kognisi dalam konseling

6
5. KOGNISI DALAM KONSELING Kognisi merupakan bagian intelek yang merujuk pada penerimaan, penafsiran, pemikiran, pengingatan, penghayalan atau penciptaan, pengambilan keputusan, dan penalaran. Bagaimana orang memandang satu kejadian seringkali menentukan reaksi emosi dan kornbinasi kognisi dengan emosi akan menghasilkan respon perilaku. Sebagai konsekuensinya, walaupun dua orang mengalami kejadian yang sama, mungkin akan memberikan reaksi yang berbeda. Karena kognisi merupakan faktor penting dan mempunyai pengaruh terhadap perilaku, maka konselor akan terbantu apabila memahami kognisi dan dinamika dasarnya. Bagian ini akan membahas tentang refleksi dan elaborasi beberapa teori kognitif dengan maksud untuk lebih memperdalam isi dan kualitas kawasan psikologis dan implementasinya bagi konseling. ASUMSI-ASUMSI YANG SALAH Asumsi kognitif (hipotesis, keyakinan, konstruk) dibuat oleh orang untuk mengendalikan dan membuat kesan rnengenai hidupnya. Tanpa asumsi kognitif, setiap rangsangan yang masuk ke dalam kesadaran, akan menjadi kesan yang tidak diketahui dan akan membuat kecemasan besar. Asumsi kognitif dapat benar atau salah dan dapat sesuai atau bertentangan. Perkembangan Asunisi yang salah hampir seluruhnya dipelajari, meskipun beberapa teori meyakini bahwa kesalahan asumsi didasari oleh predisposisi biologis.. Proses pembelajaran yang menyebabkan asumsi salah diperoleh melalui lima cara yaitu. 1. Melalui pengalaman langsung. Pengalaman tertentu yang langsung dialami seseorang dalarn waktu tertentu dapat memberikan kesan tertentu yang kemudian membentuk asumsi salah. Misalnya seorang gadis yang kecewa pada kencan pertama dengan pacamya yang dianggap tidak sensitif, kurang perhatian dan kasar kemudian dia menggeneralisasikan bahwa semua laki-laki itu kasar dan tidak sensitif. 2. Terjadi dengan kejadian seolah-ohh mengalami sendiri. Orang yang menyaksikan satu kejadian yang dipersepsi seolah-olah mengalaminya sendiri dapat berkembang menjadi asumsi salah. Misalnya seorang anak laki-laki menyaksikan ayahnya dihina dan dicampakkan oleh ibunya, kemudian membuat anak itu berfikir bahwa semua perempuan pengkhianat. 3. Pengajaran langsung. Pengajaran kurang memadai yang diperoleh seseorang dari orang lain (orang tua, guru, atau pihak lain)

Upload: saiful-bahri

Post on 04-Jul-2015

1.307 views

Category:

Documents


46 download

TRANSCRIPT

Page 1: KOGNISI DALAM KONSELING

5. KOGNISI DALAM KONSELING

Kognisi merupakan bagian intelek yang merujuk pada penerimaan, penafsiran, pemikiran, pengingatan, penghayalan atau penciptaan, pengambilan keputusan, dan penalaran. Bagaimana orang memandang satu kejadian seringkali menentukan reaksi emosi dan kornbinasi kognisi dengan emosi akan menghasilkan respon perilaku. Sebagai konsekuensinya, walaupun dua orang mengalami kejadian yang sama, mungkin akan memberikan reaksi yang berbeda.

Karena kognisi merupakan faktor penting dan mempunyai pengaruh terhadap perilaku, maka konselor akan terbantu apabila memahami kognisi dan dinamika dasarnya. Bagian ini akan membahas tentang refleksi dan elaborasi beberapa teori kognitif dengan maksud untuk lebih memperdalam isi dan kualitas kawasan psikologis dan implementasinya bagi konseling.

ASUMSI-ASUMSI YANG SALAH

Asumsi kognitif (hipotesis, keyakinan, konstruk) dibuat oleh orang untuk mengendalikan dan membuat kesan rnengenai hidupnya. Tanpa asumsi kognitif, setiap rangsangan yang masuk ke dalam kesadaran, akan menjadi kesan yang tidak diketahui dan akan membuat kecemasan besar. Asumsi kognitif dapat benar atau salah dan dapat sesuai atau bertentangan.

Perkembangan

Asunisi yang salah hampir seluruhnya dipelajari, meskipun beberapa teori meyakini bahwa kesalahan asumsi didasari oleh predisposisi biologis.. Proses pembelajaran yang menyebabkan asumsi salah diperoleh melalui lima cara yaitu.

1. Melalui pengalaman langsung. Pengalaman tertentu yang langsung dialami seseorang dalarn waktu tertentu dapat memberikan kesan tertentu yang kemudian membentuk asumsi salah. Misalnya seorang gadis yang kecewa pada kencan pertama dengan pacamya yang dianggap tidak sensitif, kurang perhatian dan kasar kemudian dia menggeneralisasikan bahwa semua laki-laki itu kasar dan tidak sensitif.

2. Terjadi dengan kejadian seolah-ohh mengalami sendiri. Orang yang menyaksikan satu kejadian yang dipersepsi seolah-olah mengalaminya sendiri dapat berkembang menjadi asumsi salah. Misalnya seorang anak laki-laki menyaksikan ayahnya dihina dan dicampakkan oleh ibunya, kemudian membuat anak itu berfikir bahwa semua perempuan pengkhianat.

3. Pengajaran langsung. Pengajaran kurang memadai yang diperoleh seseorang dari orang lain (orang tua, guru, atau pihak lain) dapat berkembang menjadi asumsi salah. Misalnya seorang gadis dinasehati oleh ibunya bahwa sex itu tidak baik, kemudian dapat membentuk asumsi yang salah mengenai sex.

4. Logika simbolik. Perilaku dalam satu peristiwa tertentu sering dijadikan sebagai simbol yang secara logis dalam peristiwa lain Misalnya seorang anak melihat bahwa marah telah merusak kehidupan perkawinan orang tuanya, kemudian menyimpulkan bahwa marah itu jelek dan harus dihindari, sehingga anak itu tidak mampu membedakan antara marah yang destruktif, dengan yang konstruktif, karena premis mayornya salah yang menyebabkan kesimpulannyapun salah..5. Miskonstruksi hubungan sebab akibat.. Asumsi salah dapat timbul karena kesalahan dalam membangun hubungan sebab akibat. Misalnya seorang anak menganggap tidak naik kelas adalah karena ia bodoh walaupun dalam kenyataannya ia paling muda di kelasnya dan orang tuanya menginginkannya tetap bergabung dengan anak seusianya.

Page 2: KOGNISI DALAM KONSELING

Disamping itu asumsi salah dapat ditimbulkan oleh esalahan dalam berfikir. Hal-hal berikut ini merupakan beberapa kesalahan dalam berfikir yang menyebabkan asumsi salah.

1. Generalisasi berlebihan (over-generalization). Misalnya semua perempuan itu manipulatif, semua laki-laki eksploratif. Hidup ini tidak jelas, Orang lain tidak menyukai saya, dab.smn.

2. Konsep semua atau tidak satna sekali. Misalnya, saya harus diterima di perguruan tinggi atau hidup saya akan berakhir. Anda mau bantu saya atau tidak ada harapan sama sekali.

3. Pernyataan mutlak. Saya harus mematuhi orang tua saya. Saya harus jadi orang baik, dsb.4. Ketidak-akuratan semanrtik. Saya gagal - saya membuat kesalahan. Ini adalah akhir - ini adalah

langkah mundur5. Akurasi waktu. Apa yang dianggap tepat di masa lalu, tidak selalu tepat di masa kini dan yang akan

datang.

Karakteristik

Asumsi yang salah mernpunyai beberapa karakteristik dalam hal: dimensi waktu, pola-pola, kesalahan yang mendasari, dan asumsu berbahaya dan tidak berbahaya.

Dimensi waktuAsumsi salah berkenaan dengan masa lalu, sekarang dan yang akan datang. Ada orang

yang mempunyai asumsi salah berkenaan dengan masa lalu misalnya: "Orang tua saya tidak mencintai saya". Dengan asumsi itu ia tidak mau bergaul dengan orang lain jarena ia beranggapan bahwa orang tua saja tidak mencintainya apalagi orang lain. Asumsi salah dapat teijadi berkenaan dengan masa kini seperti: "Saya tidak memiliki kecakapan untuk bekerja. Dengaii asumsi itu ia mencari pekerjaan yang gampang dan di luar minatnya. Selanjutnya asumsi salah dapat berkenaan dengan masa yang akan datang misalnya: "Kalau saya menikah nanti pasti saya tidak akan bahagia" . Asumsi itu timbul berdasarkan pengamatannya bahwa ibunya telah tiga kali cerai. Setiap asumsi ini dapat teiiihat sangat signifikan akan tetapi dapat menimbulkan kecemasan dan ketidak bahagiaan dalarn hidup. Dalam beberapa kasus, orang yang mempunyai ketiga macam asumsi salah itu pada akhirnya dapat melumpuhkan ciirinya senciiri.

Pola-pola asumsi salah

Orang yang mengikuti konseling dipengaruhi oleh asumsi salali yang secara signirikaan akan menghambat hidupnya sendiri sehingga membatasi gerak liidupnya. Asumsi salah dikelompokkan

ke dalam. kategori dalam bentuk yang berjenjang. Misalnya asumsi bahwa untuk mencapai sukses tertentu harus diawali dengan sukses tertentu. Seorang ibu berpendapat bahwa agar anaknya menjadi orang sukses, ia harus lulusan Perguruan Tinggi ternama, oleh karena itu ia harus masuk ke SMA Favorit, dan sebelumnya harus masuk ke SMP favorit, juga SD favorit, dan harus dimulai dari Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak tertentu.

Hal yang mendasari kekurangan

Asumsi salah selalu dapat ditelusuri ke belakang berkenaan dengan kekurangan yang ada dalam dirinya. Untuk alasan ini asumsi salah tidak saja sebagai indikator masalah yang dihadapi seseorang, akan tetapi juga sebagai indikator alasan kekurang-mampuan orang dalam menyesuaikan diri mencapai kebahagiaan..

Asumsi yang berbahaya dan tidak berbahaya

Semua asumsi negatif tidak selalu menimbulkan gangguan psikologis. Asumsi salah yang

Page 3: KOGNISI DALAM KONSELING

berbahaya dapat berupa ucapan misalnya "semua orang yang kukasihi harus mencintai saya". Asumsi yang tidak berbahaya dapat dilihat dalam kalimat: "Saya menikahi seseorang yang terbaik yang pernah kucintai".

Penolakan tertuidap perubaJtan

Asumsi yang salah sulit sekali diubah karena beberapa alasan yaitu: (1) dianggap sebagai hal yang bersifat pribadi, (2) telah ada sejak kanak-kanak, (3) sudah merupakan bagian integral dengan kepribadian seseorang, (4) orang yang menghabiskan waktu seperempat abad atau lebih selalu sulit untuk berubah karena berarti ia harus merubah pemahaman selarna 25 tahun terakhir yang telah dipercaya bahwa konflik psikologis tidak perlu dan harus dihindari

Pemeliharaan

Asumsi salah cenderung akan selalu dipelihara dan menolak perubahan karena mereka beranggapan telah terbukti "benar" dalam hidupnya. Orang memelihara asumsi salah untuk dianggap benar dalam hidup dengan cara::

1. Tidak memberikan perhatian dengan selektif. Ketika orang lain melebihi kemampuannya, ia mengacuhkannya dan mengalihkan perhatian kepada hal lain.

2. Memberikan perhatian dengan selektif. Ketika melakukan suatu hal yang dianggap unggul, ia menyebut-nyebutnya dan menganggap bahwa hal tersebut sering dilakukannya.

3. Penghargaan yang dibuat-buat. Dia dipilih sebagai manajer karena tidak ada orang yang man, tetapi ia menganggap hal tersebut adalah karena ia yang paling istimewa..

4. Meminta umpan balik Meminta oraiig lain memberikan "urnpan balik yang jujur" sebagai cara untuk memanipulasi dirinya untuk memperkuat asumsi salah..

5. Penguatan sebentar. Misalnya, sementara ia berasumsi bahwa dirinya kurang berprestasi, orang lain menyatakan bahwa ia unggul Hal itxi akan membuat asumsi salahnya diperkuat dan dipelihara..

6. Disonansi kognitif. Hal itu dilakukan apabila ada informasi yang bertolak belakang dengan asumsi salah, maka akan berkembang upaya mengurangi kecemasan dengan memberikan jaminan terhadap asumsi salah itu. Misalnya seorang karyawan yang tidak mernperoleh promosi kemudian ia menyatakan bahwa perusahaan membuat dia lebih baik dalam posisinya.

Contoh-contoh

Asumsi yang salah dapat terjadi dalam empat sumber: dari diri sendiri (saya tidak menarik); terhadap orang lain (istriku tidak menghormatiku), pada hiclup (hidup ini kejam), dan pada Tuhan (Tuhan tidak rnenyukaiku). Asumsi yang berasal dari diri sendiri seringkali merupakan inti dari semua asumsi ketiga lainnya. Hal ini dapat dilihat dari contort berikut: Saya harus dicintai orang lain Orang lain harus memperlakukanku dengan adil Kebahagiaan adalali tujuaii dalam hidup. Saya hidup karena saya mengasihani saya Orang lain lebih tahu apa yang baik untuk saya Saya harus mendapat semua hal yang saya inginkan Saya selalu dikuasai oleh masa lalu Saya harus menjadi orang yang istimewa

Ada hal "yang lebih buruk" yang dapat terjadi pada diri saya Saya selalu terlambat untuk berubah

BEBERAPA PERTIMBANGAN BAGI KONSELOR

Dalam menghadapi klien dengan kasus asumsi salah, ada beberapa hal yang harus

Page 4: KOGNISI DALAM KONSELING

dijadikan pertimbangan oleh konselor, antara lain:1. Kesabaran. Konselor harus memiliki kesabaran yang baik dalam menangani klien dengan kasus

asumsi salah. Hal itu disebabkan karena seringkali asumsi salah memerlukan banyak waktu untuk dapat diungkapkan dari klien agar muncul ke permukaan. Hendaknya konselor secara sabar menghindari tindakan menginterogasi klien secara langsung, karena semakin konselor melakukan interogasi langsung maka asumsi-asumsi salah yang ada dalam diri klien akan semakin sulit keluar.

2. Reaksi yang tidak tnembantu. Konselor hendaknya menunjukkan reaksi yang sedemikian rupa agar dapat membantu klien. Konselor harus berhati-hati untuk tidak mendorong terbentuknya sebuah asumsi yang salah dan tidak menyimpulkan dan membentuk asumsi yang salah itu sendiri.

3. Emosi. Konselor harus memahami bahwa walaupun masalahnya adalah dalam kaitan dengan kognisi, akan tetapi tidak boleh mengabaikan keterkaitannya dengan fakor emosionaL Hal ini berarti bahwa konselor harus memperhatikan kondisi emosional klen dan keterkaitannya dengan kognisi..

4. Asumsi yang tidak disadari. Asumsi salah yang paling merusak adalah asumsi yang seringkali tidak disadari oleh klien dan sangat percaya bahwa asumsi itu benar. Kepercayaan ini rnemperlihatkan perilaku individu itu sendiri yang seringkali dapat menipu konselor. Dalam hubungan ini konselor harus sangat hati-hati dan cermat dalam merespon semua aktivitas klien.

5. Validitas. Konselor harus menyadari bahwa tidak semua asumsi itu salah. Oleh karena itu konselor harus mampu menelaah secara hati-hati dan mempunyai bukti yang cukup untuk memastikan bahwa asumsi itu salah.

6. Berbagi asumsi. Dalam konseling, konselor dapat berbagi pengalaman bersama klien dalam hal kesamaan asumsi. Hal itu dilakukan oleh konselor dengan menunjukkan kesamaan asumsi itu kepada klien, namun konselor harus dapat menunjukkan bahwa hal itu salah dan harus diperbaiki. Dengan cara itu klien akan merasakan sikap empatik dari konselor sehingga memungkinkan jalannya konseling menjadi lebih efektif,

7. Menyembunyikan asumsi. Dalam konseling, konselor akan mendapatkan klien yang berusaha meiiyernbunyikan asunisinya yang salali dan berusaha untuk menghindari adanya upaya untuk mengungkapkannya. Meskipun deinikian klien ada kemungldnan memanifestasikan sesuatu yang kurang baik sebagai efek dari asumsi salah. Konselor harus berhati-hati terhadap keniungkinan itu dan mengkaji dengan cermat berbagai isyarat yang terkait dengan asumsi salah serta mencari isyarat yang terkait dengan asumsi salali yang sebenarnya..

8. Menghilangkan asumsi. Konselor tidak dapat membuat alasan, bukti, atau bicara dengan klien di luar asunisi salah. Konselor harus secara terus menerus menyajikan bukti asumsi salali sampai klien tidak dapat niembantahnya. Konselor sendiri dapat berperan sebagai bukti dari asumsi salah klien. Konselor harus membantu klien untuk dapat mengenali tidak hanya asumsi salah saja/ tetapi juga penyebab asumsi salahnya.

9. Melibatkan konselor dalam tnasalah. Konselor dapat berperan sebagai bagian integral dari asumsi salah dari klien dalam dua cara yaitu: Pertama konselor dapat menjadi sasaran asumsi salali dari klien, kedua klien dapat mernproyeksikan asurnsi salahnya kepada konselor..

10. Membuktikan asumsi salah. Klien dalani konseling dapat memanipulasi dengan membuktikan bahwa asumsinya benar, Dalam hubungan ini konselor harus berhati-hati dan nianipu mengajak kh'en agar tidak terpeiigaruh oleh keinginan klien, Peran konselor ialah mengajar klien bahwa tidak ada peristiwa yang tidak dapat dielakkan yang menyebabkan bencana psikologis dan orang memiliki alternatif konstruktif untuk menghadapi peristiwa traumatik.

11. Kenyataan yang baru. Perubahan daii asumsi salah menjadi asumsi benar tidak selalu perlu

Page 5: KOGNISI DALAM KONSELING

dan secara otomatis mernbawa

kompetensi psikologis untuk menemukan kenyataan baru. Konselor harus terus mencoba mengurangi semua asumsi salah lewat proses terapi dan kemudian membangun kembali asumsi-asumsi yang benar.