kk rinda

Upload: finggacantik

Post on 06-Mar-2016

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kk rinda

TRANSCRIPT

Kedua, bagaimana jika ada ketidakcocokan antara ekspektasi pasien dengan diagnosis klinis? Sebagai contoh, pasien ingin keadaan KAD nya tidak mengharuskan dia dirawat di rumah sakit. Para klinisi harus berusaha untuk memadukan kedua perbedaan tersebut. Semakin banyak klinisi memahami alas an mengapa pasien memiilh keputusan tersebut sesuai dengan kondisi yang dialami pasien, semakin banyak cara untuk menghasilkan keputusan yang memuaskan. Keraguan untuk memilih dirawat atau tidak di rumah sakit misalnya, bisa saja disebabkan karena masalah kewajiban akan merawat anak atau orang tua di rumah. Pada beberapa kasus bisa dijumpai hal hal yang menimbulkan konflik, seperti pada pasien yang menggunakan narkotika, yang menyebabkan klinisi harus menolak apapun bentuk penolakan keputusan yang disampaikan pasien jenis ini. Pada situasi lain lagi, dokter dan pasien bisa memiliki interpretasi yang berbeda tentang suatu penyakit atau tata laksana penyakit tersebut. Pasien biasanya hanya memahami penyakit organic inti yang dideritanya saja, mereka tidak bisa menerima pandangan dokter tentang komplikasi penyakitnya ke depan karena itu bukan masalah mereka saat ini. Dokter tidak bisa meresepkan tablet oxycodone pada pasien yang telah merasa dia sudah tidak lagi sakit kepala saat ini. Kontribusi kita untuk menangani hal hal di atas sangat diperlukan. Pertama sekali, kita bisa memperkaya pemahaman yang dimiliki pasien dan mencoba meraih interpretasi dia meskipun kita tidak begitu bisa memahami interpretasi pasien tersebut. Kedua, kita harus waspada akan bahaya dari ketidakadilan, rigiditas, pemaksaan, atau logika yang salah yang mungkin menyebabkan perbedaan. Narkotika dosis ringan mungkin sering dipakai orang-orang tertentu untuk meredakan sakit kepala. Pasien mungkin juga akan menyampaikan dengan jujur keluhan utama mereka sesuai kenyataannnya. Kita harusnya semakin terpanggil, bahwa pasien yang kaya akan informasi akan tahu lebih banyak mengenai kondisi mereka saat ini dan lebih mudah untuk di berikan pemahaman. Pertanyaan ketiga yang sering muncul adalah apakah bukan suatu resiko jika kita akan merampas hak privasi pasien? Memaksa pasien melakukan apa yang mereka tidak ingin lakukan atau mereka belum siap melakukannya atau bahkan membuka rahasia nya? Jika sampai mengganggu privasi itu berarti metode ini telah salah dipahami. Hal esensial dari ini adalah dokter harusnya bisa memahami kata kata kunci jawaban yang diberikan pasien, membiarkan pasien menyampaikan ekspresinya tanpa memaksa. Jika kata kunci tersebut tidak diberikan pasien, sampaikan pertanyaan-pertanyaan terbuka yang memicu pasien terbuka akan kondisinya saat ini. Jika pasien tidak berespon juga, tidaklah meenjadi masalah. Sekurang-kurangnya dokter sudah bisa menarik beberapa kesimpulan yang menjadi bagian dari kondisi pasien saat ini.Keempat, bagaimana dengan waktu yang dibutuhkan untuk melakuakan hal ini? Bagaimana kita bisa menyediakan waktu untuk mendengar pasien? Hal inis sangat sulit untuk dijawab, karena masih sedikit penelitian yang meneliti hubungan antara konsumsi waktu, metode klinis dan keefektifannya. Sejauh ini kita bisa mengatakan jika kita berfokus pada penyampaian pasien maka waktu untuk konsultasi akan menjadi lebih alam, akan tetapi tidak berbeda jauh dengan waktu yang dibutuhkan jika kita berfokus menurut pertanyaan dokter. Beckman dan frankel menemukan ketika pasien diinterupsi, kalimat pembuka nya akan berakhir hanya dalam 2.5 menit. Stewart et all melaporkan 9 menit atau lebih adalah durasi kritis suatu konsultasi yang berpusat pada pasien. Hal yang kita tidak tahu adalah berapa banyak waktu yang dihematkan jika kita bisa mengeidentifikasi secara akurat dan lebih cepat permasalahan pasien. Yang kita kejar adalah bahwa metode yang berpusat pada pasien akan mampu menghemat waktu.

Kelima, bagaimana ketika dokter membuka masalah psikologis, emosi, dan social yang mereka tidak berkenan untuk menyampaikannya? Ini sangat berhubungan dengan waktu, akan tetapi ini juga berhubungan dengan klinisi yang terkadang tidak stabil emosinya karena kesibukan yang tinggi. Klinisi, secara alami akan mencoba member intervensi, tetapi untuk beberapa masalah yang hebat dan tragis, intervensi tersebut tidak diperlukan. Dalam situasi ini, memberikan sesuatu yang menggambarkan empati sangat dibutuhakan. Sangat penting untuk membedakan yang mana aktif dan pasif.mendengar yang atentif seperti yang terdapat pada halaman 128, bukanlah suatu komitmen yang tepat jika memamahami suatu monolog. Hal ini adalah mendengar pasif namanya. Rangkaian kata-kata biasanya akan menunjukkan suatu makna, meskipun lebih berkenaan dengan persaan daripada intisarinya. Respon yang kita sampaikan terhadap hal ini akan membantu pasien untuk mengungkapkan lebih banyak dengan berbagai cara. suatu home visit yang saya lakukan pada tahun 90 an ke rumah seorang laki laki penderita kanker, disana saya menemukan sesosok istri yang telah berjuang untuk menyuruh suaminya makan. Saya menghentikan pembicaraan saya dengan dia dan pergi. Sungguh dia terlihat mengeskpresikan perasaannya bahwa ia tidak bisa merawat suaminya padahal dia telah mencoba melakukan yang terbaik darinya.

Validasi Validasi yang dipercaya dalam membuat suatu metode klinis konvensional untuk membuat diagnosis adalah suatu laporan tentang penyakit. Dlaam suatu konferensi klinis yang dilakukan the new England journal of medicine, klinisi dihadapkan pada suatu laporan kasus dan dituntut untuk mengembangkan diagnosis banding, yang kemudian dikonfirmasi oleh seorang klinisi yang meninjau tentang penyakit. Konferensi ini disesalkan karena metode konvensional yang digunakannya. Padahal bentuk validasi yang lain juga tersedia, yang meninjau tentang terapi dan outcome dari penyakit.Validasi mengenai metode berbasis pasien juga membahas mengenai suasana hati pasien dan informasi pengetahuan yang dimiliki pasien dan memberikan respon yang tepat.