knowing women

14
KNOWING WOMEN BY: HELEN LIGGETT DALAM READING IN PLANNING THEORY Di jelaskan ulang Oleh: Hana Mayar W. I0612022 A. Citra Perempuan yang Mendevaluasikan nilai Perempuan. Materialistis, sebelum revolusi industri kultur perempuan biasa dijodohkan dengan laki - laki kaya meskipun laki - laki tsb umurnya seumuran ayahnya. Kebiasaan pada masa ini laki – laki kaya akan bebas menetukan pilihan calon istri, meskipun perbedaan umunya sangat jauh. Orang tua pihak permpuan tidak akan mempermasalahkan hal ini. Emosional, wanita dianggap tidak rasional dalam menghadapi situasi terdesak. Pada masi sebelum revolusi industry wanita lebanyakan berada di rumah dan mengurus pertanian, sedangkan lai – laki akan bekerja di kota secara musiman. Akibat hal ini maka secara social keruangan wanita tidak teritegrasi dengan kehidupan luar. Hal ini sedikit banyak mempengaruhi emosional wanita. Berantakan, laki - laki hanya mampu mengerjakan 1 pekerjaan dan fokus, wanita cenderung multitasking. Pada masa sebelum revolusi industry keluarga – keluarga di daerah pertanian biasanya memiliki banyak anak, selain itu banyak hewan ternak serta pertanian gandum yang harus diurus, maka wanita dituntut untuk bisa melakukan banyak hal dalam satu waktu.

Upload: hana-mayar-winastuning

Post on 23-Jan-2016

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

menulis tentang perencanaan kota yang didasarkan pada pemahamnan akan erempuan

TRANSCRIPT

Page 1: Knowing Women

KNOWING WOMEN

BY: HELEN LIGGETT DALAM READING IN PLANNING THEORY

Di jelaskan ulang Oleh: Hana Mayar W.

I0612022

A. Citra Perempuan yang Mendevaluasikan nilai Perempuan.

• Materialistis, sebelum revolusi industri kultur perempuan biasa dijodohkan dengan laki - laki

kaya meskipun laki - laki tsb umurnya seumuran ayahnya. Kebiasaan pada masa ini laki –

laki kaya akan bebas menetukan pilihan calon istri, meskipun perbedaan umunya sangat

jauh. Orang tua pihak permpuan tidak akan mempermasalahkan hal ini.

• Emosional, wanita dianggap tidak rasional dalam menghadapi situasi terdesak. Pada masi

sebelum revolusi industry wanita lebanyakan berada di rumah dan mengurus pertanian,

sedangkan lai – laki akan bekerja di kota secara musiman. Akibat hal ini maka secara social

keruangan wanita tidak teritegrasi dengan kehidupan luar. Hal ini sedikit banyak

mempengaruhi emosional wanita.

• Berantakan, laki - laki hanya mampu mengerjakan 1 pekerjaan dan fokus, wanita cenderung

multitasking. Pada masa sebelum revolusi industry keluarga – keluarga di daerah pertanian

biasanya memiliki banyak anak, selain itu banyak hewan ternak serta pertanian gandum

yang harus diurus, maka wanita dituntut untuk bisa melakukan banyak hal dalam satu waktu.

• Identik dgn setan, di masa lalu bayak dijumpai wanita yg berprofesi sbg dukun, penyihir dan

sejenisnya. Selain itu ada pula wanita tunasusila yang menjajakan dirinya di lorong - lorong

sempit perkotaan (London).

B. Citra Perempuan di Masa Postmmodern (Abad 20an)

• Perempoan mulai diperhatikan karena dianggap motor penggerak dalam bidang:

• Kesenian

Munculnya seniman – seniman perempuan yang karrya – karyanya memberi

pengaru besar pada dunia membuka mata dunia bahwa perempuan memiliki kekuatan

untuk menghasilkan karya

• Kemanusiaan

Page 2: Knowing Women

Wanita adalah makhluk Tuhan dengan perasaan yang sensitive dan mudah

tersentuh. Pada awal abad 20an kampanye tentang perbudakan di Afika dan

deskriminasi kulit hitan di Ameriaka dimulai oleh perempuan

• Ilmu sosial

Terkait dengan perasaan yang sensitive ilmu – ilmu social juga cenderung

mengasah kepekaan emosi. Hal ini terkait dengan peasaan perempuan yang lebih mudah

berempti dan berismpati

Dunia mulai menyadari bahwa perempuan memiliki karakteristik yang jika

dimanfaatkan dalam perencanaan akan memberikan multiplier effect yang hebat. Contoh

pemberdayaan perempuan untuk kesejahteraan keluarga melalui pelatihan keterempilan

bedampak pada kesejahteraan, kesehatan, pendidikan, kebahagiaan dll. Keluarga.

• Aliran feminise dan teori feminisme mulai dierdebatkan dalam konferensi internasional dan

menyita perhatian dunia. Para hali mulai memperhitungkan peran besar yang mempu

dipegang wanita dalam kemajuaan dunia. Seingga bnyak dilakukan kajian, konvensi, dan

penelitian menganai perempuan sebagai salah atu subjek pembangunan.

C. Pembahasan terkait Feminisme

Agenda Intelektual

Pada tahap ini para ahli berusaha merumuskan karakteristik perempuan. Karakteristik

perempuan dirumuskan dalam teori baru yang digunakan untuk menetukan hieraki

perempuan dalam perencanaan.

• Berusaha merumuskan alternatif posisi perempuan dalam dominasi laki-laki

• Pemikiran didasarkan pada struktur dominasi laki-laki

• Melahirkan teori baru

Agenda Politik

Dengan lahirnya teori baru maka secara otomatis kedudukan perempuan terhdap laki –

laki berubah. Dampak langsung dalam hal ini adalah kekuatan politik yang dimiliki

perempuan juga betambah. Suara perempuan dalam politik menjdai lebih diperhatikan.

• Komitmen politik untuk mendengarkan suara perempuan

D. Tahapan Pekembangan Teori Feminisme dan Dampaknya terhadap Politik

Persamaan hak

Page 3: Knowing Women

• Persamaan hak artiny setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk memenuhi

keinginan dan kebutuhannya

• Ide persamaan hak muncul di era neo klasik liberal Amerika, dimana setiap orang tidak

dibatasi untuk memenuhi keinginannya. Pada masa ini individu dengan sumberdaya

besar cenderung mampu menguasai individu lainnya. Karena pada masa ini belum ada

hukum yang didefinisikan secara gambling tentang pembatasan hak seseorang dibatasi

oleh hak orang lain.

• Dalam era ini suara perempuan di dunia politik mlai diperhitungkan karena mereka

mampu melakukan maneuver politik yang kuat

• Kelemahan gagasan ini menimbulkan kebigungan bagi lembaga / organisasi yang

menganut system persamaan hak untuk menentukan posisi, gaji, dan jumlah hari cuti

untuk perempuan.

Pemahaman akan Jalan Pikiran Wanita

• Meskipun dilahirkan dan dibesarkan dari budaya dan keluarga bersama serta pola

pengasuhan yang sama, cara berpikir laki – laki dan perempuan akan berbeda

• Contoh: dalam aksi poltik cenderung manpilkan aksi damai namun persuasif sehingga

mampu memngarahkan mobilisasi umum besar - besaran

• Warna politik perempuang cenderung mengarah pada politik kepedulian

E. Proses Masuknya Teori Feminisme dalam Teori Perencanaan

Sejarah awal

• Perencanaan belum memberikan kesempatan kerja yang sama bagi perempuan, pada

masa ini perempuan biasanya dala pekerjaan ditempatkan pada posisi operator dan tidak

pada posisi untuk mengambil keputusan. Selain itu gaji perempuan cenderung lebih

sedikit karena alasan cuti hamil

• Asumsi umunya impian wanita hanyalah sebuah keluarga harmonis yg ideal. Pandangan

masyarakat mendefinisikan minat wanita hanya pada membangun keluarga harmonis,

tidak ada minat untuk ikut andil dalam pembangunan.

Dampak selanjutnya

• Wanita ridak mempunyai pengalaman dalam keterlibatan perencanaan. Akibat dari tradisi

perencanaan sebelumnya yang jarang melibatkan wanita dalam perencanaan akibatnya

Page 4: Knowing Women

saat wwanita dituntut untuk ikut andil mengambil keputusan mereka tidak ada

pengalaman.

• Contoh: sistem transportasi didesain untuk pekerja laki - laki, sedangkan pekerja

perempuan yang mempunyai kebutuhan khusus (hamil, manyusui) belum diakomodasi.

Selain itu dlam fasilitas public lainnya keterbatasan perempuan karena kodratnya belum

diakomodasi. Missal raung menyusui di tempat umum belum tersedia.

• Wanita diharakan untuk berada di rumah mengurus keluarga sepanjang hari. Oleh karena

itu dianggap pengguna fasilitas umum lebih banyak oleh laki – laki maka fasilitas umum

yang didesain khusus untuk perempuan masih sedikit.

Hubungan epistemology dan praktik politik

• Arah kebijakan politik yang telah memperhtikan perempuan ditandai dengan 2 cara,

yaitu:

• Bagaiman memahami perempuan membangun kekuatan dalam konteks budaya yang

mendeskriminasikan mereka. Seagai contoh emansipasi yang pernah dicetuskan oleh

Katini dan dewi Sartika dampknya sangat hebat saat ini dimana wanita bebas memilih

pekerjaan yang disukai.

• Berusaha mengkoordinasikan teori dalam buku dengan aksi nyata. Teori belum terbukti

kebenarannya jika tidak dipraktikan. Erkdang teori yang dipraktikan pun tidak 100%

tepat. Oleh karena itu akan selalu ada penyempurnaan teori lama oleh teori baru.

Budaya yang mendealuasikan wanita

• Budaya perencanaan sebelumnya belum menyetarakan wanita dan laki-laki.

• Oleh karena perlu adanya reproduksi teori perencanaan

• Reproduksi bukan menghasilkan sesuatu yg sama 100%

• Reproduksi teori lahir dari teori lama yg disempurnakan melaliu prkatik

Perencanaan yang melibatkan perempuan sebagai disiplin ilmu dan praktik professional

• Wanita mendefinisikan kesetaraan melalui aksi - aksi politik yang menentang pemikiran

yang mendeskriminasikan mereka yaitu dengan adanya:

• Pendidikan perencanaan memasukkan analisis sistematis yang memberikan informasi

tentang ketidaksetaraan sosial wanita

o Membahas kehamilan remaja perempuan dan janda mengekalkan devaluasi

nilai wanita di masyarakat

Page 5: Knowing Women

o Muncul analisis yg membahas adanya pengaruh dari luar sebab terjadinya

devaluasi sosial pada wanita

• Kedudukan perempuan dalam teori perencanaan dewasa ini sebagai subjek, bukan objek.

Artinya perempuan dilibatkan untuk ikut mengambil keputusan perencanaan dan

pendapat mereka didengar.

F. Kesimpulan

• Teori feminisme adalah sebuah alat untuk menyempurnakan teroi perencaanaan melalui

prkatik

• Teori feminisme melahirkan disiplin baru berupa perencanaan advokasi (penyetaraan). Ide

munculnya perencanaan yang mengangkat kaum tertiggal untuk setara dengan kaum

menengah ke atas lahir dari teori feminisme.

• Jika perencanaan didasarkan pada kebutuhan kapital industri maka bukan tidak mungkin

teori feminisme sebagai panduan perencanaan akan terpecah. Feminism yang menuntut

kesetaraan tetapi tetap mempertahankan kodratnya dan feminism radikal yang secara keras

menyatakan persamaan hak dan mengabaikan kosrat wanita, seperti kelemahan fisik dan

kehamilan.

G. Relevansi Kehidupan Nyata dengan Penjelasan Hellen Ligget

Isu-isu mengenai gender sudah sering menjadi perbincangan dan perdebatan, tidak

terkecuali dalam Hubungan Internasional. Sebelum mengkaji lebih dalam perlu diketahui

perbedaan mendasar antara sex dan gender karena keduanya sering tumpang tindih. Sex

berorientasi pada sifat biologis, sesuatu yang memang sudah diciptakan seperti itu dan memiliki

simbol-simbol tersendiri. Gender berorientasi pada sifat sosial, tidak lahir secara alamiah tapi

berkembang sesuai dengan pengaruh lingkungan dan budaya serta tidak memiliki simbol-simbol

tertentu. Gender mencakup lebih banyak hal. Berbicara mengenai gender maka tidak terlepas

dari makulinitas dan feminitas. Maskulinitas (sebagai contoh rasionalitas, ambisi dan kekutan)

diberi nilai yang lebih tinggi dari feminitas (sebagai contoh emosionalitas, kapasitas,kelemahan)

(Jackson&Sorrensen 1999,332). Dari sinilah kemudian muncul hirarki gender, dimana laki-laki

lebih diistimewakan dibanding perempuan.

Page 6: Knowing Women

Hubungan Internasional sendiri begitu dekat dengan maskulinitas. Kata internasional

merujuk pada suatu tingkat politik tingkat tinggi yang membutuhkan sifat-sifat kekuasaan, logika

dan kekuatan yang jelas begitu dekat dengan dunia laki-laki. Dan tindakan negara atau lebih

tepatnya tindakan laki-laki untuk negara telah memberi dominasi atas sebuah hubungan

(Burchill&Linklater 1996,281). Bahkan Hubungan Internasional sendiri nyatanya telah berpihak

pada maskulinitas. Kemudian muncullah gerakan feminisme yang menginginkan adanya

dekonstruksi atas penindasan terhadap perempuan dan menginginkan penghapusan hirarki atas

laki-laki dan perempuan. Feminisme melihat Hubungan Internsional melalui tiga cara. Pertama

secara konseptual feminisme ingin memberi warna baru dalam politik global (Wardhani 2013).

Selama ini panggung politik selalu dikaitkan dengan laki-laki kemudian dari sinilah kaum

feminis juga ingin memiliki kontribusi dan peran dalam politik global. Kedua secara empiris

perlu untuk melihat realitas yang ada, memahami sebab dan memprediksi suatu masalah

(Wardhani 2013). Realita yang ada saat ini adalah perempuan telah memainkan peranan penting

dalam Hubungan Internasional, memberikan sumbangsih terhadap penyelesaian permasalahan

Hubungan Internasional, kaum feminis menginginkan adanya pengakuan terhadap hal ini. Ketiga

secara normatif perlu adanya usaha atas perubahan positif (Wardhani 2013). Perempuan juga

bisa membawa perubahan ke arah positif, mereka membutuhkan kesempatan yang lebih besar

dan inilah yang diperjuangkan oleh kaum feminis.

Perjuangan kaum feminis bahkan telah dimulai sejak jaman Yunani klasik oleh Sappho

hinga Cristin Pisan di Eropa Barat Modern. Mereka terlibat dalam perdebatan sosial politik

mengenai asal usul otoritas, legitimasi, demokrasi, dan hak-hak universal dari perspektif

perempuan (Burchill&Linklater 1996,283). Terdapat banyak kasus yang kemudian mendorong

kaum feminis untuk menuntut adanya emansipasi aatau pembebasan terhadap perempuan.

Sebagai warga negara, perempuan dan anak-anak adalah korban pemerkosaan, penyiksaan dan

pembunuhan selama berlangsungnya perang (Jackson&Sorrensen 1999,297). Peningkatan

kekerasan terhadap perempuan muncul ketika perang di Yugoslavia pecah pada tahun 1992.

Perang adalah aktivitas gender dengan posisi yang spesifik, sering merendahkan perempuan

(Jackson&Sorrensen 1999,334). Ini terlihat dari peran perempuan sebagai pelacur di pangkalan-

pangkalan militer, dalam hal ini perempuan juga menjadi mata-mata atas tindakan musuh karena

posisi perempuan yang dekat dengan tentara militer. Mereka bertugas untuk mengungkap rahasia

musuh yang selanjutnya digunakan dalam strategi perang. Maka perempuan jelas memiiki peran

Page 7: Knowing Women

krusial, perempuan tidak berperan langsung dalam perang secara fisik tetapi kontribusi mereka

secara nonfisik merupakan kekuatan terseniri yang tidak bisa dipandang sebelah mata.

Maria Meis (dalam Burchill&Linklater 1996,296) menyatakan bahwa apa persamaan dari

perempuan, negara jajahan dan sumber daya alam adalah eksploitasi sistematis yang dilakukan

atas ketiganya sebagai sumber daya yang dapat dihabiskan oleh laki-laki dan negara kapitalis

Dunia Pertama. Ketika sumber daya habis maka perempuan lah yang merasakan dampak

pertama kali, perempuan juga yang kemudian menjadi pengurus utama ketika terjadi

kekurangan, kelaparan dan bencana alam. Petterson&Runyan (1993,6) memiliki data statistik

yang menunjukkan betapa eksploitasi terhadap perempuan nyata terjadi. Perempuan memiliki

1% properti dunia, kurang lebih 5% yang menjadi kepala negara dan menteri kabinet, perempuan

menghabiskan sekitar 60% dari seluruh jam kerja, memperoleh gaji 10% dari seluruh pendapatan

dan mereka mewakili 60% dari seluruh buta huruf dan sekitar 80% dari seluruh pengungsi. Data

tersebut menunjukkan bahwa posisi perempuan semakin terdesak karena danya ketidakadilan

dalam berbagai sektor, tidak hanya ekonomi tetapi juga dalam keterbatasan peran yang

dijalankan oleh perempuan. Gaji rendah, kerja berat di zona proses ekspor negara berkembang,

turisme seks, dan pencari tenaga kerja domestik adalah contoh dari betapa pembangunan dalam

perekonomian internasioanl menimbulkan eksploitasi perempuan (Jackson&Sorrensen

1999,332). Peterson dan Runyan (dalam Jackson&Sorrensen 1999,332) menunjukkan bahwa

kebanyakan pekerjaan dilakukan oleh laki-laki terlihat dan dibayar sementara banyak pekerjaan

dilakukan oleh perempuan tidak terlihat dan tidak dibayar. Ironisnya perempuan justru memiliki

porsi kerja lebih tinggi dibanding laki-laki. Perempuan India bekerja 69 jam per minggu,

sedangkan laki-laki 59 jam kerja. Perempuan Nepal bekerja sekitar 77 jam, laki-laki 56 jam.

Dalam laporan Pembangunan Manusia 1995 memperkirakan total 23 trilyun dolar sebagai

tambahan output dunia, 16 trilyun dolar merupakan kontribusi dari pekerjaan rumah tangga dan

masyarakat dan 11 trilyun dolar merupakan kontribusi dari perempuan.

Perempuan juga pusat pertahanan dan sosial materi keluarga dan masyarakat dan juga

menjadi garda depan gerakan lingkungan, perdamaian, pribumi, nasionalis dan gerakan sosial

dan kritis lainnya (Burchill&Linklater 1996,290). Berbagai usaha kaum feminis kemudian mulai

membuahkan hasil. Pada tahun 1970an sampai 1980an muncul Women in Development (WID)

yang mengkaji peran perempuan dalam pembangunan. Persamaan perempuan atas laki-laki

dalam lapanagna kerja,atau perbedaan perempuan sebagai pe-reproduksi tenaga kerja yang

Page 8: Knowing Women

memerlukan perlindungan khusus-terlembagakan masing-masing dalam International Labour

Organization (ILO) dan Uni Eropa(Burchill&Linklater 1996,294).  Menyusul munculnya

pengakuan internasional atas hak-hak perempuan yang terimplementasikan dalam HAM. Pada

tahun 1990 Amnesti Internasional mengakui hak asasi perempuan dengan menambahkan

penganiayaan gender ke dalam daftar bentuk-bentuk penganiayaan politis di suatu negara

(Burchill&Linklater 1996,298). Puncaknya adalah ketika mulai bermunculan gerakan hak pilih

perempuan, gerakan perdamaian perempuan internasional dan puluhan konferensi PBB yang

mendukung hak asasi perempuan. Selanjutnya muncul berbagi tokoh perempuan yang memiliki

kontribusi besar dalam pemerintahan, seperti Margaret Thatcher dan Benazir Bhutto.

Terlepas dari berbagai isu feminisme, sesunggunhnya terdapat kritik terhadap feminisme

itu sendiri. Anggapan yang selalu melihat bahwa gender perspective terlalu terkonsentrasi pada

perempuan (Dugis 2013). Prempuan menjadi subjek utama yang kemudian dalam beberapa kasus

pembelaan terhadap perempuan ini menjadi berlebihan dan melihat isu-isu yang berkaitan

dengan perempuan dari satu sisi saja. Feminisme selalu mengaitkan diri antara laki-laki dan

perempuan, padahal tidak selalu itu saja yang berhubungan. Ada faktor-faktor lain yang

sebenarnya juga menekan perempaun. Tradisi dan agama adalah faktor utamanya. Di Indonesia

sendiri, terutama Jawa pandangan bahwa perempuan adalah kelas dua sudah mengakar. Hampir

semua agama juga mendudukkan perempuan dalam kelas yang kemudian menjadi pengikut laki-

laki. Selain itu juga tidak adanya dukungan penuh terhadap feminisme itu sendiri. Ketika kaum

feminisme lantang menyuarakan persamaan kedudukan perempuan, di sisi lain terdapat jutaan

perempuaan yang justru menerima keadaannya, bahwa takdir mereka memang menajdi kelas

dua. Pihak yang diperjuangkan justru tidak memberikan dukungan penuh terhadap pihak yang

memperjuangkan.

H. Referensi

Blackwell, Willey edited by Susan Fainstein S. dan Scott Campbell, 2011. Reading In

Planning Theory.

Burchill,Scott & Linklater,Andrew,1996.International Theories,New York:ST Martin’s

Press INC.

Jackson, R., & Sorensen, G,1999.Pengantar Studi hubungan Internasional, Oxford

University Press: New York.

Page 9: Knowing Women

Dugis,Vinsensio,2013.Feminisme,materi disampaikan pada  kuliah Teori Hubungan

Internasional Universitas Airlangga, 16 Mei 2013.

Wardhani,Baiq LSW,2013.Feminisme,materi disampaikan pada  kuliah Teori Hubungan

Internasional Universitas Airlangga, 16 Mei 2013.