bab ii tinjauan pustaka 2.1 infeksi bakterieprints.umm.ac.id/55646/2/bab ii.pdf · obat ini umumnya...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Infeksi Bakteri
Infeksi merupakan penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme yang
terdiri dari satu atau banyak sel seperti bakteri, fungi, dan parasit serta virus.
Bakteri yang sering terjadi adalah Steptococcis peumoniae, Streptococcus grup A,
dan Haemophilus infunzae tipe B, infeksi saluran pencernaan yang disebabkan
oleh Shigella, Escherichia coli. Campylobacter. (Novard, Suharti, & Rasyid,
2019).
Bakteri merupakan salah satu golongan miroorganisme prokariotik yang
dibagi menjadi dua yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negativ.
Staphylococcus aereus merupakan bakteri yang dapat menyebabkan penyakit jika
mencapai jumlah 1.000.000 atau 106 g yang merupakan jumlah yang cukup untuk
memproduksi toksin. (Holderman, De Queljoe, & Rondonuwu, 2017).
2.2 Antibiotik
Antibiotik adalah zat yang dihasilkan mikroba, terutama fungi, yang dapat
menghambat membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa dibuat
secara semisintetik atau sintetik penuh. Antibiotik dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu spektrum sempit seperti Benzil Penisilin dan Sptreptomisin, dan juga
spektrum luas contohnya Kloramfenikol dan Tetrasiklin.(Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, 2018).
5
2.3 Tiamfenikol
Gambar 2.1 Struktur Tiamfenikol (Francis, 2009).
Tiamfenikol adalah antibiotik spektrum luas yang mempunyai cara kerja
seperti kloramfenikol. Obat ini umumnya kurang aktiv dibandingkan
kloramfenikol tetapi terhadap Pneumokokus, Haemophilus, dan Mengokokus
aktivitasnya sama dengan Kloramfenikol. Terhadap beberapa kuman daya
antibakterinya lebih lemah dibanding Kloramfenikol. Obat ini diserap dengan
baik pada pemberian peroral dan penetrasinya baik pada cairan Serebrospinal,
tulang dan sputum sehingga mencapai kadar Baktyerisid. Berbeda dengan
Kloramfenikol, obat ini sebagaian besar diekdresi utuh dalam urin. Oleh karena
itu dosis harus dikurangi pada pasien gagal ginjal. (Rismarini et al., 2016).
Secara umum diketahui bahwa Tiamfenikol memiliki aktifitas
bakteriostatik yang mengikat sub uni 50s ribosom untuk memblok peptidil
transferase, sehingga memperlambat perpanjangan rantai peptida dan sintesis
protein bakteri. Tiamfenikol merupakan antibakteri spektrum luas bereaksi
terhadap bakteri gram positif dan bakteri gram negativ (Umum et al., 2011).
2.3.1 Bentuk Sediaan Tiamfenikol
Antibiotik Tiamfenikol terbagi menjadi beberapa bentuk sediaan seperti
pada Tabel II.1
Tabel II.1 Bentuk sediaan antibiotik Tiamfenikol ( MIMS, 2016).
Bentuk Sediaan Dosis Kandungan
Tiamfenikol kapsul 250 mg Tiamfenikol 250 mg
Tiamfenikol kapsul 500 mg Tiamfenikol 500 mg
Tiamfenikol sirup 125mg/ml Tiap 5ml (satu sendok takar)
mengandung Tiamfenikol
125mg
Tiamfenikol sirup forte 250mg/ml Tiap 5ml (satu sendok takar)
mengandung Tiamfenikol
250mg
6
2.3.2 Dosis Tiamfenikol
Dosis Tiamfenikol dibagi menjadi dua yaitu dosis yang digunakan untuk
dewasa dan dosis yang digunakan pada anak-anak. Adapun dosis yang digunakan
seperti pada Tabel II.2
Dewasa
Tabel II.2 Dosis Tiamfenikol untuk dewasa ( Syarif et al, 2017).
Infeksi saluran pernafasan atas 500 mg, 3 kali sehari selama 5
hari
Infeksi saluran kemih 500 mg,
4 kali sehari selama 5 hari
Infeksi saluran cerna 500 mg, 3 kali sehari minimum
selama 5 hari
Anak-anak
20-30 mg/kgBB/hari atau menurut petunjuk dokter ( Syarif et al, 2017 ).
2.3.3 Indikasi Tiamfenikol
Tiamfenikol (thiamphenicol) digunakan untuk demam tifus, paratifus,
infeksi Salmonella thypi, terutama infeksi meningeal, Rickettsia, bakteri gram
negatif penyebab bakteria meningitis, infeksi kuman yang resisten terhadap
antibiotik lain.Antibiotik ini sangat umum digunakan untuk pengobatan infeksi
saluran pernafasan, infeksi saluran pencernaan, dan infeksi saluran kemih
misalnya gonore (Farmasiana, 2017).
2.3.4 Mekanisme Kerja Tiamfenikol
Memiliki mekanisme kerja yaitu biosintesis protein menghambat
aktivitas peptidiltransfase, dihambat melalui ikatan pada sub unit 50S.
Mempunyai aktivitas bakteriostatik yang luas baik terhadap organisme gram
positif maupun gram negatif (Medicines & Unit, 1997).
2.3.5 Kontra Indikasi Tiamfenikol
Tiamfenikol (thiamphenicol) dikontraindikasikan terhadap pasien yang
hipersensitf terhadap tiamfenikol (thiamphenicol) dan antibiotik derivat
Kloramphenicol lainnya. Sebaiknya tidak diberikan kepada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal dan hati. Dan jangan menggunakan antibiotik ini untuk
7
pengobatan influenza, batuk pilek dan infeksi lain yang disebabkan oleh virus
(Farmasiana, 2017).
Kontra indikasi Tiamfenikol yaitu hipersensitive terhadap Tiamfenikol,
anuria, penyakit ginjal berat, dan disfungsi ginjal berat. Tiamfenikol tidak
diindikasikan untuk penyakit influenza, batuk, dan infeksi tenggorokan (Anonim,
2017).
2.3.6 Efek Samping Tiamfenikol
Efek samping yang disebabkan oleh pemakaian tiamfenikol
(thiamphenicol) adalah reaksi hipersensitivias / alergi, gangguan pada saluran
pencernaan seperti mual, muntah, diare. Obat ini dapat juga menyebabkan
sariawan, glositis, ensefalopati, depresi mental, sakit kepala, ototoksisitas, anemia
dan hematologic. Jika antibiotik ini digunakan dalam jangka waktu yang panjang
dapat menyebabkan pendarahan, neuritis optik dan perifer. Efek samping
tiamfenikol (thiamphenicol) yang berpotensi fatal adalah penekanan pada sumsum
tulang belakang, sindrom abu-abu pada bayi baru lahir dan prematur. Jika tanda –
tanda hipersensitivitas muncul segera hubungi pihak medis karena bisa
menyebabkan shock anafilaktic yang bisa berakibat fatal (Rismarini et al., 2016).
2.4 Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter
hewan kepada Apoteker baik dalam bentuk kertas maupun elektronik untuk
menyediakan dan menyerahkan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan bagi
pasien ( Pemenkes, 2017).
2.5 Rumah Sakit
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat jalan, rawat inap, dan gawat darurat ( Permenkes , 2016 ).
Menurut peraturan undang-undang pasal 3, standar pelayanan kefarmasian
di rumah sakit meliputi :
1. Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi standar :
a. Pengolaan sediaan farmasi, alat kesehatan. Dan bahan medis habis
pakai; dan
8
b. Pelayanan farmasi klinik
2. Pengelolahan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. Pemilihan;
b. Perencanaan kebutuhan;
c. Pengadaan;
d. Penerimaan;
e. Penyimpanan;
f. Pendistribusian;
g. Pemusnahan dan penarikan;
h. Pengendalian; dan
i. Administrasi
3. pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksut pada ayat (1) huruf b
meliputi :
a. Pengkajian dan pelayanan resep;
b. Penelusuran riwayat penggunaan obat;
c. Rekonsilisasi obat;
d. Pelayanan Informasi Obat (Pio);
e. Konseling;
f. Visite;
g. Pemantauan Terapi Obat (Pto);
h. Monitoting Efek Samping Obat (Meso);
i. Evaluasi Penggunaan Obat (Epo);
j. Dispensing sediaan steril; dan
k. Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah (Pkod)
4. Pelayanan farmasi klinik berupa dispensing sediaan steril sebagaimana
dimaksut pada pasal (3) huruf j hanya dapat dilakukan oleh Rumah
Sakit yang mempunyai sarana untuk melakukan produksi sediaan steril
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolahan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai dan pelayanan farmasi klinik
sebagaimana dimaksut pada ayat (2) dan ayat (3) tercantum dalam
9
lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini (Permenkes, 2016).
Pengadaan merupakan proses untuk penyediaan obat yang dibutuhkan di
Rumah Sakit. Tujuan manajemen obat adalah tersedianya obat setiap saat
dibutuhkan baik mengenai jenis, jumlah maupun kualitas secara efesien, dengan
demikian manajemen obat dapat dipakai sebagai suber daya yang potensial
bertujuan untuk mewujudkan ketersediaan obat yang dibutuhkan untuk
operasional efektif dan efesien.
2.6 Unit Pengukuran ATC/DDD
2.6.1 Definisi
Sistem ATC/DDD (ATC=Anatomical Therapeutic Chemical, DDD=
Defined Daily Dose) merupakan system klasifikasi dan pengukuran obat yang saat
ini telah menjadi salah satu pusat perhatian dalam pengembangan penelitian
penggunaan obat. WHO menyatakan system ATC/DDD sebagai standar
pengukuran internasional untuk studi dalam pengembangan penelitian
penggunaan obat. WHO menyatakan system ATC/DDD sebagai standar
pengukur internasional untuk studi penggunaan obat, sekaligus menerapkan WHO
Collaborating Centre for Drug Statistic Methodology untuk memelihara dan
mengembangkan system ATC/DDD ( Birkett, 2002 ).
2.6.2 Tujuan Penggunaan ATC/DDD
ATC/DDD adalah sebagai suatu metode kuantitatif yang digunakan dalam
penelitian penggunaan obat untuk meningkat kualitas penggunaan obat. System
ini telah direkomendasikan oleh WHO dan dijadikan acuan internasional dalam
studi penggunaan obat (WHO, 2011).
2.6.3 Sistem Klasifikasi ATC/DDD
Sistem klasifikasi ATC digunakan untuk mengklasifikasikan obat. Sistem
ini dikontrol oleh WHO Collaborating Centre for Drug Statistic Methodology,
dan pertama kali dipublikasikan tahun 1976. Obat dibagi menjadi kelompok yang
berbeda menurut organ atau sistem dimana obat tersebut bereaksi dan atau
berdasarkan karakteristik terapeutik dan kimianya. Obat diklasifikasikan menjadi
kelompok-kelompok pada lima level yang berbeda.
10
1. Level pertama, level yang paling luas, obat dibagi menjadi 14
kelompok utama anatomi. Kode level pertama berdasarkan huruf,
contoh : “B” untuk Blood and blood forming organs. Beberapa kode
level berdasarkan huruf terdapat pada tabel II.3
Tabel II.3 Kode level berdasarkan huruf (WHO Drug Information, 2015).
A Alimentary tract and metabolism
B Blood and blood forming organs
C Cardiovascular system
D Dermatologics
G Genitourinary system and sex hormone
H Systemic hormonal preparations
J Antiinfectives for systemic
L Antineoplastic and immunomodelating
M Musculo-skeletal system
N Nervous system
P Antiparasitic product, insecticides and repellents
R Respiratory system
S Sensory organs
V Various
2. Level 2, kelompok utama farmakologi dan terdiri dari dua digit.
3. Level 3, kelompok farmakologi dan terdiri dari satu huruf.
4. Level 4, kelompok kimia dan terdiri dari satu huruf.
5. Level 5, kelompok zat kimia dan terdiri dari dua digit (Guidelines,
2013).
Contoh : ATC J01CA01 adalah kode untuk Ampicillin
Adapun maknanya adalah sebagai seperti pada Tabel II.4
Tabel II.4 Kode struktur ATC
Struktur ATC
Level 1, kelompok utama
anatomi
J ; Anti infective for systemic
Level 2, kelompok utama
farmakologi
J01 ; Antibacterial for systemic use
Level 3, kelompok farmakologi J01C ; Beta-Lactam Antibiotikals,
Penicillins
Level 4, kelompok kimia J01CA ; Penicillins with extended
spectrum
Level 5, kelompok zat kimia J01CA01 Ampicillin
11
(WHO, 2015).
Prinsip umum klasifikasi :
1) Penggunaan terapi utama
2) Satu kode untuk setiap sediaan
3) Satu zat dapat mempunyai kode ATC lebih dari satu bila mempunyai
kekuatan dan bentuk sediaan lebih dari satu untuk terapi yang berbeda
(WHO, 20015).
2.6.4 Unit Pengukuran ATC/DDD
DDD diasumsikan sebagai dosis pemeliharaan rata-rata perhari yang
digunakan untuk indikasi utama orang dewasa. DDD hanya ditetapkan untuk obat
yang mempunyai kode ATC (WHO, 2006). Penggunaan satuan unit biaya dalam
studi kuantitatif penggunaan obat dapat digunakan dalam membantu memonitor
pengeluaran biaya obat untuk masalah yang efektif dan mengidentifikasi masalah
penggunaan obat untuk menyusun langkah kebijakan penggunaan obat. Analisis
penggunaan obat dalam unit kuantitas dapat membantu dalam mengidentifikasi
penggunaan yang overuse dan underuse dalam pengobatan sendiri dan kelompok.
(WHO,2013)
Jumlah unit DDD yang direkomendasikan pada pengobatan mungkin
dinyatakan dalam satuan milligram untuk sediaan padat oral seperti tablet dan
kapsul, atau milliliter untuk sediaan cair oral dan sediaan injeksi. Perubahan data
penggunaan dapat diperoleh dari data catatan inventaris farmasi atau data statistik
pejualan yang akan menunjukan nilai DDD kasar untuk mengidentifikasi seberapa
potensial terapi harian dari pengobatan yang diperoleh, terdistribusi atau yang
dikonsumsi. Penggunaan obat dapat dibandingkan dengan menggunakan unit
sebagai :
1) jumlah DDD per 1000 populasi per hari, untuk total penggunaan
2) jumlah DDD per 1000 hari kunjugan rawat jalan, untuk total penggunaan di
Rumah Sakit (WHO, 2013).
Data penggunaan obat yang dipresentasikan pada DDD hanya memberikan
perkiraan penggunaan dan tidak memberikan gambaran penggunaan yang
pasti. DDD merupakan unit pengukuran tetap yang tidak tergantung pada
12
harga dan bentuk sediaan untuk mengakses trend penggunaan obat dan untuk
menunjukkan perbandingan antar kelompok populasi (WHO, 2013).
Unit DDD dapat digunakan untuk membandingkan penggunaan obat yang
berbeda dalam satu kelompok terapi yang sama, dimana mempunyai kesamaan
efikasi tapi berbeda dalam dosis kebutuhan, atau pengobatan dalam terapi yang
berbeda. Penggunaan obat dapat dibandingkan setiap waktu untuk memonitor
tujuan dan untuk menjamin dari adanya intervensi komite terapi medik dalam
meningkatan pengggunaan obat. Penggunaan dalam area geografi yang berbeda
dapat juga dibandingkan dengan metode ini (WHO, 2013).
Penetapan DDD ditetapkan dengan prinsip umum sebagai berikut :
1) Dosis rata-rata orang dewasa yang digunakan untuk indikasi utama yang
direfleksikan dengan kode ATC. Ketika dikonversikan dosis ke berat
badan, seorang dewasa dianggap 70 kg. Pada keadaan yang khusus,
terutama untuk anak-anak (seperti mixture, suppositoria) digunakan DDD
untuk orang dewasa. Kecuali yang dibuat khusus untuk anak-anak, seperti
hormone pertumbuhan dan tablet fluoride.
2) Dosis pemeliharaan. Beberapa obat digunakan dalam dosis yang berbeda
tetapi tidak direfleksikan dalam DDD.
3) Dosis terapi yang biasa digunakan.
4) DDD biasanya berdasarkan pernyataan isi (kekuatan) produk. Variasi dalam
bentuk garam biasanya tidak memberikan perbedaan DDD. Kecuali
digambarkan pada guidelines untuk kelompok ATC yang berbeda (Pani et
al., 2015).
Perhitungan Kuantitas Penggunaan obat dengan unit pengukuran DDD
dapat dilakukan sebagai berikut :
1) Dihitung data total penggunaan obat dalam unit; tablet, vial dan kekuatan; g,
iu dan kemudiaan disesuaikan dengan ATC.
2) Dihitung total kuantitas yang dikonsumsi (unit dikali dengan
kekuatan)
13
3) Dibagi total kuantitas dengan DDD yang ditetapkan ( DDD definitif)
4) Dibagi kuantiti total (DDD) dengan jumlah pasien (WHO, 2006).
2.6.5 Pengukuran ATC/DDD
Sistem ATC/DDD (Anatomical Therapeutic Chemical / Defined Daily
Dose) merupakan sistem klasifikasi dan pengukuran penggunaan obat yang saat
ini telah menjadi salah satu pusat perhatian dalam pengembangan penelitian
penggunaan obat. Sistem ATC/DDD sebagai standar pengukuran internasional
untuk studi penggunaan obat, sekaligus menetapkan WHO Collaborating Centre
for Drug Statistics Methodology untuk memelihara dan mengembangkan sistem
ATC/DDD. Evaluasi penggunaan obat dibagi menjadi dua yaitu kualitatif dan
kuantitatif. Salah satu studi kuantitatif adalah dengan menggunakan metode
ATC/DDD. Metode ini direkomendasikan oleh WHO untuk mengevaluasi
penggunaan obat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai DDD penggunaan obat
antibiotik. Instrumen penelitian adalah data resep yang telah ditebus oleh pasien
dewasa pada pelayanan kesehatan.
Contoh perhitungan metode ATC/DDD :
Amoksisilin Penggunaan obat dinyatakan sebagai DDD / 1000 penduduk /
hari diperoleh dengan menghitung jumlah keseluruhan obat yang digunakan
selama periode waktu tertentu (misalnya satu tahun) dan membagi ini dengan
DDD dikalikan dengan jumlah penduduk dan jumlah hari pada periode (WHO,
2017).
Cara perhitungan DDD:
Data total penggunaan obat dalam tiap unit bentuk sediaan disesuaikan
dengan ATC. Jika dalam ATC/DDD menggunakan satuan gram, maka dosis
sediaan antibiotik dijadikan dalam satuan gram. Kemudian dihitung total kuantitas
atau penggunaan dalam setiap tahun dari tahun 2004-2008. Setelah itu DDD
dihitung dengan membagi total dosis dengan DDD yang telah ditetapkan dalam
WHO. Nilai DDD dalam DDD/1000 kunjungan pasien rawat jalan diperoleh
dengan membagi total DDD dengan total kunjungan pasien rawat jalan yang telah
dibagi 1000.
14
Contoh perhitungan penggunaan ampisilin pada tahun 2003 dengan jumlah KPRJ
30000 dapat dilihat pada tabel II.6 :
Diketahui :
1. Kapsul 250 mg, yang digunakan 50
2. Kapsul 500 mg, yang digunakan 10
3. Tablet 500 mg, yang digunakan 250
Tabel II.5 perhitungan Ampisilin tahun 2003
Rumus DDD dari WHO :
DDD /1000 penduduk / hari = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 (𝑚𝑔)×1000
𝐷𝐷𝐷(𝑚𝑔)×𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖×365(ℎ𝑎𝑟𝑖)
DDD Ampisilin menurut WHO = 2g
No Rumus Perhitungan
1 Total
penggunaan
Ampisilin
tahun 2003
Rumus total penggunaan Ampisilin :
Kekuatan Ampisilin X total
penggunaan Ampisilin
(250 mg x 50) +
(500 mg x 10)+
(500 mg x 250)
= 142500 mg
= 142,500 g
2 Perhitungan
DDD
Ampisilin
tahun 2003
Rumus DDD Azithromycin: Total jumlah penggunaan Ampisislin
DDD Ampisilin menurut WHO
142,500 g
2 g= 71,25 g
3 Jumlah
kunjungan
Pasien
Rawat Jalan
(KPRJ)
Rumus KPRJ / 1000 orang / bulan :
jumlah KPRJ tahun 2003
1000 penduduk
3000
1000= 30
KPRJ/orang
4 DDD/1000
KPRJ
Ampisilin
total DDD Ampisilin
Total KPRJ/1000
71,25 gram
30KPRJ/orang= 2,8 DDD/1000KPRJ
Dari perhitungan diatas, didapatkan nilai DDD/1000 KPRJ ampisilin 2,8.
Hasil DDD/1000 KPRJ ampisilin 2,8 adalah nilai populasi dari obat untuk dosis
harian. Apabila nilai dari DDD/1000 KPRJ melebihi dari nilai DDD Ampisilin
yaitu 2g, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan dari Ampisilin masih
kurang tepat atau penggunaan berlebihan.
15
Jumlah yang digunakan adalah fungsi dari jumlah resep, jumlah tablet atau
kapsul per resep dan ukuran dosis tablet atau kapsul. Hipotesi 1 Jumlah resep per
tahun mengalami peningkatan. Informasi yang dibutuhkan untuk menguji
hipotesis ini akan menjadi nomor resep per tahun disesuaikan dengan perubahan
populasi selama periode penelitian. DDD / 1000 penduduk / hari digunakan untuk
melihat perubahan populasi. Jika tingkat resep telah meningkat, pertanyaan bisa
ditanyakan tentang alasan untuk ini (WHO,2017).
16