kloramfenikol
DESCRIPTION
kloramfenikolTRANSCRIPT
![Page 1: kloramfenikol](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082402/5695d4301a28ab9b02a09a95/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Residu Antibiotik
Antibiotik sangat lazim kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Antibiotika adalah
senyawa kimia yang dihasilkan oleh berbagai jasad renik bakteri, jamur dan aktinomises,
yang dapat berkhasiat menghentikan pertumbuhan atau membunuh jasad renik lainnya
(Subronto dan Tjahajati, 2001).Antibiotika yang diperoleh secara alami dari mikroorganisme
disebut antibiotika alami, antibiotika yang disintesis di laboratorium disebut antibiotika
sintetis. Antibiotika yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan dimodifikasi dilaboratorium
dengan menambahkan senyawa kimia disebut antibiotika semisintetis (Subronto dan
Tjahajati, 2011). Antibiotika dipakai secara luas dalam industri peternakan dengan tujuan
untuk pengobatan, sehingga dapat mengembalikan kondisi ternak menjadi normal kembali
(sehat).
Sekitar 40% antibiotika dalam pakan ternak digunakan sebagai Antimicrobial Growth
Promoters (AGP) untuk pemacu pertumbuhan dan mengurangi kejadian. Pemakaian
antibiotika sebagai AGP walaupun dalam konsentrasi kecil, yaitu berkisar antara 2,5 – 125
mg/kg (ppm), namun dapat mengakibatkan terjadinya resistensi bakteri patogen terhadap
antibiotika. Berdasarkan laporan dari JETACAR (1999), bakteri pathogen asal hewan yang
telah resisten terhadap antibiotika dapat mentransfer gen yang resisten tersebut ke manusia.
Salmonella, Campylobacter, Enterococci dan Escherichia coli merupakan contoh bakteri
yang resisten terhadap antibiotika dan dapat mentransfer gen yang resisten tersebut dari
hewan ke manusia melalui rantai makanan atau kontak langsung. Penelitian teknik molekuler
telah membuktikan bahwa pemakaian antibiotika dalam pakan ternak berkontribusi untuk
terjadinya resistensi antimikrobial pada manusia yang mengakibatkan tingginya angka
morbiditas dan mortalitas serta naiknya biaya kesehatan.
Residu antibiotik di dalam telur serta produk hewan lainnya, dapat menimbulkan
ancaman potensial terhadap kesehatan masyarakat bila dikonsumsi dalam waktu yang lama
(Lukman 1994), ancaman tersebut dapat berupa:
1. aspek toksikologis, yaitu residu antibiotik dapat bersifat racun terhadap hati, ginjal,
dan pusat hemopoitika,
![Page 2: kloramfenikol](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082402/5695d4301a28ab9b02a09a95/html5/thumbnails/2.jpg)
2. aspek mikrobiologis, yaitu residu antibiotik akan menggangu keseimbangan
mikroflora di dalam saluran pencernaan sehingga dapat menggangu metabolisme
tubuh,
3. aspek imunopatologis, yaitu residu antibiotic dapat menjadi faktor pemicu timbulnya
reaksi alergi dari yang bersifat ringan sampai berat dan bersifat fatal,
4. menimbulkan gangguan pada sistem saraf dan kerusakan jaringan
Sehubungan dengan bahayanya dampak residu ini, maka perlu diketahui sejauh mana
keberadaan residu antibiotika dalam produk peternakan. Tulisan ini menguraikan beberapa
hal dari residu antibiotik kloramfenikol golongan amphenicol mulai dari pengenalan akan
kloramfenikol itu sendiri sampai kepada residu dan penanganan yang dapat dilakukan untuk
meminimalisir terjadinya residu pada daging dan telur ayam.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa manfaat antibiotik?
2. Apa itu kloramfenikol?
3. Bagaimana proses kloramfenikol menjadi residu di dalam telur ayam?
4. Apa dampak dari residu yang ditimbulkan?
5. Bagaimana meminimalisir residu kloramfenikol dalam produk hasil peternakan?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa itu antibiotik serta manfaatnya
2. Mengetahui apa itu kloramfenikol dan kegunaannya
3. Mengetahui proses kloramfenikol menjadi residu di dalam telur ayam
4. Mengetahui dampak residu kloramfenikol dalam produk hasil peternakan dan cara
menimimalisirnya
![Page 3: kloramfenikol](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082402/5695d4301a28ab9b02a09a95/html5/thumbnails/3.jpg)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kloramfenikol
Kloramfenikol adalah salah satu jenis antibiotika turunan amfenikol yang secara alami
diproduksi oleh Streptomyces venezuelae Melalui pengembangan teknologi fermentasi,
kloramfenikol dapat diisolasi, disemisintesis menjadi antibitoka turunannya, antara lain
tiamfenikol dan turunan lain melalui berbagai reaksi kimia dan enzimatis.
gambar: Struktur bangunan kloramfenikol
Senyawa dengan rumus molekul C11H12Cl2N2O5 dan nama kimia D(-) treo-2-
dikloroasetamido-1-p-notrofenilpropana-1,3-diol. Struktur bangun kloramfenikol memiliki
dua atom karbon asimetrik, sehingga menghasilkan 4 stereo isomer. Mekanisme kerja
kloramfenikol sebagai anti bakteri bersifat stereo spesifik, karena hanya satu stereo isomer
yang memiliki aktivitas anti bakteri, yaitu D(-) treo-isomer. Kloramfenikol bekerja pada
spektrum luas, efektif baik terhadap Gram positif maupun Gram negatif. Mekanisme kerja
kloramfenikol melalui penghambatan terhadap biosintesis protein pada siklus pemanjangan
rantai asam amino, yaitu dengan menghambat pembentukan ikatan peptida. Antibiotika ini
mampu mengikat subunit ribosom 50-S sel mikroba target secara terpulihkan, akibatnya
terjadi hambatan pembentukan ikatan peptida dan biosintesis protein. Kloramfenikol
umumnya bersifat bakteriostatik, namun pada konsentrasi tinggi dapat bersifat bakterisidal
![Page 4: kloramfenikol](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082402/5695d4301a28ab9b02a09a95/html5/thumbnails/4.jpg)
terhadap bakteri-bakteri tertentu. Kloramfenikol efektif terhadap riketsia dan konjungtivitis
akut yang disebabkan oleh mikoroorganisme, termasuk Pseudomonas sp kecuali
Pseudomonas aeruginosa. Senyawa ini juga efektif untuk pengobatan infeksi berat yang
disebabkan oleh bakteri Gram positif dan Gram negative.
2.2 Manfaat penggunaan Kloramfenikol
Adapun yang menjadi manfaat penggunaan kloramfenikol, antara lain :
1. Kloramfenikol merupakan antibiotik berspektrum luas, sehingga antibiotik ini
direkomendasi untuk Salmonela.
2. Kloramfenikol lebih sensitif dari pada amoksisilin dan tetrasiklin dalam pengujian
terhadap Salmonela, karena pengujian Salmonela menggunakan Amoksisilin dan
Tetrasiklin memiliki kecenderungan lebih resisten.
3. Berfungsi sebagai pencegah infeksi sekunder dari penyakit respirasi kronis dan blue
comb pada unggas.
![Page 5: kloramfenikol](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082402/5695d4301a28ab9b02a09a95/html5/thumbnails/5.jpg)
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kloramfenikol Sebagai Residu
Pada awalnya kloramfenikol digunakan pada peternakan ayam sebagai pengobatan
penyakit Salmonellosis dan promotor pertumbuhan. Namun kloramfenikol akan
meninggalkan residu pada daging dan telur yang dihasilkan ayam tersebut. Jika dikonsumsi
secara berlebih, kloramfenikol dapat menyebabkan ketidaknormalan produksi sel darah
(blood dyscrasias) atau menyebabkan anemia aplastik akibat kerja kloramfenikol pada
sumsum tulang. Kloramfenikol juga diketahui memiliki sifat karsinogenik.
Oleh sebab itu, beberapa negara seperti Cina, Uni Eropa, Amerika Serikat, dan
beberapa negara lainnya telah melarang penggunaan kloramfenikol pada ayam. Bahkan Uni
Eropa telah menetapkan Minimum Required Performance Limit(MRPL) untuk kloramfenikol
pada makanan yang berasal dari hewan sebesar 0,3 µg/kg, karena tingkat yang aman dari
dosis kloramfenikol belum diidentifikasi. Meski demikian pemakaian kloramfenikol masih
banyak ditemui karena selain memiliki harga yang murah, keefektifannya dalam melawan
infeksi bakteri juga konsisten.
Belum adanya perhatian pada aturan segi penerimaan komoditi telur. Seperti berbagai
jenis obat hewan yang digunakan pada unggas baik untuk daging telur maupun produksi
telur. Kendala terbesar untuk memonitoring program ini adalah kurangnya standarisasi pada
metodologi yang digunakan. Seperti ketiadaan sistem analisa ditempat, tidak adanya
penegakan pada sistem monitoring, juga tidak adanya data nasional untuk residu antibiotik
atau antimikroba pada telur. Baru-baru ini CFIA (Canadian Food Inspection Agency)
memonitoring telur baik dari domestik maupun impor (diproduksi Amerika) terhadap residu
obat hewan. Studi screening pada telur dilakukan untuk melihat keberadaan chloramphenicol,
β-lactams, fluroquinolones, macrolides, tetracyclines, decoquinate, holofugizone, dan
coccidiostat.
Telur disurvei dari 3569 sampel, ditemukan 33 yang berpotensial positif, 18 dari 33
dinyatakan positif (55% berasal dari Amerika). Tidak ada perbedaan yang berarti pada telur
![Page 6: kloramfenikol](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082402/5695d4301a28ab9b02a09a95/html5/thumbnails/6.jpg)
dari Canada dan Amerika. Residu telur dari Amerika terkontaminasi tetracylines yang berasal
dari Vermont, Michigan, dan Minnesota. Sulfonamides ada pada telur yang berasal dari
Maine dan Maryland. Macrolides dan nitromide ada pada telur dari Maine dan Minnesota.
Ethopabate dan clopidol dari Maryland. Adanya pola ekstra yang dihasilkan dari studi dan
dihubungkan ke frekuensi residu telur yang ada dipasaran, maka Amerika adalah yang
tersusah. Dengan kekurangan dari pengamatan residu di pasar Amerika, namun perkiraan
frekuuensi dari antibiotik dan sulfonamide berkurang kurang dari 1 %. Menggunakan data
dari Canada, 5 dari 18 telur yang positif residu yang mana diindikasikan bukan antibiotic
maupun sulfonamide. Antibiotik dan sulfonamide berkontribusi pada total sampel sebanyak
0,36%. Tanpa penurunan dari porsi dari total sampel yang berasal dari Amerika, maka adakan
susah sekali untuk diperkirakan.
Di Inggris, VMD (Veterinary Medicine Directorate) mengklaim 99,3% dari daging
unggas dan 97% dari telur bebas dari residu. The Soil Association, grup yang berdedikasi
pada pangan organic mengklaim bahwa VMD menyediakan informasi yang salah dari akibat
dari residu. Mereka mengklaim kemungkinan 2000% lebih tinggi (Young dan Craig, 2002).
Adanya diskusi ini melibatkan perdebatan, maka diperlukan pendekatan logical pada data
semua residu sebelum publiksi oleh peneliti. Data dari Canada tidak jauh beda dengan
Amerika.kesimpulan yang dapat diambil yaitu sesuatu yang kurang dari 1% dari ukuran
residu produksi telur Amerika, 99% sisanya dinyatakan bebas antibiotik maupun
sulfonamide. Sayangnya kesimpulan ini didapat dari data yang minimal untuk
dinterpretasikan.
3.2 Proses Kloramfenikol menjadi residu
Pada dasarnya bila penggunaan antibiotik sesuai pada dosis dan prosedur penggunaan
maka kemungkinan adanya residu dapat diminimalisir. Akan tetapi, dewasa ini banyak
peternak mengacuhkan akan dampak yang dapat ditimbulkan akibat adanya residu yang
terdapat pada telur ayam. Residu dari kloramfeniol dapat hilang dengan sendirinya, hal
tersebut apat diketahui karena terdapat beberapa periode dari masuknya antibiotik hingga
antibiotik tersebut hilang. Pada kasus ini, residu kloramfenikol akan bertahan pada jaringan
unggas selama 24-48 jam setelah pemberian antibiotik. Kemudian residu tersebut pertama
kali muncul pada telur ayam (albumin dan kuning telur) sekitar 12-24 jam setelahnya. Residu
akan mencapai tingkat maksimum pada albumin sekitar 24 jam lebih dan 8-10 hari pada
kuning telur. Akan tetapi, residu tersebut akan hilang dengan sendirinya sekitar 60-72 jam
![Page 7: kloramfenikol](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082402/5695d4301a28ab9b02a09a95/html5/thumbnails/7.jpg)
pada albumin, 12-14 hari pada kuning telur, dan akan hilang total dari plasma jika ditambah
perluasan waktu sekitar 36-48 jam.
Pada proses hingga hilangnya kloramfenikol dari tubuh, memerlukan waktu yang
cukup panjang. Hal tersebut memiliki dampak turunya omset peternak, apabila pada selang
waktu sekitar 18 hari tersebut tidak ada penjualan hasil produksi telur. Sehingga peternak
memaksakan diri untuk menjual hasil produksinya, meskipun telur-telur tersebut masih
terkandung residu kloramfenikol didalamnya. Dari masalah tersebut, secara tidak langsung
berdampak pada kesehatan konsumen yang tidak tahu-menahu mengenai residu tersebut.
Sehingga pada akhirnya kesehatan dari konsumen yang menjadi taruhannya. Residu
antibiotik di dalam telur serta produk hewan lainnya, dapat menimbulkan ancaman potensial
terhadap kesehatan masyarakat bila dikonsumsi dalam waktu yang lama, ancaman tersebut
dapat berupa:
1. aspek toksikologis, yaitu residu antibiotik dapat bersifat racun terhadap hati, ginjal,
dan pusat hemopoitika,
2. aspek mikrobiologis, yaitu residu antibiotik akan menggangu keseimbangan
mikroflora di dalam saluran pencernaan sehingga dapat menggangu metabolisme
tubuh,
3. aspek imunopatologis, yaitu residu antibiotic dapat menjadi faktor pemicu timbulnya
reaksi alergi dari yang bersifat ringan sampai berat dan bersifat fatal,
4. menimbulkan gangguan pada sistem saraf dan kerusakan jaringan
3.3 Upaya yang Dapat Dilakukan untuk Meminimalisir Residu Antibiotik
Kloramfenikol pada Telur Ayam
Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir residu antibiotik kloramfenikol
pada telur ayam adalah:
Menggunakan Antibiotik Alami
Beberapa makanan diketahui mengandung zat antibiotik yang bisa membantu
membersihkan darah dan membunuh bakteri jahat secara alami. Dalam istilah herbalogi, zat
yang bersifat antibiotik ini disebut dengan astringent.Dengan mengonsumsinya saat sakit,
bisa mempercepat proses penyembuhan. Namun, bukan berarti Anda tak menghabiskan obat
antibiotik yang sudah diresepkan dokter. Berikut empat makanan sumber antibiotik seperti :
1. Bawang merah dan bawang putih
![Page 8: kloramfenikol](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082402/5695d4301a28ab9b02a09a95/html5/thumbnails/8.jpg)
Keduanya memiliki sifat antibakteri. Bawang merah dan bawang putih sejak lama telah
digunakan untuk penyakit ringan hingga berat. Penelitian juga menunjukkan kalau sifat
antijamur pada bawang putih bisa membantu mencegah infeksi. Lalu, baik bawang merah
maupun bawang putih bisa membantu tubuh melawan virus flu.
2. Madu
Madu digunakan sebagai pengobatan antibakteri, jauh sebelum antibiotik sintetis
dikembangkan. Madu diketahui mengandung enzim dan antimikroba, yang melepaskan
hidrogen peroksida dan mencegah pertumbuhan bakteri tertentu.
3. Kubis
Sayuran jenis cruciferous, seperti brokoli, kembang kol dan kubis Brussel, telah lama
dipercaya membantu mempercepat penyembuhan penyakit. Kandungan vitamin C-nya, yang
dikenal sebagai antibiotik alami. Bisa memenuhi hingga 75 persen kebutuhan orang dewasa.
4. Makanan berfermentasi
Beberapa dokter menganjurkan mengonsumsi probiotik sambil memberikan perawatan obat
antibiotik. Hal ini untuk menggantikan bakteri baik, mikroflora, yang hancur karena sistem
pencernaan. Anda bisa mengonsumsi acar atau produk minuman probiotik.
Gunakan Antibiotik Alami Tanpa Residu
Seiring dengan semakin berkembangnya sistem peternakan organik (organic farming).
Upaya pencarian alternatif aditif pakan untuk menggantikan antibiotik lebih banyak
diarahkan pada pemanfaatan senyawa peptida yang bersifat antibacterial sehingga diharapkan
dapat meningkatkan performa unggas dan meminimalisir residu antibiotik pada daging
unggas. Peptidobiotik merupakan salah satu senyawa peptida yang berpotensi untuk
menggantikan antibiotik.
Peptidobiotic mengandung arti senyawa peptida (peptide) yang berfungsi untuk
mengendalikan mikrobiota (biotic) yang merugikan dalam saluran pencernaan ternak.
Berbeda dengan antibiotik, pemakaian peptidobiotic sebagai imbuhan pakan membawa
keunggulan tersendiri yaitu tidak menimbulkan residu kimiawi dalam daging dan hasil ternak
lainnya. Diperkenalkannya peptidobiotic sebagai antibiotik generasi baru merupakan
pengembangan dari probiotik yang selama ini dikenal. Salah satu jenis peptidobiotic adalah
pediocin. Pediocin merupakan senyawa peptida yang tersusun dari 44 asam amino
diantaranya adalah lisin, hisitidin dan aspartat selain itu cukup stabil terhadap pemanasan
(heat stable). Pediocin dapat diproduksi oleh bakteri asam laktat dari kelompok Lactococcus
spp. dan Pediococcus spp. yang ditumbuhkan pada medium tumbuh yang mengandung whey
(limbah pembuatan keju).
![Page 9: kloramfenikol](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082402/5695d4301a28ab9b02a09a95/html5/thumbnails/9.jpg)
Pediocin merupakan senyawa peptida yang memiliki daya antibateria berspektrum
luas (wide spectrum) sehingga mampu menghambat bakteri golongan gram positif dan gram
negatif.seperti L. monocytogeneisis, C. perfringens, E. faecalis dan S. aereus. Bakteri-bakteri
tersebut selain dapat menyebabkan jangkitan penyakit juga menyebabkan kerusakan /
pembusukan dalam bahan pangan maupun pakan. Kelebihan dari peptidobiotik (pediocin) ini
selain stabil dalam pemanasan (termostable) juga relatif stabil terhadap kondisi asam dengan
kisaran keasaman (pH) 2-10, serta mudah larut dalam air.
Kondisi ini sangat menguntungkan dalam aplikasinya untuk aditif pakan ternak.
Pemanfaatan pediocin sebagai bahan imbuhan pakan pengganti antibiotik mampu
meningkatkan performa unggas. Hasil penelitian Grilli dkk. (2009) menyatakan bahwa
penambahan pediocin dalam pakan dapat menjaga saluran pencernaan dari infeksi bakteri
Clostridum perfringens dan coliform dan memperbaiki performa ternak.
Hasil penelitian Grilli dkk (2009) tersebut membuktikan bahwa walaupun diinfeksi
dengan bakteri Clostridium, ayam yang diberi pediocin memiliki pertumbuhan dan efisiensi
pakan yang lebih baik dibandingkan tanpa pemberian pediocin. Peningkatan performa unggas
ini dikarenakan keberadaan peptidobiotik ‘pediocin’ yang mampu menekan pertumbuhan
bakteri Clostridium perfringens dalam saluran pencernaan. Infeksi Clostridium perfringens
pada unggas menyebabkan penyakit necrotic enteritis seperti kejadian diare akut yang dapat
berakibat pada kematian ayam. Pediocin yang dihasilkan bakteri asam laktat golongan
Pediococcus acidilacti yang ditambahan pada pakan mampu meningkatkan kekebalan tubuh
ayam dari penyakit berak darah (koksidiosis). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lee dkk
(2007) membuktikan bahwa pemberian Pediococcus acidilacti (penghasil Pediocin) mampu
meningkatkan antibodi spesifik terhadap Eimeria yang merupakan parasit penyebab penyakit
koksidia.
Pengaruh positif dari penambahan pediocin dalam ransum unggas dalam menurunkan
koloni bakteri Clostridium dan meningkatkan imunitas akan berpengaruh pada efisiensi
pakan, pertambahan berat hidup dapat ditingkatkan dan mortalitas unggas dapat ditekan.
Keuntungan ganda dari keberadaan pediocin sebagai antibakteria untuk menekan
pertumbuhan bakteri pathogen, meningkatkan sistem kekebalan (immunomodulator) dan
tidak menimbulkan residu pada produk unggas menjadi harapan tersendiri sebagai imbuhan
pakan ‘generasi baru’ pengganti antibiotik.
Sisodia C.S. and R. H. Dunlop. Chlorampenicol Residue In Eggs. 1972 Dec; (13)12
![Page 10: kloramfenikol](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082402/5695d4301a28ab9b02a09a95/html5/thumbnails/10.jpg)
Smith CT, dkk. Ronnel residues in eggs of poultry. J Econ Entomol. 1965 Dec;58(6):1160–
1161
SNI. 2001. Batas baksimum cemaran mikroba dan batas maksimum residu dalam bahan
makanan asal hewan. Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner. Direktorat Jendral Bina
Produksi Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta
.