buku manajemen kolaborasi edittt10

130

Upload: andhalas

Post on 10-Feb-2016

28 views

Category:

Documents


20 download

DESCRIPTION

ljkj

TRANSCRIPT

Page 1: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10
Page 2: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10
Page 3: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia1

MANAJEMEN PELAKSANAAN KOLABORASI TB-HIV

DI INDONESIA

DIREKORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

2012

616Indp

Page 4: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia2

Page 5: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesiai

KATA PENGANTAR

Perkembangan epidemi Human Immunodeficiency Virus (HIV) di Indonesia, termasuk yang tercepat di kawasan Asia, sementara jumlah kasus Tuberkulosis (TB) masih menempatkan Indonesia sebagai negara ke empat terbanyak di dunia. Epidemi HIV di Indonesia merupakan tantangan bagi keberhasilan penanggulangan TB. Berdasarkan data kasus HIV/AIDS dari Kementerian Kesehatan tahun 2010, menunjukkan bahwa TB merupakan infeksi penyerta tersering pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yaitu sebesar 49%. Pada tahun 2006 dilaksanakan survei sero prevalens di Yogyakarta dengan hasil angka prevalens HIV sebesar 2% di antara pasien TB dan pada tahun 2008 di Provinsi Bali sebesar 3,9%, di Provinsi Jawa Timur sebesar 0,8% dan di Provinsi Papua sebesar 14%. Hal ini menunjukkan bahwa keterkaitan epidemi TB dengan HIV/AIDS sangatlah besar. Untuk itu, kolaborasi kegiatan kedua program ini merupakan suatu keharusan agar mampu menanggulangi kedua penyakit tersebut secara efektif dan efisien.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1278/ menkes/SK/XII/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Kolaborasi Pengendalian Penyakit TB dan HIV, kegiatan kolaborasi TB-HIV menjadi bagian dari upaya pengendalian TB dan HIV/AIDS. Pelaksanaan kolaborasi TB-HIV perlu diperluas cakupan dan kualitasnya sehingga masyarakat yang terdampak oleh kedua penyakit ini memperoleh pelayanan yang menyeluruh, berkualitas dan berkesinambungan. Kementerian Kesehatan menerbitkan buku “Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia” yang merupakan penjabaran dari Pedoman Pelaksanaan Kolaborasi Pengendalian Penyakit TB dan HIV sehingga upaya penyediaan pelayanan TB-HIV yang standar dan sejalan dengan Kebijakan nasional dapat terpenuhi.

Kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan buku pedoman ini baik secara individual ataupun kelembagaan, Kami sampaikan penghargaan dan ucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas kerja keras dan sumbangan yang diberikan. Segala kritik dan saran yang membangun demi perbaikan pedoman ini pada edisi mendatang sangat diharapkan.

Jakarta, September 2011Direktur Jenderal PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K), MARS, DTM&H, DTCE

Page 6: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesiaii

DAFTAR KONTRIBUTOR

Pengarah : Prof. dr. Tjandra Y Aditama, Sp.P (K), MARS, DTM&H, DTCE Dr. H. Muhammad Subuh, MPPM

Penanggung jawab : Drg. Dyah Erti Mustikawati, MPH Dr. Siti Nadia Tarmizi, MEpid

Kontributor :1. Dr. Toni Wandra, M.Kes, Phd2. Dr. Nani Rizkiyati, M. Kes. (Dit Jen P2M & PL) 3. Dr. Asik Surya, MPPM (Dit Jen P2M & PL) 4. Dr. Triya Dinihari (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB) 5. Naning Nugrahini, SKM, MKM (Dit Jen P2M & PL, Subdit AIDS & PMS) 6. Dr. Endang Budi Hastuti (Dit Jen P2M & PL, Subdit AIDS & PMS)7. Dr. Vanda Siagian (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB) 8. Dr. Endang Lukitosari (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB) 9. Dr. Novayanti (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)10. Dr. Ratih Pahlesia, Sp.P (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)11. Dr. Joan Tanumihardja (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)12. Sulistyo, SKM, M. Epid (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB) 13. Munziarti, SKM, MM. (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)14. Suwandi, SKM, M. Epid. (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)15. Surjana, SKM, M.Kes (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)16. Rudi Hutagalung, BSc (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)17. S.T Patty, SKM (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)18. Yoana Anandita (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)19. Nurjanah, SKM, M.Kes (Dit Jen P2M & PL, Subdit AIDS & PMS)20. Dr. Nurhalina Afriana (Dit Jen P2M & PL, Subdit AIDS & PMS)21. Victoria Indrawati, SKM, MSc (Dit Jen P2M & PL, Subdit AIDS & PMS)22. Dr. Indri Oktaria Sukmaputri (Dit Jen P2M & PL, Subdit AIDS & PMS)23. Dr. Ainor Rasyid (Dit Jen P2M & PL, Subdit AIDS & PMS)24. Dr. Janto Lingga, SpP (WHO) 25. Dr. Atiek Anartati, MPH & TM (FHI 360)26. Dr. Niken (FHI 360)27. Dr. Tiara Mahatmi Nisa, MS (FHI 360)28. Rini Palupy, SKM (FHI 360)29. Dr. Sri Retna Irawati, Sp. A (KNCV)30. Dr. Carmelia Basri, M. Epid (Konsultan TB)31. Dr. Franky Loprang (Konsultan TB)32. Dr. Hedy Sampurno, MPH (Master Trainer TB)

Page 7: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesiaiii

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH

AIDS Acquired Immune Deficiency Syndrome

AKMS Advokasi, Komunikasi dan Mobilisasi Sosial

ART Antiretroviral Therapy = terapi antiretroviral

ARV Obat Antiretroviral

BAPPEDA Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah

BAPPEKO Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota

BP4/B-BKPM Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru, Balai (Besar) Kesehatan Paru Masyarakat

BTA Basil Tahan Asam

DOTS Directly Observed Treatment Shortcourse (terapi yang diawasi langsung)

DPRDELISA

Dewan Perwakilan Rakyat DaerahEnzyme Linked Immunosorbent Assay

ESOFasyankes Gerdunas-TB

Efek Samping ObatFasilitas Pelayanan KesehatanGerakan Terpadu Nasional TB

HAART Highly Active Antiretroviral Therapy (ART)

HIV Human Immunodeficiency Virus = virus penyebab AIDS

IDU Injecting Drug User (pengguna NAPZA suntik)

IMS Infeksi Menular Seksual

IO Infeksi Oportunistik

JEMM TB Joint External Monitoring Mission TB

KDS Kelompok Dukungan Sebaya

Kepatuhan Terjemahan dari adherence yaitu kepatuhan dan kesinambungan berobat yang melibatkan peran pasien, dokter atau petugas kesehatan, pendamping dan ketersediaan obat

KGB Kelenjar Getah Bening

KIA Kesehatan Ibu dan Anak

KIE Komunikasi, Informasi dan Edukasi

Page 8: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesiaiv

Komli Komite Ahli

KPAN/KPAD Komisi Penanggulangan AIDS Nasional/Komisi Penanggulangan AIDS Daerah

KTIP Konseling dan Test HIV atas Inisiatif Petugas Kesehatan

KTS Konseling dan Tes HIV Sukarela

Lapas Lembaga Pemasyarakatan

LJSS Layanan Jarum Suntik Steril

LPLPO Laporan Pemakaian Dan Lembar Permintaan Obat

LSL Laki Suka Lelaki

LSM Lembaga Swadaya Masyarakat

MDR Multi Drug Resistant

MIS Management Information System

M&E/MONEV Monitoring dan Evaluasi

MTCT Mother-To-Child Transmission (of HIV); penularan HIV dari ibu ke anak

NAPZA Narkotik, Alkohol, Psikotropik dan Zat Adiktif lainnya

Kebal obat

OAT Obat Anti Tuberkulosis

ODHA Orang Dengan HIV AIDS

Ormas Organisasi Masyarakat

PCR Polymerase chain reaction (reaksi rantai polimerasi)

PDP Perawatan Dukungan dan Pengobatan

Penasun Pengguna NAPZA Suntikan

PITC Provider Initiated Testing and Counseling

PMO Pengawasan Minum Obat

PMTCT Prevention Of Mother-To-Child Transmission = pencegahan penularan dari ibu ke anak

POKJA Kelompok Kerja

PPK Pengobatan Pencegahan Kotrimoksasol

PPP Profilaksis Pascapajanan = post exposure prophylaxis

Page 9: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesiav

PTRM Program Terapi Rumatan Metadon

RNA Ribo Nucleic Acid

RS Rumah Sakit

Rutan Rumah Tahanan

SCM Supply Chain Management

SDM Sumber Daya Manusia

SGOT Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase

SGPT Serum Glutamic Pyruvate Transaminase

SOP Standar Operational Procedure

TB Tuberkulosis

Toga Tokoh Agama

Toma Tokoh Masyarakat

VCT Voluntary Counseling and Testing (tes HIV secara sukarela disertai dengan konseling)

Waria Wanita pria

WHO World Health Organization

Page 10: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesiavi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................................................. i

DAFTAR KONTRIBUTOR......................................................................................................................................... ii

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH.................................................................................................................... iii

DAFTAR ISI ................................................................................................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................................................ 1

A. LATAR BELAKANG............................................................................................................................. 1

B. DASAR HUKUM.................................................................................................................................. 3

C. TUJUAN................................................................................................................................................. 3

D. SASARAN............................................................................................................................................... 3

E. RUANG LINGKUP ............................................................................................................................... 4

BAB II KOLABORASI PROGRAM...................................................................................................................... 5

A. PRINSIP - PRINSIP KOLABORASI..................................................................................................... 5

B. TUJUAN PELAKSANAAN KOLABORASI TB-HIV.......................................................................... 5

C. PELAKSANAAN KOLABORASI......................................................................................................... 6

D. KOORDINASI KOLABORASI TB-HIV................................................................................................ 7

BAB III PERENCANAAN BERSAMA TB-HIV................................................................................................ 11

A. BATASAN DAN TUJUAN ................................................................................................................ 11

B. MEKANISME PERENCANAAN ..................................................................................................... 11

C. PENGEMBANGAN PELAYANAN .................................................................................................. 12

BAB IV KOLABORASI TB-HIV DI TINGKAT LAYANAN ......................................................................... 15

A. BATASAN DAN TUJUAN ................................................................................................................... 15

B. KOLABORASI TB-HIV DI TINGKAT LAYANAN ............................................................................ 16

C. KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV DI SETIAP JENJANG LAYANAN ....................................... 16

D. PENERAPAN BERBAGAI KEGIATAN KOLABORASI .................................................................... 16

E. MENURUNKAN BEBAN TB PADA ODHA ..................................................................................... 17

F. MENURUNKAN BEBAN HIV PADA PASIEN TB ........................................................................... 18

G. ALUR LAYANAN DAN SISTEM RUJUKAN ..................................................................................... 23

BAB V PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA............................................................................ 37

A. PENGERTIAN DAN TUJUAN ............................................................................................................ 37

Page 11: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesiavii

B. TUGAS POKOK DAN FUNGSI PETUGAS TB-HIV. ............................................................ 37

C. STANDARISASI KETENAGAAN ............................................................................................. 39

D. PENINGKATAN KEMAMPUAN SUMBER DAYA MANUSIA ............................................ 44

BAB VI MANAJEMEN LOGISTIK .................................................................................................................. 45

A. BATASAN DAN TUJUAN ............................................................................................................ 45

B. JENIS-JENIS LOGISTIK ................................................................................................................ 45

C. SIKLUS MANAJEMEN ................................................................................................................... 46

BAB VII ADVOKASI, KOMUNIKASI DAN MOBILISASI SOSIAL (AKMS) ...................................... 47

A. BATASAN DAN TUJUAN .......................................................................................................... 47

B. STRATEGI AKMS ....................................................................................................................... 47

C. KELOMPOK SASARAN AKMS ................................................................................................. 48

D. KEGIATAN AKMS ....................................................................................................................... 49

E. KELUARAN AKMS TB-HIV ........................................................................................................ 53

BAB VIII MONITORING DAN EVALUASI .................................................................................................... 55

A. BATASAN DAN TUJUAN ............................................................................................................. 55

B. INDIKATOR KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV ...................................................................... 56

C. SURVEILANS. ................................................................................................................................ 57

D. PENCATATAN DAN PELAPORAN KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV ............................... 60

E. MEKANISME PENCATATAN DAN PELAPORAN PASIEN TB-HIV ...................................... 65

F. VARIABEL PELAPORAN KOLABORASI TB-HIV ....................................................................... 70

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................................118

Daftar Tabel

Tabel 1. Kegiatan kolaborasi TB-HIV di masyarakat dan Fasyankes.........................................................16

Tabel 2. Penerapan Kolaborasi dalam kegiatan Intensifikasi penemuan kasus TB dan

pengobatannya ........................................................................................................................................ 20

Tabel 3. Pendekatan konsep KTS dan PITC.................................................................................................... 28

Tabel 4. Penerapan Kolaborasi Menurunkan beban HIV pada pasien TB............................................. 32

Tabel 5. Tenaga yang dibutuhkan dalam Pelaksanaan Kegiatan Kolaborasi TB-HIV diFasyankes38

Tabel 6. Tugas pokok dan fungsi petugas TB dan petugas HIV di Fasyankes...................................... 40

Tabel 7. Alur Pemilih Metode Surveilans........................................................................................................ 59

Page 12: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesiaviii

Daftar Gambar

Gambar 1. Langkah Pelayanan PITC di Unit DOTS .................................................................................... 28

Gambar 2. Bagan Alur Rujukan dalam Kolaborasi Perawatan dan Pengobatan TB-HIV................ 35

Gambar 3. Skema Luaran AKMS........................................................................................................................ 53

Gambar 4. Alur Pelaporan Kolaborasi TB-HIV ............................................................................................ 69

Daftar Lampiran

Lampiran 1. Contoh Data TB Dan HIV yang dapat digunakan untuk Mengkaji Epidemi TB-HIV.. 91

Lampiran 2. Daftar TIlik Supervisi dan Bimtek ............................................................................................ 92

Lampiran 3. Obat ARV dan IO ........................................................................................................................... 103

Lampiran 4. Isi Pesan AKMS ............................................................................................................................ 104

Page 13: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia1

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Epidemi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menunjukkan pengaruhnya terhadap

peningkatan epidemi Tuberkulosis (TB) di seluruh dunia yang berakibat meningkatnya jumlah

kasus TB di masyarakat. Epidemi ini merupakan tantangan terbesar dalam pengendalian TB

dan banyak bukti menunjukkan bahwa pengendalian TB tidak akan berhasil dengan baik tanpa

keberhasilan pengendalian HIV. Sebaliknya TB merupakan infeksi oportunistik terbanyak dan

penyebab utama kematian pada orang dengan HIV/ AIDS (ODHA). Kolaborasi kegiatan bagi

kedua program merupakan suatu keharusan agar mampu menanggulangi kedua penyakit

tersebut secara efektif dan efiisien.

Pada triwulan pertama 2007 dilaksanakan external review HIV/AIDS (Februari 2007) dan Joint

external Monitoring Mission TB (JEMM, April 2007) di Indonesia. Keduanya merekomendasikan

perlu dilakukan percepatan upaya kolaborasi TB-HIV dan segera disusun Kebijakan Nasional

Kolaborasi TB-HIV sebagai pedoman pelaksanaan program di seluruh Indonesia.

Perkembangan epidemi HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di kawasan Asia meskipun

secara nasional angka prevalensnya masih termasuk rendah, diperkirakan pada tahun 2009

sekitar 0,2% pada orang dewasa. Dengan estimasi ini maka pada tahun 2009 di Indonesia

diperkirakan terdapat 186.000 ODHA (132.000-287.000). Penggunaan jarum suntik

merupakan cara transmisi HIV yang terbanyak (53%) diikuti dengan transmisi heteroseksual

(42%). Salah satu masalah dalam epidemiologi HIV di Indonesia adalah variasi antar wilayah

Page 14: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia2

baik dalam hal jumlah kasus maupun faktor-faktor yang mempengaruhi. Epidemi HIV di

Indonesia berada pada kondisi epidemi terkonsentrasi dengan kecenderungan menjadi

epidemi meluas pada beberapa Provinsi.

Meskipun secara Nasional terdapat perkiraan prevalens HIV diantara pasien TB sebesar

3% (WHO TB Global Report 2008) tetapi sampai saat ini belum ada angka Nasional yang

menunjukkan gambaran HIV di antara pasien TB. Hasil studi tentang sero prevalens yang

dilaksanakan di Provinsi Yogyakarta (2006) menunjukkan angka prevalens HIV sebesar 2%

di antara pasien TB dan pada tahun 2008 di Provinsi Bali sebesar 3,9%, di Provinsi Jawa Timur

sebesar 0,8% dan di Provinsi Papua sebesar 14%. Berdasarkan Laporan Triwulan II tahun 2011

infeksi HIV dan Kasus Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) menunjukkan bahwa TB

merupakan infeksi oportunistik terbanyak yaitu sekitar 50% dari kasus AIDS.

Pada tingkat Dunia, berbagai upaya penanggulangan dilakukan untuk merespons dampak ko-

infeksi TB-HIV bagi kedua program. World Health Organization bekerja sama dengan Stop TB

Partnership telah mengembangkan pedoman untuk pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV

yang disusun berdasarkan tingkat prevalens HIV. Di banyak negara yang telah melaksanakan

kegiatan perawatan, dukungan dan pengobatan (PDP) HIV, kegiatan kolaborasi ini dimulai

sebagai bagian dari upaya pengendalian TB dan upaya meningkatkan keberhasilan Program

AIDS. Di Indonesia, kegiatan kolaborasi TB-HIV mulai diujicobakan di Provinsi DKI Jakarta

(2004), di Kabupaten Merauke Provinsi Papua dan di Kota Denpasar Provinsi Bali (2006) yang

merupakan wilayah dengan epidemi HIV AIDS yang terkonsentrasi. Kegiatan ini dikembangkan

ke 9 Provinsi lainnya (2008) dan pada tahun 2010 diperluas ke 12 Provinsi (Sumatera Utara,

Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Bali,

Sulawesi Selatan, Papua Barat dan Papua).

Berdasarkan hasil uji coba dan pengalaman beberapa daerah yang telah melaksanakan

kegiatan kolaborasi TB-HIV maka Pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia no: 1278/MENKES/SK/XII/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Kolaborasi

Pengendalian Penyakit TB dan HIV. Pedoman tersebut merupakan kebijakan secara umum

tentang hal-hal yang harus dilakukan dalam kegiatan kolaborasi TB-HIV karena itu diperlukan

pedoman lebih lanjut dalam operasionalnya baik dalam aspek manajemen program maupun

aspek tatalaksana klinis.

Page 15: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia3

B. DASAR HUKUM Buku manajemen pelaksanaan kolaborasi TB-HIV di Indonesia berlandaskan pada:

1. Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1994 tentang Komisi Penanggulangan AIDS.

2. UU Republik Indonesia No 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia.

3. Kepmenkes No. 1507/Menkes/SK/V/2005 tentang Pedoman Konseling dan Testing HIV

dan AIDS secara sukarela (VCT).

4. Kepmenkes No 832/Menkes/SK/X/2006 tentang Penetapan RS Rujukan ODHA dan standar

pelayanan rumah sakit rujukan ODHA dan satelitnya.

5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 364/Menkes/SK/V/2009 tentang

Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis.

6. UU Republik Indonesia No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1278/menkes/SK/XII/2009 tentang

Pedoman Pelaksanaan Kolaborasi Pengendalian Penyakit TB dan HIV.

8. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1144/Menkes/PER/VIII/2010 tentang Struktur Organisasi

dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan RI.

9. Kepmenkes No 782/Menkes/SK/IV/2011 tentang Rumah Sakit Rujukan Bagi Orang

Dengan HIV AIDS (ODHA).

10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 565/Menkes/Per/III/2011 tentang

Strategi Nasional Pengendalian Tuberkulosis Tahun 2011 – 2014.

C. TUJUANBuku pedoman ini ditujukan sebagai panduan pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV di

Indonesia sesuai dengan standar dan kebijakan Nasional kolaborasi TB-HIV.

D. SASARANSasaran pengguna buku pedoman ini terutama ditujukan kepada mereka yang bertanggung

jawab dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian kegiatan kolaborasi TB-HIV pada

tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota dan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes), antara

lain:

1. Manajer Program

2. Pengelola Program

3. Petugas di Fasyankes

4. Institusi terkait seperti Lapas/Rutan, Komisi Penanggulangan AIDS Nasional/Komisi

Penanggulangan AIDS Provinsi/Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten/Kota (KPAN/

KPAP/KPAK), Komite Ahli Gerakan Terpadu Nasional Pengendalian Tuberkulosis (Komli

Gerdunas-TB), mitra donor, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang

TB dan HIV dan Infeksi Menular Seksual (IMS).

Page 16: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia4

E. RUANG LINGKUPBuku pedoman ini membahas aspek manajemen kegiatan kolaborasi TB HIV. Ruang lingkup

pembahasan meliputi prinsip kolaborasi, perencanaan kolaborasi, pengorganisasian

pelayanan, penyiapan sumber daya program (SDM, sarana, prasarana dan biaya), mobilisasi

sosial, surveilans program, monitoring dan evaluasi program.

Page 17: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia5

BAB II KOLABORASI PROGRAM

A. PRINSIP - PRINSIP KOLABORASI

Keberhasilan kegiatan kolaborasi TB-HIV sangat tergantung pada kerjasama antar komponen

dengan membangun kemitraan pada semua tingkatan sehingga tiap komponen perlu

menyadari prinsip-prinsip kolaborasi.

Prinsip kolaborasi adalah sebagai berikut:

1. Berjalan secara fungsional dan bukan merupakan kegiatan yang terpisah, tetapi menyatu

dengan kegiatan program TB dan program HIV yang sudah berjalan.

2. Menjadi bagian dari penguatan sistem pelayanan yang sudah berjalan.

3. Memberikan manfaat yang dapat menunjang kedua program.

4. Sarana berbagi informasi dengan tetap menjaga prinsip kerahasiaan pasien.

5. Menjadi tanggung jawab bersama.

6. Membangun komitmen bersama dalam mencapai tujuan.

7. Kesetaraan dan keterbukaan serta saling mendukung.

8. Kepatuhan terhadap ketentuan yang sudah disepakati.

B. TUJUAN PELAKSANAAN KOLABORASI TB-HIV

Tujuan umum dari pelaksanaan kolaborasi TB-HIV adalah untuk mengurangi beban TB dan

HIV pada masyarakat akibat kedua penyakit ini.

Tujuan khusus dari pelaksanaan kolaborasi TB-HIV adalah:

Page 18: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia6

1. Membentuk mekanisme kolaborasi antara program TB dan HIV/AIDS.

2. Menurunkan beban TB pada ODHA.

3. Menurunkan beban HIV pada pasien TB.

C. PELAKSANAAN KOLABORASI

Kolaborasi TB-HIV terdiri dari serangkaian kegiatan yang perlu dilaksanakan di semua tingkat

manajemen maupun pelayanan kesehatan.

Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia sesuai kebijakan Nasional adalah sebagai

berikut:

A. Mekanisme kolaborasiA.1 Membentuk kelompok kerja (POKJA) TB-HIV di semua liniA.2 Melaksanakan surveilans HIV pada pasien TBA.3 Melaksanakan perencanaan bersama TB-HIV A.4 Melaksanakan monitoring dan evaluasi

B. Menurunkan beban TB pada ODHAB.1 Mengintensifkan penemuan kasus TB dan pengobatannyaB.2 Menjamin pengendalian infeksi TB pada layanan kesehatan dan tempat khusus

(Lapas/Rutan, panti rehabilitasi Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya/NAPZA, tempat kerja)

C. Menurunkan beban HIV pada pasien TBC.1 Menyediakan konseling dan tes HIV C.2 Pencegahan HIV dan Infeksi Menular Seksual (IMS)C.3 Pengobatan preventif dengan kotrimoksasol (PPK) dan infeksi oportunistik (IO)

lainnyaC.4 Perawatan, dukungan dan pengobatan HIV

Pada tingkat pengambil keputusan, kolaborasi lebih banyak ditekankan pada komitmen

dan kerjasama lintas sektoral sedangkan pada tingkat pelaksana pelayanan kesehatan lebih

ditekankan pada penyediaan pelayanan yang menyeluruh dan terpadu.

Page 19: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia7

D. KOORDINASI KOLABORASI TB-HIV

Koordinasi kolaborasi TB-HIV dilaksanakan dengan cara:

1. Pembentukan Kelompok Kerja (POKJA) TB-HIV

Kelompok kerja dibentuk pada tingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota prioritas

yang beranggotakan unsur-unsur penentu kebijakan dan unit teknis yaitu:

a. Program TB,

b. Program AIDS,

c. Bina Upaya Kesehatan (BUK)

d. Pakar/Ahli TB dan HIV dari Organisasi Profesi,

e. KPAN/KPAP/KPAK,

f. Gerdunas TB,

g. WHO, Perwakilan LSM dan donor,

h. Instansi Pemerintahan terkait (Kemensos, Kemenhukham, Kemennakertrans)

Tugas dan peran Pokja di tingkat Pusat adalah:

a. Mengembangkan strategi TB-HIV berdasarkan kebijakan Nasional, menyusun

Rencana Strategis Nasional dan rencana kerja,

b. Menyusun pedoman, bahan AKMS dan bahan pelatihan,

c. Memobilisasi sumber daya dan dana serta peningkatan kapasitas,

d. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan sesuai dengan indikator yang telah

ditetapkan.

Tugas dan peran Pokja di tingkat Daerah adalah:

a. Menyusun rencana kerja,

b. Menentukan penanggungjawab setiap kegiatan,

c. Menetapkan mitra kerjanya,

d. Menetapkan target untuk Provinsi atau kabupaten/kota tersebut,

e. Meningkatkan jumlah dan kemampuan SDM sesuai kebutuhan,

f. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan.

Melengkapi Pokja/Forum Komunikasi di atas bila diperlukan dapat dibentuk tim yang

padu di tingkat fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes) yang terdiri atas Tim Directly

Observed Treatment, Shorcourse chemotherapy (DOTS), Tim HIV dan unsur manajemen.

Secara rinci tim tersebut terdiri dari:

Page 20: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia8

a. Wadir Pelayanan/Komite Medik (RS), Kepala Puskesmas

b. Dokter

c. Perawat

d. Petugas laboratorium

e. Petugas farmasi

f. Konselor

g. Manajer kasus

h. Kelompok dukungan

i. Petugas pencatatan dan pelaporan

Tugas tim di tingkat Fasyankes :

a. Melakukan koordinasi pelayanan TB dan pelayanan HIV.

b. Menyelenggarakan pelayanan PDP yang komprehensif bagi pasien TB-HIV termasuk

pelayanan konseling tes HIV, PPK untuk infeksi oportunistik, dll.

c. Membangun dan memperkuat sistem rujukan internal dan eksternal di antara

pelayanan TB dan HIV serta unit terkait lainnya.

d. Melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai standar.

e. Melakukan monitoring dan evaluasi untuk meningkatkan kegiatan kolaborasi.

f. Melakukan promosi komunikasi perubahan perilaku dan membangun dukungan

masyarakat bagi kolaborasi TB-HIV.

2. Koordinator kolaborasi TB-HIV

Koordinator kolaborasi TB-HIV pada tingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota

adalah pejabat yang membawahi program pengendalian TB dan HIV.

Tugas Koordinator:

a. Mengkoordinasikan Pokja, memfasilitasi pertemuan regular dan mengatur jadual

termasuk membuat laporan rapat.

b. Mengkoordinasikan rencana pengembangan sumber daya untuk TB-HIV.

c. Mendukung pelaksanaan kolaborasi TB-HIV sesuai dengan rencana kerja.

d. Mengkoordinasikan supervisi TB-HIV.

e. Memonitor kegiatan TB-HIV, memastikan tersedianya data TBHIV, analisis dan

memberikan umpan balik secara berjenjang.

Di tingkat Fasyankes, Pimpinan Fasyankes harus menunjuk seorang Koordinator TB-HIV

Page 21: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia9

yang mempunyai akses ke unit DOTS maupun ke Unit Konseling dan Tes HIV (KT HIV)

dan atau PDP. Khusus Puskesmas, Pimpinan Puskesmas dapat sebagai koordinator

pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV.

Tugas Koordinator sebagai berikut:

a. Memfasilitasi koordinasi pelayanan TB dan HIV, termasuk membangun dan

memperkuat sistim rujukan internal dan eksternal di antara pelayanan TB dan HIV

serta unit terkait lainnya.

b. Mengkoordinasi pencatatan dan pelaporan termasuk umpan balik rujukan antar

unit.

c. Melakukan monitoring dan evaluasi untuk meningkatkan kegiatan kolaborasi.

d. Memastikan terlaksananya kegiatan promosi, komunikasi perubahan perilaku dan

membangun dukungan masyarakat bagi kolaborasi TB-HIV di masing-masing unit

terutama di unit DOTS.

Page 22: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia10

Page 23: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia11

BAB III PERENCANAAN BERSAMA TB-HIV

A. BATASAN DAN TUJUAN

Perencanaan bersama TB-HIV adalah perencanaan secara bersama-sama dengan melibatkan

unsur-unsur terkait yang dilaksanakan secara periodik pada setiap tingkat. Program TB

dan Program HIV AIDS telah menyiapkan perencanaan sesuai dengan bidangnya sebelum

melakukan perencanaan bersama TB-HIV.

Dalam Perencanaan program TB dan program HIV AIDS harus mencakup kolaborasi TB-HIV

dengan mempertimbangkan tingkat epidemi HIV di daerah tersebut.

Tujuan perencanaan bersama TB-HIV adalah:

1. Tersusunnya perencanaan kolaborasi TB-HIV secara terintegrasi sesuai dengan arah

kebijakan nasional kolaborasi TB-HIV.

2. Memantapkan kolaborasi TB-HIV di tingkat pengelola program dan penyedia pelayanan

agar kegiatan lebih efisien dan efektif.

3. Memperjelas pembagian tugas dan tanggung jawab masing-masing unsur.

B. MEKANISME PERENCANAAN

Pelaksanaan Kegiatan Kolaborasi TB-HIV memerlukan perencanaan yang strategis dan disusun

bersama agar kolaborasi dapat berjalan secara sistematis dan terpadu. Perencanaan disusun

secara berjenjang dimulai dari tingkat Kabupaten/Kota berdasarkan kebutuhan dengan

mempertimbangkan kemampuan sumber daya dan kondisi spesifik wilayah.

Page 24: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia12

Perencanaan strategis ini menjelaskan tujuan, target, kegiatan, pembiayaan, monitoring

dan evaluasi serta tugas dan tanggung jawab masing-masing unsur. Perencanaan strategis

ini merupakan rujukan dalam menyusun rencana tahunan masing-masing program yang

diimplementasikan secara terpadu.

Dalam menyusun perencanaan strategis kolaborasi TB-HIV mempertimbangkan hal-hal

berikut ini :

1. Penyusunan rencana strategis kolaborasi TB-HIV meliputi:

a. Analisis beban ganda epidemi TB-HIV.

b. Dilakukan pengkajian mengenai situasi dan kondisi epidemi TB dan HIV termasuk

pencapaian program lima tahun terakhir (Lampiran 1) termasuk juga data-data TB-

HIV yang meliputi jumlah kasus TB-HIV, jenis kelamin, usia, asal wilayah, pekerjaan,

dll.

c. Identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan program pengendalian TB

dan HIV/AIDS. Aspek yang perlu diidentifikasi pada kedua program meliputi:

– Sumber daya manusia (jumlah, jenis, kategori, kompetensi, dll).

– Sistem pelayanan TB dan HIV.

– Sistem informasi manajemen kesehatan yang sudah ada.

– Finansial (biaya/anggaran masing-masing program).

– Metode (pedoman, rencana masing-masing program, sistem, kebijakan, dll).

– Sarana dan prasarana (fasilitas, alat, obat, reagen, bahan logistik lain), termasuk

jumlah, jenis dan kemampuan Fasyankes.

– Promosi dan mobilisasi (komitmen pemerintah dan mitra, jejaring kerjasama,

keterlibatan sektor terkait, LSM, donor, dan mitra lain).

2. Menentukan isu-isu strategis kolaborasi TB-HIV baik di tingkat Pusat, Provinsi, dan

Kabupaten/Kota.

3. Menentukan tujuan kolaborasi TB-HIV.

4. Menentukan jenis kegiatan kolaborasi TB-HIV.

5. Menentukan anggaran kegiatan kolaborasi TB-HIV.

6. Menentukan indikator dan target kegiatan kolaborasi TB-HIV.

7. Mekanisme pencatatan dan pelaporan kegiatan Kolaborasi TB-HIV.

8. Melakukan monitoring dan evaluasi kolaborasi TB-HIV.

C. PENGEMBANGAN PELAYANAN

Pengembangan kolaborasi TB-HIV dilakukan dengan membentuk jejaring antar unit pelayanan

yang sudah ada atau mengembangkan layanan yang diperlukan untuk kolaborasi TB-HIV.

Page 25: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia13

Sesuai Kebijakan Nasional TB-HIV maka pelaksanaan pelayanan TB-HIV maupun

pengembangannya mengacu pada tingkat epidemi HIV/ AIDS seperti di bawah ini:

Rendah Prevalens HIV dalam suatu sub-populasi tertentu belum melebihi 5%

Terkonsentrasi Prevalens HIV secara konsisten lebih dari 5% di subpopulasi tertentu danPrevalens HIV di bawah 1% di populasi umum atau ibu hamil

Meluas Prevalens HIV lebih dari 1 % di populasi umum atau ibu hamil

Sesuai dengan tingkat epidemi diatas maka:

1. Provinsi dengan epidemi HIV yang meluas, kegiatan kolaborasi TB-HIV dilaksanakan

pada:

a. Semua Fasyankes yang telah tersedia Konseling dan Tes HIV.

b. Semua Rumah Sakit DOTS.

c. Semua Puskesmas.

d. Rutan dan Lapas dan panti rehabilitasi pengguna NAPZA suntik (penasun) yang

memiliki Fasyankes.

2. Provinsi dengan epidemi HIV terkonsentrasi dan rendah, kegiatan kolaborasi TB-HIV

dilaksanakan pada:

a. Semua Fasyankes yang telah tersedia Konseling dan Tes HIV.

b. Rumah Sakit DOTS, kolaborasi dikembangkan secara bertahap.

c. Puskesmas dengan kriteria tertentu:

– Di Kabupaten/Kota yang memiliki layanan KT HIV.

– Besarnya masalah TB (misalnya Notification Rate >100 per 100.000 penduduk).

d. Rutan/lapas dan panti rehabilitasi penasun yang memiliki unit pelayanan kesehatan.

Page 26: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia14

Page 27: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia15

BAB IV KOLABORASI TB-HIV DI FASILITAS

PELAYANAN KESEHATAN

A. BATASAN DAN TUJUAN

Kolaborasi TB-HIV di Fasyankes merupakan pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV dari

tingkat Pusat. Oleh karena mekanisme dan tujuan dari kegiatan ini sama maka pada bab

ini hanya membahas masalah-masalah teknis seperti tugas dan tanggung jawab dari

berbagai tingkat Fasyankes.

Kolaborasi TB-HIV di tingkat Fasyankes bertujuan untuk menjamin kesinambungan

perawatan pasien yang berkualitas, yang pada akhirnya akan mengurangi angka

kesakitan dan kematian akibat infeksi ganda dan masalah resistensi obat.

B. KOLABORASI TB-HIV DI FASYANKES

Ada dua pilihan bentuk model layanan kolaborasi TB-HIV yang dapat diterapkan, yaitu:

a. Model Layanan Paralel

Yaitu layanan TB dan layanan HIV yang berdiri sendiri-sendiri di Fasyankes yang

sama atau berbeda. Masing-masing layanan melaksanakan kolaborasi melalui sistem

rujukan yang disepakati.

Page 28: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia16

b. Model Layanan Terintegrasi

Yaitu layanan TB dan layanan HIV terpadu dalam satu unit di satu Fasyankes.

Kombinasi dari kedua model layanan di atas dapat diterapkan di satu wilayah Kabupaten/

Kota. Sebagai contoh: di sebuah Kabupaten memiliki RS yang mempunyai layanan TB-

HIV terintegrasi, di samping itu juga terdapat sarana KT HIV mandiri yang berada dalam

jejaring dengan layanan TB di Puskesmas atau RS.

C. KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV DI FASYANKES

Pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV di masyarakat dan Fasyankes dapat dilihat pada

tabel di halaman berikut ini berikut ini:

Tabel 1. Kegiatan kolaborasi TB-HIV di masyarakat dan Fasyankes

Tempat layanan Kegiatan TB-HIV

Layanan di masyarakat, keluarga/kelompok masyarakat yang terkena dampak TB dan atau HIV (layanan yang dapat dilakukan oleh organisasi masyarakat, LSM, organisasi keagamaan, kegiatan kesehatan di masyarakat)

• KIE untuk TB, HIV, IMS

• Promosi kondom

• Penyuluhan gizi dan dukungan pangan

• Dukungan psikologis

• Pengawasan minum obat TB oleh masyarakat

• Pengawasan minum obat Antiretroviral (ARV) jika memungkinkan

• Perawatan paliatif dan fase terminal di komunitas/ rumah

Puskesmas, klinik Pemerintah maupun Swasta, dan Dokter Praktek Swasta yang sudah terlatih TB-HIV

• Layanan atau rujukan KT HIV

• Penawaran tes HIV dengan konseling oleh petugas

• Penyuluhan tentang pencegahan dan penularan TB

• Penemuan kasus TB yang lebih intensif dan pengobatannya

• Promosi kondom

• Terapi IMS dengan pendekatan sindrom dan/atau laboratorium sederhana

• Tatalaksana infeksi oportunistik terkait HIV dengan pendekatan sindrom dan perawatan paliatif

Page 29: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia17

Tempat layanan Kegiatan TB-HIV

• Penyiapan pasien untuk terapi ARV dan pemantauan pasien ARV yang kondisinya telah stabil

• Skrining TB di layanan Konseling dan Tes HIV dan bagi semua ODHA

• Terapi pencegahan kotrimoksasol untuk mengurangi kesakitan dan kematian ODHA dengan atau tanpa TB

• Pengendalian infeksi

• Pencatatan dan pelaporan

• Pertemuan TB-HIV koordinasi internal Fasyankes (diskusi klinis, perencanaan, monev)

Rumah sakit kelas C yang petugasnya telah dilatih TB-HIV

• Layanan jarum suntik steril

• Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anaknya

• Semua yang di atas

• Diagnosis dan terapi penyakit terkait HIV

• Perawatan paliatif pasien rawat inap

• Terapi ARV lini I

• Penatalaksanaan kasus TB rujukan

• Akses pemeriksaan foto toraks pada terduga TB dengan BTA negatif dan kecurigaan/ konfirmasi infeksi HIV

• Menjamin keamanan darah transfusi

Rumah sakit kelas A dan B yang petugasnya sudah dilatih TB-HIV

• Semua di atas

• Terapi ARV lini I dan II

• Penatalaksanaan kasus TB rujukan RESISTAN OBAT

D. PENERAPAN BERBAGAI KEGIATAN KOLABORASI

Penerapan kegiatan kolaborasi TB-HIV pada tingkat layanan meliputi layanan untuk:

a. Membentuk mekanisme kolaborasi di tingkat layanan.

a. Membentuk badan koordinasi pelaksanaan TB-HIV efektif di tingkat layanan (dijelaskan di

Bab II Kolaborasi Program).

b. Melaksanakan surveilans HIV pada pasien TB (dijelaskan di Bab VIII Monev).

Page 30: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia18

c. Melaksanakan perencanaan bersama TB-HIV (dijelaskan di Bab III Perencanaan

Bersama TB-HIV).

d. Melaksanakan monitoring dan evaluasi (dijelaskan di Bab VIII mengenai Monev).

b. Menurunkan beban TB pada ODHA

a. Mengintensifkan penemuan kasus TB dan pengobatannya.

b. Menjamin pengendalian infeksi TB pada layanan kesehatan dan tempat khusus

(Lapas/Rutan, panti rehabilitasi NAPZA, tempat kerja).

c. Menurunkan beban HIV pada pasien TB

a. Menyediakan KT HIV.

b. Pencegahan HIV dan IMS.

c. Pengobatan pencegahan dengan kotrimoksasol dan IO lainnya.

d. Perawatan, dukungan dan pengobatan (PDP) HIV.

Dalam Bab IV ini akan dibahas mengenai kegiatan pada butir B dan C.

E. MENURUNKAN BEBAN TB PADA ODHA

1. Mengintensifkan penemuan kasus TB dan pengobatannya

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menurunkan angka kematian karena TB pada ODHA

dan kelompok perilaku berisiko tinggi terkena HIV. Kegiatan intensifikasi penemuan

kasus TB dimulai dari skrining TB dan dilanjutkan dengan penegakan diagnosis dan

pengobatannya.

Kegiatan dalam Intensifikasi penemuan kasus TB dan pengobatannya meliputi:

a. Skrining TB pada ODHA

Skrining TB harus dilakukan secara rutin pada semua klien dan ODHA yang datang di

layanan KT HIV dan PDP dengan menggunakan serangkaian pertanyaan sederhana

untuk mengidentifikasi secara dini pasien TB yaitu:

– batuk lebih dari 2 minggu

– demam

– kehilangan berat badan tanpa penyebab yang jelas

– pembesaran kelenjar getah bening > 2 cm

– berkeringat malam tanpa aktifitas

Page 31: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia19

Skrining dilakukan oleh Konselor, Manajer kasus atau Perawat dan harus dilakukan

pada semua ODHA setelah KT HIV (konseling post tes) secara berkala selama pelayanan

HIV termasuk sebelum memulai Antiretroviral Therapy (ART) atau selama pemberian

ART. Skrining TB juga harus dilakukan pada kontak serumah, pada klien/kelompok

dengan risiko HIV dan pada kondisi khusus seperti di rutan/lapas. Berkaitan dengan

prevalens TB yang tinggi di antara penasun (Injecting drug users/IDU), pelayanan

harm reduction dan Pusat rehabilitasi harus melakukan skrining TB secara rutin dan

segera merujuk ke Fasyankes. Diagnosis TB dan diagnosis HIV harus sesuai Pedoman

Nasional yang berlaku. Sebelum memulai ART, semua ODHA harus dipastikan status

TB-nya, bila ternyata juga menderita TB maka penatalaksanaannya sesuai tatalaksana

klinis TB-HIV.

Mitra pelaksanaan kegiatan tersebut adalah layanan bagi kelompok risiko tinggi

(Penasun, Waria, LSL, PS), Fasyankes di Lapas dan Rutan, kelompok ODHA, sarana

layanan IMS, layanan KIA.

Langkah kegiatan skrining:

1) Menentukan mitra untuk penemuan kasus misalnya: Lapas, LSM, kelompok

ODHA, kelompok dukungan dan layanan IMS.

2) Kesepakatan mekanisme rujukan antara layanan KT HIV dengan unit DOTS yang

memudahkan pasien.

b. Diagnosis TB pada ODHA

1. Akses pemeriksaan mikroskopis dahak

Suspek TB yang ditemukan di KT HIV dan atau PDP serta mitra lainnya harus

diperiksa sesegera mungkin oleh Dokter untuk segera didiagnosis dan diterapi

(termasuk akses untuk pemeriksaan mikroskopis dahak dan foto toraks) sehingga

diagnosis TB dapat ditegakkan lebih cepat. Untuk itu, perlu dibangun jejaring

dengan Fasyankes yang mempunyai sarana pemeriksaan mikroskopis dahak.

– Layanan paralel: membangun jejaring dengan Unit DOTS untuk penegakan

diagnosis TB dan pengobatannya.

– Layanan terintegrasi: Unit KT HIV dan atau PDP menegakkan diagnosis TB

sesuai dengan standar termasuk penentuan tempat yang memenuhi syarat

untuk pengumpulan sediaan dahak.

Page 32: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia20

2. Pemeriksaan foto toraks suspek TB BTA negatif

Diagnosis TB pada ODHA merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian

karena pada umumnya ODHA dengan infeksi TB menunjukkan hasil Basil

Tahan Asam (BTA) negatif. Oleh karena itu, suspek TB pada ODHA dengan hasil

pemeriksaan BTA negatif, harus segera mendapatkan pemeriksaan foto toraks.

Pemeriksaan foto toraks memegang peranan penting dalam mendiagnosis TB

pada ODHA khususnya dalam mempersingkat waktu supaya diagnosis TB tidak

terlambat.

Pada ODHA rawat jalan dengan hasil BTA negatif maka akses pemeriksaan

foto toraks direkomendasikan pada kunjungan kedua tanpa menunda sampai

didapatkan hasil pemeriksaan sputum BTA yang ketiga sedangkan pada pasien

yang sakitnya lebih parah atau pasien rawat inap maka pemeriksaan foto toraks

dilakukan segera pada saat pasien masuk RS bersamaan dengan upaya diagnostik

lainnya.

Pada daerah terpencil dan tidak mempunyai sarana pemeriksaan foto toraks

maka diagnosis TB pada ODHA dilakukan sesuai dengan pedoman nasional.

c. Pengobatan TB pada ODHA

Orang dengan HIV/AIDS dari layanan KT HIV dan atau PDP yang didiagnosis TB harus

segera mendapatkan pengobatan dengan OAT. Obat anti TB dapat diberikan di unit

DOTS maupun di Unit KT HIV dan atau PDP yang terintegrasi dengan pelayanan TB.

Dalam merujuk ODHA dengan TB perlu dipastikan bahwa Fasyankes yang dituju

sudah menerapkan strategi DOTS dan siap menerima rujukan dari unit KT HIV dan

atau PDP. Unit KT HIV dan atau PDP juga diharapkan memiliki kemampuan dalam

tatalaksana TB termasuk dalam hal logistik, pencatatan dan pelaporan. Pengobatan

TB pada ODHA mengacu pada Buku Petunjuk Teknis Tatalaksana Klinis Ko-infeksi TB-

HIV.

Langkah penerapan kolaborasi

Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam penerapan kolaborasi TB-HIV

dalam kegiatan intensifikasi penemuan kasus TB dan pengobatannya pada ODHA:

� menentukan Fasyankes atau mitra mana yang akan dilibatkan dalam penerapan

kolaborasi TB-HIV.

� membangun sistem rujukan yang disepakati.

Page 33: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia21

� memfasilitasi pengembangan kapasitas Fasyankes yang akan melaksanakan

kolaborasi TB-HIV termasuk pelatihan dan bimbingan/supervisi.

Setelah kegiatan di atas telah dilaksanakan maka pelaksanaan kegiatan kolaborasi di

tingkat layanan adalah seperti yang tercantum dalam tabel berikut:

Tabel 2. Penerapan Kolaborasi dalam kegiatan Intensifikasi penemuan kasus TB dan pengobatannya

NoJenis

Kegiatan

Penerapan Kolaborasi

Unit DOTS Unit Konseling dan Tes HIV/PDP

1 Skrining � Kesepakatanuntuk melakukan kolaborasi

� Mengembangkan sistem rujukan setempat

� KIE

� Menerima rujukan kasus TB

� Melaksanakan pencatatan dan pelaporan

� Kesepakatan untuk melakukan kolaborasi

� Mengembangkan sistem rujukan setempat

� Mengidentifikasi suspek TB pada setiap kunjungan

� Mendiagnosis TB atau merujuk jika tidak ada sarana diagnosis TB

� Melaksanakan pencatatan dan Pelaporan

2 Pemeriksaan Mikroskopis Dahak

� Memahami protap diagnosis TB pada ODHA

� Melaksanakan pemeriksaan mikroskopis dahak rujukan dari Konseling dan Tes HIV/PDP

� Memberikan bimbingan teknis tentang kualitas pemeriksaan dahak kepada petugas laboratorium unit Konseling dan Tes HIV dan atau PDP yang melaksanakan pemeriksaan mikroskopis sendiri

� Melaksanakan pencatatan dan pelaporan

� Memahami protap diagnosis TB pada ODHA

� Penyediaan sarana dan prasarana pemeriksaan mikroskopis dahak (bila memungkinkan)

� Penyegaran bagi petugas laboratorium

� Melaksanakan pencatatan dan Pelaporan

3 Pemeriksaan foto toraks

� Memahami pentingnya pemeriksaan foto toraks untuk diagnosis TB pada ODHA

� Melaksanakan pencatatan dan pelaporan

� Membangun jejaring dengan Fasyankes yang mempunyai sarana pemeriksaan foto toraks untuk diagnosis TB

� Melaksanakan pencatatan dan Pelaporan

Page 34: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia22

NoJenis

Kegiatan

Penerapan Kolaborasi

Unit DOTS Unit Konseling dan Tes HIV/PDP

4 Akses OAT � Menerima rujukan untuk pemberian OAT

� Tatalaksana efek samping OAT

� Bimbingan dan supervisi

� Tatalaksana defaulters, mangkir

� Pencatatan dan pelaporan TB-HIV

o Pemberian OATo Tatalaksana efek samping OATo Tatalaksana defaulters, mangkiro Membangun jejaring dengan Unit DOTS untuk pengobatan bila tidak mampuo Pencatatan dan pelaporan TB-HIV

2. Menjamin pengendalian infeksi TB pada layanan kesehatan dan tempat khusus (Lapas/Rutan, panti rehabilitasi NAPZA, tempat kerja)Pasien TB yang menular dapat dijumpai juga di sarana layanan HIV. Besar sekali

kemungkinan pasien TB ini menularkan kuman TB ke pasien lain atau kepada petugas

kesehatan. Oleh karena itu, untuk meminimalkan risiko penularan TB maka pengendalian

infeksi TB harus menjadi perhatian bagi petugas kesehatan terutama pada tempat

tertentu yang rawan HIV, seperti: layanan KT HIV, layanan PDP, rutan/lapas dan panti

rehabilitasi NAPZA. Upaya khusus ini harus dilakukan secara bersama dengan memperluas

kolaborasi TB-HIV. Layanan DOTS di Fasyankes KT HIV dan atau PDP akan meningkatkan

kemungkinan ODHA kontak dengan pasien BTA positif.

Upaya pengendalian infeksi akan menimbulkan stigmatisasi dan diskriminasi terhadap

pasien TB dan HIV. Upaya ini harus mempertimbangkan berbagai faktor yang memberikan

manfaat terbaik bagi layanan, pasien dan masyarakat.

Faktor-faktor yang harus diperhatikan:

– Tingkat risiko penularan.

– Penjelasan kepada pasien tentang penularan penyakit.

– Kesadaran layanan kesehatan tentang pentingnya kewaspadaan universal.

– Upaya pemisahan suspek TB atau pasien TB BTA positif dengan pasien lain. Pemisahan

ini harus lebih diperhatikan di unit KT HIV/PDP yang memberikan layanan DOTS

(misalnya: pemisahan ruang tunggu atau waktu yang berbeda, ventilasi yang baik).

Pada panti rehabilitasi NAPZA dan rutan/lapas, yang biasanya dengan prevalens HIV lebih

tinggi daripada masyarakat umum, TB menyebar dengan lebih mudah karena lingkungan

Page 35: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia23

yang padat, ventilasi yang buruk, lamanya terpapar dan terbatasnya layanan kesehatan.

Di tempat-tempat ini, diterapkan skrining gejala TB secara berkala, memperkuat jejaring

rujukan layanan DOTS dan memisahkan pasien TB BTA positif selama masa pengobatan

TB fase intensif.

Setiap pasien yang diduga atau didiagnosis TB Resistan Obat harus mendapat perlakuan

khusus dalam layanan HIV karena risiko penularan yang lebih berbahaya dan risiko

kematian yang tinggi.

Pencegahan Pengendalian infeksi TB dan Kewaspadaan Standar mengacu pada buku

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi TB dan/atau buku Kewaspadaan

standar.

F. MENURUNKAN BEBAN HIV PADA PASIEN TB

Salah satu tujuan dari kolaborasi TB-HIV adalah menurunkan beban HIV pada pasien TB.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilaksanakan kegiatan-kegiatan yang dapat menjadi

pintu masuk bagi pasien TB menuju akses pencegahan dan pelayanan HIV sehingga dengan

demikian pasien tersebut mendapatkan pelayanan yang komprehensif.

Adapun kegiatan-kegiatan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Menyediakan layanan konseling dan tes HIV untuk pasien TB.

2. Pencegahan HIV dan IMS. 3. Pengobatan pencegahan dengan kotrimoksasol (PPK) dan IO lainnya.

4. Perawatan, dukungan dan pengobatan HIV.

Kegiatan-kegiatan pada daerah epidemi HIV meluas dan terkonsentrasi atau rendah pada

prinsipnya adalah sama kecuali pada kegiatan nomor satu, yaitu menyediakan layanan KT HIV

untuk pasien TB. Perincian mengenai perbedaannya seperti uraian di bawah ini:

Menyediakan layanan KT HIV untuk pasien TBSebagian besar orang yang terinfeksi HIV tidak mengetahui status HIV-nya dan mereka akan

mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan umum. Konseling dan tes HIV merupakan

pintu masuk yang penting bagi pasien TB untuk mendapatkan pelayanan HIV.

Strategi Konseling dan tes HIV pada pasien TB:

a. Di wilayah dengan epidemi HIV yang meluas

Page 36: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia24

� Seluruh pasien TB di unit DOTS dilakukan KT HIV secara rutin.

� Di seluruh Fasyankes di daerah dengan prevalens HIV pada pasien TB > 5%, KT HIV

harus ditawarkan secara rutin pada semua pasien TB.

� Konseling dan tes HIV dapat dilaksanakan setiap saat selama pengobatan

TB sehingga jika ada pasien yang pada awalnya menolak tes HIV maka dapat

ditawarkan kembali setelah pemberian informasi HIV AIDS.

b. Di wilayah dengan epidemi HIV yang rendah dan terkonsentrasi

� Dilakukan pengkajian faktor risiko menggunakan formulir skrining (kuesioner)

pada setiap pasien TB .

� Pasien TB dengan faktor risiko ditawarkan untuk KT HIV (oleh petugas TB atau

dirujuk ke unit KT HIV).

Kriteria penilaian untuk menawarkan tes HIV pada pasien TB:

1) Faktor risiko HIV (pasien atau pasangan)

– Penasun,

– Pekerja Seks (Wanita, Pria termasuk Waria dan Lelaki Seks Lelaki),

– Berganti-ganti pasangan,

– Riwayat Infeksi Menular Seksual,

– Jenis pekerjaan yang berisiko tinggi, misalnya: orang yang karena pekerjaannya

berpindah-pindah tempat (supir, pelaut), migran, tuna wisma, pekerja bar/salon,

– Riwayat transfusi darah dan produk darah.

2) Penilaian klinis HIV

– Kematian pasangan akibat penyakit kronik,

– Kandidiasis oral, diare kronik dan penurunan berat badan secara drastis (>

10%).

3) Penilaian klinis TB

– Kasus sulit (komplikasi) atau tidak adanya respons terhadap pengobatan,

– Pasien TB yang dirawat inap,

– Pasien TB ekstra paru,

– Bila hasil pemeriksaan dahak BTA negatif dan ada keraguan dalam penilaian faktor

risiko HIV maka menjadi alasan kuat untuk menawarkan KT HIV karena sebagian

besar kasus TB-HIV ditemukan dengan hasil pemeriksaan dahak BTA negatif.

Jika ditemukan salah satu kriteria tersebut di atas maka pasien TB tersebut ditawarkan

untuk tes HIV.

Page 37: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia25

Konseling dan tes HIV bagi pasien TB dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu:

Provider-initiated HIV testing and counselling (PITC= Konseling dan Tes HIV Atas Inisiasi

Petugas Kesehatan /KTIPK) dan Voluntary Counselling and Testing (VCT= KT HIV Sukarela/

KTS).

A.1. Pendekatan tes HIV dan konseling atas inisiasi petugas kesehatan (KTIPK/

Provider Initiated Testing and Counseling (PITC))

Provider Initiated Testing and Counseling merupakan layanan Tes dan Konseling atas

Inisiasi Petugas Kesehatan yang terintegrasi di Fasyankes. Provider Initiated Testing

and Counseling dilakukan oleh tenaga kesehatan ketika pasien datang berobat

ke Fasyankes dan terindikasi terkait infeksi HIV. Apabila dijumpai pasien TB yang

menunjukkan terdapatnya gejala yang mengarah ke AIDS (seperti di atas) maka

petugas kesehatan di unit TB menginisiasi tes dan dilanjutkan dengan konseling

HIV kepada pasien tersebut sebagai bagian dari tatalakasana klinis.

Inisiasi tes HIV oleh petugas kesehatan harus selalu didasarkan atas kepentingan

kesehatan dan pengobatan pasien. Untuk itu, perlu memberikan informasi yang

cukup sehingga pasien mengerti dan mampu mengambil keputusan menjalani

tes HIV secara sukarela. Selain itu juga perlu diinformasikan bahwa konfidensialitas

terjaga, terhubung dengan rujukan ke PDP yang memadai.

Provider Initiated Testing and Counseling dilaksanakan tidak dengan cara mandatori

atau wajib. Prinsip 3 C (informed consent, confidentiality, counseling) dan 2 R

(reporting and recording) tetap harus diterapkan dalam pelaksanaannya.

Tujuan utama KTIPK/PITC adalah agar petugas kesehatan dapat membuat

keputusan klinis dan/atau menentukan pelayanan medis secara khusus yang tidak

mungkin dilaksanakan tanpa mengetahui status HIV seseorang seperti misalnya

ART.

Langkah KTIPK di unit DOTS meliputi:

1. Pemberian KIE mengenai kaitan TB dengan HIV.

2. Memeriksa tanda-tanda IO lain pada kasus TB.

3. Identifikasi faktor risiko yang tampak, misalnya jejas suntikan, tindik berlebihan

dan tato permanen.

4. Pemberian informasi dan motivasi pasien TB yang berisiko HIV untuk menjalani

Page 38: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia26

tes.

5. Rujukan pasien TB ke layanan tes HIV dengan menggunakan formulir rujukan.

6. Pemberian informasi tentang hasil tes HIV kepada pasien TB dan tindak lanjutnya.

7. Pengisian format pencatatan (rekam medis, register, dll) pada setiap akhir layanan.

KIE

Petugas memberikan KIE kepada pasien (dapat dilakukan secara berkelompok atau per-orangan) dengan menggunakan alat bantu audio visual � Poster � Brosur

Kontak awal antara petugas dan pasien

� Petugas mengindentifikasi faktor risiko yang tampak termasuk memeriksa tanda-tanda IO lain

� Petugas memberikan informasi mengenai kaitan TB dengan HIV

� Petugas memprakasai tes HIV pada pasien TB yang berisiko

Rujuk ke Tes Cepat HIV

Tes Cepat HIV dilakukan di laboratorium

Petugas menyampaikan hasil tes kepada pasien

Pasien menolak Tes HIV Petugas mengulang informasi tentang pentingnya tes HIV. Bila masih menolak juga: � Sarankan sebagai alternatif untuk ke klinik KT HIV � Pada kunjungan TB berikutnya diulangi informasi

tentang pentinya tes HIV

Pasien dengan hasil tes HIV negatif

� Petugas menyampaikan hasil tes negatif � Berikan pesan tentang pencegahan HIV � Sarankan kepada pasien dan pasangannya

untuk ke klinik KT HIV untuk konseling pencegahan HIV lebih lanjut (termasuk saran untuk tes ulang)

Rujuk ke klinik KT HIV

Beri informasi tentang klinik KT HIV terdekat

Pasien dengan hasil Tes HIV Positif � Petugas informasikan hasil tes HIV positf � Berikan dukungan kepada pasien dalam menanggapi

hasil tes � Informasikan perlunya perawatan dan pengobatan HIV � Informasikan cara pencegahan penularan kepada

pasangan, sarankan untuk tes HIV di KT HIV

Rujuk ke PDP � Inform Petugas informasikan hasil tes HIV positf � Berikan dukungan kepada pasien dalam menanggapi hasil tes � Informasikan perlunya perawatan dan pengobatan HIV � Informasikan cara pencegahan penularan kepada pasangan,

sarankan untuk tes HIV di KT HIV � Pastikan sumber dukungan yang ada di masyarakat � Pasien tetap harus dirujuk ke Konseling dan Tes HIV untuk

konseling perubahan perilaku

Bersedia tes HIV (dengan Informed consent)

(

Rujuk ke klinik KT HIV bila pasien tetap menolak

Beri informasi tentang klinik KT HIV terdekat

Gambar 1. Langkah Pelayanan PITC di Unit DOTS

Page 39: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia27

A.2. Pendekatan KT HIV atas inisiasi klien atau yang disebut KT HIV Sukarela (KTS)

Konseling dan Tes HIV atas inisiasi klien (KTS) ini merupakan salah satu strategi

kesehatan masyarakat dan sebagai pintu masuk ke seluruh layanan kesehatan HIV/

AIDS berkelanjutan. Konseling dan testing HIV sukarela adalah suatu prosedur diskusi

pembelajaran antara konselor dan klien untuk memahami HIV/AIDS beserta risiko

dan konsekuensi terhadap diri, pasangan dan keluarga serta orang di sekitarnya.

Tujuan utamanya adalah perubahan perilaku ke arah perilaku lebih sehat dan lebih

aman.

Perbandingan antara KTS dan KTIPK adalah seperti tabel berikut ini:

Tabel 3. Pendekatan konsep KTS dan PITC

Tolok Ukur KT HIV Sukarela Konseling dan tes atas inisiasi petugas kesehatan

Pasien/Klien � Datang ke klinik khusus untuk KT HIV

� Berharap dapat pemeriksaan

� Pada umumnya asimtomatis

� Datang ke klinik karena penyakit terkait HIV misalnya pasien TB/ suspek TB

� Tidak bertujuan tes HIV

� Tes HIV diprakarsai oleh petugas kesehatan berdasarkan indikasi

Petugas kesehatan/Konselor

Konselor terlatih baik petugas kesehatan maupun bukan petugas kesehatan

Petugas kesehatan yang dilatih untuk memberikan konseling dan edukasi

Tujuan utama KT HIV

Penekanan pada pencegahan penularan HIV melalui pengka-jian faktor risiko, pengurangan risiko, perubahan perilaku dan tes HIV serta peningkatan kualitas hidup

Penekanan pada diagnosis HIV untuk penatalaksanaan yang tepat bagi TB-HIV dan rujukan ke PDP

Pertemuan Pra tes

� Konseling berfokus klien

� Secara individual

� Kedua hasil baik positif maupun negatif, sama pentingnya untuk diketahui pasien karena pentingnya upaya pencegahan dan peningkatan kualitas hidup

� Petugas kesehatan memprakarsai tes HIV kepada pasien yang terindikasi

� Diskusi dibatasi tentang perlunya menjalani tes HIV

� Perhatian khusus untuk yang hasil-nya HIV positif dengan fokus pada perawatan medis dan upaya pencegahan

Page 40: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia28

Tolok Ukur KT HIV Sukarela Konseling dan tes atas inisiasi petugas kesehatan

Tindak lanjut � Klien dengan hasil HIV positif dirujuk ke layanan PDP dan dukungan lain yang ada di masyarakat

� Konseling pembukaan status pada pasangan dan keluarga

� Klien dengan hasil negatif penekanan pada memperta-hankan perilaku aman

� Perawatan pasien HIV positif berkoordinasi dengan petugas TB dan rujukan ke layanan dukungan lain yang ada di masyarakat

� Klien dengan hasil negatif penekanan pada penanganan penyakit yang diderita

Dalam menginisiasi konseling HIV, perlu juga dilakukan skrining IMS pada pasien TB

dengan menggunakan serangkaian pertanyaan sederhana. Pasien TB dengan gejala

IMS harus segera diterapi atau dirujuk ke sarana layanan IMS serta dianjurkan untuk

melakukan KT HIV.

Selain IMS perlu juga skrining tentang penyalahgunaan NAPZA karena di Indonesia

merupakan faktor risiko penting untuk infeksi HIV. Kolaborasi dapat dikembangkan dengan

klinik penyedia layanan pengurangan dampak buruk seperti Layanan Jarum Suntik Steril

(LJSS) dan atau Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) bagi para penasun.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan kolaborasi di Layanan KT HIV bagi pasien TB:

- Sarana layanan TB dapat berupa sarana layanan TB DOTS di Puskesmas ataupun di RS,

sementara sarana layanan KT HIV dapat berlokasi di RS, Puskesmas atau klinik KT HIV

mandiri yang dikelola LSM.

- Kegiatan kolaborasi tersebut dapat terlaksana apabila strategi DOTS di wilayah Kab/

Kota telah diterapkan dan terdapat layanan tes HIV di wilayah tersebut.

- Konseling dan tes HIV secara sukarela merupakan pintu masuk untuk layanan PDP

HIV termasuk pengobatan ARV. Hal ini berlaku juga bagi pasien TB.

- Layanan KT HIV dapat diberikan di layanan TB yang sudah memiliki kemampuan

untuk KT HIV atau melalui rujukan internal ataupun eksternal.

- Penanggung jawab kolaborasi ini adalah petugas Unit DOTS dengan mitra utama

Unit KTS dan atau PDP.

Page 41: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia29

Pencegahan HIV dan IMS

Petugas di unit DOTS di RS dan Puskesmas harus memberikan KIE kepada pasien TB

mengenai HIV. Pada saat memberikan layanan pada pasien TB merupakan peluang yang

baik dalam memberikan KIE tentang HIV. Kegiatan KIE harus dilaksanakan secara berkala.

Materi KIE HIV/AIDS pada pasien TB adalah sebagai berikut:

– Ko-infeksi TB-HIV; pesan harus terfokus pada kemungkinan ko-infeksi TB-HIV,

ketersediaan layanan TB dan HIV serta manfaat dan pentingnya KT HIV bagi pasien

TB.

– Pencegahan HIV menggunakan strategi ABCD (A: abstinence/puasa seks, B: Be

faithfull/bersikap saling setia, C: Condom/Kondom dan D: Drug/tidak menggunakan

NAPZA suntik).

– Promosi kondom sebagai upaya untuk pencegahan IMS harus ditekankan di pelayanan

DOTS. Pasien TB harus diskrining untuk gejala IMS. Mereka dengan gejala IMS harus

ditangani dan dirujuk ke layanan IMS.

– Pasien penasun harus dirujuk ke unit pengurangan dampak buruk NAPZA suntik dan

layanan terapi rumatan metadon.

Pengobatan pencegahan dengan kotrimoksasol dan pengobatan IO lainnya

Pengobatan pencegahan dengan kotrimoksasol bertujuan untuk mengurangi angka

kesakitan dan kematian pada ODHA dengan atau tanpa TB akibat IO. Pengobatan

pencegahan dengan kotrimoksasol relatif aman dan harus diberikan sesuai dengan

Pedoman Nasional PDP serta dapat diberikan di unit DOTS atau di unit PDP.

Pengobatan pencegahan kotrimoksasol diindikasikan bagi:

– Semua pasien TB dengan HIV (+).

– ODHA dewasa dan remaja (usia > 13 tahun) pada tahap penyakit simtomatis (stadium

klinis 2, 3, atau 4).

Perawatan, dukungan dan pengobatan HIV

1) Perawatan

Human Immunodeficiency Virus merupakan penyakit kronik yang akan dialami

seumur hidup ODHA. Seperti halnya penyakit kronik yang lain maka HIV memerlukan

perawatan dan pemantauan status kesehatannya secara berkesinambungan.

Perawatan komprehensif berkesinambungan adalah perawatan yang dilakukan

secara holistik dan terus menerus melalui sistem jejaring yang bertujuan memperbaiki

dan memelihara kualitas hidup ODHA dan keluarganya. Perawatan komprehensif

Page 42: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia30

meliputi pelayanan medis, keperawatan dan pelayanan pendukung lainnya seperti

aspek promosi kesehatan, pencegahan penyakit, perawatan penyembuhan dan

rehabilitasi untuk memenuhi kebutuhan fisis, psikologi, sosial dan kebutuhan spritual

individu termasuk perawatan paliatif.

2) Dukungan

Dukungan bagi pasien dengan HIV meliputi dukungan sosial, dukungan untuk akses

layanan, dukungan di masyarakat dan di rumah, dukungan spriritual dan dukungan dari

kelompok sebaya. Kelompok dukungan sebaya (KDS) dan organisasi kemasyarakatan

dapat berperan serta dalam membangun jejaring antara unit layanan kesehatan dan

kelompok dukungan lain yang ada di masyarakat terkait kolaborasi TB-HIV.

Kelompok tersebut dapat berperan dalam hal:

– Penjaringan suspek TB – HIV dan rujukan pasien.

– Perawatan ODHA dengan TB di rumah maupun di masyarakat.

– Penyiapan pasien untuk pengobatan terutama kesiapan kepatuhan dan

pemantauannya.

– Mendorong Fasyankes agar dapat memberikan layanan yang lebih user

friendly/bersahabat.

– Menjadi media penyampai informasi kesehatan.

– Pelaksanaan pengendalian infeksi TB-HIV di kelompoknya maupun di

Fasyankes.

Semua kegiatan di atas menjadi tanggung jawab bersama baik unit DOTS maupun

layanan KT HIV/PDP.

3) Pengobatan

Pasien TB dengan HIV positif diberikan OAT dan Pengobatan ARV untuk mengurangi

angka kesakitan dan kematian dengan mendahulukan pengobatan TB. Pengobatan

ARV harus diberikan di layanan PDP yang mampu memberikan tatalaksana komplikasi

yang terkait HIV, yaitu di RS rujukan ARV. Sedangkan untuk pengobatan TB bisa

didapatkan di unit DOTS yang terpisah maupun yang terintegrasi di dalam unit PDP.

Pengobatan ARV dimulai di RS sedangkan persiapannya dapat dilaksanakan oleh

Puskesmas termasuk didalamnya penyiapan kepatuhan, pemberian PPK dan

pengobatan IO yang sederhana.

Petugas TB perlu mendapatkan pelatihan atau pengenalan tentang tatalaksana HIV

dan terapi ARV termasuk dukungan kepatuhan pasien terhadap ARV.

Agar lebih jelas, kegiatan-kegiatan untuk menurunkan beban HIV pada pasien TB

dapat dilihat pada tabel berikut:

Page 43: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia31

Tabel 4. Penerapan Kolaborasi Menurunkan beban HIV pada pasien TB

No Jenis Kegiatan

Penerapan Kolaborasi

Unit DOTS Unit PDP HIV

1 KT HIV � Penyiapan protap dan kuesioner penilaian faktor risiko HIV (termasuk skrining IMS dan pengunaan NAPZA, berkolaborasi dengan unit terkait)

� Pada semua pasien TB dilakukan penilaian faktor risiko dengan kuesio-ner yang ada dan yang teridentifikasi memiliki faktor risiko ditawarkan KT HIV

� Pada daerah epidemi HIV meluas semua pasien TB langsung ditawari untuk menjalani KT HIV

� Petugas memberikan informasi HIV dan menawarkan KT HIV kepada pasien TB

� Melaksanakan pencatatan dan pelaporan

� Penyiapan protap dan kuesio-ner penilaian faktor risiko HIV (termasuk skrining IMS dan pengunaan NAPZA, berkolabo-rasi dengan unit terkait)

� Semua klien KT HIV (yang datang sendiri atau dari unit DOTS) ditanyakan gejala IMS dan penggunaan NAPZA

� Pasien IMS dirujuk ke unit IMS, pasien pengguna NAPZA dirujuk ke PTRM atau program LJSS

� Konselor melakukan KT HIV kepada pasien TB

� Melaksanakan pencatatan dan pelaporan

2. Pencegahan HIV dan IMS

� Pemberian KIE Pencegahan HIV dan IMS termasuk promosi kondom

� Pemberian KIE Pencegahan HIV dan IMS termasuk promosi kondom

3. PPK � Pemberian PPK pada pasien TB-HIV

� Pemantauan efek samping PPK

� Melaksanakan pencatatan dan pelaporan

� Pemberian PPK pada pasien TB-HIV

� Pemantauan efek samping PPK

� Melaksanakan pencatatan dan pelaporan

Page 44: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia32

No Jenis Kegiatan

Penerapan Kolaborasi

Unit DOTS Unit PDP HIV

4. PDP HIV � Unit DOTS membina PMO untuk melaksanakan dukungan biopsiko-sosial di rumah dan masyarakat

� Memfasilitasi pertemuan berkala dengan PMO

� Menerima informasi hasil pantauan KD tentang kepatuhan menelan obat

� Memberikan informasi kepada KD untuk mengenal efek samping obat

� Menerima laporan dari KD tentang pasien yang tidak mengambil obat sesuai jadual (termasuk defaulter) dan menindaklanjuti.

� Kesepakatan untuk melakukan kolaborasi

� Mengembangkan sistem rujukan setempat

� Mengidentifikasi kriteria klinis pasien TB-HIV untuk mendapatkan ARV

� Merujuk pasien ke Unit PDP untuk mendapatkan ARV

� Memantau pasien yang mendapat-kan OAT dan ARV termasuk efek samping obat dan Immune reconsti-tution inflammatory syndrome (IRIS)

� Melaksanakan pencatatan dan pelaporan

� Merujuk pasien ke kelompok dukungan (KD) untuk pendampingan

� Memberikan bimbingan teknis kepada KD sehubungan perawatan di rumah dan masyarakat

� Kesepakatan untuk melakukan kolaborasi

� Menerima rujukan dari unit DOTS

� Menyiapkan dan melaksanakan terapi ARV sesuai Pedoman Nasional pada pasien TB-HIV termasuk penyiapan kepatuhannya,

� Memantau pasien yang mendapatkan OAT dan ARV

� Memantau resistensi obat HIV

� Melaksanakan pencatatan dan pelaporan

Page 45: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia33

G. ALUR LAYANAN DAN SISTEM RUJUKAN

Rujukan pada kolaborasi TB-HIV di tingkat layanan meliputi rujukan antar unit di satu

Fasyankes (misalnya dari unit TB ke unit KT HIV) dan rujukan antar Fasyankes (misalnya dari

Puskesmas ke RS) secara timbal balik hingga ke tingkat komunitas.

1. Pasien TB dengan HIV PositifPasien TB dapat dilayani di Puskesmas atau unit DOTS di RS.

– Apabila pasien TB didapati HIV Positif, unit DOTS merujuk pasien ke RS rujukan ARV

untuk mempersiapkan dimulainya pengobatan ARV.

– Sebelum merujuk pasien ke layanan PDP, Puskesmas/unit DOTS RS dapat membantu

dalam melakukan persiapan agar pasien patuh selama mendapat pengobatan ARV.

– Ketika pasien telah dalam kondisi stabil, misalnya sudah tidak lagi dijumpai reaksi

atau efek samping obat, tidak ada interaksi obat maka pasien dapat dirujuk kembali

ke Puskesmas/unit RS DOTS untuk meneruskan OAT sedangkan untuk ARV tetap

diberikan oleh tim PDP.

2. Orang dengan HIV AIDS dengan TB Pintu masuk ke layanan HIV adalah sarana layanan KT HIV (KTS). Perawatan, dukungan

dan pengobatan HIV di Indonesia dikembangkan di RS rujukan ARV yang merupakan

layanan kesehatan sekunder atau tersier.

– Semua ODHA diskrining gejala dan tanda TB. Skrining dapat dilakukan oleh Konselor,

Perawat atau Dokter di layanan KT HIV dan atau PDP.

– Jika dijumpai ODHA dengan suspek TB, segera dilakukan pemeriksaan lebih lanjut

untuk menegakkan diagnosis TB. Jika di layanan KT HIV dan atau PDP tidak ada sarana

diagnostik TB, segera rujuk ODHA ke unit DOTS.

– ODHA yang terdiagnosis TB harus segera diobati dengan OAT dapat dilakukan di unit

DOTS Puskesmas atau RS maupun di layanan PDP.

– Unit KT HIV dan atau PDP dapat memantau kemajuan pengobatan TB dengan

bantuan unit DOTS.

Page 46: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia34

Gambar 2. Bagan Alur Rujukan dalam Kolaborasi Perawatan dan Pengobatan TB-HIV

Ya

Ya

Diagnostik TB KTS HIV

TB (+)? HIV (+)?

Bukan TB

Prevalensi HIV tinggi?

Berisiko HIV?

Bersedia KTS?

Gejala TB? [a]

Layak ART?

Suspek TB Berisiko HIV

Kembali ke PDP HIV

Terapi TB

Terapi TB tahap intensif lengkap?

Default tracing

Lengkapi Terapi TB ART

Ya

Tidak Ya

Ya

Ya

Ya

ART dapat ditunda? [b]

Konseling perubahan perilaku

Kembali ke UPK TB

(terapi TB)

Ulang KTS 6 bulan lagi

Pemeriksaan tindak lanjut

setiap 3-6 bulan

Tidak

TidakYa

TidakTidak

OAT + ART

Tidak

UPK TB DOTS PDP HIV

TidakYa

Tidak

Catatan: Alur pasien dari Unit DOTS Alur pasien dari Fasyankes PDP HIV

Catatan :[a] Skrining TB pada ODHA disertai juga dengan skrining IO yang lain dan dilakukan

pada setiap kunjungan

[b] Indikasi Pemberian ART sesuai dengan pedoman nasional program pengendalian HIV/AIDS di Indonesia.

Page 47: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia35

BAB V PENGEMBANGAN SUMBER DAYA

MANUSIA

A. PENGERTIAN DAN TUJUAN.

Pengembangan sumber daya manusia (SDM) adalah suatu proses yang sistematis dalam

memenuhi kebutuhan ketenagaan yang cukup dan bermutu sesuai kebutuhan dan bertujuan

untuk menyediakan tenaga pelaksana yang memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap

yang diperlukan sehingga mampu menunjang tercapainya tujuan kegiatan kolaborasi.

Pengembangan SDM dalam program kolaborasi TB-HIV merujuk kepada pengertian yang

mengarah kepada peningkatan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan, pemanfaatan

pada pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV dan pembinaan yang berkesinambungan.

B. STANDARISASI KETENAGAAN

Ketenagaan dalam program pengendalian TB dan HIV memiliki standar dalam hal jumlah

dan jenis tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan program tersebut. Dalam

pelaksanaannya sangat tergantung pada ketersediaan SDM di Fasyankes pelaksana tersebut.

Oleh karena itu, dalam kegiatan kolaborasi TB-HIV tidak selalu harus menambah tenaga baru

tetapi dapat memanfaatkan ketenagaan yang sudah ada. Pelaksana kegiatan kolaborasi TB-

HIV melekat pada masing-masing program di setiap tingkat administrasi. Adapun penjelasan

secara rinci mengenai SDM tersebut di masing-masing tingkat administrasi adalah sebagai

berikut:

Page 48: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia36

1. Tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Koordinator kegiatan kolaborasi TB-HIV di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota

adalah pejabat yang membawahi program pengendalian TB dan HIV.

2. Tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes).

Pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV di tingkat Fasyankes pada prinsipnya dilakukan

oleh masing-masing petugas TB dan petugas HIV. Pimpinan Fasyankes perlu membentuk

Pokja TB-HIV yang dipimpin oleh seorang Koordinator.

Di tingkat Puskesmas, Kepala Puskesmas dapat menjadi Koordinator pelaksanaan kegiatan

kolaborasi TB-HIV. Rincian tugas Tim TB-HIV di Fasyankes dapat dilihat pada Bab II.

Berdasarkan hal tersebut maka standar ketenagaan pada masing-masing Fasyankes

ditentukan sebagai berikut:

Tabel 5. Tenaga yang dibutuhkan dalam Pelaksanaan Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di Fasyankes

Fasyankes

Model Kolaborasi

Paralel Terintegrasi

DOTS Layanan Konseling dan Tes HIV/PDP

DOTS-Konseling dan Tes HIV/PDP

(Puskesmas, Klinik, dst)

– 1 Dokter – 1 Perawat– 1 Petugas Lab

– Konselor– Dokter – Perawat– Petugas Lab– Manajer Kasus

– Konselor– Dokter – Perawat– Petugas Lab– Manajer Kasus

(RS Kelas C, RS Kab/Kota, RS

Swasta)

– 2 Dokter Umum– 2 Dokter Spesialis

(Spesialis Penyakit Dalam dan Spesialis Anak)

– 2 Perawat– 1 Petugas Lab– 1 Farmasi– 1 Petugas

pencatatan dan pelaporan

– Konselor– Dokter Umum– Dokter Spesialis

(Spesialis Penyakit Dalam)

– Perawat– Petugas Lab– Manajer Kasus– Farmasi– Petugas pencatatan

dan pelaporan

– Konselor– Dokter Umum– Dokter Spesialis

(Spesialis Penyakit Dalam dan Anak)

– Perawat– Petugas Lab– Manajer Kasus– Farmasi– Petugas pencatatan

dan pelaporan

Page 49: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia37

(RS Kelas B atau A, RS Nasional, Provinsi dan pendidikan)

– 2 Dokter Umum– 4 Dokter Spesialis

(Spesialis Penyakit Dalam,Paru,Patklin/Mikrobiologi, Anak)

– 3 Perawat– 1 Petugas Lab– 1 Farmasi– 1 Petugas pencatatan dan pelaporan

– Konselor– Dokter Umum– Dokter Spesialis

(Spesialis Penyakit Dalam,Paru,Patklin/ Mikrobiologi, Anak)

– Perawat– Petugas Lab– Manajer Kasus– Farmasi– Petugas pencatatan

dan pelaporan

– Konselor– Dokter Umum– Dokter Spesialis

(Spesialis Penyakit Dalam, Paru, Anak, Obsgin, Bedah, Kulit dan Kelamin)

– Perawat– Petugas Lab– Manajer Kasus– Farmasi– Petugas pencatatan

dan pelaporan

C. TUGAS POKOK DAN FUNGSI PETUGAS PELAKSANA KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV. Tugas pokok dan fungsi ini menjadi dasar pengembangan kompetensi sumber daya

petugas terkait pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV. Secara umum tugas dan fungsi ini

menjabarkan tugas pokok dan fungsi yang telah berjalan di masing-masing program pada

setiap tingkatan.

Tugas pokok dan fungsi bagi pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV di tingkat provinsi dan

kabupaten/kota telah dibahas pada bab II.

Page 50: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia38

Tabel 6. Tugas pokok dan fungsi petugas TB dan petugas HIV di Fasyankes.

LAYANAN TB LAYANAN HIV AIDS

Dokter Tugas:

• Menjaring suspek TB

• Mendiagnosis TB (menentukan klasifikasi dan tipe pasien)

• Memberikan pengobatan TB (menentukan jenis paduan)

• Memberikan penyuluhan

• Menentukan PMO

• Mengisi kartu pengobatan pasien TB

• Memonitor dan mengevaluasi hasil pengobatan TB

• Merujuk pasien TB jika diperlukan

• Menilai faktor risiko HIV pada pasien TB dan bila perlu merujuknya ke klinik KT HIV

• Memberikan umpan balik hasil diagnosis TB pada ODHA yang dirujuk dari layanan KT HIV dan atau PDP

Dokter Tugas:

• Menentukan diagnosis dan stadium klinis HIVAIDS

• Mendiagnosis Infeksi Oportunistik

• Memberikan pelayanan kegawatdaruratan bagi ODHA

• Memberikan penatalaksanaan awal bagi ODHA

• Merujuk ODHA ke spesialis yang terkait jika diperlukan.

• Merujuk ODHA ke fasilitas laboratorium lain untuk pemeriksaan HIV jika pemeriksaan tersebut tidak tersedia

• Merujuk ODHA ke fasilitas laboratorium lain untuk pemeriksaan HIV

• Mengisi ikhtisar perawatan HIV dan ART

• Melakukan skrining suspek TB pada ODHA dan bila perlu merujuk ke Unit DOTS untuk diagnosis TB

• Memberikan umpan balik hasil tes HIV pasien TB yang dirujuk dari unit DOTS untuk tujuan pengobatan pasien TB tersebut.

Dokter SpesialisTugas :

• Mendiagnosis TB

• Memberikan pelayanan kegawatdaruratan bagi TB

• Memberikan penatalaksanaan menyeluruh bagi pasien TB

• Merujuk pasien TB ke spesialis lain bila diperlukan.

• Mengisi kartu pengobatan pasien TB

• Menilai faktor risiko HIV pada pasien TB dan bila perlu merujuknya ke klinik KT HIV

• Memberikan umpan balik hasil diagnosis TB pada ODHA yang dirujuk dari KT HIV PDP

Dokter SpesialisTugas:

• Menentukan diagnosis dan stadium klinis HIV/AIDS

• Mendiagnosis Infeksi Oportunistik

• Memberikan pelayanan kegawatdarurat-an bagi ODHA

• Memberikan penatalaksanaan menyeluruh bagi ODHA

• Merujuk ODHA ke spesialis lain bila diperlukan.

• Mengisi ikhtisar perawatan HIV dan ART

• Melakukan skrining suspek TB pada ODHA dan bila perlu merujuk ke Unit DOTS untuk diagnosis TB

Page 51: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia39

LAYANAN TB LAYANAN HIV AIDS

• Memberikan umpan balik hasil tes HIV pasien TB yang dirujuk dari unit DOTS untuk tujuan pengobatan pasien TB tersebut.

KonselorTugas:

• Memberikan informasi HIV/AIDS yang benar dan akurat

• Melakukan konseling HIV/AIDS sebelum dan sesudah tes

• Melakukan pencatatan dan pelaporan hasil konseling

• Melakukan koordinasi dengan layanan pencegahan, dukungan dan perawatan di masyarakat dan unit pelayanan terkait

• Melakukan skrining suspek TB pada ODHA dan bila perlu merujuk ke Unit DOTS untuk diagnosis TB

• Memberikan umpan balik hasil tes HIV pasien TB yang dirujuk dari unit DOTS untuk tujuan pengobatan pasien TB tersebut

PerawatTugas:

• Melakukan asuhan keperawatan

• Membantu Dokter untuk mengisi kartu pengobatan pasien TB

• Melakukan pencatatan dan pelaporan (Register pasien)

• Memberikan penyuluhan

• Membuat permintaan pemeriksaan dahak

• Menentukan PMO atau menjadi PMO

• Memonitor hasil pengobatan

• Melakukan pelacakan kasus mangkir

• Menilai faktor risiko HIV pada pasien TB dan bila perlu merujuknya ke klinik KT HIV

PerawatTugas:

• Melakukan asuhan keperawatan bagi ODHA baik di RS maupun perawatan di rumah

• Membantu Dokter untuk mengisi ikhtisar perawatan HIV dan ART

• Mengenali keadaan gawat darurat dan memberikan pelayanan dasar kegawat-daruratan bagi ODHA

• Memberikan terapi dengan benar sesuai instruksi Dokter.

• Memonitor perkembangan keadaan umum ODHA

• Melakukan skrining suspek TB pada ODHA dan bila perlu merujuk ke Unit DOTS untuk diagnosis TB

Page 52: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia40

LAYANAN TB LAYANAN HIV AIDS

• Memberikan umpan balik hasil diagnosis TB pada ODHA yang dirujuk dari KT HIV/PDP

Petugas Laboratorium Tugas:

• Pengumpulan dahak

• Pemeriksaan mikroskopis dahak

• Mencatat hasil pemeriksaan laboratorium

• Melakukan pemantapan mutu internal dan eksternal

Petugas Laboratorium Tugas:

• Mengambil sampel darah dan melakukan pemeriksaan HIV sesuai SOP

• Melakukan sesuai SOP

• Mencatat hasil pemeriksaan laboratorium

• Melakukan rujukan spesimen ke laboratorium rujukan sesuai instruksi Dokter.

• Melakukan pemantapan mutu internal dan eksternal

Petugas Pencatatan dan Pelaporan Tugas:

• Melakukan pencatatan sesuai dengan format baku yang ditetapkan secara Nasional

• Melakukan pelaporan sesuai dengan alur pelaporan yang ditetapkan

• Tugas ini dapat dirangkap oleh petugas yang lain

Apoteker/petugas farmasiTugas:

• Melakukan konseling minum obat

• Melakukan pencatatan dan pelaporan penggunaan obat

• Menghitung perencanaan dan permintaan obat

• Memantau efek samping obat dan kepatuhan minum obat

KonselorTugas:

• Membantu klien menyiapkan diri untuk pemeriksaan laboratorium

• Memberikan pengetahuan akan implikasi terinfeksi atau tidak terinfeksi HIV

• Memfasilitasi diskusi tentang cara menyesuaikan diri dengan status HIV

Manajer KasusTugas:

• Memberikan dan mengorganisasi dukungan dan pendampingan bagi ODHA dan keluarganya secara biopsikososial

• Mendukung kepatuhan ODHA agar teratur berobat

• Memastikan ODHA mendapat akses pelayanan kesehatan

• Memberdayakan ODHA agar mandiri

• Melakukan skrining suspek TB pada ODHA dan bila perlu merujuk ke Unit DOTS untuk diagnosis TB

Page 53: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia41

D. PENINGKATAN KEMAMPUAN SUMBER DAYA MANUSIA Peningkatan kemampuan dan ketrampilan SDM pelaksana kegiatan kollaborasi TB-HIV

dilakukan melalui pelatihan dan bimbingan teknis.

1. PelatihanPelatihan dalam kolaborasi TB-HIV mengacu pada pelatihan program TB maupun program

HIV/AIDS yang ada. Secara umum konsep pelatihan tersebut meliputi:

a. Pendidikan/pelatihan sebelum bertugas (pre service training).

b. Pelatihan dalam tugas (in service training) dibedakan menjadi:

1) Pelatihan dasar program (initial training). Pelatihan dasar program dapat dilakukan

dengan cara:

– Pelatihan dasar,

– Pelatihan ulangan (retraining) dan

– Magang (on the job training).

2) Pelatihan lanjutan (advanced training) .

Pelatihan dilaksanakan berdasarkan tugas pokok dan fungsi tenaga sesuai tingkat

pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV:

a. Pelatihan kegiatan kolaborasi TB-HIV bagi petugas TB.

b. Pelatihan kegiatan kolaborasi TB-HIV bagi petugas di layanan KT HIV dan atau PDP.

2. Bimbingan TeknisBimbingan Teknis adalah kegiatan untuk meningkatkan kompetensi petugas yang

dilakukan secara langsung dapat berupa: observasi, diskusi, bantuan teknis, pemecahan

masalah dan rekomendasi.

Di samping bimbingan teknis secara umum dilakukan juga bimbingan klinis (clinical

mentoring) bagi petugas yang dilatih Konseling dan Tes HIV/PDP oleh tenaga klinis

terlatih yang ditunjuk oleh program.

Bimbingan teknis dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat administrasi yang

tertinggi sampai ke tingkat terendah (unit pelaksana teknis).

Agar bimbingan teknis efektif dan mencapai tujuannya maka bimbingan teknis harus

direncanakan dengan baik dengan memperhatikan frekuensi kunjungan dan unit yang

akan dikunjungi. Pada keadaan tertentu misalnya kinerja petugas masih kurang baik,

frekuensi bimbingan teknis perlu ditingkatkan.

Persiapan bimbingan teknis sangat diperlukan supaya pelaksanaan dapat berjalan lancar

dan mencapai tujuannya secara efektif dan efisien dengan langkah-langkah sebagai

berikut:

Page 54: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia42

a. Penyiapan daftar tilik yang akan digunakan saat bimbingan teknis (Lampiran 2).

b. Pengumpulan informasi tentang masalah dan hambatan yang dihadapi.

c. Penjadualan kegiatan.

d. Pemberitahuan dan kesepakatan waktu dengan petugas yang akan dibimbing.

Pada setiap akhir kegiatan diberikan umpan balik hasil bimbingan kepada petugas yang

dibimbing dan pimpinannya. Umpan balik tersebut disampaikan secara lisan (pada saat

pelaksanaan bimbingan teknis) dan secara tertulis (dalam bentuk laporan bimbingan

teknis) yang disampaikan kemudian.

Page 55: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia43

BAB VI MANAJEMEN LOGISTIK

A. BATASAN DAN TUJUAN

Manajemen logistik adalah serangkaian kegiatan yang meliputi perencanaan kebutuhan,

pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, monitoring dan evaluasi dalam menjamin

ketersediaan logistik baik dalam jumlah maupun kualitas untuk mendukung operasional

program.

Penyediaan logistik untuk kebutuhan pelayanan TB-HIV memerlukan perlakuan dan perhatian

secara spesifik terutama obat-obatan (OAT, ARV dan obat IO).

Dalam bab ini hanya akan dibahas mengenai manajemen logistik secara umum sedangkan

untuk hal yang lebih rinci mengacu pada pedoman manajemen logistik masing-masing

program.

B. JENIS-JENIS LOGISTIK Jenis logistik yang dipersiapkan meliputi:

Page 56: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia44

Jenis logistik Program TB

Program HIV AIDS

Puskesmas/Satelit RS ARV

Rumah Sakit

Obat OAT Kotrimoksasol ARV, Kotrimiksasol dan beberapa obat IO yang lain (lihat lampiran 3)

Alat dan bahan diagnostik

Sarana pemeriksaan mikroskopis dahak, biakan dan uji kepekaan

Sarana pemeriksaan Rapid test HIV

Sarana pemeriksaan Rapid test HIV, ELISA, Flowcytometer (untuk pemeriksaan CD4), PCR unit(untuk pemeriksaan PCR-RNA HIV/Viral load)

Pencatatan pelaporan

• Formulir TB 01, 02, 03, 04, 05, 06, 09, 10

• Formulir rujukan kolaborasi TB HIV

• Formulir Penilaian faktor risiko HIV

• Formulir laporan 17 variabel kolaborasi TB-HIV

• Formulir VCT

• Formulir PITC

• Formulir skrining gejala dan tanda TB

• Buku bantu kolabo-rasi TB-HIV

• Formulir laporan 17 variabel kolaborasi TB-HIV

• Ikhtisar perawatan HIV & ART, Register Pra ART, Register ART, Laporan Bulanan Perawatan HIV & ART

• Formulir VCT

• Formulir PITC

• Formulir skrining gejala dan tanda TB

• Buku bantu kolaborasi TB-HIV

• Formulir laporan 17 variabel kolaborasi TB-HIV

Bahan KIE Poster, leaflet dan

lembar balik

Poster, leaflet dan

lembar balik

Poster, leaflet dan lembar

balik

C. SIKLUS MANAJEMEN

Siklus manajemen meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan,

pendistribusian, monitoring dan evaluasi. Dalam kegiatan kolaborasi TB-HIV, pengelolaan

logistik TB mengacu pada pedoman pengelolaan logistik Program TB demikian pula untuk

pengelolaan logistik HIV/AIDS mengacu pada buku manajemen Program Pengendalian HIV/

AIDS Supply Chain Management (SCM).

Page 57: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia45

BAB VII ADVOKASI, KOMUNIKASI DAN

MOBILISASI SOSIAL (AKMS)A. BATASAN DAN TUJUAN

Advokasi, Komunikasi dan Mobilisasi Sosial (AKMS) adalah suatu konsep sekaligus kerangka

kerja terpadu untuk mempengaruhi dan mengubah kebijakan publik, perilaku dan

memberdayakan masyarakat dalam pelaksanaan kolaborasi TB-HIV. Sehubungan dengan itu

AKMS merupakan suatu rangkaian kegiatan advokasi, komunikasi, dan mobilisasi sosial yang

dirancang secara sistematis dan dinamis.

Tujuan AKMS dalam kolaborasi TB-HIV adalah untuk memberdayakan potensi masyarakat

dan pemerintah sehingga mampu dan mandiri dalam penanggulangan TB-HIV.

B. STRATEGI AKMS

Ada tiga strategi dalam AKMS dan sekaligus merupakan komponen yaitu Advokasi,

Komunikasi dan Mobilisasi Sosial.

1. Advokasi

Merupakan upaya secara sistimatis untuk mempengaruhi Pimpinan, Pembuat/Penentu

Kebijakan dan Keputusan dalam penyelenggaraan kolaborasi TB-HIV. Pendekatan dapat

dilakukan dengan cara bertatap muka langsung (audiensi), konsultasi, memberikan

laporan, pertemuan/rapat kerja, lokakarya dan sebagainya sesuai dengan situasi dan

kondisi masing-masing unit.

Page 58: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia46

2. Komunikasi

Merupakan proses penyampaian pesan atau gagasan (informasi) yang disampaikan

secara lisan dan atau tertulis dari sumber pesan kepada penerima pesan melalui media

dengan harapan terdapatnya pengaruh timbal balik.

Sumber pesan (pemberi pesan) dapat berasal dari individu, kelompok (petugas

penjangkau, masyarakat) maupun kelembagaan (Petugas kesehatan baik TB maupun HIV,

Konselor). Pesan-pesan dalam proses komunikasi disampaikan melalui bahasa yang sama

dengan bahasa penerima pesan agar mudah dimengerti dan dipahami oleh penerima.

Penerima pesan adalah dapat berupa individu, kelompok, kelembagaan maupun massa.

Pengemasan materi pesan bisa berbeda tergantung kelompok sasaran (Isi pesan lihat

lampiran 4).

3. Mobilisasi Sosial

Merupakan kegiatan yang melibatkan semua unsur masyarakat dengan keterpaduaan

elemen Pemerintah dan non Pemerintah sehingga masyarakat dapat melakukan kegiatan

secara kolektif dengan menggunakan sumber daya yang ada dan membangun solidaritas

untuk mengatasi masalah.

Dalam kolaborasi TB-HIV kegiatan tersebut dapat dilakukan melalui kampanye,

penyuluhan kelompok, diskusi kelompok, kunjungan rumah dan konseling.

C. KELOMPOK SASARAN AKMS

1. Pengambil keputusan di berbagai tingkat administrasi (Gubernur, Bupati/Walikota, DPRD,

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah/Bappeda, Badan Perencanaan Pembangunan

Kota/Bappeko, dll.).

2. Kelompok yang dapat mempengaruhi pengambil keputusan dan kelompok yang dapat

mempengaruhi masyarakat yang terkena dampak TB-HIV (penyedia layanan, lintas sektor,

Tokoh agama/Toga, Tokoh Masyarakat/Toma, Ormas dan media massa).

3. Kelompok ODHA.

4. Kelompok Pasien TB.

5. Kelompok yang terkena dampak TB-HIV.

Page 59: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia47

D. KEGIATAN AKMS

1. Pengorganisasian

Pelaksanaan AKMS TB-HIV dilaksanakan melalui pola struktur organisasi yang sudah ada

mulai dari tingkat Fasyankes, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi

dan Kementerian Kesehatan.

Dalam pelaksanaan AKMS harus melibatkan:

a. Pengelola program di berbagai tingkatan baik di Pusat, Dinas Kesehatan Provinsi dan

Kabupaten/Kota;

Kegiatan AKMS dalam Pengendalian TB merupakan kegiatan Program TB baik di

setiap tingkatan yang masing-masing berperan dalam mengelola kegiatan.

Peran:

1) Memfasilitasi kegiatan AKMS TB termasuk menyertakan topik TB-HIV.

2) Mengelola jaringan kemitraan di masing-masing tingkatan.

3) Membimbing dan berkoordinasi dengan Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam

pelaksanaan kegiatan.

4) Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan.

b. Koalisi/Ormas/LSM/Organisasi Profesi Lokal;

Selain peranan pengelola program, AKMS memerlukan dukungan dan bermitra

dengan sebuah Koalisi/Ormas/LSM/Organisasi Profesi. Tanpa kemitraan kegiatan

AKMS tidak dapat berjalan.

Peran:

1) Mendukung Pemerintah dalam pelaksanaan AKMS di wilayah kerjanya sesuai

dengan keahlian dan kemampuannya.

2) Mendukung Pemerintah sebagai advokator.

3) Berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi

dan Kabupaten/Kota ataupun Fasyankes serta mitra lain yang terlibat dalam

pelaksanaan kegiatan.

4) Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan.

c. Media;

Page 60: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia48

Kita tidak dapat secara efektif memerangi TB jika masyarakat tidak merasa ini

merupakan masalah bersama yang harus ditanggulangi bersama. Oleh karena itu,

diperlukan dukungan media dalam menyampaikan pesan kepada seluruh target baik

Pemerintah, masyarakat dan pasien TB.

Peran:

1) Menyebarkan informasi yang benar mengenai TB maupun HIV.

2) Mendorong terjadinya perubahan pandangan masyarakat, pemegang kebijakan,

pihak swasta tentang pengendalian TB di wilayahnya melalui penyebaran

informasi tentang TB maupun HIV.

3) Menjadikan TB dan HIV menjadi agenda publik dengan secara berkesinambungan

memberitakan tentang TB dan HIV.

d. Masyarakat, termasuk mereka yang terkena dampak TB dan HIV;

Masyarakat baik mereka yang sakit maupun orang yang terkena dampak TB

maupun HIV bukan hanya sebagai obyek namun mereka dapat juga berperan dalam

mengendalian perkembangan TB di masyarakat. Mereka merupakan informan yang

tepat yang dapat menyampaikan pesan tentang TB maupun HIV karena mereka

mempunyai pengalaman nyata.

Peran:

1) Berperan aktif dalam menyebarkan informasi tentang pencegahan, gejala, tempat

pemeriksaan dan pencarian pengobatan yang benar.

2) Mendukung pasien TB dan ODHA dalam menjalankan pengobatannya.

3) Mendukung kelompok sebaya dalam menjalankan pengobatannya dan mengatasi

permasalahan yang muncul selama pengobatan.

e. Pemegang Kebijakan Internal dan Lintas Sektoral

Komitmen politik merupakan bagian utama dari strategi DOTS. Untuk itu peranan

pemegang kebijakan sangatlah penting dalam program ini.

Peran:

Mendukung pelaksanaan Pengendalian TB terutama yang terkait dengan area

kerjanya.

Page 61: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia49

2. Pelaksanaan

Keberhasilan AKMS sangat ditentukan oleh keterlibatan banyak pihak melalui kerjasama

lintas sektoral yang serasi, harmonis, efektif dan efisien.

Langkah-langkah pelaksanaan kegiatan AKMS:

1) Mengidentifikasi dan melibatkan lintas sektor, lintas program, Kelompok ODHA,

kelompok pasien TB, mitra dan media.

2) Menilai dan membangun kapasitas dan sumber daya.

3) Menetapkan peran dan tanggung jawab.

4) Menjalin kemitraan.

5) Membuat dan mengelola anggaran.

PENDEKATAN AKMS

TUJUAN KEGIATAN

Advokasi Meningkatkan pemahaman para pengambil kebijakan tentang pengaruh TB-HIV terhadap masalah kesehatan dan ekonomi wilayahnya dengan tujuan pengendalian TB (termasuk TB-HIV) menjadi prioritas Pemerintah

a. Seminar, Pertemuan Dengar Pendapat

b. Penyebaran Media Cetak (Leaflet, Factsheet, Warta dll)

c. Peringatan Hari TB Sedunia, Hari AIDS Sedunia, Hari Kesehatan Nasional

Komunikasi • Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang TB

• Mengurangi stigma terhadap TB / HIV dan TB-HIV

• Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang TB

• Mengurangi stigma terhadap TB / HIV dan TB-HIV dengan melibat aktifkan pasien TB dan ODHA

• Membantu petugas kesehatan mengidentifikasi kasus TB

• Mendorong masyarakat agar mencari pelayanan TB-HIV yang tepat

• Memformulasikan pesan komunikasi yang tepat sesuai dengan latar budaya, pendidikan masayarakat

• Kampanye media melalui televisi, radio, koran dll

• Pendistribusian materi KIE kepada masyarakat

• Pelatihan Komunikasi Interpersonal dan Konseling bagi Petugas Kesehatan dan Konselor

Page 62: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia50

Mobilisasi Sosial • Meyakinkan pada masyara-kat bahwa TB dapat disem-buhkan

• Mendorong orang yang sakit TB untuk mendapat-kan pengobatan yang tepat

• Menyediakan materi KIE yang dapat digunakan oleh konselor

• Mendorong pasien TB menjalankan pengobatan sampai tuntas

• Menjangkau populasi khusus seperti penghuni rutan/lapas, masyarakat urban, pekerja dll

• Penyebaran informasi TB dan HIV melalui berbagai kegiatan masyarakat seperti pertemuan rutin bulanan, arisan, pengajian dll

• Pelibatan kelompok ODHA dan kelompok pasien dalam memberi edukasi pada kelompoknya

• Pelibatan kader dalam penyebaran informasi seperti penyuluhan, kunjungan rumah dll

3. Kerja sama Lintas Sektoral (Organisasi Profesi, Dunia Usaha, Akademisi, dsb)

Kolaborasi TB-HIV tidak mungkin hanya dilakukan oleh sektor kesehatan tetapi

membutuhkan kemitraan dan dukungan yang dilakukan oleh sektor lainnya. Untuk itu,

perlu diwujudkan koordinasi, integrasi dan sinkronikasi berbagai program dan kegiatan

baik yang berada di dalam lingkup kesehatan maupun dengan sektor-sektor lainnya.

Untuk mewujudkan koordinasi yang baik perlu diselengarakan komunikasi antar unit

dan antar sektor guna membahas perencanaan dan implementasi serta pembinaan dan

pengawasan kolaborasi TB-HIV.

Kolaborasi TB-HIV dapat diperkuat dengan:

1. Komitmen politik di seluruh tingkatan.

2. Kegiatan advokasi dan komunikasi kolaborasi TB-HIV yang disusun dengan baik,

direncanakan bersama untuk memastikan sasaran dan isi pesan tepat.

3. Pengembangan bersama strategi komunikasi dan mobilisasi sosial TB-HIV ditujukan

pada kebutuhan individu dan pasien serta masyarakat yang terkena dampak HIV/

AIDS dan TB.4. Memasukkan pesan HIV pada KIE TB dan sebaliknya.

E. KELUARAN AKMS TB-HIV

1. Terdapatnya peningkatan dukungan kebijakan, pendanaan dan sumber daya lain

oleh berbagai pihak dalam kegiatan kolaborasi TB-HIV.

2. Peningkatan opini publik yang mendukung kegiatan kolaborasi TB-HIV.

Page 63: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia51

3. Peningkatan nilai, praktek dan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan TB-

HIV.

Secara skematis luaran AKMS dapat digambarkan seperti di bawah ini:

Gambar 3. Skema Luaran AKMS

Advokas i

Pem erin tahm empriori task ank egiatanTB-HIV

Partis ipas imas yarakatda lam penanggulanganTB-HIV

Penc arian lay ananoleh suspek / orangberis ik o

Peny ediaanlay ananbermutu

Stigm a berk urang

Kec ukupan log istikdan sum ber day a la in

Nak es , mas yarakatmem berik anduk ungandanperawatanmem adai

Ni lai dan praktekbudaya s ehat olehpemerintah danm as yarak at

Mobil isas isos ia l

M asy arak atm engertitentangTB-H IV

Peningkatanjumlahm as y arak aty ang bebasTB dan HIV

Kemandi rianmas yarakat danlingk ungany ang menduk ung

Penemuan/ d iagnos asecara din idanpengobatan yang tepat

Monitoring

Komunik as iPenurunank as us

Page 64: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia52

Page 65: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia53

BAB VIII MONITORING DAN EVALUASI

A. BATASAN DAN TUJUAN

Monitoring dan Evaluasi (M&E) TB-HIV diperlukan dalam manajemen kolaborasi program

TB-HIV untuk menilai keberhasilan dan menjamin efektifitas serta efisiensi penggunaan

sumber daya sehingga dapat diupayakan perbaikan dan peningkatan kegiatan secara terus

menerus.

Monitoring merupakan pengamatan rutin terhadap kinerja program dan layanan dengan

cara menganalisis baik masukan (input), proses dan luaran (output) secara berkala dan terus

menerus untuk dapat segera mendeteksi bila ada masalah dalam pelaksanaan kegiatan yang

telah direncanakan supaya dapat dilakukan tindakan perbaikan segera. Cara monitoring

dilakukan dengan menelaah laporan, pengamatan langsung dan wawancara dengan petugas

pelaksana maupun dengan masyarakat sasaran.

Evaluasi adalah penilaian secara berkala dari kegiatan program dengan menggunakan data

monitoring. Biasanya evaluasi ini dilakukan pada akhir periode kegiatan/program, misalnya

setahun sekali. Dengan evaluasi dapat dinilai sejauh mana pencapaian tujuan dan target yang

telah ditetapkan sebelumnya. Dalam mengukur keberhasilan tersebut diperlukan indikator.

Hasil evaluasi sangat berguna untuk kepentingan perencanaan program.

Page 66: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia54

B. INDIKATOR KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV

Untuk menilai kemajuan atau keberhasilan kegiatan kolaborasi TB-HIV digunakan beberapa

indikator yang tercantum seperti di bawah ini:

1. Pembentukan mekanisme kolaborasi TB-HIV

a. Terbentuknya kelompok kerja/forum komunikasi kegiatan kolaborasi TB-HIV di semua

lini.

b. Tersedianya data TB-HIV di semua tingkat dan sudah dilaporkan.

c. Terselenggaranya perencanaan bersama kegiatan kolaborasi TB-HIV.

d. Jumlah Fasyankes yang menyediakan layanan TB-HIV.

e. Terlaksananya monitoring dan evaluasi terpadu kegiatan kolaborasi TB-HIV.

2. Penurunan beban TB pada ODHA

a. Proporsi ODHA yang mengunjungi klinik PDP yang dikaji status TB

b. Proporsi ODHA yang didiagnosis TB diantara ODHA yang telah dikaji status TB-nya.

c. Proporsi ODHA yang mendapatkan pengobatan TB diantara ODHA yang telah

terdiagnosis TB.

d. Proporsi Fasyankes yang mempunyai kebijakan pengendalian penyakit infeksi (PPI)

TB

3. Penurunan beban HIV pada pasien TB

a. Proporsi pasien TB yang dites HIV.

b. Proporsi pasien TB yang dites HIV dan hasilnya tercatat dalam register TB

c. Proporsi pasien TB yang dites HIV dengan hasil tes HIV positif.

d. Proporsi pasien TB dengan HIV positif yang menerima PPK

e. Proporsi pasien TB dengan HIV positif yang mendapat ART selama pengobatan TB.

Page 67: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia55

4. Indikator Hasil Pengobatan TB pada Kegiatan Kolaborasi TB-HIV

a. Angka konversi

b. Angka kesembuhan

c. Angka keberhasilan pengobatan TB

C. SURVEILANS HIV DI ANTARA PASIEN TB

Surveilans merupakan suatu rangkaian kegiatan mulai dari pengumpulan data secara

sistematik, analisis, interpretasi dan diseminasi data penyakit untuk kepentingan tindakan

kesehatan masyarakat dalam upaya menurunkan kesakitan dan kematian serta untuk

peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

Surveilans HIV di antara pasien TB bermaksud untuk mengukur prevalens infeksi HIV di

antara pasien TB. Mengingat bahwa HIV akan memberikan dampak besar terhadap upaya

penanggulangan TB, prevalens HIV diantara pasien TB merupakan indikator yang sensitif

dari penyebaran HIV ke populasi umum. Informasi banyaknya HIV diantara pasien TB sangat

penting dalam upaya meningkatkan komitmen pelayanan komprehensif (terpadu) dari

perawatan dan dukungan HIV AIDS termasuk pengobatan antiretroviral (ART) pada pasien

TB dengan HIV positif.

1. Metode Surveilans

Ada 3 macam metode surveilans HIV di antara pasien TB yaitu:

a. Surveilans berdasar data rutin.

Dalam kondisi daerah dengan prevalens HIV tinggi pada populasi umum, tes HIV

pada pasien TB untuk keperluan diagnosis dilakukan lebih sering. Hal ini disebabkan

pilihan pengobatan dan perawatan infeksi HIV meningkat, dengan demikian tes

diagnosis HIV pada pasien TB dilakukan secara rutin pada pasien TB kecuali jika

mereka menolak di tes.

Data dikumpulkan dari layanan rutin pasien TB yang dilakukan tes HIV. Data rutin

dari layanan tersebut di atas merupakan sistim terbaik untuk memperoleh informasi

meskipun kemungkinan terjadinya bias cukup besar, misalnya pasien TB yang

kemungkinan terinfeksi HIV menolak untuk di tes. Jika jumlah pasien yang menolak

untuk di tes HIV cukup besar maka surveilans berdasar data rutin interpretasinya

Page 68: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia56

kurang akurat.

b. Surveilans berdasar survei periodik (khusus)

Survei ini merupakan survei sero-prevalens HIV yang dilakukan secara potong

lintang/cross-sectional pada sekelompok pasien TB yang dianggap dapat mewakili

suatu wilayah/daerah tertentu. Untuk itu, perhitungan sampel dari survei ini harus

dilakukan secara tepat untuk menghindari bias. Survei dilakukan secara unlinked

anonymous, dilakukan secara berkala dengan selang waktu 2-3 tahun. Hasil survei ini

dapat digunakan untuk mengkalibrasi hasil surveilans berdasar data rutin.

Survei sero prevalens periodik (khusus) dapat juga merupakan metode surveilans

dalam mengukur prevalens HIV di antara pasien TB yang dapat memberikan estimasi

pointprevalence HIV di antara pasien TB yang cukup tepat. Survei ini bermanfaat pada

keadaan dimana prevalens sebelumnya tidak diketahui dan sebagai kajian situasi

awal.

Survei ini memerlukan biaya yang cukup mahal dan termasuk cukup sulit untuk

dilaksanakan.

c. Surveilans Sentinel

Merupakan surveilans yang dilaksanakan di lokasi yang terpilih. Lokasi sentinel pada

umumnya dipilih karena lokasi tersebut dapat dipertimbangkan mewakili populasi

yang lebih besar. Sebagaimana survei periodik, sistem survailans sentinel juga

dilakukan secara unlinked anonymous.

Penetapan Fasyankes DOTS sebagai lokasi pelaksanaan surveilans sentinel harus

sesuai pedoman yang berlaku yaitu pada tempat, waktu dan metode yang sama

(buku Pedoman Nasional Surveilans Sentinel HIV).

Sistem tersebut sangat berguna jika tidak memungkinkan untuk memeriksa semua

kasus karena pendekatan kesehatan masyarakat yang akan ditindaklanjuti bukanlah

untuk menjawab masalah secara individu.

Metode surveilans ini bertujuan memberikan informasi yang lebih sistematik dan

lebih akurat serta mampu memberikan estimasi point prevalence HIV di antara pasien

TB. Hasil surveilans sentinel ini dapat digunakan untuk mengkalibrasi hasil dari

surveilans berdasarkan data rutin. Disamping itu, juga sangat berguna untuk melihat

kecenderungannya (trend).

Page 69: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia57

Tabel 7. Alur Pemilihan Metode Surveilans

KRITERIA METODE SURVEILANS YANG DIANJURKAN

I. Keadaan epidemi HIV MELUAS(Generalized)

Data dari tes HIV rutin pada pasien TB.

dan

Surveilans sentinel atau surveilans periodik (khusus) untuk mengkalibrasi data dari testing HIV rutin.

II. Keadaan epidemi HIV TERKONSENTRASI

(Concentrated)

Data dari tes HIV rutin pada pasien TB.

atau

Surveilans sentinel atau surveilans periodik (khusus) didaerah pelaksanaan dimana tingkat HIV tidak diketahui (data rutin belum ada). Surveilans ini dapat dipakai untuk mengkalibrasi data testing HIV rutin.

III. Keadaan epidemi HIV RENDAH (Low Level)

Surveilans sentinel atau surveilans periodik (khusus)

2. Manfaat Surveilans HIV Di Antara Pasien TB Berdasarkan Tingkat Epidemi HIV

a. Pada semua keadaan prevalens HIV

– Untuk menginformasikan target kebutuhan sumber daya dan rencana kegiatan

bagi pasien koinfeksi TB-HIV serta monitoring efektifitas kegiatan tersebut.

– Untuk meningkatkan kesadaran para pemangku kebijakan, profesional dan

masyarakat umum terhadap situasi tersebut.

– Untuk menilai perlunya kerja sama antara program HIV AIDS dan TB dalam rangka

perumusan dan pelaksanaan strategi TB-HIV secara bersama.

– Untuk memberikan informasi tentang epidemi HIV AIDS dan dampaknya pada

pasien TB.

– Untuk mengetahui besarnya kebutuhan ART pada pasien TB.

b. Keadaan epidemi HIV terkonsentrasi atau meluas

– Untuk menilai dampak epidemi HIV pada pasien TB.

– Untuk memonitor efektifitas strategi bersama yang ditujukan untuk mengurangi

beban TB-HIV.

Page 70: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia58

c. Keadaan epidemi HIV rendah

Untuk mengingatkan program TB dan HIV AIDS terhadap besarnya masalah HIV

sehingga dapat melakukan perubahan yang tepat untuk program, seperti membangun

metode surveilans yang lebih sistematik atau membuat strategi bersama.

D. PENCATATAN DAN PELAPORAN KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV

Salah satu komponen penting dari monitoring dan evaluasi yaitu pencatatan dan pelaporan.

Pencatatan dan pelaporan berguna untuk mendapatkan data kegiatan.Kemudian data

tersebut diolah, dianalisis, diinterpretasi, disajikan dan disebarluaskan untuk dimanfaatkan.

Data yang dikumpulkan harus valid (akurat, lengkap dan tepat waktu) sehingga memudahkan

dalam pengolahan dan analisis.

Data kolaborasi TB-HIV dapat diperoleh dari pencatatan di semua unit pelayanan kesehatan

dengan menggunakan satu sistem yang baku. Laporan kolaborasi TB-HIV terdiri atas variabel

TB dan variabel HIV. Laporan tersebut harus dilaporkan oleh petugas TB dan petugas HIV tiap

3 bulan mulai dari Fasyankes, Kabupaten/Kota, Provinsi sampai ke tingkat Pusat.

Formulir Pencatatan dan pelaporan TB dan HIV dijelaskan berikut ini.

a. Formulir Pencatatan dan Pelaporan di Fasyankes

Fasyankes (Puskesmas, Rumah Sakit, Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)/

Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM)/BP4, klinik dan dokter praktek swasta dll) dalam

melaksanakan pencatatan menggunakan formulir:

a. HIV

− Formulir KT HIV Sukarela (KTS)

Adalah formulir yang digunakan untuk mencatat proses KT HIV oleh Konselor di

layanan KTS.

– Formulir Konseling dan Tes HIV atas Inisiatif Petugas Kesehatan (KTIP)

Adalah formulir yang digunakan untuk mencatat proses KT HIV oleh Petugas

kesehatan di layanan kesehatan.

- Formulir Ikhtisar perawatan HIV & Terapi Antiretroviral (ART)

Page 71: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia59

Adalah formulir yang berisi informasi pasien yang dicatat untuk semua pasien HIV

yang terdaftar di layanan PDP. Formulir ini terdiri dari dua halaman yaitu:

1) Halaman pertama berisi informasi ringkasan identifikasi penting, sosiodemografi,

klinis dan pengobatan.

2) Halaman dua berbentuk tabel yang berisi data kunjungan follow up pasien.

– Buku Register Pra ART

Adalah buku yang digunakan untuk mencatat informasi penting dari formulir

ikhtisar perawatan HIV dan Terapi ART dari semua pasien HIV yang masuk dalam

perawatan dan belum memulai ART di layanan PDP.

– Buku Register ART

Adalah buku yang digunakan untuk mencatat informasi penting dari formulir

ikhtisar perawatan HIV dan Terapi ART dari semua pasien HIV yang masuk dalam

perawatan dan sudah memulai ART di layanan PDP.

– Formulir Laporan Bulanan Perawatan HIV & ART

Adalah formulir pendokumentasian indikator utama mengenai akses perawatan

HIV, akses ke ART dan kesinambungan ART di layanan PDP yang dilakukan oleh

Petugas HIV.

b. TB

– Buku Daftar Suspek yang Diperiksa Dahak SPS (TB.06)

Adalah buku yang berisi tentang suspek TB yang diperiksa dahak SPS yang

dilaksanakan di Fasyankes.Di dalam buku tersebut juga berisi nomor sediaan dahak

untuk diisi pada formulir TB.05.

– Formulir permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak (TB.05)

Adalah formulir permohonan pemeriksaan dahak yang terdiri dari dua bagian:

1) Bagian atas berisi identitas suspek atau pasien TB dan nomor sediaan dahak untuk

dikirmkan ke bagian laboratorium.

2) Bagian bawah berisi hasil pemeriksaan dahak yang diisi oleh petugas laboratorium

untuk dikembalikan ke bagian yang merujuk.

Page 72: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia60

– Buku Register Laboratorium TB (TB.04)

Adalah buku yang berisi hasil pemeriksaan dahak suspek dan dahak ulang pasien TB

(follow up) di laboratorium TB yang melakukan pewarnaan dan pembacaan sediaan

dahak.

– Kartu pengobatan pasien TB (TB.01)

Adalah kartu pengobatan pasien yang mendapat pengobatan TB, terdiri dari dua

bagian:

1) Bagian depan, berisi data pasien, riwayat pengobatan, hasil pemantauan

pemeriksaan dahak dan pemantauan pengobatan tahap awal.

2) Bagian belakang, berisi pemantauan pengobatan tahap lanjutan, data HIV, dan

status akhir pengobatan pasien.

– Kartu identitas pasien TB (TB.02)

Adalah kartu berisikan perjanjian pengambilan obat dan pemeriksaan dahak ulang

untuk pegangan pasien.

– Buku Register TB UPK (TB.03 UPK)

Adalah buku rekapitulasi dari seluruh data pengobatan pasien (TB.01), terdiri dari

empat rangkap:

1) Lembar 1 berwarna putih digunakan sebagai pertinggal di Fasyankes.

2) Lembar 2 berwarna merah muda digunakan sebagai laporan penemuan pasien

ke Kabupaten/Kota.

3) Lembar 3 berwarna kuning digunakan sebagai laporan konversi dahak ulang

pasien ke Kabupaten/Kota.

4) Lembar 4 berwarna hijau digunakan sebagai laporan hasil akhir pengobatan

pasien ke Kabupaten/Kota.

– Formulir rujukan/pindah pasien (TB.09)

Adalah formulir yang digunakan untuk merujuk/pindah pasien yang masih dalam

pengobatan ke Fasyankes yang dirujuk baik dalam satu Kabupaten maupun antar

Kabupaten/Kota atau antar Provinsi. Formulir ini terdiri dari dua bagian:

Page 73: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia61

1) Bagian atas diisi oleh Fasyankes yang merujuk untuk dikirimkan ke Fasyankes

yang dirujuk.

2) Bagian bawah diisi oleh Fasyankes yang menerima rujukan untuk kemudian

dikirim kembali ke Fasyankes yang merujuk sebagai informasi pasien sudah

diterima.

– Formulir hasil akhir pengobatan dari pasien TB pindahan (TB.10)

Adalah formulir yang berisi hasil akhir pengobatan pasien yang dirujuk/dipindah ke

Fasyankes yang merujuk/memindahkan.

c. TB-HIV

– Formulir rujukan kolaborasi TB-HIV

Adalah formulir yang digunakan untuk merujuk pasien TB dari unit DOTS ke Unit KTS/

PDP atau klien dari Unit KTS/PDP ke Unit DOTS. Formulir ini terdiri dari dua rangkap,

yaitu :

1) Lembar 1 (berwarna putih) diisi oleh unit yang merujuk kemudian dikirimkan ke

unit yang dirujuk (unit DOTS atau KTS/PDP). Lembaran ini terdiri dari dua bagian,

yaitu bagian atas yang berisi identitas dan alasan rujukan dan bagian bawah yang

berisi jawaban rujukan yang berisi hasil untuk dikirimkan kembali ke bagian yang

merujuk.

2) Lembar 2 (berwarna hijau) merupakan salinan dari lembar 1 dan lembar pertinggal

unit yang merujuk.

- Formulir skrining gejala dan tanda TB

Adalah formulir yang digunakan untuk menilai gejala dan tanda TB pada ODHA di

layanan PDP.

– Formulir Penilaian faktor risiko HIV

Adalah formulir yang digunakan untuk menilai faktor risiko HIV pada pasien TB di

layanan DOTS.

– Buku bantu kolaborasi TB-HIV

Page 74: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia62

Adalah buku yang digunakan untuk mencatat hasil pemeriksaan dan pengobatan

TB pada ODHA di layanan PDP. Buku bantu ini berisi data yang digunakan untuk

membantu pengisian laporan dalam rangka kegiatan kolaborasi TB-HIV di bagian

HIV. Untuk memudahkan proses pembuatan laporan pencapaian kegiatan kolaborasi

TB-HIV di bagian HIV sudah disediakan dalam bentuk elektronik beserta petunjuk

penggunaannya.

– Laporan triwulan pencapaian kegiatan kolaborasi TB-HIV

Adalah laporan berisikan variabel yang berkaitan dengan capaian kegiatan kolaborasi

TB-HIV dalam rangka menurunkan beban TB pada ODHA dan beban HIV pada TB.

b. Pencatatan dan Pelaporan di Kabupaten/Kota

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menggunakan formulir pencatatan dan pelaporan

sebagai berikut:

a. TB

– Register TB Kabupaten (TB.03).

– Laporan Triwulan Penemuan dan Pengobatan Pasien TB (TB.07).

– Laporan Triwulan Hasil Pengobatan (TB.08).

– Laporan Triwulan Hasil Konversi Dahak Akhir Tahap Intensif (TB.11).

– Formulir Pemeriksaan Sediaan untuk Uji silang dan Analisis Hasil Uji silang

Kabupaten (TB.12).

– Laporan OAT (TB.13).

b. HIV/AIDS:

– Laporan bulanan perawatan HIV dan ART (HA-Kab/Kota-8A).

c . Kolaborasi TB-HIV

– Rekapitulasi laporan triwulan pencapaian kegiatan kolaborasi TB-HIV.

c. Pencatatan dan Pelaporan di Provinsi

Dinas Kesehatan Provinsi menggunakan formulir pencatatan dan pelaporan sebagai

berikut:

Page 75: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia63

a. TB

– Rekapitulasi Penemuan dan Pengobatan Pasien TB per Kabupaten/Kota.

– Rekapitulasi Hasil Pengobatan per Kabupaten/Kota..

– Rekapitulasi Hasil Konversi Dahak per Kabupaten/Kota.

– Rekapitulasi Analisis Hasil Uji silang Provinsi per Kabupaten/Kota.

– Rekapitulasi Laporan OAT per Kabupaten/Kota.

b. HIV/AIDS:

– Laporan bulanan perawatan HIV dan ART (HA-Prov-8A).

c . Kolaborasi TB-HIV

− Rekapitulasi laporan triwulan pencapaian kegiatan kolaborasi TB-HIV.

D. MEKANISME PENCATATAN DAN PELAPORAN PASIEN TB-HIV

a. Mekanisme Pencatatan dan Pelaporan TB-HIV di Fasyankes

a. Model layanan Terintegrasi

Pada model ini, layanan TB dan HIV terpadu dalam satu unit di satu Fasyankes.

1) Pasien ODHA

� Semua ODHA dinilai apakah menunjukkangejala dan tanda TB dengan

menggunakan formulir skrining gejala dan tanda TB. Hasilnya dicatat di

kolom status TB pada Iktisar Perawatan HIV dan ART (follow-up).

� Mereka yang menunjukkan gejala dan tanda TB dicatat di buku daftar suspek

TB (TB 06), untuk kemudian dilakukan penegakan diagnosis TB (pemeriksaan

mikroskopis dahak, dll).

� Jika hasil pemeriksaan positif TB, pengobatan diberikan di unit layanan

terintegrasi ini dengan menggunakan OAT sesuai dengan program TB dan

dicatat di kartu pengobatan pasien TB (TB01), TB03 UPK serta di Iktisar

Perawatan HIV dan ART.

� Bila bukan TB, petugas tetap melakukan skrining gejala dan tanda TB secara

berkala pada setiap kunjungan.

Page 76: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia64

� Pengobatan ART dan follow up pasien juga diberikan di unit ini dan dicatat di

Iktisar Perawatan HIV dan ART (follow-up).

2) Pasien TB

� Semua pasien TB dinilai apakah memiliki faktor risiko HIV (tinggal di daerah

dengan epidemi HIV meluas, mempunyai perilaku berisiko, mempunyai

gejala klinis terkait HIV) dengan menggunakan formulir penilaian faktor

risiko HIV. Pasien TB yang memiliki faktor risiko ditawarkan KT HIV oleh

petugas. Jika pasien tidak menolak, petugas memberikan informasi

mengenai HIV atau melakukan pra-test HIV kemudian mengisiformulir

KTS/KTIPdan TB01 di bagian layanan KT HIV sukarela pada kolom tanggal

dianjurkan dan tanggal pra-tes konseling.

� Sebelum merujuk ke laboratorium untuk pemeriksaan HIV, petugas mengisi

formulir rujukan ke laboratorium.

� Setelah mendapatkan hasil tes HIV pasien TB, petugas mengisi hasil tes HIV

di formulir KTIP/KTS dan TB01 di kolom tempat tes, tanggal tes, hasil tes serta

tanggal pasca tes konseling.

� Jika hasil tes HIV positif, petugas mulai mengisi di iktisar perawatan HIV dan

ART kemudian diisikan ke register pra-ART. Petugas melakukan tatalaksana

TB dan HIV sesuai dengan pedoman.

� Pasien dengan hasil tes HIV negatif dipantau terus faktor risiko HIV. Dengan

mengingat terdapatnya window period, pertimbangkan untuk konseling dan

tes HIV ulang. Petugas melakukan tatalaksana TB sesuai dengan pedoman.

b. Model Layanan Paralel

Pada model ini,layanan TB dan layanan HIV berdiri sendiri-sendiri di Fasyankes yang

sama atau berbeda. Masing-masing layanan melaksanakan kolaborasi melalui sistem

rujukan yang disepakati.

1) Pasien TB di Unit DOTS

� Semua pasien TB di Unit DOTS dinilai apakah menunjukkan faktor risiko

HIV (tinggal di daerah dengan epidemi HIV meluas, mempunyai perilaku

berisiko, mempunyai gejala klinis terkait HIV) dengan menggunakan

formulir penilaian faktor risiko HIV. Pasien TB yang menunjukkan faktor

risiko ditawarkan KT HIV oleh petugas TB atau dirujuk ke layanan KT HIV

Page 77: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia65

mengunakan formulir rujukan kolaborasi TB-HIV. Jika pasien TB dirujuk ke KT

HIV, maka KT HIV harus memberikan umpan balik hasil tes HIV ke unit DOTS.

� Setelah mendapatkan hasil tes HIV pasien TB, petugas di layanan DOTS

mencatat hasilnya di Formulir TB01 dan Register TB03 UPK.

� Pasien dengan hasil tes HIV positif dirujuk ke layanan PDP di RS rujukan ARV.

� Pasien dengan hasil tes HIV negatif dipantau terus faktor risiko HIV. Dengan

mengingat terdapatnya window period, pertimbangkan untuk KT HIV ulang.

� Pengobatan pasien TB tetap dilanjutkan oleh tim DOTS dan petugas TB di

unit DOTS mencatat di kartu pengobatan pasien TB (TB01) dan register TB03

UPK.

2) Klien di Layanan KT HIV

� Semua klien di layanan KT HIV dinilai apakah menunjukkan gejala dan tanda

TB dengan menggunakan formulir skrining gejala dan tanda TB. Mereka

yang menunjukkan gejala dan tanda TB dirujuk dengan menggunakan

formulir rujukan kolaborasi TB-HIV untuk dilakukan penegakan diagnosis

TB (pemeriksaan dahak, dll). Hasil pemeriksaan oleh unit DOTS harus

diberitahukan ke layanan KT HIV.

� Bila didiagnosis TB, pengobatan TB dilakukan di Unit DOTS dan dicatat oleh

petugas TB di formulir TB 01 serta di register TB03 UPK.

� Petugas di layanan KTS tetap memantau keadaan pasien TB dengan risiko

HIV.Dengan terdapatnya window period, pertimbangkan KT HIV ulang.

� Jika dilakukan KT HIV ulang dan hasilnya positif HIV maka pengobatan

TB dilakukan di unit DOTS dan penatalaksanaan selanjutnya dilakukan di

layanan PDP.

3) ODHA di Layanan PDP

� Semua ODHA di layanan PDP dinilai apakah menunjukkan gejala dan tanda

TB dengan menggunakan formulir skrining gejala dan tanda TB. Hasilnya

dicatat di kolom status TB pada Iktisar Perawatan HIV dan ART (follow-up).

Orang dengan HIV AIDS yang menunjukkan gejala dan tanda TB dirujuk

dengan menggunakan formulir rujukan kolaborasi TB-HIV untuk dilakukan

penegakan diagnosis TB (pemeriksaan mikroskopis dahak, dll). Hasil

pemeriksaan oleh unit DOTS harus diberitahukan ke layanan PDP.

� Bila didiagnosis TB, pengobatan TB dilakukan di Unit DOTS dan dicatat oleh

petugas TB di formulir TB 01 serta di register TB03 UPK. Petugas di layanan

Page 78: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia66

PDP mencatat pengobatan TB pasien di Iktisar Perawatan HIV dan ART.

Petugas di layanan PDP dapat ikut memantau dan berkoordinasi dengan

unit DOTS mengenai pengobatan TB pasien, juga melakukan tatalaksana

selanjutnya untuk ODHA. Hasil follow-up selama pasien di dalam perawatan

HIV/ART dicatat di Iktisar Perawatan HIV dan ART (follow-up).

� Bila bukan TB, petugas tetap melakukan skrining gejala dan tanda TB secara

berkala pada setiap kunjungan.

Fasyankes TB dan HIV membuat laporan triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-

HIV. Fasyankes TB akan membuat laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi

TB-HIV – penurunan beban HIV pada TB. Fasyankes HIV akan membuat laporan

Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV – penurunan beban TB pada ODHA.

Fasyankes TB dan HIV akan mengumpulkan Laporan tersebut paling lambat tanggal

5 setiap awal triwulan berikutnya.

1. Mekanisme Pelaporan Kolaborasi TB-HIV di Tingkat Kabupaten/Kota

Pengelola program TB (Wasor) bertanggungjawab untuk pengumpulan data yang berasal

dari Fasyankes TB sesuai mekanisme pencatatan dan pelaporan yang berlaku dalam

program TB. Sedangkan pengelola program HIV bertanggungjawab untuk pengumpulan

data yang berasal dari PDP sesuai dengan mekanime pelaporan yang berlaku dalam

program HIV.

Pengelola Program HIV merekap laporan HIV di formulir Laporan Triwulan Pencapaian

Kegiatan Kolaborasi TB-HIV – penurunan beban TB pada ODHA dari Fasyankes dan

dipindahkan ke Formulir Rekapitulasi Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi

TB-HIV – penuruanan beban TB pada ODHA. Hasil rekapitulasi tersebut diserahkan ke

Pengelola Program TB (Wasor).

Demikian pula Pengelola Program TB (Wasor) merekap laporan TB di formulir Laporan

Triwulan Pencapaian kegiatan Kolaborasi TB-HIV – penurunan beban HIV pada TB dari

Fasyankes dan dipindahkan ke Rekapitulasi Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan

Kolaborasi TB-HIV – penurunan beban HIV pada TB.

Selanjutnya Pengelola Program TB (Wasor) mengirimkan laporan kolaborasi yang terdiri

dari dua formulir (Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV – Penuruanan

beban HIV pada TB dan Laporan formulir Laporan Triwulan Pencapaian kegiatan Kolaborasi

TB-HIV – penurunan beban HIV pada TB) ke Dinas Kesehatan Provinsi dengan diketahui

dan tandatangi oleh Kepala Bidang Pengendalian Penyakit (P2) paling lambat tanggal 10

pada awal triwulan berikutnya.

Page 79: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia67

2. Mekanisme pelaporan Kolaborasi TB-HIV di tingkat Provinsi

Dinas Kesehatan Provinsi dalam hal ini Pengelola Program TB (Wasor) dan Pengelola

Program HIV akan menerima yaitu:

� Rekapitulasi Laporan Triwulan Kolaborasi TB-HIV Penurunan Beban HIV pada TB dan

� Rekapitulasi Laporan Triwulan Kolaborasi TB-HIV – Penurunan Beban TB pada

ODHAdari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setiap 3 bulan.

Pengelola Program TB (Wasor) merekap data dari Kabupaten/Kota dan laporan tersebut

diketahui dan ditandatangi oleh Kepala Bidang P2 kemudian dikirimkan ke Direktur

PPML yang ditembuskan ke Subdit TB dan Subdit HIV paling lambat tanggal 15 setiap

awal triwulan berikutnya.

Gambar 4. Alur Pelaporan Kolaborasi TB-HIV

Page 80: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia68

E. VARIABEL PELAPORAN KOLABORASI TB-HIV

Pelaporan kolaborasi TB-HIV terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pelaporan kolaborasi TB-HIV

dari unit TB dan bagian pelaporan kolaborasi TB-HIV dari Unit HIV.

1. Pelaporan kolaborasi TB-HIV dari Unit TB

Bagian Pelaporan kolaborasi TB-HIV dari TB terdiri dari 10 variabel. Pelaporan ini mengikuti

perhitungan kohort hasil pengobatan TB dan dilaporkan bersama dengan hasil pengobatan

TB (TB 08). Contoh: saat ini bulan April 2011, maka pelaporan kolaborasi TB-HIV dari unit TB

berasal dari pasien yang terdaftar selama triwulan 1 (Januari – Maret) 2010.

Definisi operasional masing-masing variabel dan petunjuk pengisian dijelaskan dalam

tabel berikut ini sedangkan untuk format pelaporan dapat dilihat pada lampiran.

a. Data pasien TB yang terdaftar

No VariabelDefinisi

OperasionalSumber

DataCara Mendapatkan data

1 Jumlah pasien TB yang tercatat

Jumlah seluruh pasien TB yang ditemukan dan tercatat pada triwulan yang dilaporkan

1. TB 01

2. TB 03 UPK

Di kartu pasien TB01, data tersebut terdapat dibagian depan kartu dengan melihat bulan pertama kali pasien mendapatkan OAT tanpa melihat pasien tersebut ODHA atau bukan ODHA.

Untuk mendapatkan data di buku register TB03 UPK, dilakukan dengan cara menghitung seluruh pasien yang tercatat di register TB03 UPK, tanpa melihat apakah pasien TB tersebut adalah ODHA atau bukan ODHA.

1.1 Jumlah pasien TB yang tercatat dan HIV positif sebelum pengobatan TB

Jumlah seluruh pasien TB yang ditemukan dan tercatat pada triwulan yang dilaporkan, dimana pasien TB

1. TB 01

2. TB 03 UPK

Dikartu pasien TB01, data tersebut terdapat di bagian belakang kartu dengan tulisan Riwayat tes HIV, dengan hasil riwayat tes HIV adalah Reaktif.

Page 81: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia69

tersebut sudah HIV positif terlebih dahulu sebelum dilakukan pengobatan TB

Dibuku register TB03 UPK, data tersebut dapat dikumpulkan dengan menghitung seluruh pasien TB pada kolom riwayat tes HIV (kolom 36) dengan hasil tes reaktif (informasinya bersumber dari rekapitulasi kartu pasien TB01)

b. Data konseling dan tes HIV pada pasien TB yang belum periksa HIV

Variabel no. 2 sampai dengan no.6 untuk menghasilkan angka-angka kegiatan tes HIV

pada pasien TB yang bukan ODHA, dimana kumpulan pasien TB ini merupakan bagian

dari pengurangan variabel no.1 dan no 1.1

No VariabelDefinisi

OperasionalSumber

DataCara Mendapatkan data

2. Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan di-tawarkan/dian-jurkan tes HIV (KTIP/KTS) selama pengo-batan TB

Jumlah seluruh pasien TB yang tercatat pada triwulan yang dilaporkan yang ditawarkan untuk tes HIV baik melalui KTIP maupun KTS dalam masa pengobat-an TB.

1. TB 01

2. TB 03 UPK

Menghitung seluruh pasien TB yang tercatat pada triwulan yang dilaporkan dan ditawarkan untuk tes HIV, dapat dihitung dari Kartu Pasien TB01 atau buku register TB 03 UPK.

Dikartu pasien TB01, data tersebut terdapat di kotak layanan konseling dan tes sukarela di kolom Tgl Dianjurkan.

Dibuku register TB 03 UPK, data tersebut didapat dengan menghitung tulisan tanggal di kolom pasien dianjurkan test HIV (kolom 37).

3. Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan

Jumlah seluruh pasien TB yang tercatat pada triwulan yang dilakukan dilaporkan yang mendapatkan

1. TB 01

2. TB 03 UPK

Dikartu pasien TB01, data tersebut terdapat di kotak layanan konseling dan tes sukarela di kolom Tgl Pre tes Konseling.

Page 82: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia70

No VariabelDefinisi

OperasionalSumber

DataCara Mendapatkan data

konseling HIV selama masa pengobatan TB

konseling pre tes HIV (KTS) atau mendapatkan pemberian informasi awal HIV (KTIP) selama dalam masa pengobatan TB.

3. Form VCT

4. Form KTIP

Dibuku register TB03 UPK, data tersebut didapat dengan menghitung tulisan tanggal di kolom tanggal pre tes konseling (kolom 38)

Catatan: Untuk KTIP, tanggal pre tes konseling sama dengan tanggal pemberian informasi.

4. Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan dilakukan tes HIV selama masa pengobat-an TB

Jumlah seluruh pasien TB yang tercatat pada triwulan yang dilaporkan yang dilakukan tes HIV selama masa pengobat-an TB.

2. TB 01

3. TB 03 UPK

4. Form VCT

5. Form KTIP

Dikartu pasien TB01, data tersebut terdapat di kotak layanan konseling dan tes sukarela di kolom Tgl. tes

Dibuku register TB03 UPK, data tersebut didapat dengan menghitung tulisan tanggal di kolom tanggal tes HIV (kolom 40)

5. Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut yang hasil tes HIV tercatat selama pengobatan TB

Jumlah seluruh pasien TB yang tercatat pada triwulan yang dilaporkan yang melakukan tes HIV selama pengobatan TB dan hasil tesnya diketa-hui dan dicatat di Kartu Pengobatan Pasien TB

1. TB 01

2. TB 03 UPK

3. Form KTIP

4. Form Jawaban rujukan dari klinik DOTS atau KTS/PDP

Dikartu pasien TB01, data tersebut terdapat di kotak layanan konseling dan tes sukarela di kolom Hasil tes, baik hasilnya reaktif, non reaktif, atau indeterminate.

Dibuku register TB 03 UPK, data tersebut didapat dengan menghitung tulisan yang ada di kolom hasil tes (kolom 41)

6. Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dengan

Jumlah seluruh pasien TB yang tercatat pada triwulan yang dilaporkan yang

1. TB 01

2. TB 03 UPK

3. Form KTIP

Dikartu pasien TB01, data tersebut terdapat di kotak layanan konseling dan tes sukarela di kolom Hasil tes dengan hasil reaktif.

Page 83: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia71

No VariabelDefinisi

OperasionalSumber

DataCara Mendapatkan data

hasil tes HIV positif selama pengobatan TB

melakukan tes HIV selama pengobatan TB dan hasil tesnya adalah reaktif

4. Form jawaban rujukan dari klinik DOTS atau KTS/PDP

Pada buku register TB 03 UPK, data tersebut didapat dengan menghitung tulisan R (berarti reaktif ) yang ada di kolom hasil tes (kolom 41)

c. Data Layanan Pasien TB dengan HIV positif

Variabel no 7 sampai dengan no 9 untuk menghasilkan data pengobatan yang

didapatkan oleh pasien TB yang juga HIV, baik status HIV nya diketahui sebelum masa

pengobatan TB atau diketahui selama masa pengobatan TB.

No VariabelDefinisi

OperasionalSumber

DataCara Mendapatkan data

7. Jumlah Pasien Ko-infeksi TB HIV

Jumlah pasien ko-infeksi TB-HIV yang tercatat pada triwulan yang dilaporkan, yang mendapat pengobatan TB, baik ODHA yang didiagnosis TB atau Pasien TB yang hasil tes HIV-nya reaktif.

Angka variabel ini merupakan penjumlahan variabel no 1.1 dan no 6

1. TB 01

2. TB 03 UPK

Dikartu pasien TB01, data tersebut terdapat: (1) di bagian belakang kartu dengan tulisan Riwayat tes HIV, dengan hasil riwayat tes HIV adalah Reaktif, dan (2) di kotak layanan konseling dan tes sukarela di kolom Hasil tes dengan hasil reaktif.

Pada buku register TB 03 UPK, data tersebut didapat dengan menghitung tulisan R (berarti reaktif ) yang ada di kolom hasil tes pada bagian riwayat tes HIV (kolom 36) dan hasil tes di bagian layanan KT HIV Sukarela (kolom 41)

8. Jumlah Pasien Ko-infeksi TB HIV yang mendapatkan ART

Jumlah pasien ko-infeksi TB-HIV yang tercatat pada triwulan yang dilaporkan

1. TB 01

2. TB 03 UPK

Dikartu pasien TB01, data tersebut terdapat di bagian belakang kartu di kotak Layanan PDP di kolom tanggal mulai ART.

Page 84: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia72

No VariabelDefinisi

OperasionalSumber

DataCara Mendapatkan data

, yang mendapat pengobatan TB dan ART

Pada buku register TB 03 UPK, data tersebut didapat dengan menghitung tulisan tanggal di kolom tanggal mulai ART (kolom 45)

9 Jumlah pasien ko-infeksi TB HIV yang mendapatkan PPK

Jumlah pasien ko-infeksi TB-HIV yang tercatat pada triwulan yang dilaporkan, yang mendapat pengobatan TB dan PPK

1. TB 01

2. TB 03 UPK

Dikartu pasien TB01, data tersebut terdapat di bagian belakang kartu di kotak Layanan PDP di kolom tanggal mulai PPK.

Pada buku register TB 03 UPK, data tersebut didapat dengan menghitung tulisan tanggal di kolom tanggal mulai PPK (kolom 44)

6. Pelaporan kolaborasi TB-HIV dari Unit HIV

Bagian Pelaporan kolaborasi TB-HIV dari unit HIV terdiri dari 10 variabel.Pelaporan ini

melaporkan kegiatan kolaborasi di Unit HIV 3 bulan yang lalu. Contoh: saat ini bulan April

2011, maka pelaporan kolaborasi TB-HIV di unit HIV berasal dari pasien HIV yang berkunjung

selama triwulan I (Januari – Maret) 2011.

Definisi operasional masing-masing variabel dan petunjuk pengisian dijelaskan dalam tabel

di bawah ini sedangkan untuk format pelaporan dapat dilihat pada lampiran.

No VariabelDefinisi

OperasionalSumber Data Cara Mendapatkan data

1 Jumlah ODHA yang berkunjung ke PDP

Jumlah ODHA yang mengunjungi layanan PDP pada satu triwulan

• Buku bantu ko-infeksi TB-HIV

Menghitung seluruh ODHA yang datang selama 1 triwulan di buku bantu ko-infeksi TB-HIV

Catatan :

ODHA yang berkunjung dalam triwulan dihitung 1 orang, walaupun ODHA tersebut datang berkali-kali

Page 85: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia73

No VariabelDefinisi

OperasionalSumber Data Cara Mendapatkan data

2 Jumlah ODHA yang dikaji status TB nya

Jumlah ODHA yang pada saat kunjungan terakhir di triwulan tersebut dikaji status TB nya.

Hasil dari Kajian Status TB:

• Tulis angka 1 “ Tidak ada tanda gejala” apabila hasilnya tidak memiliki tanda dan gejala TB

• Tulis angka 2 “Suspek” apabila hasilnya menunjukan ada tanda dan gejala TB (kemungkinan terinfeksi TB)

• Tulis angka 3 “Dalam terapi” apabila ODHA yang datang sedang menjalani terapi TB

• Buku bantu ko-infeksi TB0HIV

• Ikhtisar perawatan

Melihat pengkajian status TB di Ikhtisar Perawatan (ringkasan 9 kolom status TB). Seorang ODHA dikatakan dikaji status TB nya apabila kolom status TB di Ikhtisar Keperawatan terisi angka 1 s/d 3.

Pindahkan informasi tersebut pada Buku Bantu ko-infeksi TB-HIV kolom “Kaji status TB”. Bila di ikhtisar Keperawatan tidak terisi angka, maka pindah informasi tersebut pada Buku Bantu Ko-infeksi TB-HIV dengan menuliskan angka 4.

Lalu hitung ODHA yang di kolom “Kaji status TB” yang mempunyai angka 1,2, dan 3 saat kunjungan terakhir di triwulan yang dilaporkan

Contoh:

ODHA datang dan dilakukan kajian status TB di bulan Januari dan Februari, tapi ketika datang di bulan Maret tidak dilakukan kajian status TB. Maka ODHA tersebut tidak dihitung sebagai ODHA yang dikaji status HIV nya dalam triwulan tersebut.

Page 86: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia74

No VariabelDefinisi

OperasionalSumber Data Cara Mendapatkan data

3 Jumlah ODHA dengan suspek TB

Jumlah ODHA yang pernah berkunjung ke PDP pada satu triwulan yang sama yang hasil kajian status TB nya adalah Suspek (2).

• Buku bantu ko-infeksi TB-HIV

• Ikhtisar perawatan

Jumlah ODHA Suspek TB didapat dengan menghitung ODHA yang statusnya 2 “Suspek TB” yang terdapat di Buku Bantu ko-infeksi TB-HIV kolom “kaji status TB”.

4 Jumlah ODHA yang diperiksa dahak mikroskopis

Jumlah ODHA yang pernah berkunjung ke PDP pada satu triwulan yang sama yang diperiksa dahak mikroskopis.

• Buku bantu ko-infeksi TB-HIV.

• Ikhtisar perawatan

Melihat hasil pemeriksaan Lab di Ikhtisar Perawatan (ringkasan 9 kolom hasil Lab). Status ODHA diperiksa dahak mikroskopis apabila kolom hasil Lab diisi dengan keterangan BTA (+) atau (-).

Pindahkan informasi tersebut pada Buku bantu ko-infeksi TB-HIV kolom “Pemeriksaan Sputum”

5 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Paru BTA (+)

Jumlah ODHA yang baru didiagnosis TB paru BTA (+) dan ODHA yang sedang dalam pengobatan karena TB paru BTA (+) pada satu triwulan yang sama

• Buku bantu ko-infeksi TB-HIV.

• Ikhtisar perawatan

Melihat status TB ODHA pada Ikhtisar Perawatan di ringkasan 9 (variabel hasil lab) dan hasil lab adalah BTA (+), atau ringkasan 7 (variabel klasifikasi TB) dan klasifikasi TB yang dipilih adalah TB paru dengan catatan TB paru BTA positif.

Di pencatatan Ikhtisar Perawatan ringkasan 7, pada klasifikasi TB paru sebaiknya selalu ditambahkan catatan tipe TB paru: BTA positif atau BTA negatif.

Pindahkan informasi tersebut pada Buku Bantu ko-infeksi TB-HIV kolom “TB Paru BTA positif”, lalu hitung di kolom tersebut yang menjawab ya.

Page 87: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia75

No VariabelDefinisi

OperasionalSumber Data Cara Mendapatkan data

6 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Paru BTA (-)

Jumlah ODHA yang baru didiagnosis TB paru BTA (-) foto toraks paru mendukung TB dan ODHA yang sedang dalam pengobatan karena TB paru BTA (-) pada satu triwulan yang sama

• Buku bantu ko-infeksi TB-HIV.

• Ikhtisar perawatan

Melihat status TB ODHA pada Ikhtisar Perawatan di ringkasan 9 (variabel hasil lab) dan hasil lab adalah BTA (-), atau ringkasan 7 (variabel klasifikasi TB) dan klasifikasi TB yang dipilih adalah TB paru dengan catatan TB paru BTA negatif.

Di pencatatan Ikhtisar Perawatan ringkasan 7, pada klasifikasi TB paru sebaiknya selalu ditambahkan catatan tipe TB paru: BTA positif atau BTA negatif.

Pindahkan informasi tersebut pada Buku Bantu ko-infeksi TB-HIV kolom “TB Paru BTA negatif”, lalu hitung di kolom tersebut yang menjawab ya.

7 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Ekstraparu

Jumlah ODHA yang baru didiagnosis TB ekstraparu dan ODHA yang sedang dalam pengobatan karena TB ekstraparu pada satu triwulan yang sama

• Buku bantu ko-infeksi TB-HIV.

• Ikhtisar perawatan

Melihat di Ikhtisar Keperawatan ringkasan 7 (variabel klasifikasi TB) dan klasifikasi TB yang dipilih adalah TB ekstraparu

Pindahkan informasi tersebut pada Buku bantu ko-infeksi TB-HIV kolom “TB ekstraparu”, lalu hitung di kolom tersebut yang menjawab ya.

Page 88: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia76

No VariabelDefinisi

OperasionalSumber Data Cara Mendapatkan data

8 Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB

Jumlah ODHA yang mendapatkan pengobatan TB ada satu triwulan yang sama

• Buku bantu ko-infeksi TB-HIV.

• Ikhtisar perawatan

Melihat status TB ODHA pada Ikhtisar Perawatan di ringkasan 9 variabel status TB (Status TB 3 – dalam terapi) dan ringkasan 7 variabel tanggal mulai terapi TB.

Status ODHA yang mendapat pengobatan TB apabila masa pengobatan TB masih dalam satu triwulan pelaporan

Pindahkan informasi tersebut pada Buku bantu ko-infeksi TB-HIV kolom “OAT”. Hitung ODHA yang kolom OAT nya terdapat tulisan “ya”

9 Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB dan ART

Jumlah ODHA yang mendapatkan pengobatan TB dan ART pada satu triwulan yang sama

• Buku bantu ko-infeksi TB-HIV.

• Ikhtisar perawatan

Melihat status TB ODHA pada Ikhtisar Perawatan di ringkasan 9 variabel status TB (Status TB 3 – dalam terapi) dan variabel obat ARV dan dosis yang diberikan.

Pindahkan informasi tersebut kedalam Buku bantu ko-infeksi TB-HIV ke kolom OAT dan ART. Kemudian hitung ODHA yang mendapatkan OAT dan ART di satu triwulan pelaporan.

Page 89: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia77

No VariabelDefinisi

OperasionalSumber Data Cara Mendapatkan data

10 Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB dan PPK

Jumlah ODHA yang mendapatkan pengobatan TB dan PPKpada satu triwulan yang sama

• Buku bantu ko-infeksi TB-HIV.

• Ikhtisar perawatan

Melihat status TB ODHA pada Ikhtisar Perawatan di ringkasan 9 variabel status TB (Status TB 3 – dalam terapi) dan variabel profilaksis kotrimoksazol.

Pindahkan informasi tersebut kedalam Buku bantu ko-infeksi TB-HIV ke kolom OAT dan PPK. Lalu hitung ODHA yang mendapatkan OAT dan PPK di satu triwulan pelaporan.

Format pelaporan TB-HIV untuk HIV khusus di triwulan 4 melaporkan dua (2) data yaitu data

triwulan 4 dan data selama setahun. Data selama setahun bukan merupakan penjumlahan

data dari triwulan 1 sampai triwulan 4 mengingat bahwa seorang ODHA dapat berkunjung

berkali-kali di setiap triwulan pelaporan.Oleh karena itu, data selama setahun merupakan

perhitungan dari setiap ODHA terkait dengan kegiatan TB-HIV nya selama satu tahun.

Page 90: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia78

Lam

pir

an F

orm

ulir

Pen

cata

tan

TB

TB.0

1

(Lem

bar

Muk

a)

____

____

____

____

____

__ '_

____

____

____

___

____

____

____

____

____

___

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

'___

____

____

___

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

__

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

___

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

___

____

____

___

____

____

____

____

____

___

____

____

____

____

___

____

___

____

____

____

____

____

___

____

____

____

____

___

____

____

___

____

____

____

____

____

___

____

____

____

____

___

____

___

____

____

____

____

____

___

____

____

____

____

___

____

____

___

____

____

____

____

____

_

:

tahu

nJe

nis

kela

min

UPK

Sw

asta

Baru

Paru

Gag

al

Alam

at L

engk

ap:

No.

Reg

. TB.

03 U

PK :

No.

Reg

. TB.

03 K

ab. :

Nam

a PM

OTe

lp.

Tahu

n:

PEN

ANG

GU

LAN

GAN

TB

NAS

ION

ALK

ARTU

PEN

GO

BAT

AN P

ASIE

N T

B

Kla

sifik

asi P

asie

n

:L

P

Alam

at L

engk

ap P

MO

:

TB.0

1

Nam

a Pa

sien

:Te

lp.

Nam

a U

nit P

elay

anan

Kes

ehat

an :

Extra

Par

uD

iruju

k ol

eh :

Belu

m p

erna

h/ k

uran

g da

ri 1

bula

nAn

ggot

a m

asya

raka

tTi

pe P

asie

nIn

isia

tif p

asie

n

Um

ur :

Loka

si :

Paru

t BC

G

:Je

las

Tida

k ad

a

Cat

atan

:(u

ntuk

has

il pe

mer

iksa

an la

in, m

isal

nya

ront

gen,

Bio

psi,

Kul

tur i

tem

,

Pern

ah d

ioba

ti le

bih

dari

1 bu

lan

Mer

aguk

an

UPK

Pem

erin

tah

Riw

ayat

pen

goba

tan

sebe

lum

nya

:

Tang

galKa

mbu

hPi

ndah

an

Lain

-lain

Sebu

tkan

BB

(kg)

BTA

*)

Hasi

l

skor

ing

TB a

nak,

dll)

Def

ault

Lain

-lain

, Seb

utka

n

Tang

gal

No. R

eg. L

ab

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

__

Bul

an k

eHa

sil P

emer

iksa

an D

ahak

Pem

erik

saan

kon

tak

seru

mah

:No

.Na

ma

L/P

Umur

Tang

gal P

emer

iksa

an1.

0 (a

wal

)2.

23.

34.

45.

5/6

Jeni

s O

bat

::

Kom

bipa

kKD

T (F

DC

)7/

8

mg/

hr

API.

TAHA

P IN

TENS

IF :

*) T

ulis

lah

1+, 2

+, 3

+ at

au N

eg s

esua

i den

gan

hasi

l pem

erik

saan

dah

akKa

tego

ri-1

Kate

gori-

2Ka

tego

ri an

akSi

sipa

n

4 KD

T (F

DC

) ta

blet

/hr

89

Bula

n1

23

Stre

ptom

icin

418

1910

1113

1415

1617

56

712

2627

2021

2223

Kete

rang

an

Beril

ah ta

nda

√ ji

ka p

asie

n da

tang

men

gam

bil o

bat a

tau

peng

obat

an d

ibaw

ah p

enga

was

an p

etug

as k

eseh

atan

.Be

rilah

tand

a “g

aris

luru

s m

enya

mbu

ng”

jika

obat

dib

awa

pula

ng d

an d

itela

n se

ndiri

diru

mah

.

2829

3031

2425

Page 91: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia79

(Lem

bar

bel

akan

g)

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

___

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

___

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

___

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

___

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

____

_

Has

il Tes

HASI

L AK

HIR

PENG

OBA

TAN

:

I=

Inde

term

inat

e

Men

ingg

alPi

ndah

Gag

al

Laya

nan

Kons

elin

g da

n Te

st S

ukar

ela

Tgl.

Dia

njur

kan

Tgl.

Pre

Tes

Kons

elin

gTe

mpa

t Tes

Tgl.

Tes

R=

Reak

tif (P

ositif

)* H

asil t

est d

itulis

den

gan

kode

:NR

= No

n Re

aktif

(Neg

atif)

YaTi

dak

INR Tg

l. Po

st T

es

Kons

elin

g

CATA

TAN

:Ha

sil* :

____

__/_

____

_/__

____

_Ri

waya

t tes

HIV

:

RTg

l tes

HIV

tera

khir

:

II. T

AHAP

LAN

JUTA

N 34

5

Beril

ah ta

nda

√ p

ada

kota

k ya

ng s

esua

i jeni

s pa

duan

oba

t yan

g di

berik

an.

Kate

gori-

1Ka

tego

ri-2

Kate

gori

anak

2 KD

T (F

DC)

tabl

et/h

rEt

ham

buto

lta

blet

/hr

1819

78

910

11Ke

tera

ngan

1213

1415

1626

3031

2425

1727

2021

2223

Leng

kap

Defa

ult

Beril

ah ta

nda

√ jik

a pa

sien

data

ng m

enga

mbi

l oba

t ata

u pe

ngob

atan

dib

awah

pen

gawa

san

petu

gas

kese

hata

n.Be

rilah

tand

a “g

aris

luru

s pu

tus-

putu

s se

suai

har

i min

um o

bat”

jika

obat

dib

awa

pula

ng d

an d

itela

n se

ndiri

diru

mah

.

2829

6Bu

lan

12

(tulis

tang

gal d

alam

kot

ak y

ang

sesu

ai)

Laya

nan

PDP

(Per

awat

an, D

ukun

gan

& Pe

ngob

atan

)

Tgl.

Mul

ai

PPK

Tg

l. M

ulai

AR

TTg

l. R

ujuk

an P

DP

Sem

buh

Page 92: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia80

TB.02

(Lembar Muka)

Page 93: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia81

(Lembar Belakang)

Page 94: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia82

TB.0

4

Page 95: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

TB. 03

Page 96: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia84

TB.0

4

Page 97: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia85

TB.05

PROGRAM TB NASIONAL

TB.05

FORMULIR PERMOHONAN LABORATORIUM TB UNTUK PEMERIKSAAN DAHAK Nama UPK : No.Telp.:

Nama tersangka/pasien : Umur tahun

Jenis kelamin : L P Alamat lengkap :

Kab/Kota :

Propinsi : Alasan pemeriksaan: Diagnosa

Klasifikasi penyakit Follow up

Paru 1. Akhir tahap awal

Ekstraparu Lokasi : 2. Akhir sisipan

3. 1 bulan sebelum AP

No. identitas sediaan 4. Akhir pengobatan (AP)

(sesuai dengan TB.06) No.Reg.TB kab/kota:

/ /

Tgl.pengambilan dahak terakhir:

Tgl.pengiriman sediaan Tanda tangan pengambil sediaan Secara visual dahak tampak:

Nanah lendir : S Bercak darah : S Air liur : S

P P P

S S S

HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM No. Register Lab. (sesuai dengan TB.04) :

Tanggal Pemeriksaan Spesimen dahak * Hasil **

A (Sewaktu) +++ ++ + 1-9 *** Neg

B (Pagi)

C (Sewaktu)

*) Diisi sesuai kode huruf sesuai identitas sediaan Diperiksa oleh **) Beri tanda rumput pd hasil yg sesuai Tanda tangan pemeriksa, ***) Isi dengan jumlah BTA yang ditemukan (………………………………)

Page 98: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia86

TB.0

6

DA

FTAR

TER

SANG

KA P

ENDE

RITA

(SUS

PEK)

YAN

G DI

PERI

KSA

DAHA

K SP

S

Bula

n …

……

……

……

… T

ahun

……

…..

No

Ta

ngga

l di

dafta

r

No.

Iden

titas

Se

diaa

n Da

hak

Nam

a Le

ngka

p Te

rsan

gka

Pasie

n

Umur

Al

amat

Le

ngka

p

Tang

gal

Peng

ambi

lan

Daha

k

Tang

gal

Peng

irim

an

Sedi

aan

Daha

k ke

La

b

Tang

gal

Hasil

Di

pero

leh

Hasil

Pe

mer

iksaa

n No

Re

g La

b

Bila

di-

diag

nosis

TB

, Tul

is Ta

ngga

l Pe

mbu

atan

Ka

rtu

TB.0

1

No

Reg

ART

St

atus

HI

V

Ke

te-

rang

-an

L

P A

B C

A B

C (1

) (2

) (3

) (4

) (5

) (6

) (7

) (8

) (9

) (1

0)

(11)

(1

2)

(13)

(1

4)

(15)

(1

6)

(17)

(1

8)

(19)

(20)

Cata

tan:

1.

Ta

ngga

l did

afta

r : d

iisi d

enga

n ta

ngga

l pen

gam

bilan

dah

ak S

ewak

tu y

ang

perta

ma.

2.

No

. Ide

ntita

s se

diaa

n da

hak

ditu

lis d

enga

n : N

o ko

de K

ab (1

4) /

no u

rut U

PK/R

S (3

1)-k

ode

Poli

paru

(1) /

No

urut

(121

) ses

uai n

o pa

da k

olom

1.

3.

A =

Slid

e da

hak

sewa

ktu

perta

ma

; B =

Slid

e da

hak

pagi

; C

= Sl

ide

daha

k se

wakt

u ke

dua

4.

No: I

si no

mor

uru

t 3 d

igit,

dim

ulai

den

gan

001

pada

set

iap

perm

ulaa

n ta

hun.

5.

No

mor

Iden

titas

Sed

iaan

Dah

ak :

Tulis

ses

uai d

enga

n Fo

rm T

B.05

6.

Ta

ngga

l Pen

girim

an S

edia

an D

ahak

ke

Lab

= di

isi s

ama

deng

an ta

ngga

l did

afta

r. 7.

Ta

ngga

l Has

il Dip

erol

eh :

diisi

den

gan

tang

gal t

erak

hir p

emer

iksaa

n.

8.

Hasil

Pem

eriks

aan

: Tul

is ha

sil p

emba

caan

sed

iaan

ses

uai k

olom

nya,

neg

unt

uk n

egat

if da

n 1+

, 2+

dst.

untu

k ha

sil p

ositif

. A u

ntuk

A u

ntuk

dah

ak s

ewak

tu p

erta

ma,

B u

ntuk

dah

ak p

agi,

dan

C un

tuk

daha

k se

wakt

u ke

dua.

9.

No

mor

Reg

. Lab

: Tu

lis N

o. R

egist

er L

ab s

esua

i den

gan

form

TB.

04 y

ang

ada

pada

TB.

05 b

agia

n ba

wah

(has

il pem

eriks

aan

Lab)

. 10

. No

. Reg

ART

: Tul

is No

. Reg

ister

ART

11

. St

atus

HIV

: Tu

lis N

R =

bila

Non

Rea

ktif

(Neg

atif)

; RR

= Re

peat

ed R

eakt

if (2

x re

aktif

), IR

= In

itial R

eakt

if (1

x re

aktif

); 3T

R =

3 x.

PROG

RAM

TB

NASI

ONAL

TB

.06

Page 99: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia87

TB.09

PROGRAM TB NASIONAL TB.09

FORMULIR RUJUKAN / PINDAH PASIEN TB Nama instansi pengirim : Telp.

Nama instansi yang dituju : Telp.

Nama pasien :

Jenis kelamin : L P Umur thn

Alamat lengkap :

No Reg TB Kab/Kota :

Tanggal mulai berobat : - - Jenis Paduan OAT: Klasifikasi/Tipe Pasien:

Kategori 1 Kasus baru (BTA positif)

Kategori 2 Kasus Kambuh/Default/Gagal

Kategori Anak Lain-lain (a.l. Kronik)

Lain-lain, sebutkan: Kasus baru (BTA negatif / Rontgen pos)

Pindahan Jumlah dosis (obat) yg sudah diterima:

Tahap awal : dosis Tahap lanjutan : dosis

Pemeriksaan ulang dahak terakhir:

Tanggal : - - Hasil

, Tgl. ( )

UNTUK DI ISI DAN DIKEMBALIKAN KE UNIT PENGIRIM:

Nama pasien : No Reg TB Kab/Kota:

Jenis kelamin : L P Umur thn

Tgl. pasien melapor : - -

Nama Unit Pelayanan Kesehatan (tempat berobat baru)

Telp.

, Tgl. ( )

Page 100: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia88

TB.10

PROGRAM TB NASIONAL TB.10

FORMULIR HASIL AKHIR PENGOBATAN PASIEN TB PINDAHAN Nama pasien : (sesuai dgn TB.09)

Jenis kelamin : L P Umur thn

Alamat lengkap :

(sesuai dgn TB.09)

No Reg Kab/Kota asal pasien : (sesuai dgn TB.09)

Tgl. mulai berobat di tempat asal : - - (sesuai dgn TB.09) Jenis Paduan OAT: Klasifikasi/Tipe Pasien:

Kategori 1 Sembuh

Kategori 2 Pengobatan lengkap

Kategori Anak Default

Lain-lain, sebutkan: Gagal

Pindah

Meninggal Keterangan:

, Tgl. ( ) Kepada Yth.

di

Page 101: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia89

Lam

pir

an F

orm

ulir

HIV

Hal

aman

1Nama : ..................................... No Register :

IKH

TISA

R P

ERA

WAT

AN

HIV

DA

N T

ERA

PI A

NTI

RET

RO

VIR

AL

(AR

T)

(Dis

isip

kan

dala

m re

kam

med

is p

asie

n da

n di

sim

pan

di In

stal

asi R

ekam

Med

is)

1. D

ata

Iden

titas

Pas

ien

5.

Pem

erik

saan

Klin

is d

an L

abor

ator

ium

No.

Reg

iste

r Nas

iona

l:

R

iway

at A

lerg

i Oba

t

Jeni

s ke

lam

in :

□ L

P

Um

ur :

......

......

.. ta

hun/

bula

n

......

......

......

......

......

......

......

.....

Nam

a P

enga

was

Min

um O

bat (

PMO

) :

Hub

unga

nnya

dgn

pas

ien:

.....

......

......

......

......

......

......

......

......

......

......

......

......

......

......

.

Ala

mat

dan

no.

Tel

p. P

MO

:

Tang

gal k

onfir

mas

i tes

HIV

+:

Te

mpa

t:

Entr

y po

int :

1-K

IA 2

-Raw

at J

alan

(TB

, Ana

k, P

enya

kit D

alam

, IM

S, la

inny

a …

……

.),

3

-Raw

at In

ap, 4

-Pra

ktek

Sw

asta

, 5-J

angk

auan

(ID

U, P

SK, L

SL, .

......

....),

6-L

SM, 7

-Dat

ang

send

iri

8

-Lai

nnya

, ura

ikan

……

……

……

……

……

(B

eri t

anda

x d

an/a

tau

lingk

ari u

ntuk

yan

g se

suai

, unt

uk y

ang

lain

nya

diur

aika

n)

□ P

asie

n di

ruju

k m

asuk

dar

i klin

ik la

in:

1.

Tan

pa A

RT;

2. D

enga

n A

RT

Nam

a kl

inik

seb

elum

nya:

.....

......

......

......

......

......

......

Tg

l Ruj

uk M

asuk

(RM

): ...

......

......

......

......

......

Ta

ng

gal

(hh/

bb/tt

)

Stad

W

HO

BB

Stat

us

Fung

sion

al

1 =

Kerja

, 2

= A

mbu

lato

ri,

3 =B

arin

g

Jum

lah

CD

4 (C

D4

% p

d an

ak2 )

Lain

-lain

Kun

jung

an p

erta

ma

Mem

enuh

i sya

rat

med

is

utk

AR

T

S

aat m

ulai

AR

T

S

etel

ah 6

bul

an A

RT

Set

elah

12

bula

n A

RT

Set

elah

24

bula

n A

RT

6. T

erap

i Ant

iretr

ovira

l (A

RT)

Nam

a re

jimen

AR

T or

isin

al

1 - A

ZT+3

TC+N

VP

2 - A

ZT+3

TC+E

FV

3 - T

DF+

3TC

+NV

P 4

- TD

F+3T

C+E

FV

5 - .

......

......

......

..

SUB

STIT

USI

dal

am li

ni-1

, SW

ITC

H k

e lin

i -2,

STO

P

Tgl

Subs

titus

i Sw

itch

Stop

R

esta

rt A

lasa

n N

ama

rejim

en b

aru

2. R

iway

at P

ribad

i

(Pili

h sa

lah

satu

) 3.

Riw

ayat

Kel

uarg

a (P

ilih

sala

h sa

tu)

Alas

an S

UBS

TITU

SI/S

WIT

CH: 1

toks

isita

s/ef

ek s

ampi

ng, 2

ham

il, 3

risi

ko h

amil,

4 T

B ba

ru, 5

Ada

oba

t bar

u, 6

sto

k ob

at h

abis

, 7

alas

an la

in (u

raik

an)

Alas

an h

anya

unt

uk S

WIT

CH

: 8 g

agal

pen

goba

tan

seca

ra k

linis

, 9 g

agal

imun

olog

is, 1

0 ga

gal v

irolo

gis

Pen

didi

kan

0-Ti

dak

seko

lah

1-S

D

2-S

MP

3-

SM

U

4-A

kade

mi

5-U

nive

rsita

s

Sta

tus

pern

ikah

an

□ M

enik

ah □

Bel

um m

enik

ah □

Jan

da/D

uda

Alas

an S

TOP:

1 to

ksis

itas/

efek

sam

ping

, 2 h

amil,

3 g

agal

pen

goba

tan,

4 a

dher

ens

buru

k, 5

sak

it/M

RS,

6

stok

oba

t hab

is, 7

kek

uran

gan

biay

a, 8

kep

utus

an p

asie

n la

inny

a, 9

lain

-lain

7. P

engo

bata

n TB

sel

ama

pera

wat

an H

IV

Sta

tus

Pek

erja

an

0-Ti

dak

beke

rja

1-B

eker

ja

Nam

a H

ub

Um

ur

HIV

+/

- A

RT

ya/td

k N

o.R

eg.N

as.

Kla

sifik

asi T

B (p

ilih)

1. T

B p

aru

2. T

B e

kstra

par

u: lo

kasi

……

……

….

Rej

imen

TB

1. K

ateg

ori I

2.

Kat

egor

i II

3. K

ateg

ori a

nak

Tem

pat p

engo

bata

n TB

:

Kab

upat

en: _

____

____

____

____

___

Nam

a sa

rana

kes

ehat

an:_

____

____

____

__

No

Reg

.TB

Kab

upat

en/K

ota:

____

____

____

_ Fa

ktor

Ris

iko

1-H

eter

osek

sual

2-

Hom

osek

sual

3-

Bis

eksu

al

4-P

erin

atal

5-

Tran

sfus

i Dar

ah

6-N

AP

ZA s

untik

7-

Lain

2, u

raik

an …

…..

Tipe

TB

1. B

aru

2.

Kam

buh

3

Def

ault

4.

Gag

al

Tgl.

mul

ai te

rapi

TB

:

(hh/

bb/tt

) Tg

l. se

lesa

i ter

api T

B:

(h

h/bb

/tt)

4. R

iway

at te

rapi

ant

iretr

ovira

l 8.

Akh

ir Fo

llow

-up

Pern

ah m

ener

ima

ART?

1.

Ya

2 T

idak

Jika

ya:

1. P

MTC

T 2.

AR

T 3.

PPP

Te

mpa

t AR

T du

lu: 1

. RS

Pem

2. R

S S

was

ta 3

.PK

M

Men

ingg

al d

unia

Tg

l. m

enin

ggal

dun

ia:

Gag

al fo

llow

-up

(> 3

bul

an)

Tgl.

Kun

jung

an te

rakh

ir:

Ruj

uk K

elua

r Tg

l:

Klin

ik: b

aru

N

ama,

dos

is A

RV

& la

ma

peng

guna

anny

a:

IKH

TISAR

PERAW

ATAN

HIV D

AN

TERA

PI AR

VIK

HTISA

R PER

AWATA

N H

IV DA

N A

RT

Page 102: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia90

Hal

aman

2IK

HTISA

R PER

AWATA

N H

IV DA

N TER

API A

RV

IKH

TISAR

PERAW

ATAN

HIV D

AN

AR

T (Follow up)

9. F

OLL

OW

-UP

PER

AW

ATAN

PAS

IEN

& T

ERAP

I AN

TIR

ETR

OVI

RAL

1

2 3

4 5

6 7

8 9

10

11

12

13

14

15

16

17

Tgl.

follo

w-

up

Ren

cana

tg

l. ku

njun

gan

y.a.

d.

BB

(k

g)

& T

B

untu

k an

ak

Stat

us

Fung

sion

al

1. K

erja

, 2.

Am

bula

tori

3. B

arin

g

Stad

.W

HO

Ham

il (y

a/td

k)

atau

m

etod

e K

B

Infe

ksi

opor

tuni

stik

(K

ode)

O

bat u

ntuk

IO

Stat

us

TB

Prof

ilaks

is

kotr

imok

sazo

l O

bat A

RV

dan

dosi

s yg

dib

erik

an

Adhe

renc

e AR

T 1

(>95

%),

2 (8

0-95

%),

3 (<

80%

)

Efek

sa

mpi

ng

ART

(K

ode)

Jum

lah

CD

4 H

asil

Lab

Dib

erik

an

kond

om

Ya/T

idak

/ Ti

dak

ada

Ruj

uk k

e sp

esia

lis

atau

MR

S D

osis

per

har

i

Petu

njuk

dan

kod

e:

Tang

gal:

Tulis

tang

gal k

unju

ngan

yan

g se

bena

rnya

sej

ak k

unju

ngan

per

tam

a pe

raw

atan

HIV

A

dher

ence

AR

T: P

erik

sala

h ad

here

nce

dgn

men

anya

kan

apak

ah p

asie

n m

elup

akan

dos

is o

bat.

Tulis

kan

perk

iraan

ting

kat a

dher

ence

, mis

alny

a 1

(>95

%) =

< 3

dos

is lu

pa d

imin

um d

lm 3

0 ha

ri; 2

(80-

95%

) = 3

- 12

dos

is lu

pa d

imin

um d

lm 3

0 ha

ri; 3

(< 8

0%) =

>12

dos

is lu

pa d

imin

um d

lm 3

0 ha

ri.

Stat

us T

B: 1

. Tdk

ada

gej

ala/

tand

a TB

; 2. S

uspe

k TB

(ruj

uk k

e kl

inik

DO

TS a

tau

pem

erik

saan

spu

tum

); 3.

Dal

am te

rapi

TB

Efek

sam

ping

: Tu

liska

n >

1 ko

de −

R=R

uam

kul

it; M

ua=m

ual;

Mun

=Mun

tah;

D=D

iare

; N=N

euro

pati;

Ikt=

Ikte

rus;

An=

Ane

mi;

Ll=L

elah

; SK

=Sak

it ke

pala

; Dem

=Dem

am; H

ip=H

iper

sens

itifit

as; D

ep=D

epre

si;

P=P

ankr

eatit

is; L

ip=L

ipod

istro

fi;

Nga

n=M

enga

ntuk

; Ln=

Lain

2 − U

raik

an

Infe

ksi O

port

unis

tik: T

ulis

kan

> 1

kode

− K

andi

dias

is (K

); D

iare

cry

ptos

porid

ia (D

); M

enin

gitis

cry

ptoc

ococ

al (C

r); P

neum

onia

P

neum

ocys

tis (P

CP

); C

ytom

egal

oviru

s (C

MV

); P

enic

illio

sis

(P);

Her

pes

zost

er (Z

); H

erpe

s si

mpl

eks

(S);

Toxo

plas

mos

is (T

); H

epat

itis

(H);

Lain

2 -ura

ikan

.

Nama : ..................................... No Register :

Page 103: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia91

  56

 

   

 

 

 

 

 

Page 104: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia92

  57

 

               

Page 105: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia93

 58

Buku  Ban

tu  Ko-­‐infeksi  TB-­‐HIV  

   

   

Page 106: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia94

Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV Penurunan beban TB pada ODHA

Provinsi : Fasyankes : Kabupaten/Kota : Triwulan : Tahun Tanggal pelaporan :

No Variabel Jumlah dalam triwulan

Jumlah dalam setahun *

1 Jumlah ODHA yang berkunjung ke PDP

2 Jumlah ODHA yang dikaji status TB nya

3 Jumlah ODHA yang suspek TB

4 Jumlah ODHA yang diperiksa dahak mikroskopis

5 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Paru BTA (+)

6 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Paru BTA (-)

7 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Ekstraparu

8 Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB

9 Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB dan ART

10 Jumlah ODHA yang mendapatkan pengobatan TB dan PPK

* Cara menghitung jumlah dalam setahun dapat dilihat pada panduan penghitungan variabel TB-HIV di Unit HIV. Kolom “jumlah dalam setahun” diisi pada pelaporan triwulan ke-4.

Mengetahui Pembuat Laporan

Fasyankes HIV

Page 107: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia95

Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV Penurunan beban TB pada ODHA

Provinsi : Jumlah Fasyankes : Kabupaten/Kota : Triwulan : Tahun Tanggal pelaporan :

No Variabel Jumlah dalam triwulan

Jumlah dalam setahun *

1 Jumlah ODHA yang berkunjung ke PDP

2 Jumlah ODHA yang dikaji status TB nya

3 Jumlah ODHA yang suspek TB

4 Jumlah ODHA yang diperiksa dahak mikroskopis

5 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Paru BTA (+)

6 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Paru BTA (-)

7 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Ekstraparu

8 Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB

9 Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB dan ART

10 Jumlah ODHA yang mendapatkan pengobatan TB dan PPK

*Kolom “jumlah dalam setahun” diisi pada pelaporan triwulan ke-4.

Mengetahui Pembuat Laporan

Kabupaten/Kota

Page 108: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia96

Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV Penurunan beban TB pada ODHA

Nama Provinsi : Tanggal pelaporan : Jumlah Kabupaten/Kota : Triwulan : Tahun Jumlah Fasyankes :

No Variabel Jumlah dalam triwulan

Jumlah dalam setahun *

1 Jumlah ODHA yang berkunjung ke PDP

2 Jumlah ODHA yang dikaji status TB nya

3 Jumlah ODHA dengan suspek TB

4 Jumlah ODHA yang diperiksa dahak mikroskopis langsung

5 Jumlah ODHA yang BTA negatif dilakukan pemeriksaan foto toraks

6 Jumlah ODHA dengan TB Paru BTA (+)

7 Jumlah ODHA dengan TB Paru BTA (-)

8 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Ekstraparu

9 Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB

10 Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB dan ART

*Kolom “jumlah dalam setahun” diisi pada pelaporan triwulan ke-4.

Mengetahui Pembuat Laporan

Provinsi

Page 109: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia97

Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV

Penurunan beban HIV pada pasien TB

Pasien TB yang tercatat dalam triwulan ………. tahun ………. Bulan………………. s/d ………………. Provinsi :_________________ Fasyankes DOTS : _________________ Kabupaten/Kota :_________________ Tanggal Pengumpulan Laporan : _________________

No Variabel Jumlah

1 Jumlah pasien TB yang tercatat

1.1 Jumlah pasien TB yang tercatat dengan status HIV positif sebelum pengobatan TB

Data konseling dan tes HIV pada pasien TB yang belum periksa HIV

2 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan ditawarkan/dianjurkan tes HIV (KTIP/KTS) selama pengobatan TB

3 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan dilakukan konseling HIV selama masa pengobatan TB

4 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan dilakukan tes HIV selama masa pengobatan TB

5 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut yang hasil tes HIV tercatat selama pengobatan TB

6 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dengan hasil tes HIV positif selama pengobatan TB

Data Pengobatan Pasien TB yang HIV positif

7 Jumlah pasien TB yang HIV positif

8 Jumlah pasien TB yang HIV positif dan mendapatkan ART

9 Jumlah pasien TB yang HIV positif dan menerima PPK

Mengetahui Pembuat Laporan

Page 110: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia98

Rekapitulasi Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV Penurunan beban HIV pada pasien TB

Pasien TB yang tercatat dalam triwulan ………. tahun ………. Bulan………………. s/d ………………. Provinsi :_________________ Jumlah Fasyankes DOTS : _______ Kabupaten/Kota :_________________ Jumlah Fasyankes DOTS yang melaporkan : _______

Tanggal Pengumpulan Laporan : _______________

No Variabel Jumlah

1 Jumlah pasien TB yang tercatat

1.1 Jumlah pasien TB yang tercatat dan HIV positif sebelum pengobatan TB

Data konseling dan tes HIV pada pasien TB yang belum periksa HIV

2 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan ditawarkan/dianjurkan tes HIV (KTIP/KTS) selama pengobatan TB

3 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan dilakukan konseling HIV selama masa pengobatan TB

4 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan dilakukan tes HIV selama masa pengobatan TB

5 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut yang hasil tes HIV tercatat selama pengobatan TB

6 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dengan hasil tes HIV positif selama pengobatan TB

Data koinfeksi TB HIV pada pasien TB

7 Jumlah Pasien Koinfeksi TB HIV

8 Jumlah Pasien Koinfeksi TB HIV yang mendapatkan ART

9 Jumlah pasien koinfeksi TB HIV yang menerima PPK

Mengetahui Pembuat Laporan

Page 111: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia99

Rekapitulasi Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV Penurunan beban HIV pada pasien TB

Pasien TB yang tercatat dalam triwulan ………. tahun ………. Bulan………………. s/d ………………. Provinsi :_________________ Jumlah Fasyankes DOTS : _______ Jumlah Fasyankes DOTS yang melaporkan : _______ Tanggal Pengumpulan Laporan : _______________

No Variabel Jumlah

1 Jumlah pasien TB yang tercatat

1.1 Jumlah pasien TB yang tercatat dan HIV positif sebelum pengobatan TB

Data konseling dan tes HIV pada pasien TB yang belum periksa HIV

2 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan ditawarkan/dianjurkan tes HIV (KTIP/KTS) selama pengobatan TB

3 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan dilakukan konseling HIV selama masa pengobatan TB

4 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan dilakukan tes HIV selama masa pengobatan TB

5 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut yang hasil tes HIV tercatat selama pengobatan TB

6 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dengan hasil tes HIV positif selama pengobatan TB

Data koinfeksi TB HIV pada pasien TB

7 Jumlah Pasien Koinfeksi TB HIV

8 Jumlah Pasien Koinfeksi TB HIV yang mendapatkan ART

9 Jumlah pasien koinfeksi TB HIV yang menerima PPK

Mengetahui Pembuat Laporan

Page 112: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia100

  55

Lampiran  Formulir  Pencatatan  TB-­‐HIV  

 

Page 113: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia101

Lampiran Formulir Pencatatan TB-HIV

Lampiran 1. Contoh Data TB Dan HIV yang dapat digunakan untuk Mengkaji Epidemi TB-HIV.

Data TB Data HIV

• Kasus TB menurut tipe

• Hasil pengobatan TB menurut tipe

• Data kasus TB pada usia tertentu

• Angka Multi-drug resistant (MDR) TB - Kasus MDR primer

- Kasus MDR sekunder

• Proporsi kasus TB yang HIV positif

• Prevalensi penyakit terkait HIV pada pasien TB

• Persepsi masyarakat tentang hubungan antara TB dan HIV

• Persepsi masyarakat tentang pengobatan TB pada ODHA

• Riset Operasional

• Angka HIV dapat diperoleh antara lain dari:- Data surveilans sentinel

- Pengunjung klinik Antenatal

- Pasien HIV dengan TB

- Donor darah

- Pengunjung klinik IMS

- Kunjungan RS

- Penasun

- Penerimaan baru TNI dan Polri

- Jika memungkinkan ada kohort distribusi usia sebagai indikator insiden pada remaja

• Jumlah kasus AIDS

• Jumlah layanan Konseling dan Tes HIV

• Jumlah pasien yang mengakses layanan Konseling dan Tes HIV

• Pengetahuan, perilaku, dan kebiasaan masyarakat terkait cara penularan dan pencegahan HIV

• Pengalaman program perawatan di rumah

• Pendekatan multi-sektoral

• Riset Operasional

Page 114: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia102

Lampiran 2. Daftar TIlik Supervisi dan Bimtek

DAFTAR TILIK SUPERVISI KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV

DI UNIT PELAYANAN KESEHATAN

I. DATA DASAR

A. Data Umum UPK

1. Nama UPK

2. Alamat

3. No. Telpon/fax/email

4. Kab/Kota

5. Propinsi

6. Nama Direktur/Kepala UPK

7. Petugas/Pejabat yang ditemui

(nama, tugas/kedudukan, no telp)

8. Yang melakukan supervisi (Nama, Jabatan & Instansi)

9. Tanggal Kunjungan

B. Sumber daya dalam kegiatan TB-HIV

1. Jumlah petugas yg dilatih TB-HIV

No. UNIT HIV Jumlah tenaga

Jumlah yang

masih aktif

Jenis pelatihan dan tahun dilatih

VCT IMAI CST TB-HIV PMTCT Lab

HIVFarmasi

ARV MK RR ARV IMS UP

1 Dokter

2 Perawat/paramedis

3 Laboratorium

4 Konselor

5 Petugas pencatatan/pelaporan

6 Farmasi

KETERANGAN:

Page 115: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia103

No. UNIT DOTS Jumlah tenaga

Jumlah yang masih aktif

Jenis pelatihan dan tahun dilatih

DOTS VCT TB-HIV

1. Dokter

2. Perawat/paramedis

3 Laboratorium

4 Petugas pencatatan/pelaporan

5 Lain-lain (apoteker, dll)

Keterangan:

2. Logistik TB-HIV

Apakah tersedia: Ya Tidak Keterangan

1. Logistik TB 1) Reagensia

2) Pot dahak

3) Kaca sediaan (slide)

4) Kotak slide/slide box

5) Obat anti TB (OAT)

a) Program

b) Non-program (sumber lain)

6) Formulir/register TB

7) Formulir rujukan ke VCT

8) KIE TB-HIV

£

£

£

£

£

£

£

£

£

£

£

£

£

£

£

£

£

£

£

£

Ya Tidak Keterangan

Page 116: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia104

1. Logistik HIV 1) Reagensia

2) Obat ARV

3) OAT

4) Kotrimoksazol

5) Obat IO lain

6) Formulir/register HIV

7) Kondom

8) Formulir Skrining Gejala TB

9) Formulir/register TB

10) KIE TB-HIV

£

£

£

£

£

£

£

£

£

£

£

£

£

£

£

£

£

£

£

£

2. Sumber pendanaan untuk pengadaan logistik obat dan lab?

£ APBD1/Propinsi

£ APBD2/Kab/Kota

£ APBN/Pusat

£ Bantuan luar negeri: ________

£ Swadana

£

£

£

£

£

£

£

£

£

Page 117: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia105

II. KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV di UPK

A. Manajemen Kolaborasi TB-HIV

A. Membangun Mekanisme kolaborasi

1. Tim/pokja untuk kegiatan TB-HIV Ya Tidak Keterangan

1.1 Apakah sudah terbentuk tim? Kapan tahun dibentuknya Tim dan apakah ada SK? (Lampirkan jika ada)

a. Tim HIV (Tuliskan nama petugas yang terlibat di Tim HIV. Tuliskan juga telepon/HP/email, untuk memperlancar komunikasi)

b. Tim TB Tuliskan nama petugas yang terlibat di Tim TB. Tuliskan juga telepon/HP/email, untuk memperlancar komunikasi

c. Tim TB-HIV Tuliskan nama petugas yang terlibat di Tim TB-HIV. Tuliskan juga telepon/HP/email, untuk memperlancar komunikasi

Bila tidak, jelaskan alasannya? Dan kapan rencana akan dibentuk?

1.2 Apakah ada koordinator TB-HIV? Jika ya, sebutkan siapa?

1.3 Apakah pembentukan tim TB-HIV didukung dengan SK Direktur/Kepala UPK/Kepala Dinas Kesehatan setempat?

Jika ya, lampirkan SK nya.

1.4 Apakah ada uraian tugas secara tertulis untuk setiap anggota tim TB-HIV?

Jika ya, lampirkan.

2 Melaksanakan surveilans TB-HIV Ya Tidak Keterangan

2.1 Apakah ada dokumen/catatan atau laporan mengenai kasus pasien TB dengan HIV di unit TB?

Untuk detailnya, cek silang dengan dokumen yang ada di poliklinik.

2.2 Apakah ada dokumen/catatan atau laporan mengenai kasus ODHA dengan IO TB di unit Layanan HIV?

Untuk detailnya, cek silang dengan dokumen yang ada di poliklinik.

Page 118: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia106

3 Mengadakan perencanaan bersama TB-HIV Ya Tidak Keterangan

3.1. Apakah ada pertemuan kolaborasi TB-HIV secara berkala?

Lihat notulensi pertemuan.

3.2 Apakah ada rencana kerja TB-HIV? Lihat dokumen tertulis mengenai rencana kerja TB-HIV

3.3 Apakah ada alokasi anggaran dari UPK untuk kegiatan TB-HIV (misalnya untuk logistik mis. obat, reagen, untuk pelatihan dan pertemuan berkala, dll)

4 Monitoring dan evaluasi Ya Tidak Keterangan

4.1 Apakah dilakukan monitoring bersama mengenai kegiatan TB-HIV?

Siapa saja yang terlibat?

Frekuensi monitoring?

4.2 Apakah dilakukan evaluasi kegiatan TB-HIV secara berkala?

Siapa saja yang terlibat?

Frekuensi monitoring?

B. Manajemen Pelayanan TB-HIV

B. Menurunkan beban tuberkulosis pada ODHA

1. Intensifikasi penemuan kasus TB dan pengobatannya Ya Tidak Keterangan

1.1 Apakah semua ODHA dilakukan skrining TB (ditanyakan tentang gejala TB)?

Tanyakan kriteria apa saja yang dipakai untuk menentukan suspek TB pada ODHA.

Apakah menggunakan Form skrining TB?

1.2 Apakah semua ODHA dengan gejala TB (suspek TB) dilakukan pemeriksaan dahak SPS secara mikroskopis ?

1.3 Siapa yang meminta untuk dilakukan SPS?

a. Unit TB?

b. Unit HIV?

1.4 Apakah dilakukan pemeriksaan dahak di sini?

Jika tidak, dirujuk kemana?

........................................................

Page 119: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia107

1.5 Apakah semua ODHA yang suspek TB dengan hasil BTA negatif dilakukan pemeriksaan foto toraks?

1.6 Apakah ada metode diagnostik lain yang digunakan untuk TB ekstra paru?

Histopatologis : £

Biakan : £

Lain-lain : £

TB ekstra paru yang sering dijumpai pada ODHA misalnya TB kelenjar limfe, TB milier, TB meningitis. TB dengan efusi pleura atau perikardium.

1.7 Apakah semua ODHA yang sakit TB mendapatkan pengobatan TB sesuai strategi DOTS (paduan dan lama pengobatan)?

Sebutkan paduan OAT yang diberikan.

1.8 Di unit mana OAT diberikan? Jika sebagian ODHA diberikan OAT di unit DOTS dan sebagian di unit HIV, tuliskan dalam kolom “keterangan”.

a. Unit DOTS

b. Unit HIV

1.9 Dari mana OAT didapat?

a. Dari Program (Dinkes)

b. Askes

c. Pasien beli sendiri

d. Lain-lain

1.10 Apakah pada ODHA dengan TB dilakukan juga pemantauan pengobatan TB nya?

Kalau ya setiap berapa lama

Kalau tidak, jelaskan alasannya

Catatan: Pemantauan kemajuan pengobatan TB adalah dengan memeriksa dahak SP pada akhir fase intensif, sebulan sebelum AP, AP.

Jika awalnya pasien TB dengan BTA (-), kemungkinan besar akan tetap negatif pada pemeriksaan akhir fase intensif. Pada ODHA dengan TB baik yang BTA (+) maupun BTA (-) perlu dipantau juga secara klinis misalnya berat badannya, nafsu makan, keluhan lain yang dialami selama pengobatan TB, dll

Page 120: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia108

2 Pengendalian infeksi TB di di UPK Ya Tidak Keterangan

2.1 Apakah ada tim atau komisi pengendalian infeksi di UPK?

Lakukan observasi dan lampirkan dokumennya

2.2 Apakah pengendalian infeksi TB termasuk di dalamnya?

2.3 Apakah ada protap tertulis pengendalian infeksi TB?

Jika ya, lampirkan.

2.4 Apakah suspek/pasien TB diberikan edukasi mengenai etika batuk baik secara langsung maupun dengan menyediakan materi KIE mengenai etika batuk?

Lakukan observasi

2.5 Apakah UPK menyediakan masker/tisue untuk suspek/pasien TB?

Lakukan observasi

2.6 Apakah suspek/pasien TB dipisahkan ruang tunggunya dari pasien lainnya?

Lakukan observasi

2.7 Apakah ada tempat/ruang khusus untuk mengumpulkan dahak?

Lakukan observasi

2.8 Apakah dilakukan skrining gejala TB secara berkala kepada petugas kesehatan?

2.9 Apakah ruang tunggu pasien memiliki ventilasi yang baik?

Lakukan observasi

2.10 Apakah ruang layanan TB dan HIV memiliki?

a. ventilasi alami

b. ventilasi mekanis misalnya exhaust fan dan kipas angin

Page 121: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia109

C Menurunkan beban HIV pada pasien tuberkulosis

1 Konseling dan testing HIV Ya Tidak Keterangan

1.1 Untuk daerah dengan tingkat epidemi HIV meluas:

• Apakah semua pasien TB dilakukan konseling dan test HIV

Untuk daerah dengan tingkat epidemi HIV terkonsentrasi:

• Apakah pasien TB yang mempunyai faktor risiko HIV dilakukan konseling dan test HIV

1.2 Apakah menggunakan Form Penilaian faktor risiko HIV pada pasien TB?

Jika ya, lampirkan,

Jika tidak, kriteria apa saja yang digunakan untuk menentukan pasien TB yang dilakukan konseling dan testing HIV?

1.3 Di mana konseling HIV dilakukan?

a. Unit TB

b. Unit HIV

c. Dirujuk ke tempat lain? .........................

1.4 Di mana testing HIV dilakukan?

a. Unit TB

b. Unit HIV

c. Laboratorium UPK

c. Dirujuk ke tempat lain ......................

2 Mempromosikan cara pencegahan HIV Ya Tidak Keterangan

2.1 Apakah pasien TB diberikan informasi mengenai HIV, IMS & NAPZA?

Observasi

2.2 Siapa yang memberikan informasi? Observasi

a. petugas TB

b. petugas HIV

Page 122: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia110

2.3 Apakah tersedia kondom di unit TB? Observasi2.4 Adakah alat bantu/materi KIE TB-HIV,

IMS, NAPZA?Observasi

3Melaksanakan terapi pencegahan dengan kotrimoksasol

Ya Tidak Keterangan

3.1 Apakah pasien TB-HIV mendapat pengobatan profilaksis dengan kotrimoksazol?

Jika sebagian, kriteria pasien yang seperti apa yang diberikan kotrimoksazol?

Jika tidak, apa alasannya?

a. Semua

b. Sebagian

c. Tidak sama sekali

3.2 Di unit mana kotrimoksazol diberikan?

a. Unit DOTS

b. Unit HIV

4Memberikan perawatan, dukungan dan pengobatan HIV/AIDS

Ya Tidak Keterangan

4.1 Apakah dalam menangani pasien TB-HIV unit DOTS (di Puskesmas/RS) berkoordinasi atau merujuk ke unit PDP/RS ARV?

Jelaskan seperti apa?

4.2 Apakah semua pasien TB-HIV memulai pengobatan ARV sesuai pedoman nasional?

Catatan: Indikasi medis (CD4 dan stadium klinis) dan non medis (kesiapan minum obat, kepatuhan, PMO, support group, akses ARV, dll)

4.3 Apakah pasien TB-HIV yang layak mendapatkan ARV diberikan paduan ARV sesuai pedoman nasional?

4.4 Apakah efek samping pemberian bersama OAT dan ARV telah diinformasikan sebelum pengobatan dimulai?

Bila tidak, jelaskan alasannya

Page 123: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia111

4.5 Apakah dilakukan pemantauan pengobatan pada semua pasien TB-HIV

Kalau ya setiap berapa lama

Kalau tidak, jelaskan alasannya

Catatan: TB (akhir fase intensif, sebulan sebelum AP, AP). HIV (setiap bulan untuk evaluasi klinis, minimal 6 bulan sekali untuk CD4nya)

III. SURVEILANS TB-HIV

1. Pencatatan dan pelaporan kegiatan kolaborasi TB-HIV

a. UNIT DOTS.

1 Jenis format yang ada di UPK Tersedia Diisi lengkap Diisi benar

Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

a. TB 01 (dengan info HIV)

b. TB 02

c. TB 03 UPK (dengan info HIV)

d. TB 04

e. TB 05

f. TB 06

g. TB 09

h. TB 10

i. Lain-lain:

- Form Penilaian faktor risiko HIV

- Form rujukan ke VCT

Ya Tidak Keterangan

Page 124: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia112

2 Apakah dilakukan supervisi dan registrasi/validasi data TB secara rutin (termasuk mengenai data pasien TB yang HIV positif )?

-Siapa saja yang melakukan?

-Cek silang dengan form lainnya

3 Apakah ada umpan balik kepada petugas UPK mengenai kinerja program TB dan kegiatan kolaborasi TB-HIV?

Lihat dokumen umpan balik

b. UNIT HIV

1. Jenis format yang tersedia di unit HIV Tersedia Diisi lengkap Diisi benar

Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

a. Register konseling

b. Register Pra-ART

c. Ikhtisar perawatan HIV

d. Kartu pasien

e. Register ART

f. Register Pemberian Obat ARV

g. Register Stok Obat ARV (Farmasi)

h. Formulir Rujukan

i. Laporan Bulanan

j. Laporan Kohort

Page 125: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia113

k. Lain-lain:

- Form skrining gejala TB

- Form rujukan ke unit DOTS

- TB01

- TB02

- TB03 UPK

- TB04

- TB05

- TB06

- TB09

- TB10

2. Laporan bulanan disampaikan kepada Dinas Kesehatan Provinsi £

Dinas Kesehatan Kabupaten £

Subdit AIDS & PMS £

Dit Bina Yanmed Spesialistik£

Lain2 £

Ya Tidak Keterangan

3. Apakah dilakukan supervisi dan validasi data HIV secara rutin (termasuk data ODHA yang TB)?

- Siapa saja yang melakukan?

- Cek silang dengan form lainnya

4. Apakah ada umpan balik kepada petugas UPK mengenai kinerja program HIV dan kegiatan kolaborasi TB-HIV?

Lihat dokumen umpan balik

Page 126: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia114

2. Data hasil kegiatan TB-HIV 6 Bulan Terakhir

No UNIT DOTS Jumlah Keterangan

1 Jumlah pasien TB yang tercatat

1.1 Jumlah pasien TB yang tercatat dan HIV positif sebelum pengobatan TB

Data konseling dan tes HIV pada pasien TB yang belum periksa HIV

2 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan ditawarkan/dianjurkan tes HIV (KTIP/KTS) selama pengo-batan TB

3 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan dilakukan konseling HIV selama masa pengobatan TB

4 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan dilakukan tes HIV selama masa pengobat-an TB

5 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut yang hasil tes HIV tercatat selama pengobatan TB

6 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dengan hasil tes HIV positif selama pengobatan TB

Data Layanan Pasien TB dengan HIV positif

7 Jumlah Pasien Ko-infeksi TB HIV

8 Jumlah Pasien Ko-infeksi TB HIV yang mendapatkan ART

9 Jumlah pasien ko-infeksi TB HIV yang mendapatkan PPK

No UNIT HIV Jumlah Keterangan

1 Jumlah ODHA yang berkunjung ke PDP

2 Jumlah ODHA yang dikaji status TB nya

3 Jumlah ODHA dengan suspek TB

4 Jumlah ODHA yang diperiksa dahak mikroskopis

5 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Paru BTA (+)

6 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Paru BTA (-)

7 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Ekstraparu

Page 127: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia115

8 Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB

9 Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB dan ART

10 Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB dan PPK

Semua pasien TB-HIV, perlu dilakukan pemantauan hasil pengobatan TB nya.

No Hasil Pengobatan TB Jumlah Keterangan

1 Pasien TB-HIV yang mengalami konversi - TB01

- TB03 UPK

2 Hasil pengobatan pasien TB-HIV - TB01

- TB03 UPK

a. Sembuh

b. Pengobatan lengkap

c. Gagal

d. Default (Putus berobat)

e. Pindah

f. Meninggal

Page 128: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia116

Lampiran 3. Obat ARV dan IO

No Nama Obat

1. OBAT ARV

ARV lini I :

• Zidovudin (AZT, ZDV), 300 mg

• Lamivudin (3TC), 150 mg

• Stavudin (d4T), 30 mg

• Efavirens (EFV), 600 mg

• Nevirapin (NVP), 200 mg

ARV lini II

• Tenofovir (TDF), 300 mg

• Didanosin (ddI), 250 mg

• Lopinavir/ritonavir (LPV/r), 400 mg/100 mg

• Abacavir (ABC)

• Emtricitabine (FTC)

Fixed Dose Combination

• AZT + 3TC (AZT 300mg, 3TC 150mg)

• AZT + 3TC + NVP (AZT 300mg, 3TC 150mg, NVP 200mg)

2. OBAT IO

• Amfoterisin B injection 50 mg/vial (kandidosis berat, kriptokokosis, histoplasmosis)

• Amoksisilin + asam klavulanat iv 1,2 g

• Amoksisilin + asam klavulanat p.o. 500 mg/125 mg

• Amphotericin B 50 mg

• Asiklovir 400 mg

• Flukonazol 200 mg

• Folinic Acid 200 mg

• Klindamisin 150 mg

• Klindamisin 150 mg/4 ml ampul

• Klindamisin 300 mg

• Kotrimoksasol oral 960 mg

• Kotrimoksazol 400mg/80mg

• Pirimetamin 25 mg tab

• Prednisolon 5 mg

• Seftriakson injeksi

• Sulfadiazin 500 mg tab

Page 129: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia117

Lampiran 4. Isi Pesan AKMS

Isi Pesan Petugas TB kepada Pasien TB yang dicurigai ko-infeksi HIV:

1. Apa itu HIV2. Cara penularan dan resiko terinfeksi HIV3. Cara pencegahan dan program pencegahan seperti penggunaan kondom, pengurangan

dampak buruk Napza suntik, pencegahan HIV dari ibu ke anak4. Petunjuk layanan konseling di layanan kesehatan dan LSM5. Daftar Rumah Sakit Rujukan ARV

Isi Pesan Petugas HIV kepada Pasien HIV dengan gejala TB:

1. Apa itu TB, cara penyebarannya2. Gejala-gejala TB3. Kondisi-kondisi yang memudahkan seseorang terkena TB4. Bagaimana cara mendiagnosa penderita TB5. Bagaimana pengobatan pasien TB6. Petunjuk layanan pengobatan TB terdekat

Isi Pesan TB-HIV kepada Pengendali Kebijakan, Akademisi, Penyedia Layanan dan Pers (Diambil dari Talking Points TB-HIV dari STOP TB Partnership, www.stoptb.org):

1. Global burden TB dan Hubungannya dengan HIV yang diperkuat dengan data2. Tingkat Mortalitas TB/HIV yang diperkuat dengan data3. Hubungan TB-HIV dan Wanita, diperkuat dengan data 4. Isu Pengobatan TB-HIV5. Pengendalian penyakit TB dan HIV6. Diagnosa, Pencegahan dan Pengobatan TB dan HIV7. Kolaborasi program penanggulangan TB dan HIV8. Pendanaan

Page 130: Buku Manajemen Kolaborasi Edittt10

Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia118

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Pedoman Nasional Penanggulangan TB. Edisi 2 Cetakan Pertama. 2006. Departemen Kesehatan R.I

2. Draft Pedoman AKMS TB. 2006. Departemen Kesehatan R.I

3. TB-HIV Implementation Guideline. 2005. Federal Ministry of Health Ethiopia

4. Talking Points TB-HIV. www.stop tb.org. Stop TB Partnership. Geneva

5. Draft Leaflet dan Poster TB-HIV. 2006. Kolaborasi TB-HIV DKI Jakarta

6. Kebijakan Sementara Kegiatan Kerjasama TB-HIV. Terjemahan. WHO, Stop TB Department & Department of HIV AIDS. 2004

7. Draft Buku Kebijakan Nasional TB-HIV. 2007. Departemen Kesehatan R.I