klaim konstruksi oleh ir. nazarkhan yasin

36
KLAIM KONSTRUKSI DAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSTRUKSI Oleh : Ir. H. Nazarkhan Yasin 1. Pendahuluan. Di negara-negara Barat dimana Industri Jasa konstruksi sudah berkembang dengan pesat dan menggunakan teknologi yang serba canggih, masalah klaim sudah lama dikenal dan sudah merupakan suatu masalah biasa yang terjadi antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa. Para Penyedia Jasa di negara-negara tersebut bersaing sangat ketat satu sama lain dalam usaha memenangkan tender untuk mendapatkan suatu pekerjaan. Hampir semua Penyedia Jasa menguasai teknologi dan seluk beluk Jasa Konstruksi sehingga perbedaan harga penawaran pada waktu tender tidak lagi karena perbedaan harga suatu pekerjaan tetapi karena persaingan dalam efisiensi mengerjakan pekerjaan tersebut. Dengan kata lain, perusahaan jasa konstruksi yang paling efisienlah yang dapat menekan harga suatu pekerjaan sehingga menjadi murah yang memungkinkannya memenangkan tender, bukan karena perbedaan mutu pekerjaan itu sendiri. Akhir-akhir ini persaingan harga karena efisiensi inipun sudah semakin ketat sehingga harga penawaran yang masuk hampir-hampir sama nilainya. Oleh karena itu beberapa perusahaan Jasa Konstruksi mencari keuntungan bukan dari efisiensi tapi dari kejeliannya melihat peluang klaim yang besar pada waktu tender. Setelah dia yakin bahwa peluang klaim tersebut cukup besar memberikan keuntungan maka harga penawarannya pada waktu tender ditekan sehingga jauh dibawah penawaran lain, sehingga dia menang. Setelah menang tender dia menyusun struktur klaim yang memang sudah direncanakan. Di Perancis ada 2 perusahaan besar yang demikian jelinya menyusun klaim, sampai- sampai dijuliki “Claim Artist”. Salah satu perusahaan tersebut memenangkan tender pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air di Indonesia dengan harga yang jauh di bawah perusahaan lain. Kabarnya klaim yang diajukan dan diterima nilainya setelah ditambah dengan nilai kontraknya lebih tinggi dari nilai Penawar lain yang kalah. Bagaimana masalah klaim di Indonesia ? Kita di Indonesia terlanjur banyak yang mengartikan klaim sebagai suatu tuntutan. Oleh karena itu klaim menjadi sesuatu yang “tabu”.

Upload: rusdin-friend-fourever

Post on 13-Sep-2015

104 views

Category:

Documents


23 download

DESCRIPTION

Management Konstruksi

TRANSCRIPT

  • KLAIM KONSTRUKSI

    DAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSTRUKSI

    Oleh :

    Ir. H. Nazarkhan Yasin

    1. Pendahuluan.

    Di negara-negara Barat dimana Industri Jasa konstruksi sudah berkembang dengan pesat dan menggunakan

    teknologi yang serba canggih, masalah klaim sudah lama dikenal dan sudah merupakan suatu masalah biasa

    yang terjadi antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa.

    Para Penyedia Jasa di negara-negara tersebut bersaing sangat ketat satu sama lain

    dalam usaha memenangkan tender untuk mendapatkan suatu pekerjaan. Hampir

    semua Penyedia Jasa menguasai teknologi dan seluk beluk Jasa Konstruksi sehingga

    perbedaan harga penawaran pada waktu tender tidak lagi karena perbedaan harga

    suatu pekerjaan tetapi karena persaingan dalam efisiensi mengerjakan pekerjaan

    tersebut.

    Dengan kata lain, perusahaan jasa konstruksi yang paling efisienlah yang dapat

    menekan harga suatu pekerjaan sehingga menjadi murah yang memungkinkannya

    memenangkan tender, bukan karena perbedaan mutu pekerjaan itu sendiri.

    Akhir-akhir ini persaingan harga karena efisiensi inipun sudah semakin ketat

    sehingga harga penawaran yang masuk hampir-hampir sama nilainya.

    Oleh karena itu beberapa perusahaan Jasa Konstruksi mencari keuntungan bukan

    dari efisiensi tapi dari kejeliannya melihat peluang klaim yang besar pada waktu

    tender.

    Setelah dia yakin bahwa peluang klaim tersebut cukup besar memberikan

    keuntungan maka harga penawarannya pada waktu tender ditekan sehingga jauh

    dibawah penawaran lain, sehingga dia menang. Setelah menang tender dia menyusun

    struktur klaim yang memang sudah direncanakan.

    Di Perancis ada 2 perusahaan besar yang demikian jelinya menyusun klaim, sampai-

    sampai dijuliki Claim Artist.

    Salah satu perusahaan tersebut memenangkan tender pembangunan Pembangkit

    Listrik Tenaga Air di Indonesia dengan harga yang jauh di bawah perusahaan lain.

    Kabarnya klaim yang diajukan dan diterima nilainya setelah ditambah dengan nilai

    kontraknya lebih tinggi dari nilai Penawar lain yang kalah.

    Bagaimana masalah klaim di Indonesia ?

    Kita di Indonesia terlanjur banyak yang mengartikan klaim sebagai suatu tuntutan.

    Oleh karena itu klaim menjadi sesuatu yang tabu.

  • Banyak Pengguna Jasa (Pemerintah) yang kurang senang apabila Penyedia Jasa

    mengajukan klaim. Tidak jarang terjadi Penyedia Jasa tersebut pada kesempatan

    berikut tidak disertakan lagi dalam tender karena sering mengajukan klaim. Inilah

    sebabnya di Indonesia sampai ditahun-tahun delapan puluhan sampai awal tahun

    sembilan puluhan Penyedia Jasa takut mengajukan klaim.

    Padahal sebagaimana akan kita lihat dalam uraian selanjutnya arti sesungguhnya

    dari klaim tak lebih dari suatu permintaan.

    Dalam uraian selanjutnya akan kita bahas pertama-tama mengenai perkembangan

    klaim di tanah air kita, kemudian dilanjutkan dengan cara pengelolaan klaim,

    pengertian klaim, kategori klaim dan sebab-sebab timbulnya klaim. Juga akan

    diuraikan cara-cara menyelesaikan sengketa konstruksi melalui arbitrase.

    2. Perkembangan Klaim di Indonesia.

    Berbicara mengenai perkembangan klaim di Indonesia, kita perlu menengok secara singkat perkembangan

    Industri Jasa Konstruksi itu sendiri .

    Sejak kita merdeka, perkembangan Jasa Konstruksi dapat kita bagi dalam 5 periode, yaitu :

    2.1 Periode 1945 - 1950

    2.2 Periode 1951 - 1959

    2.3 Periode 1960 - 1966

    2.4 Periode 1967 - 1996

    2.5 Periode 1997 - 2002

    2.1 Periode 1945 - 1950

    Dalam periode ini yang merupakan periode awal kemerdekaan, Industri Jasa Konstruksi belum lahir. Kita di

    sibukkan dengan pergolakan fisik melawan Belanda yang ingin kembali menjajah kita. Pelbagai

    hasilperundingan yang dicapai seperti Linggarjati, Renville, Rum-Royentidak membuahkan hasil yang

    diharapkan. Barulah setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) kita bebas dari gangguan pihak Belanda.

    Praktis pada periode ini kita belum dapat membangun.

    2.2 Periode 1951 - 1959

    Dalam periode inipun kita praktis belum mulai membangun karena sistim

    ketatanegaraan yang kita pakai menyebabkan pemerintahan tidak pernah

    stabil (Kabinet berganti-ganti dalam hitungan bulan) disamping adanya

    gangguan dari golongan separatis seperti DI, TII, PRRI, Permesta. Pemerintah

    belum mempunyai rencana pembangunan yang definitif.

    2.3 Periode 1960 - 1966

  • Dalam periode ini sistim ketatanegaraan kita melaui Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 kembali ke UUD

    1945. Presiden Soekarno mulai melakukan pembangunan yang dikomandoi sendiri. Kita catat beberapa

    pembangunan Hotel megah (Indonesia, Samudera Beach, Ambarukmo,Bali Beach), Jembatan Semanggi,

    Wisma Nusantara, Gelora Bung Karno, Proyek Ganefo (sekarang Komplek MPR/DPR). Sayangnya proyek-

    proyek tersebut tidak banyak bermanfaat untuk rakyat banyak kecuali Bendungan Jatiluhur, Karangkates,

    Asahan. Industri Jasa Konstruksi mulai bangkit namun terbatas pada perusahaan-perusahaan Belanda yang

    di nasionalisasikan.

    Persaingan belum ada karena Proyek langsung ditunjuk Presiden. Klaim

    konstruksi tidak pernah ada. Sektor swasta baru mulai satu dua perusahaan.

    2.4 Periode 1967 - 1996

    Dalam periode ini kita untuk pertama kali mempunyai program pembangunan

    yang terarah dan berkesinambungan yang dikenal dengan istilah Repelita

    (Rencana Pembangunan Lima Tahun) dimulai tahun 1969.

    REPELITA I : 1969 - 1974

    REPELITA II : 1974 - 1979

    REPELITA IIII : 1979 - 1984

    REPELITA IV : 1984 - 1989

    REPELITA V : 1989 - 1994

    Dapat dikatakan dalam periode inilah mulai tumbuh industri jasa konstruksi secara

    definitif. Perusahan-perusahan Belanda yang diambil alih pada tahun 1959 dan

    berstatus Perusahaan Negara (PN) diubah statusnya menjadi Persero.

    Pekerjaan tidak lagi dibagi tapi ditenderkan. Mulailah persaingan antar BUMN. Kemudian swastapun mulai

    bangkit, termasuk swasta asing. Proyek-proyek banyak yang menggunakan dana dari luar negeri.

    Teknologi sudah semakin maju. Jenis kontrak beragam namun klaim

    konstruksi masih jarang terjadi, baru dari pihak swasta asing.

    2.5 Periode 1997 2002.

    Dalam periode ini Industri Jasa Konstruksi benar-benar lumpuh. Akibat krisis

    moneter pertengahan 1997 banyak proyek terbengkalai. Pengguna Jasa tak

    mampu membayar Penyedia Jasa. Klaim-klaim konstruksi mendadak banyak

    bermunculan terutama karena Penyedia Jasa tidak dibayar.

    Industri Jasa Konstruksi yang telah tumbuh dan berkembang demikian

    pesatnya selama kurun waktu 32 tahun berhenti secara mendadak. Banyak

    Penyedia Jasa yang ambruk/bangkrut. PHK terjadi dimana-mana.

    Ditengah-tengah kelumpuhan Industri Jasa Konstruksi, Pemerintah membuat

    Undang-Undang No. 18/1999 tentang jasa konstruksi beserta 3 peraturan

  • pelaksanaannya ; PP No. 28/ 2000, PP No. 29/ 2000 tentang Arbitrase dan

    Alternatif Penyelesaian Sengketa. Ini suatu ironi. Dahulu selama 32 tahun

    Industri Jasa Konstruksi berkembang tanpa ada peraturan-peraturan

    yang baku. Sekarang pada saat Industri Jasa Konstruksi berhenti justru dibuat

    peraturan perundangan sebagai rujukan.

    Dari uraian tersebut diatas dapatlah disimpulkan bahwa walaupun Industri

    Jasa Konstruksi di negeri kita telah berkembang selama + 32 tahun klaim

    konstruksi baru mulai muncul beberapa tahun terakhir (awal tahun 1997).

    3. Pembahasan Klaim Konstruksi.

    3.1 Umum.

    3.1.1 Klaim konstruksi dapat terjadi antar para pihak yang berkontrak. Tegasnya klaim mungkin saja datang

    dari pihak Penyedia Jasa kepada Pengguna Jasa atau sebaliknya. Jadi tidak benar bila klaim hanya datang

    dari pihak Pengguna Jasa atau sebaliknya hanya Pengguna Jasa yang boleh mengajukan klaim.

    3.1.2 Disamping itu klaim dapat juga terjadi dari pihak lain diluar kontrak seperti Konsultan

    Pengawas/Perencana, para Sub Penyedia Jasa terhadap Pengguna Jasa atau Penyedia Jasa.

    3.1.3 Arti klaim sesungguhnya adalah permintaan/permohonan mengenai biaya, waktu dan atau kompensasi

    pelaksanaan diluar ketentuan tercantum dalam kontrak konstruksi. Jadi adalah suatu kekeliruan/salah

    pengertian yang menganggap klaim adalah suatu tuntutan. Memang benar klaim adakalanya berakhir dengan

    suatu tuntutan baik melalui suatu Badan Peradilan atau Lembaga Arbitrase apabila permintaan tersebut

    tidak dikabulkan.

    3.1.4 Pengajuan klaim dapat dengan berbagai cara dan yang paling sederhana berupa permintaan lisan

    sampai dengan permintaan yang disusun secara tertulis lengkap dengan data pendukungnya.

    3.1.5 Para pihak didalam suatu kontrak konstruksi lebih menyukai pemecahan secara damai tanpa melalui

    Badan Peradilan. Mereka menginginkan terdapat keputusan yang cepat, karena penyelesaianmelalui

    Pengadilan disamping memakan waktu dan biaya, permasalahannya semakin terbuka untuk umum.

    Penyelesaian melalui Arbitrase lebih disukai karena disamping waktu lebih pendek, para arbiter dapat dipilih

    yang profesional dan keputusannya adalah final dan mengikat para pihak. Upaya hukum dalam bentuk

    apapun bila telah keluar keputusan arbitrase tidak diperkenankan (berbeda dengan Pengadilan yang

    memungkinkan banding, kasasi atau Peninjauan Kembali).

    3.1.6 Mengenai klaim ini Robert D. Gilbreath dalam bukunya yang berjudul MANAGING CONSTRUCTION

    CONTRACTS pada halaman 203 - 204 menulis sebagai berikut :

    KLAIM-KLAIM

    Dalam konteks suatu kontrak konstruksi, kedua belah pihak dapat mengajukan klaim satu sama lain.

    1. Penyedia Jasa boleh mengajukan tambahan waktu pelaksanaan atau tambahan

    kompensasi dari Pengguna Jasa, atau beberapa konsesi seperti pengurangan dari

    persyaratan teknis atau spesifikasi bahan.

  • 2. Pengguna Jasa boleh klaim pembebasan dalam pengertian pengurangan nilai kontrak dan

    atau percepatan atau penundaan dari pelaksanaan Penyedia Jasa.

    Tentu saja, banyak pihak lain baik secara terikat kontrak atau lainnya boleh mengajukan klaim satu sama lain

    baik kepada Pengguna Jasa atau Penyedia Jasa, termasuk para Sub-Penyedia Jasa Konstruksi Perencana atau

    konsultan hukum.

    Pembicaraan kita dititik beratkan pada klaim-klaim yang paling biasa selama masa pelaksanaan - dari Penyedia

    Jasa kepada Pengguna Jasa atau sebaliknya. Prinsip-prinsip yang sama dari pembelaan atau pengajuan klaim

    yang disajikan disini juga digunakan pada mayoritas dari keadaan klaim-klaim lainnya.

    Klaim tidak lebih dari suatu permintaan atau pemohonan mengenai biaya, waktu atau kompensasi pelaksanaan

    atas sesuatu yang telah diberikan atau dimaksud dari salah satu pihak dalam kontrak kepada pihak lain.

    Klaim-klaim dapat disajikan dalam setiap macam bentuk, mulai dari yang tidak resmi atau bahkan permintaan

    lisan sampai kepada paket dokumen klaim yang disusun secara rapi.

    Kesalahan konsep yang biasa terjadi adalah klaim itu secara alamiah adalah berupa tuntutan hukum dengan

    pengertian salah satu pihak menggugat pihak lain atas suatu kerusakan dalam rasa hukum. Sebetulnya bukan ini

    kasusnya.

    Walaupun beberapa klaim memburuk sampai suatu titik dimana permintaan membutuhkan tindakan hukum atau

    arbitrase, kebanyakan diselesaikan jauh sebelum hal ini terjadi.

    Kebanyakan mayoritas klaim yang diprakarsai oleh Pengguna/ Penyedia Jasa diselesaikan melalui perundingan

    mematuhi ketentuan-ketentuan atau pendekatan yang disetujui bersama mengenai waktu dan biaya pelaksanaan

    antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa.

    Dalam daerah hukum dan ancaman hukum, kebanyakan Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa menyadari

    penyelesaian tanpa melalui jalur hukum sangat lebih dikehendaki. Kedua belah pihak biasanya menderita jika

    klaim berlangsung atau dialihkan kedalam tuntutan hukum.

    Tujuan setiap orang yang bersangkutan haruslah mengerti situasi klaim secepatnya dan menyelesaikannya

    selekas mungkin.

    Bagi para Pengguna Jasa tuntutannya mungkin lebih sederhana :

    Apakah anda lebih suka mendapatkan penyelesaian proyek atau memaksakan klaim lewat pengadilan ?.

    Kebanyakan para Pengguna Jasa yang layak akan memilih yang tersebut pertama. (Terjemahan bebas N. Yasin)

    3.2. Kategori Klaim.

    Sebagaimana telah disinggung dalam butir 3.1, klaim dapat terjadi dari Pengguna Jasa terhadap Penyedia

    Jasa atau sebaliknya. Berdasarkan hal ini klaim dapat dikategorikan dalam 2 hal yaitu :

    3.2.1 Dari Pengguna Jasa terhadap Penyedia Jasa berupa :

    a. Pengurangan nilai kontrak

    b. Percepatan waktu penyelesaian pekerjaan

  • c. Kompensasi atas kelalaian Penyedia Jasa

    3.2.2 Dari Penyedia Jasa terhadap Pengguna Jasa berupa :

    a. Tambahan waktu pelaksanaanpekerjaan

    b. Tambahan kompensasi

    c. Tambahan konsesi atas pengurangan spesifikasi teknis atau bahan.

    3.3 Sebab-sebab timbulnya Klaim.

    Sesungguhnya dalam Industri Jasa Konstruksi, klaim adalah suatu hal yang sangat wajar terjadi. Di negara

    Barat yang Industri Jasa Konstruksinya sudah berkembang dan para pelaku Industri Jasa

    Konstruksi menyadari betul arti sebuah klaim, maka hal ini menjadi biasa.

    Sebagai ilustrasi, sewaktu bertugas di Saudi Arabia terasa asing dikuping sewaktu Pengguna Jasa

    menanyakan : Do you have any claim to us ?

    Di Indonesia hampir tak pernah ada Pengguna Jasa yang bertanya seperti kejadian di Saudi Arabia tersebut.

    Hal ini tak lain karena salah pengertian mengenai arti sesungguhnya dari klaim sehingga dianggap sesuatu

    yang tabu.

    Jadi sebagaimana dengan perubahan pekerjaan, klaim dapat berasal dari mana saja. Walaupun ada beberapa

    sebab timbulnya klaim, tetapi hampir semuanya memiliki dasar dalam tindakan atau pengurangan dari salah

    satu pihak dalam kontrak namun dapat juga yang kurang sering terjadi seperti sebab-sebab dari pihak ketiga,

    tindakan/keinginan Tuhan atau hal lain yang menyebabkan pihak yang mengajukan klaim pihak yang

    mengajukan klaim menderita rugi.

    Dalam pelatihan ini kita batasi sebab-sebab timbulnya klaim antara para pihak dalam suatu kontrak

    konstruksi yaitu antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa.

    3.3.1 Dari pihak Pengguna Jasa

    a. Pekerjaan yang dilaksanakan Penyedia Jasa cacat atau kurang sempurna.

    b. Penyedia jasa terlambat menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak

    c. Pemutusan kontrak

    3.3.2 Dari pihak Penyedia Jasa

    a. Kelambatan atau cacat informasi yang harus diserahkan Pengguna Jasa

    seperti gambar-gambar atau spesifikasi.

    b. Kelambatan atau cacat dari bahan atau peralatan yang harus disediakan

    Pengguna Jasa.

    c. Perubahan ketentuan-ketentuan, gambar-gambar atau spesifikasi teknis.

  • d. Perubahan atau keadaan lapangan yang tidak diketahui

    e. Reaksi dari pengaruh pekerjaan yang berturutan.

    f. Larangan metode kerja tertentu termasuk kelambatan atau percepatan dari

    pelaksanaan proyek.

    g. Kontrak yang kurang jelas/perbedaan penafsiran.

    Robert D. Gilbreath dalam bukunya : MANAGING CONSTRUCTION CONTRACT menulis mengenai

    sebab-sebab klaim dihalaman 204 205 sebagai berikut :

    SEBAB-SEBAB TERJADI KLAIM

    Sebagaimana halnya dengan perubahan-perubahan pekerjaan, klaim-

    klaim berasal dari mana saja. Ada banyak sebab-sebab klaim, tetapi hampir

    seluruhnya mempunyai dasar dengan dugaan bahwa tindakan-tindakan,

    pengurangan-pengurangan, oleh salah satu pihak dalam kontrak atau

    yang kurang sering terjadi oleh pihak ketiga, tindakan-tindakan Tuhan

    atau lainnya menyebabkan pihak yang mengajukan klaim menderita

    kerugian. Dalam suatu lingkungan proyek konstruksi yang sangat

    kompleks memberikan tekanan waktu dan biaya pada semua pihak dan

    menyadari banyak sekali hubungan, tanggung jawab, kewajiban dan saling

    ketergantungan sehingga mudah terlihat mengapa klaim-klaim adalah

    sama biasanya dengan menggambarkan suatu pemandangan konstruksi

    seperti beton dan penulangannya.

    Pertama-tama mari kita bahas kasus di mana Pengguna Jasa melakukan

    klaim kepada Penyedia Jasa, karena hal ini sangat kurang biasa

    dibandingkan situasi klaim yang di bicarakan sebelumnya.

    Biasanya Pengguna Jasa mengajukan klaim-klaim terhadap para Penyedia

    Jasanya (dan dalam hal tersebut biro teknik atau konsultan lain) salah satu

    atau lebih sebab-sebab berikut :

    1. Pekerjaan yang cacat.

    Para Pengguna Jasa yang tidak puas dengan apa yang dihasilkan Penyedia

    Jasa dapat mengajukan klaim atas kerugian termasuk biaya

    perubahan, penggantian atau pembongkaran pekerjaan yang cacat.

    Dalam banyak kejadian pekerjaan tidak sesuai spesifikasi tersebut

    dalam kontrak atau hal lain yang tidak cocok dengan maksud yang di

    tetapkan. Kadang-kadang barang-barang atau jasa yang diminta tidak

    sesuai garansi/jaminan dari Penyedia Jasa atau pemasoknya.

    2. Kelambatan yang disebabkan Penyedia Jasa.

    Jika Penyedia Jasa telah berjanji untuk m%laksanakan pekerjaan

    tersebut dalam kontrak secara keselurqhan atau sebagian, dalam waktu

    yang telah di tetapk!n, Pengguna Jasa dapat mengajukan klaim atas

  • kerugian bila kelambatan tersebut di sebabkan Penyedia Jasa atau

    dalam kejadia. lain, bahkan jika kelambatan tersebut di luar kendAli

    dari Penyedia Jasa.

    Jenis-jenis klaim kerugian dalam hal ini adalah kehilangan

    penggunaan dari fasilitas tersebut, pengaruh reaksi pada Penyedia Jasa

    lain dan kenaikan biaya dari pekerjaan lain yang terlambat.

    3. Sebagai pembelaan klaim.

    Para Pengguna Jasa yang menghadapi klaim-klaim para Penyedia Jasa

    dapat membalas dengan klaim tandingan. Klaim tandingan ini biasanya

    menyerang atau berusaha memojokkan/mendiskreditkan unsur-unsur

    asli dari klaim Penyedia Jasa dengan membuka hal-hal yang tumpang

    tindih atau perangkapan kerugian biaya, atau menyebutkan

    perubahan-perubahan atau pasal-pasal klaim dalam kontrak yang

    melarang atau modifikasi dari tindakan-tindakanPenyedia Jasa dalam

    hal terjadi sengketa umpamanya.

    Klaim jenis lain, walaupun jarang terjadi, timbul karena pemutusan

    kontrak.

    Hal ini biasanya terjadi bila Penyedia Jasa gagal menyelesaikan

    pekerjaan atau karena suatu sebab meninggalkan lapangan pekerjaan.

    Dalam hal ini biasanya Pengguna Jasa meminta konpensasi untuk

    kenaikan biaya di luar yang telah di bayarkan kepada Penyedia Jasa

    untuk menyelesaikan pekerjaan dengan cara lain. Para Penyedia Jasa

    juga mengajukan klaim kerugian bila merasa mereka secara tidak sah

    di keluarkan dari proyek atau hal lain yang menghalangi mereka untuk

    menyelesaikan pekerjaan.

    Kedua situasi ini muncul bila kontrak secara nyata telah di putuskan

    salah satu pihak. Titik berat pembicaraan kita tidak akan sampai pada

    contoh yang ekstrim ini karena kita memusatkan perhatian pada

    situasi-situasi klaim yang lebih biasa terjadi yaitu yang muncul

    selama masa pelaksanaan pekerjaan dan bila kelanjutan pelaksanaan

    kewajiban-kewajiban kontrak oleh kedua belah pihak di pikirkan.

    Dalam hal ini, kebanyakan klaim yang di temukan dalam proyek

    konstruksi datang dari Penyedia Jasa terhadap Pengguna Jasa karena

    satu dan lain sebab Kasus-kasusnya serupa bila tidak sama, seperti

    perubahan-perubahan tidak resmi yang dapat di ringkas sebagai

    berikut :

    1. Kelambatan atau cacat informasi dari Pengguna Jasa, biasanya

    dalam bentuk gambar-gambar atau spesifikasi teknis.

  • 2. Kelambatan atau cacat dari bahan-bahan atau peralatan yang di

    serahkan Pengguna Jasa

    3. Perubahan-perubahan permintaan, gambar-gambar atau spesifikasi.

    4. Perubahan kondisi lapangan atau kondisi lapangan yang tidak di

    ketahui

    5. Pengaruh reaksi dari pekerjaan yang bersamaan

    6. Larangan-larangan metoda kerja tertentu termasuk kelambatan atau

    percepatan pelaksanaan pekerjaan Penyedia Jasa.

    7. Kontrak yang memiliki arti mendua atau perbedaan penafsiran.

    Dalam setiap situasi ini, Penyedia Jasa akan klaim bahwa sesuatu telah

    terjadi (atau gagal terjadi), yang menyebabkan tambahan biaya atau

    penambahan waktu di luar yang tersebut dalam kontrak, atau yang dapat

    secara wajar di harapkan pada waktu penawaran atau penanda tanganan

    kontrak (Terjemahan bebas N. Yasin):

    .

    3.4. Unsur-Unsur Klaim Konstruksi.

    Klaim-klaim konstruksi yang biasa muncul dan paling sering terjadi adalah mengenai

    waktu dan biaya sebagai akibat perubahan pekerjaan. Bila pekerjaan di

    ubah ketakanlah volume pekerjaan bertambah atau sifat dan jenisnya

    berubah maka tidak terlalu sulit untuk menghitung berapa tambahan

    biaya yang di minta Penyedia Jasa beserta tambahan waktu.

    Namun terkadang Penyedia Jasa, di samping klaim yang di sebutkan tadi juga klaim

    sebagai dampak terhadap pekerjaan yang tidak berubah.

    Menghitung klaim biaya untuk hal ini tidaklah mudah.

    Hal ini dapat di terangkan sebagai berikut : suatu pekerjaan yang tidak di rubah

    terpaksa (karena alasan teknis pelaksanaannya) di tunda

    pelaksanaannya karena ada pekerjaan lain yang berubah. Pekerjaan

    yang tidak berubah tadi seharusnya di kerjakan pada musim kemarau.

    Oleh karena terjadi penundaan maka pekerjaan ini terpaksa di

    laksanakan dalam musin hujan yang mengakibatkan menurunnya

    produktivitas dan perlu tambahan biaya untuk melindungi pekerjaan

    tersebut dari pengaruh cuaca (hujan).

    Belum lagi kemungkinan terjadi kenaikan upah buruh karena musim hujan tambahan

    tenaga pengamanan, biaya administrasi dan overhead.

    Masalah ini di kupas oleh Robert D. Gilbreath dalam bukunya

    MANAGING CONSTRUCTION CONTRACTS 205-207 sebagai berikut :

  • UNSUR-UNSUR KLAIM KONSTRUKSI.

    Jika suatu keadaan rangsangan klaim yang telah di terangkan sebelumnya terjadi, Penyedia

    Jasa segera memberitahukan Pengguna Jasa mengenai hal itu dan

    pengaruh dari masing-masing.

    Bila pemberitahuan ini di lakukan dengan menekankan klaim, kebanyakan para Penyedia

    Jasa meminta tambahan waktu dan/atau konpensasi untuk (1) kenaikan

    biaya untuk melaksanakan perubahan pekerjaan dan (2) dampak biaya pada pekerjaan yang tidak berubah. Dalam banyak kasus di mana situasi

    klaim yang bonafide telah terjadi, Penyedia Jasa telah menderita beberapa

    kenaikan biaya-biaya (dalam arti waktu, biaya atau keduanya dalam

    masing-masing kategori).

    Pengguna Jasa boleh menerima atau menolak biaya-biaya langsung untuk melaksanakan

    pekerjaan yang di rubah. Akan tetapi, dampak biaya biaya pada pekerjaan yang tidak di rubah tidak mudah untuk di tentukan atau di hitung biayanya. Mari kita bicarakan dulu biaya-biaya untuk melaksanakan

    perubahan pekerjaan. Beberapa biaya yang paling biasa terjadi adalah :

    - kenaikan upah tenaga kerja/tambahan atau upah lebih tinggi

    - tambahan material dan peralatan yang di perlukan

    - tambahan pengawasan, administrasi dan overhead

    - kenaikan waktu yang perlu untuk pelaksanaan

    - membuka/mengerjakan kembali pekerjaan

    - penurunan produktivitas atau efisiensi

    - pengaruh cuaca

    - catatan mengenai hambatan-hambatan dan kelambatan-kelambatan

    - demobilisasi dan remobilisasi

    - penanganan material yang berlebihan

    - biaya-biaya lembur dan waktu kerja

    - lembur yang berlebihan, yang mengarah pada penurunan produktivitas

    - salah penempatan peralatan

    - kehilangan nilai ekonomi dari material

    - penumpukan pada tempat kerja

    - de-efisiensi dari jenis pekerjaan.

  • Untuk dampak biaya-biaya, seluruh hal tersebut di atas dapat diklaim. Bedanya adalah lebih sulit menetapkan

    dasar dari dampak dan menghitung kenaikan biaya. Pertanyaan mengenai apakah dampak

    biaya dapat dikurangi dengan mudah dapat dikatakan, tapi sulit dijawab: Berapa kenaikan

    biaya untuk melaksanakan pekerjaan B dan C setelah pekerjaan A dirubah. Untuk menjawab

    pertanyaan ini baik Penyedia Jasa maupun Pengguna Jasa harus menetapkan apa yang

    seharusnya menjadi biaya untuk pekerjaan B dan C dan A tidak berubah.

    Hal ini membutuhkan analisis kualitatif yang lebih dan seringkali merupakan masalah yang

    paling sulit sehubungan dengan dampak biaya.

    Cara terbaik untuk melukiskan dampak biaya adalah melalui sebuah contoh. Misalkan Pengguna Jasa

    karena satu dan lain hal memperlambat pekerjaan Penyedia Jasa dan menyebabkan penundaan

    pekerjaan tersebut yang telah direncanakan untuk dilaksanakan dalam musim panas menjadi

    musim dingin. Pekerjaan itu sendiri adalah sama, tetap, toh Penyedia Jasa harus menanggung

    biaya sehubungan dengan pekerjaan musim dingin yang seharusnya dilakukan pada musim

    panas.

    Dampak-dampak biaya dapat termasuk hal-hal berikut:

    - Biaya untuk melindungi pekerjaan terhadap cuaca dingin.

    - Inefisiensi dalam produksi disebabkan karena para pekerja bekerja dalam

    cuaca dingin, dengan perlindungan peralatan yang tidak praktis,

    dipermukaan yang licin, dan selama waktu siang yang lebih pendek.

    - Biaya-biaya alat pemanas dan bahan bakar untuk melindungi orang dan

    untuk pelaksanaan pekerjaan seperti pemanasan untuk beton.

    - Kenaikan biaya perawatan peralatan.

    - Kerusakan material dan peralatan karena cuaca.

    - Ketidakmampuan untuk menjaga angkatan kerja.

    - Kehilangan waktu karena suhu yang ekstrim atau kondisi iklim.

    - Kenaikan biaya pemondokan dan transpor.

    - Kelambatan karena libur Natal.

    - Perpanjangan premi asuransi atau pembayaran garansi.

    - Kenaikan upah buruh, harga material, peralatan dan biaya overhead

    karena inflasi dan eskalasi harga.

    (Terjemahan bebas N. Yasin)

    3.5. Bentuk/Format Pengajuan Klaim.

    Klaim konstruksi dapat beragam dalam bentuk dan isinya.

  • Walaupun klaim dan perubahan pekerjaan sasarannya sama yaitu meminta kompensasi

    atas biaya dan waktu namun sesungguhnya berbeda sifatnya. Kompensasi

    atas perubahan pekerjaan diajukan sebelum pekerjaan tersebut

    dilaksanakan. Bila tidak/belum disetujui pekerjaan tersebut belum

    dilaksanakan. Sedangkan klaim, diajukan pada saat pekerjaan sudah atau

    sedang dikerjakan. Biasanya cara pengajuan klaim dimulai dengan

    penyampaian fakta mengenai suatu pekerjaan yang ditanyakan,

    diantaranya mengenai lokasi pekerjaan, dan analisis biaya.

    Kemudian dilengkapi dengan keterangan yang mendukung klaim tersebut dan disusun

    berurutan biasanya berdasarkan surat-menyurat antara Pengguna Jasa

    dan Penyedia Jasa.

    Mengenai cara pengajuan klaim ini Robert D. Gilbreath dalam bukunya: MANAGING

    CONSTRUCTION CONTRACTS pada halaman 207 menulis sebagai

    berikut:

    STRUKTUR KLAIM PENYEDIA JASA.

    Sebagaimana telah disebut sebelumnya, klaim-klaim Penyedia Jasa dapat bervariasi dalam

    bentuk dan isinya. Akan tetapi jenis klaim biasanya mengikuti struktur

    sebagai berikut :

    1. Keterangan mengenai ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat kontrak

    seperti lingkup pekerjaan, struktur pembiayaan yang meliputi bagian

    pekerjaan yang ditanyakan.

    2. Keterangan mengenai fakta peristiwa yang telah terjadi (atau tidak terjadi)

    biasanya disajikan secara kronologis dan merupakan surat-menyurat,

    perintah-perintah perubahan, rapat-rapat, dan sebagainya.

    3. Akibat dari keadaan rangsangan klaim, biasanya disajikan sebagai cerita

    mengenai kenaikan/tambahan usaha yang diperlukan Penyedia Jasa.

    4. Analisa biaya, yang mungkin termasuk rincian daftar kenaikan biaya yang

    disebabkan perubahan atau suatu perbandingan antara biaya

    sesungguhnya dan biaya yang diperkirakan perbedaan antara

    keduanya menunjukkan jumlah klaim.

    Perlu diingat bahwa klaim berbeda dengan perhitungan Penyedia Jasa akibat

    pemberitahuan perubahan pekerjaan. Dalam arti yang sangat kaku mungkin

    sama, dengan pertimbangan bahwa dalam kedua hal tersebut Penyedia Jasa

    menyajikan informasi mengenai tambahan biaya kepada Pengguna Jasa.

    Akan tetapi, pengajuan biaya terjadi sebelum pekerjaan dilaksanakan, dan

    sebuah klaim biasanya diajukan setelah atau selama pelaksanaan pekerjaan

    bersangkutan.

    Begitu kenaikan kompensasi atau tambahan waktu disetujui maka klaim harus

    berubah menjadi perubahan pekerjaan.

  • (Terjemahan bebas N. Yasin):

    Selain itu Mc. Neil Stokes dalam bukunya: CONSTRUCTION LAW IN

    CONTRACTORS LANGUAGE menulis mengenai prosedur klaim pada

    halaman 140-142 sebagai berikut :

    Prosedur Klaim

    Penyedia Jasa harus menyiapkan klaimnya secara tertulis untuk kompensasi tambahan bagi

    perubahan yang harganya tidak ditetapkan dalam rincian yang mencukupi

    untuk mengajukan secara jelas fakta-fakta yang diperlukan untuk

    menunjukkan biaya dan posisinya dimana dia berhak mendapatkan

    kenaikan harga kontrak karena perubahan pekerjaan. Tak ada format

    tertentu yang diperlukan untuk pengajuan klaim. Akan tetapi klaim tersebut

    haruslah ditata/diatur secara logis dan berisi fakta pernyataan klaim dalam

    sebanyak mungkin rincian yang diperlukan untuk menyajikan pandangan

    Penyedia Jasa, juga harus berisi atau merujuk pada dokumen-dokumen

    pokok dan pasal-pasal kontrak, laporan-laporan dari saksi ahli dan foto-foto

    dan juga harus berisi dasar hukum dan kontrak dari klaim tersebut untuk

    menunjukkan bahwa Penyedia Jasa berhak mendapatkan kenaikan nilai

    kontrak.

    Banyak Penyedia Jasa dan Sub-Penyedia Jasa mengatakan keprihatinannya pada

    pemberitahuan tentang klaim mengakibatkan hubungan jelek dengan

    Pengguna Jasa. Sesungguhnya klaim tak perlu menyebabkan perselisihan

    jika ditangani dengan benar dan taktis dan jika pihak lain dapat dibuat

    mengerti bahwa pemberitahuan tersebut diperlukan sesuai kontrak.

    Sebagai tambahan untuk memperkuat klaim mengenai kompensasi tambahan Penyedia

    Jasa atau Sub Penyedia Jasa harus mengajukan klaim tambahan waktu yang

    diperlukan untuk perubahan pekerjaan dalam batas penyelesaian tersebut

    dalam kontrak. Jika Penyedia Jasa atau Sub-Penyedia Jasa melampaui batas

    ini, kemungkinan dia akan dikenakan ganti rugi kelambatan. Penyedia Jasa

    atau Sub Penyedia Jasa mudah dikenakan ganti rugi kelambatan karena

    uangnya dapat dipotong dari pembayaran termijn atau uang retensi.

    Kebanyakan Penyedia Jasa dan Sub-Penyedia Jasa diminta berdasarkan kontrak untuk

    mengajukan klaim perpanjangan waktu jika proyek terlambat karena suatu

    sebab untuk menghindari ganti rugi kelambatan.

    Sebagai contoh, jika Pengguna Jasa secara lisan memberitahukan kerja tambah

    kepada Penyedia Jasa yang akan menyebabkan penyelesaian pekerjaan

    terlambat, Penyedia Jasa harus mengajukan klaim perpanjangan waktu

    dalam batas waktu tertentu setelah menerima perintah.

    Penyedia Jasa dapat melindungi dirinya mengenai hal ini dengan mengirim

    satu surat kepada Pengguna Jasa yang berisi dua pernyataan :

  • 1. Penyedia Jasa telah diperintahkan untuk melaksanakan pekerjaan tambah

    (jelaskan disini pekerjaan apa) yang menyebabkan dia menanggung

    biaya tambahan. Klaim untuk tambahan biaya akan diajukan kemudian

    (atau diajukan sekarang bila dketahui).

    2. Pekerjaan tambah tersebut akan memperlambat penyelesaian pekerjaan,

    dan Penyedia Jasa mengajukan klaim perpanjangan waktu untuk

    melaksanakna pekerjaan tambah.

    Jadi, bila proyek terlambat, diperlukan 2 macam klaim - perpanjangan waktu dan

    tambahan biaya. Kesalahan yang biasa terjadi dari Penyedia Jasa yang

    melaksanakan pekerjaan tambah hanya mengajukan klaim tambahan biaya

    dan melalaikan klaim perpanjangan waktu.

    Jika perubahan pekerjaan menyebabkan Penyedia Jasa terlambat dan dia lupa minta

    perpanjangan waktu maka dia terpaksa mempercepat pekerjaan dengan

    biayanya sendiri untuk menghindari ganti rugi atas keterlambatan.

    Para Penyedia Jasa Pemerintah harus mematuhi dengan sejujur-jujurnya ketentuan-

    ketentuan perundingan yang diatur dalam Armed Services Procurement Act

    bila mereka mengajukan klaim-klaim. Menurut peraturan ini, Penyedia Jasa

    harus mengajukan biaya atau data harga, menyatakan bahwa data tersebut

    akurat/benar, lengkap dan up to date (mutakhir) dan setuju untuk

    penyesuaian bila data yang disampaikan tidak akurat.

    Beberapa instansi Pemerintah memiliki format rinci untuk menghimpun keterangan-

    keterangan klaim yang diperlukan dalam perudingan.

    Pengajuan perubahan-perubahan sesuai waktu dapat mencegah kelebihan biaya,

    kelambatan dan sakit hati pada proyek.

    Untuk menghindari perubahan-perubahan yang terlambat dalam perencanaan

    konstruksi, para Pengguna Jasa dapat tertolong dengan secara terus

    menerus meninjau kembali perencanaan dan spesifikasi. Perencana dan

    Penyedia Jasa dapat juga secara terus menerus meninjau pekerjaan sebelum

    dilaksanakan untuk mengurangi sengketa dan perubahan-perubahan pada

    saat-saat terakhir.

    Makin cepat perubahan dilakukan, makin berkurang biaya.

    (Terjemahan bebas N. Yasin):

    Sebagai suatu ilustrasi, dalam Pelatihan ini disajikan cara perusahaan Perancis yang

    memenangkan tender proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)

    yang telah disinggung sebelumnya.

    Salah satu klaim perusahaan tersebut, menyangkut pekerjaan pemboran untuk

    membuat terowongan pengelak yang panjangnya beberapa ribu meter.

    Pada waktu tender, rupanya perusahaan ini telah mengetahui jenis batuan

    di lokasi yang akan dibuat terowongan tersebut jauh lebih keras dari yang

  • tersebut dalam dokumen tender. Hal ini tidak ditanyakan dalam rapat

    sebelum pemasukan penawaran (prebid meeting) karena perusahaan

    tersebut melihat hal ini suatu peluang besar untuk mengajukan klaim.

    Oleh karena itu dia mengajukan penawaran yang harganya di bawah penawaran

    lain sehingga dia memenangkan tender tersebut.

    Pada waktu melaksanakan pekerjaan terowongan tersebut terbukti dugaan

    perusahaan tersebut tidak salah. Mata bor yang dipakai ternyata tidak

    mampu menembus batu-batuan dan patah. Pekerjaan segera dihentikan,

    mata bor yang patah dan contoh batu-batuan setelah difoto, dikirim

    kelaboratorium independen di Perancis. Hasil Laboratorium

    menyebutkan dengan pasti kekerasan batuan tersebut menurut Skala

    Mohr yang ternyata lebih keras dari kekerasan batu yang tercantum

    dalam dokumen tender. Hal inilah yang ditunggu perusahaan tersebut.

    Selain itu laporan laboratorium juga merekomendasikan agar dipakai

    mesin bor khusus dengan menggunakan mata bor dengan memakai intan.

    Hasil penelitian sebab-sebab mata bor itu patah juga membuktikan bahwa

    jenis mata bor tersebut patah karena dipakai untuk jenis batuan yang

    lebih keras.

    Berdasarkan hal-hal tersebut di atas perusahaan itu menyusun klaim tambahan

    waktu dan tambahan biaya sebagai berikut :

    1. Klaim perpanjangan waktu

    a) Waktu demobilisasi mesin bor yang lama

    b) Waktu mobilisasi mesin bor yang baru (didatangkan dari Brasilia)

    c) Tambahan waktu untuk pekerjaan lain akibat tertundanya

    pekerjaan terowongan.

    2. Klaim Biaya

    a) Biaya mobilisasi mesin bor yang baru

    b) Tambahan biaya untuk pengeboran batuan yang lebih keras

    c) Biaya tambahan untuk ahli mesin bor yang baru

    d) Tambahan biaya overhead karena waktu pelaksanaan bertambah

    e) Sewa tambahan untuk sewa peralatan yang idle karena menunggu

    mesin bor yang baru

    Oleh karena klaim-klaim tersebut didukung data yang akurat, hampir seluruhnya

    diterima dan dibayar oleh Pengguna Jasa.

  • Ditambah dengan klaim-klaim lain maka seluruh klaim (menurut keterangan)

    sudah hampir sama dengan nilai kontrak asli

    Dari uraian tersebut di atas terlihat bahwa klaim yang berdasarkan data yang

    akurat (bukan karangan atau mengada-ada) seharusnya diterima.

    Terlihat pula disini bahwa sesungguhnya Pengguna Jasa ikut memberikan

    sumbangan pada klaim ini yaitu kekurang telitian menyampaikan data

    lapangan sewaktu tender dan ini memang hal yang sering terjadi.

    Berdasarkan hal tersebut diatas perusahaan tersebut dijuluki Claim Artist.

    3.6. Analisis Klaim.

    Bila suatu klaim muncul, misalkan dari Penyedia jasa kepada Pengguna Jasa (ini

    yang sering terjadi) maka klaim tersebut harus dianalisis dengan cermat.

    Pertama-tama Pengguna Jasa harus meneliti apakah klaim tersebut berdasarkan

    fakta yang dapat dibuktikan. Kemudian dianalisis dasar hukumnya seperti

    kesesuaian dengan kontrak atau peraturan perundang-undangan dan

    akhirnya tentu saja meng-analisis biaya yang diminta.

    Membuktikan apakah klaim tersebut berdasarkan fakta serta sesuai kontrak

    tidaklah terlalu sukar karena rujukannya jelas.

    Akan tetapi analisis biaya tidaklah mudah dan dapat bervariasi sesuai kecerdikan

    Penyedia Jasa seperti memasukkan tambahan biaya untuk pekerjaan yang

    sesungguhnya tidak berubah tapi terpengaruh pelaksanaannya karena ada

    pekerjaan yang berubah. Kemudian Penyedia Jasa juga klaim biaya sewa

    alat yang menganggur/idle, biaya overhead, tambahan biaya uang karena

    ada perpanjangan waktu dlsb.

    Robert D. Gilbreath dalam bukunya MANAGING CONSTRUCTION

    CONTRACTS halaman 208 mengupas analisis klaim ini sebagai berikut:

    Analisis Klaim-Klaim.

    Untuk mempertimbangkan manfaat-manfaat dari klaim dan menentukan

    tambahan kompensasi apa yang diizinkan (bilamana ada), Pengguna Jasa

    harus menganalisis secara seksama klaim tersebut dalam 3 tahapan yaitu:

    (1) analisis secara faktual (apa sesungguhnya yang terjadi)

    (2) analisis secara hukum atau berdasarkan kontrak (apakah benar Penyedia

    Jasa berhak mengajukan klaim)

    (3) analisis biaya (berupa biaya tambahan uang atau waktu harus diberikan

    kepada Penyedia Jasa).

    Analisis klaim secara faktual dan hukum lebih mudah jika anda mempunyai

    bentuk pengawasan yang cocok, rincian data, pengawasan perubahan yang

  • tersusun, penetapan kemajuan pekerjaan dan pembayaran yang obyektif dan

    sebagainya.

    Akan tetapi, sungguh mengejutkan berapa luas analisa biaya dapat

    bervariasi dari keadaan fakta dan hukum yang sama.

    Inilah daerah pembelaan klaim analisa biaya yang mengandung resiko

    tertinggi dan menuntut perhatian terbesar dari Pengguna Jasa.

    Ada dua metoda yang nyata untuk menghitung biaya-biaya klaim :

    1. metoda biaya total

    2. metoda kenaikan biaya.

    Dengan metoda biaya total, Penyedia Jasa secara sederhana membandingkan biaya

    sebenarnya dari pelaksanaan suatu pekerjaan atau bagian pekerjaan dengan

    biaya yang diharapkan (atau biaya pada waktu penawaran atau harga

    kontrak). Perkiraan atau asumsinya adalah bahwa semuakenaikan biaya

    yang diderita Penyedia Jasa merupakan klaim.

    Tidak perlu disebut, kebanyakan Pengguna Jasa menanggapi secara negatif

    pendekatan metoda biaya total ini. Masalah utama adalah Penyedia Jasa

    harus membuktikan bahwa pekerjaan yang di rubah di laksanakan seefisien

    mungkin. Ini sukar dilaksanakan.

    Walaupun pendekatan ini dapat menyakinkan batas atas dari biaya klaim

    yang diperlukan, hal ini biasanya tidak berdaya guna dalam mencari

    penyelesaian.

    Metoda kenaikan biaya lebih dianjurkan dibandingkan dengan metode biaya total

    karena beberapa alasan. Pertama-tama, metode ini mensahkan kenaikan-

    kenaikan biaya yang timbul dari kondisi-kondisi lain dari yang terhutang

    pada fakta-fakta klaim (in-efisiensi Penyedia Jasa, nasib buruh, faktor-faktor

    yang tidak berkaitan dengan klaim itu sendiri).

    Kedua, pendekatan ini memungkinkan biaya-biaya diperkirakan untuk unsur-unsur

    pekerjaan yang berlainan dibawah penetapan parameter biaya yang adil.

    Seringkali dengan filosofi biaya total, suatu unsur kenaikan biaya yang tidak pada

    tempatnya, bila dimasukkan kedalam klaim, mengaburkan atau menodai

    unsur-unsur yang bermanfaat, sehingga mengurangi efektifitas klaim. Selain

    itu metode kenaikan biaya menitik beratkan pada penyebab dan pengaruh

    dalam satu nada. Dengan metode kenaikan biaya, para Penyedia Jasa

    mengaitkan setiap tambahan biaya dengan setiap fakta penyebab, misalnya :

    Pengarahan anda adalah pemadatan tanah dilakukan dengan alat pemadat

    tangan yang seharusnya menggunakan mesin giling menyebabkan kami

    menanggung kenaikan biaya.

  • Yang paling penting, metode kenaikan biaya memungkinkan peningkatan

    pemecahan dengan mudah, unsur-unsur pemecahan dapat dipisahkan dan

    ditangani dengan cepat, sementara lebih banyak sengketa tertunda.

    (Terjemahan bebas N. Yasin):

    3.7. Jenis-Jenis Klaim.

    Di antara beberapa jenis klaim, akan ditinjau 2 (dua) jenis klaim yang paling sering

    terjadi yaitu klaim yang timbul akibat keterlambatan penyelesaian

    pekerjaan. Klaim jenis ini biasanya mengenai permintaan tambahan biaya

    dan tambahan waktu.

    Selain itu terdapat pula jenis klaim lain sebagai akibat kelambatan tadi yaitu klaim

    atas biaya tak langsung (overhead). Penyedia Jasa yang terlambat

    menyelesaikan suatu pekerjaan karena sebab-sebab dari Pengguna Jasa,

    meminta penggantian tambahan biaya overhead dengan alasan biaya ini

    bertambah karena pekerjaan belum selesai.

    Walaupun klaim kelambatan kelihatannya sederhana saja, namun dalam

    kenyataannya tidak demikian. Misalnya Penyedia Jasa hanya diberikan

    tambahan waktu pelaksanaan tanpa tambahan biaya karena alasan-alasan

    tertentu.

    Di lain kejadian Penyedia Jasa selain mendapat tambahan waktu mendapatkan pula

    konpensi lain.

    Kemungkinan lain, Penyedia Jasa tidak mendapatkan seluruh klaim kelambatan

    yang diminta karena tidak seluruh kelambatan tersebut kesalahan

    Pengguna Jasa. Penyedia Jasa juga mempunyai andil dalam kelambatan

    tersebut yang terjadi secara tumpang tindih.

    Mengenai klaim kelambatan pelaksanaan ini (delay claims), Robert D. Gilbreath

    dalam bukunya, MANAGING CONSTRUCTION CONTRACTS

    halaman 209 210 menulis sebagai berikut :

    Klaim-Klaim Kelambatan.

    Salah satu jenis klaim yang paling sering terjadi adalah Pengguna Jasa, Penyedia

    Jasa lain atas kondisi-kondisi lapangan menyebabkan Penyedia Jasa

    terlambat. Dalam banyak kasus klaim tersebut berupa tambahan waktu

    dan biaya.

    Kebanyakan Pengadilan menjumpai tiga macam klaim yang jelas, dan cara

    penyelesaian tergantung pada macam yang terkait.

    Ketiga macam klaim tersebut adalah :

    1. Kelambatan yang dapat diterima (execusable delay).

  • Untuk hal ini, Penyedia Jasa hanya diberikan perpanjangan waktu, tapi

    tidak tambahan biaya atau pembebasan lainnya.

    2. Kelambatan-kelambatan dengan konpensasi (ganti kerugian).

    Disini Penyedia Jasa tidak saja diberikan perpanjangan waktu (jika hal itu

    dapat ditunjukkan bahwa perpanjangan waktu tersebut perlu) tapi juga

    tambahan ganti rugi/konpensasi.

    3. Kelambatan-kelambatan yang berbenturan.

    Disini maksudnya adalah kelambatan tersebut sebagian karena kesalahan

    Pengguna Jasa dan sebagian lagi karena kesalahan Penyedia Jasa dan

    periode kelambatannya tumpang tindih atau berbenturan. Sebagai

    contoh : Pengguna Jasa mungkin terlambat menyerahkan peralatan

    kepada Penyedia Jasa untuk dipasang atau terlambat mendapatkan izin

    bangunan (IMB) atau otorisasi daerah sehingga Penyedia Jasa tidak

    dapat mulai kerja. Misalkan kelambatan ini menunda mulainya

    pekerjaan dari 1 Januari sampai 1 Juli (6 bulan keterlambatan Pengguna

    Jasa). Disamping itu Penyedia Jasa tidak dapat menyelesaikan gambar-

    gambar kerja atau jaminan pelaksanaan (atau beberapa kewajiban lain)

    dalam periode 1 April sampai dengan 1 Juli (3 bulan keterlambatan

    Penyedia Jasa). Dengan kata lain, Penyedia Jasa terlambat 3 bulan

    karena masalah mereka sendiri, terlepas apakah Pengguna Jasa

    terlambat atau tidak. Masa dari 1 April sampai 1 Juli adalah masa

    tumpang tindih berbenturan. Jika semua dapat dibuktikan, Penyedia

    Jasa hanya diberikan perpanjangan waktu selama 3 bulan yaitu periode

    Januari April 3 bulan kelambatan semata-mata masalah Pengguna

    Jasa. Bila kedua pihak bersalah, kelambatan diistilahkan sebagai

    berbenturan, dan tidak ada satu pihak pun mendapat pembebasan.

    Kelambatan-kelambatan yang tumpang tindih ini sungguh menjadi rumit

    bila kelambatan dari satu Penyedia Jasa menyebabkan kelambatan

    Penyedia Jasa lain, Sub Penyedia Jasa dan seterusnya. Menguraikannya

    adalah suatu tantangan besar dan biasanya memerlukan analisis dari

    ahli secara sungguh-sungguh seperti menyusun program jadual CPM

    dan sebagainya. Klaim-klaim kelambatan hampir selalu mengarah pada

    permintaan waktu dan uang. Beberapa unsur biaya yang biasa yang

    meningkat sebagai akibat dari waktu (biaya-biaya waktu peka) adalah:

    1. bunga bank (interst)

    2. asuransi

    3. overhead kantor pusat

    4. biaya umum

    5. penyewaan

  • 6. pemeliharaan alat

    7. pemasokan materal

    8. dukungan teknik

    9. administrasi kontrak

    10. mutu program administrasi

    11. pengamanan

    12. pengawasan

    13. perpanjangan atau kehilangan masa jaminan

    14. ganti rugi

    15. penyimpanan dan perlindungan material.

    Berhutang kepada semua hal tersebut diatas dan lebih lagi mudah dilihat mengapa

    kelambatan yang diizinkan sangat jarang jika waktu diberikan, uang

    biasanya diberikan juga (klaim ganti rugi).

    Penggunaan paling biasa dari keterlambatan yang diizinkan adalah bila diberikan

    dimuka Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa setuju mengenai penundaan

    untuk kebaikan salah satu pihak atau keduanya.

    (Terjemahan bebas N. Yasin):

    Mengenai biaya-biaya umum (overhead) dalam klaim-klaim, Robert D.

    Gilbreath dalam bukunya MANAGING CONSTRUCTION

    CONTRACT pada halaman 210 211 menulis sebagai berikut :

    Biaya-Biaya Umum Dalam Klaim.

    Dapatkah Penyedia Jasa menagih biaya-biaya umum kepada Pengguna Jasa, hanya karena

    kelambatan ?.

    Dengan kata lain, jika Pengguna Jasa memperlambat Penyedia Jasa selama dua bulan, dan

    disamping biaya-biaya langsung dan terkait seperti tersebut diatas

    Penyedia Jasa managih overhead kantor pusat apakah harus dibayar ?.

    Kebanyakan orang menolak dugaan ini segera, tetapi hal ini mempunyai

    manfaat dan telah dibenarkan dalam kasus per kasus.

    Apa yang menyebabkan biaya overhead naik ?. Sebagai contoh pertimbangkan gaji seorang

    Direktur Utama Penyedia Jasa, pengeluaran-pengeluaran perusahaan

    staf perusahaan, tagihan-tagihan umum pada kantor pusat, pengeluaran

    gedung, pajak real estate, biaya iklan dan seterusnya. Biaya-biaya ini

    tidak khusus dibebankan pada salah satu kontrak, tapi diperhitungkan

  • dengan menyebarkannya kepada semua kontrak dan termasuk secara

    tidak langsung dalam harga penawaran Penyedia Jasa.

    Jika kontrak yang terlambat dari satu tahun menjadi dua tahun

    pelaksanaan, biaya-biaya ini berjalan terus tidak pandang apakah ia

    proporsional terhadap jumlah pekerjaan sesungguhnya ada atau tagihan

    yang terjadi.

    Pengadilan telah mengizinkan biaya overhead dalam situasi kelambatan. Rationya

    beraneka, tetapi biasanya berkisar :

    1. dokumen kontrak (apa yang disebutkan tentang unsur biaya ini)

    2. apakah biaya-biaya klaim ini diizinkan (apakah sudah dimasukkan dalam biaya

    kontrak lain)

    3. unsur-unsur apa saja yang dimasukkan (keanggotaan golf Direktur Utama).

    4. Bagaimana biaya-biaya perusahaan ini dialokasikan keseluruh kontrak.

    Isu final ini menjadi prinsip pembukuan yang hanya diketahui beberapa orang saja

    sehubungan dengan pengumpulan biaya, metoda pengalokasian beban yang

    dipakai dan disebar.

    Mencukupi untuk menyatakan bahwa biaya-biaya kelambatan sering lebih tinggi dari yang

    disadari Pengguna Jasa dan harus dipertimbangkan dengan sangat hati-hati

    sebelum kelambatan dibuktikan atau diizinkan terjadi.

    Sebuah butir penting lain muncul disini. Tidak ada maaf untuk kekurangan pelatihan atau

    kesadaran pada isu ini untuk klaim-klaim yang tidak peka.

    Jika anda terlibat dalam konstruksi, dalam hal apa saja, anda harus tahu bagaimana

    keputusan anda mengenai kepekaan waktu dan biaya dan harus siap untuk

    menikmati atau menanggung konsekwensi sebelum hal tersebut diambil.

    Hal ini berarti bahwa semua orang harus mengetahui dasar-dasar pengajuan dan

    pembelaan klaim, macam-macam biaya yang dapat terlibat dan pengelolaan

    kontrak yang kritis. Bahwa sistim biaya dan jadual adalah penting bukan saja

    untuk pengawasan kontrak tapi juga untuk perlindungan klaim.

    Hal yang sama juga benar untuk dokumentasi, pelaporan kontrak, catatan pembukuan yang

    sangat teliti. Klaim yang berkembang menjadi tuntutan hukum sering terjadi

    beberapa tahun-tahun sesudah semua orang yang bertanggung jawab telah

    pindah atau melupakan apa yang terjadi.

    Hal itu mengenai seseorang dari mereka untuk membuat anda seorang yang percaya pada

    sistim pengelolaan kontrak dan pengawasan kontrak.

    (Terjemahan bebas N. Yasin):

  • 4. Perkembangan Kejadian Suatu Klaim.

    Dalam paragrap ini akan diuraikan bagaimana proses klaim yang terjadi sebagai akibat

    perubahan yang diperintahkan atau diminta.

    Hal ini dijelaskan oleh Robert D. Gilbreath dalam bukunya : MANAGING

    CONSTRUCTION CONTRACTS halaman 213 secara grafis sebagaimana tertera

    dalam halaman 33.

    Penjelasan dari diagram tersebut adalah sebagai berikut :

    4.1. Perubahan Pekerjaan.

    Klaim berawal dari terjadinya suatu perubahan pekerjaan.

    Perubahan pekerjaan ini terdiri dari 2 (dua) kemungkinan :

    Diketahui sebelumnya

    Tidak diketahui sebelumnya.

    4.2. Pemberitahuan.

    Bila perubahan pekerjaan diketahui sebelumnya, maka langkah selanjutnya adalah melakukan

    pemberitahuan kepada Pengguna Jasa.

    4.3. Permintaan Perubahan.

    Bila perubahan pekerjaan tidak diketahui sebelumnya maka perubahan pekerjaan

    tersebut dinamakan perubahan tidak resmi.

    Untuk ini Penyedia Jasa mengajukan Permintaan Perubahan kepada Pengguna

    Jasa.

    4.4. Penerbitan Perintah Perubahan.

    Apabila Pemberitahuan dan atau Permintaan Perubahan disetujui maka Pengguna

    Jasa wajib menerbitkan Perintah Perubahan Pekerjaan.

    4.5. Klaim.

    Apabila Pemberitahuan dan atau Permintaan Perubahan tidak disetujui Pengguna

    Jasa maka Penyedia Jasa mengajukan klaim.

    Bila klaim disetujui diterbitkan Perintah Perubahan Pekerjaan.

    4.6. Arbitrase/Pengadilan.

    Apabila klaim tidak disetujui, Penyedia Jasa dapat mengajukan penyelesaian sengketa

    lewat Arbitrase atau Pengadilan (sesuai kesepakatan dalam kontrak).

    4.7. Amandemen Kontrak.

  • Setelah terbit perintah perubahan harus diikuti dengan penerbitan Amandemen

    Kontrak.

    PERKEMBANGAN KEJADIAN SUATU KLAIM.

    5. Prosedur Penanganan Klaim.

    5.1. Administrasi Kontrak.

    Dalam menangani klaim, fungsi Administrasi Kontrak memegang peranan yang

    sangat penting, bahkan dapat dikatakan bahwa berhasil tidaknya penyelesaian

    suatu klaim sangat tergantung dari kerapihan dan kecermatan memelihara dan

    mengelola Administrasi kontrak sejak saat kontrak ditanda tangani.

    Kelalaian, kecerobohan serta kurang terpeliharanya arsip-arsip dan data-data

    kontrak lainnya termasuk surat menyurat antara Pengguna Jasa dan Penyedia

    Jasa akan sangat melemahkan perjuangan dalam penanganan masalah klaim.

    Sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa sasaran pertama dari pengelolaan

    kontrak adalah menghilangkan atau setidaknya mengurangi kemungkinan

    terjadinya suatu klaim.

    5.2. Manajer Kontrak/Administrator Kontrak.

    Seperti proses dalam perubahan pekerjaan, Manajer Kontrak/Administrator

    Kontrak biasanya bertugas menangani klaim, mulai sejak klaim muncul sampai

    dengan penyelesaiannya.

    Tentu saja dengan otoritas dari Pengguna Jasa/Penyedia Jasa jika suatu klaim

    terjadi, Manajer Kontrak/Administrator Kontrak melakukan hal-hal berikut :

    a. Harus yakin hal tersebut secara manajerial benar

    b. Menganalisis klaim dengan teliti

    c. Mencatat dan mengarsipkan dengan cermat

    d. Menyelesaikannya sesegera mungkin.

    Semua diskusi, surat-menyurat dokumen-dokumen pendukung dan sebangsanya

    yang berhubungan dengan klaim harus diperoleh dan dihimpun untuk dievaluasi

    apakah klaim tersebut dapat diterima atau ditolak.

    5.3. Evaluasi.

    Manajer Kontrak/Administrator Kontrak kemudian memimpin suatu usaha

    penelitian secara mendetail termasuk didalamnya :

    a. Mewawancarai orang-orang yang bersangkutan dari pihak Pengguna Jasa.

    b. Mempelajari dokumen kontrak, arsip proyek, laporan-laporan yang mungkin

    diperlukan untuk menganalisis klaim.

  • 5.4. Bahan-Bahan Evaluasi.

    Untuk melaksanakan evaluasi dengan baik diperlukan dokumen-dokumen yang

    mencakup hal-hal berikut :

    a. Dokumen Kontrak

    b. Perubahan-perubahan pekerjaan

    c. Ringkasan pekerjaan tambah/kurang yang telah disetujui.

    d. Risalah rapat

    e. Korespondensi dengan Penyedia Jasa

    f. Jadual pelaksanaan

    g. Photo-photo dokumentasi proyek

    h. Laporan harian dan sebagainya.

    5.5. Analisis.

    Apabila seluruh arsip-arsip klaim sudah lengkap maka Manajer

    Kontrak/Administrator Kontrak meminta bantuan orang-orang proyek lainnya

    untuk menganalisis dan menyiapkan tanggapan atas klaim tersebut.

    5.6. Perintah Perubahan.

    Sekali klaim tersebut telah diselesaikan maka Perintah Perubahan Pekerjaan harus

    diterbitkan. Dalam hal ini semua perubahan terhadap kontrak harus diawasi

    dan didokumentasikan dengan baik.

    5.7. Penyelesaian Klaim.

    Apabila cara penanganan klaim seperti diatas tidak mencapai persetujuan, maka

    dapat ditempuh melalui pengadilan atau arbitrasi.

    Catatan :

    Seluruh prosedur tersebut diatas yaitu butir 5.1 hingga butir 5.7 dapat pula

    dilakukan oleh Penyedia Jasa apabila inisiatip klaim datang dari pihak Penyedia

    Jasa.

    Selanjutnya Robert D. Gilbreath dalam bukunya MANAGING CONSTRUCTION

    CONTRACTS halaman 212 214 menguraikan prosedur penanganan klaim

    yang dianjurkan sebagai berikut :

    Seperti proses perubahan pekerjaan, Manajer Kontrak biasanya bertugas menangani

    klaim sejak permohonan sampai penyelesaian.

  • Dan seperti beberapa proses lain yang diuraikan disini, dia bertindak lebih sebagai

    koordinator daripada sebagai kuasa Pengguna Jasa.

    Sasaran pertama dari pengelolaan kontrak adalah menghilangkan atau mengurangi

    timbulnya kondisi rangsangan klaim dan klaim itu sendiri. Akan tetapi bila sebuah

    klaim disajikan, Administrator Kontrak harus meyakini bahwa hal tersebut

    memberikan pandangan pengelolaan yang tepat, dengan hati-hati dianalisis dan

    didokumentasikan, dan secara wajar diperbaiki selekas mungkin. Beberapa hal

    adalah seperti perusakan moral pegawai Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa sebagai

    hal yang pahit seperti klaim yang tidak terselesaikan.

    Semua percakapan, korespondensi, dokumen pendukung dan sebangsanya, mengenai

    klaim harus diperoleh dan dihimpun. Arsip terpisah harus dipelihara untuk setiap

    klaim dan harus termasuk rekaman dari bagian kontrak yang menyangkut klaim,

    hasil dari analisis faktual, hukum dan biaya dan dokumen-dokumen lain yang

    mungkin dapat membantu penolakan atau penyelesaian klaim.

    Setiap klaim yang diterima Pengguna Jasa harus diteruskan ke Manajer Kontrak. Dia

    harus membuat arsip klaim dan mencatat klaim tersebut dalam suatu usulan atau

    buku daftar klaim untuk maksud penelusuran.

    Jika tambahan informasi diperlukan dari Penyedia Jasa, hal ini harus dicatat dalam

    buku daftar klaim dan Penyedia Jasa diminta untuk menyediakannya.

    Kemudian Manajer Kontrak menyelenggarakan usaha penelitian rinci termasuk

    diantara tugas-tugas lain, wawancara dengan personalia Pengguna Jasa yang

    terkait, Manajer Kontrak, arsip proyek dan laporan-laporan dan himpunan

    dokumentasi yang akan diperlukan untuk menganalisis klaim.

    Dokumentasi termasuk kontrak itu sendiri, perubahan-perubahan pekerjaan,

    ikhtisar pekerjaan tambah dan persetujuan-persetujuan, risalah-risalah rapat,

    korespondensi dengan Penyedia Jasa, jadual yang dibuat Penyedia Jasa, foto-foto

    proyek, aktivitas harian atau laporan kemajuan pekerjaan, catatan waktu, perkiraan

    progres dan penagihan dan catatan telepon.

    Sekali arsip klaim telah lengkap, Manajer Kontrak menyusun daftar bantuan dari

    personal proyek dalam menganalisis klaim dan menyiapkan tanggapan kepada

    Penyedia Jasa. Orang-orang yang dilibatkan termasuk Manajer Konstruksi,

    insinyur-insinyur perencana, insinyur biaya, pembuat jadual proyek dan sebagainya.

    Usaha mereka seharusnya menyusun dan mengkoordinasikan tugas dari analisis yang

    objektif dan tanggapan yang wajar.

    Manajer Kontrak tidak pernah harus menyetujui kenaikan biaya dengan Penyedia Jasa

    atau pembebasan lain tanpa otoritas yang tepat dan dianjurkan bahwa Proyek

    Manajer atau Kepala Perwakilan Pengguna Jasa memimpin semua perundingan

    dengan Penyedia Jasa. Sekali lagi, peranan Manajer Kontrak adalah penasehat

    mengenai otoritas kontrak Pengguna Jasa, tidak perlu sebagai penyelenggara

    kontrak, walaupun hal ini diizinkan jika Pengguna Jasa menginginkannya.

  • Sekali klaim telah terselesaikan, perubahan pekerjaan harus diterbitkan untuk

    mendukung keputusan klaim.

    Dalam hal ini semua perubahan kontrak apakah atas inisiatip Pengguna Jasa

    (pembentukan dan mengakibatkan perubahan pekerjaan) atas dasar inisiatip

    Penyedia Jasa (pengajuan klaim dan berakibat perubahan pekerjaan) diawasi dan

    didokumentasikan dengan cara yang sama.

    Jika keputusan mengenai klaim tidak mungkin tanpa melibatkan manajemen

    Pengguna Jasa yang lebih tinggi, Manajer Kontrak menyiapkan dan mengajukan

    unsur-unsur klaim dan analisnya dan membantu proses sesuai kebutuhan.

    Walaupun kecenderungan adalah kuat, Manajer Kontrak tidak harus secara

    emosional terlibat dalam sengketa,tetapi ketimbang menerima tantangan untuk

    menangani setiap klaim berdasarkan usahanya sendiri lebih lama, melibatkan dan

    meng-koordinasikan usahanya dengan personel proyek yang berkaitan,

    bertanggung jawab, menyusun dan merekomendasikan proses.

    (Terjemahan bebas N. Yasin)

    6. Contoh-Contoh Kasus Klaim yang Baik.

    Robert D. Gilbreath dalam bukunya MANAGING CONSTRUCTION

    CONTRACTS halaman 214 215 memberikan 3 (tiga) contoh kasus klaim yang

    baik. Ringkasannya adalah sebagai berikut :

    a. Kasus 1.

    Pengguna Jasa dari suatu komplek industri yang sedang dibangun, baru-baru ini

    mengirimkan seorang insinyur mesin mengikuti seminar 3 hari mengenai teknik

    pemeriksaan pengelasan. Ketika pulang, dengan penuh antusias mengenai

    inspeksi radiografi untuk mengetahui cacat pengelasan, dia merubah spesifikasi

    untuk proses penanaman pipa uap tepat setelah Penyedia Jasa melaksanakan

    pekerjaan tersebut.

    Karena pemeriksaan dilakukan oleh perusahaan lain yang disewa Pengguna Jasa

    tidak ada perubahan pekerjaan. Setelah beberapa bulan bekerja, Penyedia Jasa

    yang memasang pipa mengajukan klaim sebesar Rp.2.000.000.000,- sebagai

    tambahan kompensasi karena inefisiensi dan campur tangan disebabkan

    kenaikan proses pengawasan.

    Singkatnya klaim tersebut sebagai berikut :

    Spek asli hanya minta pemeriksaan pengelasan secara visual namun inspeksi

    periodik dengan X-Ray menyebabkan pengelasan pipa terhenti pada saluran

    terbuka karena tukang las takut kena radiasi.

    Banyak pengelasan ditolak dan harus diulang dan jadual bertambah hingga

    musim dingin yang mengakibatkan inefisiensi dalam pengelasan.

  • Tambahan pengelasan karena ditolak membutuhkan tambahan empat tukang las.

    Karena tukang las yang berkualitas sangat sulit di lokasi pekerjaan, perlu biaya

    tambahan untuk mendatangkan dari luar, melatih atau mengganti tukang las

    lainnya.

    b. Kasus 2.

    Sebuah kontrak unit price dimenangkan oleh Penyedia Jasa listrik untuk

    pembangunan pusat listrik.

    Gambar berubah mengenai saluran kabel bawah tanah dan rute/jalannya kabel

    yang ditetapkan secara tiba-tiba ketika tarikan kabel dimulai dalam pabrik.

    Perubahan berdampak pada penambahan panjang kabel yang ditanam hanya

    sebanyak 10% dari perkiraan asli dan Penyedia Jasa dibayar berdasarkan unit

    price untuk penambahan ini.

    Akan tetapi Penyedia Jasa tetap mengajukan klaim sebagai kompensasi diatas

    jumlah tersebut diatas untuk memperhitungkan :

    - in-efisiensi dalam operasi. Jika kabel diukur, dipotong, ditarik dan kemudian

    dikeluarkan lagi dan dibuang karena revisi Gambar perubahan ukuran

    kabel dan rute.

    - In-efisiensi dalam pembelian dan pemotongan kabel, karena Penyedia Jasa tidak dapat

    merencanakan penggunaan kabel sampai kepada panjang potongan kabel

    maksimum dari standar gulungan kabel yang dibeli.

    - Demobilisasi, waktu tunggu, dan remobilisasi dan angkatan kerja dari satu tempat

    ketempat lain dari pabrik karena perubahan gambar kenyataan.

    c. Kasus 3.

    Kontrak lump sum untuk memasang genarator turbin untuk pusat listrik nuklir

    diberikan kepada Penyedia Jasa A Mekanikal.

    Peralatan akan dipasok oleh kapal tongkang 2 minggu setelah Penyedia Jasa A

    melakukan mobilisasi lapangan. Cuaca yang membeku menyebabkan es

    memblokir sungai yang bersebelahan dengan pusat listrik, dengan keterlambatan

    2 bulan dalam penerimaan turbine generator milik Pengguna Jasa. Untuk

    mengejar kehilangan waktu, proyek manajer memerintahkan Penyedia Jasa B

    untuk memulai instalasi sirkulasi pipa air dari bangunan turbine ke menara

    pendingin.

    Pada waktu generator turbine akhirnya tiba, Penyedia Jasa-A tidak dapat

    memindahkan komponen-komponen berat dari dermaga tongkang ketujuan

    penempatannya dibangunan turbin karena lubang galian pipa sedalam 7 meter

    terisi sebagian pipa air sirkulasi yang menghalangi jalan masuk.

    Penyedia Jasa-A mengajukan klaim sebagai tambahan kompensasi karena :

  • - Tenaga kerja dan peralatan menunggu 2 bulan karena es dan tambahan 2 bulan untuk

    kelambatan lubang pipa.

    - Gudang sementara untuk generator turbin di lapangan

    - Percepatan kerja segera lubang pipa ditutup untuk mengatasi kehilangan waktu

    - Kehilangan keuntungan karena tidak dapat menggunakan tenaga kerja dan peralatan

    untuk pekerjaan lain.

    7. Penyelesaian Sengketa Konstruksi.

    7.1. Pengertian Sengketa Konstruksi

    Dari uraian tentang Klaim Konstruksi telah diketahui bahwa pengertian klaim

    sesungguhnya adalah sebuah permintaan (claim is a demand) mengenai

    tambahan kompensasi waktu, biaya atau bentuk lain antara pihak yang

    berkontrak. Dalam suatu Proyek Konstruksi, klaim bukanlah tuntutan atau

    gugatan yang terlanjur dianggap benar di negeri kita. Namun tidak selalu klaim

    tersebut dapat diselesaikan atau dipenuhi. Dalam hal klaim tersebut tidak

    terpenuhi atau terselesaikan, maka hal itu berarti telah terjadi sengketa antara

    para pihak yang berkontrak. Inilah yang dimaksudkan dengan sengketa

    konstruksi yaitu sengketa yang terjadi dalam Industri Konstruksi. Sengketa ini

    harus diselesaikan

    7.2. Cara-Cara Penyelesaian Sengketa Konstruksi

    7.2.1 Penyelesaian sengketa konstruksi dapat dilakukan dengan beberapa cara

    yaitu melalui :

    a. Badan Peradilan (Pengadilan)

    b. Arbitrase (Lembaga atau Ad Hoc)

    c. Alternatif Penyelesaian Sengketa.

    Dalam Pelatihan ini titik berat cara penyelesaian sengketa adalah melalui

    Arbitrasekarena cara inilah yang lebih banyak dipakai karena hal-hal

    yang akan diuraikan nanti

    7.2.2 Pilihan penyelesaian sengketa ini harus secara tegas dicantumkan dalam

    kontrak konstruksi dan sengketa yang dimaksud adalah sengketa

    perdata (bukan pidana). Misalkan pilihan penyelesaian sengketa

    tercantum dalam kontrak adalah arbitrase. Dalam hal ini Pengadilan

    tidak berwenang untuk mengadili sengketa tersebut seperti tersebut

    dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.30/1999 tentang

    Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 3.

    7.2.3 Dalam hal pilihan penyelesaian sengketa melalui Pengadilan maka

    prosedur dan prosesnya mengikuti ketentuan-ketentuan Kitab Undang-

  • Undang Hukum Acara Perdata (KUHAP) dan Kitab Undang-Undang

    Hukum Perdata (KUHPer) untuk perkara Perdata.

    7.2.4 Dalam hal pilihan penyelesaian sengketa melalui Arbitrase harus

    dijelaskan dengan tegas dalam kontrak konstruksi arbitrase apa yang

    dipilih (Lembaga atau Ad Hoc) termasuk pula peraturan prosedur yang

    dipakai untuk menghindari persepsi yang berbeda antara para pihak.

    7.2.5 Oleh karena belakangan ini orang lebih cenderung memakai cara

    penyelesaian sengketa melalui arbitrase karena alasan-alasan yang akan

    diuraikan kemudian maka penyelesaian sengketa melalui arbitrase

    akan diuraikan lebih luas dalam Pelatihan ini.

    7.3 Pengertian-Pengertian Arbitrase dan Arbiter.

    Dalam bahasa Indonesia arbitrase berarti perwasitan. Orang yang melaksanakan

    tugas arbitrase atau perwasaitan adalah arbiter atau wasit.

    Bila kita ambil analogi dalam suatu pertandingan sepak bola, seorang wasit sama

    sekali tidak boleh berpihak kepada salah satu kesebelasan. Tugasnya adalah

    mengawasi jalannya pertandingan sesuai aturan permainan. Bila salah seorang

    atau beberapa orang pemain melakukan pelanggaran maka dia harus

    menjatuhkan hukuman atau memberikan peringatan tidak pandang dari

    kesebelasan mana orang tersebut berasal.

    Hal ini penting diketahui karena masih banyak orang menganggap arbiter tersebut

    adalah pembela mereka seperti di Pengadilan. Ini keliru besar.

    Selanjutnya dikutip beberapa pengertian arbitrase dari berbagai sumber :

    7.3.1 Prof. R. Subekti (Arbitrase Perdagangan : 1992) :

    Penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang arbiter atau para arbiter

    berdasarkan persetujuan bahwa para pihak akan tunduk pada atau

    mentaati keputusan yang diberikan oleh arbiter atau para arbiter yang

    mereka pilih atau tunjuk tersebut.

    7.3.2 Blacks Law Dictionary (1984) :

    The reference of a dispute to an impartial (third) person chosen by the parties to

    the dispute who agree in advance to abide by the arbitrators award

    issued after hearing at which both parties have an opportunity to be

    heard. An arrangement for taking and abiding by the judgement of

    selected persons in some disputed matter, instead of carrying it to

    establish tribunals of justice, and is intended to avoid the formalities, the

    dalay, the expense and vexation of ordinary litigation.

    7.3.3 U.U. R.I. No.30/1999 tentang Arbitrsae dan Alternatif Penyelesaian

    Sengketa Pasal 1 ayat 1 :

  • Cara penyelesaian satu sengketa perdata di luar peradilan umum yang

    berdasarkan padaperjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh

    para pihak yang bersengketa.

    7.4 Pilihan Arbitrase versus Pengadilan.

    Dalam daftar berikut disajikan beberapa kelebihan dan keuntungan pilihan

    penyelesaian sengketa melalui Lembaga Arbitrase dibandingkan dengan

    Lembaga Pengadilan.

    LEMBAGA ARBITRASE LEMBAGA PENGADILAN

    Bebas dan otonom

    menentukan rules daninstitusi arbitrase;

    Mutlak terikat pada hukum acara yang

    berlaku (HIR, Rv).

    Menghindari ketidakpastian

    (uncertainty) akibat perbedaan sistem

    hukum dengan negara tempat sengketa

    diperiksa, maupun kemungkinan adanya

    keputusan Hakim yang unfair dengan

    maksud apapun, termasuk melindungi

    kepentingan domestik yang terlibat

    sengketa.

    Yang berlaku mutlak adalah sistem hukum

    dari negara tempat sengketa diperiksa.

    Keleluasaan memilih arbiter

    professional, pakar (expert) dalam

    bidang yang menjadi objek sengketa,

    dan independendalam memeriksa

    sengketa.

    Majelis Hakim Pengadilan ditentukan

    oleh Administrasi Pengadilan.

    Waktu, prosedur, dan biaya arbitrase

    lebih efisien. Putusan bersifatfinal and

    binding, dan tertutup untuk upaya

    hukum banding atau kassai;

    Putusan pengadilan yang in kracht van

    gewijsde membutuhkan waktu yang relatf

    lama (> 5 thn jika sampai tingkat MARI).

    Persidangan tertutup (non-publicity), dan

    karenanya memberi perlindungan untuk

    informasi atau data usaha yang bersifat

    rahasia atau tidak boleh diketahui

    umum.

    Terbuka untuk umum (kecuali kasus

    cerai).

    Pertimbangan hukum lebih

    mengutamakan aspek privat dengan

    polawin-win solution.

    Pola pertimbangan Pengadilan dan

    putusan Hakim adalah win-loose.

    Putusan bersifat non-precedence, dan

    karenanya untuk jenis dan sifat sengketa

    yang sama sangat dimungkinkan adanya

    putusan yang berbeda.

    Yurisprudensi merupakan salah satu

    sumber hukum yang dapat diterapkan

    dalam putusan perkara.

  • 7.5 Ketentuan-Ketentuan Mengenai Arbiter :

    7.5.1 Komposisi Arbiter :

    a. Arbiter Tunggal

    b. Majelis Arbiter terdiri dari tiga (tiga) orang Arbiter

    7.5.2 Syarat Material Arbiter :

    a. Cakap melakukan tindakan hukum;

    b. Berumur paling rendah 35 tahun

    c. Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai

    dengan derajat kedua dengan salah satu pihak bersengketa;

    d. Tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas

    putusan arbitrase; dan

    e. Memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif di bidangnya

    paling sedikit 15 tahun.

    7.6 Syarat Formal Arbiter :

    7.6.1 Wajib memberi persetujuan atau penolakan (tertulis) atas penunjukan

    dirinya menjadi Arbiter;

    7.6.2 Tidak dapat menarik diri setelah menjadi Arbiter, kecuali atas

    persetujuan para pihak yang bersengketa. Dibutuhkan adanya

    penetapan Pengadilan jika para pihak tidak memberi persetujuan;

    7.6.3 Wajib mengganti kerugian kepada pihak yang dirugikan dalam sengketa

    jika memutus sengketa lewat dari 6 (enam) bulan, tanpa alasan yang

    sah;

    7.6.4 Wajib mengundurkan diri jika Hak Ingkar yang diajukan salah satu

    pihak yang bersengketa terbukti.

    7.7 Kelemahan Pilihan Arbitrase :

    ARBITRASE LEMBAGA PENGADILAN

    Honorarium arbiter, sekretariat dan

    administrasi, relatif mahal. Tolok-ukur

    jumlah umumnya ditentukan oleh nilai

    klaim (sengketa). Apabila biaya ditolak

    atau tidak dibayar oleh salah satu pihak,

    maka pihak yang lain wajib

    Biaya perkara relatif murah dan telah

    ditentukan oleh MARI.

  • membayarnya agar sengketa diperiksa

    Arbitrase.

    Relatif sulit untuk membentuk Majelis

    Arbitrase apabila Lembaga Arbitrase Ad

    Hoc

    Tidak ada hambatan berarti dalam

    pembentukan Majelis Hakim yang

    memeriksa perkara.

    Tidak memiliki juru sita sendiri sehingga

    menghambat penerapan prosedur dan

    mekanisme Arbitrase secara efektif.

    Memiliki juru sita dan atau sarana

    pelaksanaan prosedur hukum acara.

    Putusan Arbitrase tidak memiliki daya

    paksa yang efektif, dan sangat

    bergantung kepada Pengadilan jika

    putusan tidak dijalankan dengan

    sukarela.

    Pelaksanaan Putusan dapat dipaksakan

    secara efektif terhadap pihak yang kalah

    dalam perkara.

    Eksekusi Putusan Arbitrase cenderung

    mudah untuk diintervensi pihak yang

    kalah melalui lembaga peradilan

    (bantahan, verzen), sehingga waktu

    realisasi pembayaran ganti rugi menjadi

    relatif bertambah lama.

    Eksekusi Putusan yang telah memiliki

    kekuatan hukum yang pasti, dapat

    dilaksanakan meskipun kemudian ada

    Bantahan atau Verzet.

    7.8 Klausula Arbitrase Dalam Kontrak Konstruksi.

    Undang-Undang R.I. No.30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

    Penyelesaian Sengketa Bab I : KETENTUAN UMUM, Pasal 1 ayat 3

    menyebutkan tentang pengertian perjanjian arbitrase yang tercantum dalam

    suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pelaku sebelum timbul sengketa atau

    suatu perjanjian arbitrase sendiri yang dibuat para pihak setelah timbul

    sengketa.

    Jadi ada 2 kemungkinan terjadi perjanjian arbitrase yaitu sebelum sengketa timbul atau

    sesudahnya.

    Berikut di sajikan syarat-syarat/kententuan perjanjian arbitrase sebelum dan sengketa

    timbul :

    KLAUSULA PERJANJIAN ARBITRASE

    (SEBELUM TERJADI SENGKETA)

    PENGERTIAN KONSEKUENSI YURIDIS

  • Kesepakatan yang tercantum dalam

    (suatu) perjanjian tertulis yang dibuat

    para pihak sebelum timbul sengketa.

    Undang-Undang R.I. No.30 tahun 1999

    tentang Arbitrase dan Alternatif

    Penyelesaian Sengketa Pasal 1 ayat 1.

    1. Menentukan kompetensi absolut

    arbitrase, di mana PN tidak

    berwenang mengadili sengketa (U.U.

    No.30/1999) Pasal 3;

    2. PN wajib menolak dan tidak akan

    campuran untuk menyelesaikan

    sengketa yang terikat perjanjian

    arbitrase (U.U. No.30/1999 Pasal 1).

    KLAUSULA STANDAR

    1. Kesepakatan (komitmen) para pihak

    untuk melaksanakan arbitrase jika

    terjadi sengketa dalam pelaksanaan

    kontrak.

    2. Ruang lingkup (objek) arbitrase.

    3. Lembaga arbitrase yang digunakan,

    dan tata-cara penunjukan arbiter.

    4. Rules dan prosedur yang digunakan.

    5. Tempat dan bahasa yang digunakan.

    6. Pilihan terhadap hukum substansi

    yang berlaku;

    KLAUSULA PERJANJIAN ARBITRASE

    (SETELAH TERJADI SENGKETA)

    SYARAT YANG HARUS DIMUAT KETERANGAN

    a. Masalah sengketa

    b. Nama lengkap dan tempat tinggal para

    pihak

    c. Nama lengkap arbiter dan tempat

    tinggal arbiter atau lembaga

    arbitrase

    d. Tempat arbiter atau majelis arbitrase

    akan mengambil keputusan.

    1. Perjanjian ini harus tertulis dan dalam

    bentuk Notariil (akta Notaris).

    2. Perjanjian arbitrase yang tidak memuat

    semua syarat akan batal demi hukum

    (U.U. No.30/1999 Pasal 9).

    3. Perjanjian (klausula) Arbitrase tidak

    batal disebabkan alasan/peristiwa :

    a. Meninggalnya salah satu pihak;

  • e. Nama lengkap sekretaris.

    f. Kurun waktu penyelesaian sengketa;

    g. Pernyataan kesediaan dari arbiter;

    h. Pernyataan kesediaan dari pihak yang

    bersengketa untuk menanggung

    segala biaya yang diperlukan untuk

    penyelesaian sengketa melalui

    arbitrase.

    b. Bankrutnya salah satu pihak;

    c. Novasi (pembaruan hutang);

    d. Insolvensi;

    e. Pewarisan;

    f. Berlakunya syarat hapusnya perikatan

    pokok;

    g. Pengalihan pelaksanaan perjanjian

    pokok oleh pihak ketiga;

    h. Berakhirnya atau batalnya perjanjian

    pokok.

    (U.U. No.30/1999 Pasal 10)

    CONTOH KLAUSULA ARBITRASE

    ARBITRASE AD HOC

    Setiap perselisihan, sengketa atau tuntutan yang terjadi dalam pelaksanaan atau

    yang berkenaan dengan perjanjian ini, termasuk namun tidak terbatas pada

    perbuatan wanprestasi, pengakhiran atau sah tidaknya perjanjian, yang tidak dapat

    diselesaikan melalui musyawarah (negosiasi) akan diselesaikan melalui arbitrase

    yang dilaksanakan di (..) sesuai dengan ketentuan dan prosedur dalam

    Undang-UNDANG Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

    Penyelesaian Sengketa.

    ARBITRASE AD HOC & PILIHAN RULE

    Setiap perselihan, sengketa atau tuntutan apapun yang terjadi dalam pelaksanaan

    atau yang berkenaan dengan perjanjian ini, akan diselesaikan melalui arbitrase yang

    dilaksanakan di ( ) dengan ketentuan dan prosedur

    BANI.

    ARBITRASE LEMBAGA & RULE

    Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini akan diselesaikan dan diputus oleh

    Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut peraturan-peraturan prosedur

    arbitrase BANI yang keputusannya mengikat kedua belah pihak yang bersengketa

    sebagai keputusan dalam tingkat pertama dan terakhir.

    ARBITRASE LEMBAGA & RULE (VARIATIF)

  • Any dispute, controversy or claim arising out of or relating to this contract, or the

    breach, termination or invalidity thereof, shall be settled by arbitration in accordance

    with the UNCITRAL Arbitration Rules as at the present in force. The appointing

    authority shall be the ICC in accordance with the rules adopted by the ICC for this

    purpose.

    7.9 Jalur Alternatif Penyelesaian Sengketa

    7.9.1 Pengantar

    Sesungguhnya penyelesaian sengketa melalui jalur alternative ini

    adalah cara termurah, termudah dan tercepat serta tertutup bila

    dibandingkan dengan arbitrase atau pengadilan bila para pihak yang

    bersengketa benar-benar beritikat baik.

    Cara ini juga kemungkinan sengketa ini diketahui pihak luar.

    7.9.2 Ketentuan Hukum

    Cara penyelesaian sengketa melalui jalur alternative penyelesaian

    sengketa diatur dalam UU. RI. No. 30/1999 Bab II; : Alternatif

    Penyelesaian Sengketa Pasal 6 dengan cara konsultasi, negosiasi,

    mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli

    7.9.3 Beberapa Pilihan

    a. Mediasi

    Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui seorang

    penengah atau yang biasa disebut mediator, yang ditunjuk oleh

    para pihak. Mediator tidak memutuskan sengketa tapi

    membimbing para pihak dalam berunding mencari suatu

    penyelesaian. Tidak ada aturan baku mengenai hal ini, tidak ada

    pula peraturan perundang-undangan yang mengatur tata cara,

    batas waktu, biaya dan sebagainya. Cara ini sesungguhnya sangat

    baik, cepat, mudah tanpa diketahui pihak lain, asal saja dilandasi

    itikad baik.

    b. Negosiasi

    Cara ini sesungguhnya adalah cara yang paling mudah dan

    sangat murah dengan pokok pandangan hidup dari tradisi kita

    yaitu musyawarah untuk mufakat. Dapat saja para pihak masing-

    masing menunjuk juri runding yang sering disebut

    negosiator. Hasil kesepakatan juri runding dituangkan secara

    tertulis. Sedikit berbeda dengan mediasi disini para pihak/juri

    runding berhadapan satu sama lain, tanpa ada seorang penengah.

    Cara inipun murah, mudah, dan biaya kecil.

  • c. Konsiliasi

    Ini adalah upaya penyelesaian sengketa dengan cara

    mempertemukan keinginan para pihak dengan menyerahkannya

    kepada suatu komisi/pihak ketiga yang ditunjuk atas kesepakatan

    para pihak yang bertindak sebagai konsiliator.

    Dalam cara ini konsiliator tidak harus melakukan perundingan

    masing-masing dengan salah satu pihak secara bergantian.

    Berbeda dengan cara mediasi disini konsiliator dapat

    memaksakan pengusulan/resolusi yang diambil.

    Jadi pada saat berakhirnya tugas konsiliator, dia akan menbuat

    perjanjian tertulis yang ditanda tangani para pihak atau dapat

    juga konsiliator membuat suatu laporan yang memuat hal-hal

    mengenai kegagalan atau suatu pernyataan bahwa proses

    konsiliasi terhenti.