kinetika_ellen anggarini h._12.70.0028

Upload: james-gomez

Post on 04-Nov-2015

9 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Laporan mengenai kinetika fermentasi

TRANSCRIPT

18

KINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR

laporan resmi praktikum

teknologi fermentasiDisusun oleh:

Nama : Ellen Anggarini H.NIM : 12.70.0028Kelompok F4

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

20151. HASIL PENGAMATAN1.1. Kinetika Fermentasi dalam Produksi Minuman Vinegar

Hasil pengamatan kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegar dapat dilihat pada Tabel 1.Tabel 1. Hasil Kinetika Fermentasi dalam Produksi Minuman VinegarKelompokPerlakuanWaktu MO tiap petakRata-rata/ MO tiap petakRata-rata/ MO tiap ccOD pHTotal Asam (mg/ml)

1234

1Sari Apel + S. cerevisiaeN0148752 x 1070,31623,8216,32

N245047654549,2519,7 x 1071,35583,2419,20

N48394036413915,6 x 1071,58903,3514,40

N72456256695823,2 x 1071,62333,3714,59

N966072768372,7529,1 x 1071,83783,4014,02

2Sari Apel + S. cerevisiaeN01213111111,754,7 x 1070,27213,2416,51

N2481101929391,7536,7 x 1071,09913,2217,28

N4816912315717915762, 8x 1071,10383,3314,40

N72787210112894,7537,9 x 1070,90603,4213,82

N9630030030030030012 x 1082,14253,4313,63

3Sari Apel + S. cerevisiaeN02815221620,258,1 x 1070,31923,2717,09

N24546260565823,2 x 1071,24583,2217,28

N4812082818391,536,6 x 1071,49173,3316,32

N72123103108109110,7544,3 x 1071,64153,3315,55

N964439413740,2516,1 x 1071,29323,4214,02

4Sari Apel + S. cerevisiaeN02617112920,758,3 x 1070,40843,3016,32

N2410190107124105,542,2 x 1071,51203,2519,20

N48819088978935,6 x 1071,55833,1514,40

N728376957582,2532,9 x 1070,74873,3414,59

N968276838681,7532,7 x 1070,74853,4813,82

KelompokPerlakuanWaktu MO tiap petakRata-rata/ MO tiap petakRata-rata/ MO tiap ccOD pHTotal Asam (mg/ml)

1234

5Sari Apel + S. cerevisiaeN011272319208 x 1070,33523,3215,74

N2419218712475144,557,8 x 1071,29113,2317,28

N481151061199210843,2 x 1071,38603,3514,40

N721007569527429,6 x 1071,69583,5415,17

N9613589144167133,7553,4 x 1071,40693,4612,86

Keterangan : MO = mikroorganisme

OD = optical densityPada tabel 1, dapat dilihat bahwa pada kelompok 1 hingga kelompok 5 diberi perlakuan yang sama. Jumlah MO terbanyak adalah kelompok 2 yaitu sebesar 300 pada N96, sedangkan yang paling sedikit adalah kelompok 1 yaitu sebesar 5 pada N0. OD terbesar adalah kelompok 2 yaitu sebesar 2,1425 pada N96, sedangkan yang terkecil adalah kelompok 2 yaitu sebesar 0,2721 pada N0. pH terbesar adalah kelompok 1 yaitu sebesar 3,82 pada N0, sedangkan yang terkecil adalah kelompok 4 yaitu sebesar 3,15 pada N48. Total asam terbesar adalah kelompok 1 dan 4 yaitu sebesar 19,20 pada N24, sedangkan yang terkecil adalah kelompok 5 yaitu sebesar 12,86 pada N96.Hubungan nilai OD dengan waktu dapat dilihat pada grafik berikut

Dari grafik tersebut, dapat diketahui semakin lama waktu, nilai OD semakin besar.

Hubungan jumlah sel mikroba dengan waktu dapat dilihat pada grafik berikut

Dari grafik tersebut, dapat diketahui semakin lama waktu, jumlah sel mikroorganisme semakin banyak.

Hubungan jumlah sel mikroorganisme dan pH dapat dilihat pada grafik berikut

Dari grafik tersebut, dapat diketahui bahwa semakin banyak jumlah sel mikroorganisme, pH mengalami fluktuasi, meskipun kebanyakan meningkat.

Hubungan jumlah mikroorganisme dengan nilai OD dapat dilihat pada grafik berikut

Dari grafik tersebut, dapat diketahui bahwa semakin banyak jumlah sel mikroorganisme, nilai OD mengalami fluktuasi, meskipun kebanyakan meningkat.

Hubungan jumlah mikroorganisme dengan total asam dapat dilihat pada grafik berikut

Dari grafik tersebut, dapat diketahui bahwa semakin banyak jumlah sel mikroorganisme, total asam mengalami fluktuasi, meskipun kebanyakan menurun.

2. PEMBAHASANCider adalah minuman hasil fermentasi sari buah yang merupakan minuman yang mengandung kadar alkohol rendah. Cider biasanya memiliki kandungan alkohol sekitar 6,5-8% (Rahman,1992). Dalam pembuatan cider, bisa dilakukan dengan atau tanpa penambahan gula (Ranganna, 1978). Untuk mengontrol proses fermentasi, menurut Noguiera et al (2008), bisa dilakukan dengan mengurangi biomassa melalui penggunaan filter. Cara tersebut juga dapat mengurangi kematian sel yeast yang berguna. Berdasarkan teori Winarno et al (1984), proses fermentasi sangat tergantung pada jenis, proses metabolisme dan aktivitas mikroorganisme serta jenis substrat yang digunakan selama fermentasi. Cider dibuat melalui fermentasi alkohol yang menggunakan yeast atau khamir, sehingga produk yang dihasilkan adalah minuman beralkohol. Ditambahkan oleh Dolge et al. (2012), cider merupakan minuman fermentasi dari jus apel. Dalam pembuatan cider, bisa dilakukan melalui metode tradisional dan metode modern. Metode tradisional tidak menambahkan gula maupun CO2, hanya dari pengepresan apel cider. Hal ini membuat cider yang dihasilkan dikenal dengan natural cider. Sedangkan metode yang kedua menggunakan jus konsentrat apel atau apel segar, gula dan CO2 melalui stabilisasi. Sehingga, cider jenis ini disebut dengan sparkling cider. Berdasarkan teori Realita & Debby (2010), fermentasi sari apel oleh ragi akan mengubah gula menjadi etil alkohol dan bakteri asam laktat mengubah asam malat menjadi karbon dioksida. Proses inilah yang akan membentuk cider.Metode yang digunakan pada praktikum kali ini adalah metode tradisional sehingga hasil yang didapatkan adalah natural cider. Sari buah diberi kultur yeast tanpa ditambahi gula secara aseptis. Menurut Realita & Debby (2010), hampir semua buah bisa digunakan dalam pembuatan cider, namun buah tersebut harus memiliki gula yang mencukupi. Dalam praktikum ini, yang digunakan adalah buah apel. Jenis apel dan kulit apel juga turut berkontribusi pada rasa sehingga kulit apel tidak dikupas. Ditambahkan oleh Ferreira et al (2006), apel juga mengandung gula yang dapat dimanfaatkan oleh yeast, sehingga bahan baku yang digunakan sudah sesuai teori. Selain buah yang digunakan, fermentasi juga sangat dipengaruhi oleh konsentrasi gula, suhu temperatur, konsentrasi SO2, dan jenis yeast yang digunakan. Dalam hal aroma, aroma cider dipengaruhi oleh tipe dan konsentrasi komponen aromatik di dalamnya. Komponen aromatik tersebut terdiri dari aldehid, alkohol, asam lemak, ester, keton, terpene, dan lactone. Selain itu, aroma juga dipengaruhi oleh jenis buah, komponen yang dihasilkan oleh yeast selama fermentasi, serta komponen yang dihasilkan selama proses ageing. Fermentasi alkohol menghasilkan etanol, ester dan gliserol. Polifenol pada apel juga berpengaruh penting pada aroma cider. Konsentrasinya sangat dipengaruhi oleh iklim, penyimpanan, pengolahan, varietas dan tingkat kematangan (Dolge et al., 2012).

Dalam praktikum ini, digunakan yeast Saccharomyces cerevisiae. Pemilihan yeast ini dikarenakan Saccharomyces cerevisiae sudah sejak lama diketahui dapat diaplikasikan dalam proses pembuatan minuman (Volk & Wheeler, 1993). Pemilihan Saccharomyces cerevisiae juga karena yeast tersebut dapat menghasilkan alkohol dan CO2 melalui fermentasi glukosa dalam buah. Aktivitas Sachharomyces cerevisiae juga menyebabkan warna substrat bertambah keruh. Dalam proses fermentasi alkohol, terjadi proses sakarifikasi pati oleh enzim amilase. Sharma & Caralli (1998) menyatakan bahwa fermentasi alkohol merupakan proses dekomposisi anaerobik heksosa yang menghasilkan etanol dan CO2. Fermentasi yeast akan menghasilkan kandungan alkohol ( 10-15 %. Semakin tinggi kandungan alkoholnya, minuman tersebut akan membunuh yeast itu sendiri.

Galaction et al (2010) menyatakan bahwa fermentasi alkohol menggunakan sel Saccharomyces cereviceae yang telah diimobilisasi dengan bioreactor yang dilengkapi stirred bed. Peningkatan produksi etanol berbanding terbalik dengan jumlah substrat (glukosa). Hal tersebut akan mengurangi jumlah yeast. Ditambahkan oleh Okpokwasili (2005), kecepatan pertumbuhan spesifik () mempengaruhi konsentrasi substrat. Semakin tinggi konsentrasi substrat, semakin optimal pertumbuhan mikroorganisme.

Wang et al. (2004) menyatakan bahwa perbedaan gula yang digunakan mempengaruhi proses fermentasi alkohol. Pada jus apel, terkandung fruktosa, glukosa, dan sukrosa. Kandungan tertinggi yaitu fruktosa sebesar 70%. Kelebihan Saccharomyces cerevisiae yaitu dapat mempercepat katalisis dan menyempurnakan konversi gula menjadi alkohol tanpa menyebabkan pembentukan off-flavor. Fruktosa yang berlebihan menyebabkan konsentrasi residu gula tinggi. Hal ini akan menimbulkan off-taste pada produk akhir. Berbeda dengan glukosa, karena Saccharomyces cerevisiae bersifat glucophilic sehingga proses pemecahan glukosa berjalan lebih cepat.

Berdasarkan teori Canbas et al (2007), suhu memegang peranan penting pada kinetika pertumbuhan sel Saccharomyces cereviceae. Waktu hidup optimal yeast tersebut adalah suhu 25oC. Semakin tinggi suhu yang digunakan, semakin cepat pertumbuhan dan pengkonversian sumber karbon. Meskipun begitu, tetap ada batasan suhu yaitu suhu 27oC. Jika lebih dari itu, yeast tidak dapat tumbuh dengan baik. Untuk menentukan jumlah sel, bisa dilakukan melalui cara langsung yaitu dengan mikroskop dan haemocytometer (Pigeau et al., 2007) dan cara tidak langsung yaitu dengan spektrofotometri. Ditambahkan oleh Chen & Chiang (2011), haemocytometer dapat menghitung sel secara cepat untuk konsentrasi sel yang rendah. Peningkatan waktu fermentasi berbanding lurus dengan jumlah sel. Namun, pada fase stasioner, jumlah sel akan mengalami penurunan. Hal ini karena pada fase stasioner, pertumbuhan sel telah maksimal. Untuk cara tidak langsung, yaitu melalui spektrofotometri, Fardiaz (1992) menyatakan bahwa intensitas cahaya yang ditransmisikan dan diabsorbansi oleh larutan dapat ditentukan dengan hukum Lambert-Beer sebagai berikut :A = log (I0/It) = log(I0/It) = log T = abcPraktikum ini dimulai dengan menyiapkan 250 ml sari apel malang dalam erlenmeyer. Setelah itu, sari apel disterilisasi selama 30 menit untuk mematikan mikroorganisme yang tidak diinginkan dalam proses fermentasi (Potter & Hotchkiss, 1995). Kemudian ditambahkan 30 ml biakan yeast secara aseptis. Hadioetomo (1993) menyatakan bahwa teknik aseptik akan menjaga agar mikroba yang tumbuh dalam biakan hasil pemindahan hanyalah mikroba yang diinginkan. Dilanjutkan dengan penggoyangan selama 5 hari pada suhu ruang (25-30oC), sambil dilakukan pengambilan sampel sebanyak 30 ml setiap 24 jam. Pengambilan sampel itu untuk uji OD, haemocytometer, pH, dan total asam dengan tujuan mengetahui tingkat pertumbuhan yeast. Pengadukan dapat meningkatkan laju transfer O2 untuk menjaga agar proses metabolisme sel pada sel yeast berjalan optimal (Winarno et al., 1984). Berdasarkan teori Said (1987), pengadukan juga berfungsi sebagai agitasi sehingga larutan tetap homogen. Kemudian, dilakukan uji tingkat kepadatan Saccharomyces cerevisiae pada N0, N24, N48, N72, dan N96 dengan menggunakan alat Haemocytometer. Hadioetomo (1993) menyatakan bahwa haemocytometer merupakan ruang hitung berupa petak petak kecil untuk menghitung jumlah sel di bawah mikroskop. Alat tersebut biasanya digunakan untuk menghitung sel yang berukuran sebesar sel darah merah atau sel dengan densitas >104 sel/ml. Ditambahkan oleh Chen & Chiang (2011), haemocytometer terdiri dari 2 ruang hitung dengan kotak-kotak mikroskopik yang tergores pada permukaan kaca di dalamnya. Kotak-kotak tersebut dibatasi dengan 3 garis dengan ukuran 4 x 4 kotak, sehingga dalam 1 kotak terdiri dari 16 kotak kecil. Kotak-kotak tersebut memungkinkan untuk menghitung jumlah sel dalam volume spesifik cairan.

Uji asam yang dilakukan pada N0, N24, N48, N72, dan N96 dilakukan dengan metode titrasi. 10 ml sampel dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Sebelum titrasi, larutan ditetesi indikator PP terlebih dahulu. Titrasi dihentikan saat warna sampel menjadi merah muda. Berikut merupakan rumus nilai total asam:Total Asam = Sedangkan pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Sisa sampel digunakan untuk penentuan OD menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm. Penentuan OD dan pH juga dilakukan pada N0, N24, N48, N72, dan N96. Menurut Jomdecha & Prateepasen (2006), optical density kultur yeast merupakan jumlah sel yeast di kultur cair. Sedangkan nilai OD merupakan banyaknya sinar yang dapat diteruskan oleh kultur cair. Ewing (1985) menyatakan bahwa spektrofotometer mengukur penyerapan radiasi oleh larutan. Nilai absorbasi dipengaruhi oleh intensitas penyinaran, konsentrasi dan tebal media (Wilford, 1987). Fox (1991) menambahkan bahwa nilai absorbansi juga dipengaruhi oleh konsentrasi dan kejernihan larutan. Semakin keruh larutan, semakin tinggi nilai absorbansinya. Hasil praktikum menunjukkan bahwa secara umum, semakin banyak sel, semakin besar pula OD. Hal ini didukung teori Pelezar & Chan (1976) yang menyatakan bahwa jumlah massa sel dalam suspensi berbanding lurus dengan jumlah sinar yang disebarkan. Dari hal tersebut, dapat diketahui bahwa nilai OD berbanding lurus dengan jumlah sel. Pertumbuhan sel yeast pada awalnya lambat, menurut Jomdecha & Prateepasen (2006). Hal ini karena sel berusaha untuk beradaptasi. Setelah proses adaptasi, sel masuk ke fase lag di mana volume sel membengkak dan metabolisme sel meningkat namun proliferasi sel berlangsung lambat. Setelah fase lag, dilanjutkan dengan fase eksponensial di mana pertumbuhan sel semakin cepat dan substansi makanan lebih cepat masuk. Pada fase ini, yeast bertunas atau membelah diri. Seperti yang telah dijelaskan di atas, nilai absorbansi tergantung pada tingkat kekeruhan larutan (Wang et al., 2004). Hal ini karena semakin keruh larutan, cahaya akan semakin sulit melewati larutan tersebut yang berakibat pada semakin tingginya nilai absorbansi. Kekeruhan ini sendiri dipengaruhi oleh pertumbuhan yeast. Peningkatan jumlah yeast akan semakin memperkeruh larutan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai absorbansi, semakin banyak sel dalam larutan. Meskipun begitu, ada pula kelompok yang mengalami kenaikan nilai OD saat jumlah sel yang tampak berkurang. Hal ini bisa saja disebabkan oleh pembacaan spektrofotometri yang kurang tepat. Pembacaan yang kurang tepat biasanya disebabkan oleh kuvet yang kurang bersih atau tidak diletakkan dengan tepat, gelembung udara pada larutan, persiapan sampel dan blanko yang kurang baik serta panjang gelombang yang tidak sesuai dengan yang tertera (Pomeranz & Meloan, 1994). Suspensi yang kurang homogen juga dapat menyebabkan perbedaan ini. Fardiaz (1992) menyatakan bahwa fase lag diikuti dengan fase log di mana sel mikroba akan membelah dengan cepat. Namun, setelah itu, pertumbuhan akan melambat dan sampai ke fase stasioner di mana terdapat persamaan anatar jumlah sel hidup dengan jumlah sel mati.Fase terakhir yaitu fase kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah mikroorganisme secara drastis. Grafik pertumbuhan mikroorganisme sebagai berikut :

Hasil praktikum menunjukkan bahwa jumlah sel meningkat lalu menurun. Hal ini sesuai dengan Shafaghat et al (2009) yang menyatakan bahwa semakin lama proses fermentasi, semakin banyak pula konsentrasi sel Saccharomyces cerevisiae namun akan mencapai fase stasioner saat pertumbuhan sudah maksimal. Setelah itu, akan terjadi penurunan jumlah konsentrasi sel. Pada N96 umumnya jumlah sel berkurang dari sebelumnya. Hal ini sesuai dengan teori Triwahyuni et al. (2012) yang menyatakan bahwa yeast mengalami percepatan pertumbuhan pada 24-48 jam selama fermentasi. Selama fase ini, yeast membutuhkan sumber gula yang tinggi pula. Namun, saat gula habis, yeast akan berhenti melakukan fermentasi. Jumlah gula yang berfungsi sebagai sumber energi akan mempengaruhi sel yeast sehingga berhenti bertunas dan laju produksi alkohol menurun. Setelah itu, sel yeast akan mengalami fase stasioner. Fase ini menandai berhentinya pertumbuhan yeast dan semakin lama akan diikuti oleh kematian yeast. Meski begitu, ada beberapa kelompok yang jumlah selnya justru meningkat pada N96 . Hal ini mungkin disebabkan oleh kontaminasi mikroba lain sehingga jumlah sel masih banyak. Selain itu, ketidaktelitian dalam perhitungan juga dapat menyebabkan kesalahan hasil. Berikut ini merupakan foto hasil haemocytometer pada jam ke- 24 hingga jam ke- 96 :

Berdasarkan teori Damtew (2012), kinetika pertumbuhan dan hasil biomassa pada strain yang menggunakan konsentrasi substrat yang berbeda dapat mengakibatkan peningkatan konsumsi gula yang akan meningkatkan konversi substrat menjadi etanol dan by-product lainnya. Grafik pada jurnal menunjukkan peningkatan waktu fermentasi berbanding lurus dengan peningkatan nilai absorbansinya. Hasil praktikum menunjukkan bahwa pada umumnya nilai OD naik kemudian menurun seiring waktu. Hal ini sesuai dengan pendapat Jomdecha & Prateepasen (2006) yang menyatakan bahwa waktu inkubasi berbanding lurus dengan jumlah sel yeast. Semakin banyak jumlah sel, maka semakin tinggi juga nilai OD. Penurunan nilai OD bisa jadi disebabkan pengadukan yang kurang sempurna atau kurang homogennya larutan saat akan dihitung nilai ODnya. Berdasarkan teori Rahman (1992), kecepatan saat pengadukan harus diperhatikan agar media bergolak sehingga terjadi aerasi. Pengadukan yang tidak berjalan baik akan menghambat laju transfer O2 sehingga menghambat laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae. Galaction et al (2010 menyatakan bahwa perubahan gula menjadi alkohol dan CO2 terjadi selama fermentasi. Peningkatan produksi etanol berbanding terbalik dengan jumlah substrat (glukosa). Semakin banyak substrat yang digunakan akan mengurangi jumlah yeast. Ditambahkan oleh Triwahyuni et al. (2012), yeast akan mengalami percepatan pertumbuhan pada jam ke- 24 dan 48 fermentasi. Selain itu, juga terjadi peningkatan pH sebagai akibat dari semakin banyaknya alkohol yang dihasilkan.Pada jam ke 96, substrat akan berkurang jumlahnya. Sedangkan alkohol akan meningkat dan pada akhirnya akan membunuh yeast. Hal ini sesuai dengan hasil praktikum yang menunjukkan bahwa kenaikan pH berbanding lurus dengan berkurangnya sel. Hasil praktikum juga menunjukkan bahwa penurunan total asam berbanding lurus dengan penurunan jumlah sel. Hal ini sesuai dengan Galaction et al (2010) yang menyatakan bahwa semakin lama waktu fermentasi, di mana semakin banyak alkohol yang terbentuk, semakin tinggi pula pH. Hal ini akan menurunkan total asam. Penurunan total asam berarti penurunan jumlah sel karena substrat akan semakin habis digunakan untuk produksi alkohol.

3. KESIMPULAN Fermentasi adalah perubahan gula menjadi alkohol dan CO2. Cider merupakan minuman beralkohol rendah hasil fermentasi sari buah atau bahan lainnya dengan atau tanpa penambahan gula. Pada praktikum kali ini, jenis cider yang digunakan adalah natural cider. Jenis yeast yang digunakan dalam pembuatan cider adalah Saccharomyces cerevisiae.

Penentuan jumlah sel dapat dilakukan dengan menggunakan haemocytometer dan spektrofotometer.

Semakin keruh suatu larutan, maka nilai OD akan semakin meningkat.

Nilai OD yang semakin meningkat menunjukkan semakin bertambahnya jumlah sel yeast. pH yang tinggi akan menghasilkan total asam yang rendah. Ketika total asam terlalu rendah atau mengandung kadar alkohol yang sangat tinggi dapat terjadi penurunan jumlah sel.

Semarang, 27 Juni 2015

Praktikan,

Asisten Dosen:

Bernardus Daniel Metta Meliani

Chaterine Meilani

Ellen Anggarini H.12.70.00284. DAFTAR PUSTAKACanbas, Ahmet; Aysun Sener and M.Umit Unal. (2007). The Effect of Fermentation Temperature on the Growth Kinetics of Wine Yeast Species. Turk J Agric for 31, 349-354.Chen, Y. W. and Chiang, P. J. (2011). Automatic Cell Counting for Hemocytometers through Image Processing. World Academy of Science, Engineering and Technology 58.Damtew, W; S.A. Emire; A.B. Aber. (2012). Evaluation of Growth Kinetics and Biomass Yield Efficiency of Industrial Yeast Strains. Scholars Research Library. Ethiopia.Dolge, R. R.; Z. Kruma; and D. Karklina. (2012). Aroma Composition and Polyphenol Content of Ciders Available in Latvian Market. World Academy of Science, Engineering and Technology 67.Ewing, G.W. (1985).Instrumental Methods of Chemical Analysis. Mc Growhill Book Company. USAFardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan I. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.Ferreira et al. (2006). The Effect of Copper and High Sugar Concentration on Growth Fermentation Efficiency and Volatile Acidity Production of Different Commercial Wine Yeast Strains. Australian Journal of Grape and Wine Research. South Africa.Fox, P. F. (1991). Food Enzymologi Vol 1. Elsevier Applied Sciences. London.Galaction, Anca-Irina; Anca-Marcela Lupasteanu and Dan Cascaval. (2010). Kinetic Studies on Alcoholic Fermentation Under Substrate Inhibition Conditions Using a Bioreactor with Stirred Bed of Immobilized Yeast Cells. The open Systems Biology Journal,3,9-20.Hadioetomo, R. S. (1993). Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. PT Gramedia Pustaka. Jakarta.Jomdecha, C. and Prateepasen, A. (2006). The Research of Low-Ultrasonic Energy Affects to Yeast Growth in Fermentation Process. Asia-Pacific Conference on NDT, 5th 10th Nov 2006, Auckland, New Zealand.Okpokwasili, G. C. & C.O. Nweke. (2005). Microbial Growth and Substrate Utilization Kinetics. African Journal of Biotechnology. Nigeria.Pelezar, Michael J. & Chan. E.C.S. (1976). Turbidimetric Measurement of Plant Cell Culture Growth. Massachussets : MIT.Pigeau et al. (2007). Concentration Effect of Riesling Icewine Juice on Yeast Performance and Wine Acidity. Journal of Applied Microbiology. Canada.Pomeranz,Y. & C. E. Meloan. (1994). Food Analysis Theory and Practice. John Wiley and Sons, Inc. New York.Potter. N.N. & Hotchkiss.J.H. (1995). Food Science 5th.Chapman &Hall.inc. NewYork.Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.Ranganna. (1978). Analysis of Fruit and Vegetable Product. The AVI Publ. Co. Inc.Realita, Tita dan M. Sumanti, Debby. 2010. Teknologi Fermentasi. Penerbit : Widya Padjajaran. Bandung.Said, E. G. (1987). Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.Shafaghat et al. (2009). Growth Kinetics and Ethanol Productivity of Saccharomyces cerevisiae PTCC 24860 on Various Carbon Sources. World Applied Sciences Journal. Iran.Sharma, J.L. & S. Caralli. (1998). A Dictionary of Food & Nutritions. CBS Publishers & Distributors. New Delhi.Triwahyuni, E.; N. Ariani; H. Hendarsyah; T. Idiyanti. (2012). The Effect Of Dry Yeast Saccharomyces cereviceae Concentration On Fermentation Process For Bioethanol Production From Palm Oil Empty Fruit Bunches. Proceeding of ICSEEA 31 34. Volk, W.A. & M.F. Wheeler. (1993). Mikrobiologi Dasar Edisi Kelima Jilid 1. Erlangga. Jakarta.Wang, D.; Y. Xu; J. Hu; and G. Zhao. (2004). Fermentation Kinetics of Different Sugars by Apple Wine Yeast Saccharomyces cerevisiae. Journal of the Institute of Brewing 110(4), 340346.Wilford, L. D. R. (1987). Chemistry for First Examinations. Blackie. London.Winarno, F. G.; S. Fardiaz & D. Fardiaz. (1984). Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

5. LAMPIRAN5.1. Perhitungan Rata-rata/ tiap cc

Rumus :

Jumlah sel/ cc = x rata-rata jumlah MO tiap petak

Volume petak = 0,05 mmx 0,05mmx 0,1 mm

= 0,00025 mm3 = 2,5 x 10-7 cc

N0 :

Jumlah sel/cc = x 20,75 = 8,3 x 107N24:

Jumlah sel/cc = x 105,5 = 42,2 x 107N48:

Jumlah sel/cc = x 89 = 35,6 x 107N72:

Jumlah sel/cc = x 82,5 = 32,9 x 107N96:

Jumlah sel/cc = x 81,75= 32,7 x 107 Total Asam

Rumus :

Total Asam =

N0 :

Total Asam = = 15,74 mg/ml

N24:

Total Asam = = 19,20 mg/ml

N48:

Total Asam = = 14,40 mg/ml

N72:

Total Asam = = 14,59 mg/ml

N96:

Total Asam = = 13,82 mg/ml5.2. Jurnal (Abstrak)

5.3. Laporan Sementara

Acara I

Sebelum titrasi

17