Kota Makassar diperlukan

Page 127: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

114

adanya komunikasi dua arah (timbal balik) antar-SKPD tersebut.

Komunikasi sangat penting bagi organisasi, sebab tanpa komunikasi

maka saluran informasi yang dibutuhkan bagi organisasi tidak akan

masuk dengan baik bagi organisasi (Tambunan, 2015:254). Namun,

pernyataan lain disampaikan oleh DTRB bahwa dalam

penanggulangan kemacetan masih kurang maksimal dialog atau

komunikasi timbal balik yang dilakukan antara Dinas Perhubungan

dengan DTRB. Begitupun, dari pihak PD Parkir sendiri baru dilibatkan

ketika sudah terjadi kekacauan di lapangan.

Ada perbedaan pernyataan antar-SKPD, di mana dari pihak

Dishub menyatakan bahwa dalam penanggulangan kemacetan

mereka melakukan dialog atau komunikasi dengan SKPD terkait

setiap bulan. Namun, dari pihak DTRB dan PD Parkir menyatakan

bahwa dialog atau komunikasi timbal balik berjalan kurang maksimal

sehingga dapat dikatakan bahwa dalam melakukan kolaborasi ketiga

SKPD tersebut kurang bersinergi, padahal DTRB selaku pihak yang

mengeluarkan Izin Mendirikan Bangunan punya andil dalam

penanggulangan kemacetan terkait dengan bangunan-bangunan,

seperti ruko, hotel, rumah makan, atau pusat-pusat perbelanjaan

lainnya yang menggunakan badan jalan untuk memarkir kendaraan

konsumennya disebabkan tidak tersedianya lahan parkir yang

memadai serta dari pihak PD Parkir menyatakan bahwa mereka baru

Page 128: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

115

dilibatkan ketika terjadi kekacauan, padahal secara langsung pihak PD

Parkir sangat berperan dalam penataan perparkiran.

Keterlibatan secara langsung face to face (dialog tatap muka)

yang dilakukan dalam bentuk forum dari instansi yang bersangkutan

sudah ada dilakukan, namun pelaksanaannya belum maksimal karena

dialog tatap muka atau komunikasi dua arah (timbal balik) antar-Dinas

Perhubungan dengan SKPD terkait yang dilakukan dalam bentuk

forum atau rapat baru dilakukan apabila ada persoalan-persoalan

urgen yang muncul di Kota Makassar, khusus di transportasi, bagian

sarana jalan, kemacetan, dan sebagainya. Sedangkan dialog atau

komunikasi timbal balik itu harus rutin dilakukan untuk mengevaluasi

atau mengantisipasi hal-hal yang membuat kemacetan di Kota

Makassar.

Diperlukan komitmen dari SKPD terkait agar kolaborasi atau

kerja sama tim terkait dengan tugas dan fungsi masing-masing dalam

penanggulangan kemacetan. Kolaborasi menekankan pada

penciptaan hubungan kerja sama yang didasari oleh komitmen dalam

pencapaian tujuan yang dapat menguntungkan pihak-pihak terlibat

(stakeholder) di dalamnya.

Komitmen Dinas Perhubungan, Dinas Tata Ruang dan

Bangunan, dan PD Parkir masih belum maksimal sehingga menurut

hasil wawancara dengan Dinas Perhubungan perlu dilakukan

koordinasi. Demikan pula meningkatkan komitmen antar-SKPD dalam

Page 129: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

116

penanggulangan kemacetan Dinas Perhubungan, DTRB, dan PD

Parkir perlu duduk bersama dalam sebuah forum untuk

mensosialisasikan kepada masyarakat tentang perlunya melakukan

kajian analisis dampak lalu lintas dan kebutuhan parkir sebagai

persyaratan dalam pemberian izin terutama untuk izin hotel, rumah

makan, pusat perbelanjaan, ruko, dan semua pusat kegiatan yang

dapat memberikan dampak kepada kemacetan.

Komitmen untuk melakukan kolaborasi atau kerja sama tim

antar-SKPD masih kurang sehingga untuk mewujudkan penataan kota

yang bebas kemacetan Dinas Perhubungan, DTRB, dan PD Parkir

perlu meningkatkan komitmen bersama dalam melakukan kolaborasi.

Selain masih kurangnya komitmen antarinstansi dalam melakukan

kolaborasi atau kerja sama untuk penanggulangan kemacetan juga

ditambah dengan masih lemahnya sanksi. Pihak Dishub dan DTRB

tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penindakan terhadap

bangunan-bangunan yang sudah terlanjur melanggar. hal ini

diperparah dengan tidak adanya sanksi atau denda yang diberlakukan

sehingga masih banyak bangunan, seperti ruko, rumah makan, hotel,

dan pusat perbelanjaan lainnya yang berdiri tanpa mengantongi

analisis dampak lalu lintas, namun surat IMBnya bisa diterbitkan

sehingga ketersedian lahan parkir yang memadai tidak diperhatikan

oleh para pembangun. Hal inilah yang menyebabkan PD Parkir sulit

Page 130: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

117

melakukan penataan perparkiran sehingga kemacetan masih sulit

teratasi.

Pada beberapa poin dalam proses kolaboratif, stakeholder

harus mengembangkan pemahaman bersama tentang apa yang

secara kolektif dapat mereka capai bersama. Dalam memahami

tugasnya dalam melakukan kolaborasi atau kerja sama pihak DTRB

menyatakan bahwa Dinas Perhubungan sudah menjalankan tugasnya

dalam melakukan kajian andalalin dan pihak DTRB dalam hal memberi

IMB telah mempersyaratkan andalalin bagi bangunan-bangunan yang

dapat memberikan dampak kemacetan hanya saja proses mengurus

andalalin yang membutuhkan waktu cukup lama sementara

pembangunan sudah mendesak untuk dilakukan, ditambah lagi

lemahnya pengawasan bangunan yang dilakukan oleh pihak DTRB

sehingga terjadilah dampak-dampak kemacetan yang tidak diinginkan.

Namun, hal tersebut dapat kita lihat berbanding terbalik dengan apa

yang terjadi di lapangan terbukti dengan masih banyak bangunan yang

tidak memenuhi syarat andalalin terkait penyediaan lahan parkir yang

tidak memadai. Jika pihak Dinas Perhubungan dan DTRB betul-betul

sudah memahami apa yang menjadi tugasnya tentu hal tersebut tidak

akan terjadi.

Kolaborasi yang dilakukan tidak selamanya berjalan dengan

lancar tanpa hambatan, karena melibatkan banyak stakeholder

seringkali menyebabkan keberlangsungan proses kolaborasi menjadi

Page 131: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

118

terhambat. selama ini faktor penghambat dalam melakukan kolaborasi

antar-Dinas Perhubungan, DTRB, dan PD Parkir yaitu masih

kurangnya komunikasi antar-SKPD tersebut. Sehingga sulit melakukan

sharing informasi antar-SKPD yang berkolaborasi. Oleh karena itu,

menyebabkan ketidaksinergian antarinstansi yang menjadi faktor

minimnya andalalin yang dikeluarkan berbeda jauh dengan kondisi

pembangunan di kota saat ini.

Selain kurangnya komunikasi dari SKPD terkait, penyebab lain

dari faktor penghambat kolaborasi dalam penanggulangan kemacetan

juga disebabkan oleh perilaku dari pihak pengembang atau

pembangun, yaitu kurang pahamnya para pengembang atau

pengusaha untuk mendirikan bangunan yang diperuntukkan sebagai

pusat kegiatan atau usaha yang diwajibkan memiliki izin andalalin.

Sehingga lahan yang seharusnya diperuntukkan untuk tempat parkir

juga digunakan untuk membangun, padahal dengan disediakannya

lahan untuk parkir para konsumen dapat mengatasi semrautnya

perparkiran dan menciptakan perparkiran yang ideal.

Page 132: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

119

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan yang

dikaji sebelumnya dalam tesis ini, maka peneliti merumuskan

simpulan dari hasil penelitian ini, yaitu:

1. Kolaborasi antar-Dinas Perhubungan Kota Makassar, Dinas Tata

Ruang dan Bangunan Kota Makassar, dan PD Parkir masih

kurang maksimal dengan melihat pada proses kolaborasi antar-

Dinas Perhubungan Kota Makassar, Dinas Tata Ruang dan

Bangunan Kota Makassar, dan PD Parkir, yaitu: (a) face to face

dialogue (dialog tatap muka) antar-Dinas Perhubungan Kota

Makassar, Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Makassar, dan

PD Parkir sudah dilakukan, namun pelaksanaannya belum

maksimal, (b) komitmen antar-Dinas Perhubungan Kota

Makassar, Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Makassar, dan

PD Parkir dalam melakukan kolaborasi masih kurang karena

masing-masing SKPD atau instansi terkesan bekerja sendiri-

sendiri dan hanya melaksanakan sesuai yang ada pada bidang

masing-masing juga ditambah dengan masih lemahnya sanksi

yang diterapkan, (c) pemahaman bersama antar-Dinas

Perhubungan Kota Makassar, Dinas Tata Ruang dan Bangunan

Kota Makassar, dan PD Parkir dalam melakukan kolaborasi

Page 133: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

120

masih kurang memahami apa yang ingin dicapai melalui proses

kolaborasi sehingga tidak terwujud sinergitas antar-SKPD

tersebut dalam penanggulangan kemacetan lalu lintas di Kota

Makassar.

2. Faktor penghambat proses kolaborasi antar-Dinas Perhubungan

Kota Makassar, Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Makassar,

dan PD Parkir, baik disebabkan oleh faktor internal yaitu

kurangnya komunikasi antar-SKPD maupun dari faktor eksternal

yaitu perilaku pihak pengembang atau pembangun sehingga

secara tidak langsung dapat mempengaruhi Dinas Perhubungan,

DTRB, dan PD Parkir dalam penanggulangan kemacetan.

B. Saran

Tanpa adanya kolaborasi antar-SKPD maka penanggulangan

kemacetan tidak akan berjalan sinergi, oleh karena itu:

1. Perlunya melakukan komunikasi sesering mungkin melalui face to

face dialog antara Dinas Perhubungan Kota Makassar, Dinas

Tata Ruang dan Bangunan Kota Makassar, dan PD Parkir untuk

membahas penanggulangan kemacetan lalu lintas di Kota

Makassar. Setiap instansi yang terkait dengan kolaborasi antar-

DISHUB, DTRB, dan PD Parkir dalam penanggulangan

kemacetan lalu lintas agar dapat bersinergi satu sama lain.

Page 134: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

121

2. Memperkuat jalinan komunikasi atau koordinasi antar-Dinas

Perhubungan Kota Makassar, Dinas Tata Ruang dan Bangunan

Kota Makassar, dan PD Parkir dalam penanggulangan kemacetan

lalu lintas. Dari pihak pemerintah Kota Makassar agar lebih

memperketat sanksi bagi pembangun atau pengembang yang

memiliki surat IMB tanpa disertai kajian analisis dampak lalu lintas

sehingga pembangunan pusat-pusat kegiatan skala besar

diwajibkan maupun skala kecil yang disinyalir dapat menimbulkan

dampak terhadap kemacetan lalu lintas diwajibkan untuk membuat

analisis dampak lalu lintas dan bagi pusat-pusat kegiatan yang

telah beroperasi tanpa adanya analisis dampak lalu lintas

diupayakan untuk membuat analisis dampak lalu lintas guna

mempermudah menentukan cara penanggulangan yang timbul

akibat dari pembangunan pusat kegiatan yang bersangkutan.

Page 135: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

122

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, Sakti Adji. 2011. Jaringan Transportasi (Teori dan Analisis). Yogyakarta: Graha Ilmu.

Amu, Roslina. (2012). Kolaborasi Pengelolaan Sampah di Kota Palu,

(Disertasi). Universitas Negeri Makassar. Ansell, Chris & Gash, Alison. 2012. Collaborative Governance in Theory

and Practice. Jurnal JPART 18: 543-571. AntaraSulSel.com. 2015. DPRD Makassar Sebut Pembongkaran Gedung

Setengah Hati, (Online). 2 April 2016 Anugra, Fajar Fitra & Sardjito. Penanganan Kemacetan Lalu Lintas di

Koridor Jalan Kramat Gantung, Surabaya. Jurnal Teknik Pomits, Volume 3, Nomor 1 Tahun 2014.

Dwiyanto. 2012. Manajemen Pelayanan Publik: Peduli, Inklusif dan

Kolaboratif. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Efendi, Rahmadani. 2014. Jaminan Kenyamanan Pejalan Kaki dalam Tata

Kelola Transportasi (Transportation Governance) di Kota Yogyakarta, (Skripsi). Universitas Negeri Yogyakarta.

Hafifa, Rahmy. 2016. Collaborative Governance dalam Forum Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan Kota Surakarta, (Skripsi). Universitas Sebelas Maret.

Heene, Aime, dkk. 2010. Manajemen Strategik Keorganisasian Publik.

Bandung: Refika Aditama. JPNN.com. 2014. Bangunan di Tanah Daeng Banyak yang Liar, (Online).

2 April 2016. Kaswan. 2014. Leadership dan Teamworking. Bandung: Alfabeta. Lestianingrum, Erna & Rosyadi, Slamet. Permodelan Sampah Pemukiman

Berbasis Manajemen Kolaborasi (Studi Kasus di Desa Palimanan Barat Kabupaten Cirebon). Jurnal Pembangunan Pedesaan, Volume 13, Nomor 2 Tahun 2013.

Maharani, K Endang. 2016. Kolaborasi Antar-Pelaksana pada Penataan

dan Pembinaan Toko Modern di Kota Surakarta. (Tesis). Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Page 136: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

123

Mahsyar, Abdul. Model Koordinasi Antar-Instansi Pemerintah dalam Penanggulangan Kemacetan di kota Makassar. Jurnal El-Riyasah, Volume 5, Nomor 2 Tahun 2014.

Mahsyar, Abdul. Public Private Partnership: Kolaborasi Pemerintah dan

Swasta dalam pengelolaan Aset Publik di Kota Makassar. Jurnal Administrasi Publik, Volume 12, Nomor 1 Tahun 2015.

Marzuki, P.F & Lumeno, S.S. Persepsi Risiko terhadap Penyediaan dan Pengelolaan Tenaga Kerja dalam International Joint Venture pada Proyek Infrastruktur. Jurnal Teknik Sipil, Volume 18, Nomor 1 Tahun 2011.

Mulyadi, Deddy. 2015. Perilaku Organisasi dan Kepemimpinan Pelayanan. Bandung: Alfabeta.

Mulyadi, Hary. Lisensi Paten dan Implikasinya terhadap Pelaksanaan Alih

Teknologi pada Perusahaan Patungan (Joint Venture). Jurnal Studi Al-Qur’an dan Hukum, Volume 1 Nomor 1 Tahun 2015.

Pramusinto, Agus & Purwanto, Erwan Agus. 2009. Reformasi Birokrasi,

Kepemimpinan dan Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gava Media. Pratiwi, Diyah Rahayu. 2015. Sinergitas Antar-Stakeholders dalam

Program Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Surakarta. (Skripsi). Universitas Sebelas Maret.

Qamal. Koordinasi Kepolisian dan Dinas Perhubungan dalam Penertiban

Becak Motor di Kota Makassar. Jurnal Administrasi Publik, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2016.

Rachman, Abdul. 2013. Implementasi Pengelolaan Parkir di Kota

Makassar. (Disertasi). Universitas Negeri Makassar. Rahardja, Sam’un Jaja. 2008. Kolaborasi Pengelolaan Sumber Daya Air

Sungai: Tinjauan dari Perspektif Kelembagaan. FISIP Universitas Indonesia.

Rahmawati, Aulia. 2016. Kolaborasi Antar-Daerah Pawonsari dalam

Penyelesaian Konflik Antar-Nelayan di Perairan Pacitan, Wonogiri dan Gunung Kidul. (Tesis). Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Rumanti, Erlina. 2009. Analisis Pengaruh Pengetahuan Perawat tentang

Indikator Kolaborasi terhadap Praktek Kolaborasi Perawat Dokter di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr Amino Gondohutomo Semarang. (Tesis). Universitas Diponegoro.

Page 137: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

124

Sangkala. 2012. Dimensi-Dimensi Manajemen Publik. Yogyakarta: Ombak.

Sedarmayanti. 2013. Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi,

dan Kepemimpinan Masa Depan. Bandung: Refika Aditama. Siagian, Sondang P. 2011. Filsafat Administrasi. Jakarta: Bumi Aksara. Subarsono. 2016. Kebijakan Publik dan Pemerintahan Kolaboratif.

Yogyakarta: Gava Media. Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D.

Bandung: Alfabeta. Sumajow, Josef. Analisis Dampak Lalu Lintas (ANDALALIN) Kawasan

Kampus Universitas SAM Ratulangi. Jurnal Media Engineering, Volume 3, Nomor 2 Tahun 2013.

Suyuti, Rusmadi. Teknologi Real Time Traffic Information System untuk Mengatasi Kemacetan Lalu Lintas di Jalan Tol dalam Kota Jakarta. Jurnal Konstruksia, Volume 4, Nomor 2 Tahun 2013.

Syafi’ie, Inu Kencana. 2009. Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia.

Bandung: Refika Aditama. Tambunan, Toman Sony. 2015. Pemimpin dan Kepemimpinan.

Yogyakarta: Graha Ilmu. Thomson, Ann Marie; James L Perry. 2006. “Collaboration Processes :

Inside the Black Box”. Public Administration on Review. 66 (s1). 20-32.

Upeks.co.id. 2015. Hotel Melanggar Picu Kemacetan di Panakkukang, (Online). 2 April 2016.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Perda Kota Makassar No 15 Tahun 2004 tentang Tata Bangunan

Perda Kota Makassar Nomor 17 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Parkir Tepi Jalan Umum dalam Kota Makassar.

PP Nomor 32 Tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas.

Page 138: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 139: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

INSTRUMEN INFORMAN PENELITIAN

Data Informan Nama : Jenis Kelamin : Jabatan :

1. Apakah dalam menanggulangi kemacetan Dinas Perhubungan sebagai

leading sector melakukan kolaborasi atau kerja sama tim dengan Dinas

Tata Ruang dan Bangunan, dan PD Parkir? 2. Selama ini, bagaimana dialog face to face atau komunikasi timbal balik

antara Dinas Perhubungan, DTRB, dan PD Parkir dalam penanggulangan

kemacetan?

3. Sejauh ini, bagaimana komitmen yang dibangun antara Dinas

Perhubungan, DTRB, dan PD Parkir untuk melakukan kolaborasi dalam

penanggulangan kemacetan?

4. Sejauh ini, bagaimana pemahaman Dinas Perhubungan, DTRB, dan PD

Parkir dalam melakukan kolaborasi untuk penanggulangan kemacetan?

5. Apakah Dinas Perhubungan punya kewenangan untuk melakukan

tindakan terhadap bangunan pusat-pusat kegiatan yang tidak punya

Andalalin?

6. Apakah hanya Dinas Perhubungan yang berwenang melakukan kajian

Andalalin?

7. Bagaimana tindakan yang dilakukan oleh DTRB kepada para pembangun

atau pengembang yang ingin mengurus IMB tanpa dilengkapi kajian

analisis dampak lalu lintas?

8. Bagaimana bentuk tindakan yang dilakukan terhadap bangunan pusat

kegiatan yang sudah terlanjur berdiri tanpa dilengkapi andalalin?

9. Sejauh ini, bagaimana peran PD Parkir dalam mengatasi semrautnya

perparkiran akibat kendaraan yang parkir di bahu atau di badan jalan?

Page 140: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

10. Sejauh ini, apakah pelaksanaan kolaborasi antara Dinas Perhubungan,

DTRB, dan PD Parkir sudah mendapatkan solusi yang efektif dalam

penanggulangan kemacetan?

11. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi Dinas Perhubungan, DTRB, dan

PD Parkir dalam melakukan kolaborasi atau kerja sama dalam

penanggulangan kemacetan?

Page 141: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

DOKUMENTASI WAWANCARA

Wawancara dengan Kepala Humas Dinas Perhubungan kota Makassar

wawancara dengan Kepala Seksi Rekayasa Lalu Lintas Dinas Perhubungan Kota Makassar

Page 142: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

Wawancara dengan Kepala Seksi Manajemen Lalu Lintas Dishub Kota Makassar

Wawancara dengan Kepala seksi Penelitian dan Pengembangan DTRB Kota Makassar

Page 143: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

Wawancara dengan Direktur Operasional PD Parkir Makassar Raya

Wawancara dengan Kabag Umum PD Parkir Makassar Raya

Page 144: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

Foto-foto penggunaan tempat parkir

Depan Toko Bintang di jalan Pengayoman

Depan toko Agung di jalan Ratulangi pada siang hari

Page 145: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

Depan toko Agung di jalan Ratulangi pada malam hari

Depan hotel Boulevard di jalan Boulevard

Page 146: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

Depan hotel MGH di jalan Penghibur

Depan rumah makan Apong di jalan Boulevard

Page 147: KOLABORASI ANTARORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN …

RIWAYAT HIDUP

Dwi Nur Handayani dilahirkan di Ele Desa Lompo Tengah

Kecamatan Tanete Riaja Kabupaten Barru pada tanggal 21

Januari 1992. Penulis merupakan anak kedua dari tiga

bersaudara, buah kasih sayang pasangan Abdul Rasyid

dan Hj. Munirah.

Penulis memulai pendidikan di bangku SD Centre Ele Kecamatan

Tanete Riaja pada tahun 1998. Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan

Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Tanete Riaja pada tahun 2004

dan pendidikan Menengah Atas di SMA Negeri 1 Tanete Rilau pada tahun

2007. Pada tahun 2010, penulis melanjutkan pendidikan Strata Satu di

Universitas Muhammadiyah Makassar dan lulus pada Jurusan Imu

Administrasi Negara pada Fakultas Sosial dan Politik. Dan pada tahun 2014

penulis terdaftar sebagai mahasiswi pada Program Pascasarjana dan

mengambil Program Ilmu Administrasi Publik di Universitas Muhammadiyah

Makassar.

Berkat rahmat Allah Swt. dan iringan doa dari orang tua, saudara dan

semua sahabat, perjuangan panjang penulis dalam mengikuti pendidikan di

perguruan tinggi ini dapat berhasil dengan tersusunnya tesis yang berjudul”

Kolaborasi Antarorganisasi dalam Penanggulangan Kemacetan Lalu Lintas di

Kota Makassar”.