buku manajemen kolaborasi edittt10
DESCRIPTION
ljkjTRANSCRIPT
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia1
MANAJEMEN PELAKSANAAN KOLABORASI TB-HIV
DI INDONESIA
DIREKORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2012
616Indp
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia2
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesiai
KATA PENGANTAR
Perkembangan epidemi Human Immunodeficiency Virus (HIV) di Indonesia, termasuk yang tercepat di kawasan Asia, sementara jumlah kasus Tuberkulosis (TB) masih menempatkan Indonesia sebagai negara ke empat terbanyak di dunia. Epidemi HIV di Indonesia merupakan tantangan bagi keberhasilan penanggulangan TB. Berdasarkan data kasus HIV/AIDS dari Kementerian Kesehatan tahun 2010, menunjukkan bahwa TB merupakan infeksi penyerta tersering pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yaitu sebesar 49%. Pada tahun 2006 dilaksanakan survei sero prevalens di Yogyakarta dengan hasil angka prevalens HIV sebesar 2% di antara pasien TB dan pada tahun 2008 di Provinsi Bali sebesar 3,9%, di Provinsi Jawa Timur sebesar 0,8% dan di Provinsi Papua sebesar 14%. Hal ini menunjukkan bahwa keterkaitan epidemi TB dengan HIV/AIDS sangatlah besar. Untuk itu, kolaborasi kegiatan kedua program ini merupakan suatu keharusan agar mampu menanggulangi kedua penyakit tersebut secara efektif dan efisien.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1278/ menkes/SK/XII/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Kolaborasi Pengendalian Penyakit TB dan HIV, kegiatan kolaborasi TB-HIV menjadi bagian dari upaya pengendalian TB dan HIV/AIDS. Pelaksanaan kolaborasi TB-HIV perlu diperluas cakupan dan kualitasnya sehingga masyarakat yang terdampak oleh kedua penyakit ini memperoleh pelayanan yang menyeluruh, berkualitas dan berkesinambungan. Kementerian Kesehatan menerbitkan buku “Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia” yang merupakan penjabaran dari Pedoman Pelaksanaan Kolaborasi Pengendalian Penyakit TB dan HIV sehingga upaya penyediaan pelayanan TB-HIV yang standar dan sejalan dengan Kebijakan nasional dapat terpenuhi.
Kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan buku pedoman ini baik secara individual ataupun kelembagaan, Kami sampaikan penghargaan dan ucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas kerja keras dan sumbangan yang diberikan. Segala kritik dan saran yang membangun demi perbaikan pedoman ini pada edisi mendatang sangat diharapkan.
Jakarta, September 2011Direktur Jenderal PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI
Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K), MARS, DTM&H, DTCE
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesiaii
DAFTAR KONTRIBUTOR
Pengarah : Prof. dr. Tjandra Y Aditama, Sp.P (K), MARS, DTM&H, DTCE Dr. H. Muhammad Subuh, MPPM
Penanggung jawab : Drg. Dyah Erti Mustikawati, MPH Dr. Siti Nadia Tarmizi, MEpid
Kontributor :1. Dr. Toni Wandra, M.Kes, Phd2. Dr. Nani Rizkiyati, M. Kes. (Dit Jen P2M & PL) 3. Dr. Asik Surya, MPPM (Dit Jen P2M & PL) 4. Dr. Triya Dinihari (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB) 5. Naning Nugrahini, SKM, MKM (Dit Jen P2M & PL, Subdit AIDS & PMS) 6. Dr. Endang Budi Hastuti (Dit Jen P2M & PL, Subdit AIDS & PMS)7. Dr. Vanda Siagian (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB) 8. Dr. Endang Lukitosari (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB) 9. Dr. Novayanti (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)10. Dr. Ratih Pahlesia, Sp.P (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)11. Dr. Joan Tanumihardja (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)12. Sulistyo, SKM, M. Epid (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB) 13. Munziarti, SKM, MM. (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)14. Suwandi, SKM, M. Epid. (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)15. Surjana, SKM, M.Kes (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)16. Rudi Hutagalung, BSc (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)17. S.T Patty, SKM (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)18. Yoana Anandita (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)19. Nurjanah, SKM, M.Kes (Dit Jen P2M & PL, Subdit AIDS & PMS)20. Dr. Nurhalina Afriana (Dit Jen P2M & PL, Subdit AIDS & PMS)21. Victoria Indrawati, SKM, MSc (Dit Jen P2M & PL, Subdit AIDS & PMS)22. Dr. Indri Oktaria Sukmaputri (Dit Jen P2M & PL, Subdit AIDS & PMS)23. Dr. Ainor Rasyid (Dit Jen P2M & PL, Subdit AIDS & PMS)24. Dr. Janto Lingga, SpP (WHO) 25. Dr. Atiek Anartati, MPH & TM (FHI 360)26. Dr. Niken (FHI 360)27. Dr. Tiara Mahatmi Nisa, MS (FHI 360)28. Rini Palupy, SKM (FHI 360)29. Dr. Sri Retna Irawati, Sp. A (KNCV)30. Dr. Carmelia Basri, M. Epid (Konsultan TB)31. Dr. Franky Loprang (Konsultan TB)32. Dr. Hedy Sampurno, MPH (Master Trainer TB)
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesiaiii
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH
AIDS Acquired Immune Deficiency Syndrome
AKMS Advokasi, Komunikasi dan Mobilisasi Sosial
ART Antiretroviral Therapy = terapi antiretroviral
ARV Obat Antiretroviral
BAPPEDA Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah
BAPPEKO Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota
BP4/B-BKPM Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru, Balai (Besar) Kesehatan Paru Masyarakat
BTA Basil Tahan Asam
DOTS Directly Observed Treatment Shortcourse (terapi yang diawasi langsung)
DPRDELISA
Dewan Perwakilan Rakyat DaerahEnzyme Linked Immunosorbent Assay
ESOFasyankes Gerdunas-TB
Efek Samping ObatFasilitas Pelayanan KesehatanGerakan Terpadu Nasional TB
HAART Highly Active Antiretroviral Therapy (ART)
HIV Human Immunodeficiency Virus = virus penyebab AIDS
IDU Injecting Drug User (pengguna NAPZA suntik)
IMS Infeksi Menular Seksual
IO Infeksi Oportunistik
JEMM TB Joint External Monitoring Mission TB
KDS Kelompok Dukungan Sebaya
Kepatuhan Terjemahan dari adherence yaitu kepatuhan dan kesinambungan berobat yang melibatkan peran pasien, dokter atau petugas kesehatan, pendamping dan ketersediaan obat
KGB Kelenjar Getah Bening
KIA Kesehatan Ibu dan Anak
KIE Komunikasi, Informasi dan Edukasi
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesiaiv
Komli Komite Ahli
KPAN/KPAD Komisi Penanggulangan AIDS Nasional/Komisi Penanggulangan AIDS Daerah
KTIP Konseling dan Test HIV atas Inisiatif Petugas Kesehatan
KTS Konseling dan Tes HIV Sukarela
Lapas Lembaga Pemasyarakatan
LJSS Layanan Jarum Suntik Steril
LPLPO Laporan Pemakaian Dan Lembar Permintaan Obat
LSL Laki Suka Lelaki
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
MDR Multi Drug Resistant
MIS Management Information System
M&E/MONEV Monitoring dan Evaluasi
MTCT Mother-To-Child Transmission (of HIV); penularan HIV dari ibu ke anak
NAPZA Narkotik, Alkohol, Psikotropik dan Zat Adiktif lainnya
Kebal obat
OAT Obat Anti Tuberkulosis
ODHA Orang Dengan HIV AIDS
Ormas Organisasi Masyarakat
PCR Polymerase chain reaction (reaksi rantai polimerasi)
PDP Perawatan Dukungan dan Pengobatan
Penasun Pengguna NAPZA Suntikan
PITC Provider Initiated Testing and Counseling
PMO Pengawasan Minum Obat
PMTCT Prevention Of Mother-To-Child Transmission = pencegahan penularan dari ibu ke anak
POKJA Kelompok Kerja
PPK Pengobatan Pencegahan Kotrimoksasol
PPP Profilaksis Pascapajanan = post exposure prophylaxis
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesiav
PTRM Program Terapi Rumatan Metadon
RNA Ribo Nucleic Acid
RS Rumah Sakit
Rutan Rumah Tahanan
SCM Supply Chain Management
SDM Sumber Daya Manusia
SGOT Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase
SGPT Serum Glutamic Pyruvate Transaminase
SOP Standar Operational Procedure
TB Tuberkulosis
Toga Tokoh Agama
Toma Tokoh Masyarakat
VCT Voluntary Counseling and Testing (tes HIV secara sukarela disertai dengan konseling)
Waria Wanita pria
WHO World Health Organization
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesiavi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................................................................. i
DAFTAR KONTRIBUTOR......................................................................................................................................... ii
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH.................................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................................................ 1
A. LATAR BELAKANG............................................................................................................................. 1
B. DASAR HUKUM.................................................................................................................................. 3
C. TUJUAN................................................................................................................................................. 3
D. SASARAN............................................................................................................................................... 3
E. RUANG LINGKUP ............................................................................................................................... 4
BAB II KOLABORASI PROGRAM...................................................................................................................... 5
A. PRINSIP - PRINSIP KOLABORASI..................................................................................................... 5
B. TUJUAN PELAKSANAAN KOLABORASI TB-HIV.......................................................................... 5
C. PELAKSANAAN KOLABORASI......................................................................................................... 6
D. KOORDINASI KOLABORASI TB-HIV................................................................................................ 7
BAB III PERENCANAAN BERSAMA TB-HIV................................................................................................ 11
A. BATASAN DAN TUJUAN ................................................................................................................ 11
B. MEKANISME PERENCANAAN ..................................................................................................... 11
C. PENGEMBANGAN PELAYANAN .................................................................................................. 12
BAB IV KOLABORASI TB-HIV DI TINGKAT LAYANAN ......................................................................... 15
A. BATASAN DAN TUJUAN ................................................................................................................... 15
B. KOLABORASI TB-HIV DI TINGKAT LAYANAN ............................................................................ 16
C. KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV DI SETIAP JENJANG LAYANAN ....................................... 16
D. PENERAPAN BERBAGAI KEGIATAN KOLABORASI .................................................................... 16
E. MENURUNKAN BEBAN TB PADA ODHA ..................................................................................... 17
F. MENURUNKAN BEBAN HIV PADA PASIEN TB ........................................................................... 18
G. ALUR LAYANAN DAN SISTEM RUJUKAN ..................................................................................... 23
BAB V PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA............................................................................ 37
A. PENGERTIAN DAN TUJUAN ............................................................................................................ 37
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesiavii
B. TUGAS POKOK DAN FUNGSI PETUGAS TB-HIV. ............................................................ 37
C. STANDARISASI KETENAGAAN ............................................................................................. 39
D. PENINGKATAN KEMAMPUAN SUMBER DAYA MANUSIA ............................................ 44
BAB VI MANAJEMEN LOGISTIK .................................................................................................................. 45
A. BATASAN DAN TUJUAN ............................................................................................................ 45
B. JENIS-JENIS LOGISTIK ................................................................................................................ 45
C. SIKLUS MANAJEMEN ................................................................................................................... 46
BAB VII ADVOKASI, KOMUNIKASI DAN MOBILISASI SOSIAL (AKMS) ...................................... 47
A. BATASAN DAN TUJUAN .......................................................................................................... 47
B. STRATEGI AKMS ....................................................................................................................... 47
C. KELOMPOK SASARAN AKMS ................................................................................................. 48
D. KEGIATAN AKMS ....................................................................................................................... 49
E. KELUARAN AKMS TB-HIV ........................................................................................................ 53
BAB VIII MONITORING DAN EVALUASI .................................................................................................... 55
A. BATASAN DAN TUJUAN ............................................................................................................. 55
B. INDIKATOR KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV ...................................................................... 56
C. SURVEILANS. ................................................................................................................................ 57
D. PENCATATAN DAN PELAPORAN KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV ............................... 60
E. MEKANISME PENCATATAN DAN PELAPORAN PASIEN TB-HIV ...................................... 65
F. VARIABEL PELAPORAN KOLABORASI TB-HIV ....................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................................118
Daftar Tabel
Tabel 1. Kegiatan kolaborasi TB-HIV di masyarakat dan Fasyankes.........................................................16
Tabel 2. Penerapan Kolaborasi dalam kegiatan Intensifikasi penemuan kasus TB dan
pengobatannya ........................................................................................................................................ 20
Tabel 3. Pendekatan konsep KTS dan PITC.................................................................................................... 28
Tabel 4. Penerapan Kolaborasi Menurunkan beban HIV pada pasien TB............................................. 32
Tabel 5. Tenaga yang dibutuhkan dalam Pelaksanaan Kegiatan Kolaborasi TB-HIV diFasyankes38
Tabel 6. Tugas pokok dan fungsi petugas TB dan petugas HIV di Fasyankes...................................... 40
Tabel 7. Alur Pemilih Metode Surveilans........................................................................................................ 59
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesiaviii
Daftar Gambar
Gambar 1. Langkah Pelayanan PITC di Unit DOTS .................................................................................... 28
Gambar 2. Bagan Alur Rujukan dalam Kolaborasi Perawatan dan Pengobatan TB-HIV................ 35
Gambar 3. Skema Luaran AKMS........................................................................................................................ 53
Gambar 4. Alur Pelaporan Kolaborasi TB-HIV ............................................................................................ 69
Daftar Lampiran
Lampiran 1. Contoh Data TB Dan HIV yang dapat digunakan untuk Mengkaji Epidemi TB-HIV.. 91
Lampiran 2. Daftar TIlik Supervisi dan Bimtek ............................................................................................ 92
Lampiran 3. Obat ARV dan IO ........................................................................................................................... 103
Lampiran 4. Isi Pesan AKMS ............................................................................................................................ 104
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia1
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Epidemi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menunjukkan pengaruhnya terhadap
peningkatan epidemi Tuberkulosis (TB) di seluruh dunia yang berakibat meningkatnya jumlah
kasus TB di masyarakat. Epidemi ini merupakan tantangan terbesar dalam pengendalian TB
dan banyak bukti menunjukkan bahwa pengendalian TB tidak akan berhasil dengan baik tanpa
keberhasilan pengendalian HIV. Sebaliknya TB merupakan infeksi oportunistik terbanyak dan
penyebab utama kematian pada orang dengan HIV/ AIDS (ODHA). Kolaborasi kegiatan bagi
kedua program merupakan suatu keharusan agar mampu menanggulangi kedua penyakit
tersebut secara efektif dan efiisien.
Pada triwulan pertama 2007 dilaksanakan external review HIV/AIDS (Februari 2007) dan Joint
external Monitoring Mission TB (JEMM, April 2007) di Indonesia. Keduanya merekomendasikan
perlu dilakukan percepatan upaya kolaborasi TB-HIV dan segera disusun Kebijakan Nasional
Kolaborasi TB-HIV sebagai pedoman pelaksanaan program di seluruh Indonesia.
Perkembangan epidemi HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di kawasan Asia meskipun
secara nasional angka prevalensnya masih termasuk rendah, diperkirakan pada tahun 2009
sekitar 0,2% pada orang dewasa. Dengan estimasi ini maka pada tahun 2009 di Indonesia
diperkirakan terdapat 186.000 ODHA (132.000-287.000). Penggunaan jarum suntik
merupakan cara transmisi HIV yang terbanyak (53%) diikuti dengan transmisi heteroseksual
(42%). Salah satu masalah dalam epidemiologi HIV di Indonesia adalah variasi antar wilayah
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia2
baik dalam hal jumlah kasus maupun faktor-faktor yang mempengaruhi. Epidemi HIV di
Indonesia berada pada kondisi epidemi terkonsentrasi dengan kecenderungan menjadi
epidemi meluas pada beberapa Provinsi.
Meskipun secara Nasional terdapat perkiraan prevalens HIV diantara pasien TB sebesar
3% (WHO TB Global Report 2008) tetapi sampai saat ini belum ada angka Nasional yang
menunjukkan gambaran HIV di antara pasien TB. Hasil studi tentang sero prevalens yang
dilaksanakan di Provinsi Yogyakarta (2006) menunjukkan angka prevalens HIV sebesar 2%
di antara pasien TB dan pada tahun 2008 di Provinsi Bali sebesar 3,9%, di Provinsi Jawa Timur
sebesar 0,8% dan di Provinsi Papua sebesar 14%. Berdasarkan Laporan Triwulan II tahun 2011
infeksi HIV dan Kasus Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) menunjukkan bahwa TB
merupakan infeksi oportunistik terbanyak yaitu sekitar 50% dari kasus AIDS.
Pada tingkat Dunia, berbagai upaya penanggulangan dilakukan untuk merespons dampak ko-
infeksi TB-HIV bagi kedua program. World Health Organization bekerja sama dengan Stop TB
Partnership telah mengembangkan pedoman untuk pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV
yang disusun berdasarkan tingkat prevalens HIV. Di banyak negara yang telah melaksanakan
kegiatan perawatan, dukungan dan pengobatan (PDP) HIV, kegiatan kolaborasi ini dimulai
sebagai bagian dari upaya pengendalian TB dan upaya meningkatkan keberhasilan Program
AIDS. Di Indonesia, kegiatan kolaborasi TB-HIV mulai diujicobakan di Provinsi DKI Jakarta
(2004), di Kabupaten Merauke Provinsi Papua dan di Kota Denpasar Provinsi Bali (2006) yang
merupakan wilayah dengan epidemi HIV AIDS yang terkonsentrasi. Kegiatan ini dikembangkan
ke 9 Provinsi lainnya (2008) dan pada tahun 2010 diperluas ke 12 Provinsi (Sumatera Utara,
Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Bali,
Sulawesi Selatan, Papua Barat dan Papua).
Berdasarkan hasil uji coba dan pengalaman beberapa daerah yang telah melaksanakan
kegiatan kolaborasi TB-HIV maka Pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia no: 1278/MENKES/SK/XII/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Kolaborasi
Pengendalian Penyakit TB dan HIV. Pedoman tersebut merupakan kebijakan secara umum
tentang hal-hal yang harus dilakukan dalam kegiatan kolaborasi TB-HIV karena itu diperlukan
pedoman lebih lanjut dalam operasionalnya baik dalam aspek manajemen program maupun
aspek tatalaksana klinis.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia3
B. DASAR HUKUM Buku manajemen pelaksanaan kolaborasi TB-HIV di Indonesia berlandaskan pada:
1. Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1994 tentang Komisi Penanggulangan AIDS.
2. UU Republik Indonesia No 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia.
3. Kepmenkes No. 1507/Menkes/SK/V/2005 tentang Pedoman Konseling dan Testing HIV
dan AIDS secara sukarela (VCT).
4. Kepmenkes No 832/Menkes/SK/X/2006 tentang Penetapan RS Rujukan ODHA dan standar
pelayanan rumah sakit rujukan ODHA dan satelitnya.
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 364/Menkes/SK/V/2009 tentang
Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis.
6. UU Republik Indonesia No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1278/menkes/SK/XII/2009 tentang
Pedoman Pelaksanaan Kolaborasi Pengendalian Penyakit TB dan HIV.
8. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1144/Menkes/PER/VIII/2010 tentang Struktur Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan RI.
9. Kepmenkes No 782/Menkes/SK/IV/2011 tentang Rumah Sakit Rujukan Bagi Orang
Dengan HIV AIDS (ODHA).
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 565/Menkes/Per/III/2011 tentang
Strategi Nasional Pengendalian Tuberkulosis Tahun 2011 – 2014.
C. TUJUANBuku pedoman ini ditujukan sebagai panduan pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV di
Indonesia sesuai dengan standar dan kebijakan Nasional kolaborasi TB-HIV.
D. SASARANSasaran pengguna buku pedoman ini terutama ditujukan kepada mereka yang bertanggung
jawab dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian kegiatan kolaborasi TB-HIV pada
tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota dan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes), antara
lain:
1. Manajer Program
2. Pengelola Program
3. Petugas di Fasyankes
4. Institusi terkait seperti Lapas/Rutan, Komisi Penanggulangan AIDS Nasional/Komisi
Penanggulangan AIDS Provinsi/Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten/Kota (KPAN/
KPAP/KPAK), Komite Ahli Gerakan Terpadu Nasional Pengendalian Tuberkulosis (Komli
Gerdunas-TB), mitra donor, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang
TB dan HIV dan Infeksi Menular Seksual (IMS).
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia4
E. RUANG LINGKUPBuku pedoman ini membahas aspek manajemen kegiatan kolaborasi TB HIV. Ruang lingkup
pembahasan meliputi prinsip kolaborasi, perencanaan kolaborasi, pengorganisasian
pelayanan, penyiapan sumber daya program (SDM, sarana, prasarana dan biaya), mobilisasi
sosial, surveilans program, monitoring dan evaluasi program.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia5
BAB II KOLABORASI PROGRAM
A. PRINSIP - PRINSIP KOLABORASI
Keberhasilan kegiatan kolaborasi TB-HIV sangat tergantung pada kerjasama antar komponen
dengan membangun kemitraan pada semua tingkatan sehingga tiap komponen perlu
menyadari prinsip-prinsip kolaborasi.
Prinsip kolaborasi adalah sebagai berikut:
1. Berjalan secara fungsional dan bukan merupakan kegiatan yang terpisah, tetapi menyatu
dengan kegiatan program TB dan program HIV yang sudah berjalan.
2. Menjadi bagian dari penguatan sistem pelayanan yang sudah berjalan.
3. Memberikan manfaat yang dapat menunjang kedua program.
4. Sarana berbagi informasi dengan tetap menjaga prinsip kerahasiaan pasien.
5. Menjadi tanggung jawab bersama.
6. Membangun komitmen bersama dalam mencapai tujuan.
7. Kesetaraan dan keterbukaan serta saling mendukung.
8. Kepatuhan terhadap ketentuan yang sudah disepakati.
B. TUJUAN PELAKSANAAN KOLABORASI TB-HIV
Tujuan umum dari pelaksanaan kolaborasi TB-HIV adalah untuk mengurangi beban TB dan
HIV pada masyarakat akibat kedua penyakit ini.
Tujuan khusus dari pelaksanaan kolaborasi TB-HIV adalah:
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia6
1. Membentuk mekanisme kolaborasi antara program TB dan HIV/AIDS.
2. Menurunkan beban TB pada ODHA.
3. Menurunkan beban HIV pada pasien TB.
C. PELAKSANAAN KOLABORASI
Kolaborasi TB-HIV terdiri dari serangkaian kegiatan yang perlu dilaksanakan di semua tingkat
manajemen maupun pelayanan kesehatan.
Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia sesuai kebijakan Nasional adalah sebagai
berikut:
A. Mekanisme kolaborasiA.1 Membentuk kelompok kerja (POKJA) TB-HIV di semua liniA.2 Melaksanakan surveilans HIV pada pasien TBA.3 Melaksanakan perencanaan bersama TB-HIV A.4 Melaksanakan monitoring dan evaluasi
B. Menurunkan beban TB pada ODHAB.1 Mengintensifkan penemuan kasus TB dan pengobatannyaB.2 Menjamin pengendalian infeksi TB pada layanan kesehatan dan tempat khusus
(Lapas/Rutan, panti rehabilitasi Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya/NAPZA, tempat kerja)
C. Menurunkan beban HIV pada pasien TBC.1 Menyediakan konseling dan tes HIV C.2 Pencegahan HIV dan Infeksi Menular Seksual (IMS)C.3 Pengobatan preventif dengan kotrimoksasol (PPK) dan infeksi oportunistik (IO)
lainnyaC.4 Perawatan, dukungan dan pengobatan HIV
Pada tingkat pengambil keputusan, kolaborasi lebih banyak ditekankan pada komitmen
dan kerjasama lintas sektoral sedangkan pada tingkat pelaksana pelayanan kesehatan lebih
ditekankan pada penyediaan pelayanan yang menyeluruh dan terpadu.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia7
D. KOORDINASI KOLABORASI TB-HIV
Koordinasi kolaborasi TB-HIV dilaksanakan dengan cara:
1. Pembentukan Kelompok Kerja (POKJA) TB-HIV
Kelompok kerja dibentuk pada tingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota prioritas
yang beranggotakan unsur-unsur penentu kebijakan dan unit teknis yaitu:
a. Program TB,
b. Program AIDS,
c. Bina Upaya Kesehatan (BUK)
d. Pakar/Ahli TB dan HIV dari Organisasi Profesi,
e. KPAN/KPAP/KPAK,
f. Gerdunas TB,
g. WHO, Perwakilan LSM dan donor,
h. Instansi Pemerintahan terkait (Kemensos, Kemenhukham, Kemennakertrans)
Tugas dan peran Pokja di tingkat Pusat adalah:
a. Mengembangkan strategi TB-HIV berdasarkan kebijakan Nasional, menyusun
Rencana Strategis Nasional dan rencana kerja,
b. Menyusun pedoman, bahan AKMS dan bahan pelatihan,
c. Memobilisasi sumber daya dan dana serta peningkatan kapasitas,
d. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan sesuai dengan indikator yang telah
ditetapkan.
Tugas dan peran Pokja di tingkat Daerah adalah:
a. Menyusun rencana kerja,
b. Menentukan penanggungjawab setiap kegiatan,
c. Menetapkan mitra kerjanya,
d. Menetapkan target untuk Provinsi atau kabupaten/kota tersebut,
e. Meningkatkan jumlah dan kemampuan SDM sesuai kebutuhan,
f. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan.
Melengkapi Pokja/Forum Komunikasi di atas bila diperlukan dapat dibentuk tim yang
padu di tingkat fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes) yang terdiri atas Tim Directly
Observed Treatment, Shorcourse chemotherapy (DOTS), Tim HIV dan unsur manajemen.
Secara rinci tim tersebut terdiri dari:
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia8
a. Wadir Pelayanan/Komite Medik (RS), Kepala Puskesmas
b. Dokter
c. Perawat
d. Petugas laboratorium
e. Petugas farmasi
f. Konselor
g. Manajer kasus
h. Kelompok dukungan
i. Petugas pencatatan dan pelaporan
Tugas tim di tingkat Fasyankes :
a. Melakukan koordinasi pelayanan TB dan pelayanan HIV.
b. Menyelenggarakan pelayanan PDP yang komprehensif bagi pasien TB-HIV termasuk
pelayanan konseling tes HIV, PPK untuk infeksi oportunistik, dll.
c. Membangun dan memperkuat sistem rujukan internal dan eksternal di antara
pelayanan TB dan HIV serta unit terkait lainnya.
d. Melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai standar.
e. Melakukan monitoring dan evaluasi untuk meningkatkan kegiatan kolaborasi.
f. Melakukan promosi komunikasi perubahan perilaku dan membangun dukungan
masyarakat bagi kolaborasi TB-HIV.
2. Koordinator kolaborasi TB-HIV
Koordinator kolaborasi TB-HIV pada tingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota
adalah pejabat yang membawahi program pengendalian TB dan HIV.
Tugas Koordinator:
a. Mengkoordinasikan Pokja, memfasilitasi pertemuan regular dan mengatur jadual
termasuk membuat laporan rapat.
b. Mengkoordinasikan rencana pengembangan sumber daya untuk TB-HIV.
c. Mendukung pelaksanaan kolaborasi TB-HIV sesuai dengan rencana kerja.
d. Mengkoordinasikan supervisi TB-HIV.
e. Memonitor kegiatan TB-HIV, memastikan tersedianya data TBHIV, analisis dan
memberikan umpan balik secara berjenjang.
Di tingkat Fasyankes, Pimpinan Fasyankes harus menunjuk seorang Koordinator TB-HIV
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia9
yang mempunyai akses ke unit DOTS maupun ke Unit Konseling dan Tes HIV (KT HIV)
dan atau PDP. Khusus Puskesmas, Pimpinan Puskesmas dapat sebagai koordinator
pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV.
Tugas Koordinator sebagai berikut:
a. Memfasilitasi koordinasi pelayanan TB dan HIV, termasuk membangun dan
memperkuat sistim rujukan internal dan eksternal di antara pelayanan TB dan HIV
serta unit terkait lainnya.
b. Mengkoordinasi pencatatan dan pelaporan termasuk umpan balik rujukan antar
unit.
c. Melakukan monitoring dan evaluasi untuk meningkatkan kegiatan kolaborasi.
d. Memastikan terlaksananya kegiatan promosi, komunikasi perubahan perilaku dan
membangun dukungan masyarakat bagi kolaborasi TB-HIV di masing-masing unit
terutama di unit DOTS.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia10
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia11
BAB III PERENCANAAN BERSAMA TB-HIV
A. BATASAN DAN TUJUAN
Perencanaan bersama TB-HIV adalah perencanaan secara bersama-sama dengan melibatkan
unsur-unsur terkait yang dilaksanakan secara periodik pada setiap tingkat. Program TB
dan Program HIV AIDS telah menyiapkan perencanaan sesuai dengan bidangnya sebelum
melakukan perencanaan bersama TB-HIV.
Dalam Perencanaan program TB dan program HIV AIDS harus mencakup kolaborasi TB-HIV
dengan mempertimbangkan tingkat epidemi HIV di daerah tersebut.
Tujuan perencanaan bersama TB-HIV adalah:
1. Tersusunnya perencanaan kolaborasi TB-HIV secara terintegrasi sesuai dengan arah
kebijakan nasional kolaborasi TB-HIV.
2. Memantapkan kolaborasi TB-HIV di tingkat pengelola program dan penyedia pelayanan
agar kegiatan lebih efisien dan efektif.
3. Memperjelas pembagian tugas dan tanggung jawab masing-masing unsur.
B. MEKANISME PERENCANAAN
Pelaksanaan Kegiatan Kolaborasi TB-HIV memerlukan perencanaan yang strategis dan disusun
bersama agar kolaborasi dapat berjalan secara sistematis dan terpadu. Perencanaan disusun
secara berjenjang dimulai dari tingkat Kabupaten/Kota berdasarkan kebutuhan dengan
mempertimbangkan kemampuan sumber daya dan kondisi spesifik wilayah.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia12
Perencanaan strategis ini menjelaskan tujuan, target, kegiatan, pembiayaan, monitoring
dan evaluasi serta tugas dan tanggung jawab masing-masing unsur. Perencanaan strategis
ini merupakan rujukan dalam menyusun rencana tahunan masing-masing program yang
diimplementasikan secara terpadu.
Dalam menyusun perencanaan strategis kolaborasi TB-HIV mempertimbangkan hal-hal
berikut ini :
1. Penyusunan rencana strategis kolaborasi TB-HIV meliputi:
a. Analisis beban ganda epidemi TB-HIV.
b. Dilakukan pengkajian mengenai situasi dan kondisi epidemi TB dan HIV termasuk
pencapaian program lima tahun terakhir (Lampiran 1) termasuk juga data-data TB-
HIV yang meliputi jumlah kasus TB-HIV, jenis kelamin, usia, asal wilayah, pekerjaan,
dll.
c. Identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan program pengendalian TB
dan HIV/AIDS. Aspek yang perlu diidentifikasi pada kedua program meliputi:
– Sumber daya manusia (jumlah, jenis, kategori, kompetensi, dll).
– Sistem pelayanan TB dan HIV.
– Sistem informasi manajemen kesehatan yang sudah ada.
– Finansial (biaya/anggaran masing-masing program).
– Metode (pedoman, rencana masing-masing program, sistem, kebijakan, dll).
– Sarana dan prasarana (fasilitas, alat, obat, reagen, bahan logistik lain), termasuk
jumlah, jenis dan kemampuan Fasyankes.
– Promosi dan mobilisasi (komitmen pemerintah dan mitra, jejaring kerjasama,
keterlibatan sektor terkait, LSM, donor, dan mitra lain).
2. Menentukan isu-isu strategis kolaborasi TB-HIV baik di tingkat Pusat, Provinsi, dan
Kabupaten/Kota.
3. Menentukan tujuan kolaborasi TB-HIV.
4. Menentukan jenis kegiatan kolaborasi TB-HIV.
5. Menentukan anggaran kegiatan kolaborasi TB-HIV.
6. Menentukan indikator dan target kegiatan kolaborasi TB-HIV.
7. Mekanisme pencatatan dan pelaporan kegiatan Kolaborasi TB-HIV.
8. Melakukan monitoring dan evaluasi kolaborasi TB-HIV.
C. PENGEMBANGAN PELAYANAN
Pengembangan kolaborasi TB-HIV dilakukan dengan membentuk jejaring antar unit pelayanan
yang sudah ada atau mengembangkan layanan yang diperlukan untuk kolaborasi TB-HIV.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia13
Sesuai Kebijakan Nasional TB-HIV maka pelaksanaan pelayanan TB-HIV maupun
pengembangannya mengacu pada tingkat epidemi HIV/ AIDS seperti di bawah ini:
Rendah Prevalens HIV dalam suatu sub-populasi tertentu belum melebihi 5%
Terkonsentrasi Prevalens HIV secara konsisten lebih dari 5% di subpopulasi tertentu danPrevalens HIV di bawah 1% di populasi umum atau ibu hamil
Meluas Prevalens HIV lebih dari 1 % di populasi umum atau ibu hamil
Sesuai dengan tingkat epidemi diatas maka:
1. Provinsi dengan epidemi HIV yang meluas, kegiatan kolaborasi TB-HIV dilaksanakan
pada:
a. Semua Fasyankes yang telah tersedia Konseling dan Tes HIV.
b. Semua Rumah Sakit DOTS.
c. Semua Puskesmas.
d. Rutan dan Lapas dan panti rehabilitasi pengguna NAPZA suntik (penasun) yang
memiliki Fasyankes.
2. Provinsi dengan epidemi HIV terkonsentrasi dan rendah, kegiatan kolaborasi TB-HIV
dilaksanakan pada:
a. Semua Fasyankes yang telah tersedia Konseling dan Tes HIV.
b. Rumah Sakit DOTS, kolaborasi dikembangkan secara bertahap.
c. Puskesmas dengan kriteria tertentu:
– Di Kabupaten/Kota yang memiliki layanan KT HIV.
– Besarnya masalah TB (misalnya Notification Rate >100 per 100.000 penduduk).
d. Rutan/lapas dan panti rehabilitasi penasun yang memiliki unit pelayanan kesehatan.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia14
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia15
BAB IV KOLABORASI TB-HIV DI FASILITAS
PELAYANAN KESEHATAN
A. BATASAN DAN TUJUAN
Kolaborasi TB-HIV di Fasyankes merupakan pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV dari
tingkat Pusat. Oleh karena mekanisme dan tujuan dari kegiatan ini sama maka pada bab
ini hanya membahas masalah-masalah teknis seperti tugas dan tanggung jawab dari
berbagai tingkat Fasyankes.
Kolaborasi TB-HIV di tingkat Fasyankes bertujuan untuk menjamin kesinambungan
perawatan pasien yang berkualitas, yang pada akhirnya akan mengurangi angka
kesakitan dan kematian akibat infeksi ganda dan masalah resistensi obat.
B. KOLABORASI TB-HIV DI FASYANKES
Ada dua pilihan bentuk model layanan kolaborasi TB-HIV yang dapat diterapkan, yaitu:
a. Model Layanan Paralel
Yaitu layanan TB dan layanan HIV yang berdiri sendiri-sendiri di Fasyankes yang
sama atau berbeda. Masing-masing layanan melaksanakan kolaborasi melalui sistem
rujukan yang disepakati.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia16
b. Model Layanan Terintegrasi
Yaitu layanan TB dan layanan HIV terpadu dalam satu unit di satu Fasyankes.
Kombinasi dari kedua model layanan di atas dapat diterapkan di satu wilayah Kabupaten/
Kota. Sebagai contoh: di sebuah Kabupaten memiliki RS yang mempunyai layanan TB-
HIV terintegrasi, di samping itu juga terdapat sarana KT HIV mandiri yang berada dalam
jejaring dengan layanan TB di Puskesmas atau RS.
C. KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV DI FASYANKES
Pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV di masyarakat dan Fasyankes dapat dilihat pada
tabel di halaman berikut ini berikut ini:
Tabel 1. Kegiatan kolaborasi TB-HIV di masyarakat dan Fasyankes
Tempat layanan Kegiatan TB-HIV
Layanan di masyarakat, keluarga/kelompok masyarakat yang terkena dampak TB dan atau HIV (layanan yang dapat dilakukan oleh organisasi masyarakat, LSM, organisasi keagamaan, kegiatan kesehatan di masyarakat)
• KIE untuk TB, HIV, IMS
• Promosi kondom
• Penyuluhan gizi dan dukungan pangan
• Dukungan psikologis
• Pengawasan minum obat TB oleh masyarakat
• Pengawasan minum obat Antiretroviral (ARV) jika memungkinkan
• Perawatan paliatif dan fase terminal di komunitas/ rumah
Puskesmas, klinik Pemerintah maupun Swasta, dan Dokter Praktek Swasta yang sudah terlatih TB-HIV
• Layanan atau rujukan KT HIV
• Penawaran tes HIV dengan konseling oleh petugas
• Penyuluhan tentang pencegahan dan penularan TB
• Penemuan kasus TB yang lebih intensif dan pengobatannya
• Promosi kondom
• Terapi IMS dengan pendekatan sindrom dan/atau laboratorium sederhana
• Tatalaksana infeksi oportunistik terkait HIV dengan pendekatan sindrom dan perawatan paliatif
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia17
Tempat layanan Kegiatan TB-HIV
• Penyiapan pasien untuk terapi ARV dan pemantauan pasien ARV yang kondisinya telah stabil
• Skrining TB di layanan Konseling dan Tes HIV dan bagi semua ODHA
• Terapi pencegahan kotrimoksasol untuk mengurangi kesakitan dan kematian ODHA dengan atau tanpa TB
• Pengendalian infeksi
• Pencatatan dan pelaporan
• Pertemuan TB-HIV koordinasi internal Fasyankes (diskusi klinis, perencanaan, monev)
Rumah sakit kelas C yang petugasnya telah dilatih TB-HIV
• Layanan jarum suntik steril
• Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anaknya
• Semua yang di atas
• Diagnosis dan terapi penyakit terkait HIV
• Perawatan paliatif pasien rawat inap
• Terapi ARV lini I
• Penatalaksanaan kasus TB rujukan
• Akses pemeriksaan foto toraks pada terduga TB dengan BTA negatif dan kecurigaan/ konfirmasi infeksi HIV
• Menjamin keamanan darah transfusi
Rumah sakit kelas A dan B yang petugasnya sudah dilatih TB-HIV
• Semua di atas
• Terapi ARV lini I dan II
• Penatalaksanaan kasus TB rujukan RESISTAN OBAT
D. PENERAPAN BERBAGAI KEGIATAN KOLABORASI
Penerapan kegiatan kolaborasi TB-HIV pada tingkat layanan meliputi layanan untuk:
a. Membentuk mekanisme kolaborasi di tingkat layanan.
a. Membentuk badan koordinasi pelaksanaan TB-HIV efektif di tingkat layanan (dijelaskan di
Bab II Kolaborasi Program).
b. Melaksanakan surveilans HIV pada pasien TB (dijelaskan di Bab VIII Monev).
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia18
c. Melaksanakan perencanaan bersama TB-HIV (dijelaskan di Bab III Perencanaan
Bersama TB-HIV).
d. Melaksanakan monitoring dan evaluasi (dijelaskan di Bab VIII mengenai Monev).
b. Menurunkan beban TB pada ODHA
a. Mengintensifkan penemuan kasus TB dan pengobatannya.
b. Menjamin pengendalian infeksi TB pada layanan kesehatan dan tempat khusus
(Lapas/Rutan, panti rehabilitasi NAPZA, tempat kerja).
c. Menurunkan beban HIV pada pasien TB
a. Menyediakan KT HIV.
b. Pencegahan HIV dan IMS.
c. Pengobatan pencegahan dengan kotrimoksasol dan IO lainnya.
d. Perawatan, dukungan dan pengobatan (PDP) HIV.
Dalam Bab IV ini akan dibahas mengenai kegiatan pada butir B dan C.
E. MENURUNKAN BEBAN TB PADA ODHA
1. Mengintensifkan penemuan kasus TB dan pengobatannya
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menurunkan angka kematian karena TB pada ODHA
dan kelompok perilaku berisiko tinggi terkena HIV. Kegiatan intensifikasi penemuan
kasus TB dimulai dari skrining TB dan dilanjutkan dengan penegakan diagnosis dan
pengobatannya.
Kegiatan dalam Intensifikasi penemuan kasus TB dan pengobatannya meliputi:
a. Skrining TB pada ODHA
Skrining TB harus dilakukan secara rutin pada semua klien dan ODHA yang datang di
layanan KT HIV dan PDP dengan menggunakan serangkaian pertanyaan sederhana
untuk mengidentifikasi secara dini pasien TB yaitu:
– batuk lebih dari 2 minggu
– demam
– kehilangan berat badan tanpa penyebab yang jelas
– pembesaran kelenjar getah bening > 2 cm
– berkeringat malam tanpa aktifitas
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia19
Skrining dilakukan oleh Konselor, Manajer kasus atau Perawat dan harus dilakukan
pada semua ODHA setelah KT HIV (konseling post tes) secara berkala selama pelayanan
HIV termasuk sebelum memulai Antiretroviral Therapy (ART) atau selama pemberian
ART. Skrining TB juga harus dilakukan pada kontak serumah, pada klien/kelompok
dengan risiko HIV dan pada kondisi khusus seperti di rutan/lapas. Berkaitan dengan
prevalens TB yang tinggi di antara penasun (Injecting drug users/IDU), pelayanan
harm reduction dan Pusat rehabilitasi harus melakukan skrining TB secara rutin dan
segera merujuk ke Fasyankes. Diagnosis TB dan diagnosis HIV harus sesuai Pedoman
Nasional yang berlaku. Sebelum memulai ART, semua ODHA harus dipastikan status
TB-nya, bila ternyata juga menderita TB maka penatalaksanaannya sesuai tatalaksana
klinis TB-HIV.
Mitra pelaksanaan kegiatan tersebut adalah layanan bagi kelompok risiko tinggi
(Penasun, Waria, LSL, PS), Fasyankes di Lapas dan Rutan, kelompok ODHA, sarana
layanan IMS, layanan KIA.
Langkah kegiatan skrining:
1) Menentukan mitra untuk penemuan kasus misalnya: Lapas, LSM, kelompok
ODHA, kelompok dukungan dan layanan IMS.
2) Kesepakatan mekanisme rujukan antara layanan KT HIV dengan unit DOTS yang
memudahkan pasien.
b. Diagnosis TB pada ODHA
1. Akses pemeriksaan mikroskopis dahak
Suspek TB yang ditemukan di KT HIV dan atau PDP serta mitra lainnya harus
diperiksa sesegera mungkin oleh Dokter untuk segera didiagnosis dan diterapi
(termasuk akses untuk pemeriksaan mikroskopis dahak dan foto toraks) sehingga
diagnosis TB dapat ditegakkan lebih cepat. Untuk itu, perlu dibangun jejaring
dengan Fasyankes yang mempunyai sarana pemeriksaan mikroskopis dahak.
– Layanan paralel: membangun jejaring dengan Unit DOTS untuk penegakan
diagnosis TB dan pengobatannya.
– Layanan terintegrasi: Unit KT HIV dan atau PDP menegakkan diagnosis TB
sesuai dengan standar termasuk penentuan tempat yang memenuhi syarat
untuk pengumpulan sediaan dahak.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia20
2. Pemeriksaan foto toraks suspek TB BTA negatif
Diagnosis TB pada ODHA merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian
karena pada umumnya ODHA dengan infeksi TB menunjukkan hasil Basil
Tahan Asam (BTA) negatif. Oleh karena itu, suspek TB pada ODHA dengan hasil
pemeriksaan BTA negatif, harus segera mendapatkan pemeriksaan foto toraks.
Pemeriksaan foto toraks memegang peranan penting dalam mendiagnosis TB
pada ODHA khususnya dalam mempersingkat waktu supaya diagnosis TB tidak
terlambat.
Pada ODHA rawat jalan dengan hasil BTA negatif maka akses pemeriksaan
foto toraks direkomendasikan pada kunjungan kedua tanpa menunda sampai
didapatkan hasil pemeriksaan sputum BTA yang ketiga sedangkan pada pasien
yang sakitnya lebih parah atau pasien rawat inap maka pemeriksaan foto toraks
dilakukan segera pada saat pasien masuk RS bersamaan dengan upaya diagnostik
lainnya.
Pada daerah terpencil dan tidak mempunyai sarana pemeriksaan foto toraks
maka diagnosis TB pada ODHA dilakukan sesuai dengan pedoman nasional.
c. Pengobatan TB pada ODHA
Orang dengan HIV/AIDS dari layanan KT HIV dan atau PDP yang didiagnosis TB harus
segera mendapatkan pengobatan dengan OAT. Obat anti TB dapat diberikan di unit
DOTS maupun di Unit KT HIV dan atau PDP yang terintegrasi dengan pelayanan TB.
Dalam merujuk ODHA dengan TB perlu dipastikan bahwa Fasyankes yang dituju
sudah menerapkan strategi DOTS dan siap menerima rujukan dari unit KT HIV dan
atau PDP. Unit KT HIV dan atau PDP juga diharapkan memiliki kemampuan dalam
tatalaksana TB termasuk dalam hal logistik, pencatatan dan pelaporan. Pengobatan
TB pada ODHA mengacu pada Buku Petunjuk Teknis Tatalaksana Klinis Ko-infeksi TB-
HIV.
Langkah penerapan kolaborasi
Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam penerapan kolaborasi TB-HIV
dalam kegiatan intensifikasi penemuan kasus TB dan pengobatannya pada ODHA:
� menentukan Fasyankes atau mitra mana yang akan dilibatkan dalam penerapan
kolaborasi TB-HIV.
� membangun sistem rujukan yang disepakati.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia21
� memfasilitasi pengembangan kapasitas Fasyankes yang akan melaksanakan
kolaborasi TB-HIV termasuk pelatihan dan bimbingan/supervisi.
Setelah kegiatan di atas telah dilaksanakan maka pelaksanaan kegiatan kolaborasi di
tingkat layanan adalah seperti yang tercantum dalam tabel berikut:
Tabel 2. Penerapan Kolaborasi dalam kegiatan Intensifikasi penemuan kasus TB dan pengobatannya
NoJenis
Kegiatan
Penerapan Kolaborasi
Unit DOTS Unit Konseling dan Tes HIV/PDP
1 Skrining � Kesepakatanuntuk melakukan kolaborasi
� Mengembangkan sistem rujukan setempat
� KIE
� Menerima rujukan kasus TB
� Melaksanakan pencatatan dan pelaporan
� Kesepakatan untuk melakukan kolaborasi
� Mengembangkan sistem rujukan setempat
� Mengidentifikasi suspek TB pada setiap kunjungan
� Mendiagnosis TB atau merujuk jika tidak ada sarana diagnosis TB
� Melaksanakan pencatatan dan Pelaporan
2 Pemeriksaan Mikroskopis Dahak
� Memahami protap diagnosis TB pada ODHA
� Melaksanakan pemeriksaan mikroskopis dahak rujukan dari Konseling dan Tes HIV/PDP
� Memberikan bimbingan teknis tentang kualitas pemeriksaan dahak kepada petugas laboratorium unit Konseling dan Tes HIV dan atau PDP yang melaksanakan pemeriksaan mikroskopis sendiri
� Melaksanakan pencatatan dan pelaporan
� Memahami protap diagnosis TB pada ODHA
� Penyediaan sarana dan prasarana pemeriksaan mikroskopis dahak (bila memungkinkan)
� Penyegaran bagi petugas laboratorium
� Melaksanakan pencatatan dan Pelaporan
3 Pemeriksaan foto toraks
� Memahami pentingnya pemeriksaan foto toraks untuk diagnosis TB pada ODHA
� Melaksanakan pencatatan dan pelaporan
� Membangun jejaring dengan Fasyankes yang mempunyai sarana pemeriksaan foto toraks untuk diagnosis TB
� Melaksanakan pencatatan dan Pelaporan
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia22
NoJenis
Kegiatan
Penerapan Kolaborasi
Unit DOTS Unit Konseling dan Tes HIV/PDP
4 Akses OAT � Menerima rujukan untuk pemberian OAT
� Tatalaksana efek samping OAT
� Bimbingan dan supervisi
� Tatalaksana defaulters, mangkir
� Pencatatan dan pelaporan TB-HIV
o Pemberian OATo Tatalaksana efek samping OATo Tatalaksana defaulters, mangkiro Membangun jejaring dengan Unit DOTS untuk pengobatan bila tidak mampuo Pencatatan dan pelaporan TB-HIV
2. Menjamin pengendalian infeksi TB pada layanan kesehatan dan tempat khusus (Lapas/Rutan, panti rehabilitasi NAPZA, tempat kerja)Pasien TB yang menular dapat dijumpai juga di sarana layanan HIV. Besar sekali
kemungkinan pasien TB ini menularkan kuman TB ke pasien lain atau kepada petugas
kesehatan. Oleh karena itu, untuk meminimalkan risiko penularan TB maka pengendalian
infeksi TB harus menjadi perhatian bagi petugas kesehatan terutama pada tempat
tertentu yang rawan HIV, seperti: layanan KT HIV, layanan PDP, rutan/lapas dan panti
rehabilitasi NAPZA. Upaya khusus ini harus dilakukan secara bersama dengan memperluas
kolaborasi TB-HIV. Layanan DOTS di Fasyankes KT HIV dan atau PDP akan meningkatkan
kemungkinan ODHA kontak dengan pasien BTA positif.
Upaya pengendalian infeksi akan menimbulkan stigmatisasi dan diskriminasi terhadap
pasien TB dan HIV. Upaya ini harus mempertimbangkan berbagai faktor yang memberikan
manfaat terbaik bagi layanan, pasien dan masyarakat.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan:
– Tingkat risiko penularan.
– Penjelasan kepada pasien tentang penularan penyakit.
– Kesadaran layanan kesehatan tentang pentingnya kewaspadaan universal.
– Upaya pemisahan suspek TB atau pasien TB BTA positif dengan pasien lain. Pemisahan
ini harus lebih diperhatikan di unit KT HIV/PDP yang memberikan layanan DOTS
(misalnya: pemisahan ruang tunggu atau waktu yang berbeda, ventilasi yang baik).
Pada panti rehabilitasi NAPZA dan rutan/lapas, yang biasanya dengan prevalens HIV lebih
tinggi daripada masyarakat umum, TB menyebar dengan lebih mudah karena lingkungan
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia23
yang padat, ventilasi yang buruk, lamanya terpapar dan terbatasnya layanan kesehatan.
Di tempat-tempat ini, diterapkan skrining gejala TB secara berkala, memperkuat jejaring
rujukan layanan DOTS dan memisahkan pasien TB BTA positif selama masa pengobatan
TB fase intensif.
Setiap pasien yang diduga atau didiagnosis TB Resistan Obat harus mendapat perlakuan
khusus dalam layanan HIV karena risiko penularan yang lebih berbahaya dan risiko
kematian yang tinggi.
Pencegahan Pengendalian infeksi TB dan Kewaspadaan Standar mengacu pada buku
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi TB dan/atau buku Kewaspadaan
standar.
F. MENURUNKAN BEBAN HIV PADA PASIEN TB
Salah satu tujuan dari kolaborasi TB-HIV adalah menurunkan beban HIV pada pasien TB.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilaksanakan kegiatan-kegiatan yang dapat menjadi
pintu masuk bagi pasien TB menuju akses pencegahan dan pelayanan HIV sehingga dengan
demikian pasien tersebut mendapatkan pelayanan yang komprehensif.
Adapun kegiatan-kegiatan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Menyediakan layanan konseling dan tes HIV untuk pasien TB.
2. Pencegahan HIV dan IMS. 3. Pengobatan pencegahan dengan kotrimoksasol (PPK) dan IO lainnya.
4. Perawatan, dukungan dan pengobatan HIV.
Kegiatan-kegiatan pada daerah epidemi HIV meluas dan terkonsentrasi atau rendah pada
prinsipnya adalah sama kecuali pada kegiatan nomor satu, yaitu menyediakan layanan KT HIV
untuk pasien TB. Perincian mengenai perbedaannya seperti uraian di bawah ini:
Menyediakan layanan KT HIV untuk pasien TBSebagian besar orang yang terinfeksi HIV tidak mengetahui status HIV-nya dan mereka akan
mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan umum. Konseling dan tes HIV merupakan
pintu masuk yang penting bagi pasien TB untuk mendapatkan pelayanan HIV.
Strategi Konseling dan tes HIV pada pasien TB:
a. Di wilayah dengan epidemi HIV yang meluas
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia24
� Seluruh pasien TB di unit DOTS dilakukan KT HIV secara rutin.
� Di seluruh Fasyankes di daerah dengan prevalens HIV pada pasien TB > 5%, KT HIV
harus ditawarkan secara rutin pada semua pasien TB.
� Konseling dan tes HIV dapat dilaksanakan setiap saat selama pengobatan
TB sehingga jika ada pasien yang pada awalnya menolak tes HIV maka dapat
ditawarkan kembali setelah pemberian informasi HIV AIDS.
b. Di wilayah dengan epidemi HIV yang rendah dan terkonsentrasi
� Dilakukan pengkajian faktor risiko menggunakan formulir skrining (kuesioner)
pada setiap pasien TB .
� Pasien TB dengan faktor risiko ditawarkan untuk KT HIV (oleh petugas TB atau
dirujuk ke unit KT HIV).
Kriteria penilaian untuk menawarkan tes HIV pada pasien TB:
1) Faktor risiko HIV (pasien atau pasangan)
– Penasun,
– Pekerja Seks (Wanita, Pria termasuk Waria dan Lelaki Seks Lelaki),
– Berganti-ganti pasangan,
– Riwayat Infeksi Menular Seksual,
– Jenis pekerjaan yang berisiko tinggi, misalnya: orang yang karena pekerjaannya
berpindah-pindah tempat (supir, pelaut), migran, tuna wisma, pekerja bar/salon,
– Riwayat transfusi darah dan produk darah.
2) Penilaian klinis HIV
– Kematian pasangan akibat penyakit kronik,
– Kandidiasis oral, diare kronik dan penurunan berat badan secara drastis (>
10%).
3) Penilaian klinis TB
– Kasus sulit (komplikasi) atau tidak adanya respons terhadap pengobatan,
– Pasien TB yang dirawat inap,
– Pasien TB ekstra paru,
– Bila hasil pemeriksaan dahak BTA negatif dan ada keraguan dalam penilaian faktor
risiko HIV maka menjadi alasan kuat untuk menawarkan KT HIV karena sebagian
besar kasus TB-HIV ditemukan dengan hasil pemeriksaan dahak BTA negatif.
Jika ditemukan salah satu kriteria tersebut di atas maka pasien TB tersebut ditawarkan
untuk tes HIV.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia25
Konseling dan tes HIV bagi pasien TB dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu:
Provider-initiated HIV testing and counselling (PITC= Konseling dan Tes HIV Atas Inisiasi
Petugas Kesehatan /KTIPK) dan Voluntary Counselling and Testing (VCT= KT HIV Sukarela/
KTS).
A.1. Pendekatan tes HIV dan konseling atas inisiasi petugas kesehatan (KTIPK/
Provider Initiated Testing and Counseling (PITC))
Provider Initiated Testing and Counseling merupakan layanan Tes dan Konseling atas
Inisiasi Petugas Kesehatan yang terintegrasi di Fasyankes. Provider Initiated Testing
and Counseling dilakukan oleh tenaga kesehatan ketika pasien datang berobat
ke Fasyankes dan terindikasi terkait infeksi HIV. Apabila dijumpai pasien TB yang
menunjukkan terdapatnya gejala yang mengarah ke AIDS (seperti di atas) maka
petugas kesehatan di unit TB menginisiasi tes dan dilanjutkan dengan konseling
HIV kepada pasien tersebut sebagai bagian dari tatalakasana klinis.
Inisiasi tes HIV oleh petugas kesehatan harus selalu didasarkan atas kepentingan
kesehatan dan pengobatan pasien. Untuk itu, perlu memberikan informasi yang
cukup sehingga pasien mengerti dan mampu mengambil keputusan menjalani
tes HIV secara sukarela. Selain itu juga perlu diinformasikan bahwa konfidensialitas
terjaga, terhubung dengan rujukan ke PDP yang memadai.
Provider Initiated Testing and Counseling dilaksanakan tidak dengan cara mandatori
atau wajib. Prinsip 3 C (informed consent, confidentiality, counseling) dan 2 R
(reporting and recording) tetap harus diterapkan dalam pelaksanaannya.
Tujuan utama KTIPK/PITC adalah agar petugas kesehatan dapat membuat
keputusan klinis dan/atau menentukan pelayanan medis secara khusus yang tidak
mungkin dilaksanakan tanpa mengetahui status HIV seseorang seperti misalnya
ART.
Langkah KTIPK di unit DOTS meliputi:
1. Pemberian KIE mengenai kaitan TB dengan HIV.
2. Memeriksa tanda-tanda IO lain pada kasus TB.
3. Identifikasi faktor risiko yang tampak, misalnya jejas suntikan, tindik berlebihan
dan tato permanen.
4. Pemberian informasi dan motivasi pasien TB yang berisiko HIV untuk menjalani
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia26
tes.
5. Rujukan pasien TB ke layanan tes HIV dengan menggunakan formulir rujukan.
6. Pemberian informasi tentang hasil tes HIV kepada pasien TB dan tindak lanjutnya.
7. Pengisian format pencatatan (rekam medis, register, dll) pada setiap akhir layanan.
KIE
Petugas memberikan KIE kepada pasien (dapat dilakukan secara berkelompok atau per-orangan) dengan menggunakan alat bantu audio visual � Poster � Brosur
Kontak awal antara petugas dan pasien
� Petugas mengindentifikasi faktor risiko yang tampak termasuk memeriksa tanda-tanda IO lain
� Petugas memberikan informasi mengenai kaitan TB dengan HIV
� Petugas memprakasai tes HIV pada pasien TB yang berisiko
Rujuk ke Tes Cepat HIV
Tes Cepat HIV dilakukan di laboratorium
Petugas menyampaikan hasil tes kepada pasien
Pasien menolak Tes HIV Petugas mengulang informasi tentang pentingnya tes HIV. Bila masih menolak juga: � Sarankan sebagai alternatif untuk ke klinik KT HIV � Pada kunjungan TB berikutnya diulangi informasi
tentang pentinya tes HIV
Pasien dengan hasil tes HIV negatif
� Petugas menyampaikan hasil tes negatif � Berikan pesan tentang pencegahan HIV � Sarankan kepada pasien dan pasangannya
untuk ke klinik KT HIV untuk konseling pencegahan HIV lebih lanjut (termasuk saran untuk tes ulang)
Rujuk ke klinik KT HIV
Beri informasi tentang klinik KT HIV terdekat
Pasien dengan hasil Tes HIV Positif � Petugas informasikan hasil tes HIV positf � Berikan dukungan kepada pasien dalam menanggapi
hasil tes � Informasikan perlunya perawatan dan pengobatan HIV � Informasikan cara pencegahan penularan kepada
pasangan, sarankan untuk tes HIV di KT HIV
Rujuk ke PDP � Inform Petugas informasikan hasil tes HIV positf � Berikan dukungan kepada pasien dalam menanggapi hasil tes � Informasikan perlunya perawatan dan pengobatan HIV � Informasikan cara pencegahan penularan kepada pasangan,
sarankan untuk tes HIV di KT HIV � Pastikan sumber dukungan yang ada di masyarakat � Pasien tetap harus dirujuk ke Konseling dan Tes HIV untuk
konseling perubahan perilaku
Bersedia tes HIV (dengan Informed consent)
(
Rujuk ke klinik KT HIV bila pasien tetap menolak
Beri informasi tentang klinik KT HIV terdekat
Gambar 1. Langkah Pelayanan PITC di Unit DOTS
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia27
A.2. Pendekatan KT HIV atas inisiasi klien atau yang disebut KT HIV Sukarela (KTS)
Konseling dan Tes HIV atas inisiasi klien (KTS) ini merupakan salah satu strategi
kesehatan masyarakat dan sebagai pintu masuk ke seluruh layanan kesehatan HIV/
AIDS berkelanjutan. Konseling dan testing HIV sukarela adalah suatu prosedur diskusi
pembelajaran antara konselor dan klien untuk memahami HIV/AIDS beserta risiko
dan konsekuensi terhadap diri, pasangan dan keluarga serta orang di sekitarnya.
Tujuan utamanya adalah perubahan perilaku ke arah perilaku lebih sehat dan lebih
aman.
Perbandingan antara KTS dan KTIPK adalah seperti tabel berikut ini:
Tabel 3. Pendekatan konsep KTS dan PITC
Tolok Ukur KT HIV Sukarela Konseling dan tes atas inisiasi petugas kesehatan
Pasien/Klien � Datang ke klinik khusus untuk KT HIV
� Berharap dapat pemeriksaan
� Pada umumnya asimtomatis
� Datang ke klinik karena penyakit terkait HIV misalnya pasien TB/ suspek TB
� Tidak bertujuan tes HIV
� Tes HIV diprakarsai oleh petugas kesehatan berdasarkan indikasi
Petugas kesehatan/Konselor
Konselor terlatih baik petugas kesehatan maupun bukan petugas kesehatan
Petugas kesehatan yang dilatih untuk memberikan konseling dan edukasi
Tujuan utama KT HIV
Penekanan pada pencegahan penularan HIV melalui pengka-jian faktor risiko, pengurangan risiko, perubahan perilaku dan tes HIV serta peningkatan kualitas hidup
Penekanan pada diagnosis HIV untuk penatalaksanaan yang tepat bagi TB-HIV dan rujukan ke PDP
Pertemuan Pra tes
� Konseling berfokus klien
� Secara individual
� Kedua hasil baik positif maupun negatif, sama pentingnya untuk diketahui pasien karena pentingnya upaya pencegahan dan peningkatan kualitas hidup
� Petugas kesehatan memprakarsai tes HIV kepada pasien yang terindikasi
� Diskusi dibatasi tentang perlunya menjalani tes HIV
� Perhatian khusus untuk yang hasil-nya HIV positif dengan fokus pada perawatan medis dan upaya pencegahan
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia28
Tolok Ukur KT HIV Sukarela Konseling dan tes atas inisiasi petugas kesehatan
Tindak lanjut � Klien dengan hasil HIV positif dirujuk ke layanan PDP dan dukungan lain yang ada di masyarakat
� Konseling pembukaan status pada pasangan dan keluarga
� Klien dengan hasil negatif penekanan pada memperta-hankan perilaku aman
� Perawatan pasien HIV positif berkoordinasi dengan petugas TB dan rujukan ke layanan dukungan lain yang ada di masyarakat
� Klien dengan hasil negatif penekanan pada penanganan penyakit yang diderita
Dalam menginisiasi konseling HIV, perlu juga dilakukan skrining IMS pada pasien TB
dengan menggunakan serangkaian pertanyaan sederhana. Pasien TB dengan gejala
IMS harus segera diterapi atau dirujuk ke sarana layanan IMS serta dianjurkan untuk
melakukan KT HIV.
Selain IMS perlu juga skrining tentang penyalahgunaan NAPZA karena di Indonesia
merupakan faktor risiko penting untuk infeksi HIV. Kolaborasi dapat dikembangkan dengan
klinik penyedia layanan pengurangan dampak buruk seperti Layanan Jarum Suntik Steril
(LJSS) dan atau Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) bagi para penasun.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan kolaborasi di Layanan KT HIV bagi pasien TB:
- Sarana layanan TB dapat berupa sarana layanan TB DOTS di Puskesmas ataupun di RS,
sementara sarana layanan KT HIV dapat berlokasi di RS, Puskesmas atau klinik KT HIV
mandiri yang dikelola LSM.
- Kegiatan kolaborasi tersebut dapat terlaksana apabila strategi DOTS di wilayah Kab/
Kota telah diterapkan dan terdapat layanan tes HIV di wilayah tersebut.
- Konseling dan tes HIV secara sukarela merupakan pintu masuk untuk layanan PDP
HIV termasuk pengobatan ARV. Hal ini berlaku juga bagi pasien TB.
- Layanan KT HIV dapat diberikan di layanan TB yang sudah memiliki kemampuan
untuk KT HIV atau melalui rujukan internal ataupun eksternal.
- Penanggung jawab kolaborasi ini adalah petugas Unit DOTS dengan mitra utama
Unit KTS dan atau PDP.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia29
Pencegahan HIV dan IMS
Petugas di unit DOTS di RS dan Puskesmas harus memberikan KIE kepada pasien TB
mengenai HIV. Pada saat memberikan layanan pada pasien TB merupakan peluang yang
baik dalam memberikan KIE tentang HIV. Kegiatan KIE harus dilaksanakan secara berkala.
Materi KIE HIV/AIDS pada pasien TB adalah sebagai berikut:
– Ko-infeksi TB-HIV; pesan harus terfokus pada kemungkinan ko-infeksi TB-HIV,
ketersediaan layanan TB dan HIV serta manfaat dan pentingnya KT HIV bagi pasien
TB.
– Pencegahan HIV menggunakan strategi ABCD (A: abstinence/puasa seks, B: Be
faithfull/bersikap saling setia, C: Condom/Kondom dan D: Drug/tidak menggunakan
NAPZA suntik).
– Promosi kondom sebagai upaya untuk pencegahan IMS harus ditekankan di pelayanan
DOTS. Pasien TB harus diskrining untuk gejala IMS. Mereka dengan gejala IMS harus
ditangani dan dirujuk ke layanan IMS.
– Pasien penasun harus dirujuk ke unit pengurangan dampak buruk NAPZA suntik dan
layanan terapi rumatan metadon.
Pengobatan pencegahan dengan kotrimoksasol dan pengobatan IO lainnya
Pengobatan pencegahan dengan kotrimoksasol bertujuan untuk mengurangi angka
kesakitan dan kematian pada ODHA dengan atau tanpa TB akibat IO. Pengobatan
pencegahan dengan kotrimoksasol relatif aman dan harus diberikan sesuai dengan
Pedoman Nasional PDP serta dapat diberikan di unit DOTS atau di unit PDP.
Pengobatan pencegahan kotrimoksasol diindikasikan bagi:
– Semua pasien TB dengan HIV (+).
– ODHA dewasa dan remaja (usia > 13 tahun) pada tahap penyakit simtomatis (stadium
klinis 2, 3, atau 4).
Perawatan, dukungan dan pengobatan HIV
1) Perawatan
Human Immunodeficiency Virus merupakan penyakit kronik yang akan dialami
seumur hidup ODHA. Seperti halnya penyakit kronik yang lain maka HIV memerlukan
perawatan dan pemantauan status kesehatannya secara berkesinambungan.
Perawatan komprehensif berkesinambungan adalah perawatan yang dilakukan
secara holistik dan terus menerus melalui sistem jejaring yang bertujuan memperbaiki
dan memelihara kualitas hidup ODHA dan keluarganya. Perawatan komprehensif
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia30
meliputi pelayanan medis, keperawatan dan pelayanan pendukung lainnya seperti
aspek promosi kesehatan, pencegahan penyakit, perawatan penyembuhan dan
rehabilitasi untuk memenuhi kebutuhan fisis, psikologi, sosial dan kebutuhan spritual
individu termasuk perawatan paliatif.
2) Dukungan
Dukungan bagi pasien dengan HIV meliputi dukungan sosial, dukungan untuk akses
layanan, dukungan di masyarakat dan di rumah, dukungan spriritual dan dukungan dari
kelompok sebaya. Kelompok dukungan sebaya (KDS) dan organisasi kemasyarakatan
dapat berperan serta dalam membangun jejaring antara unit layanan kesehatan dan
kelompok dukungan lain yang ada di masyarakat terkait kolaborasi TB-HIV.
Kelompok tersebut dapat berperan dalam hal:
– Penjaringan suspek TB – HIV dan rujukan pasien.
– Perawatan ODHA dengan TB di rumah maupun di masyarakat.
– Penyiapan pasien untuk pengobatan terutama kesiapan kepatuhan dan
pemantauannya.
– Mendorong Fasyankes agar dapat memberikan layanan yang lebih user
friendly/bersahabat.
– Menjadi media penyampai informasi kesehatan.
– Pelaksanaan pengendalian infeksi TB-HIV di kelompoknya maupun di
Fasyankes.
Semua kegiatan di atas menjadi tanggung jawab bersama baik unit DOTS maupun
layanan KT HIV/PDP.
3) Pengobatan
Pasien TB dengan HIV positif diberikan OAT dan Pengobatan ARV untuk mengurangi
angka kesakitan dan kematian dengan mendahulukan pengobatan TB. Pengobatan
ARV harus diberikan di layanan PDP yang mampu memberikan tatalaksana komplikasi
yang terkait HIV, yaitu di RS rujukan ARV. Sedangkan untuk pengobatan TB bisa
didapatkan di unit DOTS yang terpisah maupun yang terintegrasi di dalam unit PDP.
Pengobatan ARV dimulai di RS sedangkan persiapannya dapat dilaksanakan oleh
Puskesmas termasuk didalamnya penyiapan kepatuhan, pemberian PPK dan
pengobatan IO yang sederhana.
Petugas TB perlu mendapatkan pelatihan atau pengenalan tentang tatalaksana HIV
dan terapi ARV termasuk dukungan kepatuhan pasien terhadap ARV.
Agar lebih jelas, kegiatan-kegiatan untuk menurunkan beban HIV pada pasien TB
dapat dilihat pada tabel berikut:
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia31
Tabel 4. Penerapan Kolaborasi Menurunkan beban HIV pada pasien TB
No Jenis Kegiatan
Penerapan Kolaborasi
Unit DOTS Unit PDP HIV
1 KT HIV � Penyiapan protap dan kuesioner penilaian faktor risiko HIV (termasuk skrining IMS dan pengunaan NAPZA, berkolaborasi dengan unit terkait)
� Pada semua pasien TB dilakukan penilaian faktor risiko dengan kuesio-ner yang ada dan yang teridentifikasi memiliki faktor risiko ditawarkan KT HIV
� Pada daerah epidemi HIV meluas semua pasien TB langsung ditawari untuk menjalani KT HIV
� Petugas memberikan informasi HIV dan menawarkan KT HIV kepada pasien TB
� Melaksanakan pencatatan dan pelaporan
� Penyiapan protap dan kuesio-ner penilaian faktor risiko HIV (termasuk skrining IMS dan pengunaan NAPZA, berkolabo-rasi dengan unit terkait)
� Semua klien KT HIV (yang datang sendiri atau dari unit DOTS) ditanyakan gejala IMS dan penggunaan NAPZA
� Pasien IMS dirujuk ke unit IMS, pasien pengguna NAPZA dirujuk ke PTRM atau program LJSS
� Konselor melakukan KT HIV kepada pasien TB
� Melaksanakan pencatatan dan pelaporan
2. Pencegahan HIV dan IMS
� Pemberian KIE Pencegahan HIV dan IMS termasuk promosi kondom
� Pemberian KIE Pencegahan HIV dan IMS termasuk promosi kondom
3. PPK � Pemberian PPK pada pasien TB-HIV
� Pemantauan efek samping PPK
� Melaksanakan pencatatan dan pelaporan
� Pemberian PPK pada pasien TB-HIV
� Pemantauan efek samping PPK
� Melaksanakan pencatatan dan pelaporan
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia32
No Jenis Kegiatan
Penerapan Kolaborasi
Unit DOTS Unit PDP HIV
4. PDP HIV � Unit DOTS membina PMO untuk melaksanakan dukungan biopsiko-sosial di rumah dan masyarakat
� Memfasilitasi pertemuan berkala dengan PMO
� Menerima informasi hasil pantauan KD tentang kepatuhan menelan obat
� Memberikan informasi kepada KD untuk mengenal efek samping obat
� Menerima laporan dari KD tentang pasien yang tidak mengambil obat sesuai jadual (termasuk defaulter) dan menindaklanjuti.
� Kesepakatan untuk melakukan kolaborasi
� Mengembangkan sistem rujukan setempat
� Mengidentifikasi kriteria klinis pasien TB-HIV untuk mendapatkan ARV
� Merujuk pasien ke Unit PDP untuk mendapatkan ARV
� Memantau pasien yang mendapat-kan OAT dan ARV termasuk efek samping obat dan Immune reconsti-tution inflammatory syndrome (IRIS)
� Melaksanakan pencatatan dan pelaporan
� Merujuk pasien ke kelompok dukungan (KD) untuk pendampingan
� Memberikan bimbingan teknis kepada KD sehubungan perawatan di rumah dan masyarakat
� Kesepakatan untuk melakukan kolaborasi
� Menerima rujukan dari unit DOTS
� Menyiapkan dan melaksanakan terapi ARV sesuai Pedoman Nasional pada pasien TB-HIV termasuk penyiapan kepatuhannya,
� Memantau pasien yang mendapatkan OAT dan ARV
� Memantau resistensi obat HIV
� Melaksanakan pencatatan dan pelaporan
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia33
G. ALUR LAYANAN DAN SISTEM RUJUKAN
Rujukan pada kolaborasi TB-HIV di tingkat layanan meliputi rujukan antar unit di satu
Fasyankes (misalnya dari unit TB ke unit KT HIV) dan rujukan antar Fasyankes (misalnya dari
Puskesmas ke RS) secara timbal balik hingga ke tingkat komunitas.
1. Pasien TB dengan HIV PositifPasien TB dapat dilayani di Puskesmas atau unit DOTS di RS.
– Apabila pasien TB didapati HIV Positif, unit DOTS merujuk pasien ke RS rujukan ARV
untuk mempersiapkan dimulainya pengobatan ARV.
– Sebelum merujuk pasien ke layanan PDP, Puskesmas/unit DOTS RS dapat membantu
dalam melakukan persiapan agar pasien patuh selama mendapat pengobatan ARV.
– Ketika pasien telah dalam kondisi stabil, misalnya sudah tidak lagi dijumpai reaksi
atau efek samping obat, tidak ada interaksi obat maka pasien dapat dirujuk kembali
ke Puskesmas/unit RS DOTS untuk meneruskan OAT sedangkan untuk ARV tetap
diberikan oleh tim PDP.
2. Orang dengan HIV AIDS dengan TB Pintu masuk ke layanan HIV adalah sarana layanan KT HIV (KTS). Perawatan, dukungan
dan pengobatan HIV di Indonesia dikembangkan di RS rujukan ARV yang merupakan
layanan kesehatan sekunder atau tersier.
– Semua ODHA diskrining gejala dan tanda TB. Skrining dapat dilakukan oleh Konselor,
Perawat atau Dokter di layanan KT HIV dan atau PDP.
– Jika dijumpai ODHA dengan suspek TB, segera dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
untuk menegakkan diagnosis TB. Jika di layanan KT HIV dan atau PDP tidak ada sarana
diagnostik TB, segera rujuk ODHA ke unit DOTS.
– ODHA yang terdiagnosis TB harus segera diobati dengan OAT dapat dilakukan di unit
DOTS Puskesmas atau RS maupun di layanan PDP.
– Unit KT HIV dan atau PDP dapat memantau kemajuan pengobatan TB dengan
bantuan unit DOTS.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia34
Gambar 2. Bagan Alur Rujukan dalam Kolaborasi Perawatan dan Pengobatan TB-HIV
Ya
Ya
Diagnostik TB KTS HIV
TB (+)? HIV (+)?
Bukan TB
Prevalensi HIV tinggi?
Berisiko HIV?
Bersedia KTS?
Gejala TB? [a]
Layak ART?
Suspek TB Berisiko HIV
Kembali ke PDP HIV
Terapi TB
Terapi TB tahap intensif lengkap?
Default tracing
Lengkapi Terapi TB ART
Ya
Tidak Ya
Ya
Ya
Ya
ART dapat ditunda? [b]
Konseling perubahan perilaku
Kembali ke UPK TB
(terapi TB)
Ulang KTS 6 bulan lagi
Pemeriksaan tindak lanjut
setiap 3-6 bulan
Tidak
TidakYa
TidakTidak
OAT + ART
Tidak
UPK TB DOTS PDP HIV
TidakYa
Tidak
Catatan: Alur pasien dari Unit DOTS Alur pasien dari Fasyankes PDP HIV
Catatan :[a] Skrining TB pada ODHA disertai juga dengan skrining IO yang lain dan dilakukan
pada setiap kunjungan
[b] Indikasi Pemberian ART sesuai dengan pedoman nasional program pengendalian HIV/AIDS di Indonesia.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia35
BAB V PENGEMBANGAN SUMBER DAYA
MANUSIA
A. PENGERTIAN DAN TUJUAN.
Pengembangan sumber daya manusia (SDM) adalah suatu proses yang sistematis dalam
memenuhi kebutuhan ketenagaan yang cukup dan bermutu sesuai kebutuhan dan bertujuan
untuk menyediakan tenaga pelaksana yang memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap
yang diperlukan sehingga mampu menunjang tercapainya tujuan kegiatan kolaborasi.
Pengembangan SDM dalam program kolaborasi TB-HIV merujuk kepada pengertian yang
mengarah kepada peningkatan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan, pemanfaatan
pada pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV dan pembinaan yang berkesinambungan.
B. STANDARISASI KETENAGAAN
Ketenagaan dalam program pengendalian TB dan HIV memiliki standar dalam hal jumlah
dan jenis tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan program tersebut. Dalam
pelaksanaannya sangat tergantung pada ketersediaan SDM di Fasyankes pelaksana tersebut.
Oleh karena itu, dalam kegiatan kolaborasi TB-HIV tidak selalu harus menambah tenaga baru
tetapi dapat memanfaatkan ketenagaan yang sudah ada. Pelaksana kegiatan kolaborasi TB-
HIV melekat pada masing-masing program di setiap tingkat administrasi. Adapun penjelasan
secara rinci mengenai SDM tersebut di masing-masing tingkat administrasi adalah sebagai
berikut:
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia36
1. Tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Koordinator kegiatan kolaborasi TB-HIV di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota
adalah pejabat yang membawahi program pengendalian TB dan HIV.
2. Tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes).
Pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV di tingkat Fasyankes pada prinsipnya dilakukan
oleh masing-masing petugas TB dan petugas HIV. Pimpinan Fasyankes perlu membentuk
Pokja TB-HIV yang dipimpin oleh seorang Koordinator.
Di tingkat Puskesmas, Kepala Puskesmas dapat menjadi Koordinator pelaksanaan kegiatan
kolaborasi TB-HIV. Rincian tugas Tim TB-HIV di Fasyankes dapat dilihat pada Bab II.
Berdasarkan hal tersebut maka standar ketenagaan pada masing-masing Fasyankes
ditentukan sebagai berikut:
Tabel 5. Tenaga yang dibutuhkan dalam Pelaksanaan Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di Fasyankes
Fasyankes
Model Kolaborasi
Paralel Terintegrasi
DOTS Layanan Konseling dan Tes HIV/PDP
DOTS-Konseling dan Tes HIV/PDP
(Puskesmas, Klinik, dst)
– 1 Dokter – 1 Perawat– 1 Petugas Lab
– Konselor– Dokter – Perawat– Petugas Lab– Manajer Kasus
– Konselor– Dokter – Perawat– Petugas Lab– Manajer Kasus
(RS Kelas C, RS Kab/Kota, RS
Swasta)
– 2 Dokter Umum– 2 Dokter Spesialis
(Spesialis Penyakit Dalam dan Spesialis Anak)
– 2 Perawat– 1 Petugas Lab– 1 Farmasi– 1 Petugas
pencatatan dan pelaporan
– Konselor– Dokter Umum– Dokter Spesialis
(Spesialis Penyakit Dalam)
– Perawat– Petugas Lab– Manajer Kasus– Farmasi– Petugas pencatatan
dan pelaporan
– Konselor– Dokter Umum– Dokter Spesialis
(Spesialis Penyakit Dalam dan Anak)
– Perawat– Petugas Lab– Manajer Kasus– Farmasi– Petugas pencatatan
dan pelaporan
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia37
(RS Kelas B atau A, RS Nasional, Provinsi dan pendidikan)
– 2 Dokter Umum– 4 Dokter Spesialis
(Spesialis Penyakit Dalam,Paru,Patklin/Mikrobiologi, Anak)
– 3 Perawat– 1 Petugas Lab– 1 Farmasi– 1 Petugas pencatatan dan pelaporan
– Konselor– Dokter Umum– Dokter Spesialis
(Spesialis Penyakit Dalam,Paru,Patklin/ Mikrobiologi, Anak)
– Perawat– Petugas Lab– Manajer Kasus– Farmasi– Petugas pencatatan
dan pelaporan
– Konselor– Dokter Umum– Dokter Spesialis
(Spesialis Penyakit Dalam, Paru, Anak, Obsgin, Bedah, Kulit dan Kelamin)
– Perawat– Petugas Lab– Manajer Kasus– Farmasi– Petugas pencatatan
dan pelaporan
C. TUGAS POKOK DAN FUNGSI PETUGAS PELAKSANA KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV. Tugas pokok dan fungsi ini menjadi dasar pengembangan kompetensi sumber daya
petugas terkait pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV. Secara umum tugas dan fungsi ini
menjabarkan tugas pokok dan fungsi yang telah berjalan di masing-masing program pada
setiap tingkatan.
Tugas pokok dan fungsi bagi pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV di tingkat provinsi dan
kabupaten/kota telah dibahas pada bab II.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia38
Tabel 6. Tugas pokok dan fungsi petugas TB dan petugas HIV di Fasyankes.
LAYANAN TB LAYANAN HIV AIDS
Dokter Tugas:
• Menjaring suspek TB
• Mendiagnosis TB (menentukan klasifikasi dan tipe pasien)
• Memberikan pengobatan TB (menentukan jenis paduan)
• Memberikan penyuluhan
• Menentukan PMO
• Mengisi kartu pengobatan pasien TB
• Memonitor dan mengevaluasi hasil pengobatan TB
• Merujuk pasien TB jika diperlukan
• Menilai faktor risiko HIV pada pasien TB dan bila perlu merujuknya ke klinik KT HIV
• Memberikan umpan balik hasil diagnosis TB pada ODHA yang dirujuk dari layanan KT HIV dan atau PDP
Dokter Tugas:
• Menentukan diagnosis dan stadium klinis HIVAIDS
• Mendiagnosis Infeksi Oportunistik
• Memberikan pelayanan kegawatdaruratan bagi ODHA
• Memberikan penatalaksanaan awal bagi ODHA
• Merujuk ODHA ke spesialis yang terkait jika diperlukan.
• Merujuk ODHA ke fasilitas laboratorium lain untuk pemeriksaan HIV jika pemeriksaan tersebut tidak tersedia
• Merujuk ODHA ke fasilitas laboratorium lain untuk pemeriksaan HIV
• Mengisi ikhtisar perawatan HIV dan ART
• Melakukan skrining suspek TB pada ODHA dan bila perlu merujuk ke Unit DOTS untuk diagnosis TB
• Memberikan umpan balik hasil tes HIV pasien TB yang dirujuk dari unit DOTS untuk tujuan pengobatan pasien TB tersebut.
Dokter SpesialisTugas :
• Mendiagnosis TB
• Memberikan pelayanan kegawatdaruratan bagi TB
• Memberikan penatalaksanaan menyeluruh bagi pasien TB
• Merujuk pasien TB ke spesialis lain bila diperlukan.
• Mengisi kartu pengobatan pasien TB
• Menilai faktor risiko HIV pada pasien TB dan bila perlu merujuknya ke klinik KT HIV
• Memberikan umpan balik hasil diagnosis TB pada ODHA yang dirujuk dari KT HIV PDP
Dokter SpesialisTugas:
• Menentukan diagnosis dan stadium klinis HIV/AIDS
• Mendiagnosis Infeksi Oportunistik
• Memberikan pelayanan kegawatdarurat-an bagi ODHA
• Memberikan penatalaksanaan menyeluruh bagi ODHA
• Merujuk ODHA ke spesialis lain bila diperlukan.
• Mengisi ikhtisar perawatan HIV dan ART
• Melakukan skrining suspek TB pada ODHA dan bila perlu merujuk ke Unit DOTS untuk diagnosis TB
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia39
LAYANAN TB LAYANAN HIV AIDS
• Memberikan umpan balik hasil tes HIV pasien TB yang dirujuk dari unit DOTS untuk tujuan pengobatan pasien TB tersebut.
KonselorTugas:
• Memberikan informasi HIV/AIDS yang benar dan akurat
• Melakukan konseling HIV/AIDS sebelum dan sesudah tes
• Melakukan pencatatan dan pelaporan hasil konseling
• Melakukan koordinasi dengan layanan pencegahan, dukungan dan perawatan di masyarakat dan unit pelayanan terkait
• Melakukan skrining suspek TB pada ODHA dan bila perlu merujuk ke Unit DOTS untuk diagnosis TB
• Memberikan umpan balik hasil tes HIV pasien TB yang dirujuk dari unit DOTS untuk tujuan pengobatan pasien TB tersebut
PerawatTugas:
• Melakukan asuhan keperawatan
• Membantu Dokter untuk mengisi kartu pengobatan pasien TB
• Melakukan pencatatan dan pelaporan (Register pasien)
• Memberikan penyuluhan
• Membuat permintaan pemeriksaan dahak
• Menentukan PMO atau menjadi PMO
• Memonitor hasil pengobatan
• Melakukan pelacakan kasus mangkir
• Menilai faktor risiko HIV pada pasien TB dan bila perlu merujuknya ke klinik KT HIV
PerawatTugas:
• Melakukan asuhan keperawatan bagi ODHA baik di RS maupun perawatan di rumah
• Membantu Dokter untuk mengisi ikhtisar perawatan HIV dan ART
• Mengenali keadaan gawat darurat dan memberikan pelayanan dasar kegawat-daruratan bagi ODHA
• Memberikan terapi dengan benar sesuai instruksi Dokter.
• Memonitor perkembangan keadaan umum ODHA
• Melakukan skrining suspek TB pada ODHA dan bila perlu merujuk ke Unit DOTS untuk diagnosis TB
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia40
LAYANAN TB LAYANAN HIV AIDS
• Memberikan umpan balik hasil diagnosis TB pada ODHA yang dirujuk dari KT HIV/PDP
Petugas Laboratorium Tugas:
• Pengumpulan dahak
• Pemeriksaan mikroskopis dahak
• Mencatat hasil pemeriksaan laboratorium
• Melakukan pemantapan mutu internal dan eksternal
Petugas Laboratorium Tugas:
• Mengambil sampel darah dan melakukan pemeriksaan HIV sesuai SOP
• Melakukan sesuai SOP
• Mencatat hasil pemeriksaan laboratorium
• Melakukan rujukan spesimen ke laboratorium rujukan sesuai instruksi Dokter.
• Melakukan pemantapan mutu internal dan eksternal
Petugas Pencatatan dan Pelaporan Tugas:
• Melakukan pencatatan sesuai dengan format baku yang ditetapkan secara Nasional
• Melakukan pelaporan sesuai dengan alur pelaporan yang ditetapkan
• Tugas ini dapat dirangkap oleh petugas yang lain
Apoteker/petugas farmasiTugas:
• Melakukan konseling minum obat
• Melakukan pencatatan dan pelaporan penggunaan obat
• Menghitung perencanaan dan permintaan obat
• Memantau efek samping obat dan kepatuhan minum obat
KonselorTugas:
• Membantu klien menyiapkan diri untuk pemeriksaan laboratorium
• Memberikan pengetahuan akan implikasi terinfeksi atau tidak terinfeksi HIV
• Memfasilitasi diskusi tentang cara menyesuaikan diri dengan status HIV
Manajer KasusTugas:
• Memberikan dan mengorganisasi dukungan dan pendampingan bagi ODHA dan keluarganya secara biopsikososial
• Mendukung kepatuhan ODHA agar teratur berobat
• Memastikan ODHA mendapat akses pelayanan kesehatan
• Memberdayakan ODHA agar mandiri
• Melakukan skrining suspek TB pada ODHA dan bila perlu merujuk ke Unit DOTS untuk diagnosis TB
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia41
D. PENINGKATAN KEMAMPUAN SUMBER DAYA MANUSIA Peningkatan kemampuan dan ketrampilan SDM pelaksana kegiatan kollaborasi TB-HIV
dilakukan melalui pelatihan dan bimbingan teknis.
1. PelatihanPelatihan dalam kolaborasi TB-HIV mengacu pada pelatihan program TB maupun program
HIV/AIDS yang ada. Secara umum konsep pelatihan tersebut meliputi:
a. Pendidikan/pelatihan sebelum bertugas (pre service training).
b. Pelatihan dalam tugas (in service training) dibedakan menjadi:
1) Pelatihan dasar program (initial training). Pelatihan dasar program dapat dilakukan
dengan cara:
– Pelatihan dasar,
– Pelatihan ulangan (retraining) dan
– Magang (on the job training).
2) Pelatihan lanjutan (advanced training) .
Pelatihan dilaksanakan berdasarkan tugas pokok dan fungsi tenaga sesuai tingkat
pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV:
a. Pelatihan kegiatan kolaborasi TB-HIV bagi petugas TB.
b. Pelatihan kegiatan kolaborasi TB-HIV bagi petugas di layanan KT HIV dan atau PDP.
2. Bimbingan TeknisBimbingan Teknis adalah kegiatan untuk meningkatkan kompetensi petugas yang
dilakukan secara langsung dapat berupa: observasi, diskusi, bantuan teknis, pemecahan
masalah dan rekomendasi.
Di samping bimbingan teknis secara umum dilakukan juga bimbingan klinis (clinical
mentoring) bagi petugas yang dilatih Konseling dan Tes HIV/PDP oleh tenaga klinis
terlatih yang ditunjuk oleh program.
Bimbingan teknis dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat administrasi yang
tertinggi sampai ke tingkat terendah (unit pelaksana teknis).
Agar bimbingan teknis efektif dan mencapai tujuannya maka bimbingan teknis harus
direncanakan dengan baik dengan memperhatikan frekuensi kunjungan dan unit yang
akan dikunjungi. Pada keadaan tertentu misalnya kinerja petugas masih kurang baik,
frekuensi bimbingan teknis perlu ditingkatkan.
Persiapan bimbingan teknis sangat diperlukan supaya pelaksanaan dapat berjalan lancar
dan mencapai tujuannya secara efektif dan efisien dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia42
a. Penyiapan daftar tilik yang akan digunakan saat bimbingan teknis (Lampiran 2).
b. Pengumpulan informasi tentang masalah dan hambatan yang dihadapi.
c. Penjadualan kegiatan.
d. Pemberitahuan dan kesepakatan waktu dengan petugas yang akan dibimbing.
Pada setiap akhir kegiatan diberikan umpan balik hasil bimbingan kepada petugas yang
dibimbing dan pimpinannya. Umpan balik tersebut disampaikan secara lisan (pada saat
pelaksanaan bimbingan teknis) dan secara tertulis (dalam bentuk laporan bimbingan
teknis) yang disampaikan kemudian.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia43
BAB VI MANAJEMEN LOGISTIK
A. BATASAN DAN TUJUAN
Manajemen logistik adalah serangkaian kegiatan yang meliputi perencanaan kebutuhan,
pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, monitoring dan evaluasi dalam menjamin
ketersediaan logistik baik dalam jumlah maupun kualitas untuk mendukung operasional
program.
Penyediaan logistik untuk kebutuhan pelayanan TB-HIV memerlukan perlakuan dan perhatian
secara spesifik terutama obat-obatan (OAT, ARV dan obat IO).
Dalam bab ini hanya akan dibahas mengenai manajemen logistik secara umum sedangkan
untuk hal yang lebih rinci mengacu pada pedoman manajemen logistik masing-masing
program.
B. JENIS-JENIS LOGISTIK Jenis logistik yang dipersiapkan meliputi:
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia44
Jenis logistik Program TB
Program HIV AIDS
Puskesmas/Satelit RS ARV
Rumah Sakit
Obat OAT Kotrimoksasol ARV, Kotrimiksasol dan beberapa obat IO yang lain (lihat lampiran 3)
Alat dan bahan diagnostik
Sarana pemeriksaan mikroskopis dahak, biakan dan uji kepekaan
Sarana pemeriksaan Rapid test HIV
Sarana pemeriksaan Rapid test HIV, ELISA, Flowcytometer (untuk pemeriksaan CD4), PCR unit(untuk pemeriksaan PCR-RNA HIV/Viral load)
Pencatatan pelaporan
• Formulir TB 01, 02, 03, 04, 05, 06, 09, 10
• Formulir rujukan kolaborasi TB HIV
• Formulir Penilaian faktor risiko HIV
• Formulir laporan 17 variabel kolaborasi TB-HIV
• Formulir VCT
• Formulir PITC
• Formulir skrining gejala dan tanda TB
• Buku bantu kolabo-rasi TB-HIV
• Formulir laporan 17 variabel kolaborasi TB-HIV
• Ikhtisar perawatan HIV & ART, Register Pra ART, Register ART, Laporan Bulanan Perawatan HIV & ART
• Formulir VCT
• Formulir PITC
• Formulir skrining gejala dan tanda TB
• Buku bantu kolaborasi TB-HIV
• Formulir laporan 17 variabel kolaborasi TB-HIV
Bahan KIE Poster, leaflet dan
lembar balik
Poster, leaflet dan
lembar balik
Poster, leaflet dan lembar
balik
C. SIKLUS MANAJEMEN
Siklus manajemen meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan,
pendistribusian, monitoring dan evaluasi. Dalam kegiatan kolaborasi TB-HIV, pengelolaan
logistik TB mengacu pada pedoman pengelolaan logistik Program TB demikian pula untuk
pengelolaan logistik HIV/AIDS mengacu pada buku manajemen Program Pengendalian HIV/
AIDS Supply Chain Management (SCM).
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia45
BAB VII ADVOKASI, KOMUNIKASI DAN
MOBILISASI SOSIAL (AKMS)A. BATASAN DAN TUJUAN
Advokasi, Komunikasi dan Mobilisasi Sosial (AKMS) adalah suatu konsep sekaligus kerangka
kerja terpadu untuk mempengaruhi dan mengubah kebijakan publik, perilaku dan
memberdayakan masyarakat dalam pelaksanaan kolaborasi TB-HIV. Sehubungan dengan itu
AKMS merupakan suatu rangkaian kegiatan advokasi, komunikasi, dan mobilisasi sosial yang
dirancang secara sistematis dan dinamis.
Tujuan AKMS dalam kolaborasi TB-HIV adalah untuk memberdayakan potensi masyarakat
dan pemerintah sehingga mampu dan mandiri dalam penanggulangan TB-HIV.
B. STRATEGI AKMS
Ada tiga strategi dalam AKMS dan sekaligus merupakan komponen yaitu Advokasi,
Komunikasi dan Mobilisasi Sosial.
1. Advokasi
Merupakan upaya secara sistimatis untuk mempengaruhi Pimpinan, Pembuat/Penentu
Kebijakan dan Keputusan dalam penyelenggaraan kolaborasi TB-HIV. Pendekatan dapat
dilakukan dengan cara bertatap muka langsung (audiensi), konsultasi, memberikan
laporan, pertemuan/rapat kerja, lokakarya dan sebagainya sesuai dengan situasi dan
kondisi masing-masing unit.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia46
2. Komunikasi
Merupakan proses penyampaian pesan atau gagasan (informasi) yang disampaikan
secara lisan dan atau tertulis dari sumber pesan kepada penerima pesan melalui media
dengan harapan terdapatnya pengaruh timbal balik.
Sumber pesan (pemberi pesan) dapat berasal dari individu, kelompok (petugas
penjangkau, masyarakat) maupun kelembagaan (Petugas kesehatan baik TB maupun HIV,
Konselor). Pesan-pesan dalam proses komunikasi disampaikan melalui bahasa yang sama
dengan bahasa penerima pesan agar mudah dimengerti dan dipahami oleh penerima.
Penerima pesan adalah dapat berupa individu, kelompok, kelembagaan maupun massa.
Pengemasan materi pesan bisa berbeda tergantung kelompok sasaran (Isi pesan lihat
lampiran 4).
3. Mobilisasi Sosial
Merupakan kegiatan yang melibatkan semua unsur masyarakat dengan keterpaduaan
elemen Pemerintah dan non Pemerintah sehingga masyarakat dapat melakukan kegiatan
secara kolektif dengan menggunakan sumber daya yang ada dan membangun solidaritas
untuk mengatasi masalah.
Dalam kolaborasi TB-HIV kegiatan tersebut dapat dilakukan melalui kampanye,
penyuluhan kelompok, diskusi kelompok, kunjungan rumah dan konseling.
C. KELOMPOK SASARAN AKMS
1. Pengambil keputusan di berbagai tingkat administrasi (Gubernur, Bupati/Walikota, DPRD,
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah/Bappeda, Badan Perencanaan Pembangunan
Kota/Bappeko, dll.).
2. Kelompok yang dapat mempengaruhi pengambil keputusan dan kelompok yang dapat
mempengaruhi masyarakat yang terkena dampak TB-HIV (penyedia layanan, lintas sektor,
Tokoh agama/Toga, Tokoh Masyarakat/Toma, Ormas dan media massa).
3. Kelompok ODHA.
4. Kelompok Pasien TB.
5. Kelompok yang terkena dampak TB-HIV.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia47
D. KEGIATAN AKMS
1. Pengorganisasian
Pelaksanaan AKMS TB-HIV dilaksanakan melalui pola struktur organisasi yang sudah ada
mulai dari tingkat Fasyankes, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi
dan Kementerian Kesehatan.
Dalam pelaksanaan AKMS harus melibatkan:
a. Pengelola program di berbagai tingkatan baik di Pusat, Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kabupaten/Kota;
Kegiatan AKMS dalam Pengendalian TB merupakan kegiatan Program TB baik di
setiap tingkatan yang masing-masing berperan dalam mengelola kegiatan.
Peran:
1) Memfasilitasi kegiatan AKMS TB termasuk menyertakan topik TB-HIV.
2) Mengelola jaringan kemitraan di masing-masing tingkatan.
3) Membimbing dan berkoordinasi dengan Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam
pelaksanaan kegiatan.
4) Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan.
b. Koalisi/Ormas/LSM/Organisasi Profesi Lokal;
Selain peranan pengelola program, AKMS memerlukan dukungan dan bermitra
dengan sebuah Koalisi/Ormas/LSM/Organisasi Profesi. Tanpa kemitraan kegiatan
AKMS tidak dapat berjalan.
Peran:
1) Mendukung Pemerintah dalam pelaksanaan AKMS di wilayah kerjanya sesuai
dengan keahlian dan kemampuannya.
2) Mendukung Pemerintah sebagai advokator.
3) Berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi
dan Kabupaten/Kota ataupun Fasyankes serta mitra lain yang terlibat dalam
pelaksanaan kegiatan.
4) Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan.
c. Media;
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia48
Kita tidak dapat secara efektif memerangi TB jika masyarakat tidak merasa ini
merupakan masalah bersama yang harus ditanggulangi bersama. Oleh karena itu,
diperlukan dukungan media dalam menyampaikan pesan kepada seluruh target baik
Pemerintah, masyarakat dan pasien TB.
Peran:
1) Menyebarkan informasi yang benar mengenai TB maupun HIV.
2) Mendorong terjadinya perubahan pandangan masyarakat, pemegang kebijakan,
pihak swasta tentang pengendalian TB di wilayahnya melalui penyebaran
informasi tentang TB maupun HIV.
3) Menjadikan TB dan HIV menjadi agenda publik dengan secara berkesinambungan
memberitakan tentang TB dan HIV.
d. Masyarakat, termasuk mereka yang terkena dampak TB dan HIV;
Masyarakat baik mereka yang sakit maupun orang yang terkena dampak TB
maupun HIV bukan hanya sebagai obyek namun mereka dapat juga berperan dalam
mengendalian perkembangan TB di masyarakat. Mereka merupakan informan yang
tepat yang dapat menyampaikan pesan tentang TB maupun HIV karena mereka
mempunyai pengalaman nyata.
Peran:
1) Berperan aktif dalam menyebarkan informasi tentang pencegahan, gejala, tempat
pemeriksaan dan pencarian pengobatan yang benar.
2) Mendukung pasien TB dan ODHA dalam menjalankan pengobatannya.
3) Mendukung kelompok sebaya dalam menjalankan pengobatannya dan mengatasi
permasalahan yang muncul selama pengobatan.
e. Pemegang Kebijakan Internal dan Lintas Sektoral
Komitmen politik merupakan bagian utama dari strategi DOTS. Untuk itu peranan
pemegang kebijakan sangatlah penting dalam program ini.
Peran:
Mendukung pelaksanaan Pengendalian TB terutama yang terkait dengan area
kerjanya.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia49
2. Pelaksanaan
Keberhasilan AKMS sangat ditentukan oleh keterlibatan banyak pihak melalui kerjasama
lintas sektoral yang serasi, harmonis, efektif dan efisien.
Langkah-langkah pelaksanaan kegiatan AKMS:
1) Mengidentifikasi dan melibatkan lintas sektor, lintas program, Kelompok ODHA,
kelompok pasien TB, mitra dan media.
2) Menilai dan membangun kapasitas dan sumber daya.
3) Menetapkan peran dan tanggung jawab.
4) Menjalin kemitraan.
5) Membuat dan mengelola anggaran.
PENDEKATAN AKMS
TUJUAN KEGIATAN
Advokasi Meningkatkan pemahaman para pengambil kebijakan tentang pengaruh TB-HIV terhadap masalah kesehatan dan ekonomi wilayahnya dengan tujuan pengendalian TB (termasuk TB-HIV) menjadi prioritas Pemerintah
a. Seminar, Pertemuan Dengar Pendapat
b. Penyebaran Media Cetak (Leaflet, Factsheet, Warta dll)
c. Peringatan Hari TB Sedunia, Hari AIDS Sedunia, Hari Kesehatan Nasional
Komunikasi • Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang TB
• Mengurangi stigma terhadap TB / HIV dan TB-HIV
• Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang TB
• Mengurangi stigma terhadap TB / HIV dan TB-HIV dengan melibat aktifkan pasien TB dan ODHA
• Membantu petugas kesehatan mengidentifikasi kasus TB
• Mendorong masyarakat agar mencari pelayanan TB-HIV yang tepat
• Memformulasikan pesan komunikasi yang tepat sesuai dengan latar budaya, pendidikan masayarakat
• Kampanye media melalui televisi, radio, koran dll
• Pendistribusian materi KIE kepada masyarakat
• Pelatihan Komunikasi Interpersonal dan Konseling bagi Petugas Kesehatan dan Konselor
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia50
Mobilisasi Sosial • Meyakinkan pada masyara-kat bahwa TB dapat disem-buhkan
• Mendorong orang yang sakit TB untuk mendapat-kan pengobatan yang tepat
• Menyediakan materi KIE yang dapat digunakan oleh konselor
• Mendorong pasien TB menjalankan pengobatan sampai tuntas
• Menjangkau populasi khusus seperti penghuni rutan/lapas, masyarakat urban, pekerja dll
• Penyebaran informasi TB dan HIV melalui berbagai kegiatan masyarakat seperti pertemuan rutin bulanan, arisan, pengajian dll
• Pelibatan kelompok ODHA dan kelompok pasien dalam memberi edukasi pada kelompoknya
• Pelibatan kader dalam penyebaran informasi seperti penyuluhan, kunjungan rumah dll
3. Kerja sama Lintas Sektoral (Organisasi Profesi, Dunia Usaha, Akademisi, dsb)
Kolaborasi TB-HIV tidak mungkin hanya dilakukan oleh sektor kesehatan tetapi
membutuhkan kemitraan dan dukungan yang dilakukan oleh sektor lainnya. Untuk itu,
perlu diwujudkan koordinasi, integrasi dan sinkronikasi berbagai program dan kegiatan
baik yang berada di dalam lingkup kesehatan maupun dengan sektor-sektor lainnya.
Untuk mewujudkan koordinasi yang baik perlu diselengarakan komunikasi antar unit
dan antar sektor guna membahas perencanaan dan implementasi serta pembinaan dan
pengawasan kolaborasi TB-HIV.
Kolaborasi TB-HIV dapat diperkuat dengan:
1. Komitmen politik di seluruh tingkatan.
2. Kegiatan advokasi dan komunikasi kolaborasi TB-HIV yang disusun dengan baik,
direncanakan bersama untuk memastikan sasaran dan isi pesan tepat.
3. Pengembangan bersama strategi komunikasi dan mobilisasi sosial TB-HIV ditujukan
pada kebutuhan individu dan pasien serta masyarakat yang terkena dampak HIV/
AIDS dan TB.4. Memasukkan pesan HIV pada KIE TB dan sebaliknya.
E. KELUARAN AKMS TB-HIV
1. Terdapatnya peningkatan dukungan kebijakan, pendanaan dan sumber daya lain
oleh berbagai pihak dalam kegiatan kolaborasi TB-HIV.
2. Peningkatan opini publik yang mendukung kegiatan kolaborasi TB-HIV.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia51
3. Peningkatan nilai, praktek dan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan TB-
HIV.
Secara skematis luaran AKMS dapat digambarkan seperti di bawah ini:
Gambar 3. Skema Luaran AKMS
Advokas i
Pem erin tahm empriori task ank egiatanTB-HIV
Partis ipas imas yarakatda lam penanggulanganTB-HIV
Penc arian lay ananoleh suspek / orangberis ik o
Peny ediaanlay ananbermutu
Stigm a berk urang
Kec ukupan log istikdan sum ber day a la in
Nak es , mas yarakatmem berik anduk ungandanperawatanmem adai
Ni lai dan praktekbudaya s ehat olehpemerintah danm as yarak at
Mobil isas isos ia l
M asy arak atm engertitentangTB-H IV
Peningkatanjumlahm as y arak aty ang bebasTB dan HIV
Kemandi rianmas yarakat danlingk ungany ang menduk ung
Penemuan/ d iagnos asecara din idanpengobatan yang tepat
Monitoring
Komunik as iPenurunank as us
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia52
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia53
BAB VIII MONITORING DAN EVALUASI
A. BATASAN DAN TUJUAN
Monitoring dan Evaluasi (M&E) TB-HIV diperlukan dalam manajemen kolaborasi program
TB-HIV untuk menilai keberhasilan dan menjamin efektifitas serta efisiensi penggunaan
sumber daya sehingga dapat diupayakan perbaikan dan peningkatan kegiatan secara terus
menerus.
Monitoring merupakan pengamatan rutin terhadap kinerja program dan layanan dengan
cara menganalisis baik masukan (input), proses dan luaran (output) secara berkala dan terus
menerus untuk dapat segera mendeteksi bila ada masalah dalam pelaksanaan kegiatan yang
telah direncanakan supaya dapat dilakukan tindakan perbaikan segera. Cara monitoring
dilakukan dengan menelaah laporan, pengamatan langsung dan wawancara dengan petugas
pelaksana maupun dengan masyarakat sasaran.
Evaluasi adalah penilaian secara berkala dari kegiatan program dengan menggunakan data
monitoring. Biasanya evaluasi ini dilakukan pada akhir periode kegiatan/program, misalnya
setahun sekali. Dengan evaluasi dapat dinilai sejauh mana pencapaian tujuan dan target yang
telah ditetapkan sebelumnya. Dalam mengukur keberhasilan tersebut diperlukan indikator.
Hasil evaluasi sangat berguna untuk kepentingan perencanaan program.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia54
B. INDIKATOR KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV
Untuk menilai kemajuan atau keberhasilan kegiatan kolaborasi TB-HIV digunakan beberapa
indikator yang tercantum seperti di bawah ini:
1. Pembentukan mekanisme kolaborasi TB-HIV
a. Terbentuknya kelompok kerja/forum komunikasi kegiatan kolaborasi TB-HIV di semua
lini.
b. Tersedianya data TB-HIV di semua tingkat dan sudah dilaporkan.
c. Terselenggaranya perencanaan bersama kegiatan kolaborasi TB-HIV.
d. Jumlah Fasyankes yang menyediakan layanan TB-HIV.
e. Terlaksananya monitoring dan evaluasi terpadu kegiatan kolaborasi TB-HIV.
2. Penurunan beban TB pada ODHA
a. Proporsi ODHA yang mengunjungi klinik PDP yang dikaji status TB
b. Proporsi ODHA yang didiagnosis TB diantara ODHA yang telah dikaji status TB-nya.
c. Proporsi ODHA yang mendapatkan pengobatan TB diantara ODHA yang telah
terdiagnosis TB.
d. Proporsi Fasyankes yang mempunyai kebijakan pengendalian penyakit infeksi (PPI)
TB
3. Penurunan beban HIV pada pasien TB
a. Proporsi pasien TB yang dites HIV.
b. Proporsi pasien TB yang dites HIV dan hasilnya tercatat dalam register TB
c. Proporsi pasien TB yang dites HIV dengan hasil tes HIV positif.
d. Proporsi pasien TB dengan HIV positif yang menerima PPK
e. Proporsi pasien TB dengan HIV positif yang mendapat ART selama pengobatan TB.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia55
4. Indikator Hasil Pengobatan TB pada Kegiatan Kolaborasi TB-HIV
a. Angka konversi
b. Angka kesembuhan
c. Angka keberhasilan pengobatan TB
C. SURVEILANS HIV DI ANTARA PASIEN TB
Surveilans merupakan suatu rangkaian kegiatan mulai dari pengumpulan data secara
sistematik, analisis, interpretasi dan diseminasi data penyakit untuk kepentingan tindakan
kesehatan masyarakat dalam upaya menurunkan kesakitan dan kematian serta untuk
peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Surveilans HIV di antara pasien TB bermaksud untuk mengukur prevalens infeksi HIV di
antara pasien TB. Mengingat bahwa HIV akan memberikan dampak besar terhadap upaya
penanggulangan TB, prevalens HIV diantara pasien TB merupakan indikator yang sensitif
dari penyebaran HIV ke populasi umum. Informasi banyaknya HIV diantara pasien TB sangat
penting dalam upaya meningkatkan komitmen pelayanan komprehensif (terpadu) dari
perawatan dan dukungan HIV AIDS termasuk pengobatan antiretroviral (ART) pada pasien
TB dengan HIV positif.
1. Metode Surveilans
Ada 3 macam metode surveilans HIV di antara pasien TB yaitu:
a. Surveilans berdasar data rutin.
Dalam kondisi daerah dengan prevalens HIV tinggi pada populasi umum, tes HIV
pada pasien TB untuk keperluan diagnosis dilakukan lebih sering. Hal ini disebabkan
pilihan pengobatan dan perawatan infeksi HIV meningkat, dengan demikian tes
diagnosis HIV pada pasien TB dilakukan secara rutin pada pasien TB kecuali jika
mereka menolak di tes.
Data dikumpulkan dari layanan rutin pasien TB yang dilakukan tes HIV. Data rutin
dari layanan tersebut di atas merupakan sistim terbaik untuk memperoleh informasi
meskipun kemungkinan terjadinya bias cukup besar, misalnya pasien TB yang
kemungkinan terinfeksi HIV menolak untuk di tes. Jika jumlah pasien yang menolak
untuk di tes HIV cukup besar maka surveilans berdasar data rutin interpretasinya
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia56
kurang akurat.
b. Surveilans berdasar survei periodik (khusus)
Survei ini merupakan survei sero-prevalens HIV yang dilakukan secara potong
lintang/cross-sectional pada sekelompok pasien TB yang dianggap dapat mewakili
suatu wilayah/daerah tertentu. Untuk itu, perhitungan sampel dari survei ini harus
dilakukan secara tepat untuk menghindari bias. Survei dilakukan secara unlinked
anonymous, dilakukan secara berkala dengan selang waktu 2-3 tahun. Hasil survei ini
dapat digunakan untuk mengkalibrasi hasil surveilans berdasar data rutin.
Survei sero prevalens periodik (khusus) dapat juga merupakan metode surveilans
dalam mengukur prevalens HIV di antara pasien TB yang dapat memberikan estimasi
pointprevalence HIV di antara pasien TB yang cukup tepat. Survei ini bermanfaat pada
keadaan dimana prevalens sebelumnya tidak diketahui dan sebagai kajian situasi
awal.
Survei ini memerlukan biaya yang cukup mahal dan termasuk cukup sulit untuk
dilaksanakan.
c. Surveilans Sentinel
Merupakan surveilans yang dilaksanakan di lokasi yang terpilih. Lokasi sentinel pada
umumnya dipilih karena lokasi tersebut dapat dipertimbangkan mewakili populasi
yang lebih besar. Sebagaimana survei periodik, sistem survailans sentinel juga
dilakukan secara unlinked anonymous.
Penetapan Fasyankes DOTS sebagai lokasi pelaksanaan surveilans sentinel harus
sesuai pedoman yang berlaku yaitu pada tempat, waktu dan metode yang sama
(buku Pedoman Nasional Surveilans Sentinel HIV).
Sistem tersebut sangat berguna jika tidak memungkinkan untuk memeriksa semua
kasus karena pendekatan kesehatan masyarakat yang akan ditindaklanjuti bukanlah
untuk menjawab masalah secara individu.
Metode surveilans ini bertujuan memberikan informasi yang lebih sistematik dan
lebih akurat serta mampu memberikan estimasi point prevalence HIV di antara pasien
TB. Hasil surveilans sentinel ini dapat digunakan untuk mengkalibrasi hasil dari
surveilans berdasarkan data rutin. Disamping itu, juga sangat berguna untuk melihat
kecenderungannya (trend).
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia57
Tabel 7. Alur Pemilihan Metode Surveilans
KRITERIA METODE SURVEILANS YANG DIANJURKAN
I. Keadaan epidemi HIV MELUAS(Generalized)
Data dari tes HIV rutin pada pasien TB.
dan
Surveilans sentinel atau surveilans periodik (khusus) untuk mengkalibrasi data dari testing HIV rutin.
II. Keadaan epidemi HIV TERKONSENTRASI
(Concentrated)
Data dari tes HIV rutin pada pasien TB.
atau
Surveilans sentinel atau surveilans periodik (khusus) didaerah pelaksanaan dimana tingkat HIV tidak diketahui (data rutin belum ada). Surveilans ini dapat dipakai untuk mengkalibrasi data testing HIV rutin.
III. Keadaan epidemi HIV RENDAH (Low Level)
Surveilans sentinel atau surveilans periodik (khusus)
2. Manfaat Surveilans HIV Di Antara Pasien TB Berdasarkan Tingkat Epidemi HIV
a. Pada semua keadaan prevalens HIV
– Untuk menginformasikan target kebutuhan sumber daya dan rencana kegiatan
bagi pasien koinfeksi TB-HIV serta monitoring efektifitas kegiatan tersebut.
– Untuk meningkatkan kesadaran para pemangku kebijakan, profesional dan
masyarakat umum terhadap situasi tersebut.
– Untuk menilai perlunya kerja sama antara program HIV AIDS dan TB dalam rangka
perumusan dan pelaksanaan strategi TB-HIV secara bersama.
– Untuk memberikan informasi tentang epidemi HIV AIDS dan dampaknya pada
pasien TB.
– Untuk mengetahui besarnya kebutuhan ART pada pasien TB.
b. Keadaan epidemi HIV terkonsentrasi atau meluas
– Untuk menilai dampak epidemi HIV pada pasien TB.
– Untuk memonitor efektifitas strategi bersama yang ditujukan untuk mengurangi
beban TB-HIV.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia58
c. Keadaan epidemi HIV rendah
Untuk mengingatkan program TB dan HIV AIDS terhadap besarnya masalah HIV
sehingga dapat melakukan perubahan yang tepat untuk program, seperti membangun
metode surveilans yang lebih sistematik atau membuat strategi bersama.
D. PENCATATAN DAN PELAPORAN KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV
Salah satu komponen penting dari monitoring dan evaluasi yaitu pencatatan dan pelaporan.
Pencatatan dan pelaporan berguna untuk mendapatkan data kegiatan.Kemudian data
tersebut diolah, dianalisis, diinterpretasi, disajikan dan disebarluaskan untuk dimanfaatkan.
Data yang dikumpulkan harus valid (akurat, lengkap dan tepat waktu) sehingga memudahkan
dalam pengolahan dan analisis.
Data kolaborasi TB-HIV dapat diperoleh dari pencatatan di semua unit pelayanan kesehatan
dengan menggunakan satu sistem yang baku. Laporan kolaborasi TB-HIV terdiri atas variabel
TB dan variabel HIV. Laporan tersebut harus dilaporkan oleh petugas TB dan petugas HIV tiap
3 bulan mulai dari Fasyankes, Kabupaten/Kota, Provinsi sampai ke tingkat Pusat.
Formulir Pencatatan dan pelaporan TB dan HIV dijelaskan berikut ini.
a. Formulir Pencatatan dan Pelaporan di Fasyankes
Fasyankes (Puskesmas, Rumah Sakit, Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)/
Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM)/BP4, klinik dan dokter praktek swasta dll) dalam
melaksanakan pencatatan menggunakan formulir:
a. HIV
− Formulir KT HIV Sukarela (KTS)
Adalah formulir yang digunakan untuk mencatat proses KT HIV oleh Konselor di
layanan KTS.
– Formulir Konseling dan Tes HIV atas Inisiatif Petugas Kesehatan (KTIP)
Adalah formulir yang digunakan untuk mencatat proses KT HIV oleh Petugas
kesehatan di layanan kesehatan.
- Formulir Ikhtisar perawatan HIV & Terapi Antiretroviral (ART)
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia59
Adalah formulir yang berisi informasi pasien yang dicatat untuk semua pasien HIV
yang terdaftar di layanan PDP. Formulir ini terdiri dari dua halaman yaitu:
1) Halaman pertama berisi informasi ringkasan identifikasi penting, sosiodemografi,
klinis dan pengobatan.
2) Halaman dua berbentuk tabel yang berisi data kunjungan follow up pasien.
– Buku Register Pra ART
Adalah buku yang digunakan untuk mencatat informasi penting dari formulir
ikhtisar perawatan HIV dan Terapi ART dari semua pasien HIV yang masuk dalam
perawatan dan belum memulai ART di layanan PDP.
– Buku Register ART
Adalah buku yang digunakan untuk mencatat informasi penting dari formulir
ikhtisar perawatan HIV dan Terapi ART dari semua pasien HIV yang masuk dalam
perawatan dan sudah memulai ART di layanan PDP.
– Formulir Laporan Bulanan Perawatan HIV & ART
Adalah formulir pendokumentasian indikator utama mengenai akses perawatan
HIV, akses ke ART dan kesinambungan ART di layanan PDP yang dilakukan oleh
Petugas HIV.
b. TB
– Buku Daftar Suspek yang Diperiksa Dahak SPS (TB.06)
Adalah buku yang berisi tentang suspek TB yang diperiksa dahak SPS yang
dilaksanakan di Fasyankes.Di dalam buku tersebut juga berisi nomor sediaan dahak
untuk diisi pada formulir TB.05.
– Formulir permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak (TB.05)
Adalah formulir permohonan pemeriksaan dahak yang terdiri dari dua bagian:
1) Bagian atas berisi identitas suspek atau pasien TB dan nomor sediaan dahak untuk
dikirmkan ke bagian laboratorium.
2) Bagian bawah berisi hasil pemeriksaan dahak yang diisi oleh petugas laboratorium
untuk dikembalikan ke bagian yang merujuk.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia60
– Buku Register Laboratorium TB (TB.04)
Adalah buku yang berisi hasil pemeriksaan dahak suspek dan dahak ulang pasien TB
(follow up) di laboratorium TB yang melakukan pewarnaan dan pembacaan sediaan
dahak.
– Kartu pengobatan pasien TB (TB.01)
Adalah kartu pengobatan pasien yang mendapat pengobatan TB, terdiri dari dua
bagian:
1) Bagian depan, berisi data pasien, riwayat pengobatan, hasil pemantauan
pemeriksaan dahak dan pemantauan pengobatan tahap awal.
2) Bagian belakang, berisi pemantauan pengobatan tahap lanjutan, data HIV, dan
status akhir pengobatan pasien.
– Kartu identitas pasien TB (TB.02)
Adalah kartu berisikan perjanjian pengambilan obat dan pemeriksaan dahak ulang
untuk pegangan pasien.
– Buku Register TB UPK (TB.03 UPK)
Adalah buku rekapitulasi dari seluruh data pengobatan pasien (TB.01), terdiri dari
empat rangkap:
1) Lembar 1 berwarna putih digunakan sebagai pertinggal di Fasyankes.
2) Lembar 2 berwarna merah muda digunakan sebagai laporan penemuan pasien
ke Kabupaten/Kota.
3) Lembar 3 berwarna kuning digunakan sebagai laporan konversi dahak ulang
pasien ke Kabupaten/Kota.
4) Lembar 4 berwarna hijau digunakan sebagai laporan hasil akhir pengobatan
pasien ke Kabupaten/Kota.
– Formulir rujukan/pindah pasien (TB.09)
Adalah formulir yang digunakan untuk merujuk/pindah pasien yang masih dalam
pengobatan ke Fasyankes yang dirujuk baik dalam satu Kabupaten maupun antar
Kabupaten/Kota atau antar Provinsi. Formulir ini terdiri dari dua bagian:
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia61
1) Bagian atas diisi oleh Fasyankes yang merujuk untuk dikirimkan ke Fasyankes
yang dirujuk.
2) Bagian bawah diisi oleh Fasyankes yang menerima rujukan untuk kemudian
dikirim kembali ke Fasyankes yang merujuk sebagai informasi pasien sudah
diterima.
– Formulir hasil akhir pengobatan dari pasien TB pindahan (TB.10)
Adalah formulir yang berisi hasil akhir pengobatan pasien yang dirujuk/dipindah ke
Fasyankes yang merujuk/memindahkan.
c. TB-HIV
– Formulir rujukan kolaborasi TB-HIV
Adalah formulir yang digunakan untuk merujuk pasien TB dari unit DOTS ke Unit KTS/
PDP atau klien dari Unit KTS/PDP ke Unit DOTS. Formulir ini terdiri dari dua rangkap,
yaitu :
1) Lembar 1 (berwarna putih) diisi oleh unit yang merujuk kemudian dikirimkan ke
unit yang dirujuk (unit DOTS atau KTS/PDP). Lembaran ini terdiri dari dua bagian,
yaitu bagian atas yang berisi identitas dan alasan rujukan dan bagian bawah yang
berisi jawaban rujukan yang berisi hasil untuk dikirimkan kembali ke bagian yang
merujuk.
2) Lembar 2 (berwarna hijau) merupakan salinan dari lembar 1 dan lembar pertinggal
unit yang merujuk.
- Formulir skrining gejala dan tanda TB
Adalah formulir yang digunakan untuk menilai gejala dan tanda TB pada ODHA di
layanan PDP.
– Formulir Penilaian faktor risiko HIV
Adalah formulir yang digunakan untuk menilai faktor risiko HIV pada pasien TB di
layanan DOTS.
– Buku bantu kolaborasi TB-HIV
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia62
Adalah buku yang digunakan untuk mencatat hasil pemeriksaan dan pengobatan
TB pada ODHA di layanan PDP. Buku bantu ini berisi data yang digunakan untuk
membantu pengisian laporan dalam rangka kegiatan kolaborasi TB-HIV di bagian
HIV. Untuk memudahkan proses pembuatan laporan pencapaian kegiatan kolaborasi
TB-HIV di bagian HIV sudah disediakan dalam bentuk elektronik beserta petunjuk
penggunaannya.
– Laporan triwulan pencapaian kegiatan kolaborasi TB-HIV
Adalah laporan berisikan variabel yang berkaitan dengan capaian kegiatan kolaborasi
TB-HIV dalam rangka menurunkan beban TB pada ODHA dan beban HIV pada TB.
b. Pencatatan dan Pelaporan di Kabupaten/Kota
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menggunakan formulir pencatatan dan pelaporan
sebagai berikut:
a. TB
– Register TB Kabupaten (TB.03).
– Laporan Triwulan Penemuan dan Pengobatan Pasien TB (TB.07).
– Laporan Triwulan Hasil Pengobatan (TB.08).
– Laporan Triwulan Hasil Konversi Dahak Akhir Tahap Intensif (TB.11).
– Formulir Pemeriksaan Sediaan untuk Uji silang dan Analisis Hasil Uji silang
Kabupaten (TB.12).
– Laporan OAT (TB.13).
b. HIV/AIDS:
– Laporan bulanan perawatan HIV dan ART (HA-Kab/Kota-8A).
c . Kolaborasi TB-HIV
– Rekapitulasi laporan triwulan pencapaian kegiatan kolaborasi TB-HIV.
c. Pencatatan dan Pelaporan di Provinsi
Dinas Kesehatan Provinsi menggunakan formulir pencatatan dan pelaporan sebagai
berikut:
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia63
a. TB
– Rekapitulasi Penemuan dan Pengobatan Pasien TB per Kabupaten/Kota.
– Rekapitulasi Hasil Pengobatan per Kabupaten/Kota..
– Rekapitulasi Hasil Konversi Dahak per Kabupaten/Kota.
– Rekapitulasi Analisis Hasil Uji silang Provinsi per Kabupaten/Kota.
– Rekapitulasi Laporan OAT per Kabupaten/Kota.
b. HIV/AIDS:
– Laporan bulanan perawatan HIV dan ART (HA-Prov-8A).
c . Kolaborasi TB-HIV
− Rekapitulasi laporan triwulan pencapaian kegiatan kolaborasi TB-HIV.
D. MEKANISME PENCATATAN DAN PELAPORAN PASIEN TB-HIV
a. Mekanisme Pencatatan dan Pelaporan TB-HIV di Fasyankes
a. Model layanan Terintegrasi
Pada model ini, layanan TB dan HIV terpadu dalam satu unit di satu Fasyankes.
1) Pasien ODHA
� Semua ODHA dinilai apakah menunjukkangejala dan tanda TB dengan
menggunakan formulir skrining gejala dan tanda TB. Hasilnya dicatat di
kolom status TB pada Iktisar Perawatan HIV dan ART (follow-up).
� Mereka yang menunjukkan gejala dan tanda TB dicatat di buku daftar suspek
TB (TB 06), untuk kemudian dilakukan penegakan diagnosis TB (pemeriksaan
mikroskopis dahak, dll).
� Jika hasil pemeriksaan positif TB, pengobatan diberikan di unit layanan
terintegrasi ini dengan menggunakan OAT sesuai dengan program TB dan
dicatat di kartu pengobatan pasien TB (TB01), TB03 UPK serta di Iktisar
Perawatan HIV dan ART.
� Bila bukan TB, petugas tetap melakukan skrining gejala dan tanda TB secara
berkala pada setiap kunjungan.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia64
� Pengobatan ART dan follow up pasien juga diberikan di unit ini dan dicatat di
Iktisar Perawatan HIV dan ART (follow-up).
2) Pasien TB
� Semua pasien TB dinilai apakah memiliki faktor risiko HIV (tinggal di daerah
dengan epidemi HIV meluas, mempunyai perilaku berisiko, mempunyai
gejala klinis terkait HIV) dengan menggunakan formulir penilaian faktor
risiko HIV. Pasien TB yang memiliki faktor risiko ditawarkan KT HIV oleh
petugas. Jika pasien tidak menolak, petugas memberikan informasi
mengenai HIV atau melakukan pra-test HIV kemudian mengisiformulir
KTS/KTIPdan TB01 di bagian layanan KT HIV sukarela pada kolom tanggal
dianjurkan dan tanggal pra-tes konseling.
� Sebelum merujuk ke laboratorium untuk pemeriksaan HIV, petugas mengisi
formulir rujukan ke laboratorium.
� Setelah mendapatkan hasil tes HIV pasien TB, petugas mengisi hasil tes HIV
di formulir KTIP/KTS dan TB01 di kolom tempat tes, tanggal tes, hasil tes serta
tanggal pasca tes konseling.
� Jika hasil tes HIV positif, petugas mulai mengisi di iktisar perawatan HIV dan
ART kemudian diisikan ke register pra-ART. Petugas melakukan tatalaksana
TB dan HIV sesuai dengan pedoman.
� Pasien dengan hasil tes HIV negatif dipantau terus faktor risiko HIV. Dengan
mengingat terdapatnya window period, pertimbangkan untuk konseling dan
tes HIV ulang. Petugas melakukan tatalaksana TB sesuai dengan pedoman.
b. Model Layanan Paralel
Pada model ini,layanan TB dan layanan HIV berdiri sendiri-sendiri di Fasyankes yang
sama atau berbeda. Masing-masing layanan melaksanakan kolaborasi melalui sistem
rujukan yang disepakati.
1) Pasien TB di Unit DOTS
� Semua pasien TB di Unit DOTS dinilai apakah menunjukkan faktor risiko
HIV (tinggal di daerah dengan epidemi HIV meluas, mempunyai perilaku
berisiko, mempunyai gejala klinis terkait HIV) dengan menggunakan
formulir penilaian faktor risiko HIV. Pasien TB yang menunjukkan faktor
risiko ditawarkan KT HIV oleh petugas TB atau dirujuk ke layanan KT HIV
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia65
mengunakan formulir rujukan kolaborasi TB-HIV. Jika pasien TB dirujuk ke KT
HIV, maka KT HIV harus memberikan umpan balik hasil tes HIV ke unit DOTS.
� Setelah mendapatkan hasil tes HIV pasien TB, petugas di layanan DOTS
mencatat hasilnya di Formulir TB01 dan Register TB03 UPK.
� Pasien dengan hasil tes HIV positif dirujuk ke layanan PDP di RS rujukan ARV.
� Pasien dengan hasil tes HIV negatif dipantau terus faktor risiko HIV. Dengan
mengingat terdapatnya window period, pertimbangkan untuk KT HIV ulang.
� Pengobatan pasien TB tetap dilanjutkan oleh tim DOTS dan petugas TB di
unit DOTS mencatat di kartu pengobatan pasien TB (TB01) dan register TB03
UPK.
2) Klien di Layanan KT HIV
� Semua klien di layanan KT HIV dinilai apakah menunjukkan gejala dan tanda
TB dengan menggunakan formulir skrining gejala dan tanda TB. Mereka
yang menunjukkan gejala dan tanda TB dirujuk dengan menggunakan
formulir rujukan kolaborasi TB-HIV untuk dilakukan penegakan diagnosis
TB (pemeriksaan dahak, dll). Hasil pemeriksaan oleh unit DOTS harus
diberitahukan ke layanan KT HIV.
� Bila didiagnosis TB, pengobatan TB dilakukan di Unit DOTS dan dicatat oleh
petugas TB di formulir TB 01 serta di register TB03 UPK.
� Petugas di layanan KTS tetap memantau keadaan pasien TB dengan risiko
HIV.Dengan terdapatnya window period, pertimbangkan KT HIV ulang.
� Jika dilakukan KT HIV ulang dan hasilnya positif HIV maka pengobatan
TB dilakukan di unit DOTS dan penatalaksanaan selanjutnya dilakukan di
layanan PDP.
3) ODHA di Layanan PDP
� Semua ODHA di layanan PDP dinilai apakah menunjukkan gejala dan tanda
TB dengan menggunakan formulir skrining gejala dan tanda TB. Hasilnya
dicatat di kolom status TB pada Iktisar Perawatan HIV dan ART (follow-up).
Orang dengan HIV AIDS yang menunjukkan gejala dan tanda TB dirujuk
dengan menggunakan formulir rujukan kolaborasi TB-HIV untuk dilakukan
penegakan diagnosis TB (pemeriksaan mikroskopis dahak, dll). Hasil
pemeriksaan oleh unit DOTS harus diberitahukan ke layanan PDP.
� Bila didiagnosis TB, pengobatan TB dilakukan di Unit DOTS dan dicatat oleh
petugas TB di formulir TB 01 serta di register TB03 UPK. Petugas di layanan
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia66
PDP mencatat pengobatan TB pasien di Iktisar Perawatan HIV dan ART.
Petugas di layanan PDP dapat ikut memantau dan berkoordinasi dengan
unit DOTS mengenai pengobatan TB pasien, juga melakukan tatalaksana
selanjutnya untuk ODHA. Hasil follow-up selama pasien di dalam perawatan
HIV/ART dicatat di Iktisar Perawatan HIV dan ART (follow-up).
� Bila bukan TB, petugas tetap melakukan skrining gejala dan tanda TB secara
berkala pada setiap kunjungan.
Fasyankes TB dan HIV membuat laporan triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-
HIV. Fasyankes TB akan membuat laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi
TB-HIV – penurunan beban HIV pada TB. Fasyankes HIV akan membuat laporan
Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV – penurunan beban TB pada ODHA.
Fasyankes TB dan HIV akan mengumpulkan Laporan tersebut paling lambat tanggal
5 setiap awal triwulan berikutnya.
1. Mekanisme Pelaporan Kolaborasi TB-HIV di Tingkat Kabupaten/Kota
Pengelola program TB (Wasor) bertanggungjawab untuk pengumpulan data yang berasal
dari Fasyankes TB sesuai mekanisme pencatatan dan pelaporan yang berlaku dalam
program TB. Sedangkan pengelola program HIV bertanggungjawab untuk pengumpulan
data yang berasal dari PDP sesuai dengan mekanime pelaporan yang berlaku dalam
program HIV.
Pengelola Program HIV merekap laporan HIV di formulir Laporan Triwulan Pencapaian
Kegiatan Kolaborasi TB-HIV – penurunan beban TB pada ODHA dari Fasyankes dan
dipindahkan ke Formulir Rekapitulasi Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi
TB-HIV – penuruanan beban TB pada ODHA. Hasil rekapitulasi tersebut diserahkan ke
Pengelola Program TB (Wasor).
Demikian pula Pengelola Program TB (Wasor) merekap laporan TB di formulir Laporan
Triwulan Pencapaian kegiatan Kolaborasi TB-HIV – penurunan beban HIV pada TB dari
Fasyankes dan dipindahkan ke Rekapitulasi Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan
Kolaborasi TB-HIV – penurunan beban HIV pada TB.
Selanjutnya Pengelola Program TB (Wasor) mengirimkan laporan kolaborasi yang terdiri
dari dua formulir (Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV – Penuruanan
beban HIV pada TB dan Laporan formulir Laporan Triwulan Pencapaian kegiatan Kolaborasi
TB-HIV – penurunan beban HIV pada TB) ke Dinas Kesehatan Provinsi dengan diketahui
dan tandatangi oleh Kepala Bidang Pengendalian Penyakit (P2) paling lambat tanggal 10
pada awal triwulan berikutnya.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia67
2. Mekanisme pelaporan Kolaborasi TB-HIV di tingkat Provinsi
Dinas Kesehatan Provinsi dalam hal ini Pengelola Program TB (Wasor) dan Pengelola
Program HIV akan menerima yaitu:
� Rekapitulasi Laporan Triwulan Kolaborasi TB-HIV Penurunan Beban HIV pada TB dan
� Rekapitulasi Laporan Triwulan Kolaborasi TB-HIV – Penurunan Beban TB pada
ODHAdari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setiap 3 bulan.
Pengelola Program TB (Wasor) merekap data dari Kabupaten/Kota dan laporan tersebut
diketahui dan ditandatangi oleh Kepala Bidang P2 kemudian dikirimkan ke Direktur
PPML yang ditembuskan ke Subdit TB dan Subdit HIV paling lambat tanggal 15 setiap
awal triwulan berikutnya.
Gambar 4. Alur Pelaporan Kolaborasi TB-HIV
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia68
E. VARIABEL PELAPORAN KOLABORASI TB-HIV
Pelaporan kolaborasi TB-HIV terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pelaporan kolaborasi TB-HIV
dari unit TB dan bagian pelaporan kolaborasi TB-HIV dari Unit HIV.
1. Pelaporan kolaborasi TB-HIV dari Unit TB
Bagian Pelaporan kolaborasi TB-HIV dari TB terdiri dari 10 variabel. Pelaporan ini mengikuti
perhitungan kohort hasil pengobatan TB dan dilaporkan bersama dengan hasil pengobatan
TB (TB 08). Contoh: saat ini bulan April 2011, maka pelaporan kolaborasi TB-HIV dari unit TB
berasal dari pasien yang terdaftar selama triwulan 1 (Januari – Maret) 2010.
Definisi operasional masing-masing variabel dan petunjuk pengisian dijelaskan dalam
tabel berikut ini sedangkan untuk format pelaporan dapat dilihat pada lampiran.
a. Data pasien TB yang terdaftar
No VariabelDefinisi
OperasionalSumber
DataCara Mendapatkan data
1 Jumlah pasien TB yang tercatat
Jumlah seluruh pasien TB yang ditemukan dan tercatat pada triwulan yang dilaporkan
1. TB 01
2. TB 03 UPK
Di kartu pasien TB01, data tersebut terdapat dibagian depan kartu dengan melihat bulan pertama kali pasien mendapatkan OAT tanpa melihat pasien tersebut ODHA atau bukan ODHA.
Untuk mendapatkan data di buku register TB03 UPK, dilakukan dengan cara menghitung seluruh pasien yang tercatat di register TB03 UPK, tanpa melihat apakah pasien TB tersebut adalah ODHA atau bukan ODHA.
1.1 Jumlah pasien TB yang tercatat dan HIV positif sebelum pengobatan TB
Jumlah seluruh pasien TB yang ditemukan dan tercatat pada triwulan yang dilaporkan, dimana pasien TB
1. TB 01
2. TB 03 UPK
Dikartu pasien TB01, data tersebut terdapat di bagian belakang kartu dengan tulisan Riwayat tes HIV, dengan hasil riwayat tes HIV adalah Reaktif.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia69
tersebut sudah HIV positif terlebih dahulu sebelum dilakukan pengobatan TB
Dibuku register TB03 UPK, data tersebut dapat dikumpulkan dengan menghitung seluruh pasien TB pada kolom riwayat tes HIV (kolom 36) dengan hasil tes reaktif (informasinya bersumber dari rekapitulasi kartu pasien TB01)
b. Data konseling dan tes HIV pada pasien TB yang belum periksa HIV
Variabel no. 2 sampai dengan no.6 untuk menghasilkan angka-angka kegiatan tes HIV
pada pasien TB yang bukan ODHA, dimana kumpulan pasien TB ini merupakan bagian
dari pengurangan variabel no.1 dan no 1.1
No VariabelDefinisi
OperasionalSumber
DataCara Mendapatkan data
2. Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan di-tawarkan/dian-jurkan tes HIV (KTIP/KTS) selama pengo-batan TB
Jumlah seluruh pasien TB yang tercatat pada triwulan yang dilaporkan yang ditawarkan untuk tes HIV baik melalui KTIP maupun KTS dalam masa pengobat-an TB.
1. TB 01
2. TB 03 UPK
Menghitung seluruh pasien TB yang tercatat pada triwulan yang dilaporkan dan ditawarkan untuk tes HIV, dapat dihitung dari Kartu Pasien TB01 atau buku register TB 03 UPK.
Dikartu pasien TB01, data tersebut terdapat di kotak layanan konseling dan tes sukarela di kolom Tgl Dianjurkan.
Dibuku register TB 03 UPK, data tersebut didapat dengan menghitung tulisan tanggal di kolom pasien dianjurkan test HIV (kolom 37).
3. Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan
Jumlah seluruh pasien TB yang tercatat pada triwulan yang dilakukan dilaporkan yang mendapatkan
1. TB 01
2. TB 03 UPK
Dikartu pasien TB01, data tersebut terdapat di kotak layanan konseling dan tes sukarela di kolom Tgl Pre tes Konseling.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia70
No VariabelDefinisi
OperasionalSumber
DataCara Mendapatkan data
konseling HIV selama masa pengobatan TB
konseling pre tes HIV (KTS) atau mendapatkan pemberian informasi awal HIV (KTIP) selama dalam masa pengobatan TB.
3. Form VCT
4. Form KTIP
Dibuku register TB03 UPK, data tersebut didapat dengan menghitung tulisan tanggal di kolom tanggal pre tes konseling (kolom 38)
Catatan: Untuk KTIP, tanggal pre tes konseling sama dengan tanggal pemberian informasi.
4. Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan dilakukan tes HIV selama masa pengobat-an TB
Jumlah seluruh pasien TB yang tercatat pada triwulan yang dilaporkan yang dilakukan tes HIV selama masa pengobat-an TB.
2. TB 01
3. TB 03 UPK
4. Form VCT
5. Form KTIP
Dikartu pasien TB01, data tersebut terdapat di kotak layanan konseling dan tes sukarela di kolom Tgl. tes
Dibuku register TB03 UPK, data tersebut didapat dengan menghitung tulisan tanggal di kolom tanggal tes HIV (kolom 40)
5. Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut yang hasil tes HIV tercatat selama pengobatan TB
Jumlah seluruh pasien TB yang tercatat pada triwulan yang dilaporkan yang melakukan tes HIV selama pengobatan TB dan hasil tesnya diketa-hui dan dicatat di Kartu Pengobatan Pasien TB
1. TB 01
2. TB 03 UPK
3. Form KTIP
4. Form Jawaban rujukan dari klinik DOTS atau KTS/PDP
Dikartu pasien TB01, data tersebut terdapat di kotak layanan konseling dan tes sukarela di kolom Hasil tes, baik hasilnya reaktif, non reaktif, atau indeterminate.
Dibuku register TB 03 UPK, data tersebut didapat dengan menghitung tulisan yang ada di kolom hasil tes (kolom 41)
6. Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dengan
Jumlah seluruh pasien TB yang tercatat pada triwulan yang dilaporkan yang
1. TB 01
2. TB 03 UPK
3. Form KTIP
Dikartu pasien TB01, data tersebut terdapat di kotak layanan konseling dan tes sukarela di kolom Hasil tes dengan hasil reaktif.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia71
No VariabelDefinisi
OperasionalSumber
DataCara Mendapatkan data
hasil tes HIV positif selama pengobatan TB
melakukan tes HIV selama pengobatan TB dan hasil tesnya adalah reaktif
4. Form jawaban rujukan dari klinik DOTS atau KTS/PDP
Pada buku register TB 03 UPK, data tersebut didapat dengan menghitung tulisan R (berarti reaktif ) yang ada di kolom hasil tes (kolom 41)
c. Data Layanan Pasien TB dengan HIV positif
Variabel no 7 sampai dengan no 9 untuk menghasilkan data pengobatan yang
didapatkan oleh pasien TB yang juga HIV, baik status HIV nya diketahui sebelum masa
pengobatan TB atau diketahui selama masa pengobatan TB.
No VariabelDefinisi
OperasionalSumber
DataCara Mendapatkan data
7. Jumlah Pasien Ko-infeksi TB HIV
Jumlah pasien ko-infeksi TB-HIV yang tercatat pada triwulan yang dilaporkan, yang mendapat pengobatan TB, baik ODHA yang didiagnosis TB atau Pasien TB yang hasil tes HIV-nya reaktif.
Angka variabel ini merupakan penjumlahan variabel no 1.1 dan no 6
1. TB 01
2. TB 03 UPK
Dikartu pasien TB01, data tersebut terdapat: (1) di bagian belakang kartu dengan tulisan Riwayat tes HIV, dengan hasil riwayat tes HIV adalah Reaktif, dan (2) di kotak layanan konseling dan tes sukarela di kolom Hasil tes dengan hasil reaktif.
Pada buku register TB 03 UPK, data tersebut didapat dengan menghitung tulisan R (berarti reaktif ) yang ada di kolom hasil tes pada bagian riwayat tes HIV (kolom 36) dan hasil tes di bagian layanan KT HIV Sukarela (kolom 41)
8. Jumlah Pasien Ko-infeksi TB HIV yang mendapatkan ART
Jumlah pasien ko-infeksi TB-HIV yang tercatat pada triwulan yang dilaporkan
1. TB 01
2. TB 03 UPK
Dikartu pasien TB01, data tersebut terdapat di bagian belakang kartu di kotak Layanan PDP di kolom tanggal mulai ART.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia72
No VariabelDefinisi
OperasionalSumber
DataCara Mendapatkan data
, yang mendapat pengobatan TB dan ART
Pada buku register TB 03 UPK, data tersebut didapat dengan menghitung tulisan tanggal di kolom tanggal mulai ART (kolom 45)
9 Jumlah pasien ko-infeksi TB HIV yang mendapatkan PPK
Jumlah pasien ko-infeksi TB-HIV yang tercatat pada triwulan yang dilaporkan, yang mendapat pengobatan TB dan PPK
1. TB 01
2. TB 03 UPK
Dikartu pasien TB01, data tersebut terdapat di bagian belakang kartu di kotak Layanan PDP di kolom tanggal mulai PPK.
Pada buku register TB 03 UPK, data tersebut didapat dengan menghitung tulisan tanggal di kolom tanggal mulai PPK (kolom 44)
6. Pelaporan kolaborasi TB-HIV dari Unit HIV
Bagian Pelaporan kolaborasi TB-HIV dari unit HIV terdiri dari 10 variabel.Pelaporan ini
melaporkan kegiatan kolaborasi di Unit HIV 3 bulan yang lalu. Contoh: saat ini bulan April
2011, maka pelaporan kolaborasi TB-HIV di unit HIV berasal dari pasien HIV yang berkunjung
selama triwulan I (Januari – Maret) 2011.
Definisi operasional masing-masing variabel dan petunjuk pengisian dijelaskan dalam tabel
di bawah ini sedangkan untuk format pelaporan dapat dilihat pada lampiran.
No VariabelDefinisi
OperasionalSumber Data Cara Mendapatkan data
1 Jumlah ODHA yang berkunjung ke PDP
Jumlah ODHA yang mengunjungi layanan PDP pada satu triwulan
• Buku bantu ko-infeksi TB-HIV
Menghitung seluruh ODHA yang datang selama 1 triwulan di buku bantu ko-infeksi TB-HIV
Catatan :
ODHA yang berkunjung dalam triwulan dihitung 1 orang, walaupun ODHA tersebut datang berkali-kali
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia73
No VariabelDefinisi
OperasionalSumber Data Cara Mendapatkan data
2 Jumlah ODHA yang dikaji status TB nya
Jumlah ODHA yang pada saat kunjungan terakhir di triwulan tersebut dikaji status TB nya.
Hasil dari Kajian Status TB:
• Tulis angka 1 “ Tidak ada tanda gejala” apabila hasilnya tidak memiliki tanda dan gejala TB
• Tulis angka 2 “Suspek” apabila hasilnya menunjukan ada tanda dan gejala TB (kemungkinan terinfeksi TB)
• Tulis angka 3 “Dalam terapi” apabila ODHA yang datang sedang menjalani terapi TB
• Buku bantu ko-infeksi TB0HIV
• Ikhtisar perawatan
Melihat pengkajian status TB di Ikhtisar Perawatan (ringkasan 9 kolom status TB). Seorang ODHA dikatakan dikaji status TB nya apabila kolom status TB di Ikhtisar Keperawatan terisi angka 1 s/d 3.
Pindahkan informasi tersebut pada Buku Bantu ko-infeksi TB-HIV kolom “Kaji status TB”. Bila di ikhtisar Keperawatan tidak terisi angka, maka pindah informasi tersebut pada Buku Bantu Ko-infeksi TB-HIV dengan menuliskan angka 4.
Lalu hitung ODHA yang di kolom “Kaji status TB” yang mempunyai angka 1,2, dan 3 saat kunjungan terakhir di triwulan yang dilaporkan
Contoh:
ODHA datang dan dilakukan kajian status TB di bulan Januari dan Februari, tapi ketika datang di bulan Maret tidak dilakukan kajian status TB. Maka ODHA tersebut tidak dihitung sebagai ODHA yang dikaji status HIV nya dalam triwulan tersebut.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia74
No VariabelDefinisi
OperasionalSumber Data Cara Mendapatkan data
3 Jumlah ODHA dengan suspek TB
Jumlah ODHA yang pernah berkunjung ke PDP pada satu triwulan yang sama yang hasil kajian status TB nya adalah Suspek (2).
• Buku bantu ko-infeksi TB-HIV
• Ikhtisar perawatan
Jumlah ODHA Suspek TB didapat dengan menghitung ODHA yang statusnya 2 “Suspek TB” yang terdapat di Buku Bantu ko-infeksi TB-HIV kolom “kaji status TB”.
4 Jumlah ODHA yang diperiksa dahak mikroskopis
Jumlah ODHA yang pernah berkunjung ke PDP pada satu triwulan yang sama yang diperiksa dahak mikroskopis.
• Buku bantu ko-infeksi TB-HIV.
• Ikhtisar perawatan
Melihat hasil pemeriksaan Lab di Ikhtisar Perawatan (ringkasan 9 kolom hasil Lab). Status ODHA diperiksa dahak mikroskopis apabila kolom hasil Lab diisi dengan keterangan BTA (+) atau (-).
Pindahkan informasi tersebut pada Buku bantu ko-infeksi TB-HIV kolom “Pemeriksaan Sputum”
5 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Paru BTA (+)
Jumlah ODHA yang baru didiagnosis TB paru BTA (+) dan ODHA yang sedang dalam pengobatan karena TB paru BTA (+) pada satu triwulan yang sama
• Buku bantu ko-infeksi TB-HIV.
• Ikhtisar perawatan
Melihat status TB ODHA pada Ikhtisar Perawatan di ringkasan 9 (variabel hasil lab) dan hasil lab adalah BTA (+), atau ringkasan 7 (variabel klasifikasi TB) dan klasifikasi TB yang dipilih adalah TB paru dengan catatan TB paru BTA positif.
Di pencatatan Ikhtisar Perawatan ringkasan 7, pada klasifikasi TB paru sebaiknya selalu ditambahkan catatan tipe TB paru: BTA positif atau BTA negatif.
Pindahkan informasi tersebut pada Buku Bantu ko-infeksi TB-HIV kolom “TB Paru BTA positif”, lalu hitung di kolom tersebut yang menjawab ya.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia75
No VariabelDefinisi
OperasionalSumber Data Cara Mendapatkan data
6 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Paru BTA (-)
Jumlah ODHA yang baru didiagnosis TB paru BTA (-) foto toraks paru mendukung TB dan ODHA yang sedang dalam pengobatan karena TB paru BTA (-) pada satu triwulan yang sama
• Buku bantu ko-infeksi TB-HIV.
• Ikhtisar perawatan
Melihat status TB ODHA pada Ikhtisar Perawatan di ringkasan 9 (variabel hasil lab) dan hasil lab adalah BTA (-), atau ringkasan 7 (variabel klasifikasi TB) dan klasifikasi TB yang dipilih adalah TB paru dengan catatan TB paru BTA negatif.
Di pencatatan Ikhtisar Perawatan ringkasan 7, pada klasifikasi TB paru sebaiknya selalu ditambahkan catatan tipe TB paru: BTA positif atau BTA negatif.
Pindahkan informasi tersebut pada Buku Bantu ko-infeksi TB-HIV kolom “TB Paru BTA negatif”, lalu hitung di kolom tersebut yang menjawab ya.
7 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Ekstraparu
Jumlah ODHA yang baru didiagnosis TB ekstraparu dan ODHA yang sedang dalam pengobatan karena TB ekstraparu pada satu triwulan yang sama
• Buku bantu ko-infeksi TB-HIV.
• Ikhtisar perawatan
Melihat di Ikhtisar Keperawatan ringkasan 7 (variabel klasifikasi TB) dan klasifikasi TB yang dipilih adalah TB ekstraparu
Pindahkan informasi tersebut pada Buku bantu ko-infeksi TB-HIV kolom “TB ekstraparu”, lalu hitung di kolom tersebut yang menjawab ya.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia76
No VariabelDefinisi
OperasionalSumber Data Cara Mendapatkan data
8 Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB
Jumlah ODHA yang mendapatkan pengobatan TB ada satu triwulan yang sama
• Buku bantu ko-infeksi TB-HIV.
• Ikhtisar perawatan
Melihat status TB ODHA pada Ikhtisar Perawatan di ringkasan 9 variabel status TB (Status TB 3 – dalam terapi) dan ringkasan 7 variabel tanggal mulai terapi TB.
Status ODHA yang mendapat pengobatan TB apabila masa pengobatan TB masih dalam satu triwulan pelaporan
Pindahkan informasi tersebut pada Buku bantu ko-infeksi TB-HIV kolom “OAT”. Hitung ODHA yang kolom OAT nya terdapat tulisan “ya”
9 Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB dan ART
Jumlah ODHA yang mendapatkan pengobatan TB dan ART pada satu triwulan yang sama
• Buku bantu ko-infeksi TB-HIV.
• Ikhtisar perawatan
Melihat status TB ODHA pada Ikhtisar Perawatan di ringkasan 9 variabel status TB (Status TB 3 – dalam terapi) dan variabel obat ARV dan dosis yang diberikan.
Pindahkan informasi tersebut kedalam Buku bantu ko-infeksi TB-HIV ke kolom OAT dan ART. Kemudian hitung ODHA yang mendapatkan OAT dan ART di satu triwulan pelaporan.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia77
No VariabelDefinisi
OperasionalSumber Data Cara Mendapatkan data
10 Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB dan PPK
Jumlah ODHA yang mendapatkan pengobatan TB dan PPKpada satu triwulan yang sama
• Buku bantu ko-infeksi TB-HIV.
• Ikhtisar perawatan
Melihat status TB ODHA pada Ikhtisar Perawatan di ringkasan 9 variabel status TB (Status TB 3 – dalam terapi) dan variabel profilaksis kotrimoksazol.
Pindahkan informasi tersebut kedalam Buku bantu ko-infeksi TB-HIV ke kolom OAT dan PPK. Lalu hitung ODHA yang mendapatkan OAT dan PPK di satu triwulan pelaporan.
Format pelaporan TB-HIV untuk HIV khusus di triwulan 4 melaporkan dua (2) data yaitu data
triwulan 4 dan data selama setahun. Data selama setahun bukan merupakan penjumlahan
data dari triwulan 1 sampai triwulan 4 mengingat bahwa seorang ODHA dapat berkunjung
berkali-kali di setiap triwulan pelaporan.Oleh karena itu, data selama setahun merupakan
perhitungan dari setiap ODHA terkait dengan kegiatan TB-HIV nya selama satu tahun.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia78
Lam
pir
an F
orm
ulir
Pen
cata
tan
TB
TB.0
1
(Lem
bar
Muk
a)
____
____
____
____
____
__ '_
____
____
____
___
____
____
____
____
____
___
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
'___
____
____
___
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
__
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
___
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
___
____
____
___
____
____
____
____
____
___
____
____
____
____
___
____
___
____
____
____
____
____
___
____
____
____
____
___
____
____
___
____
____
____
____
____
___
____
____
____
____
___
____
___
____
____
____
____
____
___
____
____
____
____
___
____
____
___
____
____
____
____
____
_
:
tahu
nJe
nis
kela
min
UPK
Sw
asta
Baru
Paru
Gag
al
Alam
at L
engk
ap:
No.
Reg
. TB.
03 U
PK :
No.
Reg
. TB.
03 K
ab. :
Nam
a PM
OTe
lp.
Tahu
n:
PEN
ANG
GU
LAN
GAN
TB
NAS
ION
ALK
ARTU
PEN
GO
BAT
AN P
ASIE
N T
B
Kla
sifik
asi P
asie
n
:L
P
Alam
at L
engk
ap P
MO
:
TB.0
1
Nam
a Pa
sien
:Te
lp.
Nam
a U
nit P
elay
anan
Kes
ehat
an :
Extra
Par
uD
iruju
k ol
eh :
Belu
m p
erna
h/ k
uran
g da
ri 1
bula
nAn
ggot
a m
asya
raka
tTi
pe P
asie
nIn
isia
tif p
asie
n
Um
ur :
Loka
si :
Paru
t BC
G
:Je
las
Tida
k ad
a
Cat
atan
:(u
ntuk
has
il pe
mer
iksa
an la
in, m
isal
nya
ront
gen,
Bio
psi,
Kul
tur i
tem
,
Pern
ah d
ioba
ti le
bih
dari
1 bu
lan
Mer
aguk
an
UPK
Pem
erin
tah
Riw
ayat
pen
goba
tan
sebe
lum
nya
:
Tang
galKa
mbu
hPi
ndah
an
Lain
-lain
Sebu
tkan
BB
(kg)
BTA
*)
Hasi
l
skor
ing
TB a
nak,
dll)
Def
ault
Lain
-lain
, Seb
utka
n
Tang
gal
No. R
eg. L
ab
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
__
Bul
an k
eHa
sil P
emer
iksa
an D
ahak
Pem
erik
saan
kon
tak
seru
mah
:No
.Na
ma
L/P
Umur
Tang
gal P
emer
iksa
an1.
0 (a
wal
)2.
23.
34.
45.
5/6
Jeni
s O
bat
::
Kom
bipa
kKD
T (F
DC
)7/
8
mg/
hr
API.
TAHA
P IN
TENS
IF :
*) T
ulis
lah
1+, 2
+, 3
+ at
au N
eg s
esua
i den
gan
hasi
l pem
erik
saan
dah
akKa
tego
ri-1
Kate
gori-
2Ka
tego
ri an
akSi
sipa
n
4 KD
T (F
DC
) ta
blet
/hr
89
Bula
n1
23
Stre
ptom
icin
418
1910
1113
1415
1617
56
712
2627
2021
2223
Kete
rang
an
Beril
ah ta
nda
√ ji
ka p
asie
n da
tang
men
gam
bil o
bat a
tau
peng
obat
an d
ibaw
ah p
enga
was
an p
etug
as k
eseh
atan
.Be
rilah
tand
a “g
aris
luru
s m
enya
mbu
ng”
jika
obat
dib
awa
pula
ng d
an d
itela
n se
ndiri
diru
mah
.
2829
3031
2425
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia79
(Lem
bar
bel
akan
g)
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
___
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
___
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
___
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
___
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
____
_
Has
il Tes
HASI
L AK
HIR
PENG
OBA
TAN
:
I=
Inde
term
inat
e
Men
ingg
alPi
ndah
Gag
al
Laya
nan
Kons
elin
g da
n Te
st S
ukar
ela
Tgl.
Dia
njur
kan
Tgl.
Pre
Tes
Kons
elin
gTe
mpa
t Tes
Tgl.
Tes
R=
Reak
tif (P
ositif
)* H
asil t
est d
itulis
den
gan
kode
:NR
= No
n Re
aktif
(Neg
atif)
YaTi
dak
INR Tg
l. Po
st T
es
Kons
elin
g
CATA
TAN
:Ha
sil* :
____
__/_
____
_/__
____
_Ri
waya
t tes
HIV
:
RTg
l tes
HIV
tera
khir
:
II. T
AHAP
LAN
JUTA
N 34
5
Beril
ah ta
nda
√ p
ada
kota
k ya
ng s
esua
i jeni
s pa
duan
oba
t yan
g di
berik
an.
Kate
gori-
1Ka
tego
ri-2
Kate
gori
anak
2 KD
T (F
DC)
tabl
et/h
rEt
ham
buto
lta
blet
/hr
1819
78
910
11Ke
tera
ngan
1213
1415
1626
3031
2425
1727
2021
2223
Leng
kap
Defa
ult
Beril
ah ta
nda
√ jik
a pa
sien
data
ng m
enga
mbi
l oba
t ata
u pe
ngob
atan
dib
awah
pen
gawa
san
petu
gas
kese
hata
n.Be
rilah
tand
a “g
aris
luru
s pu
tus-
putu
s se
suai
har
i min
um o
bat”
jika
obat
dib
awa
pula
ng d
an d
itela
n se
ndiri
diru
mah
.
2829
6Bu
lan
12
(tulis
tang
gal d
alam
kot
ak y
ang
sesu
ai)
Laya
nan
PDP
(Per
awat
an, D
ukun
gan
& Pe
ngob
atan
)
Tgl.
Mul
ai
PPK
Tg
l. M
ulai
AR
TTg
l. R
ujuk
an P
DP
Sem
buh
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia80
TB.02
(Lembar Muka)
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia81
(Lembar Belakang)
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia82
TB.0
4
TB. 03
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia84
TB.0
4
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia85
TB.05
PROGRAM TB NASIONAL
TB.05
FORMULIR PERMOHONAN LABORATORIUM TB UNTUK PEMERIKSAAN DAHAK Nama UPK : No.Telp.:
Nama tersangka/pasien : Umur tahun
Jenis kelamin : L P Alamat lengkap :
Kab/Kota :
Propinsi : Alasan pemeriksaan: Diagnosa
Klasifikasi penyakit Follow up
Paru 1. Akhir tahap awal
Ekstraparu Lokasi : 2. Akhir sisipan
3. 1 bulan sebelum AP
No. identitas sediaan 4. Akhir pengobatan (AP)
(sesuai dengan TB.06) No.Reg.TB kab/kota:
/ /
Tgl.pengambilan dahak terakhir:
Tgl.pengiriman sediaan Tanda tangan pengambil sediaan Secara visual dahak tampak:
Nanah lendir : S Bercak darah : S Air liur : S
P P P
S S S
HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM No. Register Lab. (sesuai dengan TB.04) :
Tanggal Pemeriksaan Spesimen dahak * Hasil **
A (Sewaktu) +++ ++ + 1-9 *** Neg
B (Pagi)
C (Sewaktu)
*) Diisi sesuai kode huruf sesuai identitas sediaan Diperiksa oleh **) Beri tanda rumput pd hasil yg sesuai Tanda tangan pemeriksa, ***) Isi dengan jumlah BTA yang ditemukan (………………………………)
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia86
TB.0
6
DA
FTAR
TER
SANG
KA P
ENDE
RITA
(SUS
PEK)
YAN
G DI
PERI
KSA
DAHA
K SP
S
Bula
n …
……
……
……
… T
ahun
……
…..
No
Ta
ngga
l di
dafta
r
No.
Iden
titas
Se
diaa
n Da
hak
Nam
a Le
ngka
p Te
rsan
gka
Pasie
n
Umur
Al
amat
Le
ngka
p
Tang
gal
Peng
ambi
lan
Daha
k
Tang
gal
Peng
irim
an
Sedi
aan
Daha
k ke
La
b
Tang
gal
Hasil
Di
pero
leh
Hasil
Pe
mer
iksaa
n No
Re
g La
b
Bila
di-
diag
nosis
TB
, Tul
is Ta
ngga
l Pe
mbu
atan
Ka
rtu
TB.0
1
No
Reg
ART
St
atus
HI
V
Ke
te-
rang
-an
L
P A
B C
A B
C (1
) (2
) (3
) (4
) (5
) (6
) (7
) (8
) (9
) (1
0)
(11)
(1
2)
(13)
(1
4)
(15)
(1
6)
(17)
(1
8)
(19)
(20)
Cata
tan:
1.
Ta
ngga
l did
afta
r : d
iisi d
enga
n ta
ngga
l pen
gam
bilan
dah
ak S
ewak
tu y
ang
perta
ma.
2.
No
. Ide
ntita
s se
diaa
n da
hak
ditu
lis d
enga
n : N
o ko
de K
ab (1
4) /
no u
rut U
PK/R
S (3
1)-k
ode
Poli
paru
(1) /
No
urut
(121
) ses
uai n
o pa
da k
olom
1.
3.
A =
Slid
e da
hak
sewa
ktu
perta
ma
; B =
Slid
e da
hak
pagi
; C
= Sl
ide
daha
k se
wakt
u ke
dua
4.
No: I
si no
mor
uru
t 3 d
igit,
dim
ulai
den
gan
001
pada
set
iap
perm
ulaa
n ta
hun.
5.
No
mor
Iden
titas
Sed
iaan
Dah
ak :
Tulis
ses
uai d
enga
n Fo
rm T
B.05
6.
Ta
ngga
l Pen
girim
an S
edia
an D
ahak
ke
Lab
= di
isi s
ama
deng
an ta
ngga
l did
afta
r. 7.
Ta
ngga
l Has
il Dip
erol
eh :
diisi
den
gan
tang
gal t
erak
hir p
emer
iksaa
n.
8.
Hasil
Pem
eriks
aan
: Tul
is ha
sil p
emba
caan
sed
iaan
ses
uai k
olom
nya,
neg
unt
uk n
egat
if da
n 1+
, 2+
dst.
untu
k ha
sil p
ositif
. A u
ntuk
A u
ntuk
dah
ak s
ewak
tu p
erta
ma,
B u
ntuk
dah
ak p
agi,
dan
C un
tuk
daha
k se
wakt
u ke
dua.
9.
No
mor
Reg
. Lab
: Tu
lis N
o. R
egist
er L
ab s
esua
i den
gan
form
TB.
04 y
ang
ada
pada
TB.
05 b
agia
n ba
wah
(has
il pem
eriks
aan
Lab)
. 10
. No
. Reg
ART
: Tul
is No
. Reg
ister
ART
11
. St
atus
HIV
: Tu
lis N
R =
bila
Non
Rea
ktif
(Neg
atif)
; RR
= Re
peat
ed R
eakt
if (2
x re
aktif
), IR
= In
itial R
eakt
if (1
x re
aktif
); 3T
R =
3 x.
PROG
RAM
TB
NASI
ONAL
TB
.06
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia87
TB.09
PROGRAM TB NASIONAL TB.09
FORMULIR RUJUKAN / PINDAH PASIEN TB Nama instansi pengirim : Telp.
Nama instansi yang dituju : Telp.
Nama pasien :
Jenis kelamin : L P Umur thn
Alamat lengkap :
No Reg TB Kab/Kota :
Tanggal mulai berobat : - - Jenis Paduan OAT: Klasifikasi/Tipe Pasien:
Kategori 1 Kasus baru (BTA positif)
Kategori 2 Kasus Kambuh/Default/Gagal
Kategori Anak Lain-lain (a.l. Kronik)
Lain-lain, sebutkan: Kasus baru (BTA negatif / Rontgen pos)
Pindahan Jumlah dosis (obat) yg sudah diterima:
Tahap awal : dosis Tahap lanjutan : dosis
Pemeriksaan ulang dahak terakhir:
Tanggal : - - Hasil
, Tgl. ( )
UNTUK DI ISI DAN DIKEMBALIKAN KE UNIT PENGIRIM:
Nama pasien : No Reg TB Kab/Kota:
Jenis kelamin : L P Umur thn
Tgl. pasien melapor : - -
Nama Unit Pelayanan Kesehatan (tempat berobat baru)
Telp.
, Tgl. ( )
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia88
TB.10
PROGRAM TB NASIONAL TB.10
FORMULIR HASIL AKHIR PENGOBATAN PASIEN TB PINDAHAN Nama pasien : (sesuai dgn TB.09)
Jenis kelamin : L P Umur thn
Alamat lengkap :
(sesuai dgn TB.09)
No Reg Kab/Kota asal pasien : (sesuai dgn TB.09)
Tgl. mulai berobat di tempat asal : - - (sesuai dgn TB.09) Jenis Paduan OAT: Klasifikasi/Tipe Pasien:
Kategori 1 Sembuh
Kategori 2 Pengobatan lengkap
Kategori Anak Default
Lain-lain, sebutkan: Gagal
Pindah
Meninggal Keterangan:
, Tgl. ( ) Kepada Yth.
di
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia89
Lam
pir
an F
orm
ulir
HIV
Hal
aman
1Nama : ..................................... No Register :
IKH
TISA
R P
ERA
WAT
AN
HIV
DA
N T
ERA
PI A
NTI
RET
RO
VIR
AL
(AR
T)
(Dis
isip
kan
dala
m re
kam
med
is p
asie
n da
n di
sim
pan
di In
stal
asi R
ekam
Med
is)
1. D
ata
Iden
titas
Pas
ien
5.
Pem
erik
saan
Klin
is d
an L
abor
ator
ium
No.
Reg
iste
r Nas
iona
l:
R
iway
at A
lerg
i Oba
t
Jeni
s ke
lam
in :
□ L
□
P
Um
ur :
......
......
.. ta
hun/
bula
n
......
......
......
......
......
......
......
.....
Nam
a P
enga
was
Min
um O
bat (
PMO
) :
Hub
unga
nnya
dgn
pas
ien:
.....
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
.
Ala
mat
dan
no.
Tel
p. P
MO
:
Tang
gal k
onfir
mas
i tes
HIV
+:
Te
mpa
t:
Entr
y po
int :
1-K
IA 2
-Raw
at J
alan
(TB
, Ana
k, P
enya
kit D
alam
, IM
S, la
inny
a …
……
.),
3
-Raw
at In
ap, 4
-Pra
ktek
Sw
asta
, 5-J
angk
auan
(ID
U, P
SK, L
SL, .
......
....),
6-L
SM, 7
-Dat
ang
send
iri
8
-Lai
nnya
, ura
ikan
……
……
……
……
……
…
(B
eri t
anda
x d
an/a
tau
lingk
ari u
ntuk
yan
g se
suai
, unt
uk y
ang
lain
nya
diur
aika
n)
□ P
asie
n di
ruju
k m
asuk
dar
i klin
ik la
in:
1.
Tan
pa A
RT;
2. D
enga
n A
RT
Nam
a kl
inik
seb
elum
nya:
.....
......
......
......
......
......
......
Tg
l Ruj
uk M
asuk
(RM
): ...
......
......
......
......
......
Ta
ng
gal
(hh/
bb/tt
)
Stad
W
HO
BB
Stat
us
Fung
sion
al
1 =
Kerja
, 2
= A
mbu
lato
ri,
3 =B
arin
g
Jum
lah
CD
4 (C
D4
% p
d an
ak2 )
Lain
-lain
Kun
jung
an p
erta
ma
Mem
enuh
i sya
rat
med
is
utk
AR
T
S
aat m
ulai
AR
T
S
etel
ah 6
bul
an A
RT
Set
elah
12
bula
n A
RT
Set
elah
24
bula
n A
RT
6. T
erap
i Ant
iretr
ovira
l (A
RT)
Nam
a re
jimen
AR
T or
isin
al
1 - A
ZT+3
TC+N
VP
2 - A
ZT+3
TC+E
FV
3 - T
DF+
3TC
+NV
P 4
- TD
F+3T
C+E
FV
5 - .
......
......
......
..
SUB
STIT
USI
dal
am li
ni-1
, SW
ITC
H k
e lin
i -2,
STO
P
Tgl
Subs
titus
i Sw
itch
Stop
R
esta
rt A
lasa
n N
ama
rejim
en b
aru
2. R
iway
at P
ribad
i
(Pili
h sa
lah
satu
) 3.
Riw
ayat
Kel
uarg
a (P
ilih
sala
h sa
tu)
Alas
an S
UBS
TITU
SI/S
WIT
CH: 1
toks
isita
s/ef
ek s
ampi
ng, 2
ham
il, 3
risi
ko h
amil,
4 T
B ba
ru, 5
Ada
oba
t bar
u, 6
sto
k ob
at h
abis
, 7
alas
an la
in (u
raik
an)
Alas
an h
anya
unt
uk S
WIT
CH
: 8 g
agal
pen
goba
tan
seca
ra k
linis
, 9 g
agal
imun
olog
is, 1
0 ga
gal v
irolo
gis
Pen
didi
kan
0-Ti
dak
seko
lah
1-S
D
2-S
MP
3-
SM
U
4-A
kade
mi
5-U
nive
rsita
s
Sta
tus
pern
ikah
an
□ M
enik
ah □
Bel
um m
enik
ah □
Jan
da/D
uda
Alas
an S
TOP:
1 to
ksis
itas/
efek
sam
ping
, 2 h
amil,
3 g
agal
pen
goba
tan,
4 a
dher
ens
buru
k, 5
sak
it/M
RS,
6
stok
oba
t hab
is, 7
kek
uran
gan
biay
a, 8
kep
utus
an p
asie
n la
inny
a, 9
lain
-lain
7. P
engo
bata
n TB
sel
ama
pera
wat
an H
IV
Sta
tus
Pek
erja
an
0-Ti
dak
beke
rja
1-B
eker
ja
Nam
a H
ub
Um
ur
HIV
+/
- A
RT
ya/td
k N
o.R
eg.N
as.
Kla
sifik
asi T
B (p
ilih)
1. T
B p
aru
2. T
B e
kstra
par
u: lo
kasi
……
……
….
Rej
imen
TB
1. K
ateg
ori I
2.
Kat
egor
i II
3. K
ateg
ori a
nak
Tem
pat p
engo
bata
n TB
:
Kab
upat
en: _
____
____
____
____
___
Nam
a sa
rana
kes
ehat
an:_
____
____
____
__
No
Reg
.TB
Kab
upat
en/K
ota:
____
____
____
_ Fa
ktor
Ris
iko
1-H
eter
osek
sual
2-
Hom
osek
sual
3-
Bis
eksu
al
4-P
erin
atal
5-
Tran
sfus
i Dar
ah
6-N
AP
ZA s
untik
7-
Lain
2, u
raik
an …
…..
Tipe
TB
1. B
aru
2.
Kam
buh
3
Def
ault
4.
Gag
al
Tgl.
mul
ai te
rapi
TB
:
(hh/
bb/tt
) Tg
l. se
lesa
i ter
api T
B:
(h
h/bb
/tt)
4. R
iway
at te
rapi
ant
iretr
ovira
l 8.
Akh
ir Fo
llow
-up
Pern
ah m
ener
ima
ART?
1.
Ya
2 T
idak
Jika
ya:
1. P
MTC
T 2.
AR
T 3.
PPP
Te
mpa
t AR
T du
lu: 1
. RS
Pem
2. R
S S
was
ta 3
.PK
M
Men
ingg
al d
unia
Tg
l. m
enin
ggal
dun
ia:
Gag
al fo
llow
-up
(> 3
bul
an)
Tgl.
Kun
jung
an te
rakh
ir:
Ruj
uk K
elua
r Tg
l:
Klin
ik: b
aru
N
ama,
dos
is A
RV
& la
ma
peng
guna
anny
a:
IKH
TISAR
PERAW
ATAN
HIV D
AN
TERA
PI AR
VIK
HTISA
R PER
AWATA
N H
IV DA
N A
RT
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia90
Hal
aman
2IK
HTISA
R PER
AWATA
N H
IV DA
N TER
API A
RV
IKH
TISAR
PERAW
ATAN
HIV D
AN
AR
T (Follow up)
9. F
OLL
OW
-UP
PER
AW
ATAN
PAS
IEN
& T
ERAP
I AN
TIR
ETR
OVI
RAL
1
2 3
4 5
6 7
8 9
10
11
12
13
14
15
16
17
Tgl.
follo
w-
up
Ren
cana
tg
l. ku
njun
gan
y.a.
d.
BB
(k
g)
& T
B
untu
k an
ak
Stat
us
Fung
sion
al
1. K
erja
, 2.
Am
bula
tori
3. B
arin
g
Stad
.W
HO
Ham
il (y
a/td
k)
atau
m
etod
e K
B
Infe
ksi
opor
tuni
stik
(K
ode)
O
bat u
ntuk
IO
Stat
us
TB
Prof
ilaks
is
kotr
imok
sazo
l O
bat A
RV
dan
dosi
s yg
dib
erik
an
Adhe
renc
e AR
T 1
(>95
%),
2 (8
0-95
%),
3 (<
80%
)
Efek
sa
mpi
ng
ART
(K
ode)
Jum
lah
CD
4 H
asil
Lab
Dib
erik
an
kond
om
Ya/T
idak
/ Ti
dak
ada
Ruj
uk k
e sp
esia
lis
atau
MR
S D
osis
per
har
i
Petu
njuk
dan
kod
e:
Tang
gal:
Tulis
tang
gal k
unju
ngan
yan
g se
bena
rnya
sej
ak k
unju
ngan
per
tam
a pe
raw
atan
HIV
A
dher
ence
AR
T: P
erik
sala
h ad
here
nce
dgn
men
anya
kan
apak
ah p
asie
n m
elup
akan
dos
is o
bat.
Tulis
kan
perk
iraan
ting
kat a
dher
ence
, mis
alny
a 1
(>95
%) =
< 3
dos
is lu
pa d
imin
um d
lm 3
0 ha
ri; 2
(80-
95%
) = 3
- 12
dos
is lu
pa d
imin
um d
lm 3
0 ha
ri; 3
(< 8
0%) =
>12
dos
is lu
pa d
imin
um d
lm 3
0 ha
ri.
Stat
us T
B: 1
. Tdk
ada
gej
ala/
tand
a TB
; 2. S
uspe
k TB
(ruj
uk k
e kl
inik
DO
TS a
tau
pem
erik
saan
spu
tum
); 3.
Dal
am te
rapi
TB
Efek
sam
ping
: Tu
liska
n >
1 ko
de −
R=R
uam
kul
it; M
ua=m
ual;
Mun
=Mun
tah;
D=D
iare
; N=N
euro
pati;
Ikt=
Ikte
rus;
An=
Ane
mi;
Ll=L
elah
; SK
=Sak
it ke
pala
; Dem
=Dem
am; H
ip=H
iper
sens
itifit
as; D
ep=D
epre
si;
P=P
ankr
eatit
is; L
ip=L
ipod
istro
fi;
Nga
n=M
enga
ntuk
; Ln=
Lain
2 − U
raik
an
Infe
ksi O
port
unis
tik: T
ulis
kan
> 1
kode
− K
andi
dias
is (K
); D
iare
cry
ptos
porid
ia (D
); M
enin
gitis
cry
ptoc
ococ
al (C
r); P
neum
onia
P
neum
ocys
tis (P
CP
); C
ytom
egal
oviru
s (C
MV
); P
enic
illio
sis
(P);
Her
pes
zost
er (Z
); H
erpe
s si
mpl
eks
(S);
Toxo
plas
mos
is (T
); H
epat
itis
(H);
Lain
2 -ura
ikan
.
Nama : ..................................... No Register :
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia91
56
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia92
57
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia93
58
Buku Ban
tu Ko-‐infeksi TB-‐HIV
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia94
Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV Penurunan beban TB pada ODHA
Provinsi : Fasyankes : Kabupaten/Kota : Triwulan : Tahun Tanggal pelaporan :
No Variabel Jumlah dalam triwulan
Jumlah dalam setahun *
1 Jumlah ODHA yang berkunjung ke PDP
2 Jumlah ODHA yang dikaji status TB nya
3 Jumlah ODHA yang suspek TB
4 Jumlah ODHA yang diperiksa dahak mikroskopis
5 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Paru BTA (+)
6 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Paru BTA (-)
7 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Ekstraparu
8 Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB
9 Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB dan ART
10 Jumlah ODHA yang mendapatkan pengobatan TB dan PPK
* Cara menghitung jumlah dalam setahun dapat dilihat pada panduan penghitungan variabel TB-HIV di Unit HIV. Kolom “jumlah dalam setahun” diisi pada pelaporan triwulan ke-4.
Mengetahui Pembuat Laporan
Fasyankes HIV
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia95
Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV Penurunan beban TB pada ODHA
Provinsi : Jumlah Fasyankes : Kabupaten/Kota : Triwulan : Tahun Tanggal pelaporan :
No Variabel Jumlah dalam triwulan
Jumlah dalam setahun *
1 Jumlah ODHA yang berkunjung ke PDP
2 Jumlah ODHA yang dikaji status TB nya
3 Jumlah ODHA yang suspek TB
4 Jumlah ODHA yang diperiksa dahak mikroskopis
5 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Paru BTA (+)
6 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Paru BTA (-)
7 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Ekstraparu
8 Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB
9 Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB dan ART
10 Jumlah ODHA yang mendapatkan pengobatan TB dan PPK
*Kolom “jumlah dalam setahun” diisi pada pelaporan triwulan ke-4.
Mengetahui Pembuat Laporan
Kabupaten/Kota
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia96
Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV Penurunan beban TB pada ODHA
Nama Provinsi : Tanggal pelaporan : Jumlah Kabupaten/Kota : Triwulan : Tahun Jumlah Fasyankes :
No Variabel Jumlah dalam triwulan
Jumlah dalam setahun *
1 Jumlah ODHA yang berkunjung ke PDP
2 Jumlah ODHA yang dikaji status TB nya
3 Jumlah ODHA dengan suspek TB
4 Jumlah ODHA yang diperiksa dahak mikroskopis langsung
5 Jumlah ODHA yang BTA negatif dilakukan pemeriksaan foto toraks
6 Jumlah ODHA dengan TB Paru BTA (+)
7 Jumlah ODHA dengan TB Paru BTA (-)
8 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Ekstraparu
9 Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB
10 Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB dan ART
*Kolom “jumlah dalam setahun” diisi pada pelaporan triwulan ke-4.
Mengetahui Pembuat Laporan
Provinsi
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia97
Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV
Penurunan beban HIV pada pasien TB
Pasien TB yang tercatat dalam triwulan ………. tahun ………. Bulan………………. s/d ………………. Provinsi :_________________ Fasyankes DOTS : _________________ Kabupaten/Kota :_________________ Tanggal Pengumpulan Laporan : _________________
No Variabel Jumlah
1 Jumlah pasien TB yang tercatat
1.1 Jumlah pasien TB yang tercatat dengan status HIV positif sebelum pengobatan TB
Data konseling dan tes HIV pada pasien TB yang belum periksa HIV
2 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan ditawarkan/dianjurkan tes HIV (KTIP/KTS) selama pengobatan TB
3 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan dilakukan konseling HIV selama masa pengobatan TB
4 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan dilakukan tes HIV selama masa pengobatan TB
5 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut yang hasil tes HIV tercatat selama pengobatan TB
6 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dengan hasil tes HIV positif selama pengobatan TB
Data Pengobatan Pasien TB yang HIV positif
7 Jumlah pasien TB yang HIV positif
8 Jumlah pasien TB yang HIV positif dan mendapatkan ART
9 Jumlah pasien TB yang HIV positif dan menerima PPK
Mengetahui Pembuat Laporan
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia98
Rekapitulasi Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV Penurunan beban HIV pada pasien TB
Pasien TB yang tercatat dalam triwulan ………. tahun ………. Bulan………………. s/d ………………. Provinsi :_________________ Jumlah Fasyankes DOTS : _______ Kabupaten/Kota :_________________ Jumlah Fasyankes DOTS yang melaporkan : _______
Tanggal Pengumpulan Laporan : _______________
No Variabel Jumlah
1 Jumlah pasien TB yang tercatat
1.1 Jumlah pasien TB yang tercatat dan HIV positif sebelum pengobatan TB
Data konseling dan tes HIV pada pasien TB yang belum periksa HIV
2 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan ditawarkan/dianjurkan tes HIV (KTIP/KTS) selama pengobatan TB
3 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan dilakukan konseling HIV selama masa pengobatan TB
4 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan dilakukan tes HIV selama masa pengobatan TB
5 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut yang hasil tes HIV tercatat selama pengobatan TB
6 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dengan hasil tes HIV positif selama pengobatan TB
Data koinfeksi TB HIV pada pasien TB
7 Jumlah Pasien Koinfeksi TB HIV
8 Jumlah Pasien Koinfeksi TB HIV yang mendapatkan ART
9 Jumlah pasien koinfeksi TB HIV yang menerima PPK
Mengetahui Pembuat Laporan
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia99
Rekapitulasi Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV Penurunan beban HIV pada pasien TB
Pasien TB yang tercatat dalam triwulan ………. tahun ………. Bulan………………. s/d ………………. Provinsi :_________________ Jumlah Fasyankes DOTS : _______ Jumlah Fasyankes DOTS yang melaporkan : _______ Tanggal Pengumpulan Laporan : _______________
No Variabel Jumlah
1 Jumlah pasien TB yang tercatat
1.1 Jumlah pasien TB yang tercatat dan HIV positif sebelum pengobatan TB
Data konseling dan tes HIV pada pasien TB yang belum periksa HIV
2 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan ditawarkan/dianjurkan tes HIV (KTIP/KTS) selama pengobatan TB
3 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan dilakukan konseling HIV selama masa pengobatan TB
4 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan dilakukan tes HIV selama masa pengobatan TB
5 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut yang hasil tes HIV tercatat selama pengobatan TB
6 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dengan hasil tes HIV positif selama pengobatan TB
Data koinfeksi TB HIV pada pasien TB
7 Jumlah Pasien Koinfeksi TB HIV
8 Jumlah Pasien Koinfeksi TB HIV yang mendapatkan ART
9 Jumlah pasien koinfeksi TB HIV yang menerima PPK
Mengetahui Pembuat Laporan
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia100
55
Lampiran Formulir Pencatatan TB-‐HIV
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia101
Lampiran Formulir Pencatatan TB-HIV
Lampiran 1. Contoh Data TB Dan HIV yang dapat digunakan untuk Mengkaji Epidemi TB-HIV.
Data TB Data HIV
• Kasus TB menurut tipe
• Hasil pengobatan TB menurut tipe
• Data kasus TB pada usia tertentu
• Angka Multi-drug resistant (MDR) TB - Kasus MDR primer
- Kasus MDR sekunder
• Proporsi kasus TB yang HIV positif
• Prevalensi penyakit terkait HIV pada pasien TB
• Persepsi masyarakat tentang hubungan antara TB dan HIV
• Persepsi masyarakat tentang pengobatan TB pada ODHA
• Riset Operasional
• Angka HIV dapat diperoleh antara lain dari:- Data surveilans sentinel
- Pengunjung klinik Antenatal
- Pasien HIV dengan TB
- Donor darah
- Pengunjung klinik IMS
- Kunjungan RS
- Penasun
- Penerimaan baru TNI dan Polri
- Jika memungkinkan ada kohort distribusi usia sebagai indikator insiden pada remaja
• Jumlah kasus AIDS
• Jumlah layanan Konseling dan Tes HIV
• Jumlah pasien yang mengakses layanan Konseling dan Tes HIV
• Pengetahuan, perilaku, dan kebiasaan masyarakat terkait cara penularan dan pencegahan HIV
• Pengalaman program perawatan di rumah
• Pendekatan multi-sektoral
• Riset Operasional
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia102
Lampiran 2. Daftar TIlik Supervisi dan Bimtek
DAFTAR TILIK SUPERVISI KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV
DI UNIT PELAYANAN KESEHATAN
I. DATA DASAR
A. Data Umum UPK
1. Nama UPK
2. Alamat
3. No. Telpon/fax/email
4. Kab/Kota
5. Propinsi
6. Nama Direktur/Kepala UPK
7. Petugas/Pejabat yang ditemui
(nama, tugas/kedudukan, no telp)
8. Yang melakukan supervisi (Nama, Jabatan & Instansi)
9. Tanggal Kunjungan
B. Sumber daya dalam kegiatan TB-HIV
1. Jumlah petugas yg dilatih TB-HIV
No. UNIT HIV Jumlah tenaga
Jumlah yang
masih aktif
Jenis pelatihan dan tahun dilatih
VCT IMAI CST TB-HIV PMTCT Lab
HIVFarmasi
ARV MK RR ARV IMS UP
1 Dokter
2 Perawat/paramedis
3 Laboratorium
4 Konselor
5 Petugas pencatatan/pelaporan
6 Farmasi
KETERANGAN:
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia103
No. UNIT DOTS Jumlah tenaga
Jumlah yang masih aktif
Jenis pelatihan dan tahun dilatih
DOTS VCT TB-HIV
1. Dokter
2. Perawat/paramedis
3 Laboratorium
4 Petugas pencatatan/pelaporan
5 Lain-lain (apoteker, dll)
Keterangan:
2. Logistik TB-HIV
Apakah tersedia: Ya Tidak Keterangan
1. Logistik TB 1) Reagensia
2) Pot dahak
3) Kaca sediaan (slide)
4) Kotak slide/slide box
5) Obat anti TB (OAT)
a) Program
b) Non-program (sumber lain)
6) Formulir/register TB
7) Formulir rujukan ke VCT
8) KIE TB-HIV
£
£
£
£
£
£
£
£
£
£
£
£
£
£
£
£
£
£
£
£
Ya Tidak Keterangan
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia104
1. Logistik HIV 1) Reagensia
2) Obat ARV
3) OAT
4) Kotrimoksazol
5) Obat IO lain
6) Formulir/register HIV
7) Kondom
8) Formulir Skrining Gejala TB
9) Formulir/register TB
10) KIE TB-HIV
£
£
£
£
£
£
£
£
£
£
£
£
£
£
£
£
£
£
£
£
2. Sumber pendanaan untuk pengadaan logistik obat dan lab?
£ APBD1/Propinsi
£ APBD2/Kab/Kota
£ APBN/Pusat
£ Bantuan luar negeri: ________
£ Swadana
£
£
£
£
£
£
£
£
£
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia105
II. KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV di UPK
A. Manajemen Kolaborasi TB-HIV
A. Membangun Mekanisme kolaborasi
1. Tim/pokja untuk kegiatan TB-HIV Ya Tidak Keterangan
1.1 Apakah sudah terbentuk tim? Kapan tahun dibentuknya Tim dan apakah ada SK? (Lampirkan jika ada)
a. Tim HIV (Tuliskan nama petugas yang terlibat di Tim HIV. Tuliskan juga telepon/HP/email, untuk memperlancar komunikasi)
b. Tim TB Tuliskan nama petugas yang terlibat di Tim TB. Tuliskan juga telepon/HP/email, untuk memperlancar komunikasi
c. Tim TB-HIV Tuliskan nama petugas yang terlibat di Tim TB-HIV. Tuliskan juga telepon/HP/email, untuk memperlancar komunikasi
Bila tidak, jelaskan alasannya? Dan kapan rencana akan dibentuk?
1.2 Apakah ada koordinator TB-HIV? Jika ya, sebutkan siapa?
1.3 Apakah pembentukan tim TB-HIV didukung dengan SK Direktur/Kepala UPK/Kepala Dinas Kesehatan setempat?
Jika ya, lampirkan SK nya.
1.4 Apakah ada uraian tugas secara tertulis untuk setiap anggota tim TB-HIV?
Jika ya, lampirkan.
2 Melaksanakan surveilans TB-HIV Ya Tidak Keterangan
2.1 Apakah ada dokumen/catatan atau laporan mengenai kasus pasien TB dengan HIV di unit TB?
Untuk detailnya, cek silang dengan dokumen yang ada di poliklinik.
2.2 Apakah ada dokumen/catatan atau laporan mengenai kasus ODHA dengan IO TB di unit Layanan HIV?
Untuk detailnya, cek silang dengan dokumen yang ada di poliklinik.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia106
3 Mengadakan perencanaan bersama TB-HIV Ya Tidak Keterangan
3.1. Apakah ada pertemuan kolaborasi TB-HIV secara berkala?
Lihat notulensi pertemuan.
3.2 Apakah ada rencana kerja TB-HIV? Lihat dokumen tertulis mengenai rencana kerja TB-HIV
3.3 Apakah ada alokasi anggaran dari UPK untuk kegiatan TB-HIV (misalnya untuk logistik mis. obat, reagen, untuk pelatihan dan pertemuan berkala, dll)
4 Monitoring dan evaluasi Ya Tidak Keterangan
4.1 Apakah dilakukan monitoring bersama mengenai kegiatan TB-HIV?
Siapa saja yang terlibat?
Frekuensi monitoring?
4.2 Apakah dilakukan evaluasi kegiatan TB-HIV secara berkala?
Siapa saja yang terlibat?
Frekuensi monitoring?
B. Manajemen Pelayanan TB-HIV
B. Menurunkan beban tuberkulosis pada ODHA
1. Intensifikasi penemuan kasus TB dan pengobatannya Ya Tidak Keterangan
1.1 Apakah semua ODHA dilakukan skrining TB (ditanyakan tentang gejala TB)?
Tanyakan kriteria apa saja yang dipakai untuk menentukan suspek TB pada ODHA.
Apakah menggunakan Form skrining TB?
1.2 Apakah semua ODHA dengan gejala TB (suspek TB) dilakukan pemeriksaan dahak SPS secara mikroskopis ?
1.3 Siapa yang meminta untuk dilakukan SPS?
a. Unit TB?
b. Unit HIV?
1.4 Apakah dilakukan pemeriksaan dahak di sini?
Jika tidak, dirujuk kemana?
........................................................
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia107
1.5 Apakah semua ODHA yang suspek TB dengan hasil BTA negatif dilakukan pemeriksaan foto toraks?
1.6 Apakah ada metode diagnostik lain yang digunakan untuk TB ekstra paru?
Histopatologis : £
Biakan : £
Lain-lain : £
TB ekstra paru yang sering dijumpai pada ODHA misalnya TB kelenjar limfe, TB milier, TB meningitis. TB dengan efusi pleura atau perikardium.
1.7 Apakah semua ODHA yang sakit TB mendapatkan pengobatan TB sesuai strategi DOTS (paduan dan lama pengobatan)?
Sebutkan paduan OAT yang diberikan.
1.8 Di unit mana OAT diberikan? Jika sebagian ODHA diberikan OAT di unit DOTS dan sebagian di unit HIV, tuliskan dalam kolom “keterangan”.
a. Unit DOTS
b. Unit HIV
1.9 Dari mana OAT didapat?
a. Dari Program (Dinkes)
b. Askes
c. Pasien beli sendiri
d. Lain-lain
1.10 Apakah pada ODHA dengan TB dilakukan juga pemantauan pengobatan TB nya?
Kalau ya setiap berapa lama
Kalau tidak, jelaskan alasannya
Catatan: Pemantauan kemajuan pengobatan TB adalah dengan memeriksa dahak SP pada akhir fase intensif, sebulan sebelum AP, AP.
Jika awalnya pasien TB dengan BTA (-), kemungkinan besar akan tetap negatif pada pemeriksaan akhir fase intensif. Pada ODHA dengan TB baik yang BTA (+) maupun BTA (-) perlu dipantau juga secara klinis misalnya berat badannya, nafsu makan, keluhan lain yang dialami selama pengobatan TB, dll
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia108
2 Pengendalian infeksi TB di di UPK Ya Tidak Keterangan
2.1 Apakah ada tim atau komisi pengendalian infeksi di UPK?
Lakukan observasi dan lampirkan dokumennya
2.2 Apakah pengendalian infeksi TB termasuk di dalamnya?
2.3 Apakah ada protap tertulis pengendalian infeksi TB?
Jika ya, lampirkan.
2.4 Apakah suspek/pasien TB diberikan edukasi mengenai etika batuk baik secara langsung maupun dengan menyediakan materi KIE mengenai etika batuk?
Lakukan observasi
2.5 Apakah UPK menyediakan masker/tisue untuk suspek/pasien TB?
Lakukan observasi
2.6 Apakah suspek/pasien TB dipisahkan ruang tunggunya dari pasien lainnya?
Lakukan observasi
2.7 Apakah ada tempat/ruang khusus untuk mengumpulkan dahak?
Lakukan observasi
2.8 Apakah dilakukan skrining gejala TB secara berkala kepada petugas kesehatan?
2.9 Apakah ruang tunggu pasien memiliki ventilasi yang baik?
Lakukan observasi
2.10 Apakah ruang layanan TB dan HIV memiliki?
a. ventilasi alami
b. ventilasi mekanis misalnya exhaust fan dan kipas angin
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia109
C Menurunkan beban HIV pada pasien tuberkulosis
1 Konseling dan testing HIV Ya Tidak Keterangan
1.1 Untuk daerah dengan tingkat epidemi HIV meluas:
• Apakah semua pasien TB dilakukan konseling dan test HIV
Untuk daerah dengan tingkat epidemi HIV terkonsentrasi:
• Apakah pasien TB yang mempunyai faktor risiko HIV dilakukan konseling dan test HIV
1.2 Apakah menggunakan Form Penilaian faktor risiko HIV pada pasien TB?
Jika ya, lampirkan,
Jika tidak, kriteria apa saja yang digunakan untuk menentukan pasien TB yang dilakukan konseling dan testing HIV?
1.3 Di mana konseling HIV dilakukan?
a. Unit TB
b. Unit HIV
c. Dirujuk ke tempat lain? .........................
1.4 Di mana testing HIV dilakukan?
a. Unit TB
b. Unit HIV
c. Laboratorium UPK
c. Dirujuk ke tempat lain ......................
2 Mempromosikan cara pencegahan HIV Ya Tidak Keterangan
2.1 Apakah pasien TB diberikan informasi mengenai HIV, IMS & NAPZA?
Observasi
2.2 Siapa yang memberikan informasi? Observasi
a. petugas TB
b. petugas HIV
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia110
2.3 Apakah tersedia kondom di unit TB? Observasi2.4 Adakah alat bantu/materi KIE TB-HIV,
IMS, NAPZA?Observasi
3Melaksanakan terapi pencegahan dengan kotrimoksasol
Ya Tidak Keterangan
3.1 Apakah pasien TB-HIV mendapat pengobatan profilaksis dengan kotrimoksazol?
Jika sebagian, kriteria pasien yang seperti apa yang diberikan kotrimoksazol?
Jika tidak, apa alasannya?
a. Semua
b. Sebagian
c. Tidak sama sekali
3.2 Di unit mana kotrimoksazol diberikan?
a. Unit DOTS
b. Unit HIV
4Memberikan perawatan, dukungan dan pengobatan HIV/AIDS
Ya Tidak Keterangan
4.1 Apakah dalam menangani pasien TB-HIV unit DOTS (di Puskesmas/RS) berkoordinasi atau merujuk ke unit PDP/RS ARV?
Jelaskan seperti apa?
4.2 Apakah semua pasien TB-HIV memulai pengobatan ARV sesuai pedoman nasional?
Catatan: Indikasi medis (CD4 dan stadium klinis) dan non medis (kesiapan minum obat, kepatuhan, PMO, support group, akses ARV, dll)
4.3 Apakah pasien TB-HIV yang layak mendapatkan ARV diberikan paduan ARV sesuai pedoman nasional?
4.4 Apakah efek samping pemberian bersama OAT dan ARV telah diinformasikan sebelum pengobatan dimulai?
Bila tidak, jelaskan alasannya
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia111
4.5 Apakah dilakukan pemantauan pengobatan pada semua pasien TB-HIV
Kalau ya setiap berapa lama
Kalau tidak, jelaskan alasannya
Catatan: TB (akhir fase intensif, sebulan sebelum AP, AP). HIV (setiap bulan untuk evaluasi klinis, minimal 6 bulan sekali untuk CD4nya)
III. SURVEILANS TB-HIV
1. Pencatatan dan pelaporan kegiatan kolaborasi TB-HIV
a. UNIT DOTS.
1 Jenis format yang ada di UPK Tersedia Diisi lengkap Diisi benar
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
a. TB 01 (dengan info HIV)
b. TB 02
c. TB 03 UPK (dengan info HIV)
d. TB 04
e. TB 05
f. TB 06
g. TB 09
h. TB 10
i. Lain-lain:
- Form Penilaian faktor risiko HIV
- Form rujukan ke VCT
Ya Tidak Keterangan
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia112
2 Apakah dilakukan supervisi dan registrasi/validasi data TB secara rutin (termasuk mengenai data pasien TB yang HIV positif )?
-Siapa saja yang melakukan?
-Cek silang dengan form lainnya
3 Apakah ada umpan balik kepada petugas UPK mengenai kinerja program TB dan kegiatan kolaborasi TB-HIV?
Lihat dokumen umpan balik
b. UNIT HIV
1. Jenis format yang tersedia di unit HIV Tersedia Diisi lengkap Diisi benar
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
a. Register konseling
b. Register Pra-ART
c. Ikhtisar perawatan HIV
d. Kartu pasien
e. Register ART
f. Register Pemberian Obat ARV
g. Register Stok Obat ARV (Farmasi)
h. Formulir Rujukan
i. Laporan Bulanan
j. Laporan Kohort
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia113
k. Lain-lain:
- Form skrining gejala TB
- Form rujukan ke unit DOTS
- TB01
- TB02
- TB03 UPK
- TB04
- TB05
- TB06
- TB09
- TB10
2. Laporan bulanan disampaikan kepada Dinas Kesehatan Provinsi £
Dinas Kesehatan Kabupaten £
Subdit AIDS & PMS £
Dit Bina Yanmed Spesialistik£
Lain2 £
Ya Tidak Keterangan
3. Apakah dilakukan supervisi dan validasi data HIV secara rutin (termasuk data ODHA yang TB)?
- Siapa saja yang melakukan?
- Cek silang dengan form lainnya
4. Apakah ada umpan balik kepada petugas UPK mengenai kinerja program HIV dan kegiatan kolaborasi TB-HIV?
Lihat dokumen umpan balik
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia114
2. Data hasil kegiatan TB-HIV 6 Bulan Terakhir
No UNIT DOTS Jumlah Keterangan
1 Jumlah pasien TB yang tercatat
1.1 Jumlah pasien TB yang tercatat dan HIV positif sebelum pengobatan TB
Data konseling dan tes HIV pada pasien TB yang belum periksa HIV
2 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan ditawarkan/dianjurkan tes HIV (KTIP/KTS) selama pengo-batan TB
3 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan dilakukan konseling HIV selama masa pengobatan TB
4 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan dilakukan tes HIV selama masa pengobat-an TB
5 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut yang hasil tes HIV tercatat selama pengobatan TB
6 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dengan hasil tes HIV positif selama pengobatan TB
Data Layanan Pasien TB dengan HIV positif
7 Jumlah Pasien Ko-infeksi TB HIV
8 Jumlah Pasien Ko-infeksi TB HIV yang mendapatkan ART
9 Jumlah pasien ko-infeksi TB HIV yang mendapatkan PPK
No UNIT HIV Jumlah Keterangan
1 Jumlah ODHA yang berkunjung ke PDP
2 Jumlah ODHA yang dikaji status TB nya
3 Jumlah ODHA dengan suspek TB
4 Jumlah ODHA yang diperiksa dahak mikroskopis
5 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Paru BTA (+)
6 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Paru BTA (-)
7 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Ekstraparu
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia115
8 Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB
9 Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB dan ART
10 Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB dan PPK
Semua pasien TB-HIV, perlu dilakukan pemantauan hasil pengobatan TB nya.
No Hasil Pengobatan TB Jumlah Keterangan
1 Pasien TB-HIV yang mengalami konversi - TB01
- TB03 UPK
2 Hasil pengobatan pasien TB-HIV - TB01
- TB03 UPK
a. Sembuh
b. Pengobatan lengkap
c. Gagal
d. Default (Putus berobat)
e. Pindah
f. Meninggal
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia116
Lampiran 3. Obat ARV dan IO
No Nama Obat
1. OBAT ARV
ARV lini I :
• Zidovudin (AZT, ZDV), 300 mg
• Lamivudin (3TC), 150 mg
• Stavudin (d4T), 30 mg
• Efavirens (EFV), 600 mg
• Nevirapin (NVP), 200 mg
ARV lini II
• Tenofovir (TDF), 300 mg
• Didanosin (ddI), 250 mg
• Lopinavir/ritonavir (LPV/r), 400 mg/100 mg
• Abacavir (ABC)
• Emtricitabine (FTC)
Fixed Dose Combination
• AZT + 3TC (AZT 300mg, 3TC 150mg)
• AZT + 3TC + NVP (AZT 300mg, 3TC 150mg, NVP 200mg)
2. OBAT IO
• Amfoterisin B injection 50 mg/vial (kandidosis berat, kriptokokosis, histoplasmosis)
• Amoksisilin + asam klavulanat iv 1,2 g
• Amoksisilin + asam klavulanat p.o. 500 mg/125 mg
• Amphotericin B 50 mg
• Asiklovir 400 mg
• Flukonazol 200 mg
• Folinic Acid 200 mg
• Klindamisin 150 mg
• Klindamisin 150 mg/4 ml ampul
• Klindamisin 300 mg
• Kotrimoksasol oral 960 mg
• Kotrimoksazol 400mg/80mg
• Pirimetamin 25 mg tab
• Prednisolon 5 mg
• Seftriakson injeksi
• Sulfadiazin 500 mg tab
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia117
Lampiran 4. Isi Pesan AKMS
Isi Pesan Petugas TB kepada Pasien TB yang dicurigai ko-infeksi HIV:
1. Apa itu HIV2. Cara penularan dan resiko terinfeksi HIV3. Cara pencegahan dan program pencegahan seperti penggunaan kondom, pengurangan
dampak buruk Napza suntik, pencegahan HIV dari ibu ke anak4. Petunjuk layanan konseling di layanan kesehatan dan LSM5. Daftar Rumah Sakit Rujukan ARV
Isi Pesan Petugas HIV kepada Pasien HIV dengan gejala TB:
1. Apa itu TB, cara penyebarannya2. Gejala-gejala TB3. Kondisi-kondisi yang memudahkan seseorang terkena TB4. Bagaimana cara mendiagnosa penderita TB5. Bagaimana pengobatan pasien TB6. Petunjuk layanan pengobatan TB terdekat
Isi Pesan TB-HIV kepada Pengendali Kebijakan, Akademisi, Penyedia Layanan dan Pers (Diambil dari Talking Points TB-HIV dari STOP TB Partnership, www.stoptb.org):
1. Global burden TB dan Hubungannya dengan HIV yang diperkuat dengan data2. Tingkat Mortalitas TB/HIV yang diperkuat dengan data3. Hubungan TB-HIV dan Wanita, diperkuat dengan data 4. Isu Pengobatan TB-HIV5. Pengendalian penyakit TB dan HIV6. Diagnosa, Pencegahan dan Pengobatan TB dan HIV7. Kolaborasi program penanggulangan TB dan HIV8. Pendanaan
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia118
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Pedoman Nasional Penanggulangan TB. Edisi 2 Cetakan Pertama. 2006. Departemen Kesehatan R.I
2. Draft Pedoman AKMS TB. 2006. Departemen Kesehatan R.I
3. TB-HIV Implementation Guideline. 2005. Federal Ministry of Health Ethiopia
4. Talking Points TB-HIV. www.stop tb.org. Stop TB Partnership. Geneva
5. Draft Leaflet dan Poster TB-HIV. 2006. Kolaborasi TB-HIV DKI Jakarta
6. Kebijakan Sementara Kegiatan Kerjasama TB-HIV. Terjemahan. WHO, Stop TB Department & Department of HIV AIDS. 2004
7. Draft Buku Kebijakan Nasional TB-HIV. 2007. Departemen Kesehatan R.I