klb.docx

27
1. SURVEILANS PENYAKITBERPOTENSI KLB/WABAH Oleh : Abdul Kadar, SKM,M.Kes. 2. LATAR BELAKANG• Peristiwa kesehatan termasuk kematian dan kejadian penyakit baik yang menular maupun yang tidak menular, akan berubah dari waktu ke waktu tergantung faktor- faktor yang mempengaruhinya.• Untuk mencegah berkembangnya kejadian kematian & kesakitan menjadi peristiwa diluar kendali atau menjadi masalah kesehatan masyarakat, diperlukan penetapan ukuran dimana suatu peristiwa dianggap normal atau sudah melebihi keadaan normal.• Untuk itu para ahli kesmas khususnya epidemiolog mengklasifikasikan peristiwa kesakitan menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB), Wabah, Endemi, dan Pandemi.• Untuk peristiwa/kejadian kesakitan atau kematian yang tergolong normal, penanganannya dilakukan dengan prosedur biasa; sedangkan untuk kejadian- kejadian yang melebihi keadaan normal, penanganannya dilakukan dengan prosedur tertentu.• Untuk mengetahui peristiwa kesakitan/kematian masuk dalam klasifikasi yang mana, maka diperlukan kegiatan Surveilans Epidemiologi 3. PENGERTIAN1. SURVEILANS EPIDEMIOLOGI : Adalah kegiatan pengumpulan data tentang distribusi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian/ peristiwa kesakitan, kematian,dan kesehatan lainnya pada kelompok penduduk tertentu untuk kemudian dilakukan pengolahan, analisis, dan penyebarluasan, yang dilakukan secara terus menerus untuk kepentingan penanggulangannya.2. AKTIFITAS PENTING SURVAILANS : a. Pengumpulan data epidemiologi secara sistematis. b. Pengolahan, analisa dan interpretasi data agar menghasilkan informasi epidemiologi. c. Penggunaan informasi untuk menentukan tindakan perbaikan yang perlu dilakukan atau peningkatan program dalam menyelesaikan masalah. 4. PENGERTIANKegunaan Surveilans Epidemiologi :1. Identifikasi, investigasi, serta penanggulangan KLB atauWabah sekaligus mencegah terulang.2. Identifikasi kelompok risiko tinggi.3. Menetapkan prioritas penanggulangan penyakit.4. Evaluasi keberhasilan program.5. Memonitor kecenderungan (trends) penyakit, kematian, atau peristiwa kesehatan lain.

Upload: jona-pongdatu

Post on 01-Dec-2015

49 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KLB.docx

1. SURVEILANS PENYAKITBERPOTENSI KLB/WABAH Oleh : Abdul Kadar, SKM,M.Kes.

2. LATAR BELAKANG• Peristiwa kesehatan termasuk kematian dan kejadian penyakit baik yang menular maupun yang tidak menular, akan berubah dari waktu ke waktu tergantung faktor-faktor yang mempengaruhinya.• Untuk mencegah berkembangnya kejadian kematian & kesakitan menjadi peristiwa diluar kendali atau menjadi masalah kesehatan masyarakat, diperlukan penetapan ukuran dimana suatu peristiwa dianggap normal atau sudah melebihi keadaan normal.• Untuk itu para ahli kesmas khususnya epidemiolog mengklasifikasikan peristiwa kesakitan menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB), Wabah, Endemi, dan Pandemi.• Untuk peristiwa/kejadian kesakitan atau kematian yang tergolong normal, penanganannya dilakukan dengan prosedur biasa; sedangkan untuk kejadian-kejadian yang melebihi keadaan normal, penanganannya dilakukan dengan prosedur tertentu.• Untuk mengetahui peristiwa kesakitan/kematian masuk dalam klasifikasi yang mana, maka diperlukan kegiatan Surveilans Epidemiologi

3. PENGERTIAN1. SURVEILANS EPIDEMIOLOGI : Adalah kegiatan pengumpulan data tentang distribusi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian/ peristiwa kesakitan, kematian,dan kesehatan lainnya pada kelompok penduduk tertentu untuk kemudian dilakukan pengolahan, analisis, dan penyebarluasan, yang dilakukan secara terus menerus untuk kepentingan penanggulangannya.2. AKTIFITAS PENTING SURVAILANS : a. Pengumpulan data epidemiologi secara sistematis. b. Pengolahan, analisa dan interpretasi data agar menghasilkan informasi epidemiologi. c. Penggunaan informasi untuk menentukan tindakan perbaikan yang perlu dilakukan atau peningkatan program dalam menyelesaikan masalah.

4. PENGERTIANKegunaan Surveilans Epidemiologi :1. Identifikasi, investigasi, serta penanggulangan KLB atauWabah sekaligus mencegah terulang.2. Identifikasi kelompok risiko tinggi.3. Menetapkan prioritas penanggulangan penyakit.4. Evaluasi keberhasilan program.5. Memonitor kecenderungan (trends) penyakit, kematian, atau peristiwa kesehatan lain.

5. SUMBER DATA SURVEILANS EPIDEMIOLOGI1. Sumber data utama surveilans epidemiologi :• Laporan KLB/wabah dan hasil penyelidikan KLB.• Data epidemiologi KLB dan upaya penanggulangannya.• Surveilans terpadu penyakit berbasis KLB.• Sistem peringatan dini KLB di rumah sakit.2. Sumber data lain :• Data surveilans terpadu penyakit• Data surveilans khusus penyakit berpotensi KLB.• Data cakupan program.• Data lingkungan pemukiman dan perilaku, pertanian, meteorologi geofisika.• Informasi masyarakat sebagai laporan kewaspadaan KLB.• Data lain terkait.

6. BEBERAPA ISTILAHWABAH Adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim, pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan mala Dari pengertian tersebut jelaspetaka (UU No.4 tahun 1984).Catatan : bahwa Wabah hanya digunakan untuk peristiwa/ kejadian penyakit Menteri Kesehatan RI menetapkan jenis penyakit yang dapatmenular. Menteri Kesehatan RI menetapkan dan mencabutmenimbulkan wabah. penetapan daerah dalam wilayah Indonesia sebagai daerah terjangkit wabah.

7. EPIDEMI : Terjadinya kasus-kasus dengan sifat-sifat yg sama pada sekelompok manusia pada suatu area geografis tertentu dengan efek yang nyata pada masyarakat lebih dari insidens yg normalPANDEMI : Terjadinya epidemi yang mengenai penduduk

Page 2: KLB.docx

beberapa negara atau benuaENDEMI : Keadaan dimana penyakit atau penyebab penyakit tertentu secara terus menerus tetap ada

8. Kejadian Luar Biasa (KLB)Adalah timbulnya atau meningkatnya kejadiankesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologi padasuatu daerah dalam suatu kurun waktu tetentu (Permenkes Dari batasan tersebut diatasRINo.560/Menkes/Per/VIII/1989).Catatan : jelas bahwa KLB tidak hanya terbatas pada penyakit menular saja, akan tetapi juga Pemerintah daerah yangpada penyakit yang tidak menular. menetapkan dan bertanggung KLB penyakit menularjawab terjadinya KLB merupakan indikasi ditetapkannya suatu daerah menjadi suatu wabah, atau dapat berkembang menjadi wabah

9. KRITERIA KERJA KLB1. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal. Contoh : saat ini di Indonesia belum ada Penyakit Yellow Fever, apabila suatu saat terjadi penyakit Yellow Fever (walaupun hanya 1 kasus), maka saat itu di Indonesia dikatakan KLB Yellow Fever.2. Peningkatan kejadian penyakit atau kematian secara terus menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakit (jam,hari,mg,…)3. Peningkatan kejadian penyakit atau kematian 2 kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam,hari,minggu,bulan,tahun)4. Jumlah penderita baru dalam 1 bulan naik 2 kali lipat atau lebih dibandingkan rata-rata per bulan pada tahun sebelumnya. Contoh : penderita penyakit Malaria pada bulan April 2006 jumlahnya 20 orang atau lebih, jumlah penderita Malaria rata-rata per bulan tahun 2005 sebanyak 10 orang, maka bulan April 2006 dikatakan KLB Malaria.5. Angka rata-rata per bulan selama setahun naik 2 kali lipat atau lebih dibanding dengan rata-rata per bulan tahun sebelumnya. Contoh : jumlah penderita Malaria rata-rata per bulan tahun 2005 sebanyak 30 orang atau lebih, jumlah penderita Malaria rata-rata per bulan tahun 2004 sebanyak 15 orang, maka tahun 2005 dikatakan KLB Malaria.

10. 6. Case Fatality Rate (CFR) suatu penyakit dalam satu kurun waktu naik 50 % atau lebih dibanding CFR penyakit tersebut periode sebelumnya. Contoh : CFR penyakit TBC bulan Juni 2006 sebanyak 1,5 % atau lebih, sedangkan CFR penyakit TBC bulan Mei 2006 sebanyak 1 %, maka bulan Juni 2006 dikatakan KLB TBC.7. Proportional Rate (PR) penderita pada suatu periode naik 2 kali lipat atau lebih dibandingkan periode sebelumnya. Contoh : PR bulan Juli 2006 sebanyak 10 % atau lebih, sedangkan PR bulan Juni 2006 sebanyak 5 %, maka bulan Juli 2006 dikatakan KLB.8. Untuk Kholera dan Demam Bedarah Dengue (DBD) : -Tiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (daerah endemis) -Terdapat satu atau lebih penderita baru apabila 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas9. Beberapa penyakit menetapkan 1 kasus sudah dapat dikatakan KLB, seperti : keracunan pestisida, Tetanus Neonatorum (di daerah yang sudah baik pelayanan KIA).

11. PENYAKIT-PENYAKIT BERPOTENSI KLB/WABAH1. Penyakit Karantina/penyakit wabah penting: Kholera, Pes, Yellow Fever2. Penyakit potensi wabah/KLB yng menjalar dalam waktu cepat/mempunyai mortalitas tinggi & penyakit yang masuk program eradikasi/eliminasi dan memerlukan tindakan segera : DHF, Campak, Rabies, Tetanus neonatorum, Diare, Pertusis, Poliomyelitis.3. Penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa penyakit penting : Malaria, Frambosia, Influenza, Anthrax, Hepatitis, Typhus abdominalis, Meningitis, Keracunan, Encephalitis, Tetanus.4. Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi wabah dan atau KLB, tetapi masuk program : Kecacingan, Kusta, Tuberkulosa, Syphilis, Gonorrhoe, Filariasis, dll

Page 3: KLB.docx

12. SISTEM PELAPORANNYA1. Penyakit yang masuk KLB/Wabah dilaporkan dalam laporan 24 jam (W1)2. Kelompok 1 & 2 : walau tidak KLB/wabah dilaporkan mingguan (W2)3. Kelompok 1, 2, 3 & 4 : dilaporkan bulanan dalam LB14. Kelompok 3 : apabila ada KLB/wabah dilaporkan mingguan (W2), sesudah selesai KLB/Wabah masuk laporan bulanan

13. PENGERTIAN1. Sistem Kewaspadaan Dini KLB : Merupakan kewaspadaan terhadap penyakit berpotensi KLB beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan menerapkan teknologi surveilans epidemiologi dan dimanfaatkan untuk meningkatkan sikap tanggap kesiap-siagaan, upaya-upaya dan tindakan penanggu- langan KLB yang cepat dan tepat.2. Peringatan Kewaspadaan Dini KLB : Merupakan pemberian informasi adanya ancaman KLB pada suatu daerah dalam periode waktu tertentu.3. Deteksi Dini KLB : Adalah intesifikasi pemantauan secara terus menerus dan sistematis terhadap perkembangan penyakit berpotensi KLB dan perubahan kondisi rentan KLB agar dapat mengetahui secara dini terjadinya KLB.4. Kondisi rentan Kondisi masyarakat, lingkungan, perilaku dan Yankes yang dapat menjadi faktor risiko terjadinya KLB

14. TUJUAN SISTEM KEWASPADAAN DINI KLBTUJUAN UMUM : Terselenggaranya kewaspadaan dan kesiap-siagaan terhadap kemungkinan terjadinya KLBTUJUAN KHUSUS :1. Teridentifikasi adanya ancaman KLB2. Terselenggaranya peringatan kewaspadaan dini KLB3. Terselenggaranya kesiap-siagaan menghadapi kemungkinan terjadinya KLB4. Terdeteksi secara dini adanya kondisi rentan KLB5. Terdeteksi secara dini adanya KLB6. Terselenggaranya penyelidikan dugaaan KLB

15. PENYELENGGARAN SKD-KLBPengorganisasian : Sesuai peran dan fungsinya maka setiap unit pelayanan kesehatan, Dinkes Kab/Kota, Dinkes Prop. Dan Depkes wajib menyelenggarakan SKD-KLB dengan membentuk Unit Pelaksana yang bersifat fungsional maupun struktural.Sasaran : Meliputi penyakit berpotensi KLB dan kondisi rentan KLB.Kegiatan SKD-KLB :- Kajian epidemiologi untuk mengidentifikasi ancaman KLB.- Peringatan kewaspadaan dini KLB KLB.- Peningkatan kewaspadaan dan kesiap-siagaan terhadap KLB.- Kewaspadaan terhadap KLB berupa deteksi dini KLB, deteksi dini kondisi rentan KLB, serta penyelidikan dugaan adanya KLB.

16. KAJIAN EPIDEMIOLOGI ANCAMAN KLBUntuk mengetahui adanya ancaman KLB, dilakukan kajiansecara terus menerus dan sistematis terhadap berbagai jenispenyakit berpotensi KLB. Berdasarkan kajian epidemiologidirumuskan suatu peringatan kewaspadaan dini KLB padadaerah dan periode waktu tertentu.1. Bahan kajian :• Data surveilans epidemiologi penyakit berpotensi KLB.• Kerentananan masyarakat, al : status gizi dan imunisasi.• Kerentanan lingkungan.• Kerentanan pelayanan kesehatan.• Ancaman penyebaran penyakit berpotensi KLB dari daerah atau negara lain.• Sumber data lain dalam jejaring surveilans epidmeiologi.2. Sumber data surveilans epidemiologi penyakit berpotensi KLB :• Sumber utama.• Sumber data lain.

17. PENINGKATAN KEWASPADAAN DAN KESIAPSIAGAAN TERHADAP KLBMeliputi :1. Peningkatan kegiatan surveilans untuk deteksi dini kondisi rentan KLB2. Peningkatan kegiatan surveilans untuk deteksi dini KLB3. Deteksi dini KLB melalui pelaporan kewaspadaan KLB oleh masyarakat4. Kesiap-siagaaan menghadapi KLB5. Penyelidikan epidemiologi dugaan adanya KLB6. Tindakan penanggulangan KLB yang cepat dan tepat7. Advokasi dan Asistensi Penyelenggaraan SKD-KLB8. Pengembangan SKD-KLB darurat

Page 4: KLB.docx

18. DETEKSI DINI KONDISI RENTAN KLB1. Merupakan kewaspadaan terhadap timbulnya kerentanan masyarakat, kerentanan lingkungan-perilaku, dan kerentanan pelayanan kesehatan terhadap KLB dengan menerapkan cara-cara surveilans epidemiologi atau Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)-kondisi rentan KLB.2. Identifikasi timbulnya kondisi rentan KLB dapat mendorong upaya-upaya pencegahan terjadinya KLB dan meningkatkan kewaspadaan berbagai pihak terhadap KLB.3. Kegiatannya meliputi :a. Identifikasi kondisi rentan KLBb. PWS kondisi rentan KLBc. Penyelidikan dugaan kondisi rentan KLB

19. DETEKSI DINI KONDISI RENTAN KLB1. Identifikasi kondisi rentan KLB Mengidentifikasi secara terus menerus perubahan kondisi lingkungan, kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan, kondisi status kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan KLB di daerah.2. PWS kondisi rentan KLB Setiap sarana pelayanan kesehatan merekam data perubahan kondisi rentan KLB menurut desa/kelurahan atau lokasi tertentu, menyusun tabel dan grafik PWS kondisi rentan KLB.

20. PENYELIDIKAN DUGAAN KONDISI RENTAN KLBTahapan kegiatan :• Sarana Yankes secara aktif mengumpulkan informasi kondisi rentan KLB dari berbagai sumber termasuk laporan perubahan kondisi rentan, oleh perorangan, kelompok, maupun masyarakat,• Di sarana Yankes, petugas kesehatan meneliti serta mengkaji kondisi rentan KLB.• Petugas kesehatan mewawancarai pihak-pihak terkait yang patut diduga mengetahui adanya perubahan kondisi rentan KLB• Mengunjungi daerah yang dicu.rigai terhadap perubahan kondisi rentan KLB.

21. DETEKSI DINI KLBMeliputi :• Identifikasi kasus berpotensi KLB Setiap kasus berpotensi KLB yang datang di unit Yankes diwawancarai kemungkinan adanya penderita lain di sekitar tempat tinggal, lingkungan sekolah/perush/asrama. Bila dicurigai ada KLB dilanjutkan penyelidikan.2. PWS penyakit berpotensi KLB Setiap unit Yankes merekam data epidemiologi penderita berpotensi KLB menurut desa/kelurahan, kemudian disusun tabel/grafik PWS-KLB. Melakukan analisis terus menerus dan sistematis thd perkembangan penyakit berpotensi KLB untuk mengetahui secara dini adanya KLB. Dugaan peningkatan kasus dan faktor risiko dilanjutkan penyelidikan.3. Penyelidikan Dugaan KLB

22. DETEKSI DINI KLB MELIPUTI LAPORAN KEWASPADAAN KLB OLEH MASYARAKAT1. Laporan kewaspadaan KLB Merupakan laporan adanya seseorang atau sekelompok penderita atau tersangka penderita penyakit berpotensi KLB pada suatu daerah atau lokasi tertentu.2. Isi laporan kewaspadaan : Jenis penyakit, gejala penyakit, desa/lurah, kecamatan dan kabupaten/kota tempat kejadian, waktu kejadian, jumlah penderita, dan jumlah kematian.3. Yang wajib membuat laporan kewaspadaan :a. Orang tua penderita, orang dewasa serumah penderita, Ketua RT/RW/dukuhb. Petugas kesehatan yang memeriksa penderita/spesimenc. Kepala stasiun/pelabuhan/bandara/asrama/sekolah/kantor/ perusahaan/unit Yankesd. Nahkoda/Pilot/Pengemudi/Masinis.

23. KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI KLBKesiapsiagaan menghadapi KLB, dilakukan terhadap :• Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia• Kesiapsiagaan Sistem Konsultasi dan Referensi• Kesiapsiagaan Sarana Penunjang dan Anggaran Biaya• Kesiapsiagaan Strategi dan Tim Penanggulangan KLB• Kesiapsiagaan Kerjasama Penanggulangan KLB Kabupaten/Kota, Propinsi dan Pusat

Page 5: KLB.docx

24. PENINGKATAN KEWASPADAAN DAN KESIAPSIAGAAN TERHADAP KLBKesiapsiagaan menghadapi KLB, dilakukan terhadap :• Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Tenaga yang harus disiapkan : dokter, perawat, Surveilans Epidemiologi, Sanitarian, Entomolog, dan tenaga lain sesuai kebutuhan. Di daerah yang sering KLB, Nakes harus siap sampai Rumah Sakit dan Puskesmas.• Kesiapsiagaan Sistem Konsultasi dan Referensi Karena sifat/pola KLB yang berbeda, setiap daerah harus mengidentifikasi dan berkonsultasi dengan para ahli (lokal, Kab/Kota, Prop./Prop.lain, laboratorium, dll. Dan harus siap juga perpustakaan/referensi tentang berbagai penyakit berpotensi KLB.

25. PENINGKATAN KEWASPADAAN DAN KESIAPSIAGAAN TERHADAP KLBKesiapsiagaan menghadapi KLB, dilakukan terhadap :• Kesiapsiagaan Sarana Penunjang dan Anggaran Biaya Sarana penunjang penting yang harus dimiliki adalah : peralatan komunikasi, transportasi, obat-obatan, laboratorium, termasuk anggaran.• Kesiapsiagaan Strategi dan Tim Penanggulangan KLB Setiap daerah harus menyiapkan pedoman penyelidikan penanggulangan KLB dan membentuk Tim Penyelidikan dan Penanggulangan KLB yang melibatkan lintas program dan Unit- unit Pelayanan Kesehatan.• Kesiapsiagaan Kerjasama Penanggulangan KLB Kabupaten/Kota, Propinsi dan Pusat Dinkes Kab/Kota, Dinkes Propinsi, Ditjen PP&PL serta unit terkait membangun jejaring kerjasama penanggulangan KLB.

26. KEGIATAN LAIN KEWASPADAAN DAN KESIAPSIAGAAN TERHADAP KLB1. Tindakan Penanggulangan KLB Yang Cepat dan Tepat. Setiap daerah menetapkan mekanisme agar setiap kejadian KLB dapat terdeteksi dini dan dilakukan tindakan penanggulangan dengan cepat dan tepat.2. Advokasi dan Asistensi Penyelenggaraan SKD-KLB. Penyelenggaran SKD-KLB dilaksanakan terus menerus secara sistematis di tingkat nasional, propinsi, kabupaten/kota dan dimasyarakat yang membutuhkan dukungan politik dan anggaran yang memadai di berbagai tingkatan3. Pengembangan SKD-KLB Darurat. Apabila diperlukan untuk menghadapi ancaman KLB penyakit yang sangat serius, dapat dikembangkan atau ditingkatkan SKD-KLB penyakit tertentu dalam periode waktu dan wilayah terbatas.

27. J NIS P L ORAN K B : E E AP L1. Laporan kewaspadaan2. Laporan Kejadian L B uar iasa/ abah W (W 1)3. Laporan Penyelidikan K B & Rencana L Penanggulangan K BL4. Laporan Penanggulangan K BL5. Laporan mingguan W abah (W 2)6. Laporan bulanan K B (L -K B L B L)

28. LAPORAN KEWASPADAAN (dilaporkan 24 jam)1. Merupakan laporan adanya penderita/tersangka yang dapat atau berpotensi menimbulkan wabah.2. Yang harus melaporkan : Orang tua, orang dewasa yang serumah, KK, RT, RW, Kepala dusun Dokter, Nakes yang memeriksa, dokter hewan yang memeriksa hewan tersangka Nahkoda, Pilot Ka stasiun, Ka terminal, Ka Asrama, Kasek, Pimpinan perusahaan, Ka unit Kesehatan pemerintah/swasta

29. KETENTUAN PENYAMPAIAN LAPORAN1. Masyarakat segera (maksimum 24 jam) melapor kepada Ketua RT/RW/Kepala Dusun dan atau Petugas kesehatan/Putu, apabila di sekitarnya ada kasus penyakit (penderita/ tersangka), secara lisan atau tertulis2. Petugas Kesehatan/Pustu/Ketua RT/RW/Kepala Dusun segera (maksimum 24 jam) melaporkan kepada Kepala Puskesmas dan Kepala Desa/Lurah3. Kepala Puskesmas segera (maksimum 24 jam) melakukan penyelidikan epidemiologi dan melaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota4. Isi laporan : Nama-nama penderita yang

Page 6: KLB.docx

meninggal, golongan umur, tempat dan alamat kejadian, waktu kejadian, jumlah penderita meninggal.

30. ISI L ORAN K W AP E ASPADAAN :1. Nama-nama penderita yang meninggal2. Golongan umur3. Tempat dan alamat kejadian4. Waktu kejadian5. Jumlah penderita meninggal

31. AL L ORAN K W UR AP E ASPADAAN Dinas KesehatanRumah Sakit Camat PuskesmasPustu/ ides B Kades/ urah L Penyelidkan Epidemiologi &Penanggulangan K B L Ka Dusun/ /RW RT MASYARAKAT

32. LAPORAN KLB (W1) :1. Dibuat oleh Unit kesehatan (Puskesmas, Dinkes Kabupaten/kota, Dinkes Propinsi)2. Merupakan peringatan dini adanya KLB3. Azas : dini, cepat, dapat dipercaya, bertanggung jawab4. Lisan atau tertulis5. Harus Diikuti laporan hasil penyelidikan & rencana penanggulangan KLB6. Menggunakan format WI (untuk 1 penyakit), isi :• Nama daerah KLB (desa, Kecamatan, Kab/Kota, Puskesmas)• Jumlah penderita & meninggal saat laporan• Nama penyakit (tersangka) + gejala umum• Langkah-langkah yang sedang dilakukan

33. ISI LAPORAN W11. Nama daerah KLB (desa, Kecamatan, Kab/Kota, Puskesmas)2. Jumlah penderita & meninggal saat laporan3. Nama penyakit (tersangka) dan gejala umum4. Langkah-langkah yang sedang dilakukan

34. Alur Laporan KLB (W1)1. Puskesmas segera ( maksimum 24 jam), melaporkan KLB kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.2. Kabupaten/Kota segera ( maksimum 24 jam), melaporkan KLB kepada Bupati/Walikota dan Dinas Kesehatan Propinsi3. Dinas Kesehatan Propinsi segera ( maksimum 24 jam), melaporkan KLB kepada Gubernur dan Departemen Kesehatan cq. Direktorat SEPIM & KESMA

35. AL L OR UR AP AN K B (W L 1) M NK S E E(Dirjen P & L PM P ) GUB RNUR E B AT W IK A UP I/ AL OT W1Pr W r 1P W a 1K Dinkes Propinsi Dinkes K K ab/ ota W a 1K W u 1P Puskesmas Camat W u 1P Penyelidikan Laporan Epidemiologi awal Kewaspadaan

36. L ORAN P NYE IDIK AP E L AN E IDE IOL P M OGI K B & L RENCANA P NANGGUL E ANGANNYA1. Dibuat segera setelah W12. Kewaspadaan bagi penerima & rencana pemberian dukungan3. Bahan penjelasan kepada masyarakat bagi Pemerintah4. Laporan ini diikuti dengan laporan berkala perkembangan KLB, isinya sama tetapi disesuaikan dengan keadaan terakhir

37. ISI LAPORAN PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI KLB& RENCANA PENANGGULANGANNYA1. Kebenaran terjadinya KLB penyakit tertentu2. Daerah yang terkena : desa, kecamatan, kabupaten/kota, Puskesmas3. Penjelasan diagnosis penyebab,sumber penularan dan pencemaran yang sudah diidentifikasi, bukti laboratorium4. Waktu mulai KLB dan keadaan saat penyelidikan5. Kelompok penduduk terserang beserta jumlah kesakitan & kematian (kurva epidemiologi, Attack Rate, Case Fatality Rate)6. Keadaan yang memperberat ( gizi,musim,banjir )7. Upaya yang sedang dan akan dilakukan8. Jenis dan jumlah bantuan yang diperlukan9. Tim penyelidikan10. Tanggal penyelidikan.

38. LAPORAN PENANGGULANGAN KLBTATA CARA DAN KEGUNAAN :• Dibuat setelah KLB berakhir, oleh Dinkes Kab/Kota• Berguna untuk :• Menjelaskan data epidemiologi KLB Untuk merumuskan kebijakan & rencana kerja program penanggulangan• Sumber daya yang telah digunakan• Kemungkinan KLB lanjutan/di masa mendatang• Kemungkinan penyebaran ke daerah lain.

Page 7: KLB.docx

39. ISI L OR AP AN P NANGGUL E ANGAN K B L1. Kebenaran terjadinya KLB penyakit tertentu2. Daerah yang terkena : desa, kecamatan, kabupaten/ kota, Puskesmas3. Penjelasan diagnosis penyebab, sumber penularan dan pencemaran yang sudah diidentifikasi, bukti laboratorium4. Waktu mulai KLB & berakhir (periode KLB)5. Kelompok penduduk terserang beserta jumlah kesakitan & kematian (kurva epidemiologi, Attack Rate, Case Fatality Rate)6. Keadaan yang memperberat (gizi,musim,banjir)7. Upaya yang telah dilakukan8. Upaya pencegahan & kesiapsiagaan terhadap KLB di masa mendatang9. Tim penanggulangan KLB10. Tanggal pembuatan laporan.

40. LAPORAN Merupakan bagian dari SKD KLB yang dilaksanakanMINGGUAN WABAH ( W2 ) oleh un Isi : kelompok 1it kesehatan terdepan ( puskesmas ) & 2 + Sumber data : data rawat jalan dan inap pustu,potensial KLB lokal puskesmas, rumah sakit dengan kelengkapan dan ketepatan > 80 % per Sebaiknya laporan masyarakat dengan kelengkapantahun rendah tidak Berdasarkan laporan ini Puskesmas dan Dinasdimasukkan dalam W2 Kesehatan Pelaksana ;Kabupaten / Kota membuat kurva mingguan Puskesmas

41. AL L OR UR AP AN MINGGUAN W AH (W AB 2)- Membuat kurva mingguan/Pkm- Membuat tabel mingguan/Pkm Dinas Kesehatan- Analisis deteksi dini KLB Kabupaten/Kota- Membuat kurva mingguan/desa- Membuat tabel mingguan/desa- Analisis deteksi dini KLB Puskesmas Bidan di Desa Puskesmas Pembantu Poliklinik

42. KURVA MINGGUANKasus 20 15 10 5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Minggu ke 43. LAPORAN BULANAN KLBISI :1. Nama KLB2. Lokasi KLB : Desa,

Kecamatan/puskesmas, Kabupaten/ Kota3. Tanggal mulai dan berakhirnya KLB (periode serangan)4. Jumlah kasus dan kematian5. Populasi rawan6. Keterangan lain : data laboratorium

44. PROPAGATED SOURCEKasus 20 15 10 5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Minggu ke 45. COMMON SOURCEKasus 20 15 10 5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Minggu ke 46. PENUGASAN• Lakukan pengkajian sistem surveilans penyakit yang berpotensi

KLB/wabah di tempat PKN• Kumpulkan datanya sejak Januari s/d Oktober 2010• Buat grafiknya dari laporan mingguan• Lakukan pengkajian SKD-KLB yang ada di tempat PKN

Page 8: KLB.docx

PENGERTIAN KLB

Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/ kematian yang bermakna secara eidemiologi pada suatu daerah dalam suatu kurun waktu tetentu. (Permenkes RI No.560/Menkes/Per/VIII/1989)

KRITERIA SUATU PENYAKIT DIKATAKAN WABAH

Suatu penyakit atau keracunan dapat dikatakan KLB apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Timbulnya suatu penyakit/penyakit menular yang sebelumnya tidak ada/tidak dikenal.2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-

turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun).3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian, dua kali atau lebih dibandingkan dengan

periode sebelumnya (hari, minggu, bulan, tahun).4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih

bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.5. Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau

lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya.6. Case Fatality Rate (CFR) dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu

menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya.7. Propotional rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan

dua kali atau lebih dibanding periode yang sama dan kurun waktu atau tahun sebelumnya.8. Beberapa penyakit khusus : kolera, DHF/DSS

a. Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis).

b. Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu  sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.

9. Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita :

a)      Keracunan makanan

b)      Keracunan pestisida

Karakteristik Penyakit yang berpotensi KLB:

1. Penyakit yang terindikasi mengalami peningkatan kasus secara cepat.2. Merupakan penyakit menular dan termasuk juga kejadian keracunan.3. Mempunyai masa inkubasi yang cepat.4. Terjadi di daerah dengan padat hunian.

Penyakit-Penyakit Berpotensi Wabah/KLB :

1. Penyakit karantina/penyakit wabah penting: Kholera, Pes, Yellow Fever.

Page 9: KLB.docx

2. Penyakit potensi wabah/KLB yang menjalar dalam waktu cepat/mempunyai mortalitas tinggi & penyakit yang masuk program eradikasi/eliminasi dan memerlukan tindakan segera : DHF,Campak,Rabies, Tetanus neonatorum, Diare, Pertusis, Poliomyelitis.

3. Penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa penyakit penting : Malaria, Frambosia, Influenza, Anthrax, Hepatitis, Typhus abdominalis,  Meningitis, Keracunan, Encephalitis, Tetanus.

4. Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi wabah dan atau KLB,  tetapi masuk program : Kecacingan, Kusta, Tuberkulosa, Syphilis,  Gonorrhoe, Filariasis, dll

HERD IMMUNITY

Herd immunity adalah tingkat resistensi dalam kawanan atau kawanan yang cukup untuk mencegah masuknya penyakit tertentu ke dalam, atau penyebarannya di dalam, kawanan. Resistensi ini mungkin bawaan, genetis berbasis perlawanan, atau diperoleh sebagai hasil dari paparan sebelumnya kepada agen tertentu atau dari vaksinasi. Penggunaan umum istilah tersebut berhubungan dengan pencegahan penyebaran infeksi pada tingkat epidemi. Sehingga dalam kelompok di mana terdapat 70% sampai 80% dari hewan kekebalan mungkin ada kasus-kasus sporadis tetapi prevalensinya tidak mungkin signifikan. Komentar yang sama berlaku untuk populasi yang lebih besar, misalnya binatang liar atau populasi hewan pendamping yang benar-benar tidak dikelola sebagai sebuah kawanan.

Herd Immunity (kekebalan masyarakat) menjelaskan bentuk kekebalan yang terjadi ketika vaksinasi dari sebagian besar dari penduduk (kelompok) memberikan ukuran perlindungan bagi individu yang belum mengembangkan kekebalan. Teori Herd Immunity menyatakan bahwa, dalam penyakit menular yang ditularkan dari individu ke individu, rantai infeksi mungkin akan terganggu ketika sejumlah besar populasi kebal terhadap penyakit. Semakin besar proporsi individu yang kebal, semakin kecil kemungkinan bahwa individu rentan akan datang ke dalam kontak dengan individu menular.

Vaksinasi bertindak sebagai semacam firebreak atau firewall dalam penyebaran penyakit , memperlambat atau mencegah penularan lebih lanjut dari penyakit ini kepada orang lain. Individu yang tidak divaksinasi secara tidak langsung dilindungi oleh individu divaksinasi, karena yang terakhir tidak akan kontrak dan menularkan penyakit antara dan rentan individu yang terinfeksi. Oleh karena itu, kebijakan kesehatan masyarakat imunitas kawanan dapat digunakan untuk mengurangi penyebaran penyakit dan menyediakan tingkat perlindungan dengan tidak divaksinasi, sub kelompok rentan. Karena hanya sebagian kecil dari populasi (atau kelompok) dapat dibiarkan tidak divaksinasi untuk metode ini menjadi efektif, dianggap terbaik tersisa untuk mereka yang tidak dapat dengan aman menerima vaksin karena kondisi medis seperti gangguan kekebalan atau untuk transplantasi organ penerima.

Herd immunity hanya berlaku untuk penyakit yang menular. Ini tidak berlaku untuk penyakit seperti tetanus (yang menular, tetapi tidak menular), dimana vaksin hanya melindungi orang yang divaksinasi dari penyakit. Herd immunity tidak harus dengan kekebalan kontak , sebuah konsep terkait dimana sebuah divaksinasi individu dapat ‘menularkan’ vaksin ke seseorang lainnya melalui kontak.

Page 10: KLB.docx

LANGKAH – LANGKAH YANG DILAKUKAN UNTUK MENCEGAH WABAH

Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini (SKD-KLB), yang dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan penanggulangan KLB secara dini dengan melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan berupa pengamatan yang sistematis dan terus-menerus yang mendukung sikap tanggap/waspada yang cepat dan tepat terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data kasus baru dari penyakit-penyakit yang berpotensi terjadi KLB secara mingguan sebagai upaya SKD-KLB. Data-data yang telah terkumpul dilakukan pengolahan dan analisis data untuk penyusunan rumusan kegiatan perbaikan oleh tim epidemiologi.

Penanggulangan KLB :

1. SKD KLB2. Penyelidikan dan penanggulangan KLB3. Pengembangan sistem surveilans termasuk pengembangan jaringan informasi Koordinasi

kegiatan surveilans : lintas program dan lintas sektoral

PELACAKAN KLB

1. Garis Besar Pelacakan KLB

-          Pengumpulan data dan informasi secara seksama langsung di lapangan tempat kejadian

-          Analisa data yang diteliti dengan ketajaman pemikiran.

-          Adanya suatu garis besar tentang sistematika langkah-langkah yang pada dasarnya harus ditempuh dan dikembangkan dalam setiap usaha pelacakan.

1. Analisis Situasi Awal

-          Penentuan atau penegakan diagnosis

-          Penentuan adanya wabah

-          Uraian keadaan wabah (waktu, tempat dan orang)

1. Analisis Lanjutan

-          Usaha Penemua kasus tambahan

Adakan pelacakan ke rumah sakit dan dokter praktek ntuk menemukan kemungkinan adanya kasus diteliti yang belum ada dalam laporan.

Pelacakan intensif terhadap mereka yang tanpa gejala, gejala ringan tetapi mempunyai potensi menderita atau kontak dengan penderita.

Page 11: KLB.docx

-          Analisa Data secara berkesinambungan.

-          Menegakkan Hipotesis

-          Tindakan Pemadaman wabah dan tindak lanjut.

Tindakan diambil sesuai dengan hasil analisis Diadakan follow up sampai keadaan normal kembali. Yang menimbulkan potensi timbulnya wabah kembali disusunkan suatu format

pengamatan yang berkesinambungan dalam bentuk survailans epidemiologi terutama high risk.

Sumber:

Bustan, M.N. 2006. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta

http://www.enotes.com/public-health-encyclopedia/epidemic-theory-herd-immunity

http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/herd+immunity

Ririn Nurmandhani

Jakarta, Dibanding tahun lalu dan tahun-tahun sebelumnya, angka kematian akibat Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia tahun ini cenderung berkurang. Namun angka kejadian orang tertular penyakit yang diperantarai nyamuk ini selalu naik turun.

Kementerian Kesehatan melalui Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) mengungkap hingga November 2011 telah terjadi 404 kasus kematian akibat DBD di 31 provinsi. Angka ini lebih rendah dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 1.358 kasus di 33 provinsi.

Penurunan ini mengikuti tren yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, yang makin menurun sejak pertama kali kasus DBD di Indonesia ditemukan tahun 1968. Jika diambil persentasenya, tingkat kematian DBD tahun 2011 adalah 0,82 persen sedangkan tahun lalu masih 0,87 persen.

Kasus penularan DBD sebenarnya juga mengalami penurunan dibanding tahun lalu, dari 65,70/100.000 penduduk menjadi 20.86/100.000 penduduk. Namun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, grafiknya tidak selalu turun, melainkan sangat bervariasi kadang tinggi kadang rendah.

"Perlu dipahami bahwa DBD bukan hanya menjadi masalah di Indonesia saja, tetapi juga di seluruh ASEAN dan beberapa negara yang lain. Bukan Indonesia saja yang naik turun," kara Dirjen P2PL, Prof Tjandra Yoga Aditama dalam jumpa pers di Kemenkes, Jumat (23/12/2011).

Data November 2011 menunjukkan, 5 provinsi dengan Insiden Rate (IR) atau angka penularan paling tinggi sepanjang tahun 2011 adalah sebagai berikut.

Page 12: KLB.docx

1. Bali (81,08 kasus/100.000 penduduk)2. DKI Jakarta (72,24 kasus/100.000 penduduk)3. Kepulauan Riau (49,70 kasus/100.000 penduduk)4. Sulawesi Tengah (47,37 kasus/100.000 penduduk)5. NAD (45,81 kasus/100.000 penduduk)

Selain itu, sepanjang tahun 2011 juga tercatat 4 provinsi menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD yakni Sumatera Utara, Riau, Jambi dan Maluku. KLB ditetapkan jika muncul kasus yang sebelumnya tidak ada, atau terjadi peningkatan kasus sebanyak 2 kali atau lebih dalam periode 1 bulan.

Upaya yang dilakukan Kemenkes antara lain dengan meningkatkan sosialisasi Program 3M-Plus yang terdiri atas menguras, menutup dan mengubur tempat-tempat yang bisa digenangi air. Sebagai tambahannya adalah memelihara ikan pemakan jentik atau menebar larvasida.

http://health.detik.com/read/2011/12/23/170059/1798843/763/kematian-akibat-dbd-berkurang-tapi-jumlah-kasus-naik-turun

Medan, (Analisa). Kasus demam berdarah di Indonesia sudah menurun sejak dua tahun terakhir. Angka tertinggi pada 2009 dengan kasus 150 ribu. Jumlah tersebut menurun di 2010 menjadi 75 ribu kasus."Sedangkan tahun 2011, kasus DBD di Indonesia hanya 50 ribu kasus. Grafik penurunan ini sudah bagus sejak DBD ada di Indonesia pada tahun 1968," kata Dr Rita Kusriasti Msc, Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang (P2B2) Kemenkes RI, dalam konferensi pers dalam rangka peringatan Hari Demam Berdarah ASEAN yang jatuh setiap tanggal 15 Juni, di Convention Amaliun, Jumat (15/6).

Peringatan Hari Demam Berdarah ASEAN ke 2 itu dilaksanakan Kemenkes RI bekerjasama dengan PT Johnson Home Hygiene Product (JHPP), Yayasan Obor Indonesia dan Dinas Kesehatan Medan.

Menurut Rita Kusriastuti, dari sekian kasus DBD, rata-rata angka kematian 0,8 persen. Artinya, dari 100 pasien DBD ada dua orang yang meninggal dunia. Jika 150 ribu kasus, diperkirakan 1500 yang meninggal dunia. "Kita menargetkan angka kematian akibat DBD ini terus menurun menjadi 0,5 persen," jelas Rita.

Untuk ASEAN, lanjutnya, Indonesia tertinggi kasus DBD dibanding Thailand, Myanmar dan India. Malah, Thailand sendiri dinilai sudah berhasil menurunkan kasusnya karena tingginya peran serta masyarakat. "Kita juga bisa terus menurunkan kasusnya, jika memang pemberantasan sarang nyamuk (PSN) berhasil. Ini harus melibatkan masyarakat," ucapnya.

Di Indonesia sendiri, lanjutnya, rata-rata kasus tertinggi terjadi di ibukota provinsi baik di Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi maupun Sumatera Utara. Penyebabnya, makin tinggi tingkat kepadatan penduduk, makin banyak kasus DBD.

Tingkat 10 tertinggi kasus di Indonesia, Bali, Sulteng, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jampi, Provinsi Aceh, Riau, Sumatera Barat dan Sumatera Utara.

Kepala Bidang P2P Dinkes Sumut, dr Suryantini menambahkan, Sumut sendiri tahun ini angka kasus

Page 13: KLB.docx

DBD sudah menurun hampir 50 persen. Tahun ini-data 11 Juni 2012-ada 1.458 kasus dan 9 di antaranya meninggal dunia. "Tingkat kematian (case fatality rate/CFR) kasus DBD di Sumut mencapai 0,6 persen atau di bawah rata-rata nasional," ucapnya.

Dia berharap, peran serta masyarakat untuk berprilaku hidup bersih meningkat. "Sehingga, jangan terfokus pada fogging (pengasapan). Artinya, jangan fokus membunuh nyamuk dewasa dengan pengasapan, tapi belum sampai dewasa nyamuk itu sudah diberantas," tegasnya.

Bagus

Sementara Kepala Dinas Kesehatan Medan dr Edwin Effendi MSc juga mengaku terjadi penurunan kasus DBD di Kota Medan. Penurunan kasus penyakit berbasis lingkungan tersebut, terjadi karena tingkat kebersihan Medan sudah bagus. "Saya jamin, Kota Medan sekarang sudah jauh lebih bersih," jelas Edwin.

Untuk penanggulangan DBD, lanjutnya, langkah awal adalah pencegahan, jangan sampai ada nyamuk penular DBD dengan melakukan PSN. Kemudian, jika ada orang yang terinfeksi, maka segera dibawa ke petugas kesehatan agar cepat ditangani sehingga tidak terjadi keparahan atau kematian. "Jangan sampai terlambat dibawa ke layanan kesehatan. Banyak kasus DBD yang parah karena terlambat dibawa ke layanan kesehatan yang ada," jelas Edwin.

Selanjutnya, jika ditemukan kasusnya di tengah masyarakat, maka segera lapor ke petugas kesehatan agar dilakukan fogging fokus di lingkungan tersebut. "Fogging fokus itu untuk membunuh nyamuk dewasas agar tidak menularkan ke orang lain," ucapnya.

Project Manager Kampanye Awas DB, Rezka Ilhamsyah menambahkan, kampanya sudah dilaksanakan dari Desember 2011 hingga Juni 2012. Beberapa kegiatan mengedukasi pencegahan DBD dan kompetisi Juru Pemantau Jentik (Jumantik) Cilik ke 250 SD di beberapa kota besar di Indonesia. Khusus Medan, mereka memilih tiga sekolah pemenang kompetisi Jumantik Cilik, yakni SDN 060899, SD 060912 dan SDN 065853.(nai)

http://www.analisadaily.com/news/read/2012/06/16/57004/kasus_dbd_di_indonesia_turun_drastis/#.UMMtIoOfHis

Cara Mudah Diagnosa Laboratorium DBDPosted on December 4, 2011

Dengue adalah penyakit endemis yang ditimbulkan oleh virus dengue. Kejadian

infeksi virus dengue lebih banyak terjadi di 100 negara tropis dan sub tropis,

baik di Asia, Afrika, maupun beberapa wilayah di Amerika. Dan diperkirakan ada

2 milyar orang yang beresiko terinfeksi dengue.

Page 14: KLB.docx

Penularan atau transmisi virus dengue ada beberapa cara, yaitu :

1. Melalui gigitan nyamuk ke manusia dan sebaliknya. Hospes pembawanya

adalah nyamuk Aedes aegypti yang kebanyakan ada di dalam rumah dan Aedes

albopictus yang kebanyakan berada di luar rumah.

2. Ditularkan dari nyamuk betina pada telurnya.

3. Ditularkan dari nyamuk jantan pada nyamuk betina melalui kontak seksual.

Virus Dengue

Virus Dengue termasuk group B Arthopad borne virus (arbovirus) dan

merupakan anggota famili Flaviviridae dengan genus Flavivirus yang di

dalamnya termasuk Yellow Fever, West mile, dan Japanese Encephalitis.

Enveloped, glycoprotein merupakan antigen utama, spherical. Sampai saat ini

dikenal ada 4 jenis (serotipe) virus Dengue, yaitu DENV-1, DENV-1, DENV-3, dan

DENV-4. Struktur antigen keempat serotipe ini sangat mirip satu sama lain,

namun antibodi terhadap masing-masing serotipe tidak dapat saling

memberikan perlindungan silang. Virus Dengue ukurannya sangat kecil,

diameternya sekitar 50 nm. Struktur morfologinya relatif sederhana. Terdiri dari

3 protein struktural yaitu protein E pada selubung luar, protein C pada kapsid

dan M pada membran. Dan 7 protein non struktural yaitu NS1, NS2a, NS2b, NS3,

NS4a, NS4b, NS5.

Infeksi Dengue

Infeksi Virus Dengue merupakan penyakit menular akut dengan gejala atau

tidak terlihat gejala. Perjalanan Infeksi Virus Dengue dapat hanya sampai

Demam Dengue (Dengue Fever), atau berlanjut beresiko menjadi Dengue

Hemorragic Fever (DHF) atau biasa kita sebut Demam Berdarah dengue (DBD),

Dengue Shock Syndrome (DSS), dan lebih lanjut menjadi Disseminated

Intravascular Coagulation (DIC).

Infeksi dengue terdiri dari infeksi primer dan infeksi sekunder. Infeksi dengue

primer terjadi pada penderita yang baru pertama kali terinfeksi oleh salah satu

dari 4 jenis virus Dengue. Biasanya terjadi pada anak-anak dan pelancong.

Sedangkan infeksi dengue sekunder terjadi terutama di daerah endemik, baik

pada anak maupun dewasa. Infeksi ulang ini disebabkan oleh jenis virus dengue

yang berbeda, yang meningkatkan resiko penyakit. Infeksi primer membawa

Page 15: KLB.docx

kekebalan selamanya terhadap 1 jenis virus dengue, tetapi hanya memberikan

perlindungan sebagian atau sementara terhadap 3 jenis virus lainnya.

Gejala Klinik

Demam Dengue (Dengue Fever) ditandai dengan timbulnya demam yang

disertai dengan sakit kepala, nyeri otot, dan sakit pada persendian. Sakit kepala

bisa dirasakan sangat berat dan bisa disertai dengan rasa sakit pada bagian

perut, mual, dan muntah.

Dengue Hemorragic Fever (DHF) / Demam Berdarah Dengue (DBD)

Terdiri dari beberapa tingkatan yaitu :

Grade I  : Ptechie (bintuk-bintik merah) dengan test rumple leed, trombosit

menurun sampai di bawah 100.000, hematokrit naik sampai 20% lebih.

Grade II : Grade I disertai adanya perdarahan spontan.

Grade III : Terjadi kegagalan sirkulasi, tekanan denyut nadi <20 mmHg, dan

hipotensi (tekanan darah rendah)

Grade IV : Shock, Kejang, tekanan darah dan denyut nadi tidak teraba.

DHF grade III dan IV dikenal dengan Dengue Shock Syndrome (DSS) dan sering

mengakibatkan kematian.

Pemeriksaan Laboratorium

Ada beberapa pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan sebagai

konfirmasi dari diagnosis klinis yang telah dilakukan. Hasil pemeriksaan

laboratorium akan membantu mendeteksi secara dini infeksi DBD agar dapat

dilakukaan penanganan yaang cepat untuk mengurangi morbiditas dan

mortalitas. Pemeriksaan laboratorium ini diperiksa dari sampel/bahan darah.

• Hematokrit

Virus Dengue mempunyai kemampuan memicu vasculopathy dengan adanya

kebocoran plasma dan ini menjadi salah satu indikator derajat infeksi oleh virus.

Hal ini ditunjukkan dengan hemokonsentrasi atau peningkatan Hematokrit 20%

sampai lebih dibandingkan sebelum sakit. Pemeriksaan hematokrit secara

berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang baik untuk mengetahui

derajat kebocoran plasma dan sebagai pedoman pengobatan untuk

menentukan kebutuhan cairan intravena. Hematokrit harus diperiksa minimal

satu kali sejak hari ke-3 sakit sampai suhu normal kembali. Nilai normal

Page 16: KLB.docx

hematokrit menurt Dacie&Lewis dewasa = 42 – 47%, infants (baru lahir) = 54%,

dan 3 bulan – 12 tahun = 38 – 41%.

• Trombosit

Pada infeksi dengue terjadi 2 perubahan utama pada trombosit, yaitu

trombositopenia (penurunan jumlah trombosit) dan gangguan fungsi trombosit.

Patogenesis terjadinya trombositopenia adalah ; 1. Berkurangnya produksi

trombosit akibat supresi haemopoetic di sum-sum tulang. 2. Peningkatan

pemakaian trombosit. 3. Terjadinya destruksi sebagai akibat interaksi antibodi

virus dengue dan antigen virus dengue yang ada di permukaan trombosit. 4.

Pada dinding endotel yang cidera akibat virus dengue, akan terjadi interaksi

antara trombosit dengan kolagen sub endotel sehingga terjadi agregasi dan lisis

trombosit. Adapun disfungsi trombosit terjadi karena adanya degranulasi

trombosit sehingga tidak tersedianya ADP. Dari penelitian dikatakan bahwa

trombosit di peredaran darah terstimulasi dan mengalami “kelelahan”

(exhausted) sehingga tidak berfungsi secara normal. Penurunan fungsi

trombosit ini diduga menybabkan perdarahan pada DBD meskipun jumlah

trombosit masih diatas 100.000 mm3. Nilai normal jumlah trombosit adalah

150.000 – 400.000 sel/mm3 darah.

• Leukosit

Pada awalnya leukosit normal, kemudian meningkat tajam dan seterusnya pada

akhir serangan terjadi penurunan jumlah leukosit dan netrofil serta secara

bersamaan didapaatkan atypical limfosit dan limfositosis. Jumlah leukosit

kembali normal 2 – 3 hari setelah fase pemulihan. Nilai normal leukosit adalah

4.000 – 10.000 sel/mm3 darah.

Pemeriksaan secara imunoserologis tetap perlu dilakukan untuk menentukan

diagnosis pasti dari penyakit. Banyak metode yang digunakan pada

pemeriksaan imunoserologis seperti uji hambatan hemaglutinasi, uji dengue

blot, uji fiksasi komplemen, dan uji netralisasi. Namun kali ini, kami akan

memaparkan beberapa pemeriksaan imunoserologis yang sering dipakai.

• Dengue Rapid IgM – IgG anti dengue

Uji ini digunakan untuk mencari adanya IgM atau IgG anti dengue untuk melihat

derajat infeksi dengue (apakah infeksi primer, infeksi sekunder atau negatif

dengue).

Pada infeksi primer, kadar tinggi IgM baru muncul 4 – 6 hari setelah demam dan

bertahan sampai 10 minggu. Sedangkan IgG baru muncul 2 minggu setelah

Page 17: KLB.docx

demam dan bertahan seumur hidup. Kadar IgM rendah pada infeksi sekunder

dan kadarnya tak terdeksi pada sekitar 20% pasien, sedangkan IgG naik cepat 1

– 2 hari setelah timbulnya demam pada kadar lebih tinggi dari kadar pada

infeksi primer. Oleh karena itu, hal ini menjadi kekurangan dari pemeriksaan ini,

hal ini disebabkan infeksi dengue kemungkinan baru dapat terdeteksi setelah

hari kelima demam, sedangkan masa kritis penderita dengue terjadi antara hari

ke 4 sampai 6 setelah demam.

• NS1 (deteksi antigen virus – RNA)

Diantara protein nonstruktural virus dengue, NS1 merupakan glikoprotein yang

penting untuk replikasi virus dan terdapat di semua serotipe/jenis virus dengue.

NS1 beredar di sirkulasi dan dapat ditemukan dalam serum penderita selama

fase akut baik pada infeksi dengue primer maupun sekunder.

• Identifikasi Virus

Isolasi virus menggunakan kultur virus dengan mendeteksi asam nukleat

dengan menggunakan RT-PCR. Namun pemeriksaan ini haarganya sangat mahal

dan tidak semua laboratorium memiliki fasilitas untuk pemeriksaan ini.

Demikian info tentang Infeksi Dengue dan pemeriksaan screening-nya. Masih

ada pemeriksaan laboratorium lainnya yang dilakukan seiring dengan

perawatan yaang dijalani oleh penderita yang positif terinfeksi virus dengue,

baik pada tahap DHF/DBD, DSS, maupun DIC untuk memantau fungsi organ

tubuh lainnya yang berhubungan dengan dampak infeksi. Jika terdapat gejala-

gejala klinis seperti yang telah kami sebutkan diatas, segera periksakan diri

anda ke dokter atau rumah sakit terdekat dan segera lakukan pemeriksaan

laboratorium sesuai dengan rujukan dokter. Semoga bermanfaat dan

menambah wawasan. 

http://aakbandaaceh.wordpress.com/2011/12/04/cara-mudah-diagnosa-

laboratorium-dbd/

Para penderita yang semula terbatas pada kelompok umur di bawah 14 tahun,

kini menjadi semakin luas mencakup bayi hingga usia lanjut. KLB yang semula

terbatas dengan pola lima tahunan kini menjadi KLB tanpa pola setiap waktu.

Kematian paling tinggi justru ditemukan pada penduduk miskin sebagai akibat

Page 18: KLB.docx

perilaku yang tidak mendukung kesehatan serta akses pada pelayanan

kesehatan yang rendah.

Manifestasi demam berdarah bisa ringan atau berat dengan gejala yang

tersamar hingga yang jelas. Yang bergejala dibedakan lagi menjadi Demam

Dengue (DD) atu Dengue Haemorhagic Fever (DHF/DBD). Gejala DD

diantaranya adalah timbulnya demam disertai sakit kepala yang berat, sakit

pada sendi dan otot (atralgia dan myalgia), ruam, rasa yang tidak nyaman di

perut, yang diikuti mual, muntah ataupun diare.

Yang sering terabaikan adalah adanya batuk-pilek. Dalam hal ini pasien

menderita 2 jenis infeksi sekaligus yaitu influenza dan demam berdarah,

sehingga dalam kondisi yang kurang menguntungkan KLB seperti sekarang ini,

batuk-pilek pun tetap perlu diwaspadai sebagai sertaan DBD mengingat adanya

kemungkinan gejala yang tersamar tadi.

Untuk membedakannya diperlukan pemeriksaan laboratorium, berupa

pemeriksaan darah rutin. Yang dinilai adalah kadar trombosit dan uji serologis

khusus untuk DB. Pasien DBD biasanya menunjukkan gejala yang lebih berat

dan dapat disertai gejala perdarahan yang lebih jelas.

Selama ini pasien DBD selalu dihubungkan dengan kadar trombosit yang

rendah (dibawah 100.000). Rendahnya kadar trombosit inilah yang lazimnya

menjadi salah satu patokan apakah pasien harus dirawat atau tidak. Kendati

harus dipahami bahwa infeksi beberapa jenis virus non-dengue pun dapat

menyebabkan turunnya kadar trombosit sehingga pemeriksaan serologi DB

akan membantu dalam menegakkan diagnosis.

DBD akan semakin parah bila pasien anak menderita kelainan jantung,

talasemia, obesitas ataupun kelainan ginjal. Ketika anak terserang DBD, kadar

hematokrit (unsur yang menentukan tingkat kekentalan darah) dan

trombositnya akan berkurang sehingga dapat memperberat kerja jantung. Hal

demikian dapat memperberat kondisi anak yang memiliki kelainan jantung.

Sedangkan pada anak yang menderita thalasemia, selain proses kerja

Page 19: KLB.docx

jantungnya yang lebih berat, pengontrolan darah pun akan lebih sulit dilakukan

sehingga diperlukan kehati-hatian dalam menanganinya. Talasemia merupakan

kelainan genetika dimana umur dari sel-sel eritrosit (sel darah merah) menjadi

lebih singkat, yang ukuran normalnya 120 hari lalu pecah dan diganti dengan

sel yang baru. Akibatnya anak mengalami anemia (kekurangan darah). Kondisi

ini dapat memperberat proses kerja jantung, selain minimnya kandungan

oksigen dalam darah penderita yang membuat jantung sering berdebar-debar.

Pada penderita DBD yang mengalami obesitas, kelebihan lemak di hampir

seluruh bagian tubuhnya membuat proses kerja jantung lebih berat. Seseorang

dengan berat tubuh normal, pada daerah jantungnya memiliki ruang kosong

agar lebih leluasa dalam bergerak.

Ketika ruang ini terasa lemak, jantung tidak bisa bergerak leluasa dalam

melakukan tugasnya dengan sempurna untuk mengalirkan darah. Hal ini yang

menyebabkan penderita obesitas bisanya mudah sekali lelah dan merasa tidak

nyaman. Penumpukan lemak dalam pembuluh darah atau aliran darah pun

sangat mungkin terjadi. Kondisi ini tentu saja dapat memperberat penderita

dalam menghadapi serangan demam berdarah.

Ketika seseorang terserang DB/DBD, secara otomatis terjadi reaksi imunologis

di dalam tubuh. Pada anak akan menjadikan daya tahan tubuhnya menurun

seiring menurunnya kadar trombosit maupun kerusakan pembuluh darah

sehingga virus atau bakteri lainnya berpeluang memunculkan penyakit rang

menyertai DBD, diantaranya efusi pleura dan infeksi saluran pernafasan.

http://mypotik.blogspot.com/2010/01/mengenal-lebih-jauh-tentang-

penyakit.html

Infeksi virus dengue (IVD) sampai saat ini masih merupakan problem kesehatan di dunia. Manisfestasi klinis akibat virus dengue ini sangat bervariasi dan yang ditakutkan adalah demam berdarah dengue (DBD) dan sindrom syok dengue (SSD). Di masyarakat masih sering terjadi kerancuan antara istilah infeksi virus dengue (IVD) dan DBD. Trombositopenia bukanlah satu-satunya marker penanda DBD, dimana sering terjadi overdiagnosis DBD karena dokter hanya berpatokan pada trombositopenia. DBD menurut kriteria WHO harus meliputi 4 hal yaitu demam, manifestasi perdarahan

Page 20: KLB.docx

(minimal Rumpel Leede/Toruniquet Test positif), trombositopenia kurang atau sama dengan 100.000/ul dan tanda kebocoran plasma seperti peningkatan hematokrit ≥ 20%/penurunan hematokrit 20% sesudah terapi cairan/efusi pleura/hipoproteinemia/hipoalbuminemia. Namun menurut guidelines WHO 2009 yang masih akan difinalkan di tahun 2010 ini, klasifikasi infeksi virus dengue akan berubah menjadi dengue tanpa warning signs, dengue dengan warning signs, dan severe dengue. Hal ini disebabkan karena bervariasinya klinis dan hasil laboratoris hasil IVD di lapangan, sehingga menyulitkan tatalaksana/manajemen demam berdarah dengue.

            Pemahaman mengenai patogenesis infeksi virus dengue mutlak harus dikuasai untuk pemilihan parameter laboratorium dan untuk melakukan interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium saat ini selain darah lengkap/CBC (Complete Blood Count), idealnya diiukuti dengan LFT (Liver Function Test) yaitu SGOT dan SGPT serta pemeriksaan serologis. Pemeriksaan serologis berupa antigen NS1, dan antibodi pembeda infeksi primer sekunder yaitu IgM dan IgG anti dengue. Uji serologi menggunakan metode imunokromatografi (rapid test) berupa NS1, IgG dan IgM anti dengue berfungsi sebagai uji saring (screening test) sedangkan metode Elisa (Enzyme Linked Imuno Sorbent Assay) berguna sebagai uji konfirmasi yang bersifat kuantitatif sehingga dapat mengikuti kadar antibodi di dalam tubuh penderita.

http://penelitian.unair.ac.id/artikel_dosen_PEMERIKSAAN%20LABORATORIUM

%20%20PADA%20DEMAM%20BERDARAH%20DENGUE_1778_1805

http://www.pppl.depkes.go.id/_asset/_download/

INFORMASI_UMUM_DBD_2011.pdf