klaim konstruksi

73
KLAIM KONSTRUKSI DAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSTRUKSI Oleh : Ir. H. Nazarkhan Yasin 1. Pendahuluan. Di negara-negara Barat dimana Industri Jasa konstruksi sudah berkembang dengan pesat dan menggunakan teknologi yang serba canggih, masalah klaim sudah lama dikenal dan sudah merupakan suatu masalah biasa yang terjadi antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa. Para Penyedia Jasa di negara-negara tersebut bersaing sangat ketat satu sama lain dalam usaha memenangkan tender untuk mendapatkan suatu pekerjaan. Hampir semua Penyedia Jasa menguasai teknologi dan seluk beluk Jasa Konstruksi sehingga perbedaan harga penawaran pada waktu tender tidak lagi karena perbedaan harga suatu pekerjaan tetapi karena persaingan dalam efisiensi mengerjakan pekerjaan tersebut.

Upload: muhammad-iqbal

Post on 29-Dec-2015

112 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: KLAIM KONSTRUKSI

KLAIM KONSTRUKSI

DAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSTRUKSI

Oleh :

Ir. H. Nazarkhan Yasin

1. Pendahuluan.

Di negara-negara Barat dimana Industri Jasa konstruksi sudah berkembang dengan pesat dan

menggunakan teknologi yang serba canggih, masalah klaim sudah lama dikenal dan sudah

merupakan suatu masalah biasa yang terjadi antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa.

Para Penyedia Jasa di negara-negara tersebut bersaing sangat ketat satu sama lain dalam

usaha memenangkan tender untuk mendapatkan suatu pekerjaan. Hampir semua Penyedia

Jasa menguasai teknologi dan seluk beluk Jasa Konstruksi sehingga perbedaan harga

penawaran pada waktu tender tidak lagi karena perbedaan harga suatu pekerjaan tetapi karena

persaingan dalam efisiensi mengerjakan pekerjaan tersebut.

Dengan kata lain, perusahaan jasa konstruksi yang paling efisienlah yang dapat menekan

harga suatu pekerjaan sehingga menjadi murah yang memungkinkannya memenangkan

tender, bukan karena perbedaan mutu pekerjaan itu sendiri.

Akhir-akhir ini persaingan harga karena efisiensi ini pun sudah semakin ketat sehingga harga

penawaran yang masuk hampir-hampir sama nilainya.

Oleh karena itu beberapa perusahaan Jasa Konstruksi mencari keuntungan bukan dari

efisiensi tapi dari kejeliannya melihat peluang klaim yang besar pada waktu tender.

Page 2: KLAIM KONSTRUKSI

Setelah dia yakin bahwa peluang klaim tersebut cukup besar memberikan keuntungan maka

harga penawarannya pada waktu tender ditekan sehingga jauh dibawah penawaran lain,

sehingga dia menang. Setelah menang tender dia menyusun struktur klaim yang memang

sudah direncanakan.

Di Perancis ada 2 perusahaan besar yang demikian jelinya menyusun klaim, sampai-sampai

dijuliki “Claim Artist”.

Salah satu perusahaan tersebut memenangkan tender pembangunan Pembangkit Listrik

Tenaga Air di Indonesia dengan harga yang jauh di bawah perusahaan lain. Kabarnya klaim

yang diajukan dan diterima nilainya setelah ditambah dengan nilai kontraknya lebih tinggi

dari nilai Penawar lain yang kalah.

Bagaimana masalah klaim di Indonesia ?

Kita di Indonesia terlanjur banyak yang mengartikan klaim sebagai suatu tuntutan. Oleh

karena itu klaim menjadi sesuatu yang “tabu”.

Banyak Pengguna Jasa (Pemerintah) yang kurang senang apabila Penyedia Jasa mengajukan

klaim. Tidak jarang terjadi Penyedia Jasa tersebut pada kesempatan berikut tidak disertakan

lagi dalam tender karena sering mengajukan klaim. Inilah sebabnya di Indonesia sampai

ditahun-tahun delapan puluhan sampai awal tahun sembilan puluhan Penyedia Jasa “takut”

mengajukan klaim.

Padahal sebagaimana akan kita lihat dalam uraian selanjutnya arti sesungguhnya dari klaim

tak lebih dari suatu permintaan.

Dalam uraian selanjutnya akan kita bahas pertama-tama mengenai perkembangan klaim di

tanah air kita, kemudian dilanjutkan dengan cara pengelolaan klaim, pengertian klaim,

Page 3: KLAIM KONSTRUKSI

kategori klaim dan sebab-sebab timbulnya klaim. Juga akan diuraikan cara-cara

menyelesaikan sengketa konstruksi melalui arbitrase.

2. Perkembangan Klaim di Indonesia.

Berbicara mengenai perkembangan klaim di Indonesia, kita perlu menengok secara singkat

perkembangan Industri Jasa Konstruksi itu sendiri .

Sejak kita merdeka, perkembangan Jasa Konstruksi dapat kita bagi dalam 5 periode, yaitu :

2.1 Periode 1945 - 1950

2.2 Periode 1951 - 1959

2.3 Periode 1960 - 1966

2.4 Periode 1967 - 1996

2.5 Periode 1997 - 2002

2.1 Periode 1945 - 1950

Dalam periode ini yang merupakan periode awal kemerdekaan, Industri Jasa Konstruksi

belum lahir. Kita di sibukkan dengan pergolakan fisik melawan Belanda yang ingin kembali

menjajah kita. Berbagai hasil perundingan yang dicapai seperti Linggarjati, Renville, Rum-

Royen tidak membuahkan hasil yang diharapkan. Barulah setelah Konferensi Meja Bundar

(KMB) kita bebas dari gangguan pihak Belanda. Praktis pada periode ini kita belum dapat

membangun.

2.2 Periode 1951 - 1959

Dalam periode inipun kita praktis belum mulai membangun karena sistim ketatanegaraan

yang kita pakai menyebabkan pemerintahan tidak pernah stabil (Kabinet berganti-ganti dalam

Page 4: KLAIM KONSTRUKSI

hitungan bulan) disamping adanya gangguan dari golongan separatis seperti DI, TII, PRRI,

Permesta. Pemerintah belum mempunyai rencana pembangunan yang definitif.

2.3 Periode 1960 - 1966

Dalam periode ini sistim ketatanegaraan kita melaui Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959

kembali ke UUD 1945. Presiden Soekarno mulai melakukan pembangunan yang dikomandoi

sendiri. Kita catat beberapa pembangunan Hotel megah (Indonesia, Samudera Beach,

Ambarukmo,Bali Beach), Jembatan Semanggi, Wisma Nusantara, Gelora Bung Karno,

Proyek Ganefo (sekarang Komplek MPR/DPR). Sayangnya proyek-proyek tersebut tidak

banyak bermanfaat untuk rakyat banyak kecuali Bendungan Jatiluhur, Karangkates, Asahan.

Industri Jasa Konstruksi mulai bangkit namun terbatas pada perusahaan-perusahaan Belanda

yang di nasionalisasikan.

Persaingan belum ada karena Proyek langsung ditunjuk Presiden. Klaim konstruksi tidak

pernah ada. Sektor swasta baru mulai satu dua perusahaan.

2.4 Periode 1967 - 1996

Dalam periode ini kita untuk pertama kali mempunyai program pembangunan yang terarah

dan berkesinambungan yang dikenal dengan istilah Repelita (Rencana Pembangunan Lima

Tahun) dimulai tahun 1969.

REPELITA I : 1969 - 1974

REPELITA II : 1974 - 1979

REPELITA IIII : 1979 - 1984

REPELITA IV : 1984 - 1989

REPELITA V : 1989 - 1994

Page 5: KLAIM KONSTRUKSI

Dapat dikatakan dalam periode inilah mulai tumbuh industri jasa konstruksi secara definitif.

Perusahan-perusahan Belanda yang diambil alih pada tahun 1959 dan berstatus Perusahaan

Negara (PN) diubah statusnya menjadi Persero.

Pekerjaan tidak lagi dibagi tapi ditenderkan. Mulailah persaingan antar BUMN. Kemudian

swastapun mulai bangkit, termasuk swasta asing. Proyek-proyek banyak yang menggunakan

dana dari luar negeri.

Teknologi sudah semakin maju. Jenis kontrak beragam namun klaim konstruksi masih jarang

terjadi, baru dari pihak swasta asing.

2.5 Periode 1997 – 2002.

Dalam periode ini Industri Jasa Konstruksi benar-benar lumpuh. Akibat krisis moneter

pertengahan 1997 banyak proyek terbengkalai. Pengguna Jasa tak mampu membayar

Penyedia Jasa. Klaim-klaim konstruksi mendadak banyak bermunculan terutama karena

Penyedia Jasa tidak dibayar.

Industri Jasa Konstruksi yang telah tumbuh dan berkembang demikian pesatnya selama kurun

waktu 32 tahun berhenti secara mendadak. Banyak Penyedia Jasa yang ambruk/bangkrut.

PHK terjadi dimana-mana.

Ditengah-tengah kelumpuhan Industri Jasa Konstruksi, Pemerintah membuat Undang-

Undang No. 18/1999 tentang jasa konstruksi beserta 3 peraturan pelaksanaannya ; PP No. 28/

2000, PP No. 29/ 2000 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Ini suatu

ironi. Dahulu selama 32 tahun Industri Jasa Konstruksi berkembang tanpa ada peraturan-

peraturan yangbaku. Sekarang pada saat Industri Jasa Konstruksi berhenti justru dibuat

peraturan perundangan sebagai rujukan.

Page 6: KLAIM KONSTRUKSI

Dari uraian tersebut diatas dapatlah disimpulkan bahwa walaupun Industri Jasa Konstruksi di

negeri kita telah berkembang selama + 32 tahun klaim konstruksi baru mulai muncul

beberapa tahun terakhir (awal tahun 1997).

3. Pembahasan Klaim Konstruksi.

3.1 Umum.

3.1.1 Klaim konstruksi dapat terjadi antar para pihak yang berkontrak. Tegasnya klaim

mungkin saja datang dari pihak Penyedia Jasa kepada Pengguna Jasa atau sebaliknya. Jadi

tidak benar bila klaim hanya datang dari pihak Pengguna Jasa atau sebaliknya hanya

Pengguna Jasa yang boleh mengajukan klaim.

3.1.2 Disamping itu klaim dapat juga terjadi dari pihak lain diluar kontrak seperti Konsultan

Pengawas/Perencana, para Sub Penyedia Jasa terhadap Pengguna Jasa atau Penyedia Jasa.

3.1.3 Arti klaim sesungguhnya adalah permintaan/permohonan mengenai biaya, waktu dan

atau kompensasi pelaksanaan diluar ketentuan tercantum dalam kontrak konstruksi. Jadi

adalah suatu kekeliruan/salah pengertian yang menganggap klaim adalah suatu tuntutan.

Memang benar klaim ada kalanya berakhir dengan suatu tuntutan baik melalui suatu Badan

Peradilan atau Lembaga Arbitrase apabila permintaan tersebut tidak dikabulkan.

3.1.4 Pengajuan klaim dapat dengan berbagai cara dan yang paling sederhana berupa

permintaan lisan sampai dengan permintaan yang disusun secara tertulis lengkap dengan data

pendukungnya.

3.1.5 Para pihak didalam suatu kontrak konstruksi lebih menyukai pemecahan secara damai

tanpa melalui Badan Peradilan. Mereka menginginkan terdapat keputusan yang cepat, karena

penyelesaian melalui Pengadilan disamping memakan waktu dan biaya, permasalahannya

Page 7: KLAIM KONSTRUKSI

semakin terbuka untuk umum. Penyelesaian melalui Arbitrase lebih disukai karena disamping

waktu lebih pendek, para arbiter dapat dipilih yang profesional dan keputusannya adalah final

dan mengikat para pihak. Upaya hukum dalam bentuk apapun bila telah keluar keputusan

arbitrase tidak diperkenankan (berbeda dengan Pengadilan yang memungkinkan banding,

kasasi atau Peninjauan Kembali).

3.1.6 Mengenai klaim ini Robert D. Gilbreath dalam bukunya yang berjudul MANAGING

CONSTRUCTION CONTRACTS pada halaman 203 - 204 menulis sebagai berikut :

“KLAIM-KLAIM

Dalam konteks suatu kontrak konstruksi, kedua belah pihak dapat mengajukan klaim satu

sama lain.

1. Penyedia Jasa boleh mengajukan tambahan waktu pelaksanaan atau tambahan

kompensasi dari Pengguna Jasa, atau beberapa konsesi seperti pengurangan dari

persyaratan teknis atau spesifikasi bahan.

2. Pengguna Jasa boleh klaim pembebasan dalam pengertian pengurangan nilai kontrak dan

atau percepatan atau penundaan dari pelaksanaan Penyedia Jasa.

Tentu saja, banyak pihak lain baik secara terikat kontrak atau lainnya boleh mengajukan

klaim satu sama lain baik kepada Pengguna Jasa atau Penyedia Jasa, termasuk para Sub-

Penyedia Jasa Konstruksi Perencana atau konsultan hukum.

Pembicaraan kita dititik beratkan pada klaim-klaim yang paling biasa selama masa

pelaksanaan - dari Penyedia Jasa kepada Pengguna Jasa atau sebaliknya. Prinsip-prinsip

yang sama dari pembelaan atau pengajuan klaim yang disajikan disini juga digunakan pada

mayoritas dari keadaan klaim-klaim lainnya.

Page 8: KLAIM KONSTRUKSI

Klaim tidak lebih dari suatu permintaan atau pemohonan mengenai biaya, waktu atau

kompensasi pelaksanaan atas sesuatu yang telah diberikan atau dimaksud dari salah satu

pihak dalam kontrak kepada pihak lain.

Klaim-klaim dapat disajikan dalam setiap macam bentuk, mulai dari yang tidak resmi atau

bahkan permintaan lisan sampai kepada paket dokumen klaim yang disusun secara rapi.

Kesalahan konsep yang biasa terjadi adalah klaim itu secara alamiah adalah berupa

tuntutan hukum dengan pengertian salah satu pihak menggugat pihak lain atas suatu

kerusakan dalam rasa hukum. Sebetulnya bukan ini kasusnya.

Walaupun beberapa klaim memburuk sampai suatu titik dimanapermintaan

membutuhkan tindakan hukum atau arbitrase, kebanyakan diselesaikan jauh sebelum hal ini

terjadi.

Kebanyakan mayoritas klaim yang diprakarsai oleh Pengguna/ Penyedia Jasa diselesaikan

melalui perundingan mematuhi ketentuan-ketentuan atau pendekatan yang disetujui bersama

mengenai waktu dan biaya pelaksanaan antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa.

Dalam daerah hukum dan ancaman hukum, kebanyakan Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa

menyadari penyelesaian tanpa melalui jalur hukum sangat lebih dikehendaki. Kedua belah

pihak biasanya menderita jika klaim berlangsung atau dialihkan kedalam tuntutan hukum.

Tujuan setiap orang yang bersangkutan haruslah mengerti situasi klaim secepatnya dan

menyelesaikannya selekas mungkin.

Bagi para Pengguna Jasa tuntutannya mungkin lebih sederhana :

Apakah anda lebih suka mendapatkan penyelesaian proyek atau memaksakan klaim lewat

pengadilan ?.

Page 9: KLAIM KONSTRUKSI

Kebanyakan para Pengguna Jasa yang layak akan memilih yang tersebut pertama.

(Terjemahan bebas N. Yasin)

3.2. Kategori Klaim.

Sebagaimana telah disinggung dalam butir 3.1, klaim dapat terjadi dari Pengguna Jasa

terhadap Penyedia Jasa atau sebaliknya. Berdasarkan hal ini klaim dapat dikategorikan dalam

2 hal yaitu :

3.2.1 Dari Pengguna Jasa terhadap Penyedia Jasa berupa :

a. Pengurangan nilai kontrak

b. Percepatan waktu penyelesaian pekerjaan

c. Kompensasi atas kelalaian Penyedia Jasa

3.2.2 Dari Penyedia Jasa terhadap Pengguna Jasa berupa :

a. Tambahan waktu pelaksanaanpekerjaan

b. Tambahan kompensasi

c. Tambahan konsesi atas pengurangan spesifikasi teknis atau bahan.

3.3 Sebab-sebab timbulnya Klaim.

Sesungguhnya dalam Industri Jasa Konstruksi, klaim adalah suatu hal yang sangat wajar

terjadi. Di negara Barat yang Industri Jasa Konstruksinya sudah berkembang dan para pelaku

Industri Jasa Konstruksi menyadari betul arti sebuah klaim, maka hal ini menjadi biasa.

Sebagai ilustrasi, sewaktu bertugas di Saudi Arabia terasa asing dikuping sewaktu Pengguna

Jasa menanyakan : “Do you have any claim to us ?”

Page 10: KLAIM KONSTRUKSI

Di Indonesia hampir tak pernah ada Pengguna Jasa yang bertanya seperti kejadian di Saudi

Arabia tersebut.

Hal ini tak lain karena salah pengertian mengenai arti sesungguhnya dari klaim sehingga

dianggap sesuatu yang “tabu”.

Jadi sebagaimana dengan perubahan pekerjaan, klaim dapat berasal dari mana saja.

Walaupun ada beberapa sebab timbulnya klaim, tetapi hampir semuanya memiliki dasar

dalam tindakan atau pengurangan dari salah satu pihak dalam kontrak namun dapat juga yang

kurang sering terjadi seperti sebab-sebab dari pihak ketiga, tindakan/keinginan Tuhan atau

hal lain yang menyebabkan pihak yang mengajukan klaim pihak yang mengajukan klaim

menderita rugi.

Dalam pelatihan ini kita batasi sebab-sebab timbulnya klaim antara para pihak dalam suatu

kontrak konstruksi yaitu antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa.

3.3.1 Dari pihak Pengguna Jasa

a. Pekerjaan yang dilaksanakan Penyedia Jasa cacat atau kurang sempurna.

b. Penyedia jasa terlambat menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak

c. Pemutusan kontrak

3.3.2 Dari pihak Penyedia Jasa

a. Kelambatan atau cacat informasi yang harus diserahkan Pengguna Jasa seperti gambar-

gambar atau spesifikasi.

b. Kelambatan atau cacat dari bahan atau peralatan yang harus disediakan Pengguna Jasa.

c. Perubahan ketentuan-ketentuan, gambar-gambar atau spesifikasi teknis.

d. Perubahan atau keadaan lapangan yang tidak diketahui

Page 11: KLAIM KONSTRUKSI

e. Reaksi dari pengaruh pekerjaan yang berturutan.

f. Larangan metode kerja tertentu termasuk kelambatan atau percepatan dari pelaksanaan

proyek.

g. Kontrak yang kurang jelas/perbedaan penafsiran.

Robert D. Gilbreath dalam bukunya : “MANAGING CONSTRUCTION CONTRACT”

menulis mengenai sebab-sebab klaim dihalaman 204 – 205 sebagai berikut :

“SEBAB-SEBAB TERJADI KLAIM

Sebagaimana halnya dengan perubahan-perubahan pekerjaan, klaim-klaim berasal dari

mana saja. Ada banyak sebab-sebab klaim, tetapi hampir seluruhnya mempunyai dasar

dengan dugaan bahwa tindakan-tindakan, pengurangan-pengurangan, oleh salah satu pihak

dalam kontrak atau – yang kurang sering terjadi oleh pihak ketiga, tindakan-tindakan Tuhan

atau lainnya – menyebabkan pihak yang mengajukan klaim menderita kerugian. Dalam

suatu lingkungan proyek konstruksi yang sangat kompleks memberikan tekanan waktu dan

biaya pada semua pihak dan menyadari banyak sekali hubungan, tanggung jawab,

kewajiban dan saling ketergantungan sehingga mudah terlihat mengapa klaim-klaim adalah

sama biasanya dengan menggambarkan suatu pemandangan konstruksi seperti beton dan

penulangannya.

Pertama-tama mari kita bahas kasus di mana Pengguna Jasa melakukan klaim kepada

Penyedia Jasa, karena hal ini sangat kurang biasa dibandingkan situasi klaim yang di

bicarakan sebelumnya.

Biasanya Pengguna Jasa mengajukan klaim-klaim terhadap para Penyedia Jasanya (dan

dalam hal tersebut biro teknik atau konsultan lain) salah satu atau lebih sebab-sebab berikut

:

Page 12: KLAIM KONSTRUKSI

1. Pekerjaan yang cacat.

Para Pengguna Jasa yang tidak puas dengan apa yang dihasilkan Penyedia Jasa dapat

mengajukan klaim atas kerugian termasuk biaya perubahan, penggantian atau

pembongkaran pekerjaan yang cacat. Dalam banyak kejadian pekerjaan tidak sesuai

spesifikasi tersebut dalam kontrak atau hal lain yang tidak cocok dengan maksud yang di

tetapkan. Kadang-kadang barang-barang atau jasa yang diminta tidak sesuai

garansi/jaminan dari Penyedia Jasa atau pemasoknya.

2. Kelambatan yang disebabkan Penyedia Jasa.

Jika Penyedia Jasa telah berjanji untuk m%laksanakan pekerjaan tersebut dalam kontrak

secara keselurqhan atau sebagian, dalam waktu yang telah di tetapk!n, Pengguna Jasa dapat

mengajukan klaim atas kerugian bila kelambatan tersebut di sebabkan Penyedia Jasa atau

dalam kejadia. lain, bahkan jika kelambatan tersebut di luar kendAli dari Penyedia Jasa.

Jenis-jenis klaim kerugian dalam hal ini adalah kehilangan penggunaan dari fasilitas

tersebut, pengaruh reaksi pada Penyedia Jasa lain dan kenaikan biaya dari pekerjaan lain

yang terlambat.

3. Sebagai pembelaan klaim.

Para Pengguna Jasa yang menghadapi klaim-klaim para Penyedia Jasa dapat membalas

dengan klaim tandingan. Klaim tandingan ini biasanya menyerang atau berusaha

memojokkan/mendiskreditkan unsur-unsur asli dari klaim Penyedia Jasa – dengan membuka

hal-hal yang tumpang tindih atau perangkapan kerugian biaya, atau menyebutkan

perubahan-perubahan atau pasal-pasal klaim dalam kontrak yang melarang atau modifikasi

dari tindakan-tindakanPenyedia Jasa dalam hal terjadi sengketa umpamanya.

Klaim jenis lain, walaupun jarang terjadi, timbul karena pemutusan kontrak.

Page 13: KLAIM KONSTRUKSI

Hal ini biasanya terjadi bila Penyedia Jasa gagal menyelesaikan pekerjaan atau karena

suatu sebab meninggalkan lapangan pekerjaan.

Dalam hal ini biasanya Pengguna Jasa meminta konpensasi untuk kenaikan biaya di luar

yang telah di bayarkan kepada Penyedia Jasa untuk menyelesaikan pekerjaan dengan cara

lain. Para Penyedia Jasa juga mengajukan klaim kerugian bila merasa mereka secara tidak

sah di keluarkan dari proyek atau hal lain yang menghalangi mereka untuk menyelesaikan

pekerjaan.

Kedua situasi ini muncul bila kontrak secara nyata telah di putuskan salah satu pihak. Titik

berat pembicaraan kita tidak akan sampai pada contoh yang ekstrim ini karena kita

memusatkan perhatian pada situasi-situasi klaim yang lebih biasa terjadi – yaitu yang

muncul selama masa pelaksanaan pekerjaan dan bila kelanjutan pelaksanaan kewajiban-

kewajiban kontrak oleh kedua belah pihak di pikirkan.

Dalam hal ini, kebanyakan klaim yang di temukan dalam proyek konstruksi datang dari

Penyedia Jasa terhadap Pengguna Jasa karena satu dan lain sebab – Kasus-kasusnya

serupa bila tidak sama, seperti perubahan-perubahan tidak resmi yang dapat di ringkas

sebagai berikut :

1. Kelambatan atau cacat informasi dari Pengguna Jasa, biasanya dalam bentuk gambar-

gambar atau spesifikasi teknis.

2. Kelambatan atau cacat dari bahan-bahan atau peralatan yang di serahkan Pengguna

Jasa

3. Perubahan-perubahan permintaan, gambar-gambar atau spesifikasi.

4. Perubahan kondisi lapangan atau kondisi lapangan yang tidak di ketahui

5. Pengaruh reaksi dari pekerjaan yang bersamaan

Page 14: KLAIM KONSTRUKSI

6. Larangan-larangan metoda kerja tertentu termasuk kelambatan atau percepatan

pelaksanaan pekerjaan Penyedia Jasa.

7. Kontrak yang memiliki arti mendua atau perbedaan penafsiran.

Dalam setiap situasi ini, Penyedia Jasa akan klaim bahwa sesuatu telah terjadi (atau gagal

terjadi), yang menyebabkan tambahan biaya atau penambahan waktu di luar yang tersebut

dalam kontrak, atau yang dapat secara wajar di harapkan pada waktu penawaran atau

penanda tanganan kontrak (Terjemahan bebas N. Yasin):

.

3.4. Unsur-Unsur Klaim Konstruksi.

Klaim-klaim konstruksi yang biasa muncul dan paling sering terjadi adalah mengenai waktu

dan biaya sebagai akibat perubahan pekerjaan. Bila pekerjaan di ubah ketakanlah volume

pekerjaan bertambah atau sifat dan jenisnya berubah maka tidak terlalu sulit untuk

menghitung berapa tambahan biaya yang di minta Penyedia Jasa beserta tambahan waktu.

Namun terkadang Penyedia Jasa, di samping klaim yang di sebutkan tadi juga klaim sebagai

dampak terhadap pekerjaan yang tidak berubah.

Menghitung klaim biaya untuk hal ini tidaklah mudah.

Hal ini dapat di terangkan sebagai berikut : suatu pekerjaan yang tidak di rubah terpaksa

(karena alasan teknis pelaksanaannya) di tunda pelaksanaannya karena ada pekerjaan lain

yang berubah. Pekerjaan yang tidak berubah tadi seharusnya di kerjakan pada musim

kemarau. Oleh karena terjadi penundaan maka pekerjaan ini terpaksa di laksanakan dalam

musin hujan yang mengakibatkan menurunnya produktivitas dan perlu tambahan biaya untuk

melindungi pekerjaan tersebut dari pengaruh cuaca (hujan).

Page 15: KLAIM KONSTRUKSI

Belum lagi kemungkinan terjadi kenaikan upah buruh karena musim hujan tambahan tenaga

pengamanan, biaya administrasi dan overhead.

Masalah ini di kupas oleh Robert D. Gilbreath dalam bukunya “MANAGING

CONSTRUCTION CONTRACTS” 205-207 sebagai berikut :

“UNSUR-UNSUR KLAIM KONSTRUKSI.

Jika suatu keadaan rangsangan klaim yang telah di terangkan sebelumnya terjadi, Penyedia

Jasa segera memberitahukan Pengguna Jasa mengenai hal itu dan pengaruh dari masing-

masing.

Bila pemberitahuan ini di lakukan dengan menekankan klaim, kebanyakan para Penyedia

Jasa meminta tambahan waktu dan/atau konpensasi untuk (1) kenaikan biaya untuk

melaksanakan perubahan pekerjaan dan (2) “dampak biaya” pada pekerjaan yang tidak

berubah. Dalam banyak kasus di mana situasi klaim yang bonafide telah terjadi, Penyedia

Jasa telah menderita beberapa kenaikan biaya-biaya (dalam arti waktu, biaya atau

keduanya dalam masing-masing kategori).

Pengguna Jasa boleh menerima atau menolak biaya-biaya langsung untuk melaksanakan

pekerjaan yang di rubah. Akan tetapi, dampak biaya – biaya pada pekerjaan yang tidak di

rubah – tidak mudah untuk di tentukan atau di hitung biayanya. Mari kita bicarakan dulu

biaya-biaya untuk melaksanakan perubahan pekerjaan. Beberapa biaya yang paling biasa

terjadi adalah :

- kenaikan upah tenaga kerja/tambahan atau upah lebih tinggi

- tambahan material dan peralatan yang di perlukan

- tambahan pengawasan, administrasi dan overhead

- kenaikan waktu yang perlu untuk pelaksanaan

Page 16: KLAIM KONSTRUKSI

- membuka/mengerjakan kembali pekerjaan

- penurunan produktivitas atau efisiensi

- pengaruh cuaca

- catatan mengenai hambatan-hambatan dan kelambatan-kelambatan

- demobilisasi dan remobilisasi

- penanganan material yang berlebihan

- biaya-biaya lembur dan waktu kerja

- lembur yang berlebihan, yang mengarah pada penurunan produktivitas

- salah penempatan peralatan

- kehilangan nilai ekonomi dari material

- penumpukan pada tempat kerja

- de-efisiensi dari jenis pekerjaan.

Untuk dampak biaya-biaya, seluruh hal tersebut di atas dapat diklaim. Bedanya adalah lebih

sulit menetapkan dasar dari dampak dan menghitung kenaikan biaya. Pertanyaan mengenai

apakah dampak biaya dapat dikurangi dengan mudah dapat dikatakan, tapi sulit dijawab:

Berapa kenaikan biaya untuk melaksanakan pekerjaan B dan C setelah pekerjaan A dirubah.

Untuk menjawab pertanyaan ini baik Penyedia Jasa maupun Pengguna Jasa harus

menetapkan apa yang seharusnya menjadi biaya untuk pekerjaan B dan C dan A tidak

berubah.

Hal ini membutuhkan analisis kualitatif yang lebih dan seringkali merupakan masalah yang

paling sulit sehubungan dengan dampak biaya.

Page 17: KLAIM KONSTRUKSI

Cara terbaik untuk melukiskan dampak biaya adalah melalui sebuah contoh. Misalkan

Pengguna Jasa karena satu dan lain hal memperlambat pekerjaan Penyedia Jasa dan

menyebabkan penundaan pekerjaan tersebut yang telah direncanakan untuk dilaksanakan

dalam musim panas menjadi musim dingin. Pekerjaan itu sendiri adalah sama, tetap, toh

Penyedia Jasa harus menanggung biaya sehubungan dengan pekerjaan musim dingin yang

seharusnya dilakukan pada musim panas.

Dampak-dampak biaya dapat termasuk hal-hal berikut:

- Biaya untuk melindungi pekerjaan terhadap cuaca dingin.

- Inefisiensi dalam produksi disebabkan karena para pekerja bekerja dalam cuaca dingin,

dengan perlindungan peralatan yang tidak praktis, dipermukaan yang licin, dan selama

waktu siang yang lebih pendek.

- Biaya-biaya alat pemanas dan bahan bakar untuk melindungi orang dan untuk

pelaksanaan pekerjaan seperti pemanasan untuk beton.

- Kenaikan biaya perawatan peralatan.

- Kerusakan material dan peralatan karena cuaca.

- Ketidakmampuan untuk menjaga angkatan kerja.

- Kehilangan waktu karena suhu yang ekstrim atau kondisi iklim.

- Kenaikan biaya pemondokan dan transpor.

- Kelambatan karena libur Natal.

- Perpanjangan premi asuransi atau pembayaran garansi.

- Kenaikan upah buruh, harga material, peralatan dan biaya overhead karena inflasi dan

eskalasi harga.

Page 18: KLAIM KONSTRUKSI

(Terjemahan bebas N. Yasin)

3.5. Bentuk/Format Pengajuan Klaim.

Klaim konstruksi dapat beragam dalam bentuk dan isinya.

Walaupun klaim dan perubahan pekerjaan sasarannya sama yaitu meminta kompensasi atas

biaya dan waktu namun sesungguhnya berbeda sifatnya. Kompensasi atas perubahan

pekerjaan diajukan sebelum pekerjaan tersebut dilaksanakan. Bila tidak/belum disetujui

pekerjaan tersebut belum dilaksanakan. Sedangkan klaim, diajukan pada saat pekerjaan sudah

atau sedang dikerjakan. Biasanya cara pengajuan klaim dimulai dengan penyampaian fakta

mengenai suatu pekerjaan yang ditanyakan, diantaranya mengenai lokasi pekerjaan, dan

analisis biaya.

Kemudian dilengkapi dengan keterangan yang mendukung klaim tersebut dan disusun

berurutan biasanya berdasarkan surat-menyurat antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa.

Mengenai cara pengajuan klaim ini Robert D. Gilbreath dalam bukunya: MANAGING

CONSTRUCTION CONTRACTS pada halaman 207 menulis sebagai berikut:

“STRUKTUR KLAIM PENYEDIA JASA”.

Sebagaimana telah disebut sebelumnya, klaim-klaim Penyedia Jasa dapat bervariasi dalam

bentuk dan isinya. Akan tetapi jenis klaim biasanya mengikuti struktur sebagai berikut :

1. Keterangan mengenai ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat kontrak seperti lingkup

pekerjaan, struktur pembiayaan yang meliputi bagian pekerjaan yang ditanyakan.

2. Keterangan mengenai fakta peristiwa yang telah terjadi (atau tidak terjadi) biasanya

disajikan secara kronologis dan merupakan surat-menyurat, perintah-perintah perubahan,

rapat-rapat, dan sebagainya.

Page 19: KLAIM KONSTRUKSI

3. Akibat dari keadaan rangsangan klaim, biasanya disajikan sebagai cerita mengenai

kenaikan/tambahan usaha yang diperlukan Penyedia Jasa.

4. Analisa biaya, yang mungkin termasuk rincian daftar kenaikan biaya yang disebabkan

perubahan atau suatu perbandingan antara biaya sesungguhnya dan biaya yang

diperkirakan – perbedaan antara keduanya menunjukkan jumlah klaim.

Perlu diingat bahwa klaim berbeda dengan perhitungan Penyedia Jasa akibat

pemberitahuan perubahan pekerjaan. Dalam arti yang sangat kaku mungkin sama, dengan

pertimbangan bahwa dalam kedua hal tersebut Penyedia Jasa menyajikan informasi

mengenai tambahan biaya kepada Pengguna Jasa. Akan tetapi, pengajuan biaya terjadi

sebelum pekerjaan dilaksanakan, dan sebuah klaim biasanya diajukan setelah atau selama

pelaksanaan pekerjaan bersangkutan.

Begitu kenaikan kompensasi atau tambahan waktu disetujui maka klaim harus berubah

menjadi perubahan pekerjaan.

(Terjemahan bebas N. Yasin):

Selain itu Mc. Neil Stokes dalam bukunya: “CONSTRUCTION LAW IN CONTRACTOR’S

LANGUAGE” menulis mengenai prosedur klaim pada halaman 140-142 sebagai berikut :

“Prosedur Klaim”

Penyedia Jasa harus menyiapkan klaimnya secara tertulis untuk kompensasi tambahan bagi

perubahan yang harganya tidak ditetapkan dalam rincian yang mencukupi untuk

mengajukan secara jelas fakta-fakta yang diperlukan untuk menunjukkan biaya dan

posisinya dimana dia berhak mendapatkan kenaikan harga kontrak karena perubahan

pekerjaan. Tak ada format tertentu yang diperlukan untuk pengajuan klaim. Akan tetapi

klaim tersebut haruslah ditata/diatur secara logis dan berisi fakta pernyataan klaim dalam

Page 20: KLAIM KONSTRUKSI

sebanyak mungkin rincian yang diperlukan untuk menyajikan pandangan Penyedia Jasa,

juga harus berisi atau merujuk pada dokumen-dokumen pokok dan pasal-pasal kontrak,

laporan-laporan dari saksi ahli dan foto-foto dan juga harus berisi dasar hukum dan kontrak

dari klaim tersebut untuk menunjukkan bahwa Penyedia Jasa berhak mendapatkan kenaikan

nilai kontrak.

Banyak Penyedia Jasa dan Sub-Penyedia Jasa mengatakan keprihatinannya pada

pemberitahuan tentang klaim mengakibatkan hubungan jelek dengan Pengguna Jasa.

Sesungguhnya klaim tak perlu menyebabkan perselisihan jika ditangani dengan benar dan

taktis dan jika pihak lain dapat dibuat mengerti bahwa pemberitahuan tersebut diperlukan

sesuai kontrak.

Sebagai tambahan untuk memperkuat klaim mengenai kompensasi tambahan Penyedia Jasa

atau Sub Penyedia Jasa harus mengajukan klaim tambahan waktu yang diperlukan untuk

perubahan pekerjaan dalam batas penyelesaian tersebut dalam kontrak. Jika Penyedia Jasa

atau Sub-Penyedia Jasa melampaui batas ini, kemungkinan dia akan dikenakan ganti rugi

kelambatan. Penyedia Jasa atau Sub Penyedia Jasa mudah dikenakan ganti rugi kelambatan

karena uangnya dapat dipotong dari pembayaran termijn atau uang retensi.

Kebanyakan Penyedia Jasa dan Sub-Penyedia Jasa diminta berdasarkan kontrak untuk

mengajukan klaim perpanjangan waktu jika proyek terlambat karena suatu sebab untuk

menghindari ganti rugi kelambatan.

Sebagai contoh, jika Pengguna Jasa secara lisan memberitahukan kerja tambah kepada

Penyedia Jasa yang akan menyebabkan penyelesaian pekerjaan terlambat, Penyedia Jasa

harus mengajukan klaim perpanjangan waktu dalam batas waktu tertentu setelah menerima

perintah.

Page 21: KLAIM KONSTRUKSI

Penyedia Jasa dapat melindungi dirinya mengenai hal ini dengan mengirim

satu surat kepada Pengguna Jasa yang berisi dua pernyataan :

1. Penyedia Jasa telah diperintahkan untuk melaksanakan pekerjaan tambah (jelaskan disini

pekerjaan apa) yang menyebabkan dia menanggung biaya tambahan. Klaim untuk tambahan

biaya akan diajukan kemudian (atau diajukan sekarang bila dketahui).

2. Pekerjaan tambah tersebut akan memperlambat penyelesaian pekerjaan, dan Penyedia

Jasa mengajukan klaim perpanjangan waktu untuk melaksanakna pekerjaan tambah.

Jadi, bila proyek terlambat, diperlukan 2 macam klaim - perpanjangan waktu dan tambahan

biaya. Kesalahan yang biasa terjadi dari Penyedia Jasa yang melaksanakan pekerjaan

tambah hanya mengajukan klaim tambahan biaya dan melalaikan klaim perpanjangan

waktu.

Jika perubahan pekerjaan menyebabkan Penyedia Jasa terlambat dan dia lupa minta

perpanjangan waktu maka dia terpaksa mempercepat pekerjaan dengan biayanya sendiri

untuk menghindari ganti rugi atas keterlambatan.

Para Penyedia Jasa Pemerintah harus mematuhi dengan sejujur-jujurnya ketentuan-

ketentuan perundingan yang diatur dalam Armed Services Procurement Act bila mereka

mengajukan klaim-klaim. Menurut peraturan ini, Penyedia Jasa harus mengajukan biaya

atau data harga, menyatakan bahwa data tersebut akurat/benar, lengkap dan up to date

(mutakhir) dan setuju untuk penyesuaian bila data yang disampaikan tidak akurat.

Beberapa instansi Pemerintah memiliki format rinci untuk menghimpun keterangan-

keterangan klaim yang diperlukan dalam perudingan.

Pengajuan perubahan-perubahan sesuai waktu dapat mencegah kelebihan biaya,

kelambatan dan sakit hati pada proyek.

Page 22: KLAIM KONSTRUKSI

Untuk menghindari perubahan-perubahan yang terlambat dalam perencanaan konstruksi,

para Pengguna Jasa dapat tertolong dengan secara terus menerus meninjau kembali

perencanaan dan spesifikasi. Perencana dan Penyedia Jasa dapat juga secara terus menerus

meninjau pekerjaan sebelum dilaksanakan untuk mengurangi sengketa dan perubahan-

perubahan pada saat-saat terakhir.

Makin cepat perubahan dilakukan, makin berkurang biaya.

(Terjemahan bebas N. Yasin):

Sebagai suatu ilustrasi, dalam Pelatihan ini disajikan cara perusahaan Perancis yang

memenangkan tender proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang telah disinggung

sebelumnya.

Salah satu klaim perusahaan tersebut, menyangkut pekerjaan pemboran untuk membuat

terowongan pengelak yang panjangnya beberapa ribu meter. Pada waktu tender, rupanya

perusahaan ini telah mengetahui jenis batuan di lokasi yang akan dibuat terowongan tersebut

jauh lebih keras dari yang tersebut dalam dokumen tender. Hal ini tidak ditanyakan dalam

rapat sebelum pemasukan penawaran (prebid meeting) karena perusahaan tersebut melihat

hal ini suatu peluang besar untuk mengajukan klaim.

Oleh karena itu dia mengajukan penawaran yang harganya di bawah penawaran lain sehingga

dia memenangkan tender tersebut.

Pada waktu melaksanakan pekerjaan terowongan tersebut terbukti dugaan perusahaan

tersebut tidak salah. Mata bor yang dipakai ternyata tidak mampu menembus batu-batuan dan

patah. Pekerjaan segera dihentikan, mata bor yang patah dan contoh batu-batuan setelah

difoto, dikirim kelaboratorium independen di Perancis. Hasil Laboratorium menyebutkan

dengan pasti kekerasan batuan tersebut menurut Skala Mohr yang ternyata lebih keras dari

kekerasan batu yang tercantum dalam dokumen tender. Hal inilah yang ditunggu perusahaan

Page 23: KLAIM KONSTRUKSI

tersebut. Selain itu laporan laboratorium juga merekomendasikan agar dipakai mesin bor

khusus dengan menggunakan mata bor dengan memakai intan. Hasil penelitian sebab-sebab

mata bor itu patah juga membuktikan bahwa jenis mata bor tersebut patah karena dipakai

untuk jenis batuan yang lebih keras.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas perusahaan itu menyusun klaim tambahan waktu dan

tambahan biaya sebagai berikut :

1. Klaim perpanjangan waktu

a) Waktu demobilisasi mesin bor yang lama

b) Waktu mobilisasi mesin bor yang baru (didatangkan dari Brasilia)

c) Tambahan waktu untuk pekerjaan lain akibat tertundanya pekerjaan terowongan.

2. Klaim Biaya

a) Biaya mobilisasi mesin bor yang baru

b) Tambahan biaya untuk pengeboran batuan yang lebih keras

c) Biaya tambahan untuk ahli mesin bor yang baru

d) Tambahan biaya overhead karena waktu pelaksanaan bertambah

e) Sewa tambahan untuk sewa peralatan yang idle karena menunggu mesin bor yang baru

Oleh karena klaim-klaim tersebut didukung data yang akurat, hampir seluruhnya diterima dan

dibayar oleh Pengguna Jasa.

Ditambah dengan klaim-klaim lain maka seluruh klaim (menurut keterangan) sudah hampir

sama dengan nilai kontrak asli

Page 24: KLAIM KONSTRUKSI

Dari uraian tersebut di atas terlihat bahwa klaim yang berdasarkan data yang akurat (bukan

karangan atau mengada-ada) seharusnya diterima. Terlihat pula disini bahwa sesungguhnya

Pengguna Jasa ikut memberikan sumbangan pada klaim ini yaitu kekurang telitian

menyampaikan data lapangan sewaktu tender dan ini memang hal yang sering terjadi.

Berdasarkan hal tersebut diatas perusahaan tersebut dijuluki “Claim Artist”.

3.6. Analisis Klaim.

Bila suatu klaim muncul, misalkan dari Penyedia jasa kepada Pengguna Jasa (ini yang sering

terjadi) maka klaim tersebut harus dianalisis dengan cermat.

Pertama-tama Pengguna Jasa harus meneliti apakah klaim tersebut berdasarkan fakta yang

dapat dibuktikan. Kemudian dianalisis dasar hukumnya seperti kesesuaian dengan kontrak

atau peraturan perundang-undangan dan akhirnya tentu saja meng-analisis biaya yang

diminta.

Membuktikan apakah klaim tersebut berdasarkan fakta serta sesuai kontrak tidaklah terlalu

sukar karena rujukannya jelas.

Akan tetapi analisis biaya tidaklah mudah dan dapat bervariasi sesuai kecerdikan Penyedia

Jasa seperti memasukkan tambahan biaya untuk pekerjaan yang sesungguhnya tidak berubah

tapi terpengaruh pelaksanaannya karena ada pekerjaan yang berubah. Kemudian Penyedia

Jasa juga klaim biaya sewa alat yang menganggur/idle, biaya overhead, tambahan biaya uang

karena ada perpanjangan waktu dlsb.

Robert D. Gilbreath dalam bukunya “MANAGING CONSTRUCTION CONTRACTS”

halaman 208 mengupas analisis klaim ini sebagai berikut:

“Analisis Klaim-Klaim.

Page 25: KLAIM KONSTRUKSI

Untuk mempertimbangkan manfaat-manfaat dari klaim dan menentukan tambahan

kompensasi apa yang diizinkan (bilamana ada), Pengguna Jasa harus menganalisis secara

seksama klaim tersebut dalam 3 tahapan yaitu:

(1) analisis secara faktual (apa sesungguhnya yang terjadi)

(2) analisis secara hukum atau berdasarkan kontrak (apakah benar Penyedia Jasa berhak

mengajukan klaim)

(3) analisis biaya (berupa biaya tambahan uang atau waktu harus diberikan kepada

Penyedia Jasa).

Analisis klaim secara faktual dan hukum lebih mudah jika anda mempunyai bentuk

pengawasan yang cocok, rincian data, pengawasan perubahan yang tersusun, penetapan

kemajuan pekerjaan dan pembayaran yang obyektif dan sebagainya.

Akan tetapi, sungguh mengejutkan berapa luas analisa biaya dapat bervariasi dari keadaan

fakta dan hukum yang sama.

Inilah daerah pembelaan klaim – analisa biaya – yang mengandung resiko tertinggi dan

menuntut perhatian terbesar dari Pengguna Jasa.

Ada dua metoda yang nyata untuk menghitung biaya-biaya klaim :

1. metoda biaya total

2. metoda kenaikan biaya.

Dengan metoda biaya total, Penyedia Jasa secara sederhana membandingkan biaya

sebenarnya dari pelaksanaan suatu pekerjaan atau bagian pekerjaan dengan biaya yang

diharapkan (atau biaya pada waktu penawaran atau harga kontrak). Perkiraan atau

Page 26: KLAIM KONSTRUKSI

asumsinya adalah bahwa semuakenaikan biaya yang diderita Penyedia Jasa merupakan

klaim.

Tidak perlu disebut, kebanyakan Pengguna Jasa menanggapi secara negatif pendekatan

metoda biaya total ini. Masalah utama adalah Penyedia Jasa harus membuktikan bahwa

pekerjaan yang di rubah di laksanakan seefisien mungkin. Ini sukar dilaksanakan.

Walaupun pendekatan ini dapat menyakinkan “batas atas” dari biaya klaim yang

diperlukan, hal ini biasanya tidak berdaya guna dalam mencari penyelesaian.

Metoda kenaikan biaya lebih dianjurkan dibandingkan dengan metode biaya total karena

beberapa alasan. Pertama-tama, metode ini mensahkan kenaikan-kenaikan biaya yang

timbul dari kondisi-kondisi lain dari yang terhutang pada fakta-fakta klaim (in-efisiensi

Penyedia Jasa, nasib buruh, faktor-faktor yang tidak berkaitan dengan klaim itu sendiri).

Kedua, pendekatan ini memungkinkan biaya-biaya diperkirakan untuk unsur-unsur

pekerjaan yang berlainan dibawah penetapan parameter biaya yang adil.

Seringkali dengan filosofi biaya total, suatu unsur kenaikan biaya yang tidak pada

tempatnya, bila dimasukkan kedalam klaim, mengaburkan atau menodai unsur-unsur yang

bermanfaat, sehingga mengurangi efektifitas klaim. Selain itu metode kenaikan biaya menitik

beratkan pada penyebab dan pengaruh dalam satu nada. Dengan metode kenaikan biaya,

para Penyedia Jasa mengaitkan setiap tambahan biaya dengan setiap fakta penyebab,

misalnya : Pengarahan anda adalah pemadatan tanah dilakukan dengan alat pemadat

tangan yang seharusnya menggunakan mesin giling menyebabkan kami menanggung

kenaikan biaya.

Yang paling penting, metode kenaikan biaya memungkinkan peningkatan pemecahan dengan

mudah, unsur-unsur pemecahan dapat dipisahkan dan ditangani dengan cepat, sementara

lebih banyak sengketa tertunda.

Page 27: KLAIM KONSTRUKSI

(Terjemahan bebas N. Yasin):

3.7. Jenis-Jenis Klaim.

Di antara beberapa jenis klaim, akan ditinjau 2 (dua) jenis klaim yang paling sering terjadi

yaitu klaim yang timbul akibat keterlambatan penyelesaian pekerjaan. Klaim jenis ini

biasanya mengenai permintaan tambahan biaya dan tambahan waktu.

Selain itu terdapat pula jenis klaim lain sebagai akibat kelambatan tadi yaitu klaim atas biaya

tak langsung (overhead). Penyedia Jasa yang terlambat menyelesaikan suatu pekerjaan karena

sebab-sebab dari Pengguna Jasa, meminta penggantian tambahan biaya overhead dengan

alasan biaya ini bertambah karena pekerjaan belum selesai.

Walaupun klaim kelambatan kelihatannya sederhana saja, namun dalam kenyataannya tidak

demikian. Misalnya Penyedia Jasa hanya diberikan tambahan waktu pelaksanaan tanpa

tambahan biaya karena alasan-alasan tertentu.

Di lain kejadian Penyedia Jasa selain mendapat tambahan waktu mendapatkan pula konpensi

lain.

Kemungkinan lain, Penyedia Jasa tidak mendapatkan seluruh klaim kelambatan yang diminta

karena tidak seluruh kelambatan tersebut kesalahan Pengguna Jasa. Penyedia Jasa juga

mempunyai andil dalam kelambatan tersebut yang terjadi secara tumpang tindih.

Mengenai klaim kelambatan pelaksanaan ini (delay claims), Robert D. Gilbreath dalam

bukunya, “”MANAGING CONSTRUCTION CONTRACTS” halaman 209 – 210 menulis

sebagai berikut :

 “Klaim-Klaim Kelambatan.

Page 28: KLAIM KONSTRUKSI

Salah satu jenis klaim yang paling sering terjadi adalah Pengguna Jasa, Penyedia Jasa lain

atas kondisi-kondisi lapangan menyebabkan Penyedia Jasa terlambat. Dalam banyak kasus

klaim tersebut berupa tambahan waktu dan biaya.

Kebanyakan Pengadilan menjumpai tiga macam klaim yang jelas, dan cara penyelesaian

tergantung pada macam yang terkait.

Ketiga macam klaim tersebut adalah :

1. Kelambatan yang dapat diterima (execusable delay).

Untuk hal ini, Penyedia Jasa hanya diberikan perpanjangan waktu, tapi tidak tambahan biaya

atau pembebasan lainnya.

2. Kelambatan-kelambatan dengan konpensasi (ganti kerugian).

Disini Penyedia Jasa tidak saja diberikan perpanjangan waktu (jika hal itu dapat

ditunjukkan bahwa perpanjangan waktu tersebut perlu) tapi juga tambahan ganti

rugi/konpensasi.

3. Kelambatan-kelambatan yang berbenturan.

Disini maksudnya adalah kelambatan tersebut sebagian karena kesalahan Pengguna Jasa

dan sebagian lagi karena kesalahan Penyedia Jasa dan periode kelambatannya tumpang

tindih atau berbenturan. Sebagai contoh : Pengguna Jasa mungkin terlambat menyerahkan

peralatan kepada Penyedia Jasa untuk dipasang atau terlambat mendapatkan izin bangunan

(IMB) atau otorisasi daerah sehingga Penyedia Jasa tidak dapat mulai kerja. Misalkan

kelambatan ini menunda mulainya pekerjaan dari 1 Januari sampai 1 Juli (6 bulan

keterlambatan Pengguna Jasa). Disamping itu Penyedia Jasa tidak dapat menyelesaikan

gambar-gambar kerja atau jaminan pelaksanaan (atau beberapa kewajiban lain) dalam

periode 1 April sampai dengan 1 Juli (3 bulan keterlambatan Penyedia Jasa). Dengan kata

Page 29: KLAIM KONSTRUKSI

lain, Penyedia Jasa terlambat 3 bulan karena masalah mereka sendiri, terlepas apakah

Pengguna Jasa terlambat atau tidak. Masa dari 1 April sampai 1 Juli adalah masa tumpang

tindih – berbenturan. Jika semua dapat dibuktikan, Penyedia Jasa hanya diberikan

perpanjangan waktu selama 3 bulan yaitu periode Januari – April – 3 bulan kelambatan

semata-mata masalah Pengguna Jasa. Bila kedua pihak bersalah, kelambatan diistilahkan

sebagai berbenturan, dan tidak ada satu pihak pun mendapat pembebasan. Kelambatan-

kelambatan yang tumpang tindih ini sungguh menjadi rumit bila kelambatan dari satu

Penyedia Jasa menyebabkan kelambatan Penyedia Jasa lain, Sub Penyedia Jasa dan

seterusnya. Menguraikannya adalah suatu tantangan besar dan biasanya memerlukan

analisis dari ahli secara sungguh-sungguh seperti menyusun program jadual CPM dan

sebagainya. Klaim-klaim kelambatan hampir selalu mengarah pada permintaan waktu dan

uang. Beberapa unsur biaya yang biasa yang meningkat sebagai akibat dari waktu (biaya-

biaya waktu peka) adalah:

1. bunga bank (interst)

2. asuransi

3. overhead kantor pusat

4. biaya umum

5. penyewaan

6. pemeliharaan alat

7. pemasokan materal

8. dukungan teknik

9. administrasi kontrak

Page 30: KLAIM KONSTRUKSI

10. mutu program administrasi

11. pengamanan

12. pengawasan

13. perpanjangan atau kehilangan masa jaminan

14. ganti rugi

15. penyimpanan dan perlindungan material.

Berhutang kepada semua hal tersebut diatas dan lebih lagi mudah dilihat mengapa

kelambatan yang diizinkan sangat jarang – jika waktu diberikan, uang biasanya diberikan

juga (klaim ganti rugi).

Penggunaan paling biasa dari keterlambatan yang diizinkan adalah bila diberikan dimuka –

Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa setuju mengenai penundaan untuk kebaikan salah satu

pihak atau keduanya.

(Terjemahan bebas N. Yasin):

Mengenai biaya-biaya umum (overhead) dalam klaim-klaim, Robert D. Gilbreath dalam

bukunya “MANAGING CONSTRUCTION CONTRACT” pada halaman 210 – 211 menulis

sebagai berikut :

“Biaya-Biaya Umum Dalam Klaim.

Dapatkah Penyedia Jasa menagih biaya-biaya umum kepada Pengguna Jasa, hanya karena

kelambatan ?.

Dengan kata lain, jika Pengguna Jasa memperlambat Penyedia Jasa selama dua bulan, dan

disamping biaya-biaya langsung dan terkait seperti tersebut diatas Penyedia Jasa managih

Page 31: KLAIM KONSTRUKSI

overhead kantor pusat – apakah harus dibayar ?. Kebanyakan orang menolak dugaan ini

segera, tetapi hal ini mempunyai manfaat – dan telah dibenarkan dalam kasus per kasus.

Apa yang menyebabkan biaya overhead naik ?. Sebagai contoh pertimbangkan gaji seorang

Direktur Utama Penyedia Jasa, pengeluaran-pengeluaran perusahaan staf perusahaan,

tagihan-tagihan umum pada kantor pusat, pengeluaran gedung, pajak real estate, biaya

iklan dan seterusnya. Biaya-biaya ini tidak khusus dibebankan pada salah satu kontrak, tapi

diperhitungkan dengan menyebarkannya kepada semua kontrak dan termasuk secara tidak

langsung dalam harga penawaran Penyedia Jasa.

Jika kontrak yang terlambat dari satu tahun menjadi dua tahun pelaksanaan, biaya-biaya ini

berjalan terus tidak pandang apakah ia proporsional terhadap jumlah pekerjaan

sesungguhnya ada atau tagihan yang terjadi.

Pengadilan telah mengizinkan biaya overhead dalam situasi kelambatan. Rationya beraneka,

tetapi biasanya berkisar :

1. dokumen kontrak (apa yang disebutkan tentang unsur biaya ini)

2. apakah biaya-biaya klaim ini diizinkan (apakah sudah dimasukkan dalam biaya kontrak

lain)

3. unsur-unsur apa saja yang dimasukkan (keanggotaan golf Direktur Utama).

4. Bagaimana biaya-biaya perusahaan ini dialokasikan keseluruh kontrak.

Isu final ini menjadi prinsip pembukuan yang hanya diketahui beberapa orang saja

sehubungan dengan pengumpulan biaya, metoda pengalokasian beban yang dipakai dan

disebar.

Page 32: KLAIM KONSTRUKSI

Mencukupi untuk menyatakan bahwa biaya-biaya kelambatan sering lebih tinggi dari yang

disadari Pengguna Jasa dan harus dipertimbangkan dengan sangat hati-hati sebelum

kelambatan dibuktikan atau diizinkan terjadi.

Sebuah butir penting lain muncul disini. Tidak ada maaf untuk kekurangan pelatihan atau

kesadaran pada isu ini – untuk klaim-klaim yang tidak peka.

Jika anda terlibat dalam konstruksi, dalam hal apa saja, anda harus tahu bagaimana

keputusan anda mengenai kepekaan waktu dan biaya dan harus siap untuk menikmati atau

menanggung konsekwensi sebelum hal tersebut diambil.

Hal ini berarti bahwa semua orang harus mengetahui dasar-dasar pengajuan dan

pembelaan klaim, macam-macam biaya yang dapat terlibat dan pengelolaan kontrak yang

kritis. Bahwa sistim biaya dan jadual adalah penting bukan saja untuk pengawasan kontrak

tapi juga untuk perlindungan klaim.

Hal yang sama juga benar untuk dokumentasi, pelaporan kontrak, catatan pembukuan yang

sangat teliti. Klaim yang berkembang menjadi tuntutan hukum sering terjadi beberapa

tahun-tahun sesudah semua orang yang bertanggung jawab telah pindah atau melupakan

apa yang terjadi.

Hal itu mengenai seseorang dari mereka untuk membuat anda seorang yang percaya pada

sistim pengelolaan kontrak dan pengawasan kontrak.

(Terjemahan bebas N. Yasin):

4. Perkembangan Kejadian Suatu Klaim.

Dalam paragrap ini akan diuraikan bagaimana proses klaim yang terjadi sebagai akibat

perubahan yang diperintahkan atau diminta.

Page 33: KLAIM KONSTRUKSI

Hal ini dijelaskan oleh Robert D. Gilbreath dalam bukunya : “MANAGING

CONSTRUCTION CONTRACTS” halaman 213 secara grafis sebagaimana tertera dalam

halaman 33.

Penjelasan dari diagram tersebut adalah sebagai berikut :

4.1. Perubahan Pekerjaan.

Klaim berawal dari terjadinya suatu perubahan pekerjaan.

Perubahan pekerjaan ini terdiri dari 2 (dua) kemungkinan :

· Diketahui sebelumnya

· Tidak diketahui sebelumnya.

4.2. Pemberitahuan.

Bila perubahan pekerjaan diketahui sebelumnya, maka langkah selanjutnya adalah melakukan

pemberitahuan kepada Pengguna Jasa.

4.3. Permintaan Perubahan.

Bila perubahan pekerjaan tidak diketahui sebelumnya maka perubahan pekerjaan tersebut

dinamakan perubahan tidak resmi.

Untuk ini Penyedia Jasa mengajukan Permintaan Perubahan kepada Pengguna Jasa.

 4.4. Penerbitan Perintah Perubahan.

Apabila Pemberitahuan dan atau Permintaan Perubahan disetujui maka Pengguna Jasa wajib

menerbitkan Perintah Perubahan Pekerjaan.

 4.5. Klaim.

Page 34: KLAIM KONSTRUKSI

Apabila Pemberitahuan dan atau Permintaan Perubahan tidak disetujui Pengguna Jasa maka

Penyedia Jasa mengajukan klaim.

Bila klaim disetujui diterbitkan Perintah Perubahan Pekerjaan.

 4.6. Arbitrase/Pengadilan.

Apabila klaim tidak disetujui, Penyedia Jasa dapat mengajukan penyelesaian sengketa lewat

Arbitrase atau Pengadilan (sesuai kesepakatan dalam kontrak).

4.7. Amandemen Kontrak.

Setelah terbit perintah perubahan harus diikuti dengan penerbitan Amandemen Kontrak.

PERKEMBANGAN KEJADIAN SUATU KLAIM.

5. Prosedur Penanganan Klaim.

5.1. Administrasi Kontrak.

Dalam menangani klaim, fungsi Administrasi Kontrak memegang peranan yang sangat

penting, bahkan dapat dikatakan bahwa berhasil tidaknya penyelesaian suatu klaim sangat

tergantung dari kerapihan dan kecermatan memelihara dan mengelola Administrasi kontrak

sejak saat kontrak ditanda tangani.

Kelalaian, kecerobohan serta kurang terpeliharanya arsip-arsip dan data-data kontrak lainnya

termasuksurat menyurat antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa akan sangat melemahkan

perjuangan dalam penanganan masalah klaim. Sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa

sasaran pertama dari pengelolaan kontrak adalah menghilangkan atau setidaknya mengurangi

kemungkinan terjadinya suatu klaim.

5.2. Manajer Kontrak/Administrator Kontrak.

Page 35: KLAIM KONSTRUKSI

Seperti proses dalam perubahan pekerjaan, Manajer Kontrak/Administrator Kontrak biasanya

bertugas menangani klaim, mulai sejak klaim muncul sampai dengan penyelesaiannya.

Tentu saja dengan otoritas dari Pengguna Jasa/Penyedia Jasa jika suatu klaim terjadi, Manajer

Kontrak/Administrator Kontrak melakukan hal-hal berikut :

a. Harus yakin hal tersebut secara manajerial benar

b. Menganalisis klaim dengan teliti

c. Mencatat dan mengarsipkan dengan cermat

d. Menyelesaikannya sesegera mungkin.

Semua diskusi, surat-menyurat dokumen-dokumen pendukung dan sebangsanya yang

berhubungan dengan klaim harus diperoleh dan dihimpun untuk dievaluasi apakah klaim

tersebut dapat diterima atau ditolak.

5.3. Evaluasi.

Manajer Kontrak/Administrator Kontrak kemudian memimpin suatu usaha penelitian secara

mendetail termasuk didalamnya :

a. Mewawancarai orang-orang yang bersangkutan dari pihak Pengguna Jasa.

b. Mempelajari dokumen kontrak, arsip proyek, laporan-laporan yang mungkin diperlukan

untuk menganalisis klaim.

5.4. Bahan-Bahan Evaluasi.

Untuk melaksanakan evaluasi dengan baik diperlukan dokumen-dokumen yang mencakup

hal-hal berikut :

a. Dokumen Kontrak

Page 36: KLAIM KONSTRUKSI

b. Perubahan-perubahan pekerjaan

c. Ringkasan pekerjaan tambah/kurang yang telah disetujui.

d. Risalah rapat

e. Korespondensi dengan Penyedia Jasa

f. Jadual pelaksanaan

g. Photo-photo dokumentasi proyek

h. Laporan harian dan sebagainya.

5.5. Analisis.

Apabila seluruh arsip-arsip klaim sudah lengkap maka Manajer Kontrak/Administrator

Kontrak meminta bantuan orang-orang proyek lainnya untuk menganalisis dan menyiapkan

tanggapan atas klaim tersebut.

5.6. Perintah Perubahan.

Sekali klaim tersebut telah diselesaikan maka Perintah Perubahan Pekerjaan harus

diterbitkan. Dalam hal ini semua perubahan terhadap kontrak harus diawasi dan

didokumentasikan dengan baik.

5.7. Penyelesaian Klaim.

Apabila cara penanganan klaim seperti diatas tidak mencapai persetujuan, maka dapat

ditempuh melalui pengadilan atau arbitrasi.

Catatan :

Seluruh prosedur tersebut diatas yaitu butir 5.1 hingga butir 5.7 dapat pula dilakukan oleh

Penyedia Jasa apabila inisiatip klaim datang dari pihak Penyedia Jasa.

Page 37: KLAIM KONSTRUKSI

Selanjutnya Robert D. Gilbreath dalam bukunya “MANAGING CONSTRUCTION

CONTRACTS” halaman 212 – 214 menguraikan prosedur penanganan klaim yang

dianjurkan sebagai berikut :

Seperti proses perubahan pekerjaan, Manajer Kontrak biasanya bertugas menangani klaim

sejak permohonan sampai penyelesaian.

Dan seperti beberapa proses lain yang diuraikan disini, dia bertindak lebih sebagai

koordinator daripada sebagai kuasa Pengguna Jasa.

Sasaran pertama dari pengelolaan kontrak adalah menghilangkan atau mengurangi

timbulnya kondisi rangsangan klaim dan klaim itu sendiri. Akan tetapi bila sebuah klaim

disajikan, Administrator Kontrak harus meyakini bahwa hal tersebut memberikan

pandangan pengelolaan yang tepat, dengan hati-hati dianalisis dan didokumentasikan, dan

secara wajar diperbaiki selekas mungkin. Beberapa hal adalah seperti perusakan moral

pegawai Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa sebagai hal yang pahit seperti klaim yang tidak

terselesaikan.

Semua percakapan, korespondensi, dokumen pendukung dan sebangsanya, mengenai klaim

harus diperoleh dan dihimpun. Arsip terpisah harus dipelihara untuk setiap klaim dan harus

termasuk rekaman dari bagian kontrak yang menyangkut klaim, hasil dari analisis faktual,

hukum dan biaya dan dokumen-dokumen lain yang mungkin dapat membantu penolakan

atau penyelesaian klaim.

Setiap klaim yang diterima Pengguna Jasa harus diteruskan ke Manajer Kontrak. Dia harus

membuat arsip klaim dan mencatat klaim tersebut dalam suatu usulan atau buku daftar

klaim untuk maksud penelusuran.

Jika tambahan informasi diperlukan dari Penyedia Jasa, hal ini harus dicatat dalam buku

daftar klaim dan Penyedia Jasa diminta untuk menyediakannya.

Page 38: KLAIM KONSTRUKSI

Kemudian Manajer Kontrak menyelenggarakan usaha penelitian rinci termasuk diantara

tugas-tugas lain, wawancara dengan personalia Pengguna Jasa yang terkait,

Manajer Kontrak, arsip proyek dan laporan-laporan dan himpunan dokumentasi yang akan

diperlukan untuk menganalisis klaim.

Dokumentasi termasuk kontrak itu sendiri, perubahan-perubahan pekerjaan, ikhtisar

pekerjaan tambah dan persetujuan-persetujuan, risalah-risalah rapat, korespondensi dengan

Penyedia Jasa, jadual yang dibuat Penyedia Jasa, foto-foto proyek, aktivitas harian atau

laporan kemajuan pekerjaan, catatan waktu, perkiraan progres dan penagihan dan catatan

telepon.

Sekali arsip klaim telah lengkap, Manajer Kontrak menyusun daftar bantuan dari personal

proyek dalam menganalisis klaim dan menyiapkan tanggapan kepada Penyedia Jasa. Orang-

orang yang dilibatkan termasuk Manajer Konstruksi, insinyur-insinyur perencana, insinyur

biaya, pembuat jadual proyek dan sebagainya.

Usaha mereka seharusnya menyusun dan mengkoordinasikan tugas dari analisis yang

objektif dan tanggapan yang wajar.

Manajer Kontrak tidak pernah harus menyetujui kenaikan biaya dengan Penyedia Jasa atau

pembebasan lain tanpa otoritas yang tepat dan dianjurkan bahwa Proyek Manajer atau

Kepala Perwakilan Pengguna Jasa memimpin semua perundingan dengan Penyedia Jasa.

Sekali lagi, peranan Manajer Kontrak adalah penasehat mengenai otoritas kontrak

Pengguna Jasa, tidak perlu sebagai penyelenggara kontrak, walaupun hal ini diizinkan jika

Pengguna Jasa menginginkannya.

Sekali klaim telah terselesaikan, perubahan pekerjaan harus diterbitkan untuk mendukung

keputusan klaim.

Page 39: KLAIM KONSTRUKSI

Dalam hal ini semua perubahan kontrak apakah atas inisiatip Pengguna Jasa (pembentukan

dan mengakibatkan perubahan pekerjaan) atas dasar inisiatip Penyedia Jasa (pengajuan

klaim dan berakibat perubahan pekerjaan) diawasi dan didokumentasikan dengan cara yang

sama.

Jika keputusan mengenai klaim tidak mungkin tanpa melibatkan manajemen Pengguna Jasa

yang lebih tinggi, Manajer Kontrak menyiapkan dan mengajukan unsur-unsur klaim dan

analisnya dan membantu proses sesuai kebutuhan. Walaupun kecenderungan adalah kuat,

Manajer Kontrak tidak harus secara emosional  terlibat dalam sengketa,tetapi ketimbang

menerima tantangan untuk menangani setiap klaim berdasarkan usahanya sendiri lebih

lama, melibatkan dan meng-koordinasikan usahanya dengan personel proyek yang

berkaitan, bertanggung jawab, menyusun dan merekomendasikan proses.

(Terjemahan bebas N. Yasin)

6. Contoh-Contoh Kasus Klaim yang Baik.

Robert D. Gilbreath dalam bukunya “MANAGING CONSTRUCTION CONTRACTS”

halaman 214 – 215 memberikan 3 (tiga) contoh kasus klaim yang baik. Ringkasannya adalah

sebagai berikut :

a. Kasus 1.

Pengguna Jasa dari suatu komplek industri yang sedang dibangun, baru-baru ini mengirimkan

seorang insinyur mesin mengikuti seminar 3 hari mengenai teknik pemeriksaan pengelasan.

Ketika pulang, dengan penuh antusias mengenai inspeksi radiografi untuk mengetahui cacat

pengelasan, dia merubah spesifikasi untuk proses penanaman pipa uap tepat setelah Penyedia

Jasa melaksanakan pekerjaan tersebut.

Page 40: KLAIM KONSTRUKSI

Karena pemeriksaan dilakukan oleh perusahaan lain yang disewa Pengguna Jasa tidak ada

perubahan pekerjaan. Setelah beberapa bulan bekerja, Penyedia Jasa yang memasang pipa

mengajukan klaim sebesar Rp.2.000.000.000,- sebagai tambahan kompensasi karena

inefisiensi dan campur tangan disebabkan kenaikan proses pengawasan.

Singkatnya klaim tersebut sebagai berikut :

Spek asli hanya minta pemeriksaan pengelasan secara visual namun inspeksi periodik dengan

X-Ray menyebabkan pengelasan pipa terhenti pada saluran terbuka karena tukang las takut

kena radiasi.

Banyak pengelasan ditolak dan harus diulang dan jadual bertambah hingga musim dingin

yang mengakibatkan inefisiensi dalam pengelasan.

Tambahan pengelasan karena ditolak membutuhkan tambahan empat tukang las. Karena

tukang las yang berkualitas sangat sulit di lokasi pekerjaan, perlu biaya tambahan untuk

mendatangkan dari luar, melatih atau mengganti tukang las lainnya.

b. Kasus 2.

Sebuah kontrak unit price dimenangkan oleh Penyedia Jasa listrik untuk pembangunan pusat

listrik.

Gambar berubah mengenai saluran kabel bawah tanah dan rute/jalannya kabel yang

ditetapkan secara tiba-tiba ketika tarikan kabel dimulai dalam pabrik.

Perubahan berdampak pada penambahan panjang kabel yang ditanam hanya sebanyak 10%

dari perkiraan asli dan Penyedia Jasa dibayar berdasarkan unit price untuk penambahan ini.

Akan tetapi Penyedia Jasa tetap mengajukan klaim sebagai kompensasi diatas jumlah tersebut

diatas untuk memperhitungkan :

Page 41: KLAIM KONSTRUKSI

- in-efisiensi dalam operasi. Jika kabel diukur, dipotong, ditarik dan kemudian dikeluarkan

lagi dan dibuang karena revisi Gambar perubahan ukuran kabel dan rute.

- In-efisiensi dalam pembelian dan pemotongan kabel, karena Penyedia Jasa tidak dapat

merencanakan penggunaan kabel sampai kepada panjang potongan kabel maksimum dari

standar gulungan kabel yang dibeli.

- Demobilisasi, waktu tunggu, dan remobilisasi dan angkatan kerja dari satu tempat ketempat

lain dari pabrik karena perubahan gambar kenyataan.

c. Kasus 3.

Kontrak lump sum untuk memasang genarator turbin untuk pusat listrik nuklir diberikan

kepada Penyedia Jasa A – Mekanikal.

Peralatan akan dipasok oleh kapal tongkang 2 minggu setelah Penyedia Jasa –A melakukan

mobilisasi lapangan. Cuaca yang membeku menyebabkan es memblokir sungai yang

bersebelahan dengan pusat listrik, dengan keterlambatan 2 bulan dalam penerimaan turbine

generator milik Pengguna Jasa. Untuk mengejar kehilangan waktu, proyek manajer

memerintahkan Penyedia Jasa –B untuk memulai instalasi sirkulasi pipa air dari bangunan

turbine ke menara pendingin.

Pada waktu generator turbine akhirnya tiba, Penyedia Jasa-A tidak dapat memindahkan

komponen-komponen berat dari dermaga tongkang ketujuan penempatannya dibangunan

turbin karena lubang galian pipa sedalam 7 meter terisi sebagian pipa air sirkulasi yang

menghalangi jalan masuk.

Penyedia Jasa-A mengajukan klaim sebagai tambahan kompensasi karena :

- Tenaga kerja dan peralatan menunggu 2 bulan karena es dan tambahan 2 bulan untuk

kelambatan lubang pipa.

Page 42: KLAIM KONSTRUKSI

- Gudang sementara untuk generator turbin di lapangan

- Percepatan kerja segera lubang pipa ditutup untuk mengatasi kehilangan waktu

- Kehilangan keuntungan karena tidak dapat menggunakan tenaga kerja dan peralatan untuk

pekerjaan lain.

7. Penyelesaian Sengketa Konstruksi.

7.1. Pengertian Sengketa Konstruksi

Dari uraian tentang Klaim Konstruksi telah diketahui bahwa pengertian klaim sesungguhnya

adalah sebuah permintaan (claim is a demand) mengenai tambahan kompensasi waktu, biaya

atau bentuk lain antara pihak yang berkontrak. Dalam suatu Proyek Konstruksi, klaim

bukanlah tuntutan atau gugatan yang terlanjur dianggap benar di negeri kita. Namun tidak

selalu klaim tersebut dapat diselesaikan atau dipenuhi. Dalam hal klaim tersebut tidak

terpenuhi atau terselesaikan, maka hal itu berarti telah terjadi sengketa antara para pihak yang

berkontrak. Inilah yang dimaksudkan dengan sengketa konstruksi yaitu sengketa yang terjadi

dalam Industri Konstruksi. Sengketa ini harus diselesaikan

7.2. Cara-Cara Penyelesaian Sengketa Konstruksi

7.2.1 Penyelesaian sengketa konstruksi dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu melalui :

a. Badan Peradilan (Pengadilan)

b. Arbitrase (Lembaga atau Ad Hoc)

c. Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Dalam Pelatihan ini titik berat cara penyelesaian sengketa adalah melalui Arbitrasekarena

cara inilah yang lebih banyak dipakai karena hal-hal yang akan diuraikan nanti

Page 43: KLAIM KONSTRUKSI

7.2.2 Pilihan penyelesaian sengketa ini harus secara tegas dicantumkan dalam kontrak

konstruksi dan sengketa yang dimaksud adalah sengketa perdata (bukan pidana). Misalkan

pilihan penyelesaian sengketa tercantum dalam kontrak adalah arbitrase. Dalam hal ini

Pengadilan tidak berwenang untuk mengadili sengketa tersebut seperti tersebut dalam

Undang-Undang Republik Indonesia No.30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa Pasal 3.

7.2.3 Dalam hal pilihan penyelesaian sengketa melalui Pengadilan maka prosedur dan

prosesnya mengikuti ketentuan-ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata

(KUHAP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) untuk perkara Perdata.

7.2.4 Dalam hal pilihan penyelesaian sengketa melalui Arbitrase harus dijelaskan dengan

tegas dalam kontrak konstruksi arbitrase apa yang dipilih (Lembaga atau Ad Hoc) termasuk

pula peraturan prosedur yang dipakai untuk menghindari persepsi yang berbeda antara para

pihak.

7.2.5 Oleh karena belakangan ini orang lebih cenderung memakai cara penyelesaian sengketa

melalui arbitrase karena alasan-alasan yang akan diuraikan kemudian maka penyelesaian

sengketa melalui arbitrase akan diuraikan lebih luas dalam Pelatihan ini.

7.3 Pengertian-Pengertian Arbitrase dan Arbiter.

Dalam bahasa Indonesia arbitrase berarti perwasitan. Orang yang melaksanakan tugas

arbitrase atau perwasaitan adalah arbiter atau wasit.

Bila kita ambil analogi dalam suatu pertandingan sepak bola, seorang wasit sama sekali tidak

boleh berpihak kepada salah satu kesebelasan. Tugasnya adalah mengawasi jalannya

pertandingan sesuai aturan permainan. Bila salah seorang atau beberapa orang pemain

melakukan pelanggaran maka dia harus menjatuhkan hukuman atau memberikan peringatan

tidak pandang dari kesebelasan mana orang tersebut berasal.

Page 44: KLAIM KONSTRUKSI

Hal ini penting diketahui karena masih banyak orang menganggap arbiter tersebut adalah

pembela mereka seperti di Pengadilan. Ini keliru besar.

Selanjutnya dikutip beberapa pengertian arbitrase dari berbagai sumber :

7.3.1 Prof. R. Subekti (Arbitrase Perdagangan : 1992) :

Penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang arbiter atau para arbiter

berdasarkanpersetujuan bahwa para pihak akan tunduk pada atau mentaati keputusan yang

diberikan oleh arbiter atau para arbiter yang mereka pilih atau tunjuk tersebut.

7.3.2 Black’s Law Dictionary   (1984) :

The reference of a dispute to an impartial (third) person chosen by the parties to the dispute

who agree in advance to abide by the arbitrator’s award issued after hearing at which both

parties have an opportunity to be heard. An arrangement for taking and abiding by the

judgement of selected persons in some disputed matter, instead of carrying it to establish

tribunals of justice, and is intended to avoid the formalities, the dalay, the expense and

vexation of ordinary litigation.

7.3.3 U.U.   R.I.   No.30/1999 tentang Arbitrsae dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 1

ayat   1  :

Cara penyelesaian satu sengketa perdata di luar peradilan umum yang berdasarkan

padaperjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.

7.4 Pilihan Arbitrase versus Pengadilan.

Dalam daftar berikut disajikan beberapa kelebihan dan keuntungan pilihan penyelesaian

sengketa melalui Lembaga Arbitrase dibandingkan dengan Lembaga Pengadilan.

LEMBAGA ARBITRASE LEMBAGA PENGADILAN

Page 45: KLAIM KONSTRUKSI

Bebas dan otonom

menentukan rules daninstitusi arbitrase;

Mutlak terikat pada hukum acara yang

berlaku (HIR, Rv).

Menghindari ketidakpastian (uncertainty)

akibat perbedaan sistem hukum dengan

negara tempat sengketa diperiksa, maupun

kemungkinan adanya keputusan Hakim

yang unfair dengan maksud apapun,

termasuk melindungi kepentingan domestik

yang terlibat sengketa.

Yang berlaku mutlak adalah sistem hukum

dari negara tempat sengketa diperiksa.

Keleluasaan memilih arbiter professional,

pakar (expert) dalam bidang yang menjadi

objek sengketa, dan independen dalam

memeriksa sengketa.

Majelis Hakim Pengadilan ditentukan oleh

Administrasi Pengadilan.

Waktu, prosedur, dan biaya arbitrase lebih

efisien. Putusan bersifat final and binding,

dan tertutup untuk upaya hukum banding

atau kassai;

Putusan pengadilan yang in kracht van

gewijsde membutuhkan waktu yang relatf

lama (> 5 thn jika sampai tingkat MARI).

Persidangan tertutup (non-publicity), dan

karenanya memberi perlindungan untuk

informasi atau data usaha yang bersifat

rahasia atau tidak boleh diketahui umum.

Terbuka untuk umum (kecuali kasus cerai).

Pertimbangan hukum lebih mengutamakan

aspek privat dengan pola win-win solution.

Pola pertimbangan Pengadilan dan

putusan Hakim adalah win-loose.

Putusan bersifat non-precedence, dan Yurisprudensi merupakan salah satu

Page 46: KLAIM KONSTRUKSI

karenanya untuk jenis dan sifat sengketa

yang sama sangat dimungkinkan adanya

putusan yang berbeda.

sumber hukum yang dapat diterapkan

dalam putusan perkara.

7.5 Ketentuan-Ketentuan Mengenai Arbiter :

7.5.1 Komposisi Arbiter :

a. Arbiter Tunggal

b. Majelis Arbiter terdiri dari tiga (tiga) orang Arbiter

7.5.2 Syarat Material Arbiter :

a. Cakap melakukan tindakan hukum;

b. Berumur paling rendah 35 tahun

c. Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua

dengan salah satu pihak bersengketa;

d. Tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas putusan arbitrase; dan

e. Memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif di bidangnya paling sedikit 15 tahun.

7.6 Syarat Formal Arbiter :

7.6.1 Wajib memberi persetujuan atau penolakan (tertulis) atas penunjukan dirinya menjadi

Arbiter;

7.6.2 Tidak dapat menarik diri setelah menjadi Arbiter, kecuali atas persetujuan para pihak

yang bersengketa. Dibutuhkan adanya penetapan Pengadilan jika para pihak tidak memberi

persetujuan;

Page 47: KLAIM KONSTRUKSI

7.6.3 Wajib mengganti kerugian kepada pihak yang dirugikan dalam sengketa jika memutus

sengketa lewat dari 6 (enam) bulan, tanpa alasan yang sah;

7.6.4 Wajib mengundurkan diri jika Hak Ingkar yang diajukan salah satu pihak yang

bersengketa terbukti.

7.7 Kelemahan Pilihan Arbitrase :

ARBITRASE LEMBAGA PENGADILAN

Honorarium arbiter, sekretariat dan

administrasi, relatif mahal. Tolok-ukur

jumlah umumnya ditentukan oleh nilai

klaim (sengketa). Apabila biaya ditolak

atau tidak dibayar oleh salah satu pihak,

maka pihak yang lain wajib membayarnya

agar sengketa diperiksa Arbitrase.

Biaya perkara relatif murah dan telah

ditentukan oleh MARI.

Relatif sulit untuk membentuk Majelis

Arbitrase apabila Lembaga Arbitrase Ad

Hoc

Tidak ada hambatan berarti dalam

pembentukan Majelis Hakim yang

memeriksa perkara.

Tidak memiliki juru sita sendiri sehingga

menghambat penerapan prosedur dan

mekanisme Arbitrase secara efektif.

Memiliki juru sita dan atau sarana

pelaksanaan prosedur hukum acara.

Page 48: KLAIM KONSTRUKSI

Putusan Arbitrase tidak memiliki daya

paksa yang efektif, dan sangat bergantung

kepada Pengadilan jika putusan tidak

dijalankan dengan sukarela.

Pelaksanaan Putusan dapat dipaksakan

secara efektif terhadap pihak yang kalah

dalam perkara.

Eksekusi Putusan Arbitrase cenderung

mudah untuk diintervensi pihak yang kalah

melalui lembaga peradilan (bantahan,

verzen), sehingga waktu realisasi

pembayaran ganti rugi menjadi relatif

bertambah lama.

Eksekusi Putusan yang telah memiliki

kekuatan hukum yang pasti, dapat

dilaksanakan meskipun kemudian ada

Bantahan atau Verzet.

7.8 Klausula Arbitrase Dalam Kontrak Konstruksi.

Undang-Undang R.I. No.30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa – Bab I : KETENTUAN UMUM, Pasal 1 ayat 3 menyebutkan tentang pengertian

perjanjian arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pelaku

sebelum timbul sengketa atau suatu perjanjian arbitrase sendiri yang dibuat para pihak setelah

timbul sengketa.

Jadi ada 2 kemungkinan terjadi perjanjian arbitrase yaitu sebelum sengketa timbul atau

sesudahnya.

Berikut di sajikan syarat-syarat/kententuan perjanjian arbitrase sebelum dan sengketa timbul :

KLAUSULA PERJANJIAN ARBITRASE

(SEBELUM TERJADI SENGKETA)

PENGERTIAN KONSEKUENSI YURIDIS

Kesepakatan yang tercantum dalam (suatu) 1. Menentukan kompetensi absolut

Page 49: KLAIM KONSTRUKSI

perjanjian tertulis yang dibuat para pihak

sebelum timbul sengketa.

Undang-Undang R.I. No.30 tahun 1999

tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa – Pasal 1 ayat 1.

arbitrase, di mana PN tidak berwenang

mengadili sengketa (U.U. No.30/1999)

Pasal 3;

2. PN wajib menolak dan tidak akan

campuran untuk menyelesaikan sengketa

yang terikat perjanjian arbitrase (U.U.

No.30/1999 Pasal 1).

KLAUSULA STANDAR

1. Kesepakatan (komitmen) para pihak

untuk melaksanakan arbitrase jika terjadi

sengketa dalam pelaksanaan kontrak.

2. Ruang lingkup (objek) arbitrase.

3. Lembaga arbitrase yang digunakan, dan

tata-cara penunjukan arbiter.

4. Rules dan prosedur yang digunakan.

5. Tempat dan bahasa yang digunakan.

6. Pilihan terhadap hukum substansi yang

berlaku;

KLAUSULA PERJANJIAN ARBITRASE

(SETELAH TERJADI SENGKETA)

SYARAT YANG HARUS DIMUAT KETERANGAN

a. Masalah sengketa 1. Perjanjian ini harus tertulis dan dalam

Page 50: KLAIM KONSTRUKSI

b. Nama lengkap dan tempat tinggal para

pihak

c. Nama lengkap arbiter dan tempat tinggal

arbiter atau lembaga arbitrase

d. Tempat arbiter atau majelis arbitrase

akan mengambil keputusan.

e. Nama lengkap sekretaris.

f. Kurun waktu penyelesaian sengketa;

g. Pernyataan kesediaan dari arbiter;

h. Pernyataan kesediaan dari pihak yang

bersengketa untuk menanggung segala

biaya yang diperlukan untuk penyelesaian

sengketa melalui arbitrase.

bentuk Notariil (akta Notaris).

2. Perjanjian arbitrase yang tidak memuat

semua syarat akan batal demi hukum (U.U.

No.30/1999 Pasal 9).

3. Perjanjian (klausula) Arbitrase tidak

batal disebabkan alasan/peristiwa :

a. Meninggalnya salah satu pihak;

b. Bankrutnya salah satu pihak;

c. Novasi (pembaruan hutang);

d. Insolvensi;

e. Pewarisan;

f. Berlakunya syarat hapusnya perikatan

pokok;

g. Pengalihan pelaksanaan perjanjian

pokok oleh pihak ketiga;

h. Berakhirnya atau batalnya perjanjian

pokok.

(U.U. No.30/1999 Pasal 10)

CONTOH KLAUSULA ARBITRASE

ARBITRASE AD HOC

Setiap perselisihan, sengketa atau tuntutan yang terjadi dalam pelaksanaan atau yang

Page 51: KLAIM KONSTRUKSI

berkenaan dengan perjanjian ini, termasuk namun tidak terbatas pada perbuatan

wanprestasi, pengakhiran atau sah tidaknya perjanjian, yang tidak dapat diselesaikan

melalui musyawarah (negosiasi) akan diselesaikan melalui arbitrase yang dilaksanakan di

(…………..) sesuai dengan ketentuan dan prosedur dalam Undang-UNDANG Nomor 30

Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

ARBITRASE AD HOC & PILIHAN RULE

Setiap perselihan, sengketa atau tuntutan apapun yang terjadi dalam pelaksanaan atau

yang berkenaan dengan perjanjian ini, akan diselesaikan melalui arbitrase yang

dilaksanakan di ( ………………………………) dengan ketentuan dan prosedur BANI.

ARBITRASE LEMBAGA & RULE

Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini akan diselesaikan dan diputus oleh Badan

Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut peraturan-peraturan prosedur arbitrase

BANI yang keputusannya mengikat kedua belah pihak yang bersengketa sebagai

keputusan dalam tingkat pertama dan terakhir.

ARBITRASE LEMBAGA & RULE (VARIATIF)

Any dispute, controversy or claim arising out of or relating to this contract, or the breach,

termination or invalidity thereof, shall be settled by arbitration in accordance with the

UNCITRAL Arbitration Rules as at the present in force. The appointing authority shall

be the ICC in accordance with the rules adopted by the ICC for this purpose.

7.9 Jalur Alternatif Penyelesaian Sengketa

7.9.1 Pengantar

Page 52: KLAIM KONSTRUKSI

Sesungguhnya penyelesaian sengketa melalui jalur alternative ini adalah cara termurah,

termudah dan tercepat serta tertutup bila dibandingkan dengan arbitrase atau pengadilan bila

para pihak yang bersengketa benar-benar beritikat baik.

Cara ini juga kemungkinan sengketa ini diketahui pihak luar.

7.9.2 Ketentuan Hukum

Cara penyelesaian sengketa melalui jalur alternative penyelesaian sengketa diatur dalam UU.

RI. No. 30/1999 – Bab II; : Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 6 dengan cara konsultasi,

negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli

7.9.3 Beberapa Pilihan

a. Mediasi

Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui seorang penengah atau yang biasa disebut

mediator, yang ditunjuk oleh para pihak. Mediator tidak memutuskan sengketa tapi

membimbing para pihak dalam berunding mencari suatu penyelesaian. Tidak ada

aturan baku mengenai hal ini, tidak ada pula peraturan perundang-undangan yang mengatur

tata cara, batas waktu, biaya dan sebagainya. Cara ini sesungguhnya sangat baik, cepat,

mudah tanpa diketahui pihak lain, asal saja dilandasi itikad baik.

b. Negosiasi

Cara ini sesungguhnya adalah cara yang paling mudah dan sangat murah dengan pokok

pandangan hidup dari tradisi kita yaitu musyawarah untuk mufakat. Dapat saja para pihak

masing-masing menunjuk “juri runding” yang seringdisebut “negosiator”. Hasil kesepakatan

juri runding dituangkan secara tertulis. Sedikit berbeda dengan mediasi disini para pihak/juri

runding berhadapan satu sama lain, tanpa ada seorang penengah. Cara inipun murah, mudah,

dan biaya kecil.

Page 53: KLAIM KONSTRUKSI

c. Konsiliasi

Ini adalah upaya penyelesaian sengketa dengan cara mempertemukan keinginan para pihak

dengan menyerahkannya kepada suatu komisi/pihak ketiga yang ditunjuk atas kesepakatan

para pihak yang bertindak sebagai konsiliator.

Dalam cara ini konsiliator tidak harus melakukan perundingan masing-masing dengan salah

satu pihak secara bergantian.

Berbeda dengan cara mediasi disini konsiliator dapat memaksakan pengusulan/resolusi yang

diambil.

Jadi pada saat berakhirnya tugas konsiliator, dia akan menbuat perjanjian tertulis yang

ditanda tangani para pihak atau dapat juga konsiliator membuat suatu laporan yang memuat

hal-hal mengenai kegagalan atau suatu pernyataan bahwa proses konsiliasi terhenti.

Referensi :

http://yandhiwijaya-civilengineering.blogspot.com/2009/08/klaim-konstruksi.html