knowing women
DESCRIPTION
menulis tentang perencanaan kota yang didasarkan pada pemahamnan akan erempuanTRANSCRIPT
KNOWING WOMEN
BY: HELEN LIGGETT DALAM READING IN PLANNING THEORY
Di jelaskan ulang Oleh: Hana Mayar W.
I0612022
A. Citra Perempuan yang Mendevaluasikan nilai Perempuan.
• Materialistis, sebelum revolusi industri kultur perempuan biasa dijodohkan dengan laki - laki
kaya meskipun laki - laki tsb umurnya seumuran ayahnya. Kebiasaan pada masa ini laki –
laki kaya akan bebas menetukan pilihan calon istri, meskipun perbedaan umunya sangat
jauh. Orang tua pihak permpuan tidak akan mempermasalahkan hal ini.
• Emosional, wanita dianggap tidak rasional dalam menghadapi situasi terdesak. Pada masi
sebelum revolusi industry wanita lebanyakan berada di rumah dan mengurus pertanian,
sedangkan lai – laki akan bekerja di kota secara musiman. Akibat hal ini maka secara social
keruangan wanita tidak teritegrasi dengan kehidupan luar. Hal ini sedikit banyak
mempengaruhi emosional wanita.
• Berantakan, laki - laki hanya mampu mengerjakan 1 pekerjaan dan fokus, wanita cenderung
multitasking. Pada masa sebelum revolusi industry keluarga – keluarga di daerah pertanian
biasanya memiliki banyak anak, selain itu banyak hewan ternak serta pertanian gandum
yang harus diurus, maka wanita dituntut untuk bisa melakukan banyak hal dalam satu waktu.
• Identik dgn setan, di masa lalu bayak dijumpai wanita yg berprofesi sbg dukun, penyihir dan
sejenisnya. Selain itu ada pula wanita tunasusila yang menjajakan dirinya di lorong - lorong
sempit perkotaan (London).
B. Citra Perempuan di Masa Postmmodern (Abad 20an)
• Perempoan mulai diperhatikan karena dianggap motor penggerak dalam bidang:
• Kesenian
Munculnya seniman – seniman perempuan yang karrya – karyanya memberi
pengaru besar pada dunia membuka mata dunia bahwa perempuan memiliki kekuatan
untuk menghasilkan karya
• Kemanusiaan
Wanita adalah makhluk Tuhan dengan perasaan yang sensitive dan mudah
tersentuh. Pada awal abad 20an kampanye tentang perbudakan di Afika dan
deskriminasi kulit hitan di Ameriaka dimulai oleh perempuan
• Ilmu sosial
Terkait dengan perasaan yang sensitive ilmu – ilmu social juga cenderung
mengasah kepekaan emosi. Hal ini terkait dengan peasaan perempuan yang lebih mudah
berempti dan berismpati
Dunia mulai menyadari bahwa perempuan memiliki karakteristik yang jika
dimanfaatkan dalam perencanaan akan memberikan multiplier effect yang hebat. Contoh
pemberdayaan perempuan untuk kesejahteraan keluarga melalui pelatihan keterempilan
bedampak pada kesejahteraan, kesehatan, pendidikan, kebahagiaan dll. Keluarga.
• Aliran feminise dan teori feminisme mulai dierdebatkan dalam konferensi internasional dan
menyita perhatian dunia. Para hali mulai memperhitungkan peran besar yang mempu
dipegang wanita dalam kemajuaan dunia. Seingga bnyak dilakukan kajian, konvensi, dan
penelitian menganai perempuan sebagai salah atu subjek pembangunan.
C. Pembahasan terkait Feminisme
Agenda Intelektual
Pada tahap ini para ahli berusaha merumuskan karakteristik perempuan. Karakteristik
perempuan dirumuskan dalam teori baru yang digunakan untuk menetukan hieraki
perempuan dalam perencanaan.
• Berusaha merumuskan alternatif posisi perempuan dalam dominasi laki-laki
• Pemikiran didasarkan pada struktur dominasi laki-laki
• Melahirkan teori baru
Agenda Politik
Dengan lahirnya teori baru maka secara otomatis kedudukan perempuan terhdap laki –
laki berubah. Dampak langsung dalam hal ini adalah kekuatan politik yang dimiliki
perempuan juga betambah. Suara perempuan dalam politik menjdai lebih diperhatikan.
• Komitmen politik untuk mendengarkan suara perempuan
D. Tahapan Pekembangan Teori Feminisme dan Dampaknya terhadap Politik
Persamaan hak
• Persamaan hak artiny setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk memenuhi
keinginan dan kebutuhannya
• Ide persamaan hak muncul di era neo klasik liberal Amerika, dimana setiap orang tidak
dibatasi untuk memenuhi keinginannya. Pada masa ini individu dengan sumberdaya
besar cenderung mampu menguasai individu lainnya. Karena pada masa ini belum ada
hukum yang didefinisikan secara gambling tentang pembatasan hak seseorang dibatasi
oleh hak orang lain.
• Dalam era ini suara perempuan di dunia politik mlai diperhitungkan karena mereka
mampu melakukan maneuver politik yang kuat
• Kelemahan gagasan ini menimbulkan kebigungan bagi lembaga / organisasi yang
menganut system persamaan hak untuk menentukan posisi, gaji, dan jumlah hari cuti
untuk perempuan.
Pemahaman akan Jalan Pikiran Wanita
• Meskipun dilahirkan dan dibesarkan dari budaya dan keluarga bersama serta pola
pengasuhan yang sama, cara berpikir laki – laki dan perempuan akan berbeda
• Contoh: dalam aksi poltik cenderung manpilkan aksi damai namun persuasif sehingga
mampu memngarahkan mobilisasi umum besar - besaran
• Warna politik perempuang cenderung mengarah pada politik kepedulian
E. Proses Masuknya Teori Feminisme dalam Teori Perencanaan
Sejarah awal
• Perencanaan belum memberikan kesempatan kerja yang sama bagi perempuan, pada
masa ini perempuan biasanya dala pekerjaan ditempatkan pada posisi operator dan tidak
pada posisi untuk mengambil keputusan. Selain itu gaji perempuan cenderung lebih
sedikit karena alasan cuti hamil
• Asumsi umunya impian wanita hanyalah sebuah keluarga harmonis yg ideal. Pandangan
masyarakat mendefinisikan minat wanita hanya pada membangun keluarga harmonis,
tidak ada minat untuk ikut andil dalam pembangunan.
Dampak selanjutnya
• Wanita ridak mempunyai pengalaman dalam keterlibatan perencanaan. Akibat dari tradisi
perencanaan sebelumnya yang jarang melibatkan wanita dalam perencanaan akibatnya
saat wwanita dituntut untuk ikut andil mengambil keputusan mereka tidak ada
pengalaman.
• Contoh: sistem transportasi didesain untuk pekerja laki - laki, sedangkan pekerja
perempuan yang mempunyai kebutuhan khusus (hamil, manyusui) belum diakomodasi.
Selain itu dlam fasilitas public lainnya keterbatasan perempuan karena kodratnya belum
diakomodasi. Missal raung menyusui di tempat umum belum tersedia.
• Wanita diharakan untuk berada di rumah mengurus keluarga sepanjang hari. Oleh karena
itu dianggap pengguna fasilitas umum lebih banyak oleh laki – laki maka fasilitas umum
yang didesain khusus untuk perempuan masih sedikit.
Hubungan epistemology dan praktik politik
• Arah kebijakan politik yang telah memperhtikan perempuan ditandai dengan 2 cara,
yaitu:
• Bagaiman memahami perempuan membangun kekuatan dalam konteks budaya yang
mendeskriminasikan mereka. Seagai contoh emansipasi yang pernah dicetuskan oleh
Katini dan dewi Sartika dampknya sangat hebat saat ini dimana wanita bebas memilih
pekerjaan yang disukai.
• Berusaha mengkoordinasikan teori dalam buku dengan aksi nyata. Teori belum terbukti
kebenarannya jika tidak dipraktikan. Erkdang teori yang dipraktikan pun tidak 100%
tepat. Oleh karena itu akan selalu ada penyempurnaan teori lama oleh teori baru.
Budaya yang mendealuasikan wanita
• Budaya perencanaan sebelumnya belum menyetarakan wanita dan laki-laki.
• Oleh karena perlu adanya reproduksi teori perencanaan
• Reproduksi bukan menghasilkan sesuatu yg sama 100%
• Reproduksi teori lahir dari teori lama yg disempurnakan melaliu prkatik
Perencanaan yang melibatkan perempuan sebagai disiplin ilmu dan praktik professional
• Wanita mendefinisikan kesetaraan melalui aksi - aksi politik yang menentang pemikiran
yang mendeskriminasikan mereka yaitu dengan adanya:
• Pendidikan perencanaan memasukkan analisis sistematis yang memberikan informasi
tentang ketidaksetaraan sosial wanita
o Membahas kehamilan remaja perempuan dan janda mengekalkan devaluasi
nilai wanita di masyarakat
o Muncul analisis yg membahas adanya pengaruh dari luar sebab terjadinya
devaluasi sosial pada wanita
• Kedudukan perempuan dalam teori perencanaan dewasa ini sebagai subjek, bukan objek.
Artinya perempuan dilibatkan untuk ikut mengambil keputusan perencanaan dan
pendapat mereka didengar.
F. Kesimpulan
• Teori feminisme adalah sebuah alat untuk menyempurnakan teroi perencaanaan melalui
prkatik
• Teori feminisme melahirkan disiplin baru berupa perencanaan advokasi (penyetaraan). Ide
munculnya perencanaan yang mengangkat kaum tertiggal untuk setara dengan kaum
menengah ke atas lahir dari teori feminisme.
• Jika perencanaan didasarkan pada kebutuhan kapital industri maka bukan tidak mungkin
teori feminisme sebagai panduan perencanaan akan terpecah. Feminism yang menuntut
kesetaraan tetapi tetap mempertahankan kodratnya dan feminism radikal yang secara keras
menyatakan persamaan hak dan mengabaikan kosrat wanita, seperti kelemahan fisik dan
kehamilan.
G. Relevansi Kehidupan Nyata dengan Penjelasan Hellen Ligget
Isu-isu mengenai gender sudah sering menjadi perbincangan dan perdebatan, tidak
terkecuali dalam Hubungan Internasional. Sebelum mengkaji lebih dalam perlu diketahui
perbedaan mendasar antara sex dan gender karena keduanya sering tumpang tindih. Sex
berorientasi pada sifat biologis, sesuatu yang memang sudah diciptakan seperti itu dan memiliki
simbol-simbol tersendiri. Gender berorientasi pada sifat sosial, tidak lahir secara alamiah tapi
berkembang sesuai dengan pengaruh lingkungan dan budaya serta tidak memiliki simbol-simbol
tertentu. Gender mencakup lebih banyak hal. Berbicara mengenai gender maka tidak terlepas
dari makulinitas dan feminitas. Maskulinitas (sebagai contoh rasionalitas, ambisi dan kekutan)
diberi nilai yang lebih tinggi dari feminitas (sebagai contoh emosionalitas, kapasitas,kelemahan)
(Jackson&Sorrensen 1999,332). Dari sinilah kemudian muncul hirarki gender, dimana laki-laki
lebih diistimewakan dibanding perempuan.
Hubungan Internasional sendiri begitu dekat dengan maskulinitas. Kata internasional
merujuk pada suatu tingkat politik tingkat tinggi yang membutuhkan sifat-sifat kekuasaan, logika
dan kekuatan yang jelas begitu dekat dengan dunia laki-laki. Dan tindakan negara atau lebih
tepatnya tindakan laki-laki untuk negara telah memberi dominasi atas sebuah hubungan
(Burchill&Linklater 1996,281). Bahkan Hubungan Internasional sendiri nyatanya telah berpihak
pada maskulinitas. Kemudian muncullah gerakan feminisme yang menginginkan adanya
dekonstruksi atas penindasan terhadap perempuan dan menginginkan penghapusan hirarki atas
laki-laki dan perempuan. Feminisme melihat Hubungan Internsional melalui tiga cara. Pertama
secara konseptual feminisme ingin memberi warna baru dalam politik global (Wardhani 2013).
Selama ini panggung politik selalu dikaitkan dengan laki-laki kemudian dari sinilah kaum
feminis juga ingin memiliki kontribusi dan peran dalam politik global. Kedua secara empiris
perlu untuk melihat realitas yang ada, memahami sebab dan memprediksi suatu masalah
(Wardhani 2013). Realita yang ada saat ini adalah perempuan telah memainkan peranan penting
dalam Hubungan Internasional, memberikan sumbangsih terhadap penyelesaian permasalahan
Hubungan Internasional, kaum feminis menginginkan adanya pengakuan terhadap hal ini. Ketiga
secara normatif perlu adanya usaha atas perubahan positif (Wardhani 2013). Perempuan juga
bisa membawa perubahan ke arah positif, mereka membutuhkan kesempatan yang lebih besar
dan inilah yang diperjuangkan oleh kaum feminis.
Perjuangan kaum feminis bahkan telah dimulai sejak jaman Yunani klasik oleh Sappho
hinga Cristin Pisan di Eropa Barat Modern. Mereka terlibat dalam perdebatan sosial politik
mengenai asal usul otoritas, legitimasi, demokrasi, dan hak-hak universal dari perspektif
perempuan (Burchill&Linklater 1996,283). Terdapat banyak kasus yang kemudian mendorong
kaum feminis untuk menuntut adanya emansipasi aatau pembebasan terhadap perempuan.
Sebagai warga negara, perempuan dan anak-anak adalah korban pemerkosaan, penyiksaan dan
pembunuhan selama berlangsungnya perang (Jackson&Sorrensen 1999,297). Peningkatan
kekerasan terhadap perempuan muncul ketika perang di Yugoslavia pecah pada tahun 1992.
Perang adalah aktivitas gender dengan posisi yang spesifik, sering merendahkan perempuan
(Jackson&Sorrensen 1999,334). Ini terlihat dari peran perempuan sebagai pelacur di pangkalan-
pangkalan militer, dalam hal ini perempuan juga menjadi mata-mata atas tindakan musuh karena
posisi perempuan yang dekat dengan tentara militer. Mereka bertugas untuk mengungkap rahasia
musuh yang selanjutnya digunakan dalam strategi perang. Maka perempuan jelas memiiki peran
krusial, perempuan tidak berperan langsung dalam perang secara fisik tetapi kontribusi mereka
secara nonfisik merupakan kekuatan terseniri yang tidak bisa dipandang sebelah mata.
Maria Meis (dalam Burchill&Linklater 1996,296) menyatakan bahwa apa persamaan dari
perempuan, negara jajahan dan sumber daya alam adalah eksploitasi sistematis yang dilakukan
atas ketiganya sebagai sumber daya yang dapat dihabiskan oleh laki-laki dan negara kapitalis
Dunia Pertama. Ketika sumber daya habis maka perempuan lah yang merasakan dampak
pertama kali, perempuan juga yang kemudian menjadi pengurus utama ketika terjadi
kekurangan, kelaparan dan bencana alam. Petterson&Runyan (1993,6) memiliki data statistik
yang menunjukkan betapa eksploitasi terhadap perempuan nyata terjadi. Perempuan memiliki
1% properti dunia, kurang lebih 5% yang menjadi kepala negara dan menteri kabinet, perempuan
menghabiskan sekitar 60% dari seluruh jam kerja, memperoleh gaji 10% dari seluruh pendapatan
dan mereka mewakili 60% dari seluruh buta huruf dan sekitar 80% dari seluruh pengungsi. Data
tersebut menunjukkan bahwa posisi perempuan semakin terdesak karena danya ketidakadilan
dalam berbagai sektor, tidak hanya ekonomi tetapi juga dalam keterbatasan peran yang
dijalankan oleh perempuan. Gaji rendah, kerja berat di zona proses ekspor negara berkembang,
turisme seks, dan pencari tenaga kerja domestik adalah contoh dari betapa pembangunan dalam
perekonomian internasioanl menimbulkan eksploitasi perempuan (Jackson&Sorrensen
1999,332). Peterson dan Runyan (dalam Jackson&Sorrensen 1999,332) menunjukkan bahwa
kebanyakan pekerjaan dilakukan oleh laki-laki terlihat dan dibayar sementara banyak pekerjaan
dilakukan oleh perempuan tidak terlihat dan tidak dibayar. Ironisnya perempuan justru memiliki
porsi kerja lebih tinggi dibanding laki-laki. Perempuan India bekerja 69 jam per minggu,
sedangkan laki-laki 59 jam kerja. Perempuan Nepal bekerja sekitar 77 jam, laki-laki 56 jam.
Dalam laporan Pembangunan Manusia 1995 memperkirakan total 23 trilyun dolar sebagai
tambahan output dunia, 16 trilyun dolar merupakan kontribusi dari pekerjaan rumah tangga dan
masyarakat dan 11 trilyun dolar merupakan kontribusi dari perempuan.
Perempuan juga pusat pertahanan dan sosial materi keluarga dan masyarakat dan juga
menjadi garda depan gerakan lingkungan, perdamaian, pribumi, nasionalis dan gerakan sosial
dan kritis lainnya (Burchill&Linklater 1996,290). Berbagai usaha kaum feminis kemudian mulai
membuahkan hasil. Pada tahun 1970an sampai 1980an muncul Women in Development (WID)
yang mengkaji peran perempuan dalam pembangunan. Persamaan perempuan atas laki-laki
dalam lapanagna kerja,atau perbedaan perempuan sebagai pe-reproduksi tenaga kerja yang
memerlukan perlindungan khusus-terlembagakan masing-masing dalam International Labour
Organization (ILO) dan Uni Eropa(Burchill&Linklater 1996,294). Menyusul munculnya
pengakuan internasional atas hak-hak perempuan yang terimplementasikan dalam HAM. Pada
tahun 1990 Amnesti Internasional mengakui hak asasi perempuan dengan menambahkan
penganiayaan gender ke dalam daftar bentuk-bentuk penganiayaan politis di suatu negara
(Burchill&Linklater 1996,298). Puncaknya adalah ketika mulai bermunculan gerakan hak pilih
perempuan, gerakan perdamaian perempuan internasional dan puluhan konferensi PBB yang
mendukung hak asasi perempuan. Selanjutnya muncul berbagi tokoh perempuan yang memiliki
kontribusi besar dalam pemerintahan, seperti Margaret Thatcher dan Benazir Bhutto.
Terlepas dari berbagai isu feminisme, sesunggunhnya terdapat kritik terhadap feminisme
itu sendiri. Anggapan yang selalu melihat bahwa gender perspective terlalu terkonsentrasi pada
perempuan (Dugis 2013). Prempuan menjadi subjek utama yang kemudian dalam beberapa kasus
pembelaan terhadap perempuan ini menjadi berlebihan dan melihat isu-isu yang berkaitan
dengan perempuan dari satu sisi saja. Feminisme selalu mengaitkan diri antara laki-laki dan
perempuan, padahal tidak selalu itu saja yang berhubungan. Ada faktor-faktor lain yang
sebenarnya juga menekan perempaun. Tradisi dan agama adalah faktor utamanya. Di Indonesia
sendiri, terutama Jawa pandangan bahwa perempuan adalah kelas dua sudah mengakar. Hampir
semua agama juga mendudukkan perempuan dalam kelas yang kemudian menjadi pengikut laki-
laki. Selain itu juga tidak adanya dukungan penuh terhadap feminisme itu sendiri. Ketika kaum
feminisme lantang menyuarakan persamaan kedudukan perempuan, di sisi lain terdapat jutaan
perempuaan yang justru menerima keadaannya, bahwa takdir mereka memang menajdi kelas
dua. Pihak yang diperjuangkan justru tidak memberikan dukungan penuh terhadap pihak yang
memperjuangkan.
H. Referensi
Blackwell, Willey edited by Susan Fainstein S. dan Scott Campbell, 2011. Reading In
Planning Theory.
Burchill,Scott & Linklater,Andrew,1996.International Theories,New York:ST Martin’s
Press INC.
Jackson, R., & Sorensen, G,1999.Pengantar Studi hubungan Internasional, Oxford
University Press: New York.
Dugis,Vinsensio,2013.Feminisme,materi disampaikan pada kuliah Teori Hubungan
Internasional Universitas Airlangga, 16 Mei 2013.
Wardhani,Baiq LSW,2013.Feminisme,materi disampaikan pada kuliah Teori Hubungan
Internasional Universitas Airlangga, 16 Mei 2013.