keynote speech rektor uho
TRANSCRIPT
KEYNOTE SPEECHREKTOR UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI
Seminar Lokakarya“Peningkatan Akses Keuangan Masyarakat
untuk Mendorong Daya Saing Ekonomi Daerah”
Yang saya hormati:
1. Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara
2. Para Pemateri Kegiatan dari Kantor Pusat Bank Indonesia
3. Para peserta dari Perguruan Tinggi se Sulawesi Tenggara,
4. Instansi Pemerintah baik vertikal maupun horisontal
5. Perbankan dan Dunia Usaha di Kota Kendari
6. Hadirin sekalian yang berbahagia.
Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Dalam sejumlah literatur, istilah “daya saing” (competitiveness) mempunyai
interpretasi/tafsiran beragam. Michael Porter (2003) menyatakan bahwa Daya Saing
merupakan konsep yang tidak sepenuhnya dapat dimengerti, terlepas dari meningkatnya
penerimaan bahwa ia merupakan hal yang penting. Apabila kita mengacu pada kamus besar
Bahasa Indonesia, Daya Saing diartikan sebagai kemampuan makhluk hidup untuk dapat
tumbuh (berkembang) secara normal di antara makhluk hidup lainnya sebagai pesaing dalam
satu habitat (cth. Dalam satu bidang usaha dsb). Dari definisi ini, daya saing memiliki 3
komponen, yaitu kemampuan, pertumbuhan atau perkembangan, dan pesaing di habitat yang
sama. Jika ditarik dalam scope perekonomian daerah, maka daya saing dapat dimaknai
sebagai kemampuan daerah untuk tumbuh dan berkembang secara baik diantara daerah-
daerah lain yang se level (misalnya provinsi dibandingkan provinsi lain, kabupaten/kota
dibandingan dengan kabupaten/kota lain).
Di era globalisasi ekonomi, kualitas daya saing perekonomian daerah dalam perspektif
tersebut akan dikaitkan dengan kualitas strategi pemerintah daerah dalam menyiapkan
masyarakat dan pelaku usaha di wilayahnya untuk menghadapi persaingan global. Globalisasi
(atau penduniaan) akan semakin mempengaruhi perkembangan ekonomi daerah dengan
berlakunya perjanjian yang disepakati secara regional maupun internasional. Mau tidak mau,
siap atau tidak siap, perdagangan bebas akan menjadi satu-satunya pilihan bagi masyarakat di
semua daerah.
AFTA atau ASEAN Free Trade Area merupakan komitmen pembentukan kawasan
perdagangan bebas Asia Tenggara yang ditetapkan pada KTT ASEAN ke-13 di Singapura di
bulan September 2007. AFTA merupakan wujud integrasi ekonomi ASEAN sebagai sebuah
pasar tunggal dimana arus barang, jasa, investasi, dan tenaga kerja terampil yang bebas, serta
arus modal yang lebih bebas diantara negara ASEAN. Integrasi pasar ini dapat menjadi
peluang dan juga ancaman apabila dikaitkan dengan kondisi daya saing masyarakat di
Indonesia.
Beberapa pakar ekonomi menyampaikan pandangan bahwa upaya meningkatkan daya
saing harus dilakukan dengan meningkatkan persaingan itu sendiri. Ini berarti bahwa
perlakuan-perlakukan khusus harus ditinggalkan. Proteksi perlu ditiadakan segera ataupun
bertahap. Pengembangan produk yang sukses adalah yang berorientasi pasar, ini berarti
pemerintah daerah perlu mendorong pengusaha untuk selalu meningkatkan efisiensi teknis
dan ekonomis. Peraturan perdagangan internasional harus diperkenalkan dan diterapkan.
Perlu ada upaya terencana agar setiap pejabat pemerinah daerah mengerti peraturan-peraturan
perdagangan internasional ini, untuk dapat mendorong pengusaha-pengusaha daerah menjadi
pemain-pemain yang tangguh dalam perdagangan bebas, baik pada lingkup daerah, nasional
maupun internasional.
Namun demikian, jika dilihat dari perspektif yang berbeda, peningkatan persaingan
dengan meniadakan proteksi akan mengancam keberlangsungan ekonomi lokal apabila
masyarakat maupun pelaku ekonomi lokal belum memiliki daya saing yang cukup untuk
menjadi pemain aktif ditengah pertandingan penguasaan sumber daya maupun pasar.
Tantangan yang dihadapi dalam meningkatkan daya saing perekonomian daerah sangat
besar, terlebih dengan kondisi masayarakat di sebagian besar wilayah Indonesia yang masih
mengadopsi sistem perekonomian tradisional, dimana ketergantungan terhadap sumber daya
alam masih sangat tinggi dan rumah tangga dapat bertindak sebagai konsumen, produsen, dan
keduanya. Kondisi ini diperparah dengan akses masyarakat terhadap jasa keuangan yang
sangat rendah, padahal kita ketahui bersama bahwa perdagangan bebas membawa
konsekuensi pada semakin efisiennya transaksi keuangan melalui lembaga jasa keuangan
yang beragam. Upaya peningkatan akses keuangan melalui program Financial inclusion tidak
hanya dipandang sebagai kegiatan edukasi, namun perlu dijadikan sebagai program utama
untuk memberikan penguatan kepada masyarakat dalam menghadapi era perdagangan bebas
yang sudah di depan mata.
Secara definisi, menurut World Bank 2008 dan European Commision 2008, Financial
inclusion atau Inklusi Keuangan merupakan suatu kegiatan menyeluruh yang bertujuan untuk
menghilangkan segala bentuk hambatan baik dalam bentuk harga ataupun non harga terhadap
akses masyarakat dalam menggunakan atau memanfaatkan layanan jasa keuangan.
Data survei Bank Dunia pada tahun 2010 dan 2011 memberikan gambaran betapa
pentingnya upaya untuk mendorong program Financial inclusion. Dari data tahun 2010,
diketahui bahwa sepertiga penduduk Indonesia tidak memiliki tabungan, baik di lembaga
keuangan formal maupun di lembaga keuangan informal, dan sekitar 79 persen dapat
dikelompokkan sebagai “financially excluded” dari segi tabungan. Dari segi pinjaman, hanya
sekitar 40 persen penduduk Indonesia yang memiliki akses terhadap pinjaman (financially
excluded dari sisi kredit) baik pinjaman dari perbankan maupun non-perbankan. Secara
khusus, jumlah penduduk yang dapat meminjam dari bank sangat rendah, yaitu kurang dari
20 persen. Selanjutnya dalam survei Bank Dunia tahun 2011 tergambar bahwa hanya 20%
orang dewasa di Indonesia yang memiliki rekening di lembaga keuangan resmi. Angka ini
berada di bawah Filipina, Malaysia, Thailand, dan Singapura yang mencapai berturut-turut
27%, 66%, 73% dan 98%.
Program Financial inclusion merupakan program strategis dalam mendorong
perekonomian Indonesia, hal ini dikarenakan terdapat banyak bukti-bukti dari penelitian di
seluruh dunia yang menunjukkan bahwa financial inclusion memainkan peran yang sangat
penting dalam pengentasan kemiskinan, mengurangi perbedaan pendapatan dan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, terutama di negara berkembang. Program inklusi
keuangan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, membantu rumah tangga/perusahaan
menurunkan fluktuasi pendapatan mereka (income smooting), memperluas peluang investasi,
dan melindungi rumah tangga dari terjadinya guncangan (shocks) dan kejadian yang tak
terduga. Dengan adanya inklusi keuangan, masyarakat akan memiliki kondisi keuangan yang
lebih stabil dan aktivitas ekonomi yang lebih produktif yang akan berkontribusi terhadap
peningkatan kesejahteraan.
Level financial inclusion yang lebih besar akan mengurangi ketergantungan terhadap
modal luar negeri dan menciptakan sistem finansial yang self reliance, sehingga tidak rentan
terhadap contagion crises. Dengan memasukkan tabungan informal ke dalam sistem
keuangan formal, dan adanya penyediaan layanan keuangan yang lebih beragam, maka
kapasitas keuangan suatu negara akan meningkat secara signifikan.
Geografi wilayah Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau menyebabkan akses
kelembaga keuangan dan akses informasi serta fungsi intermediasi menjadi kurang optimal.
Tidak itu saja. Masalah geografis ini menyebabkan infrastruktur layanan jasa keuangan
menjadi tidak merata, akses informasi untuk wilayah tertentu menjadi sangat mahal dan biaya
layanan jasa keuangan menjadi relatif lebih tinggi.
Dengan melihat kompleksitas tantangan pengembangan perluasan akses keuangan,
maka seluruh lembaga yang terkait dengan kegiatan dimaksud perlu bekerjasama dan
berkoordinasi sehingga kegiatan Financial inclusion dapat lebih terarah dan terukur.
OJK yang merupakan lembaga pengawas jasa keuangan telah mendorong upaya-upaya
perluasan akses keuangan dan inklusi keuangan melalui apa yang disebut sebagai Strategi
Nasional Literasi Keuangan melalui tiga pilar utama untuk memastikan pemahaman
masyarakat tentang produk dan layanan yang ditawarkan oleh lembaga jasa keuangan, yaitu
program edukasi dan kampanye nasional literasi keuangan, penguatan infrastruktur literasi
keuangan, serta pengembangan produk dan layanan jasa keuangan yang terjangkau.
Bank Indonesia melalui program keuangan inklusif juga telah membuat enam pilar
dalam strategi nasional keuangan inklusif (SNKI), yaitu edukasi keuangan dalam rangka
peningkatan kemampuan mengelola keuangan termasuk mengenal risiko, penyediaan fasilitas
keuangan bagi publik dari program pemerintah, pemetaan informasi keuangan, penyusunan
kebijakan dan peraturan pendukung, peningkatan intermediasi dan sarana distribusi serta
perlindungan konsumen. Terkait usaha kecil, mikro dan menengah (UMKM), arah kebijakan
Bank Indonesia dalam pengembangan UMKM bertujuan untuk menjembatani kesenjangan
informasi (asymmetric information) antara UMKM dengan perbankan, sebagai bagian dari
program keuangan inklusif kepada UMKM.
Selain Bank Indonesia dan OJK, pelaku jasa keuangan bank dan non bank juga
memiliki program spesifik yang bertujuan untuk meningkatkan akses keuangan masyarakat.
Hal yang sangat menggembirakan yang kita harapkan dapat mempercepat peningkatan
inklusi keuangan di Indonesia.
Mengakhiri pidato ini saya ingin mengutip ungkapan dari Franklin D. Rosevelt, yaitu
“Persaingan bermanfaat sampai pada titik tertentu ia tidak dapat dilanjutkan, tetapi
Kerjasama, hal yang harus kita upayakan saat ini, dimulai ketika persaingan berakhir”. Dari
ungkapan tersebut ada makna tersirat yang perlu kita cermati bersama. Dari sudut pandang
budaya, kata Kerjasama sangat sejalan dengan kultur generik bangsa Indonesia yang sangat
mengedepankan asas kekeluargaan dan kebersamaan. Karenanya, kami berpandangan bahwa
upaya meningkatkan daya saing ekonomi daerah melalui perluasan dan penguatan akses
keuangan akan memberikan hasil yang optimal apabila seluruh pihak terkait, dapat bekerja
bersama dengan niat yang baik untuk menciptakan masyarakat yang financially inclusive dan
berdaya saing tinggi.
Demikian pidato yang dapat kami sampaikan sebagai salah satu input seminar dan
lokakarya yang diselenggarakan pada hari ini. Semoga Allah SWT melindungi serta
memberikan berkah dan kebaikan untuk kita semua.
Wabillahi Taufik Walhidayah. Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.