klasifikasi massa batuan

25
1 I. JUDUL ANALISIS KLASIFIKASI MASSA BATUAN PADA TAMBANG KUARI BATUGAMPING DENGAN MENGGUNAKAN METODE SLOPE MASS RATING (SMR) DI PT SINAR ASIA FORTUNA KECEMATAN SALEH KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH II. LATAR BELAKANG MASALAH PT. Sinar Asia Fortuna merupakan salah satu perusahaan swasta yang bergerak dibidang industri pertambangan batugamping, secara administratif berada di Dusun Pancuran, Desa Tahunan, Kecematan Sale, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah dan telah beroperasi sejak tahun 1995. Konsumen utama dari produksi batugamping saat ini yaitu PT.Tjiwi Kimia dan merupakan salah satu perusahaan kertas yang berlokasi di Mojokerto Jawa Timur. Aktivitas penambangan pada tambang kuari yang berada pada PT. Sinar Asia Fortuna berhubungan dengan penggalian dan penimbunan akan menghadapi masalah dengan lereng, baik itu pada lereng kerja (working slope) maupun pada lereng akhir (final slope). Lereng-lereng tersebut harus dianalisis kemantapannya untuk mencegah terjadinya bahaya keruntuhan atau longsoran yang dapat menimbulkan korban jiwa, kerugian waktu dan kerugian biaya. Oleh karna itu dengan menggunakan Metode Slope Mass Rating untuk mengetahui klasifikasi massa batuan dan kesetimbanganya. Perlu dilakukan suatu perancangan yang tepat untuk mengetahui tingkat kestabilan batuan dalam proses penambangan pada PT. Sinar Asia Fortuna. Slope Mass Rating adalah penerapan nilai RMR untuk memperkirakan sudut kemiringan lereng pengupasan. Romana (1990, dalam Djakamihardja dan soebowo, 1996) mengaitkan nilai RMR dengan faktor penyusuaian dari orientasi kekar terhadap orientasi lereng serta sistem pengupasan lereng dalam bentung angka rating (pembobotan).

Upload: kadek-angga-yudhi-aditya

Post on 16-Sep-2015

44 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

mekanika batuan

TRANSCRIPT

  • 1

    I. JUDUL

    ANALISIS KLASIFIKASI MASSA BATUAN PADA

    TAMBANG KUARI BATUGAMPING DENGAN

    MENGGUNAKAN METODE SLOPE MASS RATING

    (SMR) DI PT SINAR ASIA FORTUNA KECEMATAN

    SALEH KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH

    II. LATAR BELAKANG MASALAH

    PT. Sinar Asia Fortuna merupakan salah satu perusahaan swasta yang

    bergerak dibidang industri pertambangan batugamping, secara administratif

    berada di Dusun Pancuran, Desa Tahunan, Kecematan Sale, Kabupaten Rembang,

    Jawa Tengah dan telah beroperasi sejak tahun 1995. Konsumen utama dari

    produksi batugamping saat ini yaitu PT.Tjiwi Kimia dan merupakan salah satu

    perusahaan kertas yang berlokasi di Mojokerto Jawa Timur.

    Aktivitas penambangan pada tambang kuari yang berada pada PT. Sinar

    Asia Fortuna berhubungan dengan penggalian dan penimbunan akan menghadapi

    masalah dengan lereng, baik itu pada lereng kerja (working slope) maupun pada

    lereng akhir (final slope). Lereng-lereng tersebut harus dianalisis kemantapannya

    untuk mencegah terjadinya bahaya keruntuhan atau longsoran yang dapat

    menimbulkan korban jiwa, kerugian waktu dan kerugian biaya. Oleh karna itu

    dengan menggunakan Metode Slope Mass Rating untuk mengetahui klasifikasi

    massa batuan dan kesetimbanganya. Perlu dilakukan suatu perancangan yang

    tepat untuk mengetahui tingkat kestabilan batuan dalam proses penambangan pada

    PT. Sinar Asia Fortuna.

    Slope Mass Rating adalah penerapan nilai RMR untuk memperkirakan sudut

    kemiringan lereng pengupasan. Romana (1990, dalam Djakamihardja dan

    soebowo, 1996) mengaitkan nilai RMR dengan faktor penyusuaian dari orientasi

    kekar terhadap orientasi lereng serta sistem pengupasan lereng dalam bentung

    angka rating (pembobotan).

  • 2

    Untuk mengetahui kemantapan lereng berdasarkan klasifikasi massa

    batuanya pada PT. Sinar Asia Fortuna diperlukan metode yang tepat yang sesuai

    dengan kondisi geologi, ganesa, dan endapanya. dalam pengaplikasianya, maka

    peneliti mencoba mengklasifikasi massa batuan dengan menggunakan metode

    SMR pada PT. Sinar Asia Fortuna.

    Analisa yang dilakukan berdasarkan observasi lapangan dan uji

    laboratorium, dimana data ini akan digunakan dalam mendapatkan tingkat

    kestabilan masa batuan dan juga digunakan untuk menentukan disain kemiringan

    lereng batuan. Metode evaluasi yang diaplikasikan merupakan pendekatan

    empirik dari klasifikasi masa batuan (Rock Mass Rating) dan klasifikasi

    kemiringan lereng (Slope Mass Rating). Pendekatan ini akan bermanfaat untuk

    memperoleh pengertian yang lebih baik, hubungannya dengan pengaruh geologi

    dan parameter kekuatan batuan serta mekanisme keruntuhan masa batuan.

    III. PERUMUSAN MASALAH

    Dengan dilakukanya kegiatan penambangan secara berkelanjutan pada PT.

    Sinar Asia Fortuna, dan dengan memperhatikan struktur-struktur geologi yang

    ada. Permasalahan yang timbul adalah bagaimana cara peneliti mengetahui dan

    mengklasifikasi massa batuan yang berada pada setiap lereng atau jenjang

    penambangan yang berada pada tambang kuari PT. Sinar Asia Fortuna yang

    didapatkan berdasarkan hasil penelitian langsung yang dilakukan dilapangan.

    yang bertujuan untuk mengetahui keterdapatan struktur-struktur geologi dan

    klasifikasi massa batuanya, sehinga peneliti dapat melakukan uji lab pada sampel

    batuan dan pada akhirnya mengetahui kuat atau tidak, serta aman atau tidak

    jenjang tersebut, sehingga dapat disimpulkan dalam pembobotan massa lereng

    (Slope Mass Rating) yang terdapat pada setiap lereng penambangan pada PT.

    Sinar Asia Fortuna Rembang Jawa Tengah.

  • 3

    IV. BATASAN MASALAH

    Agar pembahasan terhadap masalah yang ada sesuai dengan tujuan akhir

    penulisan tugas akhir ini, maka diperlukan pembatasan terhadap masalah yang

    ada. Maka masalah pokok yang perlu dikaji adalah keterdapatan struktur-struktur

    geologi dan kekuatan batuan yang mempengaruhi massa dari batugamping

    sehingga dapat merancang kemiringan lereng (Slope Mass Rating) yang

    mempunyai kestabilan yang baik berdasarkan pembobotan batuanya pada lokasi

    penambangan PT. Sinar Asia Fortuna. di Dusun Pancuran, Desa Tahunan,

    Kecematan Sale, kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah.

    V. TUJUAN PENELITIAN

    Secara umum tujuan dan manfaat pengklasifikasian massa batuan pada PT.

    Sinar Asia Fortuna yaitu dapat mengelompokkan batuan dan mengetahui jenis,

    karakter atau data-data lain mengenai batuan tersebut, Tujuan dari klasifikasi

    massa batuan adalah untuk:

    a. Mengidentifikasi parameter-parameter yang mempengaruhi kelakuan /sifat

    massa batuan.

    b. Membagi massa batuan ke dalam kelompok-kelompok yang mempunyai

    kesamaan sifat dan kualitas.

    c. Menyediakan pengertian dasar mengenai sifat karakteristik setiap kelas

    massa batuan.

    d. Memperoleh data kuantitatif dan acuan untuk desain teknik.

    e. Menyediakan dasar acuan untuk komunikasi antara geologist dan engineer.

    VI. METODE PENELITIAN

    Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan rencana kegiatan

    penelitian ini adalah metode langsung dan tidak langsung. Metode langsung

    dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung dilapangan, sedangkan

    metode tidak langsung dilakukan dengan melakukan studi literatur baik dari

    perpustakaan maupun perusahaan.

  • 4

    Adapun urutan-urutan dalam melakukan kegiatan tersebut antara lain

    sebagai berikut :

    1. Studi Literatur

    Studi literatur ini dilakukan dengan mencari bahan pustaka yang

    menunjangdiperoleh, antara lain dari :

    a) Literatur di perpustakaan

    b) Internet

    c) Informasi-informasi

    d) Laporan penelitian terdahulu dengan topik yang sama

    2. Penelitian Dilapangan

    Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap anataralain :

    a) Observasi lapangan dengan melakukan pengamatan secara

    langsung tehadap proses yang terjasi dan mencari informasi

    pendukung yang terkait dengan masalah yang akan dibahas.

    b) Menentukan lokasi pengamatan dan mengambil data-data yang

    diperlukan untuk menyelesaikan masalah.

    c) Mencocokan dengan perumusan masalah yang ada dengan

    tujuan agar penelitian yang dilakukan tidak meluas serta data

    yang diambil dapat digunakan secara efektif.

    3. Pengambilan Data

    a. Data Primer

    Data yang diambil langsung dilapangan melalui pengamatan atau

    pengukuran serta perhitungan antara lain :

    a. Struktur Geologi

    b. Data jumlah keterdapatan kekar pada batuan

    c. Analisis RQD, kondisi kekar, jarak kekar, dan keadaan air tanah

    d. Pengukuran arah jurus, kemiringan jurus, arah lereng, dan

    kemiringan lereng

    e. Pengujian kuat tekan pada batuan

    f. Pengambilan Sampel Batuan dan ploting koordinat

  • 5

    b. Data Skunder

    Data yang tidak diambil langsung dilapangan tapi merupakan

    laporan penelitian perusahaan, data-data tersebut diantaranya

    adalah :

    a. Peta administrasi

    b. Peta lokasi daerah penelitian

    c. Peta topografi

    d. Data curah hujan dan data sifat fisik batugamping

    4. Pengolahan Data

    Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan beberapa

    perhitungan dan analisa berdasarkan kondisi yang di dapat

    dilapangan.

    5. Analisis Hasil Pengolahan Data

    Analisis hasil pengolahan data dilakukan dengan tujuan

    memperoleh kesimpulan sementara dan selanjutnya diolah dalam

    bagian pembahasan

    6. Kesimpulan

    Kesimpulan diperoleh setelah dilakukan koreksi antara hasil

    pengolahan data yang telah dilakukan dengan permasalahan yang

    akan diteliti. Kesimpulan ini merupakan suatu hasil akhir dari

    semua yang telah dibahas.

  • 6

    Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

    Studi Literatur

    Penelitian Dilapangan

    Pengambilan Data

    Data Primer

    a. Struktur Geologi

    b. Data kekar pada batuan

    c. Analisis RQD, kondisi kekar, jarak

    kekar, dan keadaan air tanah

    d. Pengukuran arah jurus, kemiringan

    jurus, arah lereng, dan kemiringan

    lereng

    e. Pengambilan Sampel Batuan dan

    ploting koordinat

    Data Skunder

    a. Peta Administrasi

    b. Peta Lokasi Daerah Penelitian

    c. Peta Topografi

    d. Data Sifat Fisik Batugamping

    e. Peta Lokasi Penelitian

    Pembahasan

    Pengolahan Data

    Analisa Hasil

    Kesimpulan Dan Saran

  • 7

    VII. MANFAAT PENELITIAN

    Manfaat yang diperoleh dari penyusunan Tugas Akhir I ini adalah :

    a. Sebagai acuan dalam mengetahui dan mempraktekan ilmu dan teori yang

    diperoleh dari bangku kuliah, khususnya berkaitan dengan masalah yang

    dibahas dan menambah wawasan dalam ilmu pengetahuan.

    b. Sebagai informasi tambahan untuk PT. Sinar Asia Fortuna dalam

    mengetahui keterdapatan struktur-struktur geologi yang didapatkan pada

    areal front penambangan.

    c. Sebagai acuan yang digunakan dalam memndapatkan tingkat kestabilan

    massa batuan dan juga digunakan untuk desain kemiringan lereng ( Slope

    Mass Rating ) terhadap batuan.

    d. Sebagai acuan penelitian berkelanjutan terhadap permasalahan yang sama

    yang di angkat oleh peneliti pada PT. Sinar Asia Fortuna.

  • 8

    VIII. DASAR TEORI

    8.1. Konsep Massa Batuan, Struktur Batuan dan Bidang Diskontinu

    8.1.1. Massa Batuan

    Massa batuan merupakan volume batuan yang terdiri dari material batuan

    berupa mineral, tekstur dan komposisi dan juga terdiri dari bidang-bidang

    diskontinu, membentuk salah satu material dan saling berhubungan dengan semua

    elemen sebagai suatu kesatuan. Kekuatan massa batuan sangat dipengaruhi oleh

    frekwensi bidang-bidang diskontinu yang terbentuk, oleh sebab itu massa batuan

    akan mempunyai kekuatan yang lebih kecil bila dibandingkan dengan batuan

    utuh. Menurut Hoek & Bray (1981), massa batuan adalah insitu yang dijadikan

    diskontinu oleh sistem struktur seperti joint, sesar dan bidang perlapisan. Konsep

    pembentuk massa batuan ditulis oleh Palmstrom (2001) dalam sebuah tulisan

    yang berjudul Measurement and Characterizttion of Rock Joiniting yaitu seperti

    sebagai berikut :

    Sumber : Konsep pembentukan massa batuan (Plamstrom, 2001)

    8.1.2. Struktur Batuan

    Struktur batuan adalah gambaran tentang kenampakan atau keadaan

    batuan, termasuk didalam bentuk atau keudukanya. Berdasarkan

    keterjadianya, struktur batuan dapat dikelompokan menjadi :

  • 9

    1. Struktur primer, yaitu struktur yang terjadi pada saat proses

    pembentukan batuan. Misalnya : bidang perlapisan silang (cross

    bedding) pada batuan sedimen atau kekar akibat pendinginan

    (cooling joint) pada batuan beku.

    2. Struktur skunder, yaitu struktur yang terjadi` kemudian setelah

    batauan terbentuk akibat adanya proses deformasi atau tektonik.

    Misalnya lipatan (fold), patahan (fault) dan kekar (joint).

    Bidang diskontinu dapat ditemukan pada struktur primer maupun struktur

    skunder.

    8.1.3. Bidang Diskontinu

    Secara umum, bidang diskontinu merupakan bidang yang memisahkan

    massa batuan menjadi bagian yang terpisah. Menurut Priset (1993), pengertian

    bidang diskontinu adalah setiap bidang lemah yang terjadi pada bagian

    yangmemiliki kuat tarik yang paling lemah dalam batuan. Menurut Gabrielsen

    (1990), keterjadian bidang diskontinu tidak terlepas dari masalah perubahan stress

    (tegangan) strain (rengangan), mineralisasi dan rekristalisasi yang terjadi pada

    massa batuan dalam waktu panjang.

    Beberapa jenis bidang diskontinu yang digolongkan berdasarkan ukuran

    dan komposisinya sebagai berikut :

    1. Fault (patahan)

    Fault adalah bidang discontinu yang secara jelas memperlihatkan tanda-

    tanda bidang tersebut mengalami pergerakan. Tanda-tanda tersebut

    diantaranya adalah adanya zona hancuran maupun slickensided atau

    jejak yang terdapat disepanjang bidang fault. Fault dikenal sebagai

    weakness zone karna akan memberikan pengaruh pada kestabilan massa

    batuan dalam wilayah yang luas.

    2. Joint (kekar)

    Joint adalah bidang diskontinu yang telah pecah namun tidak

    mengalami pergerakan ataupun bergerak, pergerakan tersebut sangat

    sedikit sehingga bisa diabaikan. Joint merupakan jenis bidang

    diskontinu yang paling sering hadir dalam batuan.

  • 10

    3. Bedding (bidang perlapisan)

    Bedding terdapat pada permukaan batuan yang mengalami perubahan

    ukuran dan orientasi butir dari batuan tersebut serta perubahan

    mineralogi yang terjadi selama proses pembentukan batuan sedimen.

    4. Fracture dan crack

    Fracture diartikan sebagai bidang diskontinu yang pecah tidak paralel

    dengan struktur lain yang tampak pada batuan. Bebeberapa rock

    mechanic engineer menggunakan istilah fracture dan crack untuk

    menjelaskan pecahan atau crack yang terjadi pada saat pengujian

    batuan, peledakan dan untuk menjelaskan mekanisme pecahnya batuan

    brittle.

    5. Fissure

    Ada banayak ahli yang menjelaskan pengertian fissure, salah satunya

    adalah menurut Fookes dan Dennes (1969) yang mendefinisikan fissue

    sebagai bidang diskontinu yang membagi suatu material utuh tampa

    memisahkan menjadi bagian terpisah.

    Adanya bidang diskontinu pada batuan akan mempengaruhi banayk hal

    yang berhubungan dengan aktifitas penambangan. Diantaranya adalah pengaruh

    terhadap kekuatan dari batuan. Semakin banyak bidang diskontinu yang

    memotong massa batuan, semakin kecil pula kekuatan dari batuan tersebut.

    Bidang-bidang diskontinu yang ada pada massa batuan inilah yang memiliki

    potensi untuk terjadinya failure pada batuan yang diekskavasi. Selain itu adanya

    bidang diskontinu juga memberikan pengaruh lain dalam sebuah kegiatan

    pertambangan. Hal ini berkaitan dengan ukuran fragmentasi material yang

    ditambang.

  • 11

    Dari semua jenis bidang diskontinu yang ada, joint adalah yang paling

    sering menjadi pertimbangan. Hal ini disebabkan joint merupakan bidang

    diskontinu yang telah pecah dan terbuka, sehingga bidang joint sering bahkan

    selalu ada pada massa batuan. Oleh karna itu, dalam pertimbangan geoteknik,

    seringkali joint lebih menjadi perhatian dibandingkan jenis bidang diskontinu

    yang lainya.

    Dalam analisis bidang diskontinu terdapat beberapa istilah yang dipakai

    secara umum. Berikut ini akan dibahas beberapa poin yang berkaitan dengan

    bidang diskontinu.

    1. Joint Set

    Joint set adalah sejumlah joint yang memiliki orientasi yang relatif sama,

    atau sekelompok joint yang paralel.

    Diagram Block dengan 3 joint Set

    (gambar diatas, tampak sebuah blok batuan yang memiliki tiga joint set,

    masing-masing joint set 1,2 dan 3)

    2. Spasi Bidang Diskontinu (jonit Spacing)

    Menurut Priest (1993) ada tiga macam spasi bidang diskontinu, ketiga

    macam joint spacing tersebut adalah spasi total (total spacing), spasi set

    (set/joint set spacing) dan spasi set normal (normal set spacing).

    a. Total spasing adalah jarak anatara bidang diskontinu dalam suatu

    lubang bor atau sampling line pada pengamatan dipermuakaan.

  • 12

    b. Joint set spasing adalah jarak antara bidang diskontinu dalam satu joint

    set. Jarak diukur di sepanjang lubang bor atau sampling line pada

    pengamatan dipermukaan.

    c. Normal set spasing hampir sama dengan set sampling, bedanya pada

    normal set sampling, jarak yang diukur adalah jarak tegak lurus antara

    satu bidang diskontinu dengan bidang diskontinu lainya yang adadalam

    satu joint set.

    Berdasarkan pengertian Priest ini maka pada gambar diatas, ketiga spasi diatas

    merupakan normal set spasing.

    3. Orientasi Bidang Diskontinu

    Orientasi bidang diskontinu yaitu kedudukan dari bidang diskontinu yang

    Meliputi arah dan kemiringan bidang. Arah dan kemiringan dari bidang

    diskontinu biasanya dinyatakan dalam (Strikr/Dip) atau (Dip Direction/Dip).

    a. Strike (jurus)

    Merupakan arah dari garis horizontal yang terletak pada bidang diskontinu

    yang miring. Arah ini diukur dari arah utara searah jarum jam ke arah garis

    horizontal tersebut.

    b. Dip Derection

    Dip direction merupakan arah penunjaman dari bidang diskontinu. Dip

    Direction (DDR) diukur dari North searah jarum jam ke arah penunjaman

    tersebut atau sama dengan 90 derajat dari strike searah jarum jam kearah

    penunjaman.

    DDR = strike + 90

    c. Dip (kemiringan lereng)

    Dip adalah sudut yang diukur dari bidang horizontal ke arah kemiringan

    bidang diskontinu.

  • 13

    8.2. Klasifikasi Massa Batuan

    Klasifikasi massa batuan menguntungkan pada tahap studi kelayakan dan

    desain awal dimana sangat sedikit informasi yang tersedia mengenai massa

    batuan, tegangan, dan hidrogeologi. Secara sederhana, klasifikasi massa batuan

    digunakan sebagai sebuah check-list untuk meyakinkan bahwa semua informasi

    penting telah dipertimbangkan, didalam geoteknik, klasifikasi massa batuan yang

    pertama diperkenalkan sekitar 60 tahun yang lalu yang ditujukan untuk

    terowongan dengan penyanggaan menggunakan penyangga baja.

    Klasifikasi dikembangkan untuk penyangga non-baja untuk terowongan,

    lereng, dan pondasi. Pendekatan desain yang biasa digunakan untuk penggalian

    pada batuan yaitu: analitik, observasi, dan empirik. Salah satu yang paling banyak

    digunakan adalah pendekatan desain dengan menggunakan metode empiric.

    Klasifikasi massa batuan dikembangkan untuk mengatasi permasalahan yang

    timbul dilapangan secara cepat dan tidak ditujukan untuk mengganti studi analitik,

    observasi lapangan.

    Klasifikasi massa batuan digunakan sebagai alat dalam menganalisis

    kemantapan lereng yang menghubungkan antara pengalaman dibidang massa

    batuan dengan kebutuhan pemantapan diberbagai kondisi lapangan yang

    dibutuhkan. Namun demikian, penggunaan klasifikasi massa batuan tidak

    digunakan sebagai pengganti perencanaan rinci. Pada dasarnya pembuatan

    klasifikasi masssa batuan bertujuan (Bieniawski, 1989) :

    a. Mengidentifikasi parameter-parameter penting yang mempengharuhi perilaku

    massa batuan.

    b. Membagi formasi massa batuan ke dalam grup yang mempunyai perilaku sama

    menjadi kelas massa batuan.

    c. Memberikan dasar-dasar untuk pengertian karakterisitik dari setiap kelas massa

    batuan.

    d. Menghubungkan pengalaman dari kondisi massa batuan disatu lokasi dengan

    lokasi lainnya.

    e. Mengambil data kuantitatif dan pedoman untuk rancangan rekayasa

    (engineering)

  • 14

    f. Memberikan dasar umum untuk kemudahan komunikasi diantara para insinyur

    dan geologiawan.

    Agar dapat dipergunakan dengan baik dan cepat maka klasifikasi massa

    batuan harus mempunyai beberapa sifat seperti berikut (Bieniawski, 1989) :

    a. Sederhana, mudah diingat dan dimengerti.

    b. Sifat-sifat massa batuan yang penting harus disertakan.

    c. Parameter dapat diukur dengan mudah dan murah.

    d. Pembobotan dilakukan secara relative.

    e. Menyediakan data-data kuantitatif.

    Klasifikasi massa batuan akan diperoleh paling tidak tiga keuntungan bagi

    perancangan kemantapan lereng yaitu (Bieniawski, 1989) :

    a. Meningkatkan kualitas hasil penyelidikan lapangan dengan data masukan

    minimum sebagai parameter klasifikasi.

    b. Memberikan informasi / data kuantitatif untuk tujuan rancangan.

    c . Penilaian rekayasa dapat lebih baik dan komunikasi lebih efektif pada suatu

    Proyek.

    Menurut Palmstrom (1995) klasifikasi massa batuan dapat dikelompokan

    berdasarkan bentuk dan tipe dari klasifikasi massa batuan itu. Pengelompokan

    menurut bentuk berkaitan dengan data masukan dari klasifikasi massa batuan.

    Sedangkan pengelompokan berdasarkan tipe, berhubungan dengan penerapan dari

    klasifikasi massa batuan tersebut. Saat ini telah berkembang berbagai metode

    klasifikasi massa batuan batuan. Di antara metode klasifikasi itu, ada yang

    digunakan untuk kepentingan metode perancangan empiris, dan ada pula yang

    digunakan hanya sebagai data masukan untuk klasifikasi massa batuan yang lain.

  • 15

    Beberapa Klasifikasi Massa Batuan yang dikenal saat ini adalah :

    1. Metode Klasifikasi Beban Batuan (Rock Load)

    2. Klasifikasi Stand up time

    3. Rock Quality Designation (RQD)

    4. Rock Structure Rating (RSR)

    5. Rock Mass Rating (RMR)

    6. Slope Mass Rating (SMR)

    1. Metode Klasifikasi Beban Batuan (Rock Load)

    Metode ini biasa juga disebut dengan Klasifikasi Massa Batuan Terzaghi

    (1946) metode karena ini diperkenalkan oleh Karl von Terzaghi pada tahun 1946,

    merupakan metode pertama yang cukup rasional yang mengevaluasi beban batuan

    untuk desain terowongan dengan penyangga baja. Metode ini telah dipakai secara

    berhasil di Amerika selama kurun waktu 50 tahun. Akan tetapi pada saat ini

    metode ini sudah tidak cocok lagi.

    Terowongan saat ini yang dibangun dengan menggunakan penyangga

    beton dan rockbolts. Referensi paling awal mengenai penggunaan klasifikasi

    massa batuan untuk perancangan terowongan. Beban batuan yang harus ditahan

    oleh steelsets diperkirakan berdasarkan deskripsi kualitatif massa batuan.

    2. Klasifikasi Stand-uptime

    Metode ini diperkenalkan oleh Laufer pada 1958. Dasar dari metode ini

    adalah bahwa dengan bertambahnya span terowongan akan menyebabkan

    berkurangnya waktu berdirinya terowongan tersebut tampa penyanggaan. Metode

    ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan klasifikasi massa batuan

    selanjutnya.

    3. Rock Quality Designation (RQD)

    RQD dikembangkan pada tahun 1964 oleh Deere. Metode ini didasarkan

    pada perhitungan presentase inti terambil yang mempunyai panjang 10 cm atau

    lebih. Dalam hal ini, inti terambil yang lunak atau tidak keras tidak perlu dihitung

    walaupun mempunyai panjan lebih dari 10 cm. Diameter inti optimal yaitu 47,5

    mm. Nilai RQD dapat pula dipakai untuk pemeriksaan penyangaan trowongan.

  • 16

    Saat ini RQD sebagai parameter standar dalam pemerian inti pemboran dan

    merupakan salah satu parameter dalam menentukan klasifikasi massa batuan

    RMR dan Q-system RQD didefinisikan sebagai berikut.

    Berdasarkan nilai RQD massa batuan diklasifikasikan sebagai:

    RQD Kualitas Massa Batuan :

    25 - 50% Jelek

    50 - 75% Sedang

    75 - 90% Baik

    90 - 100% Sangat baik

    Rumus yang di gunakan :

    RQD = 115 3,3 x JV, JV = 1/S1 + 1/S2 + 1/S3

    Dimana = S1,S2,dan S3 adalah spasi kekar

    Jika frekuensi retakan = 20 kekar/meter, maka RQD = 40,60 %

    Jika frekuensi retakan = 11 kekar/meter, maka RQD = 69,90 %

    Jika frekuensi retakan = 5 kekar/meter, maka RQD = 90,9 0%

    Jika frekuensi retakan = 2 kekar/meter, maka RQD = 98,2 0%

    8.3. Klasifikasi Geomekanik

    Sistem RMR (Rock Mass Rating) merupakan klassifikasi geomekanik yang

    dikembangkan oleh Bieniawski sampai pada tahun 1989 sehingga mudah

    digunakan dan bersesuaian dengan prosedur dan standar internasional. RMR ini

    dapat digunakan untuk bebarapa aplikasi terowongan, pertambangan, lereng dan

    fondasi mass batuan adalah kumpulan batu yang dipiasahkan oleh ketidak

    menerusan (diskontuinitas). Diskontuinitas adalah terminologi umum dalam

    mekanika batuan dan istilah yang digunakan untuk semua jenis patahan termasuk

    diantaranya(fracture) kekar ( joint), kontak, maupun patahan sesar (Sesar). Dalam

    klasifikasi geomekanik, massa batuan dibagi menjadi beberapa wilayah

    berdasarkan keseragaman struktur yang ada ataupun litologi.

  • 17

    Klasifikasi Geomekanik (Bieniawski, 1973, 1976, 1984) didasarkan pada

    hasil penelitian 49 terowongan di Eropa dan Afrika. Klasifikasi ini menilai

    beberapa parameter yang kemudian diberi bobot (rating) dan digunakan dalam

    perencanaan terowongan.

    Rock Mass Rating (RMR) adalah pembobotan massa batuan. Sistem

    pembobotan dapat dilihat pada Tabel klasifikasi geomekanik (Tabel A, B, C, dan

    D/Tabel Bineawski). Pembobotan adalah jumlah dari nilai bobot parameter pada

    Tabel A dan B. Pada tabel C jumlah nilai tersebut dimasukkan ke dalam

    kelompok yang sesuai dengan pembobotan masing-masing.

    Pada Tabel C, nomor kelas dan pemerian dapat diberikan. Pada Tabel D

    makna dan kegunaan tiap-tiap nomer kelas disampaikan di sini. Berdasarkan nilai

    RMR, jangkauan atap (span) apat direncanakan, serta keleluasaan waktu yang

    tersedia agar terowongan tidak runtuh dapat diperkirakan.

    Klasifikasi Geomekanik (Bieniawski, 1973) juga dipakai dalam

    memperkirakan kestabilan suatu pengupasan lereng massa batuan. Sama halnya

    dengan penilaian terowongan, penilaian kestabilan lereng juga menggunakan data

    hasil observasi lapangan dan data laboratorium sehingga dalam pembobotan dapat

    dilihat nilai RMR. Massa batuan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

    Sangat buruk Nilai RMR = 0 - 20

    Buruk Nilai RMR = 21 - 40

    Sedang Nilai RMR = 41 - 60

    Baik Nilai RMR = 61 - 80

    Sangat Baik Nilai RMR = 81 100

  • 18

    Klasifikasi massa batuan sistem Rock Mass Rating menggunakan lima

    parameter dasar dan satu parameter koreksi yaitu:

    1. Kekuatan batuan ( strength of intact rock)

    2. Rock qualitiy designation( RQD)

    3. Spasi antar diskontuinitas

    4. Kondisi bidang diskontuinitas

    5. Kondisi air tanah

    6. Slope mass rating ( SMR )

    1. Kekuatan Batuan

    Parameter kekuatan batuan didapatkan dari pengujian laboratorium dengan

    menggunakan alat point load test (Brown ,1981). Pengujian ini dilakukan

    terhadap contoh yang diambil dilapangan berupa batuan yang masih fress atau

    telah megalami pelapukan, hasil pengujian ini berupa kuat tekan batuan (Poin

    load test) dinyatakan dalam satuan Mpa, Pengambilan contoh batuan dilapangan

    umumnya tidak beraturan.

    2. Rock Qualtiy Designation (RQD)

    Pengamatan dan pencatatan terhadap orientasi diskontiunitas di lakukan

    dengan secara sistematis dengan menggunakan metode scanline, dalam metode ini

    dalam pencatatan atribut diskontiunitas dilakukan sepanjang garis pengamatan

    dengan batasan 40 cm ke atas dan 40 cm kebawah dari garis pengamatan yaitu

    dengan cara membentangkan tali di sepanjang lereng tersebut dan membatasi tali

    tersebut pertiap meternya, dimana pengambilan data kekar diambil pertiap

    meternya dikatakan dengan lintasan satu dan seterusnya kemudian tali tersebut

    memotong kekar-kekar yang ada di lereng tersebut, hal yang perlu dicatat dalam

    pengamatan adalah no lintasan, posisi diskontiunitas (jarak dari tiap lintasan)

    kedudukan kekar (jurus dan kemiringan) bukaan kekar (aperture), panjang kekar,

    material pengisi kekar pelapukan, kondisi air tanah dan kondisi kekar tersebut.

  • 19

    3. Spasi Diskontuinitas

    Umumnya massa batuan bersifat tidak menerus (discontinue) terutama

    pada kedalaman beberapa ratus meter dari permukaan. Bidang bidang ketidak

    menerusan (diskontuinitas) tersebut berpengaruh terhadap perilaku mekanik dari

    masaa batuan berdasarkan kenyataan tersebut maka pengamatan diskontunitas

    perlu dilakukan secara teliti dan benar. Diskontuinitas dapat berupa kekar terbuka

    maupun kekar terisi. Kekar adalah patahnya batuan yang tidak menunjukkan

    adanya pergeseran dari bidang patahan tersebut. Kekar seringkali berbentuk

    sejajar atau sub paralel dengan perlapisan batuan (bedding planes) dan disebut

    sebagai kekar belapis (setting joint). Selain itu kekar juga dapat berbentuk kekar

    foliasi, dengan demikian spasi diskontuinitas merupakan jarak tegak lurus antar

    kekar dalam satu set.

    4. Kondisi Diskontuinitas

    Permukaan bidang-bidang diskontuinitas sangat berpengaruh terhadap

    kemantapan lereng dipermukaan, kekasaran permukaan bidang diskontuinitas

    tersebut memiliki potensi untuk menahan batuan agar tidak mengalami

    keruntuhan melalui bidangbidang gelincir. ISRM (1981 dalam Brown)

    memberikan profil sebagai petunjuk untuk mendeskripsi permukaan bidang

    diskontuinitas dibagi menjadi tiga, yaitu kasar (rough), halus (smooth) dan gores

    garis (slickensided). Bobot nilai yang lebih besar diberikan kepada permukaan

    bidang diskontuinitas yang lebih kasar, segar dan tidak terisi atau rapat,

    permukaan bidang diskontuinitas yang halus dan terbuka serta telah mengalami

    pelapukan atau terisi material lunak akan mendapatkan bobot nilai yang lebih

    kecil

  • 20

    Gambar Profil permukaan bidang diskontuinitas (Brown, 1989)

    5. Kondisi Air Tanah

    Aliran air yang berada di dalam massa batuan dapat menimbulkan masalah

    kemantapan lereng yang berada dipermukaan, masalah yang timbulkan antara lain

    disebabkan oleh tekanan air ( Water pressure), erosi, perlepasn air (discharge),

    pembekuan air, aliran air didalam massa batuan mengalir melalui pori-pori

    batuan, jika batuan tersebut berpori dan permeabel namun dalam kondisi tertentu

    batuan terkekarkan aliran air yang melalui bidang-bidang diskontuinitas justru

    lebih sering menimbulkan masalah yang lebih besar.

    6. Slope Mass Rating (SMR)

    Adalah penerapan nilai RMR untuk memperkirakan sudut kemiringan

    lereng pengupasan. Romano (1990) mengaitkan nilai RMR dengan faktor

    penyesuaian dari orientasi kekar tehadap orientasi lereng serta sistem pengupasan

    lereng dalam bentung angka rating (pembobotan) yaitu:

  • 21

    F1 mencerminkan paralelismbae antara arah kekar dan arah lereng

    F2 memperlihatkan kemiringan kekar

    F3 memperlihatkan hubungan kemiringan kekar dengan kemiringan lereng

    F4 merupakan penyesuaian untuk metoda pengupasan.

    Romano (1990) memberikan nilai SMR dari keempat faktor tersebut sbb.:

    SMR = RMR - ( F1 x F2 x F3 ) + F4

    Laubscher (1975) membahas hubungan RMR dan SMR sebagai berikut :

    Sudut lereng yang disarankan Untuk nilai RMR

    (Pembobotan massa lereng, SMR) (Pembobotan massa batuan) sebesar:

    75 o 81 - 100

    65 o 61 - 80

    55 o 41 - 60

    45 o 21 - 40

    35 o 00 20

    Hall (1985) memberikan nilai SMR, sbb.:

    SMR = 0,65 RMR +25

    Orr (1992) memberikan nilai SMR, sbb.:

    SMR = 35 ln RMR 71

    Tabel. Rating of adjustment factor for method of excavation

  • 22

    8.4. Tabel Klasifikasi Yang Digunakan

    A. Klasifikasi Parameter Dan Pembobotan

    Parameter Selang Nilai

    1

    Kuat Tekan PLI (MPa) >10 10-4 4-2 2-1 untuk Kuat Tekan Rendah

    Batuan Utuh UCS (MPa) >250 100-250 50-100 25-50 25-5 5-1

  • 23

    B. SMS = RMRB + (F1X F2 X F3 ) + F4

    Faktor penyesuaian untuk

    kekar (F1,F2,F3)

    j = arah kekar, j = kemiringan kekar

    s = arah lereng, j = kemiringan lereng

    Sangat

    menguntungkan menguntungkan Baik

    Tidak

    menguntungkan

    Sangat tidak

    mengungtungkan

    Longsoran bidang

    | j s | > 300 300 - 200 200 - 100 100 - 20 < 20

    Toppling | j s - 1800 |

    Nilai F1 0.15 0.4 0.7 0.85 1

    Hubungan F1 = ( 1 sin (| j s |)2

    | j | < 200 200 - 100 300 - 350 350 - 450 > 450

    Nilai F2 longsoran

    bidang 0.13 0.4 0.7 0.85 1

    Nilai F2 Toppling 1

    Hubungan F2 = tg2 j

    Longsoran bidang j - s > 100 100- 00 00 00 (-100) < ( - 100)

    Toppling j - s < 1100 1100 - 1200 > 1200 - -

    Nila F3 0 - 6 -25 -50 -60

    Hububgan F3 ( mengunakan pembobotan bieniawski, 1976 )

    F4 F4 = nilai empirik untuk metode penggalian

    Metode penggalian Lereng asli prespliting Smooth

    blasting

    Peledakan atau

    mekanik Peledakan buruk

    Nilai F4 15 10 -8 0 -8

  • 24

    IX. RENCANA KEGIATAN PENELITIAN

    Rencana kegiatan penelitian adalah sebagai berikut :

    No Tahap kegiatan Februari 2015 Maret 2015 April 2015

    1

    Tahap

    Persiapan

    1 2 3 4 1 2 3 4 1 3 4 5

    Pengumpulan

    Data Studi

    Pustaka

    Penyusunan

    Proposal

    Konsultasi

    Proposal

    2

    Tahap Penulisan

    Laporan

    Penyusunan Draft

    Konsultasi Draft

    3

    Presentasi

    Pelaksanaan

    Presentasi

    Perbaikan Draft

    4 Penjilitan Dan

    Pendadaran

  • 25

    DAFTAR PUSTAKA