pemikiran ibnu h}azm tentang tidak gugurnya hak h}ad …

20
141 } A. Pendahuluan Pengasuhan anak dalam hukum Islam dikenal dengan sebutan “h} ad} a> nah”, berasal dari kata “al-Hid} n” yang berarti “rusuk”. H} ad} a> - nah dipakai sebagai istilah “pengasuhan anak”, karena seorang ibu yang mengasuh atau meng- gendong anaknya, sering meletakkan pada se- belah rusuknya atau dalam pangkuan di sebe- PEMIKIRAN IBNU H} AZM TENTANG TIDAK GUGURNYA HAK H} AD} A> NAH BAGI IBU YANG SUDAH MENIKAH KEMBALI DAN RELEVANSINYA TERHADAP KONTEKS INDONESIA Muhamad Izzul Aqna UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Email: [email protected] Abstract The most important thing to consider following every divorce is the matter of child custody (h} ad} a> nah). At this point, Ulamas differ whether the right of mothers toward custody is annulled or not should they remarry. Jumhur Ulamas argue that mother’s right is annulled in this case, but Ibnu Hazm differently argues that the mother still holds her right on child custody under condition that she could be trusted in nurturing children. From scriptural point of view (nas} ), the writer found the solution that the anxiety of Jumhur toward remarried mother in neglecting child’s right can be vanished should the mother and step father could be trusted both in taking care and educating the child (Ibnu Hazm). Furthermore, exposed to Indonesian legal discourse, It is argued that the book entitled al- Muh} alla> written by Ibnu H} azm inevitably becomes additional source of the creation of KHI (the compilation of Islamic law). Eventually, this study confirms previous notions stating that Ibnu H} azm’s tought is relevant and applicable within Indonesian context. [Hal terpenting yang harus diperhatikan akibat perceraian adalah pengasuhan anak (h} ad} a> nah). Terkait hal tersebut, para ulama berbeda pendapat mengenai akan gugur atau tidaknya hak h} ad} a> nah bagi ibu yang menikah kembali. Jumhur Ulama berpendapat bahwa hak ibu adalah gugur, sedangkan Ibnu H} azm berpendapat bahwa ibu tetap berhak untuk mendapatkan hak h} ad} a> nah dengan syarat ibu harus dapat dipercaya untuk dapat mengasuh dengan baik. Jika dilihat dari nas} , penulis mene- mukan titik temu bahwa kekhawatiran Jumhur Ulama akan terbengkalainya h } ad} a> nah ketika ibu menikah kembali itu dapat dihilangkan jika ibu dan ayah tiri si anak dapat dipercaya untuk menjaga dan mendidik si anak dengan baik (pendapat Ibnu H} azm). Selanjutnya dilihat dari Hukum Indonesia, dalam pembetukan KHI terdapat sebuah kajian kitab al-Muh} alla> (kaya Ibnu H} azm) sebagai sumber tambahan dalam pembentukan KHI. Kajian tersebut telah memperkuat pendapat-pendapat yang ada bahwa pemikiran Ibnu H} azm relevan atau dipakai dalam konteks Indonesia.] Kata kunci : Ibnu H} azm, H} ad} anah, Fiqih, KHI dan UU No. 1 tahun 74. lah rusuknya. Sedangkan menurut istilah Ahli Fikih, h} ad} a> nah berarti memelihara anak dari segala macam bahaya yang mungkin menim- panya, menjaga kesehatan jasmani dan rohani- nya, menjaga makanan dan kebersihannya, mengusahakan pendidikannya hingga ia sang- gup berdiri sendiri dalam menghadapi kehi- dupan sebagai seorang muslim. 1 1 Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, cet. ke-3 (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1933), hlm.137-138. Malik Madany UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta [email protected]

Upload: others

Post on 24-Oct-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMIKIRAN IBNU H}AZM TENTANG TIDAK GUGURNYA HAK H}AD …

141

Pemikiran Ibnu H}azm tentang Tidak Gugurnya Hak H}ada >nah bagi Ibu yang Sudah Menikah Kembali ...

Al-Ah}wa>l, Vol. 8, No. 2, 2015 M/1437 H

A. PendahuluanPengasuhan anak dalam hukum Islam

dikenal dengan sebutan “h }ad }a >nah”, berasaldari kata “al-Hid }n” yang berarti “rusuk”. H }ad}a>-nah dipakai sebagai istilah “pengasuhan anak”,karena seorang ibu yang mengasuh atau meng-gendong anaknya, sering meletakkan pada se-belah rusuknya atau dalam pangkuan di sebe-

PEMIKIRAN IBNU H }AZM TENTANG TIDAK GUGURNYA HAKH}AD}A >NAH BAGI IBU YANG SUDAH MENIKAH KEMBALI DANRELEVANSINYA TERHADAP KONTEKS INDONESIA

Muhamad Izzul AqnaUIN Syarif Hidayatullah JakartaEmail: [email protected]

AbstractThe most important thing to consider following every divorce is the matter of child custody (h }ad }a>nah). At thispoint, Ulamas differ whether the right of mothers toward custody is annulled or not should they remarry. JumhurUlamas argue that mother’s right is annulled in this case, but Ibnu Hazm differently argues that the mother stillholds her right on child custody under condition that she could be trusted in nurturing children. From scripturalpoint of view (nas }), the writer found the solution that the anxiety of Jumhur toward remarried mother in neglectingchild’s right can be vanished should the mother and step father could be trusted both in taking care and educatingthe child (Ibnu Hazm). Furthermore, exposed to Indonesian legal discourse, It is argued that the book entitled al-Muh }alla> written by Ibnu H}azm inevitably becomes additional source of the creation of KHI (the compilation ofIslamic law). Eventually, this study confirms previous notions stating that Ibnu H }azm’s tought is relevant andapplicable within Indonesian context.

[Hal terpenting yang harus diperhatikan akibat perceraian adalah pengasuhan anak (h }ad}a >nah). Terkaithal tersebut, para ulama berbeda pendapat mengenai akan gugur atau tidaknya hak h }ad}a >nah bagiibu yang menikah kembali. Jumhur Ulama berpendapat bahwa hak ibu adalah gugur, sedangkanIbnu H }azm berpendapat bahwa ibu tetap berhak untuk mendapatkan hak h }ad}a >nah dengan syaratibu harus dapat dipercaya untuk dapat mengasuh dengan baik. Jika dilihat dari nas }, penulis mene-mukan titik temu bahwa kekhawatiran Jumhur Ulama akan terbengkalainya h }ad }a >nah ketika ibumenikah kembali itu dapat dihilangkan jika ibu dan ayah tiri si anak dapat dipercaya untuk menjagadan mendidik si anak dengan baik (pendapat Ibnu H }azm). Selanjutnya dilihat dari Hukum Indonesia,dalam pembetukan KHI terdapat sebuah kajian kitab al-Muh }alla > (kaya Ibnu H }azm) sebagai sumbertambahan dalam pembentukan KHI. Kajian tersebut telah memperkuat pendapat-pendapat yang adabahwa pemikiran Ibnu H }azm relevan atau dipakai dalam konteks Indonesia.]

Kata kunci : Ibnu H }azm, H }ad}anah, Fiqih, KHI dan UU No. 1 tahun 74.

lah rusuknya. Sedangkan menurut istilah AhliFikih, h }ad }a >nah berarti memelihara anak darisegala macam bahaya yang mungkin menim-panya, menjaga kesehatan jasmani dan rohani-nya, menjaga makanan dan kebersihannya,mengusahakan pendidikannya hingga ia sang-gup berdiri sendiri dalam menghadapi kehi-dupan sebagai seorang muslim.1

1 Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, cet. ke-3 (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1933), hlm.137-138.

Malik MadanyUIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

[email protected]

Page 2: PEMIKIRAN IBNU H}AZM TENTANG TIDAK GUGURNYA HAK H}AD …

142 Al-Ah}wa>l, Vol. 8, No. 2, 2015 M/1437 H

Muhamad Izzul Aqna dan Malik Madany

Antara ayah dan ibu, ibulah yang palingberhak untuk memelihara anaknya sampaianak berumur tamyi >z (7 tahun). Artinya bisamemilih orang tua yang diikuti (ayah atau ibu-nya) jika sudah tamyi >z. Hak pemeliharaananak diberikan kepada ibu, karena ibu diang-gap lebih banyak kasih sayangnya, sabar dalammemelihara anak dan lebih terpercaya. Berbe-da dengan ayah yang dianggap lebih banyakkesibukan dalam pekerjaan, sehingga perhati-an dan kasih sayang kurang dibandingkan ibu.

Terkait dengan hak asuh anak bagi ibuyang menikah kembali, dalam hukum Islamterdapat dua perbedaan, yaitu gugur dan tidakgugur. Secara garis besar, perbedaan pendapattersebut terbagi menjadi dua kelompok, yaituantara Jumhur Ulama dan Ibnu H }azm:1. Kelompok Pertama. Pendapat yang menya-

takan gugurnya hak pemeliharaan anakbagi ibu yang menikah lagi. Pendapat inidikemukakan oleh Jumhur Ulama, sepertiIbnu Qudamah, asy-Syarbini >, Zaid al-Abya >ni > dan ulama-ulama dari empatmazhab lainnya.

2. Pendapat Kedua. Pendapat yang berbedadengan Jumhur Ulama, yaitu pendapatIbnu H}azm dan al-H}asan2 yang mengata-kan bahwa hak ibu tidak gugur ketika iamenikah kembali dengan laki-laki laindengan syarat keduanya termasuk orangyang dapat dipercaya.

Jika melihat pada hukum keluarga yangberlaku di Indonesia, maka belum terdapatpasal khusus yang mengatur gugurnya hakh}ad}a >nah bagi ibu yang menikah kembali baikdalam UU No. 1 Tahun 1974 maupun Kompi-lasi Hukum Islam. Meskipun secara umum, me-mang Hukum Islam telah banyak memberikankontribusinya dalam pembentukan Undang-undang Keluarga, sebagai contoh dalam UUNo. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, pada

pasal 45 (1) yang menyatakan bahwa baik ayahmaupun ibu tetap berkewajiban memeliharadan mendidik anak-anaknya, semata-mata ber-dasarkan kepentingan anak. Sedangkan KHI,hampir semua isinya diambil dari hukum Islamyang terdapat dalam kitab-kitab fikih klasik. Se-bagai contoh adalah KHI pasal 105 tentang aki-bat perceraian.

Tulisan ini mengkaji tentang pemikiranIbnu H}azm terkait tentang tidak gugurnya h}a-d}a>nah bagi ibu ketika menikah kembali, karenadalam konteks Indonesia bahwa mazhab yangdipakai oleh mayoritas masyarakat muslimIndonesia adalah mazhab Ima >m asy-Sya >fi’i >,sedangkan Ibnu H}azm adalah termasuk ulamadari mazhab az }-Z }a>hiri>. Adapun pemikiran al-H}asan yang sama dengan Ibnu H }azm dalamkajian ini tidak dibahas oleh penulis, karena iatidak memiliki peninggalan karya tulis yangdapat dikaji.

B. Ibnu H}azm dan Pencarian IlmunyaIbnu H }azm memiliki nama asli ‘Ali > bin

Ah }mad bin Sa’i>d bin H}azm bin Ga >lib bi S}alehbin Khalaf bin Sa’dan bin Sufyan bin Yazi>d. Iadilahirkan pada hari Rabu Subuh, akhir bulanRamadhan pada tahun 483 H. bertepatandengan 8 November tahun 994 M.3, di sebuahIstana yang pada saat itu ayahnya menjabatsebagai menteri di sana.

Dikarenakan hidup dalam lingkungan ke-rajaan (Istana), maka Ibnu H }azm hidup dalambanyak aturan, bahkan ia sulit untuk keluardari cengkraman aturan-aturan tersebut, bah-kan ia belum pernah duduk bersama dengankerabat seusianya. Meskipun demikian, tekaddan keikhlasannya untuk mencari ilmu sangattinggi. Sedangkan yang mengajarkannya ilmupengetahuan semasa kecilnya adalah Abu > ‘Ali>al-Fa>si> dan para pelayan wanita yang beradadi Istana yang diperintahkan untuk mengasuh-

2 H }asan Sulaima >n an-Nu>ri > dan ‘Alawi > ‘Abba >s al-Ma >liki >, Iba>nah al-Ahka>m Syarh Bulu >g al-Mara>m (Beirut: Da >r al-Fikr,t.t.), III: 464. Sayyid Sa >biq, Fiqh as-Sunnah (Beirut: Da >r al-Fikr, 1983), II: 293.

3 Ibnu H }azm, Al-Muh }alla> ..., I:5.

Page 3: PEMIKIRAN IBNU H}AZM TENTANG TIDAK GUGURNYA HAK H}AD …

143

Pemikiran Ibnu H}azm tentang Tidak Gugurnya Hak H}ada >nah bagi Ibu yang Sudah Menikah Kembali ...

Al-Ah}wa>l, Vol. 8, No. 2, 2015 M/1437 H

nya dan mengajarkannya baca al-Qur’an,sya’ir dan menulis Arab (khat}).

Selama masa mudanya, Ibnu H }azm me-nyibukkan dirinya untuk mempelajari sastra,ilmu-ilmu filsafat dan lainnya sampai ia ber-umur dua puluh enam tahun. Kemudian padatahun itulah ia merubah kajiannya pada ilmufikih dan lebih mendalami dibandingkan kajianlainnya. Ada beberapa alasan Ibnu H }azmmengubah kajiannya kepada fikih, pertamakarena ia merasa malu ketika diolok-olok olehpara jama’ah ketika ia salah dalam melaksana-kan salat Jenazah dan kedua, tidak melaksana-kan salat sunnah Tah }iyyah al-Masjid ketika iamemasuki masjid. Setelah dua kejadian mema-lukan tersebut, Ibnu H }azm meminta kepadagurunya untuk menunjukkan rumah ahli fikih,Syaikh al-Musyawir Abu > ‘Abdillah bin Dahu >n.Sesampainya di rumah ahli fikih tersebut, IbnuH}azm menceritakan hal yang menimpa dirinyadan syeikh tersebut menunjukkan kepadanyakitab al-Muwat}t}a’, sebuah karya ciptaan ImamMa >lik untuk dipelajari. Setelah itu ia terus men-dalami mazhab al-Ma >liki>, terlebih ketika ma-zhab tersebut dijadikan sebagai mazhab resmidi Kordova.

Setelah runtuhnya kekuasaan al-Mus-taz }hir, ia mendalami politik dan kajian fikihlebih jauh. Pada saat itu ia menemukan bahwaulama-ulama terkemuka mazhab al-Ma >liki >lebih cenderung mencari kekuasaaan dan kedu-dukan dengan ilmu yang dimiliki, kemudiania juga menemukan beberapa hal yang mem-buatnya ragu. Hal itu disebabkan karena ma-zhab al-Ma >liki > menggunakan maslah }ah al-mursalah yang notabene-nya menggunakanra’yu ternyata tidak mampu mengatasi perma-

salahan politik yang masih bersemayam ditubuh Bani Umayah.4 Pada akhirnya IbnuH}azm mempelajari mazhab az }-Z }ahiri>.

Menurut Dr. Abdul Halim Uwais, bahwaIbnu H}azm menghabiskan akhir hayatnya didesanya, Manta Lisyam (Kordova)5 pada tang-gal 28 Sya’ban tahun 456 Hijriyah/15 Juli 1063-1064 M, di usianya yang ke-72 tahun. Saat me-ninggal ia sedang menemani anak-anaknyadan sebagian muridnya. Selama hidupnya IbnuH }azm dipenuhi dengan produktifitas ilmu,kesetiaan, perdebatan-perdebatan dan hal-hallain yang ia hadapi untuk memperjuangkanpendapatnya.

C. Pendapat Ibnu H}azm dan JumhurUlama Tentang H}ad }a>nah

Kata “h }ad }a >nah” adalah bentuk mas }dardari kata “h }ad }ana” -h }ad }anat as }-s }agi >ra h }ad }a >-natan tah }ammalat mu’natahu wa tarbiyyatahu(mengasuh anak kecil dan beranggungjawabpada kebutuhan makanan dan pendidikan-nya) -, diambil dari kata “al-H{id}anu” yang ber-arti sisi. Hal itu diartikan bahwa h}ad}a>nah adalahmenggendong anak kecil di bagian samping.Sedangkan dalam pengertian syari’at Islamyaitu menjaga anak kecil, yang lemah, yang gi-la/kurang waras pikirannya dari hal-hal yangmungkin akan membahayakannya, mendidik-nya, melakukan kemaslahatan untuknya, me-rawatnya, memberi makan dan hal-hal yangdiperlukan untuk istirahatnya.6

Terkait dengan permasalahan h }ad }a >nah,ada salah satu hadis yang menerangkan h}ad}a>-nah terhadap anak yang belum mumayyiz,yaitu:

4 Jaih Mubarak, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, cet. ke-1, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 151.5 Manta Lisyam adalah kota asal nenek moyangnya Ibnu H }azm yang terletak di dekat Huelva, kawasan lembah

sungai Odiel di distrik Niebla, Spanyol (Andalusia).6 ‘Abd ar-Rah }ma >n al-Jazi >ri >, Kita>b al-Fiqh ‘Ala> Maz}a>hib al-Arba’ah, (Beirut: Da >r al-Fikr, t.t.), IV: 454

Page 4: PEMIKIRAN IBNU H}AZM TENTANG TIDAK GUGURNYA HAK H}AD …

144 Al-Ah}wa>l, Vol. 8, No. 2, 2015 M/1437 H

Muhamad Izzul Aqna dan Malik Madany

Artinya :Dari Abu Hurairah r.a. bahwa seorangperempuan telah berkata : “Wahai Ra-sululllah, sesungguhnya suamiku inginpergi bersama anakku, dan ia telah mem-berikan manfaat bagiku dan mengambil-kan air dari sumur Abu ‘Inabah”. Kemu-dian suaminya datang. Dan RasulullahSAW. Bersabda: “Wahai anak muda, iniadalah ayahmu dan ini adalah ibumu dandan raihlah salah satu tangan di antarakeduanya semaumu”. Kemudian anak itumeraih tangan ibunya dan pergi bersama.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat di-simpulkan bahwa para ulama telah sepakatbaik Jumhur Ulama, maupun Ibnu H }azm bah-wa hak ibu untuk h}ad}a>nah akan berakhir ketikasi anak sudah mumayyiz dan si anak berhakuntuk memilih di antara kedua orang tuanya(ayah atau ibu). Sedangkan ketika anak belumdikatakan sebagai mumayyiz (semenjak anakitu lahir hingga ia mumayyiz) maka ibu lebihberhak untuk mengasuh, beda halnya ketikasang ibu menikah kembali, maka terdapat per-

bedaan pendapat akan gugur atau tidaknyahak h}ad}a>nah bagi ibu tersebut dan hal ini yangmenjadi titik permasalahan dalam pembahas-an ini. Rasulullah SAW. pernah menerangkankepada seorang perempuan yang mengadukepadanya tentang hak asuh, seperti yangdiriwayatkan oleh Ah }mad, Abu > Da >wud danAl-H}a>kim dari ‘Abdullah bin ‘Amr.8

Artinya:Sesungguhnya ada seorang perempuanberkata : “Wahai Rasulullah SAW. Se-sungguhnya anak saya ini adalah perut sa-ya yang mengandungnya, susuku yangmenyusuinya dan pangkuanku sebagai te-pat berkumpulnya (bersamaku). Dan se-sungguhnya ayahnya mentalakku sertaingin memisahkanku dengan dirinya(anakku).” Maka Rasulullah SAW. bersab-da: “Kamu lebih berhak atas anakmu se-belum kamu menikah”.

Dari hadis di atas, dapat diketahui bahwahak h}ad}a>nah diberikan kepada ibu selama belummenikah dengan orang lain. Konsep tersebutsangat dipegang oleh kalangan Jumhur Ulama,seperti: Ibnu Qudamah, asy-Syarbini, Prof. Dr.Wahbah Zuhaili, Zaid al-Abya >ni>, dan jumhur

7 H }asan Sulaima >n an-Nu>ri > dan ‘Alawi > ‘Abba >s al-Ma >liki >, Iba>nah al-Ah }ka>m..., (Beirut: Da >r al-Fikr, t.t.), III: 465, ba >b al-H }ad }a >nah.

8 Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqih Wanita, diterjemahkan oleh Ansori Umar Sitanggal (Semarang : Asy-Syifa,1986), hal. 45, baca : Ibnu Hisya >m ad-Di >n al-Hindi >, Kanzu al-Umma>l Fi> Sunain al-Aqwa>l wa al-Af’a>l (Beirut: Muassasah ar-Risa >lah, 1989), V: 582, hadis no. 14035, kita >b al-H }ad }a >nah. Disebutkan dalam ‘talkhi>s}” bahwa hadis ini adalah s\ah }i>h } (sanad-nya). Ibnu Abdillah al-H }a >kim an-Naisabu>ri >, Al-Mustadrak ‘ala> as-S }ah }i>h }aini (Beirut: Da >r al-Kutub al-‘lmiyyah, 1990), hlm.225-226, hadis no. 2830, Kita >b at}-T }ala >q. Hadis ini dikatakan sebagai h }adi>s s}ah }i>h } oleh H }a >kim yang dinukil dari kitab Subulas-Sala>m, karya Ima >m Muhammad bin Isma >’i >l al-Kah }la >ni > dan as }-S}an’a >ni > (Indonesia: Dahlan), hlm. 227. Lebih lengkapdikatakan bahwa hadis ( ْأَنْتِ أَحَقُّ بِھِ مَا لَمْ تَنْكِحِي )} yang diriwayatkan oleh Abu > Da >wud adalah H }asan, baca : MuhammadNa >s }iruddi >n al-Alba >ni >, Irwa>’ al-Gali>l Fi> Takhri>j al-Ah }a>di>s\ Mana>r as-Sabi>l (Beirut: al-Maktab al-Isla >mi >, 1985), VII: 244, ba >b al-H }ad }a >nah.

Page 5: PEMIKIRAN IBNU H}AZM TENTANG TIDAK GUGURNYA HAK H}AD …

145

Pemikiran Ibnu H}azm tentang Tidak Gugurnya Hak H}ada >nah bagi Ibu yang Sudah Menikah Kembali ...

Al-Ah}wa>l, Vol. 8, No. 2, 2015 M/1437 H

ulama lainnya. Adapun alasan-alasan yangdilontarkan oleh Jumhur Ulama memiliki persa-maan dan kesepakatan bahwa jika ibunya me-nikah dengan orang yang bukan mah }ram-nya,maka ia akan melirik anak itu dengan kema-rahan, memendam rasa benci dan berburuksangka pada ibunya, karena disangka bahwaibu akan memberi makan anak itu denganuangnya, bisa-bisa perbedaan antara ibu dansuaminya menjadi sangat keras dan mengaki-batkan hal-hal yang tidak diinginkan, sepertiperceraian.9

Menyikapi hal tersebut, Ibnu H}azm memi-liki pendapat yang berseberangan denganJumhur bahwa ibu masih tetap berhak untukmengasuh dan tidak gugur meskipun ia telahmenikah kembali, karena kasih sayang ibu lebihbaik dibandingkan bapak. Kemudian, IbnuH}azm pun menyandarkan kepada beberapakejadian yang telah menimpa Nabi Muham-mad SAW sendiri dan para sahabatnya, diantaranya: Pertama, Anas bin Malik yang ma-sih tetap diasuh oleh ibunya, padahal ibunyatelah menikah kembali dengan orang lain, yaituAbu > T}alh }ah. Kedua, Ummu Salmah yang me-nikah dengan Nabi Muhammad SAW. dananaknya masih tetap berada dalam tanggung-annya (diasuh olehnya). Ketiga, anak perempu-an Hamzah yang masih diasuh oleh bibinyasesuai ketetapan Nabi Muhammad SAW., pa-dahal bibinya telah menikah kembali. Terkaittentang peristiwa Anas bin Ma >lik, berikut iniadalah hadisnya:

Artinya:Anas telah berkata: “Rasulullah SAW. men-datangi kota Madinah dan tidak memilikipembantu, kemudian Abu > T}alh }ah meng-genggam tanganku dan membawaku kepa-da Rasulullah, kemudian ia berkata: (WahaiRasulullah, sesungguhnya Anas adalahanak yang cerdas, apakah kamu mau diamelayanimu?). Anas menjawab: (Aku telahmelayaninya dalam perjalanan dan mela-yaninya di kemudian hari).

Selain itu, untuk memperkuat pendapat-nya yang mengatakan bahwa kasih sayang ibutidak dapat digugurkan dan memiliki tingkatkasih sayang yang lebih dibandingkan yanglainnya disandarkan pada hadis Nabi Muham-mad SAW. yang diriwayatkan oleh Abu > Hu-rairah r.a. :

9 Muh }ammad Zaid Al Abya >ni >, al-Ah }kam asy-Syar’iyyah fi> al-Ah }wa>l asy-Syakhsiyyah (Beirut: Maktabah an-Nahd }ah, t.t.),III: 67.

1 0 Ima >m Ah }mad bin Hanbal, Musnad al-Ima>m Ah }mad Ibn Hanbal Abi ‘Abdillah asy-Syibya>ni> (Beirut: Da >r Ih }ya > al-Tura >s }al’Ara >bi, 1993 >), III:536, no. 11577, Musnad Anas bin Ma >lik. Al-Bukha >ri >, S |ah}i>h } al-Bukha>ri> (Amman: Bait al-Afka >r al-Dawliyyah,1998), hlm. 313, no:2768. Ibnu H }ajar al-‘Asqala >ni >, Fath } al-Ba>ri> (ttp.: Maktabah as-Salafiyah, t.t.),V:395, ba >b Istikhda >m al-Yati >m fi as-Safar wa al-H }ad }ar Iz \a Ka >na S}ala >h }an Lahu. An-Naisabu>ri >, S |ah }i>h } Muslim, (Beirut: Da >r al-Kutub al-‘Ilmiyyah,2008),IV:34, no:2309 \, ba >b Ka >na Rasululla >h Ah >sana an-Na >si Khuluqan.

1 1 Ima >m Muslim, S }ah } >ih } Muslim (India: Adam Publishers & Distributors, 1996), hlm. 163, no. 2548, ba >b Birr al-Wa >ldain.

Page 6: PEMIKIRAN IBNU H}AZM TENTANG TIDAK GUGURNYA HAK H}AD …

146 Al-Ah}wa>l, Vol. 8, No. 2, 2015 M/1437 H

Muhamad Izzul Aqna dan Malik Madany

Artinya:Dari Abu Hurairah, beliau berkata: sese-orang datang kepada Rasulullah SAW.dan berkata, “Wahai Rasulullah, kepadasiapakah aku harus bebakti pertama kali?”Nabi SAW. menjawab, “ibumu”, dan laki-laki tersebut bertanya kembali, “kemudiansiapa lagi?”, Nabi SAW. menjawab “ibu-mu”, dan laki-laki tersebut bertanya kem-bali, “kemudian siapa lagi?”, Nabi SAW.menjawab “ibumu”, dan laki-laki tersebutbertanya kembali, “kemudian siapa lagi?”,Nabi SAW. menjawab. “kemudian ayah-mu.”

Ibnu H}azm menggunakan hadis di atas,karena menganggap bahwa kata “s }uh }bah”sangat relevan dengan h ( صُحْبَةٌ) }ad }a >nah12, dimana (ٌصُحْبَة ) dapat diartikan sebagai seorangsahabat yang selalu ada pada saat dibutuhkan,layaknya seorang ibu bagi anak-anaknya.Adapun pendapat Ibnu H }azm yang menya-takan bahwa hak h}ad}a>nah bagi ibu yang me-nikah kembali tidak gugur ketika ibu dan suamibarunya (bapak tiri si anak) termasuk dalamorang yang dapat dipercaya bisa ditemukandalam kitabnya al-Muh}alla> 13 :

Artinya:Dan adapun pendapat kami : bahwa se-sungguhnya hak ibu dalam h }ad}a>nah tidakgugur karena pernikahannya (dengan la-ki-laki lain) jika ia dan suaminya yang barutermasuk orang yang dapat dipercaya. Danuntuk nas }-nas } yang telah kami sebutkansebelumnya, bahwa Rasulullah SAW. tidak

mengkhususkan pernikahan si isteri de-ngan bukan pernikahannya.

Kepercayaan yang dimaksud adalah ke-percayaan untuk dapat menjaga anak dalamhal duniawi dan akhiratnya (agamanya). Ber-kaitan dengan dunia, Ibnu H }azm menafsirkansurat al-Baqarah ayat 03 bahwa menjaga duniaadalah salah satu dari kedua orang tua si anakharus memiliki kekayaan yang lebih (mewah)dalam hidupnya, makanannya, pakaiannya,tempat tidurnya, pelayanannya, kebijakannya,kemuliaannya, pencarian nafkahnya. Makawajib baginya untuk memperhatikan hal-haltersebut setalah agama.14 Sedangkan yang ber-kaitan dalam hal agama, Ibnu H }azm mem-berikan kelonggaran bagi ibu kafir untuk tetapdapat mengasuh anaknya yang muslim sampaianaknya dewasa dengan syarat si ibu dapatmenjaga agama si anak (tidak mempengaruhianak untuk murtad). Ketika si anak sudahmampu membedakan mana yang baik dan ma-na yang buruk, maka gugurlah hak h }ad }a >nahbagi ibu tersebut.

D. Pemik iran Ibnu H }azm tentang TidakGugurnya Hak H}ad}a>nah Bagi Ibu yangMenikah Kembali dan Relevansinyaterhadap Konteks Indonesia

1. Perspektif Fikih

a. Sumber Hukumnya.Dasar hukum yang digunakan oleh Ibnu

H}azm ada empat, yaitu: al-Qur’an, al-Hadis,Ijma>’ dan Dali >l. Jika dilihat dari dasar hukumyang digunakan, maka terdapat perbedaanantara Ibnu H}azm dan Jumur Ulama, yaitu:1) Pertama adalah pada hadis. Hadis yang

digunakan oleh Ibnu H }azm adalah hadisyang diriwayatkan oleh perawi yangs \iqqah atau mutawa >tir. Dalam kitabnya al-

1 2 Ibnu H }azm, al-Muh }alla> ... , X:1441 3 Ibnu H }azm, al-Muh }alla> ...,X : 1461 4 Ibid., hlm. 145

Page 7: PEMIKIRAN IBNU H}AZM TENTANG TIDAK GUGURNYA HAK H}AD …

147

Pemikiran Ibnu H}azm tentang Tidak Gugurnya Hak H}ada >nah bagi Ibu yang Sudah Menikah Kembali ...

Al-Ah}wa>l, Vol. 8, No. 2, 2015 M/1437 H

Muh }alla > dijelaskan bahwa h }adi >s \ mauqu >fdan h}adi >s \ mursal tidak dapat dijadikan se-bagai h }ujjah (alasan) dalam ber-istinba >t.Adapun alasannya untuk tidak menggu-nakan hadis tersebut, karena Ibnu H }azmmenganggap bahwa ketika seseorang ber-h}ujjah tentang suatu perkara dengan hadisyang disebutkan dari rasulullah SAW. pa-dahal bukan dari Rasulullah SAW, makahal tersebut dinamakan sebagai z}ann (pra-sangka). Padahal Allah SWT. telah mene-gaskan dalam firman-Nya:

Artinya :Dan mereka tidak mempunyai sesuatupengetahuan pun tentang itu. Mereka ti-dak lain hanyalah mengikuti persangkaan,sedangkan sesungguhnya persangkaan itutiada berfaedah sedikit pun terhadap kebe-naran.

Artinya :Dan janganlah kamu engkut apa yang ka-mu tidak mempunyai pengetahuan ten-tangnya. Sesungguhnya pendengaran,penglihatan dan hati, semuanya itu akandiminta pertanggungan jawabnya.

2) yang kedua adalah “dali >l”. Dali >l hampirsama dengan qiya>s, akan tetapi perbeda-annya bahwa qiya >s mengeluarkan ‘illahdari nas } dan menetapkan hukum suatuperkara yang memiliki ‘illah yang sama.

Sedangkan dali >l tidak demikian, dali >l ada-lah penetapan hukum syariat yang diambildari nas } itu sendiri secara z}a>hir (apa yangnampak). Itulah mengapa mazhab yangdianut oleh Ibnu H }azm disebut sebagaimazhab az }-Z }a >hiri >.

b. Ke-S }ah }i>h {-an Nas} yang Digunakan.Antara hadis yang digunakan oleh Ibnu

H }azm dengan hadis yang digunakan olehJumur Ulama adalah sama-sama memiliki ke-kuatan nas }, yaitu keduanya s }ahi >h}. Jadi, keduabelah pihak memiliki dasar yang bisa diper-tanggungjawabkan. Meskipun demikian, IbnuH}azm dan Jumur Ulama memiliki alasan ma-sing-masing untuk tidak menggunakan hadislawannya, untuk lebih jelasnya dapat diperha-tikan hadis di bawah inii. Hadis yang dipakai oleh Ibnu H}azm :

Artinya:Anas telah berkata: “Rasulullah SAW. men-datangi kota Madinah dan tidak memilikipembantu, kemudian Abu > T}alh }ah meng-genggam tanganku dan membawakukepada Rasulullah, kemudian ia berkata:(Wahai Rasulullah, sesungguhnya Anasadalah anak yang cerdas, apakah kamumau dia melayanimu?). Anas menjawab:(Aku telah melayaninya dalam perjalanandan melayaninyadi kemudian hari).

1 5 An-Najm (53): 28.1 6 Al-Isra’ (17): 36.1 7 Ima >m Ah }mad bin Hanbal, Musnad al-Ima>m Ah }mad Ibn Hanbal Abi> ‘Abdllah asy-Syibya>ni> (Beirut: Da >r Ihya > al-Tura >s }

al’Ara >bi, 1993 >), III: 536. Al-Bukhar >i >, s\ah }i>h } al-Bukha>ri> (Amman: Bait al-Afkar ad-Dauliyyah, 1998), hlm. 313, no:2768. An-Naisabu>ri >, S |ah }i>h } Muslim, (Beirut: Da >r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2008), IV: 34, no:2309.

Page 8: PEMIKIRAN IBNU H}AZM TENTANG TIDAK GUGURNYA HAK H}AD …

148 Al-Ah}wa>l, Vol. 8, No. 2, 2015 M/1437 H

Muhamad Izzul Aqna dan Malik Madany

Hadis di atas adalah s }ah}i >h{ menurut Ima >mAh }mad bin Hanbal, Bukha >ri> dan Muslim. Da-lam penggalian alasan mengapa Jumhur untuktidak memakai hadis Anas bin Ma >lik di atas,penulis tidak menemukan alasan Jumhur Ula-ma secara langsung. Menurut hemat penulis,Jumhur Ulama lebih memilih untuk bersandarkepada hadis yang bersifat qauli > (ucapan Nabisecara langsung) dan bukan kepada hadis yangbersifat taqri >ri > (ketetapan Nabi). Selanjutnya,Ima >m asy-Sya >t}i>bi> menjelaskan dalam kitabnyaal-Muwa >faqa >t bahwa hadis qauli > sudah jelasmemiliki makna ta’ri >fi >, yaitu sesuatu yang da-tang dari Nabi dalam bentuk perintah, larang-an atau keterangan tentang hukum syari’at.18

Dalam penjelasan sebelumnyapun telahditerangkan bahwa Ibnu H}azm sepakat akantingkatan hadis qauli > di mana hadis ini wajibdiikuti, hanya saja hadis qauli > yang dijadikansandaran Jumhur Ulama bagi Ibnu H }azm me-miliki kecacatan dalam pengambilan riwayat-nya, sehingga ia bersandar pada hadis taqri >ri >.

ii. Hadis yang dipakai oleh Jumhur Ulama :

Artinya:Sesungguhnya ada seorang perempuanberkata: “Wahai Rasulullah SAW. Sesung-guhnya anak saya ini adalah perut sayayang mengandungnya, susuku yang me-nyusuinya dan pangkuanku sebagai tepatberkumpulnya (bersamaku). Dan sesung-

guhnya ayahnya mentalakku serta inginmemisahkanku dengan dirinya (anakku).”Maka Rasulullah SAW. bersabda: “Kamulebih berhak atas anakmu sebelum kamumenikah”.

Berkaitan dengan perkataan Ibnu H }azmsecara langsung yang menyatakan alasannyamenolak s }ah}i >fah tersebut, penulis tidak mene-mukan alasannya secara detail. Akan tetapiada beberapa ulama yang menyatakan bahwaalasan orang yang melemahkan hadis yangdiriwayatkan oleh ‘Amru > bin Syu’aib itu dika-renakan ia (‘Amru > bin Syu’aib) mendapatkanhadis langsung dari s }ah }i >fah kakeknya19 danbukan karena ia mendengar langsung darikakeknya tersebut, di antaranya :

Artinya:Abu > ‘I <sa > berkata : “Dan alasan orang yangmengatakan bahwa hadis ‘Amru > binSyu’aib itu adalah lemah, karena ia meri-wayatkan hadis dari s }ah }i >fah kakeknya,mereka beranggapan bahwa ia (‘Amru > binSyu’aib) tidak pernah mendengar hadis-hadis ini dari kakeknya secara langsung”.

Artinya:‘A <li bin ‘Abdulla >h berkata sebagaimanatelah disebutkan oleh Yah }ya> bin Sa’i>d: “Ha-

1 8 Ibnu H }azm, al-Muh }alla> ... , X: 144.1 9 Abu Is }h }a > >q asy-Sya >t}ibi >, al-Muwa>faqa>t fi> Us}u >l asy-Syari>’ah (Beirut: Da >r al-Kutub al-’Ilmiyyah, 2005), hlm. 44.2 0 Kakek ‘Amru> bin Syu’aib (‘Abdilla >h bin ‘Amru)> memang terkenal sebagai orang yang paling banyak mengumpul-

kan hadis lewat tulisannya, hal itu sesuai dengan pernyataan Abu Hurairah r.a. : Tidak ada seorangpun di antara parasahabat Nabi yang memiliki hadis lebih banyak dariku, kecuali ‘Abdullah bin ‘Amru, karena ketika ia menulis hadis,saya tidak menulis (Fath } al-Ba >ri, I: 217).

Page 9: PEMIKIRAN IBNU H}AZM TENTANG TIDAK GUGURNYA HAK H}AD …

149

Pemikiran Ibnu H}azm tentang Tidak Gugurnya Hak H}ada >nah bagi Ibu yang Sudah Menikah Kembali ...

Al-Ah}wa>l, Vol. 8, No. 2, 2015 M/1437 H

dis‘Amru > bin Syu’aib bagi kita adalahlemah”.

Dengan dua pernyataan di atas, besar ke-mungkinan jika alasan Ibnu H }azm untuk me-nolak hadis ‘Amru > bin Syu’aib karena ia men-dapatkan hadis tidak langsung mendengar darikakeknya, melainkan dari s }ah}ifah milik kakek-nya.

Sebenarnya menurut asy-Sya >t }ibi > bahwapemilihan salah satu di antara hadis qauli > atautaqri >ri > yang saling bertentangan itu adalah di-perbolehkan dan tidak akan berdosa, meskipunmemang yang diutamakan adalah jika hadistaqri >ri > tersebut telah didudukung oleh hadisqauli >, maka hukumnya menjadi sah dan diberi-kan izin secara mutlak.22 Akan tetapi, penulislebih condong untuk menemukan titik temu diantara kedua hadis di atas, karena jika tidak,maka akan mengakibatkan ketidak adilan da-lam penerapan hukum.

Melihat perbedaan pendapat (JumhurUlama dan Ibnu H}azm) dan hadis yang merekagunakan sebagai sandaran di atas, penulisingin tetap menggunakan kedua dalil diatasuntuk menemukan titik temunya. Maka untukmenyelesaikannya dapat menggunakan salahmetode yang ditawarkan oleh ulama Sya >-fi’iyyah, Ma >liki>yyah dan Z }a>hiriyyah, yaitu: al-Jam’u wa at-Taufi >q. Ulama Hanafiyyah pun me-nyebutkan bahwa mengamalkan kedua dalilitu lebih baik daripada meninggalkan salah satudi antaranya.

Dengan metode al-Jam’u wa at-Taufi >q, makadapat dipahami bahwa alasan Jumhur Ulamaketika disandarkan pada hadis

( ) adalah adanya ke-khawatiran akan lalainya ibu untuk mem-perhatikan anak karena disibukkan dengansuami barunya. Alasan kekhawatiran Jumhur

Ulama ini menjadi penyebab gugurnya hakh}ad }a >nah bagi ibu. Maka al-Mafhu >m al-Mukha >-lafah-nya adalah seorang ibu bisa tidak gugurhak h}ad}a>nah-nya jika ia dapat dipercaya untuktetap menjaga dan merawat anaknya denganbaik.

Menurut hemat penulis antara pendapatJumhur Ulama dan Ibnu H }azm pada intinyamemiliki kesamaan pendapat, meskipun secaraz}a>hir-nya Jumhur Ulama terlihat tidak membe-rikan ruang kepada ibu untuk tetap menda-patkan hak h}ad}a>nah ketika ia menikah kembalidengan bukan kerabatnya, kecuali ulama Ma >li-kiyyah yang masih memiliki sedikit toleransi(penjelasan pada paragraf selanjutnya). Penge-cualian yang diberikan kepada kerabat si anakseperti paman untuk menikah dengan ibunyaagar hak h}ad}a>nah-nya tidak gugur, karena di-anggap mampu untuk merawat si anak dantidak akan ada rasa benci paman kepada anakisterinya menurut Jumhur Ulama. Akan tetapi,menurut hemat penulis bahwa tidak mungkinsemua paman dapat dipercaya, tergantungpada pribadi masing-masing dan kondisinya.Maka, kemudian Ibnu H }azm tidak mensyarat-kan orang-orangnya, yang terpenting ibu danayahnya yang baru dapat menjaga si anak de-ngan baik, baik dari segi agama dan dunianya.

c. Maqa >s}id asy-Syari>’ahTeori Maqa >sid asy-Syari >’ah pertama kali

dipopulerkan oleh at-Turmuz \i al-H}a>kim Abu >Abdillah Muh }ammad bin ‘Ali>. Menurut konsepini, syari’at (al-Qur’an dan al-Hadis) memilikitujuan universal yakni membawa manusiasampai pada kemaslahatan hidup di duniamaupun pada kehidupan selanjutnya.23 Ada-pun tujuan utama dalam Maqa>s \id asy-Syari >’ahmenurut asy-Sya >t}ibi> dan para ilmuan lain tidakterlepas untuk menjaga dan memperjuangkantiga kategori hukum, yaitu ad-D }aru >riyya >t, al-

2 1 Abi ‘I<sa > Muh }ammad bin ‘I<sa > bin Su>rah at-Tirmiz \i <, Al-Ja>mi’ as}-S{ah }i>h wa Huwa Sunan at-Tirmiz\i< (Beirut: Da >r al-Kutubal-‘Ilmiyyah, 2000), I: 243.

2 2 Ibid.2 3 Abu> Is }h }a > >q asy-Sya >t}ibi >, al-Muwa>faqa>t...,hlm.54

Page 10: PEMIKIRAN IBNU H}AZM TENTANG TIDAK GUGURNYA HAK H}AD …

150 Al-Ah}wa>l, Vol. 8, No. 2, 2015 M/1437 H

Muhamad Izzul Aqna dan Malik Madany

H {a >jiyya >t, at-Tah }si >niyya>t.24 Dalam Maqa >s \id asy-Syari >’ah al-Khamsah ad-D }aru >riyya >t itu sendiriterdapat lima unsur pokok yang diperhatikan,yaitu : Pertama H }ifz} ad-Di >n (menjaga agama).Kedua, H }ifz} an-Nafs (menjaga jiwa). Ketiga, H }ifz}al-‘Aql (menjaga akal). Keempat H }ifz } al-‘Ird }(menjaga keturunan) dan Kelima, H }ifz} al-Ma>l(menjaga harta).25

Jika dikaitkan dengan teori maqa>s }id di atas,maka h}ad}a>nah dilakukan untuk menjaga kelimahal tersebut. Ibnu H}azm sependapat denganJumhur Ulama bahwa seorang ibu yang meng-asuh anaknya harus dapat dipercaya dalammenjaga agama dan dunia si anak, denganmengutamakan agama terlebih dahulu, barukemudian dunia.26 Pernyataannya tersebut da-pat ditemukan dalam kitabnya al-Muh}alla> bi al-A>s \a>r, sebagaimana berikut:

Artinya :Jika salah satunya lebih berhati-hati dalammenjaga dunia si anak, sedangkan yanglainnya tidak sama sekali, maka ia lebihberhak (utama). Sedangkan jika salah sa-tunya lebih berhati-hati dalam menjagaagamanya dan yang lainnya lebih berhati-hati dalam dunianya, maka h }ad}a>nah dibe-rikan kepada orang yang lebih berhati-hatidalam menjaga agama si anak, sepertiyang telah kami sebutkan sebelumnya.

Alasan Ibnu H }azm di atas disandarkanpada firman Allah SWT. :

Artinya :Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehi-dupan dunia itu hanyalah permainan dansesuatu yang melalaikan perhiasan danbermegah-megahan antara kamu serta ber-bangga-bangga tentang banyaknya hartadan anak, seperti hujan yang tanam-ta-namannya mengagumkan petani, kemudi-an tanaman itu menjadi kering dan kamulihat warnanya menjadi kuning kemudianmenjadi hancur. Dan di akhirat (nanti)ada azab yang keras dan ampunan dariAllah serta ke-rid}a-an-Nya. Dan kehidup-an dunia ini tidak lain hanyalah kesenang-an yang menipu.

Menjaga agama yang dimaksud oleh IbnuH}azm adalah selalu mendidik anak untuk tetapbertakwa kepada Allah dengan terus menja-lankan segala perintah-Nya dan menjauhi se-gala yang telah dilarang oleh-Nya. Lebih lanjutIbnu H}azm menjelaskan dalam kitabnya :

2 4 Fariz Pari, dkk., Upaya Integrasi Hermeneutika Dalam Kajian Al-Qur’an dan Hadits (Teori dan Aplikasi), cet. ke-2 (Yogyakarta:Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga, 2012), hlm. 86.

2 5 M. Subhan, dkk., Tafsir Maqashidi Kajian Tematik Maqashid al-Syari’ah (Jawa Timur: Purna Siswa, 2013), hlm. 3.2 6 ‘Abd al-Wahha >b Khalla >f, ‘Ilmu Us}u >l al-Fiqh, cet. ke-2 (Mesir: H }aramain, 2004), hlm. 200.2 7 Ibnu H }azm, Al-Muh }alla> ... , X:143. Ah }mad bin Mas’u>d al-Yu>bi >, Maqa>s}id asy-Syari>’ah..., hlm. 296.2 8 Ibid., hlm. 145.

Page 11: PEMIKIRAN IBNU H}AZM TENTANG TIDAK GUGURNYA HAK H}AD …

151

Pemikiran Ibnu H}azm tentang Tidak Gugurnya Hak H}ada >nah bagi Ibu yang Sudah Menikah Kembali ...

Al-Ah}wa>l, Vol. 8, No. 2, 2015 M/1437 H

Artinya :Dan barangsiapa yang menelantarkananak kecil (laki-laki dan perempuan)dimana keduanya (anak laki-laki dan pe-rempuan) mencoba untuk mendengarkankekufuran, dan berlatih untuk menging-kari kenabian Rasululllah SAW., mening-galkan salat, makan pada bulan Rama-dhan, minum khamar dan senang untukmelakukannya sampai anak-anak tersebutmerasa mudah untuk menempuh jalan ke-kufuran, berteman dengan orang yang ti-dak baik, dan terus ingin melakukan keru-sakan: maka sesungguhnya orang tersebuttelah menolong anak-anak untuk melaku-kan dosa dan pelanggaran dan tidak me-nolong mereka untuk melakukan kebaikandan ketakwaan, tidak menegakkan kebe-naran (keadilan) dan tidak meninggalkandosa secara nampak dan tersembunyi. Se-benarnya ini adalah perbuatan yang ha-ram dan maksiat.

Ketika permasalahan yang menyangkutagama dan akhirat dapat dipercaya akan terja-ga dengan baik, maka selanjutnya adalah per-masalahan dunia, seperti memberikan kasih sa-

yang, memberikan nafkah untuk memenuhikebutuhan hidup si anak dan lain-lain. IbnuH}azm pun telah menjelaskan dalam kitabnya:

Artinya :Dan penafsiran mendalam terhadap duniaadalah salah satu di antara mereka harusmemiliki kemewahan (kesenangan) dalamhidupnya, makannya, pakaiannya, tempattidurnya, pelayanannya, pendidikannya,penghormatannya dan pemberian nafkahterhadapnya. Semua ini adalah kebaikanyang harus diberikan kepada anak (laki-laki dan perempuan) dan harus dipeliharadalam pemberiannya setelah agama.

Ibnu H }azm memang tidak mengatakanbahwa pendapatnya tentang h }ad }a >nah sesuaidengan Maqa>s }id asy-Syari >’ah, akan tetapi dapatdilihat bahwa kata “agama” dan “dunia” inimengandung pengertian maqa >s }id, “agama”masuk dalam kategori yang pertama, sedang-kan “dunia” meliputi kategori yang keduahingga kelima (H }ifz} an-Nafs, H }ifz} an-Nasl, H }ifz}al-Ma>l dan H }ifz al-‘Aql).31 Lebih lanjut Ah }madbin Mas’u >d al-Yu >bi dalam kitabnya Maqa >s }idasy-Syari >’ah al-Isla >miyyah mengkategorikanbahwa agama termasuk dalam “H }aqq Alla >h(Hak Allah)”, sedangkan menjaga jiwa/diri,akal, keturunan dan harta termasuk dalam“H }uqu >q al-Adamiyyi >n (Hak-hak Manusia)”.

Mengenai dua kategori diatas, memangada dua pendapat terkait kategori berapa yang

2 9 Al-H }adi >d (57): 20.3 0 Ibnu H }azm, Al-Muh }alla> ... , X: 144.3 1 Ibnu H }azm, Al-Muh }alla> ... , X: 145.

Page 12: PEMIKIRAN IBNU H}AZM TENTANG TIDAK GUGURNYA HAK H}AD …

152 Al-Ah}wa>l, Vol. 8, No. 2, 2015 M/1437 H

Muhamad Izzul Aqna dan Malik Madany

harus didahulukan. Pihak pertama, mendahulu-kan agama (H }aqq Alla >h) dibandingkan D }a-ru >riyya >t (H }uquq > al-Adamiyyi >n) lainnya. Pihakkedua, sebaliknya, yaitu mendahulukan H }uqu >qal-Adamiyyi >n (menjaga jiwa/diri, akal, ketu-runan dan harta termasuk dalam) dibanding-kan H }aqq Alla>h (menjaga agama). Dari keduapendapat ini, mayoritas para ahli usul fikih ber-pihak pada pengkategorian yang pertama.32

Adapun dalil pendukung alasan mereka ada-lah sebagai berikut:33

Artinya :Maka hutang terhadap Allah (hak Allah)itu lebih berhak untuk dibayar/ditunaikanterlebih dahulu.

Dengan demikian, pendapat Ibnu H }azmtersebut tidak bertentangan dengan teori Ma-qa>s \id as-Syari >’ah. Ia berjalan lurus sesuai denganketentuan maqa>s \id. Namun, ia memiliki titik te-kan yang menjadi syarat ketentuan tetap berla-kunya hak h}ad\a>nah bagi ibu yang menikah kem-bali yaitu “dapat dipercaya” dalam menjagaagama dan dunia.

Jika dikaitkan dengan syarat-syarat yangharus dipenuhi oleh h}a>din (orang yang meng-asuh), antara syarat-syarat yang dikemukakanoleh Aimmah ‘Ala > Maz \a >hib al-Arba’ah (ulamaempat mazhab) dengan syarat Ibnu H}azm inti-nya adalah sama. Sedangkan perbedaanya ada-lah terletak pada syarat yang ditetapkan Jum-hur Ulama, yaitu “ibu belum menikah denganorang asing” dengan sedikit kelonggaran yangdiberikan oleh ulama Ma>likiyyah untuk ibu agartetap berhak mengasuh anaknya dengan sya-rat-syarat tertentu. Namun, Ulama Hanafiyyahdan Ma >likiyyah menambahkan syarat “Ama>-nah” (dalam dunia dan agama) sebelum syarat

“ibu belum menikah dengan orang asing”. De-ngan demikian, yang diberikan hak h }ad }a>nahharus dapat dipercaya untuk mengasuh anakdengan baik dalam agama dan dunianya ter-lebih dahulu.

Kelonggaran yang dimaksud oleh UlamaMa >likiyyah di atas adalah kelonggaran yangdimiliki oleh ibu untuk tetap dapat mengasuhanaknya. Sehingga dapat diartikan bahwa ke-tika orang yang berhak untuk mendapatkanhak h}ad}a>nah setelah ibu akibat pernikahannyaitu diam saja, dalam artian tidak meminta hak-nya untuk mengasuh si anak, maka gugurlahhaknya dengan syarat-syarat:35 1). Harus me-ngetahui haknya untuk mendapatkan h}ad}a>nah.2). Harus mengetahui bahwa diamnya itu me-nyebabkan gugurnya hak h}ad}a>nah-nya. 3). Su-dah berlalu selama satu tahun dihitung daritanggal ia mengetahui haknya untuk h}ad}a>nah.

Dengan demikian, ketika seorang Ibu me-nikah kembali dengan orang asing (bukan ke-rabatnya si anak) dan sudah melakukan hu-bungan, akan tetapi orang yang seharusnyaberhak untuk mendapatkan h }ad }a >nah karenaibunya menikah kembali itu tidak mengetahuisampai suami keduanya itu pisah karena ceraiatau meninggal, maka hak h}ad}a>nah tetap ber-lanjut dimiliki oleh ibunya. Begitu pula ketikaorang itu mengetahui pernikahan ibunya sianak, akan tetapi ia diam (tidak meminta/me-nuntut haknya) selama setahun sampai kedua-nya (ibu dengan suami barunya) pisah, makaanak itu tetap bersama ibunya. Karena diam-nya sudah melewati batas setahun dan gugur-lah hak h}ad }a>nah bagi orang tersebut.36 Selan-jutnya, bisa saja diamnya orang yang berhaksetelah ibunya itu karena sudah rid }a atau yakinbahwa ibu dan ayah tirinya itu mampu untukmerawat anaknya dengan baik, karena ia su-dah mengetahui pernikahannya.

3 2 Ah }mad bin Mas’u>d al-Yu>bi >, Maqa>s}id asy-Syari>’ah..., hlm. 298.3 3 Ibid., hlm. 296.3 4 Ibid., hlm. 298.3 5 Ibnu Khuzaimah, S }ah {i>h } Ibn Khuzaimah (Beirut: al-Maktab al-Isla >mi >, 2003), hlm. 941.3 6 Wahbah az-Zuh }aili >, Al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuhu (Beirut: Da >r al-Fikr, 2004), hlm. 7313.

Page 13: PEMIKIRAN IBNU H}AZM TENTANG TIDAK GUGURNYA HAK H}AD …

153

Pemikiran Ibnu H}azm tentang Tidak Gugurnya Hak H}ada >nah bagi Ibu yang Sudah Menikah Kembali ...

Al-Ah}wa>l, Vol. 8, No. 2, 2015 M/1437 H

Dengan demikian, meskipun hak ibu itugugur untuk mengasuh ketika ia menikah kem-bali, akan tetapi orang yang diberikan hak sete-lah ibunya itu mempercayainya untuk dapatmengasuh maka tidak menjadi masalah, si ibutetap berhak. Tentunya hal ini sesuai denganistilah yang populer digunakan oleh IbnuQayyim al-Jauziyyah bahwa syari’at itu didiri-kan demi kemaslahatan manusia di dunia dandi kehidupan selanjutnya :

Artinya :Sesungguhnya fondasi (asas) syari’at ada-lah kebijaksanaan-kebijaksanaan dankemaslahatan-kemaslahatan manusia da-lam kehidupan dunia dan kehidupan yangakan datang.

2. Perspektif SosiologisDalam kajian sosiologis dikenal adanya

pembagian sistem kekerabatan yang dimilikioleh Indonesia. Masyarakat Indonesia memiliki3 (tiga) sistem kekerabatan, yaitu: matrilineal,patrilineal dan parentalbilateral.38 Ketiga sistemyang berkembang tersebut tidak terlepas darisistem adat yang melekat, bahkan setiap gene-rasi mempunyai visi dan misi untuk terus mem-pertahankan sistem tersebut sebagai ciri khusustersendiri bagi suatu suku terhadap suku yanglainnya. untuk lebih jelasnya, penulis membe-rikan contoh masing-masing.a. Kekerabatan patrilineal, penulis mengambil

contoh di Bali yang sama dengan Batak.Pasca perceraian, hak asuh anak diberikankepada pihak bapak tanpa memperhati-kan kondisi bapak. Dalam artian, si bapak

tetap diberikan hak asuh meskipun ia tidakkerja dan tidak memiliki perilaku yangbaik. Sistem kekerabatan ini dinamakan se-bagai sistem kekerabatan Purusa. Selanjut-nya, penulis mendapatkan info dari situsresmi Kementerian Agama Bali bahwa ibumasih bisa memberikan kasih sayangkepada anak Ibu dengan cara memperha-tikan pendidikannya, memberikan nafkahyang dibutuhkan, meskipun ibu tidakmengasuhnya setiap hari.39

Purusa memang berasal dari ajaran agamaHindu. Tentu berbeda dengan ajaran aga-ma Islam. akan tetapi, penulis memban-dingkan dari segi kasih sayang dan pendi-dikan yang akan di dapat oleh si anak. Pe-nulis mengkhawatirkan keadaan si anakjika memang terus menerus berada padapihak ayah, terlebih ketika hak asuh tetapdiberikan ketika si ayah dianggap tidakmampu.

b. Sistem kekerabatan matrilineal, penulismengambil contoh suku Minangkabau.Dalam sistem Minangkabau, anak diasuholeh kedua orang tua, akan tetapi pihakibu memiliki kuasa terhadap anak yanglebih dominan dibandingkan ayah. Selainkedua orang tua tersebut, yang bertang-gung jawab adalah mamak (paman daripihak ibu). Bahkan mamak memiliki kuasayang lebih dibandingkan kedua orang tua,karena kewajiban orang tua terhadapanak hanya sebatas sampai dewasa.40 Se-dangkan mamak bertanggung jawab pe-nuh tanpa batas waktu, bahkan sampaimenentukan Pandam Pakuburan (lianglahat)-pun ditentukan oleh mamak.Dilihat dari garis keturunan, si anak ber-ada pada garis ibu. Maka ketika terjadi per-

3 7 Ibid.3 8 Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, I’la>m al-Muwaqqi’i>n (Beirut: Da >r al-Jail, 1991), III: 3.3 9 Prof. Dr. Khoiruddin Nasution, M.A., Pengantar dan Pemikiran Hukum Keluarga (Perdata) Islam Indonesia (Yogyakarta:

ACAdeMIA+TAZAFFA, t.t.), hlm. 83-85.4 0 http://agama.denpasarkota.go.id/index.php/lihat-saran/13777/hak-asuh-anak/.htm., akses pada tanggal 27

November 2014, pukul 13:05 WIB.

Page 14: PEMIKIRAN IBNU H}AZM TENTANG TIDAK GUGURNYA HAK H}AD …

154 Al-Ah}wa>l, Vol. 8, No. 2, 2015 M/1437 H

Muhamad Izzul Aqna dan Malik Madany

ceraian, hak asuh anak tidak dapat lepasdari kekerabatan matrilineal.41 Dalam arti-an ketika terjadi perceraian, maka yang ber-hak mengasuh anak lebih diprioritaskankepada ibu. selanjutnya, ketika ibu tidakmampu mengasuh anak atau meninggaldunia, maka dipindahkan kepada keluargadari pihak ibu, sedangkan ayah tidakberhak. Meskipun demikian, si ayah tetapberkewajiban untuk memberikan nafkah.

c. Sistem kekerabatan parental-bilateral, sesuaidengan pernyataan Prof. Dr. Khoiruddinbahwa sistem ini memang lebih mirip de-ngan sistem penentuan hak h}ad}a>nah dalamIslam. Karena pada dasarnya, dalam h}a-d}a>nah yang lebih diutamakan adalah ke-baikan untuk si anak dalam berbagai segi,bukan mengutamakan klan/suku/margaorang tua.Terkait sistem parental-bilateral, antaraayah dan ibu sama-sama memiliki hakyang kuat untuk mengasuh anaknya keti-ka telah terjadi perceraian. Karena adanyakesamaan hak tersebut, maka sering ter-jadi perebutan antara ayah dan ibu untukmendapatkan hak asuh anak, khususnyabagi yang masih di bawah umur.42 Kemu-dian untuk jalan keluar dari perebutan hakasuh tersebut dapat ditempuh dengan ke-sepakatan bersama dengan melihat kema-slahatan si anak.

Diantara ketiga sistem sistem di atas, yaglebih dominan digunakan oleh masyarakatIndonesia adalah sistem kekrabatan parental-bilateral, hal tersebut sesuai dengan pernyataanRatno Lukito dalam bukunya Tradisi HukumIndonesia, ia juga menyebutkan bahwa sistemparental-bilateral memang secara umum digu-nakan oleh masyarakat Indonesia.43 Sedangkan

masyarakat Indonesia lebih dominan meng-anut agama Islam, maka kemudian selan-jutnya penulis membahas perebutan hak h}ad}a>-nah ini dilihat dari segi sosial agama Islam saja.

Dalam kehidupan sosial agama masyara-kat Indonesia, tokoh agama memiliki perananyang sangat penting dalam penyebaran syari’atdan akidah. Untuk lebih meyakinkan bahwasistem hak asuh anak yang digunakan dalamIslam adalah sistem yang lebih baik, khususnyaketika sudah melalui metode al-Jam’u wa at-Taufi >q antara Ibnu H}azm dan Jumhur Ulama,maka penulis melakukan wawancara denganbeberapa tokoh masyarakat yang dianggap me-ngerti tentang permasalahan ini. Diantaranyaadalah :1) K.H. Muhadi Zainuddin, Lc., M.A.

(Pengasuh PPAM Al-Muhsin, Krapyak)2) H.M. Anis Masdhuqi, Lc. (Direktur PPAM

Al-Muhsin, Krapyak)3) Ust. Mukhlisin (Pengasuh Panti Asuhan

“Daarul Hadhanah”, Krapyak)

Secara keseluruhan dari pendapat-penda-pat yang dilontarkan, penulis membuat kesim-pulan bahwa para tokoh agama dan akademisiyang telah diwawancarai lebih condong untukmengikuti pendapat Ibnu H }azm bahwa ibu le-bih diutamakan untuk mendapatkan h}ad}a>nahdibandingkan ayah dengan alasan-alasan se-bagai berikut:1) Darah seorang ibu terus mengalir dan

tidak dapat dipisahkan.2) Kasih sayang ibu dapat dirasakan diban-

dingkan kepada ayah.3) Anak lebih menderita jika pisah dengan

ibu dibandingkan pisah dengan ayah.4) Sentuhan tangan keibuan lebih menjamin

pertumbuhan mentalitas anak secara lebihdekat.

4 1 Prof. Dr. Yaswirman, Hukum Keluarga Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat Dalam Masyarakat MatrilinealMinangkabau (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 168.

4 2 Ibid., hlm.171.4 3 Daya Perwira Dalimi, “Rangkuman Hukum Keluarga dan Waris Adat”, https://www.academia.edu/6489182/

Rangkuman_Hukum_Keluarga_dan_Waris_Adat, akses pada tanggal 28 November 2014, pukul 14:13 WIB.

Page 15: PEMIKIRAN IBNU H}AZM TENTANG TIDAK GUGURNYA HAK H}AD …

155

Pemikiran Ibnu H}azm tentang Tidak Gugurnya Hak H}ada >nah bagi Ibu yang Sudah Menikah Kembali ...

Al-Ah}wa>l, Vol. 8, No. 2, 2015 M/1437 H

Di samping itu, banyak peristiwa-peris-tiwa yang terjadi di Indonesia yang mencer-minkan bahwa tidak selamanya seorang ibudapat mengasuh dengan baik. Seperti banyak-nya kekerasan yang dilakukan oleh seorang ibuterhadap anaknya hingga memar bahkan adayang tega membunuh anaknya sendiri. Hal de-mikian menurut hemat penulis telah membuk-tikan pendapat Ibnu H }azm yang mengha-ruskan adanya syarat dapat dipercaya dalammengasuh.

3. Perspektif YuridisIndonesia memiliki dua kodifikasi hukum

yang mengatur tentang pernikahan, yaitu UUNo.1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam.di antara kedua hukum tersebut, belum adayang menyinggung secara eksplisit tentanggugurnya hak h}ad}a >nah bagi ibu yang menikakembali. Sedangkan yang berbicara tentangh}ad }a>nah terdapat pada pasal 45 ayat 1 dan 2UU No. 1 Tahun 1974 dan pasal 105 KompilasiHukum Islam.a. Pasal 45 ayat 1 UU No. 1 Thun 1974 me-

ngatakan bahwa “(1) Kedua orang tuawajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya. (2) Kewajib-an orang tua yang dimaksud dalam ayat(1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawinatau dapat berdiri sendri. Kewajban manaberlaku terus meskipun perkawinan an-tara kedua orang tua putus.”.Pasal di atas mengisyaratkan bahwa hakasuh anak bagi orang tua tidak gugur mes-kipun perkawinan kedua orang tuanya su-dah putus. Terkait hukum ini tidak membi-carakan hak asu anak (h}ad}a>nah) secara eks-plisit bisa dimaklumi, karena hukum ini ti-dak diperuntukkan untuk umat muslim sa-ja, melainkan untuk umum warga negaraIndonesia.

b. Kompilasi Hukum Islam Pasal 105 menye-butkan:

Dalam hal terjadinya perceraian:a) Pemeliharaan anak yang belum mu-

mayyiz atau belum berumur 12 tahunadalah hak ibunya.

b) Pemeliharan anak yang sudah mu-mayyiz diserahkan kepada anak un-tuk memilih di antara ayah atau ibu-nya sebagai hak pemeliharaan.

c) Biaya pemeliharaan ditanggung olehayahnya.

Dalam hal ini, penjelasan KompilasiHukum Islam tentang h}ad}a>nah (hak asuh anak)lebih sesuai dengan hadis-hadis tentang h }a-d}a>nah dibandingkan dengan UU No.1 Tahun1974. Pertama, Karena sudah menggunakankata mumayyiz sebagai tolak ukur dalam pe-nyerahan hak h}ad }a>nah baik ke ayah ataupunke ibu. Kedua, poin (a) diambil dari hadis yangdiriwayatkan oleh Ibnu Umar bahwa Ibu lebihberhak untuk mengasuh anak ketika belummumayyiz. Ketiga, poin (b) diambil dari hadisyang diriwayatkan oleh Abu Hurairah yangmenyatakan bahwa ketika anak sudah mu-mayyiz, maka si anak diberikan hak untuk me-milih salah satu di antara kedua orangtuanya.44

Meskipun sudah memasukkan unsur-unsur yang terkandung dalam as-Sunnah, akantetapi ternyata KHI masih belum menjelaskanwaktu gugurnya h}ad}a>nah secara rinci. Padahalsecara umum isi dari KHI, khususnya perka-winan lebih didominasi oleh mazhab Sya >fi’i>.

Selanjutnya, jika pasal 105 poin (a) Kom-pilasi Hukum Islam diperhatikan, di sana di-katakan: “Pemeliharaan anak yang belum mu-mayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hakibunya. Maka, dapat dipahami bahwa pemeli-haraan anak (h}ad}a>nah) adalah tetap milik ibu,dan tidak ada aturan yang menyatakan gu-gurnya hak ibu ketika ia menikah kembali (pa-da saat anaknya belum mumayyiz). Dengan de-mikian, menurut hemat penulis KHI dalam me-

4 4 Ratno Lukito, Tradisi Hukum Indonesia (Cianjur: IMR Press, 2012), hlm. 33.

Page 16: PEMIKIRAN IBNU H}AZM TENTANG TIDAK GUGURNYA HAK H}AD …

156 Al-Ah}wa>l, Vol. 8, No. 2, 2015 M/1437 H

Muhamad Izzul Aqna dan Malik Madany

rumuskan hukum tentang h}ad}a>nah mengikutipendapat Ibnu H}azm al-Andalu >si>.

Adapun batasan umur hingga 12 tahun,hal itu berdasarkan para ahli psikolog dan ahlihukum ketika pembentukan KHI yang dise-suaikan dengan tingkat kedewasaan anak dinegara Indonesia. Penetapan umur 12 tahunjuga sesuai dengan definisi anak menurut Kon-vensi Hak Anak PBB bahwa “.... setiap anakyang berusia di bawah 18 tahun, kecuali ber-dasarkan Undang-Undang yang berlaku bagianak ditentukan bahwa usia dewasa dicapailebih awal”.45 Definisi diatas menunjukkan bah-wa Konvensi PBB menetapkan usia di bawah18 tahun sebagai anak-anak, akan tetapi tetapmemberikan ruang bagi masing-masing negarauntuk menentukan batasan tersebut.

Perlu dicatat bahwa Kompilasi HukumIslam merupakan hasil dari unifikasi hukumIslam di Indonesia pada tahun 1991 mengikutinegara-negara Muslim Modern lainnya yangsudah lebih dahulu melakukan unifikasi dankodifikasi hukum Islam. Adapun jalur pengum-pulan KHI menurut Bustanul Arifin yangdikutip oleh Khoiruddin Nasution dilakukandengan 4 (empat) cara. Pertama, jalur kitab-ki-tab fikih. Kedua, jalur wawancara dengan ula-ma-ulama Indonesia. Ketiga, jalur yurisprudensiperadilan agama. Keempat, jalur studi bandingke negara-negara yang mempunyai perun-dang-undangan di bidang yang dibahas dalamKHI, dalam hal ini Maroko, Turki dan Mesir.46

Selain melalui empat jalur di atas, ada jugayang menambahkan jalur eksplanasi ajaranIslam melalui kajian hukum oleh PerguruanTinggi Islam (IAIN)47. Ada 7 (tujuh) PerguruanTinggi Agama Islam Negeri yang dipercaya un-tuk berkontribusi dalam pembentukan KHI me-lalui kajian kitab-kitab fikih, yaitu IAIN Ar-Ra-niri Banda Aceh, IAIN Syarf Hidayatullah,

IAIN Antasari Banjar Masin, UIN Sunan Kali-jaga Yogyakarta, IAIN Sunan Ampel Surabaya,UIN Alauddin Ujung Pandang dan IAIN ImamBonjol Padang. Perlu diketahui bahwa di an-tara kitab-kitab yang menjadi kajian PTAIN-PTAIN di atas terdapat kitab al-Muh }alla > ka-rangan Ibnu H}azm al-Andalu >si> (994-1064M.),yaitu kitab yang dikaji oleh UIN Sunan KalijagaYogyakarta di antara 4 (empat) kitab lainnya.48

Melihat kitab al-Muh }alla> dijadikan kajiansebagai bahan eksplanasi ajaran Islam telahmenambah keyakinan penulis bahwa dalampenerapan pasal 105 poin (a) di atas merupa-kan hasil dari kajian tersebut. Dengan demiki-an, meskipun mazhab Syafi>’i> merupakan ma-zhab yang lebih dominan dipakai oleh masya-rakat muslim di Indonesia, tidak menutup ke-mungkinan bahwa mazhab Z }a>hiri> pun sesuaidengan keadaan muslim Indonesia pada kon-teks zaman sekarang ini.

Untuk melihat bagaimana perkara h}ad}a>nahdiselesaikan di Pengadilan Agama, maka penu-lis melakukan wawancara langsung denganseorang Hakim Madya Muda yang bertugas diPengadilan Agama Bantul, Ibu Dra. N.Sodriyatun, SH. MSI.

Seorang hakim wanita yang akrab disapadengan panggilan Ibu Ria ini menyatakan de-ngan tegas bahwa setiap perkara gugat asuhanak disandarkan pada KHI Pasal 105. DalamKHI posisi ibu lebih berhak untuk mengasuhanaknya ketika berada di bawah umur 12 ta-hun. Jika lebih dari 12 tahun, baru kemudiansi anak diberikan kebebasan untuk memillihantara ayah dan ibunya. Adapun alasan yangdiungkapkan oleh ibu hakim ini tidak jauh ber-beda dengan pendapat-pendapat sebelumnyabahwa anak lebih akrab dengan ibunya diban-dingkan ayahnya. Selanjutnya ia menambah-kan bahwa dalam hubungan darah tidak ada

4 5 Rifa Hidayah, M.Si., Psi., Psikologi Pengasuhan Anak (Malang: UIN Malang Press, 2009), hlm. 28.4 6 Prof. Dr. Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata (Keluarga) Islam Indonesia dan Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia

Muslim dengan Pendekatan Integratif Interkonektif, cet. ke-2 (Yogyakarta: ACAdeMIA+TAZAFFA, 2013), hlm. 63.4 7 Ibid.4 8 Ibid., hlm. 65.

Page 17: PEMIKIRAN IBNU H}AZM TENTANG TIDAK GUGURNYA HAK H}AD …

157

Pemikiran Ibnu H}azm tentang Tidak Gugurnya Hak H}ada >nah bagi Ibu yang Sudah Menikah Kembali ...

Al-Ah}wa>l, Vol. 8, No. 2, 2015 M/1437 H

istilah mantan anak. Hal ini disebabkan bahwahubungan anak dengan orang tua (apalagi ibu)tidak boleh terputus meskipun hubungan/ikat-an kedua orang tuanya putus. Bahkan ketikamediasi (sebelum melakukan sidang), pihakpengadilan berusaha dengan semampunyauntuk memberikan pengertian kepada suamidan isteri yang ingin bercerai bahwa anak me-miliki ikatan dan ketergantungan yang sangatkuat terhadap mereka khususnya, dan ketikamemang benar-benar memang harus cerai, ma-ka sesuai dengan aturan KHI lebih diutamakankepada ibu (anak yang belum berumur 12 ta-hun). Kecuali jika ada beberapa perkara yangmeghalangi jatuh hak h}ad}a>nah seperti ibu ada-lah seorang pemabuk, sering keluar malam,atau hal-hal lain yang dapat melalaikan tang-gung jawabnya untuk megasuh anaknyadengan baik.

Selain bersandar pada KHI, pihak peng-adilan juga bersandar pada Undang-undangPerlindungan Anak No. 23 Tahun 2002.Alasannya, kesejahteraan dan masa depananak harus diutamakan. Maka, ketika KHI me-netapkan bahwa anak 12 tahun diputuskankepada ibu, maka ibu itu diteliti kembali apakahmampu untuk mengasuh dengan baik atautidak, jika tidak maka bisa dilimpahkan kepadapihak lainnya.

Pada akhirnya dengan melihat keadaan diatas, penulis yakin bahwa KHI sudah mampumenduduki posisi pertama dalam deretan bukuhukum yang dijadikan sandaran dalam pu-tusan perkara h}ad}a>nah. Dan hal ini juga telahmembuktikan bahwa meskipun masyarakatIndonesia mayoritas condong pada mazhabasy-Sya >fi’i>, akan tetapi ketika KHI tidak mene-rangkan secara jelas kapan gugurnya hak h}a-d}a>nah bagi ibu yang menikah kembali, hanyaterdapat pasal 105 (a) KHI ditambah denganpasal 106 yang menjelaskan tentang tanggungjawab orang tua terhadap anak asuhnya, telahmengindikasikan bahwa hak asuh (h}ad }a>nah)jatuh kepada ibu, akan tetapi jika tidak dapatbertanggung jawab atau tidak dapat dipercaya

maka dapat dipindah tangankan kepada pihakyang lain. indikasi tersebut secara tidak lang-sung sesuai dengan pendapat Ibnu H }azm yangmengutamakan adanya syarat “ama>nah” bagiyang mendapatkan h }ad }a>nah.

E. PenutupIbnu H}azm berpendapat bahwa ibu ber-

hak untuk mengasuh anaknya ketika ia meni-kah kembali dengan syarat bahwa ibu dapatdipercaya untuk mengasuh anak dengan baiksampai anaknya dewasa. Sedangkan JumhurUlama berpendapat bahwa hak ibu untukmengasuh anaknya akan gugur ketika ibunyamenikah kembali dengan laki-laki lain.

Dengan jalan al-Mafhu >m al-Mukha >lafah,maka dapat diketahui titik temu antara penda-pat antara Jumhur Ulama dengan Ibnu H }azm.Ketika Jumhur Ulama mengatakan gugur ka-rena adanya kekhawatiran akan terlalaikannyaasuhan ibu terhadap anaknya, maka al-Mafhu >mal-Mukha>lafah-nya adalah hak h}ad}a>nah bagi ibuyang menikah kembali itu akan tetap (tidak gu-gur) jika dipercaya dapat dapat merawat, men-didik dan memenuhi kebutuhan dengan baik.

Dilihat dari sudut pandang Maqa>s{id asy-Syari >’ah, nampaknya Ibnu H }azm sejalan de-ngan Jumhur Ulama karena mengutamakanagama terlebih dahulu baru hal-hal yang me-nyangkut dengan dunia, seperti terpenuhinyakesejahteraan dalam hidupnya, makannya,pakaiannya, tempat tidurnya, pelayanannya,pendidikannya, penghormatannya dan pembe-rian nafkah terhadapnya.

Dilihat dari sudut pandang Sosiologi, paratokoh yang diwawancarai oleh penulis telahsependapat dengan Ibnu H }azm. Adapun sya-rat yang diajukan Jumhur Ulama untuk tidakmenikah kembali ketika hak h}ad}a>nah-nya ingintetap dianggap, hal itu sudah tidak relevan lagikarena berbagai pertimbangan seperti kasihsayang ibu yang lebih, masih tergantungnyakebutuhan hidup anak terhadap seorang ibusebelum ba >lig, dsb. Selanjutnya, masalah ke-

Page 18: PEMIKIRAN IBNU H}AZM TENTANG TIDAK GUGURNYA HAK H}AD …

158 Al-Ah}wa>l, Vol. 8, No. 2, 2015 M/1437 H

Muhamad Izzul Aqna dan Malik Madany

khawatiran Jumhur Ulama bisa disiasati de-ngan adanya kesepakatan terlebih dahulu an-tara suami dan isteri untuk saling memahami,menerima kekurangan, dan saling menyayangi.

Sedangkan ditinjau dari Hukum KeluargaIslam yang berlaku di Indonesia, dalam KHIterdapat pasal yang menerangkan tentang h}a-d}a>nah, yaitu pasal 105. Akan tetapi, pasal ter-sebut tidak menerangkan adanya penyebab gu-gurnya hak asuh bagi ibu ketika ia menikahkembali. Jadi, KHI dalam hal ini menggunakanpendapat mazhab lain, meskipun mayoritaspendapat yang digunakan adalah mazhab asy-Sya>fi’i>. Hal itu dapat diperkuat dengan adanyajalur eksplanasi ajaran Islam yang dijadikansumber tambahan pembentukan KHI dansalah satu kitab yang dijadikan rujukan adalahal-Muh}alla> , karangan Ibnu Ibnu H }azm.

DAFTAR PUSTAKAAbya >ni >, Muh }ammad Zaid Al-, al-Ah }kam asy-

Syar’iyyah fi > al-Ah}wa>l asy-Syakhsiyyah , jil.III, Beirut: Maktabah an-Nahd }ah, t.t.

Alba >ni >, Muhammad Na >s }iruddi>n al-, Irwa>’ al-Gali >l Fi > Takhri >j al-Ah }a>di >s \ Mana>r as-Sabi >l, jilVII, Beirut: al-Maktab al-Isla >mi>, 1985.

‘Asqala >ni>, Ibnu H}ajar al-, Fath} al-Ba>ri >, jil. V, ttp.:Maktabah as-Salafiyah, t.t.

Bukha >ri >, Al-, S |ah }i >h } al-Bukha >ri > , Amman: Baital-Afka>r ad-Dawliyyah, 1998.

Farid, Syaikh Ahmad, 60 Biografi Ulama Salaf,cet. ke-8, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2014.

Hanbal, Ima >m Ah }mad bin, Musnad al-Ima >mAh }mad Ibn Hanbal Abi ‘Abdillah asy-Syibya>ni >, jil. III, Beirut: Da >r Ih }ya > al-Tura>s }al’Ara >bi, 1993.

Hidayah, Rifa M.Si., Psi., Psikologi PengasuhanAnak , Malang: UIN Malang Press, 2009.

Hindi>, Ibnu Hisya >m ad-Di>n al-, Kanzu al-Umma>lFi > Sunain al-Aqwa>l wa al-Af’a>l, jil. V, Beirut:Muassasah ar-Risa >lah, 1989.

http://agama.denpasarkota.go.id/index.php/lihat-saran/13777/hak-asuh-anak/.htm.,akses pada tanggal 27 November 2014,pukul 13:05 WIB.

Https ://www.academia.edu/6489182/Rangkuman_Hukum_Keluarga_dan_Waris_Adat,akses pada tanggal 28 November 2014,pukul 14:13 WIB.

Jamal, Ibrahim Muhammad Al-, Fiqih Wanita,diterjemahkan oleh Ansori UmarSitanggal, Semarang: Asy-Syifa, 1986.

Jauziyyah, Ibnu Qayyim al-, I’la >m al-Muwaqqi’i >n, Jil. III, Beirut: Da >r al-Jail, 1991.

Jazi >ri >, ‘Abd ar-Rah }ma >n al-, Kita >b al-Fiqh ‘Ala >Maz}a>hib al-Arba’ah, Jil. IV, Beirut: Da >r al-Fikr, t.t.

Khalla >f, ‘Abd al-Wahha >b, ‘Ilmu Us }u >l al-Fiqh,cet. ke-2, Mesir: H}aramain, 2004.

Khuzaimah, Ibnu, S }ah{i >h} Ibn Khuzaimah, Beirut:al-Maktab al-Isla >mi>, 2003.

Lukito, Ratno, Tradisi Hukum Indonesia,Cianjur: IMR Press, 2012.

Ma >liki >, H }asan Sulaima >n an-Nu >ri > dan ‘Alawi >‘Abba >s al-, Iba>nah al-Ahka>m Syarh Bulu >g al-Mara>m, jil. III, Beirut: Da >r al-Fikr, t.t..

Mubarak, Jaih, Sejarah dan PerkembanganHukum Islam, cet. ke-1, Bandung: RemajaRosdakarya, 2000.

Muchtar, Kamal, Asas-asas Hukum IslamTentang Perkawinan, cet. ke-3, Jakarta: PT.Bulan Bintang, 1933.

Muslim, Ima >m, S }ah } >ih } Muslim, India: AdamPublishers & Distributors, 1996.

Naisabu >ri>, An-, S |ah}i >h} Muslim, jil. IV, Beirut: Da >ral-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2008.

Naisabu >ri >, Ibnu Abdillah al-H }a >kim an-, Al-Mustadrak ‘ala> as-S }ah}i >h}aini, Beirut: Da >r al-Kutub al-‘lmiyyah, 1990.

Nasution, Khoiruddin, Hukum Perdata(Keluarga) Islam Indonesia dan PerbandinganHukum Perkawinan di Dunia Muslim dengan

Page 19: PEMIKIRAN IBNU H}AZM TENTANG TIDAK GUGURNYA HAK H}AD …

159Al-Ah}wa>l, Vol. 8, No. 2, 2015 M/1437 H

Sistem Pembagian Warisan pada Masyarakat Multikultural ...

Pendekatan Integratif Interkonektif, cet. ke-2,Yogyakarta: ACAdeMIA+TAZAFFA,2013.

Nasution, Khoiruddin, Pengantar dan PemikiranHukum Keluarga (Perdata) Islam Indonesia,Yogyakarta: ACAdeMIA+TAZAFFA, t.t..

Pari, Fariz, dkk., Upaya Integrasi HermeneutikaDalam Kajian Al-Qur’an dan Hadits (Teoridan Aplikasi), cet. ke-2, Yogyakarta: Lem-baga Penelitian UIN Sunan Kalijaga, 2012.

S }an’a >ni >, Ima >m Muhammad bin Isma >’i >l al-Kah }la>ni> dan as }-, Subul as-Sala>m, Indonesia:Dahlan, t.t...

Sa>biq, Sayyid, Fiqh as-Sunnah, Jil. II, Beirut: Da>ral-Fikr, 1983.

Subhan, M., dkk., Tafsir Maqashidi KajianTematik Maqashid al-Syari’ah, Jawa Timur:Purna Siswa, 2013.

Sya>t}ibi>, asy-, al-Muwa>faqa>t fi > Us >u >l asy-Syari >’ah,Beirut: Da >r al-Kutub al-’Ilmiyyah, 2005.

Tirmiz\i, Abi ‘I <sa > Muh }ammad bin ‘I <sa > bin Su >rahat- <, Al-Ja>mi’ as }-S{ah}i >h wa Huwa Sunan at-Tirmiz \i <, jil. I, Beirut: Da >r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2000.

Yaswirman, Hukum Keluarga Karakteristik danProspek Doktrin Islam dan Adat Dalam Ma-syarakat Matrilineal Minangkabau, Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada, 2003.

Yu >bi >, Ah }mad bin Mas’u >d al-, Maqa >s }id asy-Syari >’ah, cet. ke-2, Mekkah : Da >r Ibn al-Jauzi>, 1423 H.

Zahrah, Muh }ammad Abu >, Ibnu H }azmH }aya>tuhu wa ‘As }ruhu Ara>’uhu wa Fiqhuhu,Beirut: Da >r al-Fikr al-‘Arabi>, 1954.

Zuh }aili >, Wahbah az-, Al-Fiqh al-Isla >mi > waAdillatuhu, Beirut: Da >r al-Fikr, 2004.

Page 20: PEMIKIRAN IBNU H}AZM TENTANG TIDAK GUGURNYA HAK H}AD …

160 Al-Ah}wa>l, Vol. 8, No. 2, 2015 M/1437 H

Khoirun Nisa dan Supriatna