kliping tentang kemiskinan di indonesia
TRANSCRIPT
KLIPING TENTANG KEMISKINAN DI INDONESIA
PEMUKIMAN TIDAK LAYAK
Kemiskinan merupakan permasalahan kompleks yang perlu diatasi dengan melibatkan peran
serta banyak pihak, termasuk kalangan perguruan tinggi. Dari sekian banyak strategi
mengentaskan kemiskinan, pendekatan social enterpreneurship yang bertumpu pada semangat
kewirausahaan untuk tujuan-tujuan perubahan sosial, kini semakin banyak digunakan karena
dianggap mampu memberikan hasil yang optimal. Konsep atau pendekatan ini layak
diujicobakan dalam lingkup perguruan tinggi karena gagasan dasarnya sebenarnya sesuai dengan
Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya aspek pengabdian masyarakat. Caranya adalah dengan
menerjemahkan konsep social enterpreneurship pada empat level: kelembagaan, regulasi, aksi,
dan audit/monitoring evaluasi.
Kemiskinan Rakyat: Akibat Kebijakan Ekonomi yang Keliru
Saat ini Negara sepertinya semakin tidak memperhatikan kesejahteraan rakyat. Banyak
kebijakan Pemerintah malah semakin membebani rakyat dan secara langsung terus melestarikan
kemiskinan. Beberapa indikatornya adalah sebagai berikut:
KETERBATASAN PEKERJAAN
Pertama, sektor riil tidak bergerak. Dana masyarakat yang berjumlah lebih dari Rp 210
triliun ternyata oleh bank-bank yang ada hanya diletakkan di BI melalui instrumen SBI.
Akibatnya, Bank Sentral harus mengeluarkan dana lebih dari Rp 20 triliun setahun hanya untuk
membayar bunganya saja; satu jumlah yang sangat besar. Meski Pemerintah mengatakan
pertumbuhan ekonomi mencapi lebih 5%, ternyata tiap pertumbuhan 1% tahun ini, menurut
laporan Bappenas (2006), hanya membuka 48.000 lapangan kerja. Artinya, pertumbuhan
ekonomi tersebut tidak selaras dengan pembukaan lapangan kerja. Jika bekerja adalah jalan
untuk mendistribusikan kekayaan dan mengurangi kemiskinan, maka pertumbuhan ekonomi
Indonesia telah gagal bekerja sesuai harapan. Inilah yang oleh Paul Grugman (1999) disebut
sebagai ekonomi balon (buble economy) akibat praktik bunga dan judi (Maurice Alaise, 1998).
Pasalnya, pertumbuhan ekonomi yang tinggi sesungguhnya terjadi di sektor moneter, bukan di
sektor riil yang bisa dirasakan langsung oleh rakyat kebanyakan.
Kedua, Pemerintah berencana meningkatkan kembali utang negara. Terakhir terdengar
ada usulan utang yang secara keseluruhan bernilai Rp 35 miliar dolar AS. Jika benar, dipastikan
utang itu akan makin menambah beban rakyat. Untuk tahun 2007 ini saja, cicilan dan bunga
utang sudah lebih dari 30% besaran APBN. Jumlah ini lebih besar daripada anggaran untuk
pendidikan, kesehatan dan pertahanan secara bersama-sama.
Ketiga, berbagai upaya Pemerintah mulai program Jaring Pengaman Sosial (JPS),
Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Askeskin dan Bantuan Tunai Langsung (BLT) tampak
tidak mampu menyelesaikan problem kemiskinan dan kesejahteraan rakyat selama Pemerintah
masih belum mampu menggerakkan sektor riil.
Keempat, dari sisi penerimaan, Pemerintah menjadikan pajak sebagai sumber utama
penerimaan negara. Akibatnya, rakyat akan semakin dibebani pajak. Sejak tahun 2002,
Pemerintah meningkatkan sumber penerimaan pajak di atas 70 %, bahkan tahun 2006 sebesar
75,2%, sedangkan sisanya dari sumberdaya alam. Menurunnya penerimaan negara dari sumber
bukan pajak merupakan dampak dari kebijakan Pemerintah yang menyerahkan pengelolaan
sumberdaya alam kepada swasta, khususnya asing. Dengan payung liberalisasi dalam investasi
dan privatisasi sektor publik, perusahaan multinasional asing seperti Exxon Mobil Oil, Caltex,
Newmount, Freeport, dan lainnya dengan mudah mengekploitasi kekayaan alam Indonesia dan
semua potensi ekonomi yang ada. Akibatnya, pemasukan APBN dari sektor SDA Migas dan
non-Migas makin lama makin kecil. Pada saat yang sama, privatisasi sektor publik
mengakibatkan kenaikan perkwartal TDL, telepon, dan BBM.
Kelima, dari sisi pengeluaran, terdapat alokasi belanja yang sangat bertolak belakang.
Dana pajak yang dipungut dari masyarakat dengan susah-payah ternyata sebagian besar adalah
untuk membayar utang yang rata-rata tiap tahun sebesar 25-30% dari total anggaran. Dalam
APBN-P 2007, anggaran belanja subsidi BBM dan lainnya sebesar Rp 105 triliun, sedangkan
pembayaran utang bunga Rp 83,5 triliun dan cicilan pokok Rp 54,7 triliun atau total sebesar Rp
138,2 triliun. Jelaslah, penyebab defisit APBN bukanlah besarnya subsidi, melainkan utang yang
sebagian besar hanya dinikmati oleh sekelompok kecil, yaitu konglomerat, untuk kepentingan
restrukturisasi perbankan.
KELAPARAN
Cara mengatasi kemiskinan :
Islam memiliki berbagai prinsip terakit kebijakan publik yang dapat dijadikan panduan
bagi program pengentasan kemiskinan dan sekaligus penciptaan lapangan kerja. Pertama, Islam
mendorong pertumbuhan ekonomi yang memberi manfaat luas bagi masyarakat (pro-poor
growth).
ANAK GELANDANGAN
Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh
negara-negara yang sedang berkembang,tetapi juga negara-negara maju,seperti inggris
dan amerika serikat.Negara mengalami kemiiskinan di penghujung tahun 1700 an pada
era kebangkitan revolusi industry yang muncul di eropa.Pada masa itu kaum miskin di
inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang yang
mendapat upah rendah.Mereka umumnya tinggal di permukaan kumuh yang rawan
terhadap penyakit sosial lainnya,seperti prostitusi, kriminilitas, pengangguran. Berikut
sedikit penjelasan mengenai kemiskinan yang sudah menjadi dilema mengglobal yang
sangat sulit di cari cara pemecahan terbaikya.
RUMAH KUMUH
1. Pengertian dan Karakteristik Permukiman Kumuh
Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, dapat merupakan
kawasan perkotaan dan perdesaan, berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/hunian dan
tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Sedangkan kata “kumuh” menurut kamus besar bahasa indonesia diartikan sebagai kotor atau
cemar. Jadi, bukan padat, rapat becek, bau, reyot, atau tidak teraturnya, tetapi justru kotornya
yang menjadikan sesuatu dapat dikatakan kumuh.
Menurut Johan Silas Permukiman Kumuh dapat diartikan menjadi dua bagian, yang pertama
ialah kawasan yang proses pembentukannya karena keterbatasan kota dalam menampung
perkembangan kota sehingga timbul kompetisi dalam menggunakan lahan perkotaan. Sedangkan
kawasan permukiman berkepadatan tinggi merupakan embrio permukiman kumuh. Dan yang
kedua ialah kawasan yang lokasi penyebarannya secara geografis terdesak perkembangan kota
yang semula baik, lambat laun menjadi kumuh. Yang menjadi penyebabnya adalah mobilitas
sosial ekonomi yang stagnan.