bab ii tinjauan pustaka a. etos kerja 1. pengertian etos kerjarepository.ump.ac.id/3700/3/anggarini...
TRANSCRIPT
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Etos Kerja
1. Pengertian Etos Kerja
Keberhasilan suatu organisasi baik besar maupun kecil bukan
semata-mata ditentukan oleh sumber daya alam yang tersedia, akan tetapi
banyak ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia yang berperan
merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan organisasi (Manullang,
2005). Manajemen sumber daya manusia yang dilaksanakan dengan baik
akan memberikan kontribusi yang cukup besar dalam usaha mencapai
sasaran organisasi atau perusahaan (Triton, 2005).
Setiap organisasi yag selalu ingin maju, akan melibatkan anggota
untuk meningkatkan mutu kinerjanya, diantaranya setiap organisasi harus
memiliki etos kerja. Secara umum, etos kerja berfungsi sebagai alat
penggerak tetap perbuatan dan kegiatan individu.
Etos kerja berasal dari bahasa Yunani (etos) yang memberikan arti
sikap, kepribadian, watak, karakter serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini
tidak hanya dimiliki individu tetapi juga dimiliki oleh masyarakat.
Menurut Tasmara (1995), etos kerja adalah totalitas kepribadian
dirinya serta cara memandang, mengekspresikan, meyakini dan
memberikan makna pada suatu yang mendorong dirinya untuk bertindak
dan meraih amal yang optimal. Sedangkan menurut Anoraga dan Suryanti
(2001) etos kerja diartikan sebagai pandangan dan sikap suatu bangsa atau
Pengaruh Kontrak Psikologis..., Anggarini Briliani, Fakultas Psikologi UMP, 2017
12
umat terhadap kerja. Berpijak pada pengertian bahwa etos kerja
mengandung makna sebagai aspek evaluatif yang dimiliki oleh individu
atau kelompok dalam memberikan penilaian terhadap kegiatan kerja.
Etos kerja menurut Geertz (dalam Abdullah, 1986) diartikan
sebagai sikap yang mendasar terhadap diri dan dunia yang dipancarkan
hidup. Sedangkan menurut Abdullah (1986), secara lebih khusus
mendefinisikan kerja sebagai usaha komersial yang menjadi suatu
keharusan demi hidup, atau sesuatu yng imperatif dari diri maupun sesuatu
yang terkait pada identitas diri yang bersifat sakral. Identitas diri yang
terkadung dalam hal ini, adalah sesuatu yang telah diberikan oleh tuntutan
religius (agama).
Berpijak pada pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa etos
kerja menggambarkan suatu sikap, maka etos kerja memiliki unsur
penilaian individu, dan dapat ditegaskan bahwa etos kerja dapat
memberikan penilaian terhadap kinerja karyawan.
Menurut Anoraga (2001) etos kerja merupakan suatu pandangan
dan sikap suatu bangsa atau umat terhadap kerja. Bila individu-individu
dalam komunitas memandang kerja sebagai suatu hal yang luhur bagi
eksistensi manusia, maka etos kerjanya akan cenderung tinggi. Sebaliknya
sikap dan pandangan terhadap kerja sebagai sesuatu yang bernilai rendah
bagi kehidupan, maka etos kerja dengan sendirinya akan rendah.
Pengaruh Kontrak Psikologis..., Anggarini Briliani, Fakultas Psikologi UMP, 2017
13
Dalam situs resmi kementerian KUKM, etos kerja diartikan
sebagai sikap mental yang mencerminkan kebenaran dan kesungguhan
serta rasa tanggung jawab untuk meningkatkan produktivitas
(www.depkop.go.id). Pada Webster's Online Dictionary, Work Ethic
diartikan sebagai; Earnestness or fervor in working, morale with regard to
the tasks at hand; kesungguhan atau semangat dalam bekerja, suatu
pandangan moral pada pekerjaan yang dilakoni. Dari rumusan ini kita
dapat melihat bagaimana etos kerja dipandang dari sisi praktisnya yaitu
sikap yang mengarah pada penghargaan terhadap kerja dan upaya
peningkatan produktivitas.
Dalam rumusan Sinamo (2005), etos kerja adalah seperangkat
perilaku positif yang berakar pada keyakinan fundamental yang disertai
komitmen total pada paradigma kerja yang integral. Menurutnya, jika
seseorang, suatu organisasi, atau suatu komunitas menganut paradigma
kerja, mempercayai, dan berkomitmen pada paradigma kerja tersebut,
semua itu akan melahirkan sikap dan perilaku kerja mereka yang khas.
Itulah yang akan menjadi etos kerja dan budaya. Sinamo (2005)
memandang bahwa etos kerja merupakan fondasi dari sukses sejati dan
otentik.
Melalui berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa etos
kerja merupakan seperangkat sikap atau pandangan mendasar yang
dipegang sekelompok manusia untuk menilai bekerja sebagai suatu hal
yang positif bagi peningkatan kualitas kehidupan sehingga mempengaruhi
perilaku kerjanya.
Pengaruh Kontrak Psikologis..., Anggarini Briliani, Fakultas Psikologi UMP, 2017
14
2. Aspek-Aspek Etos Kerja
Seseorang dalam bekerja melibatkan kemampuan yang
dimilikinya, serta dipengaruhi oleh nilai-nilai harapan, dan nilai-nilai yang
berbeda, oleh karena itu antara satu orang dengan orang yang lain akan
menunjukan menunjukan cara kerja yang berbeda-beda. Seseorang yang
yang memiliki etos tinggi diasumsikan memiliki kecerdasan spiritual yang
lebih baik daripada seseorang dengan etos kerja rendah. Tinggi rendahnya
etos kerja dapat diketahui dengan berbagai indikator.
Menurut Moehadjir (2000) etos kerja yang tinggi akan nampak
dalam bentuk seperti kerja dengan rasa puas, tidak mudah lesu, saling
membantu, kerja tambahan dikerjakan tanpa mengeluh, kekurangan alat
dan biaya serta keahlian diterima dengan penuh perhatian, sebaliknya
seseorang dengan etos kerja rendah diasumsikan akan mudah putus asa
dalam bekerja, kurang disiplin, cepat mengeluh dan tidak bekerjasama.
Mustansyir (1993) mengutip pendapat Myrdal tentang tiga belas
aspek manusia industri, antara lain :
a. Efisien
b. Ketekunan atau kerajinan
c. Keteraturan
d. Ketepatan waktu
e. Kejujuran
f. Sederhana
g. Rasional dalam mengambil keputusan
Pengaruh Kontrak Psikologis..., Anggarini Briliani, Fakultas Psikologi UMP, 2017
15
h. Kegesitan dalam memanfaatkan waktu dan kesempatan-kesempatan
yang muncul
i. Pandai memanfaatkan peluang dalam menghadapi perubahan dunia
j. Melaksankan usaha secara energik
k. Integritas dan percaya pada diri sendiri
l. Sikap menjalin kerjasama
m. Mau memandang jauh ke depan
Cherington (Hadipranata, 2000) menyebutkan bahwa tinggi
rendahnya etos kerja seseorang dapat dilihat dari tiga indikator, antara
lain:
a. Kerja sebagai kewajiban moral dan religius untuk mengisi
kehidupannya.
Setiap orang memiliki penilaian dan pandangan yang berbeda
tentang kerja. Ada sebagian orang yang bekerja hanya didasarkan pada
keinginan untuk memenuhi kenutuhan hidupnya, namun ada juga
sebagian orang yang mempunyai pandangan bahwa bekerja merupakan
bentuk kepatuha terhadap Tuhan atau kewajibannya. Dasar berpijak
yang dimiliki oleh seseorang ini sangat mempengaruhi prestasi
seseorang dalam bekerja. Pekerjaan yang dilakukan dengan dilandasi
oleh pertimbangan moral merupakan pekerjaan bermoral. Menurut
Dhurkheim (Cheppy, 1988) pekerjaan bermoral mempunyai tiga
komponen pokok :
1) Menghargai kedisiplinan
2) Dapat menempatkan diri dalam kelompok maupun masyarakat
3) Mengetahui alasan tertentu akan perbuatan atau tingkah lakunya
Pengaruh Kontrak Psikologis..., Anggarini Briliani, Fakultas Psikologi UMP, 2017
16
Lebih lanjut ketiga komponen tersebut merupakan kualitas-
kualitas yang sejalan dengan kehidupan pada lingkungan kerjanya
maupun pribadinya. Ketiga komponentersebut merupakan kesatuan
yang tidak dapat terpisahkan satu sama lain, namun secara bersama-
sama mewujudkan keseimbangan yang baik anatara pekerja dengan
lingkungan sosial kerja. Jadi dengan kata lain pekerja yang
menganggap bekerja sebagai kewajiban moral akan menurut cara yang
merefleksikan kesan yang secara konsisten, sadar dan bahagia dalam
ntindakan-tindakannya.
Cheepy (1988) yang mengutip pendapat Wilson mengatakan
bahwa yang dimaksud bertindak secara moral adalah :
1) Berdasarkan suatu penalaran dan mengkaitkan dengan kepentingan
orang lain
2) Konsisten dengan logikanya
3) Mengetahui fakta dan bersedia menghadapinya
4) Menerapkan semua keterampilan yang diwujudkan dalm tindakan
dan tingkah laku.
Konsep kerja menurut Cherington (Kustono, 2001) didasarkan
atas pendapat bahwa orang hidup harus bekerja, memberikan layanan
pada masyarakat atau orang lain. Seseorang percaya bahwa bekerja
merupakan hukum alam, sehingga setiap orang harus bekerja agar bisa
bertahan hidup. Selain itu seseorang yang bekerja bertujuan
mengarahkan hidupnya agar mempunyai martabat, lebih dihargai dan
Pengaruh Kontrak Psikologis..., Anggarini Briliani, Fakultas Psikologi UMP, 2017
17
berguna bagi dirinya sendiri maupun lingkungannya. Dengan demikian
seseorang yang menganggap bekerja sebagai kewajiban moral akan
selalu berusaha memenuhikwajibannya dalam bekerja.
b. Disiplin kerja tinggi
Disiplin merupakan sikap kejiwaan seseorang atau sekelompok
orang yang senantiasa berkehendak untuk mematuhi keputusan yang
telah ditetapkan (Ravianto, 1986). Lebih lanjut dijelasakan bahwa
disiplin adalah kesadaran diri untuk mentaati nilai, norma dan aturan
yang berlaku dalam lingkungannya. Berkaintan dengan pekerjaan,
disiplin kerja adalah ketaatan melaksanakan aturan-aturan yang
diwajibkan oleh pihak manajemen agarsetiap karyawan dapat
melaksanakan pekerjaan dengan tertib. Aturan-aturan tersebut dapat
berupa aturan-aturan tertulis yang disepakati bersama, atau berupa
aturan-aturan tak tertulis yang merupakan kesepakatan bersama.
Seseorang memiliki disiplin kerja yang tinggi akan senantiasa
patuh pada peraturan-peraturan yang ada, baik tertulis maupun tak
tertulis. Kepatuhan bisa berujud kepatuhan terhadap jam kerja dan
kepatuhan terhadap prosedur kerja. Seseorang dengan etos kerja tinggi
cenderung lebih disiplin dibandingkan dengan seseorang dengan etos
kerja yang rendah. Hal tersebut disebabkan karena mereka merasa
kurnag efektif kalau tidak menepati aturan yang ada. Keyakinan akan
pentingnya disiplin kerja akan membuat mereka lebih lama bertahan
dalam bekerja, sehingga mereka akan lebih produktif.
Pengaruh Kontrak Psikologis..., Anggarini Briliani, Fakultas Psikologi UMP, 2017
18
Kedisiplinan berkaitan dengan nilai-nilai hidup yang dipegang
seseorang. Meskipun sifat dari nilai adalah relatif menetap dalam diri
seseorang, namun dengan menciptakan iklim kerja yang baik tidak
menutup kemungkinan seseorang berubah taraf kedisiplinannya.
c. Rasa bangga atas hasil karyanya
Perasaan biasanya ditafsirkan sebagai gejala psikis yang
bersifat subjektif karena lebih banyak dipengaruhi keadaan dalam diri
seseorang dan berkaitan dengan hal-hal yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan dengan berbagai taraf. Menurut Wilson yang dikutip
oleh Suryabrata (1982) bahwa timbulnya hal-hal yang idak
menyenagkan dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu yang asalanya
bisa berasal dari dalam atau luar individu.
Perasaan atas hasil karya merupakan perasaan harga diri yang
positif, artinya perasaan ini berkaitan dengan hal-hal yang bersifat
positif. Sebagai contoh: orang akan merasa bangga jika orang tersebut
mendapat pujian, hadiah dan tanda jasa. Seorang pekerja yang
mempunyai rasa bangga atas hasil karyanya cenderung akan
mempertahankan hasil karyanya tersebut, karena seseorang cenderung
mengulang sesuatu yang menyenangkan bagi dirinya.
Perasaan bangga seseorang atas hasil karyanya berkaitan erat
dengan mutu hasil karya seseorang. Kualitas yang baik atas produk
yang dihasilkan tidak hanya menguntungkan bagi perusahaan tetapi
bermanfaat juga bgi peningkatan motivasi karyawan. Seorang
Pengaruh Kontrak Psikologis..., Anggarini Briliani, Fakultas Psikologi UMP, 2017
19
karyawan yang mampu menghasilkan produk berkualitas akan
berusaha mempertahankan hasil keahliaanya itu dan berusaha
mengadakan perbaikan untuk hasil yang optimal. Seorang akan merasa
senang dan tidak merasa keberatan untuk bekerja keras. Kekurangan
alat kerja tidak membuat mereka putus asa, karena bagi mereka yang
terpenting menghasilkan produk yang berkualitas, dengan
mempertahankan dan berbuat sebaik-baiknya agar produk keahliannya
berkualitas sehingga tidak akan menurunkan rasa bangganya.
Berdasarkan beberapa aspek-aspek diatas dapat di tarik
kesimpulan bahwa aspek-aspek etos kerja adalah kerja sebagai
kewajiban moral, disiplin kerja tinggi dan rasa bangga atas hasil
karyanya.
3. Ciri-ciri Etos Kerja
Ciri-ciri orang yang mempunyai dan menghayati etos kerja akan
tampak dalam sikap dan tingkah lakunya yang dilandaskan pada suatu
keyakinan yang sangat mendalam bahwa bekerja itu merupakan bentuk
ibadah, suatu panggilan dan perintah Allah yang akan memuliakan dirinya,
memanusiakan dirinya sebagai bagian dari manusia pilihan. (Muharram,
2001). Adapun ciri etos kerja menurut Muharram, 2001 yaitu :
a. Memiliki jiwa kepemimpinan (Leadership)
Kepemimpinan yang dimiliki diartikan suatu kemampuan untuk
mengambil posisi dan sekaligus memainkan peran sehingga kehadiran
dirinya memberikan pengaruh pada lingkungan. Seorang pemimpin
yang tinggi adalah orang yang mempunyai personalitas yang tinggi.
Pengaruh Kontrak Psikologis..., Anggarini Briliani, Fakultas Psikologi UMP, 2017
20
b. Selalu berhitung
Di dalm bekerja selalu memperhitungkan segala resiko dan aspek, bisa
berkomitmen dan disiplin pada waktu.
c. Menghargai waktu
Mampu menyusun tujuan (goal), membuat perencanan kerja, dan
kemudian melakukan evaluasi atas hasil kerja dirinya
d. Tidak pernah merasa puas
Bagi orang yang memiliki sikap tidak pernah puas dapat diartikan
orang yang tidak pantang menyerah, dan mudah putus asa dalam setiap
masalah yang dihadapi. Memiliki semangat untuk mengambil posisi
dan memainkan perannya dalam bekerja.
e. Efisien
Menjauhkan sikap yang tidak produktif dan mubazir dari hal yang
dapat merugikan diri dalam setiap pekerjaan yang dilakukan
f. Memiliki jiwa wiraswasta
Adanya semangat wiraswasta yang tinggi, memikirkan segala
fenomena yang terjadi disekitar lingkungan, merenungkan, dan
kemudian memiliki semangta untuk mewujudkan segala renungan
yang teah dilakukan dalam setiap pekerjaan.
g. Memiliki insting bersaing dan bertanding
Semangat bertanding dan insting merupakan sisi lain dari citra orang
untuk bekerja. Seorang pekerja yang memiliki semangat untuk
bertanding dan memiliki insting memiliki etos kerja yang tinggi.
Pengaruh Kontrak Psikologis..., Anggarini Briliani, Fakultas Psikologi UMP, 2017
21
h. Keinginan untuk mandiri
Orang yang memiliki keinginan untuk mandiri memiliki semangat
untuk mandiri yang dapat melahirkan sejuta keberhasilan atas usaha
yang telah dilakukan dalam bekerja.
i. Haus akan keilmuan
Seseorang yang memiliki wawasan keilmuan tidak pernah cepat
menerima sesuatu sebagai taken for granted karena sifat pribadinya
yang kritis dan tak pernah mau untuk berdiam diri saja. Sikap orang
yang demikian juga dapat terlihat jika berhadapan dengan lingkungan
maka akan kritis dan melaukan analisa terhadap lingkungan sekitar.
j. Berwawasan Makro Universal
Seorang pekerja yang memiliki wawasan makro akan menjadikan
pekerja itu seorang yang bijaksana, mampu membuat pertimbangan
yang tepat, serta keputusan lebih mendekati tngkat presisi yang terarah
dan benar. Wawasan yang luas mampu mendorong untuk lebig realistis
dalam membuat perencanaan dan tindakan.
k. Memperhatikan kesehatan
Seorang pekerja yang memiliki etos kerja yang tinggi dapat dibuktikan
dengan pemeliharaan pada kebugaran jasmani agar dapat menunjang
segala aktifitas dalam bekerja.
l. Ulet dan pantang menyerah
Keuletan merupakan modal yang sangat besar didalam menghadapi
segala macam tantangan atau tekanan dalam dunia kerja.
Pengaruh Kontrak Psikologis..., Anggarini Briliani, Fakultas Psikologi UMP, 2017
22
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Etos Kerja
Menurut Panji Anoraga (2006) faktor yang mempengaruhi Etos
Kerja ada tujuh yaitu:
1) Agama
Agama adalah pondasi dasar yang harus dimiliki oleh setiap
individu karena akan mempengaruhi pola hidup bagi penganutnya.
Tingkah laku seseorang akan berdasarkan dengan ajaran agama yang
dianut. Kualitas kerja juga dipengaruhi oleh kualitas agamanya.
2) Budaya
Etos kerja ditentukan oleh nilai-nilai budaya yang ada dan
tumbuh pada masyarakat yang bersangkutan. Etos kerja juga
berpegang teguh pada moral etik dan tuhan.
3) Sosial politik
Struktur politik yang ada tergantung pada tinggi rendahnya etos
kerja yang ada di masyarakat yang didasarai oleh kesadaran dan
tanggung jawab pada Negara.
4) Kondisi lingkungan/ geografis
Etos kerja juga berhubungan dengan kondisi lingkungan, dalam
lingkungan geografis ini terdapat banyak manfaat dan dapat dikelola
yang nantinya akan mengangkat perekonomian dan lapangan pekerja
baru bagi lingkungannya.
5) Pendidikan
Peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dilakukan
dengan adanya pendidikan yang merata sehingga akan meningkatkan
kualitas keterampilannya sebagai pelaku ekonomi.
Pengaruh Kontrak Psikologis..., Anggarini Briliani, Fakultas Psikologi UMP, 2017
23
6) Struktur ekonomi
Struktur ekonomi akan memberikan semangat kerja keras
karena untuk memenuhi kebutuhan baik kebutuhan primer dan
sekunder sehingga mereka bekerja keras yang nantinya akan
menikmati dari hasil kerja keras yang telah dilakukan sebelumnya.
7) Motivasi intrinsik
Orang yang mempunyai motivasi tinggi juga harus didasari
dengan etos kerja tinggi karena etos kerja berhubungan dengan sikap
dan nilai nilai yang diyakini kebenarannya. Motivasi ini harus sudah
tertanam tidak hanya dalam diri sendiri tetapi dari luar juga.
Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa orang
yang mempunyai dan menghayati etos kerja mempunyai ciri-ciri memiliki
jiwa kepemimpinan, selalu berhitung, menghargai waktu, tidak pernah
merasa puas, efisien, memiliki jiwa wiraswasta, memiliki insting bersaing
dan bertanding, keinginan untuk mandiri, haus akan keilmuan,
berwawasan makro-universal, memperhatikan kesehatan, ulet dan pantang
menyerah.
B. Kontrak Psikologis
1. Pengertian Kontrak Psikologis
Kontrak psikologis yaitu suatu kumpulan harapan-harapan tidak
tertulis yang ada dalam diri setiap individu dalam organisasi (tanpa
memandang hirarki jabatan) yang selalu ada sepanjang individu tersebut
ada dalam organisasi tersebut.
Pengaruh Kontrak Psikologis..., Anggarini Briliani, Fakultas Psikologi UMP, 2017
24
Kunci dari kontrak psikologis adalah mutualitas diantara individu
dengan individu, maupun individu dengan organisasi, mutualitas ini
muncul dan hanya terjadi jika masing-masing dari pihak yang
berkepentingan memiliki tujuan yang ingin dicapainya dan mereka yakin
bisa mencapainya, dan untuk menyeimbangkan kontrak psikologis tersebut
kedua belah pihak yang berkepentingan harus merasa bahwa mutualitas ini
akan menghasilkan sesuatu yang bernilai (Anoraga, 2009).
Menurut Amstrong dan Wood (dalam Conway dan Briner, 2005),
kontrak psikologis sebagai kontrak informal tidak tertulis yang terdiri dari
ekspektasi karyawan dan atasannya mengenai hubungan kerja yang
bersifat timbal-balik, sedangkan menurut Rousseau dan Tijoriwala, dkk
(dalam Subagyo, 2012) kontrak psikologis merupakan suatu kepercayaan
mengenai pemahaman terhadap janji-janji yang dibuat dan menawarkan
pertimbangan-pertimbangan dalam perubahan yang mengikat antara
pekerja dengan organisasi dalam rangka menyusun sebuah kewajiban
timbal-balik.
Kotler (dalam Conway dan Briner, 2005) menjelaskan bahwa
kontrak psikologis merupakan sebuah kontrak yang bersifat implisit antara
seorang individu dan organisasinya yang menspesifikkan pada apa yang
masing-masing harapkan satu sama lain untuk saling memberi dan
menerima dalam suatu hubungan kerja.
Agyris (dalam Ayu, 2014) berargumen bahwa kontrak Psikologis
dapat mendorong karyawan untuk menghasilkan produktivitas yang tinggi
Pengaruh Kontrak Psikologis..., Anggarini Briliani, Fakultas Psikologi UMP, 2017
25
dengan meminimalisir keluhan untuk memperoleh rasa aman dalam
pekerjaan serta gaji yang lebih tinggi.
Isakson (dalam Conway dan Briner, 2005) mendefinisikan kontrak
psikologis sebagai persepsi terhadap harapan dan tanggung jawab yang
bersifat timbal balik dalam perjanjian tenaga kerja.
Guest dan Conway (2005) mendefinisikan kontrak psikologis
sebagai persepsi terhadap hubungan dua pihak, karyawan dan perusahaan.
Sedangkan Menurut Herriot dan Pemberton (dalam Conway dan
Briner, 2005) kontrak psikologis merupakan persepsi organisasi dan
individu tentang kewajiban masing-masing pihak yang terbentuk secara
tidak langsung dalam hubungan kerja.
Lebih jelasnya, Morrison and Robinson (dalam Conway dan
Briner, 2005) mengemukakan bahwa kontrak psikologis mengacu pada
keyakinan-keyakinan karyawan mengenai kewajiban-kewajiban yang
bersifat timbal balik antara karyawan dan organisasinya, di mana
kewajiban tersebut didasarkan pada janji-janji yang dipersepsikan dan
tidak disadari dengan penting oleh agen-agen yang ada pada organisasi.
Menurut Rousseau (1995), kontrak psikologis timbul saat
karyawan meyakini bahwa kewajibannya kepada perusahaan akan
sebanding dengan haknya yang akan diberikan oleh perusahaan. Inti dari
kontrak psikologis adalah keyakinan karyawan bahwa perusahaan/
organisasi akan menepati janji dan komitmen mereka. Adanya
pelanggaran kontrak psikologis menimbulkan berbagai reaksi negatif
karyawan.
Pengaruh Kontrak Psikologis..., Anggarini Briliani, Fakultas Psikologi UMP, 2017
26
Rousseau (dalam Conway dan Briner, 2005) mengemukakan
beberapa hal mengenai kontrak psikologis:
a. Keyakinan yang mendasari kontrak psikologis
Definisi awal mengenai kontrak psikologis menekankan pada
keyakinan tentang harapan dan kewajiban Schein, (dalam Rousseau,
1989) sedangkan definisi belakangan ini menekankan pada keyakinan
tentang janji-janji (Rousseau, 1989).
Penggunaan istilah janji lebih jelas secara konseptual bila
dibandingkan dengan harapan maupun kewajiban. Selain itu, istilah
janji pun lebih berkaitan dengan ide kontrak. Untuk alasan ini, Conway
dan Briner (2005) menggunakan istilah janji sebagai keyakinan utama
dalam kontrak psikologis.
Dengan kata lain, istilah janji juga mengacu pada kewajiban
dan harapan. Kewajiban dan harapan tersebut timbul dari janji-janji.
Selain itu, janji dapat dilihat sebagai bagian dari kontrak psikologis.
b. Sifat implisit pada kontrak psikologis
Pada awalnya, beberapa ahli seperti Kotler (1973) dan Schein
(1980) menjelaskan bahwa kontrak psikologis bersifat implisit.
Dewasa ini, para ahli menganggap bahwa kontrak psikologis
mengandung janji baik itu yang bersifat eksplisit maupun implisit
(dalam Conway dan Briner, 2005).
Janji yang bersifat eksplisit muncul dari persetujuan verbal atau
tertulis yang dibuat oleh organisasi atau agen dari organisasi. Contoh
sebuah janji yang bersifat eksplisit yaitu karyawan akan dipromosikan
ke tingkat yang lebih tinggi oleh manajer apabila mencapai target yang
Pengaruh Kontrak Psikologis..., Anggarini Briliani, Fakultas Psikologi UMP, 2017
27
ditentukan. Janji tersebut dikatakan oleh agen organisasi secara verbal
kepada karyawannya.
Di sisi lain, janji yang bersifat implisit muncul ketika karyawan
telah melakukan upaya maksimal demi kepentingan organisasinya
(Conway dan Briner, 2005). Kontrak psikologis muncul ketika
karyawan meyakini bahwa janji perusahaan kepada karyawan akan
sebanding dengan janji karyawan kepada organisasi (Rousseau, dalam
Conway dan Briner, 2005).
Sebagai contoh, karyawan berkeyakinan bahwa organisasi akan
menyediakan keamanan kerja dan memenuhi kebutuhan karyawan
apabila karyawan bekerja dengan maksimal untuk kepentingan
organisasi atau perusahaannya.
c. Sifat subjektif pada kontrak psikologis
Kontrak psikologis bersifat subjektif. Hal ini dipengaruhi oleh
persepsi individu mengenai keyakinan terhadap janji kedua belah
pihak.
Menurut Macneil (dalam Conway dan Briner, 2005), setiap
orang memiliki keterbatasan dalam memproses stimulus atau informasi
yang diterima oleh otaknya (proses kognisi).
d. Kontrak psikologis bersifat timbal balik
Menurut Rousseau (dalam Conway dan Briner, 2005), kontrak
psikologis merujuk pada perjanjian yang bersifat timbal balik antara
dua pihak antara karyawan dan agen dari organisasi. Masalah timbal
Pengaruh Kontrak Psikologis..., Anggarini Briliani, Fakultas Psikologi UMP, 2017
28
balik ini penting, jika asumsi timbal balik tidak sah, maka akan
menjadi sulit untuk menganggap kontrak psikologis sebagai suatu
kontrak.
Pada dasarnya kontrak berhubungan dengan teori pertukaran.
Konsep pertukaran ini terjadi manakala individu merasa berkewajiban
untuk membalas terhadap yang lainnya apabila diyakini telah
memberikan kontribusi kepada salah satu pihak.
e. Pihak-pihak dalam kontrak psikologis
Menurut Rousseau (dalam Conway dan Briner, 2005), definisi
kontrak psikologis mengacu pada dua pihak yang melakukan kontrak,
yaitu karyawan dan organisasi atau pemberi kerja. Pada pihak
karyawan, pengukuran mengenai kontrak psikologis dapat dengan
mudah diidentifikasi namun permasalahannya terletak pada siapa yang
mewakili pihak organisasi, apakah manajer lini, direktur, ataukah
Human Resource Development (HRD).
Berdasarkan teori-teori di atas, dapat disimpulkan bahwa
Kontrak psikologis merupakan sekumpulan perjanjian dan komitmen
yang tidak tertulis namun ada dalam perjanjian antar dua belah pihak
atau lebih. Hubungan ini menitikberatkan pada hubungan timbal balik
antara karyawan dengan perusahaan. Walaupun tidak tertulis secara
jelas, tidak dapat dipungkiri bahwa pemenuhan kontrak ini
memainkan peran yang cukup besar dalam mengontrol dan
memprediksi perilaku karyawan dalam perusahaan.
Pengaruh Kontrak Psikologis..., Anggarini Briliani, Fakultas Psikologi UMP, 2017
29
2. Faktor-Faktor Kontrak Psikologis
Kontrak psikologis berkembang sesuai lingkungan yang dinamis.
Perkembangan kontrak psikologis merupakan hasil dari interaksi antara
individu dengan organisasinya. Individu dibentuk oleh situasi dan situasi
juga membentuk situasi. Sehingga kontrak psikologis adalah unik untuk
individu.
Rousseau (1989) mengemukakan beberapa faktor dalam kontrak
psikologis dari proses interaksionalnya sebagai berikut:
a. Transactional: Menunjukkan kerjasama yang terbatas durasinya
dengan kinerja yang ditentukan secara karakteristik sehingga mudah
untuk terjadinya pergantian kontrak, hal ini disebabkan karena
rendahnya tingkat komitmen organisasi dan lemahnya integrasi dalam
organisasi sehingga menyebabkan seringnya terjadi perpindahan
karyawan.
Faktor transactional ini meliputi sub faktor :
1) Rendahnya integrasi atau identifikasi.
2) Sikap membatasi kontribusi terhadap organisasi.
3) Rendahnya komitmen.
4) Membatasi kefleksibelan atau ruang gerak.
b. Relational: Kerjasama lebih bersifat terbuka dengan kinerja ditentukan
secara bebas, komitmen yang tinggi dan integrasi anggota
organisasinya kuat.
Faktor relational ini meliputi sub faktor :
1) Menjalin hubungan dengan lebih terbuka, terjalinnya kebersamaan.
2) Menimbulkan loyalitas yang tinggi.
Pengaruh Kontrak Psikologis..., Anggarini Briliani, Fakultas Psikologi UMP, 2017
30
3) Menyangkut emosi yang menimbulkan motivasi berprestasi.
4) Terciptanya keamanan kerja.
c. Hybrid atau keseimbangan, mengutamakan untuk menyatukan
peraturan relational dan transactional.
Faktor Hybrid atau keseimbangan ini meliputi sub faktor:
1) Kesempatan untuk pengembangan karir.
2) Persyaratan kinerja yang dinamis.
Rousseau (1989), mengemukakan faktor-faktor yang
mempengaruhi kontrak psikologis sebagai berikut:
a. Pengupahan.
b. Relativitas keamanan kerja.
c. Kesempatan yang baik untuk promosi.
d. Persaingan versus perlakuan jujur.
e. Pengembangan karir.
f. Motivasi berprestasi.
g. Komunikasi yang terbuka.
h. Lingkungan kerja.
Arnold (dalam Conway dan Briner, 2005) dalam penelitiannya
mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi kontrak psikologis
sebagai berikut:
a. Keamanan setiap saat.
b. Gaji adil sesuai kinerja yang baik.
c. Struktur, skenario dapat diramalkan.
d. Karir dimanajemeni oleh organisasi.
e. Waktu dan penghargaan diusahakan.
Pengaruh Kontrak Psikologis..., Anggarini Briliani, Fakultas Psikologi UMP, 2017
31
f. Pendapatan dihubungkan dengan pengalaman atau status.
g. Menawarkan prospek karir dan mendukung hasil yang maksimal
atau prestasi yang tinggi.
h. Saling mempercayai.
Berdasarkan pemaparan di atas, faktor-faktor yang
mempengaruhi kontrak psikologis diantaranya transactional,
relational, dan hybrid atau keseimbangan.
3. Aspek-Aspek Kontrak Psikologis
Aspek kontrak psikologis mengacu pada keyakinan tentang janji-
janji seorang karyawan kepada organisasi dan hal-hal yang dijanjikan
organisasi kepada karyawannya.
Conway dan Briner (2005) menekankan bahwa aspek kontrak
psikologis mengacu pada keyakinan tentang janji-janji organisasi kepada
karyawannya atas kontribusi mereka terhadap organisasi. Seperti upah,
kesempatan promosi, pelatihan, peningkatan kesejahteraan.
Menurut De Vos (dalam Rousseu, 1989) kontrak psikologis
mencakup aspek hubungan kerja baik yang dilakukan perusahaan kepada
karyawan maupun karyawan kepada perusahaan. Organisasi berjanji
kepada karyawannya dalam hal :
1) Pengembangan karir
Menawarkan kemungkinan untuk pengembangan dan promosi
dalam organisasi (seperti kemungkinan untuk pengembangan, diangkat
menjadi pegawai tetap, peluang promosi).
Pengaruh Kontrak Psikologis..., Anggarini Briliani, Fakultas Psikologi UMP, 2017
32
2) job konten (Penawaran Pekerjaan)
Penawaran pekerjaan, penawaran menantang, konten pekerjaan
yang menarik, seperti kerja di mana karyawan dapat menggunakan
kapasitas mereka.
3) Lingkungan sosial
Lingkungan sosialnya menawarkan lingkungan kerja dan
menyenangkan seperti baik komunikasi antar rekan kerja, kerjasama
yang baik dalam kelompok baik terhadap atasan maupun sesama rekan
kerja.
4) Keuangan
Kompensasi penawaran ganti rugi yang tepat, seperti:
remunerasi sepadan dengan pekerjaan, kondisi kerja yang memiliki
konsekuensi pajak yang menguntungkan.
5) Keseimbangan dengan pribadi karyawan
Keseimbangan dengan pribadi karyawan penawaran
menghormati dan pemahaman untuk situasi pribadi karyawan.
Misalnya: fleksibilitas dalam jam kerja, pemahaman tentang keadaan
pribadi.
Sedangkan janji karyawan yang merupakan wujud timbal balik
adalah sebagai berikut:
a. Usaha dan performance kinerja
Kesediaan untuk bekerja lebih baik untuk kemajuan organisasi.
Dengan cara meningkatkan prestasi kerja, bekerja baik secara
kuantitatif dan kualitatif, dapat bekerja sama dengann baik terhadap
pimpinan dan rekan kerja.
Pengaruh Kontrak Psikologis..., Anggarini Briliani, Fakultas Psikologi UMP, 2017
33
b. Keluwesan
Kesediaan untuk menjadi fleksibel dalam melaksanakan
pekerjaan yang perlu dilakukan seperti bekerja lembur, membawa
pulang kerja.
c. Loyalitas
Kesediaan untuk terus bekerja lebih lama untuk organisasi
dengan cara tidak menerima setiap tawaran pekerjaan yang datang
bersama, bekerja untuk organisasi selama beberapa tahun setidaknya.
d. Berperilaku Lebih Baik
Kesediaan untuk bertingkah laku lebih baik terhadap
organisasi. Seperti tidak membongkar rahasia dan informasi penting
perusahaan, jujur berurusan dengan sumber daya dan anggaran.
e. Kecersediaan
Kesediaan untuk menjaga status ketersediaan pada tingkat yang
dapat diterima, seperti: mengambil pelatihan yang tersedia, bersedia
mengikuti jenjang pendalaman pendidikan dann ketrampilan jika
dibutuhkan perusahaan.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek dari kontrak
psikologis adalah janji-janji organisasi kepada karyawannya dan juga
sebaliknya seperti mengenai pengembangan karir, penawaran pekerjaan,
lingkungan sosial di tempat kerja, keuangan dan keseimbangan dengan
pribadi karyawan, agar terjalin hubungan kerja yang baik antara
perusahaan kepada karyawan maupun karyawan kepada perusahaan.
Pengaruh Kontrak Psikologis..., Anggarini Briliani, Fakultas Psikologi UMP, 2017
34
C. Karyawan Kontrak
Karyawan kontrak menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13
2003 adalah karyawan yang terikat dalam hubungan kerja secara terbatas
dengan perusahaan atas dasar perjanjian kerja untuk jangka jangka waktu
tertent (PKWT). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI) mendefinisikan
karyawan kontrak sebagai sebagai pegawai (buruh dan sebagainya) yang
bekerja berdasarkan kontrak kerja (dalam waktu tertentu).
Menurut pasal 59 Undang-undang Ketenagakerjaan nomor 13/2000,
definisi dan ketentuan yang berlaku untuk karyawan kontrak adalah :
1. Karyawan kontrak dipekerjakan oleh perusahaan untuk jangka waktu
tertentu saja, waktunya terbatas maksimal hanya 3 tahun.
2. Hubungan kerja antara perusahan dan karyawan kontrak dituangkan dalam
“Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu”.
3. Perusahaan tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan .
4. Status karyawan kontrak hanya dapat diterapkan untuk pekerjaan akan
selesaidalam wakt tertentu, yaitu :
a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiaannya dalam waktu yang
tidak terlalu lama dan paling lama 3tahun;
c. Pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau
produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan
e. Untuk pekerjaan yang bersifat tetap, tidak dapat diberlakukan status
karyawan kontrak.
Pengaruh Kontrak Psikologis..., Anggarini Briliani, Fakultas Psikologi UMP, 2017
35
5. Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya
jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau
berakhirnya hubungan kerja bukan karena terjadinya pelanggaran terhadap
ketentuan yang telah disepakati bersama, maka pihak yang mengakhiri
hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya
sebesar gaji karyawan sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu
perjanjian kerja.
6. Jika setelah kontrak kemudian perusahaan menetapkan yang
bersangkutanmenjadi karyawan tetap, maka masa kontrak tidak dihitung
sebagai masa kerja.
Menurut pendapat Herawati (2010:1) “Kontrak dan outsourcing adalah
bentuk hubungan kerja yang termasuk dalam kategori precarious work, istilah
yang biasanya dipakai secara internasional untuk menunjukkan situasi
hubungan kerja yang tidak tetap, waktu tertentu, kerja lepas, tidak terjamin/
tidak aman dan tidak pasti”. Sedangkan menurut Jehani (2010:5) “Perjanjian
kerja adalah perjanjian antara pekerja dengan pemberi kerja/pengusaha yang
memuat syaratsyarat kerja, hak dan kewajiban para pihak mulai dari saat
hubungan kerja itu terjadi hingga berakhirnya hubungan kerja”
Pengaruh Kontrak Psikologis..., Anggarini Briliani, Fakultas Psikologi UMP, 2017
36
Kontrak Psikologis
1. Pengembangan Karir
2. Penawaran Pekerjaan
3. Lingkungan Sosial
4. Keuangan
5. Keseimbangan dengan
Pribadi Karyawan
6. Usaha dan Performance
Kinerja
7. Keluwesan
8. Loyalitas
9. Berperilaku lebih baik
10. Ketersediaan
Rousseau, D. M.
(1989)
D. Kerangka Berfikir
Gambar 1. Kerangka Pemikira
E. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini yaitu terdapat pengaruh kontrak
psikologis terhadap etos kerja pada karyawan kontrak di Universitas
Muhammadiyah Purwokerto.
Etos Kerja
1. Kerja sebagai kewajiban
moral dan religius untuk
mengisi kehidupannya
2. Disiplin kerja tinggi
3. Rasa bangga atas hasil
karyanya
Pengaruh Kontrak Psikologis..., Anggarini Briliani, Fakultas Psikologi UMP, 2017