bab ii tinjauan pustaka 2.1 infeksi bakterieprints.umm.ac.id/55646/2/bab ii.pdf · obat ini umumnya...

13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Bakteri Infeksi merupakan penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme yang terdiri dari satu atau banyak sel seperti bakteri, fungi, dan parasit serta virus. Bakteri yang sering terjadi adalah Steptococcis peumoniae, Streptococcus grup A, dan Haemophilus infunzae tipe B, infeksi saluran pencernaan yang disebabkan oleh Shigella, Escherichia coli. Campylobacter. (Novard, Suharti, & Rasyid, 2019). Bakteri merupakan salah satu golongan miroorganisme prokariotik yang dibagi menjadi dua yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negativ. Staphylococcus aereus merupakan bakteri yang dapat menyebabkan penyakit jika mencapai jumlah 1.000.000 atau 106 g yang merupakan jumlah yang cukup untuk memproduksi toksin. (Holderman, De Queljoe, & Rondonuwu, 2017). 2.2 Antibiotik Antibiotik adalah zat yang dihasilkan mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Antibiotik dibagi menjadi dua kelompok, yaitu spektrum sempit seperti Benzil Penisilin dan Sptreptomisin, dan juga spektrum luas contohnya Kloramfenikol dan Tetrasiklin.(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2018).

Upload: others

Post on 06-Nov-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Bakterieprints.umm.ac.id/55646/2/BAB II.pdf · Obat ini umumnya kurang aktiv dibandingkan kloramfenikol tetapi terhadap Pneumokokus, Haemophilus,

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infeksi Bakteri

Infeksi merupakan penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme yang

terdiri dari satu atau banyak sel seperti bakteri, fungi, dan parasit serta virus.

Bakteri yang sering terjadi adalah Steptococcis peumoniae, Streptococcus grup A,

dan Haemophilus infunzae tipe B, infeksi saluran pencernaan yang disebabkan

oleh Shigella, Escherichia coli. Campylobacter. (Novard, Suharti, & Rasyid,

2019).

Bakteri merupakan salah satu golongan miroorganisme prokariotik yang

dibagi menjadi dua yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negativ.

Staphylococcus aereus merupakan bakteri yang dapat menyebabkan penyakit jika

mencapai jumlah 1.000.000 atau 106 g yang merupakan jumlah yang cukup untuk

memproduksi toksin. (Holderman, De Queljoe, & Rondonuwu, 2017).

2.2 Antibiotik

Antibiotik adalah zat yang dihasilkan mikroba, terutama fungi, yang dapat

menghambat membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa dibuat

secara semisintetik atau sintetik penuh. Antibiotik dibagi menjadi dua kelompok,

yaitu spektrum sempit seperti Benzil Penisilin dan Sptreptomisin, dan juga

spektrum luas contohnya Kloramfenikol dan Tetrasiklin.(Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia, 2018).

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Bakterieprints.umm.ac.id/55646/2/BAB II.pdf · Obat ini umumnya kurang aktiv dibandingkan kloramfenikol tetapi terhadap Pneumokokus, Haemophilus,

5

2.3 Tiamfenikol

Gambar 2.1 Struktur Tiamfenikol (Francis, 2009).

Tiamfenikol adalah antibiotik spektrum luas yang mempunyai cara kerja

seperti kloramfenikol. Obat ini umumnya kurang aktiv dibandingkan

kloramfenikol tetapi terhadap Pneumokokus, Haemophilus, dan Mengokokus

aktivitasnya sama dengan Kloramfenikol. Terhadap beberapa kuman daya

antibakterinya lebih lemah dibanding Kloramfenikol. Obat ini diserap dengan

baik pada pemberian peroral dan penetrasinya baik pada cairan Serebrospinal,

tulang dan sputum sehingga mencapai kadar Baktyerisid. Berbeda dengan

Kloramfenikol, obat ini sebagaian besar diekdresi utuh dalam urin. Oleh karena

itu dosis harus dikurangi pada pasien gagal ginjal. (Rismarini et al., 2016).

Secara umum diketahui bahwa Tiamfenikol memiliki aktifitas

bakteriostatik yang mengikat sub uni 50s ribosom untuk memblok peptidil

transferase, sehingga memperlambat perpanjangan rantai peptida dan sintesis

protein bakteri. Tiamfenikol merupakan antibakteri spektrum luas bereaksi

terhadap bakteri gram positif dan bakteri gram negativ (Umum et al., 2011).

2.3.1 Bentuk Sediaan Tiamfenikol

Antibiotik Tiamfenikol terbagi menjadi beberapa bentuk sediaan seperti

pada Tabel II.1

Tabel II.1 Bentuk sediaan antibiotik Tiamfenikol ( MIMS, 2016).

Bentuk Sediaan Dosis Kandungan

Tiamfenikol kapsul 250 mg Tiamfenikol 250 mg

Tiamfenikol kapsul 500 mg Tiamfenikol 500 mg

Tiamfenikol sirup 125mg/ml Tiap 5ml (satu sendok takar)

mengandung Tiamfenikol

125mg

Tiamfenikol sirup forte 250mg/ml Tiap 5ml (satu sendok takar)

mengandung Tiamfenikol

250mg

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Bakterieprints.umm.ac.id/55646/2/BAB II.pdf · Obat ini umumnya kurang aktiv dibandingkan kloramfenikol tetapi terhadap Pneumokokus, Haemophilus,

6

2.3.2 Dosis Tiamfenikol

Dosis Tiamfenikol dibagi menjadi dua yaitu dosis yang digunakan untuk

dewasa dan dosis yang digunakan pada anak-anak. Adapun dosis yang digunakan

seperti pada Tabel II.2

Dewasa

Tabel II.2 Dosis Tiamfenikol untuk dewasa ( Syarif et al, 2017).

Infeksi saluran pernafasan atas 500 mg, 3 kali sehari selama 5

hari

Infeksi saluran kemih 500 mg,

4 kali sehari selama 5 hari

Infeksi saluran cerna 500 mg, 3 kali sehari minimum

selama 5 hari

Anak-anak

20-30 mg/kgBB/hari atau menurut petunjuk dokter ( Syarif et al, 2017 ).

2.3.3 Indikasi Tiamfenikol

Tiamfenikol (thiamphenicol) digunakan untuk demam tifus, paratifus,

infeksi Salmonella thypi, terutama infeksi meningeal, Rickettsia, bakteri gram

negatif penyebab bakteria meningitis, infeksi kuman yang resisten terhadap

antibiotik lain.Antibiotik ini sangat umum digunakan untuk pengobatan infeksi

saluran pernafasan, infeksi saluran pencernaan, dan infeksi saluran kemih

misalnya gonore (Farmasiana, 2017).

2.3.4 Mekanisme Kerja Tiamfenikol

Memiliki mekanisme kerja yaitu biosintesis protein menghambat

aktivitas peptidiltransfase, dihambat melalui ikatan pada sub unit 50S.

Mempunyai aktivitas bakteriostatik yang luas baik terhadap organisme gram

positif maupun gram negatif (Medicines & Unit, 1997).

2.3.5 Kontra Indikasi Tiamfenikol

Tiamfenikol (thiamphenicol) dikontraindikasikan terhadap pasien yang

hipersensitf terhadap tiamfenikol (thiamphenicol) dan antibiotik derivat

Kloramphenicol lainnya. Sebaiknya tidak diberikan kepada pasien dengan

gangguan fungsi ginjal dan hati. Dan jangan menggunakan antibiotik ini untuk

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Bakterieprints.umm.ac.id/55646/2/BAB II.pdf · Obat ini umumnya kurang aktiv dibandingkan kloramfenikol tetapi terhadap Pneumokokus, Haemophilus,

7

pengobatan influenza, batuk pilek dan infeksi lain yang disebabkan oleh virus

(Farmasiana, 2017).

Kontra indikasi Tiamfenikol yaitu hipersensitive terhadap Tiamfenikol,

anuria, penyakit ginjal berat, dan disfungsi ginjal berat. Tiamfenikol tidak

diindikasikan untuk penyakit influenza, batuk, dan infeksi tenggorokan (Anonim,

2017).

2.3.6 Efek Samping Tiamfenikol

Efek samping yang disebabkan oleh pemakaian tiamfenikol

(thiamphenicol) adalah reaksi hipersensitivias / alergi, gangguan pada saluran

pencernaan seperti mual, muntah, diare. Obat ini dapat juga menyebabkan

sariawan, glositis, ensefalopati, depresi mental, sakit kepala, ototoksisitas, anemia

dan hematologic. Jika antibiotik ini digunakan dalam jangka waktu yang panjang

dapat menyebabkan pendarahan, neuritis optik dan perifer. Efek samping

tiamfenikol (thiamphenicol) yang berpotensi fatal adalah penekanan pada sumsum

tulang belakang, sindrom abu-abu pada bayi baru lahir dan prematur. Jika tanda –

tanda hipersensitivitas muncul segera hubungi pihak medis karena bisa

menyebabkan shock anafilaktic yang bisa berakibat fatal (Rismarini et al., 2016).

2.4 Resep

Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter

hewan kepada Apoteker baik dalam bentuk kertas maupun elektronik untuk

menyediakan dan menyerahkan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan bagi

pasien ( Pemenkes, 2017).

2.5 Rumah Sakit

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat jalan, rawat inap, dan gawat darurat ( Permenkes , 2016 ).

Menurut peraturan undang-undang pasal 3, standar pelayanan kefarmasian

di rumah sakit meliputi :

1. Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi standar :

a. Pengolaan sediaan farmasi, alat kesehatan. Dan bahan medis habis

pakai; dan

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Bakterieprints.umm.ac.id/55646/2/BAB II.pdf · Obat ini umumnya kurang aktiv dibandingkan kloramfenikol tetapi terhadap Pneumokokus, Haemophilus,

8

b. Pelayanan farmasi klinik

2. Pengelolahan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis

pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. Pemilihan;

b. Perencanaan kebutuhan;

c. Pengadaan;

d. Penerimaan;

e. Penyimpanan;

f. Pendistribusian;

g. Pemusnahan dan penarikan;

h. Pengendalian; dan

i. Administrasi

3. pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksut pada ayat (1) huruf b

meliputi :

a. Pengkajian dan pelayanan resep;

b. Penelusuran riwayat penggunaan obat;

c. Rekonsilisasi obat;

d. Pelayanan Informasi Obat (Pio);

e. Konseling;

f. Visite;

g. Pemantauan Terapi Obat (Pto);

h. Monitoting Efek Samping Obat (Meso);

i. Evaluasi Penggunaan Obat (Epo);

j. Dispensing sediaan steril; dan

k. Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah (Pkod)

4. Pelayanan farmasi klinik berupa dispensing sediaan steril sebagaimana

dimaksut pada pasal (3) huruf j hanya dapat dilakukan oleh Rumah

Sakit yang mempunyai sarana untuk melakukan produksi sediaan steril

5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolahan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai dan pelayanan farmasi klinik

sebagaimana dimaksut pada ayat (2) dan ayat (3) tercantum dalam

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Bakterieprints.umm.ac.id/55646/2/BAB II.pdf · Obat ini umumnya kurang aktiv dibandingkan kloramfenikol tetapi terhadap Pneumokokus, Haemophilus,

9

lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Menteri ini (Permenkes, 2016).

Pengadaan merupakan proses untuk penyediaan obat yang dibutuhkan di

Rumah Sakit. Tujuan manajemen obat adalah tersedianya obat setiap saat

dibutuhkan baik mengenai jenis, jumlah maupun kualitas secara efesien, dengan

demikian manajemen obat dapat dipakai sebagai suber daya yang potensial

bertujuan untuk mewujudkan ketersediaan obat yang dibutuhkan untuk

operasional efektif dan efesien.

2.6 Unit Pengukuran ATC/DDD

2.6.1 Definisi

Sistem ATC/DDD (ATC=Anatomical Therapeutic Chemical, DDD=

Defined Daily Dose) merupakan system klasifikasi dan pengukuran obat yang saat

ini telah menjadi salah satu pusat perhatian dalam pengembangan penelitian

penggunaan obat. WHO menyatakan system ATC/DDD sebagai standar

pengukuran internasional untuk studi dalam pengembangan penelitian

penggunaan obat. WHO menyatakan system ATC/DDD sebagai standar

pengukur internasional untuk studi penggunaan obat, sekaligus menerapkan WHO

Collaborating Centre for Drug Statistic Methodology untuk memelihara dan

mengembangkan system ATC/DDD ( Birkett, 2002 ).

2.6.2 Tujuan Penggunaan ATC/DDD

ATC/DDD adalah sebagai suatu metode kuantitatif yang digunakan dalam

penelitian penggunaan obat untuk meningkat kualitas penggunaan obat. System

ini telah direkomendasikan oleh WHO dan dijadikan acuan internasional dalam

studi penggunaan obat (WHO, 2011).

2.6.3 Sistem Klasifikasi ATC/DDD

Sistem klasifikasi ATC digunakan untuk mengklasifikasikan obat. Sistem

ini dikontrol oleh WHO Collaborating Centre for Drug Statistic Methodology,

dan pertama kali dipublikasikan tahun 1976. Obat dibagi menjadi kelompok yang

berbeda menurut organ atau sistem dimana obat tersebut bereaksi dan atau

berdasarkan karakteristik terapeutik dan kimianya. Obat diklasifikasikan menjadi

kelompok-kelompok pada lima level yang berbeda.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Bakterieprints.umm.ac.id/55646/2/BAB II.pdf · Obat ini umumnya kurang aktiv dibandingkan kloramfenikol tetapi terhadap Pneumokokus, Haemophilus,

10

1. Level pertama, level yang paling luas, obat dibagi menjadi 14

kelompok utama anatomi. Kode level pertama berdasarkan huruf,

contoh : “B” untuk Blood and blood forming organs. Beberapa kode

level berdasarkan huruf terdapat pada tabel II.3

Tabel II.3 Kode level berdasarkan huruf (WHO Drug Information, 2015).

A Alimentary tract and metabolism

B Blood and blood forming organs

C Cardiovascular system

D Dermatologics

G Genitourinary system and sex hormone

H Systemic hormonal preparations

J Antiinfectives for systemic

L Antineoplastic and immunomodelating

M Musculo-skeletal system

N Nervous system

P Antiparasitic product, insecticides and repellents

R Respiratory system

S Sensory organs

V Various

2. Level 2, kelompok utama farmakologi dan terdiri dari dua digit.

3. Level 3, kelompok farmakologi dan terdiri dari satu huruf.

4. Level 4, kelompok kimia dan terdiri dari satu huruf.

5. Level 5, kelompok zat kimia dan terdiri dari dua digit (Guidelines,

2013).

Contoh : ATC J01CA01 adalah kode untuk Ampicillin

Adapun maknanya adalah sebagai seperti pada Tabel II.4

Tabel II.4 Kode struktur ATC

Struktur ATC

Level 1, kelompok utama

anatomi

J ; Anti infective for systemic

Level 2, kelompok utama

farmakologi

J01 ; Antibacterial for systemic use

Level 3, kelompok farmakologi J01C ; Beta-Lactam Antibiotikals,

Penicillins

Level 4, kelompok kimia J01CA ; Penicillins with extended

spectrum

Level 5, kelompok zat kimia J01CA01 Ampicillin

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Bakterieprints.umm.ac.id/55646/2/BAB II.pdf · Obat ini umumnya kurang aktiv dibandingkan kloramfenikol tetapi terhadap Pneumokokus, Haemophilus,

11

(WHO, 2015).

Prinsip umum klasifikasi :

1) Penggunaan terapi utama

2) Satu kode untuk setiap sediaan

3) Satu zat dapat mempunyai kode ATC lebih dari satu bila mempunyai

kekuatan dan bentuk sediaan lebih dari satu untuk terapi yang berbeda

(WHO, 20015).

2.6.4 Unit Pengukuran ATC/DDD

DDD diasumsikan sebagai dosis pemeliharaan rata-rata perhari yang

digunakan untuk indikasi utama orang dewasa. DDD hanya ditetapkan untuk obat

yang mempunyai kode ATC (WHO, 2006). Penggunaan satuan unit biaya dalam

studi kuantitatif penggunaan obat dapat digunakan dalam membantu memonitor

pengeluaran biaya obat untuk masalah yang efektif dan mengidentifikasi masalah

penggunaan obat untuk menyusun langkah kebijakan penggunaan obat. Analisis

penggunaan obat dalam unit kuantitas dapat membantu dalam mengidentifikasi

penggunaan yang overuse dan underuse dalam pengobatan sendiri dan kelompok.

(WHO,2013)

Jumlah unit DDD yang direkomendasikan pada pengobatan mungkin

dinyatakan dalam satuan milligram untuk sediaan padat oral seperti tablet dan

kapsul, atau milliliter untuk sediaan cair oral dan sediaan injeksi. Perubahan data

penggunaan dapat diperoleh dari data catatan inventaris farmasi atau data statistik

pejualan yang akan menunjukan nilai DDD kasar untuk mengidentifikasi seberapa

potensial terapi harian dari pengobatan yang diperoleh, terdistribusi atau yang

dikonsumsi. Penggunaan obat dapat dibandingkan dengan menggunakan unit

sebagai :

1) jumlah DDD per 1000 populasi per hari, untuk total penggunaan

2) jumlah DDD per 1000 hari kunjugan rawat jalan, untuk total penggunaan di

Rumah Sakit (WHO, 2013).

Data penggunaan obat yang dipresentasikan pada DDD hanya memberikan

perkiraan penggunaan dan tidak memberikan gambaran penggunaan yang

pasti. DDD merupakan unit pengukuran tetap yang tidak tergantung pada

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Bakterieprints.umm.ac.id/55646/2/BAB II.pdf · Obat ini umumnya kurang aktiv dibandingkan kloramfenikol tetapi terhadap Pneumokokus, Haemophilus,

12

harga dan bentuk sediaan untuk mengakses trend penggunaan obat dan untuk

menunjukkan perbandingan antar kelompok populasi (WHO, 2013).

Unit DDD dapat digunakan untuk membandingkan penggunaan obat yang

berbeda dalam satu kelompok terapi yang sama, dimana mempunyai kesamaan

efikasi tapi berbeda dalam dosis kebutuhan, atau pengobatan dalam terapi yang

berbeda. Penggunaan obat dapat dibandingkan setiap waktu untuk memonitor

tujuan dan untuk menjamin dari adanya intervensi komite terapi medik dalam

meningkatan pengggunaan obat. Penggunaan dalam area geografi yang berbeda

dapat juga dibandingkan dengan metode ini (WHO, 2013).

Penetapan DDD ditetapkan dengan prinsip umum sebagai berikut :

1) Dosis rata-rata orang dewasa yang digunakan untuk indikasi utama yang

direfleksikan dengan kode ATC. Ketika dikonversikan dosis ke berat

badan, seorang dewasa dianggap 70 kg. Pada keadaan yang khusus,

terutama untuk anak-anak (seperti mixture, suppositoria) digunakan DDD

untuk orang dewasa. Kecuali yang dibuat khusus untuk anak-anak, seperti

hormone pertumbuhan dan tablet fluoride.

2) Dosis pemeliharaan. Beberapa obat digunakan dalam dosis yang berbeda

tetapi tidak direfleksikan dalam DDD.

3) Dosis terapi yang biasa digunakan.

4) DDD biasanya berdasarkan pernyataan isi (kekuatan) produk. Variasi dalam

bentuk garam biasanya tidak memberikan perbedaan DDD. Kecuali

digambarkan pada guidelines untuk kelompok ATC yang berbeda (Pani et

al., 2015).

Perhitungan Kuantitas Penggunaan obat dengan unit pengukuran DDD

dapat dilakukan sebagai berikut :

1) Dihitung data total penggunaan obat dalam unit; tablet, vial dan kekuatan; g,

iu dan kemudiaan disesuaikan dengan ATC.

2) Dihitung total kuantitas yang dikonsumsi (unit dikali dengan

kekuatan)

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Bakterieprints.umm.ac.id/55646/2/BAB II.pdf · Obat ini umumnya kurang aktiv dibandingkan kloramfenikol tetapi terhadap Pneumokokus, Haemophilus,

13

3) Dibagi total kuantitas dengan DDD yang ditetapkan ( DDD definitif)

4) Dibagi kuantiti total (DDD) dengan jumlah pasien (WHO, 2006).

2.6.5 Pengukuran ATC/DDD

Sistem ATC/DDD (Anatomical Therapeutic Chemical / Defined Daily

Dose) merupakan sistem klasifikasi dan pengukuran penggunaan obat yang saat

ini telah menjadi salah satu pusat perhatian dalam pengembangan penelitian

penggunaan obat. Sistem ATC/DDD sebagai standar pengukuran internasional

untuk studi penggunaan obat, sekaligus menetapkan WHO Collaborating Centre

for Drug Statistics Methodology untuk memelihara dan mengembangkan sistem

ATC/DDD. Evaluasi penggunaan obat dibagi menjadi dua yaitu kualitatif dan

kuantitatif. Salah satu studi kuantitatif adalah dengan menggunakan metode

ATC/DDD. Metode ini direkomendasikan oleh WHO untuk mengevaluasi

penggunaan obat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai DDD penggunaan obat

antibiotik. Instrumen penelitian adalah data resep yang telah ditebus oleh pasien

dewasa pada pelayanan kesehatan.

Contoh perhitungan metode ATC/DDD :

Amoksisilin Penggunaan obat dinyatakan sebagai DDD / 1000 penduduk /

hari diperoleh dengan menghitung jumlah keseluruhan obat yang digunakan

selama periode waktu tertentu (misalnya satu tahun) dan membagi ini dengan

DDD dikalikan dengan jumlah penduduk dan jumlah hari pada periode (WHO,

2017).

Cara perhitungan DDD:

Data total penggunaan obat dalam tiap unit bentuk sediaan disesuaikan

dengan ATC. Jika dalam ATC/DDD menggunakan satuan gram, maka dosis

sediaan antibiotik dijadikan dalam satuan gram. Kemudian dihitung total kuantitas

atau penggunaan dalam setiap tahun dari tahun 2004-2008. Setelah itu DDD

dihitung dengan membagi total dosis dengan DDD yang telah ditetapkan dalam

WHO. Nilai DDD dalam DDD/1000 kunjungan pasien rawat jalan diperoleh

dengan membagi total DDD dengan total kunjungan pasien rawat jalan yang telah

dibagi 1000.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Bakterieprints.umm.ac.id/55646/2/BAB II.pdf · Obat ini umumnya kurang aktiv dibandingkan kloramfenikol tetapi terhadap Pneumokokus, Haemophilus,

14

Contoh perhitungan penggunaan ampisilin pada tahun 2003 dengan jumlah KPRJ

30000 dapat dilihat pada tabel II.6 :

Diketahui :

1. Kapsul 250 mg, yang digunakan 50

2. Kapsul 500 mg, yang digunakan 10

3. Tablet 500 mg, yang digunakan 250

Tabel II.5 perhitungan Ampisilin tahun 2003

Rumus DDD dari WHO :

DDD /1000 penduduk / hari = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 (𝑚𝑔)×1000

𝐷𝐷𝐷(𝑚𝑔)×𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖×365(ℎ𝑎𝑟𝑖)

DDD Ampisilin menurut WHO = 2g

No Rumus Perhitungan

1 Total

penggunaan

Ampisilin

tahun 2003

Rumus total penggunaan Ampisilin :

Kekuatan Ampisilin X total

penggunaan Ampisilin

(250 mg x 50) +

(500 mg x 10)+

(500 mg x 250)

= 142500 mg

= 142,500 g

2 Perhitungan

DDD

Ampisilin

tahun 2003

Rumus DDD Azithromycin: Total jumlah penggunaan Ampisislin

DDD Ampisilin menurut WHO

142,500 g

2 g= 71,25 g

3 Jumlah

kunjungan

Pasien

Rawat Jalan

(KPRJ)

Rumus KPRJ / 1000 orang / bulan :

jumlah KPRJ tahun 2003

1000 penduduk

3000

1000= 30

KPRJ/orang

4 DDD/1000

KPRJ

Ampisilin

total DDD Ampisilin

Total KPRJ/1000

71,25 gram

30KPRJ/orang= 2,8 DDD/1000KPRJ

Dari perhitungan diatas, didapatkan nilai DDD/1000 KPRJ ampisilin 2,8.

Hasil DDD/1000 KPRJ ampisilin 2,8 adalah nilai populasi dari obat untuk dosis

harian. Apabila nilai dari DDD/1000 KPRJ melebihi dari nilai DDD Ampisilin

yaitu 2g, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan dari Ampisilin masih

kurang tepat atau penggunaan berlebihan.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Bakterieprints.umm.ac.id/55646/2/BAB II.pdf · Obat ini umumnya kurang aktiv dibandingkan kloramfenikol tetapi terhadap Pneumokokus, Haemophilus,

15

Jumlah yang digunakan adalah fungsi dari jumlah resep, jumlah tablet atau

kapsul per resep dan ukuran dosis tablet atau kapsul. Hipotesi 1 Jumlah resep per

tahun mengalami peningkatan. Informasi yang dibutuhkan untuk menguji

hipotesis ini akan menjadi nomor resep per tahun disesuaikan dengan perubahan

populasi selama periode penelitian. DDD / 1000 penduduk / hari digunakan untuk

melihat perubahan populasi. Jika tingkat resep telah meningkat, pertanyaan bisa

ditanyakan tentang alasan untuk ini (WHO,2017).

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Bakterieprints.umm.ac.id/55646/2/BAB II.pdf · Obat ini umumnya kurang aktiv dibandingkan kloramfenikol tetapi terhadap Pneumokokus, Haemophilus,

16