keynote speech rektor uho

7
KEYNOTE SPEECH REKTOR UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI Seminar Lokakarya “Peningkatan Akses Keuangan Masyarakat untuk Mendorong Daya Saing Ekonomi Daerah” Yang saya hormati: 1. Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara 2. Para Pemateri Kegiatan dari Kantor Pusat Bank Indonesia 3. Para peserta dari Perguruan Tinggi se Sulawesi Tenggara, 4. Instansi Pemerintah baik vertikal maupun horisontal 5. Perbankan dan Dunia Usaha di Kota Kendari 6. Hadirin sekalian yang berbahagia. Assalamu Alaikum Wr. Wb. Dalam sejumlah literatur, istilah “daya saing” (competitiveness) mempunyai interpretasi/tafsiran beragam. Michael Porter (2003) menyatakan bahwa Daya Saing merupakan konsep yang tidak sepenuhnya dapat dimengerti, terlepas dari meningkatnya penerimaan bahwa ia merupakan hal yang penting. Apabila kita mengacu pada kamus besar Bahasa Indonesia, Daya Saing diartikan sebagai kemampuan makhluk hidup untuk dapat tumbuh (berkembang) secara normal di antara makhluk hidup lainnya sebagai pesaing dalam satu habitat (cth. Dalam satu bidang usaha dsb). Dari definisi ini, daya saing memiliki 3 komponen, yaitu kemampuan, pertumbuhan atau perkembangan, dan pesaing di habitat yang sama. Jika ditarik dalam scope perekonomian daerah, maka daya saing dapat dimaknai sebagai kemampuan daerah untuk tumbuh dan berkembang secara baik

Upload: taufiktao

Post on 26-Dec-2015

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Keynote Speech Rektor Uho

KEYNOTE SPEECHREKTOR UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI

Seminar Lokakarya“Peningkatan Akses Keuangan Masyarakat

untuk Mendorong Daya Saing Ekonomi Daerah”

Yang saya hormati:

1. Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara

2. Para Pemateri Kegiatan dari Kantor Pusat Bank Indonesia

3. Para peserta dari Perguruan Tinggi se Sulawesi Tenggara,

4. Instansi Pemerintah baik vertikal maupun horisontal

5. Perbankan dan Dunia Usaha di Kota Kendari

6. Hadirin sekalian yang berbahagia.

Assalamu Alaikum Wr. Wb.

Dalam sejumlah literatur, istilah “daya saing” (competitiveness) mempunyai

interpretasi/tafsiran beragam. Michael Porter (2003) menyatakan bahwa Daya Saing

merupakan konsep yang tidak sepenuhnya dapat dimengerti, terlepas dari meningkatnya

penerimaan bahwa ia merupakan hal yang penting. Apabila kita mengacu pada kamus besar

Bahasa Indonesia, Daya Saing diartikan sebagai kemampuan makhluk hidup untuk dapat

tumbuh (berkembang) secara normal di antara makhluk hidup lainnya sebagai pesaing dalam

satu habitat (cth. Dalam satu bidang usaha dsb). Dari definisi ini, daya saing memiliki 3

komponen, yaitu kemampuan, pertumbuhan atau perkembangan, dan pesaing di habitat yang

sama. Jika ditarik dalam scope perekonomian daerah, maka daya saing dapat dimaknai

sebagai kemampuan daerah untuk tumbuh dan berkembang secara baik diantara daerah-

daerah lain yang se level (misalnya provinsi dibandingkan provinsi lain, kabupaten/kota

dibandingan dengan kabupaten/kota lain).

Di era globalisasi ekonomi, kualitas daya saing perekonomian daerah dalam perspektif

tersebut akan dikaitkan dengan kualitas strategi pemerintah daerah dalam menyiapkan

masyarakat dan pelaku usaha di wilayahnya untuk menghadapi persaingan global. Globalisasi

(atau penduniaan) akan semakin mempengaruhi perkembangan ekonomi daerah dengan

berlakunya perjanjian yang disepakati secara regional maupun internasional. Mau tidak mau,

siap atau tidak siap, perdagangan bebas akan menjadi satu-satunya pilihan bagi masyarakat di

semua daerah.

Page 2: Keynote Speech Rektor Uho

AFTA atau ASEAN Free Trade Area merupakan komitmen pembentukan kawasan

perdagangan bebas Asia Tenggara yang ditetapkan pada KTT ASEAN ke-13 di Singapura di

bulan September 2007. AFTA merupakan wujud integrasi ekonomi ASEAN sebagai sebuah

pasar tunggal dimana arus barang, jasa, investasi, dan tenaga kerja terampil yang bebas, serta

arus modal yang lebih bebas diantara negara ASEAN. Integrasi pasar ini dapat menjadi

peluang dan juga ancaman apabila dikaitkan dengan kondisi daya saing masyarakat di

Indonesia.

Beberapa pakar ekonomi menyampaikan pandangan bahwa upaya meningkatkan daya

saing harus dilakukan dengan meningkatkan persaingan itu sendiri. Ini berarti bahwa

perlakuan-perlakukan khusus harus ditinggalkan. Proteksi perlu ditiadakan segera ataupun

bertahap. Pengembangan produk yang sukses adalah yang berorientasi pasar, ini berarti

pemerintah daerah perlu mendorong pengusaha untuk selalu meningkatkan efisiensi teknis

dan ekonomis. Peraturan perdagangan internasional harus diperkenalkan dan diterapkan.

Perlu ada upaya terencana agar setiap pejabat pemerinah daerah mengerti peraturan-peraturan

perdagangan internasional ini, untuk dapat mendorong pengusaha-pengusaha daerah menjadi

pemain-pemain yang tangguh dalam perdagangan bebas, baik pada lingkup daerah, nasional

maupun internasional.

Namun demikian, jika dilihat dari perspektif yang berbeda, peningkatan persaingan

dengan meniadakan proteksi akan mengancam keberlangsungan ekonomi lokal apabila

masyarakat maupun pelaku ekonomi lokal belum memiliki daya saing yang cukup untuk

menjadi pemain aktif ditengah pertandingan penguasaan sumber daya maupun pasar.

Tantangan yang dihadapi dalam meningkatkan daya saing perekonomian daerah sangat

besar, terlebih dengan kondisi masayarakat di sebagian besar wilayah Indonesia yang masih

mengadopsi sistem perekonomian tradisional, dimana ketergantungan terhadap sumber daya

alam masih sangat tinggi dan rumah tangga dapat bertindak sebagai konsumen, produsen, dan

keduanya. Kondisi ini diperparah dengan akses masyarakat terhadap jasa keuangan yang

sangat rendah, padahal kita ketahui bersama bahwa perdagangan bebas membawa

konsekuensi pada semakin efisiennya transaksi keuangan melalui lembaga jasa keuangan

yang beragam. Upaya peningkatan akses keuangan melalui program Financial inclusion tidak

hanya dipandang sebagai kegiatan edukasi, namun perlu dijadikan sebagai program utama

untuk memberikan penguatan kepada masyarakat dalam menghadapi era perdagangan bebas

yang sudah di depan mata.

Secara definisi, menurut World Bank 2008 dan European Commision 2008, Financial

inclusion atau Inklusi Keuangan merupakan suatu kegiatan menyeluruh yang bertujuan untuk

Page 3: Keynote Speech Rektor Uho

menghilangkan segala bentuk hambatan baik dalam bentuk harga ataupun non harga terhadap

akses masyarakat dalam menggunakan atau memanfaatkan layanan jasa keuangan.

Data survei Bank Dunia pada tahun 2010 dan 2011 memberikan gambaran betapa

pentingnya upaya untuk mendorong program Financial inclusion. Dari data tahun 2010,

diketahui bahwa sepertiga penduduk Indonesia tidak memiliki tabungan, baik di lembaga

keuangan formal maupun di lembaga keuangan informal, dan sekitar 79 persen dapat

dikelompokkan sebagai “financially excluded” dari segi tabungan. Dari segi pinjaman, hanya

sekitar 40 persen penduduk Indonesia yang memiliki akses terhadap pinjaman (financially

excluded dari sisi kredit) baik pinjaman dari perbankan maupun non-perbankan. Secara

khusus, jumlah penduduk yang dapat meminjam dari bank sangat rendah, yaitu kurang dari

20 persen. Selanjutnya dalam survei Bank Dunia tahun 2011 tergambar bahwa hanya 20%

orang dewasa di Indonesia yang memiliki rekening di lembaga keuangan resmi. Angka ini

berada di bawah Filipina, Malaysia, Thailand, dan Singapura yang mencapai berturut-turut

27%, 66%, 73% dan 98%.

Program Financial inclusion merupakan program strategis dalam mendorong

perekonomian Indonesia, hal ini dikarenakan terdapat banyak bukti-bukti dari penelitian di

seluruh dunia yang menunjukkan bahwa financial inclusion memainkan peran yang sangat

penting dalam pengentasan kemiskinan, mengurangi perbedaan pendapatan dan

meningkatkan pertumbuhan ekonomi, terutama di negara berkembang. Program inklusi

keuangan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, membantu rumah tangga/perusahaan

menurunkan fluktuasi pendapatan mereka (income smooting), memperluas peluang investasi,

dan melindungi rumah tangga dari terjadinya guncangan (shocks) dan kejadian yang tak

terduga. Dengan adanya inklusi keuangan, masyarakat akan memiliki kondisi keuangan yang

lebih stabil dan aktivitas ekonomi yang lebih produktif yang akan berkontribusi terhadap

peningkatan kesejahteraan.

Level financial inclusion yang lebih besar akan mengurangi ketergantungan terhadap

modal luar negeri dan menciptakan sistem finansial yang self reliance, sehingga tidak rentan

terhadap contagion crises. Dengan memasukkan tabungan informal ke dalam sistem

keuangan formal, dan adanya penyediaan layanan keuangan yang lebih beragam, maka

kapasitas keuangan suatu negara akan meningkat secara signifikan.

Geografi wilayah Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau menyebabkan akses

kelembaga keuangan dan akses informasi serta fungsi intermediasi menjadi kurang optimal.

Tidak itu saja. Masalah geografis ini menyebabkan infrastruktur layanan jasa keuangan

Page 4: Keynote Speech Rektor Uho

menjadi tidak merata, akses informasi untuk wilayah tertentu menjadi sangat mahal dan biaya

layanan jasa keuangan menjadi relatif lebih tinggi.

Dengan melihat kompleksitas tantangan pengembangan perluasan akses keuangan,

maka seluruh lembaga yang terkait dengan kegiatan dimaksud perlu bekerjasama dan

berkoordinasi sehingga kegiatan Financial inclusion dapat lebih terarah dan terukur.

OJK yang merupakan lembaga pengawas jasa keuangan telah mendorong upaya-upaya

perluasan akses keuangan dan inklusi keuangan melalui apa yang disebut sebagai Strategi

Nasional Literasi Keuangan melalui tiga pilar utama untuk memastikan pemahaman

masyarakat tentang produk dan layanan yang ditawarkan oleh lembaga jasa keuangan, yaitu

program edukasi dan kampanye nasional literasi keuangan, penguatan infrastruktur literasi

keuangan, serta pengembangan produk dan layanan jasa keuangan yang terjangkau.

Bank Indonesia melalui program keuangan inklusif juga telah membuat enam pilar

dalam strategi nasional keuangan inklusif (SNKI), yaitu edukasi keuangan dalam rangka

peningkatan kemampuan mengelola keuangan termasuk mengenal risiko, penyediaan fasilitas

keuangan bagi publik dari program pemerintah, pemetaan informasi keuangan, penyusunan

kebijakan dan peraturan pendukung, peningkatan intermediasi dan sarana distribusi serta

perlindungan konsumen. Terkait usaha kecil, mikro dan menengah (UMKM), arah kebijakan

Bank Indonesia dalam pengembangan UMKM bertujuan untuk menjembatani kesenjangan

informasi (asymmetric information) antara UMKM dengan perbankan, sebagai bagian dari

program keuangan inklusif kepada UMKM.

Selain Bank Indonesia dan OJK, pelaku jasa keuangan bank dan non bank juga

memiliki program spesifik yang bertujuan untuk meningkatkan akses keuangan masyarakat.

Hal yang sangat menggembirakan yang kita harapkan dapat mempercepat peningkatan

inklusi keuangan di Indonesia.

Mengakhiri pidato ini saya ingin mengutip ungkapan dari Franklin D. Rosevelt, yaitu

“Persaingan bermanfaat sampai pada titik tertentu ia tidak dapat dilanjutkan, tetapi

Kerjasama, hal yang harus kita upayakan saat ini, dimulai ketika persaingan berakhir”. Dari

ungkapan tersebut ada makna tersirat yang perlu kita cermati bersama. Dari sudut pandang

budaya, kata Kerjasama sangat sejalan dengan kultur generik bangsa Indonesia yang sangat

mengedepankan asas kekeluargaan dan kebersamaan. Karenanya, kami berpandangan bahwa

upaya meningkatkan daya saing ekonomi daerah melalui perluasan dan penguatan akses

keuangan akan memberikan hasil yang optimal apabila seluruh pihak terkait, dapat bekerja

bersama dengan niat yang baik untuk menciptakan masyarakat yang financially inclusive dan

berdaya saing tinggi.

Page 5: Keynote Speech Rektor Uho

Demikian pidato yang dapat kami sampaikan sebagai salah satu input seminar dan

lokakarya yang diselenggarakan pada hari ini. Semoga Allah SWT melindungi serta

memberikan berkah dan kebaikan untuk kita semua.

Wabillahi Taufik Walhidayah. Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.